ilmu kesehatan masyarakat pbl

51
KESE HATAN DAN KESELAMATAN KERJA NOFRIS MANTO 102008170 Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2012 Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Skenario 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi menuntut pelaksanaan kesehatan dan kesalamatan kerja di setiap tempat kerja termasuk disektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja disektor kesehatan tidak terkecuali dirumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya ditempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. ALUR PRODUKSI Produksi Alas Kaki Pembuatan alas kaki dapat terdiri dari beberapa langkah, alur

Upload: novita-devy

Post on 14-Feb-2015

111 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

sldkg

TRANSCRIPT

Page 1: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

NOFRIS MANTO

102008170

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2012

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Skenario 1

PENDAHULUAN

Di era globalisasi menuntut pelaksanaan kesehatan dan kesalamatan kerja di setiap tempat

kerja termasuk disektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan

K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan

penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja disektor kesehatan tidak

terkecuali dirumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya

ditempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling

berat tergantung jenis pekerjaannya.

ALUR PRODUKSI

Produksi Alas Kaki

Pembuatan alas kaki dapat terdiri dari beberapa langkah, alur produksi yang sederhana

dapat digambarkan seperti dalam gambar di bawah ini.

Page 2: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Penyiapan Bahan Showroom/ penyimpanan

Biasanya, alas kaki dirancang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Suatu model akan

digambarkan penuh warna dan rinci. Pembuatan alas kaki pada sektor informal mungkin

memiliki berbagai model rancangan untuk dipasarkan dan memenuhi keinginan konsumen

baru. Suatu pola menunjukkan bentuk dan ukuran bagian atas alas kaki; pola tersebut dapat

diproduksi oleh pembuat alas kaki atau dipesan dari luar. Gaya bagian atas digambarkan

pada bahan (misal kulit, polyurethane, PVC) menurut pola yang ada, kemudian bagian

tersebut digunting.

Setelah digunting, bagian luar bahan seringkali disisit menggunakan mesin sisit. Bagian atas

dan lapisan dalam dijahit bersama; kemudian pembuatan lubang tali, lubang kancing, dan

asesoris dapat dilaksanakan. Penyatuan bagian atas dan bawah pada umumnya dilakukan

dengan proses pengeleman, tetapi juga ada yang dilakukan melalui proses penjahitan,

pemakuan, atau penyekrupan. Sebelum disatukan, bagian sol dihaluskan dengan

menggunakan gerinda. Pada sol-sol tersebut diberikan primer, bahan kimia berbasis pelarut

agar sol tersebut bersih dan dapat melekatkan lem secara efektif. Sesudah dilakukan

pengelaman pada bagian sol, kemudian bagian yang sudah dilem tersebut dipanaskan

dalam suatu pemanas (biasanya oven) agar lem bertambah kuat. Lalu, agar pengelaman

lebih kuat lagi, alas kaki tersebut dimampatkan/ditekan dengan mesin press. Proses akhir

dapat terdiri dari beberapa kerja seperti: pembersihan, penyemiran, pemberian lilin,

pewarnaan, dan penyemprotan dengan cat. Akhirnya, alas kaki dikemas dalam kotak atau

Pembuatan Pola/

bahan alas kaki

Persiapan bagian atas

Persiapan bagian bawah

Pemotongan bahan

Penyatuan bag. Atas dan

bawah

Penyelesaian

Page 3: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

tas plastik dan siap dipasarkan kepada para konsumen.8

MANAGEMEN RESIKO

Penilaian resiko

Gangguan kesehatan dan daya tahan kerja

Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti bahwa

yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktifitas kerjanya secara

optimal, maka perlu ada keseimbangan yang positif-konstruktif, antara lain unsur-unsur:

1. Beban kerja

2. Beban tambahan akibat dari perkerjaan dan lingkungan kerja

3. Kapasitas kerja1

Beban kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban tersebut mungkin fisik, mental

dan sosial. Seorang tenaga kerja yang secara fisik bekerja berat sepertinya halnya buruh

bongkar muat barang, memikul lebih banyak beban fisik dari pada beban mental dan sosial.

Berlainan dari itu adalah beban kerja seorang pengusaha atau manajemen, tanggung

jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar dari beban fisik yang

dituntut oleh pekerjaannya. Adapun petugas sosial misalnya penggerak lembaga swadaya

masyarakat atau gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi dan

memikul beban kerja sosial kemasyarakatan.

Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hal kapasitas menanggung

beban kerjanya. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, mental atau sosial.

Namun demikian, terdapat kesamaan yang berlaku umum yaitu mereka memiliki

keterbatasan hanya mampu untuk memikul beban sampai suatu tingkat tertentu. Selain dari

batas maksimal beban, bagi masing-masing tenaga kerja terdapat bembebanan kerja yang

paling optimal bagi tenaga kerja yang bersangkutan. Prinsip ini sebenarnya yang mendasari

maksud penempatan seoran tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat pula. 1

Page 4: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Beban tambahan akibat lingkungan kerja

Sebagai tambahan kepada beban kerja yang merupakan beban langsung akibat pekerjaan

atau beban pekerjaan yang sebenarnya, pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu

lingkungan atau situasi, yang menyebabkan adanya beban tambahan kepada tenaga kerja

baik jasmaniah maupun rohaniah. Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan dimakasud:

1. Faktor fisis yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara

per kapita atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti peneran-

gan, suhu udara, kelembapan udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisin-

gan.

2. Faktor kimia yaitu semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud

fisiknya yang merupakan salah satu atau lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut,

cairan dan atau zat padat.

3. Faktor biologis, yaitu semua mahluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun

hewan. Dari yang paling sederhana bersel tunggal sampai yang paling tinggi

tingkatannya.

4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan peker-

jaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi mesin yang disesuaikan dengan

fungsi indera manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek

antropometris dan fisiologis manusia.

5. Faktor mental dan psikologis, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana

kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organ-

isasi pelaksanaan kerja.

Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat

tergantung kepada motivasi kerja, pengalaman, latar belakang pendidikan, keahlian,

keterampilan terhadapa pekerjaan, kondisi kesehatan, keadaan gizi, jenis kelamin dan usia.

Semakin tinggi mutu keterampilan kerja yang dimiliki, kian efisien tenaga kerja bekerja

sehingga beban kerja menjadi relatif jauh lebih ringan. Tidak mengherankan apabila angka

Page 5: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

sakit sangat kurang pada mereka yang memiliki keterampilan tinggi, lebih-lebih jika mereka

cukup termotivasi untuk mendedikasikan hidupnya kepada pekerjaannya.1

Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdaoat faktor-faktor yahng menjadi penyebab

penyakit akibat kerja sebagai berikut:

1. Faktor fisis seperti:

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja

b. Radiasi sinar radioaktif, infra merah, dan ultra violet

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang panas

(heat cramps), atau hiperpireksia. Sedangkan suhu terlalu rendah antara lain

menimbulkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson disease)

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi, yaitu antara lain:

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniasis, diantaranya silikosis, dan asbestosis.

b. Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), der-

matosis akibat kerja, atau keracunan akibat zat toksis uap formaldehida.

c. Gas, misalnya keracunan oleh CO,

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan

penyakit akibat kerja.

4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap

badan yahng tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuaan

menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun terjadi

perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan

industrial yang tidak baik, dengan timbulnya misalnya depresi atau penyakit psikoso-

matis.1

Page 6: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Faktor fisis

Kebisingan

Pengukuran kebisingan

Maksud pengukuran kebisingan adalah:

Memperoleh data tentang frekuensi dan insensitas kebisingan di tempat perusahaan

Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas ke-

bisingian tersebut.

Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah soundlevel meter. Alat ini mengukur

kebisingan diantara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz.

Gangguan kebisingan pada kesehatan

Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran bersifat sementara dan pemulihan terjadi

secara cepat sesudah dihentikan kerja ditempat kerja bising. Hilangnya daya dengar yang

permanen biasanya dimulai pada prekuensi sekitar 4.000 Hz

Di indonesia intensitas kebisingan yang disepakati sebagai pedoman bagi perlindungan alat

pendengaran agar tidak kehilangan daya dengar untuk pemaparan selama 8 jam sehari dan

5 hari kerja atau 40 jam kerja seminggu adalah 85dB.

Nilai ambang batas kebisingan

Nilai ambang batas (NAB) kebisinga nsebagai faktor bahaya ditempat kerja adalah standar

sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu

tidak melebihi 8 jam sehari dan lima hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. NAB

kebisingan adalah 85 dB (A).

Iklim (cuaca) kerja

Page 7: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Suhu tubuh dipertahankan hampir menetap (homoeotermis) oleh suatu sistem pengatur

suhu (thermoregulatory system). Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan antara

panas yang dihasilkan dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dengan pertukaran panas

antara tubuh dengan lingkungan sekitar. Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas

antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi

(penguapan keringat).

Iklim kerja mempengaruhi daya kerja. Produktivitas, efisiensi dan efektivitas kerja sangat

dipengaruhi oleh kondisi iklim kerja. Iklim kerja yang termonetral (suhu netral), tidak dingin

dan tidak panas biasanya kondusif tidak hanya untuk melaksanakan pekerjaan tetapi juga

untuk memperoleh hasil karya yang baik. Suhu nyaman bagi orang indonesia adalah 24-

26oC.

Penerangan di Tempat Kerja

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara

jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu.

Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan visibilitas guna memudahkan

dilakukannya pekerjaan adalah ukuran objek, derajat kontras diantara objek dan

sekelilingnya, luminensi (brightness) lapangan penglihatan, serta lamanya waktu melihat.

Faktor-faktor demikian dapat saling mengimbangi satu denga yang lainnya, misalnya suatu

objek dengan kontras yang kurang dapat dilihat, apabila objek tersebut cukup besar.

Upaya mata yang berlebihan menjadi sebab kelelahan psikis/mental. Gejala-gejalanya

meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, berkurangnya daya konsentrasi,

dan melambatnya kecepatan berfikir.1

Faktor kimia

Page 8: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Debu yang menyebabkan pnemokoniasis, diantaranya silikosis, dan asbestosis.

Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), der-

matosis akibat kerja, atau keracunan akibat zat toksis uap formaldehida.

Gas, misalnya keracunan oleh CO,

Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit7

Faktor biologi

Faktor biologis pemyebab penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus, bakteria,

protozoa, jamur, dll. Penyakit virus atau misalnya penyakit kuku dan mulut dpat pindah dari

ternak menulari pekerja ternaknya. Penyebab penyakit yang tergolong protozoa antara lain

adalah parasit plasmodium malaria. Ternyata terdapat jenis pekerjaan yang oleh karena

sifat pekerjaannya yang memudahkan pekerja menderita penyakit tuberculosis (TBC) paru,

contohnya:

1. pekerjaan yang terlalu banyak sehingga luar biasa melelahkan

2. pekerjaan yang jumlah pekerjanya banyak sehingga bekerjanya berdesak-desakkan

3. pekerjaan yang ventilasi dan penerangannya sangat buruk

4. dan lain-lainnya.

Demikian pula penyakit radang paru yang sangat mudah terjadi di kalangan pekerja yang

pekerjaan dilakukan pada lingkungan yang terlalu berdebu. Berbeda dari faktor penyakit

akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari satu pekerja ke pekerja lainnya. Dari

itu, selain upaya yang biasa harus pula ditempuh cara pencegahan dan penanggulangan

terhadap penyakit menular. Diantaranya dengan diselenggarakan imunisasi dengan

melakukan vaksinasi.dengan pelaksanaan vaksinasi, kecil kemungkinan akan berulang

terjadinya wabah. Selanjutnya sebai upaya minimum, adalah imunisasi dengan vaksin

terhadap tifes dan kolera. Juga imunisasi terhadap dipteri, batuk rejan dan tetanus

khususnya untuk anak-anak kalangan pekerja. Selain itu juga diberikan vaksinasi terhadap

TBC dengan BCG.

Page 9: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Penyakit infeksi akibat kerja atau penyakit yang timbul karena hubungan kerja jika

penyebabnya dalah pekerjaan atau lingkungan kerja. Hal ini berarti penyebabnya terdapat

dalam pekerjaan dan atau lingkungan pekerjaannya.3

Faktor fisiologis/ergonomis

Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum).

Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan

ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal

dan manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi

dan kesejahteraan kerja. Ergonomi merupakan perpaduan dari berbagai lapangan ilmu.

Namun kekhususan utamanya adalah perencanaan tata kerja yang dilaksanakan dengan

cara yang baik dalam hal metoda kerja dan peralatan serta perlengkapannya.

Program ergonomi meliputi identifikasi problema yang dihadapi, pengambilan kebijakan

pemecahan masalah, implementasi rumusan jalan keluar dengan memulainya pada skala

kecil untuk dievaluasi efektivitasnya dan selanjutnya pelaksanaan hasil uji yang positif pada

lingkup yang luas. Penentuan problema ergonomi dilakukan antara lain pengamatan

terhadap gejala atau tanda absenteisme, kebiasaan sering pindah atau ganti kerja dan lain-

lain yang mungkin merupakan akibat dari beban kerja yang berlebihan dan tidak terpikulkan

oleh tenaga kerja, organisasi kerja yang sistemnya tidak memperhatikan kapasitas faktor

manusia, kesulitan melakukan pekerjaan sebagai akibat buruknya desain mesin dan

pengaturan tata kerja. Kelanjutan dari pengamatan adalah dibuatnya analisis pekerjaan,

yang meliputi sistem kerja. Observasi langsung atau telemetris dari cara melakukan

pekerjaan atau juga terhadap parameter fisiologis faktor manusia, analisis potensi dan risiko

bahaya atau kecelakaan yang sumbernya karakteristika fisik atau kejiwaan. Atas dasar setiap

temuan yang sifatnya non-ergonomis misalnya penggunaan alat kerja yang tidak cocok

untuk suatu pekerjaan, waktu kerja yang mengabaikan waktu istirahat dan waktu untuk

makan, beban kerja yang melebihi kemampuan tenaga kerja, pekerjaan pada posisi berdiri

tanpa kesempatan untuk duduk,dan sebagainya senantiasa harus diikuti upaya koreksi, yang

hasilnya tercermin dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan kearah pencapaian tujuan

efisiensi dan kesejahteraan yang optimal.

Page 10: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Ergonomi mempunyai peranan penting dalam mengawal proses industrialisasi. Ergonomi

dapat membuat beban kerja suatu pekerjaan menjadi berkurang. Tujuan utamanya adalah

untuk menjamin keselamatan, kesehatan, dan kepuasan kerja, tetapi dengan itu

produktivitas dan juga efisiensi serta efektivitas pekerjaan dapat ditingkatkan. Suatu

lapangan penting dalam ergonomi adalah posisi tubuh dan gerakan seluruh dan aggota

badan, yang menentukan besarnya pemakaian energy dan aktivitas sensorimotoris.

Di bawah ini dikemukakan beberapa pedoman penerapan ergonomi sebagai pegangan:

sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran,

susunan dan penempatan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja, cara kerja

mengoperasikan mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan keku-

atannya yang harus dilakukan.

untuk standarisasi bentuk dan ukuran mesin dan peralatan kerja, harus diambil uku-

ran terbesar sebagai dasar serta diatur suatu cara, sehingga dengan ukuran tersebut

mesin dan peralatan kerja dapat dioperasikn oleh tenaga kerja yang ukuran

antropometrisnya kurang dari standar. Sebagai contoh kursi yang tingginya dapat di-

naik turunkan sesuai angka antropometris tenaga kerja yang duduk di kursi tersebut.

ukuran antropometris statis terpenting sebagai dasar desain dan pengoperasian

mesin dan peralatan kerja.

standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri:

pada pekerjaan tangan (manual) yang dilakukan dengan cara berdiri, tinggi meja

kerja sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku.

apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan diatas meja dan

jika dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang kerja:

untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0 + (5-10) cm;

untuk pekerjaan ringan 0 – (5-10) cm;

untuk bekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan memerlukan beker-

janya otot punggung 0 – (10-20) cm

dari segi otot, posisi duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan

dari aspek tulang, terbaik adalah duduk yang tegak, agar punggung tidak bungkuk

dan otot perut tidak berada pada keadaan yang lemas. Sebagai jalan keluar, dian-

Page 11: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

jurkan agar digunakan posisi duduk yang tegak dengan diselingi istirahat dalam ben-

tuk sedikit membungkuk.

Tempat duduk yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut:

o tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga sesuai

dengan tinggi lutut, sedangkan paha berada dalam keadaan datar

o tinggi papan sandaran punggung dapat diatur dan menekan dengan baik

kepada punggung

o lebar alas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran antropometris

pinggul

Pekerjaan berdiri sedapat mungkin diubah menjadi pekerjaan yang dilakukan dengan

posisi duduk. Bagi tenaga kerja, disediakan tempat duduk dan diberi kesempatan un-

tuk duduk.

Arah penglihatan untuk berdiri adalah 23-370 ke bawah, sedangkan untuk duduk 32-

440 ke bawah sesuai posisi kepala yang pada keadaan istirahat.

Kemampuan seseorang bekerja seharian adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisiensi dan

kulitas kerja akan menurun.

Pemeliharaan penglihtan dilakukan sebaik-baiknya terutama penyelenggaraan penc-

ahayaan dan penerangan yang baik terutama berkaitan dengan kepentingan pelak-

sanaan pekerjaan.

Batas kemampuan atau kesanggupan bekerja sudah tercapai, apabila bilangan nadi

kerja mencapai angka 30/menit di atas bilangan nadi istirahat, dan kembali normal

setelah istirahat sesudah 15 menit.

Untuk menentukan sejauh mana prinsip-prinsip ergotomi telah diterapkan, biasanya

disusun kuesioner.2,4,5

Page 12: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Gambar 1. Posisi mengangkat barang yang benar (kiri) dan (kanan) jangkauan dari

lengan saat bekerja.

Gambar 2. Posisi duduk pada ergonomi

Faktor psikologis

Manusia memiliki rasa suka dan benci, gembira dan sedih, berani dan takut, dan lain

sebagainya. Kesemua hal tersebut penyebabkan pengaruh sangat dominan terhadap

keadaan pekerja dalam pekerjaan dalam melakukan pekerjaannyaatau pengusaha dalam

usaha dan menjalankan usahanya.

Page 13: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Misalnya rasa suka dan benci, kebencian dan ketidakcocokan kepada atasan atau sesama

pekerjamenimbulkan berbagai akibat yang terlihat sebagai seringnya ketidak hadiran

seorang pekerja dengan alasan sakit, atau sering terlambat atau cepat pulang.

Tidak jarang manusia penyedih, perkataan sedikit keras saja yang dilontarkan atasan

kepadanya dirasa sebagai suatu hal yang luar biasa.

Kehendak kemauan dan cita-cita seorang pekerja berpengaruh pula pada pekerjaan.

Mungkin pekerjaannya yang sekarang itu sama sekali bukan kehendak atau cita-citanya,

sehingga yabng bersangkutan bekerja sekadarnya.1

Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja

Seperti halnya berlaku untuk semua penyakit, akibat akibat kerja bermula dari efek ringan

pekerjaan atau lingkungan kerja kepada tenaga kerja (efek ringan demikian merupakan

pengaruh awal dan belum termasuk keadaan sakit). Kemudian efek tersebut bertambah

sehingga terjadi penyakit dini, dan selanjutnya efek pekerjaan atau lingkungan kerja

berkembang menjadi penyakit berat atau lanjut bahkan sering kali disertai kecacatan.

Deteksi dini diartikan sebagai upaya mengetahui atau membuat diagnosis penyakit akibat

kerja dan tingkat awal atau permulaan sakit.

Deteksi dini adalah deteksi gangguan mekanisme homeostasi dan kompensasi pada waktu

perubahan biokimiawi, morfologis, dan fungsional masih dapat pulih. Perubahan demikian

terjadinya sebelum timbulnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja, perubahan tersebut

bebrbentuk: perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat diukur kadarnya dengan

analisis laboratoris, perubahan keadaan fisik dan atau fungsi tubuh yang dievaluasi dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, dan perubahan kesehatan yang dinilai dari

riwayat medis dan data yang diperoleh dari tenaga kerja misalnya dengan menggunakan

kuisioner. Untuk mendeteksi dini penyakit akibat kerja dilakukan pemantauan kesehatan

yang dikaitkan dengan kemungkinan pengaruh pekerjaan dan lingkungan kerja kepada

tenaga kerja, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.1,4

Page 14: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Surveilance

Secara garis besar ruang lingkup surveilans K3 terbagi dua, yaitu :

1. Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan

Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan (data penyakit) dan data

keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi pekerja berisiko dengan cara

sitematik dan berksinabungan yang dapat digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja

2. Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan

Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau komunikasi hazard

kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi pekerja berisiko dengan cara

sistematik dan berkesinambungan digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

program K3 di dunia usaha dan dunia kerja

3. Metode Surveilans K3

Dalam rangka pemantauan hazard dan risiko yang ada di tempat kerja, maka hal penting

yang harus dilakukan adalah melakukan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Surveilans K3 terdiri dari strategi-strategi dan metode untuk mendeteksi dan menilai secara

sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja.

Dengan surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis, interpretasi data, dan

penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang diyakini dapat mencegah

pekerja dari penyakit dan kecelakaan.

langkah awal dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan rekognisi faktor risiko, kemudian

melakukan analisis, dan komunikasi yang nantinya diharapkan dapat dikembangkannya

sistem pengumpulan, analisis dan diseminasi serta komunikasi data kesehatan dan

keselamatan di tempat kerja

Kegiatan Program meliputi rekognisi, analisis data kesehatan seluruh pekerja berisiko, dan

komunikasi pada seluruh pihak yang berkepentingan.

Page 15: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Metode yang digunakan untuk pelaksanaan Program Occupational Health surveilans adalah

dengan melakukan identifikasi faktor risiko di tempat kerja dan identifikasi pekerja di

populasi yang berisiko

Data Faktor Risiko Lingkungan Kerja

Data Pemantauan Higiene Industri

Data Pemantauan Ergonomi

Data Pemantauan Stres Kerja

Data Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Bekerja, Berkala, Khusus, Return to  Work,

PHK/Pensiun

Analisis & Komunikasi Trend Faktor Risiko & Status Kesehatan, Hubungan Antara

Faktor Risiko & Efek Kesehatan

Objek Surveilans Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut;

Pekerja

Lingkungan kerja

Pekerjaan

Pengukuran Pajanan pada Pekerja

Noise dosimeter

Personal dust sampler

Pengukuran dengan Spirometer

Pengukuran logam berat di urine & darah

Pengukuran Pajanan pada Lingkungan Kerja

Kebisingan di lingkungan kerja

Debu di lingkungan kerja

Temperatur di lingkungan kerja

Logam berat di lingkungan kerja

Berdasarkan pekerjaan, tergantung lama pajanan orang pada pekerjaan tersebut, dijelaskan

dalam bentuk hitungan atau fungsi dari pajanan dan tahun;

Page 16: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

pajanan x tahun = person-years

Adapun pengukuran Pajanan juga ada dua macam, yakni

Pajanan sesaat

Pajanan kumulatif

Pajanan rata2 berdasarkan:

Sampel area

Sampel individu (toksikan, BEI mis: azide iodide pd urine krn karbondisulfida asam t-t

mukonat dalam urine karena benzene)

Persyaratan dan Teknik Pelaksanaan

Persyaratan untuk Mengadakan Surveilans K3 di Tempat Kerja adalah sebagai berikut.

1. Ada penyakit maupun cedera yang dapat diidentifikasi atau adanya dampak negatif

pada pekerja lain yang dinilai dapat merugikan

2. Efek penyakit dan/atau cedera tersebut terkait dengan eksposur/pajanan di tempat

kerjanya.

3. Ada kemungkinan atau probability bahwa efek penyakit dan/atau cedera tersebut

berpotensi dapat terjadi

4. Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek penyakit

dan/atau cedera tersebut.

Teknik Surveilans kesehatan harus:

Sensitif

Spesifik

Mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan

Aman

Non-invasif

Dapat diterima

Page 17: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Data yang tersedia atau didapat, digunakan untuk mengatasi masalah K3 berdasarkan

evidence, dengan menyusun upaya promotif, prevetif, kebijakan, perencanaan program

antara lain seperti berikut.

1. Mengolah data sebagai alat/metode guna pemantauan penyakit atau masalah K3 di

wilayah setempat

2. Memantau kemajuan pelayanan K3 dan cakupan indikator K3 secara teratur (bulanan)

dan terus menerus.

3. Menilai kesenjangan pelayanan K3 terhadap standar pelayanan K3.

4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator K3 terhadap target yang

ditetapkan, antara lain seperti beriku.

a. Konsentrasi debu, pelarut organik, pestisida, uap logam atau bahan kimia lainnya di

udara lingkuan kerja dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan

b. Tingkat pajanan bising, panas, atau getaran pada individu kelompok pekerja berisiko

dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan.

c. Hasil pantauan biomarker timah hitam, benzene, aseton, inhibitor kolinesterase atau

bahan kimia lainnya dalam spesimen cairan tubuh pekerja dibandingkan dengan

indeks pajanan biologik

d. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan absenteisme yang terekam dibandingkan

dengan standar atau target yang ditetapkan

e. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terekan dibandingkan

dengan stanar atau target yang ditetapkan

5. Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan

pajanan hazard di tempat kerja

6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan wilayah prioritas

yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.

7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun strategi

perbaikan secara terus menerus3

Persiapan Pelaksanaan Surveillans Kesehatan Kerja

Page 18: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

1. Penilaian risiko kesehatan atau HRA yang dilakukan berdasarkan hazard yang

teridentifikasi oleh tim HI. Apabila belum ada, proses identifikasi hazard dan penilaian risiko

serta HRA dilakukan oleh tim multidisiplin yang anggotanya terdiri dari wakil pimpinan dan

pelaksana dari unit kerja terkait bagian kesehatan, keselamatan, HI ataupun lingkungan dan

ergonomis.

2. Perencanaan program

Setelah mendapatkan HRA, penaggungjawab surveilans Kesja yang adalah Dokter Kesehatan

kerja Dan HI yang akan menyusun program awalan hingga menetapkan pekerja yang

berisiko, penetapan jenis hazard dan efek kesehatan.

3. Penetapan pekerja yang beresiko

4. Penetapan jenis Hazard dan efek kesehatan yang dipantau

Tabel 1 Cara penyajian data mengenai jenis Hazard yang dipantau.

Aktivitas Hazard

Teridentifikasi

Hazard yang

dipantau

Antisipasi efek

kesehatan

Survei dan

pembukaan

hutan

Racun flora fauna

Debu dari kerak

bumi

Vibrasi kendaraan

Bising kendaraan

Ergonomik

Racun flora

Debu

Vibrasi

Bising

Postur Janggal

Iritasi kulit

Pneumokoniosis

Gangguan syaraf tepi

Penurunan

pendengaran

CTD

Pengupasa

n kerak

bumi

Debu

Vibrasi

Pneumokoniosis

Gangguan syaraf tepi

Penurunan

Page 19: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Bising

Postur janggal

pendengaran

CTD

5. Penetapan Jenis pemeriksaan kesehatan

Tabel 2. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik

Hazard Jenis pemeriksaan

Bising Audiometri, kuesioner

Debu Spirometri. Foto toraks dan kuesioner

Ultra Violet Mata dan kuit

Virus Hepatitis B HBsAg, HBcAg, SGOT dan SGPT

Pelarut organik Nerologic, iritasi mata dan saluran pernafasan, fungsi

ginjal dan hati, spirometri, dan pemantauan biologic

Tabel 3. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik

Jabatan Jenis pemeriksaan

Pengguna

respirator

Fungsi paru

Off shore Audiogram, Fungsi paru, drugs dan alcohol

Page 20: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Supir Visus, audiogram, drugs dan alcohol

Welders Urinalisis dan Biomonitoring

Fire fighter Audiogram dan fungsi paru

6. Komunikasi untuk mendapatkan dukungan dan komitmen

Melibatkan seluruh pemangku kepentingan khusunya pemimpin tertinggi dan pekerja.

Sebelum penyusunan proposal program, hendaknya dilakukan komunikasi berjenjang.

7. Pembentukan tim surveilans

Profesi utama yang bertanggungjawab dalah doketr, perawat kesja, HI dan ergonomis. Dan

membutuhkan keterlibatan manajer SDM untuk menentukan penempatan SDM. Supervisor

untuk mengawas hazard dan pekerja serta memastikan pekerja terlibat aktif dalam

surveilans kesehatan kerja.

8. Hasil pemeriksaan kesehatan dan informed concern

Tahapan Pelaksanaan Surveillans Kesehatan Kerja

1. Tahap pengumpulan data

a. Data Faktor Risiko

Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, interview, chemical inventory, tinjauan dokumen

seperti safet data sheet.

b. Data gangguan kesehatan

Page 21: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, notulen rapat P2K3 dan data pemeriksaan

kesehatan pekerja.

c. Data pemantauan biologic

Biasanaynya data ini didapat dari HI atau pengukuran dengan melibatkan Laboratorium

Provider. Sedangkan Informasi penanda kimia didapat dari ACGIH dan NIOSH

2. Tahap analisis data dan surveilans PAK

Dilakukan analisis trend dan interaksi pajanan, hasil pemantaun biologic dan efek kesehatan

yang ditimbulkan, baik perorangan maupun kelompok.

Analisis hasil surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas.

Analisi hasil surveilans efek kesehatan akan didapat apa,   siapa,   di   mana, 

bilamana  gangguan kesehatan terjadi sehingga didapat data distribusi frekuensi penyakit

berdasarkan beberapa factor risiko.

Surveilans hazard kesehatan di lingkungan dapat menjawab intensitas, pajanan dan

surveilans efek kesehatan pada pekerja menyediakan data status kesehatan pekerja.

Menggabungkan data surveilans hazard dan surveilans efek kesehatan dapat dilakukan

analisis epidemiologi untuk menjelaskan mengapa danbagaiman  suatu gangguan kesehatan

timbul.

Lebih lanjut dapat dilakukan pebandigan risiko relative pada pekerja terpajan dan tidak

terpajan maka akan lebih jelas hubungan atau asosiasi antara factor risiko dan efek yang

ditimbulkan.

3. Tahap pelaporan dan pemanfaatan hasil surveilans untuk perbaikan

Pelaporan ini dilakukan pada forum yang melibatkan semua manajemen.

Hasil analisis dikomunikasikan dalam bentuk agregat dengan kode etik dan menjunjung

privasi.

Page 22: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Penyampaian manfaat yang tinggi dan menguntungkan banyak pihak harus dilakukan

untuk kesuksesan pelaksanaan rekomendasi, terkait program kesehatan yang

diencanakan.3,4,9

Medical Check Up

Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, merupakan salah satu hal penting

dalam sebuah perusahaan. Perlu disadari bahwa setiap pekerja dihadapkan dengan berba-

gai bahaya potensial di tempat kerja. Sebaik apa pun lingkungan tempat kerja, potensi ba-

haya yang mengancam senantiasa ada, baik terhadap kesehatan maupun keselamatan

pekerja yang menjadi salah satu faktor penentu produktivitas dan profitabilitas suatu pe-

rusahaan. Bila terjadi kecelakaan atau penyakit akibat hubungan kerja, tentunya akan

menyebabkan kerugian yang tidak kecil bagi semua pihak, baik pihak pengusaha, tenaga

kerja maupun masyarakat yang memerlukan produk atau hasil kerjanya. Oleh karena itu,

perlindungan serta kenyamanan dan ketenangan terhadap tenaga kerja menjadi suatu ke-

butuhan yang mendasar untuk dipenuhi. Pemerintah melalui undang-undang tentang kese-

lamatan dan kesehatan kerja, mewajibkan setiap perusahaan untuk memberikan perlindun-

gan atas keselamatan dan kesehatan tenaga kerjanya. Pekerja berhak mendapatkan pe-

meriksaan kesehatan berkala minimal satu tahun sekali sesuai dengan pajanan di tempat

kerja. Pekerja juga berkewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk memper-

tahankan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sehingga produktivitas kerja pun terjaga

dengan baik.

Adapun tujuan dari Medical Check Up berkala terhadap tenaga kerja adalah :

1. Untuk mendapatkan pekerja yang sehat dan produktif, serta mencegah terjadinya

penyakit dan kecelakaan akibat kerja

2. Deteksi dini berbagai penyakit terutama untuk penyakit akibat kerja

3. Data dasar dan pembanding untuk mendeteksi adanya kemungkinan penyakit akibat

hubungan kerja

Page 23: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

4. Data dasar untuk pengembangan kegiatan promosi kesehatan perusahaan

Perusahaan, instansi atau institusi yang hendak mencapai provider untuk pemeriksa kese-

hatan hendaknya memperhatikan beberapa hal penting berikut :

1. Legalitas provider pemeriksa

2. Kompetensi dokter pemeriksa kesehatan

3. Kualitas pemeriksaan dan layanan provider

4. Kompetensi sumber daya manusia yang mengerjakan pemeriksaan

Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Bekerja

Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seorang tenaga kerja diterima

untuk melakukan pekerjaannya. Tujuannya untuk memastikan bahwa calon tenaga kerja be-

rada dalam kondisi kesehatan yang baik dan tidak berpotensi membahayakan diri sendiri,

rekan kerja, dan juga lingkungan kerjanya, serta memiliki kapasitas yang dibutuhkan dalam

pekerjaannya sehingga keselamatan dan kesehatannya selama bekerja akan terjamin.

Pemeriksaan Kesehatan Berkala

Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap tenaga kerja pada waktu –

waktu tertentu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin setiap gang-

guan kesehatan yang terjadi dan berpotensi menjadi gangguan kesehatan dan berhubungan

dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.

Pemeriksaan Kesehatan Khusus

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara khusus berdasarkan riwayat penyakit dan

atau status kesehatan pekerja pada saat tertentu.3

Usaha Peningkatan Kesehatan Pekerja

Penyuluhan

Page 24: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Peningkatan Kebersihan Lingkungan

Penyediaan kantin

Kalau waktu bekerja menghendekai bahwa pekerja haru mkaan siang dalam lingkungan

pekerjaan, maka harus disediakan ruang mkana yang cukup luas sehingga semua pekerja

dapat makan sekaligus atau bergantian. Pekerja tidak diperbolehkan makan diruang kerja

sebab tempat itu biasanya terdapat bahan beracun atau bahan yang dapat membahayakan

kesehatan. Pada tiap perusahaan yang pekerjaanya terkena debu atau bahan beracun harus

disediakan tempat makan yang terpisah keculia kapau perkerja lebih menyukai makan diluar

perusahaan. Ruang makan juga harus mendapt cukup penerangan dan juga ventilasi yang

memadi serta udara yang cukup sejuk. Kalau dalam perusahaab diadakan kantin makan,

kantin itu harus dibuat, dirawat dan dijalankan sesuai dengan peraturan untuk kebersihan

pada tempat makan umum. Dapur, tempat makan, dan alat-alat untuk keperluan makan

harus bersih dan memenuhi syarat kesehatan. Air minum dan makanan yang dihidangkan

harus bersih dan sehat. Semua personil yang melayani kantin harus diperiksa kesehatannya

pada waktu-waktu tertentu menurut peraturan yang berlaku. Semua personil harus selalu

bebas dari penyakit menular dan selalu menjaga kesehatan dan kebersihan, alat makan atau

mask sesudah dipakai harus dibersihkan dengan sabun dan air panas serta dikeringkan. Alat

tersebut haru dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan.9

Pencegahan dan Keselamatan Kerja

Gangguan pada kesehatan dan daya kerja akubat berbagai faktor dalam pekerjaan dan

lingkungan kerja bisa dihindarkan, asal saja perusahaan, pimpinan atau manajemen

perusahaan dan pekerja serta serikat pekerja ada kemauan yang kokoh-kuat untuk

mencegahnya. Peraturan perundang-undangan tidak akan ada faedahnya, apabila

perusahaan tidak melaksanakan ketetapan yang berlaku sebagaimana diatur oleh

perundang-undangan, juga sama halnya apabila pengurus perusahaan dan pekerja tidak

mengambil peranan proaktif dalam menghindarkan terjadinya gangguan terhadap kesehata,

daya kerja dan produktivitas tenaga kerja.

Pencegahan utama terhadap timbulnya gangguan pada kesehatan dan daya kerja dengan

akibat negatif bagi efisiensi dan produktivitas kerja adalah 2(dua) hal berikut:

Page 25: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

1. Manajerial, yang meliputi unsur-unsur:

a. Manajemen perusahaan mempunyai kebijakan yag tegas dan jelas dalam upaya

mencegah terjadinya gangguan kepada kesehatan dan daya kerja; atas dasar ke-

bijakan tersebut disusun program yang rinci tentang identifikasi, evaluasi dan

pengendalian faktor-faktor yang menjadi penyebab gangguan tersebut lengkap

dengan rencana kerja, sumber daya manusia, pembiayaan, dan sebagainya; dan

program tersebut dilaksanakan dengan dilakukan penilaian mengenai hasil kerja

yang dicapai untuk kemudian dipergunakan untuk perencanaan program selan-

jutnya.

b. Pekerja dan serikat pekerja tidak sekadar mendukung melainkan aktif berpartisi-

pasi dalam pelaksanaan program tersebut mengingat bahwa keberhasilan pro-

gram pada akhirnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan semua pihak yang

menjadi pelaksana proses produksi. Pekerja menurut kelompok unit produksi

melaksanakan dengan motivasi penuh upaya menungkatkan mutu terpadu den-

gan melakukan identifikasi, mengevaluasi prioritas dan menetapkan serta melak-

sanakan upaya korektif guna meniadakan hambatan dari gangguan kesehatan

dan daya kerja untuk meraih efisiensi dan produktivitas kerja yang diupayakan

selalu menjadi lebih baik.

c. Banyak ketentuan perundang-undangan yang mengatur standar minimal menge-

nai higiene perusahaan (industri), ergonomi dan kesehatan kerja seperti tentang

pelayanan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, diagnosis

penyakit akibat kerja, kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja, pengendalian

intensitas atau kadar aneka faktor gangguan kesehatan dan daya kerja pada

pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat kerja, dan lainnya. Penerapan standar

minimum demikian adalah awal dari upaya ke arah realisasi pencegahan gang-

guan kesehatan dan daya kerja serta menjadi pintu masuk bagi program selanjut-

nya dalam menarik manfaat guna mewujudkan tingkat kesehatan tenaga kerja

dan produktivitas kerja yang optimal.

2. Teknis operasional yang mencakup unsur-unsur:

Page 26: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

a. Identifikasi faktor yang potensial dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan

tenaga kerja dan produktivitas kerja serta mengevaluasi kuantitatif besarnya fak-

tor tersebut. Faktor demikian mungkin fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/er-

gonomis dan atau mental psikologis. Setelah dilakukan identifikasi, faktor terse-

but dinilai bobotnya melalui evaluasi yang hasilnya digunakan untuk upaya pen-

gendalian.

b. Pengendalian faktor penyebab gangguan kesehatan tenaga kerja dan produktivi-

tas kerja tergantung kepada faktor yang menjadi penyebab gangguan tersebut

dan pendekatan yang ditempuh sangat berbeda untuk masing-masing faktor fisis,

kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis dan mental psikologis. Dasar keilmuan dan

teknologi yang digunakan serta sumber daya manusia untuk menangani faktor

yang bersangkutan harus benar-benar sesuai dengan problematik yang dihadapi.

c. Faktor apapun yang menjadi penyebab gangguan kesehatan tenaga kerja dan

produtivitas kerja hanya akan dapat ditangani dengan baik apabila dilakukan

penyuluhan, pendidikan, pelatihan tentang tujuan dan cara mengendalikan fak-

tor tersebut; kegiatan- kegiatan demikian tidak hanya sekedar merubah penge-

tahuan, sikap dan perilaku saja melainkan membuat semua orang mampu

berbuat sesuai dengan peran yang dituntut kepada masing-masing serta meng-

gerakkan partisipasi aktif setiap orang dalam aktivitas program. Perlu diper-

hatikan bahwa penerangan tentang hiperkes sebelum kerja bertujuan agar

pekerja mengetahui dan menaati peraturan-peraturan, dan agar mereka lebih

berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya.

d. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, pengukuran dan evaluasi tingkat paparan

serta monitoring biologis masing-masing atau diselengarakan secara serentak

sesuai dengan kegunaannya sangat penting artinya bagi pengendalian faktor fisis,

kimiawi, dan biologis.

e. Untuk pengendalian faktor kimiawi terhadap aneka pendekatan teknis yang bi-

asanya cukup handal sebagai cara pengendalian terhadap resiko terjadinya gan-

guaan kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja. Teknik dan teknologi pen-

gendalian faktor kimiawi tersebut antara lain:

Page 27: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang

kurang bahayanya atau tidak berbahaya sama sekali, misalnya karbontetrak-

lorida diganti dengan triklor etilen.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan

kedalam ruang tempat kerja agar kadar zat kimia berbahaya oleh masuknya

udara ini menjadi lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan yaitu

dibawah kadar nilai ambang batas (NAB).

3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters) ialah instalasi yang mengisap

udara disuatu tempat kerja tertentu melalui kanopi, agar zat-zat kimia dari

tempat tertentu yang membahayakan dihisap dan dialirkan keluar ruang tem-

pat kerja.

4. Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang mem-

bahayakan. Misalnya isolasi mesin yang sangat hiruk pikuk, agar intensitas ke-

bisingan tidak menjadi gangguan lagi.

5. Pakaian pelindung sesuai dengan keperluannya, misalnya massker, kacamata,

sarung tangan, sepatu, topi, pakaian kerja dan lain-lain biasanya sangat

berguna untuk melindungi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja serta

memungkinkan tenaga kerja dapat dengan aman melakukan pekerjaan se-

hingga produktif oleh karena dilindungi oleh alat pelindung diri (APD) yang di-

pakainya.

Jelas bahwa kecelakaan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya saja dapat

dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan dalam kerja harus dicegah. Pencegahan kecelakaan

berdasarkan tentang penyebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan yang terjadi di

perusahaan diketahuai dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Selai

dengan analisis, sangat penting dilakukan adanya identifikasi bahaya yang terdapat dan

dapat menimbulkan insiden kecelakaan diperusahaan serta mengasses (assesment) besar

risiko bahaya. Resiko kecelakaan kerja adalah perpaduan antara kemungkinan terjadinya

kecelakaan (probabiltas) danakibat (konsekuensi, keparahan. Baik kemungkinan maupun

akibat dapat dinyatakan dan dibuat kategori kualitatif ataupun kuantitatif. Contoh kategori

kualitatif kemungkinan dari yang paling rendah ke kategori paling tinggi adalah :

Page 28: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

1. Kemungkinan tidak terjadi

2. Kemungkinan terjadi tapi sangat kecil

3. Kemungkinan terjadi kadang-kadang saja

4. Kemungkinan terjadi pasti tetapi jarang

5. Dan kemungkinan terjadi berulang

Pencegahan ditujukan kepda lingkungan, mesin,peralatan kerja, perlenglapan kerja, dan

terutama faktor manusia. Lingkuan harus memenuhi syarat lingkuan kerja yang aman serta

memenuhi persyaratan keselamatan, penyelenggaraan kerumahtanggan yang baik, kondisi

gedung yang memenuhi syrat keselamatan, dan perencanaan yang sepenuhnya

memperhatikan faktor keselamatan, syarat-syarat lingkungan kerja meliputi higene umum,

sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan ditempat kerja, dan pengaturan suhu

udara diruang kerja. Setiap upaya pencegehaan kecelakaan denagn cara menghilangkan

atau mengurangi sebab-musababnya selalu akan disertai menurunnya angka frekuensi

kecelakaan (injury frequency rate) yaitu jumlah kecelakaan yang membawa korban dikalikan

1.000.000 (sejuta) dibagi dengan jumlah jam orang yang bekerja dalam perusahaan yang

bersangkutan dan angka keparahan kecelakaan (injury severity rate) yaitu jumlah hari kerja

yang hilang dialikan 1.000 dibagi dengan sejumlah jam orang yang bekerja dalam

perusahaan yang bersangkutan. Selain itu keberhasialan upaya pencegahan dapat dinilai

dari panjangya waktu tidak terjadinya kecelakaan misalnya yang tidak menyebabkan

hilangnya hari kerja (zero accident). Namu pada sewaktu-waktu penurunan angka

kecelakaan ni tidak terjadi demikian pesat, tidak speerti penurunan pada keadaan awal

program. Penyebab dari tidak pesatnya angak kecelakaan tersebut ialah faktor manusia

yang tidak dapat dikoreksi labih jauh lagi.1

Alat Pelindung Diri

Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat,

mesin,peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan, namun kadang-kadang risiko

terjadinya kecelakaan masih belum spenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat

pelindung diri (alat proteksi diri) (personal protective device) . jadi penggunaan APD adalah

Page 29: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

alternatif terakhir yaitu oerlengkapan dari sgenap upaya teknis pencegahan kecelakaan.

APD harus memenuhi persyratan :

1. Enak (nyaman) dipakai

2. Tidak menggangu pelaksanaan pekerjaan

3. Memberingan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi

Pakaian kerja harus dianggap sebagai lat perlindungan terhadap nahaya kecelkaan. Pakaian

kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlangan pendek, pas (tidak longgar)

pada dada atau pungguan, tidak ada dasi tidak ada lipatan atau kerutan yang mungkin

mendatangka bahaya. Wanita sebaiknya mengenakan celana panjang, jala atau ikat rambut,

baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap

bahan kimi korosif, tetapi justru bahaya pada lingkunan kerja dengan bahan yang dapat

meledak oleh aliran listrik statis.Alat proteksi diri beaneka ragam. Jika digolongkan menurut

bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb :

1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi

pengaman (safety helmet) topi atau tudung kepala, tutup kepala

2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles)

3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari: sarung tangan ( sarung tangan dengan ibujari terpisah), sarung

tangan biasa ( gloves) pelindung telapak tanga (hand pad) dan sarung tangan yang

menutupi pergelanan tangan sampai lengan (sleeve).

5. Kaki : sepatu pengaman (safety shoes)

6. Alat pernafasan: Respirator, masker alat bantu pernafasan.

7. Telinga : Sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff)

8. Tubuh : pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja yang tahan

panasm tahan dingin, pakaian kerja lainnya

9. Lainnya : sabuk pengaman1

Page 30: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

GIZI KERJA

Istilah gizi kerja berarti nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi

kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan. Gizi kerja ditujukan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan serta mengupayakan daya kerja tenaga kerja yang optimal.

Kesehatan dan daya kerja sangat erat hubungannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh

memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan

jaringan dan juga untuk pertumbuhan, yang banyak sedikitnya kebutuhan akan zat makanan

ini sangat tergantung pada usia, jenis kelamin, beban kerja dan keadaan lingkungan yang

berkaitan dengan individu bersangkutan. Bahan makanan dapat digolongkan menurut

makanan pokok (nasi,jagung, roti) lauk pauk (daging, ikan, tahu, tempe), sayur mayur, buah-

buahan dan susu. Bahan makanan mengandung pada umumnya zat-zat yang dibutuhkan

tubuh yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, garam mineral, dan air.

Karena zat makanan yang diperlukan tubuh meliputi keseluruhan zat-zat tersebut, maka

makanan yang cocok adalah makanan berimbang (balanxed diet). Makanan berimbang

adalah makanan yang komposisi gizinya terdiri atas karbohidrat (65-70%) protein (10-15%),

lemak (15-20%), cukup vitamin dan juga cukup mineral.

Tabel 4. Kebutuhan zat makanan

Page 31: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Pemenuhan kebutuhan akan zat makanan menentukan status gizi seseorang termasuk

tenaga kerja. Unsur terpenting bagi penilaian status gizi adalah tinggi badan dan berat

badan yang menentukan besarnya indeks massa tubuh (IMT) yaitu berat badan (BB) dibagi

kuadrat tinggi badan (TB) atau IMT=BB/TB2 dengan satuan kg per m2.

Tabel 5. IMT

Selain dengan memakai rumus tersebut, berat badan ideal dan normal dapat ditentukan

dengan rumus:

1. Berat badan ideal = tinggi badan (cm)-100

2. Berat badan normal tinggi badan (cm)-100 ±10%

Kebutuhan kalori orang dewasa termasuk tenaga kerja ditentukan oleh:

1. Metabolisme basal

2. Pengaruh makanan atas kegiatan tubuh (10% dari metabolisme basal)

3. Aktivitas otot

Page 32: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Tabel 6. Kalori yang dihasilkan per gram zat makanan

Zat makanan Kilokalori/gram

Karbohidrat 4

Lemak 9

Protein 4

Tabel 7. Pengerahan energi per jam per orang dengan berat badan 70 kg dan per kg berat

badan pada berbagai jenis kegiatan

Page 33: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

Tabel 8. Pemakaian energi per jam

Jenis kelamin Berat badan Kilokalori (kilokal)

Laki-laki 65 (ideal) 3000

Page 34: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

60

55

2780

2540

Perempuan 55 (ideal)

50

45

2600

2360

2130

Standar ini untuk seorang tenaga kerja perorangan masih perlu dikoreksi dengan faktor-

faktor sebagai berikut:

1. Faktor usia menurut presentasi

Usia (tahun) Persentasi (%)

20-30 100

30-40 97

40-50 94

50-60 86,5

60-70 79

>70 69

2. Tingkat aktivitas (termasuk pekerjaan) yang untuk orang standar rinciannya

meliputi:

Laki-laki Perempuan

Istirahat ditempat tidur 8 jam 8 jam

Bekerja (aktivitas ringan) 8 jam 8 jam

Berjalan 1 ½ jam 1 ½ jam

Aktivitas ringan pribadi 1 ½ jam 1 ½ jam

Duduk 4 jam 4 jam

Rekreasi 1 jam 1 jam

Tabel 9. Penyesuaian kebutuhan kalori berdasarkan tingkat kegiatan tanpa atau dengan

pekerjaan ringan, sedang, dan berat menurut jenis kelamin dan berat badan

Page 35: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

3. Keadaan hamil dan menyusui bagi wanita. Biasanya kalori ditambah 10%

Dalam hubungan pekerjaan, bahan makanan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja adalah

bahan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya ditambah

dengan tambahan kebutuhan kalori untuk keperluan melaksanakan pekerjaan.

Atas dasar antrpometris tahun 1980an yang menyatakan tinggi badan rata-rata dan berat

badan rata-rata tenaga kerja laki-laki 161,3 cm dan 52,2 kg serta perempuan 151,6 cm dan

45,4 kg, maka kebutuhan kalori tenaga kerja laki-laki utnuk pekerjaan ringan, sedang sampai

berat adalah 2350, 2610 dan 3130 kilokalori dan tenaga kerja perempuan adalah 2040,

2270, dan 2720 kilokalori.

Pada upaya menerapkan gizi kerja beberapa hal khusus perlu mendapat perhatian:

Page 36: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

1. Pengaruh frekuensi makan dan komposisi makanan:

a. Pengalaman dari pelaksanaan gizi kerja diperusahaan menunjukan bahwa pem-

berian kesempatan untuk makan pada saat-saat istirahat kerja membantu

pemmperbaiki produktifitas dan dapat mengurangi timbulnya kelelahan kerja.

b. Makin pagi mempunyai pengaruh penting kepada produktifitas kerja. Makan pagi

merupakan salah satu aspek dari kebiasaan atau cara hidup sehat.

c. Makanan yang diberikan dalam pekerjaan harus bersifat ringan, mudah dicerna

dan berfungsi menambah kalori yang dibutuhkan.

d. Jika nilai gizi makanan dipenuhi untuk kebutuhan kalori termasuk kalori kerja

maka tidak perlu ditambah frekuensi makan. Kecuali makanan selingan pada saat

istirahat kerja.

2. Untuk pekerjaan pada tempat kerja yang bersuhu tinggi, harus diperhatikan secara

khusus kebutuhan akan air dan gara msebagai pengganti cairan untuk penguapan

keringat.1

PENUTUP

KESIMPULAN

Page 37: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan

serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta

meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja disektor kesehatan tidak

terkecuali dirumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya

ditempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling

berat tergantung jenis pekerjaannya. Dan meningkatnya absensi dan kecelakaan kerja

karena penurunan kesehatan kerja dapat dilakukan pemeriksaan assesement.

DAFTAR PUSTAKA

Page 38: ilmu kesehatan Masyarakat pbl

1. R.K, Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV

Sagung Seto; H. 272-579.

2. Escuderol, H.G., Chen, M.L., Leo, Y.S. Surveillance of Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS) in the Postoutbreak Period. Singapore Medical Journal. 2005: 165.

3. Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press: 2010.

4. Ridley, John. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2008.

h. 39-144.

5. Lauwerys, R.R., Hoet, P. Industrial Chemical Exposure Guidelines for Biological

Monitoring 3rd Edition. USA: CRC Press LLC; 2001.

6. Suardi R. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen Risiko.

Jakarta: Penerbit PPM; 2007. h. 1,8,88-90.

7. M Soeripto. Higiene Industri: Pengenalan Bahaya Faktor Kimia di Lingkungan Kerja.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 28.

8. Team ILO-IPEC Programme kesehatan dan lingkungan di sector informal alas kaki dan

pia markkannen. Meningkatkan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja di

sector informal alas kaki. Kantor pemburuhan Internasional. 2005.

9. Kesehatan kerja. 12 Oktober 2012. Diunduh dari: http://prodia.co.id/layanan-

khusus/cup-okupasi.