iii. metode penelitiann - repository.ipb.ac.id · gambar 7. prinsip kerja lca (epa, 1993)...
TRANSCRIPT
36
III. MMEETTOODDEE PPEENNEELLIITTIIAANN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pembangunan Rusunawa Tanjung
Uncang, Kota Batam. Pertimbangan terhadap pemilihan lokasi penelitian ini
diantaranya adalah : (i) Sebagai kota yang cepat tumbuh di Indonesia ; (ii) Tingkat
kepadatan dan pertumbuhan penduduknya tinggi; (iii) Pengembangan Rusuna
sedang digiatkan; (iv) Pusat kegiatan nasional yang berbatasan langsung dengan
Singapura. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai
dengan bulan Maret 2011.
3.2 Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data
Alur tahapan dalam penelitian dapat terlihat seperti pada Gambar 6 berikut
Alternatif pelaksanaan konstruksi
Jenis dan volume bahan bangunan tiap alternatif
Daur hidup tiap bahan bangunan (LCA)
Biaya pembangunan tiap alternatif
Pemilihan alAternatif pelaksanaan konstruksi yang optimal
Permasalahan pengembangan rusunawa ramah lingkungan
Model pengembangan rusunawa ramah lingkungan
Kebijakan pengembangan rusunawa ramah lingkungan
Mulai
Worksheet/ SimaPro
AHP
ISM
PwrSim
Skenario (AHP/ISM/Pwrsim)
Tools
37
Gambar 6 Tahapan rencana penelitian.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer bersumber dari hasil survai lapangan, hasil pengamatan dan
hasil wawancara dengan para stakeholder terkait. Data sekunder diperoleh dari
beberapa sumber, yaitu dari studi literatur, dinas atau departemen terkait, BPS.
Adapun data-data tersebut adalah sebagai berikut.
3.2.1 Data Spasial
Data spasial yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data grafis
berupa peta-peta yang tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis-jenis peta dan sumber
NNoo JJeenniiss DDaattaa SSkkaallaa SSuummbbeerr TTaahhuunn 1 RTRW Kota Batam 1 : 100.000 Dinas Tata Kota 2009 2 Peta topografi Batam 1 : 50.000 Bakosurtanal 2005
3.2.2 Data Sosial Ekonomi
Data sosial ekonomi terdiri dari data primer dan data sekunder. Data dan
sumber data sosial ekonomi secara rinci tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis data dan sumber data sosial ekonomi
NNoo JJeenniiss DDaattaa TTeekknniikk
PPeenngguummppuullaann DDaattaa SSuummbbeerr TTaahhuunn
1 Kondisi penduduk Dokumentasi/Survey BBPPSS // DDiinnaass KKeeppeenndduudduukkaann 2009 2 Fasilitas pendidikan Dokumentasi/Survey BBPPSS // DDiinnaass PPeennddiiddiikkaann 2009 3 Fasilitas kesehatan Dokumentasi/Survey BBPPSS // DDiinnaass KKeesseehhaattaann 2009 4 Fasilitas perekonomian Dokumentasi/Survey BBPPSS // DDiinnaass PPeerrddaaggaannggaann 2009 5 Kebutuhan rumah Dokumentasi/Survey BBPPSS // 2009 6 Sewa rumah Dokumentasi/Survey BPN/Tata Kota 2009 7 Perkembangan
perumahan Dokumentasi/Survey Dinas Tata Kota / REI 2009
3.2.3 Data Bahan Bangunan
38
Data ketersediaan bahan bangunan terkait pembangunan Rusunawa yang
terkait fisik lingkungan secara rinci tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Jenis data dan sumber data bahan bangunan
NNoo JJeenniiss DDaattaa TTeekknniikk PPeenngguummppuullaann DDaattaa
SSuummbbeerr TTaahhuunn
1 Pasir, batu,agregat Dokumentasi/Survey Dinas ESDM / Pasar 2009 2 Kayu Dokumentasi/Survey DinasKehutanan/ Pasar 2009 3 BBeessii bbeettoonn Dokumentasi/Survey DDiinnaass PPeerrddaaggaannggaann//PPUU // PPaassaarr 2009 4 AAlluummiinniiuumm Dokumentasi/Survey DDiinnaass PPeerrddaaggaannggaann//PPUU // PPaassaarr 2009 5 Bata merah Dokumentasi/Survey DDiinnaass PPeerrddaaggaannggaann//PPUU // PPaassaarr 2009 6 Batako Dokumentasi/Survey DDiinnaass PPeerrddaaggaannggaann//PPUU // PPaassaarr 2009
67 Semen Dokumentasi/Survey DDiinnaass PPeerrddaaggaannggaann//PPUU // PPaassaarr 2009
3.2.4.Data Fisik Konstruksi
Data fisik konstruksi terdiri dari data primer dan data sekunder pada Tabel 9.
Tabel 9 Jenis data dan sumber data fisik konstruksi
NNoo JJeenniiss DDaattaa TTeekknniikk PPeenngguummppuullaann DDaattaa
SSuummbbeerr TTaahhuunn
1 Site Plan Dokumentasi Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot 2009 2 Master Plan (Denah) Dokumentasi Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot 2009 3 Konstruksi Dokumentasi Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot 2009 4 Arsitektur Dokumentasi Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot 2009 5 Kebutuhan bahan Dokumentasi Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot 2009 6 Analisa biaya Dokumentasi Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot 2009
39
3.2.5 Data Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Data sumber daya alam yang terkait dengan bahan bangunan yang
berpengaruh terhadap lingkungan sebagaimana Tabel 10.
Tabel 10. Jenis data dan sumber daya alam dan lingkungan
NNoo JJeenniiss DDaattaa TTeekknniikk PPeenngguummppuullaann DDaattaa
SSuummbbeerr TTaahhuunn
1 Galian pasir Dokumentasi Pemkot (Dinas Pertambangan) 2009 2 Penambangan batu Dokumentasi Pemkot (Dinas Pertambangan 2009 3 Pertanian Dokumentasi Pemkot (Dinas Pertanian) 2009 4 Perkebunan Dokumentasi Pemkot (Dinas Perkebunan) 2009 5 Kehutanan Dokumentasi/survey Pemkot (Dinas Kehutanan) 2009 6 Taman kota Dokumentasi/survey Pemkot (Dinas PJU & Taman) 2009
3.3. Teknik Penarikan Sampel
Setelah dijelaskan di atas, pada pPenelitian ini dilakukan melalui
wawancara terhadap para stakeholder terkait, dengan. Adapun cara menggali
informasi dan pengetahuan atau pendapat pakar melalui pada penelitian ini
digunakan metode expert judgment. Untuk keperluan ini pakar ditentukan secara
purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu.
Persyaratan penarikan sampel dengan purposive sampling menurut Arikunto
(1996) adalah : (i) penarikan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat
atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi; (ii) subyek
yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak
mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subject); dan (iii)
penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan. Pertimbangan penentuan sampel dalam penelitian ini adalah : (i)
Kepadatan penduduk; (ii) Fungsi wilayah; (iii) Administrasi wilayah.
Pakar yang dijadikan responden pada penelitian ini terutama pakar yang
berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam sistem tata ruang pengembangan
40
perumahan, penataan ruang, konstruksi rumah susun dan keserasian lingkungan di
lokasi penelitian, serta pakar dalam sistem dan manajemen konstruksi. Dasar
pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk dijadikan sebagai
responden menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Keterjangkauan terhadap lokasi pakar tersebut
2. Kesediaannya untuk dijadikan responden;
3. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dan telah menunjukan
kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti;
4. Memiliki latar belakang pendidikan tinggi terhadap bidang yang sedang
dikaji
5. Telah memiliki pengalaman dalam bidangnya minimal 2 tahun.
Adapun stakeholders dalam pengembangan rumah susun adalah pakar
terpilih yang diharapkan dapat mewakili unsur birokrasi, akademisi, pelaku usaha,
dan organisasi yang peduli terhadap lingkungan. Jumlah stakeholder yang diambil
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengambilan jumlah responden
No Sampel Jumlah 1. Pemerintah 6 orang
2. Pengelola 2 orang
3. Pelaku Usaha 4 orang
4. Akademisi 4 orang
5. Masyarakat 4 orang
3.4 Pendekatan Penelitian
41
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem, yang merupakan metoda
pengkajian masalah yang dimulai dari analisis atau identifikasi kebutuhan yang
menghasilkan suatu sistem operasional yang efektif. Penelitian ini dimulai
dengan melihat kondisi eksisting penelitian dengan melakukan pengamatan,
survai dan mengambil data sekunder seperti yang tertera pada Tabel 36, 47, 58, 69
dan 710. Selanjutnya akan dilihat kebutuhan para stakeholder yang berkaitan
dengan pengembangan rumah susun (analisa kebutuhan), formulasi masalah dan
identifikasi sistem. Adapun analisis-analisis yang akan dilakukan pada penelitian
ini diantaranya adalah analisis deskriptif yang akan digunakan untuk menganalisis
beberapa kondisi pada kondisi eksisting. Analisis lainnya yang akan digunakan
pada penelitian ini adalah life cycle assessment (LCA), analytical hierarchy
process (AHP), interpretative structural modeling (ISM) dan dilanjutkan dengan
pembuatan model dinamik.
3.5 Life Cycle Assessment (LCA)
Pada penelitian ini menggunakan LCA digunakan untuk meneliti dan untuk
menganalisis aspek lingkungan yang berhubungan dengan suatu produk dan siklus
hidupnya. LCA merupakan sebuah metode yang digunakan pada tahap daur hidup
mulai dari tahap pengambilan material sampai dengan produk itu selesai
digunakan oleh konsumen. Hasil dari pendekatan LCA melalui bantuan software
Simapro 5.0, dapat diketahui bahwa suatu bahan atau proses tertentu dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan (misalnya global warming) lebih
besar dibandingkan dengan bahan atau proses lain tertentu dalam mengurangi
dampak buruk terhadap lingkungan. Alternatif yang dimunculkan didukung
beberapa kriteria, sehingga dalam pengambilan keputusan akan diperoleh
alternatif model kebijakan yang optimal. Prinsip kerja LCA adalah dimulai dari
input berupa bahan baku dan energi dan energi, dilanjutkan dengan pengambilan
material dari alam, diproses menjadi bahan jadi, digunakan, dipelihara, dibongkar
sampai digunakan kembali atau dibuang. Pada saat pengambilan bahan baku di
alam, pengangkutan ke pabrik, proses pengolahan di pabrik sampai menjadi bahan
jadi, pengangkutan ke tempat pemasangan akhir sampai pemanfaatannya,
semuanya dilakukan dengan mekanisasi yang membutuhkan bahan bakar sebagai
42
sumber energi. Keseluruhan proses ini berpotensi mencemari lingkungan berupa
polusi udara, air, tanah dan pencemaran lainnya (Gambar 7)
Gambar 7. Prinsip kerja LCA (EPA, 1993)
Penelitian potensi dampak dimulai dengan penentuan lingkup dan tujuan,
selanjutnya dilakukan inventarisasi input dan output untuk dapat memperkirakan
potensi dampak daur hidup suatu bahan bangunan, sebagaimana Gambar 8.
Gambar 8. Tahapan penyusunan LCA (EPA, 2001)
1. Goal & Scope Definition
43
Merupakan petunjuk yang dapat membantu konsistensi dari penelitian Life
Cycle Asessment. Tujuan harus menunjukkan alasan dilakukannya penelitian dan
untuk apa penelitian tersebut. Ruang lingkup berupa penjelasan penelitian, metode
yang dipakai, asumsi dan batasan. Idealnya, fase ini akan menghasilkan definisi
dari prinsip alokasi, batasan sistem, asumsi sistem, unit fungsional dan kualitas
data.
Batasan sistem seperti alam, area geografis, jangka waktu, capital goods
dan life cycle product lain yang terkait dengan proses. Unit fungsional
mendefinisikan dasar perbandingan. Hal ini penting apabila perbandingan produk
memiliki karakteristik performansi yang berbeda. Batasan sistem mengatur
batasan proses yang dimasukkan pada penelitian. Asumsi sistem mendeskripsikan
bagaimana perhitungan dilakukan. Prinsip alokasi pertimbangan output beberapa
produk dari sistem produksi yang sama. Parameter mengacu pada deskripsi
indikator terukur apa yang dipakai untuk menggambarkan performansi
lingkungan. Kualitas data yang diperlukan tergantung pada tujuan dari penelitian
itu sendiri.
2. Life Cycle Inventory (LCI)
Tujuan dari life cycle inventory adalah untuk menunjukkan pengaruh
lingkungan (bahasa umum untuk emisi dan semua input dan output dari dan ke
lingkungan) per bagian life cycle. Dengan kata lain, life cycle inventory
digunakan dalam pencarian area yang memiliki kesempatan besar untuk
melakukan perbaikan kualitas lingkungan melalui konservasi sumber daya dan
pengurangan emisi. Nilai utama dari produk akan berdampak pada life cycle lain.
Pada fase inventory, model terbuat dari sistem teknik yang kompleks terdiri dari
produksi, transportasi, penggunaan dan pembuangan produk. Fase ini
menghasilkan flow sheet atau process tree dengan semua proses yang relevan.
Proses pada semua inflow dan outflow yang relevan dikumpulkan. Kerja keras
yang sebenarnya dalam life cycle inventory adalah pengumpulan dan pengolahan
data itu sendiri. Ada beberapa sumber data yaitu dari data base komersial, data
base industri, data base universitas dan penelitian, proyek data base nasional
44
seperti yang sudah dibangun beberapa negara, data literature umum (khususnya
data gambaran proses) dan data dari situs internet (Goedkoop & Oek, 2001).
Format data pada tahap ini terdiri dari 3 kategori yaitu berisi deskripsi
proses, inventori dari perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh proses
penggolongan informasi. Data-data tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu
inventori produk untuk menjumlahkan tiap perubahan lingkungan yang terjadi
disepanjang siklus hidup produk. Pada data yang sudah terkumpul tersebut,
selanjutnya dilakukan perhitungan inventory per unit fungsional.
3. Life Cycle Impact Assessment
Pada tahapan ini akan dilakukan pengelompokkan dan penilaian mengenai
efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan berdasarkan data-data yang diperoleh
pada tahapan life cycle inventory (LCI). Tahap ini sendiri terdiri atas 3 tiga
langkah utama yaitu (1) classification, (2) characterization, (3) valuation (Curran,
1996).
Classification merupakan tahapan dimana keseluruhan input dan output
akan dinilai kontribusinya sesuai dengan kategori impact yang sesuai. Kategori
impact ini misalnya resource depletion (penggunaan sumber daya baik biotic
maupun abiotik), polusi (global warming, ozone depletion, human toxicity,
ecotoxicity, photochemical oxidant formation, acidification, eutrophication),
penurunan ekosistem tanah (land use). Pemilihan kategori impact yang sesuai
sangat dipengaruhi oleh tujuan dari penelitian yang telah ditentukan sebelumnya
(Curran, 1996).
Characterization merupakan tahapan dimana keseluruhan input dan output
akan dinilai kontribusinya sesuai dengan kategori dampak yang telah ditentukan
pada tahap sebelumnya. Hasil dari tahap ini adalah suatu profil dampak
lingkungan dari sistem yang diamati (Curran, 1996).
Tabel 12. Katagori life cycle impact assesment (LCIA, EPA 2001)
Impact Category Scale Relevan LCI Data (Le
Clasification)
Common Characterion
Factor
Description of Characterization Factor
Global warming Global
Carbondioxida (CO2)
Ozone Depleting
Converts LCI data to Carbon Dioxida Equivalent Notes global warming potential can be 50,100,
or year potentials
Nitrogen Dioxida (NO2) Methane (CH4 2) Hydroporoflu erocarbon
45
(NCC) Potential Marthly Bromida (CH3Br)
Starto shperic Ozone
Depleting Global
Chlorofilecarbon (CFC5)
Ozone Depleting Potential
Converts LCI data to Tricbloreflourment (CFC-11)
equirements
Hydropohleflocarbon (HCFC5) Halons Marthly Bromida (CH3Br)
Acidification Regional local
Sulfur Oxida (So)
Acidification Potential
Converts LCI data to hydrografication equirements
Nitrogen Dioxida (NO2) Hydrocholic Acid (HCL) Hydroflorie Acid (HF) Ammonia (NH4)
Eutropication Local
Eutropication Eutropication Potential
Converts LCI data to Phospote (PO4) equirements
Nitrogen Dioxida (NO2) Nitrates Ammonia (NH4)
Valuation merupakan tahapan dimana keseluruhan dampak yang telah
dinilai dan akan dibandingkan dan disederhanakan dibuat dalam suatu basis
ukuran yang sama (Curran, 1996). Tujuan dilakukannya valuation adalah untuk
mendapat nilai perbandingan yang sama untuk setiap kategori dampak yang ada
sehingga memudahkan interpretasi selanjutnya.
4. Life Cycle Interpretation
Tahapan ini merupakan tahap interpretasi dari keseluruhan tahap
sebelumnya. Interpretasi ini nantinya akan mengarah pada perbaikan untuk
menurunkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari sistem, produk, atau
proses yang diamati.
5. Software Simapro 5.0
Simapro 5.0 adalah software generasi ke 5 dari interpretasi penggunaan
metode life cycle assessment, yang bertujuan untuk menganalisa dan
membandingkan aspek-aspek lingkungan dari suatu produk. Software ini
mengkalkulasi inputan seperti kuantitas-kuantitas bahan baku suatu proses
industri dan menghasilkan outputan suatu nilai grafik, dimana grafik ini
menunjukkan material-material yang berdampak besar terhadap lingkungan,
sehingga kita bisa melakukan perbaikan proses dan dampak yang lebih aman ke
lingkungan.
46
Struktur dari sofeware simapro 5.0 didasarkan atas beberapa tahapan berikut:
a. Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup
Penelitian perlu menjelaskan bagaimana kita akan menampilkan suatu
modelling task dalam suatu life cycle assessment. Penentuan tujuan dan ruang
lingkup dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Text fields, dimana kita menginput data, pemilik, komentar, alasan dan
tujuan kita melakukan penelitian life cycleassessment sebagai dokumentasi
terhadap interpretasi life cycle assessment.
2. Pemilihan libraries, dimana kita dapat memilih metode-metode apa yang
paling sesuai dengan penelitian.
3. Mengatur data quality indicator (DQI), dimana kita dapat menetapkan
karakteristik-karakteristik data yang sesuai dengan tujuan dan rung
lingkup kita. Data yang diinput berupa waktu periode kita melakukan
penelitian, tempat, teknologi, alokasi, dan batasan sistem dalam penelitian
b. Penginventarisasian
Pada tahap inventarisasi, semua data mengenai emisi yang berpotensi timbul
dan juga konsumsi bahan baku dikumpulkan. Siklus hidup suatu produk,
melibatkan berbagaimacam proses dalam siklusnya. Membuat suatu model life
cycle dibutuhkan suatu pengumpulan data dari semua proses yang terjadi. Proses
tersebut dapat dibuat sebagai diagram pohon proses. Membuat satu diagram
pohon proses untuk seluruh siklus hidup, maka kita dapat melakukan perhitungan
dari hasil inventarisasi.
Pada tahap inventarisasi terbagi atas beberapa fase, yaitu :
1. Process, menunjukkan hal-hal yang termasuk dalam proses produksi suatu
produk, dimana terdapat beberapa katagori yang memerlukan penginputan
data yang digunakan seperti material-material, energi, transport, produk
yang telah diproses, waste treatment.
47
2. Product stages, mendeskripsikan bagaimana suatu produk diproduksi,
digunakan dan dibuang. Product stage terbagi atas 5 perbedaan yaitu,
assembly yang didefinisikan sebagai produk amatan dan berkaitan denagn
material-material dan proses yang digunakan dalam proses produksi.
Kedua adalah life cycle yang didefinisikan sebagai total siklus hidup
produk. Product stages selalu berlkaitan dengan satu assembly, dan bisa
juga terkait dengan disposal scenarios dan life cycle tambahan. Ketiga
adalah disposal scenarios, dideskripsikan sebagian bagian akhir dari
skenario hidup dari suatu produk yang digunakan. Keempat adalah
diasassembley scenario, yang mendeskripsikan sebagai bagian mana dari
suatu proses produksi yang perlu dibongkar dan akan dibawa kemana
bagian-bagian produksi tersebut akan dibawa. Kelima adalah reuse,
dideskripsikan sebagai suatu proses yang perlu dilakukan untuk digunakan
kembali.
3. System discription, bagian ini merupakan rekaman terpisah yang
digunakan untuk mendeskripsikan struktur dari suatu sistem.
4. Waste types, simapro 5.0 membedakan antara waste scenario dengan
disposal scenarios. Waste scenario didefenisikan sebagai material yang
akan dibuang atau didaur ulang, sedangkan disposal scenarios
didefinisikan sebagai produk yang akan dibongkar atau digunakan
kembali. Pada tahap ini dapat mengatur/membuat suatu perencanaan dari
pengolahan limbah.
c. Penilaian Terhadap Cemaran
Struktur dasar penilaian terhadap cemaran terdiri atas :
1. Caracterisation
Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai kontribusi pada impact
category akan dikalikan dengan characterisation factor yang
menunjukkan kontribusi relatif dari senyawa-senyawa kimia tersebut. hal
ini bisa juga disebut dengan nilai ekuivalensi. Sebagai contoh
characterisation factor untuk CO2 dalam impact category setara dengan 1,
sementara characterisation factor dari methane adalah 21. Hal ini dapat
48
diartikan bahwa pelepasan 1 kg methane setara dengan 21 kg CO2 pada
alam..
2. Demage assessment (optimal)
Beberapa metode mempunyai tahap demage assessmenti, pada tahap ini
impact category indicator yang mempunyai satuan umum dapat
ditambahkan. Sebagai contoh, dalam metode eco indicatory 99, semua
impact category yang berpengaruh pada kesehatan manusia dapat
ditunjukkan sebagai DALY (disability adjusted life years). Dalam metode
ini diperbolehkan untuk menambahkan DALY mempunyai efek
karsinogenik yang disebabkan oleh perubahan alam.
3. Normalization (optimal)
Banyak metode memperbolehkan hasil dari impact category untuk
dibandingkan dengan buku acuan atau nilai normal. Hal ini berarti bahwa
impact category dibagi dengan acuan. Pemilihan acuan boleh secara bebas,
tetapi sering digunakan jumlah penduduk dari suatu negara atau benua
sebagai bahan acuan. Setelah tahap normalisasi, semua hasil dari impact
category indicator akan menghasilkan satuan yang sama (per tahun), yang
memudahkan dalam membandingkannya. Normalisasi dapat diaplikasikan
pada hasil dari tahap characterization dan damage assessment, tergantung
dari struktur yang telah dipilih sebagai metode acuan.
Weighting (optimal)
4.
Beberapa metode memperbolehkan tahapan pembobotan dalam impact
categories. Hasil dari impact categories indicator akan dikalikan dengan
weighting factor dan akan diakumulasikan sebagai total score.
d. Interpretasi Data
Interpretasi data didefenisikan sebagai suatu bagian yang utuh dari life cycle
assessment. Tujuan interpretasi data adalah untuk mengevaluasi dimana suatu
kesimpulan dapat digambarkan dan bagaimana mempertanggung jawabkannya.
e. Hasil Perhitungan
49
1. Characterisation
Hasil characterisation akan dimunculkan pertama kali. Hasil yang
disajikan dalam batas 0-100%
2. Normalization
Normalisasi bertujuan untuk menyeragamkan satuan dari segala impact
catagories dan untuk menunjukkan kontribusi dari impact catagories
tersebut terhadap masalah-masalah lingkungan dalam suatu wilayah
3. Weighting
Impact category indicator hasil dari tahap normalisasi tidak semuanya
dianggap penting, sehingga tidak semua ditunjukkan dalam single score.
Hal ini tergantung dari weighting factor.
4. Single score
Single score memperlihatkan tiap-tiap proses produksi yang mempunyai
dampak terhadap lingkungan.
3.6. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pada penelitian ini digunakan AHP untuk menentukan alternatif kebijakan
pengembangan rumah susun yang ramah lingkungan. Analisis ini didasarkan
pada pendapat pakar (expert judgment) untuk mendapatkan dan menjaring
berbagai informasi dari beberapa elemen-elemen yang berpengaruh dalam
penyusunan strategi kebijakan pengembangan rumah susun. Penilaian oleh pakar
didasarkan pada skala nilai Saaty (1993) yang berkisar antara nilai 1 – 9, seperti
pada Tabel 13.
Tahapan analisa data dengan AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 1994):
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah;
2. Membuat struktur hierarki, dimulai dengan membuat tujuan umum, sub-sub
tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria yang paling
bawah. Penyusunan hierarki dilakukan melalui diskusi mendalam dengan
pakar yang mengetahui persoalan yang sedang dikaji.
50
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya,
perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan dengan
menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya
4. Melakukan pengolahan perbandingan berpasangan.
5. Menghitung konsistensi judgment stakeholder dilihat dari nilai consistency
ratio sehingga dapat memeriksa apakah perbandingan berpasangan yang
dilakukan oleh pakar telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak (Marimin,
2004). Jika nilai konsistensi < 0,1 dianggap konsisten, namun jika nilainya >
0,1, berarti ada ketidak konsistenan, sehingga harus diulangi atau dikoreksi.
Tabel 13 Skala penilaian perbandingan berpasangan
Tingkat Kepentingan Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan jika ada dua kompromi diantara dua pilihan
Sumber: Saaty, 1993
Susunan tingkatan hirarki yang terdiri dari fokus, aktor, faktor, tujuan dan
alternatif dapat dilihat pada Gambar 9.
51
Kebijakan pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang ramah lingkungan (green building)
Kebijakan pemerintah
Perekonomian masyarakat
Teknologi kontruksi
Kebutuhan perumahan
Sumberdaya alam
Sumberdaya manusia
Faktor
Pemerintah
Terpeliharanya kualitas
lingkungan
Terpenuhinya koefisien2 dasar
bangunan
Hematnya penggunaan energi (fosil)
Menurunnya penggunaan SDA (bahan bangunan)
Aktor
Tujuan
Alternatif Kebijakan
Fokus
Gambar 9. Hierarki pengambilan keputusan (AHP) model pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang ramah lingkungan (green building) melalui optimasi pelaksanaan konstruksi (green construction)
Melaksanakan dengan beton konvensional
Melaksanakan dengan beton semi pracetak
Green Construction
Melaksanakan dengan beton pracetak penuh
Pengelola Pelaku usaha Akademisi Masyarakat
50
52
3.7. Interpretative Structural Modeling (ISM)
Setelah didapat hierarki dan alternatif kebijakannya, selanjutnya dibuat teknik
permodelan interpretasi struktural (interpretative structural modelling) sehingga dari
sini akan dirumuskan parameter kunci untuk pengembangan rusun yang berwawasan
lingkungan. Tahapan ISM akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki
dan klasifikasi subelemen (Eriyatno, 2003) sebagai berikut:
1. Penyusunan hierarki
(a) Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi
elemen-elemen, dan setiap elemen akan diuraikan menjadi sejumlah
subelemen.
(b) Menetapkan hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya
suatu pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada
perbandingan berpasangan (oleh pakar). Jika jumlah pakar lebih dari satu
maka dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks
perbandingan berpasangan menggunakan simbol VAXO dimana :
V jika eij = 1 dan eji = 0; V = subelemen ke-i harus lebih dulu ditangani
dibandingkan subelemen ke-j
A jika eij = 0 dan eji = 1; A = subelemen ke-j harus lebih dulu ditangani
dibandingkan subelemen ke-i
X jika eij = 1 dan eji = 1; X = kedua subelemen harus ditangani bersama
O jika eij = 0 dan eji = 0; O = kedua subelemen bukan prioritas yang
ditangani
Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara subelemen ke-i
dan ke-j, sedangkan nilai eji = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara
subelemen ke-i dan ke-j.
(c) Hasil olahan tersebut tersusun dalam structural self interaction matrix
(SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel reachability matrix (RM) dengan
mengganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0 (Tabel 14).
53
Tabel 14. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen
12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Setelah structural self interaction matrix (SSIM) terisi sesuai pendapat
responden, maka simbol (V, A, X, O) dapat digantikan dengan simbol (1 dan 0)
sesuai dengan ketentuan sehingga dari situ akan dapat diketahui nilai dari hasil
reachability matrix (RM) final elemen. Bentuk pengisian hasil reachability matrix
(RM) final elemen disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil reachability matrix (RM) final elemen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D L
Keterangan :
DP = driver power ; R = rangking; D = dependence; L = level/hierarki
54
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui nilai driver power, dengan
menjumlahkan nilai subelemen secara horizontal; untuk nilai rangking ditentukan
berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai
yang terkecil; nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai subelemen secara
vertikal; untuk nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang
diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.
2. Klasifikasi sub-elemen
Secara garis besar klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam 4 sektor yaitu:
(a) Sektor 1, weak driver-weak dependent variabels (autonomous). Sub-elemen
yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan
mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa
saja kuat. Sub-elemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan
nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah sub-elemen.
(b) Sektor 2; weak driver-strongly dependent variabels (dependent). Umumnya
sub-elemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub-elemen yang tidak
bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 2 jika : Nilai DP ≤ 0.5 X dan
nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah sub-elemen.
(c) Sektor 3; strong driver- strongly dependent variabels (lingkage). Sub-
elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab
hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub-elemen akan
memberikan dampak terhadap sub-elemen lainnya dan pengaruh umpan
baliknya dapat memperbesar dampak. Sub-elemen yang masuk pada sektor
3 jika : Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah subelemen.
(d) Sektor 4; strong driver-weak dependent variabels (independent). Sub-
elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan
disebut peubah bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 4 jika : Nilai
DP > 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah sub-elemen.
55
Hasil analisa matrik dari klasifikasi sub-elemen tersebut dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor (Marimin, 2004).
3.8 Pendekatan Sistem
a. Analisis kebutuhan
Model kebijakan pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang
ramah lingkungan (green building) dalam operasionalisasinya harus dapat memenuhi
kebutuhan stakeholders secara optimal, oleh karenanya maka pada penelitian ini akan
dilakukan analisis kebutuhan terhadap stakeholders terkait. Pelaku/stakeholders yang
terlibat dalam pengembangaan rumah susun yang berwawasan lingkungan adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah, baik pusat maupun daerah yang akan diwakili oleh, Departemen
Pekerjaan Umum, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, dan Pemerintah Kota
Batam
2. Pengelola Rusunawa: Pemkot Batam, Jamsostek, industri
3. Pelaku usaha: kontraktor, konsultan, supplier
4. Akademisi, profesional Ikatan Ahli Beton Pracetak & Prategang Indonesia
(IAPPI)
5. Masyarakat: penghuni dan penduduk sekitar lokasi Rusunawa
Independent Variable Sektor IV
Dependent Variable Sektor II
Autonomous Variable Sektor I
Lingkage Variablel Sektor III
Ketergantungan (Dependence)
Daya Dorong (Drive Power)
56
b. Formulasi Masalah
Identifikasi permasalahan yang ada merupakan tahapan awal dalam
melakukan pendekatan sistem sehingga dengan mengidentifikasi masalah-masalah
awal dan mendasar maka diharapkan diperoleh alternatif penyelesaian masalah sesuai
dengan tingkat permasalahan yang diangkat.
Adapun permasalahan yang dapat muncul dari pengembangan rumah susun
melalui optimasi pelaksanaan konstruksi di lokasi penelitian diformulasikan dalam
berbagai keterbatasan sebagai berikut :
1. Sumberdaya manusia dalam melaksanakan teknologi kontruksi yang hemat
sumberdaya alam, sehingga berdampak pada rendahnya inovasi dan kreativitas ,
akhirnya berakibat pada semakin hebatnya tekanan terhadap lingkungan.
2. Kemampuan kontraktor dalam menciptakan dan menerapkan teknologi
berwawasan lingkungan pada setiap proses produksi, pelaksanaan, sampai yang
masih tetap berakibat pada tingginya tingkat pencemaran.
3. Peralatan yang dipakai untuk melakukan perakitan konstruksi
4. Bahan bangunan bermutu tinggi yang ramah lingkungan.
5. Keraguan masyarakat menghuni Rusunawa yang dilaksanakan dengan sistem
pracetak
6. Infrastruktur usaha seperti: energi listrik, perijinan, komunikasi, perpajakan,
retribusi berdampak kurang kondusifnya iklim usaha.
c. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem pada dasarnya merupakan hubungan antara pernyataan dari
kebutuhan dengan pernyatan khusus dari masalah yang akan diselesaikan dalam
rangka mencukupi kebutuhan dan digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab
akibat untuk perancangan model dari sistem yang dikaji. Identifikasi pengembangan
rusun yang berwawasan lingkungan direpresentasikan dalam bentuk diagram lingkar
sebab akibat (causal loop) dan kotak hitam (black box). Adapun tujuan dari
57
identifikasi sistem ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang
dikaji dan selanjutnya digambarkan dalam diagram masukan-keluaran (black-bock).
d. Diagram lingkar sebab akibat
Diagram lingkar sebab akibat adalah bahasa gambar yang mengungkapkan
kejadian hubungan sebab akibat, yang dibuat dalam bentuk garis panah yang saling
mengait, sehingga membentuk sebuah diagram lingkar sebab akibat. Dalam hal ini
pangkal panah yang terdapat pada diagram ini menyatakan sebabnya sedangkan
ujung panahnya menyatakan akibatnya.
Hubungan sebab akibat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hubungan
positif dan hubungan negatif. Hubungan positif adalah hubungan sebab akibat yang
makin besar nilai faktor penyebab akan makin besar pula nilai faktor akibat,
sedangkan hubungan negatif adalah hubungan sebab akibat yang semakin besar nilai
faktor penyebab akan makin kecil nilai dari faktor akibat. Dampak atau akibat dari
suatu sebab dapat mempengaruhi balik sebab tersebut, sehingga terdapat hubungan
sebab akibat yang memiliki arah berlawanan dengan hubungan sebab akibat yang
lain. Dalam hal ini terbentuk suatu umpan balik tertutup, yang sering kali disebut
sebagai loop. Loop adalah suatu akibat yang dibalikkan ke penyebabnya, sehingga
terbentuk apa yang dinamakan umpan balik atau feed back loop (Aminullah,, 2001).
Umpan balik dibedakan menjadi dua macam yaitu umpan balik positif bila
perkalian tanda dari hubungan sebab akibat yang membentuknya adalah positif,
namun jika hasilnya negatif disebut umpan balik negatif. Umpan balik positif
memberikan penguatan terhadap perubahan yang terjadi, yakni nilai perubahannya
semakin lama semakin besar. Umpan balik negatif memberikan pelemahan terhadap
perubahan yang terjadi, yakni makin lama makin kecil dan akhirnya hilang (Gambar
11).
58
PendudukKelahiran
-
+
Kematian
+
+
Imigrasi
Emigrasi+
-
Pemukiman
+
PenggunaanLahan
-
KualitasLingkungan
-
-/+
Tenaga Kerja
+
+ NilaiEkonomi
-/+
-+
++
Teknologi
+-
Gambar 11 Diagram causal loop.
Berdasarkan diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), diketahui bahwa
kegiatan rusunawa akan berdampak positif terhadap peningkatan penyerapan tenaga
kerja terampil, efisiensi penggunaan ruang, terutama terjadinya degradasi kawasan
hutan dalam penyediaan permukiman baru bagi masyarakat, dapat menurunkan
jumlah limbah kegiatan konstruksi pembangunan permukiman baru akibat
dilakukannya efisiensi pengelolaan dalam pemanfaatan kayu, sehingga kualitas
lingkungan menjadi baik atau dapat minimalisasi laju penurunan kualitas lingkungan.
Kegiatan rusunawa yang menekankan pada penggunaan teknologi akan
berdampak positif terhadap peningkatan efisiensi pengelolaan dan akan
meningkatkan nilai ekonomi dalam kegiatan pembangunan permukiman baru.
Penggunaan teknologi dalam kegiatan pembangunan permukiman baru juga tidak
terlepas dari kegiatan penyerapan tenaga kerja terampil dan aktivitas pasokan
terhadap barang dan jasa.
59
e. Diagram Input-Output
Diagram input-output menggambarkan hubungan antara peubah masukan dan
keluaran melalui proses transformasi yang digambarkan sebagai kotak hitam. Pada
diagram ini terdapat dua macam input yakni input yang terkendali dan input yang
tidak terkendali. Selain input juga terdapat output yang juga terdiri dari dua macam
output atau keluaran yang dikehendaki dan keluaran yang tidak dikehendaki (Gambar
12).
Gambar 12. Diagram input - output model pengembangan rusunawa
Input Terkendali : 1. Konstruksi ramah lingkungan 2. Teknologi pelaksanaan konstruksi 3. Model pengembangan rusun 4. Managemen & pengawasan pelaksanaan 6. Teknologi pembuatan bahan bangunan
ramah lingkungan 7. Kapasitas unit produksi bahan bangunan 8. Sarana dan prasarana /infrastruktur
Output Yang Dikehendaki : 1. Adanya kebijakan pembangunan rusun ideal 2. Minimnya penggunaan SDA bhn bangunan 3. Minimnya konsumsi energi listrik&energi lain 3. Terpeliharanya kualitas lingkungan 4. Meningkatnya fungsi RTH penyerap CO2 5.Terpenuhinya kebutuhan akan tempat tinggal
Model Pengembangan Rusunawa yang Ramah Lingkungan (Green Building)
Output Yang Tidak Dikehendaki : 1. SDA bahan bangunan berkurang 2. Lingkungan tercemar 3. Boros energi 4. Konflik pada pengguna rusun 5. Konflik antar stakeholder 6. Gagal konstruksi 7. Inefisiensi infrastruktur 8. Inefisiensi konstruksi
Manajemen pengendalian (feed back)
Input Tak Terkendali : 11.. PPeerruubbaahhaann iikklliimm gglloobbaall 22.. MMeennuurruunnnnyyaa SSDDAA bbaahhaann bbaanngguunnaann 33.. MMeennuurruunnnnyyaa ssuummbbeerr eenneerrggii 44.. TTiinnggggiinnyyaa uurrbbaanniissaassii 55.. MMeennuurruunnnnyyaa kkuuaalliittaass lliinnggkkuunnggaann 66.. MMeennuurruunnnnyyaa SSDDMM
Input Lingkungan :1. Peraturan/perundangan 2. Kebijakan-kebijakan terkait
60
f. Simulasi Model
Menurut Siswosudarmo et al.(2001) sSimulasi adalah peniruan perilaku suatu
gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut,
membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan.
Menurut Purnomo (2005) terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan pada saat
kita melakukan analisis simulasi model, yakni:
1. Identifikasi indikator/isu/masalah, tujuan dan batasan
Identifikasi indikator/isu atau masalah dan batasan dilakukan untuk
mengetahui dimana sebenarnya pemodelan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan
untuk menentukan indikator hipotetikal sebanyak 10 indikator. Setelah isu
ditentukan, selanjutnya menentukan tujuan pemodelan yang meliputi metode
pemodelan, ketelitian model dan jenis model yang dinyatakan secara eksplisit.
Setelah itu dilakukan penentuan batasan terhadap permodelan yang dilakukan.
2. Konseptualisasi model dengan menggunakan ragam metode seperti diagram kotak
dan panah, diagram sebab-akibat, diagram stok (stock) dan aliran (flow) atau
diagram klas dan diagram sekuens.
Tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang
terlibat atau dimasukan dalam pemodelan. Jika komponen-komponen tersebut
sangat banyak maka dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, dan
selanjutnya dicari hubungannya satu sama lain dengan menggunakan diagram
kotak dan panah. Untuk tujuan tersebut, maka hal yang perlu diperhatikan adalah
adanya kenyataan bahwa komponen-komponen yang membentuk sistem harus
dinamis, sensitif terhadap perubahan serta keterkaitannya dalam sistem
membentuk hubungan sebab-akibat. Identifikasi keterkaitan komponen tersebut
didasarkan pada keadaan nyata agar hasil yang digambarkan model tersebut
mendekati keadaan sebenarnya.
3. Spesifikasi model dengan merumuskan makna diagram, kuantifikasi dan atau
kualifikasi komponen indikator yang diperlukan
61
Spesifikasi model kuantitatif, bertujuan untuk membentuk model kuantitatif
dari konsep model yang telah ditetapkan dengan memberikan nilai kuantitatif
terhadap masing-masing variabel/indikator dan menterjemahkan hubungan atau
keterkaitan antar 10 variabel/indikator dan komponen penyusunan model sistem
tersebut kedalam persamaan matematika. Persamaan tersebut dapat diperoleh dari
hasil regresi terhadap data yang ada, hasil rujukan atau berdasarkan rekaan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Secara rinci tahapan dalam spesifikasi model
kuantitatif terdiri dari :
Memilih dan menentukan struktur kuantitas model
Menentukan satuan waktu dalam simulasi
Identifikasi bentuk-bentuk fungsional dan persamaan model
4. Evaluasi model yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan
dunia nyata atau model yang serupa jika ada dan diperlukan
Evaluasi model ditujukan untuk mengetahui kehandalan model dalam
mendikripsikan keadaan sebenarnya. Proses pengujian dilakukan dengan mengamati
kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang
serupa jika ada. Setelah setiap dari model diamati selanjutnya diperhatikan, apakah
relasi-relasi yang ada logis atau tidak, maka selanjutnya diamati utuh tidaknya
keterkaitan antar bagian sebagai model. Adapun yang dimaksud dengan logis di sini
adalah semua persamaan sesuai dengan apa yang dipercayai orang atau sesuai dengan
paradigma yang ada. Tahapan kedua dari evaluasi model ini adalah mengamati
apakah perilaku model sesuai dengan harapan atau perkiraan yang digambarkan pada
tahapan konseptualisasi model. Model dijalankan atau dieksekusi pada sebuah
komputer, dan diamati hasilnya apakah beberapa komponen yang diamati atau
menjadi fokus perhatian sesuai dengan pola perilaku perilaku yang diharapkan.
Tahapan ketiga adalah membandingkan periaku model dengan data yang diperoleh
dari sistem atau dunia nyata. Jika dalam model terdapat fungsi-fungsi bilangan acak,
maka model harus dieksekusi sebanyak 30 kali untuk mengamati keragaman hasil
pemodelan tersebut.
62
g. Validasi Model
Validasi model dapat dilakukan dua pengujian yaitu uji validasi struktur dan uji
validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada
pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji validasi kinerja lebih
menekankan pemeriksaan kebenaran yang taat data empiris. Model yang baik adalah
yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical).
g.1. Uji validitas struktur
Uji ini dilakukan untuk mengetahui struktur model dengan konsep teori
empirik. Secara empirik, perkembangan permukiman dipengaruhi oleh jumlah
penduduk, sarana dan prasarana, interaksi sosial budaya, perkembangan ekonomi dan
aktivitas dan mobititas masyarakat.
g.2. Uji validitas kinerja
Uji validitas kinerja ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang
dikembangkan dapat diterima secara akademik atau tidak. Pengujian dilakukan
dengan cara memvalidasi output model, yaitu dengan membandingkan output model
dengan data empirik. Ada beberpa teknik uji statistik yang dapat digunakan antara
lain AME (absoulte mean error) dan AVE (absolut variation error), dengan batas
penyimpangan 5 - 10%.
g.3. Uji Sensivitas Model
Uji sensivitas model merupakan respon model terhadap suatu stimulus.
Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perulaku dan/atau kinerja model. Stimulus
diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau struktur model.
Langkah-langkah pada uji sensitivitas ada lima yaitu :
- Identifikasi alternatif intervensi, yaitu melihat intervensi apa perlu dilakukan
untuk mencapai kinerja model yang diinginkan pada waktu mendatang.
- Uji sensitivitas intervensi terhadap penggunaan paramater input dan intervensi
struktur model sehingga menghasilkan output dengan intervensi atau normal.
- Analisis dampak intervensi, yaitu melihat secara kuantitatif berapa besar dan
kapan dampak intervensi menunjukkan hasil.
63
- Hasil uji parameter/indikator kemudian dievaluasi dengan maksud memilih tiga
diantara yang paling sensitif dari sepuluh indikator pada langkah identifikasi
indikator/masalah maupun atau isu-isu.
- Mensimulasikan dan mengamati hasil dan dampak pada keseluruhan kinerja
unsur sistem. Perubahan sifat dampak bersifat dinamis yang dinyatakan dalam
prosentase fungsi waktu dan pola kecanderungan hasil dan dampak intervensi
adalah bersifat non-linier. Hal tersebut akan di uji dengan fasilitas uji sensitivitas
variabel/indikator dengan menggunakan perangkat lunak powersim constructor
2,5, hal ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan parameter yang mungkin
terjadi dalam dunia nyata.
- Menentukan dua sampai tiga indikator/variabel yang paling sensitif terhadap
respon intervensi.
- Menguji hasil model yang telah dikembangkan (mensimulasikan) di lapangan
dengan mengukur nilai normal indikator dan melakukan intervensi serta
mengamati perbahan nilai indikator.
Penggunaan model yaitu membuat skenario-skenario ke depan atau alternatif
kebijakan kemudian mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan tersebut dan
pengembangan perencanaan dan agenda ke depan. Selanjutnya menganalisis hasil
simulasi skenario, dan hasil analisis smulasi tiap skenario ini dipakai untuk membuat
peringkat skenario-skenario tersebut yang mencerminkan urutan skenario yang lebih
cocok untuk diterapkan sesuai dengan model yang dikembangkan. Tahapan terakhir
adalah merumuskan skenario tersebut menjadi opsi atau pilihan kebijakan.
h. Skenario Kebijakan Pengembangan Rusunawa
Setelah dibuat pengklasifikasian dari sub-elemen dan desain kebijakan
selanjutnya dilakukan analisis skenario kebijakan yang sesuai keadaan lapangan,
dengan memperhatikan beberapa hal dibawah ini:
1. Menentukan keadaan (state) suatu faktor
• Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi (bukan
khayalan) dalam suatu waktu di masa datang.
64
• Keadaan bukan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti
besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi deskripsi situasi sebuah
faktor.
• Setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas.
• Bila keadaan dari suatu faktor lebih dari satu makna keadaan maka
keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras.
• Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil
untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompatible).
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi.
Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor
yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :
• Skenario yang mempunyai peluang besar untuk terjadi di masa datang
disusun terlebih dahulu.
• Skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah
skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya
memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang
mutual incompatible (saling bertolak belakang).
• Setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif
paling pesimis) diberi nama.
• Langkah selanjutnya memilih skenario yang paling mungkin terjadi.
3. Implikasi skenario
Merupakan kegiatan terakhir yang meliputi :
• Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas konstribusinya
terhadap tujuan studi.
• Skenario tersebut didiskusikan implikasinya.
• Tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang
sudah disusun.