repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... bab 3 metode penelitian 3.1...

58
41 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali untuk mencari hubungan antara variabel independen (faktor resiko) dengan variabel dependen (efek). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Variabel independennya adalah karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang lahir, imunisasi dasar, riwayat infeksi, dan riwayat diare), karakteristik rumah tangga (usia ibu, tinggi ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, wilayah tempat tinggal, dan kebiasaan merokok, sumber air minum, dan fasilitas sanitasi). 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI melakukan penelitiannya sejak bulan Mei sampai Juni 2013. Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

41

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional

(potong lintang) dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian cross-sectional

adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali untuk mencari

hubungan antara variabel independen (faktor resiko) dengan variabel dependen

(efek). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Variabel independennya adalah

karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang lahir, imunisasi

dasar, riwayat infeksi, dan riwayat diare), karakteristik rumah tangga (usia ibu, tinggi

ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah,

pekerjaan ibu, wilayah tempat tinggal, dan kebiasaan merokok, sumber air minum,

dan fasilitas sanitasi).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini

dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan RI melakukan penelitiannya sejak bulan Mei sampai Juni 2013.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

42

3.3 Populasi dan Sampel Riskesdas

Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh rumah tangga biasa yang

mewakili 33 provinsi. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas 2013 dipilih

berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) 2010. BPS memilih Blok Sensus (BS)

untuk Riskesdas 2013 berdasarkan sampling frame SP 2010. Daftar 12.000 BS

berikut dengan 300.000 daftar Bangunan Sensus (bangsen) yang telah dilengkapi

dengan nama-nama kepala rumah tangga saat SP 2010 dilakukan.

a. Kerangka Sampel

Kerangka sampel yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu kerangka sampel

untuk penarikan sampel tahap pertama dan kerangka sampel untuk penarikan sampel

tahap kedua.

1. Kerangka sampel pemilihan tahap pertama adalah daftar primary sampling

unit (PSU) dalam master sampel. Jumlah PSU dalam master sampel adalah

30.000 yang dipilih secara probability proportional to size (PPS) dengan

jumlah rumah tangga hasil sensus penduduk (SP) 2010. PSU adalah gabungan

dari beberapa blok sensus (BS) yang merupakan wilayah kerja tim

pencacahan SP2010. PSU juga dilengkapi informasi jumlah dan daftar nama

kepala rumah tangga, alamat, tingkat pendidikan kepala rumah tangga

berdasarkan klasifikasi wilayah urban/rural.

2. Kerangka sampel pemilihan tahap kedua adalah seluruh bangunan sensus

yang didalamnya terdapat rumah tangga biasa tidak termasuk institutional

household (panti asuhan, barak polisi/militer, penjara, dan sebagainya) hasil

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

43

pencacahan lengkap SP2010 (SP2010-C1). Bangunan sensus terpilih dan

rumah tangga di dalam bangunan sensus terpilih terlebih dahulu dilakukan

pemutakhiran. Pemutakhiran dilakukan oleh enumerator Riskesdas 2013

sebelum mulai melakukan wawancara.

b. Desain Sampel

Metode sampling yang digunakan yaitu penarikan sampel dua tahap berstrata

dan merupakan sub sampel dari estimasi kabupaten/kota. Tahapan dari metode ini

diuraikan sebagai berikut:

- Tahap pertama, memilih sejumlah BS secara sistematik dari BS terpilih estimasi

kabupaten/kota sesuai alokasi domain kabupaten/kota.

- Tahap kedua, dari setiap BS terpilih dipilih sejumlah bangunan sensus (m=25)

secara sistematik berdasarkan data bangunan sensus hasil SP2010-C1.

- Tahap ketiga, dari setiap bangunan sensus terpilih terlebih dahulu dilakukan

pengecekan keberadaan di lapangan. Selanjutnya memilih 1 (satu) rumah tangga

sebagai sampel secara acak. Rumah tangga di dalam bangunan sensus terlebih

dahulu dimutakhirkan.

Untuk kepentingan menjaga mutu sampel yang dikumpulkan Riskesdas,

dilakukan validasi oleh tiga perguruan tinggi: Universitas Indonesia, Universitas

Hasanuddin, dan Universitas Airlangga. Penarikan sampel dilakukan dari sub sampel

nasional sejumlah 150 BS yang tersebar di 33 provinsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

44

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian yaitu seluruh anak di wilayah Blok Provinsi Sumatera

Utara. Sampel penelitian ini adalah seluruh sampel anak usia 24-59 bulan yang

digunakan dalam Riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun 2013, serta mempunyai

data lengkap sesuai dengan variabel penelitian. Berikut ini uraian singkat dalam

penarikan sampel pada penelian ini.

1) Sampel pada BS

Blok Sampel diambil dari rumah tangga/anggota rumah tangga di Sumatera

Utara Pemilihan BS dilakukan oleh BPS dengan cara PPS (Probability Proportional

to Size).

2) Sampel pada RT

Sampel pada rumah tangga dari 25 dari setiap blok sensus yang telah terpilih

diambil secara acak sederhana. Pada Provinsi Sumatera Utara jumlah sampel yang

dipilih untuk kesehatan masyarakat sebesar 11.675 RT. Namun yang berhasil

dikunjungi hanya 11.617 RT dengan presentase keberhasilan 99,5 persen.

3) Sampel pada ART

Anggotaa rumah tangga yang terdata di Provinsi Sumatera Utara adalah

sebesar 75.547 ART responden. Namun ART yang berhasil diwawancarai sebesar

72.935 ART responden dengan presentase keberhasilan 96,5 persen.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

45

Gambaran sampel dalam penelitian dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Gambar 3.1 Alur Penarikan Sampel Penelitian

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI melalui pengajuan proposal penelitian. Data tersebut

berbentuk data mentah hasil survei Riskesdas 2013 untuk wilayah provinsi Sumatera

Utara, meliputi data pengenalan tempat, keterangan rumah tangga, keterangan

Provinsi Sumatera Utara

Blok Sensus (BS)

- Dikunjungi : 756BS

- Respon rate : 100%

RumahTangga (RT)

- Sampel : 11.675 RT

- RT yang dikunjungi :11.617 RT (99,5%)

AnggotaRumahTangga (ART)

- Sampel : 75.547 ART

- ART yang didata: 72.935 ART (96,5%)

Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

46

anggota rumah tangga. Selanjutnya, agar dapat dianalisis, data mentah yang diperoleh

diolah dengan program komputer melaui tahapan-tahapan berikut :

1. Editing

Yaitu memastikan bahwa seluruh pertanyaan di dalam kuisioner dijawab oleh

responden. Hal ini dilakukan agar semua data yang dibutuhkan oleh peniliti dapat

diperoleh dengan lengkap.

2. Coding

Setiap jawaban diberi kode berbentuk huruf/alphabet kemudian diterjemahkan ke

dalam bentuk angka untuk mempermudah proses pengolahan data.

3. Cleaning

Data yang telah dimasukkan selanjutnya diperiksa untuk memastikan apakah ada

data yang salah ataupun tidak. Setelah itu, data yang salah tersebut kemudian

dibersihkan.

4. Processing

Adalah pemasukan data hasil kuisioner ke dalam komputer menggunakan

software komputer untuk selanjutnya diproses.

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1 Variabel

1. Variabel terikat (dependent variabel) yaitu stunting (pendek) pada anak

usia 24-59 bulan.

2. Variabel bebas (independent variable) yaitu dependen meliputi usia balita,

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

47

berat badan lahir, panjang badan lahir, riwayat imunisasi dasar, riwayat

terkena diare, riwayat ISPA, tinggi badan ibu, usia ibu, jumlah anggota

keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat

tinggal, kebiasaan merokok, sumber air minum dan fasilitas sanitasi.

3.6.2 Definisi Operasional

1. Stunting (Pendek) pada anak usia 24-59 bulan adalah suatu indikator keadaan

gizi anak umur 24-59 bulan yang ditentukan secara antropometri berdasarkan

indeks TB/U atau PB/U (untuk anak usia 12-23 bulan) dengan menggunakan

klasifikasi WHO-NCHS.

2. Usia balita adalah usia atau lama waktu hidup responden dihitung dalam bulan

sejak lahir sampai ulang bulan terakhir.

3. Jenis Kelamin adalah identitas yang dibedakan secara fisik berdasarkan organ

genitalis eksternal.

4. Berat badan lahir (BBL) adalah bobot badan bayi pada saat dilahirkan dalam

gram yang tercatat dalam KMS.

5. Panjang lahir adalah panjang badan bayi pada saat dilahirkan dalam

sentimeter yang tercatat dalam KMS.

6. Riwayat imunisasi adalah lengkap tidaknya anak mendapatkan imunisasi yang

dijadwalkan sesuai dengan usianya.

7. Riwayat Diare adalah adanya riwayat terkena diare dalam dua minggu

terakhir.

8. Riwayat ISPA adalah adanya riwayat penyakit infeksi saluran pernafasan atas

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

48

(batuk, pilek, dan demam) dalam dua minggu terakhir.

9. Tinggi badan Ibu adalah jarak vertikal dari lantai sampai bagian atas kepala,

diukur saat Ibu dalam posisi berdiri tegak lurus ke depan.

10. Usia ibu adalah usia atau lama waktu hidup ibu / responden dihitung dalam

bulan sejak lahir sampai ulang bulan terakhir.

11. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai

ibu balita.

12. Pekerjaan ayah adalah jenis aktifitas (profesi) yang ditekuni oleh ayah

responden dan bersifat menetap yang memperoleh hasil baik berupa

pendapatan maupun non-materi untuk memenuhi kebutuhan hidup.

13. Pekerjaan ibu adalah jenis aktifitas (profesi) yang ditekuni oleh ibu balita

responden dan bersifat menetap yang memperoleh hasil baik berupa

pendapatan maupun non-materi untuk memenuhi kebutuhan hidup.

14. Wilayah tempat tinggal adalah klasifikasi tempat tinggal responden tinggal di

perkotaan atau pedesaan.

15. Sumber air minum adalah sumber air minum dengan mempertimbangkan

sumbernya dan jarak sumber pencemaran sertamemperhitungkan sumber air

minum kemasan atau dari depot.

16. Fasilitas sanitasi adalah fasilitas sanitasi meliputi penggunaan fasilitas buang

air besar (BAB), jenis tempat BAB, dan tempat pembuangan akhir tinja.

17. Kebiasaan merokok adalah perilaku merokok yang dilakukan oleh anggota

rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

49

3.7 Metode Pengukuran Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan data yang dikumpulkan

pada kuesioner Riskesdas 2013. Metode pengukuran data dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Metode pengukuran data

Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Stunting

(Pendek)

pada anak

usia 24-59

bulan

Kuesioner :

RKD 13.IND

Blok X

kolom K02

Dihitung

dengan

software

WHO

Anthro 2005

0 = Normal

( >-2 SD HAZ)

1 = stunting gabungan

stunting dan severe

stunting

(<-2 SD HAZ)

Ordinal

Usia Balita Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IV

kolom 7

Observasi

data riskesdas

2013

0 = 24-36 bulan

1 = 27-59 bulan

Ordinal

Jenis kelamin Kuesioner :

RKD 13 RT

Blok IV

kolom 7

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = perempuan

1 = laki – laki

Nominal

Berat Badan

Lahir (BBL)

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom Ja02

Berdasarkan

data pada

kuesioner,

Data

diperoleh

dengan cara

wawancara

dan melihat

KMS

0 = BBL >3000 gr

1 = BBL <3000 gr

Ordinal

Panjang

Lahir

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom Ja04

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Panjang badan

Normal ≥48 cm

1 = Panjang Badan

Pendek <48 cm

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

50

Tabel 3.1 (lanjutan)

Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Riwayat

Imunisasi

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom Ja14

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Pernah mendapatkan

imunisasi

1 = Tidak pernah di

imunisasi

Ordinal

Riwayat

Diare

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom A03

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Tidak ada riwayat

terkena diare

1 = Ada riwayat terkena

diare

Ordinal

Riwayat

ISPA

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom A01

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Tidak ada riwayat

ISPA

1 = Ada riwayat ISPA

Ordinal

Tinggi badan

Ibu

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom K02b

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Normal (≥155cm)

1 = Pendek (<155 cm)

Ordinal

Usia Ibu Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IV

kolom 7

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = 24-35tahun

1 = <24 tahun dan > 35

tahun

Ordinal

Jumlah

Anggota

Keluarga

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IV

kolom 4

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Kecil, jika ≤4 orang

1 = Besar, jika >4 orang

Ordinal

Pendidikan

Ibu

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IV

kolom 7

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Tinggi (tamat SMP

ke atas)

1= Rendah (tidak

sekolah, tamat SD)

Ordinal

Pekerjaan

Ayah

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IV

kolom 9

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Penghasilan tetap,

terdiri dari :

- POLRI/TNI

- PNS/Pegawai

1 = Penghasilan tidak

tetap, terdiri dari :

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

51

Tabel 3.1 (lanjutan)

Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

- Tidak bekerja,

- sekolah,

wiraswasta, buruh, dan

lainnya

Pekerjaan

Ibu

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IV

kolom 9

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Penghasilan tetap,

terdiri dari :

- POLRI/TNI

- PNS/Pegawai

1 = Penghasilan tidak

tetap, terdiri dari :

- Tidak bekerja,

- sekolah,

- wiraswasta,

- buruh, dan lainnya

Ordinal

Wilayah

Tempat

Tinggal

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok I kolom

5

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = perkotaan

1 = perdesaan

Ordinal

Kebiasaan

Merokok

Kuesioner :

RKD 13 IND

Blok XI

kolom A03

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Tidak pernah sama

sekali

1 = Ya, terdiri dari

- setiap hari

- kadang – kadang

- Tidak (tapi

sebelumnya

merokok setiap hari

dan kadang –

kadang)

Ordinal

Sumber Air

Minum

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok VIII

kolom 2

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Sumber Air minum

terlindung yang terdiri

dari :

- sumber air minum

berasal dari pipaan,

- sumur pompa,

- sumur gali terlindung

- mata air terlindung

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

52

Tabel 3.1 (lanjutan)

Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

dari jarak ke sumber

pencermaran lebih dari

10 meter dan

penampungan air hujan

dengan

memperhitungkan

sumber air minum

kemasan dan dari depot

air minum.

1 = Sumber Air minum

tidak terlindung (sumber

air minum yang bukan

berasal dari salah satu

sumber air minum

terlindung)

Fasilitas

Sanitasi

Kuesioner :

RKD 13.RT

Blok IX

kolom 8

Observasi

data

Riskesdas

2013

0 = Fasilitas Sanitasi

yang baik (rumah tangga

yang menggunakan

fasilitas BAB milik

sendiri, jenis tempat

BAB jenis leher angsa

atau plengsengan dan

jenis tempat pembuangan

akhir tinja tangki septik)

1= Fasilitas sanitasi tidak

baik / unimproved terdiri

dari :

- rumah tangga yang

menggunakan fasilitas

Buang Air Besar /

BAB milik bersama,

- fasilitas umum

- BAB sembarangan,

- sarana jamban

cemplung,

- pembuangan akhir

tinja tidak di tangki.

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

53

3.8 Metode Analisis Data

3.8.1 Analisis Data Univariat

Analisis data univariat dimaksudkan untuk melihat gamabaran deskriptif baik

pada variabel independen maupun dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Sedangkan variabel independen

dalam penelitian ini adalah usia balita, berat badan lahir, panjang badan lahir, riwayat

imunisasi dasar, riwayat terkena diare, riwayat ISPA, tinggi badan ibu, usia ibu,

jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah

tempat tinggal, kebiasaan merokok, sumber air minum dan fasilitas sanitasi.

3.8.2 Analisis Data Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel, yaitu variabel independen meliputi usia balita, berat badan lahir, panjang

badan lahir, riwayat imunisasi dasar, riwayat terkena diare, riwayat ISPA, tinggi

badan ibu, usia ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,

pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan merokok, sumber air minum dan

fasilitas sanitasi, dengan variabel dependen kejadian stunting pada balita usia 24-59

bulan.

Peneliti menggunakan uji statistik Chi Square (𝝌2) dengan derajat

kepercayaan 95 persen untuk membuktikan adanya hubungan diantara dua variabel

tersebut. Apabila dari hasil analisis data bivariat diperoleh nilai p<0,05 maka hal

tersebut menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh memiliki hubungan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

54

bermakna. Sedangkan jika nilai p>0,05 menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh

tidak memiliki hubungan yang bermakna.

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menentukan derajat

kepercayaan atau Confidence Interfal (CI) untuk penelitian cross-sectional

menggunakan interpretasi Rasio Prevalens (RP) sebagai berikut : RP = 1, artinya

tidak ada hubungan antar faktor resiko dengan penyakit; RP>1, artinya terdapat

hubungan positif antara faktor resiko dengan penyakit; RP<1, artinya terdapat

hubungan negatif antara faktor resiko dengan penyakit.

3.8.3 Analisis Multivariat

Hasil analisis bivariat dilanjutkan ke analisis multivariat apabila diantara

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting cukup berbeda bermakna.

Analisis multivariat dilakukan guna mengetahui faktor yang paling dominan terhadap

kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Uji yang digunakan pada penelitian ini

adalah Regresi Logistik dengan metode Enter.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

55

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada 1˚- 4˚

Lintang Utara dan 98˚ - 100˚ Bujur Timur. Sebelah utara perbatasan dengan Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sebelah timur dengan Negara Malaysia di selat

Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di

sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas wilayah Provinsi Sumatera utara mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72

persen dari luas wilayah Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara tergolong ke

dalam daerah beriklim tropis, kisaran suhu antara 13,4˚ C – 33,9˚ C, mempunyai

musim kemarau (Juni s/d September) dan musim hujan (Nopember s/d Maret),

diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Jumlah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera utara pada tahun 2013 sebanyak 25 kabupaten dan 8 kota.

Provinsi Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah

penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Berdasarkan Data dari BPS Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Sumatera

Utara tahun 2012 tercatat sebesar 13.215.401 jiwa dengan tingkat kepadatan

penduduk sebesar 184 per km2. Permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh

tingkat sosial ekonomi masyarakat. Sejak terjadinya krisis moneter jumlah penduduk

miskin meningkat secara drastis mencapai 30,77 persen tahun 1998. Walaupun angka

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

56

ini sudah dapat diturunkan secara signifikan sejak tahun 1999, namun data terakhir

menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin tahun 2012 berdasarkan data Badan

Pusat Statistik mengalami kenaikan dari tahun 2013 yaitu 1.400.400 jiwa atau 9,85

persen menjadi 1.416.400 jiwa (10,53%). Persentase penduduk miskin tertinggi

berada di Kota Gunung Sitoli di Kepulauan Nias yaitu 30,94 persen, dan terendah di

Kabupaten Deli Serdang yaitu 4,71 persen.

Angka kesakitan (morbiditas) di Sumatera Utara tahun 2013 seperti diare

masih ditemukan kasus diare dengan insiden diare balita cukup tinggi yakni 6,7

persen. Namun lebih rendah dibandingkan provinsi sekitar seperti Aceh (10,2 %) dan

Sumatera Barat 7,1 persen. Prevalensi kasus ISPA pada balita juga cukup rendah

yakni 12,4 persen dibandingkan dengan angka nasional 18,5 persen.

Data terkait status gizi masyarakat, balita dengan KEP (Kurang Energi Protein

berdasarkan tinggi badan terhadap umur (TB/U) atau stunting, berat badan terhadap

umur (BB/U) atau kurus (wasting) berdasarkan hasil survei dalam 6 (enam) tahun

masih fluktuatif (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2012). Tahun 2013 prevalensi

stunting berdasarkan laporan riskesdas 2013 adalah 42,5 persen. Selain masalah balita

dengan gizi buruk dan kurang, fenomena obesitas balita juga sudah naik ke

permukaan. Inilah yang disebut masalah gizi ganda (double-burden malnutrition).

4.2. Analisis Univariat

Hasil dari analisis univariat adalah memberikan gambaran distribusi frekuensi

dari kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan, karakteristik balita (usia, jenis

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

57

kelamin, berat lahir, panjang lahir, riwayat imunisasi, riwayat diare, riwayat ISPA),

karakteristik rumah tangga (tinggi badan ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan

ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, wilayah tempat tinggal, dan kebiasaan merokok,

sumber air minum dan fasilitas sanitasi).

Tabel 4.1 Hasil Analisis Univariat Antara Karakteristik Balita Terhadap

Kejadian Stunting di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Status Gizi berdasarkan Tinggi Badan

menurut Umur (TB/U)

Normal

Stunting

342

231

59,7

40,3

Karakteristik Balita

Usia Balita

Usia 24-36 bulan

Usia 37-48 bulan

Usia 49-59 bulan

199

187

187

34,7

32,6

32,6

Jenis kelamin

Perempuan

Laki-laki

287

286

50,1

49,9

Berat lahir

Berat lahir <2500gram

Berat lahir 2500-2999 gram

Berat lahir ≥3000 gram

13

122

438

2,3

21,3

76,4

Panjang lahir

Panjang lahir normal ≥48 cm

Panjang lahir pendek <48 cm

84

489

14,7

85,3

Riwayat imunisasi

Pernah imunisasi

Tidak pernah imunisasi

549

24

95,8

4,2

Riwayat diare

Tidak pernah diare

Pernah diare

550

23

96,0

4,0

Riwayat ISPA

Tidak ada riwayat ISPA

Ada riwayat ISPA

472

101

82,4

17,6

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

58

Pevalensi stunting pada penelitian ini sebesar 40,3 persen. Angka tersebut

menurut WHO dalam Global database on Child Growth and Malnutririon, klasifikasi

tingkat keparahan masalah malnutrisi dalam kategori stunting jika prevalensinya lebih

dari 40 persen, masuk dalam kategori sangat tinggi. Ini berarti angka tersebut

termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat yang serius untuk segera di tangani.

Balita yang menjadi sampel pada penelitian ini berusia 24-59 bulan. Balita

pada penelitian ini lebih banyak usia 37-59 bulan yakni 65,3 persen. Jumlah balita

lebih banyak dikarenakan rentang umur sampel pada kategori tersebut lebih luas

yakni 24 bulan, sedangkan balita usia 24-36 bulan rentang usia 12 bulan. Anak usia

24-36 bulan atau lebih sering disebut batita, sedangkan usia 37-59 bulan disebut

tooddler atau usia pra-sekolah. Pembagian dikategorikan berdasarkan perkembangan

motorik kemandirian anak. Anak pada usia batita sudah dapat menggunakan sendok

untuk makan dan minum dari cup gelas. Anak sudah mulai mengerti makanan yang

disuka dan tidak suka. Anak usia pra-sekolah sudah dapat memilih makanan sendiri

dan lebih percaya diri dalam menggunakan alat makan serta pada usia ini anak sudah

mulai tepengaruh terjadap ikan media TV dan grup teman-temannya (USDA, 2015).

Jenis kelamin perempuan lebih banyak mengandung lemak dalam tubuhnya

yang berarti bahwa lebih banyak jaringan tidak aktif dalam tubuhnya meskipun berat

badan yang sama dengan anak laki-laki. Energi yang diperlukan 10 persen lebih

rendah dari laki-laki. Kebutuhan gizi anak laki-laki lebih besar dari perempuan

(Kartasapoetra & Marsetyo, 2008). Pada penelitian ini jumlahnya hampir sama baik

antara laki-laki maupun perempuan selisih satu sampel lebih banyak perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

59

Hasil penelitian ini sebagian besar bayi lahir dengan berat badan lebih dari

3000 gram yakni 76,4 persen. Prevalensi bayi dengan berat dan lahir rendah (BBLR)

yakni kurang dari 2500 gram, menurut data Riskesdas berkurang dari 11,1 persen

tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Provinsi Sumatera Utara menjadi

provinsi terendah bayi lahir dengan BBLR (7,2%). Bayi berat lahir rendah

mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah ter-

serang komplikasi. Masalah pada BBLR yang sering terjadi gangguan pada sistem

pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal,

termoregulasi. (Profil Kesehatan Indonesia,2012).

Prevalensi balita dengan panjang lahir pendek (<48 cm) sebanyak 85,3 persen.

Angka persentase panjang badan lahir balita untuk provinsi Sumatera Utara sebesar

19,6 persen hampir mendekati angka nasional (20,2%). Jika dibandingkan dengan

provinsi tetangga seperti Aceh (13,7%) dan Sumatera Barat (15,5%), persentase

provinsi Sumatera Utara lebih tinggi memiliki balita dengan panjang lahir pendek.

Lahir dengan panjang badan lahir pendek berpeluang lebih tinggi untuk tumbuh

pendek dibanding anak panjang badan lahir normal (Kusharisupeni, 2002).

Kelengkapan imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio, Hepatitis dan Campak) di

Sumatera Utara menurut data Riskesdas 2013 masih rendah yakni sebesar 39,1

persen. Cakupan imunisasi yang tinggi bertujuan untuk menurunkan angka kejadian

penyakit, kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi yang dapat

dicegah dengan imunisasi (vaccine-preventable disease) (Achmadi UF, 2006).

Imunisasi bertujuan untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

60

suatu penyakit. Penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi seperti tuberkulosis,

difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B (Depkes RI, 2013).

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dinegara

berkembang seperti Indonesia, karena masih sering timbul dalam bentuk kejadian luar

biasa (KLB), dan disertai dengan kematian yang tinggi, terutama di Indonesia Bagian

Timur. Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab

utama kematian balita. Kasus diare pada penelitian ini hanya 4 persen. Provinsi

Sumatera Utara tidak termasuk provinsi dengan angka kejadian diare tinggi yakni

karena sama dengan angka nasional (6,7%). Angka kesakitan dikhawatirkan bukan

merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakt tetapi lebih

dikarenakan kasus yang tidak terdata (under-reporting cases) (Profil Kesehatan

Sumatera Utara, 2012).

Karakteristik penduduk dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) yang

tertinggi berdasarkan laporan Riskesdas 2013 terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun

(25,8%). Menurut Widoyono (2008) klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari (a) ISPA

ringan / bukan pneumonia, (b) ISPA sedang / pneumonia, (c) ISPA berat / Pneumonia

berat. Penyebab ISPA adalah virus, bakteri, dan jamur. Prevalensi kasus ISPA di

Sumatera Utara sebesar 19,9 persen lebih rendah dari angka nasional (25%). Hasil

penelitian ini menunjukkan 82,4 persen tidak pernah mengalami ISPA. Hanya

sebagian kecil dari sampel penelitian yang pernah mengalami riwayat terkena ISPA.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

61

Tabel 4.2 Hasil Analisis Univariat Antara Karakteristik Rumah Tangga

Terhadap Kejadian Stunting di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Tinggi badan ibu

Tinggi badan ibu <145 cm

Tinggi badan 145-150 cm

Tinggi badan151-155 cm

Tinggi badan156 – 160 cm

Tinggi badan ibu ≥160 cm

47

173

152

167

34

8,2

30,2

26,5

29,1

5,9

Usia ibu

24-35 tahun

< 24 tahun dan > 35 tahun

375

198

65,4

34,6

Pendidikan ibu

Pendidikan Tinggi (tamat SMP ke atas)

Pendidikan Rendah (tidak sekolah, tamat SD)

495

78

86,4

13,6

Pekerjaan ibu

Penghasilan tetap (POLRI/TNI dan PNS/Pegawai)

Penghasilan tidak tetap (Tidak bekerja, sekolah,

wiraswasta,buruh,lainnya)

114

459

19,9

80,1

Pekerjaan ayah

Penghasilan tetap (POLRI/TNI dan PNS/Pegawai)

Penghasilan tidak tetap (Tidak bekerja, sekolah,

wiraswasta,buruh,lainnya)

81

492

14,1

85,9

Jumlah anggota keluarga

Kecil ≤ 4 orang

Besar > 4 orang

224

349

39,1

60,9

Wilayah tempat tinggal

Perkotaan

Pedesaan

213

360

37,2

62,8

Kebiasaan merokok

Tidak pernah sama sekali

Ya

114

459

19,9

80,1

Sumber air minum

Terlindungi

Tidak Terlindungi

532

41

92,8

7,2

Fasilitas sanitasi

Fasilitas Sanitasi yang baik

Fasilitas Sanitasi yang tidak baik

407

166

71

29

Universitas Sumatera Utara

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

62

Ibu dan anak dalam keluarga merupakan anggota keluarga yang paling rentan

mengalami masalah kesehatan, seperti kesakitan (morbiditas), gizi (malnutrisi), yang

bisa saja mengakibatkan terjadinya kecacatan (disability) atau bahkan kematian

(mortilitas). Masalah kesehatan ibu dan anak sedikit banyak turut dipengaruhi oleh

umur sangat mempengaruhi tingkat kematangan mental dan fisik seseorang (Profil

Kesehatan Ibu dan Anak, 2012).

Tinggi badan merupakan salah satu bentuk dari ekspresi genetik, dan

merupakan faktor yang diturunkan kepada anak serta berkaitan dengan kejadian

stunting. Anak dengan orang tua yang pendek, baik salah satu maupun keduanya,

lebih berisiko untuk tumbuh pendek dibanding anak dengan orang tua yang tinggi

badannya normal (Supariasa, 2002). Pada data Riskesdas disajikan prevalensi wanita

hamil berisiko tinggi yaitu wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 150 cm

(WHO, 2007). Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi tertinggi ada di Sumatera Barat

(39,8%), Provinsi Sumatera Utara juga termasuk provinsi dengan angka wanita hamil

berisiko tinggi diatas prevalensi angka nasional (31,3%).

Lebih dari 700 juta perempuan yang hidup saat ini menikah ketika masih

anak-anak, dimana satu dari tiga diantaranya menikah sebelum usia 15 tahun (United

Nations Children’s Fund, 2014). Perkawinan usia anak menyebabkan kehamilan dan

persalinan dini, yang berhubungan dengan angka kematian tinggi dan keaadan tidak

normal bagi ibu karena tubuh anak perempuan belum sepenuhnya matang untuk

melahirkan (Centre for Reproductive Rights, 2013). Prevalensi usia ibu yang berusia

24-35 tahun lebih banyak dibandingkan usia dibawah 24 tahun (65,4%) dan diatas 35

Universitas Sumatera Utara

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

63

tahun. Usia ibu muda (<24 tahun) merupakan usia ibu yang belum siap untuk me-

ngurus anak. Sementara itu, peningkatan risiko anak malnutrisi pada usia ibu tua (>35

tahun) risiko tinggi untuk melahirkan anak dengan berat lahir rendah.

Rata-rata jumlah anggota keluarga dalam suatu keluarga di Provinsi Sumatera

Utara bersadarkan dapat Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 sebesar 4,3. Artinya

rata-rata jumlah anggota keluarga dalam satu keluarga terdiri atas empat anggota

keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besat berpengaruh terhadap dalam hal

pembatasan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satu keluarga dengan makanan

yang tersedia dalam rumah tangga terutama pada keluarga dengan perndapatan

rendah. Pendapatan yang tinggi pun tidak mencerminkan pengeluaran untuk makan

menjadi tinggi pula. Seperti Ernst Engel, yang dikenal dengan hukum engel

menyebutkan bahwa naiknya proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan

akan turun, sedangakan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang

mewah dan tabungan semakin meningkat (Timmer, C.P., Falcon,W.P., Pearson, S.R.,

1983).

Menurut data Riskesdas 2013, balita yang lahir sangat pendek dan pendek

jumlah di pedesaan (42,1%) lebih banyak dibandingkan perkotaan (32,5%). Hasil

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita tinggal di daerah pedesaan

(62,8 %). Ini menunjukkan bahwa pedesaan erat kaitannya dengan akses terhadap

pekerjaan dan juga makanan yang lebih baik di perkotaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki

anggota keluarga perokok (80,1%). Penelitian menunjukkan bahwa belanja mingguan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

64

untuk membeli rokok menempati peringkat tertinggi (22%) bahkan lebih besar

daripada pengeluaran untuk makanan pokok yaitu beras (19%). Perilaku merokok

kepala rumah tangga miskin berhubungan secara bermakna dengan gizi buruk pada

balita (Richard D Semba, Leah M. Kalm, Saskia de Pee, Mayang Sari, dan Martin W

Bloem, 2007).

Indonesia adalah negara dengan 13 persen dari penduduk Indonesia tidak me-

miliki akses terhadap air bersih dan 51 juta penduduk melakukan praktik buang air

besar sembarangan. Indonesia merupakan negara kedua tertinggi di dunia yang

melakukan praktik buang air besar sembarangan. Rumah tangga tidak menggunakan

fasilitas sanitasi yang baik sebanyak 39 persen (UNICEF, 2013). Dari tabel 4.3 dapat

dilihat masyarakat di Provinsi Sumatera Utara sebagian besar telah memiliki sumber

air minum yang terlindungi (92,8%) dan fasilitas sanitasi yang baik (71%). Data

Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Utara belum sepenuhnya

baik karena masih dibawah rerata nasional (70,1%) namun untuk fasilitas sanitasi

sudah masuk kategori baik karena diatas retata nasional (66 %). Semakin baik sumber

air minum dan fasilitas sanitasi berdampak pada menurunnya kasus-kasus penyakit

infeksi penularan melalui air (water borned disease) serta mempengaruhi peningkatan

status kesehatan.

4.3. Analisis Bivariat

Hasil analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dan independen yang diteliti. Hasil analisis bivariat akan menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

65

hubungan kejadian stunting pada balita pada balita dengan Karakteristik Balita dapat

dilihat pada pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hubungan Karakteristik Balita Terhadap Kejadian Stunting di

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel Status Gizi RP p

Normal Stunting Total

n % N % n %

Karakteristik Balita

Usia Balita

Usia 37 – 59 bulan

Usia 24 – 36 bulan

235

107

62,8

53,8

139

92

37,2

46,2

374

199

100

100

1,24

0,044

Jenis kelamin

Perempuan

Laki – laki

166

176

57,8

61,5

121

110

42,2

38,5

287

286

100

100

-

0,414

Berat lahir

Normal (≥ 3000 gr)

Rendah (< 3000 gr)

258

84

58,9

62,2

180

51

41,1

37,9

438

135

100

100

-

0,557

Panjang lahir

Normal ≥48 cm

Pendek < 48 cm

55

287

65,5

58,7

29

202

34,5

41,3

84

489

100

100

-

0,293

Riwayat imunisasi

Pernah imunisasi

Tidak pernah

imunisasi

330

12

60,1

50,0

291

12

39,9

50,0

549

24

100

100

- 0,438

Riwayat Diare Tidak pernah

Pernah diare

328

14

59,6

60,9

222

9

40,4

39,1

550

23

100

100

-

1,000

Riwayat ISPA

Tidak Ada riwayat

ISPA

Ada riwayat ISPA

277

65

58,7

64,4

195

36

41,3

35,6

472

101

100

100

-

0,346

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui hubungan antara variabel karaktertistik balita

dengan kejadian stunting. Prevalensi usia balita 24-36 bulan yang mengalami stunting

46,2 persen dari balita normal. Sedangkan pada usia balita 37-59 bulan sebanyak 37,2

persen balita mengalami stunting dari balita yang normal. Secara statistik didapatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

66

p<0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia balita

dengan kejadian stunting. Nilai RP (Rasio Prevalens) diperoleh sebesar 1,2 artinya

balita pada usia 24-36 bulan berpeluang 1,2 stunting dibandingkan dengan balita usia

37-59 bulan.

Prevalensi balita stunting dengan jenis kelamin laki – laki sebesar 38,5 persen

dari balita normal, sedangkan balita dengan jenis kelamin perempuan yang

mengalami stunting sebesar 42,2 persen dari balita normal. Secara statistik

didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

jenis kelamin balita dengan kejadian stunting.

Prevalensi balita stunting dengan berat lahir rendah sebesar 37,9 persen dari

balita normal, sedangkan balita dengan berat lahir normal yang mengalami stunting

sebesar 41,1 persen dari balita normal. Secara statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berat lahir balita dengan

kejadian stunting.

Prevalensi panjang badan lahir balita pendek yang mengalami stunting sebesar

41,3 persen dari balita normal, sedangkan balita dengan panjang badan lahir normal

yang mengalami stunting sebesar 34,5 persen dari balita normal. Secara statistik di-

dapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

panjang badan lahir balita dengan kejadian stunting.

Prevalensi balita dengan riwayat tidak pernah imunisasi yang mengalami

stunting 50 persen dari balita normal, sedangkan balita yang pernah imunisasi namun

mengalamai stunting sebesar 39,9 persen dari balita normal. Secara statistik

Universitas Sumatera Utara

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

67

didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

balita dengan riwayat imunisasi dengan kejadian stunting.

Prevalensi balita dengan riwayat pernah terkena diare yang mengalami

stunting 39,1 persen dari balita normal, sedangkan balita yang tidak pernah terkena

diare namun mengalamai stunting sebesar 40,4 persen dari balita normal. Secara

statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara balita dengan riwayat diare dengan kejadian stunting.

Prevalensi balita dengan riwayat pernah terkena infeksi saluran pernafasan

atas (ISPA) yang mengalami stunting 35,6 persen dari balita normal, sedangkan balita

yang tidak pernah terkena ISPA dan mengalami stunting sebesar 41,3 persen dari

balita normal. Secara statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara balita dengan riwayat ISPA dengan kejadian

stunting.

Tabel 4.4 menunjukkan hasil analisis bivariat antara kejadian stunting pada

balita pada balita dengan karakteristik rumah tangga .

Tabel 4.4 Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kejadian

Stunting di Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel Status Gizi RP p

Normal Stunting Total

n % n % N %

Usia ibu

24 – 35 tahun

< 24 thn & <35 thn

225

117

60

59,1

150

81

40,0

40,9

375

198

100

100

-

0,903

Tinggi badan ibu

Tinggi( ≥ 155 cm)

Pendek (< 155 cm)

135

207

67,2

55,6

66

165

32,8

44,4

201

372

100

100

1,35

0,010

Universitas Sumatera Utara

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

68

Tabel 4.4 (lanjutan)

Variabel Status Gizi RP p

Normal Stunting

n % n n % n

Jumlah anggota keluarga

Kecil ≤ 4 orang

Besar > 4 orang

141

201

62,9

57,6

83

148

37,1

42,4

224

349

100

100

- 0,235

Pendidikan ibu

Pendidikan Tinggi

Pendidikan Rendah

306

36

61,8

46,2

189

42

38,2

53,8

495

78

100

100

1,41

0,013

Pekerjaan Ibu

Penghasilan tetap

Penghasilan tdk tetap

78

264

68,4

57,5

36

195

31,6

42,5

114

459

100

100

1,34

0,044

Pekerjaan Ayah

Penghasilan tetap

Penghasilan tdk tetap

56

286

69,1

58,1

25

206

30,9

41,9

81

492

100

100

-

0,080

Wilayah tempat

tinggal Perkotaan

Pedesaan

147

195

69,0

54,2

66

165

31,0

45,8

214

360

100

100

1,48

0,001

Kebiasaan merokok

Tidak pernah

Pernah merokok

65

277

57,0

60,3

49

182

43,0

39,7

114

459

100

100

- 0,588

Sumber air minum

Terlindungi

Tidak Terlindungi

317

25

59,6

61

215

16

40,4

39

532

41

100

100

- 0,992

Fasilitas sanitasi

Fasilitas baik

Fasilitas tidak baik

247

95

60,7

57,2

160

71

39,3

42,8

407

166

100

100

-

0,502

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui hubungan antara variabel karaktertistik balita

dengan kejadian stunting. Prevalensi usia ibu <24 tahun dan <35 tahun yang memiliki

balita stunting sebesar 40,9 persen dari balita normal. Sedangkan prevalensi usia ibu

24 – 25 tahun yang memiliki balita stunting sebesar 40 persen dari balita normal.

Secara statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara usia ibu balita dengan kejadian stunting.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

69

Prevalensi tinggi badan ibu pendek yang memiliki balita stunting sebanyak

44,4 persen dari balita normal. Sedangkan prevalensi tinggi ibu normal yang memiliki

balita stunting sebanyak 32,8 persen. Secara statistik didapatkan p<0,05 yang berarti

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan ibu dengan kejadian

stunting. Nilai RP (Rasio Prevalens) diperoleh sebesar 1,3 artinya ibu dengan tinggi

badan pendek berpeluang 1,3 kali lebih besar memiliki anak dengan kejadian stunting

dibandingkan dengan balita dengan ibu tinggi normal.

Prevalensi rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang besar

mempunyai balita stunting sebesar 42,4 persen dari balita normal. Sedangkan pada

rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga kecil mempunyai prevalensi balita

stunting sebesar 37,1 persen dari balita normal. Secara statistik didapatkan p≥0,05

yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota

keluarga dalam rumah tangga dengan kejadian stunting.

Prevalensi pendidikan ibu rendah yang memiliki bayi stunting sebesar 58,2

persen dari balita normal. Sedangkan prevalensi balita dengan ibu berpendidikan

tinggi yang memiliki balita stunting sebesar 38,2 persen dari balita normal. Secara

statistik didapatkan p<0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting. Nilai RP (Rasio Prevalens) diperoleh

sebesar 1,4 artinya ibu dengan pendidikan rendah berpeluang 1,4 kali lebih besar

memiliki anak dengan kejadian stunting dibandingkan dengan balita yang memiliki

ibu berpendidikan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

70

Prevalensi pekerjaan ibu yang berpenghasilan tidak tetap memiliki balita

stunting sebesar 42,5 persen dari balita normal. Sedangkan prevalensi ibu dengan

penghasilan tetap memiliki anak stunting 31,6 persen dari balita balita normal. Secara

statistik didapatkan p<0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting. Nilai RP (Rasio Prevalens) diperoleh

sebesar 1,3 artinya ibu dengan penghasilan tidak tetap berpeluang 1,3 kali lebih besar

memiliki anak dengan kejadian stunting dibandingkan dengan balita yang memiliki

ibu yang berpenghasilan tetap.

Prevalensi pekerjaan ayah yang berpenghasilan tidak tetap memiliki balita

stunting sebesar 41,9 persen dari balita normal. Sedangkan prevalensi ayah dengan

penghasilan tetap memiliki anak stunting 30,9 persen dari balita balita normal. Secara

statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pekerjaan ayah dengan kejadian stunting

Prevalensi balita stunting dengan wilayah tempat tinggal di pedesaan sebesar

45,8 persen dari balita notmal. Sedangkan balita stunting yang tinggal di perkotaan

prevalensinya sebesar 31% dari balita normal. Secara statistik didapatkan p<0,05

yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara wilayah tempat tinggal

dengan kejadian stunting. Nilai RP (Rasio Prevalens) diperoleh sebesar 1,4 artinya

rumah tangga yang tinggal di pedesaan berpeluang 1,4 kali lebih besar memiliki anak

dengan kejadian stunting dibandingkan dengan rumah tangga yang tinggal di

perkotaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

71

Hubungan antara variabel karaktertistik higienis dan sanitasi dengan kejadian

stunting. Prevalensi rumah tangga dengan sumber air minum tidak terlindungi

memiliki anak stunting sebesar 39 persen dari balita normal. Sedangkan sumber air

minum yang terlindungi pada keluarga dengan balita stunting memiliki prevalensi

sebesar 40,4 persen. Secara statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan kejadian

stunting.

Prevalensi rumah tangga dengan fasilitas sanitasi yang tidak baik memiliki

balita stunting sebesar 42,8 persen dari balita normal. Sedangkan pada rumah tangga

dengan fasilitas sanitasi baik memiliki balita stunting sebesar 39,3 persen. Secara

statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel independen yang

dianggap dominan dengan kejadian variabel dependen. Pada penelitian ini hasil

analisis multivariat akan menunjukkan diantara variabel independen (Karakteristik

Balita, Karakteristik Rumah Tangga, Higienis dan Sanitasi), variabel manakah yang

merupakan faktor dominan berhubungan dengan variabel dependen (kejadian

stunting).

Universitas Sumatera Utara

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

72

4.4.1. Pemilihan Kandidat Multivariat

Langkah awal yang dilakukan dalam analisis multivariat adalah membuat

pemodelan lengkap. Pemilihan variabel independen tersebut menggunakan seleksi

bivariat. Berdasarkan hasil seleksi bivariat, terpilih tujuh variabel independen yang

dapat masuk ke dalam model multivariat. Variabel tersebut diantaranya adalah usia

balita, tinggi badan ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,

pekerjaan ayah, dan wilayah tempat tinggal. Hasil seleksi bivariat dapat dilihat dalam

tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Pemilihan Kandidat Multivariat

Variabel p

Usia Balita 0,044

Jenis kelamin 0,414*

Berat lahir 0,557*

Panjang lahir 0,293*

Riwayat imunisasi 0,438*

Riwayat diare 1,000*

Riwayat ISPA 0,346*

Usia ibu 0,903*

Tinggi badan ibu 0,010

Jumlah anggota keluarga 0,235

Pendidikan ibu 0,013

Pekerjaan ibu 0,044

Pekerjaan ayah 0,080

Wilayah tempat tinggal 0,001

Kebiasaan merokok 0,588*

Sumber air minum 0,992*

Fasilitas sanitasi 0,502*

*nilai p >0,25 tidak dimasukkan ke permodelan multivariat

Penentuan masuknya variabel independen ke dalam model multivariat adalah

variabel dengan nilai signifikansi kurang dari 0,25. Pada tabel diatas terlihat bahwa

variabel yang tidak masuk ke dalam model multivariat adalah jenis kelamin, berat

Universitas Sumatera Utara

Page 33: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

73

lahir, panjang lahir, riwayat imunisasi, riwayat diare, riwayat ISPA, usia ibu,

kebiasaan merokok, sumber air minum, dan fasilitas sanitasi.

4.4.2. Model Lengkap

Model awal untuk analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama

Variabel Nilai p Exp (B) 95% CI for Exp (B)

Lower Upper

Usia Balita 0,024 1,514 1,056 2,172

Tinggi Ibu 0,015 1,578 1,092 2,280

Jumlah anggota keluarga 0,753 1,060 0,738 1,523

Pendidikan Ibu 0,013 1,886 1,146 3,105

Pekerjaan Ibu 0,645 1,135 0,662 1,944

Pekerjaan Ayah 0,456 1,259 0,687 2,308

Wilayah Tempat tinggal 0,009 1,651 1,133 2,406

Setelah model awal analisis multivariat terbentuk, dilakukan pengeluaran

variabel secara bertahap dimulai dari variabel yang memiliki nilai p terbesar.

Variabel yang memiliki nilai p terbesar, yaitu jumlah anggota keluarga sebesar 0,753

akan dikeluarkan dari model. Setelah variabel jumlah anggota keluarga dikeluarkan

dari model, terlihat bahwa hasil perbandingan OR tidak ada yang lebih dari 10 persen.

Dengan demikian variabel jumlah anggota keluarga dikeluarkan dari model. Hasil

analisis multivariat tahap kedua dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap Kedua

Variabel Nilai p Exp (B) 95% CI for Exp (B)

Lower Upper

Usia Balita 0,024 1,515 1,056 2,172

Tinggi Ibu 0,015 1,580 1,093 2,283

Pendidikan Ibu

0,011 1,901 1,158 3,122

Universitas Sumatera Utara

Page 34: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

74

Tabel 4.7 (lanjutan)

Variabel Nilai p Exp (B) 95% CI for Exp (B)

Lower Upper

Pekerjaan Ibu 0,612 1,148 0,673 1,957

Pekerjaan Ayah 0,456 1,259 0,687 2,307

Wilayah Tempat tinggal 0,008 1,660 1,141 2,415

Hasil analisis multivariat selanjutnya diperoleh variabel dengan nilai p

terbesar adalah pekerjaan ibu yaitu 0,612. Oleh karena itu, variabel pekerjaan ibu

dikeluarkan dari model. Setelah variabel pekerjaan ibu dikeluarkan dari model,

terlihat bahwa hasil perbandingan OR tidak ada yang lebih dari 10 persen. Dengan

demikian variabel pekerjaan ibu dikeluarkan dari model. Hasil analisis multivariat

tahap selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap Ketiga

Variabel Nilai p Exp (B) 95% CI for Exp (B)

Lower Upper

Usia Balita 0,025 1,509 1,053 2,163

Tinggi Ibu 0,014 1,588 1,100 2,294

Pendidikan Ibu 0,009 1,928 1,177 3,168

Pekerjaan Ayah 0,253 1,360 0,803 2,304

Wilayah Tempat tinggal 0,006 1,687 1,165 2,442

Hasil analisis multivariat tahap ketiga diperoleh variabel dengan nilai p

terbesar adalah pekerjaan ayah yakni sebesar 0,253. Oleh karena itu, variabel

pekerjaan ayah dikeluarkan dari model. Setelah variabel pekerjaan ayah dikeluarkan

dari model, terlihat bahwa hasil perbandingan OR tidak ada yang lebih dari 10 persen.

Dengan demikian variabel pekerjaan ayah dikeluarkan dari model. Hasil analisis

multivariat tahap keempat dapat dilihat pada tabel 4.9.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

75

Tabel 4.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Tahap Keempat

Variabel Nilai p Exp (B) 95% CI for Exp (B)

Lower Upper

Usia Balita 0,031 1,484 1,037 2,123

Tinggi Ibu 0,012 1,601 1,110 2,311

Pendidikan Ibu 0,007 1,961 1,198 3,208

Wilayah Tempat tinggal 0,002 1,760 1,224 2,530

Hasil analisis terakhir diperoleh setiap variabel memiliki nilai p<0,05 yang

berarti pemodelan telah selesai. Dari hasil analisis multivariat tahap akhir menunjuk-

kan bahwa variabel yang berhubungan bermaknda dengan balita stunting adalah usia

balita, tinggi ibu, pendidikan ibu, dan wilayah tempat tinggal. Berdasarkan hasil

analisis didapatkan nilai OR dari variabel pendidikan ibu sebesar 1,9 yang berarti ibu

dengan pendidikan yang rendah mempunyai peluang 1,9 kali lebih besar memiliki

balita stunting dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi

setelah dikontol variabel usia balita, tinggi badan ibu, dan wilayah tempat tinggal.

Sedangkan pada variabel wilayah tempat tinggal memiliki nilai OR sebesar 1,7 yang

berarti rumah tangga yang tinggal di daerah pedesaan mempunyai peluang 1,7 kali

lebih besar memiliki balita stunting dibandingkan dengan rumah tangga yang tinggal

di daerah perkotaan. Variabel tinggi ibu memiliki nilai OR sebesar 1,6 yang berarti

ibu dengan tinggi badan pendek mempunyai peluang 1,6 kali lebih besar memiliki

balita stunting dibandingkan dengan ibu yang memiliki tinggi badan normal. Variabel

usia balita memiliki nilai OR sebesar 1,4 yang berarti balita pada usia 24-36 bulan

mempunya peluang 1,4 kali lebih besar untuk menjadi balita stunting dibandingkan

dengan balita usia 37-59 bulan.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

76

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Kejadian Stunting pada Balita usia 24-59 Bulan

Stunting merupakan masalah global yang masih mendapatkan perhatian

khusus. Stunting (pendek) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang

badan menurut umut (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang

merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Z-

score untuk kategori pendek adalah -3 SD sampai dengan <-2 SD dan sangat pendek

adalah <-3 SD (Kemenkes,2010). Penyebab dari stunting adalah tidak adekuatnya

asupan makan, penyakit infeksi, atau kombinasi keduanya dalam kurun waktu yang

cukup lama. Tingginya angka balita stunting pada suatu negara erat kaitannya dengan

keadaan perekonomian yang buruk pada negara tersebut.

Indonesia termasuk negara dengan prevalensi balita stunting tinggi. Menurun-

kan prevalensi balita pendek (stunting) merupakan salah satu fokus utama dari empat

sektor lainnya untuk mencapai Indonesia Sehat tahun 2015-2019 dengan sasaran

pendekatan keluarga.

Hasil penelitian ini ditemukan prevalensi balita usia 24-59 bulan di provinsi

Sumatera Utara yang mengalami stunting adalah 40,3 persen. Prevalensi ini lebih

tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional Riskesdas 2013 yaitu 37,2 persen.

Hal ini menandakan bahwa hampir setengah jumlah balita di Provinsi Sumatera Utara

mengalami stunting.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

77

5.2 Hubungan Karakteristik Balita terhadap kejadian Stunting

5.2.1 Usia Balita

Usia adalah faktor internal anak yang memengaruhi kejadian stunting. Usia

anak yang sering ditemukan dengan kejadian stunting adalah usia 24 bulan keatas.

Prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih tinggi terutama pada usia 2-3

tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia anak memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian stunting dengan nilai RP (Rasio Prevalens) sebesar 1,24

yang artinya balita usia 24-36 berpeluang 1,2 menjadi balita stunting dibandingkan

dengan balita usia 37-59 bulan . Hal ini sejalan dengan penelitian Linda Adair (1997)

kejadian stunting paling banyak terjadi pada anak usia 2-3 tahun.

Proses pertumbuhan pada usia 2-3 tahun cenderung mengalami perlambatan

sehingga peluang untuk terjadinya kejar tumbuh lebih rendah dibanding usia 0-2

tahun. Usia 2-3 tahun merupakan usia anak mengalami perkembangan yang pesat

dalam kemampuan kognitif dan motorik. Diperlukan kondisi fisik yang maksimal

untuk mendukung perkembangan agar tidak terganggu. Anak pada usia ini,

kebutuhan energi yang diperlukan lebih tinggi dan kebutuhan makanan yang lebih

bervariasi dibanding usia 0-2 tahun (Supartini, 2004).

5.2.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada

balita. Perempuan lebih banyak mengandung lemak dalam tubuhnya yang berarti

bahwa lebih banyak jaringan tidak aktif dalam tubuhnya meskipun berat badan yang

sama dengan anak laki – laki. Energi yang diperlukan 10% lebih rendah dari laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

78

Kebutuhan gizi anak laki-laki lebih besar dari perempuan (Kartasapoetra dan

Marsetyo, 2008).

Gershwin (2004) pada tahun pertama laki laki lebih berisiko malnutrisi karena

ukuran tubuh lebih besar dan membutuhkan asupan lebih besar, jika tidak terpenuhi

dalam jangka waktu lama akan meningkatkan risiko gangguan pertumbuhan. Pada

tahun pertama kehidupan, laki-laki lebih rentan mengalami malnutrisi daripada

perempuan karena ukuran tubuh laki-laki yang besar dimana membutuhkan asupan

energi yang lebih besar pula sehingga bila asupan makan tidak terpenuhi dan kondisi

tersebut terjadi dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan gangguan per-

tumbuhan.

Hasil penelitian diperoleh data bahwa kekurangan gizi banyak terdapat pada

anak laki-laki daripada perempuan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting. Hasil penelitian ini berbeda

dengan Penelitian di Filipina (Adair dan Guilkey, 1997) pada 3000 partisipan di Cebu

melihat perkembangan bayi sejak lahir hingga berumur 24 bulan. Hasil penelitiannya

adalah bayi laki – laki cenderung mejadi stunting saat memasuki usia satu tahun, dan

bayi perempuan pada usia dua tahun. Hal ini terkait pola asuh orang tua dalam

memberikan makanan pada anak. Di Filipina, anak laki-laki cenderung diberikan

makanan kaya akan protein sedangkan perempuan lebih banyak diberikan sayuran.

Mahgoub, S.E., Nnyepi, M., & Bandeke, T. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan

hasil bahwa kejadian wasting, stunting dan undernutrition secara signifikan lebih

umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

79

Jenis kelamin bukan menjadi faktor risiko stunting diduga karena faktor

kecemasan atau kekhawatiran ibu serta kedekatan ibu terhadap anak perempuan.

Anak perempuan dianggap anak yang lemah sehingga mendapatkan perhatiaan ekstra

dibandingkan dengan anak laki-laki yang dianggap lebih kuat. Sehingga anak

perempuan lebih diperhatikan dibandingkan anak laki-laki.

5.2.3 Berat Badan Lahir

Menurut WHO (2003), BBLR dibagi menjadi tiga group yaitu prematuritas,

intra uterine growth restriction (IUGR) dan karena keduanya. Berat lahir yang

dikategorikan normal (≥2500 gram) dan rendah (<2500 gram) (Kemenkes RI, 2010).

Defisiensi energi kronis atau anemia selama kehamilan dapat menyebabkan ibu

melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Keef, 2008). Tingginya angka BBLR

diperkirakan menjadi penyebab tingginya kejadian stunting di Indonesia.

Hasil penelitian mengenai faktor risiko stunting pada anak usia 12-36 bulan di

Kabupaten Pati yang menunjukkan bahwa berat badan lahir bukan merupakan faktor

risiko stunting (Anugraheni, 2012). Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

dipengaruhi oleh retardasi linear yang terjadi dalam kandungan selain karena

singkatnya usia kehamilan. Bayi tersebut mengalami growth faltering sejak usia dini

menunjukkan risiko untuk mengalami growth faltering pada periode usia berikutnya

(Kusharisupeni,2002). Namun, jika anak dengan growth faltering di dukung asupan

gizi yang adekuat maka dapat mengejar pertumbuhan seperti pada anak normal (catch

up growth) (Simondin KB, Costes R, Delaunay V, Diallo A, Simondon F, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 40: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

80

5.2.4 Panjang Badan Lahir

Panjang badan lahir yang rendah merupakan cerminan dari gagalnya proses

pertumbuhan yang berkelanjutan atau stunting, sedangkan anak-anak ini mencermin-

kan pernah kegagalan pertumbuhan atau menjadi stunted. Panjang badan diukur

setiap setiap bulannya selama enam bulan. Sedangkan saat bayi usia 6-12 bulan,

panjang badan diukur setiap dua bulan sekali. Defisit panjang badan merupakan hasil

dalam waktu yang lama, jadi penilaian status gizi pengukuran antrorpmetri panjang

badan terhadap umur saja dapat mencerminkan terjadinya malnutrisi pada bayi dalam

beberada keadaan. Kemungkinan pengaruh genetik dan ras terhadap terjadinya defisit

tinggi badan terhadap umur (Gibson, 2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara panjang badan lahir balita dengan kejadian stunting. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian oleh Rahayu (2011) di Tangerang yang menemukan bahwa

panjang badan lahir merupakan faktor risiko stunting yang masih dapat diatasi. Anak

dengan panjang badan lahir pendek akan tetap stunting sampai usia 6-12 bulan,

namun dapat mencapai tinggi badan normal pada usia 3-4 tahun.

Berbeda dengan penelitian di Pati yang menunjukkan hasil bahwa panjang

badan lahir merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12 – 36 bulan,

dan penelitian di Indramayu yang menunjukkan hasil bahwa anak yang lahir dengan

panjang badan dibawah persentil 10 lebih berisiko tumbuh stunting (Anugraheni HS,

2012). Panjang badan lahir tidak menjadi faktor risiko stunting dikarenakan panjang

badan lahir menunjukkan kurangnya gizi yang diasup Ibu selama masa kehamilan,

Universitas Sumatera Utara

Page 41: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

81

sehingga pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir

memiliki panjang badan lahir yang rendah.

Faktor asupan dan penyakit berperan penting dalam menentukan apakah anak

yang lahir dengan panjang badan lahir rendah akan tetap stunting selama masa

hidupnya atau berhasil mencapai catch-up grow yang optimal. Anak yang lahir

dengan panjang badan lahir pendek memang lebih berisiko untuk tumbuh stunting

dibanding anak yang lahir dengan panjang badan normal, tetapi selama anak tersebut

mendapatkan asupan yang memadai dan terjaga kesehatannya, maka kondisi panjang

badan lahir yang pendek dapat dikejar dengan pertumbuhan seiring bertambahnya

usia anak.

5.2.5 Riwayat Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar

denganpenyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

Kelengkapan imunisasi merupakan imunisasi yang diberikan kepada bayi seseuai

dengan anjuran pemerintah yang disesuaikan menurut kelompok umur bayi.

Riwayat imunisasi juga berpengaruh signifikan terhadap terjadinya stunting

(Picauly dan Toy, 2013). Salimar, dkk. (2009) menyatakan bahwa kelengkapan

imunisasi berpengaruh signifikan terhadap stunting. Penyebab adanya masalah

kekurangan gizi, termasuk stunting, tidak hanya disebabkan oleh asupan makanan

yang kurang, tetapi juga penyakit. Imunisasi akan memberikan kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh

Universitas Sumatera Utara

Page 42: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

82

tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.

Dengan adanya imunisasi dapat mencegah pernyakit infeksi seperti TB, polio, difteri,

pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dan sebagainya.

Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

balita dengan riwayat imunisasi dengan kejadian stunting. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan pada batita di Puskesmas Siloam Tamako yang menunjuk-

kan bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian stunting.

(Sedu, Nancy, & Nova, 2014). Hasil penelitian di Makassar juga menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi status. Tidak adanya hubungan

antara riwayat imunisasi tidak lengkap dengan balita stunting mungkin disebabkan

oleh cukupnya asupan yang adekuat sehingga dapat meningkatkan kekebalan tubuh

balita tersebut dalam melawan penyakit infeksi.

5.2.6 Riwayat ISPA

Infeksi yang sering terjadi pada balita adalah diare dan infeksi saluran

pernafasan. Infeksi pada balita tergantung kondisi lingkungan dan kebersihan tempat

tinggal di sekitar balita. Terdapat interaksi bolak balik antara status gizi dengan

penyakit infeksi. Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi

dapat menyebabkan malnutrisi. Apabila kondisi tersebut terjadi dalam waktu yang

cukup lama tanpa adanya penanganan, maka dapat menurunkan intake makanan dan

mengganggu absorbsi zat gizi sehingga dapar meningkatkan risiko terjadinya stunting

pada balita.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

83

Kejadian ISPA yang tinggi disebabkan karena ISPA umum terjadi dan mudah

menular, atau bisa dikarenakan penyembuhan ISPA pada anak yang tidak tuntas

(Nashikah R dan Margawati A, 2012). ISPA yang diderita oleh anak biasanya disertai

dengan kenaikan suhu tubuh, sehingga terjadi kenaikan kebutuhan zat gizi. Kondisi

tersebut apabila tidak diimbangi asupan makan yang adekuat, maka akan timbul

malnutrisi dan gagal tumbuh (Wahdah S, 2012).

Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

balita dengan riwayat ISPA dengan kejadian stunting. Hal ini berbeda dengan hasil

penelitian oleh (Anshori, 2013) yakni dengan riwayat penyakit ISPA berisiko 4 kali

lebih besar untuk terjadi stunting dibandingkan anak yang tidak memiliki riwayat

ISPA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan

Semarang Timur yang menunjukkan bahwa riwayat penyakit infeksi dalam hal ini

infeksi saluran pernapasan atas akut merupakan faktor risiko kejadian stunting yang

tidak bermakna (Nasikhah, 2012). ISPA bukan faktor risiko stunting mungkin

disebabkan oleh infeksi tersebut tidak terjadi dalam waktu yang lama dan tidak terjadi

berulang sehingga tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting.

5.2.7 Riwayat Diare

Diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan

kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai

salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia.

Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi

bakteri, virus, parasit, protozoa, dan penularannya secara fekal-oral. Setiap tahun

Universitas Sumatera Utara

Page 44: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

84

diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita. Anak-anak adalah kelompok

usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia dibawah

dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak. (Parashar, U.D.,

Hummelman, E.G., Bresee, J.S., Miller, M.A., & Glass,RI, 2003).

Diare dalam waktu yang lama dan berulang pada anak meningkatkan

terjadinya kejadian stunting. Studi yang dilakukan di sembilan penelitian dari lima

negara (Bangladesh, Brazil, Ghana, Guinea-Bissau dan Peru) menunjukkan bahwa 25

persen balita stunting usia 24 bulan terkena diare 5 kali bahkan lebih di 2 tahun

pertama kehidupannya (Checkley, W., Buckley, G., Gilman, R. H., Assis, A.M.,

Guerrant, R. L., Morris, S. S., & Black, R. E., 2008). Diare dihubungkan dengan

gagal tumbuh karena terjadi karena malabsorbsi zat gizi selama diare. Jika zat gizi

seperti zink dan tembaga serta air yang hilang selama diare tidak diganti, maka akan

timbul dehidrasi parah, malnutrisi, gagal tumbuh bahkan kematian (Dewey dan

Mayers, 2011).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa diare bukanlah faktor risiko kejadian

stunting. Hal ini sama dengan hasil penelitian di Semarang (Anshori, 2013) yang

menunjukan bahwa diare tidak mempengaruhi kejadian stunting. Diare tidak menjadi

faktor risiko stunting mungkin disebabkan karena durasi diare yang singkat (1-2 hari)

sehingga tidak mempengaruhi nafsu makan dan status gizi anak. Diare dalam durasi

lama dan dengan penanganan yang tidak dapat yang akan berpengaruh terhadap status

gizi anak tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

85

5.3 Hubungan Karakteristik Rumah Tangga terhadap kejadian stunting

5.3.1 Tinggi Badan Ibu

Tinggi badan merupakan salah satu bentuk dari ekspresi genetik, dan

merupakan faktor yang diturunkan kepada anak serta berkaitan dengan kejadian

stunting. Orang tua yang pendek karena gen dalam kromosom yang membawa sifat

pendek kemungkinan besar akan menurunkan sifat pendek tersebut kepada anaknya.

Tetapi bila sifat pendek orang tua disebabkan karena masalah nutrisi maupun

patologis, maka sifat pendek tersebut tidak akan diturunkan kepada anaknya (Amigo

H, Buston P, & Radrigan ME, 1997).

Hasil penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara balita dengan

dengan tinggi badan ibu yang pendek dengan kejadian stunting. Sejalan dengan

penelitian di Sri Lanka yang menunjukkan bahwa tinggi badan ibu merupakan faktor

determinan yang paling besar terhadap anak dengan kejadian stunting. (Rannan-Eliya

et al, 2013).

5.3.2 Usia Ibu

Usia Ibu menjadi faktor yang signifikan memprediksi lahirnya anak stunting

di Ghana. Ibu dengan usia 35-44 tahun lebih berisiko melahirkan anak yang stunting

pada penelitian yang dilakukan pada 2379 anak di Ghana (Darteh, E. K. M., Acquah,

E., & Kumi-Kyereme, A, 2014). Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara balita dengan usia ibu dengan kejadian stunting. Berbeda

dengan pada penelitian yang dilakukan oleh Nguyen Ngoc Hien & Sin Kam (2008) di

Vietnam menungkapkan bahwa usia ibu <24 tahun dan >35 tahun memiliki risiko

Universitas Sumatera Utara

Page 46: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

86

anak lahir dengan malnutrisi seperti underweight, stunting dan wasting. Usia ibu

muda (<24 tahun) merupakan usia ibu yang belum siap untuk mengurus anak.

Sementara itu, peningkatan risiko anak malnutrisi pada usia ibu tua (>35 tahun) risiko

tinggi untuk melahirkan anak dengan berat lahir rendah. Usia ibu bukan merupakan

faktor risiko kejadian stunting disebabkan karena bertambahnya usia tidak memiliki

korelasi meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan.

5.3.3 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga memiliki hubungan yang

signifikan terhadap kejadian stunting pada balita. Anak stunting berasal dari keluarga

yang jumlah anggota rumah tangga lebih banyak (Tshwane et al, 2006). Penelitian

menunjukkan bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap

sedikitnya jumlah distribusi makanan yang dikonsumsi masing-masing anggota

keluarga dalam rumah tangga. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang

besar berpeluang memiliki anak malnutrisi dibandingkan rumah tangga yang lebih

sedikit anggota keluarganya (Ajao et al, 2000).

Penelitian lain menunjukkan bahwa stunting cenderung lebih banyak terjadi

pada keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang. Rumah tangga

yang besar menyebabkan beban ibu semakin bertambah dan berdampak pada

perhatian ibu dalam merawat anggota keluarga menjadi berkurang. Ini disebabkan

semakin banyak anggota keluarga dalam rumah tangga akan menyebabkan biaya

pengeluaran untuk makan lebih besar. Semakin besar pengeluaran untuk makanan

berpengaruh dengan semakin kecilnya pengeluaran untuk yang bukan makanan,

Universitas Sumatera Utara

Page 47: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

87

sehingga dapat mengurangi kemampuan dalam penyediaan makanan bagi tiap-tiap

anggota keluarga dalam rumah tangga tersebut, termasuk balita (Hidayah, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi rumah tangga dengan jumlah

anggota keluarga yang besar mempunyai balita stunting sebesar 42,4 persen dari

balita normal. Sedangkan pada rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga kecil

mempunyai prevalensi balita stunting sebesar 37,1 persen dari balita normal. Secara

statistik didapatkan p≥0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga dengan kejadian

stunting. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktarina

(2012) yang menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga memiliki hubungan

signifikan dengan kejadian stunting.

5.3.4 Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu berhubungan positif dengan status gizi anak yang

lebih baik. Pendidikan ibu akan memengaruhi pengetahuan mengenai praktik

kesehatan dan gizi anak sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik.

Penelitian yang dilakukan Hadad dan Smith (2000) pada anak dengan malnutrisi

kronis paling tinggi terjadi pada ibu yang buta huruf. Penelitian dilakukan di 63

negara berkembang selama lebih dari 25 tahun untuk mengidentifikasi determinan

malnutrisi kronis. Dari enam faktor penyebab salah satunya adalah pendidikan ibu.

Sejalan dengan itu Semba et al dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

pendidikan ibu merupakan penentu kejadian stunting di Indonesia dan Bangladesh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu tidak tamat pendidikan tamat SD memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 48: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

88

peluang 1,89 kali lebih besar memiliki anak stunting dibandingkan dengan ibu yang

pendidikan tamat SD keatas. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih

baik dalam pola asuh anak serta lebih baik dalam pemilihan jenis makanan anak. Hal

ini dikarenakan ibu dengan pendidikan tinggi memiliki peluang lebih besar dalam

mengakses informasi terkait gizi dan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan di Nairobi pada 40 persen anak stunting

menunjukkan bahwa pendidikan ibu menjadi faktor yang paling kuat untuk

memprediksi status gizi anak di penduduk daerah pedesaan yang berpenghasilan

rendah. ( Abuya, Ciera & Kimani-Murage, 2012). Orang tua dengan pendidikan yang

lebih baik cenderung memiliki pengetahuan dan kemampuan mengimplementasikan

pengetahuan yang lebih baik dibanding orang tua dengan pendidikan rendah.

5.3.5 Pekerjaan Ibu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi pekerjaan ibu yang

berpenghasilan tidak tetap memiliki balita stunting sebesar 42,5 persen dari balita

normal. Sedangkan prevalensi ibu dengan penghasilan tetap memiliki anak stunting

31,6 persen dari balita balita normal. Secara statistik didapatkan p<0,05 yang berarti

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan kejadian

stunting. Nilai RP (Rasio Prevalens)diperoleh sebesar 1,6 artinya ibu dengan

penghasilan tidak tetap berpeluang 1,6 stunting dibandingkan dengan balita yang

memiliki ibu yang berpenghasilan tetap. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

Mulyono (2000) pada bayi yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

Universitas Sumatera Utara

Page 49: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

89

antara pekerjaan ibu dengan status gizi dimana ibu yang bekerja mempunyai anak

pendek (<-2 SD) lebih banyak di bandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

Ibu bekerja akan mempengaruhi pendapatan keluarga. Pendapatan yang

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat memenuhi

semua kebutuhan primer maupun sekunder anak. Sebaliknya pada ibu yang tidak

bekerja banyaknya anak pendek disebabkan karena tingkat ekonomi yang rata-rata

berada pada tingkat ekonomi rendah, dan rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi.

Asupan gizi yang adekuat berkaitan dengan kuantitas dan kualitas makanan yang

diberikan di dalam rumah tangga. Pemenuhan gizi yang adekuat dipengaruhi pula

oleh status ekonomi keluarga. Status ekonomi yang rendah berdampak pada

ketidakmampuan mendapatkan pangan yang cukup dan berkualitas karena rendahnya

kemampuan daya beli (Ulfani DH, Martianto D, & Baliwati YF, 2011).

5.3.6 Pekerjaan Ayah

Ayah sebagai kepala keluarga menjalankan tugasnya terkait pemenuhan

kebutuhan pangan dan non-pangan keluarga melalui pendapatan. Pekerjaan ayah

menjadi faktor penting sebagai tolak ukur kemampuan sosial dan ekonomi dalam

rumah tangga. Penghasilan dalam keluarga yang tinggi selaras dengan kemampuan

rumah tangga tersebut dalam menyediakan makanan.

Ayah yang tidak berpenghasilan tetap bukan menjadi faktor risiko stunting.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2014) yang

menunjukkan bahwa ayah yang tidak berpenghasilan tetap bukan menjadi faktor

risiko stunting. Hal ini mungkin disebabkan oleh penghasilan dalam keluarga terdiri

Universitas Sumatera Utara

Page 50: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

90

atas ibu dan ayah. Sehingga perekonomian keluarga tidak hanya dibebankan kepada

ayah namun ibu turut membantu pendapatan keluarga.

5.3.7 Wilayah tempat tinggal

Faktor risiko lainnya terhdap kejadian stunting adalah wilayah tempat tinggal.

Riskesdas 2013 menjelaskan bahwa persentase rumah tanga di pedesaan yakni 42,1

persen lebih tinggi jumlah balita yang mengalami stunting dibandingkan dengan

perkotaan yaitu 32 persen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara balita dengan wilayah tempat tinggal dengan kejadian stunting. Hasil

penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan di daerah miskin Jawa Tengah dan

Jawa Timur oleh Bunga Ch Rosha, Hardinsyah dan Yayuk Farida Baliwati (2012)

menunjukkan bahwa anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki efek protektif

atau risiko lebih rendah 32 persen terhadap stunting dibandingkan dengan anak yang

tinggal di daerah perkotaan. Ini disebabkan karena di kota akses mendapatkan

makanan dengan variasi beragam lebih mudah ditemukan baik di pasar maupun pusat

perbelanjaan. Makanan yang segar maupun bentuk produk olahan dengan kualitas

ekspor dan impor tetapi dengan harga yang cukup mahal. Sedangkan di perdesaan,

variasi serta akses memperoleh sumber makanan lebih terbatas. Selain itu, wilayah

tempat tinggal adalah tempat tinggal perkotaan lebih beragam jenis pekerjaan

sehingga orang tua lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi

dibandingkan di pedesaan yang umumnya jenis pekerjaanya di bidang pertanian.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

91

5.3.8 Kebiasaan Merokok

Merokok adalah bagian dari gaya hidup sebagian besar orang. Tidak hanya

mereka dengan gaya hidup dengan pendapatan tinggi, begitu pula bagi mereka

dengan pendapatan rendah. Indonesia menduduki peringkat ketiga jumlah perokok

terbesar di dunia. Lebih dari 60 juta orang membelanjakan uang setiap hari untuk

membeli rokok (WHO Report on Global Tobacco Epidemic, 2008). Tahun 2013 rata-

rata jumlah bantang rokok yand dihisap 12,3 batang per hari. Pengeluaran untuk

rokok di rumah tangga termiskin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran

penting seperti pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, telur, dan susu. Biaya untuk

rokok 6,5 kali lebih besar dari biaya pendidikan, dan 6,5 kali lebih besar dari biaya

kesehatan, serta 9 kali lebih banyak dari pengeluaran untuk daging (Infodatin

Kemenkes RI, 2015).

Merokok dapat menghambat kemajuan status gizi anak melalui kejadian

infeksi saluran pernafasan bawah. Anak-anak yang terekspos lingkung-an dengan

asap rokok lebih banyak mengalami infeksi saluran pernapasan bawah (Hawamdeh

A, Kasasbeh FA, & Ahmad MA, 2003). Ditemukan abnormalitas fungsi leukosit pada

anak yang orangtuanya merokok. Nikotin yang ada dalam rokok secara langsung

bereaksi dengan kondrosit (sel tulang rawan) melalui reseptor khusus nikotin

sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tulang (Kyu HH, Georgiades K,

& Boyle MH, 2009).

Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

balita dengan kebiasaan merokok dalam rumah tangga dengan kejadian stunting.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

92

Berbeda dengan hasil penelitian di Bangladesh oleh Cora M, B. , Kaisun, Saskia, D.,

Martin W, B., Gudrun, S, & Richard D, S. (2007) disebutkan bahwa orangtua yang

merokok berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi anak mengalami stunting, hal ini

dikarenakan merokok memperburuk kondisi kurang gizi pada anak dan mengalihkan

uang yang dimiliki rumah tangga dari memenuhi makanan keluarga dan berbagai

kebutuhan lain. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga semakin tidak tahan

pangan suatu rumah tangga, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk tembakau,

atau rumah tangga rawan pangan mempunyai alokasi pengeluaran tembakau yang

paling banyak dibanding dengan kelompok rumah tangga lainnya (Saliem dan

Ariningsih, 2012). Pendapatan untuk rokok jika dibandingkan makanan bergizi akan

lebih baik, seperti halnya jika pengeluaran keluarga merokok 1 bungkus per harinya,

sebanding dengan memberi telur 1 kilogram.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Chowdhury et al (2011) juga

menyimpulkan bahwa ayah perokok merupakan faktor risiko stunting pada balita.

Ayah perokok merupakan faktor risiko stunting karena paparan terhadap asap rokok

dapat menyebabkan timbulnya penyakit saluran nafas dan terjadi dalam kurun waktu

yang lama. Pada penelitian ini disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

adanya keluarga yang perokok dengan kejadian stunting pada balita kemungkinan

disebabkan paparan anak terhadap asap rokok tidak terlalu tinggi sehingga risiko anak

terserang penyakit pernafasan akibat asap rokok kecil. Umumnya anggota keluarga

seperti ayah lebih sering merokok pada saat bekerja atau di luar rumah sehingga

semakin memperkecil frekuensi paparan anak terhadap asap rokok.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

93

5.3.9 Sumber Air

Indonesia adalah negara dengan 13 persen dari penduduk Indonesia tidak

memiliki akses terhadap air bersih (UNICEF, 2013). Sementara itu, air adalah

sumber utama kehidupan manusia terutama digunakan untuk kebutuhan minum dan

menjaga kebersihan tubuh. Air yang bersih menjadi faktor lingkungan yang

berpengaruh pada kesehatan. Dua sampai lima juta orang meninggal setiap tahun

akibat penyakit yang ditularkan melalui air. Penularan penyakit infeksi dapat terjadi

melaui air yang terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti diare, cholera, disentri,

tifoid, dan hepatitis. Anak – anak yang bertahan hidup dengan air minum yang

terkontaminasi kemuungkinan besar akan menderita malnutrisi, stunted, dan

perkembangan otak (intelektual) yang terhambat (Clean water changed lives).

Sumber air yang aman adalah sumber air dengan mempertimbangkan

sumbernya dan jarak sumber pencemaran serta memperhitungkan sumber air minum

kemasan atau dari depot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara sumber air dengan kejadian stunting pada balita. Hal ini bertentangan dengan

penelitian yang dilakukan di Tanzania, determinan kejadian balita pendek dengan

jumlah responden 7324 anak, yakni sumber dari air minum yang tidak aman

berhubungan dengan anak stunting (ChirandeLulu, Charwe Deborah , Mbwana

Hadijah ,Victor Rose , Kimboka Sabas , Issaka AI., Baines Surinder K. , Dibley MJ.,

& Agho KE., 2015). Pada penelitian ini disimpulkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara sumber air minum dan kejadian stunting. Hal ini disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 54: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

94

hampir seluruh rumah tangga penduduk di provinsi Sumatera utara di penelitian ini

memiliki sumber air minum yang aman.

5.3.10 Fasilitas Sanitasi

Lima Puluh lima juta orang masih menggunakan fasilitas sanitasi terbuka dan

indonesia menempati urutan kedua di dunia. Dari data riskesdas 2013 ditemukan

fasilitas sanitasi yang tidak terlindungi sangat kuat korelasinya dengan kejadian

stunting. Data dari Water Sanitation Program (WSP) World Bank tahun 2008

menunjukkan bahwa masih tingginya angka kematian bayi dan balita, serta kurang

gizi sangat terkait dengan masalah kelangkaan air bersih dan sanitasi. Telah

dibuktikan bahwa cuci tangan dengan air bersih dan sabun mengurangi kejadian diare

42-47 persen. Dengan demikian program air bersih dan sanitasi tidak diragukan

sangat sensitif terhadap pengurangan risiko infeksi. Kualitas lingkungan hidup

terutama adalah ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, perilaku hidup sehat seperti

kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok,

sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya (Bappenas, 2012).

Fasilitas sanitasi yang tidak aman bukan menjadi faktor risiko stunting, hal ini

tidak sesuai dengan penelitian oleh Checkley (2008) di Peru yang melakukan

penelitian kohort pada balita usia 24 bulan dengan mengukur pertumbuhan dan diare.

Penelitian Checkley membuktikan bahwa adanya pengaruh sanitasi dan air. Balita

usia 24 bulan rata – rata memiliki tinggi badan lebih pendek 2,4 cm. Balita dengan

kasus diare sekitar 16 persen mengalami defisit sebesar 0,4-2,4 cm, sedangkan 40

persen balita terjadi defisit 1-2,4 cm akibat buruknya sanitasi dan air.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

95

5.4 Faktor Dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting

Faktor dominan yang berhubungan dengan stunting diperoleh berdasarkan

analisis multivariat. Analisis multivariat yang digunakan adalah analisis regresi

logistik karena variabel dependen bersifat kategorik. Dari proses analisis multivariat

hanya ada 4 variabel yang secara bermakna berhubungan sengan stunting pendidikan

ibu (OR = 1,9), wilayah tempat tinggal (OR = 1,7), tinggi badan ibu (OR = 1,6), dan

usia balita (OR = 1,4).

Hasil analisis keempat variabel tersebut dengan melihat nilai Odds Rasio (OR)

dari setiap variabel maka dapat disimpulkan bawa variabel yang paling dominan

berhubungan dengan stunting pada balita usia 24-59 bulan adalah variabel pendidikan

ibu nilai OR yang paling besar yaitu 1,9 artinya Ibu dengan pendidikan rendah

berpeluang 1,9 kali lebih besar memiliki anak pendek dibandingkan dengan ibu yang

berpendidikan tinggi setelah di kontrol variabel jenis kelamin, tinggi ibu dan wilayah

tempat tinggal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian cross-sectional yang dilakukan

oleh Abuya, B.A., Onsomu, E.O., Kimani, J.K. et al., 2011) pada anak di Sub-sahara

afrika bahwa pendidikan ibu merupakan prediktor yang paling kuat pada kejadian

anak stunting. Mekanisme hubungan antara pendidikan ibu dan kesehatan anak masih

belum dipahami secara umum. Namun, Glewwe (1999) menyoroti 3 bagian yang

mengaitkan antara pendidikan dan kesehatan anak. Pertama, ibu dengan pendidikan

formal akan langsung memberikan pengetahuan kesehatan kepada anaknya yang

nantinya akan menjadi ibu juga. Kedua, keterampilan membaca dan menghitung anak

Universitas Sumatera Utara

Page 56: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

96

perempuan yang diperoleh disekolah akan meningkatkan kemampuan mereka untuk

mengenali penyakit dan mencari pengobatan untuk anak-anak mereka. Selain itu,

mereka lebih mampu membaca petunjuk medis untuk pengobatan penyakit masa

kanak-kanak dan menerapkan pengobatan. Ketiga, peningkatan jumlah tahun di

sekolah dalam arti kenaikan jenjang pendidikan formal membuat wanita lebih mudah

menerima pengobatan modern. Untuk itu perlu adanya penekanan terhadap

pendidikan anak – anak khususnya anak perempuan yang nantinya akan menjadi ibu

agar dapat berkontribusi dalam pemutusan lingkaran kemiskinan.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

97

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang determinan kejadian

stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Sumatera Utara, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Prevalensi kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Sumatera

Utara sebesar 40,3 persen.

2. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, berat badan lahir, panjang

badan lahir, riwayat imunisasi, riwayat ISPA, riwayat diare, usia ibu, jumlah

anggota keluarga, pekerjaan ayah, kebiasaan merokok, sumber air dan fasilitas

sanitasi dengan kejadian stunting.

3. Determinan kejadian stunting pada balita adalah pendidikan ibu dengan nilai

OR=1,9 yang artinya ibu dengan pendidikan rendah memiliki peluang 1,9 kali

lebih besar berisiko memiliki anak dengan kejadian stunting, selanjutnya

determinan stunting berikutnya adalah wilayah tempat tinggal dengan nilai

OR=1,7 yang artinya balita yang tinggal di pedesaan 1,7 kali berisiko

memiliki anak yang stunting, tinggi badan ibu dengan nilai OR=1,6 yang

artinya ibu dengan tinggi badan pendek 1,6 kali berisiko memiliki anak yang

stunting ; dan usia balita dengan nilai OR=1,4 yang artinya yang artinya balita

usia 24 – 36 bulan 1,7 kali berisiko menjadi anak yang stunting.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68659... BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitiann ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal, kebiasaan

98

6.2. Saran

1. Memberikan perhatian terhadap pendidikan anak perempuan agar dapat

berkontribusi memutus lingkaran kemiskinan pada seluruh lapisan masyarakat

terutama yang tinggal di pedesaan.

2. Mengikutsertakan pengetahuan tentang kesehatan khususnya gizi di dalam

kurikulum pendidikan sekolah guna perbaikan status kesehatan masyarakat

secara langsung pada anak perempuan yang nantinya akan menjadi ibu baik

berupa peningkatan pengetahuan hingga perilaku sehat.

3. Revitalisasi Posyandu baik program maupun kader dalam rangka pemantauan

pertumbuhan balita sehingga dapat mencapai tinggi badan yang optimal.

4. Meningkatkan promosi dan edukasi kesehatan kepada ibu hamil yang

berhubungan dengan informasi pangan dan gizi serta kesehatan sehingga

dapat mencegah faktor determinan bayi stunting.

5. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat mengkaji lebih dalam terkait stunting

dengan menambahkan beberapa faktor yang tidak dibahas pada penelitian ini,

seperti konsumsi energi, konsumsi protein, konsumsi lemak, konsumsi

mikromineral, asi eksklusif, dan status ekonomi keluarga pada balita usia 24-

59 bulan.

Universitas Sumatera Utara