documentii
DESCRIPTION
dTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan dapat mengakibatkan cidera, baik cidera ringan maupun berat dapat juga
menimbulkan suatu kecacatan atau kematian. Cidera ringan dapat berupa sprain atau strain,
sedangkan cidera berat dapat berupa dislokasi hingga fraktur. Dislokasi adalah Keadaan dimana
tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis atau tulang lepas
dari sendi.1
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1. Dislokasi congenital yaitu terjadi
sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, 2. Dislokasi patologik yaitu akibat penyakit sendi dan
atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang, 3. Dislokasi traumatik yaitu kedaruratan ortopedi (pasokan
darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa, 4.Dislokasi
berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. 1
Penanganan dislokasi dibagi melalui 2 metode, yaitu metode konserpatif dan operatif.
Penanganan dengan metode konserpatif yaitu bukan dengan cara operasi dengan disertai reposisi
berlawanan dengan arah dislokasi, kemudian diberikan immobilisasi untuk menstabilkan
fragmen tulang yang mengalami dislokasi. Penanganan dengan metode operatif yaitu dngan cara
membuka jaringan setempat yang mengalami lepas sendi dengan disertai penggunaan internal
fiksasi atau external fiksasi. 1
Dislokasi akromioklavikula Joint sudah diketahui hipocrates sejak 400 sebelum masehi.
Ia menyebutkan adanya kelainan pada bahu (dislokasi sendi glenohumeral) dan menyarankan
untuk melakukan terapi kompresi dengan balutan perban yang diletakkan pada distal klavikula
dalam posisi reduksi. Di era seperti sekarang ini, cedera akromioklavikula dapat lebih mudah
dikenali tapi masih menyisakan banyak kontroversi dalam penangannanya. 2
Cedera pada sendi akromioklavikula paling sering terjadi pada atlit – atlit muda yang
berkecimpung dalam olahraga yang penuh dengan benturan, lemparan dan sejumlah aktivitas
yang menggunakan banyak kekuatan yang bertumpu pada alat gerak atas dalam latihan maupun
pada pekerjaannya. Didapatkan sekitar 10% nya merupakan cedera akibat akivitas dan 90% nya
cedera akibat olahraga. 3
Dislokasi akromioklavikula Joint adalah dislokasi yang terjadi pada sendi antara ujung
distal clavicula dengan acromion. Dislokasi AC Joint dapat terjadi karena adanya ruptur ligamen
akromioklavikular dan ligamen korakoklavikular. Kebanyakan terjadi pada usia 15 – 40 tahun
karena aktivitas olah raga dan kecelakaan lalu lintas. 3
Para atlit yang terkena biasanya pada usia dekade kedua atau ketiga kehidupan, dan laki –
laki lebih banyak daripada wanita. Sekitar 5 : 1 atau 10 : 1. 3
Penanganan dislokasi akromioklavikular telah menjadi subyek perdebatan. Secara umum,
jenis I dan II cedera diperlakukan nonoperatively, dan jenis IV, V, dan VI umumnya
memerlukan tindakan operasi..4
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Profil Pasien dengan Akromioklavikula dislokasi Post Tindakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI/ INSIDEN(1,2,8)
Cedera pada sendi akromioklavikula paling sering terjadi pada atlit – atlit muda yang
berkecimpung dalam olahraga yang penuh dengan benturan, lemparan dan sejumlah aktivitas
yang menggunakan banyak kekuatan yang bertumpu pada alat gerak atas dalam latihan maupun
pada pekerjaannya.
Didapatkan sekitar 3% nya merupakan cedera akibat akivitas dan 40% nya cedera akibat
olahraga.
Para atlit yang terkena biasanya pada usia dekade kedua atau ketiga kehidupan, dan laki – laki
lebih banyak daripada wanita. Sekitar 5 : 1 atau 10 : 1.
Dislokasi sendi akromioklavikula sudah diketahui hipocrates sejak 400 sebelum masehi. Ia
menyebutkan adanya kelainan pada bahu (dislokasi sendi glenohumeral) dan menyarankan untuk
melakukan terapi kompresi dengan balutan perban yang diletakkan pada distal klavikula dalam
posisi reduksi. Di era seperti sekarang ini, cedera akromioklavikula dapat lebih mudah dikenali
tapi masih menyisakan banyak kontroversi dalam penangannanya.
ANATOMI(2,5,6)
Merupakan tipe sendi athrodia (Gliding joint), yaitu tidak memiliki sumbu gerak, gerakannya
meluncur karena dibentuk oleh duan permukaan sendi yang relatif datar. Luas gerakannya
dibatasi oleh ligamen – ligamen dan atau tonjolan – tonjolan tulang yang mengelilinginya.
Terdapat antara pars akromioklavikularis klavikula dengan tepi medial prosesus akromialis
skapula.
Ligamen yang membentuk persendian adalah :
a. Kapsula artikularis, melekat di sekeliling tepi artikular klavikula dan akromion.
b. Ligamentum akromioklavikular superior, menutup bagian superior artikulus dan melekat
pada bagian superior akromion dan pars akromialis klavikula. Juga melekat pada diskus
artikularis bila ada.
c. Ligamentum akromioklavikular inferior, melekat pada bagian inferior akromian dan pars
akromialis klavikula.
d. Ligamentum korakoklavikular, tidak berhubungan lansung dengan sendi ini, tetapi
mempunyai peran membantu fiksasi klavikula pada akromion. Melekat pada prosesus
korakoidea dan permukaaan inferior klavikula.
Terdiri dari 2 bagian, yaitu :
1. Lig. Trapezoideum : berbentuk quadrilateral, terletak di sebelah ventrolateral lig.
Conoideum.
2. Lig. Conoideum : berbentuk konus dengan apex di kaudal yang melekat pada basisi
prosesus korakoidea dan basis dari ligamen melekat pada tuberositas korakoidea
klavikula.
Gerakan sendi ini merupakan gerakan rotasi pada skapula dan klavikula. Dan berfungsi sebagai
‘horizontal stabilisator’.
MEKANISME TRAUMA(1,2,3,8)
Pada umumnya mekanisme trauma pada sendi ini disebsbkan karena adanya benturan langsung
pada akromion, dengan posisi lengan adduksi.
Berbagai macam kekuatan atau gaya tidak langsung pada bahu dapat mengakibatkan cedera pada
sendi akromioklavikular, seperti benturan/ jatuh dengan lengan terlentang dan adanya jatuh
dengan menumpu pada telapak tangan yang menyebabkan timbulnya gaya tekanan pada lengan
atas.
II. 2. 4 KLASIFIKASI(2)
1. Tipe I : Pada tingkat ini hanya terjadi strain, diman terjadi trauma pada ligamen tetapi
tidak ada kerusakan dan ligamen tetap utuh.
2. Tipe II : Terjadi subluksasi, yaitu robekan ligamentum akromioklavikular tetapi klavikula
tidak terangkat karena ligamen korakoklavikular tetap utuh.
3. Tipe III : Terjadi dislokasi yanng disebabkan oleh trauma yang lebih hebat sehingga
terdapat robekan pada kedua ligamen diatas dan klavikula terangkat keatas.
4. Tipe IV : Terjadi dislokasi dan terdapat robekan pada kedua ligamen serta bagian lateral
dari klavikula mengalami pergeseran kearah posterior merobek M. Trapezius.
5. Tipe V : Terjadi dislokasi dan terdapat robekan pada kedua ligamen serta merobek otot –
otot sekitar dan menimbulkan jarak yang cukup jauh antara klavikula dan akromion.
6. Tipe VI : Terjadi dislokasi dan robekan pada kedua ligamen, dimana bagian lateral dari
klavikula terdorong kebawah ke prosesus korakoideus, ke posterior M. Biscep dan tendon
korakobrakialis.
II. 2. 5 PEMERIKSAAN FISIK(2,3,8)
Cedera pada sendi akromioklavikular biasanya disertai keluhan nyeri yang sangat pada bagian
bahu penderita. Pasien biasanya menunjukkan tempat cedera da daerah itu mungkin terlihat
memar. Kalau terdapat nyeri tapi tidak ada deformitas, cedera itu mungkin suatu keseleo/ strain
atau subluksasi. Bila terjadi dislokasi, pasien terasa nyeri hebat dan terlihat juga teraba adanya
suatu benjolan pada bahu akibat dari cedera yang lebih berat dapat merobek ligamen
korakoklavikular dan mengakibatkan dislokasi lengkap pada sendi. Dan gerakan bahu jadi
terbatas.
II. 2. 6 PEMERIKSAAN PENUNJANG(2,3,8)
Sinar X
Dari film dapat memperlihatkan gambaran subluksasi dengan hanya sedikit peninggian klavikula
atau dislokasi dengan banyak peninggian. Tidak semua dislokasi terlihat nyata, jadi sebaiknya
dilakukan foto dengan penekanan. Sinar X anteroposterior, termasuk kedua bahu diambil ketika
pasien dalam posisi tegak, dan kedua lengannya menahan berat masing – masing 5 kg. Jarak
antara korakoideus dan batas inferior klavikula diukur setiap sisi, perbedaaan yang lebih dari 6
cm merupakan diagnostik bagi dislokasi okromioklavikular.
II. 2. 7 TERAPI(1,2,3,8)
Penanganan non operatif
Menggunakan sling selama 10 -14 hari atau sampai gejala nyeri hilang. Kemudian segera
dilanjutkan dengan program rehabilitasi secara teratur. Selama proses tersebut, penderita harus
menghindari pekerjaan mengangkat beban berat atau melakukan olahraga tanpa alat pelindung
selama 8 sampai 12 minggu agar penyembuhan ligamen dapat lebih sempurna. Karena cedra
sekunder yang terjadi sebelum penyembuhan sempurna justru akan menyebabkan subluksasi
bahkan dislokasi pada sendi akromioklavikular.
Pada cedera tipe I, dimana hanya terjadi sprain/ trauma pada ligamen tetapi tidak ada kerusakan
dan ligamen tetap utuh, maka terapi non operatif dengan menggunakan sling dapat dilakukan.
Pada cedera sendi tipe II, penderita disarankan untuk istirahat dan pada 24 – 48 jam pertama
menggunakan kompres es pada lokasi cedera. Penderita juga diharuskan memakai sling untuk
mengistirahatkan dan menahan lengan selama 1 sampai 2 minggu. Selam itu penderita
disarankan untuk hanya melakukan gerakan – gerakan yang ringan pada bahu selama kurang
lebih 7 hari. Tidak melakukan kegiatan mengangkat beban berat, mendorong, menarik atau
olahraga yang bersentuhan fisik selama kurang lebih 6 minggu.
Selain memakai kompres es dan sling, penderita juga dapat diberikan obat – obatan anti radang,
pemanasan pada bahu atau pemakaian intra artikular kortikosteroid sesuai aturan.
Segera setelah nyeri mereda, dapat dimulai latihan bahu.
Penangannan operatif
Terapi operatif diindikasikan jika terjadi gejala lanjutan seperti arthritis pada sendi atau nyeri
masih tetap ada tanpa perbaikan dengan terapi non operatif selama 3 sampai 6 bulan. Maka
diusulkan untuk dilakukan eksisi pada distal klavikula. Hal ini dpat dilakukan dengan teknik
operasi terbuka atau teknik arthroskopi.
Pada tipe III dan berikutnya, terjadi dislokasi sendi, dimana dislokasi kurang baik bila
dikendalikan dengan pemberian bantalan dan pengikatan. Pada pasien yang pekerjaanya
memerlukan tenaga fisik, sebaiknya dilakukan reduksi operasi, suatu sekrup dimasukkan dari
klavikula menurun sampai kedasar prosesus korakoideus, menarik kedua lengan mendekat,
memperbaiki jaringan lunak disekelilingnya. Bahu diistirahatkan selama 3 minggu dan kemudian
dianjurkan melakukan latihan. Sekrup dilepas setelah 8 minggu.
Pada pasien manula dengan aktivitas ringan, cedera dapat diterapi seperti pada subluksasi,
meskipun tetap ada benjolan, biasanya ketidakmampuannya ringan.
Operative procedures for injuries to the AC joint.
A. Suture between the clavicle and the coracoid process.
B. Steinmann pins across the AC joint.
C. A lag screw between the clavicle and the coracoid process.
Postoperative AP x-ray of the shoulder with Bosworth screw in place. The AC joint has been reduced and the coarse lag threads
of the screw are well seated into the coracoid process.
II. 2. 8 KOMPLIKASI(2,8)
Subluksasi yang tidak direduksi tidak menyebabkan ketidakmampuan. Dislokasi yang tidak
direduksi akan terlihat jelek dan kadang – kadang mempengaruhi fungsi. Kalau perlu 2,5 cm
bagian luar klavikula dapat dieksisi, atau klavikula itu diikatkan pada prosesus korakoideus.
Pilihan lainnya, prosesus korakoideus dapat dilepaskan dan sekalian ototnya, diikat pada
kavikula, sehingga sendi stabil.
Komplikasi yang muncul dikemudian hari adalah osteoartritis pada sendi akromioklavikular, ini
biasanya dapat ditangani secara konservatif, tapi kalau nyeri itu jelas, ujung sebelah luar
klavikula dapat dieksisi.