ii. tinjauan pustaka 2.1 jamur -...
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat
di alam bebas, misalnya di hutan atau kebun. Jamur merupakan organisme yang
tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapet menyediakan makanan sendiri
dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu,
jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan
oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Karena ketergantungannya
terhadap organisme lain inilah maka jamur digolongkan sebagai tanaman
heterotrofik.
Jenis jamur dapat dibedakan berdasarkan sifat hidup dan hubungannya
dengan keadaan lingkungan. Sifat-sifat itu antara lain sebagai berikut.
1. Simbiotik, yaitu berdampingan dengan tanaman lain. Apabila saling
menguntungkan maka disebut simbiotik mutualisme, tetapi bila satu pihak
diuntungkan sedangkan pihak lain tidak dirugikan disebut simbiotik
komensalisme. Contoh : Amanita phalloides (jamur kematian), Amanita
muscarea, Limacella guttata, Cystoderma amianthinum.
2. Parasit, yaitu mengambil makanan dari tumbuhan lain yang masih hidup.
Contoh : Omphalotus olearius, Armillariella mellea.
3. Saprofit, yaitu hidup pada zat organik yang tidak diperlukan lagi (misalnya
sampah). Contoh : Macrolepiota procera, Leucoagaricus pudicus, Rhodotus
palmatus, Pleurotus ostreatus.
4. Parasit dan sekaligus bersifat saprofit. Contoh : Pleurotus cornucopiae,
Pleurotus dryinus, Pleurotus eryngii (jenis jamur tiram).
5
Selain berdasarkan sifat hidupnya, jamur dapat dibedakan pula
berdasarkan kemungkinannya untuk dimakan. Sifat-sifat itu adalah sebagai
berikut.
1. Mematikan, yaitu jenis jamur yang apabila dikonsumsi dapat mengakibatkan
kematian. Contoh : Amanita phalloides (amanita kematian) dan Amanita verna
(amanita putih).
2. Beracun, yaitu jenis jamur yang apabila dikonsumsi dapat berakibat keracunan.
Contoh : Amanita muscaria, Amanita pantherina, Tricholoma pardinum,
Tricholoma virgatum.
3. Tidak dapat dimakan, yaitu jenis jamur yang tidak dapat dikonsumsi. Contoh :
Cystolepyta adulterina, Lepiota acutesquamosa, Marasmius androsaceus,
Marasmius ramealis.
4. Enak dimakan, yaitu jenis jamur yang dapat dikonsumsi. Contoh : Amanita
spissa, Amanita rubencens, Oudenmansiella mucida, Collybia confluens,
Melanoleuca malaleuca, Pleurotus dryinus, Russula vitellina.
5. Sangat enak dimakan, yaitu jenis jamur yang dapat dikonsumsi dan rasanya
sangat enak/lezat. Contoh : Pleurotus ostreatus, Cantharellus lutescens.
Senyawa racun yang terdapat pada jamur dan akibat yang ditimbulkan
antara lain sebagai berikut.
1. Amatoksin, yaitu racun jamur yang dapat mematikan karena merusak sel-sel
hati dan ginjal,
2. Kholin, yaitu racun jamur yang sangat berbahaya dan mematikan,
3. Gyromitrin, yaitu racun yang menyerang sistem saraf,
4. Philosibin, yaitu racun yang menyebabkan orang/penderita melamun,
6
5. Muskarin, yaitu racun jamur yang menyebabkan pusing,
6. Falin, yaitu racun jamur yang menyebabkan pusing,
7. Atropin jamur, yaitu racun jamur yang menyebabkan pusing,
8. Asam helvelar, yaitu racun jamur yang menyebabkan pusing.
2.2 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya
seperti tiram atau oyster mushroom (Sumarmi, 2006). Jamur tersebut merupakan
jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping pada batang kayu lapuk. Jamur ini
memiliki tubuh buah yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit
kerang. Tetapi ada yang menyebut sebagai Jamur Barat (Sumarmi, 2006). Ada
beberapa jenis jamur tiram yaitu jamur tiram putih susu, jamur tiram merah
jambu, jamur tiram kelabu dan jamur tiram coklat jamur tiram putih yang paling
dikenal enak dan disukai masyarakat (Sumarmi, 2006). Jamur tiram tumbuh
sepanjang tahun diberbagai iklim. Budidaya menggunakan media serbuk kayu
sengon, ditumbuhkan di dalam rumah jamur intensitas cahaya kurang dari 40 lux,
penyinaran tidak langsung, dan kelembaban ruang 80-85% (Sumarmi, 2006).
Ditinjau dari segi morfologisnya, jamur tiram terdiri dari tudung (pileus)
dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram atau telinga
dengan ukuran diameter 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis
seperti insang (lamella atau giling) berwarna putih dan lunak yang berisi
basidiospora (Widodo, 2007). Bentuk pelekatan lamella memanjang sampai ke
tangkai atau disebut dicdirent. Sedangkan tangkainya dapat pendek atau panjang
(2-6 cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi
7
pertumbuhannya (Widodo, 2007). Tangkai ini yang menyangga tudung agak
lateral (di bagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah) (Widodo, 2007).
Kedudukan taksonomi jamur tiram putih menurut Alexopoulos, dkk.,
(1996) dalam Widodo (2007), adalah sebagai berikut :
Super kingdom : Eukaryota Kingdom : Myceteae Divisio : Amastigomycota Subdivisio : Eumycota Kelas : Basidiomycetes Sub kelas : Holobasidiomycetidae Ordo : Agaricales Familia : Agaricaceae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus ostreatus
Jamur tiram atau yang dikenal juga dengan jamur mutiara memiliki
bagian tubuh yang terdiri dari akar semu (rhizoid), tangkai (stipe), insang
(lamella), dan tudung (pileus/cap) (Suriawiria, 1993). Jamur tiram memiliki ciri-
ciri fisik seperti permukaannya yang licin dan agak berminyak ketika lembab,
bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung
dan daging buah berwarna putih (Pleurotus spp). Jamur tiram memiliki diameter
tudung yang menyerupai cangkang tiram berkisar antara 5-15 cm, jamur ini dapat
tumbuh pada kayu-kayu lunak dan pada ketinggian 600 meter dari permukaan
laut, spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena dapat merusak
miselia jamur dan tumbuhnya buah jamur. Jamur tiram dapat tumbuh dan
berkembang dengan suhu 15o-30o C pada pH 5,5-7 dan kelembaban 80%-90%
(Achmad dkk, 2011).
2.2.1 Jenis-Jenis Jamur Tiram
Ada beberapa jenis jamur tiram yang ada selain jamur tiram putih yang
selama ini lebih dikenal pada masyarakat luas. Setelah seorang ahli bioteknologi
8
melakukan persilangan antar spesies Pleurotus di Mushroom Research Unit
Belanda, menghasilkan beberapa jenis jamur tiram dengan berbagai warna seperti
digambarkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Gambar dan jenis-jenis jamur tiram
Nama Jenis Gambar Jenis Jamur Tiram Nama Jenis Gambar Jenis
Jamur Tiram
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Jamur Tiram Coklat (Pleurotus cytidiosus)
Jamur Tiram Kuning (Pleurotus citrinipileatus)
Jamur Tiram Raja (Pleurotus umbellatus)
Jamur Tiram Abu-Abu (Pleurotus sayor caju)
Jamur Tiram Biru (Pleurotus eryngii)
Jamur Tiram Merah (Pleurotus flabellatus)
Sumber : Achmad dkk (2011)
Beberapa jenis jamur tersebut, jamur tiram putih, abu-abu, dan cokelat
paling banyak dibudidayakan karena mempunyai sifat adaptasi dengan lingkungan
yang baik dan tingkat produktivitasnya cukup tinggi. Jenis-jenis jamur tersebut
mempunyai sifat pertumbuhan yang hampir sama, tetapi masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada jamur tiram putih, tumbuh
9
membentuk rumpun dalam satu media. Setiap rumpun mempunyai percabangan
yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama dibandingkan dengan jamur
tiram abu-abu, meskipun tudungnya lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram
cokelat dan jamur tiram abu-abu (Cahyana dkk, 2001).
2.2.2 Kandungan Nilai Gizi Jamur Tiram Putih
Sebagai bahan pangan, jamur tiram putih mempunyai tekstur dan cita
rasa yang spesifik. Selain itu terkandung pula asam amino yang cukup lengkap
didalamnya. Jamur merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai
gizi, yaitu sekitar 34-89% (Rismunandar, 1984). Jamur segar umumnya
mengandung 85-89%. Protein yang terkandung dalam jamur tergolong tinggi di
bandingkan dengan kandungan protein pada bahan makanan lainnya yaitu berkisar
antara 15-20% dari berat keringnya.
Tabel 2. Perbandingan kandungan gizi jamur dengan makanan lain
Bahan Makanan Kandungan Gizi (%) Protein Lemak Karbohidrat
Jamur Merang 1,8 0,3 4 Jamur Tiram 27 1,6 58 10,5-30,4 a 1,7-2,2 a 56,6 a Jamur Kuping 8,4 0,5 82,8 Daging Sapi 21 5,5 0,5 Bayam - 2,2 1,7 Kentang 2 - 20,9 Kubis 1,5 0,1 4,2 Seledri - 1,3 0,2 Buncis - 2,4 0,2 Sumber : Achmad dkk (2011), *(a) Sumarmi (2006)
Karbohidrat yang terdapat pada jamur berbentuk molekul pentosa,
metipentosa, dan heksosa. Pada jamur karbohidrat terbesar berada dalam bentuk
heksosa dan pentosa. Jamur dapat membuat orang yang mengkonsumsinya
terhindar dari risiko terkena stroke, mencegah timbulnya penyakit darah tinggi,
jantung serta diabetes, dan mengurangi berat badan, hal ini karena jamur mampu
10
mengubah enzim selulosa menjadi polisakarida yang bebas kolesterol. Jamur
memiliki salah satu kelebihan yang menguntungkan yaitu adalah kandungan
lemaknya yang rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. Lemak yang
terkandung dalam jamur berada pada kisaran 1,08-9,4% (berat kering) dan terdiri
dari asam lemak bebas monoditrigliserida. Menurut Sumarni (2006), lemak
sebanyak 72% dalam jamur tiram adalah asam lemak tidak jenuh, sehingga aman
dikonsumsi baik yang menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun
gangguan metabolisme lipid lainnya, 28% asam lemak jenuh serta adanya
semacam polisakarida kitin di dalam jamur tiram diduga menimbulkan rasa enak.
Tabel 3 memperlihatkan persentase komposisi zat gizi yang terkandung dalam
jamur tiram putih.
Tabel 3. Komposisi nilai gizi jamur tiram putih Komposisi Nilai (%)
Kalori (energi) 367 kal Protein 10,5-30,4 % Karbohidrat 56,5 % Lemak 1,7-2,2 % Tiamin 0,2 mg Riboflavin 4,7-4,9 mg Niasin 77,2 mg Co (kalsium) 314 mg K (kalium) 3,793 mg P (posfor) 717 mg Na (natrium) 837 mg Fe (zat besi) 3,4-18,2 mg Serat 7,5-8,7 % Sumber : Sumarmi (2006)
Jamur tiram putih tidak memiliki pati, karbohidrat disimpan dalam
bentuk glikogen dan kitin yang merupakan unsur utama serat jamur. Kandungan
asam lemak tak jenuh (85,4%) lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak
jenuh (14,6%) pada jamur. Asam lemak tak jenuh bila dikonsumsi dalam jumlah
besar tidak berbahaya dan asam lemak tak jenuh sangat dibutuhkan oleh tubuh.
11
Namun sebaliknya jika mengkonsumsi asam lemak jenuh secara berlebihan akan
berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan Tabel 1, kandungan protein dalam jamur tiram
memiliki kadar nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya
maupun daging sapi. Terdapat asam amino esensial yang terkandung pada protein
dalam jamur tiram. Asam amino esensial adalah asam yang dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah cukup, tetapi tubuh tidak dapat menghasilkan asam amino. Pada
jamur terdapat sembilan asam amino esensial dan bahkan, beberapa diantaranya
memiliki kadar nilai lebih tinggi dibandingkan yang terkandung dalam protein
telur ayam. Sembilan asam amino esensial tersebut dapat dilihat pada Tabel 4
beserta kadar nilai kandungannya.
Tabel 4. Nilai kandungan asam amino esensial jamur tiram putih
Asam Amino Esensial Kadar kandungan (gram) Jamur Tiram Telur Ayam
Leusin 7,5 8,8 Isoleusin 5,2 6,6 Valin 6,9 7,3 Triptofan 1,1 1,6 Lisin 9,9 6,4 Threonin 6,1 5,1 Fenilalanin 3,5 5,8 Metionin 3,0 3,1 Histidin 2,8 2,4 *Dinyatakan dalam gram/100 gram protein kasar Sumber : Achmad dkk (2011)
Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain tiamin, niasin, biotin
dan asam askorbat. Pada jamur jarang ditemukan vitamin A dan D. Namun,
terkandung ergosterol yang merupakan prekursor vitamin D dengan iradiasi sinar
ultraviolet dalam jamur tiram putih. Pada umumnya jamur kaya akan kandungan
mineral, terutama posfor. Potassium, sodium, kalsium dan magnesium merupakan
mineral yang paling banyak terkandung didalam jamur. Menurut hasil penelitian
Puslitbang Hasil Hutan Bogor, jamur tiram dapat digunakan untuk mencegah dan
12
menanggulangi kekurangan gizi, mencegah dan menyembuhkan anemia,
antitumor, menurunkan berat badan dan mencegah kekurangan zat besi (Budhy, et
al (1994) dalam Gemalasari, 2002). Kadar nilai vitamin dan mineral yang
terkandung dalam jamur tiram putih diperlihatkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai kandungan vitamin dan mineral dalam jamur tiram putih
Vitamin Kadar kandungan (mg) Mineral Kadar kandungan
(gram) Thiamin 4,8 Kalsium 33 0,2a Kalsium (Co) 314 (mg)a Niasin 108,7 Posfor 1348 77,2a 717 (mg)a Asam Askorbat 90-144 Besi 15,2 3,4-18,2 (mg) a Vitamin B12 1,4 Natrium 837 837 (mg) a Kalium 3793 3793 (mg) a Sumber : Achmad dkk (2011) *Dinyatakan dalam jamur tiram putih /100 gram bahan *(a) berdasarkan sumber Sumarmi (2006)
Jamur tiram juga mengandung vitamin penting, terutama vitamin B, C
dan D. Vitamin B1 (tiamin) 0,20 mg; B2 (riboflavin) 4,7-4,9 mg; niasin 77,2 mg
dan provitamin D2 (ergosterol) dalam jamur tiram cukup tinggi. Mineral utama
tertinggi adalah Kalium, Fosfor, Natrium, Kalsium dan Magnesium. Mineral
utama tertinggi adalah : Zn, Fe, Mn, Mo, Co, Pb. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan
Me mencapai 56-70% dari total abu dengan kadar K mencapai 45%. Mineral
mikroelemen yang bersifat logam dalam jamur tiram kandungannya rendah,
sehingga jamur ini aman dikonsumsi setiap hari. Adanya serat yaitu lignoselulosa
baik untuk pencernaan (Sumarmi, 2006).
2.3 Budidaya Jamur Tiram
Budidaya jamur tiram dapat menggunakan kayu grelondongan, tatal, atau
serbuk kayu (serbuk gergaji). Kelebihan penggunaan serbuk kayu sebagai media
13
antara lain mudah diperoleh dalam wujud limbah sehingga harganya relatif lebih
murah, mudah dicampur dengan bahan-bahan lain pelengkap nutrisi, serta mudah
dibentuk dan dikondisikan (Achmad, dkk., 2011).
2.3.1 Media Tumbuh
Media bagi pertumbuhan jamur tiram sebaiknya dibuat menyerupai
kondisi tempat tumbuh jamur tiram di alam, seperti berikut.
2.3.1.1 Nutrisi
Nutrisi media sangat berperan dalam proses budidaya jamur tiram.
Nutrisi bahan baku atau bahan yang ditambahkan harus sesuai dengan kebutuhan
hidup jamur tiram. Bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya
jamur tiram dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu,
campuran antara serbuk kayu dan jerami, atau bahkan alang-alang.
Selain bahan baku tersebut, masih perlu ditambahkan beberapa bahan
tambahan antara lain bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak dan protein;
kapur sebagai sumber mineral dan pengatur pH media; serta gips sebagai bahan
penambah mineral dan sebagai bahan untuk mengokohkan media. Bahan-bahan
tersebut perlu ditambahkan mengingat jamur tiram termasuk organisme
heterotrofik, yakni organisme yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya sendiri
(Achmad, dkk., 2011).
2.3.1.2 Kadar Air
Media yang dibuat dari campuran beberapa bahan tersebut perlu diatur
kadar air serta pH-nya. Kadar air media diatur hingga 50-65% dengan
menambahkan air bersih. Air perlu ditambahkan sebagai bahan pengencer
agarmiselia jamur dapat tumbuh dan menyerap makanan dari media/ substrat
14
dengan baik. Apabila air yang ditambahkan kurang, maka penyerapan makanan
oleh jamur menjadi kurang optimal sehinggga jamur menjadi kurus. Bahkan hal
ini dapat mengakibatkan jamur mati. Apabila air yang ditambahkan terlalu banyak
maka akan mengakibatkan busuk akar (Achmad, dkk., 2011).
2.3.1.3 Tingkat Keasaman
Tingkat keasaman media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
jamur tiram. Apabila ph terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan
jamur tiram akan terhambat. Bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang
akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. Keasaman atau pH media
perlu diatur antara pH 6-7 dengan menggunakan kapur (Achmad, dkk., 2011).
2.3.1.4 Lingkungan
Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembapan ruangan, cahaya
dan sirkulasi udara. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi
dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah jamur).
Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 22-28oC dengan kelembapan 60-80%,
sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) berkisar antara 16-
22% dengan kelembapan 80-90%. Pengaturan suhu dan kelembapan tersebut di
dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam
ruangan. Pengaturan kondisi lingkungan sangat penting bagi pertumbuhan tubuh
buah. Apabila suhu terlalu tinggi, sedangkan kelembapan terlalu rendah maka
primordia (bakal jamur) akan kering dan mati. Sirkulasi udara harus cukup, tidak
terlalu besar tetapi tidak pula terlalu kecil. Intensitas cahaya yang diperlukan pada
saat pertumbuhan sekitar 10% (Achmad, dkk., 2011).
15
2.3.2 Bahan-Bahan
Menurut Achmad, dkk (2011) bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram
yang perlu dipersiapkan terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap.
1. Bahan baku
Kayu atau serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur
mengandung karbohidrat, serat lignin dan lain-lain. Dari kandungan kayu tersebut
ada yang berguna dan membantu pertumbuhan jamur, tetapi ada pula yang
menghambat. Kandungan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur antara lain
karbohidrat, lignin, dan serat, sedangkan faktor yang menghambat antara lain
adanya getah dan zat ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu).
Contoh jenis kayu yang dapat digunakan antara lain kayu albasia, randu dan
meranti. Jenis serbuk kayu yang digunakan dapt berasal dari kayu keras maupun
kayu yang lunak.
Tabel 6. Komposisi kimia kayu Komponen
Kimia Golongan Kayu
Kayu Daun Lebar (%) Kayu Daun Jarum (%) Selulosa 40-45 41-44 Lignin 18-33 26-28 Pentosan 21-24 8-13 Zat Ekstraktif 1-12 2,03 Abu 0,22-6 0,89
Sumber : Vademecum Kehutanan, 1976 dalam J.F. Dumanauw, 1994
Serbuk kayu yang terbaik adalah serbuk yang berasal dari kayu keras dan
tidak banyak mengandung minyak ataupun getah. Namun demikian, serbuk kayu
yang banyak mengandung minyak maupun getah dapat pula digunakan sebagai
media dengan cara merendamnya lebih lama sebelum proses lebih lanjut. Serbuk
kayu yang terkena bahan bakar minyak tidak dapat digunakan sebagai media. Hal
16
ini disebabkan minyak bersifat menghambat bahkan dapat mematikan
pertumbuhan jamur tiram.
2. Bahan tambahan
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur kayu pada media
plastik terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur (CaCO3),
gips (CaSO4) dan dapat pula ditambahkan tepung tapioka atau tepung biji-bijian
yang lain.
i. Bekatul
Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai
sumber karbohidrat, sumber karbon (C) dan nitrogen. Bekatul yang digunakan
dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis IR, pandan wangi, rojo
lele ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum
tengik dan tidak rusak.
ii. Kapur
Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium (Ca).
Di samping itu, kapur juga digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang
digunakan adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium
dan karbon digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi
pertumbuhannya, demikian juga dengan adanya unsur karbon.
iii. Gips (CaSO4)
Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk
memperkokoh media. Dengan kondisi yang kokh maka diharapkan media tidak
mudah rusak.
17
iv. Kantong plastik
Penggunaan kantong plasik bertujuan untuk mempermudah pengaturan
kondisi (jumlah oksigen dan kelembapan media) dan penanganan media selama
pertumbuhan. Kantong plastik yang digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan
panas sampai dengan suhu 100oC. Jenis plastik biasanya dipilih dari jenis
polipropilen (PP). Ukuran plastik yang biasa digunakan dalam budidaya jamur
antara lain 20cm x 30cm, 17cm x 35cm, 14cm x 25cm dengan ketebalan 0,3mm-
0,7mm atau dapat juga lebih tebal.
2.3.3 Pembudidayaan
Pembudidayaan jamur tiram, beberapa tahap berikut perlu diperhatikan.
2.3.3.1 Persiapan
Serbuk kayu, bekatul, kapur dan gips disiapkan sesuai dengan
kebutuhannya. Perbandingan kebutuhan bahan-bahan tersebut adalah seperti
berikut.
Tabel 7. Kebutuhan bahan-bahan dalam budidaya jamur tiram
Formulasi Serbuk Kayu (kg)
Tapioka (kg)
Bekatul (kg) Kapur (kg) Gips
(kg) TSP (kg)
I 100 - 15 5 1 - II 100 - 5 2,5 0,5 0,5 III 100 - 10 2,5 0,5 0,5 IV 100 5 10 5 1 0,5
Sumber : Y.A. Cahyana, dkk (2001) dalam Achmad, dkk (2011)
2.3.3.2 Pengayakan
Ukuran ayakan yang digunakan sama dengan ukuran ayakan untuk
mengayak pasir. Pengayakan dapat dilakukan secara manual dengan tenaga
manusia. Namun, apabila skala produksinya cukup besar, maka dapat digunakan
mesin pengayak (Achmad, dkk., 2011).
18
2.3.3.3 Perendaman
Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan
getah dan minyak yang terdapat pada serbuk kayu. Di samping itu perendaman
juga berfungsi untuk melunakkan serbuk kayu agar mudah diuraikan oleh
jamur. Perendaman dilakukan dengan cara memasukkan serbuk gergaji ke
dalam karung untuk mengurangi kehilangan selama perendaman. Perendaman
dilakukan selama 6-12 jam. Setelah perendaman selesai, serbuk kayu ditiriskan
(Achmad, dkk., 2011).
2.3.3.4 Pengukusan
Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu
80-90oC selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi
mikrobe yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram yang ditanam.
Pengukusan juga diharapkan dapat melarutkan minyak dan getah yang terdapat
pada kayu. Selain itu, bahan-bahan organik yang terdapat dalam serbuk kayu
akan mudah diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana (Achmad, dkk.,
2011).
2.3.3.5 Pencampuran
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur
dengan serbuk gergaji yang telah dikukus. Pencampuran harus dilakukan
secara merata. Dalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat
gumpalan, terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan
komposisi media yang diperoleh tidak merata. Dengan tidak meratanya
campuran media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur (Achmad,
dkk., 2011).
19
2.3.3.6 Pengomposan
Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa
kompleks dalam bahan-bahan dengan bantuan mikrobe sehingga diperoleh
senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur
dan memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik. Pengomposan dilakukan
dengan cara membumbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupnya secara
rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Proses pengomposan yang
baik ditandai dengan kenaikan suhu menjadi sekitar 50oC. Kadar air campuran
atau kompos harus diatur pada kondisi 50-65% dengan tingkat keasaman (pH) 6-7
(Achmad, dkk., 2011).
2.3.3.7 Pembungkusan
Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan plastik polipropilen (PP)
karena relatif tahan panas. Pembungkusan dilakukan dengan cara memasukkan
adonan ke dalam plastik kemudian adonan ini dipadatkan. Media yang kurang
padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat
menjadi busuk sehingga produktivitas menurun. Kantong plastik dengan ukuran
20cm x 30cm biasanya menghasilkan media seberat 800-900 g, sedangkan ukuran
plastik 17cm x 35cm akan menghasilkan media seberat 900-1.000 g (Achmad,
dkk., 2011).
2.3.3.8 Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menginaktifkan
mikrobe, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu
pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90oC
selama 6-8 jam (Achmad, dkk., 2011).
20
2.3.3.9 Pendinginan
Media yang disterilisasi didinginkan antara 8-12 jam sebelum dilakukan
inokulasi (pemberian bibit). Pendinginan dilakukan hingga temperatur mencapa
35-40oC. Untuk mempercepat proses pendinginan dapat digunakan kipas angin
(blower). Apabila suhu media masih terlalu tinggi maka bibit yang ditanam akan
mati karena kepanasan (Achmad, dkk., 2011).
2.3.3.10 Inokulasi (Pemberian Bibit)
Menurut Achmad, dkk (2011) agar inokulasi dapat berhasil dengan baik,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan kegiatan ini.
1. Kebersihan
Kebersihan meliputi alat, tempat dan sumber daya atau pelaksananya. Dalam
hal ini, kebersihan diukur dari tingkat sterilitasnya. Sterilisasi alat dilakukan
dengan menggunakan alkohol 70% dan lampu spiritus atau lampu bunsen.semua
peralatan yang digunakan dalam inokulasi dicelupkan ke dalam larutan alkohol
70% kemudian dinyalakan beberapa saat. Sementara itu, sterilisasi tempat atau
ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol atau larutan formalin 2%.
2. Bibit
Kualitas bibit merupakn kunci keberhasilan dalam budidaya jamur tiram.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit jamur tiram ini
adalah sebagai berikut.
a) Bibit berasal dari strain atau varietas unggul,
b) Umur bibit optimal 45-60 hari,
c) Warna bibit merata,
d) Bibit tidak terkontaminasi,
21
e) Belum ditumbuhi jamur.
3. Teknik Inokulasi
Inokulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan taburan
dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit ke dalam
media tanam secara langsung. Sementara itu, inokulasi secara tusukan dilakukan
dengan cara membuat lubang di bagian tengah media melalui ring (cincin)
sedalam 3/4 dari tinggi media. Penusukan dilakukan dengan menggunakan batang
kayu berdiamter satu inci. Selanjutnya dalam lubang tersebut diisikan bibit yang
telah dihancurkan.
Media yang telah diisi bibit selanjutnya ditutup dengan menggunakan
kapas sisa pintalan (dapat juga digunakan kapuk randu, koran, atau tutup yang
lain). Penutupan media tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang
baik bagi pertumbuhan miselia jamur karena tumbuh dengan baik pada kondisi
tidak terlalu banyak oksigen.
2.3.3.11 Inkubasi
Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan media yang telah diisi
dengan bibit pada kondisi tertentu agar miselia jamur tumbuh. Suhu yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia adalah antara 22-28oC. Apabila suhu
terlalu rendah atau terlalu tinggi maka ruangan tempat inkubasi tersebut harus
diatur.
Inkubasi dilakukan hingga seluruh media berwarna putih merata.
Biasanya media akan tampak putih secara merata antara 40-60 hari sejak
dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui
sejak 2 minggu setelah inkubasi. Apabila setelah 2 minggu tidak terdapat tanda-
22
tanda adanya miselia jamur berwarna putih yang merambat ke bawah maka
kemungkinan besar amur tersebut tidak tumbuh. Untuk mengatasi media yang
tidak ditumbuhi miselia jamur tersebut maka perlu dilakukan sterilisasi ulang pada
media hingga inokulasi kembali (Achmad, dkk., 2011).
2.3.3.12 Penumbuhan
Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur setelah
berumur 40-60 hari sudah siap untuk dilakukan penanaman (growing atau
farming). Penanaman dilakukan dengan cara membuka plastik media tumbuh
yang sudah penuh miselia tersebut. Pada prinsipnya, pembukaan media adalah
bertujuan memberikan O2 yang cukup, sehingga dapat memberikan kesempatan
bagi jamur untuk membentuk tubuh buah (fruiting body) dengan baik.
Satu sampai dua minggu setelah media dibuka biasanya akan tumbuh
tubuh buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan
selama 2-3 hari atau sampai tercapai pertumbuhan yang optimal. Apabila jamur
yang telah tumbuh dibiarkan terlalu lama, maka bentuk jamur akan kurang baik
dan daya simpannya akan menurun. Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan
tubuh buah pada jamur kayu adalah pada suhu 16-22oC dengan kelembaban 80-
90% (Achmad, dkk., 2011).
2.3.3.13 Pemanenan
Menurut Achmad, dkk (2011) kegiatan pemanenan ikut menentukan
kualitas jamur tiram yang dipanen. Untuk itu, pemanenan jamur tiram harus
memperhatikan beberapa hal berikut.
23
1) Penentuan saat panen
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal,
yaitu cukup besar, tetapi belum mekar penuh. Pemanenan ini biasanya silakukan 5
hari setelah tumbuh calon jamur. Pada saat itu, ukuran jamur sudah cukup besar
dengan diameter rata-rata antara 5-10 cm. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada
pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya dan mempermudah pemasarannya.
2) Teknik pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur yang ada.
Pemanenan tidak dapat dilakukan dengan cara hanya memotong cabang jamur
yang ukurannya besar saja, sebab dalam satu rumpun jamur mempunyai stadia
pertumbuhan yang sama. Oleh karena itu, apabila pemanenan hanya dilakukan
pada jamur yang ukurannya besar maka jamur yang berukuran kecil tidak akan
banyak bertambah besar, bahkan kemungkinan akan mati (layu atau busuk).
Pemanenan perlu dilakukan dengan mencabut keseluruhan rumpun hingga
akar-akarnya untuk menghindari adanya akar atau batang jamur yang tertinggal.
Adanya bagian jamur yang tertinggal tersebut dapat membusuk sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan media, bahkan dapat merusak pertumbuhan jamur yang
lain.
3) Penanganan pascapanen
Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong hingga menjadi bagian per
bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran yang menempel di bagian
akarnya saja. dengan cara tersebut, di samping kebersihannya lebih terjaga, daya
tahan simpan jamur pun akan lama.
24
2.4 Jamur Kuping
Jamur kuping memiliki tubuh buah mirip daun telinga manusia. Sebutan
jamur kuping melekat pada jenis jamur yang memiliki tubuh buah (basidiocarp)
mirip kuping (telinga). Di antara 65 spesies jamur kuping, ada tiga jenis jamur
kuping yang biasa dikonsumsi sebagai makanan lezat dan dapat dibudidayakan,
yakni (1) jamur kuping merah (Auricularia auricula Judae) yang memiliki warna
tubuh buah merah atau kemerah-merahan berukuran lebar; (2) jamur kuping hitam
(Auricularia polytricha) yang tubuh buahnya berwarna keungu-unguan atau hitam
dan berukuran (diameter) 6-10 cm; dan (3) jamur kuping putih atau jamur kuping
agar (Tremella fuciformis) yang berwarna putih berukuran lebih kecil dan tipis
(Rismunandar, 1984).
Jamur kuping termasuk keluarga Auricularia dan kelas Basidiomycetes.
Klasifikasi jamur kuping menurut Alexopolous dan Mins (1979) adalah sebagai
berikut.
Super Kingdom : Eukaryota Kingdom : Myceteae (Fungi) Divisio : Amastigomycota Sub-Divisio : Basidiomycota Kelas : Basidiomycetes Ordo : Auriculariales Familia : Auriculariae Genus : Auricularia Spesies : Auricularia sp.
Tubuh jamur kuping bertangkai pendek dan tumbuh menempel pada
substrat dengan membuat lubang pada permukaannya. Bentuk tubuh buah berupa
lembaran bergelombang tidak beraturan dan agak rumit, besar seperti mangkok
(cawan), dan lunak seperti selai, atau kenyal mirip belulang. Permukaan atas
25
seperti beludru dan bagian bawah licin mengkilat. Kulitnya berlendir selama
musim hujan dan tampak mengkerut pada musim kemarau (Rismunandar, 1984).
Tubuh buah jamur kuping dalam keadaan basah bersifat galatinous
(kenyal), licin, lentur (elastis), dan berubah melengkung agak kaku dalam keadaan
kering. Lebar tubuh buah jamur kuping sekitar 3-8 cm dan tebalnya sekitar 0,1-0,2
cm. Jamur kuping mencapai dewasa bila panjang (diameter) basidiocarp mencapai
10 cm (Rismunandar, 1984).
Jamur kuping sebagai salah satu jamur kayu yang mengandung mineral
lebih tinggi daripada daging sapi, daging kambing dan sayur-sayuran lain. Di
samping itu, jamur kuping tidak mengandung kolesterol. Kandungan nutrisi setiap
100 gram jamur kuping dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi dan kandungan nutrisi jamur kuping per 100 gram Zat Gizi Kandungan
Kalori (Energi) 128 kal Air 15 g Karbohidrat 73 g Lemak 0,73 g Asam Amino Essensial 9,25 g Vitamin B Kompleks 0,1172 g Thiamin 0,015 mg Riboflavin 0,844 mg Niacin 0,004 mg Ca (Kalsium) 159 mg K (Kalium) 754 mg P (Fosfor) 184 mg Na (Natrium) 35 mg Fe (Besi) 5,88 mg
Sumber : Djariah dan Abbas, 2005
2.5 Jamur Kancing
Champignon atau lebih populer disebut juga jamur kancing atau button
mushroom dewasa ini mempunyai masa depan yang cerah untuk dikembangkan di
Indonesia, karena peluang pasarnya masih sangat besar. Pada awalnya jamur
26
kancing (Agarucus bisporus) dibudidayakan di dalam gua-gua di daerah Uga Hari
dengan produksi yang bergantung pada alam yaitu 5 kg/m2, dan dapat
ditingkatkan dengan menggunakan teknologi modern. Produksi jamur kancing ini
pada tahun 1991 menduduki tingkat pertama di dunia yaitu sebesar 1,59 juta ton
jamur segar dan jumlah ini lebih dari sepertiga total produksi jamur pangan
lainnya (Gunawan, 1997).
Jamur champignon merupakan tanaman tingkat rendah dari keluarga
Thaloppytae yang mempunyai sifat tidak berklorofil, heterotrofik, dan saprofit.
Bersifat saprofit karena jamur champignon hidup dan berkembang dan bahan-
bahan organik yang biasanya berupa sisa-sisa hasil pertanian. Bersifat heterotrofik
karena untuk hidupnya, jamur champignon tergantung pada mikroorganisme lain
yang dapat menguraikan dengan mudah diserap oleh akar semu (miselium) jamur
tersebut (Juwantara, 2001).
Sifat jamur champignon adalah tidak beracun, dapat dikonsumsi dan
hidup pada media kompos di daerah yang beriklim subtropis. Jamur champignon
juga bersifat mudah rusak karena sebagian besar kandungannya berupa air (92%)
sehingga mudah terjadi penguapan. Akibatnya, jika tidak langsung ditangani
dengan baik, jamur akan mengalami pelayuan atau pembusukan (Juwantara,
2001).
Jamur champignon mempunyai variasi genetik antara lain brown cream,
off white dan perkawinan off white dan pure white. Varian pure white mempunyai
sifat khas pada warnanya yang putih, bentuk tudung bulat, permukaan tudung
halus dan ukurannya yang bagus (diameter antara 2-4cm). Sementara varian off
white mempunyai tingkat produksi yang lebih tinggi, tetapi penampilannya kurang
27
menarik karena permukaan tudungnya bersisik (kasar). Variasi brown cream
hampir sama dengan off white, hanya berbeda warna tudungnya, yaitu krem
kecoklatan. Varietas pure white paling umum dibudidayakan di Indonesia karena
kenampakannya menarik, yaitu warnanya putih bersih, kenyal, permukaan tidak
bersisik dan banyak disukai konsumen (Juwantara, 2001).
Jamur champignon diketahui mengandung protein kasar cukup tinggi,
yaitu 19-35% dari bobot kering (sebagai pembanding pada beras 7,3%, kedelai
39,15% dan susu 25,2%) dan kualitasnya baik, karena mengandung 9 asam amino
esensial. Asam amino tersebut adalah lisin, metheonin, triptofan, feonin, valin,
leosin, isoleosin, histidin dan fenil alanin harus tersedia melalui makanan
(Anonim, 1999).
Menurut Suriawiria (1997), kesembilan asam amino itu harus lengkap
dalam jumlah seimbang dalam tubuh supaya tubuh bisa mensintesis protein. Bila
kurang atau lebih kegunaan asam amino yang lain akan menurun mengikuti
ketersediaan asam amino yang terendah. Sedangkan vitamin di dalam jamur
terdiri dari thiamin (vitamin B12), riboflavin (vitamin B2), niasin, biotin, vitamin C
dan sebagainya. Untuk kandungan mineral jamur tersusun dari K, P, Ca, Na, Mg,
Cu dan beberapa elemen mikro. Kandungan serat di dalam jamur berkisar 7,3-
27,6% dan tergantung pada jenisnya.
Ditinjau dari kandungan gizinya, jamur champignon mengandung protein
dan karbohidrat berkisar antara 3,5% dan 4,5%, sedangkan kandungan tertinggi
adalah air berkisar 90%. Jamur champignon juga mempunyai beberapa vitamin
seperti vitamin B dan vitamin C dan sejumlah lemak dan mineral, seperti pada
Tabel 9 berikut.
28
Tabel 9. Perbandingan Komposisi Gizi Jamur Champignon dan Jamur Merang
Kandungan Komposisi Berat Segar /100 g
Jamur Champignon Jamur Merang
Air 90% 93,3% Protein 3,5% 1,8% Lemak 0,3% 0,3% Karbohidrat 4,5% - Mineral 15 - Kalori 25 Cal - Vitamin B1 0,12 mg/g 0,03% Vitamin B 0,52 mg/g 0,01% Vitamin C 8,60 mg/g 1,7 mg/g Niasin 5,85 mg/g 1,7 mg/g Asam pentotenat 2,38 mg/g - Abu - 1,2% Kalsium - 30 mg/g Fosfat - 37 mg/g Fe - 0,9 mg/g
Sumber : Vedder (1978) dan Quino dalam Juwantara T. (2001)
2.6 Gula Kelapa
Gula sudah tidak asing lagi bagi manusia dan merupakan bahan pokok
pula. Adanya bermacam-macam gula, tergantung pada bahan yang digunakan dan
dikenal sebagai gula pasir (kristal atau semacam pasir berwarna putih), gula
rakyat (gula merah atau gula kelapa), dan sebagainya. Gula memegang peranan
penting dalam kecap manis. Gula dapat meningkatkan kemanisan dan
karakteristik aroma, menurunkan aw sehingga dapat memperpanjang masa simpan
dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme, serta mempengaruhi
warna dan flavor kecap melalui reaksi Maillard dan karamelisasi (Wiratma, 1995).
Tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gula antara lain tebu, pohon aren,
pohon lontar, pohon kelapa, biet (Untoro, 1974). Komposisi kimia gula kelapa
dapat dilihat pada Tabel 10.
29
Tabel 10. Komposisi Kimia Gula Kelapa dalam 100 g Sumber Jumlah Kandungan
Energi 31,6% Air 10,0 mg Protein 3,0 mg Lemak 0 Karbohidrat 76 mg Mineral 76 mg Kalsium 3,7 mg Fosfor 2,6 mg
Sumber : Oey Kam Nio (1992)
Syarat mutu gula kelapa telah ditentukan oleh pemerintah dengan kode
standar SII 0268-85. Standar ini merupakan revisi dari standar industri gula
Indonesia pada sebelumnya yaitu SII 0286-80.
Tabel 11. Syarat Mutu Gula Kelapa Uraian Persyaratan
Kenampakan Bentuk Warna
Padat, normal Kuning kecoklatan sampai coklat
Rasa dan aroma Khas Air Maksimum 10% Abu Maksimum 2% Jumlah gula yang dihitung sebagai sukrosa
Minimum 77%
SO2 sisa Maksimum 300mg/kg Sumber : Buletin Setia Kawan (1991) dalam Wiratma (1995)
2.7 Kecap
Salah satu bahan penyedap hasil fermentasi yang sering digunakan
sebagai bahan pemberi rasa, berwarna coklat gelap dan berbau tajam adalah
kecap. Kecap digunakan sebagai flavor enhancer (pembangkit rasa) dalam
makanan seperti : ayam goreng, ikan bakar, sate, soto, gado-gado, sayur dan
berbagai makanan lainnya. Kecap berasal dari Cina merupakan penyedap
makanan tradisional yang telah dikenal di Asia sejak 1000 tahun yang lalu,
kemudian menjadi terkenal pula di negara Amerika. Kecap merupakan produk
30
tradisional yang sudah dikenal dan diterima secara meluas di dunia internasional
seperti kecap manis Indonesia yang telah diekspor ke negara Australia, Uni
Emirat Arab, Fiji, Suriname, Singapur, Hongkong, Kuwait, Brunai Darussalam,
Taiwan, Jepang, Selandia Baru, dan Belanda (Wibowo, 1990).
Kecap adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau
cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L.) dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan
(SNI 01-3543-1994). Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang
dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan
tujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi, 2006). Kecap merupakan
salah satu bentuk pangan tradisional dari kedelai. Kecap telah terkenal di negara
Asia sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Kecap berasal dari Cina dan dikenal
di berbagai negara dengan nama yang berbeda-beda, misalnya shoyu di Jepang,
chiang-yu di Cina, kan jang di Korea, dan di Indonesia disebut dengan kecap
(Rose, 1982).
2.6.1 Jenis-Jenis Kecap
Kecap dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kecap Jepang dan kecap
Cina. Perbedaan utama kedua jenis kecap ini adalah bahan baku utama yang
digunakan. Kecap Jepang biasanya menggunakan campuran antara kedelai kuning
dan gandum dengan perbandingan 1:1, memiliki viskositas yang rendah dan
warna kecap yang kurang gelap jika dibandingkan dengan kecap Cina. Sementara
itu, pada kecap Cina biasanya hanya menggunakan kedelai saja. Kecap Cina
memiliki viskositas yang lebih tinggi dengan warna kecap yang lebih gelap (Rose,
1982).
31
Kecap yang biasanya dibuat dari kedelai diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu kecap kedelai manis dan kecap kedelai asin (SNI 01-3543-1994). Penelitian
sebelumnya telah dilakukan terhadap sifat kimia dari beberapa jenis kecap oleh
Judoamidjojo et al. (1985). Penelitian dilakukan terhadap 8 kecap di Indonesia
dari daerah Sumatera, Jawa, dan Celebes dengan klasifikasi sebagai berikut : 4
kecap manis, 3 kecap asin, dan 1 kecap kental. Parameter yang diukur adalah
protein kasar, lemak, abu, karbohidrat, total Nitrogen, formol Nitrogen, dan kadar
garam. Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Penelitian 8 Kecap di Indonesia
Jenis Kecap Daerah
Protein Kasar (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Karbohidrat (%)
Total N
(%)
Formol N (%)
NaCl (%)
Manis Sumatera 1,19 0,25 6,10 47,91 0,21 0,09 5,17 Manis Sumatera 1,43 0,13 5,82 65,45 0,25 0,05 4,37 Manis Celebes 0,80 0,29 6,20 26,27 0,14 0,02 3,30 Manis Jawa 1,46 0,14 7,64 61,16 0,26 0,07 6,27 Asin Sumatera 1,84 0,39 19,81 19,35 0,32 0,17 19,69 Asin Jawa 6,55 0,35 18,48 10,78 1,14 0,65 18,43 Asin Celebes 3,44 0,21 21,65 3,84 0,59 0,33 20,80
Kental Jawa 3,42 0,29 10,78 42,81 0,60 0,17 10,40 Sumber : Judoamidjojo et al. (1985)
2.6.2 Komposisi Kimia Kecap
Senyawa organik dalam kecap tidak hanya berasal dari kedelai, tetapi
juga berasal dari gula merah yang digunakan. Kecap manis mengandung gula
yang tinggi akibat adanya penambahan gula pada saat pembuatannya. Senyawa
organik tersebut adalah sitrat, tartarat, suksinat, laktat, format, piroglutamat,
propionat, dan butirat (Judoamidjojo et al., 1985). Komposisi komponen volatil
kecap manis banyak ditentukan oleh komponen volatil dari gula yang
ditambahkan pada saat pembuatan kecap manis. Hasil penelitian Nurhayati (1996)
didapatkan bahwa pada kecap manis dengan gula kelapa terdapat senyawa
32
aldehid, asam, furan, pirol, turunan benzena, dan ester. Pada kecap manis dengan
gula aren terdapat senyawa aldehid, alkohol, furan, hidrokarbon, turunan benzena,
dan ester. Sementara itu, pada kecap manis dengan gula tebu terdapat senyawa
keton, alkohol, asam, furan, turunan benzena, dan hidrokarbon.
Reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan
gugus amin. Warna coklat dalam reaksi Maillard disebabkan oleh pembentukan
melanoidin, yang merupakan kompleks molekul berberat molekul besar. Reaksi
ini diawali reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup
amino bebas pada molekul protein atau asam amino membentuk glucosyl amine.
Senyawa ini kemudian melalui Amadori Rearrangement membentuk aminodeoxy-
ketose. Produk-produk Amadori tidak stabil dan setelah melalui serangkaian
reaksi yang kompleks menghasilkan komponen aroma dan flavor, serta pigmen
coklat melanoidin. Reaksi Maillard dapat terlihat pada suhu 37°C, dapat terjadi
secara cepat 100°C, dan tidak terjadi pada 150°C. Sementara itu, reaksi
karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula dengan keberadaan
katalis asam atau basa pada suhu 170°C. Karamelisasi menghasilkan warna coklat
dan aroma yang disukai.
Sebagian besar kecap Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan
gula, komposisi asam, dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan
perlakuan fermentasi. Selain itu, kecap yang bermutu tinggi berkadar garam 18%,
gula minimal 40% dan pH-nya berkisar antara 4,7-4,8 (Buckle et al., 1988).
Untuk spesifikasi persyaratan mutu kecap manis dapat dilihat pada Tabel 13.
33
Tabel 13. Spesifikasi persyaratan mutu kecap manis No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau Normal, khas 1.2 Rasa Normal, khas 2 Protein (N x 6,25), b/b - Min. 2,5% 3 Padatan terlarut, b/b - Min. 10% 4 NaCl (garam), b/b - Min. 3%
5 Total gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b - Min. 40%
6 Bahan tambahan makanan 6.1 Pengawet 1) Benzoat atau mg/kg Maks. 600
2) Metil para hidroksi benzoat mg/kg Maks. 250
3) Propil para hidroksi benzoat mg/kg Maks. 250
6.2 Pewarna tambahan - Sesuai SNI 01-0222-1995 7 Cemaran logam 7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0 7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 9 Cemaran mikroba 9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 105 9.2 Bakteri koliform APM/g Maks. 102 9.3 E. coli APM/g < 3 9.4 Kapang/khamir Koloni/g Maks. 50 Sumber : SNI 01-3543-1999
Asam amino bebas dalam kecap terbanyak adalah asam glutamat. Selain
itu, asam amino bebas yang lain adalah aspartat, treonin, serin, prolin, glisin,
alanin, valin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, dan lisin, yang jumlahnya
berkisar antara 0,01-0,08 g/100 g bahan (Judoamidjojo et al., 1985). Kandungan
asam amino kecap manis Indonesia telah berhasil diidentifikasi oleh Judoamidjojo
et al. (1985) dengan menggunakan amino acid analyzer (Tabel 14).
34
Tabel 14. Kandungan asam amino beberapa jenis kecap (g/100g)
Asam Amino Kecap Asin Kecap Manis Kecap Jepang (Jenis Tamari)
Aspartat 0,42 0,03 0,58 Treonin 0,21 0,01 0,23 Serin 0,29 0,01 0,50 Glutamat 0,63 0,10 1,45 Prolin 0,16 0,01 0,63 Glisin 0,15 0,00 0,24 Alanin 0,30 0,02 0,35 Valin 0,30 0,02 0,35 Metionin 0,08 0,00 0,06 Isoleusin 0,29 0,02 0,33 Leusin 0,41 0,02 0,52 Tirosin 0,15 0,02 0,07 Fenilalanin 0,24 0,02 0,25 Lisin 0,27 0,01 0,42 Histidin 0,09 0,00 0,07 Arginin 0,27 0,00 0,13 Triptofan 0,00 0,00 0,04 Sistein 0,00 0,00 0,07 Sumber : Judoamidjojo et al. (1985)