ii. kerangka teoritis 2.1 fenomena kehidupan ......6 ii. kerangka teoritis 2.1 fenomena kehidupan...

30
6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti “apa yang terlihat”, dalam bahasa Indonesia bisa berarti gejala, kejadian, fakta, atau kenyataan dari apa yang dilihat dan ditangkap oleh panca indera kita. Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena terjadi di semua tempat yang bisa diamati oleh manusia. Suatu kejadian adalah suatu fenomena. Suatu benda merupakan suatu fenomena, karena merupakan sesuatu yang dapat kita lihat. Adanya suatu benda juga menciptakan keadaan ataupun perasaan, yang tercipta karena keberadaannya. Sedangkan kehidupan dalam arti sehari-hari adalah sebuah fenomena adanya hidup. Jadi fenomena kehidupan pedagang perantara adalah kejadian, fakta atau kenyataan dari apa yang bisa kita lihat dan tangkap oleh panca indera dari sebuah realita/kenyataan hidup seorang pedagang perantara. Fenomena tentang pedagang perantara sudah tidak asing lagi di dalam dunia pertanian, apalagi bagi para petani yang ada di daerah pedesaan. Petani justru menganggap mereka sebagi pahlawan yang selalu siap membantunya. Khususnya dalam kegiatan perdagangan dan pemasaran hasil pertanian. Menurut Witrianto (2010), pedagang perantara adalah orang yang mencari nafkah sebagai pedagang pengumpul hasil pertanian dengan membelinya langsung kepada petani dan kemudian menjualnya, baik di daerah itu sendiri maupun untuk dibawa ke daerah lain, dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Sedangkan pelepas uang adalah orang yang mempunyai modal yang cukup besar untuk memberikan pinjaman pada petani untuk kegiatan pertanian dan kebutuhan yang mendesak. Pada mulanya yang menjadi pedagang perantara adalah penduduk setempat atau dari desa tetangga yang memiliki lahan pertanian sempit atau bahkan tidak memiliki lahan sama sekali, sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya mereka melakukan pekerjaan alternatif sebagai pedagang peratara.

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

6

II. KERANGKA TEORITIS

2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara

Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti “apa

yang terlihat”, dalam bahasa Indonesia bisa berarti gejala, kejadian, fakta, atau

kenyataan dari apa yang dilihat dan ditangkap oleh panca indera kita. Fenomena

adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai

lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena terjadi di

semua tempat yang bisa diamati oleh manusia. Suatu kejadian adalah suatu

fenomena. Suatu benda merupakan suatu fenomena, karena merupakan sesuatu

yang dapat kita lihat. Adanya suatu benda juga menciptakan keadaan ataupun

perasaan, yang tercipta karena keberadaannya. Sedangkan kehidupan dalam arti

sehari-hari adalah sebuah fenomena adanya hidup. Jadi fenomena kehidupan

pedagang perantara adalah kejadian, fakta atau kenyataan dari apa yang bisa kita

lihat dan tangkap oleh panca indera dari sebuah realita/kenyataan hidup seorang

pedagang perantara.

Fenomena tentang pedagang perantara sudah tidak asing lagi di dalam

dunia pertanian, apalagi bagi para petani yang ada di daerah pedesaan. Petani

justru menganggap mereka sebagi pahlawan yang selalu siap membantunya.

Khususnya dalam kegiatan perdagangan dan pemasaran hasil pertanian. Menurut

Witrianto (2010), pedagang perantara adalah orang yang mencari nafkah sebagai

pedagang pengumpul hasil pertanian dengan membelinya langsung kepada petani

dan kemudian menjualnya, baik di daerah itu sendiri maupun untuk dibawa ke

daerah lain, dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Sedangkan pelepas uang adalah

orang yang mempunyai modal yang cukup besar untuk memberikan pinjaman

pada petani untuk kegiatan pertanian dan kebutuhan yang mendesak. Pada

mulanya yang menjadi pedagang perantara adalah penduduk setempat atau dari

desa tetangga yang memiliki lahan pertanian sempit atau bahkan tidak memiliki

lahan sama sekali, sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya mereka

melakukan pekerjaan alternatif sebagai pedagang peratara.

Page 2: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

7

Pedagang perantara/ pengumpul atau pengepul muncul akibat tingkat

kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi. Pada mulanya pekerjaan sebagai

pedagang perantara merupakan pekerjaan alternatif bagi sebagian petani, terutama

yang memiliki lahan sempit, untuk menambah penghasilan mereka dalam upaya

memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat. Usaha ini

ternyata sangat menguntungkan, sehingga kemudian banyak petani lainnya yang

beralih profesi sebagai pedagang perantara.

Menyoroti kehidupan pedagang perantara, memang tidak bisa dilepaskan

dengan yang namanya membeli dan menjual hasil pertanian. Menurut Sadikin dan

Sofwan (2007) dalam bukunya “Konflik Keseharian Di Pedesaan Jawa”

pedagang perantara adalah aktor yang berpfofesi sebagai pembeli padi dari petani

dalam jumlah yang tidak terlalu besar, orang ini biasanya mampu membeli anatara

1 sampai dengan 2 kwintal gabah kering, biasanya orang ini berkeliling

menggunakan sepeda onthel dengan beberapa karung kosong, dimana para petani

baru saja selesai melakukan proses pemanenan dan melakukan penawaran dari

rumah ke rumah. Hasil pembeliannya ia selip atau giling ke tempat penggilingan

dan kemudian ia jual ke warung-warung yang menjual beras di pasar atau

langsung dia jual ke tempat selepan ( tempat penggilingan padi ). Sementara itu

ada juga yang menjadi penampung atau lebih tepatnya menjadi pembeli gabah

kering dari petani dalam jual yang besar dan menjualnya kembali kepada para

penampung yang lebih besar, yang kemudian akan menjualnya kepada bulog

(badan urusan logistic). Para pedagang perantara melakukan beberapa cara dalam

membeli hasil pertanian dari petani, antara lain dengan cara mendatangi rumah-

rumah para petani, menggunakan forum-forum seperti yasinan, apabila

berpapasan dengan orang di jalan secara tak di sengaja, mencari tahu apakah ada

orang yang akan menjual padinya, bila sudah terjadi kesepakatan jual beli,

perantara akan langsung mengirim kendaraan untuk mengangkut padi dari rumah

petani yang menjual padinya, biasanya kendaraan truk yang digunakan dalam

mengangkut hasil pertanian. mereka lebih senang disebut sebagai pedagang,

karena memang pekerjaanya membeli dan menjul hasil-hasil pertanian.

Page 3: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

8

2.2 Definisi Pemasok dan Pelanggan

Dalam dunia bisnis, seorang wirausaha bukan hanya wajib menjalin

hubungan baik dengan pelanggan, namun juga dengan pemasok. Keberhasilan

sebuah perusahaan tidak mungkin dilepaskan dari pemasok. Pemasok

menyediakan bahan baku dan peralatan bagi perusahaan guna menghasilkan

barang untuk disimpan, diolah, didistribusikan, dan dijual. Bagi perusahaan,

pemasok menyediakan barang untuk dijual kepada pengecer dan pelanggan.

Perusahaan dalam sektor jasa tentu juga membutuhkan pemasok, misalnya untuk

memasok peralatan guna membantu melayani pelanggan. Singkatnya, pemasok

adalah penyedia kebutuhan sumber daya perusahaan dengan jumlah, mutu, dan

harga yang sesuai sehingga proses produksi, distribusi, dan pelayanan dapat

berjalan lancar. Sedangkan dalam bisnis, pelanggan adalah yang paling utama.

Hal ini sebuah kenyataan yang benar adanya, akan tetapi banyak juga orang yang

masih selalu lupa ataupun kurang menyadarinya. Segala bidang bisnis pun akan

sama saja. Pelanggan wajib di utamakan, maju mundurnya bisnis karena sebuah

layanan kepada pelanggan, seperti apapun dan bagaimanapun keadaan pelanggan

kita, mereka wajib kita hormati serta kita berikan pelayanan yang terbaik serta

memuaskan untuk mereka. Menurut Lupiyoadi (2001) mendefinisikan pelanggan

adalah seorang individu yang secara continue dan berulang kali datang ke tempat

yang sama untuk memuaskan keinginnanya dengan memliki suatu produk atau

mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produka atau jasa tersebut. Arti

pelanggan menurut Dharmanesta dan Handoko (1997) yaitu individu yang

melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi

rumah tangga.

2.2.1 Profil Pemasok (Petani)

Seperti yang dikemukaan oleh Tohir (1965), bahwa pertanian itu adalah

mata pencaharian yang utama bagi masyarakat Indonesia. Karena sebagian besar

dari masyarakat di Indonesia terdiri dari petani. Petani adalah orang yang

menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian

utamanya. Menurut Scott (1994), secara garis besar terdapat tiga jenis petani,

yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan,

Page 4: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

9

dan buruh tani. Menurut Witrianto (2010) dalam penelitiannya menjelasakan

bahwa : (1) Petani pemilik atau yang biasa disebut sebagai petani kaya, yaitu

petani yang menguasai lahan-lahan luas, baik sawah maupun ladang. (2) Petani

penggarap, yaitu petani yang menggarap sendiri ladang yang mereka miliki, atau

menggarap lahan orang lain dengan sistem bagi hasil dari keuntungan yang

diperoleh setelah panen; (3) Buruh tani, yaitu petani yang bekerja di lahan orang

lain dengan sistem upah harian atau borongan. Secara umum, petani bertempat

tinggal di pedesaan dan sebagian besar di antaranya hidup di bawah garis

kemiskinan, terutama petani yang memiliki lahan sempit dan buruh tani. Pada

awal mulanya pertanian di tanah air kita ini dilaksanakan sebagai usaha

menghasilkan keperluan sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak. Ketika

itu setiap manusia pada dasarnya juga adalah petani yang bersama-sama dengan

orang tuanya, anaknya, dan pasangan hidupya mengelola tanahnya untuk

mendapatakan bahan makan nabati maupun hewani, serta keperluan hidup yang

lain seperti bahan membuat rumah dan pakaian.

Petani seperti itu kita ketahui adalah petani gurem dan hidup dalam suatu

sistem perekonomian tertutup. Istilah lain dari gurem adalah “peasant” yaitu

petani yang memilki lahan yang sempit dan memanfaatkan sebagian terbesar dari

hasil produksi pertaniannya untuk kepentingan mereka sendiri (Soetrisno,1999).

Tetapi lama-lama kelamaan keadaan seperti itu menekan berat diatas kehidupan

mereka, karena apabila lingkungannya sudah berkembang, akan banyak hal-hal

yang tadinya tidak dianggap keperluaan hidup berubah menjadi keperluaan hidup

yang tidak dapat dihasilkan sendiri. Di dalam keadaan seperti ini, petani gurem

mencoba menyesuaikan diri dengan peralihan suasana. Ia mulai melihat bahwa

apa yang dihasilkan olehnya yang mungkin dapat dijual untuk dijadikan uang,

termasuk juga tenaganya yang pada masa-masa tidak ada kegiatan di ladang atau

sawah dapat ditawarkannya untuk melakukan pekerjaan kasar di daerah

perkotaan.

Menurut Nasoetion (1991), usaha tani gurem adalah usaha tani yang

bertujuan untuk menghasilkan hasil pertanian untuk keperluan sendiri. Usaha tani

Page 5: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

10

gurem sering di sebut juga sebagai pertanian tradisional atau pertanian subsisten.

Pertanian adalah suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan

oleh manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku atau sumber energi,

serta untuk mengelola lingkungan hidupnya, atau dengan kata lain, pertanian

diartikan juga sejenis proses produksi yang khas yang didasarkan atas proses-

proses pertumbuhan tumbuhan dan hewan (Mosher,1996). Kegiatan pemanfaatan

sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian, biasa dipahami orang sebagai

budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation). Orang yang melakukan

kegiatan usaha tani gurem/budidaya atau bercocok tanam dinamakan petani

gurem. Sedangkan pertanian tradisional atau subsisten adalah kegiatan usaha tani

atau bercocok tanam yang dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk

memenuhi kebutuhannya sendiri.

Ladang, dan perkarangan menjadi tempat dimana para petani gurem

menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas bercocok tanam, dan ada pula

yang menjadi buruh tani karena sempitnya lahan yang dilmiliki dan sering juga

tidak mempunyai lahan sendiri. Walaupun luas lahan yang dimiliki tidak lebih

dari 1 ha, tetapi itu semua sangat berarti sekali dan menjadi tulang punguung

kehidupan bagi para petani gurem.

Menurut Mosher (1996) lewat bukunya “Mengerakan Dan Membangun

Pertanian” menjelaskan bahwa corak usaha tani yang sering dilakukan oleh para

petani gurem adalah Pertanian berladang dan pertanian menetap.

Pertanian berladang (shifting cultivation) adalah salah satu usaha tani

seperti yang terlihat pada sistem tebang ladang atau sistem “tebas dan bakar”, di

mana pohon ditebang dan dibakar sehingga tanah bisa ditanami, biasanya tanpa

dibajak terlebih dahulu. Sistem berladang dalam perkembangan pertanian

merupakan tahap yang rendah, setelah orang pandai mengurus tanahnya atau

lahanya, sehingga secara ekonomis dapat di tanami terus-menerus, maka sistem

ladang ini hilang dan menjadi pertanian yang menetap.

Pertanian menetap (settled agriculture) adalah corak usaha tani lainnya

yang timbul di tempat-tempat dimana lahan lebih subur dan bisa mempertahnkan

kesuburannya itu pada tingkat yang baik walaupun terus-menerus ditanami.

Page 6: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

11

Disinilah usaha tani bersifat menetap dan bidang-bidang tanah yang sama digarap

dan dikerjakan oleh para petani gurem dari tahun ke tahun.

Kembali lagi dengan kehidupan petani gurem yang berhubungan dengan

pemasaran Hasil pertanian berupa tanaman hortikultura seperti sayuran dan buah-

buahan yang berasal dari ladang, sawah dan perkarangan petani gurem juga

digunakan untuk keperluan sendiri. Hal ini juga menegaskan bahwa petani gurem

berdasarakan gunanya hasil adalah perusahaan pertanian rakyat yang bersifat

konsumtif (Tohir, 1965), yaitu petanian rakyat yang hasil buminya sebagian besar

dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dari keluarga yang

mengusahakannya. Akan tetapi disinilah permasalahan terjadi, seiring

berkembangnya jaman berkembang juga kebutuhan para petani, karena petani itu

kadang-kadang memerlukan uang tunai, misalnya untuk membayar pajak,

membelli obat, atau membayar uang sekolah anaknya, kadang-kadang juga hasil

perkarangan yang biasanya berupa buah-buahan tidak dimakan sendiri melainkan

dijual ke pasar. Nasoetion (1991) dalam bukunya “Pengantar Ke Ilmu-Ilmu

Pertanian” memberikan contoh sebuah peristiwa yang menunjukan adanya gejala

perbenturan antara petani yang berstatus gurem dengan perekonomian uang:

“Ketika kita melihat seorang membawa setandan pisang ke pasar, besar sekali

kemungkinannya bahwa pisang itu berasal dari perkarangan dan ia pergi ke

pasar untuk menjualnya karena memerlukan uang tunai. Kalau tadinya ia

berusah hidup dari usaha lahan pertaniannya sendiri, tanpa merasakan perlunya

memilki uang tunai, peradaban modern memaksanya untuk memiikirkan

bagaimana caranya ia sekali-kali harus bisa mendapatkan uang tunai karena

mulai adanya keperluannya yang tidak dapat dipenuhi oleh hasil lahanya dalam

bentuk alami”.

Dari peristiwa di atas menunjukan bahwa petani gurem selalu dihadapkan

dengan situasi yang dilematis, bahwa banyak persoalan yang dihadapi oleh petani,

khusunya petani gurem. Secara umum masalah tersebut bisa berhubungan

langsung dengan produksi (bercocok tanam/budi daya) dan pemasaran hasil-hasil

pertanian. Diihat dari segi ekonomi pertanian, keberhasilan produksi atau panen

oleh petani dengan tingkat harga yang diterima untuk hasil produksinya tersebut

Page 7: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

12

merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku kehidupan petani. Adapun

beberapa persoalan yang biasa dihadapi oleh petani gurem adalah :

Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan

pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau kadang-

kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen. Rendahnya

penghasilan petani disebabkan karena : sangat kecilnya yang diusahakan

oleh mereka rata2 kurang dari pada 1 ha, produksi per ha yang kurang

tinggi, harga hasil bumi yang tidak cukup tinggi karena banyaknya

pedagang perantara. Pendapatan yang rendah ini membawa berbagai

kesulitan diantara lain adalah : penggunaan modal dalam perusahaan yang

sangat kecil, sehingga petani hidupnya serba kekurangan, bahkan

sengsara, dan banyak utang. Atau dengan kata lain, dengan lahan pertanian

yang sempit. Pertanian tradisional sudah jelas tidak menarik, karena selain

hasilnya sangat rendah, lahan pertanian pun semakin menyempit. Dengan

ekonomi biaya tinggi yang terus meningkat, yang dapat dibelanjakan oleh

rumah tangga menjadi berkurang, karena hasil panen yang tidak

memuasakan maka pertanian menjadi masalah bagi petani. Dari segi

pembangunan jalan-jalan, elektrifikasi, puskesmas dll, taraf hidup rakyat

menjadi naik, tetapi mereka menderita karena pendapatan mereka unutk

memebelanjakan kebutuhan rumah tangga tidak naik (Lubis, 1992)

Petani hanya dapat menyimpan hasil panen yang besar untuk diijual

sedikit demi sedikit pada waktu keperluan tiba, namun, karena padatnya

penduduk maka lahan milik petani menjadi sangat sempit sehinga hasil

bersih tidak cukup untuk hidup layak sepanjang tahun. Tambahan

angkatan kerja sebagai akibat peledakan penduduk belum seluruhnya

dapat diserap oleh sektor-sektor non pertanian dan jumlah tenaga kerja

yang masuk ke dalam sektor pertanian sebagai petani atau sebagai buruh

tani makin besar, dan tanah (lahan) pertanian yang diusahakan oleh rumah

tangga petani pertanian makin menyempit. Dengan ini makin

menyempitnya tanah pertanian dan makin banyaknya petani penggarap,

Page 8: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

13

menunjukan bahwa beban pada sektor pertanian makin menjadi berat

(Prayitno dan Arsyad, 1987).

pertanian gurem hanya mengutamakan bagaimana mencapai produksi

tinggi. Tetapi tidak memikirkan bagaimana menciptakan ruang yang adil,

yang memungkinkan petani gurem memiliki akses terhadap sumber daya

(resources). Paling tidak, ada komitmen sungguh-sungguh dari pemerintah

untuk melihat kenyataan petani gurem yang sugguh jauh dari

kesejahteraan disebabkan karena ketidakmampuan akses pada banyak

hal.Ini penting, sebab dengan adanya akses petani kepihak perbankan,

misalnya, akan memberikan tambahan modal bagi petani untuk

mengusahakan komoditasnya, seperti memiliki alat angkut sendiri untuk

mengangkut hasil-hasil pertaniannya ke pasar, mempunyai modal yang

cukup untuk memulai usaha tani pasca panen berlalu dan bisa tahu tentang

informasi harga di pasar.

Dilihat dari latar belakang pendidikan pun petani Indonesia jauh

ketinggalan. Rata-rata lulusan SD bahkan ada yang tidak lulus SD. Ini

salah satu persoalan pokok yang menjadi background pertanian di

Indonesia. Kalau dilihat dari konteks produktivitas pertanian, maka bisa

dikatakan pertanian Indonesia mengalami masalah besar karena SDM nya

tidak mumpuni. Jika tidak segera ditangani maka pertanian Indonesia

akan kembali mengalami masa-masa suram kekurangan pangan. Jika

dikaitkan dengan pertanian teliti (precision farming) masalah SDM pun

akan menjadi ganjalan dalam mengimplementasikannya. Ada tiga kunci

dalam mencapai keberhasilan pertanian teliti yaitu informasi, teknologi

dan manajemen. Ketiga kunci tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan

SDMnya. Adalah sangat penting bagaimana mendapatkan informasi

menggunakan teknologi yang ada kemudian mengolah untuk mendapatkan

alternatif atau pilihan-pilihan dalam menentukan kebijakan pertanian. Ini

semuanya tergantung SDMnya.

Yang sangat merugikan petani adalah pengeluaran yang besar kadang-

kadang tidak dapat diatur dan ditunggu sampai panen tiba, misalnya

Page 9: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

14

kematian dan perkawinan, Dalam hal ini petani sering menjual tanaman

pada saat masih hijau (idjon) di sawah atau di kebun. Penjualan tersebut

biasa disebut idjon, sehingga harga panen yang diterima petani jauh lebih

rendah.

Petani memliki keperluan besar, misalnya memperbaiki rumah, membeli

pakaian atau sepeda. Hal itu hanya dapat dipenuhi pada masa panen,

namun, umumnya harga hasil pertanian sangat rendah pada saat panen.

Jika hal itu terjadi, sebernarnya petani mengalami dua kali terpukul, yaitu,

pertama harga hasil panen rendah dan kedua adalah petani harus menjual

lebih banyak untuk mencapai uang yang diperlukan.

Mengacu pada permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka tidaklah

mengherankan kalau banyak petani gurem yang ada di Indonesia rata-rata

menjadi pelanggan dari pedagang perantara. Mereka (petani gurem) memerlukan

orang yang bisa melepaskan mereka dari lingkaran permasalahan tersebut. Mereka

menggangap perantara bisa mengeluarkan mereka dari lilitan permasalahanya,

maka dari itu mereka sudah terbiasa menggunakan jasa para perantara untuk

memasarkan hasil-hasil pertaniannya.

Menurut Yanuarko (2009), alasan para petani gurem menggunakan jasa para

perantara dalam menjual hasil panen adalah :

• Karena tidak memiliki kendaraan angkut sendiri. Petani merasa

dipermudah dengan adanya pedagang perantara. Jadi mereka bisa

langsung membawa hasil pertanian ke tempat perantara, kadang juga

perantara yang mendatangi mereka dengan sekaligus membawa

kendaraan pengangkut sehingga petani tidak perlu menyewa kendaraan

lagi.

• Petani lebih memilih menjual kepada perantara dengan harga rendah di

bawah harga pasar untuk segera mendapatkan uang dari pada hasil

panen sayurnya layu dan tidak laku untuk dijual.

Dari hal diatas, menjelaskan sebuah teori pertukaran sosial yang beranggapan

bahwa orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang

bisa memenuhi kebutuhanya. Dari teori pertukaran sosial sampai tercipta sebuah

Page 10: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

15

pola interaksi sosial antara pedagang perantara dengan petani gurem. Pola

interaksi sosial terbagi menjadi dua pola yaitu :

Pola Kerjasama, dalam hal ini adalah kerjasama yang dilakukan bersifat

tetap dengan melibatkan orang-orang atau pelaku yang sama yaitu antara

petani gurem dengan pedagang perantara yang sama setiap melakukan

transaksi jual beli hasil panen gurem dan dilakukan secara berulang-ulang.

Pola Akomodasi, yaitu interaksi sosial antara perantara dengan petani

gurem yang dibangun saling menguntungkan, tidak ada permasalahan

dalam kegiatan penjualan hasil panen. Pola interaksi sosial yang

berdasarkan pada kedekatan emosional saling menguntungkan satu dengan

yang lainnya, keduanya sama-sama menjaga keharmonisan dalam

hubungan sosial yang mereka bangun.

2.2.2 Profil Pelanggan (Pedagang)

Menurut Kansil dan Christine (2002), pedagang adalah sesorang yang

melakukan pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu

dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan

maksud memperoleh keuntungan. Berdasarkan uraian tersebut, Menururt Sajogyo

dan Pudjiwati (1990), bahwa perdagangan merupakan cara mencari penghidupan

yang sah. Sikap ini diambil oleh pedagang maupun bukan pedagang, dan

masyarakat mengakui hak dari mereka yang ingin mencari uang dengan jalan

menjadi seorang pedagang. Setiap orang mengakui bahwa pengangkutan dan

perdagangan harus dilakukan, jika hasil usaha mereka hendak dijual dan barang

konsumsi hendak disediakan. Bahwasanya orang menghayati pentingnya jasa-jasa

yang diberikan oleh pedagang, melahirkan suatu dasar untuk mengakui

perdagangan sebagai kedudukan (status) yang sah, sekalipun keuntungan dari itu

tidak dianggap sebagai upah untuk pekerjaan yang dilakukan.

Para produsen (petani) mengerti bahwa untuk mendapatkan harga yang paling

menguntungkan bagi barang-barang yang mereka hasilkan, barang tersebut juga

harus di jual di daerah atau tempat di mana terdapat permintaan yang terbesar.

Karena itu barang harus diangkut sejauh 100 Km atau lebih, dan mereka sadar

bahwa mereka tidak akan dapat mengerjakaannya sendiri. Selain itu, mereka juga

Page 11: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

16

tidak akan bisa menilai faktor-faktor persediaan dan permintaan di daerah

sekeliling mereka. Sebaliknya para pedagang tahu di mana terdapat hasil bumi

terbaik, daerah mana yang panen dan pasar mana yang memiliki fasilitas

pengangkut yang murah yang dapat menghubungkan mereka dengan kota-kota

lain. Para pedagang mengangkut dan mengadakan keseimbangan antara

persediaan dan permintaan, membebaskan produsen dan konsumen dari resiko

atau kerja berat dan menjamin persediaan barang-barang yang tetap kepada para

konsumen dan pasar yang tetap pada produsen. Dari hal ini, kekuatan yang

memperkokoh kedudukan (status) para pedagang perantara dan membuat

perdagangan menjadi kedudukan (status) yang sah di mata orang yang bukan

pedagang atau masyarakat.

2.3 Status Dan Peran Pedagang Perantara Dalam Pemasaran Dan

Perdagangan Hasil Pertanian

Status menunjuk pada kedudukan dalam arti kata sebagai tempat atau

posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Menurut Kotler (1997), status

adalah kedudukan seseorang dalam setiap kelompok atau organisasi, dan

Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dilihat dan dijelaskan dalam

pengertian status dan peranan. Setiap peranan membawa satu status yang

mencerminkan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat sesuai dengan

peranan yang dilakkukan oleh seseorang. Istilah status sosial biasanya dipakai

untuk menggambarkan posisi seseorang dalam kehidupan masyarakat yang

ditentukan oleh berbagai faktor seperti kemampuan membeli barang-barang

konsumtif, tingkat pendidikan dan lain sebagainya (lawang,1986).

Peran atau peranan (role) dalam kamus besar bahasa indonesia

didefinisikan sebagai perangkat tingkah yang di harapkan baik itu yang dilakukan

seseorang atau kelompok. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan

(status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, maka dia menjalankan atau memainkan suatu peran (playing a

role). Menurut Hendropuspito (1989), melihat peran sebagian dari fungsi sosial

masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu menurut pola

kelakuan yang ditentukan. Setiap peranan sosial adalah sejumlah harapan yang

Page 12: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

17

hendak diciptakan atau diwujudkan. Selain itu juga harapan dari orang banyak

yang realisasinya diserahkan kepada seseorang atau beberapa orang pelaku.

Sedangkan pedagang perantara adalah orang yang mencari nafkah sebagai

pedagang pengumpul hasil pertanian dengan membelinya langsung kepada petani

dan kemudian menjualnya, baik di daerah itu sendiri maupun untuk dibawa ke

daerah lain, dalam jumlah sedikit ataupun banyak (Witrianto, 2010), atau orang

yang berprofesi sebagai pembeli hasil pertanian dari petani (Sadikin dan Sofwan,

2007).

Pemasaran itu sendiri merupakan subsistem yang penting dari sistem

agribisnis. Kegiatan pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terjadi

dalam proses mengalirnya barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra

konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen,

serta memberikan keuntungan bagi produsen, kegiatan pemasaran menyangkut

masalah mengalirnya produk dari produsen ke konsumen (Assauri, 1990).

Sedangkan definisi tentang pemasaran, dikemukakan oleh Kotler (1996) dalam

bukunya “Marketing Manajemen, Planning, implementasi dan Control”

mengartikan pemasaran secara lebih luas, yaitu : Suatu proses sosial, di mana

individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan mereka

inginkan dengan menciptakan dan mempertahankan produk dan nilai dengan

individu atau kelompok lainnya. Konsep ini menunjukan bahwa peranan

pemasaran sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai guna bentuk, nilai

guna waktu, nilai guna tempat dan nilai guna hak milik dari suatu barang dan jasa

secara umum dan juga pada komoditas pertanian (Limbong dan Sitorus,1995).

Seperti halnya hasil–hasil pertanian komoditas hortikultura pada

umumnya, peranan pemasaran memberikan kontribusi penting dalam peningkatan

kinerja usaha tani secara keseluruhan, mengingat sifat dari produk pertanian yang

mudah busuk, mudah rusak, makan tempat dan produksinya bersifat musiman,

sementara konsumsi berlangsung sepanjang tahun. Sifat-sifat unik ini menuntut

adanya suatu perlakuan khusus berupa pengangkutan yang hati-hati, pengepakan

yang baku dan baik, penyimpanan dengan suhu tertentu dan berbagai metode

pengawetan lain sehingga komoditas dapat bertahan dalam waktu yang cukup

Page 13: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

18

lama. Sementara itu, di sisi lain para konsumen menghendaki komoditas tersedia

dekat dengan tempat mereka, dapat diperoleh sepanjang waktu dan dapat

dikonsumsi dalam bentuk yang segar. Dua keinginan yang berbeda ini dapat

dipenuhi dengan adanya suatu sistem pemasaran yang baik.

Dalam alur pemasaran, melibatkan berbagai lembaga pemasaran yang

menghubungan para petani di sentra produksi dan sentra konsumsi untuk

memberikan nilai guna bagi produk dalam suatu sistem pemasaran. Menurut

Kumaat (1995) bahwa kelembagaan pemasaran yang berperan dalam

memasarakan komoditas pertanian hortikultura dapat mencakup petani, pedagang

pengumpul, pedagang perantara/grosir dan pedagang pengecer. Kelembagaan

pemasaran lainnya yang berperan dalam pemasaran komoditas pertanian

horikultura adalah berupa pasar desa dan pasar tradisional.

Berdasarkan definisi di atas, status dan peran pedagang perantara

berhubungan dengan pemasaran hasil – hasil pertanian adalah kedudukan

seseorang dalam setiap kelompok atau organisasi dalam menjalankan atau

memainkan peran (playing a role) sesuai dengan kedudukannya (status) dalam

proses mengalirnya barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna

memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen, serta

memberikan keuntungan bagi produsen atau pihak - pihak yang terkait.

Untuk dapat melihat peranan yang dijalankan oleh seorang pedagang

perantara sesuai dengan kedudukannya (status), menuntut adanya suatu

pendekatan (approach). Pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang

terhadap suatu masalah dari sudut sisi pandang tertentu, sehingga masalah

menjadi jelas dan mudah untuk diselesaikan. Ada pun pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan lembaga yang mempelajari pemasaran dari segi lembaga-

lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran (Swastha, 1990) dan pendekatan

dari fungsi lembaga yang diamati, yaitu dari fungsi pembelian (buying) dan fungsi

penjualan (selling).

2.3.1 Pendekatan kelembagaan (Institutional Aprroach)

Pendekatan ini adalah cara mempelajari marketing dari institusionalnya,

yaitu lembaga-lembaga yang ikut terlibat dalam proses pemasaran dan berbagai

Page 14: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

19

mata rantai distribusi (Assauri, 1990). Yang dimaksud lembaga (institution)

adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik formal atau informal, yang mengatur

perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin

sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu

(Mubyarto,1989). Seperti yang kita ketahui untuk menyalurkan atau

mendistribusikan barang, diperlukan lembaga-lembaga pemasaran agar barang

tersebut dapat sampai kepada konsumen dengan waktu yang tepat dan harga yang

tepat. Ada pun macam-macam lembaga pemasaran terdiri dari : pedagang

perantara, agen perantara, spekulator, prosesor dan fasilitator.

1. Pedagang perantara : pedagang yang mengambil hak milik atas barang

yang ditangani dengan cara membeli dan menjual

kembali barang tersebut untuk tujuan sendiri.

2. Agen Perantara : pedagang ini hanya mewakili clientnya, tidak

mengambil hak milik atas barang yang ditangani.

3. Perantara spekulator : jenis pedagang yang mengambil keuntungan

dengan berspekulasi dan memiih mengambil

resiko yang besar terutama dalam hubungannya

dalam resiko harga.

4. Prosesor : lembaga tata niaga yang pekerjaan utamanya

adalah merubah bentuk barang sehingga menjadi

siap pakai atau lebih sesuai dengan selera

konsumen.

5. Fasilitator : lembaga yang membantu memberi jasa terhadap

lembaga lainnya dalam menjalankan fungsi tata

niaga, kegiatanya memfasilitasi pembeli dan

penjual untuk melakukan transaksi.

Mengacu pada pengertian di atas, perantara masuk dalam kategori pedagang

yang pertama. Hal ini di dasarkan pada aktivitasnya dalam memainkan peran

(playing a role) sebagai pedagang. Kegiatan pedagang, tidak bisa dilepaskan dari

kegiatan perdagangan atau perniagaan, yaitu pekerjaan membeli barang dari suatu

tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada

Page 15: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

20

waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan ( Kansil dan

Christine, 2002). Atau lebih jelasnya, aktivitas pedagang ini, di mulai dari

mencari atau mendapatkan barang dagangan atau bahan baku secara efektif dan

efisien dengan cara membeli (pembelian), setelah itu menjual kembali guna

memperoleh keuntungan (penjualan), baik langsung di jual ke pasar atau pun di

jual ke pedagang pengumpul dan diteruskan lagi oleh para pengecer

(pengangkutan dan transportasi). Dari kegiatan yang dijalankan oleh pedagang ini

menciptakan kegunaan karena tempat, kegunaan karena waktu dan kegunaan

karena milik (Assauri, 1990).

• Kegunaan karena tempat (place utility)

pengangkutan mempunyai arti memindahkan sesuatu produk/barang dari

sumber penghasilnya ke pasar atau tempat konsumen pada waktu tertentu

yang tepat disesuaikan dengan kebutuhan atau kepentingan pasar atau

konsumen. Menciptakan kegunaan tempat artinya produk itu harus

disampaikan pada waktu tertentu dalam keadaan tidak rusak

(unperishable), tempat mana merupakan tempat yang menentukan untuk

penyerahan produk yang selanjutnya akan dikonsumsi oleh konsumen.

• Kegunaan karena waktu (time utility)

yang di maksud dengan kegunaan waktu yaitu kegiatan yang menambah

keggunaan suatu barang karena ada proses waktu atau ada perbedaan

waktu. Misalnya pada waktu panen, harga-harga relatif murah, tapi ketika

tidak di jual pada waktu itu, di simpan dulu dengan baik, maka pada waktu

tidak panen harga tersebut menjadi lebih tinggi.

• Kegunaan karena kepemilikan (posesion utility)

kegiatan ini adalah yang menyebabkan bertambah bergunanya suatu

barang karena telah terjadi proses pemindahan dari pihak satu ke pihak

yang lainnya.

2.3.2 Pendekatan fungsi (Functional Aprroach)

Proses tata niaga mengandung beberapa fungsi yang harus ditampung oleh

pihak produsen dan lembaga-lembaga atau mata rantai penyalur produk-

Page 16: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

21

produknya. Dalam pendekatan ini, mempelajari marketing dengan jalan

pendekatan secara functional, maka harus mengetahui fungsi-fungsi yang

dijalankan dalam menyalurkan atau memperlancar barang-barang dari produsen

ke konsumen sehingga akan dapat dibeli oleh konsumen (Nitisemito, 1981).

Berdasarkan dari aktivitas yang dijalankan seorang pedagang perantara

(middleman), maka fungsi-fungsi yang dimaksud dan dijalankan oleh pedagang

perantara yaitu menetapkan konsep pembelian (buying consept) dan konsep

penjualan (selling consept),

2.3.2.1 Konsep pembelian (buying consept)

Konsep pembelian merupakan fungsi yang bersangkutan dengan

pemindahan atau pemilikan sejumlah barang yang dimaksuudkan sebagai

persediaan produksi atau untuk keperluan untuk mencukupi kebutuhan.

Pengumpulan sangat berkaitan dengan pembelian karena dalam usaha

mengumpulkan barang-barang yang diperlukan dari produsen tetntulah harus di

tempuh dengan cara pembelian (Kartasapoetra, 1986). Dalam menetapkan konsep

pembelian atau melakukan kegiatan pembelian cara-cara tersebut dengan

“tebasan” dan “ijon”.

• Tebasan

Tebasan adalah suatu cara penjualan dan pembelian hasil suatu jenis

produk pertanian sebelum produk itu dipanen, di mana produknya tersebut

hasilnya sudah siap dipanen. Dalam Sistem “tebasan” ini, orang yang menjual

disebut “menebaskan”, dan orang yang membeli disebut “penebas”. Pada sistem

“tebasan”, biasanya transaksi jual beli diadakan sekitar satu minggu sebelum

panen, petani bebas memilih kepada siapa komoditinya akan ditebaskan, serta

bebas pula untuk tidak menebaskan hasil pertaniannya (Winda, dkk, 1988), baik

diambil oleh pembeli ataupun langsung dibawa sendiri oleh petani ke tempat para

pegumpul. Hal ini dipandang dari sudut ekonomi menciptakan sebuah pasar yang

dikenal dengan pasar pembeli (buyers market), artinya kekuasaan pasar dikuasai

oleh pembeli. Kembali pada sistem tebasan sebenarnya adalah modifikasi dari

sistem panen padi yang ada di Jawa, yang dulunya bernama sistem ‘bawon’.

Sistem tradisional “bawon” yang memperkenankan pemerataan hasil panen secara

Page 17: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

22

luas, telah telah digantikan oleh sistem “tebasan’ yang baru, yang membatasi

partisipasi dalam pekerjaan memanen dan mengurangi bagian yang diperuntukan

bagi orang yang melakukan panen (Hayami dan Kikuchi,1981). Perubahan ini

menurut Coolier (1977), pada sistem bawon tradisional, panen padi merupakan

aktivitas komunitas yang dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota

komunitas dan menerima bagian tertentu dari hasil. Jika padi sudah menguning,

sekumpulan pemanen masuk ke sawah dan memanen padi dengan memakai ani-

ani untuk memotong tangkai di leher malai. Batang-batang yang dituai itu diikat

dan dibawa ke rumah petani, dimana pemanen mendapat bagian tertentu (bawon).

Secara tradisi ini, si petani tidak dapat membatasi jumlah orang yang ikut

memanen. Maka dari itu, semenjak tahun 1970, sistem ini dengan cepat

digantikan dengan sistem baru yang dinamakan “tebasan”. Faktor utama yang

melandasi peralihan dari bawon ke tebasan adalah disebabkan oleh tekanan

penduduk, karena pertumbuhan penduduk menekan areal tanah garapan yang

terbatas, maka jumlah pekerja yang tidak mempunyai tanah dan petani dengan

tanah penguasaan yang terlalu kecil untuk nafkah menjadi bertambah.

• Ijon

Sistem atau praktek “Ijon” yang berasal dari bahasa jawa “ijo” yang

berarti hijau. Untuk hal ini sering sekali dilakukan oleh tengkulak, arti dari

praktek atau sistem “ijon” adalah suatu bentuk kredit yang dapat dibayar kembali

dengan hasil pertanian yang pada waktu pinjaman itu diberikan masih dalam

tahap hijau di sawah (lihat Ace dalam Sajogyo,1982), kenapa disebut demikian,

karna uang muka diberi untuk hasil yang masih akan diserahkan, sedangkan

tanaman masih dalam keadaan hijau (Tohir,1965). Dalam sistem atau Praktek

ijon, yang “memerankan” sebagai pemberi pinjaman disebut “pengijon”,

sedangkan yang meminjam disebut “mengijonkan”. Dalam sistem ini, “pengijon”

yang di perankan oleh tengkulak. Hal ini sudah mengakar dan menjadi tradisi

perdagangan hasil pertanian di pedesaan pada jaman dulu. Untuk menerangkan

proses ijon, Ace dalam Sajogyo (1982) menjelaskan dengan beberapa peristiwa

sebagai berikut :

Page 18: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

23

Pada bulan februari seorang petani di pemalang meminjam Rp.3.000,- dan

sepakat untuk membayar kembali dalam bentuk 2 kwintal padi basah. Pada bulan

mei sesudah panen, harga padi di pasar adalah Rp.2.250,- per kwintal, karena itu

pengijon (pemberi ijon) menerima kembali Rp.4.500,-, berarti keuntungan atau

bungannya adalah Rp.1.500,-, 50% selama 3 bulan atau 16,7% per bulan. Dalam

peristiwa ini pinjamannya berbentuk uang dan pembayaran kembali dalam bentuk

padi.

Bahwa proses atau praktek “ijon” sesungguhnya seperti yang digambarkan

pada peristiwa yang di atas, memperlihatkan orang-orang yang sangat miskin

meminjam sejumlah uang yang amat kecil. Mereka membutuhkan uang pada saat

yang mendesak. Sering kali lebih untuk konsumsi dari pada produksi.

2.3.2.2 Konsep penjualan (selling consept)

Penjualan merupakan kegiatan untuk mencari dan mengusahakan agar

barang-barang yang telah diproduksi atau yang telah dimiliki mendapatkan

permintaan pasar (para konsumen) yang cukup baik atau banyak, terutama

mengenai kualitasnya dan harganya yang cukup menguntungkan (Kartasapoetra,

1986). Menurut Nitisemito (1981) ada beberapa cara yang harus dilakukan bagi

para pedagang dalam menetapkan penjualan, yaitu dengan cara penetapkan harga

jual/pokok dan penetapkan potongan harga, dan

Penetapan harga jual/pokok

Kata harga sudah banyak dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas, sebab

dalam kehidupan masyarakat modern dalam arti masyarakat yang sudah mengenal

uang, orang tidak dapat melepasakan diri dari masalah harga. Kalau orang ingin

membeli barang/jasa, maka orang tersebut harus mengeluarkan sejumlah uang

sebagai pengganti barang/jasa tersebut. Dengan demikian, pengertian harga dapat

didefinisikan sebagai nilai suatu barang/jasa yang diukur dengan sejumlah uang,

di mana berdasarkan nilai tersebut seseorang/perusahaan bersedia melepasakan

barang//jasa yag dimiliki kepada pihak lain. Jadi harga jual adalah harga yang

ditetapkan oleh pedagang kepada masing-masing saluran distribusinya. Dalam

menetapkan harga jual harus berpedoman pada harga pokok. Dalam menetapkan

harga jual berdasarakan harga pokok, biasanya cara menetapkan adalah dengan

Page 19: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

24

jalan menambah harga pokok dengan prosentase tertentu yang merupakan

kentungan bagi penjual (mark up). Misalnya harga pokok suatu barang adalah Rp.

1.200, sedangkan keuntungan yang ingin diperoleh adalah 10% dari pada harga

pokok, maka harga yang ditetapkan adalah Rp. 1.200,- (10% x Rp. 1200,-) = Rp.

1.320,-, jadi keuntungan per unit barangnya adalah Rp. 120,- begitu seterusnya.

Penetapan potongan harga

Potongan harga sebenarnya adalah cara lain dalam menetapkan harga jual,

potongan harga itu diberikan kepada pihak-pihak tertentu dan dengan syarat-

syarat tertentu, misalnya potongan harga ini dapat diberikan dalam bentuk

prosentase tertentu dari harga jual, atau juga dapat dilakukan secara lansung,

misalnya setiap pembelian 24 unit, akan mendapatkan barang sebanyak 30 unit.

Hal ini dimaksudkan agar dapat mendorong pembelian dapat dilakukan secara

kontan atau tempo jangka pendek (cash discount), selain itu juga untuk mengikat

para pelanggan supaya tidak berpindah pada pedagang yang lainnya. Banyak cara

dalam menetapkan potongan harga, yaitu dengan potongan harga karena jumlah,

potongan harga karena cara pembayaran, potongan harga karena pedagang dan

potongan harga karena langganan.

a) Potongan harga karena jumlah

dalam memberikan potongan harga ini, memberikan syarat-syarat

tertentu yaitu bilamana jumlah setiap kali pembelian dilakukan

minimum sesuai yang ditetapkan. Misalnya penjual menetapkan

syarat-syarat sebagai berikut : Pembelian minimum 20 unit mendapat

potongan harga 2 ½% dari harga jual. Pembelian minimum 30 unit

mendapatkan potongan harga 5 % dari harga jual. Kebijaksaan ini

dimaksudkan agar pembeli terdorong untuk membeli setiap kali

pembelian dalam jumlah yang lebih besar, dengan demikian penjual

mengarapkan omset penjualan dapat ditingkatkan.

b) Potongan harga cara pembayaran

Untuk potongan ini, didasarkan pada syarat pembayaran tertentu.

Misalnya untuk pembayaran cash, penjual memberi potongan harga

Page 20: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

25

10% dan untuk pembayaran tempo satu bulan, potongan diberikan

dengan 5% dari harga jual. Sudah tentu syarat-syarat pembayaran yang

ditetapkan penjual kepada pembeli berbeda-beda. Hal ini agar

mendorong pembeli untuk melakukan pembelian dengan kontan atau

tempo yang lebih pendek.

c) Potongan harga karena pedagang

Potongan ini juga diberikan kepada para pihak yang terlibat dalam

proses distribusi barang. Misalnya potongan harga yang diberikan

grosir dari seorang produsen akan diberikan sebagian kepada para

pengecer, biaya-biaya operasionalnya dan keuntungan untuk dirinya

sendiri.

d) Potongan harga karena langganan

Baik seorang produsen, agen, grosir maupun pengecer selalu

menginginkan agar langganan-langganan tetap setia dan tidak lari

kepada perusahaan lain. Untuk itu kepada mereka-mereka yang sudah

dianggap pelanggan yang baik dan setia sering diberikan potongan

harga. Potongan harga yang diberikan ini biasanya tidak didasarkan

pada peraturan-peraturan tertulis, akan tetapi hanya pada tawar-

menawar secara lansung. Adanya kebijaksaan ini, banyak konsumen-

konsumen yang berusaha menjadi langganan perusahaan atau penjual

tertentu dengan maksud agar service dapat dilakkukan dengan lebih

baik dan potongan harga dapat diharapkan.

Menurut Asmoro (2012), dalam menetapkan harga jual suatu produk bisa

menggunakan pendekatan biaya (Cost Oriented Pricing), yang terdiri dari :

1) Metode Penetapan Harga Biaya-Plus (Cost Plus Pricing Method). Dengan

Metode ini, harga jual per unit produk dihitung dengan menjumlahkan

seluruh biaya per unit ditambah jumlah tertentu sebagai laba atau marjin

yang dikehendaki pada unit tersebut. Rumusnya: Biaya Total + Marjin =

Harga jual. Misalnya usaha katering mendapatkan pesanan 200 porsi pada

acara pernikahan. Biaya diperkirakan Rp.5.000.000 (biaya bahan baku :

Rp.2.500.00, biaya tenaga kerja: Rp.1.500.000, dan biaya lain :

Page 21: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

26

Rp.1.000.000). Jika ingin mendapatkan laba 30 % dari biaya total,

perhitunganya : Rp.5.000.000 + (30% x Rp.5.000.000) = Rp.6.500.000,

jadi harga setiap porsinya Rp.32.500.

2) Metode Penetapan Harga Mark-Up (Mark–Up Pricing Method). Metode

ini ditunjukan pada produk yang dibeli untuk dijual kembali tanpa

memerlukan proses lebih lanjut. Metode ini banyak dipakai oleh pedagang

perantara. Rumusnya : Harga Jual = Harga Beli + MarkUp. Mark

up merupakan kelebihan harga jual produk di atas harga beli. Keuntungan

diperoleh dari sebagaian mark up. Selain itu pedagang juga harus

mengeluarkan sejumlah biaya eksploitasi yang diambilkan dari

sebagian mark up. Contoh: toko tas membeli sebuah tas Rp 100.000/buah,

dengan keuntungan ditentukan Rp 50.000. Harga jual: Rp 100.000 + Rp

50.000 = Rp 150.000. Keuntungan diperoleh dari mark-up. Mengapa

hanya sebagian? Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat biaya lain-lain

yang harus diambil sebagian dari mark up.

2.4 “Customer Relationship Management”

Manajemen hubungan pelanggan (customer relationship

management/CRM) sekarang bukan lagi kemewahaan yang dimonopoli oleh

perusahan perusahaan besar dan terkemuka. Dewasa ini, CRM sudah menjadi

kebutuhan mutlak bagi semua perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya.

CRM mengharuskan kita untuk menata ulang perusahaan sekaligus cara

menghadapi dan memperlakukan pelanggan. Pada intinya, CRM merupakan

upaya yang dilakukan tanpa kenal lelah agar perusahaan senantiasa berorientasi

pada pelanggan atau customer centric, sehingga bisa menumbuhkan kesetiaan

mereka.

Makna dari relationship alias hubungan menurut Francis Buttle (2004)

adalah suatu hubungan yang terdiri dari serangkaian episode yang terjadi antara

dua belah pihak dalam rentan waktu tertentu. Setiap episode terdiri atas

serangkaian interaksi, dan dibatasi oleh waktu (maksudnya pada awal dan pada

Page 22: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

27

akhirnya), dan setiap episode itu ditandai atau diberi nama. Seperti misalnya saat

konsumen melakukan transaksi pembelian, menayakan detail sebuah produk,

menimbang harga yang ditawarkan, mengunjungi konsumen, untuk

menyelesaikan transaksi penjualan, serta menangani keluhan konsumen untuk

mempererat hubungan jelas akan membangun sebuah hubungan. Hubungan bisnis

terdiri dari episode tugas dan episode sosial. Episode tugas lebih menonjolkan sisi

bisnisnya, sedangkan episode sosial lebih bernuansa manusiawi.

Setiap perusahaan yang sukses harus menarik, melayani, dan

memenangkan kesetiaan pelanggan dengan menyediakan produk produk yang

berdayaguna dan memberikan pelayanan yang prima (Bramson, 2004). Hal

tersebut dikarenakan mendapatkan dan mempertahankan pelanggan lebih

mempengaruhi lapisan dasar organisasi dibanding kampanye iklan, program

pemasaran dan lain sebagainya. Para pelanggan yang berbalik arah menghasilkan

pengaruh merugikan yang dengan cepat menyeret perusahaan kedalam

kekacaubalauan, sedangkan organisasi organisasi yang secara aktif

mengaplikasikan sedikit aliran inovasi yang terkonsentrasi pada pelanggan

mengalami penguatan basis pelanggan secara konsisten.

2.4.1 Pola/Sistem

Menurut Bramson (2004) sistem merupakan cara dimana kita memberikan

nilai kepada pelanggan yang berorientasi pada pelanggan atau customer centric.

Yang terdiri dari kegiatan bisnis : mendapatkan, mempertahankan, dan

memenangkan kesetiaan pelanggan. Sasaran utama dari CRM adalah untuk

meningkatkan pertumbuhan jangka panjang dan profitabilitas perusahaan melalui

pengertian yang lebih baik terhadap kebiasaan (behavior) pelanggan.

2.4.2 Bentuk/Aktifitas

Bentuk atau aktifitas CRM terdiri dari : Memberikan kesan yang baik,

mempergunakan keterampilan percakapan yang baik, membiarkan pelanggan

mengalami sesuatu, memancing umpan balik, dan menutup interaksi dengan baik.

Page 23: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

28

1. Memberikan kesan yang baik

Saat saat perkenalan dengan seorang pelanggan, apakah tatap muka secara

langsung, atau melalui telepon dan sebagainya, bisa jadi sangat penting untuk

mengembangkan dasar kesetiaan. Pepatah kuno “Anda hanya mempunyai satu

kesempatan untuk memberikan kesan pertama” adalah benar. Dalam beberapa

kasus, anda bisa memulihkan diri dari hubungan pertama yang kurang baik,

namun itu memerlukan banyak pekerjaan tambahan. Mengapa tidak berusaha

melakukannya secara benar pada saat pertama kalinya, untuk mendapatkan

hubungan yang baik pada akhirnya. Aktifitasnya sebagai berikut :

• Menyapa pelanggan : Dalam pelayanan pelanggan, 80 persen kesuksesan

adalah memperlakukan pelanggan seperti seorang tamu yang baru aja

datang. Apakah pelanggan mendatangi anda langsung atau melalui

telepon, maka sapalah dia dengan hangat. Pada telepon, sapaan yang

ramah dan ceria banyak artinya untuk meletakkan pijakan kuat bagi satu

hubungan yang baik. Ketika tamu datang ke rumah anda, anda menyapa,

ya kan? Anda mengatakan “halo” atau “apa kabar”. Sapaan yang ramah

merupakan salah satu hal kecil yang bisa banyak berarti.

• Menyalami pelanggan : Seorang pelanggan yang telah menunggu selama

30 detik atau 40 detik, seringkali merasa dia telah berada di sana selama

tiga atau empat menit. Waktu seakan berjalan lambat ketika anda sedang

menunggu untuk diperhatikan. Dalam kegiatan perdagangan, orang

mendapatkan perhatian dari hal hal kecil, seperti misalnya menyalami

pelanggan dan menyapanya akan memberikan sebuah komitmen kepada

pelanggan untuk tetap menunggu. Kalau anda tidak langsung memberinya

perhatian, mereka akan pergi.

• Berbicara dengan pelanggan : Sapalah langsung pelanggan dalam waktu

10 detik setelah dia masuk ke dalam toko atau mendekati lokasi kerja

anda. Meskipun anda sibuk dengan pelanggan anda atau sedang

menelepon, berhentilah sejenak untuk mengatakan halo dan biarkan

mereka tahu, bahwa anda akan siap untuk membantunya segera. Bahkan

Page 24: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

29

dalam situasi di mana anda mungkin tidak mampu untuk mengatakan halo,

anda bisa melakukan kontak mata. Hanya dengan melihat pelanggan anda

bisa menceritakan banyak tentang kesediaan anda untuk melayaninya.

Kontak mata menciptakan satu ikatan antara anda dengan pelanggan anda.

Kontak mata menyampaikan keingginan anda untuk selanjutnya

berkomunikasi. Anda tidak harus menyela dengan apa yang sedang anda

lakukan dengan pelanggan lainnya. Hanya jeda sejenak dan satu

pandangan kilat “menjebak” pelanggan baru ke dalam satu kewajiban

untuk selanjutnya berhubungan dengan anda, yang sangat mengurangi

kemungkingan di mana mereka akan merasa diabaikan dan pergi begitu

saja.

• Terseyum dengan pelanggan : Sebagaimana dikatakan oleh pepatah lama,

“senyumlah” itu akan membuat orang takjub atas apa yang anda alami.

Namun yang lebih penting adalah senyuman akan memberitahu pelanggan

bahwa mereka datang ke tempat yang tepat dan berada pada temapat yang

ramah.

2. Mempergunakan ketrampilan percakapan yang baik :

Cara paling baik untuk memulai satu percakapan bergantung pada apa yang

dibutuhkan pelanggan. Dalam banyak hal, pertama tama pelanggan harus

diyakinkan ulang bahwa tempat ini merupakan “tempat yang paling enak dan

nyaman” untuk membeli. Mereka harus membuang kekhawatiran tentang paksaan

untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tidak mereka inginkan. Aktifitasnya

adalah sebagai berikut :

• Mempergunakan pemecah kebekuaan : Sering kali pelanggan ingin

melihat lihat dan menikmati tempatnya sebelum membeli sesuatu.

Pemecah kebekuan paling baik bagi orang yang melihat lihat, bisa saja

komentar bersahabat yang tidak lansung ke arah topiknya. Bisa dengan

“pujian”, “pembicaraan ringan” dan lain sebagainya. Kalau pelanggan

melihat lihat nampak fokus perhatianya pada suatu produk, pemecah

Page 25: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

30

kebekuan yang tepat adalah yang lebih khusus pada keputusan untuk

membeli, seperti misalnya “memberikan informasi tambahan tentang

produk”, “memberikan saran “ dan lain sebagainya. Perhatikan kebutuhan

pelanggan. Berilah waktu bagi mereka untuk melihat lihat kalau itu

merupakan kebutuhan mereka, namun selalu tanggaplah untuk membantu

mereka melakukan keputusan untuk membeli ketika mereka telah siap

untuk membeli.

• Melakukan percakapan dan wawancara yang baik : Baik percakapan

ataupun interview adalah komunikasi tatap muka secara langsung yang

memudahkan pembagian informasi dan perasaan dua arah. Percakapan dan

wawancara bisa menjadi cara yang efektif untuk mengumpulkan gagasan,

mengembangkan hubungan dan memecahkan masalah. Sebagian besar

keefektifitasannya bergantung pada kadar dan kualitas interaksi diantara

peseertanya. Interaksi berarti kedua belah pihak mempunyai banyak

kesempatan untuk berpartisipasi. Kalau satu pihak memonopoli

pembicaraanya, kedua belah pihak mengalami kerugian. Interview apa saja

sebaiknya memasukan keseimbangan memberi dan menerima. Jadi

menciptakan satu lingkungan yang “aman” untuk berinteraksi merupakan

satu tugas penting bagi pewawancara untuk tidak memonopoli suatu

percakapan dan dengan memperoleh dan mendorong umpan balik dengan

menjadi pendengar yang baik.

3. Membiarkan pelanggan mengalami sesuatu

Menceritakan tentang produk atau jasa anda kepada orang lain tidaklah cukup.

Menunjukan kepada mereka bagamana ia berfunngsi adalah jauh lebih baik.

Namun, untuk benar benar melayani pelanggan anda, libatkanlah mereka, biarkan

tangan mereka menyentuh produk anda sedemikin rupa dan mereka akan merasa

lebih baik tentang anda dan perusahaan anda. Tidak masalah berapa banyak yang

mereka lakukan, sepanjang mereka mulai melakukan sesuatu, keterlibatannya

menghasilkan komitmen. Semakin lebih banyak waktu dan upaya yang anda

Page 26: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

31

tanamankan dalam satu hubungan dengan para pelanggan, maka semakin

mungkin mereka akan lengket dengan anda.

4. Memancing untuk mendapatkan umpan balik

Umpan balik ada yang negatif dan positif, tentulah kalau yang positif akan

semakin membuat perusahaan akan semakin termotivasi dalam menjalankan

usahanya. Khususnya umpan balik negatif merupakan jenis bantuan yang bisa

membuat kita menjadi lebih baik. Pelanggan yang komplain bisa jadi teman

paling baik anda. Tanpa pengungkapan permasalahan mereka, kita tidak pernah

bisa tahu bagaimana caranya melayani mereka secara lebih baik. Tanpa perbaikan,

usaha kita akan stagnan dan pada akhirnya bangkrut.

5. Menutup interaksi dengan baik

Terkadang ada beberapa hal yang sederhana yang bisa memberikan arti yang

sangat besar adalah pandangan pelanggan. Para pelanggan ingin dihargai dan

memperlakukan mereka dengan positif mengesankan adanya pengahargaan.

Sebagai satu komentar penutup pada transaksi apapun “terima kasih atas

kedatangan anda” adalah sangat kuat dan akan dikenang. Bahkan mungkin bagian

akhir dari transaksi usaha akan menjadi sangat penting untuk mengembangkan

kesetiaan pelanggan. “Silahkan” dan “terima kasih” merupakan kata kata yang

ampuh untuk mengembangkan hubungan dengan pelanggan dan mengembangkan

kesetiaan mereka. Kata kata itu mudah dikatakan dan akan menjadi uapaya yang

sangat bermanfaat.

2.4.3 Respon

Respon dari perusahaan dan pelanggan tentang adanya CRM adalah

sebagai berikut :

• Perusahaan menyadari bahwa CRM sudah menjadi kebutuhan mutlak

bagi mereka untuk mempertahankan eksistensinya, serta perusahaan

senantiasa bersikap dan berorientasi pada pelanggan atau customer

centric menyadari bahwa mereka adalah merupakan sumber

Page 27: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

32

pendapatan perusahaan, dan tidak lupa juga CRM dijalankan karena

dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan pada akhirnya

menumbuhkan kesetiaan mereka (Buttle, 2004).

• Pelanggan menyadari bahwa mereka adalah pemegang kartu yang

sesungguhnya dan bermanifestasi pada kesetiaan mereka. Jadi

perusahaan yang tidak bisa mengahrgai, serta memperlakukan

pelanggan dengan baik dan berorientasi terhadap pelanggan, harus

bersiap ditingalkan sumber pendapatan mereka.

2.5 “Supplier Relationship Management”

Manajemen hubungan pemasok (supplier) merupakan proses yang

menentukan bagaimana suatu perusahaan berinteraksi dengan para pemasoknya.

Menggingat pemasok berperan penting dalam menentukan mutu produk, biaya,

pengembangan produk, dan akses pembiayaan bagi perusahaan. Mutu produk dan

layanan, sebagai penentu kepuasan pelanggan, salah satunya bergantung kepada

kualitas pemasok yang dipilih. Jadi pemasok yang berkualitas tentu memudahkan

perusahaan menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas pula.

Perusahaan harus cermat dalam memilih pemasok yang sesuai. Tentu yang

terpenting bukan jumlah, melainkan mutu pemasok. Menurut Susanto (2006),

Guna mendapat pemasok yang bermutu dan membina hubungan yang baik dengan

mereka, langkah yang harus dilakukan :

2.5.1 Komitmen

Guna menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan

dengan pemasok, komitmen kedua pihak sangat penting. Jika pemasok gagal

menepati janji mengantarkan pesanan tepat waktu, kegiatan perusahaan tentu

terganggu. Demikian pula jika perusahaan tidak disiplin melakukan pembayaran

tentu arus kas pemasok juga bakal terganggu. Untuk menumbuhkan komitmen ini

Page 28: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

33

dibutuhkan rasa saling percaya. Jika perusahaan merasa bahwa tingkat layanan

yang diberikan pemasok tidak seperti yang diharapkan, seperti adanya kerusakan

atas barang-barang yang diterima, jangan segan-segan mengungkapkannya kepada

pemasok sehingga dapat diperoleh jalan keluar.

2.5.2 Komunikasi

Dengan menjalin komunikasi yang baik, pemasok kemungkinan bersedia

membantu perusahaan melebihi tugas dan perannya sebagai pemasok, seperti

menyarankan bahan baku yang lebih baik sehingga bisa dihasilkan proiduk yang

lebih bermutu, atau menyarankan proses produksi yang lebih baik sehingga biaya

dapat ditekan. Jangan lupa pula bahwa seperti halnya perusahaan, pemasok adalah

organisasi yang juga bertujuan mencari laba. Mereka tidak akan berfokus pada

pelanggan yang dianggap tidak menguntungkan. Oleh karenanya, perusahaan

harus menjadikan dirinya penting bagi pemasok sehingga dapat memperoleh

kemudahan-kemudahan.

2.5.3 Diskusi

Setelah kesepakatan tercapai, jangan menunda pembayaran. Jika terpaksa

melakukannya, diskusikanlah dengan pemasok. Di samping pembayaran tagihan

tepat waktu untuk menarik hati pemasok, ada baiknya perusahaan juga

memberikan lead time yang lebih longgar bagi pemasok. Dalam konteks

hubungan dengan pemasok, lead time adalah waktu antara menyampaikan

pesanan hingga sampainya produk ke tangan pelanggan.

2.5.4 Kejujuran

Ungkapkanlah dengan jujur estimasi kebutuhan perusahaan. Demikian pula

halnya bila terjadi perubahan estimasi kebutuhan tersebut. Dari sisi perusahaan

sendiri, saat menentukan lead time, sangat bermanfaat bila mengetahui metode

dan kebutuhan produksi pemasok.

Page 29: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

34

2.5.5 Berbagi Informasi

Guna lebih mempererat hubungan dengan pemasok, tidak ada salahnya

perusahaan berbagi informasi misalnya tentang produk baru, program promosi,

penambahan karyawan, dan sebagainya. Tentu sepanjang informasi-informasi

tersebut tidak bersifat rahasia.

2.6 Aspek Sosial

Pada penelitian ini, aspek sosial merupakan aspek yang menekankan

hubungan yang erat dengan pelanggan dalam aktifitas kehidupan sehari hari.

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelanggan, setiap pelaku

usaha perlu menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan atau masyarakat pada

umumnya (aspek sosial). Hubungan sosial antara pedagang perantara dan para

pelangannya, ditinjau dari aspek hubungan relasi bisnis/mitra bisnis, aspek

kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.

2.6.1 Aspek hubungan relasi bisnis/ mitra bisnis

Menurut Witrianto (2010) Hubungan yang terjadi antara dua komponen, yaitu

petani dan pedagang perantara dapat diartikan sebagai hubungan yang saling

menguntungkan dan antara satu dan yang lainnya terdapat saling ketergantungan.

Tanpa adanya perantara, petani akan mengalami kesukaran dalam

mengembangkan usaha pertaniannya. Sebaliknya, pedagang perantara tanpa

adanya petani yang menjadi “client”nya, akan kesulitan untuk mendapatkan

barang hasil pertanian. Petani yang dalam setiap panennya mempunyai pembeli

tetap, yaitu seorang pedagang perantara, mempunyai banyak keuntungan

dibandingkan petani yang tidak punya pembeli tetap dan menjual hasil panennya

kepada pedagang mana saja yang mau membelinya. Petani yang punya pembeli

tetap tersebut, sewaktu-waktu mereka bisa meminjam uang kepada pedagang

tersebut tanpa bunga. Uang yang mereka pinjam tersebut biasanya untuk

Page 30: II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan ......6 II. KERANGKA TEORITIS 2.1 Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti

35

keperluan rutin seperti biaya sekolah anak, bayar listrik, telpon, air, atau untuk

biaya membeli pupuk, racun, dan insektisida yang digunakan untuk pertanian

mereka, atau ada juga untuk makan sehari-hari.

2.6.2 Aspek kekeluargaan

Dalam kehidupan sehari-hari antara pedagang perantara dan petani yang

menjadi pelanggan, terjalin suatu hubungan kekeluargaan yang sangat erat,

bahkan sebagian di antaranya sudah seperti saudara kandung. Hubungan yang

terjalin antara mereka lebih bersifat horizontal. Masing-masing saling

menghormati satu sama lain, karena mereka punya kesadaran bahwa mereka

sama-sama saling membutuhkan.

2.6.3 Kesetiakawanan sosial

Hubungan antara pedagang perantara dan petani bukan hanya hubungan antara

pembeli dan penjual saja, melainkan hubungan kesetiakawanan sosial. Hal ini

diperlihatkan dalam momentum-momentum pertemuan diluar hubungan antara

pembeli dan penjual, saling salam sapa adalah efek turunan dari interaksi yang

pada awalnya sekedar tawar-menawar. Lebih jauh lagi, fenomena ”guyub”

sebagai sistem kekerabatan warga dapat dilihat ketika ada salah satu sanak

saudara dari pembeli yang meninggal, maka pedagang yang telah mengenalnya,

karena interaksi yang dilakukan berulang-ulang akan datang untuk melayat.

Kemudian dalam perspektif ekonomi, konsep transaksi antara pedagang perantara

dan petani memungkinkan mekanisme bon/ berhutang bagi pembeli. Bagi

penduduk desa, berhutang adalah alternative wajar untuk memenuhi kebutuhan

hariannya terutama kebutuhan pangan, hal ini karena alokasi dana dialihkan untuk

membiayai sekolah dan kebutuhan taktis diluar rutinitas pengeluaran.