bab ii panduan teoritis - repository.uksw.edu€¦ · fenomena yang telah diuraikan sebelumnya...
TRANSCRIPT
23
BAB II
PANDUAN TEORITIS
Bab ini berisi panduan teoritis berupa konsep dan
definisi konsep, yang hanya digunakan peneliti sebagai
penuntun untuk memperkaya gagasan-gagasan dalam
penelitian, bukan sebagai pedoman untuk menentukan
arah dan konten dari penelitian (Ihalauw, 2011). Konsep
dan definisi konsep ini digunakan sebagai penyampaian
mengenai hasil-hasil penelitian yang terkait, mengisi
senjangan yang ada, memberi suatu rerangka yang
memperlihatkan arti penting dari penelitian ini, serta
banding hasil terhadap temuan-temuan yang terdahulu.
2.1 Pemasaran
Pemasaran menurut Amstrong dan Kotler (2009)
tidak hanya merupakan kegiatan antara penjualan dan
periklanan, akan tetapi pemasaran merupakan suatu
kegiatan mengelola hubungan pelanggan yang
menguntungkan, dengan menarik pelanggan baru
melalui penawaran nilai unggul yang menjanjikan,
serta menjaga pelanggan yang sudah ada dengan
memberikan kepuasan.
Kotler dan Keller (2013) menyajikan delapan
konsep utama dalam pemasaran, yaitu: (1) Kebutuhan,
Keinginan dan Permintaan. Secara harafiah,
kebutuhan merupakan keperluan dasar manusia
seperti air, udara, makanan, pakaian dan tempat
tinggal. Manusia juga memiliki kebutuhan untuk
rekreasi, hiburan dan pendidikan, inilah yang disebut
dengan keinginan. Keinginan untuk memiliki produk
24
tertentu, yang didukung oleh kemampuan membayar
dan kemampuan membeli dikenal sebagai permintaan.
Ihalauw (2013) menyebutkan bahwa terdapat
delapan tipe permintaan dan tugas pemasaran, yaitu
permintaan negatif, tiada permintaan, permintaan
terpendam, permintaan menurun, permintaan tak-
beraturan, permintaan penuh, permintaan berlimpah
dan permintaan ciderai-kehidupan. Dalam penelitian
ini, permintaan ciderai-kehidupan merupakan tipe
permintaan pasar yang menyebabkan terjadinya
fenomena yang telah diuraikan sebelumnya dalam bab
pendahuluan. Permintaan ciderai-kehidupan
merupakan permintaan akan produk-produk tertentu,
yang apabila dikonsumsi dapat menciderai kehidupan
penggunanya, sehingga diupayakan untuk dihambat.
Rokok merupakan salah satu produk yang termasuk
dalam kategori tersebut. Sehingga disini tugas
pemasaran yang terkait adalah mengusahakan agar
supaya mereka yang menginginkan produk tersebut
dapat membatalkan niatannya dengan cara pemberian
pesan-pesan, yang berisi pengingat tentang akibat yang
bisa timbul, penetapan harga amat tinggi dan
pembatasan ketersediaan produk, yang pada saat ini
sedang diwujudkan dengan penerapan Permenkes
Nomor. 28, Tahun 2013; (2) Target pasar, Posisi dan
Segmentasi. Menurut Kotler dan Keller (2013), tidak
semua orang menyukai produk atau jasa yang sama.
Oleh karena itu dalam konsep pemasaran kebutuhan,
keinginan dan permintaan menjadi konsep pertama
yang diungkapkan.
25
Pemasar juga membagi pasar kedalam beberapa
segmen. Segmen tersebut mengindentifikasi dan
mengelompokan pembeli yang lebih suka atau mungkin
memerlukan produk atau jasa yang bervariasi dengan
memeriksa demografi, psikografi dan perilaku diantara
pembeli. Setelah mengelompokan kedalam hal-hal
tersebut, maka muncullah yang dinamakan sebagai
target pasar dan untuk masing-masing target pasar
tersebut, pemasar menawarkan posisi produk atau jasa
yang berbeda-beda; Setelah terbentuk bagaimana
target pasarnya, maka konsep pemasaran selanjutnya
yaitu (3) Penawaran dan Merek. Kebutuhan pelanggan
dapat terpenuhi dengan adanya janji nilai yang hadir
dalam wujud yang tidak kentara dalam janji nilai yang
ditawarkan yang dikenal, dalam suatu penawaran
produk atau jasa; Konsumen tidak hanya
memperhatikan mereknya saja, akan tetapi mereka
melihat bagaimana konsep (4) Nilai dan Kepuasan.
Dalam konsep ini, pembeli akan memilih penawaran
yang dirasa memiliki nilai yang berguna bagi dirinya.
Nilai ini merupakan hasil yang dipersepsikan pembeli
dari manfaat yang didapatkan dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk produk atau jasa tersebut.
Kemudian disimpulkan dengan kepuasan yang
diperoleh, dengan didasarkan atas refleksi hubungan
kinerja produk yang dirasakan dengan harapan yang
dimiliki sebelumnya;
Konsep selanjutnya yaitu (5) Saluran Pemasaran,
saluran pemasaran diperlukan dalam pemasaran.
Saluran pemasaran ini digunakan untuk menjangkau
target pasar, untuk menjangkau target pasar
26
diperlukan saluran komunikasi, distribusi dan layanan
konsumen; Selain saluran pemasaran, konsep
pemasaran juga mencakup mengenai (6) Rantai
Pasokan. Sebelum menjadi produk dan jasa, rantai
pasokan memegang peranan penting dalam kegiatan
pemasaran, karena rantai pasokan merupakan suatu
proses yang berlangsung lama, yang menggambarkan
bagaimana bahan mentah menjadi produk atau jasa,
sampai kepada tangan konsumen; Dalam pemasaran
juga terdapat konsep (7) Kompetisi. Konsep kompetisi
dalam pemasaran mencakup semua penawaran dan
potensi persaingan, juga pertimbangan substitusi
pembeli; dan konsep pemasaran yang terakhir adalah
(8) Lingkungan Pemasaran. Dalam pemasaran,
lingkungan pemasaran terdiri atas dua bagian utama,
yaitu lingkungan badan (backstage) dan lingkungan
tugas (onstage).
Lingkungan badan (backstage) merupakan
kondisi internal dari perusahaan, dimana perusahaan
memanfaatkan sumber daya untuk melaksanakan
aktivitas mencipta nilai. Sedangkan lingkungan tugas
(onstage) adalah kondisi eksternal dari perusahaan
dimana di dalam dan dengannya, perusahaan tersebut
melaksanakan aktivitas pemasaran dan berinteraksi
dengan para aktor. Aktor tersebut diantaranya
lingkungan makro sebagai konteks, industri dimana
perusahaan tersebut bersaing dan pasar yaitu dimana
perusahaan menyediakan nilai. Lingkungan badan dan
lingkungan tugas inipun melakukan interaksi agar
dapat tercipta nilai superior. Interaksi ini terjadi dalam
kondisi yang dinamis, ketika perusahaan
27
melaksanakan kegiatan pemasaran dan berinteraksi
dengan para aktor pada lingkungan tugas, sekaligus
memanfaatkan sumber daya yang ada pada lingkungan
badan.
Konsep-konsep pemasaran tersebut kemudian
dirumuskan lalu dibuat perencanaan penawaran untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelangan
melalui baur pemasaran, karena pelanggan akan
menilai penawaran melalui tiga elemen dasar, yaitu
fitur produk dan kualitas, baur layanan dan kualitas,
serta harga (Kotler dan Keller, 2013).
1. Baur Pemasaran 4P
Amstrong dan Kotler (2009) mengatakan
bahwa baur pemasaran merupakan himpunan siasat
pemasaran yang dapat dikontrol. Siasat ini
memadukan alat-alat pemasaran yang dimiliki oleh
perusahaan, untuk menghasilkan respon yang
diinginkan pada target pasar.
Gambar 2.1. 4P dalam Baur Pemasaran.
Target
konsumen
Posisi yang
dimaksud
Produk (Product)
(Jenis, Kualitas, Disain, Fitur, Nama
merek, Kemasan,
Pelayanan)
Promosi (Promotion)
(Periklanan, Penjualan
personal, Promosi
penjualan, Humas)
Harga (Price)
(Jenis, Kualitas, Disain, Fitur, Nama
merek, Kemasan,
Pelayanan)
Distribusi (Place)
(Saluran, Cakupan,
Ragam, Lokasi,
Inventaris,
Transportasi,
Logistik)
28
Sumber: Amstrong, Gary and Philip Kotler. 2009: 83. Marketing:
An Introduction, 9e. New Jersey: Pearson Education.
Baur pemasaran terdiri atas empat komponen,
yaitu produk, harga, distribusi dan promosi, yang
diracik menuju kepada target pelanggan, dengan
posisi yang dimaksudkan oleh masing-masing
perusahaan. Dalam penelitian ini, akan lebih
menekankan mengenai komponen produk dan
promosi.
a. Produk (Product)
Lamb (2001) mengatakan bahwa produk
didefinisikan sebagai segala sesuatu (produk atau
jasa) baik yang menguntungkan maupun tidak
yang diperoleh seseorang melalui pertukaran.
Amstrong dan Kotler (2009) pun mengatakan hal
yang sejalan dengan Lamb, bahwa produk
merupakan kombinasi dari barang dan jasa yang
perusahaan tawarkan kepada target pasar.
Pengertian mengenai produk ini diperjelas oleh
pendapat Tjiptono (Kristianto, 2011), yaitu bahwa
produk ialah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan produsen untuk diperhatikan,
diminta, dicari, dibeli, digunakan atau
dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan
kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan.
Kotler dan Keller (2013) membagi produk
kedalam tiga klasifikasi yang berbeda, yaitu daya
tahan dan wujud produk (durability and
tangibility), klasifikasi barang konsumen
29
(consumer goods clasification) dan klasifikasi
barang industri (industrial goods clasification).
Tujuan pembagian produk ini tidak lain untuk
memberikan gambaran kelayakan dan kecocokan
dalam penerapannya pada strategi baur
pemasaran. Berikut adalah klasifikasi produk
tersebut:
1. Daya tahan dan Wujud (Durability and
Tangibility)
Daya tahan dan wujud produk terbagi
kedalam tiga bagian, yaitu (1) Barang yang
tidak tahan lama (non durable goods)
merupakan barang berwujud yang biasanya
dikonsumsi dalam satu atau beberapa
kegunaan, selain itu barang-barang ini
sering dibeli, sehingga memerlukan
ketersediaan di berbagai lokasi, barang-
barang ini memerlukan biaya yang kecil dan
periklanan yang kuat untuk mendorong
percobaan dan membangun preferensi.
Contohnya adalah sampo dan minuman
ringan; (2) Barang yang tahan lama (durable
goods) yaitu barang berwujud yang tahan
digunakan untuk berbagai kegunaan, seperti
lemari pendingin dan pakaian. Barang-
barang ini biasanya memiliki margin yang
besar, dijual melalui penjualan pribadi dan
memerlukan garansi; (3) Jasa (services), jasa
30
merupakan produk yang tidak berwujud,
tidak dapat dipisahkan, variabel dan mudah
rusak. Jasa biasanya memerlukan lebih
banyak perhatian terhadap kontrol kualitas,
kredibilitas pemasok, dan kemampuan
beradaptasi.
2. Klasifikasi Barang Konsumen (Consumer
Goods Clasification)
Barang konsumen merupakan produk
yang dibeli konsumen melalui kebiasaan
belanja dan dikonsumsi oleh konsumsen
untuk konsumsi pribadi. Barang konsumen
ini mencakup (a) Barang sehari-hari
(Convenience goods) yang merupakan barang
yang selalu dibeli pelanggan secara segera,
sering dan dengan usaha perbandingan dan
pembelian yang minimal, seperti sabun cuci
pakaian, majalah dan permen; (b) Barang
belanja (Shopping goods) merupakan barang
yang memiliki tingkat perbandingan yang
tinggi dan teliti dari pelanggan untuk
kesesuaian, kualitas, harga dan gaya,
seperti mebel, mobil dan pakaian; (c) Barang
khusus (Specialty goods) yang merupakan
produk dengan keunikan karakteristik dan
merek yang mempunyai pembeli signifikan,
yang mau melakukan pembelian khusus,
contohnya disainer pakaian, mobil mewah
dan pelayanan jasa medis; dan terakhir
yaitu (d) Barang yang tidak dicari (Unsought
goods) merupakan barang yang konsumen
tidak tahu bahkan tidak terpikirkan untuk
31
membeli sampai pada akhirnya diketahui
melalui iklan, produk ini misalnya asuransi
jiwa dan donor darah.
3. Produk Industri
Produk industri merupakan produk
yang dibeli untuk diproses lebih lanjut atau
untuk digunakan dalam melakukan suatu
bisnis. Contohnya tepung terigu untuk
industri roti dan jasa konsultasi manajemen
untuk memperbaiki struktur manajemen
suatu perusahaan.
Setiap perencanaan pemasaran, selalu
dimulai dengan merumuskan suatu penawaran
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari
target konsumen. Konsumen akan dengan teliti
memilih fitur dan kualitas produk, baur jasa
serta harga. Oleh karena itu, dengan adanya tiga
elemen yang diperhatikan konsumen tersebut,
maka ketiga elemen itu harus membaur menjadi
penawaran yang kompetitif. Penawaran yang
kompetitif ini diwujudkan dalam hirarki nilai
pelanggan yang menciptakan tingkatan produk
(Kotler dan Keller, 2013).
Tingkatan produk untuk menciptakan
hirarki nilai pelanggan ini dimaksudkan untuk
menambahkan nilai lebih terhadap pelanggan,
pada masing-masing tingkatannya. Tingkatan
produk tersebut dibagi Kotler dan Keller (2013)
kepada lima tingkatan, yaitu (1) Manfaat inti
(Core benefit) adalah layanan atau manfaat
32
mendasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan;
(2) Produk dasar (Basic product), pada tingkat
kedua, manfaat inti dari produk tersebut harus
dapat dirubah menjadi produk dasar; (3) Produk
yang diharapkan (Expected product) merupakan
beberapa atribut dan kondisi yang biasanya
diharapkan pembeli ketika mereka membeli
produk; (4) Produk yang ditingkatkan (Augmented
product) pada tingkat ini produk melampaui
harapan pelanggan, berdasarkan adanya posisi
merek juga kompetisi produk di pasar; (5) Calon
produk (Potential product) yang meliputi segala
kemungkinan peningkatan dan perubahan yang
mungkin akan dialami produk atau tawaran
tersebut pada masa mendatang.
Berdasarkan masalah penelitian yang telah
diuraikan pada bab pendahuluan, dan uraian
pedoman teoritis mengenai sub bab produk.
Rokok termasuk kedalam jenis barang sehari-
hari yang tidak tahan lama. Produk rokok
merupakan produk yang dibeli konsumen akhir
untuk konsumsi pribadi. Rokok pun menjadi
barang yang selalu segera dibeli dengan frekuensi
tertentu. Masuknya rokok dalam jenis barang
konsumsi ini dikarenakan adanya atribut
intrinsik atau ciri khas yang melekat terhadap
produk tersebut (ciri tersebut akan hilang seiring
dikonsumsinya produk tersebut) yang berupa
kandungan nikotin, rasa, aroma, tekstur, bentuk
dan kelezatan yang menimbulkan sifat adiktif
sehingga mampu memicu konsumen untuk
33
cenderung membeli produk tersebut dengan
segera dan diikuti dengan frekuensi tertentu.
Oleh karena itu, produk ini memiliki usaha
perbandingan yang minimal dalam proses
pembeliannya.
Selain atribut intrinsik tersebut, atribut
ekstrinsik berupa merek, kemasan dan label juga
merupakan unsur penting yang turut berperan
dalam proses pembuatan keputusan pembelian
konsumen (Cahyo dkk, 2013). Terlebih pada saat
ini, dengan adanya penerapan peraturan menteri
kesehatan yang menimbulkan berbagai fenomena
perilaku konsumsi, unsur atribut tersebut
menjadi hal ikut dipertimbangkan.
b. Harga (Price)
Penetapan harga produk yang ditawarkan
memerlukan suatu kejelian, karena dalam
Amstrong dan Kotler (2009), dijelaskan bahwa
harga merupakan biaya dari uang pelanggan
yang harus dikeluarkan untuk memperoleh
produk tersebut. Dengan demikian, pada tingkat
harga tertentu, nilai suatu produk akan
meningkat seiring dengan meningkatnya manfaat
yang dirasakan oleh pelanggan. Hal tersebut juga
dibenarkan oleh Alma (2007) yang menyatakan
bahwa dalam teori ekonomi, pengertian, harga,
nilai dan kegunaan merupakan suatu konsep
yang saling berhubungan satu sama lainnya.
c. Distribusi (Place)
34
Distribusi menurut Swastha (Kristianto,
2011), merupakan saluran yang digunakan oleh
produsen untuk menyalurkan barang atau jasa
tersebut dari produsen sampai ke konsumen
atau pemakai industri. Hal-hal yang menyangkut
distribusi adalah pemilihan saluran distribusi,
jangkauan, sistem transportasi perusahaan,
persediaan barang dan sistem penyimpanan.
d. Promosi (Promotion)
Promosi merupakan suatu kegiatan yang
mengkomunikasikan kebaikan dari produk dan
membujuk pelanggan untuk membeli produk
tersebut. Karena bagaimanapun berkualitasnya
suatu produk, jika pelanggan belum pernah
mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk
tersebut berguna bagi mereka, maka mereka
tidak akan pernah membelinya (Kristianto, 2011).
Kegiatan promosi, erat kaitannya dengan
kegiatan komunikasi. Penyampaian suatu produk
dan membujuk pelanggan dalam kegiatan
promosi biasanya dilakukan dengan membuat
pesan berupa teks tertulis, gambar, video, audio
dan lain sebagainya. Pesan tersebut memuat
berbagai kebaikan dari produk yang dibalut
dengan kreativitas yang mampu menarik
perhatian konsumen.
Kegiatan promosi ini meliputi periklanan,
penjualan personal, promosi penjualan,
publisitas dan pemasaran langsung. Setiap
kegiatan promosi tersebut, masing-masing
35
mempunyai alat promosi spesifik, yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan
konsumen.
Selain itu, dalam waktu yang sama, disain
produk, harga, bentuk, warna dari kemasan dan
toko-toko yang menjual produk tersebut juga
akan berpengaruh pada proses perilaku
konsumsi mereka (Kotler dan Amstrong, 2009).
Disain produk, harga, bentuk, warna dan toko
yang menjual produk tersebut merupakan bagian
atribut ekstrinsik dari suatu produk. Sanzo,
Fandos dan Flavian (Rasyid dkk, 2013),
menyebutkan bahwa atribut ekstrinsik
merupakan suatu aspek yang berhubungan
dengan produk, tetapi tidak menjadi bagiannya
secara fisik. Meskipun atribut ini bukan
merupakan bagian fisik dari produk, tetapi
atribut ini secara tidak langsung dapat
merangsang perilaku pembelian konsumen
melalui tampilan luar dari produk tersebut.
2. Kemasan dan Label (Packaging and Labeling)
Kotler dan Keller (2013) mengatakan bahwa
banyak pemasar menyebut kemasan dan label
merupakan unsur P kelima bersama produk, harga,
distribusi dan promosi dalam baur pemasaran (4P).
Kemasan dan label ini menjadi faktor penting dalam
pengambilan keputusan konsumen, karena proses
komunikasi terakhir kepada konsumen terjadi saat
mereka sedang bersinggungan dengan produk
tersebut. Unsur komunikasi yang terdapat dalam
36
kemasan dan label tersebut menyajikan entitas
subjektif dari produk tersebut (Silayoi dan Speece,
2007).
a. Kemasan (Packaging)
Dalam beberapa tahun terakhir, kemasan
sebuah produk merupakan sesuatu yang
memiliki potensi melibatkan sebagian besar
target pasar untuk mendapatkan suatu
pengalaman akan produk tersebut (Deliya, 2012).
Pengalaman akan produk tersebut dinyatakan
Silayoi dan Speece (2007) diperoleh dari
keseluruhan kemasan produk tersebut. Penilaian
tersebut tercermin dalam kemasan produk,
terutama pada fitur dalam kemasan, karena
dapat memperlihatkan keunikan dan keaslian
produk tersebut. Oleh karena itu, dalam
beberapa kasus, pengalaman yang dihasilkan
dari kemasan lebih memungkinkan untuk
mempengaruhi persepsi konsumen secara
langsung.
Lingkungan pemasaran yang dinamis dan
semakin kompetitif pun memicu meningkatnya
perilaku melayani diri sendiri (self service),
memperlihatkan kemakmuran konsumen, lebih
menunjukan citra merek dan perusahaan,
memberikan peluang inovasi dan perubahan gaya
hidup konsumen. Hal-hal tersebut yang pada
akhirnya berhasil mengubah arah tujuan
kemasan. Dari yang hanya sekedar unsur yang
penting dan merupakan wadah bagi produk, yang
37
melindungi, menjaga dan menangani produk dari
produsen ke konsumen (Shah dkk, 2013),
menjadi bagian ekstrinsik dari produk yang
mampu merangsang konsumen dengan kualitas
unsur-unsur kemasan yang menjadi stimuli
kemasan tersebut (Raheem dkk, 2014). Ampuero
dan Vila (Raheem dkk, 2014) juga menambahkan
bahwa kemasan menjadi bentuk pengakuan
dalam penambahan informasi dan unsur produk
untuk menarik konsumen. Dengan adanya
berbagai tujuan tersebut, maka kemasan dalam
kesatuan semua unsur-unsurnya harus memuat
identifikasi dari merek produk, memuat informasi
yang mendeskripsikan produk dan mempersuasi
konsumen, memfasilitasi perpindahan dan
perlindungan terhadap produk, membantu
penyimpanan produk tersebut di rumah dan
membantu dalam konsumsi produk.
Agar dapat mencapai penilaian produk
yang maksimal dari konsumen, maka aspek
keindahan dan fungsional dari kemasan tersebut
harus diperhatikan. Aspek keindahan produk ini
berhubungan dengan ukuran, bentuk, bahan,
warna, teks dan grafis pada kemasaran tersebut.
Sedangkan aspek fungsional produk yaitu pada
disain struktural produk tersebut. Aspek ini
harus harmonis dengan penetapan harga,
periklanan dan bagian-bagian lainnya dalam
program kegiatan pemasaran.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian
diatas, kemasan merupakan suatu kesatuan
38
paket yang menjadi hal utama dalam menjual
janji suatu produk, dengan asosiasi yang
dimilikinya terhadap produk yang dikemas
(Bloch, 1995).
b. Label (Labeling)
Label merupakan suatu etiket sederhana
yang melekat pada produk atau menguraikan
disain grafis yang merupakan bagian dari suatu
kemasan pada produk (Kotler and Keller, 2013).
Label dapat mengandung banyak informasi
penting maupun hanya mencantumkan merek
saja, bahkan jika penjual lebih memilih label
sederhana, hukum yang mengatur mengenai
label ini mungkin akan mencantumkan lebih
banyak hal.
Suatu label menunjukan beberapa fungsi
tentang produk, yaitu (1) Mengidentifikasi produk
tersebut; (2) Label menunjukan penjelasan dari
produk, baik itu siapa yang membuat, dimana itu
dibuat, kapan itu dibuat, kandungan produk,
sampai kepada bagaimana menggunakan produk
tersebut secara aman; (3) Label juga biasanya
memberikan penjelasan mengenai tingkatan
produk (kualitas produk); dan pada akhirnya, (4)
Label mampu membantu mempromosikan
produk tersebut melalui grafis yang atraktif,
sehingga dapat terhubung dengan pelanggan.
Oleh karena itu, bagi banyak perusahaan, label
telah menjadi elemen penting dalam kegiatan
39
program pemasaran yang lebih luas (Amstrong
dan Kotler, 2009).
2.2 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menurut Mowen (2002)
adalah studi tentang unit pembelian dan proses
pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan
pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide.
Swastha dan Handoko (2000) mengatakan perilaku
konsumen dapat diidentifikasi sebagai kegiatan-
kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa,
termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan
pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan
tertentu.
Proses pengambilan keputusan pada perilaku
konsumen tersebut berakhir kepada kegiatan
selanjutnya yaitu perilaku pembelian. Perilaku
pembelian, biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal,
berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen.
Gambar 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Konsumen.
Budaya
Budaya
Sub budaya
Kelas sosial
Sosial
Kelompok referensi
Keluarga
Status dan
Peran
Pribadi
Usia dan
Siklus hidup Situasi
ekonomi
Gaya hidup Kepribadian
dan konsep
diri
Psikologis
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Kepercayaa
n dan Sikap
Pembeli
40
Sumber: Amstrong, Gary and Philip Kotler. 2009: 164.
Marketing: An Introduction, 9e. New Jersey: Pearson
Education.
Asosiasi Pemasaran Amerika (Schiffman dan
Kanuk, 2007) lebih menjabarkan perilaku konsumen
sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,
perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Sehingga kita harus memahami apa yang mereka
pikirkan (kognisi), yang mereka rasakan (pengaruh),
apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta
dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta
dipengaruhi oleh apa yang diperiksa, dirasa dan
dilakukan oleh konsumen. Hal-hal tersebut jika
diuraikan satu per satu lebih lanjut yaitu terbagi
menjadi 3 bagian.
Pertama yaitu kognitif. Kognitif merupakan ranah
perilaku yang menekankan kepada aspek intelektual,
yang mencakup pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek kognitif ini pun
memiliki kapasitas tertentu pada masing-masing
konsumen. Engel, dkk (2006), menyatakan bahwa kita
hanya dapat mengolah sejumlah informasi tertentu
pada satu waktu. Alokasi kapasitas kognitif ini dikenal
sebagai perhatian. Perhatian ini dibagi menjadi dua
dimensi, yaitu arahan dan intensitas. Arahan
menggambarkan fokus perhatian, karena konsumen
tidak dapat mengolah semua stimulus internal dan
eksternal pada yang tersedia pada saat tertentu. Oleh
karena itu beberapa stimulus akan mendapat
perhatian dan beberapa lainnya akan diabaikan. Selain
41
arahan, ada pula dimensi intensitas. Intensitas
merupakan acuan pada jumlah kapasitas yang
dialokasikan pada arahan tertentu, yang diperlukan
untuk mengidentifikasi suatu stimulus, sebelum
konsumen tersebut mengarahkan perhatian mereka
kepada hal lainnya
Kedua yaitu afektif, afektif menurut Mowen dan
Minor (2002) merupakan fenomena kelas mental yang
secara unik dikumpulkan oleh pengalaman yang
disadari, yaitu keadaan perasaan subjektif, yang
biasanya muncul bersama sama dengan emosi dan
suasana hati. Engel, dkk (2006) juga mengungkapkan
bahwa afektif, atau yang lebih dikenal dengan istilah
sikap ini dapat dibentuk dengan adanya pengalaman
langsung maupun pengalaman tidak langsung yang
berkaitan dengan produk tersebut. Sikap ini dapat
diukur dengan adanya unsur tindakan, target, waktu,
konteks, interval waktu, pengalaman, dan pengaruh
sosial. Engel, dkk (2006), juga menyatakan bahwa
sikap konsumen kadang lebih dipengaruhi oleh
tekanan dari lingkungan sosial daripada oleh sikap
pribadi, sehingga menjadi suatu konsepsi yang
mencerminkan nilai konsumen. Nilai konsumen inilah
yang pada nantinya memunculkan gaya hidup pada
konsumen tersebut. Gaya hidup merupakan pola
kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya
dalam kegiatan, minat dan pendapat-pendapatnya.
Gaya hidup ini dapat diukur dengan melihat aspek
kegiatan konsumen melalui pekerjaan, hobi belanja,
oleharaga dan kegiatan sosial. Selain itu gaya hidup
pun dapat dilihat melalui minat yang muncul,
42
misalkan pada makanan, mode, keluarga maupun
rekreasi. Kemudian diukur melalui pendapat-
pendapatnya yang dilihat dari mengenai diri mereka
sendiri, masalah-masalah sosial, bisnis, produk, dan
lain sebagainya.
Aspek yang ketiga yaitu, psikomotorik.
Psikomotorik atau dalam perilaku konsumen lebih
dikenal sebagai aspek behavioral. Aspek ini merupakan
hasil dari penggabungan aspek kognitif dan afektif,
yang berkaitan dengan segi ketrampilan konsumen
yang berhubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan (Mowen dan Minor, 2002). Sebelum
bertindak, seseorang seringkali mengembangkan
keinginan berperilaku berdasarkan kemungkinan
tindakan yang akan dilakukan. Keinginan berperilaku
ini dibentuk dengan keinginan untuk mencari
informasi, memberitahukan orang lain tentang
pengalamannya dengan sebuah produk, membeli
produk atau jasa tertentu, atau membuang produk
dengan cara tertentu.
Selain ketiga aspek tersebut, faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen pada gambar 2.2,
digunakan sebagai acuan untuk menilai, memperoleh
dan menggunakan barang-barang serta jasa, melalui
proses pertukaran atau pembelian. Dengan diawali
dengan proses pengolahan informasi, proses
pengambilan keputusan, proses pembelian, proses
pemakaian, proses evaluasi dan terakhir hubungan
antara sikap dan perilaku yang diperlihatkan oleh
konsumen sebagai perilakunya. Berikut adalah model
dari perilaku konsumen:
43
Gambar 2.3. Model Perilaku Konsumen.
Sumber: Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2013: 183. Marketing
Management: Horizon Edition 14e. Harlow, Essex: Pearson
Education.
Model perilaku konsumen tersebut menjelaskan
proses stimulus dan respon yang terjadi pada perilaku
konsumen. Dari mulai munculnya stimulus pemasaran
dan lingkungan, lalu masuk pada kesadaran
konsumen, yang mengacu kepada proses pengolahan
kesadaran konsumen dalam satu set proses psikologis
dan karakteristik konsumen, lalu menghasilkan proses
keputusan pembelian dalam perilaku konsumen.
Penelitian mengenai perilaku konsumen perempuan
terhadap perubahan kemasan rokok ini mendapat
rerangka utama yang diperoleh dari model perilaku
konsumen tersebut, khususnya pada bagian stimulus
dan set psikologi konsumen serta karakteristik
konsumen.
1. Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek
psikologis yang penting bagi manusia dalam
merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di
Stimulus
Pemasaran
Produk dan
Jasa Distribusi
Komunikasi
Stimulus
lainnya
Ekonomi
Teknologi Politik
Budaya
Psikologi
Konsumen
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Memori
Karakterist
ik
Konsumen
Budaya
Sosial
Pribadi
Proses
Keputusan
Pembelian
Pengakuan
masalah
Pencarian
informasi
Evaluasi
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku
pasca
pembelian
Keputusan
Pembelian
Pilihan
produk
Pilihan
merek
Pilihan agen
Jumlah
pembelian
Waktu
pembelian
Metode
pembayaran
44
sekitarnya. Kotler dan Keller (2013) menyatakan
bahwa orang akan termotivasi siap untuk bertindak,
berdasarkan bagaimana pengaruh persepsinya
tentang situasi. Dalam pemasaran, persepsi lebih
penting daripada realitas, karena persepsi
mempengaruhi perilaku aktual konsumen.
Persepsi mengandung pengertian yang
beragam, yang menyangkut aspek internal dan
eksternal. Solomon (2006) mengartikan persepsi
sebagai proses di mana sensasi yang diperoleh
melalui stimulus yang diterima oleh seseorang dipilih
dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya
dinterpretasikan. Tidak jauh berbeda dengan hal
tersebut Schiffman dan Kanuk (2007)
mengungkapkan bahwa persepsi adalah sebuah
proses dimana dalam proses tersebut individu
memilih, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan stimuli menjadi sesuatu yang
bermakna. Prasetijo dan Ihalauw (2005) menyatakan
dalam hal pemasaran, pengaruh iklan di media
massa, kemasan produk, papan reklame dan lain
sebagainya, dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap suatu produk.
Stimulus
Penglihatan
Suara Bebauan
Rasa
Tekstur
Sensasi
Makna
Penerima
sensorik Perhatian
Interpretasi
Respon Persepsi
45
Gambar 2.4. Proses Persepsi.
Sumber: Solomon, Michael., Garry Bamossy,. Soren Askegaard
and Margaret K. Hogg. 2006: . Consumer Behaviour: A European
Perspective. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Dalam Gambar 2.4 diperlihatkan bahwa
masukan sensorik yang diakibatkaln oleh stimulus
merupakan data mentah yang kemudian diolah, lalu
diinterpretasikan menjadi persepsi yang kemudian
menghasilkan makna. Dalam produk rokok,
stimulus yang diterima berasal dari berbagai aspek.
Pertama, konsumen terpapar oleh kemasan yang
menstimulus indera penglihatan, oleh karena itu
dalam perkembangan pemasaran modern, kemasan
menjadi salah satu hal yang penting. Setelah
konsumen terpapar oleh kemasan, konsumen
membaui aroma produk tersebut sesuai dengan
pengalaman yang pernah ada sebelumnya pada
konsumen tersebut. Begitu pula dengan rasa dan
tekstur rokok tersebut. Pada akhirnya ketiga
stimulus tersebut diterima oleh penerima sensorik
dan menghasilkan sensasi. Sensasi itulah yang
mendapat perhatian dari konsumen. Perasaan
tenang, keren, dan lain sebagainya menjadi
perhatian konsumen dan kemudian
diinterpretasikan, sehingga menjadi persepsi, yang
kemudian dimaknai dan menghasilkan respon
terhadap produk tersebut. Akan tetapi dengan
adanya PP dan Permenkes mengenai perubahan
kemasan rokok, maka berubah pula proses persepsi
yang terjadi.
46
Oleh karena itu, penelitian ini mengacu kepada
persepsi konsumen mengenai perubahan kemasan
yang mempengaruhi perilaku konsumen. Peneliti
menitik beratkan proses persepsi konsumen yang
dikaitkan dengan model perilaku konsumen pada
gambar 2.3, dimana persepsi tersebut mendapat
pengaruh dari berbagai stimulus juga berhubungan
dengan karakteristik dari konsumen.
2. Motivasi
Menurut Mowen dan Minor (2005), motivasi
adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan
dimana seseorang mengarahkan perilaku
berdasarkan tujuan. Motivasi dimulai dengan
timbulnya rangsangan yang memacu kepada
pengenalan kebutuhan dan pembelajaran.
Rangsangan ini dapat berasal dari diri
konsumen maupun dari luar diri konsumen. Jika
rangsangan ini menimbulkan perbedaan antara
keadaan yang diinginkan seseorang dan keadaan
aktual orang tersebut, maka akan timbul kebutuhan.
Pengenalan kebutuhan dan pembelajaran yang
didapat konsumen dalam proses ini pun dapat dibagi
kepada empat unsur. Yaitu, yang pertama adalah
motivasi, dimana keinginan atau kebutuhan tersebut
berasal dari kebutuhan dan tujuan.
Kedua yaitu cue yang merupakan stimulus
yang mengarahkan motif. Cue mengarahkan
dorongan kepada konsumen bila cue itu konsisten
dengan ekspektasi konsumen. Lalu ada respon,
respon disini merupakan suatu unsur yang
47
menyatakan bagaimana seseorang berperilaku
sebagai reaksi dari dorongan atau cue. Respon tidak
terikat pada kebutuhan, akan tetapi kebutuhan atau
notif dapat menimbulkan berbagai macam respon.
Unsur yang terakhir atau keempat adalah
reinforcement, reinforcement ini dapat meningkatkan
kemungkinan suatu respon spesifik akan muncul
dimana yang akan dating sebagai hasil dari cue atau
stimulus tertentu.
3. Karakteristik Konsumen (Gender dan Usia)
Kotler dan Keller (2013) mengatakan bahwa
karakteristik konsumen terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu budaya, sosial dan pribadi. Berdasarkan alur
dari gambar 4, karakteristik konsumen ini jelas
memberikan pengaruh yang besar selain stimulus
lainnya terhadap perilaku konsumen. Maka dengan
adanya hal tersebut dan menyesuaikan dengan topik
penelitian ini, peneliti melihat karakteristik
konsumen khususnya pada aspek pribadi yang
menyangkut gender dan usia.
a. Gender
Identitas gender menurut Wade dan Travis
(2008) adalah perasaan dasar tentang apakah
seseorang adalah laki-laki atau perempuan, atau
merasa menjadi bagian dari satu jenis kelamin
dan tidak di bagian yang lain. Perbedaan-
perbedaan dalam gender pun dilihat secara
psikologis, sosiologis dan budaya antara laki-laki
dan perempuan.
48
Dalam budaya Indonesia yang patriarki,
laki-laki dan perempuan telah dibiasakan untuk
berpikir secara berbeda. Perbedaan ini juga
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
bagaimana seseorang menyerap, mengolah dan
menyimpan informasi dalam masa pembelajaran
dan perkembangannya. Sehingga pada akhirnya
menyebabkan perbedaan perilaku konsumen
antara perempuan dan laki-laki. Berikut tabel
perbedaan perilaku konsumen antara perempuan
dan laki-laki yang diolah dari berbagai sumber.
Tabel 2. 1
Perbedaan Perilaku Konsumen Antara
Perempuan dan Laki-laki
No. Perempuan Laki-laki
1. Cenderung lebih
berpikir komunal.
Cenderung lebih
ekpresif.
2. Mengambil informasi
dari lingkungan sekitar
dan orang-orang
terdekat.
Mengambil informasi
dari sumbernya.
3. Lebih banyak
mengambil informasi
yang beragam.
Sedikit mengambil
informasi.
4. Memiliki inisiatif dan
suka berinteraksi.
Kurang memiliki
inisiatif dan
berinteraksi.
5. Menghubungkan
produk pada tingkat
yang lebih pribadi.
Menghubungkan
produk sesuai dengan
informasi produk
tersebut.
6. Kurang fokus terhadap
tujuan.
Fokus terhadap tujuan.
7. Hati-hati mencoba dan Langsung membeli
49
menguji kegunaan dari
sampel produk
sebelum membelinya.
tanpa mencoba atau
menguji sampel
produk.
8. Terlibat dalam proses
pengambilan
keputusan.
Kurang terlibat dalam
proses pengambilan
keputusan.
9. Menghargai produk
yang unik.
Menghargai produk
yang unik.
10. Mempertimbangkan
merek.
Kurang
mempertimbangkan
merek.
11. Aktif mencari tren atau
gaya terbaru.
Kurang aktif mencari
tren atau gaya terbaru.
12. Menggunakan produk
untuk menunjukan
keberadaan mereka
pada lingkungan.
Menggunakan produk
untuk kenyamanan diri
sendiri.
(Sumber: Kotler dan Keller, 2013, Wade dan Travis,
2008, Holmberg dan Ohnfeldt, 2010, serta Adjei,
Griffith dan Noble, 2006).
Adanya tabel perbedaan perilaku
konsumen tersebut, memperjelas senjangan yang
ada, antara perempuan dan laki-laki dalam
perilaku konsumen. Dengan adanya perilaku
konsumen laki-laki yang cenderung apa adanya,
membuat perilaku konsumen perempuan
menjadi lebih menarik untuk diteliti, karena pada
dasarnya perempuan melibatkan berbagai hal
dalam perilaku konsumsinya.
b. Usia
Usia dalam perilaku konsumen dapat
mempengaruhi keinginan dan kemampuan
konsumen dalam melakukan kegiatan
50
konsumsi (Kotler dan Keller, 2013). Hal tersebut
menjadi penting karena usia mempengaruhi
perubahan kebutuhan konsumen yang terus
berkembang.
Upton (2012) mengatakan bahwa
perubahan pikiran dan perilaku yang berkaitan
dengan usia konsumen, termasuk kedalam ranah
psikologi perkembangan. Pada psikologi
perkembangan, dijelaskan bahwa perubahan
pikiran dan perilaku yang terjadi dikarenakan
adanya perkembangan usia. Perkembangan
psikologis ini merupakan proses seumur hidup
dan tidak berhenti ketika masuk kedalam usia
dewasa, karena pada setiap proses
perkembangan terdapat perpaduan antara
dorongan mempertahankan diri dan dorongan
mengembangkan diri. Upton (2012) membagi usia
berdasarkan perkembangan psikologis yang
terjadi pada masa tersebut sebagai berikut.
Tabel 2.2
Pembagian Usia Berdasarkan Perkembangan
Psikologi
Remaja
Awal
(12–15
tahun)
Remaja
Pertengahan
(15–18
tahun)
Remaja
Akhir
(18-21
tahun)
Dewasa
Awal
(21-24
tahun)
- Perubahan
secara
fisik.
- Perkemban
gan
intelektual.
- Muncul
kesadaran
akan
kepripadia
n dan
kehidupan
- Menginjak
masa
mantap
dan stabil
secara
psikologis.
- Menyesua
ikan diri
terhadap
pola
kehidupa
n dan
51
- Masih
memiliki
pola
kenanak-
kanakan.
- Tidak
stabil.
- Sering
merasa
tidak puas,
sunyi dan
kecewa.
badaniah
sendiri.
- Mulai
menentuka
n nilai-nilai
tertentu.
- Melakukan
perenunga
n terhadap
pemikiran
filosofis
dan etis.
- Muncul
rasa
percaya
diri.
- Mulai
dapat
memberika
n penilaian.
- Menemuka
n jati diri.
- Mengenal
diri sendiri.
- Menyadari
arah dan
tujuan
hidup.
- Mempunyai
pendirian
tertentu.
harapan
sosial
yang
baru.
- Mulai
mengatur
kegiatan
dalam
hidup.
- Berkemba
ng secara
reproduks
i.
- Muncul
berbagai
masalah
baru.
- Merasa
diasingka
n oleh
lingkunga
n sosial.
- Adanya
perubaha
n nilai.
- Membent
uk
komitmen
.
(Sumber: Upton, Penney. 2012. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Penerbit Erlangga.)
Upton (2012) membagi usia berdasarkan
empat kategori, yaitu remaja awal, remaja
pertengahan, remaja akhir dan dewasa awal.
Pada penelitian ini, yang menjadi rentang usia
penelitian yaitu remaja akhir dan dewasa awal.
52
Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab 1,
peneliti memilih rentang usia ini dikarenakan
rentang usia tersebut merupakan periode
peralihan psikologis manusia.
Berbagai perkembangan psikologis dalam
tabel tersebut, secara tidak langsung memicu
timbulnya perilaku konsumen yang mengacu
pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Perilaku-perilaku tersebut antara lain yaitu,
terpapar oleh banyak media, bertemu dengan
banyak orang, memerlukan pergaulan yang lebih
luas, membeli produk sesuai dengan kehendak
hatinya, dan lain sebagainya.
2.3 Keterkaitan antara Produk – Usia – Gender
Konsep produk, usia dan gender dalam penelitian
ini, tidak lain merupakan sebuah kunci untuk dapat
menemukan dan menggambarkan perilaku konsumen
rokok usia 17- 25 tahun, khususnya perempuan,
terhadap perubahan kemasan rokok. Keterkaitan
ketiga konsep ini merupakan hal yang penting dalam
pemasaran (Kotler dan Keller, 2013), karena produk
disini merupakan stimulus utama dalam perilaku
konsumen.
Stimulus ini lalu diproses oleh konsumen dengan
pengalaman yang dimiliki berupa usia dan gender. Usia
mencerminkan keinginan dan kemampuan konsumen
yang berubah sejalan dengan usia konsumen. Begitu
pula dengan gender, gender menunjukan orientasi
sikap dan perilaku yang berbeda, sebagian didasarkan
pada unsur genetik dan sebagian pada praktik sosial