identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-bab ii

24
6 BAB II LANDASAN TEORI Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau bongkah diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ada dua prinsip yang harus digunakan untuk mengontrol ukuran fragmentasi, yaitu cukupnya jumlah energi yang dihasilkan bahan peledak terpakai di dalam massa batuan dan saat pelepasan energi juga tepat agar terjadi interaksi yang tepat. Lebih jauh, distribusi energi di dalam massa batuan terpecah ke dalam dua tahap yang

Upload: rafi210

Post on 08-Aug-2015

931 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

6

BAB II

LANDASAN TEORI

Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah

batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya.

Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau bongkah diperlukan,

misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Namun

kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan

selanjutnya akan lebih mudah.

Ada dua prinsip yang harus digunakan untuk mengontrol ukuran fragmentasi,

yaitu cukupnya jumlah energi yang dihasilkan bahan peledak terpakai di dalam

massa batuan dan saat pelepasan energi juga tepat agar terjadi interaksi yang

tepat. Lebih jauh, distribusi energi di dalam massa batuan terpecah ke dalam dua

tahap yang berbeda. Pertama harus ada energi yang cukup untuk menghancurkan

massa batuan dengan menggunakan jumlah bahan peledak yang tepat. Bahan

peledak juga harus ditempatkan dalam suatu konfigurasi geometri sehingga energi

optimum untuk fragmentasi. Konfigurasi geometri ini biasanya disebut dengan

pola peledakan. Pelepasan energi pada waktu yang salah dapat mengubah hasil

akhir, bahkan meskipun sejumlah energi yang tepat ditempatkan dengan strategis

diseluruh massa batuan dalam pola yang tepat. Jika waktu inisiasi tidak tepat,

6

Page 2: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

7

maka dapat terjadi perbedaan pada pecahan batuan, getaran, airblast, flyrock dan

backbreak.

2.1 Analisis Fragmentasi Hasil Peledakan Dengan Model Kuz-ram

2.1.1 Perhitungan fragmentasi hasil peledakan

Kuznetsov melakukan penelitian tentang fragmentasi. Penelitiannya ini

menghubungkan ukuran rata-rata fragmentasi dengan powder factor TNT dan

struktur geologi. Penelitian ini kemudian menjadi hal yang penting karena

menunjukkan bahwa ada hubungan di antara ukuran rata-rata fragmentasi dengan

jumlah bahan peledak yang biasa digunakan untuk batuan. Kuznetsov

merumuskan hasil penelitiannya ini ke dalam suatu persamaan seperti yang

terlihat pada persamaan 2.1 di bawah ini :

Xmean = A ( V₀ / Q )0.8 Q 1/6 ( 2.1 )

dimana : Xmean = Ukuran rata-rata fragmen batuan ( cm )

A = Faktor batuan, yaitu :

1 untuk batuan yang sangat rapuh

7 untuk batuan yang agak kompak

10 untuk batuan kompak dengan sisipan yang rapat *⁾

13 untuk batuan kompak dengan sedikit sisipan

V0 = Volume batuan per-lubang ledak ( B x S x H ) BCM

Q = Berat bahan peledak TNT yang energinya ekivalen

dengan energi dari muatan bahan peledak dalam

setiap lubang ledak

Page 3: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

8

Agar dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan peledak, Cunningha ( 1983 )

menyempurnakan persamaan Kuznetsov menjadi :

Xmean = A ( V0 / Q )0.8 Q1/6 ( 115/E )19/30 ( 2.2 )

Dimana E adalah kekuatan berat relatif (Relatif Weight Strength) bahan peledak

yang dipakai, ( untuk ANFO = 100 ).

Meskipun ukuran rata-rata fragmentasi bisa diprediksikan dengan

menggunakan persamaan-persamaan Kuznetsov dan Cunningham, akan tetapi

persamaan-persamaan ini mempunyai kelemahan , yaitu ukuran ini tidak bisa

menjelaskan tentang jumlah dari fragmen kecil dan bongkah yang dihasilkan dari

peledakan. Dengan kata lain ukuran fragmentasi rata-rata yang dihasilkan dari

perhitungan dengan persamaan-persamaan Kuznetsov dan Cunningham hanya

mampu menunjukkan ukuran rata-rata dari keseluruhan fragmen hasil peledakan

dan tidak bisa menjelaskan seberapa banyak ukuran yang kecil, besar atau bahkan

bongkah yang dihasilkan dari suatu peledakan. Kelemahan lain dari persamaan ini

adalah ukuran rata-rata fragmentasi yang dihasilkan diperoleh dengan merata-

ratakan data dengan kisaran yang besar sehingga tentu saja tingkat ketelitiannya

menjadi berkurang.

Berdasarkan pertimbangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang

sebenarnya penting untuk diketahui adalah distribusi ukuran fragmentasi batuan

sehingga akan diperoleh gambaran mengenai ukuran fragmentasi yang diinginkan.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu formula untuk menaksir distribusi ukuran

fragmentasi batuan.

Page 4: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

9

Untuk menaksir ukuran fragmentasi batuan, Rosin Ramler, memperkenalkan

suatu formula yang menggunakan parameter ukuran rata-rata fragmentasi dari

Kuznetsov dan Cunningham, sebagai berikut :

R = e –[ X / Xc ] х 100 % ( 2.3 )

Dimana : R = Banyaknya batuan yang tertahan pada ayakan

X = Ukuran ayakan, ( mm ) ;

Xc = Xmean / ( 0.693 )1/ n ;

n = Indeks Keseragaman ;

e = ephsilon = 2.71 .

Parameter “ n” akan menentukan bentuk kurva Rosin-Ramler . Nilai n yang

tinggi mengindikasikan keseragaman ukuran sedangkan sebaliknya nilai n yang

kecil menunjukkan ukuran yang tidak seragam. Kisaran nilai “n” yang normal

untuk fragmentasi peledakan adalah 0.75 – 1.5. Pengaruh perbedaan parameter

peledakan terhadap “n” seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Fungsi “n “ Terhadap Parameter

Dengan

mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan dikembangkan dengan persamaan

Parameter " n " meningkat jika parameter

Burden/diamter lubang Menurun

Akurasi Pemboran Meningkat

Tinggi jenjang Meningkat

Spasi/burden Meningkat

Page 5: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

10

Kuznetsov, maka terbentuklah suatu formula yang disebut Kuz-Ram Model.

Persamaannya adalah sebagai berikut :

n = ( 2.2 – 14B/d ) ( 1 – W/B ) { 1 + ( A – 1 )/2} L/H ( 2.4 )

dimana : B = Burden, ( m ) ;

d = Diameter lubang ledak, ( mm ) ;

W = Standar deviasi lubang bor, ( m ) ;

A = Ratio spasi terhadap burden ;

L = Panjang muatan bahan peledak, ( m ) ;

H = Tinggi jenjang, ( m ) .

2.1.2 Penaksiran kurva distribusi fragmentasi

Dalam menerapkan Model Kuz-Ram, terdapat batasan-batasan yang harus

diperhitungkan agar fragmentasi yang dihasilkan mendekati dengan yang

direncanakan. Batasan tersebut antara lain :

▪ Perbedaan ratio spasi terhadap burden pemboran tidak melebihi 2 kalau

peledakan dilakukan dengan sistem tunda ;

▪ Penyalaan dan pengaturan waktu peledakan harus diatur sedemikian rupa

agar diperoleh fragmentasi yang memuaskan dan tidak terjadi misfire ;

▪ Bahan peledak sebaiknya menghasilkan energi yang hampir sama dengan

perhitungan kekuatan berat relatif-nya ;

▪ Harus diperhatikan keberadaan bidang-bidang diskontinu karena

fragmentasi juga dipengaruhi oleh tingkat kerapatan diskontinuitas yang

ada pada batuan .

2.2 Analisis Fragmentasi Hasil Peledakan Dengan Metode Koefisien Tekstur

Page 6: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

11

2.2.1 Perhitungan Koefisien Tekstur fragmentasi hasil peledakan

Tekstur adalah suatu faktor penting yang dianalisis untuk menentukan kekuatan

batuan. Hal ini disebabkan tekstur mempengaruhi perilaku batuan ketika gaya-

gaya seperti gaya tekan, tegang, putar dan geser bekerja. Gaya-gaya ini

menyebabkan perubahan susunan geometris di dalam massa batuan karena

mengganggu hubungan di antara bagian butiran. Suatu metode untuk menganalisis

ciri-ciri tekstur batuan telah diperkenalkan oleh Howarth dan Rowland ( 1986 ).

Metode ini digunakan sebagai dasar untuk menilai tekstur fragmentasi batuan

hasil peledakan.

Dasar utama dari analisis koefisien tekstur batuan meliputi korelasi di antara

bentuk butir, orientasi butir, pemanjangan butir dan tingkat pemadatan butir.

Interaksi antara komponen-komponen ini memberikan suatu angka yang

menyatakan koefisien tekstur. Howard dan Rowlands ( 1986 ) memberikan suatu

metode penilaian kuantitatif dari tekstur batuan dan menyederhanakannya ke

dalam suatu formula seperti terlihat pada persamaan di bawah ini :

KT = AW [{No/(No + N1)} x {1/(FFo)} + {N1/(No+N1)} x AR1 x AF1}] ( 2.5 )

Dimana :

KT = Koefisien Tekstur ;

AW = Pemadatan butir tertimbang ;

N0 = Jumlah butir yang memiliki aspek ratio di bawah batas diskriminasi;

N1 = Jumlah butir yang memiliki aspek ratio di atas batas diskriminasi ;

FFo = Rata-rata matematis dari faktor bentuk diskriminasi ;

AR1 = Rata-rata matematis dari aspek ratio diskriminasi ;

Page 7: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

12

AF1 = Faktor sudut, Pengukuran orientasi butir .

Pengamatan dilakukan pada butiran yang dipilih dari dalam daerah acuan yang

mewakili kondisi spesimen keseluruhan. Foto adalah media penting untuk

membantu pengamatan. Oleh karena itu metode ini hanya ideal untuk satu lapis

batuan, yang diamati dalam bentuk 2 dimensi. Lapisan-lapisan lain disekitar dan

di bawah daerah acuan dianggap memiliki kondisi yang sama. Foto dapat juga

dihasilkan dengan menggunakan kamera khusus untuk pengamatan sayatan tipis

di bawah mikroskop atau kamera biasa jika pengamatan dilakukan pada

fragmentasi batuan. Foto sebaiknya bisa memperlihatkan bentuk butir, orientasi

butir, pemanjangan butir dan pemadatan butir dengan jelas. Luas, keliling, sudut,

ukuran terpanjang dan terpendek dari masing-masing butir kemudian diukur.

Dalam kasus ini, ukuran terpanjang dan terpendek dari butir-butir diukur

mengikuti format Feret, yang didefinisikan sebagai diameter feret maksimum dan

minimum dihitung setiap 5° sekeliling gambar butiran. Diameter Feret

didefinisikan sebagai jarak tegak lurus diantara dua garis sejajar, tangens sebelah

luar dari objek. Gambar 2.1 menunjukkan ukuran terpanjang dan terpendek Feret

seperti yang didefinisikan di atas dan arah sudutnya.

Berdasarkan persamaan 2.5 dapat dilihat bahwa paling sedikit ada 5 istilah

yang harus dipahami untuk menyelesaikan analisis koefisien tekstur. 5 istilah itu

adalah pemadatan butir tertimbang (AW), Aspek Ratio butir (AR₁), Faktor bentuk

butir (FFo), batas diskriminasi dan faktor sudut (AF1).

Page 8: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

13

Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for qualitative assessment of intact rock properties

Gambar 2.1. Diameter maksimum dan minimum Feret

Penjelasan untuk masing-masing istilah itu dijabarkan secara lebih lanjut di

bawah ini.

Pemadatan Butir Tertimbang ( AW )

Pemadatan butir tertimbang (AW) mewakili suatu daerah tertimbang,

berdasarkan pada berat jenis pemadatan butir. Semua butir di dalam daerah

acuan diukur menurut kondisi dan posisinya. Pemadatan butir tertimbang

dihitung sebagai persentase luas daerah butir di dalam keseluruhan luas

daerah acuan. Gambar 2.2 menunjukkan gambar contoh daerah yang dipilih

sebagai batas daerah acuan. Persamaan untuk menghitung pemadatan butir

tertimbang (AW) seperti terlihat pada persamaan 2.6 di bawah.

AW=

(∑i=1

n

GAi)

A

( 2.6 )

Dimana :

Page 9: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

14

AW = Pemadatan butir tertimbang

GA = luas butir di dalam daerah acuan

A = Batas daerah acuan

Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for qualitative assessment of intact rock properties

Gambar 2.2. Batas daerah acuan yang dipilih

Faktor bentuk butir ( FFo ) dan Aspek Ratio Butir ( AR )

Sebagaimana bentuk butiran yang tidak teratur, maka perlu untuk

mendefinisikan deviasi baik di dalam bentuk butir yang lonjong maupun

yang bulat. Deviasi ini menyebabkan bentuk butir yang lonjong paling

baik ditentukan dengan aspek ratio butir dan bentuk yang bulat ditentukan

dengan faktor bentuk ( form factor ).

Aspek ratio ( nisbah aspek ) butir didefinisikan sebagai perbandingan

antara ukuran butir terpanjang terhadap ukuran terpendeknya. Dengan

demikian, nisbah aspek akan meningkat jika bentuk butir semakin lonjong

dan sebaliknya. Persamaan untuk menentukan nisbah aspek butir dan

faktor bentuk butir seperti terlihat pada persamaan 2.7 dan 2.8 berikut.

Page 10: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

15

AR = Ukuran Terpanjang Butir ( 2.7 )

Ukuran Terpendek Butir

Faktor Bentuk = 4 π ( Luas / Keliling2 ) ( 2.8 )

Faktor bentuk = 1, menggambarkan bentuk butir yang benar-benar

bulat. Karena terjadi penyimpangan bentuk bulat

yang diakibatkan meningkatnya kelonjongan,

maka faktor bentuk menurun dengan nilai lebih

kecil dari 1.

Batas Diskriminasi

Digunakan untuk membedakan penyimpangan sudut setiap butir.

Penentuan batas diskriminasi akan tergantung pada bentuk umum butiran

dengan menggunakan perbandingan antara ukuran terpanjang dan

terpendek Feret. Jika paling banyak butir tampaknya memiliki ukuran

terpanjang Feret 2 kali lipat dari ukuran terpendeknya maka didefinisikan

batas diskriminasinya 2. Kemudian, butiran dengan aspek ratio lebih dari 2

akan berada di atas batas diskriminasi ini. Sedangkan sebaliknya butiran

yang lolos batas ini dikategorikan sebagai butiran di bawah batas

diskriminasi. Untuk mendapatkan nilai persamaan 2.5, jumlah butiran

yang memiliki aspek ratio di atas dan di bawah batas diskriminasi juga

harus ditentukan.

Faktor Sudut ( AF1 )

Page 11: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

16

Menggambarkan orientasi angular dari butiran. Faktor ini hanya

dihitung untuk butiran berbentuk lonjong yang aspek rationya di atas batas

diskriminasi. Untuk sekelompok N butir yang memiliki aspek ratio di atas

batas diskriminasi, jumlah sudut pembeda unik ( unique angular

difference) dapat dihitung dengan persamaan 2.9 di bawah.

Jumlah β=N (N−1)

2( 2.9 )

Faktor sudut dihitung dengan sistem bobot kelas berlaku pada absolute,

sudut pembeda yang jelas ( acute angular difference ) (β = 0° - 90° ) di

antara setiap butir lonjong. Contoh di bawah ini menggambarkan prosedur

untuk menghitung faktor sudut.

Anggap 4 butir lonjong seperti tampak pada gambar 2.3. Untuk 4

butir, No.β = 6 dengan formasi sebagai berikut

1. Sudut Absolut diantara butir A-B = 60°

2. Sudut Absolut diantara butir A-C = 90°

3. Sudut Absolut diantara butir A-D = 165°

4. Sudut Absolut diantara butir B-C = 30°

5. Sudut Absolut diantara butir C-D = 75°

6. Sudut Absolut diantara butir B-D = 105°

Acute, absolute, unique angular difference ( β ) didapatkan dengan

cara mengurangi 180° dari setiap absolute angular difference yang

lebih besar dari 90°. Hasil akhir seperti terlihat di bawah ini :

1. [ βA-B ] = 60°

2. [ βA-C ] = 90°

Page 12: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

17

3. [ βA-D ] = [165° - 180°] = 15°

4. [ βB-C ] = 30°

5. [ βC-D ] = 75°

6. [ βB-D ] = [105° - 180°] = 75°

Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for qualitative assessment of intact rock properties

Gambar 2.3. Perhitungan faktor sudut untuk 4 butir

Absolut, acute angular differences dibagi kedalam 9 kelas, yang

mana masing-masing memiliki bobot ( lihat tabel 2.2 ). Kemudian

faktor sudut dihitung dengan menjumlahkan hasil dari bobot kelas

dan fraksi dari jumlah total angular difference dalam setiap kelas.

( Persamaan 2.10 ).

Tabel 2.2. Perhitungan Faktor SudutNo Interval Kelas Bobot Faktor Sudut

( β ) ( i ) ( AF₁ )1 0° - 10° 1 02 10° - 20° 2 1/6 x 23 20° - 30° 3 1/6 x 34 30° - 40° 4 05 40° - 50° 5 06 50° - 60° 6 1/6 x 6

Page 13: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

18

7 60° - 70° 7 08 70° - 80° 8 2/6 x 89 80° - 90° 9 1/6 x 9

Total Faktor Sudut = 6

AF ₁=∑

i=1

9

( XiN ( N−1 )

2¿)×i ¿

( 2.10 )

Dimana :

N = Jumlah total dari butir-butir berbentuk lonjong

Xi = Jumlah angular difference dalam setiap kelas

i = Faktor bobot kelas

Total faktor sudut ( AF1 ) dibagi dengan 5 ⁽* untuk memastikan

kemiripan faktor sudut terhadap faktor-faktor lain. Dengan

demikian, sebagai contoh , AF1 = 6/5 = 1.2. Untuk menghilangkan

bias pada faktor sudut, disarankan agar jumlah butir-butir yang

dihitung di dalam daerah acuan sebaiknya berkisar antara 30 – 50

butir.

2.2.2 Analisis koefisien tekstur fragmentasi hasil peledakan

Analisis koefisien tekstur ini dilakukan pada fragmentasi hasil peledakan. Hasil

dari analisis ini adalah suatu angka koefisien tekstur yang mengiindikasikan

tingkat keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan tanpa memperhatikan

berapa besar ukuran fragmentasi batuan tersebut.

Angka koefisien tekstur menunjukkan tingkat keseragaman fragmen batuan

hasil peledakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis

fragmentasi hasil peledakan dengan koefisien tekstur, antara lain:

Page 14: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

19

Nilai koefisien tekstur = 1, mengindikasikan fragmentasi batuan hasil

peledakan yang seragam ;

Nilai koefisien tekstur di bawah dan di atas satu menunjukkan

fragmentasi batuan hasil peledakan yang tidak seragam .

2.3 Perbedaan Antara Metode Koefisien Tekstur dan Model Kuzram

Pada dasarnya model Kuzram dan metode Koefisien Tekstur adalah metode

yang digunakan untuk menganalisis fragmentasi hasil peledakan. Bila

dibandingkan dengan koefisien tekstur maka dapat dilihat bahwa analisis

fragmentasi hasil peledakan dengan model Kuzram lebih dikenal dan dipakai. Hal

ini dikarenakan penggunaan model Kuzram untuk analisis fragmentasi hasil

peledakan tidak membutuhkan analisis data yang berkesinambungan. Dalam arti

analisis fragmentasi hasil peledakan dengan model Kuzram dapat dilakukan hanya

sekali untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini berbanding terbalik dengan

analisis fragmentasi hasil peledakan dengan metode Koefisien Tekstur yang

berkesinambungan. Dalam pengertian bahwa analisis fragmentasi hasil peledakan

dengan koefisien tekstur harus sering dilakukan bersamaan dengan kegiatan

peledakan. Biasanya analisis fragmentasi dengan metode koefisien tekstur

dilakukan setelah adanya kegiatan peledakan karena yang dianalisis adalah

fragmentasi batuan yang baru diledakkan.

Selain perbedaan yang dijelaskan di atas, terdapat perbedaan teknis yang

mendasar di antara kedua metode ini. Analisis fragmentasi hasil peledakan dengan

model Kuz-ram memperhatikan ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan dalam

hubungan dengan kegiatan selanjutnya ( aktivitas Pengolahan di crushing plant )

Page 15: Identifikasi tingkat keseragaman fragmentasi batuan dengan metode koefisien tekstur-BAB II

20

yang diindikasikan dengan adanya kurva distribusi fragmentasi batuan sebagai

hasil dari analisis dengan model ini yang bertujuan untuk mengetahui

keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan. Sedangkan analisis fragmentasi

batuan dengan koefisien tekstur tidak memperhatikan ukuran fragmentasi batuan

yang dihasilkan tetapi langsung kepada tingkat keseragaman fragmentasi batuan

hasil peledakan yang diindikasikan dengan nilai koefisien tekstur = 1 atau

mendekati 1. Secara umum perbedaan di antara kedua metode analisis fragmentasi

di atas tampak seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Perbedaan Model Kuzram Dan Metode Koefisien Tekstur

Model Kuzram Metode Koefisien Tekstur

Analisis biasanya dilakukan sekali Analisis dilakukan sesering mungkin

Memperhatikan ukuran fragmen batuan Tidak memperhatikan ukuran fragmen

Hasil analisisnya berupa kurva distribusi

fragmen batuan

Hasil analisisnya berupa nilai koefisien

tekstur

Sumber data untuk analisis fragmentasi

berasal dari geometri peledakan dan

bahan peledak

Sumber data untuk analisis fragmentasi

berasal dari fragmentasi batuan hasil

peledakan