identifikasi pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland di

25
Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di Kabupaten Sleman Ajeng Fara Nandya 13313206 Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Jl. Prawiro Kuat, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Abstrak Dalam suatu pemerintahan daerah, penting untuk mengetahui daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan pusat pertumbuhan. Karena dengan ditentukannya pusat pertumbuhan, maka akan lebih mudah dalam mempercepat pembangunan daerah. Semakin majunya wilayah pusat pertumbuhan maka wilayah hinterland atau wilayah pendukung juga akan semakin maju. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland di Kabupaten Sleman. Hal tersebut dapat dianalisis menggunakan skalogram dan analisis gravitasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kecamatan Depok menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman. Namun ada hal- hal yang perlu ditingkatkan untuk menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, yaitu penambahan fasilitas-fasilitas di beberapa kecamatan yang diproyeksikan sebagai pusat pertumbuhan. Kata Kunci : Pusat Pertumbuhan, Hinterland, Skalogram, Gravitasi

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland

di Kabupaten Sleman

Ajeng Fara Nandya

13313206

Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia

Jl. Prawiro Kuat, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta.

Abstrak

Dalam suatu pemerintahan daerah, penting untuk mengetahui daerah yang memiliki

potensi untuk dijadikan pusat pertumbuhan. Karena dengan ditentukannya pusat

pertumbuhan, maka akan lebih mudah dalam mempercepat pembangunan daerah. Semakin

majunya wilayah pusat pertumbuhan maka wilayah hinterland atau wilayah pendukung juga

akan semakin maju. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecamatan yang menjadi

pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland di Kabupaten Sleman. Hal tersebut dapat

dianalisis menggunakan skalogram dan analisis gravitasi. Hasil dari penelitian menunjukkan

bahwa Kecamatan Depok menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman. Namun ada hal-

hal yang perlu ditingkatkan untuk menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kabupaten Sleman, yaitu penambahan fasilitas-fasilitas di beberapa kecamatan yang

diproyeksikan sebagai pusat pertumbuhan.

Kata Kunci : Pusat Pertumbuhan, Hinterland, Skalogram, Gravitasi

Page 2: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

PENDAHULUAN

Banyaknya permasalahan dan hal-hal yang perlu dibenahi dan ditingkatkan akan

memberatkan usaha pemerintah pusat jika tidak dibantu oleh pemerintah-pemerintah daerah

yang lebih mengenal tentang daerahnya masing-masing. Seperti topografi, kelemahan

maupun kurangnya kelengkapan fasilitas yang dimiliki dan potensi yang dimiliki oleh suatu

daerah. Solusi untuk meningkatkan pembangunan secara serentak di daerah-daerah adalah

dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah tentang desentralisasi. Dengan adanya

desentralisasi maka pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk meningkatkan pembangunan

daerahnya masing-masing. Dengan menggali potensi yang ada, serta meningkatkan fasilitas

yang belum mencukupi, diharapkan dapat mempercepat pembangunan di Indonesia.

Solusi untuk mempercepat pembangunan adalah dengan menentapkan pusat

pertumbuhan pada wilayah tersebut. Diharapkan daerah pusat pertumbuhan dapat

menimbulkan spillover effect positif pada daerah belakangnya atau hinterland dari daerah

pusat pertumbuhan. Berbagai kelengkapan fasilitas yang dimiliki daerah pusat seperti

sekolah, rumah sakit, puskesmas, pasar, supermarket, terminal, tidak hanya dinikmati oleh

masyarakat yang bermukim di daerah pusat saja, tetapi masyarakat yang berasal dari

hinterland juga bisa memanfaatkannya (Utari, 2015). Infrastruktur dan fasilitas sangatlah

berperan dalam peningkatan perekonomian masyarakat maupun pembangunan wilayah. Juga

berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan antar wilayah. Semakin

lengkap fasilitas yang dimiliki oleh suatu daerah maka masyarakat dapat lebih mudah dalam

mengaksesnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepuasan

masyarakat terhadap pelayanan yang ada.

Kabupaten Sleman merupakan bagian dari wilayah Yogyakarta yang terkenal sebagai

Kota Pelajar di Indonesia. Banyaknya fasilitas pendidikan dengan kualitas baik yang terdapat

di Sleman merupakan daya tarik bagi masyarakat yang berasal dari luar wilayah Kota

Yogyakarta untuk datang dan menimba ilmu. Dari BPS Kabupaten Sleman, didapati

Kabupaten Sleman memiliki 41 perguruan tinggi, merupakan angka yang besar pada sarana

pendidikan. Banyaknya jumlah universitas di Kabupaten Sleman menimbulkan tingginya

tingkat imigran yang datang untuk berkuliah di universitas-universitas di Kabupaten Sleman.

Hal tersebut menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, seperti

terdapat pada tabel berikut,

Page 3: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Km2 menurut Kecamatan di Kabupaten

Sleman Tahun 2015

No Kecamatan /

Ditricts

Luas Wilayah /

Total Area

(Km2)

Banyaknya

Penduduk /

Population

Kepadatan Penduduk

Per Km2 / Population

Density per Km2

1 Moyudan 27,62 30.719 1.112

2 Minggir 27,27 28.954 1.062

3 Seyegan 26,63 46.869 1.760

4 Godean 26,84 70.754 2.636

5 Gamping 29,25 106.330 3.635

6 Mlati 28,52 111.180 3.898

7 Depok 35,55 185.707 5.224

8 Berbah 22,99 56.813 2.472

9 Prambanan 41,35 48.419 1.171

10 Kalasan 35,84 84.150 2.348

11 Ngemplak 35,71 64.187 1.797

12 Ngaglik 38,52 115.321 2.994

13 Sleman 31,32 66.567 2.125

14 Tempel 32,49 50.628 1.558

15 Turi 43,09 34.189 793

16 Pakem 43,84 37.430 854

17 Cangkringan 47,99 29.246 609

Jumlah / Total 574,82 1.167.481 2.031

Sumber : Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2016

BPS Kabupaten Sleman

Migrasi Penduduk per kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2015

No Kecamatan/

Districts

Lahir / Born Datang / In

Migration

Pindah / Out

Migration

Mati / Death

1 Moyudan 776 395 291 455

2 Minggir 460 369 225 317

3 Seyegan 353 499 347 219

4 Godean 310 976 626 254

5 Gamping 547 1.726 1.162 291

6 Mlati 735 1.438 1.061 431

7 Depok 1.118 2.729 2.085 615

8 Berbah 366 973 642 181

9 Prambanan 437 630 515 244

10 Kalasan 1.064 1.427 887 491

11 Ngemplak 631 1.022 578 250

12 Ngaglik 803 2.342 1.162 276

13 Sleman 755 1.022 534 467

14 Tempel 173 513 346 104

15 Turi 471 351 285 279

16 Pakem 384 528 308 243

17 Cangkringan 386 272 212 218

Jumlah / Total 9.769 17.212 11.267 5.335

Tahun / Year 2014 14.844 12.885 9.439 4.985

Tahun / Year 2013 9543 14.464 11.121 5.047

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

BPS Kabupaten Sleman

Dengan makin banyaknya jumlah penduduk di Kabupaten Sleman, perlu untuk

melakukan peningkatan fasilitas sebagai pendorong kegiatan ekonomi maupun pelayanan

terhadap masyarakat. Fasilitas yang dimiliki oleh tiap kecamatan pasti berbeda-beda.

Page 4: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Perbedaan fasilitas tersebut akan menjadi hierarki penentuan wilayah pusat pertumbuhan.

Kecamatan yang memiliki fasilitas yang paling lengkap akan menjadi wilayah pusat

pertumbuhan. Dan kecamatan yang fasilitasnya kurang, akan menjadi hinterland atau wilayah

pendukung bagi wilayah pusat. Dalam meningkatkan pertumbuhan wilayah, hal tersebut

penting untuk diketahui sehingga dapat menyusun rencana ataupun proyek yang cocok untuk

dikembangkan pada masing-masing kecamatan. Penentuan wilayah pusat pertumbuhan dan

hinterland dapat diketahui dengan menggunakan analisis skalogram. Serta analisis gravitasi

digunakan untuk melihat keterkaitan atau interaksi pada tiap-tiap kecamatan yang menjadi

pusat pertumbuhan dengan kecamatan sebagai hinterland.

Perumusan Masalah 1. Bagaimana pencapaian suatu kecamatan ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Sleman dibandingan keadaan sebenarnya?

2. Bagaimana tingkat ketersediaan fasilitas publik pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten

Sleman?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pencapaian penentuan suatu kecamatan ditetapkan sebagai pusat

pertumbuhan di Kabupaten Sleman.

2. Untuk menganalisis tingkat ketersediaan fasilitas publik pada tiap-tiap kecamatan di

Kabupaten Sleman.

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Kajian Pustaka

Dalam melakukan penelitian, selain menggunakan teori-teori, juga digunakan hasil-

hasil penelitian sebelumnya sebagai acuan dan gambaran dalam melakukan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Gulo (2015). Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengidentifikasi kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Nias. Dari hasil penelitian

tersebut didapatkan hasil dari analisis dengan menggunalan skalogram bahwa di Kabupaten

Nias yang menjadi pusat pertumbuhan utama adalah Kecamatan Gido, pusat pertumbuhan

kedua adalah Kecamatan Idanogawo dan pusat pertumbuhan ketiga yaitu Kecamatan

Botomuzoi. Kecamatan Gido dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan utama karena

memiliki fasilitas yang paling lengkap serta memiliki fungsi yang lebih besar dibandingkan

dengan kecamatan-kecamatan lain. Semakin lengkap fasilitas ekonomi dan sosial yang

dimiliki maka akan menarik minat masyarakat untuk untuk beraktivitas di wilayah tersebut.

Penelitian oleh Nainggolan (2013), bertujuan untuk menemukan pusat pertumbuhan di

Kabupaten Simalungun dan melihat hubungan antara daerah pusat bertumbuhan dengan

daerah pinggirannya (hinterland). Hasil dari analisis skalogram didapatkan 30 jenis fasilitas

dari keseluruhan fasilitas yang berada di Kabupaten Simalungan. Hasil analisis yang

digunakan dalam penelitian tersebut menunjukkan ada 5 kecamatan yang menjadi pusat

Page 5: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

pertumbuhan yaitu Kecamatan Siantar dengan Kecamatan Gunung Malela sebagai

hinterlandnya, Kecamatan Bandar dengan hinterlandnya Kecamatan Pematang Bandar,

Kecamatan Tanah Jawa dengan hinterlandnya Kecamatan Hatonduhan, Kecamatan Raya

dengan Kecamatan Panei sebagai daerah hinterland, dan Kecamatan Bosar Maligas dengan

Kecamatan Bandar.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Utari (2015), bertujuan untuk mengetahui

karakteristik Kota Yogyakarta dan mengetahui kecamatan-kecamatan yang menjadi pusat

pertumbuhan dilihat dari kelengkapan fasilitas yang tersedia yang disesuaikan dengan pusat

pertumbuhan Kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan alat analsisi skalogram. Dari hasil

penelitian menunjukkan terdapat ketidaksesuaian hasil analisis skalogram dengan kecamatan

yang diproyeksikan untuk menjadi pusat kota dalam RTRW Kota Yogyakarta. Pemerintah

Kota Yogyakarta memroyeksikan Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Gondomanan dan

Kecamatan Danurejan sebagai pusat pertumbuhan. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa

Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan Gondokusuman memiliki fasilitas yang lebih baik

daripada kecamatan-kecamatan lain walaupun Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan

Gondokusuman bukanlah kecamatan yang diproyeksikan untuk menjadi pusat pertumbuhan

di Kota Yogyakarta.

Penelitian oleh Danastri (2011), bertujuan untuk mengetahui kekuatan interaksi antar

daerah di Kecamatan Harjamukti, menganalisis kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam

mengembangkan pusat pertumbuhan, serta untuk mengetahui wilayah pembangunan mana

saja yang dapat ditetapkan sebagai kutub pertumbuhan untuk mendorong pembangunan

wilayah Kecamatan Harjamukti. Metode analisis yang digunakan dengan analisis basis

ekonomi secara survey primer, analisis gravitasi, analisis skalogram, dan metode overlay.

Dari hasil analisis menggunakan gravitasi, dapat diketahui bahwa semua kelurahan yang ada

di Kecamatan Harjamukti memiliki interaksi kuat dengan pusat Kecamatan Harjamukti, yaitu

Kelurahan Kalijaga. Dengan analisis skalogram, dapat diurutkan kelurahan dengan fasilitas

terlengkap adalah Kelurahan Kecapi, Kelurahan Harjamukti, Kelurahan Kalijaga, Kelurahan

Larangan, dan Kelurahan Argasunya sebagai kelurahan dengan jumlah fasilitas paling sedikit.

Hasil dari analisis basis ekonomi menunjukkan bahwa potensi daerah yang ada di Kecamatan

Harjamukti adalah perdagangan dan jasa, dengan beberapa daerah memiliki potensi untuk

dijadikan lahan peternakan dan perkebunan. Dengan teknik overlay, Kelurahan Kecapi

merupakan kelurahan dengan kelengkapan fasilitas tertinggi, interaksi tertinggi dan memiliki

potnesi perdagangan dan jasa sesuai dengan visi misi Kota Cirebon. Dan Kelurahan

Argasurnya sebagai wilayah yang memiliki kelengkapan fasilitas paling rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Habib (2016), bertujuan untuk mengetahui kecamatan

mana yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Tulang Bawang Barat dan hubungan

interkasi antara pusat pertumbuhan dengan kawasan hinterland. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan skala ordinal dan indeks gravitasi. Hasil yang dapat adalah Kecamatan Tulang

Bawang Tengah sebagai ibukota dan pusat pemerintahan dari Kabupaten Tulang Bawang

Barat, menjadi pusat pertumbuhan dengan tiga daerah hinterland yaitu Kecamatan Tulang

Bawang Udik, Kecamatan Tumijajar dan Kecamatan Pagara Dewa. Interkasi paling kuat

dengan pusat pertumbuhan didapatkan dari Kecamatan Tulang Bwang Udik yang lokasinya

lebih dekat dengan Kecamatan Tulang Bawang Tengah, dengan nilai interaksi sebesar

6.943.036,09. Sedangakn kekuatan interkasi dengan Kecamatan Tulang Bawang Tengah

Page 6: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

dengan Kecamatan Tumijajar sebesar 5.084.954,9, dan kekuatan interaksi dengan Kecamatan

Pagar Dewa sebesar 51.360,47.

Landasan Teori

Teori Pusat Pertumbuhan

Teori pusat pertumbuhan atau Growth Poles Theory diperkenalkan oleh ekonom asal

Perancis, Francis Perroux. Sjafrizal (2008) menjelaskan teori Perroux tentang pole croisanse

atau pole de development yang artinya pusat pertumbuhan sebagai perangkat industri-industri

yang sedang mengalami perkembangan dan berlokasi di suatu daerah perkotaan dan

mendorong perkembangan lanjut dari kegiatan ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Juga

dikatakan bahwa β€œgrowth does not growth”, hal tersebut ditemukannya dalam analisisnya

terhadap industri kendaraan yang cenderung terkelompok pada daerah tertentu. Dengan

begitu pertumbuhan ekonomi cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu yang didorong

oleh adanya keuntungan aglomerasi (Aglomeration Economies) yang timbul karena adanya

konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut. Munculnya beberapa konsentrasi tersebut kegiatan

ekonomi tersebut selanjutnya mendorong pula pada peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi

yang berdampak positif pada pembangunan ekonomi nasional. Skala ekonomi yang

ditemukan di kota-kota terbesar akan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi atas

investasi, dukungan komersial, administrasi dan infrastruktur layanan yang dibutuhkan oleh

industri untuk beroperasi secara efisien, dan membawa diversifikasi pertumbuhan ekonomi

(Rondinelli, 1985)

Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral dikemukakan oleh seorang ahli geografi Jerman yaitu Walter

Christaller. Hartono (2007) menjelaskan teori Christaller tentang kota sentral yang

merupakan pusat bagi daerah sekitarnya yang menjadi penghubung perdagangan dengan

wilayah lainnya. Apabila sebuah tempat mempunyai berbagai fungsi sentral untuk daerah-

daearah disekitarnya yang kurang begitu penting, daerah tersebut dinamakan tempat sentral

tingkat tinggi. Adapun sebuah tempat yang hanya merupakan pusat bagi kegiatan setempat

dinamakan tempat sentral rendah.

Konsep dasar dari teori tempat sentral menurut Christaller sebagai berikut,

a. Population Threshold yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk

melancarkan dan kesinambungan unit.

b. Range (Jangkauan) yaitu jarak maksimum yang diperlukan untuk ditempuh penduduk

untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dari tempat pusat.

Menurut Christaller setiap orde memiliki wilayah heksagonal sendiri-sendiri. Bentuk

pola pelayanan heksagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal

efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi (Hagget, 2001). Kota sebagai pusat

pelayanan diharapkan memiliki fasilitas pelayanan seperti,

a. Pusat dan pertokoan sebagai fokus point dari suatu kota.

b. Saranan dan prasarana transportasi.

c. Tempat rekreasi dan olahraga.

d. Sarana pendidikan, kesehatan, obyek wisata.

Page 7: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Dengan demikian kota menyediakan segala fasilitas bagi kehidupan baik sosial maupun

ekonomi, sehingga baik tempat tinggal maupun bekerja dan berkreasi dapat dilakukan

didalam kota (Jayadinata, 1992).

Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional

Konsep teori Hirschman yang dipaparkan oleh Sjafrizal (2008), menyatakan bahwa

lebih mengutamakan perhatiannya pada pertumbuhan wilayah tidak seimbang. Dimana secara

geografis pertumbuhan ekonomi wilayah akan dipengaruhi oleh kemajuan-kemajuan di suatu

wilayah pada satu titik tempat yang menimbulkan dorongan ke arah perkembangan titik-titik

atau tempat-tempat berikutnya. Perkembangan suatu wilayah dimulai dari satu titik original

yang disebut dengan growing point atau growing center sebelum akhirnya tersebar ke

berbagai wilayah lainnya. Teori Hirschman melihat tingkat pembangunan di suatu wilayah

cenderung tercapai pada beberapa titik pertumbuhan. Dimana kegiatan atau aktivitas ekonomi

lebih lebih berpusat pada daerah tersebut karena ketersediaan dan kelengkapan fasilitas

pelayanan dibandingkan tempat lainnya. Dampaknya akan terjadi peningkatan migrasi dari

daerah luar ke daerah growing center.

Teori Gravitasi

Teori gravitasi pertama kali diperkenalkan dalam ilmu fisika oleh Sir Issac Newton.

Utoyo (2007) memaparkan inti dari teori gravitasi bahwa dua buah benda yang memiliki

massa tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya

gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua

massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda

tersebut. Model gravitasi Newton kemudian diterapkan oleh W. J. Reilly, seorang ahli

geografi untuk mengukur kekuatan nteraksi keruangan antar dua wilayah atau lebih. Berdasar

hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah

yang berbeda dapat diukur dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara

kedua wilayah tersebut.

Teori gravitasi ini dapat digunakan untuk menganalisis besarnya pengaruh interaksi

antar wilayah yang berdekatan secara kuantitatif, dengan asumsi bahwa suatu wilayah

sebagai benda dan jumlah penduduk dari wilayah yang bersangkutan sebagai massanya.

Besarnya kekuatan interaksi dapat diwujudkan dalam bentuk besarnya perpindahan atau

transportasi dan komunikasi antara dua wilayah. Wujud dari perpindahan tersebut dapat

berbentuk orang, barang, jasa, ataupun berupa informasi (Hartono, 2007). Perbandingan

potensi interaksi antar wilayah dengan memanfaatkan formula yang dikemukakan Reilly

dalam buku Utoyo (2007) dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan

memenuhi persyaratan tertentu sebagai berikut.

a. Kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencaharian, mobilitas, dan kondisi

sosial-budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan relatif memiliki kesamaan.

b. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi

topografinya.

c. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah yang

dibandingkan relatif sama.

Page 8: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Otonomi Daerah

Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Pasal 1 angka 5, otonomi daerah adalah hak,

wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Tujuan umum kebijakan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kualitas

keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa yang beragam di Indonesia

yang utuh. Adapun tujuan khusus adalah,

a. Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan

keputusan maupun implementasinya sehingga terwujud suatu pemerintahan lokal yang

bersih, efisien, transparan, responsif, dan akunTabel.

b. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat akan urgensi keterlibatan mereka

dalam proses pemerintahan lokal dan kontribusinya bagi tegaknya oemerintahan

nasional yang kokoh dan sah.

c. Memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka secara

langsung dan demokratis.

d. Membangun kesalingpercayaan antar masyarakat di satu pihak, dan antara masyarakat

dan pemerintah di pihak lain.

Haris memaparkan peranan Smith tentang pemerintah di daerah yang dijalankan secara

demokratis akan memberikan ruang yang lebih besar kepada masyarakat untuk ikut

menuangkan kedaulatannya. Hal ini bukan saja akan memperkuat proses demokrasi lokal,

tetapi juga memberikan kontribusi bagi demokrasi dan integrasi nasional (Haris dkk, 2006).

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031, kebijakan tersebut bertujuan

untuk,

a. Untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Sleman dengan memanfaatkan ruang

wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan

berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan

keamanan.

b. Agar pemanfaatan ruang lebih bijaksana maka perlu dirumuskan penetapan struktur dan

pola ruang wilayah, kebijakan dan strategi pengembangan serta pengelolaannya dalam

rencana tata ruang wilayah.

Pengembangan sistem perkotaan Kabupaten Sleman sebagaimana dalam pasal 6 huruf a

yaitu,

a. Pusat Kegiatan Nasional atau PKN, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala internasioanl, nasional, atau beberapa provinsi.

b. Pusat Kegiatan Wilayah atau PKW, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten / kota.

c. Pusat Kegiatan Lokat atau PKL, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

d. Pusat Pelayanan Kawasan atau PPK, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

Page 9: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

e. Pusat Pelayanan Lingkungan atau PPL, adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala antar desa.

Pada bab III pasal 5, tertulis bahwa rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Sleman

terdiri dari pengembangan sistem pusat kegiatan, dan pengembangan sistem pusat jaringan

prasarana. Pengembangan sistem pusat kegiatan yang dimaksudkan dalam pasal 5 terdiri atas

pengembangan sistem perkotaan kabupaten dan pengembangan sistem pedesaan kabupaten.

Berikut adalah daftar daerah pengembangan sistem perkotaan Kabupaten Sleman:

a. PKN berupa kawasan perkotaan kabupaten yang berada di dalam KPY meliputi:

1. Kawasan perkotaan Kecamatan Gamping, meliputi:

a) Desa Ambarketawang

b) Desa banyuraden

c) Desa Nogotirto

d) Desa Trihanggo

2. Kawasan perkotaan Kecamatan Godean meliputi Desa Sidoarum.

3. Kawasan perkotaan Kecamatan Mlati, meliputi:

a) Desa Sendangadi

b) Desa Sinduadi

4. Kawasan perkotaan Kecamatan Depok, meliputi:

a) Desa Caturtunggal

b) Desa Maguwoharjo

c) Desa Condongcatur

5. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngemplak, meliputi Desa Wedomartani.

6. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngaglik, meliputi:

a) Desa Sariharjo

b) Desa Sinduharjo

c) Desa Minomartani

b. PKW berada di Kecamatan Sleman

c. PKL meliputi,

1. Kawasan perkotaan Kecamatan Godean

2. Kawasan perkotaan Kecamatan Prambanan

3. Kawasan perkotaan Kecamatan tempel

4. Kawasan perkotaan Kecamatan pakem

d. PPK meliputi,

1. Kawasan perkotaan Kecamatan Moyudan

2. Kawasan perkotaan Kecamatan Minggir

3. Kawasan perkotaan Kecamatan Seyegan

4. Kawasan perkotaan Kecamatan Mlati

5. Kawasan perkotaan Kecamatan Berbah

6. Kawasan perkotaan Kecamatan Kalasan

7. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngemplak

8. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngaglik

9. Kawasan perkotaan Kecamatan Turi

10. Kawasan perkotaan Kecamatan Cangkringan

Page 10: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

METODE PENELITIAN

Jenis dan Pengumpulan Data

Pada penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif untuk melihat wilayah

kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman, serta menganalisis

fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Sleman. Jenis

data yang diteliti adalah data sekunder, yaitu data yang didapatkan dari sumber lain. Dalam

penelitian ini data yang didapatkan berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Sleman dengan media internet. Untuk melakukan analisis pada penelitian ini, data yang

digunakan adalah data tentang jumlah fasilitas-fasilitas sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh

17 kecamatan yang berada di Kabupaten Sleman. Nama kecamatan-kecamatan tersebut yaitu

1. Kecamatan Cangkringan

2. Kecamatan Pakem

3. Kecamatan Turi

4. Kecamatan Tempel

5. Kecamatan Ngaglik

6. Kecamatan Ngemplak

7. Kecamatan Berbah

8. Kecamatan Depok

9. Kecamatan Godean

10. Kecamatan Sleman

11. Kecamatan Gamping

12. Kecamatan Kalasan

13. Kecamatan Prambanan

14. Kecamatan Moyudan

15. Kecamatan Mlati

16. Kecamatan Seyegan

17. Kecamatan Minggir

Dari tiap kecamatan akan dilihat apa saja fasilitas yang tersedia, serta berapa banyak

jumlahnya. Jenis-jenis fasilitas yang dilihat antara lain,

1. Sarana pemerintahan

2. Sarana pendidikan

3. Sarana kesehatan

4. Tempat ibadah

5. Fasilitas olah raga

6. Sarana perekonomian

Metode Analisis

Analisis Skalogram

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skalogram. Skalogram

adalah alat analisis untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas

yang dimiliki, sehingga dapat ditentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas

pelayanan suatu wilayah (Rondinelli, 1985).

Analisis ini digunakan untuk melihat jumlah dan jenis fasilitas yang berada pada tiap

kecamatan di Kabupaten Sleman. Dari jumlah ketersediaan fasilitas tersebut dapat ditentukan

kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman adalah kecamatan yang

paling lengkap fasilitasnya. Sedangkan kecamatan yang ketersediaan fasilitasnya kurang

lengkap akan menjadi wilayah hinterland atau wilayah pendukung. Rumus yang digunakan

Page 11: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

untuk mencari banyak kelas pada setiap kecamatan sebagai pusat pertumbuhan sebagai

berikut,

k = 1 + 3,3 log n

Keterangan:

k = banyak kelas

n = banyak kecamatan

selanjutnya menentukan besarnya interval kelas atau range dengan rumus sebagai berikut,

Range = π΄βˆ’π΅

π‘˜

Keterangan:

A = jumlah fasilitas tertinggi

B = jumlah fasilitas terendah

k = banyak kelas

Langkah terakhir dalam melakukan analisis skalogram adalah dengan menghitung

Coeffisien of Reproducibility atau COR, yang memiliki fungsi untuk menguji kelayakan

analisis skalogram. Penelitian dengan analisis skalogram dapat dikatakan layak jika nilai

COR sebesar 0,9 sampai dengan 1. Cor dihitung dengan rumus seperti dibawah,

(CR)= 1 βˆ’βˆ‘π‘’

𝑁π‘₯π‘˜

Keterangan:

CR : tingkat kesalahan

βˆ‘π‘’ : Jumlah kesalahan

N : Jumlah fasilitas

K : Jumlah kecamatan

Analisis Gravitasi

Analisis gravitasi digunakan untuk melihat besarnya daya tarik suatu potensi yang

berada pada suatu lokasi, kaitan potensi suatu lokasi dengan besarnya wilayah pengaruh dari

potensi tersebut (Utoyo, 2007).

Rumus gravitasi adalah sebagai berikut,

𝐴𝑖𝑗 = π‘˜π‘ƒπ‘– . 𝑃𝑗

𝑑𝑖𝑗𝑏

Keterangan :

Aij = Besarnya interaksi wilayah i dengan wilayah j

Pi = Jumlah penduduk di wilayah i, dalam ribuan jiwa

Pj = jumlah penduduk di wilayah j, dalam ribuan jiwa

dij = Jarak dari wilayah i dengan wilayah j, dalam kilometer

k = Angka konstanta empiris, bernilai 1

b = Pangkat dari dij yang sering digunakan b=2

Page 12: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Untuk melihat keterkaitan atau interaksi antara kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dengan

kecamatan yang menjadi hinterland atau wilayah pendukungnya

Analisis skalogram digunakan untuk menganalisis dan menentukan hierarki atau

kelasnya. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan melihat jenis fasilitas dan jumlah fasilitas

yang berada di tiap-tiap kecamatan, dan dalam penelitian ini adalah kecamatan-kecamatan di

Kabupaten Sleman. Jumlah fasilitas tersebut digunakan sebagai penentuan dalam

menempatkan suatu lokasi menjadi pusat pertumbuhan dan lokasi sebagai daerah hinterland

atau daerah belakangnya.

Tabel Kesimpulan Data Jumlah Fasilitas Kabupaten Sleman Tahun 2015 Kecamatan Jumlah Unit Fasilitas Jumlah

Total Pemerin

tahan

Pendidi

kan

Tempat

Ibadah

Kesehata

n

Olahraga Perekono

mian

Berbah 12 56 212 24 64 300 668

Cangkringan 14 46 135 13 * 3* 211*

Depok 17 181 317 531 160 211 1417

Gamping 14 99 271 94 * 31 509*

Godean 18 80 244 77 * 18 437*

Kalasan 12 94 268 639 152 1914 3079

Minggir 14 51 159 21 * 177 422*

Mlati 14 109 225 111 * 46 505*

Moyudan 12 48 168 360 56* 8* 652*

Ngaglik 16 115 313 51 267 948 1710

Ngemplak 14 65 347 26 * 4* 456*

Pakem 14 61 144 78 179 756 1232

Prambanan 16 69 204 93 184 4* 570*

Seyegan 14 57 185 28 133 26 443

Sleman 14 93 166 41 131* 28* 473*

Tempel 20 78 175 48 118 513 952

Turi 8 51 166 75 39 172 511

Pada tabel perhitungan skalogram, yang memberikan angka β€œ1” pada jenis fasilitas

yang dimiliki oleh kecamatan, dan memberikan angka β€œ0” pada fasilitas yang tidak tersedia

pada kecamatan tersebut.

Page 13: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Tabel 4.8

Tabel Skalogram

Kecamatan Jenis Fasilitas

Pemerintahan Pendidikan Kesehatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Berbah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 Cangkringan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Depok 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Gamping 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 Godean 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Kalasan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 Minggir 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 Mlati 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 Moyudan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 Ngaglik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Ngemplak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 Pakem 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 Prambanan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 Seyegan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 Sleman 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 Tempel 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 Turi 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1

Page 14: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Lanjutan Tabel 4.8

Tabel Skalogram

Kecamatan Jenis Fasilitas Jumlah

Tempat Ibadah Olahraga Ekonomi

18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Berbah 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Cangkringan 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 27

Depok 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30

Gamping 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Godean 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 28

Kalasan 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 28

Minggir 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 27

Mlati 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Moyudan 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 27

Ngaglik 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 29

Ngemplak 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Pakem 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Prambanan 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Seyegan 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 29

Sleman 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28

Tempel 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 26

Turi 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 25

Page 15: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Keterangan tabel:

Sarana Pemerintahan

1 : Kantor Camat

2 : Kantor Desa

3 : Balai Desa

4 : Polsek

5 : Koramil

6 : KUA

Sarana Pendidikan

7 : TK

8 : SD

9 : SLTP

10 : SMA

11 : Perguruan Tinggi

Sarana Kesehatan

12 : Poliklinik / Rumah Sakit

13 : Puskesmas

14 : Puskesmas Pembantu

15 : RS. Bersalin

16 : Tempat Praktek Dokter

17 : Pos KB Desa

Tempat Ibadah

18 : Masjid

19 : Mushola / Surau

20 : Gereja

21 : Pura

22 : Wihara

Sarana Olahraga

23 : Sepak Bola

24 : Bola Volly

25 : Bulu Tangkis

26 : Bola Basket

27 : Tenis Meja

28 : Tenis lapangan

Sarana Ekonomi

29 : Pasar Umum

30 : Pertokoan Kios / Warung

31 : KUD, Bank, BPR

Selanjutnya adalah menghitung dengan menggunakan metode Struges untuk

menentukan orde-orde dari pusat pertumbuhan.

Jumlah Orde = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 17

= 1 + 3,3 (1,230448921)

= 1 + 4,060481441

= 5,060481441

Jumlah orde dalam penelitian ini sebesar 5,060481441 yang dibulatkan menjadi 5 kelas

atau orde untuk kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman. Selanjutnya adalah menentukan

interval kelas atau range untuk 5 orde yang telah dihitung sebelumnya. Yaitu dengan rumus,

Range = π½π‘’π‘šπ‘™π‘Ž 𝑕 πΉπ‘Žπ‘ π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘–π‘›π‘”π‘”π‘– βˆ’π½π‘’π‘šπ‘™π‘Ž 𝑕 π‘“π‘Žπ‘ π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘π‘Ž 𝑕

π΅π‘Žπ‘›π‘¦π‘Žπ‘˜ πΎπ‘’π‘™π‘Žπ‘  π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘‚π‘Ÿπ‘‘π‘’

Range = 30βˆ’25

5

Range = 1

Didapatkan interval kelas atau range sebesar 1, dengan jumlah kelas atau orde

sebanyak 5, maka dapat dibuat tabel orde seperti dibawah,

Page 16: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Tabel Orde dan Range

Orde Range

Orde I 30 – 31

Orde II 28 – 29

Orde III 26 – 27

Orde IV 24 – 25

Orde V 22 – 23

Langkah terakhir dalam melakukan analisis skalogram adalah dengan menghitung

tingkat kesalahan atau disebut Coefficient of Redductbility (COR).

(CR)= 1 βˆ’βˆ‘π‘’

𝑁π‘₯π‘˜

(CR) = 1 βˆ’48

31 π‘₯ 17

(CR) = 1 – 0,0910

(CR) = 0,908

Dari perhitungan tersebut menunjukkan tingkat kesalahan sebesar 0,908, berada

diantara 0,9 – 1 atau lebih dari 90%, sehingga analisis skalogram pada fasilitas-fasilitas di

tiap kecamatan di Kabupaten Sleman ini dianggap sudah layak.Berikut adalah tabel hasil

akhir dari analisis skalogram yang menunjukkan urutan kecamatan berdasarkan orde atau

kelasnya.

Hierarki Pusat Pertumbuhan Kecamatan berdasarkan Analisis Skalogram di Kabupaten

Sleman Tahun 2015

Peringkat

Hierarki

Kecamatan Jumlah

Penduduk

Jumlah Jenis

Fasilitas

Jumlah Unit

Fasilitas

Orde Kota

1 Depok 185.707 30 1417 Orde I

2 Ngaglik 115.321 29 1710 Orde II

3 Seyegan 46.869 29 443 Orde II

4 Kalasan 84.150 28 3079 Orde II

5 Pakem 37.430 28 1232 Orde II

6 Berbah 56.813 28 668 Orde II

7 Prambanan 48.419 28 570* Orde II

8 Gamping 106.330 28 509* Orde II

9 Mlati 111.180 28 505* Orde II

10 Sleman 66.567 28 473* Orde II

11 Godean 70.754 28 437* Orde II

12 Ngemplak 64.187 28 456* Orde II

13 Tempel 50.628 26 952 Orde III

14 Moyudan 30.719 27 652* Orde III

15 Minggir 28.954 27 422* Orde III

16 Cangkringan 29.246 27 211* Orde III

17 Turi 34.189 25 511 Orde IV

Sumber: Kecamatan dalam Angka 2015, diolah

BPS Kabupaten Sleman

Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah fasilitas dari masing-masing kecamatan pada

enam kelompok fasilitas yang berbeda, serta jumlah total dari semua unit fasilitas tiap

Page 17: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

kecamatan. Dapat diketahui yang termasuk dalam orde I adalah kecamatan dengan jumlah

unit fasilitas terbanyak sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Dalam hasil

analisis skalogram dalam tabel diketahui yang terdapat pada orde I hanya satu kecamatan

saja, artinya hanya satu kecamatan yang memenuhi kriteria sebagai kecamatan pusat

pertumbuhan di Kabupaten Sleman. Kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhanadalah

Kecamatan Depok dengan jumlah jenis fasilitas terlengkap dibandingkan kecamatan lain

yaitu 30 jenis fasilitas, dan dengan jumlah unit fasilitas sebanyak 1417 dengan data yang

lengkap. Jumlah penduduk tahun 2015 pada Kecamatan Depok juga merupakan jumlah

penduduk tertinggi kedua, dibandingkan kecamatan yang lain, sehingga memang tepat

dengan penyediaan jenis fasilitas yang lengkap.

Pada orde II terdapat dua jumlah jenis fasilitas, yaitu kecamatan dengan jumlah jenis

fasilitas sebanyak 29 dan jumlah jenis fasilitas sebanyak 28. Kecamatan yang memiliki

jumlah jenis fasilitas sebanyak 29 adalah Kecamatan Ngaglik dan Kecamatan Seyegan.

Kedua kecamatan tersebut sangat berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan kedua dan

pusat pertumbuhan ketiga. Kecamatan Ngaglik memiliki jumlah unit fasilitas terbanyak

bahkan melebihi jumlah unit fasilitas Kecamatan Depok, yaitu sebanyak 1710. Jumlah

tersebut sangat sepadan dengan tingginya jumlah penduduk pada Kecamatan Ngaglik

menurut data BPS tahun 2015. Jumlah unit fasilitas yang dimiliki Kecamatan Ngaglik jauh

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah unit fasilitas yang dimiliki Kecamatan Depok,

namun karena jumlah jenis fasilitas yang dimiliki Kecamatan Depok sedikit lebih banyak dari

Kecamatan Ngaglik, maka peringkat hierarki Kecamatan Depok berada diatas Kecamatan

Ngaglik. Kecamatan Seyegan hanya memiliki 443 unit fasilitas, jumlah tersebut jauh

dibandingkan kecamatan-kecamatan yang ada pada peringkat hierarki dibawahnya. Jumlah

jenis fasilitas Kecamatan Seyegan yang tinggi adalah penentu tingkatan hierarkinya.

Pada orde II dan orde III mayoritas hasil analisis merupakan data yang tidak lengkap.

Pada orde II terdapat tujuh kecamatan yang memiliki ketidaklengkapan data dari jumlah total

11 kecamatan, sedangkan orde III didapatitiga diantara empat kecamatan tidak memiliki

kelengkapan data. Ada kemungkinan untuk terjadinya pergeseran jika didapatnya data yang

lengkap. Jumlah penduduk yang tinggi pada Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping

merupakan indikator untuk mengimbanginya dengan jumlah unit dan jenis fasilitas yang

memadahi, hasil analisis skalogram dengan data yang tidak lengkap menunjukkan kedua

kecamatan tersebut masuk kedalam orde II dengan jumlah fasilitas yang rendah jika

dibandingkan jumlah penduduknya. Tingginya jumlah penduduk kemungkinan fasilitas yang

tersedia pun memiliki jumlah yang jauh lebih banyak daripada yang terdata oleh BPS

Kabupaten Sleman.Jika mendapatkan data secara lengkap, hasil analisis skalogram ini masih

dapat berubah, dan dapat merubah kecamatan-kecamatan menurut ordenya. Kecamatan yang

terdapat pada orde IV bisa berubah masuk kedalam kelompok orde III ataupun orde II. Tetapi

pada Kecamatan Depok yang dalam penelitin ini memenuhi syarat sebagai pusat

pertumbuhan, mempunyai data yang lengkap. Jumlah jenis fasilitas terendah berada pada

Kecamatan Turi dengan jumlah 25, hal tersebut membuat Kecamatan Turi masuk kedalam

orde IV. Sedangkan jumlah unit fasilitas terendah terdapat pada Kecamatan Cangkringan

dengan jumlah 211 fasilitas dengan data yang tidak lengkap.

Page 18: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Analisis Gravitasi

Untuk menganalisis interaksi antara kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dengan

kecamatan sebagai wilayah hinterland, dapat dilihat dalam Tabel 4.11 berikut.

Tabel 4.11

Hasil Nilai Interaksi Wilayah antara Pusat Pertumbuhan dan Hinterland

Kecamatan

Asal

Kecamatan

Tujuan

Penduduk

daerah asal

Penduduk

daerah

Tujuan

Jarak

i - j

(Jarak

i-j)b

Angka

Interaksi

Peringkat

Interaksi

(i) (j) (Pi) (Pj) (dij)/km (dij)2 (Aij)

Depok Berbah 185.707 56.813 11,4 129,96 81.183.224 5

Cangkringan 185.707 29.246 18,8 353,44 15.366.645 14

Depok 185.707 185.707 0 0 0 0

Gamping 185.707 106.330 13,6 184,96 106.759.436 4

Godean 185.707 70.754 13,7 187,69 70.006.463 7

Kalasan 185.707 84.150 10,9 118,81 131.531.387 3

Minggir 185.707 28.954 21,2 449,44 11.963.689 16

Mlati 185.707 111.180 9,1 82,81 249.328.635 2

Moyudan 185.707 30.719 20,1 404,01 14.120.278 15

Ngaglik 185.707 115.321 5,6 31,36 682.905.515 1

Ngemplak 185.707 64.187 13,2 174,24 68.411.244 8

Pakem 185.707 37.430 13,6 184,96 37.581.169 11

Prambanan 185.707 48.419 14,2 201,64 44.593.073 10

Seyegan 185.707 46.869 12,2 148,84 58.478.241 9

Sleman 185.707 66.567 12,3 151,29 81.710.344 6

Tempel 185.707 50.628 17,7 313.29 30.010.450 12

Turi 185.707 34.189 16,8 282,24 22.495.524 13

Untuk melihat wilayah hinterland dari kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan,

yaitu Kecamatan Depok, dapat dijelaskan pada tabel. Untuk menentukan kecamatan yang

menjadi wilayah hinterland dari suatu pusat pertumbuhan, dilihat dari nilai interaksi

kecamatan hinterland dengan kecamatan-kecamatan pusat pertumbuhan. Kecamatan

hinterland akan menjadi kecamatan pendukung bagi kecamatan pusatnya jika nilai

interaksinya menunjukkan angka yang lebih besar dibandingkan dengan nilai interaksi

dengan kecamatan pusat pertumbuhan lainnya.

Dalam penelitian ini hanya ditemukan satu kecamatan yang dapat dijasikan pusat

pertumbuhan yaittu Kecamatan Depok, sehingga semua kecamatan lainnya merupakan

kecamatan hinterland bagi Kecamatan Depok. Namun angka interaksi terhadap pusat

pertumbuhan yang ditunjukkan oleh tiap kecamatan hinterland memiliki jumlah yang

berbeda-beda. Jumlah interaksi terendah ditunjukkan oleh interaksi Kecamatan Minggir yaitu

dengan nilai interaksi hanya 11.963.689. Dalam segi geografis, Kecamatan Minggir memiliki

jarak yang cukup jauh dengan Kecamatan Depok, hal tersebut mungkin berpengaruh terhadap

rendahnya nilai interaksi antar kecamatan. Kecamatan lain yang memiliki nilai interaksi yang

rendah terhadap Kecamatan Depok adalah Kecamatan Moyudan dengan jumlah nilai

interaksi sebesar 14.120.278, dan Kecamatan Cangkringan dengan nilai interaksi sebesar

15.366.645.

Page 19: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Terdapat empat kecamatan yang memiliki nilai interaksi yang tinggi terhadap

Kecamatan Depok. Kecamatan Gamping memiliki nilai interaksi sebesar 106.759.436,

Kecamatan Kalasan dengan nilai interaksi sebesar 131.531.387, Kecamatan Mlati dengan

nilai interaksi sebesar 249.328.635, dan Kecamatan Ngaglik menunjukkan nilai interkasi

paling besar yaitu 682.905.515. Jika diamati dalam segi geografis, Kecamatan Gamping,

Kecamatan Kalasan, Kecamatan Mlati, dan Kecamatan Ngaglik memiliki kedakatan lokasi

dengan Kecamatan Depok, sehingga memungkinkan tingginya nilai interaksi diantara

kecamatan tersebut. Namun juga terdapat kecamatan yang memiliki kedakatan wilayah

dengan Kecamatan Depok tetapi nilai interaksi yang ditunjukkan tidak terlalu besar.

Kecamatan Berbah yang bersebelahan dengan Kecamatan Depok memiliki nilai interkasi

yang sedang, yaitu sebesar 81.183.224. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Kecamatan

Ngemplak yang bersebalahan dengan Kecamatan Depok namun nilai interaksinya hanya

sebesar 68.411.244.

Kecamatan Depok merupakan kecamatan yang berlokasi strategis, berada pada

perbatasan dengan Kota Yogyakarta, berhadapan langsung dengan jalur lintas yang

menghubungkan dengan Kota Yogyakarta, Kecamatan Gunungkidul maupun Jawa Tengah.

Kecamatan Depok juga memiliki perguruan tinggi paling banyak diantara kecamatan-

kecamatan lain di Kabupaten Sleman. Faktor tersebut yang mungkin membuat banyak

kecamatan memiliki nilai interaksi yang tinggi dengan Kecamatan Depok.

Hasil dari analisis skalogram dan analisis gravitasi, dapat disederhanakan dalam tabel

dibawah,

Hasil Analisis Skalogram dan Gravitasi

Kecamatan Pusat Pertumbuhan Kecamatan Hinterland

Kecamatan Depok Kecamatan Ngaglik

Kecamatan Mlati

Kecamatan Kalasan

Kecamatan Gamping

Perbandingan dengan RTRW Kabupaten Sleman

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031 Pasal 51 dituliskan mengenai

pelaksanaan pembangunan wilayah yang akan dilakukan pada sistem perkotaan Kabupaten

Sleman, yaitu:

1. Pengembangan PKN

Pengembangan yang akan dilakukan pada wilayah PKN meliputi:

a. Pengembangan pusat akomodasi wisata regional.

b. Pengembangan pusat pendidikan skala internasioanl.

c. Pengembangan pusat pelayanan kesehatan skala regional.

d. Pengembangan pusat perdagangan dan jasa regional.

2. Pengembangan dan pemantapan PKW

a. Pengembangan pusat pemerintahan kabupaten.

b. Pengembangan pusat pelayanan kesehatan skala kabupaten.

c. Pengembangan pusat koordinasi pencegahan dan penanggulangan bencana alam.

Page 20: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

d. Pengembangan permukiman.

3. Pengembangan PKL

a. Pengembangan pusat pertumbuhan skala lingkungan.

b. Pengembangan pusat pelayanan kesehatan skala lingkungan.

c. Pengembangan permukiman.

4. Pengembangan PPK

a. Pengembangan pusat pelayanan skala kawasan.

b. Pengembangan pelayanan kesehatan skala kawasan.

c. Pengembangan permukiman.

Pada tabel dapat dilihat perbandingan hasil dari analisis skalogram, analisis gravitasi,

dan kebijakan RTRW Kabupaten Sleman.

Page 21: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Tabel Hasil Analisis dibandingkan Kebijakan RTRW

No. Kecamatan Hasil Analisis Skalogram Hasil Analisis

Gravitasi

Kebijakan

RTRW

1. Berbah Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 5 PPK

2. Cangkringan Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde III)

Peringkat Interaksi 14 PPK

3. Depok Pusat Pertumbuhan

(Orde I)

Pusat Pertumbuhan PKN

4. Gamping Pusat Pertumbuhan

Kedua(Orde II)

Hinterland Pusat

Pertumbuhan

(Depok)

PKN

5. Godean Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 7 PKN

PKL

6. Kalasan Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Hinterland Pusat

Pertumbuhan

(Depok)

PPK

7. Minggir Pusat Pertumbuhan

Ketiga (Orde III)

Peringkat Interaksi 16 PPK

8. Mlati Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Hinterland Pusat

Pertumbuhan

(Depok)

PKN

PPK

9. Moyudan Pusat Pertumbuhan

Ketiga (Orde III)

Peringkat Interaksi 15 PPK

10. Ngaglik Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Hinterland Pusat

Pertumbuhan

(Depok)

PKN

PPK

1!. Ngemplak Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 8 PKN

PPK

12. Pakem Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 11 PKL

13. Prambanan Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 10 PKL

14. Seyegan Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 9 PPK

15. Sleman Pusat Pertumbuhan

Kedua (Orde II)

Peringkat Interaksi 6 PKW

16. Tempel Pusat Pertumbuhan

Ketiga (Orde III)

Peringkat Interaksi 12 PKL

17. Turi Pusat Pertumbuhan

Keempat (Orde IV)

Peringkat Interaksi

13

PPK

Dari tabel dapat diketahui pencapaian dari kondisi sebenarnya di masing-masing

kecamatan jika dibandingkan dengn Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Sleman.

Menurut RTRW Kabupaten Sleman, yang termasuk kedalam Pusat Kegiatan Nasional

atau PKN adalah Kecamatan Depok, Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean, Kecamatan

Mlati, Kecamatan Ngaglik, dan Kecamatan Ngemplak. Dalam RTRW Kabupaten Sleman,

Page 22: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

wilayah PKN akan dikembangkan dalam pusat akomodasi wisata regional, pusat pendidikan

skala internasional, pusat kesehatan skala regional, dan pusat perdagangan dan jasa regional.

Hasil analisis menunjukkan bahwa Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean, Kecamatan

Mlati, dan Kecamatan Ngemplak termasuk ke dalam orde II, kecamatan-kecamatan tersebut

adalah sebagai daerah hinterland dari kecamatan pusat pertumbuhan. Wilayah PKN

cenderung merupakan pengembangan untuk wilayah pusat pertumbuhan. Pengembangan

tersebut sudah sesuai dengan Kecamatan Depok dan Kecamatan Ngaglik karena Kecamatan

Depok merupakan pusat pertumbuhan , sedangkan Kecamatan Ngaglik adalah kecamatan

dengan penyedia fasilitas masyarakat yang paling lengkap. Terutama untuk Kecamatan

Depok yang sudah memiliki banyak perguruan tinggi, dan akan dikembangkan sebagai pusat

pendidikan skala internasional, maka kecamatan ini sudah berada dalam kondisi yang sesuai.

Untuk daerah Pusat Kegiatan Wilayah atau PKW adalah Kecamatan Sleman. Wilayah

tersebut akan dikembangkan sebagai pusat pemerintahan kabupaten, pelayanan kesehatan

skala kabupaten, dan pusat koordinasi penanggulangan bencana alam. Hasil dari analisis

menunjukkan Kecamatan Sleman berada pada orde II dan nilai interaski berada pada

peringkat 6. Kecamatan Sleman adalah ibukota Kabupaten Sleman dan sebagai tempat untuk

pusat administrasi wilayah kabupaten Sleman. Penetapannya ke dalam wilayah PKW sudah

sesuai dengan kondisi yang ada. Akan adanya pengembangan pusat pemerintahan yang

dilakukan, diharapkan akan mempermudah masyarakat dalam mengurus administrasi skala

kabupaten, sehingga akan meningkatkan keejahteraan masyarakat.

Wilayah Pusat Kegiatan Skala Lokal atau PKL meliputi Kecamatan Godean,

Kecamatan Pakem, Kecamatan Prambanan, dan Kecamatan Ngemplak. Wilayah ini akan

mengalami pengembangan dalam hal pusat pertumbuhan dan pelayanan kesehatan skala

lingkungan. Kecamatan Godean dan Kecamatan Ngemplak selain termasuk ke dalam wilayah

PKN juga dimasukkan ke wilayah PKL. Hasil analisis menunjukkan kedua kecamatan

tersebut lebih cocok berada pada wilayah PKL daripada wilayah PKN karena jumlah fasilitas

yang dimiliki jauh lebih rendah dibandingkan kecamatan lain yang masuk dalam wilayah

PKN. Harus ada peningkatan jumlah unit fasilitas dan jenis fasilitas untuk memasukkannya

ke wilayah PKN. Untuk Kecamatan Pakem dan Kecamatan Prambanan, berada pada orde II

dari hasil analisis skalogram, dan nilai interaksinya berada pada tingkat 11 untuk Kecamatan

Pakem, serta peringkat 10 untuk Kecamatan Prambanan.

Wilayah Pusat Pelayanan Kawasan atau PPK meliputi Kecamatan Berbah, Kecamatan

Cangkringan, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Minggir, Kecamatan Mlati, Kecamatan

Moyudan, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Seyegan, dan Kecamatan

Turi. Jika dibandingkan dengan hasil analisis, wilayah PPK ini berasal dari kecamatan

dengan tingkatan orde yang beragam. Seperti Kecamatan Berbah, Kecamatan Ngaglik,

Kecamatan Seyegan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Kalasan dari orde II, Kecamatan

Cangkringan, Kecamatan Moyudan dan Kecamatan Minggir dari orde III, serta Kecamatan

Turi dari orde IV.Untuk Kecamatan Seyegan, dalam RTRW Kabupaten Sleman hanya

dimasukkan kedalam wilayah PPK saja, padahal hasil analisis menunjukkan kecamatan

tersebut berada di orde IIdengan jumlah unit fasilitas yang cukup lengkap yaitu sebanyak 29

unit.

Dengan adanya kesesuaian pelaksanaan pembangunan terhadap kondisi masing-masing

kecamatan, diharapkan akan menambah kesejahteraan masyarakat dengan lebih tersusun dan

Page 23: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

terencana mengenai fungsi-fungsi pelayanan tiap wilayah. Pembangunan wilayah yang bagus

dan sesuai, juga dapat mendorong aktivitas masyarakat serta dapat meningkatkan

perekonomian pada tiap-tiap kecamatan. Seperti dengan peningkatan sarana transportasi

umum, peningkatan teknologi, dan juga peningkatan pendidikan. Terutama bagi kecamatan

yang menjadi pusat pertumbuhan yaitu Kecamatan Depok, diharapkan dapat memberikan

pengaruh dan manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah hinterlandnya.

Masyarakat yang berasal dari wilayah hinterland pun dapat dengan mudah memanfaatkan

keberagaman fasilitas yang berada di kecamatan pusat pertumbuhan.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari analisis skalogram, analisis gravitasi dan melihat kesesuaian

pencapaian dengan Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, dapat

disimpulan bahwa hanya ada satu kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten

Sleman, yaitu Kecamatan Depok. Nilai interaksi tertinggi ditunjukkan oleh empat kecamatan

yaitu Kecamatan Gamping dengan nilai interaksi sebesar 106.759.436, Kecamatan Kalasan

dengan nilai interaksi sebesar 131.531.387, Kecamatan Mlati dengan nilai interaksi sebesar

249.328.635, dan Kecamatan Ngaglik menunjukkan nilai interkasi paling besar yaitu

682.905.515.

Untuk kesesuaian pencapaian dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kabupaten Sleman, ada beberapa kecamatan yang kurang sesuai dengan hasil

analisis skalogram dan hasil analisis gravitasi. Perlunya perbaikan ataupun penambahan-

penambahan fasilitas pada kecamatan yang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Sleman diproyeksikan dalam wilayah PKN.

Implikasi

Berdasarkan dari hasil analisis, terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan masukan bagi

pemerintah Kabupaten Sleman, yaitu untuk Kecamatan Seyegan yang dalam RTRW hanya

dimasukkan dalam wilayah PPK, padahal kecamatan tersebut dalam segi fasilitas memiliki

potensi untuk menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman, dan bisa masuk ke wilayah

PKN.

Page 24: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

DAFTAR PUSTAKA

Danastri, S. (2011). "Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru di Kecamatan

Harjamukti, Cirebon Selatan". Skripsi Sarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Gulo, Y. (2015). "Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Hinterland Dalam Pengembangan

Wilayah Kabupaten Nias". Widyariset, Volume 18 Nomor 1, Halaman 37-48.

Habib, S. (2016). "Analisis Kecamatan Dalam Rangka Penentuan Kecamatan Pusat

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang Barat". Skripsi Sarjana,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bandar Lampung, Lampung.

Hagget. (2001). Geography: A Global Synthesis. New Jersey: Pearson Education Ltd.

Haris, S., Pabottingi, M., Hidayat, S., Salamm, A., Ratnawati, T., & Romli, L. (2006).

Membangun Format Baru Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press.

Hartono. (2007). Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: Citra Raya.

Jayadinata, J. (1992). Tata Guna Tanah Dalam Perancanaan Pedesaan Perkotaan dan

Wilayah Bandung. Bandung: ITB.

Kabupaten Sleman Dalam Angka 2016. (2016, Juli). Dipetik Oktober 22, 2016, dari Badan

Pusat Statistik Kabupaten Sleman: https://sleman.kab.bps.go.id/index.php/Publikasi

Kecamatan Dalam Angka 2016. (2016, Juli). Dipetik Oktober 22, 2016, dari Badan Pusat

Statistik Kabupaten Sleman: https://slemankab.bps.go.id/index.php/Publikasi

Nainggolan, P. T. (2013). "Analisis Penentuan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi di

Kabupaten Simalungun". Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Volume 1 Nomer 12,

Halaman 15-26.

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031. (t.thn.). Sleman, Sleman: Pemerintah

Daerah Kabupaten Sleman.

Rondinelli, D. A. (1985). Applied Methods of Regional Analysis, The Spatial Dimensions of

Development Policy. Colorado: Westview Press.

Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional Teori dan Terapan. Padang: Baduose Media.

Tarigan, R. (2005). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Aksara Bumi.

Todaro, & Smith. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 Tentang otonomi Daerah. (t.thn.). Departemen

Dalam Negeri Republik Indonesia.

Page 25: Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. (t.thn.). Departemen

Dalam Negeri Republik Indonesia.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. (t.thn.).

Departemen Dalam Negeri Indonesia.

Utari, E. S. (2015). "Analisis Sistem Pusat Pelayanan Pemukiman di Kota Yogyakarta Tahun

2014". Journal of Economics and Policy, Volume 8 Nomor 1, Halaman 1-88.

Utoyo, B. (2007). Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Bandung: PT. Setia Purna Inves.

Yani, A., & Ruhimat, M. (2007). Geografi: Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung:

Grafindo Media Pratama.