i. pendahuluan 1.1 latar belakangrepository.utu.ac.id/869/1/bab i_v.pdf · terutama pada daerah...

48
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sagu (Metroxylon sp.) adalah tanaman asli Indonesia, dan merupakan sumber pangan yang paling tua bagi masyarakat di berbagai daerah. Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian; karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Diduga, budidaya sagu di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan kurma di Mesopotamia. Di wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia (Kindangen dan Malia 2006, h.45). Teknologi budidaya dan pengolahan sagu sudah dipandang serius oleh pemerintah. Karena sagu merupakan potensi yang sangat besar untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber energy. Sagu dapat diolah dengan bermacam-macam panganan, selain memberikan manfaat bagi tubuh dan juga memberi nilai tambah. Setelah diolah menjadi roti biskuit, mie dan nasi, serta banyak lagi yang lainnya yang dapat diolah dari bahan tepung sagu (Samad 2007, h.15). Provinsi Aceh merupakan kawasan pesisir yang memiliki potensi sebagai habitat tanaman rumbia, ternyata dapat memberikan keuntungan tersendiri untuk kemandirian ekonomi bagi masyarakat di Pantai Barat Aceh, buktinya batang rumbia yang muda banyak ditemukan di area rawa ini dapat menjadi sumber

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sagu (Metroxylon sp.) adalah tanaman asli Indonesia, dan merupakan

sumber pangan yang paling tua bagi masyarakat di berbagai daerah. Sagu diduga

berasal dari Maluku dan Irian; karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai

pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data pasti

yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Diduga, budidaya sagu

di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan

kurma di Mesopotamia. Di wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu sejak lama

dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di

Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan sagu

yang paling maju saat ini adalah di Malaysia (Kindangen dan Malia 2006, h.45).

Teknologi budidaya dan pengolahan sagu sudah dipandang serius oleh

pemerintah. Karena sagu merupakan potensi yang sangat besar untuk pemenuhan

kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber energy. Sagu dapat diolah dengan

bermacam-macam panganan, selain memberikan manfaat bagi tubuh dan juga

memberi nilai tambah. Setelah diolah menjadi roti biskuit, mie dan nasi, serta

banyak lagi yang lainnya yang dapat diolah dari bahan tepung sagu (Samad 2007,

h.15).

Provinsi Aceh merupakan kawasan pesisir yang memiliki potensi sebagai

habitat tanaman rumbia, ternyata dapat memberikan keuntungan tersendiri untuk

kemandirian ekonomi bagi masyarakat di Pantai Barat Aceh, buktinya batang

rumbia yang muda banyak ditemukan di area rawa ini dapat menjadi sumber

Page 2: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

2

peningkatan pendapatan tetap bagi masyarakat pesisir tersebut. Sagu merupakan

salah satu potensi yang dimiliki daerah ini, sedangkan potensi lain juga masih

banyak dalam mendukung kemandirian pangan daerah tersebut (BPS Simeulue

2014).

Pertumbuhan usaha sagu di Kabupaten Simeulue sangat berjalan pesat,

terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat

di Simeulue mengolah sagunya secara alami. Selain untuk kebutuhan sehari-hari

(sendiri) juga bisa dibuat kue tradisonal yang dibuat pada hari-hari besar Islam

dan diperjual-belikan. Maka pendapatan yang diperoleh dalam jangka 1 minggu

sebanyak 5-10 batang, 1 batang terdapat 100 kg tepung sagu, dan bila 5-10 batang

maka diperoleh tepung sagu sebanyak 500-1000 kg, dan harga per kg sagu sebesar

Rp.4000,- maka pendapatan pengusaha sagu per minggu sebanyak Rp.2000.000

sampai dengan Rp.4.000.000,-

Perbedaan pendapatan tersebut di atas, dikarenakan cara pengolahan sagu

di wilayah tersebut. Ada yang secara modern dan ada yang secara konvensional.

Di samping itu, pendapatan tersebut dapat berbeda tingkatannya, yang diakibatkan

beberapa hal, diantaranya adanya proses lebih lanjut dari suatu produk yang

diolah maupun diusahakan, sehingga tingkatan pendapatan perlu dianalisis untuk

mengetahui perbedaan pendapatan dari setiap produk yang diusahakan.

Hasil survey awal yang telah peneliti lakukan di Kecamatan Simeulue

Barat Kabupaten Simeulue menunjukkan bahwa pengolahan sagu basah dan sagu

kering cukup berpotensi. Namun yang menjadi permasalahannya adalah tingkat

pendapatan dari sagu kering belum secara maksimal diusahakan sehingga secara

Page 3: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

3

ekonomi belum diketahui berapa perbandingan (margin usaha) dari sagu basah

maupun sagu kering.

Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan

menunjukkan perbedaan bahwa pendapatan sagu basah berbeda dengan

pendapatan sagu kering oleh para pengusaha sagu yang ada di Kecamatan

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue. Misalnya, rata-rata pendapatan yang

diperoleh pada usaha sagu basah sebesar Rp.2.000.000 sampai dengan

Rp.4.000.000 per tujuh hari. Sedangkan pendapatan pada usaha sagu kering

sebesar Rp.3.000.000 sampai dengan Rp.6.000.000 per sepuluh hari. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa terjadi selisih pendapatan yang cukup memberikan

kontribusi bagi peningkatan pendapatan para pengusaha sagu kering.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Pendapatan Usaha

Sagu Basah dan Sagu Kering di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten

Simeulue”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan

permasalahannya, yaitu bagaimana Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah

dan Sagu Kering di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis

Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering di Kecamatan

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

Page 4: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

4

1.4 Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut.

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penulis

Dapat menjadi wahana bagi peneliti dalam penerapan dan pengembangan ilmu

pengetahuan serta wawasan yang dimiliki dibandingkan dengan kenyataan

yang ada di lapangan.

2. Lingkungan Akademik

Diharapkan Hasil Penelitian ini dapat berguna sebagai sumber referensi dan

bacaan bagi Mahasiswa Universitas Teuku Umar, khususnya Mahasiswa

Fakultas Ekonomi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berisikan

tentang Analisis Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering

di kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

2. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain, yang akan melakukan penelitian

berkaitan dengan penelitian ini.

1.5 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah pada Bagian Pertama

pendahuluan yang berisi tentang pokok- pokok pembahasan mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian serta sistematika pembahasan.

Page 5: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

5

Bagian Kedua Tinjau Pustaka meliputi Analisis, Pendapatan, Cara

Pengolahan Usaha Sagu, Pendapatan Sagu Basah dan Sagu Kering, Penelitian

Terdahulu, dan Hipotesis Penelitian.

Bagian Ketiga Metode Penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel,

sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, dan model analisis data.

Bagian Keempat merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang terdiri

dari Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bagian Kelima merupakan Kesimpulan dan Saran yang terdiri dari

kesimpulan hasil penelitian dan saran bagi beberapa pihak.

Page 6: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biaya

Menurut Mulyadi (2007, h.8): “Biaya adalah pengorbanan sumber

ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan

akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.”. Dari definisi ini, ada empat unsur

pokok dalam biaya, yaitu:

1) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi

2) Diukur dalam satuan uang

3) Yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi

4) Pengorbanan tersebut untuk memperoleh manfaat saat ini dan/atau mendatang

Dengan demikian, biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang

diukur dengan satuan uang, untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan

memberikan manfaat saat ini maupun akan datang. Pengorbanan sumber

ekonomis tersebut bisa merupakan biaya historis dan biaya masa yang akan

datang. Sedangkan dalam arti sempit biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan

sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva atau secara tidak langsung untuk

memperoleh penghasilan, disebut dengan harga pokok (Mulyadi 2007, h.8).

2.1.1 Analisis Biaya

Untuk menghitung total biaya produksi dapat dihitung dengan

menggunakan rumus TC = TVC + TFC.

Keterangan :

TC = Total Biaya (dalam Rupiah)

TVC = Total Biaya Variabel (dalam rupiah)

Page 7: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

7

TFC = Total Biaya Tetap (dalam rupiah)

(Sumber : Suratiyah 2008, h.38)

2.1.2 Pendapatan

Pendapatan dapat diartikan arus masuk aktiva dan atau penyelesaian

kewajiban dan penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa, dan aktivitas

pencarian laba lainnya yang merupakan operasi yang utama atau besar yang

berkesinambungan selama suatu periode. Pendapatan yang dihasilkan dapat terjadi

setiap saat dan dapat juga terjadi pada waktu tertentu secara berkala (Johan 2011,

h.61).

Pendapatan pada prinsipnya mempunyai sifat menambah atau menaikkan

harta atau menurunkan kewajiban perusahaa, tetapi tidak semua yang menambah

atau menaikkan harta/kekayaan perusahaan dapat dikategorikan pendapatan

seperti halnya penilaian kembali aktiva tetapi meningkatkan harta perusahaan

sehingga menimbulkan perkiraan baru yaitu perkiraan penyusaian modal.

Pendapatan juga meliputi semua sumber ekonomi yang diterima perusahaan, dari

transaksi penjualan barang atau jasa kepada pihak lain seperti pertukaran aktiva

bunga atau sebagainya (Firdaus 2008, h.35).

2.1.3 Pendapatan Usaha

Pendapatan menurut Ibrahim (2008, h.62), dalam pengertian ilmu ekonomi

adalah hasil berupa uang atau material lainnya, yang dicapai dari penggunaan

kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas.

Pendapatan adalah “arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva

sebuah entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi dari keduanya)

selama satu periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa atau

Page 8: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

8

aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau sentral entitas yang sedang

berlangsung” (Umar 2009, h.41).

Dalam konteks akutansi, kata “Income diartikan sebagai penghasilan dan

kata revenue sebagai pendapatan, penghasilan (income) meliputi baik pendapatan

(revenue) maupun keuntungan (gain)”.

Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang

terkenal dengan sebutan berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga,

deviden, royalti dan sewa. Definisi tersebut memberi pengertian yang berbeda

dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas, income

meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan

maupun yang berasal dari luar operasi normal. Sedangkan revenue merupakan

penghasilan dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari

setiap transaksi yang terjadi.

Menurut Suratiyah (2008, h.39), pendapatan dihitung melalui pengurangan

antara penerimaan dengan total biaya untuk satu kali proses produksi, dihitung

dengan rumus :

Pendapatan : TR = P.Q

Keterangan :

TR = Penerimaan Total (dalam rupiah)

P = Harga Jual Per unit (dalam rupiah)

Q = Jumlah Produksi (unit)

2.1.4 Keuntungan

Untuk mengetahui keuntungan dalam suatu usaha, maka dapat digunakan

rumus sebagai berikut: π = TR – TC

Page 9: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

9

Keterangan :

π = Total Keuntungan (dalam rupiah)

TR = Total Penerimaan (dalam rupaih)

TC = Total Biaya (dalam rupiah)

2.1.5. Kelayakan Usaha/Perbandingan Penerinaan dan Biaya (Revenue

Cost Ratio (R/C))

Selanjutnya, untuk mengetahui perbandingan anatara penerimaan dan

biaya total, dapat digunakan rumus Revenue Cost Ratio (R/C). Rumus ini

merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang

menunjukkan nilai total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari

setiap rupiah yang dikeluarkan. Adapun R/C ratio dapat dirumuskan sebagai

berikut (Firdaus 2008, h.37).

Keterangan :

TR = Total Penerimaan (dalam rupiah)

TC = Total Biaya (dalam rupiah)

Kriteria penerimaan R/C ratio :

R/C < 1 = Usaha produksi tidak layak untuk diusahakan

R/C > 1 = Usaha produksi layak untuk diusahakan

R/C = 1 = Usaha produksi antara dilaksanakan atau tidak tergantung dari pemilik

usaha

TR

R/C =

TC

Page 10: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

10

2.2 Cara Pengolahan Sagu

2.2.1 Tinjauan Ekonomi Tanaman Sagu

Berdasarkan laporan yang bersumber dari BAPPENAS Tahun 2000

tentang luas areal dan produktivitas per pohon dari daerah-daerah produsen sagu

serta hasil percobaan di Laboratorium, diperkirakan produksi sagu mencapai 40

sampai 60 batang/ha/tahun dengan jumlah empulur 1 ton/batang serta kandungan

aci sagu 18,5 % sehingga dapat diperoleh hasil per hektar per tahun adalah 7

sampai 11 ton sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat

dihasilkan 100 sampai 600 kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan

yang ideal adalah 15 %. Sementara itu, harga sagu basah saat ini mulai meningkat

yaitu berkisar antara Rp.3.000 sampai Rp.4.000 per kg. Dengan demikian,

peluang bisnis sagu di Indonesia masih terbuka lebar. Walaupun masih banyak

kendala yang harus dihadapi. Pengembangan agroindustri sagu mempunyai

peluang yang cukup besar untuk dikembangkan, dilihat dari segi geografis,

ketersediaan bahan baku, teknologi, maupun kebijakan pemerintah. Namun

kendala terbesar terletak pada budaya bertani petani sagu dan sistem pemilikan

lahan yang dikuasai penduduk lokal sementara kegiatan industri dikuasai oleh

pendatang (Johan 2011, h.37).

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan

agroindustri sagu adalah memutuskan dan menyerahkan pengembangan dan

pembinaan komoditas sagu pada salah satu dinas teknis. Ini akan menuntun

pemerintah melalui dinas terkait untuk lebih serius melakukan langkah

operasional dalam pengembangan baik dari sisi peningkatan produksi agar bahan

baku industri tersedia secara kontinu (Disperta/Perkebunan), pengolahan dan

Page 11: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

11

pemasaran (Disperindag), teknologi (BPTP), maupun kelembagaan (KIPP)

(Pangloli dan Royaningsih 2006, h.39).

Pengembangan agroindustri sagu sebaiknya diprioritaskan untuk

mendorong perkembangan agroindustri kecil dan menengah di peGampongan.

Karena subsistem pengolahan merupakan kelanjutan dari subsistem produksi

maka bisa berperan sebagai bagian dari pendekatan permintaan. Teknologi yang

kurang diadopsi memerlukan rekayasa ulang untuk menciptakan teknologi yang

prosedur kerjanya lebih mudah dan murah. Kapasitas olah perlu disesuaikan

dengan kemampuan ketersediaan bahan baku namun tetap dengan pertimbangan

ekonomis.

Agar kegiatan agroindustri sagu bisa memberi peningkatan nilai tambah

yang berkontribusi langsung pada peningkatan pendapatan petani maka perlu

membangun pola kemitraan yang adil antara petani produsen sagu, pelaku industri

berbahan baku sagu dan pelaku pasar yang dapat memenuhi permintaan pasar

lokal maupun ekspor. Pada tahap awal, pembentukan kerjasama ini perlu

difasilitasi oleh pemerintah terutama dalam pembangunan infrastruktur, akses

terhadap permodalan, pembinaan kewirausahaan dan promosi pasar (Johan 2011,

h.39).

2.2.2 Proses Pembuatan Tepung Sagu

Pada dasarnya, tepung sagu dibuat dari empulur batang sagu. Tahapan

proses pembuatan tepung sagu secara umum meliputi: penebangan pohon,

pemotongan dan pembelahan, penokokan atau pemarutan, pemerasan,

penyaringan, pengendapan dan pengemasan (Johan 2011, h.46).

Page 12: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

12

Ditinjau dari cara dan alat yang digunakan, pembuatan tepung sagu yang

dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dapat

dikelompokkan atas cara tradisional, semi-mekanis dan mekanis (Kindangen dan

Malia 2006, h.51).

a. Pembuatan Tepung Sagu secara Tradisional

Pada umumnya cara ini banyak dijumpai di Maluku, Papua, Sulawesi dan

Kalimantan. Pengambilan tepung sagu secara tradisional umumnya diusahakan

oleh penduduk setempat, dan digunakan sebagai bahan makanan pokok sehari-

hari (Kindangen dan Malia 2003, h.52).

Penebangan pohon sagu dilakukan secara gotong-royong dengan

menggunakan peralatan sederhana, seperti parang atau kampak. Selanjutnya,

batang sagu dibersihkan dan dipotong-potong sepanjang 1- 2 meter; kemudian

potongan-potongan ini dibelah dua. Empulur batang yang mengandung tepung

dihancurkan dengan alat yang disebut nanni; dan pekerjaan menghancurkan

empulur sagu ini disebut menokok. Penokokan empulur dikerjakan sedemikian

rupa sehingga empulur cukup hancur dan pati mudah dipisahkan dari serat-serat

empulur. Empulur yang telah ditokok akan berwarna kecoklatan bila disimpan di

udara terbuka dalam waktu lebih dari sehari. Oleh karena itu, empulur yang

ditokok dalam satu hari harus diatur sedemikian rupa agar pemisahan tepung

dapat diselesaikan pada hari yang sama. Penokokan dapat dilanjutkan pada hari

berikutnya sampai seluruh batang habis ditokok. Dengan cara tradisional ini,

penokokan satu pohon sagu dapat diselesaikan dalam waktu 1 – 3 minggu (Johan

2011, h.47).

Page 13: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

13

Empulur hasil tokokan kemudian dipisahkan untuk dilarutkan dan disaring

tepungnya di tempat tersendiri. Pelarutan tepung sagu dilakukan dengan cara

peremasan dengan tangan, dan dibantu dengan penyiraman air. Di beberapa

daerah, air yang digunakan berasal dari rawa-rawa yang ada di lokasi tersebut. Di

Maluku, tempat pelarutan tepung sagu disebut sahani, yang terbuat dari pelepah

sagu dan pada ujungnya diberi sabut kelapa sebagai penyaring (Shinta 2005,

h.42).

Tepung sagu yang terlarut kemudian dialirkan dengan menggunakan kulit

batang sagu yang telah diambil empulurnya. Tepung sagu ini kemudian

diendapkan, dan dipisahkan dari airnya.

Tepung yang diperoleh dari cara tradisional ini masih basah, dan biasanya

dikemas dalam anyaman daun sagu yang disebut tumang; di Luwu Sulawesi

Selatan disebut balabba dan di Kendari disebut basung. Sagu yang sudah dikemas

ini kemudian disimpan dalam jangka waktu tertentu sebagai persediaan pangan

rumah tangga; dan sebagian lainnya dijual (Suratyah 2008, h.30).

Karena sagu yang sudah dikemas ini masih basah, maka penyimpanan

hanya dapat dilakukan selama beberapa hari. Biasanya, cendawan atau mikroba

lainnya akan tumbuh, dan mengakibatkan tepung sagu berbau asam setelah

beberapa hari penyimpanan.

b. Pembuatan Tepung Sagu secara Semi-mekanis

Pembuatan tepung sagu secara semi-mekanis pada prinsipnya sama

dengan cara tradisional. Perbedaannya hanyalah pada penggunaan alat atau mesin

pada sebagian proses pembuatan sagu dengan cara semi-mekanis ini. Misalnya,

pada proses penghancuran empulur digunakan mesin pemarut; pada proses

Page 14: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

14

pelarutan tepung sagu digunakan alat berupa bak atau tangki yang dilengkapi

dengan pengaduk mekanik; dan pada proses pemisahan tepung sagu digunakan

saringan yang digerakkan dengan motor diesel (Samad 2003, h.39).

Cara semi-mekanis ini banyak digunakan oleh penghasil sagu di daerah

Luwu Sulawesi Selatan, dan daerah Riau, khususnya di daerah Selat Panjang.

Secara umum, cara semi-mekanis ini diawali dengan memotong-motong pohon

sagu yang telah ditebang, dengan ukuran 0,5-1 meter. Potongan-potongan ini

kemudian dikupas kulitnya, dibelah-belah, dan diparut. Selanjutnya, hasil parutan

ditampung dalam bak kayu yang dilengkapi dengan pengaduk yang berputar

secara mekanis. Pengadukan biasanya dilakukan dalam dua tahap, dengan tujuan

agar seluruh tepung terlepas dari serat-seratnya. Selanjutnya campuran yang

terdiri dari serat-serat, tepung dan air dialirkan ke saringan silinder berputar yang

terdiri dari beberapa tingkat. Hasil penyaringan berupa bubur ditampung dalam

bak-bak kayu untuk proses pengendapan tepung. Endapan tepung ini kemudian

dicuci kembali dalam bak atau tangki yang dilengkapi pengaduk, dan diendapkan

lebih lanjut. Tepung sagu basah yang diperoleh kemudian dijemur dan digiling

dengan alat penggiling (grinder). Selanjutnya, tepung yang sudah digiling

dimasukkan ke dalam karung-karung goni, dan siap untuk dipasarkan (Pramuda,

et.al., 2006, h.19).

c. Pembuatan Tepung Sagu secara Mekanis

Pada pembuatan tepung sagu secara mekanis ini, urut-urutan prosesnya

sama dengan cara semi-mekanis. Akan tetapi, pembuatan tepung sagu dengan cara

mekanis ini dilakukan melalui suatu sistem yang kontinyu, dan biasanya dalam

bentuk sebuah pabrik pengolahan. Untuk mempercepat prosesnya pada pabrik-

Page 15: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

15

pabrik yang sudah modern, seperti di Sarawak Malaysia, proses pengendapan

tepung dilakukan dengan menggunakan alat centrifuge atau spinner; dan

pengeringannya dilakukan dengan menggunakan alat pengering buatan. Produk

tepung sagu yang dihasilkan dari pabrik-pabrik pengolahan ini adalah berupa

tepung kering, sehingga memiliki daya simpan yang lebih lama (Pangloli dan

Royaningsih 2003, h.41).

d. Ciri-ciri dan Sifat Tepung Sagu

Tepung sagu merupakan salah satu sumber kalori; dan juga mengandung

beberapa komponen lain, seperti mineral fosfor. Jumlah kalori dan kandungan

kimia dari setiap 100 gram tepung sagu. Komponen yang paling dominan dalam

tepung sagu adalah pati. Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan

untuk persediaan bahan makanan. Pati ini berupa butiran atau granula yang

berwarna putih mengkilat, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Granula pati

mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam sesuai dengan sumbernya.

Pati sagu berbentuk elips lonjong, dan berukuran relatif lebih besar dari pati

serealia (Pangloli dan Royaningsih 2008, h.47).

e. Pemanfaatan Tepung Sagu

Bagi sebagian masyarakat Indonesia seperti penduduk di Papua dan

Maluku, dan sebagian Sulawesi seperti Kendari dan Luwu/Palopo, sagu

merupakan pangan utama sejak zaman dahulu. Demikian pula, pemanfaatan sagu

untuk pembuatan makanan tradisional sudah lama dikenal oleh penduduk di

daerah-daerah penghasil sagu baik di Indonesia maupun di Papua Nugini dan

Malaysia. Beberapa jenis produk makanan tradisional dari sagu, antara lain adalah

Page 16: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

16

papeda, sagu lempeng, buburnee, sinoli, bagea, sinonggi dan sebagainya

(Pramuda, et.al., 2006, h.32).

Tepung sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan

makanan yang lebih moderen. Jenis-jenis makanan yang terbuat dari tepung-

tepungan pada umumnya berbahan baku tepung terigu, tapioka atau tepung beras

atau bahan-bahan lain yang sejenis. Jenis-jenis makanan seperti itu sudah dikenal

secara luas oleh masyarakat, bersifat lebih komersial dan diproduksi dengan alat

semi-mekanis atau mekanis. Beberapa contohnya adalah roti, biskuit, mie, sohun,

kerupuk, bihun dan sebagainya (Pramuda, et.al., 2006, h.33).

Seperti halnya dengan jenis karbohidrat lainnya, tepung sagu juga dapat

dimanfaatkan dan digunakan sebagai bahan utama maupun sebagai bahan

tambahan dalam berbagai jenis industri, seperti industri pangan, industri makanan

ternak, industri kertas, industri perekat, industri kosmetika, industri kimia, dan

industri energi. Dengan demikian pemanfaatan dan pendayagunaan sagu dapat

menunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, menengah maupun

industri teknologi tinggi (Samad 2007, h.47).

Dalam pemanfaatannya dalam industri-industri tersebut, tepung sagu dapat

langsung digunakan tanpa harus dimodifikasi terlebih dahulu. Akan tetapi dalam

beberapa hal, tepung sagu perlu dimodifikasi terlebih dahulu sebelum dapat

diaplikasikan. Modifikasi ini dapat dilakukan secara fisik maupun kimia, dan

menghasilkan berbagai jenis produk, seperti dekstrin, glukosa, fruktosa, etanol,

asam-asam organik, protein sel tunggal, dan senyawa kimia lainnya. Produk-

produk ini kemudian dimanfaatkan untuk bahan baku maupun pendukung dalam

industri-industri tersebut (Pangloli dan Royaningsih 2008, h.43).

Page 17: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

17

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh

Muhammad Iqbal (2011, h.57) dengan judul “Analisis Usaha Mie Instan dari Pati

Sagu”. Berdasarkan uji penerimaan yang telah dilakukan dan ditunjukkan oleh

data uji Cohran Q test bahwa dari 36 panelis hanya satu panelis yang tidak terima

dengan sampel mentah mi instan komersil, sedangkan empat panelis menyatakan

tidak terima dengan sampel mi instan pati sagu yang telah dimasak dan dibumbui.

Berdasarkan perkiraan data analisis usaha terhadap mi instan pati sagu

diketahui bahwa suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk

diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), dan didapatkan

nilai R/C pada analisis usaha mie instan pati sagu sebesar Rp. 1,77 dan diketahui

BEP volume produksi sebesar 135.44 per unit output minimum yang harus dicapai

sedangkan BEP harga produksi Rp.1.128.64 dimana dengan kondisi ini pelaku

agroindustrimiinstan pati sagu mencapai titik pulang modal.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat disebutkan bahwa

penelitian ini memiliki kesamaan-kesamaan maupun perbedaan. Kesamaannya

adalah sama-sama mengungkap analisis pendapatan terhadap tepung sagu.

Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek tinjauan terhadap aspek

pemanfaatan dari tepung sagu. Dalam penelitian ini tepung sagu ditinjau dari

aspek analisis pendapatan usaha sagu basah dan usaha sagu kering. Sedangkan

subyek penelitian ini adalah Usaha Sagu yang ada di Kecamatan Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue.

Page 18: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

18

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa pendapatan usaha sagu kering

lebih besar dan terdistribusi merta dibandingkan pendapatan usaha sagu basah di

Kecamatan Simeulue Barat.

Page 19: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

19

III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah para pengusaha Usaha

Sagu Basah dan Sagu Kering di Gampong Malasin, Gampong Sinar Bahagia,

Gampong Lamamek Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada uraian Tabel. 1 berikut ini:

Tabel. 1 Data Populasi dan Sampel

No Gampong Usaha Sagu Basah Usaha Sagu Kering

Populasi Sampel Populasi Sampel

1. Gampong Malasin 6 6 4 4

2. Gampong Lamamek 4 4 2 2

3. Gampong Sinar

Bahagia 4 4 2 2

Jumlah 14 14 8 8

(Sumber : Data Profil Kecamatan, Tahun 2014).

Penetapan sampel tersebut di atas, dilakukan secara purposive sampling

(dilakukan dengan cara sengaja). Hal ini dengan Alasan bahwa pemilihan dan

penetapan ketiga Gampong tersebut dikarenakan merupakan daerah basis (daerah

penghasil utama) pada usaha pengolahan sagu dari total 16 Gampong yang ada di

Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, hanya 3 Gampong tersebut

yang tergolong masuk dalam skala ekonomi dalam menjalankan dan

pengembangan usaha sagunya.

3.2 Sumber Data dan Jenis Data

3.2.1 Data Primer

Dalam kegiatan penelitian ini, data primer peneliti peroleh melalui

kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati langsung di lapangan terhadap

Page 20: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

20

yang diperlukan dalam penelitian ini yakni terkait dengan Analisis Perbandingan

Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering di Kecamatan Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue. Di samping itu, juga dilakukan wawancara, sehingga

informasi yang diperoleh dapat menjadi lebih jelas dan terukur sesuai kebutuhan

dalam materi penelitian ini.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder peneliti peroleh dari studi kepustakaan (Library research),

dan juga dokumen-dokumen resmi, karya ilmiah, jurnal – jurnal penelitian ilmiah,

artikel ilmiah, surat kabar, majalah maupun sumber tertulis lain yang ada

hubungannya dengan objek penelitian. Sehingga data sekunder ini menjadi

pelengkap data pada kegiatan penelitian yang peneliti laksanakan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 macam teknik pengumpulan

data, lebih jelasnya dapat dilihat pada diuraikan berikut:

3.3.1 Pengamatan (Observasi)

Observasi atau pengamatan langsung merupakan salah satu teknik

pengumpulan data dimana peneliti terjun langsung ke lapangan sebagai partisipan

atau nonpartisipan. Dengan teknik observasi, peneliti dapat memperoleh

gambaran langsung dan mengetahui keadaan yang sesungguhnya yang terjadi di

lapangan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti akan mengobservasi hal-hal atau

unsur-unsur yang berkaitan Analisis Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah

dan Sagu Kering di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

Page 21: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

21

3.3.2 Wawancara Mendalam (Independent Interview )

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) atau yang mengajukan

pertanyaan, dan yang diwawancarai (informan) atau yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu. Informan adalah orang yang memberikan informasi dengan

pengertian ini maka informan dapat dikatakan sama dengan responden apabila

pemberian keterangannya karena dipancing oleh pihak peneliti. Istilah-istilah

informan ini banyak digunakan dalam penelitian kualitatif.

Sejalan dengan pernyataan di atas, maka yang akan peneliti wawancarai

adalah menyangkut dengan Analisis Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah

dan Sagu Kering di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue. Informan

yang akan di wawancara ini ditetapkan secara sengaja (Purposive Sampling).

Purposive Sampling adalah prosedur pengambilan atau penetapan orang atau

responden yang akan diwawancarai secara sengaja. Responden dari kata asal

„respon‟ (penanggap) yaitu orang yang menanggapi. Dalam penelitian responden

adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang sesuatu

fakta/pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan,

yaitu ketika mengisi angket/lisan ketika menjawab wawancara.

Perihal yang akan diwawancarai misalnya : Bagaimanakah Analisis

Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering di Kecamatan

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

Beberapa pihak (Stake Holder) yang akan menjadi informan dalam

penelitian ini adalah para pihak yang memahami atau berkompetensi di Usaha

Sagu Basah dan Sagu Kering di kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

Page 22: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

22

3.3.3 Studi Pustaka dan Dokumentasi.

Studi pustaka dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan

menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia pada lembaga tertentu baik berupa

literatur, maupun Laporan Kegiatan Ilmiah dan lain sebagainya.

3.4 Model Analisis Data

Hasil data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis lebih

mendalam dalam bentuk tabel dan uraian. Dengan tujuan Untuk mengetahui

Analisis Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering di

Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, maka digunakan rumus sebagai

berikut :

3.4.1 Pendapatan Usaha

Pendapatan : TR = P.Q (1)

Keterangan : TR = Penerimaan Total (dalam rupiah)

P = Harga Jual Per unit (dalam rupiah)

Q = Jumlah Produksi (unit)

3.4.2 Biaya Usaha

Untuk menghitung total biaya produksi dapat dihitung dengan

menggunakan rumus : TC = TVC + TFC (2)

Keterangan :

TC = Total Biaya (dalam Rupiah)

TVC = Total Biaya Variabel (dalam rupiah)

TFC = Total Biaya Tetap (dalam rupiah)

Page 23: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

23

3.4.3 Keuntungan Usaha

Untuk mengetahui keuntungan dalam suatu usaha, maka dapat digunakan

rumus sebagai berikut: π = TR – TC (3)

Keterangan : π = Total Keuntungan (dalam rupiah)

TR = Total Penerimaan (dalam rupaih)

TC = Total Biaya (dalam rupiah)

Page 24: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

24

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Wilayah Kecamatan Simeulue Barat

Kecamatan Simeulue Barat merupakan salah satu kecamatan yang ada di

Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh. Sibigo merupakan nama dari Ibu Kota

Kecamatan ini, dengan luas wilayah adalah 510,18 Km2. Sedangkan untuk

persentase luas kecamatan terhadap luas kabupaten adalah 17,42%. Jumlah

mukim yang terdapat di Kecamatan ini adalah 3 Mukim, dan terdiri dari 14

Gampong.

4.1.2 Batas Wilayah

Hubungan Kecamatan Simeulue dengan beberapa Kecamatan lainnya

sangat dekat, hal tersebut sesuai dengan batas-batas wilayah Kecamatan ini

dengan Kecamatan lainnya:

a. Sebelah Barat Berbatasan Dengan Laut Hindia

b. Sebelah Timur Berbatasan Dengan Kecamatan Teluk Dalam

c. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Gunung Lafaoyak

d. Sebelah Utara Berbatasan Dengan Kecamatan alafan

4.1.3 Keadaan Penduduk

Jumlah Penduduk di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue pada

tahun 2014 adalah sebanayak 11.161 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduknya

tersebar pada 14 Gampong yang ada di Kecamatan tersebut. Jumlah penduduk

terbanyak di Kecamatan tersebut berada di Gampong Sigulai dengan jumlah 1.332

jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di Gampong Lhok

Page 25: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

25

Bikhao yakni sebanyak 354 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel. 2

berikut ini.

Tabel. 2

Jumlah Penduduk dan Rata-Rata Pertumbuhan Pertahun di

Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2013– 2014.

No Nama Gampong Jumlah

Penduduk

Jumlah

KK

Rata-Rata

Per Km2

Rata-Rata

Penduduk

Per KK

1. Lhok Makmur 853 175 36 5

2. Sanggiran 741 163 133 5

3. Ujung Harapan 636 131 105 5

4. Amabaan 1.069 105 28 5

5. Lhok Bikhao 354 75 96 5

6. Miteum 631 128 9 5

7. Babul Makmur 566 121 80 5

8. Malasin 1.029 258 68 4

9. Batu Ragi 460 115 131 4

10. Lamamek 769 183 147 4

11. Sigulai 1.332 306 13 4

12. Sinar Bahagia 527 113 93 4

13. Sembilan 1.037 206 15 4

14. Layabaung 1.157 251 13 4

Jumlah 11.161 2.435 25 5 Sumber : Data BPS Untuk Kecamatan Simeulue Barat, Tahun 2014.

Berdasarkan penjelasan Tabel 2 di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-

rata jumlah penduduk pada setiap Km2 adalah sebanyak 25. Sedangkan untuk

rata-rata penduduk pada setiap KK adalah sebanyak 5 jiwa. Jumlah tersebut dapat

berubah apabila dalam setiap tahunnya terjadi pertumbuhan yang signifikan dalam

setiap KK yang ada di beberapa Gampong pada Kecamatan Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue.

4.1.4 Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada usaha sagu basah dan sagu kering yang

digunakan dalam kegiatan penelitian ini mencakup beberapa faktor, diantaranya

umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan jumlah tanggungan dalam keluarga.

Page 26: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

26

1. Responden Usaha Sagu Basah

Berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa responden pada usaha sagu basah berjumlah 14 orang. Umur responden

antara 22 Tahun sampai dengan 56 tahun dan rata-rata umurnya 36 Tahun.

Pendidikan responden secara umum memiliki tingkat pendidikan yang paling

tinggi yaitu S1, SMA, SMP dan SD. Responden secara keseluruhan berjenis

kelamin laki-laki. Sedangkan tanggungan keluarga dari masing-masing responden

adalah sebanyak 2 orang. Secara lebih jelas dapat dilihat pada uraian Tabel 3

berikut ini.

Tabel. 3

Karakteristik Responden Pada Usaha Sagu Basah

Kecamatan Simeulue BaratKabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No Nama Petani

Sampel Umur

Tingkat

Pendidikan

(Tahun)

Jenis

Kelamin

Jumlah

Tanggungan

Usaha SAgu

Basa/ Sagu

Kering

1. Wadi Nasri 45 SMA Laki-laki 1 Sagu Basah

2. Parlaungan 56 SMA Laki-laki 2 Sagu Basah

3. M. Ludin 39 S1 Laki-laki 3 Sagu Basah

4. Sawal 35 SMA Laki-laki 4 Sagu Basah

5. Sabarudin 50 SD Laki-laki 3 Sagu Basah

6. Kafri Amin 22 SD Laki-laki 0 Sagu Basah

7. Isman 30 SD Laki-laki 2 Sagu Basah

8. YAnir 32 SD Laki-laki 3 Sagu Basah

9. Erfan 37 SMA Laki-laki 2 Sagu Basah

10. Tamrin 42 SMA Laki-laki 3 Sagu Basah

11. Ilis 39 SMA Laki-laki 3 Sagu Basah

12. Kardi 25 DIII Laki-laki 1 Sagu Basah

13. Ilal 27 S1 Laki-laki 0 Sagu Basah

14. Dedi 24 S1 Laki-laki 0 Sagu Basah

Sumber : Data Primer, Tahun 2014.

Page 27: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

27

2. Responden Usaha Sagu Kering

Responden penelitian pada usaha sagu kering adalah sebanyak 8 orang,

dari jumlah tersebut umur responden antara 30 sampai dengan 55 tahun dengan

rata-rata umur setiap responden adalah 43 Tahun. Tingkat pendidikan responden

antara SMP sampai dengan S1, pendidikan yang paling tinggi S1 sebanyak 2

orang, SMA sebanyak 3 orang, dan SMP sebanyak 3 orang. Seluruh responden

berjenis kelamin laki-laki. Dengan rata-rata tanggungan keluarga sebanyak 3

orang. Tabel 4 berikut menjelaskan karakteristik responden usaha sagu kering

secara rinci.

Tabel. 4

Karakteristik Responden Pada Usaha Sagu Kering

Kecamatan Simeulue BaratKabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No Nama Petani

Sampel Umur

Tingkat

Pendidikan

(Tahun)

Jenis Kelamin

Jumlah

Tanggungan

Usaha SAgu

Basa/ Sagu

Kering

1. Kharim 55 SMP Laki-laki 4 Sagu Kering

2. Sawal 45 SMP Laki-laki 3 Sagu Kering

3. Basridin 42 SMA Laki-laki 4 Sagu Kering

4. Kausar Amin 50 SMP Laki-laki 4 Sagu Kering

5. Udin 49 SMA Laki-laki 4 Sagu Kering

6. Kariah 30 S1 Laki-laki 1 Sagu Kering

7. Roslan 37 SMA Laki-laki 3 Sagu Kering

8. Lukman 35 S1 Laki-laki 3 Sagu Kering

Sumber : Data Primer, Tahun 2014.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel 4 di atas, dapat diektahui bahwa

responden yang mengusahakan sagu kering memiliki usia yang lebih dewasa,

dengan berbagai macam pengalaman di bidang usaha sagu kering. Sehingga

secara pengalaman kerja telah banyak memperoleh pengalaman dalam

memajukan usaha sagu milik mereka.

Page 28: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

28

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Analisis Data

Hasil data yang telah diperoleh dari lapangan diolah dan ditabulasikan

menurut kebutuhan analisis. Kegiatan analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui pendapatan usaha Sagu Basah dan Sagu Kering di Kecamatan

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

Analisis yang digunakan berdasarkan kesesuaian dengan tujuan dalam

kegiatan penelitian. Analisis ini diperoleh mencakup beberapa hal penting untuk

mengetahu hal-hal penting dalam analisis perbandingan usaha, diantaranya :

Analisis biaya, Penerimaan dan Keuntungan. Untuk lebih jelasnya terkait analisis

data tersebut dapat digunakan beberapa rumus sebagai berikut :

1. Biaya Usaha

a. Biaya Usaha Sagu Basah

Analisis dalam biaya usaha sangat penting untuk dilakukan dalam

menjalankan aktifitas usaha, khususnya pada usaha sagu basah maupun sagu

kering. Untuk mengetahui biaya yang diperlukan dalam usaha ini maka ada dua

jenis biaya yang harus diketahui, diantaranya biaya tetap dan biaya variabel.

Dengan diketahui biaya tersebut, maka akan diketahui seluruh total biaya yang

dibutuhkan. Setiap biaya yang dikeluarkan oleh responden sangat bergantung dari

jenis usaha sagunya dan banyak produksi yang dihasilkan dalam usaha tersebut.

Dan pengeluaran biaya ini dapat di tekan apabila dalam pelaksanaannya mampu

menggunakan anggaran yang ada dengan sefektif dan seefisien mungkin. Tabel 5

berikut menjelaskan secara rinci tekait dengan kebutuhan biaya dalam usaha sagu

basah.

Page 29: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

29

Tabel. 5

Penggunaan Biaya Produksi Pada Usaha Sagu Basah

di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No Nama

Responden

Jumlah

Produksi

(Kg)

Biaya

Tetap

(Rp)

Biaya Variabel

(Rp)

Total Biaya

(Rp)

()

Total Biaya

Produksi

Per Kg (Rp)

(a) (b) © (d) (e) (f) (g)

1 Wadi Hasri 11.000 2.180.000,- 34.556.000,- 36.736.000,- 3.340,-

2 Parlaungan 12.000 2.275.000,- 36.575.000,- 38.850.000,- 3.238,-

3 M. Ludin 10.000 2.170.000,- 34.376.000,- 36.546.000,- 3.655,-

4 Sahwan 9.000 2.035.000,- 33.456.000,- 35.850.000,- 3.983,-

5 Sabarudin 11.000 2.085.000,- 35.576.000,- 37.661.000,- 3.424,-

6 Kafri Amin 10.000 2.085.000,- 36.227.000,- 38.312.000,- 3.831,-

7 Isman 10.000 2.050.000,- 34.124.000,- 36.174.000,- 3.617,-

8 Yunir 9.000 2.180.000,- 35.576.000,- 37.756.000,- 4.195,-

9 Erfan 10.000 2.085.000,- 33.576.000,- 35.661.000,- 3.566,-

10 Tamurin 11.000 2.050.000,- 35.586.000,- 37.636.000,- 3.421,-

11 Ilis 11.000 2.085.000,- 35.560.000,- 37.645.000,- 3.422,-

12 Kurdi 10.000 2.180.000,- 36.535.000,- 38.715.000,- 3.872,-

13 Ilal 11.000 2.005.000,- 35.576.000,- 37.661.000,- 3.424,-

14 Dedi 10.000 1.625.000,- 31.765.000,- 33.390.000,- 3.339,-

Total 144.000 29.190.000,- 498.064.000,- 527.254.000,- 50.327,-

Rata -rata 10.286 2.085.000,- 35.576.000,- 37.661.000,- 3.595,-

Sumber : Data Primer, 2015.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa

besarnya total biaya tetap dari keseluruhan responden adalah Rp.29.190.000.

sedangkan untuk rata-rata biaya tetap dalam usaha sagu basah adalah Rp.2.085.000.

untuk kebutuhan total biaya variabel dalam usaha sagu basah adalah sebesar

498.064.000, sedangkan rata-rata untuk setiap reponden sebesar Rp.35.576.000.

Sedangkan total biaya usaha sagu basah secara keseluruhan sebesar

Rp.527.254.000, dengan rata-rata per responden adalah sebesar Rp.37.661.000.

besaran biaya tersebut diperoleh dari hasil penambahan antara biaya tetap dan biaya

variabel dari masing-masing responden.

Jadi apabila total biaya dibagi dengan total produksi, maka rata-rata biaya

produksi per kilogramnya adalah sebesar Rp.3.595.

Page 30: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

30

b. Biaya Usaha Sagu Kering

Hasil perhitungan dari analisis usaha untuk sagu kering sama halnya

dengan perhitungan biaya pada usaha sagu basah. Hanya saja pada sagu kering

untuk biayanya sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan biaya usaha pada

sagu basah.

Hasil uraian biaya pada Tabel 6 di bawah, menunjukkan bahwa besarnya

total biaya tetap pada usaha sagu kering adalah Rp.22.016.000, dengan rata-rata per

responden sebesar Rp.2.752.000. Sedangkan untuk total biaya variabel sebesar

Rp.334.000.000, dan rata-rata untuk setiap responden adalah sebesar

Rp.41.750.000. Jadi dengan demikian secara keseluruhan total biaya usaha sagu

kering adalah sebesar Rp.356.016.000 dan rata-rata setiap responden adalah

sebanyak Rp.44.502.000.

Sedangkan hasil pembagian antara total biaya dengan total produksi usaha

sagu kering secara keseluruhan adalah sebesar Rp.43.369, dan rata-rata setiap

responden adalah sebesar Rp.5.421. Berikut ini adalah hasil pembagian secara

rinci antara total biaya dengan total produksi yang dijelaskan pada Tabel 6 berikut

ini.

Tabel. 6

Penggunaan Biaya Produksi Pada Usaha Sagu Kering

di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No Nama

Responden

Jumlah

Produksi

(kg)

Biaya Tetap

(Rp)

Biaya

Variabel

(Rp)

Total Biaya

(Rp)

Total Biaya

Produksi

Per Kg (Rp)

1 Kharim 7.600 2.854.000,- 40.830.000,- 43.684.000,- 5.745,-

2 Sawal 7.800 2.662.000,- 42.660.000,- 45.322.000,- 5.811,-

3 Basridin 7.900 2.756.000,- 41.770.000,- 44.526.000,- 5.636,-

4 Kausar Amin 7.500 2.658.000,- 40.640.000,- 43.298.000,- 5.773,-

5 Udin 7.900 3.355.000,- 42.830.000,- 46.185.000,- 5.846,-

6 Kariah 7.600 2.454.000,- 42.740.000,- 45.194.000,- 5.947,-

7 Roslan 7.700 2.697.000,- 40.560.000,- 43.257.000,- 3.618,-

8 Lukman 7.600 2.580.000,- 42.970.000,- 45.550.000,- 4.993,-

Total 61.600 22.016.000,- 334.000.000,- 356.016.000,- 43.369,-

Rata -rata 7.700 2.752.000,- 41.750.000,- 44.502.000,- 5.421,-

Sumber : Data Primer, 2015.

Page 31: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

31

2. Penerimaan Usaha

a. Penerimaan Usaha Sagu Basah

Penerimaan merupakan hasil perhitungan antara total produksi yang

diperoleh dikalikan dengan harga jual produk. Besaran penerimaan sangat

ditentukan oleh besarnya produksi dan harga jual dari produk itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel 7 di bawah ini, maka dapat diketahui

bahwa secara keseluruhan produksi sagu basah seluruh responden sebanyak

144.000 kg, dan rata-rata setiap responden sebanyak 10.286 kg. Untuk harga

setiap kilo gramnya adalah sebesar Rp.4.000. Hasil perkalian antara jumlah

produksi rata-rata setiap responden, maka diperoleh penerimaan sebesar

Rp.41.285.714. Hasil analisis terkait dengan Produksi yang dihasilkan dalam

usaha sagu basah dapat dilihat pada uraian Tabel. 7 berikut ini.

Tabel. 7

Penerimaan Pada Usaha Sagu Basah

di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No Nama Responden Produksi

(kg)

Harga Jual/kg

(Rp)

Penerimaan

(Rp)

1 Wadi Hasri 11.000 4.500,- 49.500.000,-

2 Parlaungan 12.000 3.500,- 42.000.000,-

3 M.Ludin 10.000 4.000,- 40.000.000,-

4 Sahwan 9.000 4.500,- 40.500.000,-

5 Sabarudin 11.000 3.500,- 38.500.000,-

6 Kafriamin 10.000 4.000,- 40.000.000,-

7 Isman 10.000 4.000,- 40.000.000,-

8 Yunir 9.000 4.500,- 40.500.000,-

9 Erfan 10.000 4.000,- 40.000.000,-

10 Tamurin 11.000 4.000,- 44.000.000,-

11 Ilis 11.000 4.000,- 44.000.000,-

12 Kurdi 10.000 4.000,- 40.000.000,-

13 Ilal 11.000 4.000,- 44.000.000,-

14 Dedi 10.000 3.500,- 35.000.000,-

Total 144.000 56.000,- 578.000.000,-

Rata -rata 10.286 4.000,- 41.285.714,- Sumber : Data Primer, 2015

Page 32: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

32

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa besaran penerimaan akan

tergantung dari hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan usaha sagu basah

tersebut. Salah satunya usaha yang telah berjalan ini menghasilkan rata-rata

penerimaan setiap responden sebesar Rp.41.535.714 untuk setiap respondennya,

dan rata-rata penerimaan setiap kilogramnya adalah sebesar 4.000,-.

b. Penerimaan Usaha Sagu Kering

Penerimaan untuk usaha sagu kering secara produksi jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan usaha sagu basah. Namun, untuk selisih harga jual sagu

kering lebih mahal dan lebih besar dibanding sagu basah. Tabel. 8 berikut ini

merupakan hasil perhitungan antara jumlah produk dan harga jual dari produksi

sagu kering. Produksi Sagu kering, apabila pada saat masih basah sebanyak 10

ton, maka akan menghasilkan sagu kering sebanyak 7.700 kg, dengan harga jual

rata-rata sebesar Rp.6.500.

Tabel. 8

Penerimaan Pada Usaha Sagu Kering

di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No Nama Responden Produksi

(Kg)

Harga Jual/kg

(Rp)

Penerimaan

(Rp)

1 Kharim 7.600 6.500,- 49.400.000,-

2 Sawal 7.800 6.500,- 50.700.000,-

3 Basridin 7.900 6.500,- 51.350.000,-

4 Kausar Amin 7.500 6.500,- 48.750.000,-

5 Udin 7.900 6.000,- 47.400.000,-

6 Kariah 7.600 6.500,- 49.400.000,-

7 Roslan 7.700 7.000,- 53.900.000,-

8 Lukman 7.600 6.500,- 49.400.000,-

Total 61.600 52.000,- 400.300.000,-

Rata -Rata 7.700 6.500,- 50.087.538,- Sumber : Data Primer, 2015.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel . 8 di atas, jumlah besaran rupiah yang

diperoleh, pada penerimaan usaha sagu kering jauh lebih besar dibandingkan

Page 33: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

33

dengan jumlah penerimaan pada usaha sagu basah, yaitu sebesar 400.300.000

untuk keseluruhan responden, atau rata-rata setiap responden sebesar

Rp.50.087.538. Sedangkan penerimaan rata-rata untuk setiap kilo gram sagu

kering adalah sebesar Rp.6.500,- Hal ini dapat terjadi dikarenakan selisih harga

yang terpaut cukup jauh. Sehingga usaha sagu kering ini secara penerimaan lebih

baik hasil penerimaannya.

3. Pendapatan Usaha

a. Pendapatan Usaha Sagu Basah

Pendapatan merupakan hasil pengurangan antara besarnya penerimaan

usaha dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha yang dilakukan. Besarnya

pendapatan sangat bergantung pada besarnya penerimaan dengan besarnya biaya

yang dikeluarkan. Besarnya jumlah pendapatan juga sangat bergantung pada

harga jual, dan jumlah produksi serta jenis produk yang dihasilkan. Hal ini

penting diperhatikan agar memperoleh pendapatan sesuai dengan yang

diharapkan.

Pendapatan yang diperoleh dari hasil perhitungan yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa pendapatan untuk usaha sagu basah sesuai dengan yang

ditunjukkan oleh Tabel 9. Pendapatan usaha sagu basah secara keseluruhan

berdasarkan Tabel tersebut adalah sebesar Rp.58.407.000 dan rata-rata setiap

responden adalah sebesar Rp.4.171.929.

Dari jumlah tersebut, secara pendapatan ini telah cukup baik, namun

demikian pendapatan dapat ditingkatkan lagi apabila terjadi efisiensi dalam

penggunaan biaya dalam proses produksi. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada

uraian Tabel 9 berikut ini.

Page 34: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

34

Tabel. 9

Pendapatan Pada Usaha Sagu Basah

di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No

responden

Produksi

(kg)

Harga Jual / kg

(Rp) Total Biaya (Rp)

Penerimaan

(Rp)

(II x III)

Pendapatan

(Rp)

(V - IV)

I II III IV 3V VI

1 11.000 4.500,- 36.736.000,- 49.500.000,- 12.764.000,-

2 12.000 3.500,- 38.850.000,- 42.000.000,- 3.150.000,-

3 10.000 4.000,- 36.546.000,- 40.000.000,- 3.454.000,-

4 9.000 4.500,- 35.850.000,- 40.500.000,- 4.650.000,-

5 11.000 3.500,- 37.661.000,- 38.500.000,- 839.000,-

6 10.000 4.000,- 38.312.000,- 40.000.000,- 1.688.000,-

7 10.000 4.000,- 36.174.000,- 40.000.000,- 3.826.000,-

8 9.000 4.500,- 37.756.000,- 40.500.000,- 2.744.000,-

9 10.000 4.000,- 35.661.000,- 40.000.000,- 4.339.000,-

10 11.000 4.000,- 37.636.000,- 44.000.000,- 6.364.000,-

11 11.000 4.000,- 37.645.000,- 44.000.000,- 6.355.000,-

12 10.000 4.000,- 38.715.000,- 40.000.000,- 1.285.000,-

13 11.000 4.000,- 37.661.000,- 44.000.000,- 6.339.000,-

14 10.000 3.500,- 33.390.000,- 35.000.000,- 1.610.000,-

Jumlah 144.000 56.000,- 527.254.000,- 578.000.000,- 58.407.000,-

Rerata 10.286 4.000,- 37.661.000,- 41.285.714,- 4.171.929,-

Sumber : Data Primer, 2015.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel. 9 di atas, dapat diketahui bawa

pendapatan rata-rata setiap responden dengan jumlah produksi sebanyak 10.286

kg adalah sebesar Rp.4.171.929. Sedangkan dalam setiap kilogram sagu basah

diperoleh pendapatan sebesar Rp.405.

b. Pendapatan Usaha Sagu Kering

Pendapatan untuk sagu kering secara perhitungan menunjukkan tingkat

pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usaha sagu

kering. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan

produk yang terbilang tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh jauh lebih besar

dari usaha sagu basah.

Page 35: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

35

Pendapatan pada usaha sagu kering berdasarkan hasil perhitungan pada

Tabel. 10 di bawah ini menunjukkan bahwa pendapatan secara keseluruhan adalah

sebesar Rp.45.854.000 dengan pendapatan rata-rata setiap responden sebesar

Rp.5.731.750. Untuk lebih jelasnya terkait dengan pendapatan usaha sagu kering

dapat dilihat pada uraian Tabel 10 di bawah ini.

Tabel. 10

Pendapatan Pada Usaha Sagu Kering

di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.

No

Responden

Produksi

(kg)

Harga Jual/kg

(Rp)

Total Biaya

(Rp)

Penerimaan

(Rp)

Pendapatan

(Rp)

(a) (b) (c) (d) (d) (e) 1 7.600 6.500,- 43.684.000,- 49.400.000,- 5.716.000,-

2 7.800 6.500,- 45.322.000,- 50.700.000,- 5.378.000,-

3 7.900 6.500,- 44.526.000,- 51.350.000,- 6.824.000,-

4 7.500 6.500,- 43.298.000,- 48.750.000,- 5.452.000,-

5 7.700 6.000,- 46.185.000,- 47.400.000,- 1.215.000,-

6 7.600 6.500,- 45.194.000,- 49.400.000,- 4.206.000,-

7 7.900 7.000,- 43.257.000,- 53.900.000,- 10.643.000,-

8 7.600 6.500,- 45.550.000,- 49.400.000,- 3.850.000,-

Jumlah 61.600 52.000,- 356.016.000,- 400300.000,- 43.284.000,-

Rerata 7.700 6.500,- 44.502.000,- 50.087.538,- 5.410.500,-

Sumber : Data Primer, 2015.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel 10 di atas, maka dapat diketahui

bahwa pendapatan rata-rata setiap responden adalah sebesar Rp.5.410.500.

Dari hasil perhitungan tersebut jelaslah bahwa pendapatan usaha sagu

kering lebih besar (Rp.1079) dibandingkan dengan pendapatan usaha sagu basah

hanya sebesar Rp.405.

Page 36: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

36

4.3 Pembahasan

1. Biaya Produksi Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering

Biaya produksi usaha sagu basah adalah sebesar Rp.37.661.000,- dan

usaha sagu kering sebesar Rp.44.502.000,-. Dari kedua biaya tersebut, secara

sepintas terlihat bahwa lebih besar biaya usaha sagu kering. Namun apabila

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut baik

dalam bentuk penerimaan maupun pendapatan memperlihatkan hasil yang jauh

lebih baik pada usaha sagu kering. Maka biaya usaha sagu basah akan lebih

besar dibandingkan dengan usaha sagu kering itu sendiri, sehingga dengan

demikian usaha sagu kering lebih layak diusahakan ketimbang sagu basah.

2. Penerimaan Usaha Sagu Basah dan Usaha Sagu Kering

Penerimaan adalah hasil yang diperoleh dari suatu produksi usaha

dalam hal ini adalah usaha sagu basah dan usaha sagu kering. Hal ini sesuai

dengan yang dikatakan Suratiyah (2008), bahwa penerimaan atau disebut juga

income dari seseorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-

faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan pada produksi ini

membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses

dengan harga yang berlaku di pasar produksi.

Bardasarkan hasil rata-rata produksi untuk setiap responden usaha sagu

basah adalah sebanyak 10.286 kg dikalikan dengan harga sebesar Rp.4.000.

Maka penerimaan yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebesar

Rp.41.285.714,-. Dengan penerimaan setiap kilogramnya adalah sebesar

Rp.4.000. Sedangkan untuk usaha sagu kering dari rata-rata produksi sebanyak

7.700 dikalikan dengan harga jual sebesar Rp.6.500 per kilogramnya. Maka

Page 37: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

37

diperoleh penerimaan sebesar Rp.50.087.538. Dengan penerimaan setiap

kilogramnya adalah sebesar Rp.6.500.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa secara penerimaan, usaha sagu

kering lebih baik dari sisi penerimaannya. Hal ini terbukti dengan hasil

perhitungan terhadap tingkat penerimaan dari kedua jenis usaha yang telah

dilakukan.

3. Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Usaha Sagu Kering

Pendapatan dalam suatu usaha sagu basah dan usaha sagu kering terdiri

dari jumlah total pendapatan keseluruhan yang dikurangi dengan total jumlah

biaya yang dikeluarkan dalam suatu produksi usaha sagu basah dan usaha sagu

kering. Pendapatan yang diperoleh dalam suatu sangat bergantung pada

efisiensi terkait hal waktu dan efektifitas dalam penggunaan biaya maupun

kegiatan produksi. Semakin efisien dan efektif dalam suatu usaha usaha sagu

basah dan usaha sagu kering, maka akan semakin besar keuntungan yang akan

diperoleh.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, besar pendapatan yang

diperoleh dalam usaha sagu basah yang telah peneliti lakukan rata-rata setiap

responden adalah sebesar Rp.4.171.929. Dengan pendapatan setiap

kilogramnya adalah sebebsar Rp.405. Besaran pendapatan tersebut diperoleh

dari hasil pengurangan antara jumlah total penerimaan yang dihasilkan

Rp.4.000, dikurangi dengan total biaya yang diperlukan dalam usaha sagu

basah yakni sebesar Rp.3.595.

Page 38: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

38

Sedangkan untuk usaha sagu kering diperoleh pendapatan sebesar

Rp.5.410.500,-. Dengan pendapatan setiap kilogramnya sebesar Rp.1.079.

Pendapatan tersebut diperoleh dari hasil pengurangan antara jumlah total

penerimaan dikurang dengan jumlah total biaya yang diperlukan yakni sebesar

Rp.6.500, dikurangi dengan Rp.5.421,-.

Jadi dapat diketahui bahwa pendapatan rata-rata dari setiap responden

usaha sagu kering lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan rata-

rata dari setiap produksi usaha sagu basah dengan selisih pendapatan sebesar

Rp.297.

4.3.1 Perbedaan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Usaha Sagu Kering

1. Pendapatan Usaha Sagu Basah

Pendapatan sagu basah merupakan pendapatan yang dihasilkan dari sagu

pati yang masih basah (belum mengalami penjemuran). Harga yang ditetapkan

untuk sagu basah rata-rata sebesar Rp.4.000 untuk per kilogramnya. Dalam setiap

1 minggu diperoleh 10 batang sagu yang mampu dipanen. Setiap satu batang sagu

dihasilkan 100 kg tepung sagu, bila sebanyak 10 batang maka diperoleh tepung

sagu sebanyak 1.000 kg, sehingga apabila dikalikan dengan harga sagu basah

sebesar Rp.4000, maka diperoleh pendapatan sebesar Rp.4.000.000.

Pendapatan tersebut di atas diperoleh dari harga yang sedang berlaku saat

itu, pendapatan dapat saja berubah apabila pada harga terjadi kenaikan disebabkan

tingginya permintaan, maupun terjadi penurunan apabila terjadinya panen besar-

besaran.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendapatan dapat saja menjadi

lebih tinggi apabila permintaan sagu basah tinggi, dan bahkan dapat juga

Page 39: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

39

pendapatan menjadi menurun apabila terjadi panen besar-besaran sedangkan

permintaan sagu tetap sama.

2. Pendapatan Usaha Sagu Kering

Nilai suatu produk akan lebih tinggi harganya apabila mengalami proses

yang lebih lanjut. Hal ini juga berlaku untuk tepung sagu. Sagu kering harganya

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sagu basah. Harga ini dipengaruhi

adanya proses lebih lanjut dari sagu basah menjadi sagu kering. Perbedaan harga

sagu basah dengan sagu kering cukup signifikan, yakni pada sagu basah seharga

Rp.4.000, sedangkan untuk sagu kering seharga Rp.6.500.

Namun, untuk sagu kering, mengalami penyusutan dalam jumlah beratnya

(kilogramnya), rata-rata 20%-30%. Sehingga apabila 1.000 kg sagu basah, maka

ketika sagu kering menjadi sebesar 700 kg, dan apabila dikalikan dengan harga

Rp.6.500 berjumlah Rp.4.550.000. Dengan kata lain, apabila dibadingkan dengan

sagu basah memiliki selisih sebesar Rp.550.000.

Perbedaan tersebut di atas menunjukkan bahwa sagu kering memberikan

nilai tambah yang cukup baik dalam hal peningkatan produk dari sagu tersebut.

Hanya mengalami sedikit perlakuan, yakni penjemuran, dapat memberikan nilai

tambah yang cukup signifikan dalam peningkatan pendapatan dari usaha sagu

tersebut.

Secara khusus pendapatan sangat dipengaruhi adanya kegiatan produksi

dari usaha itu sendiri, dalam hal ini adalah usaha sagu basah dan usaha sagu

kering. Semakin efektif dan efisien dalam menjalankan suatu usaha, maka akan

semakin dapat ditekan jumlah biayaa yang dikeluarkan. Sehingga secara tidak

langsung dapat meningkat dikarenakan beban biaya dapat dikurang tanpa

Page 40: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

40

mengganggu proses kerja yang telah direncakan dalam mencapai tujuan usaha

yaitu mendapatkan keuntungan.

Page 41: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

41

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Total biaya (total cost) produksi dalam setiap kilogram sagu basah sebesar

Rp.3.595. Sedangkan total biaya produksi dalam setiap kilogram sagu kering

adalah sebesar Rp.5.421.

2. Total Penerimaaan Usaha sagu basah dari rata-rata produksi setiap responden

sebanyak 10.286 kg dengan harga rata-rata sebesar Rp.4.000 adalah sebesar

Rp.41.285.714,-. Sedangkan untuk usaha sagu kering dengan jumlah produksi

rata-rata 7.700 kg pada setiap responden dikalikan dengan harga rata-rata

Rp.6.500, maka memproleh penerimaan sebesar Rp.50.087.538.

3. Rata-rata Pendapatan Responden Pengusaha Sagu Kering adalah sebesar

Rp.5.410.500. Sedangkan rata-rata pendapatan Pengusaha Sagu Basah adalah

sebesar Rp.4.171.929.

4. Rata-rata penerimaan per kg (Rp.6.500) dikurangi rata-rata biaya produksi per

kg (Rp.5.421) didapatkanlah nilai pendapatan per kilogram sagu kering yaitu

sebesar Rp.1.079. Sedangkan rata-rata pendapatan per kg sagu basah sebesar

Rp.405. Nilai ini diperoleh dari rata-rata penerimaan per kg sagu basah

(Rp.4.000) dikurangi rata-rata biaya produksi per kg (Rp.3.595).

5. Pendapatan per kg Sagu Kering lebih menguntungkan daripada pendapatan per

kg sagu basah dengan selisih sebesar Rp.1079 – Rp.405 = Rp.674.

Page 42: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

42

5.2 Saran

1. Bagi Pemerintah

a. Untuk memberikan kredit lunak kepada Pengusaha Sagu agar dapat

memperbesar kapasitas produksi guna meningkatkan pendapatan.

b. Memberikan pelatihan kepada Produsen Sagu sehingga hasil produksi

mereka memiliki kualitas yang lebih baik dan dikemas untuk dipasarkan

keluar Kabupaten Simeulue.

2. Pengusaha Sagu

a. Pengusaha perlu mempertimbangkan untuk fokus meningkatkan produksi

sagu kering dibandingkan dengan sagu basah. Sebagaimana telah

dijelaskan pada bagian kesimpulan, selisih keuntungan antara per kilogram

sagu kering dan sagu basah adalah senilai Rp.674.

b. Hasil analisa data di atas menunjukkan bahwa sagu kering lebih

menguntungkan dibandingkan dengan sagu basah. Selain itu sagu kering

dapat bertahan lebih lama dan memiliki nilai tambah sehingga dapat

menjangkau pasar yang lebih luas.

3. Bagi Peneliti Lain

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan usaha sagu basah dan

usaha sagu kering.

b. Dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan secara ilmu dan teknologi

usaha yang memadai dari sudut pandang ekonomi dan budaya.

Page 43: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

43

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2014. Data Statistik Hasil Pertanian Kabupaten Simuelue. BPS.

Simuelue.

Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agriusaha. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Ibrahim, Yacop. 2008. Studi Kelayakan Usaha. Cetakan Ke – 5 Rineka Cipta.

Jakarta.

Johan, Suito. 2011. Studi kelayakan pengembangan usaha Sagu. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Kindangen, J. G. dan I. E. Malia. 2006. Pengembangan Potensi dan

Pemberdayaan Petani Sagu di Sulawasi Utara. Dalam Prosiding Seminar

Sagu Nasional Sagu untuk Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Lukminto, H. 2007. Strategi Industri Pangan Menghadapi Pasar Global. Majalah

Pangan No. 33, Vol. IX.

Iqbal, Muhammad. 2011. http.google.com. Penelitian Tentang Mie Instan

Berbahan Baku Tepung Sagu. Diakses Tanggal 24 November 2014.

Mulyadi, 2007. Akutansi Biaya. Yogyakarta : Kanisius.

Pangloli. P. dan Royaningsih. 2006. Pengaruh Substitusi Terigu Dengan Pati

Sagu dalam Pembuatan Biscuits Marie dan Cracker. Dalam Prosiding

Simposium Sagu. Jakarta : Budi Karya.

Pranamuda, M. Y. Tokiwa dan H. Tanaka. 2006. Pemanfaatan Pati Sagu Sebagai

Bahan Baku Biodegradable Plastik. Jakarta : Cipta Karya.

Samad, M. Y. 2007. Pembuatan Beras Tiruan (Artificial Rice) dengan Bahan

Baku Sagu. Jakarta : Budi Karya.

Shinta, A., 2005. Ilmu Usahatani. Diktat Kuliah Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Suratiyah, K. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-

2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen

Pertanian.

Umar, Husein 2009. Studi Kelayakan Usaha. Edisi 3 Revisi. Gramedia Pustaka

Utama. Jakata.

Page 44: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

44

Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN

Gambar 1. Perkebunan Sagu

Gambar 2. Batang Sagu Hasil Potongan Mesin Cainsaw

Gambar 3. Batang Sagu Sedang Diparut Dengan Mesin

Page 45: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

45

Gambar 4. Pemarutan Sagu Secara Tradisonal

Gambar 5. Batang Sagu Sedang Diparut Dengan Secara Manual

Gambar 6. Batang Sagu Sedang Diparut Dengan Mesin

Page 46: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

46

Gambar 7. Proses Pengayakan Sagu Basah

Gambar 8. Sagu Basah Dalam Kemasan Karung

Gambar 9. Proses Pengangkutan Sagu Basah Menuju Pedagang Besar

Page 47: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

47

Gambar 10. Hasil Sagu Basah

Gambar 11. Proses Penjemuran Sagu Kering

Gambar 12. Sagu Kering

Page 48: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.utu.ac.id/869/1/BAB I_V.pdf · terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat di Simeulue mengolah sagunya

48

Gambar 13. Kemasan Kecil Sagu Kering