bab i pendahuluan latar belakangrepository.utu.ac.id/668/1/bab i_v.pdf · 2017. 9. 23. · dalam...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kegiatan proses produksi makanan dan minuman tindakan hygiene
sanitasi, yang merupakan bagian dari kesehatan lingkungan juga analisis bahaya
dan titik pengendalian kritis (HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point)
merupakan salah satu upaya yang penting untuk menghindari pencemaran
terhadap hasil produksi. Terdapat enam prinsip hygiene dan sanitasi yang perlu
diperhatikan dalam proses pengolahan makanan dan minuman yaitu pemilihan
bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,
penyimpanan makanan masak, pengangkutan dan penyajian makanan (Depkes,
2004).
Pada akhir-akhir ini sering terjadi kasus keracunan dan kematian akibat
mengkonsumsi makanan dan minuman yang diproduksi oleh unit usaha makanan
dan minuman masyarakat dan juga industri pangan. Fenomena tersebut erat
kaitannya dengan penerapan prosedur SOP Sanitasi dalam proses pengolahan
makanan dan minuman yang belum baku, terutama di unit usaha makanan dan
minuman masyarakat atau jasa boga seperti food catering, warung makan serta
penjaja makanan keliling. Oleh karena itu sudah saatnya bagi unit jasa boga untuk
mengenal dan menerapkan prosedur pelaksanaan baku untuk sanitasi atau yang
dikenal dengan SOP Sanitasi. Seiring dengan rekomendasi dari Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pusat bahwa Industri Pangan Skala
Kecil (IK) dan rumah tangga (IRT) termasuk unit jasa boga perlu menerapkan
2
Standar Operasional Prosedur (SOP) Sanitasi yang merupakan bagian (Fardiaz,
2003).
Penerapan SOP sanitasi dan CPPB sangat penting dalam menjamin bahwa
industri pangan atau unit jasa boga telah memproduksi makanan dan minuman
yang diproduksi secara baik dan hygiene. Makanan dan minuman yang diproduksi
oleh industri pangan atau unit jasa boga yang telah menerapkan baku prosedur
sanitasi dan CPPB memberi rasa aman untuk dibeli dan dikonsumsi oleh
masyarakat sehingga terhindar dari kasus keracunan dan bahkan kematian
keracunan makanan dan minuman.
Adapun pengawasan makanan dan minuman yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat konsumen terhadap kemungkinan peredaran makanan
ataupun minuman yang tidak memenuhi standar persyaratan kesehatan yang dapat
merugikan atau membahayakan kesehatan (BPOM, 2003). Peredaran makanan
yang dapat membahayakan kesehatan ini yang disebabkan oleh pecemaran
biologi. Hal yang paling lumrah terjadi dalam keracunan makanan dan minuman
adalah pencemaran yang disebabkan oleh pencemaran biologi. Pencemaran
biologi disebabkan oleh berbagai bakteri seperti bakteri anaerob, Coliform,
E.coli, Salmonela, Shigella, Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalli,
Vibrio, dan lain sebagainya (Depkes, 2006).
Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam sumber air dan makanan
merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia (Chandra, 2007).
Pengelolaan makanan minuman yang tidak hygiene dan sanitasi dapat
mengakibatkan adanya bahan-bahan di dalam makanan dan minuman yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada konsumen. Makanan dan minuman dapat
3
menimbulkan penyakit disebabkan 2 hal, yaitu mengandung komponen beracun
(logam berat dan bahan kimia beracun) dan terkontaminasi mikroorganisme
patogen dalam jumlah cukup untuk menimbulkan penyakit seperti Salmonella
thyposa, Shigella dysentriae, virus hepatitis, Escherichia coli, dan lainnya (Naria
E, 2005).
Menurut Nurwantoro suhu mempengaruhi jumlah E.coli, bakteri E.coli
tidak mati dalam proses pembekuan yaitu dalam suhu 0oC, bakteri hanya akan
terhambat pertumbuhannya. Kerusakan dapat terjadi bergantung pada jenis dan
kecepatan proses pembekuan. Pembekuan cepat dengan suhu sangat rendah atau
hanya sedikit membuat kerusakan sel bakteri, sehingga jika pada kondisi
menguntungkan maka bakteri dapat kembali beraktifitas sedangkan pembekuan
lambat dengan suhu pembekuan relatif tinggi (s/d -10oC) dapat membuat
kerusakan hebat pada sel bakteri hingga menyebabkan kematian pada bakteri
(Yudhabuntara, 2008).
Tinggi tingkat pencemaran lingkungan oleh bakteri jamur dan jasad renik
lainnya adalah merupakan ancaman yang tiada habis-habisnya terhadap kualitas
makanan dalam minuman karena dapat menyebabkan penyakit yaitu diare,
disamping adanya pengaruh lain seperti timbulnya rasa bau dan tidak sedap atau
perubahan warna. Bakteri E.coli atau Coliform merupakan indikator dalam
makanan dan minuman karena ketentuan WHO (Word Healt Organization)
kualitas air secara biologis ditentukan oleh kehadiran bakteri E.coli di dalamnya.
Kandungan bakteri E.coli dalam air berdasarkan ketentuan WHO, untuk air
minum jumlah maksimum yang dibolehkan per 100 ml sampel adalah 0.
Penentuan kehadiran bakteri dalam air berdasarkan kebutuhannya bertujuan untuk
4
mengetahui ada tidaknya bakteri patogen sebagai penyebab penyakit penghasil
toksin dan penyebab pencemaran (Suriawiria, 2004).
Salah satu jenis minuman jajanan yang beredaran dimasyarakat adalah es
batu, es batu digunakan sebagai pelengkapan minuman. Studi dibeberapa negara
menunjukan bahwa es batu yang digunakan dalam minuman yang dibuat pabrik es
mengandung bakteri Escherichia coli dan Coliform. Kehadiran kuman – kuman
tersebut disebabkan rendahnya kualitas sumber atau kurangnya hygiene dalam
pembuatan dan pengelolaan (Anonim, 2005).
Tim peneliti dari Lawson Health Research Institute dan The University of
Western Ontrario menilai risiko untuk tekanan darah tinggi, gangguan ginjal dan
juga penyakit kardiovaskular terjadi dalam waktu 8 tahun sejak mengalami
gastroenteristis (masalah pencernaan) dari air minum yang tercemar bakteri
E.coli. Sekitar 54 persen partisipan mengalami gastroenteritis akut dan beberapa
diantaranya membutuhkan perhatian medis. Diketahui peserta yang mengalami
gastroenteritis akut berisiko 1,3 kali lebih mungkin mengalami hipertensi 3,4 kali,
lebih mungkin mengembangkan kerusakan ginjal dan 2,1 kali lebih mungkin
mengalami penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung atau stroke.
Indianapolis Weather (WTHR) mengumpulkan sampel es dari restoran terkenal,
kemudian menganalisisnya di laboratorium. Hasil yang didapat menunjukan 13
dari 25 restoran yang di uji, setidaknya satu sampel es mengandung bakteri
Coliform (Segall, 2008). Sebanyak 87,2% air yang digunakan untuk memproduksi
es positif terkontaminasi E.coli dalam kadar yang jauh melebihi ambang batas
yang diperkenankan, sedangkan produksi es yang terkontaminasi mencapai 46,
4% (Taniawati, 2001).
5
Di Indonesia tepatnya di Jakarta, Tes Laboratorium Mikrobiologi oleh
badan POM dengan es balok yang dicairkan juga dilakukan. Publikasi di media
elektronik melaporkan adanya pencemaran bakteri E.coli dalam es batu yang
diproduksi dan dijual. Produsen es batu tersebut memperoleh sumber air dari
sungai yang telah tercemar limbah rumah tangga dan sebagainya.
Pertimbangannya adalah pada keuntungan yang mereka peroleh, apabila es batu
dibuat dari air yang telah dimasak maka biaya kebutuhan pembuatan es batu
perhari lebih mahal dibandingkan dari air mentah (TRANS TV, Agustus 2008).
Rendahnya mutu mikrobiologis es batu pada pedagang es campur di
Kecamatan Johan Pahlawan dipengaruhi oleh penerapan hygiene dan sanitasi
yang rendah dalam penanganan es batu. Berdasarkan survey awal di lapangan
dapat menunjukan bahwa pedagang es campur memproduksi es batu sendiri ada
beberapa faktor yang menjadi sumber kontaminasi yang menyebabkan buruknya
mutu mikrobiologis yaitu air yang digunakan terbuat dari air mentah ataupun air
masak, alat-alat yang digunakan, penggunaan tangan saat pengolahan es batu yang
tidak terjamin kesehatannya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan
prilaku seperti itu tanpa di sadari baik oleh pedagang maupun konsumen dari
kalangan masyarakat umum telah membuka peluang untuk perkembangbiakan
bakteri yang dapat membahayakan kesehatan pada es batu yang digunakan pada
es campur tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian analisis kandungan bakteri Escherichia coli dan Coliform dalam es batu
yang digunakan pada es campur di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
6
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat dari
penelitian ini dapat dirumuskan yaitu apakah ada kandungan bakteri E.coli dan
Coliform yang terdapat dalam es batu yang digunakan pada es campur di
Kecamatan Johan Pahlawan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan bakteri E.coli
dan Coliform didalam es batu yang digunakan pada es campur di Kecamatan
Johan Pahlawan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan E.coli pada es batu dalam
minuman es campur diseputaran Kecamatan Johan Pahlawan.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Coliform pada es batu dalam
minuman es campur di Kecamatan Johan Pahlawan
3. Untuk mengetahui sumber air yang digunakan dalam pembuatan es batu
oleh pedagang es campur di Kecamatan Johan Pahlawan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan diadakan penelitian ini, maka diharapkan akan memberikan
manfaat sebagai berikut :
7
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis untuk dapat
mengembangkan diri dalam disiplin Ilmu Kesehatan Masyarakat
khususnya yang menyangkut bakteri E.coli dan Coliform yang terkandung
dalam es batu yang digunakan pada es campur di Kecamatan Johan
Pahlawan.
2. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dalam meneliti masalah es
batu yang aman untuk dikonsumsi.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Dapat menjadi informasi dan masukan bagi pembeli dan pedagang es
campur, mengenai bakteri yang terkandung dalam es batu serta hygiene
sanitasi ketika membuat es batu.
2. Dapat mengaplikasi ilmu yang telah di pelajari di bangku kuliah serta
membandingkan teori-teori yang telah di pelajari dengan kenyataan
dilapangan.
3. Dapat menjadi masukan bagi instansi kesehatan dalam pengembangkan
Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya menangani bakteri yang
terkandung dalam minuman terutama es batu pada pedagang es campur.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri
Bakteri umumnya berbentuk satu sel/sel tunggal atau uniseluler, tidak
mempunyai klorofil, berkembang biak dengan pembelahan sel atau biner. Karena
tidak mempunyai klorofil bakteri hidup sebagai jasad ataupun sebagai jasad yang
parasitik. Tempat hidupnya tersebar di mana-mana, mulai dari udara, di dalam
tanah, air, pada bahan makanan, tumbuhan ataupun pada tubuh manusia dan
hewan (Suriawiria, 2005).
Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam
kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu lingkungan yang cocok, satu bakteri
akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam tujuh 7 jam dan 9 jam telah
berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi
1.000.000.000 (satu milyar). Kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat
besar sekali. Makanan yang masih dijamin aman di konsumsi paling lama dalam
waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat (Depkes,
2004).
Sebagian besar bakteri tumbuh melalui proses yang disebut pembelahan
biner. Hal ini berarti bahwa sel terbagi menjadi dua sel indentik yang tumbuh dan
kemudian membelah lagi menjadi empat sel, delapan, enam belas, tiga puluh dua,
dan seterusnya, Ini dapat terjadi hanya dalam 20 menit, misalnya Escherichia coli,
atau dalam waktu berjam-jam, misalnya Mycrobakterium spp, tetapi selau
menghasilkan jumlah sel yang banyak (ratusan juta sel per ml cairan). Perbedaan
9
kecepatan pertumbuhan direfleksikan pada masa inkubasi suatu penyakit, yaitu
yang diperlukan oleh bakteri untuk mencapai jumlah yang cukup untuk
menimbulkan gejala suatu infeksi penyakit (Joy james, dkk, 2008).
2.1.1. Faktor – faktor lingkungan pertumbuhan bakteri
Menurut Kusnadi, dkk, (2003) setiap mikroorganisme mempunyai respons
yang berbeda terhadap faktor lingkungan (suhu, derajat keasaman,dan oksigen).
1. Suhu
Tinggi rendahnya suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Bakteri dapat tumbuh dalam rentang suhu minus 50oC sampai 80oC,bakteri dapat
dikelompokkan berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhannya, yaitu :
1. Psikrofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0oC sampai 29oC. Suhu
optimumnya sekitar 15oC. Karakteristik istimewa dari semua bakteri psikrofil
adalah akan tumbuh pada suhu 0-5oC.
2. Mesofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 20oC sampai 45oC.
Karakteristik istimewa dari semua bakteri mesofil adalah kemampuannya
untuk tumbuh pada suhu tubuh 37oC dan tidak dapat tumbuh pada suhu di
atas 45oC. Bakteri mesofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 20-30oC, termasuk tumubuhan
saprofit, dan yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 35oC-45oC,
termasuk organisme yang tumbuh baik pada tubuh inang berdarah panas.
3. Termofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 35oC atau lebih. Bakteri
termofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok :
10
a. Fakultatif termofil adalah organisme yang dapat tumbuh pada suhu 37oC
dengan suhu pertumbuhan optimum 45-60oC.
b. Obligat termofil adalah organisme yang dapat tumbuh pada suhu di atas suhu
50oC, dengan suhu pertumbuhan optimum di atas 60oC.
2. Derajat keasaman (pH)
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan tidak kalah pentingnya dari pengaruh
temperatur. Ada pH minuman, pH optimum, dan pH maksimum. Rentang pH bagi
pertumbuhan bakteri antara 4-9 dengan pH optimum 6,5-7,5. Jamur lebih
menyukai pH asam, rentang pH pertumbuhan jamur dari 1-9 dan pH optimumnya
4-6. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik atau turun, bergantung kepada
komposisi medium yang di uraikan. Bila ingin pH konstan selama pertumbuhan
harus diberikan larutan penyangga atau buffer yang sesuai dengan media dan jenis
mikroorganisme.
3. Kebutuhan oksigen
Oksigen tidak mutlak diperlukan mikroorganisme karna ada juga
kelompok yang tidak memerlukan oksigen bahkan oksigen merupakan racun bagi
pertumbuhan. Mikroorganisme terbagi atas empat kelompok berdasarkan
kebutuhan akan organisme, yaitu mikroorganisme aerob yang memerlukan
oksigen sebagai akseptor elektron dalam proses respirasi.
Mikroorganisme anaerob adalah mikroorganisme yang tidak memerlukan
O2 karena oksigen akan membentuk H2O2 yang toksik dan menyebabkan
kematian mikroorganisme anaerob tidak memiliki enzim katalase yang dapat
menguraikan H2O2, air dan oksigen.
11
Mikroorganisme fakultatif anaerob adalah mikroorganisme yang tetap
tumbuh dalam lingkungan kelompok fakultatif anaerob. Mikroorganisme
mikroaerofilik adalah mikroorganisme yang memerlukan oksigen dalam jumlah
terbatas karena jumlah oksigen yang berlebihan akan menghambat kerja enzim
oksidatif dan menimbulkan kematian.
2.2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan sub-grup dari grup koliform fekal, bakteri
Escherichia coli adalah bakteri yang secara normal hidup di saluran pencernaan
pada hewan dan manusia, yang merupakan anggota family Enterobacteriaceae
dengan ukuran sel panjang 2,0-6,0 dan diameter 1,1-1,5 �m, berbentuk batang
lurus, tunggal, berpasangan atau rantai pendek termasuk bakteri gram negatif,
motil atau non motil, bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif. Bakteri E.coli
pertama kali ditemukan oleh Theodere Escherichiapada tahun 1885 ( Scheutz and
Nancy, 2005). Sedangkan menurut Agus Syahrurachman, dkk (1994), Escherichia
coli adalah kuman oportunis yang banyak di temukan didalam usus besar manusia
sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer
pada usus misalnya diare pada anak dan traveler diarrhea, seperti juga
kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus. Genus
Escherichia terdiri dari 2 spesies yaitu: Escherichia coli dan Escherichia
hermanii.
Manifestasi klinik infeksi oleh E.coli bergantung pada tempat infeksi dan
tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain
12
(jawetz et al., 1995). Penyakit yang disebabkan oleh E.coli yaitu : Diare dan
infeksi saluran kemih.
Ada lima kelompok E.coli yang patogen, klasifikasi Escherichia coli
berdasarkan sifat-sifat virulensinya (Arisman, 2009) yaitu ;
1. Escherichia coli Enteropatogenik(EPEC)
EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, dapat ditularkan dari
makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi melalui alat-alat dan
tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan.
EPEC yang menyerang terutama pada bayi dan anak, menyebabkan diare berair.
Jika keadaan ini menjadi parah pada anak-anak, akan terjadi dehidrasi yang
(seandainya situasi berubah kronik) mengarah pada gagal pertumbuhan.
2. Escherichia coli Enteroksigenetik (ETEC)
ETEC adalah penyebab utama traveller’s diarrhea (diare petulang,
ditularkan lewat air dan makanan) dan infantile diarrhea (diare pada anak serta
bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera) dinegara berkembang. Diare pada
kasus ini berupa watery diarrhea dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan
sampai parah. ETEC menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak
labil terhadap panas. ETEC tidak dianggap sebagai sumber bahaya makanan yang
serius di negara-negara dengan standar sanitasi tinggi dan praktek sanitasi yang
benar. Kontaminasi air oleh kotoran manusia dapat menimbulkan kontaminasi
makanan. Kontaminasi pada makanan dapat juga terjadi apabila orang yang
menangani makanan sedang sakit.
13
3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)
EIEC menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Sering
terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke
negara tersebut. Strainnya bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa
dengan lambat serta bersifat tidak bergerak, menimbulkan penyakit melalui invasi
ke sel epitel mukosa usus, cukup membahayakan karena dapat menyebabkan
penyakit disentri. Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah.
Saat ini tidak diketahui makanan apa saja yang mungkin menjadi sumber
EIEC, tetapi semua makanan yang terkontaminasi oleh kotoran dari manusia yang
sakit, baik secara langsung atau melalui air yang terkontaminasi dapat menularkan
penyakit pada individu yang lain. Kasus yang pernah terjadi merupakan kasus
yang berkaitan dengan daging hamburger dan susu yang tidak di pasteurisasi.
4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
EHEC merupakan bakteri yang sangat berbahaya. Dalam beberapa
penelitian, bakteri ini dinyatakan hidup dalam daging mentah, juga ditemukan
pada air limbah rumah potong ayam, menghasilkan verotoksin yaitu suatu sel
ginjal dari monyet hijau Afrika. Bentuk diare sangat berat dan dapat berlanjut
menjadi diare darah (kolitis hemoragik), demam dan muntah juga dapat terjadi.
Banyak kasus kolitis hemoragik dan komplikasinya dapat dicegah dengan
memasak daging sapi sampai matang. Transmisi EHEIC terjadi melalui makanan
daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak hygienis. Transmisi EHEC
terjadi melalui makanan daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak
hygienis, tapi dapat pula secara person to person (kontak langsung).
14
5. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)
Patogenitas EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-rapat pada bagian
mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme terjadinya diare
yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi diperkirakan
menghasilkan sitotoksin. EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini.
Transmisinya dapat food-borne maupun water-borne, menghasilkan sitotoksin
yang menyebabkan terjadinya diare, beberapa strain EAEC memiliki serotipe
seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat
berlanjut menjadi diare persisten. Sumber kontaminasi yaitu susu mentah atau
produk susu. Periksa label pada produk susu untuk memastikan terdapat kata
"pasteurized”, ini berarti makanan telah dipanaskan untuk menghancurkan
bakteri. Selain itu bisa juga terkontaminasi dari buah-buahan dan sayuran mentah,
seperti selada atau lainnya yang kontak dengan kotoran hewan yang terinfeksi.
2.3 Coliform
Coliform adalah bakteri yang bersifat anaerob, termasuk kedalam bakteri
gram negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa untuk
menghasilkan asam dan gas pada suhu 35oC-37oC.Gangguan yang ditimbulkan
pada manusia adalah mual, nyeri perut, muntah, diare, berak berdarah, demam
tinggi, bahkan pada beberapa kasus bisa terjadi kejang dan kekurangan cairan atau
dehidrasi. Bakteri Coliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim
digunakan sebagai indikator, dimana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk
menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak.
15
Berdasarkan penelitian, bakteri Coliform ini menghasilkan zat etionin
yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini juga
memproduksi bermacam-macam racun seperti Indol dan Skandol yang dapat
menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh. Coliform dapat
digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat
pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus,
protozoa, dan parasit. Selain itu, Coliform juga memiliki daya tahan yang lebih
tinggi dari pada patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan. Penyakit
yang ditularkan melalui air biasanya diakibatkan oleh bakteri Coliform, mereka
biasanya ditemukan di saluran sistem pengolahan air (Dirgantara, 2010).
Bakteri Coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting kualitas
air minum. Kelompok bakteri coliform terdiri atas Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes, Citrobacter fruendii, dan bakteri lainnya. Meskipun jenis bakteri ini
tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, keberadaannya di dalam air
minum menunjukan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, air minum harus
bebas dari semua semua jenis Coliform. Semakin tinggi tingkat kontaminasi
bakteri Coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain
yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Jenis bakteri Coliform
tertentu, misalnya E coli O:157:H7, bersifat patogen dapat menyebabkan diare
atau diare berdarah, kram perut, mual, dan rasa tidak enak badan (Dad,2000).
16
2.4 Es batu
Es batu adalah massa padat hasil pembekuan air minum dengan suhu –
60oC s/d -100oC. Proses pembentukan es batu yang baik menurut Keputusan
Mentri kesehatan (KepMenKes No.492 tahun 2010) prinsipnya harus dilakukan
filtrasi serta desinfeksi pada air yang akan digunakan di Indonesia sebagi acuan
keamanan produk pangan adalah SNI. Kandungan didalam es batu telah
ditetapkan dalam SNI 1995 mengenai kemungkinan cemaran biologis, kimia,
yang dapat mengganggu kesehatan terutama pada anak- anak. Jika konsumen
mengkonsumsi es batu yang tercemar E.coli dan Coliform maka akan
mengkontaminasi mukosa usus yang dapat mengakibatkan Hemmoragic Uremic
syndrome dan diarrhea. Es batu merupakan bahan yang biasanya ditambahkan
dalam minuman yang sering kita konsumsi setiap hari. Sedangkan es batu balok
adalah massa padat hasil pembekuan air minum.
2.4.1 Membedakan es batu dari air masak dengan air mentah
a) Ciri-ciri es batu yang terbuat dari air mentah
1. Perhatikan warna es
Es batu yang dibuat dari air mentah memiliki warna yang putih. Secara
ilmiah, air yang bersuhu dingin akan meyebabkan udara terperangkap di dalam
air, sehingga ketika air tersebut membeku maka akan tampak gelembung udara
tadi menjadi berwarna putih seperti salju.
3. Jumlah gelembung es
Gelembung-gelembung udara akan tampak di dalam es dengan jumlah
yang begitu besar.
17
b) Ciri – ciri es batu yang terbuat dari air masak
1. Kejernihan
Es batu yang menggunakan air masak akan terlihat lebih jernih dan sangat
bening. Hal ini dikarenakan udara sudah lepas ketika proses pemasakan air. Es
juga akan terlihat jernih tanpa kotoran karena sebelum dijadikan es, terlebih
dahulu air yang sudah dimasak di dinginkan sehingga kotoran-kotoran air akan
mengendap seluruhnya.
2. Gelembung es
Secara ilmiah, walaupun saat pendigin air menjadi es pada suhu 0 derajat,
udara tidak bisa masuk kedalam pembungkus es batu sehingga sangat sedikit
gelembung yang terperangkap di dalam es batu. Ini juga membuktikan bahwa
kandungan udara didalam air menjadi berkurang.
Es batu merupakan produk pangan yang sangat dikenal oleh masyarakat
yang secara umum dianggap aman untuk dikonsumsi. Es batu bahkan seringkali
digunakan sebagai bahan yang dapat mempertahankan kesegaran atau
memperpanjang umur simpan suatu produk pangan. Hal ini berkaitan dengan
rendahnya suhu es batu, sehingga diduga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, dimana semua reaksi metabolisme pada mikroorganisme
dikatalisis oleh enzim, dan kecepatan reaksi katalisis enzim tersebut sangat
dipengaruhi oleh temperatur (Jay, 2000). Tetapi anggapan ini bertolak belakang
dengan beberapa hasil penelitian yang menunjukan bahwa dalam beberapa kasus,
konsumsi es batu diketahui menjadi sumber pembawa penyakit, terutama
penyakit enteric (Vollaard et al, 2004).
18
2.5 Mutu dan Keamanan Es Batu
Syarat mutu es batu di Indonesia diatur dalam SNI 01 – 3839 – 1995.
Dalam SNI tersebut disebutkan bahwa es batu harus memenuhi syarat – syarat air
minum, untuk mutu mikrobiologis, di dalam 100 ml es batu tidak boleh terdapat
koliform dan koliform fekal (MPN koliform dan koliform fekal = 0/100 ml).
Selain itu di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/IV/2010
tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum juga disebutkan bahwa
air minum tidak boleh mengandung E.coli (koliform fekal) dalam 100 ml (MPN =
0/100 ml).
Menurut Permenkes RI No.492/MENKES/PER/IV/2010 kualitas air
minum yang aman untuk di konsumsi oleh manusia harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Syarat Bakteriologis
Untuk menilai kemungkinan adanya kontaminasi air dengan bakteri
patogen yang berbahaya ditentukan oleh adanya bakteri Coliform. Coliform
merupakan indikator yang paling baik untuk menguji kualitas air karena bakteri
tersebut terdapat dalam tinja dengan jumlah relatif banyak. Bakteri koliform yang
ditemukan pada tinja adalah Escherichia coli. Dahulu E.coli hanya merupakan
kuman komensial di dalam usus. Akan tetapi akhir-akhir ini telah ditemukan
beberapa Strain E.coli yang mengeluarkan toksin dan menyebabkan diare pada
manusia.
Menurut Pratiwi AW, (2007) faktor-faktor dan kondisi yang menyebabkan
kualitas bakteriologis air tidak memenuhi standar kesehatan, meliputi :
19
a. Bakteri total Coliform dan Escherichia coli ada di air minum dikarenakan
adanya kontaminasi pada peralatan, pengetahuan akan higienis pedagang dan
sanitasi tempat pengolahan air minum masih kurang.
b. Saat pengambilan air belum terjadinya pengendapan. Hal ini bisa
menyebabkan timbulnya kekerasan pada air minum sehingga akan memicu
pertumbahan bakteri.
c. Temperatur penyimpanan air yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Bakteri Coliform membutuhkan suhu 35oC sebagai suhu optimal untuk
berkembang biak.
d. Tidak optimal pada saat melakukan sistem desinfeksi atau sterilisasi. Menurut
peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/IV/2010, menyebutkan
bahwa penggolangan hasil pemerikasaan kualitas air bukan perpiaan yang
aman yaitu < 50 / 100 ml air non perpiaan 10 / 100 ml air.
2. Syarat Fisik
Adanya peryaratan kualitas air bersih secara fisik yang harus diperhatikan
meliputi :
a. Kejernihan (Kekeruhan)
Pada air permukaan biasanya keruh. Kekeruhan ini disebabkan oleh
adanya butir-butir yang halus yang dinamakan koloid, umumnya butir-butir koloid
tersebut berasal dari tanah liat, makin banyak koloid makin keruh airnya.
b. Warna
Air minum tidak boleh berwarna, karena air yang berwarna mengandung
zat - zat yang dapat menimbulkan penyakit terutama penyakit kulit.
20
c. Rasa
Air minum tidak mempunyai rasa, misalnya rasa manis, asin, pahit dan
asam atau campuran dari rasa beberapa rasa.
d. Bau
Air yang digunakan juga tidak boleh berbau,walaupun wangi sekalipun,
karena air yang berbau mengandung zat - zat organik yang sedang di uraikan oleh
bakteri-bakteri sehingga bila di konsumsi akan dapat ditimbulnya penyakit yang
berhubungan dengan air seperti air, diare, serta penyakit kulit.
e. Suhu
Suhu air bersih yang aman untuk dikonsumsi yaitu berkisar 20-26oC (suhu
udara).
f. Derajat keasaman
Air yang aman dikonsumsi oleh manusia tidak boleh bersifat asam maka
derajat keasamaan (pH) air minum yang sesuai dengan standar yang diajukan
yaitu pH = 7,0.
3. Syarat kimia
Air bersih tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang berbahaya untuk
kesehatan seperti zat-zat racun dan mengandung mineral-mineral serta zat-zat
organik lebih tinggi dari jumlah yang ditentukan. Bila dalam air yang di konsumsi
mengandung zat-zat kimia maka akan dapat menyebabkan timbulnya penyakit
seperti : flsourose, scabies dan lain-lain.
21
2.6 Es campur
Es campur adalah minuman, terdiri dari beberapa jenis bahan makanan
atau minuman, yang disajikan dalam satu wadah, biasanya gelas atau mangkuk,
bersama es. Bahan yang digunakan bisa berupa buah atau bahan makanan lain
yang merupakan makanan khas Indonesia. Jenis yang digunakan dalam
menyajikan es campur adalah es serut atau es puter yaitu sejenis es krim dari
santan, yang di buat dengan cara di putar.
Es campur merupakan salah satu minuman khas Indonesia yang cara
membuat nya dengan mencampurkan berbagai jenis bahan dalam sirup manis.
Bahan yang dijadikan bahan biasanya berasa manis atau masam. Es campur dapat
dijumpai di berbagai daerah di Indonesia dengan rasa dan bahan yang berbeda.
Oleh karena itu daerah asal dari es campur sulit ditentukan (Wikipedia, 2012).
2.6.1 Bahan yang digunakan untuk es campur :
a. Cincau hitam yang dipotong kotak-kotak
b. Cendol yang siap dipakai
c. Tapai singkong secukupnya
d. Kacang hijau hijau dan kacang merah rebus
e. Beras ketan hitam yang sudah masak
f. Gula
g. Kuah santan
h. Air matang dingin
i. Es batu serutan secukupnya
22
2.6.2 Cara Membuat es campur:
1. Kuah santan: rebus santan, garam, gula, air dan daun pandan sambil diaduk
sampai mendidih.
2. Kemudian setelah matang, semua bahan dimasukkan jadi satu ke dalam gelas
atau mangkuk: kacang merah, cincau, kacang hijau, tapai singkong, cendol,
dan beras ketan hitam
3. Beri serutan es dan aduk hingga rata dan sajikan dalam keadaan dingin segar.
2.7 Pengertian Hygiene Sanitasi
Istilah hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengusahakan cara hidup sehat, sehingga terhindar dari penyakit. Akan tetapi
dalam penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda yakni usaha sanitasi
lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan
hygiene lebih menitikberatkan usaha-usahanya kepada kebersihan individu.
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan
makanan secara keseluruhan. Selain itu, hygiene juga merupakan upaya
pencegahan terjadinya gangguan terhadap kesehatan akibat tidak bersih dan tidak
sehatnya suatu subjek atau zat, yang dilakukan perorangan atau lingkungan fisik .
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan
lingkungan dari subjeknya seperti menyediakan air yang bersih untuk keperluan
23
mencuci, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah
tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
2.7.1 Hygiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan
minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen
(Depkes RI, 2004). Sanitasi makanan dan minuman ini bertujuan untuk :
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan dan minuman.
2. Mencegah konsumen dari penyakit.
3. Mencegah penjualan makanan dan minuman yang akan merugikan pembeli.
4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan dan minuman.
Sanitasi pada makanan mengarah pada usaha untuk menciptakan dan
memperbaiki suatu kondisi yang dapat mencegah kontaminasi bahan makanan
yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Hygiene dapat didefinisikan
sebagai tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa suatu makanan terbebas
dari zat-zat yang berbahaya, berbagai macam zat atau subtansi yang berbahaya ini
bisa terdapat baik didalam maupun diluar dari makanan atau bahan pangan
tersebut. Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan
dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan atau toksik
serta penyakit pada manusia (Chandra, 2007).
24
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
erat kaitannya, misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan tapi
sanitasi tidak mendukung karena tidak tersedia air bersih, maka mencuci tangan
tidak sempurna (Depkes, 2004).
2.8 Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Sanitasi
Konsep SOP Sanitasi atau prosedur operasi sanitasi baku mulai dikenal
pada akhir abad ke-19 di indonesia, terutama sejak diberlakukannya konsep
HACCP oleh FAO/WHO pada bulan November 1992. Pada prinsipnya kebijakan
prosedur baku sanitasi ini menekankan pada sanitasi dan hygiene yang sudah lama
dikenal sebagai program sanitasi industri.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Sanitasi merupakan pedoman
pelaksanaan prosedur sanitasi yang baku untuk pengolahan pangan yang
direkomendasi oleh BPOM untuk dilaksanakan oleh industri pangan skala rumah
tangga dan unit usaha makanan dan minuman masyarakat. Pada pedoman tersebut
terdapat 8 kunci sanitasi yang harus diterapkan pada pengolahan agar produk
pangan aman, tidak terkontaminasi kotoran ataupun mikroorganisme patogen. Jika
responden menerapkan pedoman prosedur sanitasi baku tersebut, berarti sudah
melaksanakan sebagaian Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).
Ada beberapa Penerapan aspek kunci SOP sanitasi yang harus diterapkan
pada pengolah (Ferdiaz, 2003) :
1. Aspek yang dinilai pada keamanan air dan es (kunci ke-1 SOP Sanitasi)
adalah sumber air untuk pengolahan, dan untuk pencucian alat frekuensi
25
pemantauan air, cara pemantauan kualitas air, bukti pemantauan, dan
pemisahan penggunaan air, serta kontrol air buangan.
2. Aspek yang dinilai pada kondisi dan kebersihan permukaan kontak makanan
(kunci ke-2 SOP Sanitasi) adalah kondisi dan permukaan yang kontak dengan
pangan. Permuaan yang kontak dengan bahan pangan perlu didisain agar
dapat memfasilitasi proses sanitasi serta mudah dibersihkan secara rutin.
3. Aspek yang dinilai pada kontaminasi silang (kunci ke-3 SOP Sanitasi) dapat
dilakukan terhadap sumbernya yaitu personil unit pengolahan, bahan baku,
peralatan dan pelengkapan serta lingkungan unit pengolahan. Cara
pencegahan kontaminasi silang antara lain dengan pemisahan dengan produk
siap konsumsi.
4. Aspek yang dinilai pada pencucian tangan dan toilet (kunci ke-4 SOP
Sanitasi) pencucian tangan dilakukan untuk mencegah pencemaran kotoran
dan mikroorganisme patogen yang mungkin ada pada area penanganan,
pengolahan, dan produk akhir pangan. Kondisi fasilitas toilet seharusnya
harus dipelihara dalam kondisi bersih dan terawat.
5. Aspek yang dinilai pada proteksi pangan, kemasan dan permukaan kontak
lansung dengan pangan (kunci ke-5 SOP Sanitasi) banyak cara untuk
melindungi pangan, bahan, dari kontaminasi mikroba, fisik, dan kimia, antara
lain dengan menghilangkan bahan dari permukaan, memperbaiki aliran udara
suhu ruang, untuk mengurangi kondensasi, mengindari adanya genangan air
di lantai, membuang bahan kimia tanpa label.
6. Aspek yang dinilai pada penyimpanan, pelabelan dan penggunaan komponen
toksik (kunci ke-6 SOP Sanitasi) penyimpanan kompenen toksik seperti
26
racun, pestisida, dan bahan kimia lainnya dalam tempat tersendiri terlindung
dan aman.
7. Aspek yang dinilai pengawasan kondisi kesehatan pekerja (kunci ke-7 SOP
Sanitasi) karyawan merupakan salah satu sumber kontaminasi makanan dan
minuman yang diproduksi oleh mereka.
8. Aspek yang dinilai kontrol hama (kunci ke-8 SOP Sanitasi) menghilangkan
hama dari unit pengolahan penting dilakukan karena dapat membawa
penyakit.
Komitmen menerapkan SOP Sanitasi sangat ditentukan oleh kesadaran
akan pentingnya SOP Sanitasi pengolahan makanan dan minuman. Kesadaran
tersebut dipengaruhi oleh pemahaman atau wawasan pengusaha makanan dan
minuman masyarakat tentang SOP Sanitasi serta manfaat penerapan bagi daya
saing produk.
2.9 Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi yang dilakukan terhadap es batu biasanya tediri dari
penetapan mikroorganisme aerobik, serta uji Coliform. Jika uji Coliform positif
kemudian dilakukan uji terhadap E.coli(Suwito, 2008).
27
2.10 Kerangka Teori
Gambar 1. : Kerangka Teoritis
Anonim, 2005 Jenis- jenis bakteri dalam es batu : a. Escherichia coli b. Coliform
Chandra, 2007
Hygiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
SNI 01- 3839-1995 Mutu dan Keamanan Es Batu
Menkes RI 2010, Syarat-syarat kualitas air minum untuk di konsumsi: 1.Syarat Bakteriologi 2.Syarat fisik 3.Syarat Kimia
Jawetz et al., 1995 Penyakit yang di timbulkan: a.Diare b.infeksi saluran kemih
Kandungan E.Coli
dan Coliform dalam
Es Batu
28
2.11 Kerangka Konsep
Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian
2.12 Hipotesis Penelitian
Adanya kandungan bakteri E.coli dan Coliform dalam es batu yang
digunakan pada es campur dibeberapa tempat seputaran Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Es batu yang
digunakan pada
es campur
Kandungan
Bakteri E.coli
dan Coliform
Hasil Uji
Laboratorium
Negatif Positif Mutu dan
Keamanan EsBatu
(SNI 01- 3839-
1995)
Pemeriksaan
Laboratorium
Hygiene
Sanitasi
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian Eksperiment
yang dilakukan di Laboratorium dengan menggunakan metode MPN ( Most
Probable Number) .
3.2 Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di seputaran Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat. Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang es campur yang
berada diseputaran Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, yaitu 8
pedagang es campur.
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada
rumusan (Arikunto, 2002) yang menjelaskan bahwa apabila pengambilan sampel
pada subjek penelitian kurang dari 100, maka dapat diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi, tetapi bila jumlah subjek lebih dari
30
100 dapat diambil 10-20 % dari populasi. Penentuan jumlah sample penelitian
menggunakan teknik pengambilan sample secara Total Sampling.
3.4 Teknik Pengolahan Sampel
Setelah pemeriksaan selesai dilakukan maka hasil uji akan diolah secara
manual dan dijelaskan dalam bentuk deskriptif.
3.5 Teknik pengambilan data
3.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan pengumpulan sampel dan uji
laboratorium dengan metode Most Probable Number (MPN) untuk mengetahui
adanya bakteri E.coli dan Coliform yang berada di dalam es batu.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari buku, media massa, maupun internet sebagai
acuan pembuatan rancangan penelitian.
3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Kandungan Bakteriologis Escherichia Coli dan Coliform
Positif : Bila kadar bakteriologis E.coli dan Coliform pada es batu menunjukan
> 0 dari jumlah per 100 ml sampel.
Negatif : Bila kadar bakteriologis E.coli dan Coliform pada es batu menunjukkan
< 0 dari jumlah per 100 ml sampel.
31
3.7 Pelaksanaan Penelitian
3.7.1 Cara pengambilan sampel
1. Siapkan formulir tentang lokasi pengambilan, tanggal pengambilan dan
pengkodean sampel.
2. Kemudian siapkan termos es yang steril yang sebelumnya telah dibersihkan
dengan alkohol 70 %.
3. Lalu masukkan es batu ke dalam termos es tersebut, dan sampel diberi kode,
lokasi dan tanggal penelitian sampel.
4. Setelah itu, termos es yang telah berisikan sampel ditutup rapat untuk
pengiriman sampel ke laboratorium untuk diuji.
3.7.2 Alat – alat penelitian yang digunakan yaitu :
1) Inkubator 37oC dan inkubator 44oC
2) Spidol
3) Lampu bunsen
4) Autoclave
5) Labu Erlenmeyer
6) Timbangan
7) Tabung reaksi
8) Rak tabung reaksi
9) Petri dish
10) Ose cincin dan jarum
11) Pipet ukur 0.1 ml,1 ml dan 10 ml
12) Larutan pengencer
32
3.7.3 Bahan yang digunakan :
1) Sampel es batu yang digunakan pada es campur
2) Alkohol 70%
3) Media BGLB/BGBL (Briliant Green Bile Lactose Broth)
4) Media LB (Lactose Bile Broth)
5) Media EMB (Eosin Methylene Blue Agar) dan EA (sudah steril)
3.7.4 Cara Kerja penelitian
Dalam Penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
menggunakan MPN (Most Probable Number) dalam penentuan kadar bakteri
E.Coli dan Coliform.
Metode MPN menggunakan : Tabung 5-1-1 dengan tahapan sebagai
berikut :
1. Es batu yang akan di analisa terlebih dahulu di cairkan (SNI, 1995).
2. Semua tabung yang telah dimasukkan media, lalu media tersebut disterilkan
dengan menggunakan Autoclave selam 1 jam. Setelah sterilisasi selesai
dilakukan, ambil sampel sampel es batu yang telah dicampurkan dengan NaCl
agar tekstur dari es batu menjadi lebih encer sehingga lebih mudah
dimasukkan ke dalam media LB.
3. Sediakan tabung reaksi yang telah disterilkan untuk pembuatan media peneliti
sebanyak 56 tabung, 40 tabung disiikan LB 3x kuat sebanyak 10 ml dengan
menggunakan pipet 10 ml, 8 tabung diisikan LB 1x kuat sebanyak 1 ml
dengan menggunakan pipet 10 ml, dan 8 tabung diisikan 1x kuat sebanyak
0,1 ml dengan menggunakan pipet 1 ml.
33
4. Sampel kemudian diinkubasi dengan suhu 37oC selama 2x24 jam.
Setelah diinkubasi selama 2 x 24 jam, maka dilihat apabila tabung durham
berisi gas yang dihasilkan oleh sampel dan tabung durham berada dalam posisi
melayang, maka hasil uji tersebut dinyatakan positif mengandung bakteri. Tabung
yang hasil uji awal dinyatakan positif dipindahkan dengan menggunakan ose ke
dalam tabung yang berisi 10 ml, 1 ml, dan 0.1 ml BGLB, kemudian diinkubasi
selama 12-24 jam dengan suhu 37oC untuk Coliform dan 44oC untuk E.coli.
Sediakan petri dish yang telah diisi Endo agar (EA) yang telah membeku,
kemudian ambil sampel yang positif dengan menggunakan Ose yang telah
disterilkan dengan lampu Bunsen. Tempelkan hasil sampel dan gerakkan secara
zig zag pada Endo Agar (EA) tersebut dan kemudian diinkubasi bersamaan
dengan BGLB. Setelah 24 jam maka hasil sampel yang mengandung bakteri akan
terlihat.
3.8 Analisa Data
Data yang diperoleh diolah secara manual kemudian dibandingkan dengan
standar nasional Indonesia tentang persyaratan es batu (SNI) No. 01-3839-1995
bakteri yang tercemar dalam es batu.
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Pedagang Es Campur
Gambaran umum pedagang es campur di Kecamatan Johan Pahlawan
meliputi jenis kelamin dari pedagang atau responden yang berjenis laki- laki
sebanyak 2 orang dan yang berjenis kelamin perempuan 6 orang. Responden
dengan golongan umur 20-30 berjumlah 2 orang, responden dengan golongan
umur 30-45 berjumlah 2 orang, serta responden yang berumur 45-55 berjumlah 4
orang. Untuk es batu pada 8 pedagang es campur, 1 (satu) diantaranya tidak
mengandung bakteri, baik itu bakteri E.coli maupun Coliform dikarenakan
sanitasinya sudah baik.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Uji Laboratorium
Hasil Penelitian di laboratorium menunjukan bahwa es batu yang
digunakan pada es campur, ada yang positif tercemar oleh bakteri jenis E.coli dan
Coliform dan ada juga yang negatif atau tidak tercemar oleh bakteri. Hasil uji di
laboratorium Akademis Analis Kesehatan Banda Aceh dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
35
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Bakteri Pada Es Batu Yang di Gunakan pada Es Campur di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
No Kode Sampel
Kode Usaha
Uji laboratorium Positif (+)
Jenis Bakteri
1 Es 1 D.JS + E.coli Coliform
2 Es 2 D.RS + E.coli Coliform 3 Es 3 BNU + E.coli Coliform 4 Es 4 Mol.P + E.coli Coliform 5 Es 5 FST + E.coli Coliform 6 Es 6 BKR + E.coli Coliform 7 Es 7 AND + E.coli Coliform 8 Es 8 UKA + E.coli Coliform
Sumber data : Laboratorium Akademis Analis Kesehatan Banda Aceh (Mei 2013)
Berdasarkan hasil uji laboratorium pada tabel diatas dapat dilihat bahwa
dari 8 sampel yang diteliti, 7 kode sampel es batu yaitu Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6,
dan Es7 positif mengandung bakteri jenis E. Coli dan Coliform. Sedangkan kode
sampel lainnya yaitu Es8 negatif mengandung bakteri diduga hal ini disebabkan
oleh perlakuan pengelola terhadap penggunaan es batu sehingga dapat tercemar
oleh bakteri ( Lampiran 5,6,7).
4.2.2 Hasil wawancara dengan Pedagang es campur
Berdasarkan hasil survey wawancara dengan pedagang es campur,
terhadap 8 sampel es batu diketahui bahwa 1 diantaranya yang memenuhi syarat
dan standarisasi kesehatan, sedangkan 7 lainnya tidak memenuhi syarat dan
standarisasi kesehatan yang di tetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.
Hasil wawancara terhadap 8 es batu sampel tersebut, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
36
Tabel 2. Hasil wawancara dengan pedagang es campur di seputaran Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
No Kode Sampel
Kode Usaha
Tanggal survey
Sumber Air
Sanitasi
1 Es 1 D.JS 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang Baik
2 Es 2 D.RS 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang Baik
3 Es 3 BNU 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang baik
4 Es 4 Mol.P 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang baik
5 Es 5 FST 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang baik
6 Es 6 BKR 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang Baik
7 Es 7 AND 19 Mei 2013 air isi ulang Kurang Baik
8 Es 8 UKA 19 Mei 2013 air isi ulang Baik
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kode sampel Es1 sampai
dengan Es7, dengan kode usaha D.JS, D.RS, BNU, Mol.P, FST, BKR, AND,
menggunakan air isi ulang untuk pembuatan es batu. Namun kode sampel Es1
sampai dengan Es7 sanitasinya masih kurang baik disebabkan masih terdapat
bakteri E.coli dan Coliform di dalam es batu yang digunakan pada es campur,
sedangkan kode sampel Es8 dengan kode usaha UKA, juga menggunakan air isi
ulang untuk pembuatan es batu. Namun sanitasinya sudah baik karena setelah di
uji laboratorium tidak terdapat bakteri E.coli maupun Coliform.
4.3 Pembahasan
Hasil observasi terhadap 8 pedagang es campur yang menggunakan es
batu di seputaran Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, 7 di
antaranya mengandung bakteri dikarenakan es batu yang digunakan pada es
campur telah terkontaminasi dengan zat asing yang tidak dikehendaki sehingga
berakibat pada masyarakat yang mengkonsumsi es campur yang menggunakan es
batu tersebut. Kontaminasi tersebut dapat terjadi karena beberapa hal, seperti
37
penggunaan air oleh pedegang es campur tidak hygiene, wadah tempat
penyimpanan es batu yang tidak dibersihkan dan tidak ditutup sehingga
memungkinkan terkontaminasi bakteri pada es batu, sanitasi lingkungan tidak
bagus sehingga memungkinkan bakteri untuk berkembang biak, es batu tersebut
telah tercampur dengan zat lainnya, serta pihak pengelola yang tidak hygiene
dalam menjaga kebersihan diri sehingga mudah terjadi kontaminasi.
Pedagang es campur dengan kode Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6, Es7
menggunakan air isi ulang tidak di masak sehingga pencemaran dapat terjadi. Hal
ini merupakan proses kontaminasi yang sering terjadi karena kontaminasi
langsung. Depkes RI (2006) menyatakan bahwa kontaminasi dapat terjadi melalui
2 cara, salah satunya adalah kontaminasi langsung dimana kontaminan dapat
berupa bahan kimia dan biologi seperti bakteri dan jamur yang terkandung di
udara, tanah, dan air. Di dukung oleh pendapat Dirgantara (2010) yang
menegaskan bahwa penyakit yang ditularkan melalui air biasanya diakibatkan
oleh bakteri Coliform.
Pedagang dengan kode Es1, Es2, Es3, Es4, Es5 Es6, Es7, positif
mengandung bakteri E.coli dan Coliform sehingga tidak termasuk kedalam
persyaratan kualitas air minum. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
492/MENKES/PER/IV/2010, tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air
minum juga disebutkan bahwa air minum tidak mengandung E.coli (koliform
fekal) berdasarkan MPN sebanyak 0/100 ml.
Pengelola kode Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6, Es7 menggunakan air isi ulang
yang kurang baik. Sehingga dapat menyebabkan rendahnya kualitas air yang
digunakan untuk pembuatan es batu yang akan digunakan pada es campur.
38
Sedangakan menurut Standar Nasional Indonesia SNI 01 – 3839 – 1995.
Dalam SNI tersebut disebutkan bahwa es batu harus memenuhi syarat – syarat air
minum, untuk mutu mikrobiologis, di dalam 100 ml es batu tidak boleh terdapat
koliform dan koliform fekal (MPN = 0/100ml).
Faktor Kontaminasi yang berasal dari pihak pedagang es campur yang
tidak hygiene dengan kode Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6, Es7. Waluyo (2007)
menerangkan bahwa kesehatan diri pribadi yang baik amatlah penting dalam
pengendalian penyakit. Orang-orang yang menangani proses pembuatan makanan
ataupun minuman dapat menularkan mikroba patogenik baik dari pengidap
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme maupun bekas luka yang
mengalami infeksi.
Pedagang es campur yang sanitasi lingkungannya tidak sehat sering
dikunjungi serangga sehingga dapat terkontaminasi oleh bakteri. Depkes RI
(2004), menyatakan bahwasanya kontaminasi pada makanan dapat disebabakan
oleh pencemaran fisik (rambut, debu, tanah, serangga, dan lain –lain), pencemaran
mikroba (bakteri, jamur, cendawan), pencemaran kimia (pupuk, pestisida,
mercury, arsen, dan lain- lainnya), dan pencemaran radio aktif (radiasi, sinar, alfa,
sinar gamma).
Kurangnya kesadaran pedagang es campur akan hygiene dan proses
pembuatan es batu yang tidak memenuhi syarat – syarat kesehatan akan
berdampak pada masyarakat yang mengkonsumsi es batu didalam es campur yang
terkontaminasi tersebut. Mengkonsumsi minuman yang telah tercemar bakteri
E.coli dan Coliform akan berdampak pada proses pencernaan konsumen yang
mana pada akhirnya akan mengalami masalah kesehatan lainnya seperti penyakit
39
infeksi saluran pencemaran dan gangguan pada mekanisme pertahanan tubuh.
Psychologymania (2012) menegaskan bakteri E.coli dapat juga menimbulkan
pneumonia, endokarditis, infeksi luka dan asbes pada organ. Bakteri ini juga
merupakan penyebab utama meningitis pada bayi yang baru lahir dan penyebab
infeksi tractor urinarius (pyelonephiritis cysticis) pada manusia yang dirawat
dirumah sakit. Pencegahannya dilakukan melalui perawatan yang sebaik-baiknya
dirumah sakit yaitu berupa pemberian antibiotik dan atiseptik dengan benar.
Balia et al. (2011) menyatakan bahwa bakteri dalam grup Coliform dapat
menyebabkan infeksi dan keracunan bahan makanan yang dapat membahayakan
manusia. Bakteri Coliform juga menghasilkan zat ethionine yang menyebabkan
kanker, memproduksi bermacam-macam racun Indol dan Skandol yang
menyebabkan penyakit apabila berlebih di dalam tubuh, seperti diare.
Kehadiran bakteri E.coli dan Coliform pada es batu terjadi akibat
kontaminasi pada saat pengolahan, sumber air, sanitasi peralatan, tempat. Pihak
pedagang es campur berperan penting dalam menyumbangkan pencemaran
bakteri ini. Oleh karena itu pedagang es campur wajib mengetahui syarat – syarat
kesehatan dalam pengolahan es batu secara benar.
Mutu mikrobiologis es batu pada pedagang es campur yang tidak
memenuhi syarat mutu yang ditetapkan sangat beresiko untuk menimbulkan
penyakit (foodborne diseases) bagi orang yang mengkonsumsinya. Hal ini sangat
berbahaya mengingat es batu merupakan produk pangan yang dikonsumsi oleh
hampir semua kalangan, termasuk anak anak dan orang usia lanjut, jadi
mikrobiologis es batu pada pedagang es campur sangat penting untuk diperbaiki,
40
dengan cara memperbaiki penerapan sanitasi dan hygiene dalam proses
pembuatan dan penanganan.
Oleh karena itu sudah saatnya bagi unit jasa boga atau rumah tangga untuk
mengenal dan menerapkan prosedur pelaksanaan baku untuk sanitasi atau yang
dikenal dengan SOP Sanitasi. Seiring dengan rekomendasi dari Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahwa industri Pangan Skala Kecil (IK)
dan rumah tangga (IRT) termasuk unit jasa boga perlu menerapkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Sanitasi yang merupakan bagian CPBB (Fardiaz,
2003).
Berdasarkan SNI, es batu tidak diperbolehkan mengandung bakteri jenis
E.coli dan Coliform. Oleh karena itu hasil penelitian membuktikan bahwasanya
Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6, Es7 tidak layak dikonsumsi karena tidak memenuhi
syarat dan standar kesehatan yang di tetapakan dalam SNI No. 01-3839-1995.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil uji laboratorium di Akademis Analis Kesehatan Banda Aceh
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Adanya kandungan E.coli pada es batu yang digunakan dalam es campur
pada 7 pedagang dengan kode sampel Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6, Es7.
2. Adanya kandungan Coliform pada es batu yang digunakan dalam es
campur pada 7 pedagang dengan kode sampel Es1, Es2, Es3, Es4, Es5, Es6,
Es7.
3. Es batu pada kode sampel Es8 negatif mengandung bakteri E.coli dan
Coliform.
4. Sumber air yang digunakan pedagang es campur dalam pembuatan es
adalah air isi ulang
5. Pencemaran bakteri E.coli yang paling banyak terdapat pada kode sampel
Es1, dan Es sedangkan pencemaran bakteri Coliform yang paling banyak
pada kode sampel Es1, Es3, dan Es7.
5.2 Saran
1. Bagi pedagang es campur diharapkan menggunakan air yang telah di
masak dalam pembuatan es batu, agar bakteri dapat mati di dalam es batu.
2. Kepada pihak pedagang es campur yang es batunya positif mengandung
bakteri diharapkan agar selalu menjaga sanitasi dan hygiene
42
lingkungannya, wadah penyimpanan tertutup dan peralatan untuk
memproses es batu harus di bersihkan setiap hari.
3. Kepada pihak pedagang es campur yang es batunya negatif mengandung
bakteri diharapkan agar meningkatkan sanitasi dan hygiene sehingga
dapat menjadi lebih baik lagi dikemudian harinya.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap es batu yang digunakan
pedagang es campur di seputaran Kecamatan Johan Pahlawan agar dapat
jenis bakteri lainnya yang mengkontaminasi.
5. Bagi para konsumen diharapkan agar lebih waspada pada saat akan
mengkonsumsi es batu dan memperhatikan dengan lebih teliti bentuk dan
kejernihan es batu itu sendiri apabila es batu dari air masak akan terlihat
lebih jernih dan sangat bening.
6. Bagi pihak Dinas Kesehatan agar lebih memperhatikan terhadap
penjualan jajanan minuman terutama yang didampingi oleh es batu, tidak
hanya pada es campur namun pada jenis minuman lainnya yang
menggunakan es batu sebagai pelengkap, dapat diberikan penyuluhan
tentang tata cara penyimpanan yang baik dan benar terhadap es batu,
wadah dan peralatan digunakan, kebersihan diri dan lingkungan agar
terhindar dari berbagai macam kontaminasi tidak haanya kontaminasi
bakteri akan tetapi kontaminasi benda- benda asinglainnya juga harus
diperhatikan. Serta dapat mensosialisasikan penerapan SOP Sanitasi pada
responden atau pun masyarakat umum.
43
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Edible Ice From Ice Manufacturing Plants and Retail Business in Hongkong. Diperoleh: www. repositori undip. ac. id/28833/1/2336.pdf. [Diakses Tanggal 27 Desember 2012].
Arikunto, Suharsimin. 2002. Prosedur Peneletian. Edisi Revisi V. Rineka Cipta.
Jakarta. Arisman. 2009. Kualitas Minuman Es Dawet Pada Beberapa Produsen di Tinjau
Dari kandungan E.coli dan Hygiene Sanitasi Pengelola Diperoleh : repository.usu.ac.id/bitstream pdf.
Badan Pengawasan Obat dan makanan, 2003. Syarat Personal Hygiene
Penerjemah Makanan. Bidang pengujian Mikrobiologi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Diperoleh : www.pipimm.or.id [Diakses Tanggal 23 Desember tahun 2012].
Balia, RL.,et al. 2011. Deteksi Coliform Pada Daging Sapi Giling Spesial yang
Dijual di Hipermarket Bandung. Diperoleh : pustaka.unpad.ac.id. Chandra, B.2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta. Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010. Depkes RI, Jakarta. _________,2004. Hygiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan bakteri
Escherichia coli pada Es krim Yang di Jajakan Di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan. Diperoleh: www.repositori.ac.id.//besream//pdf [Diakses tanggal 11 Desember 2012].
_________, 2006. Bahan Pencemar Makanan Lainnya. Kursus Hygiene sanitasi
Makanan dan Minuman. Direktorat penyehatan Air dan Sanitasi Dirjen PPM & PL. Jakrta. Perpustakaan .Diperoleh : www. Depkes.co.id [Diakses tanggal 11 Desember 2012].
Dirgantara,P. 2010. Bakteri Koliform yang Bersifat Anaerob. Diperoleh
:www.1Sthumanwinner.com/2010/12/16?bakteri- koliform- yang bersifat-anaerob [Diakses tanggal 20 Maret 2013].
Dad. 2000. Bakteri Coliform Fekal. Diperoleh : www.1Sthumanwinner.com
Bakteri Coliform fekal _ Membuka Wahana Dunia.htm [ Diakses tanggal 20 Maret].
James, Joyce, Baker ,Colin, Swain, Helen. 2008.Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Hal 112. Penerbit : Erlangga. Jakarta.
44
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology, Edisi VI. Penerbit : Aspen Publisher, Inc. Gathersburg, Maryland.
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston.
1995.Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco (Diakses tanggal 18 Maret 2013).
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi (Common Teksbook). Biologi FPMIPA UPI, IMSTEP. Naria E. 2005. The Indonesian Journal of Public Health : Higiene Sanitasi
Makanan dan Minuman Jajanan di Kompleks USU. Medan. Diperoleh :http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta. Pratiwi, AW. 2007. KesMas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Kesehatan
Lingkungan : Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kota Bogor. Vol. 2, No. 2 ; 62-63.
Psychologymania. 2012. Penyakit Yang di Sebabkan Oleh Bakteri Escheirchia
Coli. Diperoleh : http//www.psychology.com/2012/08/penyakit-yang- disebabkan- oleh-bakteri.html.
Standart nasional Indonesia (SNI) 01- 3839-1995. Es Batu. Dewan Standarisasi
Nasional. Jakarta. Suriawiria U. 2004. Uji Bakteriologis Terhadap Minuman Tebu Yang
Beredar Beredar Di Pasar Raya Padang . Diperoleh :www.repositori. Unand.ac.id/beasrem//pdf[Diakses Tanggal 23 Desember 2012].
_________, 2005. Buku Mikrobiologi Dasar. Cetakan Pertama. Penerbit : Papar
Sinar Sinanti. Jakarta. Segall. 2008. Hold the Ice. http://wwssw.wthr.com/global/story.asp?s=7803915
[Diakses tanggal 27 desember 2012].
Syahrurachman, Agus, dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Hal : 163. Penerbit: Binarupa Aksara. Jakarta.
Scheutz and Nancy. 2005. Bahaya Bakteri Escherichia coli O 157 : H7. Sinartani.
Edisi 20-26 Juni 2012 No.3462 Tahun XLII.
Taniawati, Supali. 2001. Studi Karier Salmonella typhidanSalmonella paratyphi Pada Pedagang Es Keliling dan Intervensi Penanggulangannya. Diperoleh:http://209.85.175.104/search?q=cache:SbHauaiMcf4J:digilib.unikom.ac.id[Diakses tanggal 27 Desember 2012].
45
TRANS TV, Agustus. 2008 . Identifikasi Escherichia coli dan Bakteri Coliform Dalam Es Batu Pada Beberapa Kios Minuman Di sepanjang Jalan Dekat Sebuah Perguruan tinggi Swasta Di bandung Utara.
Vollard, A.M. 2004. Risk factors for typhoid and Paratyphoid Fever. Jakarta.
Diperoleh : http :// jama,ama –assn.orgcgi/content/full/291/21/2607. Wikipedia. 2012. Es Campur. http://id.wikipedia.org/wiki/Es_campur [Diakses
tanggal 2 Maret 2013] .
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. UPT. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.
Yudhabuntara, Doddi. 2008. Hygiene Sanitasi dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia coli Pada Es krim Yang Dijajakan Di Kecamatan Petisah Kota Medan. Diperoleh: www.repositori.ac.id.//besream//pdf
[Diakses tanggal 11 Desember 2012].