repository.usd.ac.idrepository.usd.ac.id/12200/2/146322001_full.pdfi di bawah payung slankers: studi...

174
i Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok Slankers Yogyakarta dalam Pembentukan Fantasi Kolektif Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M. Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh: Bayu Citra Raharja 146322001 PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok Slankers Yogyakarta

    dalam Pembentukan Fantasi Kolektif

    Tesis

    Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M. Hum.)

    di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta

    Oleh:

    Bayu Citra Raharja

    146322001

    PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2017

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LENIBAR PERSETUJUAN

    Tesis

    Di Bawah Payung Slanhers: Studi Kasrs Keloryok Slankerc Yogyakarta

    .S'ail*m',&

    6 runi 201?

    Dr. St. SumrdiPernbinSing 2

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Tesis

    Di Bawah Payrrng slankerc: studi Kasus Kelompok slankers Yogyakarta

    Dalam Pernbentukan Fantasi Kolektif

    : i,, ..

    Tehh' dipertahankan;@an Dewan Fsngqii T€sb

    Pada a@l 6tni 2or7' Dan dinlelakagl LUn,ry**rb.uhi sygmt

    l.

    ' Tim Pengqii ,:)

    Ketua

    Sekretarb

    Anggota

    Dr. St. [.]u4rdi' ji]t' '1,. ::r. r.t

    Dr. Y. Tri Subagh,i'..ii- " "*"

    '',i,

    "

    l. Dr**h,&di,Suqqfi

    2.Prof Dr. Augustinus Supratilcrqa

    3. Dr. St. Surardi

    Program Pascasarjanaitas Sanata Dharrna

    ilt

    Yoryakarta, 6hfu 2017

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LBMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

    Yang bertandatangan di bawah ini,

    Nama

    NIM

    Program

    Universitas

    Bayu Citra Raharja

    t46322001

    Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya

    Sanata Dharma

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis

    Judul : Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok Slankers

    Yo gyakarta dalam P emb entukan Fantasi Kolektif

    Pembimbing : Prof. Dr. Augustinus Supratiknya

    Tanggal diuji : 6 JuJi20l7

    Adalah benar-benar hasil karya saya.

    Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat keseluruhan atart sebagiantulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin ataumeniru dalam rangkaian kilimat atau simbol yang sayang seolah-olah sebagaitulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis aslinya.

    Apabila kemudian terbukti bahwa melakukan tindakan menyalin atau meniru

    tuiisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersediamenerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana

    Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, termasuk pencabutan gelas

    Magister Humaniora (M.Hum.) yang telah saya peroleh'

    Yogyakarta, 6 J:uJi 20L7Yang memberi perrrYataan

    iv

    Bayu Citra Raharja

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASIKARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

    Nama : Bayu Citra RaharjaNIM :146322001Program : Magister Ilmu Religi dan Budaya

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

    Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok Slankers Yogyakarta

    dalam Pembentukan Fantasi Kolektif

    Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikankepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalandata, mendistribusikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademistanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada saya selama tetapmencantumkan narna saya sebagai penulis.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di YogyakartaPada tanggal:6 JuJi2}li

    N

    -afbVBayu Citra Raharja

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    MOTO

    Salah adalah anugerah, benar adalah karunia.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Musik menjadi hal yang sudah umum ditemukan di berbagai daerah.

    Dengan segala bentuk kelebihan yang ditemukan di dalamnya, ada satu fenomena

    yang dirasa menggelitik pikiran penulis. Slankers, satu nama yang menggelitik

    pikiran penulis untuk menjadikan dasar dari penulisan ini. Banyak sekali

    anggapan yang mengantarkan kelomok ini menjadi bagian yang tidak dapat

    dipisahkan dalam fenomena musik di Indonesia di era 90an hingga sekarang. Titik

    awal yang menjadi dasar ketertarikan pada objek penelitian Slankers karena

    kelompok ini dianggap sebagai kelompok yang suka rusuh, tidak beraturan dan

    nekat menumpang kendaraan. Tetapi, dalam kenyataannya, kelompok ini juga

    muncul dengan wajah yang berbeda dari padangan umum, seperti peka terhadap

    sosial, alam bahkan dekat dengan penguasa saat ini.

    Di samping penjelasan yang sudah dipaparkan di atas, refleksi kedua yang

    menjadi dasar dalam melihat kelompok Slankers adalah latar belakang penulis

    sebagai penggiat seni khususnya musik. Dengan jejak inilah fenomena Slankers

    bisa digabungkan dengan musik dan fenomena sosial di masyarakat. Jejak-jejak

    keter tarikan ini yang akhirnya memunculkan ide untuk menulis karya tulis yang

    berjudul “Di bawah Payung Slankers: Studi kasus kelompok Slankers

    Yogyakarta Dalam Pembentukan fantasi Kolektif” untuk memenuhi

    persyarakat mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) dan untuk menambah

    kajian-kajian seni dan budaya. Saya berterimakasih kepada:

    1. Tuhan Yang Maha Esa yang benar-benar menunjukkan kebesaranNYA,

    banyak memberikan keajaiban sepanjang hidup saya, dan khususnya selama

    masa belajar saya di Ilmu Religi dan Budaya.

    2. Jalu Bagaskara (hati nurani) yang selalu membimbing saya dan tidak bosan

    untuk memberikan semangat, impian, keyakinan, dan arti perjuangan.

    3. Keluarga saya (Bapak, Ibu, Mbak Mega dan Nada) dan keluarga baru yang

    saya temui di sini (Mas Rossi sekeluarga dan Mbak Nurul sekeluarga), karena

    telah memberikan saya arti sebuah perjuangan dan doa.

    4. Institut Seni Indonesia YK yang sudah memberikan saya modal besar sebagai

    pelajar (mental, ketekunan dan semangat).

    5. Pengajar Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma: Dr.

    Albertus Budi Susanto, S.J., Dr. FX. Baskara T.Wardaya, S.J., Dr. phill. Vissia

    Ita Yulianto, khususnya kepada Dr. Katrin Bandel sebagai dosen pengampu

    mata kuliah bimbingan tesis, Dr. St. Sunardi sebagai pembimbing kedua yang

    sudah sabar membaca dan memberikan tanggapan selama proses penulisan

    tesis, Prof. Dr. Augustinus Supratiknya sebagai pembimbing pertama, Dr.

    Geogorius Budi Subanar, S.J. yang selalu memberikan motivasi untuk terus

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    berkembang, dan kepada Dr. Y. Tri Subagya yang sudah membagikan ilmunya

    dalam proses penelitian.

    6. Teman-teman satu angkatan saya (IRB 2014) Mbak Linda, Mas Pinto, Mas

    Kholis, Mas Angga, Mas Heri, Mas Andreo, Mas Riston, Mbak Martha, Mas

    Malkon, Mas Topan, Mas Frans dan Mas Pinto, khususnya kepada teman-

    teman satu almamater (ISI YK) Wawan, Mas Wahono, Mas Wisnu . Saya

    ucapkan terimakasih untuk ilmu dan canda guraunya yang selalu membuat

    tenang. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, ucapkan terimakasih

    banyak kepada Mas abed, Mas Ben dan Mas Ajay yang sudah dengan ikhlas

    dan rendah hati membantu dan membagikan ilmunya baik dalam hal penulisan

    dan rohani dalam penulisan ini.

    7. Teman-teman KBI 2014 yang sudah membantu memberikan ketenangan

    khususnya Mas Indra dkk yang sudah rela untuk menjadi suplayer makanan

    dan membagi ilmunya. Selain itu, saya ucapkan terimakasih untuk Marita

    Safitri yang sudah turut begadang dalam proses pengerjaan, khususnya revisi.

    8. Teman-teman senior dan junior yang memberikan tambahan amunisi semangat.

    9. Segenap staff Ilmu Religi Budaya khususnya Mbak Desi, Mbak Dita, Pak Mul,

    Mas Puguh, Mas Steve dan Mbak Ester yang selalu menegor dan menjadi

    teman curhat.

    10. Teman-teman Slankers Yogyakarta (Minoritas Slanker Jogja) atas

    partisipasinya dalam penulisan ini.

    11. Tempat saya mencari nafkah dan menjadi keluarga (Purwacaraka Music

    Studio dan keluarga Mae) karena menjadi perantara rejeki dari Tuhan Yang

    Maha Kuasa.

    Bayu Citra Raharja

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

    LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................... iv

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. v

    MOTO ................................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

    ABASTRAK ....................................................................................................... xiii

    ABSTRACT ........................................................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 6

    1.3 Tujuan dan manfaat ........................................................................................... 6

    1.3.1 Tujuan ........................................................................................................ 6

    1.3.2 Manfaat ...................................................................................................... 6

    1.4 Tinjauan pustaka ............................................................................................... 7

    1.4.1 Slankers ..................................................................................................... 7

    1.4.2 Musik dan sosial ...................................................................................... 10

    1.5 Kerangka Teori................................................................................................ 15

    1.6 Metode penelitian ............................................................................................ 24

    1.7 Sistematika Pembahasan ................................................................................. 24

    BAB II SEJARAH SLANK, SLANKERS, DAN SlANKERS

    YOGYAKARTA ................................................................................................. 25

    2.1 Sejarah Kelompok Musik Slank ..................................................................... 25

    2.2 Komunitas Slankers ........................................................................................ 30

    2.3 Komunitas Slankers Yogyakarta ..................................................................... 37

    2.4 Struktur Organisasi Komunitas Slankers Yogyakarta .................................... 43

    BAB III SLANKERS: SEKEDAR MEMINJAM BAHASA SLANK ............ 47

    3.1 Hey Bung! ....................................................................................................... 48

    3.2 Slank Nggak Ada Matinya .............................................................................. 53

    3.2.1 O ya mereka bahagia o ya penuh kedamaian .......................................... 53

    3.2.2 Mawar merahku ....................................................................................... 56

    3.2.3 Gak pake baju atau sobek-sobek: slengean sak kareppe dewe ............... 58

    3.2.4 Potlot rumah kami dan Slank adalah keluarga kami ............................... 61

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    3.3 Saya Slankers tapi Tidak Tefanatik Teman-teman ......................................... 66

    3.3.1 Mungkin orang lain merasa risih namun ini cara saya bersikap ............. 67

    3.3.2 Merakyat dan berdiri di semua golongan ................................................ 72

    3.3.3 Makan gak makan asal ngumpul (Solidaritas) ........................................ 75

    3.3.4 Kalo saya gini terus ya mampus, Slank slengean karena mereka

    dibayar, jika saya ikut mereka anak saya makan apa? .................................... 77

    BAB IV FANTASI DALAM KELOMPOK SLANKERS ............................... 83

    4.1 Konstruksi wacana Slank ................................................................................ 84

    4.1.1 Bangunan Wacana Slank Terhadap Pemerintah...................................... 84

    4.1.2 Wacana yang dikristalkan oleh Slank ..................................................... 90

    4.2 Pengalaman Auditif, Potlot dan Slengean ....................................................... 94

    4.2.1 Pengalaman Auditif ................................................................................. 95

    4.2.1.1 Karya Slank memberikan keretakan dalam diri Slankers ............. 95

    4.2.1.2 Indonesia yang damai .................................................................... 98

    4.2.2 Potlot ..................................................................................................... 104

    4.2.2.1 Potlot menghadirkan Indonesia yang damai ............................... 104

    4.2.2.2 Potlot sebagai proses bertemu dengan aturan ............................. 107

    4.2.3 Slengean ................................................................................................ 111

    4.2.3.1 Slengean sebagai proses membedakan diri ................................. 113

    4.2.3.2 Slengean sebagai ruang artikulasi ............................................... 113

    4.2.3.3 Slengean keutuhan yang disingkirkan ......................................... 118

    4.2.3.4 Slengean sebagai penanda kosong .............................................. 124

    4.2.3.5 Slengean sebagai pengisi kekosongan dalam diri ....................... 126

    4.2.3.6 Slengean pengosong isi ..................................................................... 130

    4.3 Fantasi dalam kelompok Slankers ................................................................. 133

    4.3.1 Fantasi kedamaian dan keharmonisan ................................................... 134

    BAB V PENUTUP ............................................................................................. 148

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 148

    5.2 Rekomendasi ............................................................................................ 153

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 154

    LAMPIRAN ....................................................................................................... 157

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    DAFTAR TABEL

    TABEL 4.1: Lirik Missing Person dan Naik-Naik ke Puncak Gunung ........... 85

    TABEL 4.2: Komentar Slankers mengenai perbedaan komentar pemerintah 92

    TABEL 4.3: Ketertarikan Slankers .................................................................. 92

    TABEL 4.4: Komentar Lagu Maafkan ............................................................. 95

    TABEL 4.5: Imaji Indonesia ............................................................................ 98

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    GAMBAR 1.1: Denah Musik dan Sosial ......................................................... 12

    GAMBAR 1.2: Che voui? ................................................................................ 20

    GAMBAR 2.3: Kaos PLUR 4all ...................................................................... 33

    GAMBAR 2.4: Peresmian Minoritas Slanker Jogyakarta (MSJ) ..................... 39

    GAMBAR 2.5: Bidadari Penyelamat ............................................................... 40

    GAMBAR 2.6: Kartu Tanda Anggota (KTA) SFC Jogja ................................ 42

    GAMBAR 2.7: Struktur Organisasi SFC Yogyakarta ..................................... 45

    GAMBAR 4.8: Ritme Naik-Naik ke Puncak Gunung ..................................... 87

    GAMBAR 4.9: Ritme Dasar Generasi Biroe ................................................... 88

    GAMBAR 4.10: Notasi Tangga Nada Jawa dalam Lagu Bocah ................... 100

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    ABSTRAK

    Budaya bahasa slengean yang populer sejak tahun 1980an di Jakarta

    berkuasa menumbuhkan grup musik Slank. Beberapa perubahan rejim politik

    pemerintahan di Indonesia cukup kuat dipengaruhi oleh kehadiran Slank dan

    Slankers; yang masing-masing pihak juga membawa ambiguitas dan ironi dalam

    jejak-langkah (identitas) masing-masing sampai masa kini.

    Hasrat musik slengean dalam lagu-lagu bertemakan cinta, alam, dan

    kepekaan serta keadilan sosial membuat Slank berdaya selama lebih dari tiga

    dasawarsa (1980an-2017) dan memudahkan pemanfaatan oleh para Slankers

    untuk memayungi fantasi kolektif mereka.

    Penelitian ini adalah paparan negosiasi tiga hal yang saling berkait-erat.

    Pertama, status dan peran rumah ideal Potlot sebagai markas Slank di Jakarta.

    Kedua, daya kuasa lagu-lagu slengean sebagai perlawanan kontestasi Slank.

    Ketiga, gaya hidup pengalaman slengean mereka, membuat para Slankers - kasus

    di Jogja - mampu memperkembangkan fantasi kedamaian dan keharmonisan demi

    (utopia?) tatanan dunia yang lebih baik, adil dan manusiawi.

    Slengean dipahami sebagai simbol ketidakberaturan yang diformulasikan

    ulang dan berubah menjadi aturan. Keberlanjutan perubahan seperti dalam

    konteks slengean tersebut merupakan topangan fantasi kedamaian yang dialami

    para Slankers,

    Kesimpulan, harapan dan sumbangan penelitian ini yaitu bahwa ruang

    negosiasi Slankers yang disediakan masyarakat plural perkotaan Indonesia - studi

    kasus Jogja - menjamin keberlangsungan slengean dan fantasi kolektif dalam

    perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang digerakkan kalangan muda

    dan terpinggirkan dalam masyarakat Indonesia.

    Kata kunci: Slank, Slankers, Slengean, Musik dan Fantasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    ABSTRACT

    The popularity of language culture of slengean since 1980’s in Jakarta was

    able to grow Slank as a music group. Some changes of goverment-political regime

    in Indonesia were strongly influenced by the presence of Slank and Slankers; in

    which each of them brought ambiguity and irony in their identity until now.

    Desire of slengean music in the songs with themes of love, nature,

    sensitivity, and justice made Slank capable for more than three decades (1980’s -

    2017) and facilitated some utilization by Slankers to protect their collective

    fantasy as the umbrella.

    This research was the explanation of negotiation of three related things.

    First, status and role of Potlot as an ideal house referred to a base camp of Slank

    in Jakarta. Second, the role of slengean songs as Slank’s disputed resistance.

    Third, Slank’s lifestyle of slengean experience made Slankers (in some cases in

    Yogyakarta) able to develop fantasy of peacefulness and harmony for the sake of

    (utopia?) a better, fair, and humanity world order.

    Slengean as a disorder symbol which was reformulated changed to be an

    order. The continuity of change in the slengean context was a prop of fantasy of

    peacefulness that Slankers experienced.

    In conclusion, the hope and contribution of this research was that Slankers’

    space of negotiation were prepared by plural-citizen society of Indonesia. In case

    study of Yogyakarta, it guaranteed the continuity of slengean and collective

    fantasy in social change, culture, economy, and politic that was moved by young

    generation and marginalized in Indonesian society.

    Keywords: Slank, Slankers, Fantasy, Music,and Slengean

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dalam musik Indonesia, popularitas beberapa grup musik berdampak pada

    munculnya berbagai kelompok penggemar (musik/band/genre) tertentu yang

    kerap mendengarkan, menyanyikan karya idola mereka, dan mengikuti gaya dan

    wacana sang idola. Hal ini dapat menjadi suatu persatuan dari berbagai golongan

    masyarakat dengan bentuk yang berbeda, seperti gaya mohawk ala punk dan

    rambut gimbal ala reggae. Dua kelompok tersebut merupakan kelompok yang

    sudah dikenal masyarakat luas dengan corak yang ditampilkan. Fenomena

    semacam ini terkait dengan pembentukan komunitas-komunitas pecinta grup

    musik tertentu yang dapat ditemukan dalam dunia musik Indonesia.

    Dalam musik Indonesia sendiri, dua contoh kelompok penggemar lainnya

    adalah Baladewa yang mengidolakan grup musik Dewa dan OI (Orang Indonesia)

    atau Fals Mania yang mengidolakan Iwan Fals. Kemunculan dua kelompok ini

    disertai dengan bentuk wacana yang mengelilingi keberadan kelompok

    penggemar. Contohnya, Iwan Fals, Dewa 19, Rhoma Irama, Harry Roesli, dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Slank yang karyanya mengarah pada kritik pemerintah (Orde Baru).1

    Slank, salah satu grup musik yang diidolakan, menghasilkan karya-karya

    yang dekat dengan golongan masyarakat kelas bawah dan sekaligus penggemar

    yang disebut sebagai Slankers. Slank sering menghasilkan karya-karya yang dekat

    dengan golongan kelas bawah seperti petani dan buruh.2 Karya semacam ini

    menjadi pembeda pertama Slank dari grup musik lain di era yang sama, seperti

    Dewa 19 yang mengarah pada kelompok pop alternatif yang merepresentasikan

    trend musik dunia.3 Ditambah, Slankers bersama Slank memiliki ciri khas dengan

    istilah slengean yang memiliki arti sikap apa adanya dan tidak peduli pendapat

    orang lain tentang diri mereka.4 Ciri khas dan istilah slengean ini adalah pembeda

    kedua Slank dan Slankers dengan kelompok penggemar musik yang lain.

    Slankers adalah kelompok penggemar yang mengidolakan lima orang dalam

    satu kelompok musik Slank. Slank lahir pada tahun 80an yang memiliki dua

    personil tetap yaitu Bimo setiawan Almachzumi (Bimbim) dan Akhadi Wira

    1Di dalam buku Jeremy Wallach yang berjudul (Modern Noise, Fluid Genres Popular Musik In

    Indonesia 1997-2001, The University of Wiscnsin Press, 2008, Amerika, hal 16) memberikan

    penjelasakan mengenai fungsi lembaga sensor di era Soeharto. Beberapa nama kelompok musik

    seperti Rhoma Irama, harry Roesli, Iwan Fals, Slank dan Dewa 19 merupakan kelompok yang

    menganggap lembaga sensor tidak cukup kuat untuk menahan kreatifitas musikal mereka yang

    mengarah pada kritik pemerintah di era Soeharto. 2Yogi Febrian, Skripsi Representasi Ekologi Politik Dalam Lirik lagu “Anti Nuklir” Karya Band

    Slank (Studi Analisis wacana kritis Van Dijk tentang Representasi Ekologi politik Dalam Lirik

    Lagu “Anti Nuklir” Karya Band Slank), Program Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi humas

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung, 2014, hal 7. 3Op.cit. Jeremy Wallach, hal 31. Pada bagian ini Jeremy Wallach membagi trend musik pop

    Indonesia pada periode 1997-2001 menjadi empat kategori. Pertama pop nostalgia 1960-1980

    (Broery Maranthika, Frankie Silahatua, Leo Kristi, dan Gombloh), pop kreatif/pop alternatif

    (Cokelat, Dewa (Dewa 19), Padi, Potret, Sheila on 7, danWong), pop kelas atas (Titi DJ,

    Krisdayanti, Ruth Sahanaya, and Glenn Fredly) dan urban (R&B). 4Rovi Ashari, Skripsi “Slank Adalah Aku”(Studi Eksploratoris tentang Pengidolaan yang

    Mempengaruhi Gaya Hiduppada Penggemar Slank Pekalongan Slankers Club (PSC) Pekalongan),

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009, hal xcii.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Saatriaji (Kaka). Kelompok pecinta Slank atau Slankers ini berkembang di

    seantero Indonesia. Munculnya kelompok Slankers yang tersebar di berbagai

    tempat ini tidak hanya muncul dengan kesamaan atas kecintaan terhadap Slank

    tetapi juga dipengaruhi oleh latar belakang lain, misalnya persoalan hidup yang

    dirasakan Slankers.

    Jejak historis dari komunitas Slankers sendiri sangat berguna untuk melihat

    fenomena Slankers. Gaya yang nampak dari kelompok Slank sering diwacanakan

    sebagai golongan yang mengkritik pemerintah. Munculnya wacana ini merupakan

    hasil yang terbentuk dari dinamika antara rakyat dan elit politik. Jejak yang dibuat

    dalam aktivitas penggemar semacam ini menimbulkan banyak hal yang nampak

    dan menjadi corak bagi Slankers, contohnya adalah penggunaan pernak-pernik

    Slank. Kata corak merupakan kata yang sengaja digunakan untuk memperlihatkan

    bahwa ada sesuatu yang direproduksi dan dibayangkan dalam diri Slankers.

    Karya-karya Slank menjadi refleksi kritik terhadap persoalan sosial dan gejolak

    politik, salah satunya adalah album Mata Hati Reformasi (Juli 1998). Slank

    membuat karya seperti Missing Person (Trend Orang Hilang), Naik-naik ke

    Puncak Gunung dan Ketinggalan Jaman. Dalam karya ini Slank membuat karya

    yang mengarah pada kritik atas gaya politik yang terjadi pada masa Orde Baru.

    1998 merupakan tahun yang berarti bagi penggemar Slank di berbagai

    daerah. Tahun ini adalah tahun dimana Slank membentuk divisi penggemar dalam

    manajerialnya dengan nama SFC (Slanker Fans Club). Kemunculan Slankers

    Yogyakarta pada tahun 1998 menimbulkan banyak spekulasi yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    melatarbelakangi kemunculannya. Hal ini direspon positif oleh penggemar Slank

    Yogyakarta yang tadinya tidak diwadahi. Lantas mereka membentuk kelompok

    Slankers dibawah SFC dengan nama “Pulau Biru”. Namun dalam perjalanannya,

    kelompok ini berganti menjadi “Minoritas Slanker Jogja (MSJ)” pada tahun

    2003.5

    Satu ikatan yang tidak bisa dilepaskan dari fenomena Slank adalah Slank,

    Slankers dan wacana slengean6. Slengean dalam konteks ini memiliki hubungan

    pada gaya dan ideologi dari Slank yang mengatasnamakan kebebasan. Kebebasan

    dalam hal ini menyinggung tindakan represif pemerintah pada masa Orde Baru.

    Gaya yang digunakan dalam kelompok Slank ini lantas ditiru oleh Slankers selaku

    penggemar Slank. Dapat dikatakan bahwa gaya yang ditampilkan oleh kelompok

    Slank merupakan wadah dalam upaya untuk mengkomunikasikan sesuatu.

    Struktur yang tertuang dari kejadian ini bisa menjadi semacam tanda untuk

    melihat apa yang sebenarnya terjadi dalam diri Slankers. Lahan yang bisa digali

    dari mekanisme ini mengarah pada tiga arena pokok yaitu pengalaman karya,

    narasi, dan latar belakang Slankers bersosial.

    Beberapa penjelasan yang sudah dipaparkan di atas mengantarkan pada satu

    konsepsi mengenai Slankers. Kecintaan serta kemunculan Slankers dilatar

    5Wawancara dengan Mas Aat (Ketua Komunitas Minoritas Slankers Jogja) pada tanggal 29 Maret

    2016. 6 Penggunaan ejaan kata “slengean” merujuk pada empat karya tulis yang memiliki keserupaan

    tema pembahasan tulisan. Karya tersebut adalah “Slank dan Slankers di Kota Makasar (Sebuah

    Kajian etnografi)” karya dari Hery Wahyudi 2011, “Pembentukan Identitas Slankers Melalui

    Pemaknaan Terhadap Simbol-Simbol Budaya Musik Slank” karya Adisty Dwi Anggraini 2008,

    “Komunikasi Sosial Budaya Komunitas Slankers Club Solo dengan Masyarakat” karya Sendy

    Rizky Ariefa’ie 2015 dan “Dari CikiniStone Complex hingga Slank: Sebuah Catatan Perjalanan

    Slank (1983-1996)” karya Fahmi Firmansyah 2011.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    belakangi oleh citra yang dimunculkan Slank dengan idiom slengean yang

    berbentuk perlawanan terhadap pemerintah. Ditambah lagi, karya-karya Slank

    merupakan simbol dari kritik terhadap penguasa (pemerintah).

    Selain hubungannya dengan protes terhadap pemerintah, Slankers memiliki

    jalan hidup bebas bertindak sesuka hati sebagai sebuah dunia yang. Pandangan ini

    menghasilkan adanya rasa nyaman menjadi Slankers ketika banyak orang

    menganggap Slankers sebagai orang-orang yang aneh. Rasa nyaman ini yang

    ingin Slankers peroleh sebagai sebuah perlindungan atau payung di dalam

    kehidupan bermasyarakat.

    Payung dalam penelitian ini yaitu slengean karena jika dianalogikan sebagai

    bentuk payung, Slengean memberikan perlindungan dari hal yang menindas

    (pemerintah) dan menjanjikan kebebasan bertindak di kehidupan bermasyarakat.

    Pada kenyataannya, Slankers harus bernegosiasi dalam menggunakan payung

    tersebut karena perlindungan itu tidak sepenuhnya melindungi mereka. Oleh

    karena itu, negosiasi antara Slankers dan penggunaan payung atau perlindungan

    tersebut di analisa dalam penelitian ini.

    Payung menghasilkan bayangan yang membuat subjek merasa teduh dan

    nyaman, dimana bayangan ini merupakan fantasi dalam Slankers. Munculnya

    fantasi ini dipengaruhi oleh cara Slankers memaknai ulang karya-karya Slank.

    Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada fantasi di dalam kelompok Slankers

    dimana fantasi tersebut sebagai penutup rapuhnya slengean yang mereka miliki.

    Sehingga, fantasi dijadikan sebagai dasar penelitian dan penulisan ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    1.2 Rumusan Masalah

    Gerak dari keterlibatan Slankers dalam lingkup masyarakat tidak lepas dari

    berbagai macam hal yang membuatnya membentuk komunitas Slankers. Lingkup

    dari pertemuan antara individu ketika berhadapan dengan sistem yang

    dipersonifikasikan pada sistem simbolik membentuk beberapa konsekuensi di

    dalamnya. Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada Slankers tersebut,

    terdapat tiga rumusan pertanyaan sebagai berikut.

    1. Apakah resistensi pada pemeritah merupakan dasar utama ketertarikan

    Slankers pada Slank?

    2. Bagaimana Slankers memaknai karya Slank (lagu, Potlot dan slengean)?

    3. Fantasi seperti apakah yang ada dalam Slankers?

    1.3 Tujuan dan manfaat

    1.3.1 Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Menjelaskan dasar utama ketertarikan Slankers.

    2. Menjelaskan cara Slankers memahami hal-hal yang berhubungan dengan Slank

    (lagu, Potlot dan slengean).

    3. Mencari fantasi yang saat ini ada di dalam diri Slankers.

    1.3.2 Manfaat

    Manfaat dalam ranah kajian budaya serta kajian musik:

    1. Dapat menjadi rujukan dalam penelitian serupa dalam ranah seni khususnya

    musik dan sosial.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    2. Melihat secara lebih mendalam mengenai musik sebagai sebuah simbol bagi

    beberapa golongan masyarakat.

    Manfaat untuk masyarakat:

    1. Memahami fenomena musik dalam mempersatukan masyarakat dalam satu

    golongan dengan satu ikatan (musik).

    1.4 Tinjauan pustaka

    Bagian ini merangkum beberapa penelitian yang memiliki keserupaan

    mengenai topik, pembahasan, dan fenomena Slankers. Lima kajian yang pernah

    dilakukan oleh beberapa peneliti dengan tema yang serupa digunakan sebagai

    bahan perbandingan untuk mendukung penelitian ini. Berikut adalah dua ulasan

    yang dibuat kedalam dua bagian meliputi kajian tersebut.

    1.4.1 Slankers

    Bagian pertama ini merangkum beragam penjelasan serta tulisan yang

    membahas mengenai Slankers lewat sudut penjelasan yang berbeda. Di dalam

    tulisan yang berjudul “Budaya Populer dan Komunikasi: Impak Kumpulan Slank

    Terhadap Slankers di Indonesia” dari Rizky Hafiz Chaniago dan Fuziah Kartini

    Hassan Basri, Slank merupakan wadah dari resistensi politik yang berkembang di

    Indonesia. Karya Slank menyuarakan mengenai gejala negatif di masyarakat serta

    menarasikan kondisi politik yang dianggap kurang baik. Slank membawa wacana

    mengenai PLUR (Peace, Love, Unity dan Respect) sebagai salah satu jargon

    utama kelompok Slank. Nilai yang nampak dari PLUR merupakan nilai yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    dibuat oleh Slank yang mengarah pada kebersatuan, kedamaian, rasa peduli, dan

    cinta yang diaktualisasikan pada sesama manusia dan alam.7

    Tulisan berikutnya yang memberikan penegasan dari “Budaya Populer dan

    Komunikasi: Impak Kumpulan Slank Terhadap Slankers di Indonesia” adalah

    karya tulis yang berjudul “Strategi Positioning Slank dalam Menanamkan Citra

    sebagai Salah Satu Grup Band di Indonesia” dari M.Ronald Reagan dan Yeni

    Rosilawati yang mengangkat tema mengenai positioning8. Tulisan ini

    memberikan penjabaran mengenai brand yang dijual oleh kolompok Slank dan

    gaya hidup Slank yang terkesan anti kemapanan (apa adanya) dan bebas. Dua hal

    ini menjadi pintu masuk bagi kelompok musik Slank dalam panggung hiburan

    sehingga wacana anti kemapanan dan bebas ini diterima oleh masyarakat.9

    Tulisan berikutnya yang lebih mendalam lagi adalah karya tulis yang

    berjudul “Slank Adalah Aku” (Studi Eksploratoris tentang Pengidolaan yang

    Mempengaruhi Gaya Hidup pada Penggemar Slank Pekalongan Slankers Clup

    (PSC) Pekalongan) karya Rovi Ashari. Karya tulis ini menyajikan pijakan dalam

    metodologis dan struktur penulisan yang berarah pada dinamika sosial kelompok

    Slankers. Lingkup sosial ditempatkan pada wilayah yang memiliki korelasi

    bersifat timbal balik. Timbal-balik disini lebih menempatkan sebagai gejolak

    7Rizky Hafis Chaniago dan Fuziah Kartini Hassan Basri, Budaya Popular dan Komunikasi: Impak

    Kumpulan Slank Terhadap Slankers di Indonesia, Jurnal Komunikasi, Malaysian Journal of

    Communication, 2011, Universiti Kebangsaan Malaysia, Jillid 27(1): 91-100. 8 Konsep ini dalam pengertian tradisional mengatakan bahwa positioning merupaan sebuah strategi

    untuk memnangi dan menguasai benak pelanggan melalui produk yang ditawarkan. 9M.Ronald Reagan dan Yeni Rosilawati, Strategi Positioning Slank dalamMenanamkan Citra

    sebagai Salah Satu GrupBand di Indonesia, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 1, Juni

    2009: 1-118, Universitas Atma jaya Yogyakarta.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    sosial yang menjadi bahan pengkaryaan dalam upayanya untuk media refleksi.

    Karya Slank yang dianggap sebagai karya yang mengangkat isu sosial dan

    solidaritas menjadi perwakilan dari generasi muda dalam mereflekikan dirinya

    dan lingkungan sosial.10

    Tiga karya tulis ini menjadi referensi dan titik pembeda dengan penelitian

    yang dibahas dalam keseluruhan karya tulis ini. Titik pertama yang menjadi

    pembeda adalah pengalaman musikal masing-masing Slankers. Pengalaman

    musikal atau pengalaman estetik dalam bidang musik merupakan tonggak awal

    dalam membuka yang ada di dalam diri Slankers. Titik rujukan awal mengarah

    pada daya persepsi yang dikontekskan pada sisi sosial Slankers. Dalam artian, sisi

    estetik dalam hal ini dibahas bersama deretan sisi kritis dalam lingkup sosial

    masyarakat. Peta ini membuka beberapa hal yang menjadi modal pembeda

    selanjutnya. Daya refleksi yang berkaitan dengan pengalaman musikal dan sosial

    masyarakat memberikan residu yang mengarah pada fantasi.

    Fantasi dalam penelitian ini merupakan pembeda dari penelitian yang sudah

    disebutkan di atas. Fantasi dalam hal ini merujuk pada fantasi kolektif yang

    muncul dalam komunitas Slankers. Kedua korelasi ini membangun konsepsi

    mengenai keutuhan diri Slankers dari refleksi antara karya Slank, Slankers dan

    masyarakat tentunya. Lingkup berikutnya memberikan ulasan mengenai resistensi

    yang hadir dari Slankers itu sendiri dalam sistem masyarakat tentunya. Resistensi-

    10Rovi Ashari, Skripsi “Slank Adalah Aku”(Studi Eksploratoris tentang Pengidolaan yang

    Mempengaruhi Gaya Hiduppada Penggemar Slank Pekalongan Slankers Club (PSC) Pekalongan),

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009, hal xiii.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    resistensi semacam ini menjadi pembahasan yang nantinya berujung pada

    pembentukan kelompok Slankers.

    1.4.2 Musik dan sosial

    Bagian kedua ini memberikan pandangan mengenai kerangka konseptual

    yang memiliki tendesi yang serupa dengan rancangan topik penulisan ini. Karya

    tulis pertama yang digunakan yaitu “What is Sociological About Music?” dari

    William G. Roy dan Timothy J. Dowd.11 Tulisan ini memberikan denah mengenai

    posisi karya musik yang berada di tengah-tengah masyarakat. Tulisan ini sengaja

    diambil karena tulisan ini menjadi pintu masuk interaksi antara musik, sosial dan

    masyarakat. Tulisan ini memberikan pemahaman pada alur pemikiran yang

    berlandas pada kerangka musik dan elemen yang membentuknya dalam ranah

    masyarakat sehingga bisa dikorelasikan pada penggemar. Dalam hal ini musik

    diletakkan pada posisi di tengah-tengah antara bentuk sosial yang membangun

    corak musik dan sosial yang dipengaruhi oleh musik itu sendiri. Sisi lainnya yang

    menjadi titik tumpu adalah musik sebagai aktifitas. Namun, penjelasan ini tidak

    hanya berguna dalam melihat sisi musikalitas, tetapi juga bisa melihat hal yang

    lebih luas dalam karya ataupun dalam refleksi individu dalam hubungannya

    dengan merituskan (berkegiatan dengan mengidentikkan Slank) serta

    mengidentikkan diri dengan musik tertentu. Pemahaman mengenai interaksi antar

    individu merupakan pintu yang terbuka untuk melihat gerak dari refleksi antara

    penggemar dan idola. Titik kesamaan dalam hal ini mengarah pada pola interaksi

    11William G. Roy dan Timothy J. Dowd, What is Sociological About Music?, Annual Review of

    Sociology, Vol. 36: 183-203 (Volume publication date 11 August 2010).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    antara individu dalam memproduksi wacana yang mengitari kelompok sehingga

    muncul kecenderungan memilih satu hal yang dianggap menarik.

    Satu tulisan lagi yang bisa dianggap sebagai rujukan adalah Hardcore:

    Subculture American Style karya dari Susan Wilis.12 Tulisan ini memberikan

    penjelasan mengenai corak-corak subkultur yang bermunculan di Amerika. Secara

    konseptual, karya tulis ini memberikan rangkaian dalam melihat kelompok

    subkultur pada sisi yang mengarah pada resistensi yang ada di dalam kelompok

    subkultur Amerika. Resistensi yang muncul ini memberikan wujud pada gaya

    subkultur. Gaya yang hadir menjadi karakter yang muncul pada kelompok

    subkultur.

    Pada bagian akhir ini diperlihatkan denah besar mengenai hubungan antara

    musik dan sosial seperti gambar berikut:

    12Susan Willis, Hardcore: Subculture American Style, Critical Inquiry, Vol. 19, No. 2 (Winter,

    1993), pp. 365-383, University of Chicago Press.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    Gambar 1.1: Denah Musik dan Sosial

    Berdasarkan Gambar 1.1, runtutan dalam bagian pertama denah

    menempatkan musik berada pada posisi di tengah dan diapit dengan berbagai

    aspek kehidupan. Gejolak yang berada pada interaksi antara diri dan di luar diri

    membuat individu perlu membuat ruang sebagai wadah bernegosiasi antara diri

    dan lingkungan. Struktur yang mencakup sisi internal atau sisi eksternal dalam

    musik memiliki jejak dari aspek di luar musik seperti ekonomi, sosial, dan politik.

    Kekuatan dari gerak ini memberikan konstribusi pada ilmu (yang mengarah pada

    pemikiran) dan gerakan sosial. Semua terlahir dari dua konsepsi mengenai musik

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    sebagai objek dan musik sebagai aktivitas dalam masyarakat atau komunal

    tertentu. Musik sebagai aktivitas mengarah pada tindakan-tindakan menyamakan

    diri atau fetis pada idola, seperti gaya berpakaian. Pada sisi objek, musik bisa

    menjadi wadah yang dapat memberikan pengalaman musikal dalam diri ataupun

    kolektif.

    Ketertarikan penggemar dalam menyamakan diri dengan idola dan

    mengkonsumsi karya tidak luput dari kapital (modal) yang mereka miliki dalam

    dirinya. Struktur ini memberikan penggemar untuk mendekatkan dirinya pada

    karakter tertentu dalam sebuah aktivitas musikal. Hal ini membuat penggemar

    memiliki corak pembeda antara dirinya dengan berbagai macam corak yang ada di

    masyarakat. Bermacam sistem yang menyelimuti kedirian penggemar

    membuatnya untuk berhadapan dengan sistem-sistem yang membuat dirinya tidak

    merasakan kepuasan. Alhasil apa yang dilakukan adalah bentuk negosiasi yang

    berkaitan dengan lingkungan dan sisi kesejarahan dalam diri penggemar.

    Sehingga, seperti yang tertulis pada denah di atas, ada formasi sosial yang berbeda

    dengan sistem umum yang ada dalam masyarakat dan pembuatan sistem baru

    yang berbeda dengan sistem umumnya. Corak baru ini memiliki gaya untuk

    melegitimasiakan keberadaan dirinya sendiri.

    Bagian ini sarat dengan beberapa faktor penentu seperti aturan dan

    kehendak bebas (hasrat). Hasrat merupakan hasil dari ketidakmampuan norma

    atau sistem untuk memberikan kepuasan dalam diri subjek. Jika hal ini menjadi

    bentuk yang melibatkan sistem komunal serta melibatkan banyak orang di

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    dalamnya, pola ini mengarah pada gerakan yang memiliki kepentingan dan tujuan.

    Konsep ini sangat berguna untuk melihat fenomena Slankers. Dalam posisi ini,

    musik sebagai objek dan aktivitas menjadi sangat penting untuk memperlihatkan

    cara Slankers menggunakan material (lagu, slengean, Slank dan Potlot) di tengah

    masyarakat.

    Satu hal yang tidak bisa dilepaskan dalam hubungan antara idola dan

    penggemar adalah peranan teknologi (Internet). Melalui Internet, penggemar bisa

    mengakses karya serta halaman idola secara cuma-cuma dan sedikit batasan.

    Internet menjadikan idola semakin dekat dengan penggemar karena jangkauan

    serta kemudahan yang diberikan, seperti, blog, facebook dan youtube. Melalui

    internet pula, ada jalinan interaksi ketika terjadi proses mengakses karya.

    Hubungan ini terjalin karena ada dua pelaku yang menguplod dan mengunduh

    karya (online communities).13

    Tiga hal yang menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

    yaitu pengelaman auditif, penggunaan makna slengean, dan fantasi dalam

    Slankers. Pada pengalaman auditif, penelitian ini menjelaskan ketertarikan

    Slankers dan membahas sedikit tentang musikalitas. Pada penggunaan makna

    slengean, penelitian ini berfokus pada penggunaan slengean dan perubahannya.

    Pada fantasi dalam Slankers, fantasi dalam penelitian ini melihat frame fantasi di

    dalam Slankers yang menjadi pemersatu mereka.

    13 Mia Consalvo dan Charless Ess (edt), The Handbook of Internet Studies, Wiley-Blackwell,

    United Kingdom, 2011, hal 440-450.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    1.5. Kerangka Teori

    Pada penelitian ini, konsep fantasi oleh Jacques Lacan digunakan sebagai

    dasar penulisan. Konsep ini berguna untuk memperlihatkan polemik dan alasan

    ketertarikan Slankers pada Slank. Fantasi dalam penelitian ini adalah bentuk

    visual untuk menopang keberadaan subjek simbolik.

    How are we to understand the fundamental fantasy as the locus in which the subject

    emerges as a consequence of the knotting together of the three orders of the Symbolic,

    the imaginary, and the Real? First of all, the fundamental fantasy should be regarded

    as a “compromise formation’ par excellence: indeed, it is both the consequence of and

    a reaction (a defense) against the fact that the symbolic Other of the signifiers is a

    structurally lacking order.14

    Berdasarkar kutipan di atas, fantasi merupakan salah satu bagian yang

    terdapat dalam kerangka teori psikoanalisa yang digagas oleh Lacan yang

    dijelaskan melalui denah Graph of Desire. Fantasi bisa diartikan sebagai jawaban

    atas tuntutan pernyataan yang keluar dalam diri dalam upayanya mempertanyakan

    kembali keinginan liyan/Other. Hal ini terjadi karena dunia simbolik memiliki

    kekuatan untuk mengatur subjek untuk patuh atas perintahnya. Tolak ukur yang

    muncul di dalam dunia simbolik ini adalah ketika seseorang diperkenalkan dengan

    bahasa dan hukum sosial (Other atau liyan).

    Salah satu dampak ketika seseorang memasuki dunia simbolik adalah

    munculnya kastrasi. Dalam dunia musik contohnya, pada masa Orde Baru,

    lembaga sensor sangat aktif menyaring konten-konten yang berbau kritik

    khususnya seni. Tujuan yang ingin dicapai adalah menyamakan satu

    bahasa/aturan di masyarakat.

    14 Lorenzo Chiesa, Subjectivity and Otherness, A Philosophical Reading of Lacan, The Mit Press,

    London, 2007, hal 142.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    Liyan memaksa seseorang untuk patuh dalam tindakan dan berbahasa sesuai

    dengan aturan yang dimiliki oleh liyan. Pada tatanan ini pula subjek menemukan

    celah-celah yang kosong dari liyan itu sendiri. Celah kosong yang dirasakan oleh

    subjek merupakan hasil dari tranformasi ketika subjek berada pada tatanan need

    (imajiner) dan menghasilkan hasrat (desire). Selain mekanisme mengenai

    perubahan need dan demand, dunia simbolik juga menjadikan individu sebagai

    subjek simbolik dan subjek ketidaksadaran. Ketidaksadaran yang dirasakan oleh

    subjek merupakan wilayah yang muncul ketika dirinya menjadi subjek bahasa

    atau bemasyarakat. Pengaruhnya terletak pada bagaimana ketidaksadaran ini

    terlihat berada di dalam dan tidak keluar, namun ketidaksadaran memiliki

    kecenderungan untuk keluar dalam ranah bahasa. Munculnya ketidaksadaran ini

    melalui lelucon (joke), mimpi (dream) atau kesalahan berbicara (slip of tongue).

    Need manusia merupakan sikap alamiah yang berkutat pada kebutuhan oral

    dan anal. Namun ketika manusia memasuki wilayah simbolik semua kebutuhan

    itu tidak semua bisa dilampiaskan dalam ruang kehidupan bersosial. Munculnya

    dunia bahasa dengan seperangkat hukum yang ada di dalamnya membuat

    sebagian kehendak dalam need tidak dapat dikenali keberadaannya. Hal ini

    memiliki jejak yang muncul pada dunia simbolik melalui hasrat dalam diri.

    Dunia simbolik melalui kastrasi menimbulkan keinginan yang tidak dapat

    teraktualisasikan. Hal ini menimbulkan sesuatu yang hilang dalam dirinya. Hasil

    yang muncul dalam bagian ini adalah subjek yang mengalamai kekosongan dalam

    dirinya ($). Celah kosong yang dirasakan oleh subjek bahasa ini karena kondisi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    ketidakmungkinan (traumatik atau real) dalam dirinya. Kata real yang dimaksud

    adalah pesona dunia simbolik yang memberikan kenikmatan ternyata tidak benar

    adanya. Dengan kata lain, real merupakan kondisi ketidakmungkinan dalam

    mencapai posisi nikmat dalam tatanan simbolik (impossibility). Sebagai

    tambahan, fenomena yang terjadi pada Slankers bisa dijadikan contoh.

    Sehubungan dengan pandangan Slankers mengenai demokrasi, salah satu

    dari mereka mendefinisikan demokrasi saat ini adalah demokrasi keblinger.15

    Asumsi ini muncul ketika demokrasi yang dijadikan landasan untuk bebas dalam

    berekspresi16 diartikan sebagai bentuk kebebasan yang tidak mengenal aturan.

    Sehingga, hal ini membuat Slankers gelisah.

    Slankers memang merupakan salah satu golongan masyarakat yang sering

    dihubungkan dengan kebebasan. Tetapi, ketika kebebasan itu sudah nampak,

    mereka merasa kebebasan yang diinginkan bukan seperti kebebasan saat ini.

    Terdapat celah kosong yang mereka rasakan. Sehingga, yang dirasakan oleh

    Slankers adalah ketidakpuasan karena demokrasi saat ini tidak memberikan

    keinginan mereka yang utuh (impossibility).

    The real emerges as that which is outside language and inassimilable to symbolization.

    It is ‘that which resists symbolization absolutely' or, again, the real is ‘the domain of

    whatever subsists outside symbolisation’. This theme remains a constant throughout

    the rest of Lacan’s work, and leads Lacan to link the real with the concept of

    impossibility. The real is ‘the impossible’ because it is impossible to imagine,

    impossible to integrate into the symbolic order, and impossible to attain in any way. It

    15 Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016. 16 R. Kristiawan, Penumpang Gelap Demokrasi Kajian Liberalisasi Media di Indonesia, Aliansi

    Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Jakarta, 2013, hal 3.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    is this character of impossibility and resistance to symbolization which lends the real

    its essentially traumatic quality.17

    Berdasarkan kutipan di atas, kondisi ketidakmungkinan yang dirasakan oleh

    subjek mengantarkan diri subjek pada fantasi yang dirasakan oleh subjek itu

    sendiri. Fantasi sendiri memiliki sifat yang mengarah pada bagaimana subjek

    melihat aspek dunia simbolik ini nyatanya tidak memiliki perangkat yang cukup

    untuk memuaskan subjek yang berada di dalamnya. Fantasi ini semacam frame

    yang muncul dalam benak diri subjek dalam melihat dunia atau aturan yang

    disajikan dalam dunia simbolik. Fantasi juga muncul ketika subjek merasakan

    objek hasrat yang ada di hadapan subjek. Dengan adanya fantasi inilah seolah-

    olah objek memiliki kenikmatan serta menjadi nikmat untuk selalu dikejar.

    Gambaran ini bisa memperlihatkan latar yang mendasari Slankers untuk

    tetap berada dalam satu wilayah. Salah satu contoh yang dapat diperlihatkan

    adalah tata cara berbusana. Tata busana yang terkesan slengean, tidak rapi, dan

    cuek merupakan cara yang Slankers gunakan dalam kehidupan sehari-hari.18

    Walaupun banyak orang yang menganggap gaya semacam ini adalah gaya yang

    kotor, Slankers tetap merasa senang ketika menggunakannya. Hal ini karena

    topangan dari realitas yang dimunculkan oleh Slankers berlandaskan pada fantasi

    yang berada di dalam dirinya.

    While Lacan accepts Freud’s formulations on the importance of fantasy and on its

    visual quality as a scenario which stages desire, he emphasizes the protective function

    of fantasy. Lacan compares the fantasy Scene to a frozen image onm a cinema screen;

    just as the film may be stopped at a certain point in order to avoid showing a traumatic

    17 Dylan Evans, An Introductiory Dictionary of Lacanian Psychoanalysis, Routledge, London dan

    New York, 1996, hal 162. 18 Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    scene which follows, so also the fantasy scene is a defence which veils castration. The

    fantasy is thus characterized by a fixed and immobile quality.19

    Berdasarkan kutipan di atas, munculnya fantasi dalam diri memilik korelasi

    pada hasrat di dalam diri dan menjadi penolak dari hadirnya kastrasi yang muncul

    dalam dunia simbolik. Beragam aturan yang muncul dalam dunia simbolik

    menimbulkan hasrat dalam diri subjek yang merasa tidak terpuaskan dalam dunia

    simbolik. Kekangan serta hasrat dari liyan yang selalu menginginkan subjek-

    subjek untuk patuh pada ketetapan yang liyan buat menimbulkan keinginan untuk

    lari dari kekangan tersebut. Fantasi dalam hal ini semacam gambaran visual yang

    memberikan kengerian dari liyan dan kenikmatan terhadap objek hasrat. Dengan

    artian lain, fantasi sendiri juga menjadi tanda di mana subjek memiliki hasrat dan

    merindukan objek yang tidak didapat dalam dunia simbolik.

    The conclusion that we are here dealing with racism is further confirmed by the fact that this

    'Che vuoi?' erupts most violently in the purest, so to say distilled, form of racism, in antiSemitism: in the anti-Semitic perspective, the Jew is precisely a person about whom it is

    never clear ‘what he really wants;-that is, his actions are always suspected of beign guided by

    some hidden motives (the Jewish conspiracy, world domination and the moral corruption of

    Gentiles, and so on). The case of anti-Semitism also illustrates perfectly why Lacan put, at the

    end of the curve designating the question ‘Che vuoi?’ the formula of fantasy ($a): fantasy is

    an all answer to this ‘che vuoi?’; it is an attempt to fill out the gap of the question with an

    answer. In the case of anti-semitism, the answer to ‘What does the Jew want?' is a fantasy of

    ‘Jewish conspiracy’: a mysterious power of jews to manipulate events, to pull the strings behind

    the scene. The crucial point that must be made here on a theoretical level is that fantasy

    functions as a construction, as an imaginary scenario filling out the void, the opening of desire of the Other. By giving us a definite answer to the question ‘what does the Other want?’20

    Fantasi berada pada posisi ($a). Makna yang terletak dalam bagian ini

    adalah ketika subjek terbelah ($) berhadapan dengan objek hasrat dan mengetahui

    bahwa dunia yang harusnya memberikan kenyamanan ternyata tidak. Dari bagian

    ini, terlihat bahwa tatanan ini berada pada bagian yang terletak di atas garis

    19 Op cit, Dylan Evans, hal 61. 20Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, Verso, London dan New York, 1989, hal 128

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    lintang yang ditandai dengan istilah Che vuoi? (kata ini memiliki artian apa yang

    kamu inginkan?). Kronologi ini merupakan bagian yang muncul karena liyan

    selalu memberikan kekangan kepada diri subjek dalam bertindak di sistem yang

    dibuat oleh diri liyan itu sendiri.

    Gambar 1.2: Che voui?

    Gambar di atas memiliki runtuan pada fantasi yang berada dalam benak

    subjek yang merasa dirinya tidak merasakan kenikmatan dari apa yang sudah

    diberikan oleh master. Lantas bagaimana gerak semacam ini muncul dalam benak

    subjek? Jawabannya terletak pada visualisasi yang muncul dalam benak subjek

    ketika dirinya merasakan ketidaknyamanan tersebut. Dengan kata lain, fantasi

    merupakan jawaban dari “Che voui?” dalam diri subjek. Dunia yang dibangun

    dalam dunia simbolik memunculkan banyak hal yang dikastrasi dalam diri.

    Kastrasi yang muncul merupakan hasil dari hasrat simbolik dalam mengintervensi

    semua subjek yang masuk dalam simbolik. Subjek yang berada di dalamnya

    memiliki perlawanan yang muncul melalui hasrat dalam diri.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    Fantasy is answer to this 'che vuoi?'It is an attempt to fill out the gap of the question with an answer. In the case of anti-Semitism. The answer to ‘What does the Jew want?’ is a fantasy of

    ‘Jewish conspiracy’: a mysterious power of Jewa to manipulate events, to pull the strings behind

    the scene. The crucial point that must be made here on a theoretical level is that fantasy

    functions as a construction, as an imaginary scenario filling out the void, the opening of the

    desire of the Other. By giving us a definite answer to the question ‘what does the Other want?’, it

    enables us to evade the unbearable deadlock in which the Other wants something from us, but we

    are at the same time incapable of translating this desire of the Other into a positive interpellation, into a mandate with which to identify.21

    Fantasi secara tidak langsung memiliki peran yang bisa memberikan

    anggapan dalam melihat kedirian subjek di tengah dunia simbolik. Posisi ini

    menempatkan posisi fantasi seperti frame atau potongan gambar yang

    memberikan daya refleksi pada keberadaan diri. Fantasi yang muncul bersifat

    subjektif. Dengan kata lain, keberadaan fantasi ini merupakan sudut dalam

    memandang dunia dengan menitikberatkan pada satu sudut tertentu.

    Dalam kerangka ini, fantasi merupakan imajinasi yang muncul dalam benak

    subjek ketika hasrat dari Other memberikan kekuatan untuk memberikan

    kekangan pada subjek. Fantasi ini memiliki keutamaan yang mengarah pada jalan

    keluar untuk tidak ingin mengikuti apa yang telah dilegitimasiakan oleh liyan.

    Fantasi ini memberikan kerangka yang mengarah pada bagaimana fantasi ini

    memberikan gambaran bahayanya ikut dalam cara bertindak simbolik.

    Sebaliknya, fantasi memberikan gambaran begitu indahnya objek hasrat. Dalam

    bagian ini, fantasi memiliki jejak pada istilah “biru” yang sering diucapkan oleh

    Slankers. Biru memiliki artian sebagai bentuk kedamaian (Pulau Biru Slank) dan

    biru yang diasumsikan dengan generasi biru (pergolakan). Pulau Biru yang

    diandaikan tempat yang penuh dengan kedamaian dalam konteks dunia yang

    berada dalam diri Slank. Di sisi lainnya biru yang berarti gerakan pemuda yang

    21Ibid.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    bergejolak dalam konteks pemerintah. Kedua hal ini sama-sama memiliki tendensi

    untuk menopang tindakan yang dilakukan oleh Slankers yang berhubungan

    dengan pemerintah dan Slank.

    Bayangan-bayangan semacam ini bisa menjadi bagian yang tidak

    terlepaskan ketika disangkutkan dengan dunia simbolik dan real dalam diri

    subjek. Penjelasan di atas merupakan gambaran yang tepat dalam melihat

    keberadaan fantasi dalam diri subjek. Tetapi, bagian yang perlu digarisbawahi

    adalah bagaimana fantasi yang muncul dalam diri merupakan pertimbangan yang

    memiliki korelasi pada kedirian itu sendiri.

    For Lacan desire is the essence of human existence, as it was for example for Spinoza.

    Actually one must be more precise, for, lacan says, in a-theological system (that pulls

    man away from the center of the world) the term “man” is impossible to concerve.

    Then he suggests substituting the Spinozist formula that “desire is the essence of man”

    by “desire is the essence of reality”. Notwithstanding this transformation, he situates

    his theory in a long tradition of thought profoundly connecting human existence to

    desire. His formulation of real as the impossible objek of desire, that needs a screen (of

    fantasy) in order to make itself know, implies at the pane of philosophical antropology

    that we never attain the final answer to appeal that has haunted man hroughout the

    ages and guides him towards his most secret dimensions: “man, know thyself’. Thus

    Lacanian theory of desire distinguishes it self from three major traditions in the

    conception of man.22

    Pada bagian selanjutnya, fantasi disandingkan dengan hasrat yang berada

    dalam diri subjek. Seperti yang sudah diterangkan pada bagian sebelumnya, denah

    dalam dunia simbolik memunculkan hasrat karena banyak keberagaman hukum

    yang ada dalam dunia simbolik tidak dapat memberikan apa yang diinginkan oleh

    subjek. Lantas bagian yang tidak terlampiaskan tersebut ingin keluar dan ingin

    memberikan celah untuk dapat masuk dan membutuhkan jembatan yang dalam

    22Andre Nusselder, Interface fantasy A Lacanian Cyborg Ontology, F&N Eigen Beheer,

    Amsterdam, 2006, hal 23.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    kasus ini adalah Slank. Slank beserta beragam material (karya, slengean, figur dan

    Potlot) yang dimiliki menjadi jembatan antara Slankers sebagai subjek bahasa

    (simbolik) dan hasrat Slankers bersamaan dengan fantasi.

    Žižek often conceives of fantasy as a kind of frame through which we see reality. This

    frame offers a particular or subjective view of reality. It is permeated with desire and

    desire is always 'interested', that is, it always presupposes a certain point of view. What

    Žižek means by this can be understood by reference to the concept of an anamorphosis.

    An anamorphosis is an image distorted in such a way that it is only recognizable from

    a specific angle. It is, as Žižek states, 'the element that, when viewed straightforwardly,

    remains a meaningless stain, but which, as soon as we look at the picture from a

    precisely determined lateral perspective, all of a sudden acquires well-known

    contours'.23

    Fantasi sendiri merupakan semacam wujud imajinasi yang memiliki korelasi

    pada dua bagian dalam membangun jembatan yang menghubungakan wilayah

    imajiner dan wilayah simbolik. Kedua cabangan ini menempatkan fantasi pada

    posisi pertama yang memiliki arahan pada konsep penolakan untuk ikut dalam

    wilayah simboik. Penegasan tersebut memberikan arti objek yang ingin dikejar

    dalam dirinya, sehingga kekuatan tersebut memberikan iming-iming yang besar

    untuk terus dikejar. Penolakannya terletak pada bagaimana dunia simbolik tidak

    menyediakan apa yang diinginkan oleh subjek. Bagian selanjutnya adalah

    kerangka munculnya fantasi yang merupakan bagian untuk mengartikulasikan

    keberadaan hasrat itu sendiri. Kerangka fantasi muncul dalam merasakan objek

    yang selama ini diinginkan. Inti dalam gagasan fantasi ini adalah alasan kuat bagi

    subjek untuk tetap berada pada satu ikatan tertentu. Walaupun sebagian orang

    melihat ikatan tersebut tidak menyenangkan, namun bagi subjek yang sudah

    23Tony Myers,Slavoj Žizek, Routledge, London dan New York, 2003, hal 99.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    masuk dalam ikatan tersebut, subjek tetap merasa nyaman karena ada fantasi yang

    menopangnya.

    1.6 Metode penelitian

    Metode penelitian dalam tulisan ini diambil melalui wawancara dan

    literatur. Pengambilan melalui wawancara melibatkan anggota Slankers

    Yogyakarta dan pengambilan data melalui literatur menggunakan literature yang

    berkaitan dengan kelompok Slank dan Slankers. Berikut penjelasan secara rinci:

    Sumber data primer dilakukan melalui wawancara bersama satu ketua dan

    lima anggota komunitas Slankers Yogyakarta yang disebut Slanker Fans Club

    (SFC) Yogyakarta. Klasifikasi dari narasumber dibedakan sesuai dengan periode

    keterlibatannya dengan SFC Yogyakarta. Pembedaan ini dianggap penting

    mengingat kelompok ini mengalami dua kali perubahan periode (Pulau Biru dan

    Minoritas Slanker Jogja). Narasumber dibatasi hanya enam orang Slankers yang

    masuk dalam lingkup SFC Yogyakarta. Pengambilan data hanya dalam lingkup

    Yogyakarta.

    Data sekunder melalui literatur yang membahas mengenai Slank dan juga

    kelompok Slankers. Dalam hal ini literatur yang digunakan berupa buku, majalah,

    artikel dan karya tulis akademik yang memilki keserupaan dengan tema mengenai

    Slank dan Slankers.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    1.7 Sistematika Pembahasan

    Tesis ini terdari dari lima bab. Bab I adalah pendahuluan, dimana bagian ini

    terdiri dari latar belakang ketertarikan penulis terhadap Slankers dan hubungannya

    dengan resistensi terhadap pemerintah. Bab II menjelaskan sejarah dan wacana

    yang muncul didalam lingkaran Slank dan Slankers. Bab III menjelaskan proses

    Slankers memahami karya Slank (lagu, potlot, dan slengean), resistensi terhadap

    pemerintah, dan kecenderungan menyingkirkan Slank. Bab IV meliputi analisa

    alasan penggemar Slank menjadi Slankers dan hubungannya dengan resistensi

    terhadap pemerintah, karya Slank yang dimaknai oleh Slankers, dan fantasi

    didalam Slankers. Bab V berisi kesimpulan dalam penelitian ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    BAB II

    SEJARAH SLANK, SLANKERS DAN SLANKERS YOGYAKARTA

    2.1 Sejarah Kelompok Musik Slank

    Kemunculan komunitas Slankers yang tersebar di Indonesia ataupun yang

    tersebar di luar Indonesia tidak lepas dari kemunculan kelompok musik Slank

    sebagai dasar dari kesatuan komunitas Slankers. Salah satu momen yang diingat

    komunitas Slankers adalah munculnya embrio kelompok Slank. Embrio dari

    kelompok Slank adalah kelompok musik yang menamakan dirinya Cikini Stone

    Complex (CSC) dengan formasi yang hanya menyisakan sedikit personil yang

    bertahan hingga menjadi kelompok Slank. CSC tidak berdiri dalam waktu yang

    lama, yaitu dalam rentang waktu 1981-1984. CSC bermula dari perkumpulan

    anak-anak muda perguruan Cikini yang memiliki kesukaan terhadap musik-musik

    Rolling Stone. CSC merupakan kelompok musik yang didirikan oleh Bimo

    Setiawan Al Machzumi24 atau yang sering disapa dengan nama Bimbim pada saat

    dirinya berkecimpung di perguruan Cikini.

    Pada awalnya kelompok CSC sering sekali memainkan karya-karya dari

    kelompok Rolling Stone. Repetisi karya-karya Rolling Stone yang dilakukan oleh

    kelompok CSC memang beralasan sekali, karena pada saat

    24 Bimo Setiawan Al Machzumi lahir pada tanggal 25 Desember 1966. Bimbim lahir dari pasangan

    Sidharta Manghoeroedin dan Iffet veceha, Sidharta Manghoeroedin sempat menjalankan bisnis

    kargo perkapalan (lihat Gatra, No..11 tahun XII, 28 Januari 2006, hal 80. )

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    itu banyak kelompok band yang merepetisi karya band-band terkenal yang

    berasal dari musik top dunia.

    Setelah hengkang dan membubarkan kelompok CSC, Bimbim membuat

    kelompok baru yang bernama Red Evil. Karya-karya yang dimainkan oleh

    kelompok musik Red Evil mengantarkan mereka untuk menggagas satu nama

    baru yaitu Slank. Titik awal perubahan nama ini diawali dengan sebutan yang

    mereka terima dari para pendengar yaitu slengean. Kata ini disematkan karena

    gaya penampilan dan corak musik mereka mengarah pada slengean. Penampilan

    yang slengean (seenaknya), lirik lagu yang seenaknya kadang mengandung kritik-

    kritik sosial, serta aliran musik yang mereka bawakan telah menjadi ciri khas yang

    membedakan dengan musisi-musisi lain.25 Seperti ketika Slank konser di HUT RI

    ke 70, Kaka (vokalis Slank) tampil dengan tampilan yang berkesan tidak rapi di

    tempat yang seharusnya berpenamilan rapi.26 Dalam wilayah yang lain karya dari

    kelompok Slank ini memiliki daya pikat karena lirik yang disajikan oleh

    kelompok Slank tidak vulgar dalam mengkritik pemerintah tidak seperti Iwan

    Fals.27 Tingkah yang seenaknya ini menjadi bagian yang cukup menarik orang

    untuk menjadi Slankers, seperti ketika Slank memberikan marchandise alat

    kontrasepsi pada album Satu-Satu tahun 2003.28 Selain itu, kemunculan kelompok

    25Rovi Ashari, Skripsi “Slank Adalah Aku”(Studi Eksploratoris tentang Pengidolaan yang

    Mempengaruhi Gaya Hiduppada Penggemar Slank Pekalongan Slankers Club (PSC) Pekalongan),

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Serakarta, 2009, hal xiv. 26Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016. 27Wawancara dengan Mas Andi (Slankers Pulau biru dan Minoritas Slanker Jogja) yang dilakukan

    pada tanggal 12 Agustus 2016. 28Wawancara dengan Mas Andi (Slankers Pulau biru dan Minoritas Slanker Jogja) yang dilakukan

    pada tanggal 12 Agustus 2016.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    musik Slank dengan mengusung ganre rock ‘n roll merupakan motor yang dapat

    mengantarkannya kepuncak ketenaran. Slank sempat menggantikan selera

    masyarakat Indonesia ketika dikuasai oleh musik-musik melayu Malaysia, seperti

    Amy Search.29

    Kekuatan jalinan yang terbentuk antar Slank dan Slankers terlihat ketika

    kelompok Slank mengadakan konser di beberapa tempat dan melakukan

    peresmian kelompok-kelompok komunitas Slankers yang ada di daerah yang

    disinggahi. Salah satu contohnya adalah peresmian komunitas Minoritas Slankers

    Jogja (MSJ). MSJ dibentuk dan didirikan atas antusias dan tuntunan dari sebagian

    bekas anggota komunitas Slankers Pulau Biru Jogja, yang dulu pada tanggal 04

    Desember 1998 telah diresmikan oleh Slank.30 Peresmian yang sering dilakukan

    oleh Slank bukanlah satu-satunya tali perekat antara Slank dan Slankers. Bentuk

    lainnya adalah terbukanya markas Slank yang bertempat di Gang Potlot sebagai

    wadah untuk mejalin komunikasi antar komunitas. Tempat yang bernama Gang

    Potlot ini memang bukan tempat biasa di mata Slankers. Beberapa Slankers

    menganggap tempat ini merupakan tempat yang wajib dikunjungi karena Slankers

    menganggap Gang Potlot adalah rumah mereka.31

    Pada sisi lain, keberadaan kelompok Slank ini sering dikaitkan dengan

    gerakan sosial, kemanusiaan dan kritis terhadap pemerintah. Salah satu personil

    Slank, yaitu Abdee Negara juga dikenal sebagai salah satu yang getol dalam hal

    29Wawancara dengan Mas Aat (Ketua Komunitas Minoritas Slankers Jogja) pada tanggal 29 Maret

    2016. 30Wawancara dengan Mas Aat (Ketua Komunitas Minoritas Slankers Jogja) pada tanggal 29 Maret

    2016. 31Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    ini. Abdee memang sering terlibat dalam gerakan kemanusiaan. Bersama kawan-

    kawannya di dunia hiburan, ia beberapa kali menggalang dana untuk bantuan bagi

    yang membutuhkan.32 Kepekaan terhadap kegiatan-kegiatan sosial semacam ini

    juga tampak pada kejadian gempa bumi pada tahun 2006 di Yogyakarta. Slank

    bersama Marsha Timoti datang ke Yogyakarta dalam acara SCTV pundi amal.33

    Dalam sisi kritis terhadap pemerintah atau elit politik, Slank memiliki karya

    dan juga tindakan yang mengarah pada hal ini. Terlihat pada suatu kesempatan

    Slank dan Abdee aktif dalam gerakan mendukung Komisi Pemberantas Korupsi

    (KPK), ketika sejumlah pihak dianggap hendak melemahkan lembaga itu. Pada

    2012, ketika KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) berkonflik dengan Markas

    Besar Kepolisian Republik Indonesia, aktivis antikorupsi menuntut Presiden

    Susilo Bambang Yudhoyono mengatasinya. Tapi harapan ini tak segera terwujud

    karena Presiden tidak segera mengambil langkah apa pun. Masyarakat yang

    melihat komisi anti korupsi terancam berkumpul di bundaran hotel Indonesia. Di

    sana, Abdee menyanyikan lagu Where are you Mr President?34

    Munculnya Slank beserta karyanya sering dikaitkan dengan istilah slengean.

    Slank selalu identik dan dianggap penjelmaan dari group musik Rolling Stones.

    Aksi panggung hingga gaya hidup yang slengean menjadi sebuah trend anak

    muda pada saat itu. Tidak sedikit anak muda yang mengaku Slankers dan

    mengikuti gaya hidup mereka. Mulai dari rambut gondrong, pakaian compang-

    32Ijar Karim, Metamorfosis Sang Gitaris, Tempo, 21 Desember 2014, hal 58. 33Diambil dari wawancara dengan Mbak Ravi (Minoritas Slanker Jogja), pada tanggal 24 Juni

    2016. 34Ijar Karim, Metamorfosis Sang Gitaris, Tempo, 21 Desember 2014, hal 58.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    camping bahkan ikut menggunakan narkotika. Gaya hidup ini memang selalu

    dikaitkan dengan gaya hidup barat dan musik rock pada khususnya. Slank dan

    Slankersnya telah menjadi satu kekuatan yang menjadi ciri khas yang mewakili

    identitas anak muda pada awal 1990-an. Slank menjadi salah satu group musik

    yang cukup melegenda di tanah air.35

    Kemunculan kelompok Slank sendiri dikaitkan dengan perlawanan atas

    penguasa. Salah satu yang muncul adalah lirik “Anti Nuklir” yang dibuat oleh

    kelompok musik Slank. Bahasa yang digunakan oleh Slank adalah medium untuk

    menyuarakan kepentingannya yaitu pembangkangan terhadap sistem yang sedang

    berkuasa pada saat ini. Bahasa yang Slank gunakan adalah bahasa yang digunakan

    kaum miskin kota, buruh dan petani sehari-hari. Sehingga, tercipta sebuah bentuk

    keterwakilan yang dirasakan oleh kaum tersebut dan akhirnya, nilai-nilai yang

    disusupkan oleh Slank dalam teksnya kemudian diserap dan menjadi sebuah

    simbol perlawanan yang sinkretis dengan kelas bawah pada saat ini. Pada

    akhirnya, realitas yang mereka angkat menjadi pemahaman bersama (collective

    understanding) bagi perlawan terhadap otoritas rezim tertentu. Lirik lagu “Anti

    Nuklir” ditulis pada masa pemerintahan SBY dan ditujukan sebagai tandingan

    atau bentuk perlawanan terhadap rezim. Secara tidak langsung teks ini menunjuk

    pada fenomena-fenomena terdahulu, sekaligus mewakili situasi yang serupa.

    Hubungan itu terjadi karena pada dasarnya teks lirik lagu “Anti Nuklir” merujuk

    35Fahmi Firmansyah, Skripsi Dari Cikini Stone Complex hingga Slank: Sebuah Catatan Perjalanan

    Slank (1983-1996),Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Depok, 2011, hal 18.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    pada teks lain yang bernada hampir sama untuk melawan kekuasaan dan

    otoritas.36

    2.2 Komunitas Slankers

    Slankers merupakan nama yang disematkan untuk menyebut penggemar

    kelompok musik Slank. Slankers merupakan salah satu kelompok pengemar yang

    memiliki komunitas yang tersebar di berbagai daerah. Manajemen Slank sendiri

    tidak ambil diam dalam kemunculan berbagai kelompok Slankers yang ada.

    Dalam manajemen Slank terdapat satu divisi yang mengurus komunitas Slankers

    yang bernama divisi Slanker Fans Club (SFC). Divisi SFC pusat resmi berdiri

    sejak 2 mei 2004 sebagai bagian dari manajemen Pulau Biru Production yang

    menaungi penggemar Slank yang tergabung dalam wadah SFC wilayah. Divisi

    SFC pusat berdiri dengan maksud menjembatani berdirinya SFC wilayah

    sekaligus menampung kreatifitas dan mengkoordinir kegiatan yang dilakukan

    Slankers demi terciptanya sumber daya manusia yang produktif dan aktif. Saat ini,

    SFC sudah memiliki 98 wilayah cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, dan

    juga dua cabang di luar negeri yaitu Malaysia dan Timor Leste.37

    Jumlah yang tertera ini merupakan jumlah yang tidak sedikit tentunya,

    bahkan banyaknya Slankers yang muncul di tanah air ini memunculkan satu

    kalimat yang menegaskan dirinya sebagai kelompok penggemar terbesar.

    36Yogi Febrian, Skripsi Representasi Ekologi Politik Dalam Lirik lagu “Anti Nuklir” Karya Band

    Slank (Studi Analisis wacana kritis Van Dijk tentang Representasi Ekologi politik Dalam Lirik

    Lagu “Anti Nuklir” Karya Band Slank), Program Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi humas

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung, 2014, hal 7. 37 Zaini Hasan, Skripsi Manajemen Grup Musik “Slank” Dalam Industri Musik di Jakarta, Jurusan

    pendidikan Sendratasik Fakultas bahasa dan Seni Universitas negeri Semarang, 2010, hal 63.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    Sebagian masyarakat mungkin familiar dengan kalimat tersebut, yaitu apapun

    konsernya tetap bendera Slank pasti ada. Menurut salah satu anggota Slankers

    yang diwawancarai, munculnya bendera atau atribut Slank dalam kegiatan musik

    di luar Slank memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa di daerah itu ada

    Slankers. Selain itu, munculnya fenomena ini juga ingin menunjukkan kepada

    Slank untuk konser di tempat bendera Slank itu muncul.38

    Dengan segala tingkah laku anak-anak muda saat itu (generasi muda ketika

    Slank muncul), Slank yang anti kemapanan, urakan, seadanya, nakal, dan berani

    membuat Slankers merasa suara mereka terwakilkan. Hal tersebut telah membuat

    lahirnya suatu kelompok yang merasa memiliki persamaan dan senasib yaitu

    sebagai penggemar grup band Slank yang menamakan dirinya sebagai Slankers.39

    Fenomena ini memunculkan beberapa wacana yang hadir di sekitar kelompok

    Slankers itu sendiri, seperti adanya ikatan persaudaraan tinggi ataupun wacana

    mengenai loyalitas yang tinggi.

    Genre musik yang disebutkan sebelumnya menjawab sebagian besar rasa

    terasing yang dialami generasi muda ini, yakni kegelisahan yang tidak mau mapan

    dan ingin terus bergerak dan sebagaimana musik-musik metal juga persis

    menyuarakan antikemapanan dari periode Amerika dan Eropa yang birokratis.

    Oleh karena itu, reaksi pemberontakan terhadap keteraturan atau apa saja yang

    serba mengatur, Slankers outlet-kan (melepaskan), mereka carikan jalan keluar

    kegelisahan itu dalam proses identifikasi kepada tokoh-tokoh anti kemapanan

    38Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016. 39Rovi Ashari, loc.cit.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    dengan musik-musik keras. Karena kekangan yang dirasa sedemikian kuat, maka

    mereka pun harus berteriak dengan keras supaya dapat didengar.40 Bagian ini

    memperlihatkan skema mengenai gerak Slankers yang didekatkan dengan

    generasi muda yang tidak dapat bersuara dengan lantang. Tirani yang muncul di

    masa itu memaksa sebagian masyarakat untuk mencari jalan keluar dari masalah

    yang mereka alami.

    Dalam beberapa fenomena yang terjadi dalam lingup Slankers, wacana

    mengenai cinta damai muncul di permukaan dengan refleksi album PLUR. Istilah

    PLUR dikenalkan pada publik ketika Slank membuat album yang berjudul PLUR

    (Peace, Love, Unity dan Respect). Istilah PLUR muncul dan menjadi bagian dari

    tingkah laku Slankers,seperti yang tertulis pada kutipan berikut: “PLUR, kata

    lelaki 32 tahun yang biasa disapa Ateng ini, adalah semacam mantra pengingat

    bahwa penggemar Slank adalah orang-orang yang cinta damai.” PLUR sejatinya

    nama album Slank yang diluncurkan pada 2004. Tak aneh jika kemudian Slankers

    menjadikannya sebagai prinsip berperilaku. Yudi mengatakan, dalam setiap

    konser, haram bagi Slankers terlibat dalam keributan. Ketika ada keributan dalam

    sebuah konser Slank, Slankers biasa berseru “PLUR” agar kericuhan tak lagi

    terjadi. “kalau yang masih ricuh, itu namanya Slankers bajakan.”41

    40Albert Camus, Leon Trotsky, William Philip, Stephen Spender, Barbara Rose, Nicola

    Chaiaromonte, Seni, Politik, Pemberontakan, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1998, hal xi. 41Anang Zakaria, Plur, Mantra Pemersatu Slankers, Senin, 02 Desember 2013,

    https://m.tempo.co/read/news/2013/12/02/112534085/plur-mantra-pemersatu-slankers, diakses

    pada tanggal 1 Maret 2016.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

    https://m.tempo.co/read/news/2013/12/02/112534085/plur-mantra-pemersatu-slankers

  • 33

    Gambar 2.3: Kaos PLUR 4all42

    Istilah PLUR memang sering disematkan dalam wacana yang tersebar di

    masyarakat mengenai keberadaan Slankers. Bukan hanya istilah PLUR saja yang

    muncul dalam lingkup wacana mengenai keberadaan Slankers, tetapi juga

    mengenai segmentasi golongan masyarakat. Dalam beberapa wawancara bersama

    anggota dari MSJ (Minoritas Slankers Jogja), istilah “berdiri di semua golongan”

    menjadi bagian dari Slankers. Hal ini diwujudkan dengan kegiatan yang

    melibatkan beberapa kelompok komunitas musik. MSJ mengadakan acara yang

    melibatkan beberapa komunitas musik yang tersebar di provinsi Yogyakarta.

    Latar yang ingin dikejar oleh acara ini adalah Slankers yang berdiri di atas semua

    golongan.43

    Bukan hanya refleksi mengenai pemaknaan daya refreksi antara Slank dan

    Slankers saja yang nampak dari corak kelompok Slankers, dalam beberapa kasus

    yang nampak, tetapi ikatan yang muncul dalam komunitas Slankers juga bisa

    42Diakses melalui https://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-

    ID&source=android-

    browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKH

    XJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyM:

    diakses pada tanggal 1 Maret 2016. 43Diambil dari wawancara dengan Mbak Ravi (Minoritas Slanker Jogja), pada tanggal 24 Juni

    2016.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

    https://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyMhttps://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyMhttps://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyMhttps://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyM

  • 34

    disebut erat. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah fenomena adanya Slankers

    di negara tetangga Timor Leste. Munculnya Slankers tidak hanya terjadi di

    Indonesia saja atau pada satu regional tertentu saja. Transportasi dan komunikasi

    telah memungkinkan terjadinya proses mobilitas yang semakin intensif dengan

    gerakan orang dan imajinasi yang meninggalkan batas-batas geografis dan

    kultural.44 Salah satu komunitas Slankers yang muncul di negara tersebut adalah

    “Gang Potlot Dili”. Salah satu anggota dari Slankers Dili mengatakan: “Pokoknya

    katong tetap satu darah. Biarpun ada perbatasan, Slankers Kupang dan Timor

    Leste bersaudara,” 45 teriak Roberto dan kawan-kawan disambut teriakan “damai”

    dari ratusan Slankers yang berkumpul di markas mereka. Bersama-sama mereka

    mengumandangkan lagu Pulau Biru sambil mengibarkan dua bendera: bendera

    Merah Putih dan bendera Timor Lestee. Kibaran dua bendera ini pula terlihat di

    antara ribuan penonton yang memadati konser Slank.46

    Slankers juga dikenal sebagai kelompok yang memiliki loyalitas tinggi pada

    idolanya. Tidak jarang sikap ini mengantarkan kelompok Slankers pada hal yang

    negatif. Slank sempat mengkonsumsi barang-barang terlarang yang ternyata

    berdampak pada sisi internal Slank. Selain itu, Slankers juga melakukan hal yang

    sama. Para penggemarnya meniru karena panutannya juga mengkonsumsi dan

    pada saat Slank berusaha sembuh, maka dari itu mereka (penggemar) juga

    44Prof. Dr. Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

    2006, hal 20. 45Koran Tempo, Pentas, minggu 24 Oktober 2010. 46Ibid.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    berusaha untuk sembuh. Cara hidup Slank yang slengean (semaunya) juga diikuti

    sebagai pengidolaan mereka yang totalitas.47

    Gaya slengean diterjemahkan oleh Slankers sebagai gaya yang cuek dan

    tidak formil. Biasanya para Slankers menggunakan celana jeans dan kaus oblong,

    dengan rambut tidak tertata dengan rapi dan sandal jepit atau sepatu santai. Gaya

    berpakaian yang sama membuat para Slankers merasa telah menunjukkan ideologi

    Slankersnya, yaitu hidup sederhana dan apa adanya.48

    Selain itu, gaya bicara Slankers yang khas dengan sapaan ´Peace´ dan

    panggilan ´bro´ kepada sesama Slankers adalah simbol yang dimaknai sebagai

    perdamaian, saling menyayangi dan menghormati diantara sesama Slankers.

    Sapaan ini adalah sebuah identitas yang dengannya orang dapat mengetahui

    seseorang adalah anggota komunitas Slankers.49

    Walaupun pada saat ini Slank beserta Slankers sudah meninggalkan barang-

    barang terlarang, dampak dari pandangan negatif masih melekat. Kehidupan

    kelam yang sempat dialami oleh kelompok Slank ini juga memberikan pengaruh

    besar terhadap kehidupan penggemar fanatikny