humanisme universal kahlil gibran -...

89
HUMANISME UNIVERSAL KAHLIL GIBRAN SKRIPSI Oleh ASEP ROHMATULLAH NIM: 101033121736 JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M

Upload: phungque

Post on 13-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

HUMANISME UNIVERSAL KAHLIL GIBRAN

SKRIPSI

Oleh

ASEP ROHMATULLAH NIM: 101033121736

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1428 H/2007 M

Page 2: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH

Skripsi yang berjudul "Humanisme Universal Kahlil Gibran" telah diujikan

dalam Sidang Munaqasah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Mei 2007, skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) pada Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Aqidah Filsafat.

Jakarta, 31 Mei 2007

Sidang Munasaqah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Agus Darmaji, M. Fil. Drs. Ramlan Abdul Gani, MA. NIP. 150 262 447 NIP. 150 254 185

Penguji I Penguji II

Drs. Fakhrudin, MA. Drs. Syamsuri, MA NIP. 150 231 347 NIP. 150 240 089

Pembimbing

Dr. Fariz Fari, M. Fil. NIP. 150 254 627

Page 3: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Untaian puja-puji perlambang rasa syukur penulis panjatkan kehadirat

Ilahi Rabbi', Tuhan keseluruhan alam, karena berkat rahmat, hidayah serta inayah-

Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Shalawat teriring salam, senantiasa tercurah kepada pembawa risalah kenabian,

Sang Nabi akhir zaman, Muhammad SAW, seorang pribadi yang humanis, penuh

dengan pekerti yang luhur, serta sabda-sabda yang memiliki muatan universal.

Skripsi yang berada di tangan pembaca berjudul Humanisme Universal

Kahlil Gibran, kami menyusunnya sebagai syarat untuk memenuhi gelar sarjana

pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Aqidah

Filsafat.

Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, tentu banyak kendala yang harus

dihadapi, terutama terkait dengan pengkajian pustaka, karenanya penulis

menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun

demikian, dengan bimbingan Yang Kuasa dan juga bimbingan serta bantuan baik

moril dan materil dari berbagai pihak, penulis menghaturkan banyak terima kasih.

Dengan kerendahan hati, izinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih

setulus-tulusnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Bapak Dr. H. Amin Nurdin,

MA., beserta jajarannya, yang telah mengizinkan penulis untuk membahas

dan meneliti skripsi ini.

Page 4: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

2. Ketua Jurusan Aqidah Filsafat, Drs. Agus Darmaji, M. Fil dan Sekretaris

Jurusan AF, Bapak Drs. Ramlan Abdul Gani, MA. yang telah

mempermudah dalam pengurusan akademik.

3. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Bapak Dr. Fariz Pari, M. Fil.,

selaku pembimbing skripsi, yang dengan 'setia' dan tak kenal lelah

memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas-Nya, Amien.

4. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah

menyumbangkan 'ilmu' nya selama penulis menempuh pendidikan di

jurusan ini. Khususnya kepada Bapak Fakhrudin dan Bapak Syamsuri,

terima kasih atas bimbingannya

5. Pimpinan Perpustakaan UIN dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, yang telah meminjamkan buku-buku dan tentu sangatlah berguna

dalam penelaahan skripsi ini. Ucapan terima kasih pula kami haturkan

kepada Asep Sopyan Corner, Hudri Corner, Sohib Corner, Muslim

Corner, Nabil Corner yang telah banyak meminjamkan koleksi

buku/novel Gibran.

6. Rasa terima kasih dan takdzim kami haturkan kepada Bapa' M. Sobari dan

Ema Babay Suharsih atas untaian do'a restu diberikan dengan tulus kepada

penulis. Tanpa motivasi dan do'a Ema-Bapa', sulit rasanya penulis

menyelesaikan studi ini. Mudah-mudahan niatan untuk ziarah ke Tanah

Suci tahun ini dapat terlaksana, Amien. Kepada Ende Hj. Nurnas,

Mamang/Bibi terima kasih atas do'anya. Kemudian, kaka'/teteh kami, Ka

Ence dan Teh Iroh, Teh Eyi dan Ka Khotib, Teh Nia dan A' Agus, Teh

Page 5: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Nunung, dan Adik-adik kami tercinta, "Yayang" Wulan Siti Maryam serta

"si cerdas" Adi Imam Taufik, yang kekuatan cinta dan sayang tetap terasa,

walau hanya bersua di Hari Fitri.

7. Secara khusus ucapan terima kasih kami haturkan kepada kokolot HMB

Jakarta, Pak Amin Suma, Mang Embay sareung Teh Ita, Kanda dr. Yandra

Doni yang telah memberi arahan dan motivasi sejak kami menginjakkan

kaki di Ciputat. Hatur nuhun oge ka Mamang sareung Teteh HMB Jakarta

sadayana, atas do’a dan bimbingannya selama ini.

8. Rasa terima kasih patut kami sampaikan kepada sahabat kami, Kang Lili

Nahriri, yang telah memberi tempat dan seluruh fasilitasnya, guna

menunjang penyelesaian skripsi ini. Semoga dapat secepatnya merampung

studi S2 nya, Amien.

9. Rekan-rekan kami di "Padepokan Ilmu Semanggi II No.20" yang

tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Banten (HMB) Jakarta, Opan

Ketum, Elban, Mansur Jr, Endang, Alay doc, Fahmi tea, Kang Iji, Aldo

tea, Eko Kily, Iip Syahid, Mulyadi, Iin "ikhin" dan Muslim yang telah

setia antar-jemput pada saat bimbingan ke Bogor, serta seluruh anggota

HMB Jakarta. Semoga kita tetap Hangat Mesra dan Bahagia (HMB).

10. Wabil khusus untuk kawan abadi kami wa Kamal Mutamam, wa

Mutoharul Jannan serta Uus Badruzaman, hapunten abdi ti payun lulus na.

11. Segenap pengurus Banten Institute for Social Transformation (BaIST)

Serang, tempat di mana penulis sekarang belajar mencari "arti kehidupan",

Ka' Yandi, Ka' Icang, Kang Mimin, Kang Budi, wa Herdomz, wa Ubed,

Aip, Nana, Andri dan Teh Fafa, terima kasih atas saran dan bantuannya.

Page 6: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

12. Kawan-kawan eks Pengurus HMB Jakarta periode 2004-2005, HIMATA

Jakarta Raya, BEM Aqidah Filsafat, HMI KOMFUF dan HMI Cabang

Ciputat serta PARMA UIN Jakarta. Saatnya kita berpaling ke "dunia lain".

13. Teman-teman AF angkatan 2001, semoga kesuksesan senantiasa bersama

kita.

14. To One Unnamed someday shall be named is dedicated together with this

little work the whole production of the outhor from the very beginning

(YE).

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga

Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan. Akhirnya penulis hanya

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan

bagi penulis khususnya.

Ciputat, 22 Mei 2007

Asep Rohmatullah

Page 7: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

...................................................................................................................................

i

DAFTAR ISI

...................................................................................................................................

v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

4

D. Metode Penelitian

5

E. Tinjauan Pustaka

6

F. Sistematika Penyusunan

8

BAB II BIOGRAFI KAHLIL GIBRAN

A. Kahlil Gibran: Tunas Cedar dari Lebanon

10

B. Karya-karya Kahlil Gibran

20

Page 8: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

BAB III HUMANISME

A. Pengertian Humanisme dan Universal

23

B. Perkembangan Seputar Humanisme

25

1. Humanisme dalam Filsafat

26

2. Humanisme dalam Religiositas

31

3. Humanisme dalam Sastra

37

4. Humanisme dalam Etika

41

C. Hubungan Antara Humanisme dengan Filsafat, Religiositas, Sastra dan

Etika

.................................................................................................................

44

BAB IV HUMANISME UNIVERSAL KAHLIL GIBRAN

A. Tiga Kerangka Nilai

46

1. Pesan Etik Kahlil Gibran

47

Page 9: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

a. Kedermawanan

48

b. Ketulusan

51

c. Kerendahan Hati

53

2. Nilai-Nilai Religiositas Kahlil Gibran

...........................................................................................................

55

3. Persaudaraan Antar-Sesama, Antar-Bangsa; Tanpa Sekat, Tanpa

Batas

...........................................................................................................

62

B. Humanisme Universal Kahlil Gibran: Sebuah Cita-Cita

68

C. Tinjauan Kritis serta Relevansi karya terhadap kehidupan dewasa ini

69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

72

B. Saran

73

Page 10: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

DAFTAR PUSTAKA

...................................................................................................................................

75

Page 11: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di antara nama penyair dan pemikir menjelang akhir abad ini terukir nama

Gibran Kahlil Gibran (1883-1931), seorang putera Lebanon yang sejak usia muda

sudah menulis dan melukis. Karya Gibran dapat dinikmati dan dihayati oleh

pembaca dari berbagai kalangan di semua negara.

Gibran berkembang dalam rentangan dua kutub ranah budaya, Timur dan

Barat. Dalam rentangan itu terbentuk lah pribadinya yang merupakan ramuan

antara kedua ranah budaya tersebut. Sebagai seorang yang sejak kecil hidup dalam

lingkungan masyarakat yang multi-religius, Gibran tidak mengalami kesulitan

untuk memahami berbagai pandangan hidup, dan pada gilirannya sangat

menunjang perluasan wawasannya terhadap peri kehidupan manusia pada

umumnya.

Dalam bait puisi Gibran banyak sekali ungkapan-ungkapan yang sarat

dengan imbauan universal, terutama pada persoalan manusia dan kemanusiaan.

Gibran memandang kemanusiaan sebagai penjelmaan tunggal. Manusia dimana-

mana sama. Manusia dan sesamanya adalah salah satu ummat, tidak ada

perbedaan atasnya. Simak penuturan Gibran tentang ini.

"Manusia terbuat dari unsur yang sama, tidak ada yang berbeda kecuali penampilan lahiriah, yang sebenarnya tidak punya arti apa-apa."1

1 Kahlil Gibran, Elegi Sang Penyair, (Yogyakarta: Penerbit Cupid, 2003), Cet. I, h. 32

Page 12: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Pandangan Gibran mengenai kemanusiaan tersebut, membawa kita pada

konsepsi Gibran tentang persaudaraan antar sesama yang dilandasi oleh

pengetahuan tentang Tuhan. Gibran mengatakan bahwa semua umat beragama

adalah bersaudara di hadapan Tuhan.

"Engkau adalah saudaraku, dan aku mencintai kau yang memuja di gerejamu, kau yang berlutut di kuilmu, dan kau yang bersujud di masjidmu. Kita semua adalah anak-anak dari agama yang tunggal, sebagai jalan agama yang beragam hanyalah jari-jari tangan pengasih dari Yang Maha Tinggi, yang diulurkan pada semua orang, menawarkan keutuhan jiwa pada semua orang dengan harapan akan menerima semua orang”2

Tertarik dengan konsepsi Gibran tentang persoalan kemanusiaan yang

dibungkus nilai-nilai religiositas di atas, penulis melakukan penelusuran terhadap

rekam-jejak Gibran yang ditulis oleh Prof. Fuad Hassan yakni Menapak Jejak

Kahlil Gibran. Dalam buku tersebut, terdapat sub-bab yang mengangkat Gibran

sebagai penganjur humanisme universal. Prof. Fuad Hassan menyebut bahwa

humanisme universal yang dikembangkan Kahlil Gibran adalah konsep

persaudaraan antar sesama. Menurutnya, pandangan ini merupakan sebuah konsep

mapan untuk melihat kemanusiaan universal, sebagai sesuatu yang paripurna.3

Namun, cukup disayangkan tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang makna

keuniversalan manusia dan terkesan seperti sebuah 'project' yang belum selesai.

Paling tidak, hal itu cukup dimengerti karena banyaknya bahasan yang diungkap

dalam buku tersebut.

Sejatinya, pada penulisan skripsi ini kami melakukan penelitian dengan

menggunakan analisa isi (analisis konten)4 terhadap karya Kahlil Gibran. Hal ini

2 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, diterjemahkan dari The Treasured Writings of Kahlil

Gibran, terj. Anton Kurnia ,h. 138 3 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2001), h. 45

Page 13: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

tidak terlepas karena karya-karya Kahlil Gibran secara jelas menyingkap pesan

atau pun nilai yang mengandung makna universal terhadap manusia dan

kemanusiaan.

Berangkat dari analisis konten tersebut kami merumuskan 3 (tiga)

kerangka nilai sebagai sebuah pendekatan ilmiah untuk masuk ke dalam

humanisme universal. Tiga kerangka nilai yang dimaksud adalah pesan etik, nilai-

nilai religiositas dan persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa. Ketiganya saling

berhubungan satu sama lain, dan seterusnya akan terlihat Gibran sebagai seorang

pribadi humanis5 yang memiliki kematangan sebagai seorang penganjur

humanisme universal. Sekaligus akan terungkap Gibran sebagai seorang

sastrawan dan filsuf yang sangat peka dan tanggap terhadap nilai-nilai

kemasyarakatan dan kemanusiaan, keindahan, kesusilaan serta ketuhanan.

Keseluruhannya adalah bagian integral dari penulisan skripsi berjudul:

"HUMANISME UNIVERSAL KAHLIL GIBRAN".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

4 Analisis konten dalam bidang sastra tergolong upaya pemahaman karya dari aspek

ekstrinsik. Aspek-aspek yang melingkupi di luar estetika struktur sastra tersebut, dibedah, dihayati dan dibahas mendalam. Unsur ekstrinsik sastra yang menarik perhatian analisis konten cukup banyak, antara lain meliputi: (1) pesan moral/etika, (b) nilai pendidikan (didaktis), (3) nilai filosofis, (4) nilai religius, (5) nilai kesejarahan, dan sebagainya. Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogjakarta: Pustaka Widyatama, 2004), Cet. Ke 2, h. 160

5 Ciri-ciri pribadi yang humanis menurut Franz Magnis Suseno, yaitu 1). Ia bersifat

positif terhadap sesama, sebagai manusia, tidak terhadang oleh kepicikan primordialisme suku, agama, etnik, warna kulit dan lain-lain; 2). Ia bijaksana; bertolak dari keterbatasannya, maka ia mengambil sikap yang wajar, terbuka, melihat pelbagai kemungkinan; 3). Tahu diri (bahwa ia tidak tahu); 4). Mutlak anti-kepicikan, fanatisme, kekerasan, penilaian-penilaian mutlak, ia tidak mengutuk pandangan orang lain; 5). Sebaliknya, Ia terbuka, toleran, mampu menghormati pelbagai keyakinan dan sikap, mampu melihat yang positif di belakang perbedaan. Franz Magnis Suseno, "Manusia dan Kemanusiaan dalam Persepektif Agama", dalam Masa Depan Kemanusiaan, (Jogjakarta: Penerbit Jendela, 2003), h. 11-12

Page 14: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Dalam berbagai karyanya, Gibran sering mengungkap konsepsi tentang

cinta, keindahan atau bahkan sayatan-sayatan hatinya yang menandakan “sayap-

sayap" kehidupannya telah patah.

Pada penulisan skripsi ini penulis membatasi penelitian dengan hanya

membahas persoalan seputar humanisme universal Kahlil Gibran, yang kami

rumuskan dalam 3 (tiga) kerangka nilai, diantaranya pesan etik, nilai religiositas

dan persaudaran antar sesama, antar bangsa.

Beranjak dari pembatasan masalah tersebut, ada beberapa hal yang

dijadikan rumusan masalah oleh penulis untuk mengangkat tema skripsi ini.

Rumusan masalah skripsi ini adalah:

1. Bagaimana kah bentuk imbauan Kahlil Gibran dalam menyuarakan tiga

kerangka nilai, yakni pesan etik, nilai religius dan persaudaraan antara-

sesama? Adakah hubungan antara ketiga kerangka nilai itu?

2. Apakah ketiga kerangka nilai, seperti yang dirumuskan penulis, adalah

cita-cita luhur dalam menggapai humanisme universal?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk

memperkaya khazanah intelektual, karena bagaimana pun tulisan-tulisan di

seputar pemikiran Kahlil Gibran masih sedikit dan sekaligus merupakan menjadi

tugas akhir dalam menyelesaikan perkuliahan di Strata Satu (S1) Jurusan Aqidah

Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedang manfaatnya adalah untuk

menyediakan ‘ruang baca’ bagi pembaca Gibran atau pun diluarnya, untuk dapat

melihat sisi lain dari Gibran, sebagai seorang penyair yang tidak hanya memuji

Page 15: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

keindahan dengan cinta, namun ternyata konsepsi Gibran tentang kehidupan yang

humanis layak menjadi bahan ‘bacaan’ kemudian.

D. Metode Penelitian

Dalam memperoleh data, teknik pengumpulan data yang dipakai penulis

adalah penelitian kepustakaan (library research). Penulis melakukan penelaahan

terhadap buku Gibran yang sudah diterjemahkan, diantaranya Sang Nabi,

Nyanyian Cinta, Roh Pemberontak atau buku kumpulan puisinya: Trilogi Hikmah

Abadi; Cinta, Keindahan dan Kesunyian; Tetralogi Masterpiece dan God of Lost

Soul. Selain itu kami menelaah buku Menapak Jejak Khalil Gibran (Jakarta:

Pustaka Jaya, 2001), Cet. ke 2, karya Prof. Fuad Hassan. Serta beberapa literatur

lain seperti majalah, jurnal, surat kabar, buletin, dokumentasi, dan sebagainya

yang relevan.

Data-data dan informasi yang dikumpulkan tersebut, kemudian disusun

dan dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan, yakni analisis konten

(analisa terhadap isi) dan kritis. Pendekatan analisis konten digunakan untuk

mengungkap, memahami dan menangkap pesan karya sastra.6 Sedang pendekatan

kritis adalah bagian dari upaya untuk memperlihatkan kritik relevansi dan

hubungan karya dengan kehidupan dewasa ini.

6 Pendekatan analisis konten dalam bidang sastra berangkat dari aksioma bahwa penulis

ingin menyampaikan pesan secara tersembunyi kepada pembaca. Pesan itu merupakan isi (makna) yang harus dilacak. Penelitian ini merupakan cara strategis untuk mengungkap dan memahami fenomena sastra, terutama untuk membuka tabir-tabir yang berupa simbol. Hal ini cukup beralasan, karena setiap pemanfaatan bahasa oleh sastrawan sebenarnya memuat simbol-simbol dan makna. Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra, h. 161

Page 16: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2005.

E. Tinjauan Pustaka

Seperti telah dijelaskan dalam metode penelitian, bahwa dalam upaya

memperoleh data, kami melakukan penelitian kepustakaan (library research),

yakni kami menelusuri sumber-sumber pustaka yang dapat menunjang

terealisasinya penulisan skripsi ini.

Sejatinya, kami dapat menampilkan dan melakukan penelaahan terhadap

sumber primer, dalam hal ini buku-buku Gibran yang ditulis dalam bahasa Arab

dan Inggris. Namun, dengan keterbatasan yang ada, kami hanya dapat melakukan

penelaahan terhadap sumber sekunder, yakni buku-buku hasil terjemahan dari

karya atau kumpulan karya Gibran, serta buku mengenai perjalanan hidup Gibran.

Sedangkan dari karya ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi), kami tidak menemukan

sumber yang kami anggap relevan sebagai sebuah perbandingan, karena beberapa

karya ilmiah tersebut tidak ada yang secara langsung terkait dengan tema yang

kami angkat. Harapan kami, mudah-mudahan sumber-sumber yang kami baca,

tidak mengurangi 'bobot' dari penulisan skripsi ini.

Buku yang pertama kami telaah adalah Sang Nabi diterjemahkan dari The

Prophet oleh Sri Kusdyantinah (Jakarta: Pustaka Jaya, 2002), Cet. Ke 12, tebal

buku 107 halaman. Dalam buku ini, terkandung pesan etis Gibran yang memuat

ajaran Gibran tentang moralitas dalam hubungan antar sesama manusia, apa pun

peran dan kedudukannya; bagaimana pandangan orang tua terhadap anaknya,

Page 17: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

bagaimana sikap seorang guru, tentang cinta, kebebasan, keindahan, persahabatan,

bahkan tentang makan-minum, pakaian serta pemberian; pendeknya, tentang

ihwal eksistensi manusiawi yang patut menjadi renungan tentang kebijakan dan

kebajikan.

Buku lainnya adalah Roh Pemberontak, diterjemahkan dari "Spirit

Rebellious", oleh Arvin Saputra, (Batam: Classic Press, 2003), 159 halaman.

Karya ini pernah dibakar di negara asal Gibran, Lebanon, karena berisi kecaman

terhadap dominasi Gereja dan otoritas pemerintah pada masa itu. Terlepas dari

pandangan yang penuh dengan kontroversi itu, buku ini layak dibaca

keseluruhannya, karena mengandung nilai-nilai religiositas yang tinggi.

Berikutnya, kami menelaah buku Nyanyian Cinta, terjemahan dari “The

Treasured Writings of Kahlil Gibran”, oleh Anton Kurnia, (Bandung: Penerbit

Diwan, 2002), 158 halaman. Karya ini menghadirkan 'warna' lain dari corak yang

sebelumnya, karena lebih banyak dibahas seputar nilai-nilai persaudaraan

universal yang dilandasi Religiositas.

Kemudian, bacaan kami selanjutnya adalah kumpulan karya Gibran,

diantaranya Tetralogi Masterpiece; Sang Nabi, Sayap-Sayap Patah, Suara Sang

Guru, Taman Sang Nabi, (Jogjakarta: Tarawang Press, 2001), Cet. II, tebal buku

370 halaman. Trilogi Hikmah Abadi; Sang Nabi, Taman Sang Nabi, Suara

Sang Guru, terj. Adil Abdillah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, Cet. I, 266

halaman

Dalam penelusuran jejak kehidupan Gibran, kami membaca Menapak

Jejak Khalil Gibran, Jakarta: Pustaka Jaya, 2000, Cet. Ke-2, tebal buku 171

halaman, karya Prof. Fuad Hassan. Tulisan kami, Humanisme Universal Kahlil

Page 18: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Gibran, sesungguhnya terinspirasi oleh tulisan Fuad Hassan dalam Menapak Jejak

Khalil Gibran, sub bab Gibran sebagai Penganjur Humanisme Universal. Dalam

buku tersebut, Fuad Hassan tidak menjelaskan secara rigid maksud dari

humanisme universal. Dari 11 halaman yang Fuad Hassan tulis terkait tema ini

(halaman 45-54), Fuad Hassan hanya memberikan pengertian bahwa humanisme

universal yang dia maksud adalah kemanusiaan universal, tanpa disertai 'turunan'

penjelas setelahnya. Dalam buku ini pun, kami hanya mendapat sedikit

pembahasan seputar konsep persaudaraan antar sesama yang dibarengi nilai-nilai

religiositas.

Pada penelusuran terhadap karya ilmiah lainnya, utamanya skripsi, tesis

dan disertasi, kami tidak menemukan tema yang sama dengan tema yang kami

angkat. Di Fakultas Ushuludin dan Filsafat, hanya ada skripsi tentang Air Mata

Cinta Kahlil Gibran oleh A. Syaeful (skripsi tidak ditemukan di Perpustakaan

Ushuludin, sumber katalog). Selanjutnya, skripsi Tiga Puisi Prosa Khalil Gibran

yang ditulis Tb. Adli Hakim (Fakultas Sastra UI tahun 1990), memaparkan

analisis struktural dan semiotik pada tiga puisi Khalil Gibran. Begitu pun dalam

tesis dan disertasi PPS UIN Jakarta, dari tiga tulisan yang kami dapat hanya

menjelaskan macam ragam puisi Gibran. Singkatnya, baik dalam skripsi, tesis

maupun disertasi tidak ditemukan kesamaan tema. Hal ini mengandung pengertian

bahwa secara keseluruhan, karya ilmiah kami merupakan sesuatu yang baru.

Sumber-sumber di atas yang kami telaah dan pelajari secara seksama,

dikombinasikan dengan buku-buku lain, baik dalam nuansa filsafat, sastra atau

pun etika.

Page 19: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

E. Sistematika Penyusunan

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, penulis membagi

menjadi lima bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I Berisi pendahuluan yang secara umum dan khusus meliputi latar

belakang masalah sampai sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II Akan dikemukakan secara singkat latar belakang historis Kahlil

Gibran sejak masa kecilnya hingga ia terkenal dalam karir

intelektualnya sebagai seorang seniman-filsuf dan juga sebagai

mistiskus terkemuka dewasa ini, berikut karya-karya yang pernah

ditulis dewasa ini.

BAB III Memaparkan pengertian humanisme dan universal, kemudian

perkembangan diseputarnya, terlebih dalam Filsafat, Religiositas,

Sastra dan Etika. Selanjutnya akan dilihat hubungan antara

humanisme dengan dengan keempatnya itu.

BAB IV Merupakan inti dari skripsi ini, berisi rumusan tiga kerangka nilai

Kahlil Gibran, meliputi tiga pesan etik Kahlil Gibran, yaitu

kedermawanan, ketulusan dan kerendahan hati. Kemudian nilai-

nilai religiositas Gibran serta konsepsi Gibran tentang persaudaraan

antar-sesama, antar-bangsa. Kami akan menampilkan ketiga

kerangka nilai ini secara utuh dalam humanisme universal: sebuah

Page 20: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

cita-cita Gibran. Selanjutnya, kami menyertakan tinjauan kritis dan

relevansi karya terhadap kehidupan dewasa ini.

BAB V Adalah penutup sekaligus saran dan kesimpulan dari keseluruhan

skripsi ini.

Page 21: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

BAB II

BIOGRAFI KAHLIL GIBRAN7

A. Kahlil Gibran: Tunas Cedar8 dari Lebanon

Gibran Kahlil Gibran lahir pada 6 Januari 1883 dekat Holy Cedar Grove di

tepian Wadi Qadisha (Lembah Kudus atau Lembah Suci), kota Beshari,

Lebanon.9 Gibran Kahlil Gibran, terkenal dengan sebutan Kahlil Gibran.

Sedangkan namanya sendiri adalah Gibran. Nama Gibran ini sama dengan nama

kakeknya. Pemberian nama dengan nama kakeknya semacam ini adalah

merupakan tradisi orang Lebanon pada waktu itu.10

Keluarga Gibran hidup dalam kemiskinan di tengah-tengah depresi

ekonomi yang tengah melanda Lebanon. Sang ayah, Kahlil Gibran (nama yang

kemudian disandingkan dengan namanya ketika bermukim di Amerika), adalah

seorang yang tegar tapi berpenghasilan terbatas dan tingkat pendidikannya pun tak

7 Salah satu perubahan yang dialami Gibran sejak merantau ke Amerika adalah cara

penulisan nama. Sejak Sekolah Dasar di Boston, ditanggalkannyalah nama pertama yang sebenarnya ialah nama dirinya (Gibran), selanjutnya namanya dikenal dengan Khalil Gibran saja. Dan berikutnya masyarakat Amerika suka sekali mengucapkan huruf kah dan nama Khalil yang dalam ejaan Arab ditulis “ليلخ” kemudian dituliskannya Kahlil. Dan bahwa ucapan nama Gibran dalam ejaan bahasa Indonesia ialah Jibran, yaitu transliterasi dari ejaan bahasa Arab “ناربج”. Beberapa buku tentang dirinya dalam bahasa Perancis menuliskan namanya “Djibran Khalil Djibran”. Tapi ejaan Gibran tidak terlalu keliru, karena di Mesir umpamanya, namanya diucapkan “Gibran” walaupun ejaannya “ناربج”, karena di sana biasanya huruf jim diucapkan gim. Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2001), h. 23-24. Sedikit berbeda dengan Fuad Hassan yang menggunakan kata Khalil Gibran dalam tulisannya, penulisan skripsi ini sepenuhnya memakai nama Kahlil Gibran.

8 Gibran terlahir di wilayah pegunungan Cedar (Cedar Mountain) atau dalam bahasa

aslinya Jabal al-Arz. Hingga kini pohon Cedar (Arz, jamak Arzah) digunakan sebagai lambang Lebanon dan dicantumkan pada bendera nasional Lebanon. Pohon Arz termasuk golongan pepohonan yang selalu hijau di segala musim (evergreen), sehingga seolah-olah mengesankan ketegaran dan keabadian.

9 Kahlîl Gibran, Nyanyian Cinta, terjemahan dari “The Treasured Writings of Kahlîl Gibrân” oleh Anton Kurnia, (Bandung: Penerbit Diwan, 2002), h. 5

10 Fahrudin Faiz, Filosofi Cinta Kahlil Gibran, (Yogyakarta: CV. Qalam, 2004), h. 48

Page 22: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

berarti. Ia bekerja sebagai penagih pajak. Penampilannya yang gagah dan tegar,

tapi kecanduannya pada arak dan judi mengakibatkan keluarganya hidup dalam

kesempitan. Ia sering mabuk, suka berkelahi, dan berlaku kasar terhadap isteri dan

anak-anaknya. Gibran hampir tidak memperoleh pengaruh psikologis apapun dari

ayahnya. Beruntung Gibran punya Kamila, sang ibu, adalah seorang wanita

terpelajar dan penuh bakat.

Walaupun keadaan ayahnya demikian, Gibran sendiri-secara terselubung-

menggambarkan kekerasan watak ayahnya sebagai seorang yang tetap

dikaguminya.

“I admired him for his power-his honesty and integrity. It was his daring to be himself, his outspokenness and refusal to yield, that got him into trouble eventually, if hundreds, were about him, he command them with a word.” “Aku mengaguminya karena kekuatannya-kejujurannya dan integritasnya. Keberaniannya untuk tampil dengan kesejatian dirinya, keterusterangannya dan sifatnya yang pantang mengalah itulah yang sering menjerumuskannya kedalam berbagai kesulitan. Jika beratus-ratus orang mengelilinginya, maka dengan sepatah kata saja mereka dapat ditundukkan olehnya.”11

Beruntung Gibran punya Kamila Rahmi, sang ibu, adalah seorang wanita

terpelajar dan penuh bakat. Beliau anak seorang pendeta gereja Maronit12 di kota

kecilnya, yaitu pendeta Istifan Rahmi. Kamila digambarkan sebagai wanita, kurus

dengan pipi agak kemerah-meraham dan bayangan melankolis dalam matanya.

Kamila mempunyai suara yang merdu dan amat taat beribadah. Ketika mencapai

usia kawin, ia menikah dengan salah seorang sepupunya sendiri, Hanna ‘Abd-

Salam Rahmeh. Sebagaimana kebanyakan orang Lebanon pada masa itu, Abd’

Salam dan keluarganya berimigrasi ke Brazilia untuk mengadu nasib, tetapi

11 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 35 12 Golongan gereja Maronit merupakan mayoritas dari denominasi agama Kristen. Lainnya terdapat golongan penganut Katolik Roma, Katolik Syria, Ortodox Yunani, Nestoria, Chaeldea, Armenia dan sejumlah sekte lainnya. Hingga kini di Lebanon ada 3 (tiga) agama monotheis yang diakui oleh pemerintah Lebanon, yakni Islam, Kristen dan Yahudi.

Page 23: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

meninggal disana dan meninggalkan Kamila seorang putra bernama Boutros

(Peter). Sepeninggal suaminya, Kamila kehilangan sumber nafkah dan tidak

mungkin lagi baginya untuk bertahan hidup di Brazil sambil mengasuh anak

tunggalnya, maka Kamila memutuskan untuk pulang kembali ke Lebanon. Dan

setelah beberapa lama kemudian, janda muda ini menikah lagi dengan seorang

pria yang bernama Khalil Gibran. Dari buah perkawinannya yang kedua ini, maka

terlahirlah Gibran (1883), Marianna (1885) dan Sultanah (1887).13

Kamila terkenal dengan sebagai wanita yang berkemauan keras tapi lemah

lembut tutur katanya, ia juga tergolong wanita cerdas dan sangat mahir berbahasa.

Kepada anaknya, ia mengajarkan bahasa Arab, Inggris dan Prancis. Pada waktu-

waktu senggang diceritakan kepadanya berbagai legenda dari dunia Arab,

termasuk cerita Seribu Satu Malam. Ayahnya sering mengajak berkunjung ke

beberapa kota kuno dengan banyak sekali peninggalan purbakalanya seperti

Balbeek, Homs dan Hamah. Adakalanya mereka bermalam di ketinggian Gunung

Cedar dan menginap di tenda pengembala sambil menikmati suasana kedamaian

dibawah cahaya bulan dan bintang yang gemerlapan dan amat mempesona. Segala

pengalamannya ini kelak nyata berpengaruh pada dirinya manakala sedang

kebingungan menghadapi peri-kehidupan di kota New York yang serba bising;

kedamaian di desanya itu sering membangkitkan kerinduannya pada tanah

airnya.14

Karena sulitnya kehidupan di Lebanon, maka Peter mohon izin kepada

ibunya untuk pindah ke Amerika. Karena ayahnya dianggap sudah tidak lagi bisa

13 Suheil Bushuri dan Joe Jenkins, Kahlil Gibran, Manusia dan Penyair, terj. (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 2

14 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 36-37

Page 24: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dijadikan sandaran keluarga karena sering mabuk dan sehari-hari menganggur

saja. Kamila menyetujui gagasan Peter untuk pindah ke Boston sebagai pangkalan

pertama karena di kota itu ada beberapa temannya. Tapi Kamila juga minta Peter

berjanji untuk berusaha agar ibu dan ketiga adiknya bisa selekasnya dapat

menyusul ke Amerika. Maka pada tahun 1894, Kamila dan semua anaknya tiba di

Boston. Mereka tinggal di sebuah apartemen kecil di daerah China-Town, suatu

daerah dengan rumah sewaan berhimpitan yang padat penghuninya serta lorong-

lorong yang dikotori sampah; jauh berbeda dengan suasana kedamaian dan

kebersihan dalam lingkungan alam desa kecil mereka di lereng Gunung Cedar

dengan pemandangan yang menghadap ke laut lepas.15

Di tempat barunya ini, Gibran masuk sekolah yang memang disediakan

untuk anak-anak imigran. Di sekolah ini Gibran dengan cepat dikenal teman-

temannya karena kemampuannya yang sangat menonjol dalam hal menggambar.

Kemahiran yang dimiliki inilah yang menghantarkan Gibran dalam dunia seni di

Boston dan juga menarik perhatian para pekerja sosial di Denison House, sebuah

lembaga sosial yang bergerak di bidang pendampingan para imigran dan anak-

anak jalanan. Melalui lembaga inilah Gibran berhubungan dengan seorang

seniman bernama Fred Holland Day. Day yang melihat bakat luar biasa pada diri

Gibran, kemudian mendorongnya untuk mengembangkan bakat seninya,

khususnya dalam menggambar. Maka semakin intens lah keterlibatan Gibran

dalam dunia seniman di Boston.

Pada tahun 1896 Gibran tidak dapat menahan kerinduan pada Lebanon. Ia

merasa perlu untuk kembali ke tanah airnya guna menambah pengetahuan tentang

15 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 37

Page 25: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Bahasa dan Sastera Arab.16 Kali ini dia masuk Madrasah Al-Hikmah17 di Beirut,

sekolah yang diselenggarakan oleh gereja Maronit.

Di Lebanon, Gibran bertemu dengan Salim Dahir. Beliau adalah seorang

dokter, penyair sekaligus guru bagi Gibran. Sang guru pun banyak bercerita

tentang berbagai legenda dan dongeng lokal kepada sang penulis muda yang

berbakat ini. Karena terpesona oleh anak muda yang lembut dan sopan ini, maka

Salim Dahir mengijinkan Gibran membantu tugas-tugas kedua puterinya, Sai’di

dan Halla. Seiring dengan waktu yang berjalan, maka tumbuhlah benih cinta

diantara Gibran dan Halla. Namun hubungan mereka harus pupus dan kandas di

tengah jalan manakala keluarga Halla tidak merestui hubungan mereka. Konon

salah satu karya Gibran yang berjudul Al-Ajnihah al-Mutakassirah adalah

merupakan roman yang kisahnya diilhami oleh pengalaman pahitnya itu.18

Pada tahun 1901 Gibran lulus dari Madrasah Al-Hikmah dengan pujian

tinggi. Maka mulailah dia mengembara untuk belajar seni ke Yunani, Italia,

Spanyol dan akhirnya menetap di Paris. Di Paris inilah saat usianya baru delapan

belas tahun, Gibran melahirkan karyanya yang sangat megejutkan masyarakatnya

di Lebanon, khususnya kalangan penguasa dan serta gereja dan pendetanya, yaitu

Spirits Rebellious19. Sebagaimana terpantul dari tiga cerita yang diriwayatkan

16 Namun John Walbridge dalam Hidup dan Karya Gibran, memberi komentar lain. Menurut dia, kekhawatiran Ibu dan keluarganya akan pengaruh buruk dari pergaulan Gibran lah yang menjadi motif mengirim Gibran kembali ke Lebanon. Lihat John Walbridge dan Adel Beshara, Hidup dan Karya Gibran, Terj. (Yogyakarta: Nirwana, 2003), cet 1, h. 46 17 Hingga kini Madrasah Al-Hikmah masih ada di Beirut, hanya berubah namanya menjadi College de la Sagesse. Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 39 18 Fahrudin Faiz, Filosofi Cinta Kahlil Gibran, h. 52

19 Istilah ini lebih tepat diterjamahkan ‘Jiwa yang memberontak’ atau ‘Semangat memberontak’, Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 31. Namun, tak jarang Spirits Rebellious diartikan ‘Roh Pemberontak’ seperti halnya judul buku terjemahan L. Saputra. Buku Roh Pemberontak ini memuat 3 rangkai judul diantaranya, Ibu Rose Hanie, Tangisan Kubur dan

Page 26: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dalam buku, Gibran bukan saja menyerang tatanan hukum yang tidak adil dan

menyerang keras kesewenangan para penguasa, melainkan juga melancarkan

kecaman pedas terhadap gereja.20

Pada tahun 1902 Gibran terpaksa meninggalkan Paris untuk pulang ke

Boston karena ibunya sakit keras. Selama mendampingi ibunya yang semakin

parah penyakitnya, terjadilah peristiwa yang sangat menghancurkan jiwanya,

yakni pada tanggal 4 April, adik yang sangat dicintainya, Sulthana, meninggal

dunia karena menderita Tuberkulosis (TBC). Namun, beruntung kesedihan Gibran

atas meninggalnya Sulthana bisa sedikit terobati oleh perkenalannya dengan

seorang seniman wanita yang bernama Josephine Preston Peabody. Josephine ini

akhirnya menjadi teman dekat Gibran dan banyak mendorong Gibran untuk

mengembangkan bakat-bakatnya, termasuk memperkenalkan Gibran dengan

seniman-seniman Boston yang terkenal. Ia adalah seorang yang memahami watak

dan jiwa Gibran, di samping sebagai salah seorang yang sangat mengagumi

lukisan-lukisan Gibran. Sayangnya, Gibran harus kembali menelan kesedihan

karena Josephine harus menikah dengan orang lain dan terpaksa

meninggalkannya.21 Kesedihan Gibran makin berlipat karena hampir setahun

kemudian, tepat tanggal 12 maret 1903, Peter, kakaknya yang menjadi andalan

nafkah mereka sekeluarga meninggal karena penyakit yang sama. Disusul empat

bulan kemudian, tanggal 28 juni 1903, oleh kematian ibunya, diduga karena TBC

juga.

Khalil Si Klenik Lihat dalam Kahlil Gibran, Roh Pemberontak, diterjemahkan dari "Spirit Rebellious", terj. Arvin Saputra, (Batam: Classic Press, 2003), h. 1

20 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 40 21 Fahrudin Faiz, Filosofi Cinta Kahlil Gibran, h. 53

Page 27: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Dalam puncak rasa sedih saat ibunya meninggal itu-menurut Marianna,

adiknya-justeru Gibran tidak menangis, namun tiba-tiba saja darah mengalir dari

hidung dan mulutnya. Gibran merasakan kepedihan ini, karena bagi Gibran

pengaruh ibunya sangat kuat dalam membentuk kepribadiannya. Di dalam

karangannya, berjudul Broken Wings (Sayap-Sayap Patah), Gibran menulis:

“Mother is everything in this life; she is consolation in time of sorrowing and hope in time of grieving and power in moments of weakness. She is the fountain-head of compassion, for bearance, and forgiveness. He who loses his mother loses a bosom upon which he can rest his head, the hand that blesses, and eyes which watch over him.” “Ibu adalah segalanya dalam hidup ini; dia adalah pelipur disaat kesedihan dan pemberi harapan disaat kedukaan serta kekuatan disaat kelemahan. Ia adalah pancaran kasih-sayang, ketangguhan, dan ampunan. Orang yang kehilangan ibunya berarti kehilangan dada tempat menyandarkan kepalanya, tangan yang memberkati, dan mata yang menjaga dirinya.”22

Dan dalam suratnya kepada sahabat penanya, May Ziadah, Gibran

menulis:

“Had it not been for the woman-mother, the woman-sister, and the woman-friend, I would have been sleeping among those who disturb the serenity of the world with their snoring.” “Kalau bukan karena ibu-perempuan, saudara-perempuan, teman-perempuan, maka mungkin aku masih tertidur diantara mereka yang menggangu ketenangan alam dengannya.”23

Itu sebabnya Gibran merasa sangat bersalah karena telah membujuk ibu

dan adik-adiknya untuk bermukim di Amerika, lalu tinggal di kawasan China-

Town yang begitu tercemar lingkungannya. Gibran lagi-lagi berkata, andaikata

mereka sekeluarga menetap di Lebanon, khususnya di Bisharri yang bertengger

pada lereng Gunung Cedar dengan udaranya yang bersih dan segar, maka tidak

mungkin mereka dihinggapi penyakit yang mematikan itu. Dan hampir bersamaan 22 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 42 23 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 43

Page 28: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dengan serentetan peristiwa kematian keluarganya itu, seluruh lukisan yang

kebetulan sedang ditampilkan dalam sebuah pameran dimakan api bersama

terbakarnya gedung pameran tersebut; Gibran sangat terpukul oleh musnahnya

sekumpulan lukisannya dalam sekejap saja.

Namun Gibran tidak larut dalam kesedihan. Jiwa dan semangatnya

berkobar untuk menuangkan segala gagasan dan ide yang terkumpul kepadanya,

membuatnya segera bangkit dan mulai berkarya, baik dengan tulisan maupun

lukisan. Karyanya yang sudah mulai dirancang penulisannya ketika Gibran masih

bersekolah di Madrasah al-Hikmah dan baru berusia lima belas tahun, yaitu The

Prophet, kembali ditulis ulang.24

Tahun 1904, Gibran bertemu dengan dua orang yang sangat berarti dalam

hidupnya. Yang pertama adalah perkenalannya dengan Mary Elizabeth Haskell,

seorang ilmuwan yang menaruh perhatian terhadap bidang seni dan pendidikan. Ia

menjadi seorang pendorong dan penuntun bagi Gibran; bahkan ia yang mengirim

dan membiayai Gibran ke Paris untuk melanjutkan pendidikannya. Atas jasa-

jasanya ini, pada hamper semua buku karya Gibran, nama Mary Elizabeth Haskell

yang biasa disingkat M.E.H. selalu tercantum pada halaman persembahan. Yang

kedua adalah Amin Ghuraib, pemilik majalah al-Muhajir. Perkenalannya dengan

Gibran dan ketertarikannya akan potensi pemuda itu, membuat Gibran dipercaya

sebagai pengelola majalah tersebut. Mulanya Gibran diberi wewenang untuk

mengurusi tata artistik, namun setelah melihat potensi Gibran dalam menulis, ia

pun lalu menyediakan kolom khusus bagi tulisan-tulisan Gibran di majalahnya.

Melalui majalah inilah Gibran mulai memperkanalkan ide-ide dan pemikirannya,

24 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 44

Page 29: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

baik dalam bentuk puisi maupun dalam bentuk prosa. Nama Gibran pun mulai

terkenal. Gibran menjulang namanya, menggeser nama-nama lain yang sudah

lebih dahulu dikenal sebagai sastrawan mahjar.25

Kesuksesan Gibran semakin memuncak setelah diterbitkannya The

Prophet dan kesibukan-kesibukan yang dijalaninya, justeru mengundang

“penyakit” yang sejak lama telah diidapnya, yakni kesepian dan kesunyian. Orang

yang selama ini sangat dekat dengan Gibran, Mary Elizabeth Haskell, mulai

menjauh dari Gibran karena M.E.H. beranggapan bahwa Gibran sudah tidak

membutuhkannya lagi. Kemudian ia menikah dengan sahabat Gibran. Adiknya

yang tinggal satu, Mariana, menjadi seorang yang introvert kelas berat yang tidak

bisa bergaul dengan orang lain, bahkan memutuskan untuk tidak menikah dengan

orang lain.

Pada saat kesepian di tengah gemilang kariernya, Gibran berkenalan dan

menjalin cinta dengan seorang sastrawan dan kritikus asal Mesir yang bernama

May Ziadah. Perkenalan mereka berawal dari kritik May atas buku Gibran yang

berjudul (al-Ajinah al-Muatakssirah), di dalam buku ini Gibran terkesan

membenarkan perselingkuhan yang dilakukan Salma Karami26. Ini lah salah satu

kritik yang dilontarkan oleh May tentang karya Gibran:

25 Mahjar adalah ungkapan berbahasa Arab yang berarti tempat pindah atau tempat perantauan. Lihat dalam Ahmad Wasrun Munawir, Al-Munawwir, (Yogyakarta: KP Al-Munawwir, 1984), h. 1590. Fuad Hassan secara lugas mendefinisikan mahjar, yakni sastra Arab yang dikembangkan oleh mereka yang memilih untuk merantau sebagai muhajir, karena peri kehidupan di negerinya yang sarat dengan penderitaan akibat pemerintah jajahan yang sangat otoriter. Daerah perantauan yang menjadi tujuan ialah terutama Amerika, baik Utara maupun Selatan. Di Amerika Utara terdapat masyarakat muhajir yang bermukim di Boston dan New York. (Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 30) 26 Salma Karami ialah tokoh dalam satu periwayatan Gibran dalam The Broken Wings; Dia adalah seorang gadis cantik dari Beirut yang oleh orang tuanya yang kaya raya dipaksa kawin dengan anak seorang pendeta, sehingga antara kedua pihak orang tua saling memetik keuntungan. Padahal Salma sudah mencurahkan cintanya yang sejati pada seorang pemuda lain, dan sama

Page 30: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

“I am in full accord with you on the fundamental principles that advocates the freedom of woman. The woman should be free, like the man, the choose her own spouse guided not by the advice and aid of neighbors and acquaintances, but by her own personal inclinations.” “Aku sepenuhnya setuju dengan kau mengenai asas-asas yang mendasari perjuangan kebebasan bagi kaum wanita. Wanita harus bebas seperti pria, untuk memilih sendiri pasangan hidupnya, bukan karena diarahkan oleh nasehat atau bantuan para tetangga dan sahabatnya, melainkan oleh selera pribadinya sendiri.”

Kendati demikian, dengan panjang lebar May menjelaskan bahwa dia

tidak mungkin membenarkan perselingkuhan Salma, apapun dan bagaimana pun

penyebabnya.

“Suppose wet let Salma Karami, the heroine of your novel. And very woman that resembles her in affections and intelligence, meet secretly with an honest man of noble character; would not this condone any woman’s selecting herself a friend, other than her husband, to meet with secretly? This would not work, even if the purpose of their secret meeting was ti pray together before the shrine of the Crucified.” “Seandainya kita benarkan Salma Karami, tokoh utama ceritamu itu, dan setiap wanita yang mirip dirinya dalam hal perasaan dan kecerdasannya, bertemu secara sembunyi-sembunyi dengan seorang laki-laki yang jujur dan berwatak mulia. Bukankah itu berarti dibenarkannya setiap wanita memilih bagi dirinya sendiri seorang teman, lain suaminya, untuk bertemu secara rahasia? Ini tidak mungkin dibenarkan, sekalipun tujuannya pertemuan rahasia mereka adalah berdoa bersama di hadapan kuil sang tersalib.”27

Demikian lah jalinan cinta yang berkembang antara Gibran dan May,

sekalipun hubungan diantara keduanya hanya berlangsung melalui saling kirim

surat belaka, sejak tahun 1912 sampai 1931; surat-surat itu lebih dari sekedar

pengungkap rasa cinta melainkan juga mencerminkan kemampuan sastera yang

tersimpan dalam diri mereka masing-masing. Sayang cita-cita Gibran untuk

sempat bertemu dambaan hatinya ini tidak juga tidak kesampaian karena penyakit sekali tidak mencintai laki-laki yang dipaksakan menjadi suaminya. Akhirnya Salma diketahui berselingkuh dengan pemuda pujaan hatinya, dari periwatannya terkesan bahwa Gibran tidak menyalahkan perbuatan Salma, karena memandang perilau Salma sebagai akibat dari dipaksakannya Salma menikah dengan seorang lelaki yang tidak dicintainya tetapi ‘apa boleh buat’ diterimanya sekedar untuk menuruti kehendak orangtua. Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 80 27 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 81

Page 31: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

jantung dan liver terlebih dahulu merenggutnya dari alam fana ini. May Ziadah

sendiri tak lama setelah itu tutup usia.

Pada tanggal 10 April tahun 1931 pukul 22.50, Kahlil Gibran

menghembuskan nafas terakhir dengan diagnosis “cirrchois of the liver and

incipient in one of the lungs”. Jenazah Gibran disemayamkan di rumah duka

Universal Funeral Parlor di New York, dalam peti di bawah timbunan bunga yang

melimpah. Baru pada 23 Juli tahun itu juga jenazah Gibran diangkut dengan kapal

ke Lebanon, dan sebulan kemudian, 21 Agustus, Jenazah Gibran tiba di Beirut.

Iring-iringan pengantar jenazah menuju Katedral S.t. George diikuti oleh pejabat-

pejabat tinggi Negara dan wakil-wakil komisariat Negara asing; juga ikut serta

kaum muslimin baik Sunni, Shi’i, Druze, golongan penganut gereja Ortodox

Yunani, Katolik, Maronit, Yahudi, Armenia, pendeknya semua golongan dan

segala lapisan masyarakat tanpa kecuali menyertai prosesi yang mengatar jenazah

Gibran yang terakhir di Gua Mar Sarkis.

Pengabdiannya selama bertahun-tahun dalam mengembangkan dunia

pengetahuan dan sastera Arab, membuatnya mendapat penghargaan ‘Bintang

Seni’ dari pemerintah Lebanon.

B. Karya-karya Kahlil Gibran

Martin L. Wolf dalam bukunya yang berjudul “The Treasured Writing of

Kahlil Gibran”- sebagaimana dikutip oleh Fahrudin Faiz- berasumsi bahwa ada

maksud tertentu dari Gibran saat menulis karyanya dalam bahasa Arab atau

bahasa Inggris (non Arab).28 Kalau dia menulis dalam bahasa Arab, biasanya

28 Fahrudin Faiz, Filosofi Cinta Kahlil Gibran, h. 53

Page 32: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

berisi ajakan atau menggugah bangsa-bangsa Arab agar sadar akan kondisi

mereka dan turut membantu menghapuskan penjajahan yang terjadi di negeri-

negeri mereka, termasuk Lebanon. Adapun apabila tulisan tersebut dalam bahasa

Inggris (non Arab) tujuannya adalah menyadarkan bangsa Barat akan pentingnya

perdamaian dan persaudaraan Di antara karya-karya sang penyair ini adalah

sebagai berikut29:

1905 Nubdah fi Fan al-Musiqa, New York: Al-Muhajir

1906 ‘Ara’is al-Muruj, New York: Al-Muhajor.

Nymphs of Valley, terj. H.M. Nahmad, New York: Knopf, 1948

1908 Al-Arwah al-Mutamarridah, New York: Al-Muhajir. Spirit Rebellious, ter.

H.M. Nahmad, New York: Knopf, 1948

1912 Al-Ajnihah al-Mutakassirah, New York: Miratul Gharb. The Broken

Wings, dalam A Second Treasury of Kahlil Gibran

1914 Kitab Dam’ah wa al-Ibtisamah, New York: Atlantic. A Tear and A Smile,

atau dikenal juga dengan Tears and Laughter, terj. H.M. Nahmad, New

York: Knopf, 1950

1918 The Mad Man: His Parables and Poems, New York: Knopf. Al-Majnun,

terj. Antonius Bashir, Kairo: al-Hilal, 1924

1919 Al-Mawakib, New York: Miratul Gharb. The Procession, terj. George

Khaerullah, New York: Arab-America Press, 1947

Twenty Drawings, New York: Knopf

1920 Al-Awasif, Kairo: Al-Hilal. The Tempest, dalam A Treasury of Kahlil

Gibran.

29 Ahmad Norma (ed.), Kahlîl Gibran: Cinta, Keindahan dan Kesunyian, (Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997), cet I, h. 369-371

Page 33: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

The Forerunner: His Parables and Poems, New York: Knopf. As-Sabi,

terj. Antonius Bashir, Kairo: Yusuf Bustani, 1925

1923 Al-Bada’i wa al-Thara’if, Kairo: Yusuf Bustani. Best Things and

Masterpiece, dalam A Treasury of Kahlil Gibran

The Prophet, New York: Knopf. An-Nabi, terj. Antonius Bashir, Kairo:

Yusuf Bustani, 1926

1926 Sand and Foam, New York: Knopf. Ramal wa Zabat, terj. Antonius

Bashir, Kairo: Yusf Bustani, 1927

1927 Kalimat Jubran, ed. Antonius Bashir, Kairo: Yusuf Bustani. Spiritual

Saying of Kahlil Gibran, terj. Anthony R. Ferris, New York: Citadel, 1964

1928 Jesus, The Son of Man, New York: Knopf.. Yasu’ Ibn al-Insan, terj.

Antonius Bashir, Kairo: Elias Modern Press, 1932

1929 Al-Sanabil, New York: As-Sa’ih.

1931 The Earth Gods, New York: Knopf. Alihat al-Arrd, terj. Antonius Bashir,

Kairo: Elias Modern Press, 1932

1932 The Wanderer: His Parables and His Sayings, New York: Knopf.

1933 The Garden of The Prophet, New York: Knopf.

1934 Prose Poems, ed. Andrew Gharib, New York: Knopf.

1951 A Treasury of Kahlil Gibran, ed. Martin L. Wolf, terj. Anthony R. Ferris,

New York: Citadel

Al-Majmu’ah al-Kamilah li Mu’allafat Jubran Khalil Jubran, ed. Mikhail

Naimy, Beirut: Dar Beirut

1962 A Second Treasury of Kahlil Gibran, ed. Anthony R. Ferris, New York:

Citadel

Page 34: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

BAB III

HUMANISME

A. Pengertian Humanisme dan Universal

Humanisme memiliki pengertian sebagai gerakan pemikiran yang

menganggap individu rasional sebagai nilai paling tinggi, sebagai sumber nilai

terakhir, serta memberikan pengabdian kepada pemupukan untuk perkembangan

kreatif dan perkembangan moral individu secara rasional, tanpa acuan pada

konsep-konsep yang bersifat adi kodrati.30

Dalam Encyclopedia Britania, humanisme diartikan sebagai paham

kemanusiaan, atau sebuah doktrin, tingkah laku, atau jalan hidup yang

memusatkan diri pada nilai-nilai dan manusia.31 Nilai-nilai yang terdapat dalam

humanisme, seperti ditulis Muhammad Ali, adalah paradigma nilai, sikap, norma

dan praktek keagamaan (religiosity) yang mendukung kehidupan tanpa kekerasan

dan damai.32

Salah seorang tokoh humanisme, Pico, berpendapat bahwa manusia adalah

makhluk yang diberi kebebasan memilih oleh Tuhan dan menjadikannya pusat

perhatian dunia. Oleh karena itu, manusia bebas memandang dan memilih yang

terbaik.33

30 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), Cet. III, h. 295 31Encyclopedia Britania 2003 Ultimate Reference Suite CD Room, (Inggris, 2003,

dictionary 2), h. 1 32 Muhammad Ali, Paradigma Beragama Humanis, Kompas 18 Januari 2002 33 Nicola Abbagnano, “Humanisme”, dalam The Encyclopedia of Philosophy, vol. 3,

(New York: Macmillan Publishers, 1967), h. 70

Page 35: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Dengan lugas, Franz Magnis Suseno memberi pengertian terhadap

humanisme dan kemanusiaan. Bagi Romo Magnis, humanisme adalah sikap

prinsipil dan terurai (eksplisit) yang menempatkan manusia di pusat perhatian dan

sebagai titik tolak penilaian tentang kehidupan masyarakat yang baik; tuntutan

intinya adalah manusia harus dihormati dalam martabatnya. Sedangkan,

kemanusiaan (Jerman: Humanitat, Inggris: Humanness) merupakan sikap yang

diharapkan oleh gerakan humanisme tersebut, yakni: cita-cita pengembangan

kemanusiaan dan bakat-bakatnya hati dan jiwa manusia secara selaras dan

seimbang; mengembangkan budaya dan keluhuran pikiran; cita-cita itu terungkap

dalam sikap yang terbaik dan berbesar hati terhadap sesama manusia.34

Begitu pun seperti tertera dalam satu (dari sepuluh) kategori yang

ditawarkan Carliss Lamont dalam The Philosophy of Humanism, disebutkan

bahwa humanisme mencirikan sebagai sesuatu yang meyakini dan menjunjung

tinggi adanya sebuah etik atau moralitas yang melandasi semua nilai

kemanusiaan. Etik dan moralitas ini menunjuk pada adanya persaudaraan

kemanusiaan yang adalah dasar kebahagiaan paling hakiki dalam konsep

kebersamaan tersebut.35

Dari beberapa definisi dan gambaran yang ada di atas, dapat dipahami

bahwa humanisme berada dalam pemaknaan yang beragam; kiranya ada tiga hal

yang mungkin dapat penulis ungkap, pertama humanisme sekuler yakni

humanisme sebagai yang memiliki daya tolak kuat terhadap daya campur tangan

unsur Ilahiah ketuhanan, kedua humanisme yang mengacu pada nilai-nilai

34 Franz Magnis Suseno, "Manusia dan Kemanusiaan dalam Perspektif Agama", dalam

Masa Depan Kemanusiaan, (Jogjakarta: Penerbit Jendela, 2003), h. 7 35 Carlis Lamont, The Philosophy of Humanism, (London: Routledge, 1978), h. 11-15

Page 36: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

religiositas, dan ketiga humanisme dalam pemahaman komunikasi inter-

subyektifitas, yang lebih menekan fokus pada ide-ide kemanusiaan yang

menjunjung tinggi nilai persaudaraan kemanusiaan, kreatifitas untuk menciptakan

prestasi kemanusiaan, penghormatan terhadap nilai-nilai dan hak asasi manusia

dan lainnya.

Sementara istilah universal (Inggris: universals, Latin universalis)

dikaitkan dengan konsep-konsep spesies, genus, dan klas, yang berlawanan

dengan istilah-istilah "particular" dan "individual". Problem universalia timbul

apabila orang mempertanyakan statusnya dalam realitas atau status

ontologisnya.36

Secara mudah, 'universal' artinya umum. Sebagai contoh, konsep

kemanusiaan adalah konsep yang dipercaya berlaku universal, sebab konsep ini

dipercaya dimiliki oleh setiap manusia tanpa membedakan apakah manusia

tersebut berkulit hitam, berkulit putih, baragama Islam atau beragama Kristen,

apakah ia orang Tionghoa atau orang Amerika. Lawan kata dari universal bisa

khusus, bisa pula diskriminatif, dan sebagainya, tergantung pada konteks kalimat

yang memuat kata universal.37

B. Perkembangan Seputar Humanisme

Pada perkembangannya, pengaruh humanisme merambah bidang-bidang

kehidupan: filsafat, ekonomi, politik, Islam, religiositas, sastra, etika dan yang

lainnya. Mengingat banyaknya aliran seperti yang disebutkan di atas, dan

mempertimbangkan keterkaitan dengan tema yang penulis angkat, maka kami

36 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, h. 714 37 Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Universal, kamis, 8 Juni 2007

Page 37: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

akan membatasi proses perkembangan humanisme ke dalam empat pokok

pembahasan, yakni humanisme dalam Filsafat, Religiositas, Sastra dan Etika.

Berikut ini kami paparkan secara singkat bidang kaji humanisme.

1. Humanisme dalam Filsafat

Dalam filsafat, tempat persemaian wacana humanisme, cikal bakal

humanisme dimulai dari lahirnya pemikiran yang menekankan kelebihan utama

manusia sebagai makhluk berakal budi. Socrates (470-399 s.M.) membangun

pemikiran antroposentrisme secara tegas (setelah Protagoras) dalam mengenakan

ukuran kebajikan (virtue) dan kebenaran terletak pada akal manusia.38 Dia juga

mengungkap hakekat yang-baik sebagai sarana penting dan bersifat hakiki untuk

dapat mengenal manusia.39 Plato (428-347 s.M.) dan Aristoteles (348-322 s.M.),

masih mengembangkan kerangka berpikir antroposentrisme (mikrokosmos),

walaupun keduanya masih menunjukkan keterkaitannya dengan alam terbuka

(makrokosmos). Aristoteles sendiri dalam Nichomachean Ethics (Etika

Nichomacus) mengatakan bahwa yang-baik bagi setiap hal ialah mewujudkan

secara penuh kemampuannya sebagai manusia.40

Ketiga orang di atas adalah wakil dari masa kebudayaan Yunani-Romawi

yang menempatkan manusia sebagai subjek yang mulia dan bisa terhadap

segalanya. Filsafat Yunani, menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir

terus menerus untuk memahami dan bagian lingkungannya serta menentukan

38 Robert C. Solomon dan Katheleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, terjemahan dari “A Short History of Philosophy” oleh Saut Pasaribu, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002), h. 95

39 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Seomargono, (Jogjakarta:

Tiara Wacana, 2004), Cet. IX, h. 317 40 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, h. 357

Page 38: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

prinsip-prinsip bagi tindak-tanduknya sendiri untuk mencapai kebahagiaan hidup

(eudaimonia). Masa inilah yang disebut sebagai Humanisme Klasik.41

Keterbukaan dan keduniawian humanisme menjadi rangsangan untuk

suatu perkembangan pendalaman religiositas, yang di satu pihak terdorong

memformasikan gereja dari dalam, di lain pihak mencari kedalaman hidup batin.

Maka, pada abad ke-15 dan pada zaman Renaisans di abad ke-16, kita dapat

menyaksikan suatu gerak pembaharuan religius luar biasa di Eropa. Di Eropa

Utara "Devotia Moderne" mengusahakan pendalaman pengalaman mereka dan

mistik, kita misalnya dapat menyaksikan kelompok-kelompok yang bersama-sama

melakukan tapa.

Kehidupan rohani Katolik abad ke-16 ditandai oleh tokoh-tokoh mistik

dan hidup rohani Santa Theresia dari Avila, Santo Johannes da Cruz dan Santo

Ignasius dari Layola. Nama terakhir mendirikan orde Serikat Yesus (Orde Yesuit)

yang akan menjadi pembawa pembaruan katolik di semua front. Sedang peristiwa

yang paling dahsyat adalah Reformasi Protestan oleh Martin Luther (1483-1546),

Jean Calvin dan Ulrich Zwingli. melakukan gerakan Reformasi Gereja.42

Gerakan Humanisme kemudian mendapat hawa segar pada saat Revolusi

Perancis (k.l. 1789-1799) di mana kebebasan (liberté), kesetaraan (egalité) dan

persaudaraan (fraternité) menjadi tiga pilar pokok yang mendasari kesadaran tidak

hanya manusia sebagai individu yang bebas dan otonom (dalam artian

41 Simon Petrus L. Tjahjadi, Sejarah Filsafat Barat Modern, (Jakarta: STF Drijarkara,

1998), h. 6 42 Franz Magnis Suseno, "Manusia dan Kemanusiaan dalam Perspektif Agama", h. 9

Page 39: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

menentukan dirinya sendiri), namun juga kesadaran akan nilai intrinsik dari

manusia itu sendiri dan tempatnya sebagai pusat dari realitas.43

Humanisme modern berkembang dalam dua bentuk, yakni sebagai

humanisme moderat atau seimbang dan sebagai humanisme anti-agama.44

Humanisme seimbang, menjunjung tinggi keutamaan-keutamaan manusiawi yang

luhur seperti kebaikan hati, kebesaran hati, wawasan yang luas, keterbukaan pada

seni, universalisme (di mana nilai-nilai budaya Timur dijunjung tinggi),

religiositas yang merasa dekat dengan alam, penolakan fanatisme dan toleransi

positif. Tokoh-tokohnya adalah antara lain, dua penyair Jerman terbesar, Goethe

dan Schiller, serta Wilhelm von Humbold.

Namun, humanisme muncul juga dalam bentuk anti-agama. Dalam bentuk

ini agama dipahami sebagai takhayul atau keterikatan manusia pada irasionalitas,

sehingga manusia hanya dapat menemukan dirinya apabila ia membebaskan diri

dari agama. Pelopor dan inspirator humanisme ateis adalah Ludwig Feuerbach

(1804-1872 M) yang memahami agama sebagai keterasingan manusia.45

Dalam tradisi filsafat Barat, perkembangan humanisme berada di ranah

filsafat eksistensial. Soren Kierkegaard (S.K.), seorang eksistensialis, mengatakan

bahwa manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya. Apapun

keputusan yang diambilnya, tak pernah ia mantap dan sempurna. Manusia akan

terus menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan. Akan tetapi pilihannya yang

pertama haruslah diputuskan sejauh menyangkut apa yang baik dan apa buruk.

43 Hendra Puranto, Pemikiran Jean-Paul Sartre dalam Existensialism and Humanism,

http://filsafatkita.f2g.net/str7.html, data diakses 24 Januari 2007, h. 5 44 Franz Magnis Suseno, "Manusia dan Kemanusiaan dalam Perspektif Agama", h. 10 45 Franz Magnis Suseno, "Manusia dan Kemanusiaan dalam Perspektif Agama", h. 10

Page 40: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Kalau seseorang telah menetapkan baik dan buruk, tanpa pendirian yang tegas

mengenai pilihan dasar ini, sebenarnya ia tidak menjalani eksistensi yang ada.46

Kierkegaard berpendapat ada tiga macam wilayah eksistensi (sphers

existence) atau tahap jalan hidup (stages on life's way), yakni wilayah estetis (the

aesthetic), etis (the ethical) dan religius (the religious).47 Tahap estetis (the

aesthetic) dapat digambarkan sebagai usaha mendefinisikan dan menghayati

kehidupan tanpa merujuk pada yang baik (good) dan yang jahat (evil). Artinya,

ketika orang bertindak tertentu, ia tidak memikirkan apakah tindakan itu baik atau

jahat dan kemudian menilai apakah itu boleh dilakukan.48

Wilayah eksistensi kedua, yakni tahap etis (the ethical), orang mulai

memperhitungkan dan menggunakan kategori yang baik (good) dan yang jahat

(evil) dalam bertindak. Hidupnya secara hakiki tidak lagi ditandai oleh sifat

langsung (immediacy) tindakan-tindakannya, melainkan sudah memuat pilihan-

pilihan konkret berdasarkan pertimbangan rasio. Suara hati, dan refleksi tentu

saja, mulai memainkan peranan yang penting dalam tahap ini. Dengan

meninggalkan tahap estetis menuju tahap etis orang mencapai tingkat integrasi

apabila memenuhi kewajiban dan peranan sosialnya, serta menerima tanggung

jawab yang memberinya kesempatan memperlihatkan siapa dirinya di dunia.49

Dalam wilayah eksistensi ketiga, yakni tahap religius (the religious), orang

menyadari bahwa pertimbangan baik dan jahat sudah tidak memadai lagi untuk

46 Fuad Hassan, Berkenalan Dengan Eksistensialisme, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2005), Cet.

ke-9, h. 29 47 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard Dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta:

KPG, 2004), h. 87 48 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard Dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, h. 88 49 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard Dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, h. 89-90

Page 41: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

hidupnya. Yang bernilai adalah relasi dengan Yang Ilahi. Ia menyadari bahwa

tujuan hidupnya mestinya bukan miliknya, yakni tujuan temporal yang dirancang

untuk memuskan dirinya.50 Penjabaran dari Kierkegaard ini, paling tidak menjadi

keterwakilan dari seorang filsuf yang memiliki ragam humanisme, terutama dalam

penghayatan nilai-nilai religiositas.

Pada pemaparan di atas, bisa terlihat perkembangan humanisme dalam

ranah filsafat (atau berarti juga faham kemanusiaan dalam bidang-kaji filsafat)

diwakili enam periode yakni zaman klasik yang lebih berorientasi pada Akal

Budi; Abad ke-15 dan pada zaman Renaisans di abad ke-16, terekam suatu gerak

pembaharuan religius sampai pada reformasi gereja; pada Revolusi Perancis (k.l.

1789-1799), kebebasan (liberté), kesetaraan (egalité) dan persaudaraan

(fraternité); Masa Modern yang membelah bentuk humanisme menjadi dua, yakni

sebagai humanisme moderat atau seimbang dan sebagai humanisme anti-agama;

dan filsafat eksistensial sebagai 'kubang' perkembangan humanisme dalam tradisi

filsafat Barat, diwakili oleh Kierkegaard yang memperkenalkan tiga wilayah

eksistensi, yakni wilayah estetis (the aesthetic), etis (the ethical) dan religius (the

religious).

Kelima masa tersebut, paling tidak menjadi pembuka bagi masa depan

humanisme berikutnya. Pada bahasan selanjutnya kami paparkan perkembangan

humanisme dalam religiositas.

50 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard Dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, h. 90-91

Page 42: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

2. Humanisme dalam Religiositas

Humanisme dalam religiositas berarti juga faham kemanusiaan pada ranah

religiositas. Pada perkembangannya, bidang-kaji ini sedikit banyak mengungkap

kedudukan (posisi) antara formalisme keagamaan dan nilai-nilai religiositas.

Terlihat misalnya, sebuah bentuk religiositas kaum humanis yang tidak ingin

mengikat diri pada suatu agama formal, namun berinti religius, percaya pada

kebaikan abadi.

Dalam Sastra dan Religiositas, Y. B. Mangunwijaya atau biasa disapa

Romo Mangun, tertarik untuk memberi pengertian lain pada agama dan

religiositas. Baginya, agama lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada

Tuhan atau “Dunia Atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-

peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir al-Kitab dan

sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan (Geseltschaft, bahasa

Jerman). 51

Sedangkan religiositas lebih melihat aspek “yang didalam lubuk hati”, riak

getaran hati nurani pribadi; sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang

lain, karena menafaskan intimitas jiwa, “du coeur” dalam arti Pascal, yakni cita

rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman

pribadi manusia. Karena itu, pada dasarnya religiositas mengatasi, atau lebih

dalam dari agama yang tampak, formal dan resmi. Religiositas lebih bergerak

dalam tata paguyuban (Gemeinscahft) yang cirinya lebih intim. 52

51 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), Cet. III, h.

12 52 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 12

Page 43: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Jauh sebelum itu, seorang filsuf Paul-Tillich melontarkan pandangan

tentang agama dan religiositas. Menurutnya, sebagaimana dikutip Arif Budiman,

religi mempunyai pengertian yang lebih luas dari agama. Seorang yang religius

tidak selalu harus menganut agama tertentu, seperti Kristen, Islam atau Hindu.

Seorang yang religius menurutnya adalah mereka yang mencoba mengerti hidup

ini secara lebih jauh dari pada batas-batas yang lahiriah saja. Dia adalah orang

yang berusaha bergerak dalam dimensi yang vertikal dari kehidupan ini, dia

berusaha mentransendir hidup ini.53

Erich Fromm dalam To Have or To Be-seperti dikutip Mashuri- pernah

menegaskan, religiositas merupakan ornamen dari watak sosial yang harus

memenuhi kebutuhan-kebutuhan religius yang sudah melekat pada diri manusia,

sebagai kebutuhan asasi. Ia mesti tidak berkaitan dengan sistem yang

berhubungan dengan Tuhan atau berhala, melainkan pada sistem pemikiran atau

tindakan yang memberikan pada individu suatu kerangka orientasi dan suatu

objek kebaktian.54

Sekali pun religiositas sering dipahami sebagai sebuah kualitas

keagamaan, namun pada satu sisi religiositas berbeda dengan sistem religi.

Religiositas tidak hanya berkutat pada masalah ketuhanan yang digariskan agama

53 Arif Budiman, Chairil Anwar Sebuah Pertemuan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976), Cet. I, h. 27

54 Ditulis oleh Mashuri dalam "Menggagas Sastra Religius yang Berkualitas". Artikel ini diakses dari http://islamlib.com/id/index, pada 27 Januari 2007

Page 44: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

formal. Religiositas lebih mengarah pada kesadaran ketuhanan yang

termanifestasikan dalam nilai-nilai dan asas kemanusiaan.55

Secara halus, Romo Mangun menghidangkan definisi abstrak tentang

perbedaan ataupun titik-titik singgung antara agama dan religiositas. Romo

mengambil contoh dalam sastra. Seperti yang ia kutip dalam resensi Umar Junus

di majalah Horison, buah karya A.A. Navis, Datangnya dan perginya

(Bukittinggi, 1956):56

"Seorang ayah runtuh hati karena istri pertamanya meninggal, sehingga ia menghanyutkan diri dalam hidup serba maksiat dan mengabaikan anaknya Masri. Pernah sang Ayah tertangkap basah oleh Masri dalam suatu tempat pelacuran. Lalu pergi. Salah seorang dari sekian banyak isteri yang dikawini dan dicerainya, melahirkan anak, Arni, yang (tanpa diketahui asal-usulnya oleh sang Ayah dan Masri), menikah dengan Masri itu sendiri. Timbul lah dilema bagi sang Ayah: Apakah ia harus mencegah sesuatu yang menurut hukum agama adalah dosa (yaitu perkawinan antara dua insan yang seayah sekandung), dengan memberitahukan kenyataan hubungan kakak beradik, kepada Masri dan Arni; tentunya dengan akibat keluarga Masri (yang sudah berbahagia itu) berantakan? Atau kah membiarkan kedua orang tak bersalah itu tetap tidak tahu tentang hubungan mereka yang sebenarnya dalam keadaan bonafide (penganggapan baik, menurut istilah moral), demi keutuhan keluarga Masri, tetapi dengan pelanggaran hukum agama terus menerus? Sang ayah memilih alternatif terakhir demi peri kemanusiaan".

Jelaslah ini suatu kasus yang cukup menarik; namun juga menyangkut

pertanyaan yang tergolong paling dalam pada hidup konkret kita semua. Umar

Junus-seperti dikutip Romo Mangun- menyebut dilema itu persoalan "antara

agama dan kemanusiaan". Romo Mangun menambahkan bahwa persoalan itu

55 Ditulis oleh Mashuri dalam "Menggagas Sastra Religius yang Berkualitas". Artikel ini

diakses dari http://islamlib.com/id/index, pada 27 Januari 2007 56 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 14

Page 45: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

adalah antara hukum agama dan peri kemanusiaan. Bahkan lebih jauh lagi, antara

formalisme hukum agama dan religiositas otentik.57

Pada bagian ini tersentuhlah persoalan eksistensial dalam segala bidang

yang menjadi pertanyaan dasar manusia modern dan bangsa ini khususnya.

Bahkan dapat dikatakan, inilah tantangan yang dipikul semakin serius kepada

semua agama besar di masa kini dan hari depan: apakah arti agama bila tidak

mampu berperikemanusiaan? Dengan kata lain: apa arti agama tanpa religiositas,

tanpa "penuntun manusia ke arah segala makna yang baik".

Religiositas tidak bekerja dalam pengertian-pengertian (otak) tetapi dalam

pengalaman, penghayatan (totalitas diri) yang mendahului analisis atau

konseptualisasi. “Tuhan tidak meminta agar manusia menjadi kaum teolog, tetapi

menjadi manusia yang beriman”, begitulah dari sekian banyak varian yang kita

dengar. Bagi manusia “religius” ada sesuatu yang dihayatinya keramat, suci,

kudus dan adi kodrati. Atau dalam bahasa Aldous Huxley-seperti dikutip Emanuel

Wora-, manusia tersebut sudah masuk ke dalam apa yang disebut 'metafisika'.

Huxley mendefinisikan metafisika ini sebagai usaha untuk mengenal realitas Ilahi

sebagai dasar dari dunia bendawi, hayati maupun akali. Realitas Ilahi bersifat

substansial bagi dunia.58

Dambaan manusia religius hidup untuk hidup dalam kekudusan adalah

hasrat untuk hidup dalam realitas objektif, tidak cuma terkurung didalam

kejadian-kejadian subjektif, suatu kenisbian tiada hentinya.59 Pada dasarnya,

57 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 14 58 Emanuel Wora. Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme,

(Yogyakarta: Penerbit Kanisus, 2006), h. 28-29 59 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 17

Page 46: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

religiositas mengatasi, atau lebih dalam dari agama yang tampak, formal dan

resmi. Beberapa lagu yang berkualitas religius, seperti “Tuhan” ciptaan Trio

Bimbo, “Surgamu” yang dilantunkan oleh Band Ungu, atau pun lagu

"Perdamaian" yang dinyanyikan personel Gigi dengan penuh haru dapat

dinyanyikan, baik oleh orang-orang Muslim maupun Kristiani. Begitu juga, sikap-

sikap religius seperti berdiri khidmat, membungkuk dan mencium tanah selaku

ekspresi bakti menghadap Tuhan, mengatupkan mata selaku konsentrasi diri

penuh pasrah sumarah dan siap mendengarkan sabda Ilahi dalam hati, semua itu

solah-bawa manusia religius yang otentik, baik dalam agama Islam, Kristen,

Yahudi dan agama-agama lainnya juga.

Orang beragama banyak yang religius, dan seharusnya memang demikian,

paling tidak diandaikan seorang agamawan sepantasnya sekaligus homo religious

juga. Tetapi kenyataannya tidak selalu begitu. Ada orang yang menganut agama

tertentu karena motivasi jaminan material atau karir politik, ingin memperoleh

jodoh yang beragama lain dari dia punya, atau biasa karena tidak ada pilihan lain;

cukup beragama “statistik” belaka.

Sebaliknya, ada yang tidak beragama, tetapi cita rasanya, sikap dan

tindakannya sehari-hari pada hakekatnya religius. Dalam suatu wawancara dengan

majalah Time, pengarang roman dan cerpen Inggris terkenal Graham Greene-

seperti dikutip Romo Mangun- pernah mengatakan, There is far more religious

faith in (communist) Russia than in (Christian) England.60 Demikian pula di

negeri kita dapat menjumpai koruptor-koruptor besar kecil, lintah-lintah darat dan

penipu yang rajin beragama; tanpa prihatin sedikit pun, apakah praktek

60 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 13

Page 47: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

keagamaannya itu cocok atau tidak dengan kehendak Allah yang Maha Baik dan

Maha Pengasih. Mereka agamawan, tetapi tidak atau bahkan jauh dari sikap

religius otentik.

Jika kita menelusuri jejak doktrin filsafat perenial di dalam berbagai tradisi

agama dunia, kita akan menemukan ajaran tentang kejatuhan (the fall). Dalam

tradisi Yahudi-Kristen misalnya, kejatuhan terjadi sesudah penciptaan. Kejatuhan

ini secara ekslusif disebabkan karena penggunaan kehendak bebas secara

egosentris, padahal kehendak bebas itu harus tetap terpusat pada dasar Ilahi, dan

bukan pada kedirian (self hood) yang terpisah. Dengan kata lain kejatuhan ini

merusak kesadaran atau pengetahuan manusia akan dasar imanen dan transenden

segala sesuatu, termasuk hidup dan dirinya sendiri. Kesadaran atau pengetahuan

ini hanya bisa diraih kembali melalui usaha kebajikan, terutama ketulusan,

kerendahan hati dan kedermawanan.61

Dengan demikian, pertanyaan-pertanyaan di atas seperti apakah arti agama

bila tidak mampu berperikemanusiaan? Atau apa arti agama tanpa religiositas,

tanpa penuntun manusia ke arah segala makna yang baik? Haruslah menjadi

pelajaran yang berarti terutama bagaimana upaya untuk menciptakan kehidupan

yang humanis dengan suasana religius seperti. Religiositas kaum humanis yang

tidak ingin mengikat diri pada suatu agama formal, namun berinti religius,

percaya pada kebaikan abadi.62 Bahkan religiositas akan menjelma ruh atau nyawa

dari konstruksi kebudayaan yang mengusung humanisme.

61 Emanuel Wora. Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme, h. 36

62 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 94

Page 48: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

3. Humanisme dalam Sastra

Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis

pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat

istiadat zaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang masyarakat dan

menyapa pembaca yang sama-sama dengan dia merupakan warga masyarakat

tersebut. Dalam kisahnya tentang Gubug Paman Tom Harriet Beecher-Stow

membuka mata masyarakat terhadap nasib budak belian di Amerika Serikat. Hal

yang sama diperbuat Turgenyev di Rusia dengan Kisah-Kisah Pemburu. Multatuli

dengan Max Havelaar-nya mempengaruhi diskusi mengenai sistem kolonial

Belanda.63

Kecenderungan semacam ini didasarkan atas adanya suatu asumsi bahwa

tata kemasyarakatan bersifat normatif; maksudnya mengandung unsur-unsur

pengatur yang mau tak mau harus dipatuhi sehingga hubungan antar manusia

ditentukan untuk paling sedikit dipengaruhi oleh tata kemasyarakatan tersebut.

Dengan demikian, pandangan, sikap dan nilai-nilai termasuk kebutuhan-

kebutuhan seseorang, termasuk pengarang, ditimba dari sumber tata

kemasyarakatan yang ada dan berlaku. Dengan sendirinya, masyarakat merupakan

faktor yang menentukan apa yang harus ditulis orang, bagaimana menulisnya,

dan untuk siapa karya sastra ditulis, dan apa tujuan atau maksudnya.64

Hubungan antar manusia atau pun masyarakat yang tergambarkan dalam

karya sastra, sangat mendorong perkembangan humanisme dalam sastra. Secara

literal bidang kaji ini berarti suatu paham kemanusiaan dalam dunia

63 Jan Van Luxemburg dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia, 1986), Cet.

Ke 2, h. 23 64 Andre Hardjana, Kritik Sastra Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), Cet.

Ke 2, h. 70

Page 49: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

kesusasteraan. Manusia menjadi tema sentrum dalam karya sastra, selain

perbincangan mengenai formalisme agama dan religiositas.

Sejenak kita melihat ke belakang, tepatnya dalam tradisi sastra Islam dan

Kristen (Barat) kita sering menjumpai perpaduan menarik antara sastra religiositas

dan keagamaan formal dalam bingkai kemanusiaan. Pada tradisi sastra Islam,

tema yang sering kali dimunculkan adalah perjuangan pengakuan kembali

terhadap hak-hak wanita. Tema ini muncul karena di ranah Arab tradisi patriakal

begitu menggejala, maka sering terjadi diskriminasi terhadap wanita.

Cerita tentang seorang perempuan yang baru dinikahi oleh kepala suku

Morra, Harit bin Auf menolak untuk 'disentuh' sebelum sang kepala suku

menghentikan peperangan dan mengibarkan panji perdamaian, kiranya menarik

untuk disimak.

"….Datanglah malam. Maka Harit memerintahkan mengaso dan berkemah. Akan tetapi, ketika ingin mendekati isteri muda itu, ia ditolak. "Apa? Masksudmu ingin menggarapku seperti budak belaka, yang dibeli, atau seperti tawanan perang? Demi Allah, kau tidak akan memelukku sebelum kau menyambutku di tengah sukumu dan perkawinan kita rayakan dengan onta-onta dan domba-domba yang disembelih untuk santapan perayaan. Perayaan yang dihadiri oleh undangan-undangan semua suku Arab. Mereka kemudian tiba di suku Harit. Tamu-tamu diundang, onta-onta dan domba-domba disembelih dan mulai lah pesta. Maka mendekat lah Harit kepada isterinya, tetapi masih ditolaknya. "Bagaimana? Kau punya waktu untuk bercumbu-cumbuan dengan perempuan, padahal di luar semua orang Arab saling membunuh dalam dendam kesumat berdarah, dan menghancurkan kaum Dobyan dan Abs, suku ibuku! Lekaslah pergi keluar, rujukkan kembali suku-suku, dan baru lah pulang kepada isterimu, yang akan menunggumu penuh cinta!" Harit keluar ke suku-suku musuh yang sudah empat puluh tahun saling melabrak dalam darah dendam kesumat. Berkat pengorbanan diri yang besar Harit mengadakan perdamaian antara mereka. Ia menyuruh menghitung jumlah korban-korban yang gugur di kedua belah pihak; dan menjamin bahwa suku yang kehilangan prajurit gugur lebih dari suku yang alin, dia Harit, akan memberi imbalan kelebihan pertumpahan darah, berupa tiga ribu unta dalam tiga tahun berikutnya. Berkat kemuliaan budi dan kedermawanannya demi karya perdamaian itu Harit pulang ke sukunya,

Page 50: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

terpuji oleh segala pihak. Istrinya, Bahisa menerimanya dengan kedua tangan terbuka, dan melahirkan banyak putra dan putri." 65

Makna yang terkandung dalam cerita di atas begitu dalam. Si gadis Bahisa

merupakan wanita yang paling cocok dengan hati orang-orang Beduin padang

Pasir. Harit, tokoh pria dalam cerita itu adalah orang yang bijak dan mau

berkorban untuk kepentingan sesama.

Berikutnya, dalam dunia sastra Barat (alam Kristen), sastra yang langsung

menyerang agama Kristen sudah mempunyai "tradisi" yang lama sekali.

Sebenarnya yang diserang pertama-tama bukan isi agama Kristen itu, tetapi

pejabat-pejabat Gereja, khususnya dari Gereja Katolik Roma yang sejak abad-

abad Byzantium Konstantinopel terlalu mengindentifikasi kepentingan agama dan

Gereja dengan kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.

Seperti diceritakan dalam roman Albert Camus, Sampar (La Peste), yang

menggambarkan betapa Tuhan tak berdaya (hanya diam saja) terhadap wabah

penyakit yang meresahkan masyarakat.

"…Situasi porak-poranda material spiritual suatu kota yang diserang wabah sampar. Hanya dua orang, dokter Rieux dan seorang pastor, Paneloux, yang dapat tabah dan mencoba menyelamatkan yang masih dapat diselamatkan dari kota, yang justru melampiaskan kebejatan pada saat-saat menghadapi maut. Kedua orang itu mencoba memperkuat iman dan keteguhan para warga kota, yang sudah busuk fisik dan mental itu.tetapi orang-orang yang sudah busuk tinggal menanti mati itu tetap seperti sedia kala, busuk. Dan di dalam malapetaka serba memuakkan itu Tuhan diam saja."66

Roman Camus ini menggambarkan situasi bangsa modern yang busuk dan

serba serakah saling membunuh dan mengisap, juga masih tetap busuk pada saat

sekian ribu bom nitrogen siap menghancurkan seluruh dunia. Hanya Rieux sang

Dokter, sang tidak Dokter, yang tidak percaya pada akherat, masih mencoba untuk

65 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 68 66 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 87

Page 51: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

mengatasi dan membuat hidup di dunia ini sedapat mungkin cukup baik untuk

dihuni. Rieux adalah personifikasi resi dan begawan zaman ilmu pengetahuan dan

teknologi modern. Manusia cendekiawan humanis yang a-religius, yang

kebanyakan masih percaya kepada Tuhan dan kewajiban hidup bermoral, tetapi

yang sudah tidak lagi dapat merasakan hubungan batin dengan agama formal atau

dunia mistik yang tidak dapat mereka ukur secara ilmiah.67

Jenis Dokter Rieux di masa kini semakin besar jumlahnya, dan di tanah air

kita pun dapat menemukan tipe sarjana-sarjana dan kaum intelek humanis seperti

Riuex itu; manusia-manusia budiman budiwati, yang tekun penuh pengorbanan

menyumbang pertolongan dan pengembangan bangsanya, setia dan sepi pamrih;

beragama hanya statis, bermoral cukup tinggi dan sukarelawan-sukarelawati

dalam amal membangun dunia yang lebih baik. Orang-orang baik itu tidak anti

Tuhan, tetapi formal beragama, namun praktis mereka a-religius, agnotikus.

Agama mereka ilmu pengetahuan atau ideal politik, ekonomi, teknologi dan

sebagainya. Mereka ibarat imam-imam rohis 'aam atau khatib-khatib baru gaya

modern kontemporer, merasa diri relevan dan efisien, demi peri kemanusiaan. Peri

kemanusiaan tanpa Tuhan. Sebab, meski Tuhan tidak mati, Tuhan hanya diam

saja.

Begitulah, baik dalam tradisi sastra Islam dan Kristen (Barat), keduanya

memiliki bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap kemanusiaan yang sangat

tinggi. Terlebih didalamnya, tak pernah kurang terpancar nilai-nilai religiositas.

Semua sastra yang baik selalu religius, seperti dibilang Romo Mangun.68

67 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 87-88 68 Y. B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, h. 11

Page 52: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

4. Humanisme dalam Etika

Seperti halnya dalam filsafat, cikal bakal humanisme dalam etika atau

paham kemanusiaan pada ranah etika dimulai dari lahirnya pemikiran yang

menekankan kelebihan utama manusia sebagai makhluk berakal budi. Socrates

(470-399 s.M.) membangun pemikiran antroposentrisme secara tegas (setelah

Protagoras) dalam mengenakan ukuran kebajikan (virtue) dan kebenaran terletak

pada akal manusia.69 Aristoteles sendiri dalam Nichomachean Ethics (Etika

Nichomacus) mengatakan bahwa yang-baik bagi setiap hal ialah mewujudkan

secara penuh kemampuannya sebagai manusia.70

Cita-cita humanisme dalam etika berkembang pesat pada masa Stoa

dengan tokoh-tokoh Seneca dan Marcus Aurelius. Stoa adalah etika filosofis

pertama di dunia yang secara konsekuen mengakui dan meminati kesamaan

derajat semua orang. Stoa mengajarkan bahwa terhadap siapa pun kita hendaknya

bersikap baik hati. Perempuan berhak atas perlakuan sama dengan laki-laki

(sesuatu yang sudah menjadi anggapan Plato), budak harus dihormati hak-haknya

(sesuatu yang sama sekali baru), dan musuh berhak atas belas kasihan serta

pengampunan. Etika Stoa bersifat kosmopolitis; ia mengatasi segala batasan dan

merangkul seluruh umat manusia. Pada Stoa, kita untuk kali pertama dalam

sejarah moralitas manusia menemukan kesadaran akan hak-hak asasi setiap

69 Robert C. Solomon dan Katheleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, terjemahan dari “A

Short History of Philosophy” oleh Saut Pasaribu, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002), h. 95

70 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, h. 357

Page 53: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

sebagai manusia. Untuk pertama kalinya Stoa merumuskan negara sedunia dan

persaudaraan universal.71

Secara bahasa, etika (Yunani: ethikos, ethos) berarti adat, kebiasaan,

praktek.72 Pengertian lain dari etika adalah pengkajian sosial moralitas atau

terhadap tindakan moral.73 Istilah "etika" oleh Aristoteles (385-322 s.M) sudah

dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.74 Etika mempertanyakan tanggung

jawab dan kewajiban manusia.75

Selanjutnya, perkembangan humanisme dalam etika diteruskan oleh filsuf

sosial, seorang psikoanalisis, Erich Fromm. Dalam buku Manusia Bagi Dirinya,

Erich Fromm menunjukkan bahwa struktur watak (character) personalitas yang

matang dan terpadu, karakter produktif, merupakan sumber dan basis dari

"kebaikan" dan bahwa "sifat buruk", pada hakekatnya adalah pengabdian terhadap

dirinya sendiri dan perusakan diri. Bukan penolakan diri atau bukan keadaan

mementingkan diri sendiri, melainkan "cinta diri", bukan peniadaan terhadap

individu, melainkan penegasan diri kemanusiaan yang sebenarnya, adalah nilai-

nilai yang paling tinggi dari etika humanistis. Jika manusia harus mempunyai

71 Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Jaman Yunani Kuno Sampai Abad 19,

(Jogjakarta: Kanisius, 2003), Cet. ke 7, h. 60

72 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), Cet. III, h. 217

73 Pius A. Purtanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit Arkola, 1994), h. 161

74 K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-6, h. 141 75 Franz Magins Suseno, Etika Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet.

Ke-7 h. 13

Page 54: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

keyakinan terhadap nilai, maka ia harus mengetahui diri dan kapasitas dasarnya

bagi kebaikan dan keproduktifan.76

Erich Fromm menyebut secara terbalik humanisme dalam etika, sebagai

etika humanistik. Baginya, etika humanistik adalah antroporsentris; tentu saja

bukan dalam pengertian bahwa manusia adalah pusat alam semesta melainkan

dalam pengertian bahwa pertimbangan-pertimbangan nilai mengakar dalam

kekhususan eksistensinya dan bermakna jika berhubungan dengannya; 'manusia

sesungguhnya adalah ukuran semua benda.'77

Salah satu karakteristik sifat dasar manusia adalah bahwa manusia

mendapatkan pemenuhan dan kebahagiaannya hanya dalam keterkaitan pada

solidaritas sesamanya. Bagaimana pun, mencintai tetangga bukan lah sebuah

fenomena yang lebih penting dari pada manusia; ia adalah sesuatu yang inheren

dan memancar darinya. Cinta adalah bukan sebuah kekuatan yang lebih tinggi

yang turun ke manusia, juga bukan sebuah kewajiban yang dipikulkan di atas

pundaknya. Ia adalah kekuatannya sendiri yang dengannya dia menghubungkan

diri pada dunia dan membuat benar-benar menjadi miliknya.78

Selanjutnya, Erich Fromm mengungkapkan jika etika merupakan

kumpulan norma-norma untuk mencapai keunggulan dalam menampilkan seni

hidup, maka prinsipnya yang paling umum harus diturunkan dari sifat dasar

kehidupan pada umumnya dan dari sifat dasar eksistensi manusia pada khususnya.

Dalam syarat-syaratnya yang paling umum, sifat dasar semua kehidupan harus

76 Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya; Suatu Telaah Psikologis-Filosofis Tentang

Tingkah Laku Manusia Modern, diterjemahkan dari Man for Himself oleh Eno Syarifudien, (Jakarta: AKADEMIKA, 1988), Cet. I, h. 6

77 Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya, h. 13 78 Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya, h. 13

Page 55: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

memelihara dan memperkokoh eksistensinya sendiri. Semua organisme

mempunyai sebuah tendensi inhern untuk memelihara eksistensi mereka.79

Perkembangan humanisme dalam etika agaknya tidak akan 'surut', karena

hubungan kemanusiaan dan konsep etis senantiasa seiring-sejalan. Jika manusia

harus mempunyai keyakinan terhadap nilai, maka ia harus mengetahui diri dan

kapasitas dasarnya bagi kebaikan.

C. Hubungan Antara Humanisme dengan Filsafat, Religiositas, Sastra dan

Etika

Humanisme memiliki hubungan yang sangat erat dengan filsafat, karena

bagaimana pun ranah filsafat adalah tempat persemaian tradisi humanisme. Dalam

filsafat, humanisme berarti sebuah gerakan yang menjungjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan. Begitu pun dalam religiositas, seperti dipaparkan sebelumnya,

seorang yang berjiwa humanis (berperikemanusiaan) berarti nilai-nilai religiositas

diamalkan mendalam.

Humanisme pun memiliki hubungan yang kuat dengan sastra, karena

dalam tradisi sastra Timur dan Barat, senantiasa tersembul nilai-nilai humanistik.

Dalam ranah etika pun demikian, persoalan yang sering diungkap dalam etika

adalah mempertanyakan tindakan manusia sebagai manusia.

Hubungan di atas menggambarkan bahwa dalam tradisi mana pun

humanisme dapat memiliki hubungan yang sangat erat dan tentu memiliki

pengaruh yang kuat pula. Berikut kami lampirkan tabel hubungan antara

humanisme dengan filsafat, religiositas, sastra dan etika.

79 Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya, h. 17

Page 56: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

BAB IV

HUMANISME UNIVERSAL KAHLIL GIBRAN

Dalam bahasan BAB IV, yang merupakan inti dari skripsi ini, penulis akan

menampilkan bait-puisi Kahlil Gibran yang menunjukkan kematangannya sebagai

penganjur humanisme universal.80 Humanisme universal adalah cita-cita luhur

Gibran, yang memiliki muatan imbauan universal bagi manusia dan kemanusiaan.

Penulis merumuskan humanisme universal Kahlil Gibran ini ke dalam 3

(tiga) kerangka nilai yang dikembangkan dalam bait-puisi Gibran, meliputi pesan

etik, nilai-nilai religiositas dan persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa.

Sejatinya, dari ketiga kerangka nilai ini, penulis ingin memperlihatkan bahwa

Gibran sesungguhnya mempertimbangkan betapa umat manusia perlu

dibangkitkan kesadarannya sebagai keberadaan bersama antar sesama,

kebersamaan antar-manusia.

A. Tiga Kerangka Nilai

Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, bahwa penulis menggunakan

metode analisis konten atau analisa terhadap isi karya Kahlil Gibran. Analisis

konten adalah strategi untuk menangkap pesan karya sastra81. Berangkat dari

pendekatan tersebut, kami merumuskan 3 (tiga) kerangka nilai yang terungkap

80 Perlu pembaca ketahui, Gibran sendiri tidak pernah menyebut bahwa dirinya adalah tokoh atau pun bagian dari humanisme universal. Sebutan humanisme universal digagas oleh Fuad Hassan dalam buku Menapak Jejak Khalil Gibran, sub tema Gibran sebagai penganjur Humanisme Universal. Lihat Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2001), h. 45-54

81 Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogjakarta: Pustaka Widyatama,

2004), Cet. Ke 2, h. 160

Page 57: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dalam karya-karya Gibran, diantaranya adalah pesan etik, nilai-nilai religiositas

dan persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa. Ketiga kerangka nilai ini adalah

satu kesatuan, dan keseluruhannya menjadi bagian yang integral dalam

memahami humanisme universal Kahlil Gibran.

1. Pesan Etik Kahlil Gibran

Untuk masuk ke dalam bait-puisi Gibran yang memuat pesan etik, kami

meminjam pendekatan etika perenial. Aldous Huxley menawarkan konsep etika

perenial, yakni sebuah etika yang menempatkan tujuan akhir manusia pada

pengetahuan akan dasar iman dan transenden dari segala sesuatu.82 Etika ini

menekankan adanya proses transformasi diri yang mengantar pada pengetahuan

akan suatu realitas Ilahi.83

Isi dari etika perenial seperti ditulis Lewis dalam The Abolition of Man

adalah apa yang disebut sebagai Tao. Tao ini ialah sebuah sistem nilai yang

merupakan gabungan berbagai imperatif moral dari berbagai tradisi, yang

menggumpal dalam tiga kebajikan yakni: ketulusan, kerendahan hati dan

kedermawanan.84 Ketiga kebajikan tersebut kami angkat dalam pesan etik Kahlil

Gibran.

82 Aldous Huxley, Filsafat Perennial, terj. Ali Noer Zaman (Yogyakarta: Penerbit

Qalam, 2001), Cet. I h. 10 83 Emanuel Wora, Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme,

(Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 34 84 Emanuel Wora, Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme, h. 35

Page 58: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

a. Kedermawanan

Kedermawanan adalah akar dan substansi dari moralitas.85 Kedermawanan

dimulai dengan tindakan kemauan dan dilaksanakan sebagai sebuah kesadaran

spiritual yang murni, sebuah pengetahuan cinta unitif tentang esensi objeknya.86

Dalam kebajikan sosial (social virtue) universal, kedermawanan menempati

ranking tertinggi di antara kebajikan-kebajikan lain.

Berderma berarti melihat orang lain seperti diri sendiri. Kegiatan

memberikan ataupun membagi apa yang menjadi miliknya, adalah bentuk

perwujudan cinta-kasih dan memiliki makna sosial yang tinggi, terlebih bagi yang

menerima derma. Namun, bagi penderma pun, kebahagiaan yang tak terkira,

apabila dengan dorongan hati berupaya untuk mendapat orang yang benar-benar

sangat membutuhkannya. Sampai-sampai Gibran menggambarkan bahwa

kebahagiaan itu melebihi 'nilai' pemberiannya.

"Dan bagi si pemurah, mencari apa yang akan menerima, Adalah bahagia, melebihi tindak pemberiannya."87

Paling tidak, ada dua kebahagiaan yang terpancar dalam diri sang pemberi.

Pertama, kebahagiaan dalam pengertian sosial. Yaitu, rasa bahagia bagi si

penderma yang sudah dapat meringankan beban hidup orang lain. Kedua,

kebahagiaan dalam pengertian spiritual. Yakni, konsep berbagi untuk sesama atas

kemauan diri-tidak ada paksaan dan tanpa pamrih- dan dilakukan semata-mata

karena Ilahi.

85 Aldous Huxley, Filsafat Perennial, h. 140 86 Aldous Huxley, Filsafat Perennial, h. 130 87 Kahlil Gibran, Sang Nabi, terj. Sri Kusdyantinah, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2002), Cet.

Ke 12, h. 22

Page 59: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Gibran pun memberi saran agar tidak berlarut-larut dalam memberikan

derma. Karenanya ketika memiliki 'sesuatu' yang lebih dan ada kesempatan untuk

berderma, maka lakukanlah dengan segera.

Adakah sesuatu yang masih kau sembunyikan? Sekali waktu segala yang kau punya akan terbagi jua, Karena itu berikanlah sekarang, selagi musim memberi belum lewat bagi mu, belum beralih tangan pada pewarismu.88

Gibran menganjurkan untuk tidak memilah-milah objek pemberian, karena

memberi (berderma) adalah sebuah kebutuhan hakiki. Simak pesannya tentang

ini:

Seringkali engkau berkata, "Aku memberi, tetapi hanya pada mereka, yang patut menerimanya" Pohon-pohon di kebunmu tiada berkata demikian, begitu ternak di padang rerumputan Mereka memberi demi kelanjutan hidup sendiri, Sebab menahan pemberian berarti mati.89

Pesan ini begitu dalam maknanya. Gibran menyarankan agar

menghilangkan klasifikasi (pengelompokan) terhadap orang-orang yang 'harus'

diberi,90 terlebih hanya memberi kepada orang terdekat atau yang dikenal oleh

mereka. Baginya, seluruh manusia adalah sama, tidak ada pembeda atasnya.

Bahkan, seperti perumpamaan di atas, menahan pemberian berarti mati. Hal itu

mengandung pengertian bahwa pemberian adalah sebuah kebutuhan naluriah dan

'wajib' dimiliki seluruh makhluk.

88 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 21-22 89 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 22 90 Dalam tradisi Hindu, kasta misalnya menjadi salah satu yang mengidentifikasi orang-

orang yang yang diwajibkan untuk memberi dan orang-orang yang harus menerima. Ksatria dan Vaisya dianjurkan untuk memberi, sedangkan kasta Barahmana diperintahkan untuk menerima. Lihat Leona Anderson "Kontekstualisasi Filantropi di Asia Selatan", dalam Filantropi di Berbagai Tradisi di Dunia, editor Amelia Fauzia dan Dick Van Derm Meij, (Jakarta: CSRC, 2006), Cet. I hal 70-71

Page 60: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Selain sebagai sebuah kebutuhan, berderma merupakan perwujudan

keadilan dan kasih sayang antar sesama. Bila hal ini tidak dipelihara, maka akan

terjerumus dalam 'lubang' keserakahan. Seperti ditutur berikut ini.

"Di dalam pertukaran hasil kekayaan bumi lah, Maka manusia mendapatkan pangan yang melimpah ruah, Dan di situlah dia memperoleh kepuasan Namun pabila pertukaran hasil bumi tak berdasarkan kasih sayang, Serta tak dijiwai oleh semangat keadilan yang paramarta, Maka dia akan menggelincirkan sebagian umat kepada keserakahan "91

. Semangat keadilan yang terus menerus dipupuk Gibran adalah upaya

untuk menghindari sikap tamak dan serakah. Karena bagaimana pun, dampak

sosialnya begitu besar, akan ada jurang si kaya-si miskin. Alih-alihnya seperti

ditulis Gibran:

"Dan sebahagian lagi akan menderita kelaparan" 92 Hal ini bukan perkara mudah, karena sudah menyangkut persoalan

kemanusiaan. Apalagi, nyawa manusia yang harus menjadi taruhan

keserakahannya. Si korban (kaum papa) tidak hanya akan menderita kelaparan,

tapi lebih tragis, dia akan mati kelaparan karena 'buah' dari sikap serakah manusia.

Maka, untuk keluar dari persoalan ini, Gibran memberi pemahaman 'etis'

kepada segenap umat manusia bahwa kedermawanan adalah bentuk amaliah yang

mulia. Proses kesadaran diri untuk memelihara semangat kedermawanan ini

merupakan tanggung jawab bersama. Terlebih, untuk terus saling mengingatkan

bahwa memberi dan menerima, lagi-lagi adalah sebuah kebutuhan.

Buah pohon tak mungkin berkata pada akarnya: "Jadilah seperti aku, yang masak dan ranum ini, Senantisa memberikan kelimpahan hasilnya." Sebab bagi sang buah, memberi adalah kebutuhannya,

91 Kahlil Gibran, Sang Nabi, hal 39 92 Kahlil Gibran, Sang Nabi, hal 39

Page 61: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Sedang bagi sang akar, menerima adalah kebutuhannya.93

b. Ketulusan

Ketulusan adalah kemampuan untuk mengetahui benda-benda dalam apa

yang disebut dalam buddhisme sebagai keadaan pada dirinya, yakni kondisi di

mana mereka berada secara aktual, objektif, dan akurat.94 Karena bersifat tanpa

pamrih (tulus), pastilah ia bersifat universal.95

Selain sebagai sebuah kebutuhan, berderma bagi Gibran harus dibarengi

dengan ketulusan. Ketulusan lahir dari dari dorongan pengertian diri, yang

terejawantahkan dalam bentuk aktus memberi, bahkan tanpa diminta. Seperti

ditutur Gibran dalam syair berikut ini.

"Sungguh utama untuk memberi bila diminta, Namun lebih utama lagi adalah memberi tanpa diminta, Karena dorongan pengertian."96

Gibran menaruh apresiasi kepada penderma yang secara ekonomi tidak lah

berkecukupan, namun karena dorongan untuk memberi sangat kuat, maka

penderma itu adalah orang-orang yang meyakini akan kehidupan dan anugerah

kehidupan.

"Adapula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya Merekalah yang percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan Dan peti mereka tiada mengalami kekosongan Ada yang memberi dengan kegirangan di hati, Kegirangan lah yang menjadi anugerah pengganti Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, Maka kepedihan menjadi penyucian diri"97

93 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h.72 94 Emanuel Wora, Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme, h. 35 95 Aldous Huxley, Filsafat Perennial, h. 127 96 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 21 97 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 21

Page 62: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Tentu saja akan berkesan lebih dalam, jikalau 'sesuatu' yang diberikan itu

tanpa adanya tendensi apa pun. Terlebih, adanya rasa enggan dari si penderma

untuk mengingat-ingat apa yang sudah diberikan. Sebuah wujud pemberian tanpa

pamrih. Terkait hal ini, Gibran memberi perumpamaan, bagaikan bunga yang

menyebar wewangian di lembah nun jauh di sana.

Dan ada yang memberi tanpa rasa sakit didalamnya, Tanpa mencari kegirangan dari pemberiannya, Tanpa mengingat-ingat pemberiannya "Mereka memberi, sebagaimana di lembah sana, Bunga-bunga menyebarkan wewangiannya ke udara Melalui mereka ini lah, Tuhan berbicara, Dan dari sinar lembut tatapan mata mereka Dia tersenyum kepada dunia."98

Gibran menambahkan:

“Bila kau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu Bila kau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh arti”99

Ketulusan sendiri selalu dibenturkan dengan sifat pamrih. Bagi orang yang

memiliki sifat pamrih, segala sesuatu yang ia lakukan haruslah selalu menuai

untung atau mendapat imbalan. Biasanya imbalan yang ingin didapat adalah

ketenaran. Selalu merasa bangga bila menderma dan ingin diketahui khalayak

umum. Terhadap persoalan ini, Gibran dengan lantang menegaskan bahwa

pemberian orang tersebut sudah tidak murni lagi dermanya (tidak tulus).

"Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak Dan pemberian itu dilakukan demi ketenaran, Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya."100

98 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 21 99 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 20 100 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 21

Page 63: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Sekali lagi, Gibran amat membenci segala pekerjaan yang "dibumbui"

sifat pamrih dan rasa enggan, karena bagi Gibran pekerjaan yang dilakukan akan

sia-sia dan tidak optimal. Simak syair Gibran tentang ini.

"…Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta, hanya dengan enggan, Maka lebih baiklah jika engkau meninggalkannya…", Dan walau kau bernyanyi dengan suara bidadari, Namun hatimu tidak menyukainya, Maka tertutuplah telinga manusia dari segala Bunyi-bunyian siang dan suara malam hari.101

Dari gambaran diatas, Gibran ingin menegaskan bahwa segala pekerjaan

(termasuk berderma) harus didasari oleh ketulusan atau ke-tanpa-pamrihan dan

dilandasi dengan cinta.

c. Kerendahan hati

Dalam etika perenial, kerendahan hati merupakan suatu kondisi yang

diperlukan bagi bentuk cinta yang tertinggi, dan bentuk cinta yang tertinggi

memungkinkan pelaksanaan kerendahan hati melalui peniadaan diri secara

total.102 Pada prinsipnya, kerendahan hati dapat dirumuskan sebagai kemampuan

menerima dan menilai diri sesuai dengan kebenaran atau kenyataan yang

sesungguhnya, yang tidak lebih dan tidak kurang.103

Gibran menyarankan agar setiap manusia bersikap rendah hati terhadap

sesama, sekali pun ia telah menabur 'benih' kebajikan. Perhatikan tulisan Gibran

tentang ini.

"Berusahalah dahulu hingga kau pantas jadi pemberi,

101 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 29 102 Aldous Huxley, Filsafat Perennial, h. 135

103 Dr. Al. Purwa Hadiwardaya, MSF, Nilai-Nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, (Jogjakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino, 1992), Cet. I, h. 83

Page 64: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Dan sebuah alat untuk membagi Sebab sesungguhnya, kehidupanlah yang memberi pada kehidupan" 23

Kerendahan hati adalah kapasitas untuk membuat jarak antara diri

seseorang dengan urusan pribadinya, menjauhkan ego sehingga ia dapat melihat

secara objektif dan akurat.104 Gibran mewanti-wanti agar si pemberi tidak terjebak

pada ego-personal dan si penerima tidak lah merasa utang budi secara berlebihan,

karena ini dapat merusak kebajikan yang telah diperbuat. Gibran dengan tegas

menulis.

"Sedangkan kau, yang mengira dirimu seorang pemberi, Sebetulnya hanyalah seorang saksi Dan kau, kaum penerima- ya engkau semuanya tergolong kaum penerima! Jangan memberati diri dengan rasa utang budi, Sebab kau akan membebani dirimu dan dan dia yang memberi…" 105

Walaupun jauh dari kesombongan hati, kerendahan hati itu memuat juga

kebesaran hati, yakni hati yang penuh syukur menerima diri sendiri apa adanya

dan sekaligus masih ingin untuk maju lebih jauh lagi.106 Berikut catatan Gibran.

Pabila kau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati, bahwa hanya yang pernah membuat derita, Berkemampuan memberimu bahagia. pabila engkau berduka cita, mengacalah lagi ke lubuk hati, disanalah pula kau bakal menemui, bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri107

Tak syak, disinilah keindahan dari sikap rendah hati, ia tidak pernah

terbawa pada ego-personal yang hanya mementingkan pribadi, tapi sebaliknya, ia

104 Emanuel Wora, Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme, h. 35 105 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 23

106 Dr. Al. Purwa Hadiwardaya, MSF, Nilai-Nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, h. 83

107 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 30-31

Page 65: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

berusaha senantiasa mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Juga, selalu

bersyukur atas nikmat yang didapatnya.

Dalam analisis konten atau analisa terhadap isi dari karya Gibran di atas,

tersingkap pesan etis yang berisi tiga konsep kebajikan, yakni kedermawanan,

ketulusan dan kerendahan hati. Terlihat secara jelas dalam bait-puisinya,

bagaimana Gibran memberi pemahaman etis yang teraktualisasi dalam bentuk

solidaritas antar sesama; sebuah perwujudan sosial antar manusia.

2. Nilai-Nilai Religiositas Kahlil Gibran

Salah satu daya tarik filsafat Gibranian yang dirasakan oleh pembacanya

adalah penekanannya yang mendalam terhadap spiritualitas (religiositas). Gibran

dianggap sebagai Sang Nabi oleh para pengikutnya, karena dalam abad kedua-

puluh yang teknokratis ini ajaran-ajarannya masih memainkan peran sosial efektif

dalam mengajarkan nilai-nilai religiositas, sebagaimana yang dilakukan oleh para

nabi pada masa mereka.

Nilai religiositas yang diungkap Gibran biasanya merupakan pertanyaan

sekaligus jawaban atas berbagai persoalan keagamaan, moral maupun sosial-

kemanusiaan. Simak khotbah 'almustafa' dalam karya utamanya, Sang Nabi,

Gibran membahas persoalan keagamaan.

"Bukankah agama sebenarnya meliputi, Segenap gagasan dan tindak manusiawi? Bahkan juga meliputi yang bukan gagasan maupun tindakan…"108

108 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 86

Page 66: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Bagi Gibran, agama tidak hanya menjamah kehidupan ide dan aksi

manusia, namun juga meliputi segenap 'relung' kehidupan manusia. Dan keduanya

(ide-aksi) tidak jalan sendiri-sendiri. Harus selaras dan serasa.

Gibran mewanti-wanti agar ritual keagamaan (ibadah) tidak laksanakan

setengah hati, ibarat jendela yang dibuka-tutup sesaat.

"Manusia yang menganggap ibadah sekadar jendela, Yang kadang ditutup, hanya terkadang dibuka, Agaknya belum mengunjungi rumah jiwanya, Yang terbuka selalu sepanjang hari, sepanjang masa."109

Begitu pula Gibran menyarankan agar berusaha melihat kehidupan

sebagai rumah ibadah yang sekaligus memuat ritual ibadah. Maka selami lah

'keindahannya' dengan segenap jiwa-raga. Simak pesan manis tentang ini.

"Kehidupanmu sehari-hari adalah rumah ibadah, dan ibadah pula Masukilah kehidupan itu dengan seluruh pribadi".110

Selanjutnya pada bagian lain, Gibran memberikan pemahaman tentang

do'a. Saran Gibran, seseorang memohon pertolongan pada Tuhan tidak hanya

pada saat mendapat kesulitan, namun pada waktu mendapat kesuksesan pun,

alangkah baiknya memanjatkan puja-puji pada-Nya, sebagai bentuk syukur atas

kelimpahan-Nya. Dalam syair yang cukup panjang Gibran mengingatkan hal ini.

Kalian berdo'a disaat kesulitan dan membutuhkan; Alangkah baiknya kalian pun berdoa di puncak kegirangan Dan di hari-hari rezekimu sedang berlimpahan Karena, apalah doa itu selain pengembangan dirimu dalam ether yang hidup? Dan bila kau dapat merasa nyaman, bila sempat mencurahkan, Kegelapan hatimu keharibaan ruang angkasa, Maka kau pun dapat merasa nyaman, jika dapat memancarkan, Fajar merekah di hatimu ke cakrawarti raya.111

109 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 87 110 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 87 111 Kahlil Gibran, Sang Nabi, h. 75

Page 67: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Dalam Suara Sang Guru, Gibran dengan bijak menjelaskan kearifan

(Wisdom).

"Seorang arif adalah dia yang mencintai dan mengagungkan Tuhan. Kebaikan manusia ada pada pengetahuan dan perbuatan, dan bukan pada warna kulit, ras atau keturunan."112

Pesan di atas mengandung makna bahwa nilai baik seseorang tidak diukur

dari warna kulit, ras ataupun keturunan. Tapi ukurannya adalah pengetahuan yang

ia peroleh dan perbuatan yang dikerjakannya. Keduanya adalah anugerah dari

Tuhan. Maka, tambah Gibran, biarkan pelita itu tetap menyala, dan jangan sampai

padam.

"Tuhan telah menganugerahkan kecerdasan dan pengetahuan kepadamu. Janganlah kamu padamkan pelita cinta itu dan jangan biarkan lilin kearifan mati dalam kegelapan nafsu dan kesalahan. Karena orang yang bijak mendekati manusia dengan obornya untuk menerangi jalan umat manusia."113

Pandangan Gibran yang sangat religius itu memang terbentuk sejak masa

kecilnya. Ibunya anak seorang pendeta terkemuka gereja Maronit. Namun kiranya

yang cukup dominan, nilai religiositas ini Gibran peroleh selama masa sekolahnya

di Madrasah Al-Hikmah, di mana Gibran diwajibkan dua kali dalam sehari

mengikuti acara di gereja, dan tentu saja sangat berpengaruh terhadap kentalnya

orientasi religius Gibran.114

Setiap mengikuti acara keagamaan itu, sikap kritis tak pernah luput dari

Gibran. Seolah-olah berkata pada dirinya sendiri, Gibran sering kali

112 Kahlil Gibran, Trilogi Hikmah Abadi; Sang Nabi, Taman Sang Nabi, Suara Sang

Guru, terj. Adil Abdillah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), Cet. I, h. 249 113 Kahlil Gibran, Trilogi Hikmah Abadi, h. 250 114 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 39

Page 68: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

mempertanyakan apa esensi dari kegiatan tersebut. Berikut petikan penuturan

Mikhail Naimy, sahabat karib dan penulis biografi Gibran tentang hal ini.

"Surely you have prayed enough to last you to the end of your days, and hence forth you shall not enter the church as a worshipper; for the Jesus you love so dearly is not found in churches. Many are the places of worship, but few indeed are thoe who worship in spirit and in truth."(Naimy, 43) "Sembahyangmu pasti sudah cukup hingga mencakup hari akhirmu, maka selanjutnya kau tak perlu lagi masuk gereja sebagai pemuja; karena Jesus yang sangat kau cintai tidak terdapat dalam gereja-gereja. Memang banyak tempat peribadatan, tapi sesungguhnya sedikit saja orang yang beribadah dengan semangat dan kebenaran."115

Bagi Gibran, ritual keagamaan tidak lah harus diformalkan (melalui

kebaktian gereja), melainkan cukup dilakukan di luar sana, karena Jesus tidak

terdapat dalam gereja.116 Atau dalam bahasa lain, religiositas tidak lah hanya

berkutat pada masalah ketuhanan yang digariskan agama formal. Religiositas

lebih mengarah pada kesadaran ketuhanan yang termanifestasikan dalam nilai-

nilai dan asas kemanusiaan.117

Puncaknya, Gibran melancarkan kritik pedas tehadap dominasi gereja. Di

Paris, saat usianya baru delapan belas tahun, Gibran melahirkan karyanya yang

sangat mengejutkan masyarakat Lebanon, khususnya kalangan penguasa serta

gereja dan pendetanya, yaitu Spirit Rebellious (Jiwa atau Roh Pemberontak).

Sebagaimana terpantul dari tiga cerita yang diriwayatkan dalam buku ini, Gibran

bukan saja menyerang tatanan hukum yang sangat tidak adil dan menyerang keras

kesewenangan para penguasa, melainkan juga melancarkan kecaman pedas

115 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 66-67 116 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 67 117 Ditulis oleh Mashuri dalam "Menggagas Sastra Religius yang Berkualitas". Artikel ini

diakses dari http://islamlib.com/id/index pada 27 Januari 2007

Page 69: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

terhadap gereja.118 Berikut kami kutipkan gejolak pemberontakan Gibran terhadap

pemuka gereja dalam cerita 'Khalil si Klenik'.

"Untuk apa kalian menghabiskan hari-hari di sini dan menikmati derma kaum miskin, sedang roti yang kalian makan dibuat dengan keringat tubuh dan air mata hati mereka? Mengapa kalian hidup dalam bayangan parasitisme, seraya memisahkan diri dari mereka yang mendambakan pengetahuan? Mengapa tidak kalian berikan bantuan untuk negeri ini? Jesus telah mengutus kalian sebagai anak-anak domba di antara serigala; lantas apa yang menjadikan kalian ibarat serigala diantara domba-domba? "119

Selanjutnya, dengan nada tinggi namun tetap santun, Gibran

memperingatkan bahwa apa yang selalu ditonjolkan para pemuka Gereja sebagai

sebuah kelebihan dan bentuk kemuliaan, bagi Gibran tidak memiliki arti apa-apa.

Air mata rakyat adalah lebih indah dan diberkati Allah dari pada kenyamanan serta kedamaian terhadap mana kalian membiasakan diri di tempat ini. Simpati yang menyentuh hati sesama adalah lebih tinggi dari pada kebajikan tersembunyi di pojok-pojok biara yang tidak kelihatan. Kata belas kasih kepada penjahat yang lemah atau pelacur adalah lebih mulia dari pada doa-doa panjang yang kita ulangi dengan kosong setiap harinya di bait.120

Merasa tersinggung dengan cerita dalam karya tersebut, para penguasa

Lebanon memerintahkan agar buku Spirit Rebellious dibakar dengan disaksikan

oleh keramaian umum. Bersama itu para penguasa memutuskan untuk

mengasingkannya dari Lebanon serentak dengan keputusan hukuman

eskomunikasi dari gereja maronit.121

Kiranya suatu anggapan yang amat keliru untuk menyebut Gibran sebagai

atheis semata-mata karena dirinya terkena hukuman eskomunikasi dari gerejanya

118 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 40 119 Kahlil Gibran, Roh Pemberontak, diterjemahkan dari "Spirit Rebellious", terj. Arvin

Saputra, (Batam: Classic Press, 2003), h. 74 120 Kahlil Gibran, Roh Pemberontak, h. 76 121 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 66

Page 70: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dan beberapa karyanya dimusnahkan di muka umum. Sebuah anggapan yang

keliru ketika sikap anti-pendetaisme Gibran merupakan ekspresi ketidak-

beragamaannya. Pada dasarnya, jujur saja, Gibran adalah seorang yang sangat

religius. Dia hanya keberatan atas pola “penggunaan” agama oleh pejabat gereja.

Dia beranggapan bahwa agama yang berada di tangan agen-kependetaan menjadi

sesuatu untuk “digunakan” namun bukan untuk “dihidupkan”.122 Bisa dilihat

kembali bagaimana pantulan sikap keberagamaan Gibran dalam cerita 'Khalil si

Klenik'.

"Aku percaya pada Allah yang mendengarkan seruan jiwa kalian yang menderita, dan aku percaya kepada kitab yang menjadikan kita semua saudara di hadapan sorga. Aku percaya kepada ajaran-ajaran yang menjadikan kita semua sama,dan yang menjadikan kita tidak dipaku di bumi ini, tempat berpijak kaki Allah yang hati-hati."123

Gibran terkesan mengibaratkan dirinya sebagai penjelmaan mikro-theos

dalam pelukan makro-theos yang penuh cinta. Dalam hubungan ini Gibran

tampaknya dipengaruhi oleh pantheisme kaum sufi yang menganggap kehadiran

Tuhan di mana saja. Kehadiran Tuhan terungkap melalui segala makhluknya,

termasuk manusia. Di bawah pengaruh sufisme ini Gibran tampaknya tidak

terbelenggu pada dogma keagamaan.124

"Religion? What is it? I khow only life. Life means the field, the vineyard, the loom…The Church is within you. You yourself are your priest." (Young, 38) Agama? Apa itu? Aku hanya tahu kehidupan. Kehidupan berarti ladang, kebun anggur, alat tenun....Gereja ada dalam dirimu sendiri. Kau adalah pendeta bagi dirimu sendiri.125

122 Kahlil Gibran, God of Lost Soul, diterjemahkan menjadi Tuhan bagi Jiwa yang

Hilang, oleh AS. Mangoenprasodjo, Endah Dwi Pratiwi, (Jogjakarta: Tarawang Press, 2002), Cet. I, h. viii

123 Kahlil Gibran, Roh Pemberontak, h. 105-106 124 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 66 125 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 66

Page 71: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Pandangan demikian itu pula yang menyebabkan Gibran meninggalkan

gereja, karena menurut pendapatnya Tuhan tidak berada di gereja melainkan

berada dalam diri kita masing-masing. Betapa pun pandangan Gibran mengenai

agamanya, namun satu hal yang tidak dapat disangkal, yaitu bahwa Gibran adalah

seorang yang menghayati kehadiran Tuhan secara intensif; seorang homo

religious sejati. Dalam sajaknya berjudul “Nyanyian Seorang Lelaki”, Gibran

memberi kesan penghayatan keagamaan begitu mendalam.

“Aku dengar pengajaran Konghuchu, Aku dengar hikmat Brahmana, Aku duduk di samping Sang Budha di bawah pohon pengetahuan, Tetapi inilah Aku, ada dengan ketidaktahuan dan takhayul; Aku pernah berada di sini ketika Yahwe mendekati Musa, kesuksesan mukjizat-mukjizat orang Nazaret itu di Jordan, Aku pernah di Madina ketika Muhammad hijrah, tetapi ini lah aku, tawanan kebingungan126

Simak pula sebuah ungkapan tulus Gibran tentang Yang Abadi, Tuhan.

"Sebuah hati yang meliputi segenap hati kalian, suatu cinta yang mencakup seluruh cinta kalian, suatu jiwa yang merangkum segenap jiwa kalian, suatu suara yang meliputi semua suara kalian, dan suatu keheningan yang lebih dalam dari semua keheningan, yang abadi."127

Wujud penghayatan akan kehadiran Tuhan direfleksikan dengan bentuk

kecintaan Gibran pada sesama manusia. Menurutnya, manusia adalah putera Roh

Kudus, maka dari itu semuanya adalah saudara. Berikut ungkapan manis Gibran

tentang ini.

"Engkau adalah saudaraku karena engkau adalah manusia dan kita adalah sama-sama putra Roh Kudus, dijadikan dari tanah yang sama. Engkau berada disini sebagai temanku di sepanjang jalan kehidupan dan penolongku

126 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, terjemahan dari “The Treasured Writings of Kahlil Gibran” oleh Anton Kurnia, (Bandung: Penerbit Diwan, 2002), h. 98

127 Kahlil Gibran, Tetralogi Masterpiece: Sang Nabi, Sayap-Sayap Patah, Suara Sang

Guru, Taman Sang Nabi, Terj. AS. Mangoenprasodjo, (Jogjakarta, Tarawang Press, 2001), Cet. III, h. 347

Page 72: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dalam memahami makna Kebenaran yang tersembunyi. Engkau manusia dan fakta itu sudah cukup agar aku mengasihimu sebagai saudaraku."128

Kemudian, Gibran menggenapinya dengan menjelaskan hubungan antara

manusia dan Tuhan melalui kekuatan cinta.

“Kau dan aku, semuanya adalah anak-anak iman yang sama, karena berbagai jalan agama yang beragam adalah jari-jari tangan cinta dari Wujud Agung yang satu juga, tangan yang merengkuh semuanya, mengulurkan kesempurnaan hati kepada semuanya, dan dengan penuh cinta menerima semuanya…”129

Konsepsi Gibran mengenai persaudaraan antar sesama yang dilandasi oleh

pengetahuan tentang Tuhan ini, dipertegas lagi oleh Gibran dengan mengatakan

bahwa semua umat beragama adalah bersaudara di hadapan Tuhan. Semua agama

sama sebagai jalan menuju Tuhan yang sama pula.

"Engkau adalah saudaraku, dan aku mencintai kau yang memuja di gerejamu, kau yang berlutut di kuilmu, dan kau yang bersujud di masjidmu. Kita semua adalah anak-anak dari agama yang tunggal, sebagai jalan agama yang beragam hanyalah jari-jari tangan pengasih dari Yang Maha Tinggi, yang diulurkan pada semua orang, menawarkan keutuhan jiwa pada semua orang dengan harapan akan menerima semua orang..”130

Kutipan bait-puisi Gibran di atas, semakin mengukuhkan Gibran sebagai

seorang humanis religius yang ingin menyampaikan imbauan bagi manusia secara

universal.

3. Persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa; tanpa sekat, tanpa batas

Kerangka nilai terakhir yang menjadi perwujudan humanisme universal

Kahlil Gibran, dapat terlihat dari usaha Gibran dalam mengungkap konsepsinya

128 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 136-137 129 Kahlil Gibran, Cinta, Keindahan dan Kesunyian, h. 260 130 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 138

Page 73: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

tentang persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa; tanpa dibatasi suku, agama dan

ras; tanpa ada jarak ataupun dikotomi Barat-Timur; tidak ada kekerasan ataupun

penjajahan; benar-benar merdeka, penuh dengan cinta-kasih.

Dalam pengutaraan tentang dirinya, Gibran kentara sekali meyakini

kemanusiaan sebagai penjelmaan tunggal. Manusia dimana-mana sama. Manusia

dan sesamanya adalah salah satu ummat.131 Maka kemanusiaan adalah satu.132

Wujud kesatuan ini tak lain karena terbuat dari satu unsur yang sama.

"Manusia terbuat dari unsur yang sama, tidak ada yang berbeda kecuali

penampilan lahiriah, yang sebenarnya tidak punya arti apa-apa."133

Namun di balik ke-satu-an unsur itu, manusia sering kali merentang jarak

antara satu dengan yang lain. Bagi Gibran, terbentangnya jarak antara sesama

manusia adalah hasil ciptaan benak manusia sendiri.

"Benar kah aku memisahkan diri dari kalian? Tidak kah kau ketahui, jarak itu nyata, kecuali yang direntang oleh khayalan rasa? Dan bila pun jarak direntang oleh rasa, dia menjelma jadi irama dalam jiwa."134

Terlebih, jikalau terbentang jarak dengan orang paling dekat (tetangga).

Gibran menyebut rentang jarak antar mereka laksana terhalang tujuh benua dan

tujuh lautan.

"Jarak yang terbentang antaramu dan tetangga dekat, yang tidak dipupuk perasaan bersahabat, memang lebih dari yang terpancang, antaramu dan para tersayang, walau tujuh benua dan tujuh laut menghalang."135

131 Ummat adalah suatu masyarakat dimana sejumlah individu yang mempunyai

keyakinan dan tujuan yang sama menghimpun diri secara harmonis dengan maksud untuk bergerak maju ke arah tujuan bersama, (Ali Syari’ati, on The Sociology Islam, terj. Saifullah Mahyadi, Jogjakarta: Amanda, 1992), Cet. I, hal 159

132 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 52 133 Kahlil Gibran, Elegi Sang Penyair ,(Yogyakarta: Penerbit Cupid, 2003), Cet. I, h. 32 134 Kahlil Gibran, Tetralogi Masterpiece, h. 334

Page 74: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Gambaran di atas terlihat bahwa jarak yang terjadi dalam hubungan antara

sesama manusia sebenarnya disebabkan oleh berbagai kerangka praduga yang

mengakibatkan kita tidak siap untuk menerima sesama manusia dalam kesejatian

kehadirannya. Adanya prasangka, curiga, dengki, irihati dan berbagai praduga

lainnya menyebabkan manusia tidak lagi polos menghadapi sesamanya. Gibran

melihat peperangan di masa lalu pun, tidak lepas karena adanya praduga itu.

"Lewat kejahatan mereka kami dipecah-belah; dan untuk mempertahankan takhta mereka serta hidup nyaman, mereka dipersenjatai bangsa Druze untuk melawan bangsa Arab, dan mengusik bangsa Shiite untuk menyerang bangsa Sunnite, dan mendorong bangsa Kurdi untuk membantai bangsa Bedouin, dan menghasut pengikut Nabi Muhammad untuk bertikai dengan pengikut Kristus. Sampai kapankah saudara saling membunuh saudaranya sendiri di dada ibunya? Sampai kapankah Salib dipisahkan dari Sabit di hadapan mata Allah? Ya, Kemerdekaan, dengarlah kami, dan berbicaralah atas nama satu orang saja, sebab api yang besar dimulai dari persik yang kecil."136

Kecenderungan manusia untuk membingkai sesamanya menimbulkan

jarak dalam hubungan antar-manusia dan antar-masyarakat maupun antar-bangsa.

Bingkai-bingkai keturunan, kesukuan, kebangsaan, keagamaan, kedudukan sosial,

dan lain sebagainya seringkali menentukan persepsi dan apresiasi manusia

terhadap sesamanya. Gibran tidak dapat membenarkan pemilahan umat manusia

dalam dikotomi penjuru Timur-Barat. Secara lugas, Gibran mengingatkan hal ini.

"...Tidak, saudaraku, Barat tidaklah lebih tinggi daripada Timur, juga Barat tidak lebih rendah dari Timur, dan perbedaan antara keduanya tidaklah lebih besar dari pada perbedaan antara harimau dan singa..."137

Gibran tidak setuju dengan ungkapan Mark Twain yang terkenal, yaitu

“East is east and west is west, and never the twain shall meet”.138 Pandangan

135 Kahlil Gibran, Tetralogi Masterpiece, h. 334 136 Kahlil Gibran, Roh Pemberontak, h. 132 137 Kahlil Gibran, Elegi Sang Penyair, Cet. I, h. 32

Page 75: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

demikian itu jelas tidak patut dipilih sebagai pedoman pergaulan antar-manusia.

Dikotomi Timur-Barat itulah yang lama sekali menjadi sumber sengketa dalam

pergauln antar-bangsa. Satu pihak merasa superior terhadap pihak lainnya;

celakanya, yang direndahkan mau pula menerima citra keunggulan pihak yang

menganggap dirinya inferior. Simak paparan Gibran tentang ini.

"Keegoisan, saudaraku, adalah penyebab superioritas buta dan superioritas

menciptakan kesukuan, lalu kesukuan menciptakan kekuasaan yang

menuntun ketidakselarasan serta penaklukan."139

Dengan menaruh iba, Gibran mengatakan:

"Kasihan bangsa yang terpecah-pecah, dan masing-masing pecahan menganggapnya sebagai bangsa."140

Keadilan, menurut Gibran, kiranya dapat menjadi asas untuk

menjembatani setiap perbedaan yang ada.

"Ada hukum yang adil dan sempurna dibalik masyarakat lahiriah tersebut, yang menyamaratakan penderitaan, kesejahteraan, dan kebodohan; ia tidak melebihkan suatu bangsa di atas yang lainnya, juga tidak menindas satu suku dan memakmurkan yang lainnya."141

Dalam memperjuangkan hak dan martabat manusia, Gibran terutama

tergugah oleh berbagai bentuk penindasan dan kekejaman manusia terhadap

manusia sesamanya. Dia tidak tahan menyaksikan penderitaan manusia yang

138 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 48 139 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 139 140 Ahmad Norma (ed.), Kahlil Gibran, Cinta, Keindahan dan Kesunyian, (Jogjakarta:

Yayasan Bentang Budaya, 1997), cet I, h. 185 141 Kahlil Gibran, Elegi Sang Penyair, h. 32

Page 76: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

diakibatkan oleh tindakan manusia lain.142 Gibran bertanya-tanya, mengapa masih

saja manusia saling berperang untuk saling menaklukkan? Terhadap kekuatan

asing yang menjajah negerinya Gibran berkata:

"Engkau adalah saudaraku, tetapi mengapa kah engkau bertengkar denganku? Mengapakah engkau menyerbu negaraku dan berusaha menaklukan aku demi menyenangkan mereka yang mencari kemuliaan dan kekuasaan? Mengapakah engkau tinggalkan isteri dan anak-anakmu dan mengikuti Maut ke negeri yang jauh demi mereka yang membeli kemuliaan dengan darahmu dan kehormatan dengan air mata Ibumu? Apakah suatu kehormatan, kalau seseorang membunuh saudaranya sendiri? Kalau engkau menganggapnya kehormatan, biarlah itu menjadi ibadah, dan dirikanlah sebuah kuil bagi Qabil yang membunuh adiknya, Habil." 143

Begitu pun sebaliknya, Gibran amat membenci ketika negaranya sendiri

harus menyerang negara lain, apa pun motifnya, karena akan menambah

kesengsaraan bagi mereka.

"Aku rindu akan negeriku yang indah dan mencintai bangsanya karena kesengsaraan mereka. Tetapi kalau bangsaku bangkit, terdorong oleh apa yang mereka sebut "semangat patriotik" untuk membunuh dan menyerbu tetangga, mereka atas setiap kejahatan kemanusiaan aku akan membenci bangsaku dan negaraku."144

Dengan suara lantang Gibran mengumandangkan pekik kemerdekaan.

"Dengarlah kami ya Kemerdekaan; Kasihanilah, ya Puteri Athena; Selamatkanlah kami, ya Suster Roma; Nasihatilah kami, ya Sahabat Musa; Tolonglah kami, ya Muhammad Terkasih; Ajarilah kami, ya Mempelai Yesus; Kuatkanlah hati kami agar kami boleh hidup, Atau bereskanlah musuh-musuh kami

142 Fuad Hassan, Menapak Jejak Khalil Gibran, h. 47 143 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 139 144 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 134

Page 77: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Agar kami boleh binasa dan hidup dalam damai selamanya."145

Universalisme Gibran tidak terbelah-belah dalam penjuru angin, tidak juga

dalam perbedaan agama, atau batas-batas negara mau pun sekat-sekat antar-

budaya. Pergaulan antar manusia adalah pergaulan antar sesama, terlepas dari

penjuru asal-usulnya, ranah budayanya maupun ajaran agamanya. Renungkan arti

pernyataan Gibran tentang ini.

"Manusia dibagi menjadi berbagai suku, menjadi milik negara dan kota-kota

namun kutemukan diriku bagi semua komunitas tanpa tempat menetap.

Alam semesta adalah negara ku dan keluargaku manusia adalah suku ku.146

Gibran tidak menyanggah kenyataan bahwa umat manusia terdiri atas

berbagai suku-bangsa. Namun ini tidak berarti harus dilakukannya pemisahan

yang bersifat diskriminatif antar manusia, karena sebenarnya perbedaan suku atau

ras justru akan memperkaya masyarakat.147 Hubungan antar manusia dilukiskan

Gibran sebagai pilihan antara hidup dalam keterasingan atau hidup dalam saling

keterjalinan. Perhatikan apa yang dituangkan dalam salah satu tulisannya, sebagai

berikut.

“Sahabatku, kau dan aku akan tetap asing terhadap kehidupan, dan antara satu dan lainnya, dan masing-masing dengan dirinya, hingga pada suatu ketika kau mau berbicara dan aku mau mendengarkan, menganggap suaramu suaraku sendiri: dan ketika aku berdiri di hadapanmu membayangkan diriku berdiri di hadapan cermin.”148

145 Kahlil Gibran, Roh Pemberontak, h. 133 146 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 133 147 Dr. Al. Purwa Hadiwardaya, MSF, Moral dan Masalahnya, (Jogjakarta: Kanisius,

1990), Cet. I, h. 85 148 Fuad Hassan, Menapak Jejak Kahlil Gibran, h. 152

Page 78: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Jelaslah bahwa universalisme Gibran adalah pandangan universalis

paripurna, tanpa pemisah dan tanpa pemilah dalam pergaulan manusia dan antar-

bangsa. Semangat yang menyertai pandangan ini sesuai dengan firman Allah yang

termuat dalam al-Qur’an (Qs. Al-Hujarat/49:13):

”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal…”.149

Begitulah, kata ‘saling kenal-mengenal’ kiranya memuat penugasan, yaitu

agar manusia sanggup melakukan transendensi-diri melampaui perbedaan asal

kesukuan dan kebangsaannya, dan bersamanya itu juga ranah budayanya.150

Konsep persaudaraan antar sesama, antar bangsa yang dikembangkan

Gibran membuatnya semakin disegani dan diakui oleh khalayak, bahwa

sesungguhnya dalam pesan-pesan persaudaraan Gibran tersembul nilai-nilai

universalitas, tanpa sekat dan tanpa batas.

B. Humanisme Universal Gibran: Sebuah Cita-Cita

Tiga kerangka nilai yang disebutkan di atas, yakni pesan etik, nilai-nilai

religusitas dan persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa, adalah sesuatu yang

berkaitan dan saling menunjang antara satu dan lainnya. Dari ketiga kerangka ini

Gibran menjelma menjadi seorang yang humanis yang sarat dengan imbauan

149 Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1994) 150 Fuad Hassan, dalam makalah "Catatan Pengantar Tentang Gibran Sebagai Penganjur

Humanisme Universal", diselenggarakan oleh Yayasan Wakaf Paramadina, pada tanggal 20 April 2001 di Regent Hotel Jakarta, h. 7

Page 79: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

universal, yang bagi penulis, merupakan cita-cita luhur dari seorang Kahlil

Gibran, penganjur humanisme universal.

Pesan etik Gibran yang berisi kedermawanan, ketulusan dan kerendahan

hati memberi pemahaman etis yang teraktualisasi dalam bentuk solidaritas antar

sesama; sebuah wujud kepedulian sosial antar manusia. Dengan melakukan

serangkaian kegiatan filantropi (bahasa Yunani, Philos berarti Cinta, anthropos:

manusia, kemanusiaan) di atas, tentunya akan semakin merekatkan persaudaraan

antar sesama, dan tentunya semakin terbuka 'jalan' menuju Realitas Ilahi.

Kemudian, nilai religoisitas Gibran merupakan refleksi dari wujud

penghayatan akan kehadiran Tuhan sebagai bentuk kecintaan pada sesama

manusia. Simak sekali lagi penuturan Gibran tentang ini.

"Engkau adalah saudaraku karena engkau adalah manusia dan kita adalah sama-sama putra Roh Kudus, dijadikan dari tanah yang sama. Engkau berada disini sebagai temanku di sepanjang jalan kehidupan dan penolongku dalam memahami makna Kebenaran yang tersembunyi. Engkau manusia dan fakta itu sudah cukup agar aku mengasihimu sebagai saudaraku."151

Sesungguhnya, persaudaraan sejati adalah bahwa adanya sebuah rasa

persamaan sebagai seorang manusia yang satu, dan dicipta dari Tuhan yang sama

pula. Tanpa ada batas kesukuan, agama dan ras; tanpa ada jarak atau pun dikotomi

Barat-Timur; tidak ada kekerasan ataupun penjajahan; benar-benar merdeka,

penuh dengan cinta-kasih. Imbauan Gibran tersebut bermakna universal, bukan

hanya di tempat ini, tempat itu, tetapi di seluruh alam semesta.

Bagi Gibran, seperti telah dikutip di muka, seluruh manusia adalah saudara

dan karenanya manusia adalah satu. Maka tak salah kiranya, bagi penulis,

imbauan-imbauan universal Gibran yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan,

151 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 136-137

Page 80: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

semakin mentasbihkan Gibran sebagai seorang penganjur humanisme universal.

Sebuah cita-cita luhur yang patut ditiru oleh manusia sejagad.

Sebagai penutup, humanisme sebagai sebuah cita-cita tinggi dan

mengandung nilai-nilai universal menempatkan keadilan terhadap manusia

sebagai bagian dari makhluk hidup. Adanya keadilan akan hak dan kewajibannya

memposisikan manusia sebagai jiwa yang selayaknya bebas, sederajat dan

bertanggung jawab atas dirinya sendiri. adanya keadilan hak dan kewajiban ini

juga akan memposisikan manusia sebagai jiwa merdeka dari belenggu.

C. Tinjauan Kritis Dan Relevansi Karya Terhadap Kehidupan Dewasa Ini

Ada beberapa hal, dari karya atau pun sosok Gibran di atas, yang kami kira

patut untuk diberikan catatan penting.

Pertama, ketika Gibran mengedepankan sikap (tindakan) religus sebagai

sesuatu yang terpisah dari agama formal, sebagai bentuk kekecewaan terhadap

dominasi Gereja dan terlebih pada tingkah laku pendetanya, penulis melihat

pemahaman akan makna keagamaan Gibran begitu kering. Bagaimana pun,

menurut kami, agama adalah sebuah jembatan untuk mengenal Tuhannya. Betul

bahwa Gibran begitu kecewa terhadap Gereja, tapi tidak harus dengan

meninggalkan gereja, melainkan dengan serta merta membangun semangat

'kebersamaan' di lembaga keagamaan tersebut. Semangat yang selalu hadir dalam

bait-puisinya. Ketika Gibran banyak mengungkap keuniversalan manusia,

seharusnya Gibran pun mengangkat makna universal dalam agama.

Kedua, Gibran bukanlah orang yang berjibaku dalam kehidupan Lebanon,

karena Gibran sendiri sudah meninggalkan tanah kelahirannya sedari kecil,

Page 81: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

sekalipun 2-3 tahun pernah sekolah di sana. Maka, kami kira pandangan Gibran

terhadap tanah airnya terlampau subjektif. Gibran bukan pelaku melainkan hanya

sekedar pengamat. Gibran hanya sebatas menulis puisi, titik. Artinya, tidak ada

kesepahaman antara gerak langkah dengan kata. Misalnya, ketika Gibran

mengumandangkan pekik kemerdekaan, Gibran hanya dapat melakukan itu di

negeri nun jauh di sana.

Ketiga, apa yang Gibran wariskan, baru sebatas wacana, yang masih

berada "di langit" atau masih ”me-menara gading” belum membumi. Misalnya,

ketika Gibran menolak dikotomi Timur-Barat, Gibran tidak 'menjembatani'

persoalan tersebut pada satu ruang khusus semacam diskusi roundtable. Padahal

sebagai seorang yang memiliki pengaruh untuk mempersatukan dua 'kutub' yang

berlawanan, seharusnya Gibran mampu untuk mempertemukan keduanya dan

membahas sekaligus menyelesaikan persoalan tersebut sampai tuntas.

Sekalipun Gibran memiliki kekurangan terutama dalam keselarasan gerak

langkah dengan kata, namun Gibran adalah Gibran. Seorang seniman yang

memiliki kesan universal begitu dalam. Tentu, banyak hal penting dan bermakna

terkait hubungan (relevansi) dengan kehidupan dewasa ini.

Pertama, karya Gibran tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai

keuniversalan. Dalam pesan etik yang memuat kedermawanan, ketulusan dan

kerendahan hati, selayaknya menjadi contoh baik, bahwa manusia harus

mengembangkan budaya ini, guna memupuk solidaritas antar sesama, yang sudah

banyak dilupakan. Di tengah krisis ekonomi yang sudah 10 tahun lebih melanda

republik persada, nilai-nilai etis tidak hanya diwacanakan, tapi menjadi cerminan

bagi semua, untuk bangkit dari keterpurukan.

Page 82: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Kedua, konsep persaudaraan antar sesama tanpa sekat tanpa batas yang

diwariskan Gibran, harus menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan berbangsa

dan bernegara. Bagaimana pun, bangsa ini telah kehilangan ruh pemersatu, seakan

semua terkotak-kotak oleh kepentingan ras, suku, agama bahkan partai. Maka,

untuk lepas dari persoalan ini, tak lain kita harus merekatkan jalinan persaudaraan

dan menghilangkan bingkai yang merentang jarak. Kita adalah sama.

Page 83: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Membaca dan menganalisa isi dari karya Gibran, orang dengan mudah

akan sampai pada kesimpulan bahwa dia adalah representasi dari sosok serentak

tampil sebagai homo ethicus, homo religious. homo socius dan homo aestheticus.

Konfigurasi itu pula yang menjadikannya sebagai sastrawan dan filsuf yang

sangat peka dan tanggap terhadap nilai-nilai kemasyarakatan dan kemanusiaan,

keindahan, kesusilaan serta ketuhanan.

Gibran mengutarakan pandangannya dengan jelas dan konsisten mengenai

nilai-nilai yang menjadi acuannya dalam menanggapi berbagai masalah manusia

dan kemanusiaan. Bagi Gibran, manusia dimana-mana sama. Manusia dan

sesamanya adalah salah satu ummat. Maka kemanusiaan adalah satu.

Terbentangnya jarak antara sesama manusia adalah hasil ciptaan benak manusia

sendiri. Gibran tidak bisa membenarkan pemilahan umat manusia dalam dikotomi

penjuru Timur Barat

Gibran mengukuhkan sebagai seorang humanis religius yang ingin

menyampaikan imbauan bagi manusia secara universal. Gibran pun menunjukan

betapa umat manusia perlu dibangkitkan kesadarannya sebagai keberadaan

bersama antar sesama, kebersamaan antar-manusia. Karenanya, akan terlihat

kematangan Gibran sebagai penganjur humanisme universal.

Sampai di sini kita belum juga tuntas menguras khazanah Gibran; Gibran

terlalu kaya untuk dikemas dalam tulisan singkat ini. Maka skripsi ini tidak lebih

Page 84: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

dari sekedar pembangkit minat untuk berkenalan lebih lanjut dengan Gibran

sebagai perasa dan pemikir; Gibran sebagai warisan kehidupan yang fana dan kini

menyepi di alam baka dalam sebuah gua di Mar Sarkis

B. Saran

Sebagai sastrawan dan filsuf yang sangat peka dan tanggap terhadap nilai-

nilai kemasyarakatan dan kemanusiaan, keindahan, kesusilaan serta ketuhanan,

Gibran terlihat begitu sempurna. Sosok seperti Gibran mungkin tiada duanya,

terutama ketika Gibran mengungkap kemanusiaan universal.

Namun, kami melihat keseluruhan Gibran bukan tanpa celah kekurangan,

baik dalam karya atau pun pada sosok Gibran sendiri. Pandangan Gibran terhadap

persoalan yang melanda Lebanon di masa itu misalnya, tak lebih dari pandangan

seorang kritikus dan tentu tidak bisa lepas dari unsur subjektivitas. Harus diingat

bahwa Gibran bukan seorang yang bergulat secara langsung dalam kehidupan

Lebanon. Gibran melihat alam kehidupan Lebanon dari jauh dan penuh dengan

gejolak perasaan, sebagai seorang perasa.

Maka, untuk lepas dari pandangan subjektif, sebaiknya sastrawan atau

filsuf sekali pun, paling tidak harus turut berkecimpung menyelami dunia yang

ada. Selamilah dalamnya puisi (karya sastra) dengan kehidupan dan menyelami

kehidupan dengan puisi (karya sastra). Tentu hal ini bukan perkara mudah, seperti

hal nya penulis, namun untuk mendapatkan sesuatu yang maksimal dan jauh dari

kesan subjektif, kenapa tidak dicoba? Menurut kami, keseriusan dalam pengkajian

dan penelaahan sebuah karya sastra, dengan sendirinya akan tersembul nilai-nilai

yang utuh.

Page 85: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

DAFTAR PUSTAKA

Abbagnano, Nicola. “Humanisme”, dalam The Encyclopedia of Philosophy,

vol. 3, New York: Macmillan Publishers, 1967

Anderson, Leona. "Kontekstualisasi Filantropi di Asia Selatan", dalam Filantropi

di Berbagai Tradisi di Dunia, Amelia Fauzia dan Dick Van Derm Meij

(ed.), Jakarta: CSRC, 2006, Cet. I

Ali, Muhammad. Paradigma Beragama Humanis, Kompas 18 Januari 2002

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2002, cet. III

Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, Cet. Ke-6

Budiman, Arif. Chairil Anwar Sebuah Pertemuan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976,

Cet. I

Bushuri, Suheil dan Jenkins, Joe. Kahlil Gibran, Manusia dan Penyair, terj.

Jakarta: Grasindo, 2000

Departemen Agama RI, Al-Quran Karim

Encyclopedia Britania 2003 Ultimate Reference Suite CD Room, Inggris, 2003

Endaswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra, Yogjakarta: Pustaka

Widyatama, 2004, Cet. Ke 2

Faiz, Fahrudin. Filosofi Cinta Kahlil Gibran, Yogyakarta: CV. Qalam, 2004

Gibran, Kahlil. Elegi Sang Penyair, Yogyakarta: Penerbit Cupid, 2003, Cet. I

Page 86: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

____________.God of Lost Soul, diterjemahkan menjadi Tuhan bagi Jiwa yang

Hilang, oleh AS. Mangoenprasodjo, Endah Dwi Pratiwi, (Jogjakarta:

Tarawang Press, 2002, Cet. I

____________. Nyanyian Cinta, terjemahan dari “The Treasured Writings of

Kahlil Gibran ” oleh Anton Kurnia, Bandung: Penerbit Diwan, 2002

____________.Roh Pemberontak, diterjemahkan dari "Spirit Rebellious", terj.

Arvin Saputra, Batam: Classic Press, 2003

____________.Sang Nabi, diterjemahkan dari The Prophet oleh Sri

Kusdiyantinah, Jakarta: Pustaka Jaya, 2002, Cet. ke xv

____________. Surat-Surat Cinta Kepada May Ziadah, diterjemahkan dari Blue

Flame: the Love Letters of Khalil Gibran to May Ziadah, terj. Sugiarta

Sriwibawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 1997, Cet. V

_____________.Tetralogi Masterpiece; Sang Nabi, Sayap-Sayap Patah, Suara

Sang Guru, Taman Sang Nabi, Jogjakarta: Tarawang Press, 2001, Cet. II

____________.Trilogi Hikmah Abadi; Sang Nabi, Taman Sang Nabi, Suara Sang

Guru, terj. Adil Abdillah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, Cet. I

Hassan, Fuad. Berkenalan Dengan Eksistensialisme, Jakarta: Pustaka Jaya,

2005, Cet. ke-9

___________. Menapak Jejak Kahlil Gibran , Jakarta: Pustaka Jaya, 2000, Cet.

Ke-2

___________. Makalah "Catatan Pengantar Tentang Gibran Sebagai Penganjur

Humanisme Universal", diselenggarakan oleh Yayasan Wakaf

Paramadina, pada tanggal 20 April 2001

Page 87: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

Hadiwardaya,. Al. Purwa, Dr, MSF. Nilai-Nilai Etis dan Kekuasaan Utopis,

Jogjakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino, 1992, Cet. I

_____________________________. Moral dan Masalahnya, Jogjakarta:

Kanisius, 1990, Cet. I

Hardjana, Andre. Kritik Sastra Sebuah Pengantar, Jakarta: PT. Gramedia, 1983,

Cet. Ke 2

Hidya Tjaya, Thomas. Kierkegaard Dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri,

Jakarta: KPG, 2004

Huxley, Aldous. Filsafat Perennial, terj. Ali Noer Zaman, Yogyakarta: Penerbit

Qalam, 2001, Cet. I

Lamont, Carlis. The Philosophy of Humanism, London: Routledge, 1978

Magnis Suseno, Franz. 13 Tokoh Etika Sejak Jaman Yunani Kuno Sampai Abad

19, Jogjakarta: Kanisius, 2003, Cet. ke 7

____________________. Etika Politik, Jakarta: Pt. Grameia Pustaka Utama, Cet.

Ke-7

____________________. "Manusia dan Kemanusiaan dalam Persepektif Agama",

dalam Masa Depan Kemanusiaan, Jogjakarta: Penerbit Jendela, 2003

Mangunwijaya, Y. B. Sastra dan Religiositas, Yogyakarta: Kanisius, 1994,

Cet. III

Mashuri dalam "Menggagas Sastra Religius yang Berkualitas". Artikel ini diakses

dari http://islamlib.com/id/index pada 27 Januari 2007

Norma, Ahmad (ed.). Kahlil Gibran: Cinta, Keindahan dan Kesunyian,

Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997, cet I

Page 88: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi

O. Kattsoff Louis. Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Seomargono,

Jogjakarta: Tiara Wacana, 2004, Cet. IX

Purtanto, Pius A. dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:

Penerbit Arkola, 1994

Petrus L. Tjahjadi, Simon. Sejarah Filsafat Barat Modern, Jakarta: STF

Drijarkara, 1998

Puranto, Hendra. Pemikiran Jean-Paul Sartre dalam Existensialism and

Humanism, http://filsafatkita.f2g.net/str7.html. Data diakses 24 Januari 2007

Solomon, Robeth C. dan Katheleen M. Higgins. Sejarah Filsafat, terjemahan dari

“A Short Hostory of Philoshopy” oleh Saut Pasaribu, Jogjakarta: Yayasan

Bentang Budaya, 2002

Syari’ati, Ali. On The Sociology Islam, terj. Saifullah Mahyadi, Jogjakarta:

Amanda, 1992, Cet. I

Van Luxemburg, Jan dkk. Pengantar Ilmu Sastra, Jakarta: PT. Gramedia, 1986,

Cet. Ke 2

Walbridge, John dan Beshara, Adel. Hidup dan Karya Gibran, Terj. Yogyakarta:

Nirwana, 2003, Cet. I

Wasrun Munawir, Ahmad. Al-Munawwir, Yogyakarta: KP Al-Munawwir, 1984

Wora, Emanuel. Perenialisme: Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme,

Yogyakarta: Kanisius, 2006

http://id.wikipedia.org/wiki/Universal

Page 89: Humanisme Universal Kahlil Gibran - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16170/1/ASEP... · B. Karya-karya Kahlil Gibran 20 . ... Dalam bait puisi