hukum islam di indonesia dalam perspektif sejarah …

22
1 Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono) HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH HUKUM Imam Hardjono Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448 ABSTRAK Hukum Islam di Indonesia telah lama hidup dalam kesadaran hukum masyarakat Islam di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. ini dapat ditelusuri pada masa-masa awal Islam masuk Indonesia, akan tetapi perkembangannya meng- alami pasang surut. Tulisan ini akan menelusuri tentang bagaima- nakah sebenarnya kedudukan hukum Islam di dalam sejarah perja- lanan tata hukum Indonesia selama ini? Mengapa disebuah negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, keberadaan hu- kum Islam justru tidak mendapat tempat secara proporsional? Fak- tor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebabnya? Melalui perspek- tif sejarah hukum, pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian akan dicoba dijawab melalui tulisan ini. Berdasarkan paparan di atas dapatlah diketahui, bahwa pember- lakuan hukum Islam di Indonesia selama in acapkali tidaklah semata- mata didasarkan pada apa yang sesungguhnya terjadi di masyarakat dan sebagai suatu bentuk pencerminan dan apa yang sebenarnva dikehendaki oleh sebagian besar masyarakat, akan tetapi lebih banyak memperlihatkan wujudnya sebagai suatu hasil konstruksi sosial yang diciptakan oleh sebagian orang, dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Upaya-upaya “penyisihan’ terhadap eksistensi hukum Islam dalam tata hukum Hindia Belanda RISALAH

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

1Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAMPERSPEKTIF SEJARAH HUKUM

Imam HardjonoFakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448

ABSTRAK

Hukum Islam di Indonesia telah lama hidup dalam kesadaran hukummasyarakat Islam di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan danperkembangan agama Islam. ini dapat ditelusuri pada masa-masaawal Islam masuk Indonesia, akan tetapi perkembangannya meng-alami pasang surut. Tulisan ini akan menelusuri tentang bagaima-nakah sebenarnya kedudukan hukum Islam di dalam sejarah perja-lanan tata hukum Indonesia selama ini? Mengapa disebuah negarayang sebagian besar penduduknya beragama Islam, keberadaan hu-kum Islam justru tidak mendapat tempat secara proporsional? Fak-tor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebabnya? Melalui perspek-tif sejarah hukum, pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudianakan dicoba dijawab melalui tulisan ini.Berdasarkan paparan di atas dapatlah diketahui, bahwa pember-lakuan hukum Islam di Indonesia selama in acapkali tidaklah semata-mata didasarkan pada apa yang sesungguhnya terjadi di masyarakatdan sebagai suatu bentuk pencerminan dan apa yang sebenarnvadikehendaki oleh sebagian besar masyarakat, akan tetapi lebihbanyak memperlihatkan wujudnya sebagai suatu hasil konstruksisosial yang diciptakan oleh sebagian orang, dengan maksud untukmencapai tujuan-tujuan tertentu. Upaya-upaya “penyisihan’terhadap eksistensi hukum Islam dalam tata hukum Hindia Belanda

RISALAH

Page 2: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 222

PendahuluanPengakuan dan pemberlakuan

hukum Islam dalam sejarah perjalanantata hukum Indonesia memperlihatkanalur sejarahnya sendiri. Baik pada erapemerintahan Hindia Belanda maupunsetelah Indonesia merdeka, ada masa-masa dimana muncul suatu pandangandan pengakuan --yang kemudian ter-wujud dalam berbagai kebijakan-- ter-hadap kedudukan hukum Islam sebagaihukum yang berdiri di atas kekuatan

sendiri dan merupakan hukum yangbenar-benar hidup dalam masyarakatIndonesia1. Akan tetapi ada juga masadimana justru hukum Islam hanyadipandang sebagai bagian dari (terper-sepsi ke dalam) hukum lain dan olehkarenanya hukum Islam hanya mempu-nyai kekuatan berlaku jika hukum laintersebut memang menghendaki, yangkemudian mencapai puncaknya padamasa, dimana hukum Islam dikeluarkankeberadaannya dari tata hukum yang ada2.

dan Indonesia, tidaklah semata-mata didasarkan pada pertimbanganbaik buruknya sistem hukum itu bila digunakan untuk mengaturkehidupan rakyat, akan tetapi lebih banyak memperlihatkan sisi-sisi politis dan pertimbangan-pertimbangan ekonomisnya.

Kata Kunci: Hukum Islam, Sejarah Hukum

1 Hal ini didasarkan pada pendapat Carel Frederick Winter, Salomon Keyzer serta Lodewijk WilliemChristian, yang kemudian dikenal dengan teori-tori receptie in complexu. Untuk uraian sistem hukum diIndonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda, beserta politik hukumnya, lihat lebih lanjut : Soepomo(I). Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II. Cet. ketigabelas. Jakarta Pradnya Paramita.1988. Soepomo (II). 1982. Sejarah Politik Hukum Adat Jilid I (Dan Zaman Kompeni Sehingga Tahun1848). Cet. Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 1982 Soepomo (III). 1982. Sejarah Politik Hukum Adat :Jilid I (Masa 1848 - 1928). Cet. Kedua. Jakarta Pradnya Paramita. Setelah Indonesia merdeka, munculkembali pendapat yang relarif sama (sebagai sebuah wujud penentangan terhadap teori receptio), yangdidasarkan pada pandangan beberapa ahli hukum Indonesia yaitu Sajuti Thalib, dengan teori receptio acontrario. Pandangan ini, diperkuat oleh pendapat Hazairin, dengan teori resepsi exit.nya.

2 Keadaan ini didasarkan pada penentangan Cornells van Vollenhoven beserta pengikutnya terhadapisi pasal-pasal yang termuat di dalam RR tahun 1885, serta pandangan Christiaan Snouck Hurgronje,yang kemudian mengemukakan teorinya yang terkenal yaitu teori receptie Pandangan inilah, yangkemudian menjadi dasar dan dikeluarkannya berbagai peraturan yang bermaksud mencahut (mengeluarkan)hukum Islam dan lingkungan tata hukum Hindia Belanda. Untuk uraian tersehut, lihat lebih lanjut SajutiThalib, Receptio A Contrario : Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam. Bina Aksara, Jakarta,1985, hal. 4-8; Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat terhadap Hukum Waris. Alumni, Bandung.1993, hal. 14-15 dan .23; S A. Ichtianco, Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indoesiadalam Tjun Surjaman (Ed.). Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukannya. Cetk.kedua, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. hal. 101.102.

Page 3: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

3Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

Munculnya kebijakan-kebijakanyang demikian, tidaklah semata-matadidasarkan pada apa yang sesungguhnyaterjadi di masyarakat dan sebagai suatuhentuk pencerminan dan apa yangsebenarnya dikehendaki oleh sebagianbesar masyarakat, akan tetapi lebihbanyak memperlihatkan wujudnyasebagai suatu hasil konstruksi sosial yangdiciptakan oleh sebagian orang, denganmaksud untuk mencapai tujuan-tujuantertentu. Upaya-upaya ‘penyisihan’terhadap eksistensi hukum Islam dalamtata hukum Hindia Belanda dan Indo-nesia, tidaklah semata-mata didasarkanpada pertimbangan baik buruknya sistemhukum itu bila digunakan untuk mengaturkehidupan rakyat, akan tetapi lebihbanyak memperlihatkan sisi-sisi politis3

dan pertimbangan pertimbangan ekono-misnya4.

Kebijakan-kebijakan yang demi-kian sepertinya terus berlanjut setelahIndonesia merdeka. Baik pada masa

pemerintahan Presiden Sukarno maupunpresiden Suharto, sebagai akibat danrasa saling curiga yang terjadi antara Islamdan negara5, berbagai aspek yangberkaitan dengan Islam dan keislaman —- kecuali dimensi-dimensi ritualnya —selalu berusaha dilemahkan dan dijinak-kan, serta tidak pernah diberikankesempatan untuk eksis, tumbuh danberkembang6. Dalam konteks makroseperti itulah, kemudian dapat dipahami,bahwa meskipun pada masa pemerin-tahan Indonesia hukum Islam telah diakuikedudukan hukum Islam sebagai hukumyang berdiri di atas kekuatan sendiri,akan tetapi, sepertinya belumlah men-dapatkan tempatnya secara wajar dalamtata hukum Indonesia, karena hukumIslam “hanya” berkompeten di lingkunganyang dipandang tidak netral, yaitumasalah-masalah yang berada di lingkuphukum keluarga dan waris, denganberbagai variasi penyempitan/pemba-tasan dan perluasan kewenangan.7

3 Mengenai sisi-sisi poIitis ini, lihat lebih laniut Munawir Sjadzali, Landasan Pemikiran PolitikHukum Islam dalam Rangka Menentukan Peradilan Agama di Indonesia. dalam Tjun Surjaman (Ed.).Hukum Islam di Indonesia. Pemikiran dan Praktek. Cet. Kedua. Bandung Remaja Rosdakarya, Bandung,1994.

4 Mengenai aspek-aspek ekonomi lihat, Sunaryati Hartono. Hukum Ekonomi PembangunanIndonesia. Bandung, Binacipta, 1908.

5 Pada satu sisi pemegang kekuasaan di Indonesia yang mendasarkan kekuasaan pada kerangkalandasan negara yang

nasonalis, melihat Islam (terutama partai.partal politik yang berlandaskan Islam) sehagai pesaingkekuasaan yang potensial, yang dapat merobohkan landasan negara yang nasionalis). Sedangkan padasisi lain, kalangan Islam (terutama para aktivis politik Islam, memandang negara selalu berusaha melakukanmanuver untuk menyingkirkan umat Islam dan pada saat yang bersamaan mendukung gagasan mengenalsebuah masyarakat yang sekuler.

6 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia,Jakarta, Penerbit Paramadina dan Yayasan lbn Sina, 1998, hal. 3.

7 Munawir Sjadzali, Op. Cit. hal. 42.48.

Page 4: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 224

Bagaimanakah sebenarnya kedu-dukan hukum Islam di dalam sejarahperjalanan tata hukum Indonesia selamaini? Mengapa disebuah negara yangsebagian besar penduduknya beragamaIslam, keberadaan hukum Islam justrutidak mendapat tempat secara propor-sional? Faktor-faktor apa sajakah yangmenjadi penyebabnya? Melalui per-spektif sejarah hukum, pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian akandicoba dijawab melalui makalah ini.

Hukum Islam di Indonesia: SebuahAwal Sejarah

Hukum Islam di Indonesia telahlama hidup dalam kesadaran hukummasyarakat Islam di Indonesia, seiringdengan pertumbuhan dan perkembanganagama Islam. Ini dapat ditelusuri padamasa-masa awal Islam masuk Indonesia.

Sebelum Islam masuk, dalammasyarakat membudaya kepercayaananimisme dan dinamisme. Hanya sajakemudian seiring dengan masuknya danmunculnya berbagai agama di Indonesia,maka lahirlah kerajaan-kerajaan, yangmasing-masing dibangun atas dasaragama yang dianut mereka, sepertikerajaan yang berdasarkan agama Hindu,Budha, dan disusul kerajaan-kerajaanIslam yang didukung para wali pembawadan penyiar agama Islam, sepertiberdirinya kerajaan Demak dan pesisir

utara Jawa Tengah.Dengan demikian di dalam

wilayah-wilayah kerajaan yang men-dasarkan pada ajaran agama Islam,praktis sejak saat itu, Islam tidak hanyasekedar berfungsi sebagai keyakinan,tetapi juga sebagai panduan amaliahpraktis. Hal mi antara lain terlihat dankedudukan Raja yang mempunyai tigafungsi utama, yaitu sebagai: (1) KepalaPemerintah umum; (2) Kepala Per-tahanan dan keamanan, dan (3) Penatabidang agama8. OIeh karena itu, gelar-gelar raja pada saat itu pun mengambildan nama-nama Islam, seperti ; Sam-peyan Dalem Hingkang Sinuhun, Sena-pati Hing Ngalogo, yaitu Panglimatertinggi angkatan perang, dan SayidinPanatagama Khalifatullah, yaitu khalifahAllah pengatur bidang agama. Simbolisasidan ketiga fungsi tersebut pun kemudianterefleksi di dalam tata ruang wilayah,yang tercermin dan adanya alun-alun,kraton (sekarang kabupaten), dan masjiddalam kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.

Pengaruh yang demikian kemudianterlihat pula di dalam keseluruhan strukturpemerintahan yang terbentuk. Adanyajabatan Kanjeng Penghulu, PenghuluTuanku Mufti, Tuanku Kadi, di sam-ping para raja dan bupati, sampai jabatanLebai, Modin, Kaum, dan sebagainyadi samping Lurah, Kepala Nagari/Kampung, membuktikan hal tersebut9.

8A. Qodry Azizy, “Peradilan Islam Batasan UIasan dan Sejarahnya di Indonesia”. Diktat, SemarangFakultas Syariah IAIN Walisongo, 1982, hIm. 30.

9 Dadang Soedarna. Sejarah Peradilan Islam, Pekalongan Fakultas Syari’ah lAIN Walisongo,1986. hlm. 33.

Page 5: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

5Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

Penerimaan dan pelaksanaanHukum Islam di Indonesia, memangterlihat jelas pada masa kerajaan-kerajaan Islam awal. Pada zamanKesultanan Islam, Hukum Islam sudahdiberlakukan secara resmi sebagaihukum negara. Di Aceh, atau pada masapemerintahan Sultan Agung, misalnya,Hukum Islam telah diberlakukan wa-laupun masih tampak sederhana10. DanielS. Lev menyebutkan sebagai corakkeberagaman mereka bersifat sinkretis,atau meminjam istilah yang digunakanM.C. Ricklefs, mereka sebagai Muslim,Budhis, dan Hindu, seperti dalam kutipanberikut:

“Tetapi orang dapat berpendapatbahwa pengadopsian suatu agama barubukanlah hal yang luar biasa bagi elitJawa, yang sudah lama mengadopsiberbagai cara pemujaan Hindu danBudhis yang rupanya tanpa rasa konffik.Sungguh, penulis ini tidak begitu heranketika ia menemukan bahwa ada orang-orang elite abad ke- 14 yang menganggapdiri mereka muslim, Budhis, dan Hindusekaligus’.11

Dalam konteks yang demikian,hukum adat setempat — sebagai sistemhukum lain yang juga hidup dan ber-kembang dalam masyarakat lokal —dalam kenyataannya sering menye-suaikan diri dengan hukum Islam.

Misalnya, di Banten pada masa kekua-saan Sultan Agung Tirtayasa, hukum adatdan hukum agama tidak ada bedanya.Di Sulawesi, di Wajo, hukum warismenyesuaikan diri dengan hukum Islam.Kenyataan ini dapat didukung oleh bukti-bukti historis berikut ini1. Di daerah Bone dan Goa Sulawesi

Selatan, dipergunakan Kitab Mu-harrar dan Pepakem Cirebon sertaperaturan lain yang dibuat oleh B.J.D.Clootwijk. Jadi, ketika VOC (Verenigde Qost Indische Com-panie) berkuasa selama dua abad(1602-1800 M), kedudukan hukumislam tetap seperti semula,berlakudan berkembang di kalangan kaumMuslimin Indonesia. Kenyataan ini,menurut satu sumber, adalah karenajasa Nuruddin al-Rinary (w. 1077 H/1666 M) di Aceh, yang menulis bukuSirat al-Mustaqim (jalan lurus)pada tahun 1628 M. Kitab inimerupakan kitab pertama yangdisebarkan ke seluruh wilayahIndonesia untuk menjadi peganganumat Islam dalam menyelesaikanpersoalan hukum mereka. Kitabtersebut, oleh Mufti Baujarmasin,Syeikh Arsyad al Banjary (1122-1189 H/1716-1812 M) yang pernahmenuntut ilmu di Timur Tengah,dikomentari dalam kitab yang diberi

10 A. Qodry Azizy, Op. Cit. hIm. 31.11 MC. Ricklefs, ‘Islamisasi di Jawa Abad ke-14 hingga ke-l&’, dalam Tika Noorjaya dan Endang

Basri Ananda, Islamdi Asia Tenggara Perspektif Sejarah, Jakarta, LPEES, hlm. 76.

Page 6: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 226

judul Sabil al- Muhtadin (jalanorangorang yang mendapat petun-juk), yang kemudian dijadikanpegangan dalam menyelesaikansengketa antara umat Islam di daerahKesultanan Banjar. Di daerah Kesul-tanan Palembang dan Banten jugaditerbitkan beberapa kitab hukumIslam yang dijadikan pegangan dalammasalah hukum keluarga dan wa-risan, yang kemudian diikuti kera-jaan-kerajaan Demak, Jepara,Tuban, Gresik, dan Ngampel.

2. Dalam Statuta Batavia 1642 Mdisebutkan bahwa “Sengketa wa-risan antara orang pribumi yangberagama Islam harus diselesai-kan dengan mempergunakanhukum Islam, yakni hukum yangdipakai oleh rakyat sehari-hari”.Menindaklanjuti klausul tersebut,D.W. Freijer menyusun Compen-dium (buku ringkasan) rnengenaihukum perkawinan dan kewarisanIslam, setelah direvisi dan disem-purnakan oleh para penghulu, diber-lakukan di daerah jajahan VOC,yang kelak dikenal dengan Com-pendium Freijer.

3. Tanggal 25 Mei 1760 M, VOCmengeluarkan peraturan senadayang disebut dengan resolutie derIndische Regeering untuk diber-lakukan.

4. Solomon Keyzer (1823-1868 M)dan Cristian van den Berg (1845-1927 M) membiarkan hukum Islamberlaku bagi masyarakat Islam.Mereka menyatakan bahwa hukummengikuti agama yang dianut sese-orang.12 Pandangan pada masa yangpertama yang kemudian melahirkanteori receptio in complexu, padaintinya menyatakan, bahwa adatistiadat dan hukum (adat) suatugolongan hukum masyarakat adalahreceptio seluruhnya dan agama yangdianut oleh golongan masyarakat itu.Hukum adat suatu golongan masya-rakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat dan hukum agama yang dianutoleh golongan masyarakat itu.13

Untuk kepentingan ini, pemerintahBelanda mengeluarkan berbagaikebijakan, sebagaimana dijelaskanMunawir Sjadzali:

1. Bulan September 1808, adasuatu instruksi dari pemerintahHindia Belanda kepada parabupati yang berbunyi ; “Ter-hadap urnsan-urusan agamaorang-orang Jawa tidak akandilakukan gangguan-gang-guan, sedangkan pemuka-pemuka agama mereka dibiar-kan untuk memutus perkara-perkara tertentu dalam bi-

12 Munawir Sjadzali, dalam Tjun Surjaman (Ed.). Op. Cit, hal. 43-44.13 Imam Sudiyat, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1985, hal. 3.

Page 7: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

7Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

dang perkawinan dan kewa-risan dengan syarat tidak adapenyalahgunaan, dan bandingdapat dimintakan kepadahakim banding”.

2. Tahun 1820 melalui StaatbladNo. 22 pasal 13 ditentukanbahwa: “bupati wajib emper-hatikan soal-soal agama Islamdan untuk menjaga agar parapemuka agama dapat mela-kukan tugas rnereka sesuaidengan adat kebiasaan orangJawa seperti dalam soal per-kawinan, pembagian pusaka,dan yang sejenis”. Dan istilahbupati, dalam ketentuan terse-but diatas dapat disimpulkanbahwa peradilan agama telahada di seluruh pulau Jawa.

3. Tahun 1823 dengan resolusiGubernur Jendral tanggal 3 Juni1923 No. 12 diresmikan Penga-dilan Agama di kota Palembangyang diketahui oleh PangeranPenghulu. Sedangkan untukkasus-kasus banding dapatdimintakan kepada Sultan. We-wenang Pengadilan AgamaPalembang meliputi: (a) perka-winan, (b) perceraian, (c) pem-bagian harta, (d) kepada siapadiserahkan anak apabila orangtua bercerai, (e) apa hak masing-masing orang tua terhadap anak

tersebut, (f) pusaka dan wasiat, (g)perwalian, dan (h) perkara-per-kara lain yang menyangkut agama.

4. Tahun 1835, melalui resolusitanggal 7 Desember 1835, StbI.1835 No. 58 pemerintah menge-luarkan penjelasan tentang pasal13 StbI. 1820 No.20 yang isinyasebagai berikut: “Apabilaterjadi sengketa orang-orangJawa satu sama lain mengenaisoal-soal perkawinan, pem-bagian harta, dan sengketa-sengkera sejenis, yang harusdiputus menurut hukum Islam,para pemuka agama memberikeputusan, tetapi gugatanuntuk mendapat pembayaranyang timbul dari keputusanpara pemuka agama itu harusdiajukan kepada pengadilanpengadilan biasa.”

5. Klimaksnya, melalui Stbl. 1882No. 152 karena pemerintah Be-landa tidak mampu menerapkanUndang-Undang agama bagi kaumbumi putra, dibentuklah PengadilanAgama dengan nama yang salah,Priesterraad (Peradilan Pendeta)di setiap wilayah Landraad atauPengadilan Negeri. Wewenang-nya meliputi perkara-perkara yangterjadi antara orang-orang Islamdan diseleasikan menurut hukumIslam.14

14 Munawir SjadzaIi, dalam Tjun Surjaman (Ed.). Op. Cit., haL 43

Page 8: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 228

Lebih lanjut, di dalam politikhukum pemerintah kolonial pada waktuitu pengaruh dan pandangan receptio incomplexu tersebut di atas, tertuang didalam Reglement op het beleid derregeering van Nederlandsch Indie(yang seringkali disingkat dengan Rege-ringsreglement / RR), yang dimuatdalam staatblad 1854: 129, yang kemu-dian dirubah dengan Staatblad 1855 2,khususnya pada Pasal 1715, 78 dan 109.

Pasal 75 ayat (3) yang menyata-kan: “ ... maka hakim bumi putera harusmemperlakukan undang-undang (pera-turan) agama (godsdientige wetten),instelling dan kebiasaan (adat) pendu-duk asli, sejauh tidak bertentangandengan asas-asas kepatutan dan keadilanyang diakui umum”. Sedangkan Pasal 75ayat (4) yang menyatakan : “Denganundang-undang (peraturan) agama,instelling dan kebiasaan (adat) itupulalah, hendaknya hakim Eropa (raadvan justite) memutus perkara kepala-kepala penduduk asli yang tidak tundukkepada pengadilan tingkat dini dan jugaperkara yang diajukan bandingnya atasputusan hakim bumi putera mengenaiperkara perdata dan dagang’. Bahkandi dalam Pasal 78 ayat (2) RR Staatblad1855 : 2, ditegaskan lebih lanjut, bahwa“Kalau terjadi perselisihan perdataantara sesama penduduk inlander ataupenduduk yang dipersamakan dengan

mereka, diputuskan oleh kepala agamaatau kepala adat mereka, menurutundang-undang agamanya atau adataslinya’.

Sedangkan Pasal 109 RR Staat-bland 1855 : 2, mengatakan, bahwa“ketentuan termaksud dalam pasal 75dan 78 itu berlaku pula bagi mereka yangdipersamakan dengan inlander yaituorang arab, orang Moor, orang Cina dansemua mereka yang beragama Islam danorang- orang yang tidak beragama”.

Dan beberapa isi pasal di atas,maka dapatlah diketahui. Bahwa peme-rintah Belanda dan pemerintah HindiaBelanda pada saat itu dengan peraturanperundang-undangan yang tertulis dantegas telah mengakui bahwa gods-dientige wetten (undang-undang Islam/hukum Islam/peraturan-peraturan ke-agamaan) berlaku bagi orang Indonesiayang beragama Islam.

Hukum Islam di Indonesia: Sejarahdi Bawah Jajahan Kolonialisme

Masuknya pemerintah kolonialBelanda ke Indonesia, membawa peru-bahan-perubahan dalam pelaksanaanhukum Islam, meskipun secara formalhukum Islam tetap diberlakukan. Hal inididasari oleh adanya kecurigaan dansebagian pejabat Belanda pada awalabad ke-19, meskipun mereka relatifberhati-hati membuat penyataan. Menu-

15 Pasal ini berasal dari pasal 11 ALgmene Bepalingen vim Wecgeving, yang berbunyi, ‘bahwa olehhakim (jika tidak begitu tentunya), harus diberlakukan hukum agama, paranata-paranata rakyat dankebiasaan-kebiasaan dari yang bersangkutan”

Page 9: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

9Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

rut Daniel S. Lev, ketegangan ini adalahbagian “politisasi” kekuatan Islammenghadapi penguasa-penguasa Pan-Islam. Selanjutnya ia menggambarkansebagai berikut

“Sejak mula-mula Islam melebar-kan sayapnya di Indonesia, telah timbulketegangan-ketegangan, kadang-ka-dang tampak samar-samar dan tertahan,dan terkadang pula nyata dan kasar, yaituantara tuntutan ke arah kekuasaan yangterang-terangan Islam, dengan kekua-saan yang kenyataan kedalam bersifatnon-Islam, maupun yang bersifat sinkre-tis keagamaan.”16

Kompensasi dan wujud kecuri-gaan tersebut, pemerintah kolonialmengintrodusir istilah het indischeadatrecht atau hukum adat Indonesia.Gagasan ini disponsori oleh Cornelis vanVallenhoven (1874-1933). Kemudiandikembangkan oleh seorang penasihatpemerintah Hindia Belanda tentang soal-soal Islam dan anak negeri jajahan,Cristian Snouck Hurgronje (1857.1936)17.

Dalam gagasan mereka, intinyabahwa hukum yang berlaku bagi orangIslam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlakuapabila telah dipersepsi atau diterima oleh

hukum adat. Jadi, hukum adalah yangmenentukan ada tidaknya hukumIsIam18. Dan sinilah kemudian lahir teoriReceptie yang pada intinya menyatakan,“tidak semua bagian dari hukum agamaditerima dalam hukum adat; hanyalahbeberapa bagian tertentu saja dari hukumadat, yakni terutama bagian dari hidupmanusia yang sifatnya sangat pribadiyang berhubungan erat dengan keper-cayaan dan hidup batin, misalnyahukum kekeluargaan, hukum perkawinandan hukum waris.19

Sebelum Snouck Hurgronje ditun-juk sebagai penasihat, pada tahun 1859sesungguhnya telah dimulai upaya-upayacampur tangan pemerintah kolonialterhadap urusan-urusan keagamaan.Gubernur Jendral, misalnya, menurut H.Aqib Suminto20, dibenarkan mencampurimasalah agama dan bahkan harusmengawasi setiap gerak-gerik paraulama, jika dipandang perlu demikepentingan ketertiban keamanan. BagiSnouck Hurgronje, sudah saatnyapemerintah Belanda memerlukaninlandsch politiek, suatu kebijaksanaanmengenai pribumi untuk memahami danmenguasai pribumi.

Snouck Hurgronje menyatakan,Islam di Indonesia terbagi kepada “Islam

16 Daniel S. Lev, Peradilan agarna Islam di Indonesia, Diterjemahkan oleh H. Zaini Ahmad Noeh,Jakarta: intermasa, 1990, hlm. .23.

17 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo, 1995, hal. 1517.18 Munawir Sjadzali, dalam Tjun Surjaman (Ed,). Op. Cit.. hal. 45.19 Imam Sudiyat, Loc Cit.20 R. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, jakarta: LP3ES, 1986, Cet. 2. hlm. 10.

Page 10: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2210

sehagai agama” dan “Islam sebagaidoktrin politik”21, baik dalam bentukagitasi kaum fanatik setempat maupundalam bentuk Nonn-Islam. Terhadapyang pertama, ia menawarkan suatusikap “toleransi” yang dijabarkan dalamsikap netral terhadap kehidupan keaga-maan. Sebaliknya, apabila kelihatannyamengandung ‘sifat-sifat politik” harusdibereskan dengan kekerasan. Setiapcampur tangan dalam masalah yangberhubungan dengan Islam dan luar negeriharus dipangkas di pangkal-nya.22

Didukung penampilan SnouckHurgronje sebagai Habib kulit putih’(mufti Batavia?) dengan jubah danbersorban hijau, ia gampang memper-dayai dan membuat masyarakatterkagum-kagum tanpa menaruh curigaatas ‘rencana iblisnya’. Sikap netralnyaterhadap kegiatan keagamaan bukan sajaberhasil meyakinkan mayoritas pejabat-pejabat agama, tetapi kebanyakan kalaubukan semua — kyai dan ulama, tidakperlu takut dengan pemerintah kolonial,sejauh mereka tidak melakukan kegiatanpropaganda politik. Dengan demikian,bagi Hurgronje, betapapun besarnyakekuasaan yang dijalankan oleh hakim-hakim Islam atau guru-guru agama yang

independen, maka dalam masalahduniawi dan politik orang Indonesia tetaptakluk di bawah bimbingan adatnya.Dengan gagasannya ini, ia telah menolakteori pendahulunya van de Berg, bahwahukum Islam telah diterima penuh olehmasyarakat. Dengan teori Receptie inipula, menurut Harry J. Benda, Hurgronjedikenal sebagai arsitek keberhasilanpolitik Islam yang paling legendaris.

Muatan pokok teori receptie iniadalah prinsip divide et impera yangbertujuan untuk menghambat danmenghentikan meluasnya hukum Islamdan membentuk konsep hukum tandinganyang mendukung politik pecah belahpemerintah kolonial. Di Aceh, Hurgronjetelah berhasil mengkonfrontasikan antaraulama dan uleebalang. Musuh kolo-nialisme, menurutnya, bukan Islamsebagai agama, melainkan Islam sebagaidoktrin politik. Ia melihat kenyataanbahwa Islam seringkali menimbulkanbahaya terhadap kekuasaan Belanda.Seperti kata Daniel S. Lev, “meskipunia tahu bahwa orang Islam di negeriini memandang agamanya sebagaialat pengikat kuat yang membedakandiri dari orang lain’.

Langkah-langkah politik Hurgron-

21 Ibid, hlm. 11. Lihat juga Harry J.Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit, Jakarta : Pustaka Jaya.1980, hlm. 44.

22Langkah yang ditempuh misalnya, dibatasinya jumlah jamaah haji Indonesia. Hal ini karena olehHurgronje, haji dinilai tidak semata-mata sebagai ibadah, tetapi memiliki jaringan politik yang dapatmengancam kepentingan pemerintah kolonial. Karena pada umumnya, waktu itu jamaah haji Indonesiasetelah menunaikan ibadah haji, banyak yang bermukim di sana. Lihat Harry J. Benda, Ibid. Bandingkandengan G.F. Pijper. “Politik Islam Pemerintah Belanda”, H. Baudet dan l.J. Brugmans (ed), Politik Etisdan Revolusi Kemerdekaan, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1987, hIm. 250.

Page 11: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

11Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

je disampaikan di depan civitas aka-demika NIBA (Nederlandsche IndischeBestuurs Academie) DeIft tahun 1911.Pertama, terhadap dogma dan perintahhukum yang murni agama, hendaknyapemerintah bersikap netral. Kedua,masalah perkawinan dan pembagianwarisan dalam Islam menuntut peng-hormatan, dan Ketiga, tiada satu punbentuk Pan-Islam boleh diterima olehkekuasaan Eropa23. Agaknya peng-lihatan Hurgronje terhadap perkawinandan kewarisan hanya dilihat sebagaihubungan keperdataan biasa, terlepasdan aspek ibadah. Padahal bagi orangIslam sendiri, kedua rnasalah tersebutmemiliki muatan transenden yang tidaklain memiliki unsur ibadah.

Melalui usaha-usaha terus-menerus dan sistematis, Hurgronjeberhasil mengganti teori receptie incompulex menjadi teori receptie.

Pengaruh dan kritik-kritik yangdiajukan oleh C. van Vollenhoven danC. Snouck Hurgronje tersebuttampaknya cukup berhasil. Hal initerbukti dengan adanva peruhahan dalampolitik hukum pemerintah kolonial, yangberjalan secara sistematis, dengan halusdan berangsur-angsur. Perubahan yang

pertama terlihat dengan diundangkannyaStaatblad 1907 204, yang mengubahbunyi Pasal 75 RR lama, terutarna kata-kata “undang-undang (peraturan) agama’sengaja dihilangkan/diperlunak, digantimenjadi kata-kata bersayap, yaitu “ ...diikuti peraturan yang berkenaan denganagama dan kebiasaan mereka”24.

Usaha-usaha untuk melemahkanberlakunya hukum Islam, masih terusdilanjutkan, karena tidak kuatnya reaksiyang menentang dalam masyarakatlndonesia.25

Hasil ini terlihat dengan dirubahnyasebagian kata-kata di dalam Pasal 1Staatblad 1907 204, yaitu “diikutiperaturan-peraturan yang berkenaandengan agama dan kebiasaan mereka’,menjadi: ‘memperhatikan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan agamadan kebiasaan mereka” sebagaimanayang termuat di dalam Staatblad 1919 :621.

Puncak dan peruhahan-peruhahanterhadap Pasal 75 RR tersebut, terjadimelalni Staatblad 1925 : 415, 416 dan447, yang mengubah Pasal 75 RRmenjadi Pasal 131 Indische Staat-sregeling’ (I.S.) dan Staatblad 1929 :221, yang rnenguhah Pasal 78 RR

23 H. Aqib Suminto, (4) op. cit hIm. 13.24 Secara lengkap peruhahari terhadap pasal 75 ayat C) RR 1855 tersebut, sehagaimana tertuang di

dalam pass! I RR .1970 adalah sebagai berikut “mengenai penduduk asli, timur asing dan penduduk lainasal dari kedua golongan pokok tersebut, dperlakukan ketentuan untuk golongan Eropa, sejauh dikehendakioleh kepentingan masyarakatnya, sedangkan untuk hal-hal yang lain diikuti peraturan yang berkenaandengan agama dan kebiasaam mereka’.

25 Sajuti Thalib, Op Cit. hal, 18.

Page 12: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2212

menjadi Pasal 134 i.s.26 Pasal 134 I.S.26yang menjadi sumber formal dan teonireceptie inilah yang mencabut (menge-luarkan) hukum islam dan lingkungan tatahukum Hindia Belanda.

Pasal 134 ayat (2) IndischeStaatsregeling (IS) yang sama bunyinyadengan artikel pasal 78 R.R. 1855 R.R.1907 dan R.R. 191, menetapkan

“Dalam hal terjadi perkara perdataantara sesama orang Islam akandiselesaikan oleh hakim agama Islamapabila keadaan tersebut telahditerima oleh hukum Adat merekadan sejauh tidak ditentukan lain olehordonansi”.

Dalam teori receptie, yang adaadalah hukum adat sementara hukumIslam dianggap tidak ada. Hukum Islamdianggap eksis, berarti, dan bermanfaatbagi kepentingan pemeluknya, apabilahukum Islam tersebut telah dipersepsioleh hukum adat.

Menindaklanjuti pasal 134 ayat(2) IS tersebut, pada tahun 1929 pasal134 ayat (2) diubah menjadi:

“Dalam hal terjadi perkara perdataantara sesama orang Islam akandiselesaikan oleh hakim agama Islamapabila hukum adat merekamenghendaki, dan sejauh tidak

ditentukan lain dengan sesuatuordonansi’.

Dalam Stb1. 1937 No. 116 dinyatakanbahwa

“Pengadilan Agama di Jawa danMadura hanya berwenang meme-riksa perkara perkawinan saja,sedangkan perkara waris yangselama berabad-abad menjadi ke-wenangannya diserahkan kepadaPengadilan Negeri”.

Gerakan awal ini setidaknyadidasari oleh anggapan bahwa pusatkekuatan Islam sebagai kekuatan politik,adalah di Jawa dan Madura. Karena itu,jika Peradilan Agama di Jawa danMadura telah berhasil dipaksa dengandikebiri’ sebagian wewenangnya, makauntuk wilayah luar Jawa dan Maduraakan lebih mudah dilaksanakan.

Setelah Jawa dan Madura berhasil“dijinakkan, pada tahun yang sama,melalui Stb1. 1937 No. 638 dan 639yang formalnya membentuk KerapatanQadi dan Kerapatan Qadi Besar untukwilayah Kalimantan Selatan, kewe-nangannya dibatasi sebagaimana pera-dilan agama di Jawa dan Madura.Apabila dirinci, kewenangan PengadilanAgama di Jawa dan Madura sertaKalimantan Selatan berdasarkan Stbl.

26 Bunyi pasal 134 ayat (23 Staatblad 1929 : 221, adalah sebagai berikut ‘dalam hal terjadi perkaraperdata antara sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh hakim agama Islam, apabila hukum adatmereka menghendakinya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan ordonansi”.

Page 13: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

13Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

1937 No. 116 adalah:1. Perselisihan antara suami istri yang

beragama Islam.2. Perkara-perkara tentang (a) nikah,

(b) talak, (c) cerai rujuk, (d) per-ceraian antara orang-orang yangberagama Islam yang memerlukanhakim agama Islam.

3. Memberi keputusan perceraian.4. Menyatakan bahwa syarat untuk

jatuhnya talak yang digantungkan(taklik talak) sudah ada.

5. Perkara mahar6. Perkara tentang keperluan kehi-

dupan istri yang wajib diadakan olehsuami,

Masalah-masalah yang berkaitandengan masalah kebendaan sepertimasalah wakaf, waris, wasiat, hibah,hadanah, sedekah, baitul mal, menjadiwewenang Peradilan Umum, sementarauntuk wilayah di luar Jawa-Madura danKalimantan Selatan, tetap berlaku hukumIslam tanpa ada pembatasan.

Di sisi lain, pada tahun 1937 jugadalam Stbl. No. 610 dibentuk Hof voorIslamietische Zaken (Mahkamah IslamTinggi), sebagai pengadilan tingkatbanding untuk pengadilan tinggi. Bolehjadi, ini ditempuh sebagai langkahpersuasi — untuk tidak mengatakan hati-hati — - agar tidak terlalu drastis danmengundang kecurigaan.

Dalam konteks yang lain muncul-nya berbagai kebijakan di atas, menurutpernyataan dari beberapa kalangan,dilatarbelakangi oleh keinginan Pemerin-tah Hindia Belanda untuk merealisasikankebijakannya, yang kemudian dikenaldengan sebutan de bewuste rechts-politiek.27 Dengan mendasarkan padaide-ide kaum liberalis yang universalis,pada saat itu muncullah suatu kehendakuntuk melakukan unifikasi dan kodifikasihukum, tidak saja bagi orang-orangEropa yang berada di Hindia Belanda,akan tetapi bagi semua golongan pen-duduk yang ada disitu secara parsial danberangsur.

Hal ini secara nyata terlihat didalam dan apa yang diatur di dalam Pasal163 Indische Staatsregeling jo Pasal131 Indische Staarsregeling (I.S.).Meskipun di dalam Pasal 163 I.S.,orang- orang yang bertempat tinggal diHindia Belanda dibedakan dalam tigagolongan, yaitu golongan Eropa, TimurAsing (baik timur asing Tiong Hwamaupun timur asing bukan Tiong Hwa)dan Bumi Putera, akan tetapi menurutPasal 131 IS., terhadap tiga golongantersebut hanyalah diberlakukan duasistem hukum, yaitu sub sistem hukumEropa bagi golongan Eropa dan TimurAsing (terutama yang berkaitan denganhukum harta kekayaan) dan sub sistemhukum adat bagi golongan Bumi Putera.

27 Soetandyo Wignjosoebroto. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional : Dinamika Sosial Politikdalam Perkembangan Hukum Indonesia. Jakarta, Rajawali Pers, 1094, hal. 19.

Page 14: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2214

Di satu sisi, ide yang demikianmemperlihatkan sisi baiknya, karenakebijakan ini diberlakukan denganmaksud untuk memberikan kepastianhak kepada individu-individu anggotamasyarakat dan memperlakukan seluruhpenduduk negeri dengan sikap danperlakuan yang sama dan tidak diskri-minatif, yang mendasarkan pada pan-dangan bahwa semua orang berke-dudukan sama di hadapan hukum. Akantetapi di sisi lain, sebagai konsekuensimaraknya dan gerakan-gerakan yangmenghendaki terbentuknya unifikasi dankodifikasi hukum, maka hukum kemu-dian diidentikkan sebagai hukum negara,yang berarti tidak ada hukum di luar itu.Konsekuensi lebih lanjut yang kemudianmuncul adalah, terjadilah usaha-usahapenyisihan tatanan normatif asli yangsemula mengatur kehidupan manusia,yang sekaligus juga merupakan penging-karan terhadap eksistensi dan segalasesuatu yang berbau lokal dan tradi-sional.

Hal ini dapat dilihat dari pendapatMunawir Sjadzali28, yang antara lainmenyatakan, bahwa secara politispemberlakuan ketentuan yang terdapat

di dalam Pasal 163 Indische Staat-sregeling jo Pasal 131 Indische Staat-sregeling (l.S.) dapat ditafsirkan sebagaiupaya untuk menghambat dan meng-hentikan meluasnya hukum Islam danmembentuk konsep hukum tandinganyang menurut pandangan mereka lebihbaik, yaitu hukum adat. Kebijakan ini,lanjut Munawir, merupakan bagian danskenario yang lebih besar, yaitu untukmencegah kalau rakyat Indonesia yangsebagian besar memeluk agama Islam(sesuai dengan jiwa dan ajarannya)mengusahakan agar masyarakat, agamadan hukumnya terpadu dengan baikdalam satu paduan yang serasi yangjustru akan semakin memperkuat per-lawanan mereka terhadap pemerintahanHindia Belanda. Oleh karena itulah,sebagaimana yang dikemukakan olehIchtianto, para penasehat pemerintahHindia Belanda29 pada waktu itu ber-usaha menjauhkan segala unsur-unsurajaran Islam ke kelslaman dan kehidupannegara, ketatanegaraan, masyarakat danhukum.30

Sedangkan dari sisi ekonomi,sebagaimana yang dikemukakan olehSunaryati Hartono, politik hukum

28 Munawir Sjadzali, Op. Cii. hal. 45.29Keadaan ini antara lain didasarkan pada rekomendasi Snouck Hurgronje, yang antara lain

menganjurkan diterapkannya standar ganda bagi umat Islam di Hindia Belanda. Negara di satu sisi dapatsaja mengizinkan dimensi ritual Islam untuk tumbuh dan berkembang, akan tetapi di sisi lain, negaratidak boleh memberikan ruang dan kesempatan bagi herkembangnya Islam politik. Uraian lebih lanjuttentang nasihat Snouck Hurgronje ini, baca Harry J Benda. Bulan Sabit dan Matahari Terbit, Jakarta:Pustaka Jaya, 1980. hIm. 44.

30 ldris Ramulyo. Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agarria dan HukumPerkawinan is1am Jakarta Ind- Hill, Co, l985, hal. 96.

Page 15: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

15Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

pemerintah Hindia Belanda sebagaimanayang diatur di dalam Pasal 163 jo Pasal131 I.S. tersebut, tidaklah semata-mataagar hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan lebih sesuai dengan latarbelakang kebudayaannya31, akan tetapilebih banyak didasarkan pada politikekonomi pemerintah Hindia Behandayang bertujuan untuk menciptakanstruktur ekonomi, yang di satu pihakdapat meningkatkan peranan (pengu-saha) Belanda di dalam bidang perda-gangan internasional, dan di lain pihakmemanfaatkan kesuburan tanah dansumber alam lain yang berlimpah, tanpaterlalu banyak mengubah cara hiduporang pribumi Indonesia.32 Hal ini hanyadapat tercapai, bila penduduk di HindiaBelanda di bagi ke dalam tiga golongandengan fungsi dan perannya sendiri-sendiri, yaitu bangsa Indonesia aslisebagai golongan produsen (yang wajibmenghasilkan bahan-bahan mentah);golongan Eropa (dan Jepang) sebagai

penjual, eksportir dan/atau importir, dangolongan timur asing sebagai pedagangperantara yang membawa bahan-bahanmentah dari bangsa Indonesia asli kepengusaha-pengusaha Eropa danmenjual barang- barang yang diimporoleh pengusaha Eropa kepada golonganpenduduk Eropa Timur Asing danIndonesia.33

Hukum Islam di Indonesia: Sejarahdi “Rumah” Sendiri

Gaung dan pengaruh teori receptiedalam masyarakat ternyata berjalancukup lama dan telah menguasai pikiranhukum Indonesia. Teori yang menurutSajuti Thalib, secara formal lahir melaluiIS 1929 pasal 134 tersebut, ‘telahtertanam begitu kuat dalam alam pikiranorang Indonesia. Seakan-akan masya-rakat Indonesia telah merasakan sebagaisuatu hal yang benar dan biasa saja,bahwa hukum Islam itu bukan hukum diIndonesia.34 Telah tertanam pada pikiran

31 Alasan ini dalam beberapa persoalan tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya saja orang Jepang yangsecara antropologis Iebih banyak kemiripannya dengan orang Timur Asing, ternyata dimasukkan ke dalam(dipersamakan dengan) golongan Eropa. Demikian pula orang timur asing yang pada awalnya tunduk padahukum adatnya, kemudian kepada mereka justru diberlakukan hukum Eropa (meskipun secara terbatas).

32 Sunarjati Hartono, Loc Cit33 Sunaryati Hartono. Peranan Ekonomi dalam Pembangunan Hukum Nasional. Artidjo Alkotsar.

Identitas Hukum Nasional. Yogyakarta Fakultas Hukum - Ull. Yogyakarta, 1997, hal. 250.34 Pengaruh teori receptie ini berpengaruh bukan saja pada para sarjana yang hidup pada masa-masa

sebelum kemerdekaan dan diberlakukannya Undang.Undang Dasar 1945 yang secara formal menghapusteori tersebut, tetapi Juga hingga pertengahan dekade 70-an, banyak hakim dalam lingkungan PeradilanUmum yang diminta menyelesaikan kasus warisan antara orang Islam, diselesaikan menurut Hukum Adat.Kenyataan ini diindikasikan. misalnya dalam kasus pembagian warisan almarhum Subchan, Z.E. seorangpemimpin Islam Indonesia terkemulca. Subchan Z.E. meninggal dalam kecelakaan mobil di Makkah al-Mukarramah 21 Januari 1973. Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 96/1973 P ditetapkanbahwa ahli waris yang berhak mewarisi adalah ayah kandung almarhum. Salinan memori putusan PengadilonNegeri Jakarta Pusat tersebut, selengkapnya lihat Sajuti Thalib, Op Cit. hal. 47-52.

Page 16: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2216

orang, bahwa yang berlaku adalahhukum adat dan hanyalah kalau hukumIslam telah menjadi hukum adat, barulahmenjadi hukum.35

Keadaan yang demikian ini —meskipun UUD 1945 telah menghapusberlakunya Pasal 134 I.S. — meskipuntidak dapat diartikan sebagai kebijakanwaktu setelah Indonesia merdeka.36

Memang tidaklah dapat dipungkiri,bahwa sistem pengelolaan hukum yangmodern — yang meliputi tata organisasi,prosedur-prosedur dan asas-asasdoktrinal pengadaan dan penegakannya- — telah terlanjur tercipta sepenuhnyasebagai warisan kolonial yang tidakmudah dirombak dan diganti begitu sajadalam waktu yang singkat. Bagaima-napun, seluruh alur perkembangan sistemhukum di Indonesia telah banyak ter-bangun dan terstruktur secara pastiberdasarkan konfigurasi asas-asas yangtelah digariskan sejak lama sebelumkolonial tumbang.37 Akan tetapi meski-pun demikian, tidaklah berarti tidak adausaha-usaha yang dilakukan oleh seba-gian ahli hukum Indonesia, yang mencobamembalik keadaan tersebut. Adanyaketidakpuasan dari mereka, yang meng-hendaki agar d Indonesia tetap diber-lakukan hukum Islam tanpa melaluihukum adat, yang antara lain dipelopori

oleh Hazairin, lalu muncullah pendapat,bahwa justru seharusnya hukum adatbaru berlaku jika tidak bertentangandengan hukum Islam.38

Memang dalam waktu yang sama,telah mulai muncul kesadaran di dalamsebagian masyarakat Muslimin, bahwakelahiran UUD 1945 seharusnya telahmenggantikan UU Negara jajahanHindia Belanda. Mengutip Soepomo,Thalib menyebutkan bahwa sejak tahun1945 hingga 1975 masih ada dua kubupendapat yang berbeda. Satu pihakmengatakan bahwa pasal 134 ayat (2)IS tidak herlaku lagi, tetapi pihak laindemi kepastian hukum pasal tersebutterus diberlakukan.39

Kontroversi tersebut dapat dilihatdalam uraian berikut. Pada saatBPUPKI (Badan Penyelidik UsahaPersiapan Kemerdekaan Indonesia)merumuskan Dasar Negara, parapemimpin Islam berusaha memulihkandan mendudukkan hukum Islam dalamnegara Indonesia yang merdeka. DalamPiagam Jakarta 22 Juni 1945, disepakatibahwa Negara berdasar Ketuhanandengan kewajiban menjalankan syariatIslam bagi pemeluk-pemeluknya. Namunkemudian, atas desakan pihak Kristen -- - atau versi lain rnenyebut utusan danwilayah negara Indonesia bagian timur

35 Sajuti Thalib, Op. Cit. Hal. 39.36 Ibid, 39.37 Soetandyo Wignjosoebroto, Op Cit. hal. l87- 188.38 Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukurn. Jakarta Bina Aksara, Jakarta, 1985.39 Sajuti Thalib, Op. Cit., hal. 56.

Page 17: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

17Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

— dengan alasan kesatuan dan per-satuan, panitia sembilan akhirnya menge-luarkan tujuh kalimat tersebut danPembukaan UUD 1945 dan digantidengan kata ‘Yang Maha Esa” yangmenurut Daud Ali, mengandung normadan garis hukum.40

Pada tahun 1950 dalam Kon-ferensi Departemen Kehakiman diSalatiga, Prof. Hazairin telah menga-rahkan suatu analisis dan pandangan agarhukum Islam itu berlaku di Indonesia,tidak berdasar pada hukum adat.Berlakunya hukum Islam, menurutHazairin, supaya disandarkan padapenunjukkan peraturan perundang-undangan sendiri. Sama seperti hukumadat selama ini, yang dasar memper-lakukan hukum adat itu sendiri ialahberdasar sokongan peraturan perun-dang-undangan.41 Karena itu, haruslahdipersiapkan dan dibuatkan perundang-undangan untuk itu.

Pada bagian lain, mengomentaripasal 29 UIJD 1945 ayat (1) Hazairinmengemukakan, bahwa bunyi Pasaltersebut, hanya mungkin ditafsirkan,diantaranya sebagai berikut1. Dalam negara Indonesia tidak boleh

terjadi atau berlaku sesuatu yangbertentangan dengan kaidah-kaidahIslam bagi umat Islam, atau yang

bertentangan dengan kaidah-kaidahagama Nasrani bagi umat Nasrani,atau yang bertentangan dengankaidah-kaidah agama Hindu-Balibagi orang-orang Hindu-Bali, atauyang bertentangan dengan kesusilaanagama Budha bagi orang Budha.

2. Negara Republik Indonesia wajibmenjalankan syariat Islam bagi orangIslam, syariat Nasrani bagi orangNasrani, dan syariat Hindu-Bali bagiorang Hindu-Bali. Sekedar men-jalankan syariat tersebut memerlukanperantaraan kekuasaan negara.

3. Syariat yang tidak memerlukanbantuan kekuasaan negara untukmenjalankannya, dan karena itudapat dijalankan sendiri oleh setiappemeluk agama yang bersangkutan,menjadi kewajiban pribadi terhadapAllah bagi setiap orang itu men-jalankannya sendiri menurut aga-manya masing-masing.42

Beleh jadi karena gigihnya per-juangan Hazairin dalam usaha member-lakukan hukum Islam di Indonesia, makaoleh Daniel S. Lev ia dianggap tokohyang menginginkan pembaharuan diIndonesia secara spektakuler dan radikaluntuk melaksanakan ijtihad dalamrangka mengembangkan mazhab Indo-

40 Daud Ali, “Hukum Islam Peradilan Agama dan Masalahnya”, dalam Tlnjauan Surjaman, op. cit.,hIm. 74.

41 Sajuti Thalib, Op Cit., hal. 66.42 Daud Ali, Hukum Islam Peradilan Agama dan Masalahnya’, dalam Tinjauan Surjaman, Op. cit.,

hIm. 74.

Page 18: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2218

nesia sendiri.43

Pandangan Hazairin tersebutsesungguhnya sangat realistis, sejalandengan bukti-bukti historis yang ada. DiAceh misalnya, masyarakatnya meng-hendaki agar soal-soal perkawinan danmengenai harta mereka, termasukkewarisan, diatur menurut hukum Islam.Ketentuan adat dalam upacara perka-winan, sejauh tidak bertentangan denganhukum Islam, dapat diterima.

Di Minangkabau, dikenal adagiumatau pepatah-petitih : adat basandisyara’, syara’ basandi kitabullah (adatbersendi syarak dan syarak bersendikitahullah). Sistem kekerabatan Minang-kabau oleh sejarah dicatat menggunakansistem patrilineal, yaitu suatu sistemkekerabatan bahwa dalam penentuanhubungan kekerabatan dihubungkan dangaris ibu saja. Namun agaknya sekarangini, kata Amir Syarifuddin, telah mulaiberubah. Ada beberapa faktor yangmempengaruhi perubahan orientasikekerabatan tersebut. Antara lain,pertama, pengaruh hukum Islam yangmenempatkan ayah (suami) sebagaikepala keluarga. Implikasinya, komposisikeluarga berubah dan bentuk anak-ibu-mamak dalam extended family yangmenjadi ciri khas kekerabatan matri-

lineal, menjadi keluarga inti (nuclearfamily), yang komposisinya anak-ibu-ayah, sebagai sistem kekeluargaanparental44

Menurut Amir Suarifuddin peru-bahan sistem keluarga tersebut sudahdemikian merata terjadi, baik di kam-pung-kampung, apabila dalam kehi-dupan kota, meskipun harus diakui masihbersifat matrilokal. Kedua, sistemekonomi masyarakat yang semulaterpusat pada tanah berubah menjadieonomi moneter. Demikian halnyapendidikan modern dan kehidupanmerantau orang Minang telah membukacakrawala baru.45

Tidak ada informasi yang jelas,mengapa masih ada saja orang- orangIslam yang belum menerima dan menya-dari kenyataan sejarah tersebut. Adayang secara terang-terangan inginmempertahankan teori iblis itu. Pilahkanhingga menjelang kelahiran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentangPeradilan Agama, mereka juga menen-tang habis-habisan, meskipun padaakhirnya harus menerima fakta sejarahyang menginginkannya sejak lama.46

Meskipun harus diakui bahwakendati hukum Islam telah diterimakembali sebagai sistem yang berlaku

43 Daniel S. Lev, Op. Cit., Hal. 295. Lihat juga Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral MenurutQur’an dan Hadits, Jakarta: Tinta Mas, hal. 1-3.

44 Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, Padang : Angkasa Raya, Cet. 2.1993, hlm. 170.

45 Ibid.46 Ibid, hal. 170

Page 19: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

19Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

sepenuhnya bagi umat Islam denganmengeluarkan hukum adat, atau dengankata lain hukum adat baru berlaku apabilatidak bertentangan dengan hukum Islam,wacana materiilnya terbatas padahukum-hukum yang diatur dalam perun-dang-undangan. Dan sinilah kemudiandikenal dengan teori receptie exit ataureceptio a contrario.47

M. Daud Ali mencoba menga-nalisis mengapa hukum Islam terbatasdalam hukum muamalat saja, atau lebihsempit lagi hukum keluarga, kewarisan,dan perwakafan. Ia memilah hukum Islamdi Indonesia menjadi dua. Pertama,hukum Islam yang berlaku secara formalyuridis, yaitu hukum Islam yang mengaturhubungan manusia dengan manusialainnya dan benda lainnya yang disebuthukum muamalat. Bagian ini menjadihukum positif berdasarkan peraturanperundang-undangan, seperti per-kawinan, warisan, dan wakaf. Kedua,hukum Islam yang bersifat normatif, yangmempunyai sanksi. Yang terakhir inidapat berubah ibadah murni atau hukumpidana. Masalah pidana, menurutnya,belum memerlukan peraturan.48 Karenaini lebih tergantung pada kesadaran dantingkatan iman takwa kaum musliminIndonesia sendiri.Pada tahun 1970 keluarUndang-Undang Nomor 14 Tahun 1970tentang Ketentuan-Ketentuan PokokKekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 10

UU tersebut dijelaskan bahwa dalamNegara Kesatuan Republik Indonesiaterdapat empat lingkungan peradilan,yaitu (a) Peradilan Umum, (b) PeradilanAgama, (c) Peradilan Tata Usaha negara,dan (d) Peradilan Militer.

Secara yuridis formal. klausultersebut memberikan konsensi bahwahukum Islam menjadi dasar hukummateriil bagi kaum muslimin yangberurusan di Peradiln Agama Menin-daklnjuti amanat UU No. 14 Tahun 1970tersebut, setelah empat tahun lahirUndang-Undang No. 1 Tahun 1974tentang Perkawinan. Menurut Prof.Mahadi, sejak berlakunya UU No. ITahun 1974 tersebut berarti telahsampailah ajal teori iblis/receptietersebut. Pasal 2 ayat U mernyatakanhahwa: “Praktis dengan mengacu padabunyi pasal tersebut, ketentuan hukumagama menjadi tolok ukur sah-tidaknyasuatu perkawinan dan segala akibathukumnya. Dengan kata lain, hukumIslam secara langsung berlaku tanpaharus melalui diresipir oleh hukum adat.

Memang Undang-undang Perka-winan tersebut dalam konteks pelak-sanaan hukum perkawinan Islam masihpunya ‘ganjalan. Pasal 63 UU No. 1/1974 menegaskan bahwa setiap kepu-tusan Pengadilan Agama baru dapatdieksekusi setelah ada fiat eksekusi(eksekutoir verklaring) dan Pengadilan

47 Sajuti Thalib, Op. Cit., hal. 65-69.48 M. Daud Ali, dalam Tjun Surjaman, Loc. Cit.

Page 20: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2220

Negeri. Secara teoritis fiat eksekusitersebut lebih bersifat administratif, tetapidalam pelaksanaannya tidak jarangterjadi pelampauan kewenanagan danPengadilan Neeri. Sehingga berakibatmenurunkan nilai sebuah keputusanhakim yang berkekuatan hukum tetap.Artinya, eksekusi terhadap putusanPeradilan Agama tidak dapat dijalankan,ironis memang.

Mengakhiri uraian ini, adalahmenarik apa yang disimpulkan olehMuhammad Daud Ali, bahwa sejak tahun1974 (1) Secara formal yuridis, HukumIslam dapat berlaku langsung tanpa melaluihukum adat, (2) Hukum Islam samakedudukannya dengan hukum adat danhukum Barat, dan (3) Republik Indonesiadapat mengatur suatu masalah sesuaidengan hukum Islam sepanjang peraturanitu untuk memenuhi kebutuhan hukumkhusus umat Islam dan berlaku hanya bagiumat Islam, hal inilah pula yang kemudianterlihat di dalam Peraturan PemerintahNo.28 Tahun 1977 tentang perwakafantanah - milik, Undang-undang No. 10Tahun 1988, yang merubah Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentangPerbankan, Undang-Undang No. 38tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Dengan kata lain, dapat dike-mukakan bahwa telah terjadi pergeserandalam kesadaran hukum masyarakat,

bahwa sebuah produk pemikiran HukumIslam tidak saja dipahami dalam nuansafiqh-oriented”, tetapi Iebih dari ituconcernnya telah merambah kepada fiqhyang diformulasikan ke dalam bahasaperundang-undangan. Sementara fiqhsebagai warisan sejarah yang cenderungdipahami masyarakat secara normatifakan tetap memiliki nuansanya sendiri.

SimpulanBerdasarkan paparan di atas

dapatlah diketahui, bahwa pemberlakuanhukum Islam di Indonesia selama inacapkali tidaklah semata-mata didasar-kan pada apa yang sesungguhnya terjadidi masyarakat dan sebagai suatu bentukpencerminan dan apa yang sebenarnvadikehendaki oleh sebagian besar masya-rakat, akan tetapi lebih banyak memper-lihatkan wujudnya sebagai suatu hasilkonstruksi sosial yang diciptakan olehsebagian orang, dengan maksud untukmencapai tujuan-tujuan tertentu. Upaya-upaya “penyisihan’ terhadap eksistensihukum Islam dalam tata hukum HindiaBelanda dan Indonesia, tidaklah semata-mata didasarkan pada pertimbangan baikburuknya sistem hukum itu bila digunakanuntuk mengatur kehidupan rakyat, akantetapi lebih banyak memperlihatkan sisi-sisi politis dan pertimbangan-pertim-bangan ekonomisnya.

Page 21: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

21Hukum Islam di Indoesia dalam ... (Imam Hardjono)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Daud. 1994. Hukum Islam: Peradilan Agama dan Masalahnya. dalamTjun Surjaman (Ed.). Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek.Cet. Kedua. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Azizy, A. Qodry. 1982. Peradilan Islam Batasan Ulasan dan Sejarahnya diIndonesia, Diktat, Semarang : Fakultas Syariah lAIN Walisongo.

Benda, Harry J. 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit, Jakarta : Pustaka Jaya.Effendy. Bahtiar. 1998. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik

Politik Islam di Indonesia, Jakarta, Penerbit Paramadina dan Yayasan IbnSina.

Hartono, Sunaryati. 1998. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bandung.Binacipta.

————— 1997. Peranan Ekonomi dalam Pembangunan Hukum Nasional.dalam Artidjo Alkotsar. Identitas Hukum Nasional. Yogyakarta : FakultasHukum - Ull, Yogyakarta.

Hazairin, 1984. Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadis, JakartaTinta Mas.

————— 1985. Tujuh Serangkai tentang Hukum. Jakarta Bina Aksara.Ichtianto, SA, 1994. Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di

Indonesia. dalam Tjun Surjaman (Ed.), Hukum Islam di Indonesia:Perkembangan dan Pembentukannya. Cet. Kedua, Bandung : RemajaRosdakarya.

Lev, Daniel S. 1990. Peradilan Agama Islam di Indonesia, Diterjemahkan olehH. Zaini Ahmad Noeh, Jakarta : Intermasa

Pijper, G,F. 1987. Politik Islam Pemerintah Belanda, dalam H. Baudet dan I.J.Brugmans (ed), Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan, Jakarta YayasanObor Indonesia,

Ramulyo, Idris. 1985. Beberapa Masalah tentang Hukum Acara PerdataPeradilan Agama dan Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : Ind - Hill, Co.

Ricklefs, MC. 1982. Islamisasi di Jawa : Abad ke - 14 hingga ke- 18", dalamTika Noorjaya dan Endang Basri Ananda, Islam di Asia Tenggara PerspektifSejarah, Jakarta, LP3ES.

Rofiq, Ahmad. 1995. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo.

Page 22: HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH …

SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008: 1 - 2222

Salman, Otje. 1993. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris.Bandung : Alumni.

Sjadzali, Munawir. 1994. Landasan Pemikiran Politik Hukum Islam dalamRangka Menentukan Peradilan Agarna di Indonesia. dalam Tjun Surjaman(Ed.). Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek. Cet. Kedua.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Soedarna, Dadang. 1986. Sejarah Peradilan Islam, Pekalongan : Fakultas Syari’ahlAIN Walisongo.

Soepomo, 1988.Sistem Hukum di Indonesia : Sebelum perang Dunia II,. Cet.Ketigabelas. Jakarta Pradnya Paramita.

—————-. 1982. Sejarah Politik Hukum Adat : Jilid I (Dan Zaman KompeniSehingga Tahun 1848). Cet. Kedua. Jakarta: Pradyna Paramita. 1982.

————-. 1982. Sejarah Politik Hukum Adat : Jilid I (Masa 1848- 1928).Cet. Kedua. Jakarta Pradnya Paramita.

Sudiyat, Iman. 1985. Pengantar Hukum Adat Indonesia, Yogyakarta, Liberty.

Suminto, R. Aqib. 1986. Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta LP3ES.

Syarifuddin, Amir. 1993. Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, PadangAngkasa Raya.

Thalib, Sajuti. 1985. Receptio A Contrario Hubungan Hukum Adat denganHukum Islam, Jakarta, Bina Aksara.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 1994. Dari Hukum Kolonial ke Hukum NasionalDinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum Indonesia. Jakarta,Rajawali Pers.