riba dalam perspektif agama dan sejarah

71
[EMAIL PROTECTED] Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah 1-3 Arnoldison Mon, 18 Jul 2005 00:05:55 -0700 Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah Oleh Syafei Antonio I. Definisi Riba Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah I mengingatkan dalam firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil." (Q.S. An Nisa: 29) Dalam kaitannya dengan pengertian al bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur'an, menjelaskan: "Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur'ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah." Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Upload: hime-rezty

Post on 03-Jul-2015

604 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

[EMAIL PROTECTED] Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah 1-3ArnoldisonMon, 18 Jul 2005 00:05:55 -0700

Riba dalam Perspektif Agama dan SejarahOleh Syafei Antonio

I. Definisi Riba Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh danmembesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilantambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapapendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benangmerah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baikdalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil ataubertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Mengenai hal ini Allah I mengingatkan dalam firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamudengan jalan bathil." (Q.S. An Nisa: 29)

Dalam kaitannya dengan pengertian al bathil dalam ayat tersebut, IbnuAl Arabi Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur'an, menjelaskan:

"Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksudriba dalam ayat Qur'ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpaadanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkansyariah."

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitutransaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahantersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, ataubagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewakarena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilaiekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya,sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkansebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalanbarang yang diterimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, parapeserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena di sampingmenyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risikokerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberipinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatupenyeimbang yang diterima si peminjam kecuali ke-sempatan dan faktorwaktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adildi sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak,harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatantersebut.

Page 2: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya, hanyadengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan danmengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa sajauntung bisa juga rugi.

Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarahIslam dari berbagai mazhahib fiqhiyyah. Di antaranya:

1.Badr Ad Din Al Ayni pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih Al Bukhari:

"Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah ribaberarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnisriel."

2.Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi:

"Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpaadanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syariah atas penambahantersebut."

3. Raghib Al AsfahaniRiba adalah penambahan atas harta pokok"

4. Imam An Nawawi dari mazhab Syafi'i:

Dari penjelasan Imam Nawawi di atas sangat jelas bahwa salah satubentuk riba yang dilarang Al Qur'an dan As Sunnah adalah penambahanatas harta pokok karena unsur waktu.

Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuailama waktu pinjaman.

5. Qatadah:"Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempohingga waktu tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan sipembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan ataspenangguhan."

6. Zaid bin Aslam:

"Yang dimaksud dengan riba jahiliyyah yang berimplikasipelipat-gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memilikipiutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata: 'bayarsekarang atau tambah.'"

7. Mujahid:

"Mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempodan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan 'tambahan' atas tambahanwaktu."

8. Ja'far Ash Shadiq dari kalangan Syiah:

Ja'far Ash Shadiq berkata ketika ditanya mengapa Allah I mengharamkanriba - "Supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketikadiperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman, maka seseorang

Page 3: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

tidak berbuat ma'ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dansejenisnya. Padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang eratdan kebajikan antarmanusia."

9. Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali

"Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab:Sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakankepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidakmampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam)atas pe-nambahan waktu yang diberikan."

II. Jenis-Jenis Riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masingadalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertamaterbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkankelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan ribanasi'ah.

1. Riba QardhSuatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkanterhadap yang berhutang (muqtaridh).

2. Riba Jahiliyyah

Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampumembayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

3. Riba FadhlPertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barangribawi.

4. Riba Nasi'ahPenangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yangdipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi'ahmuncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yangdiserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar al Haitsami:

"Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl, riba alyaad, dan riba an nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaituriba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkansecara ijma' berdasarkan nash al Qur'an dan hadits Nabi."

III. Jenis Barang Ribawi

Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barangribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatanini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinyabahwa barang ribawi meliputi:

1.Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

2.Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan

Page 4: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitan dengan perbankan syariah implikasi ketentuantukar-menukar antarbarang-barang ribawi dapat diuraikan sebagaiberikut:

1. Jual-beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalamjumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saattransaksi jual-beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserah-kan ketika tukar-menukar.

2. Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenisdiperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syaratbarang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya Rp 5.000,00dengan 1 dollar Amerika.

3. Jual-beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkanuntuk sama dalam jumlah maupun untuk diserah-kan pada saat akad.Misalnya mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.

4. Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkantanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaiandengan barang elektronik.

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg09581.html

Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah

oleh : M. Syafii Antonio, MSc  I. Definisi RibaRiba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah I mengingatkan dalam firman-Nya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil.” (Q.S. An Nisa: 29)Dalam kaitannya dengan pengertian al bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an, menjelaskan:“Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.” 

Page 5: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat. Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali ke-sempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya, hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untung bisa juga rugi. Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhahib fiqhiyyah. Di antaranya:

1. Badr Ad Din Al Ayni pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih Al Bukhari:“Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riel.”2. Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi:“Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.”3. Raghib Al Asfahani :“Riba adalah penambahan atas harta pokok”4. Imam An Nawawi dari mazhab Syafi’i:“Riba adalah penambahan atas pinjaman seiring bertambahnya waktu”Dari penjelasan Imam Nawawi di atas sangat jelas bahwa salah satu bentuk riba yang dilarang Al Qur’an dan As Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.5. Qatadah:“Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.”6. Zaid bin Aslam:“Yang dimaksud dengan riba jahiliyyah yang berimplikasi pelipat-gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata: ‘bayar sekarang atau tambah.’”7. Mujahid“Mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan ‘tambahan’ atas tambahan waktu.”8. Ja’far Ash Shadiq dari kalangan Syiah:

Page 6: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Ja’far Ash Shadiq berkata ketika ditanya mengapa Allah I mengharamkan riba – “Supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman, maka seseorang tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya. Padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antarmanusia.”9. Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali“Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab: Sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas pe-nambahan waktu yang diberikan.”

II. Jenis-Jenis RibaSecara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.1. Riba QardhSuatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).2. Riba JahiliyyahHutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.3. Riba FadhlPertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.4. Riba Nasi’ahPenangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar al Haitsami:“Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl, riba al yaad, dan riba an nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaitu riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al Qur’an dan hadits Nabi.” III. Jenis Barang RibawiPara ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi :1. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.2. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.Dalam kaitan dengan perbankan syariah implikasi ketentuan tukar-menukar antarbarang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:1. Jual-beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual-beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserah-kan ketika tukar-menukar.

Page 7: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

2. Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya Rp 5.000,00 dengan 1 dollar Amerika.3. Jual-beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserah-kan pada saat akad. Misalnya mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.4. Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan barang elektronik.

IV. Konsep Riba dalam Perspektif Non-MuslimRiba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius per-soalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba. Maka, sepantasnya bila kajian tentang riba pun melihat perspektif dari kalangan non-Muslim tersebut. Ada beberapa alasan mengapa pandangan dari kalangan non-Muslim tersebut perlu pula dikaji. Pertama, agama Islam mengimani dan menghormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa, dan Isa. Nabi-nabi tersebut diimani juga oleh orang Yahudi dan Nasrani. Islam juga mengakui kedua kaum ini sebagai Ahli Kitab karena kaum Yahudi dikaruniai Allah I kitab Taurat sedangkan kaum Kristen dikaruniai kitab Injil.Kedua, pemikiran kaum Yahudi dan Kristen perlu dikaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut.Ketiga, pendapat orang-orang Yunani dan Romawi juga perlu di-perhatikan karena mereka memberikan kontribusi yang besar pada peradaban manusia. Pendapat mereka juga banyak mempengaruhi orang-orang Yahudi dan Kristen serta Islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba. 1.Konsep Bunga di Kalangan YahudiOrang-orang Yahudi dilarang mempraktekkan pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama) maupun undang-undangTalmud. Kitab Exodus (Keluaran ) pasal 22 ayat 25 menyatakan:“Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan:“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.”Kitab Levicitus (Imamat) pasal 35 ayat 7 menyatakan:“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.” 2. Konsep Bunga di Kalangan Yunani dan Romawi

Page 8: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Pada masa Yunani, sekitar abad VI Sebelum Masehi hingga I Masehi, telah terdapat beberapa jenis bunga. Besarnya bunga tersebut bervariasi tergantung kegunaannya. Secara umum, nilai bunga tersebut dikategorikan sebagai berikut:Pinjaman biasa (6 % – 18%)Pinjaman properti (6 % – 12 %)Pinjaman antarkota (7% – 12%)Pinjaman perdagangan dan industri (12% – 18%)Pada masa Romawi, sekitar abad V Sebelum Masehi hingga IV Masehi, terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya mengambil bunga selama tingkat bunga tersebut sesuai dengan ¡¥tingkat maksimal yang dibenarkan hukum’ (maximum legal rate). Nilai suku bunga ini berubah-ubah sesuai dengan berubahnya waktu. Meskipun undang-undang membenarkan pengambilan bunga, tetapi pengambilannya tidak dibenarkan dengan cara bunga-berbunga (double countable).Pada masa pemerintahan Genucia (342 SM) kegiatan peng-ambilan bunga tidak diperbolehkan. Tetapi, pada masa Unciaria (88 SM) praktik tersebut diperbolehkan kembali seperti semula. Terdapat empat jenis tingkat bunga pada zaman Romawi yaitu:Bunga maksimal yang dibenarkan (8 – 12%)Bunga pinjaman biasa di Roma (4 – 12%)Bunga untuk wilayah (daerah taklukan Roma) (6 – 100%)Bunga khusus Byzantium (4 – 12 %)Meskipun demikian, praktik pengambilan bunga dicela oleh para ahli filsafat. Dua orang ahli filsafat Yunani terkemuka, Plato (427 – 347 SM) dan Aristoteles (384 – 322 SM), mengecam praktik bunga. Begitu juga dengan Cato (234 – 149 SM) dan Cicero (106 – 43 SM). Para ahli filsafat tersebut mengutuk orang-orang Romawi yang mempraktekkan peng-ambilan bunga. Plato mengecam sistem bunga berdasarkan dua alasan.Per-tama, bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua, bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Sedangkan Aristoteles, dalam menyatakan keberatannya mengemukakan bahwa fungsi uang adalah sebagai alat tukar atau medium of exchange. Ditegaskannya, bahwa uang bukan alat untuk meng-hasilkan tambahan melalui bunga. Ia juga menyebut bunga sebagai uang yang berasal dari uang yang keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi. Dengan demikian, pengambilan bunga secara tetap merupakan sesuatu yang tidak adil. Penolakan para ahli filsafat Romawi terhadap praktik pengambilan bunga mempunyai alasan yang kurang lebih sama dengan yang dikemukakan ahli filsafat Yunani. Cicero memberi nasihat kepada anaknya agar menjauhi dua pekerjaan, yakni memungut cukai dan memberi pinjaman dengan bunga. Cato memberikan dua ilustrasi untuk melukiskan perbedaan antara perniagaan dan memberi pinjaman.i. Perniagaan adalah suatu pekerjaan yang mempunyai risiko sedangkan memberi pinjaman dengan bunga adalah sesuatu yang tidak pantas.ii. Dalam tradisi mereka terdapat perbandingan antara seorang pencuri dengan seorang pemakan bunga. Pencuri akan didenda dua kali lipat sedangkan pemakan bunga akan didenda empat kali lipat.Ringkasnya, para ahli filsafat Yunani dan Romawi mengang-gap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Pandangan demikian itu juga dianut oleh masyarakat umum pada waktu itu.

Page 9: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Kenyataan bahwa bunga merupakan praktik yang tidak sehat dalam masyarakat merupakan akar kelahiran pandangan tersebut. 3. Konsep Bunga di Kalangan KristenKitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan :“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya ber-bagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII – XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI – tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen meng-halalkan bunga. Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I – XII)Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen.St. Basil (329 – 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin. St. Gregory dari Nyssa (335 – 395) mengutuk praktek bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.St. John Chrysostom (344 – 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir).St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin.St. Anselm dari Centerbury (1033 – 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.Larangan praktek bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon):Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mem-praktekkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan.Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga.First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktekkan bunga.

Page 10: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).

Pandangan para pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut :Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan.Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung. Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII – XVI)Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinjaman untuk memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku bunga pasar secara meluas.Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan, bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaan antara dosa individu dan kelompok. Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert of Courcon (1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274).Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut :Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang. Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI – Tahun 1836)Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 – 1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1531).Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:

Page 11: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Dosa apabila bunga memberatkan.Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.Jangan mengambil bunga dari orang miskin. Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang seder-hana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif. Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.

V.Larangan Riba dalam Al Qur’an dan As SunnahUmmat Islam dilarang mengambil riba apa pun jenisnya. Larangan supaya ummat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surat dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah.1.Larangan Riba dalam Al Qur’anLarangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak ditu-runkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah .“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar Rum: 39).Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah I mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161)Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).

Ayat ini turun pada tahun ke 3 hijriyah. Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278-279 dari Surat al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 Hijriyah. (Keterangan lebih lanjut, lihat pembahasan

Page 12: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

“Alasan Pem-benaran Pengambilan Riba”, point “Berlipat-Ganda”).Tahap terakhir, Allah I dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al Baqarah: 278-279) Ayat ini baru akan sempurna kita pahami jikalau kita cermati bersama asbabun nuzulnya. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabary meriwayatkan bahwa:“Kaum Tsaqif, penduduk kota Thaif, telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah e bahwa semua hutang mereka, demikian juga piutang (tagihan) mereka yang ber-dasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Makkah, Rasulullah menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya. Adalah Bani Amr bin Umair bin Auf yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah dan sejak zaman jahiliyah Bani Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba. Setelah kedatangan Islam, mereka tetap memiliki kekayaan dan asset yang banyak. Maka datanglah Bani Amr untuk menagih hutang dengan tambahan (riba) dari Bani Mughirah – seperti sediakala – tetapi Bani Mughirah setelah memeluk Islam menolak untuk memberikan tambahan (riba) tersebut. Maka dilaporkanlah masalah tersebut kepada Gubernur Itab bin Usaid. Menanggapi masalah ini Gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah dan turunlah ayat di atas. Rasulullah lantas menulis surat balasan kepada Gubernur Itab ‘jikalau mereka ridha dengan ketentuan Allah di atas maka itu baik, tetapi jikalau mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.’” 2. Larangan Riba dalam HaditsPelarangan riba dalam Islam tak hanya merujuk pada Al Qur’an melainkan juga Al Hadits. Sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al Quran, pelarangan riba dalam hadits lebih terinci. Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah e masih menekankan sikap Islam yang melarang riba. “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh karena itu hutang akibat riba harus di-hapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.” Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah riba. Di antaranya adalah:Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli seorang budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala), ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Ayahku menjawab, bahwa Rasulullah melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing, dan kasab budak perempuan, beliau juga melaknat pekerjaan pentato dan yang minta ditato, me-nerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat gambar.” (H.R. Bukhari no. 2084 kitab Al Buyu)Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis

Page 13: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

kurma berkualitas baik) ke hadapan Rasulullah e dan beliau bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkannya ” Bilal menjawab, “Saya mem-punyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan menukar-kannya dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan oleh Rasulullah e”, selepas itu Rasulullah e terus berkata, “Hati-hati! Hati-hati! Ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba. Jangan berbuat begini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih tinggi), juallah kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu.” (H.R. Bukhari no. 2145, kitab Al Wakalah) Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Bakr bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah e melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita.” (H.R. Bukhari no. 2034, kitab Al Buyu).Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah e bersabda, “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan denga riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.” (H.R. Muslim no. 2971, dalam kitab Al Masaqqah) Diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah e bersabda, “Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan membawaku ke Tanah Suci. Dalam perjalanan, sampailah kami ke suatu sungai darah, di mana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki lain dengan batu di tangannya. Laki-laki yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar, tetapi laki-laki yang di pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku bertanya, ‘Siapakah itu ‘ Aku diberitahu, bahwa laki-laki yang di tengah sungai itu ialah orang yang memakan riba.’ ” (H.R. Bukhari no. 6525, kitab At Ta`bir) Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (H.R. Muslim no. 2995, kitab Al Masaqqah).Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah e berkata, “Pada malam perjalanan mi’raj, aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba.“Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi bersabda: “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan memasuki surga atau tidak mendapat petunjuk dari-Nya. (Mereka itu adalah) Peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim, dan mereka yang tidak bertanggung jawab/menelantarkan ibu bapaknya.”

VI. Alasan Pembenaran Pengambilan RibaSekalipun ayat-ayat dan hadits riba sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan bunga uang. Di

Page 14: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

antara-nya karena alasan:1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang. Sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak mendzalimi, diperkenankan.3. Bank, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba. Pembahasan :1. DaruratUntuk lebih memahami pengertian, kita seharusnya melakukan pembahasan yang komprehensif tentang pengertian darurat ini seperti yang dinyatakan oleh syara’ (Allah dan rasul-Nya) bukan pengertian sehari-hari terhadap istilah ini.Imam Suyuti dalam bukunya Al Asybah wan Nadhair menegaskan bahwa “darurat adalah suatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.”Dalam literatur klasik keadaan emergency ini sering dicontohkan dengan seorang yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan lain kecuali daging babi yang diharamkan, maka dalam keadaan darurat demikian Allah menghalalkan daging babi dengan 2 batasan “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa, seraya dia (1) tidak menginginkan dan (2) tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun Maha Penyayang.” (Q.S. Al Baqarah: 173) Pembatasan yang pasti terhadap pengambilan dispensasi darurat ini harus sesuai dengan metodologi ushul fiqh, ter-utama penerapan al qawaid al fiqhiyah seputar kadar darurat.Sesuai dengan ayat di atas para ulama merumuskan kaidah“Darurat itu harus dibatasi sesuai kadarnya.”Artinya darurat itu ada masa berlakunya serta ada batasan ukuran dan kadarnya. Contohnya, seandainya di hutan ada sapi atau ayam maka dispensasi untuk memakan daging babi menjadi hilang. Demikian juga seandainya untuk mempertahankan hidup cukup dengan tiga suap maka tidak boleh melampaui batas hingga tujuh atau sepuluh suap. Apalagi jika dibawa pulang dan dibagi-bagikan kepada tetangga. 2. Berlipat GandaPendapat bahwa bunga hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat-ganda dan memberatkan. Sementara bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan . Pendapat ini berasal dari pe-mahaman yang keliru atas Surat Ali Imran ayat 130.“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.”Sepintas, surat Ali Imran 130 ini memang hanya melarang riba yang berlipat-ganda. Namun pemahaman kembali ayat ter-sebut secara cermat, termasuk mengaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya. Secara komprehensif, serta pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh, akan sampai pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan

Kriteria berlipat-ganda dalam ayat ini harus dipahami sebagai hal atau sifat dari riba, dan sama sekali bukan merupakan syarat. Syarat artinya kalau terjadi pelipat-gandaan, maka riba, jikalau kecil tidak riba.

Page 15: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Menanggapi hal ini, Dr. Abdullah Draz, dalam salah satu konfrensi fiqh Islami di Paris, tahun 1978, me-negaskan kerapuhan asumsi syarat tersebut. Beliau menjelaskan secara linguistik arti “kelipatan”. Sesuatu berlipat minimal 2 kali lebih besar dari semula. Sementara adalah bentuk jamak dari kelipatan tadi. Minimal jamak adalah 3. Dengan demikian berarti 3×2=6 kali. Sementara dalam ayat adalah ta’kid untuk penguatan.Dengan demikian menurut beliau, kalau berlipat-ganda itu dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus 6 kali atau bunga 600 %. Secara operasional dan nalar sehat angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan-pinjam.

Menanggapi pembahasan Q.S. Ali Imran ayat 130 ini Syaikh Umar bin Abdul Aziz Al Matruk, menegaskan“Adapun yang dimaksud dengan ayat 130 Surat Ali Imran, termasuk redaksi berlipat-ganda dan pengguna-annya sebagai dalil, sama sekali tidak bermakna bahwa riba harus sedemikian banyak. Ayat ini menegaskan tentang karakteristik riba secara umum bahwa ia mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu. Dengan demikian redaksi ini (berlipat-ganda) menjadi sifat umum dari riba dalam terminologi syara (Allah dan rasul-Nya).” DR. Sami Hasan Hamoud menjelaskan bahwa, bangsa Arab di samping mela-kukan pinjam-meminjam dalam bentuk uang dan barang bergerak juga melakukannya dalam ternak. Mereka biasa meminjamkan ternak berumur 2 tahun (bint makhad) dan meminta kembalian berumur 3 tahun (bint labun). Kalau meminjamkan bint labun meminta kembalian haqqah (berumur 4 tahun). Kalau meminjamkan haqqah meminta kembalian jadzaah (berumur 5 tahun). Kriteria tahun dan umur ternak terkadang loncat dan tidak harus berurutan tergantung kekuatan supply and demand (permintaan dan penawaran) di pasar. Dengan demikian, kriteria tahun bisa berlipat dari ternak berumur 1 ke 2, bahkan ke 3 tahun.Perlu direnungi pula bahwa penggunaan kaidah maf-hum mukhalafah dalam konteks Ali Imran 130 sangatlah menyimpang baik dari siyaqul kalam, konteks antar-ayat, kronologis penurunan wahyu, dan sabda-sabda Rasulullah seputar pembungaan uang serta praktek riba pada masa itu. Secara sederhana, jika kita menggunakan logika maf-hum mukhalafah yang berarti konsekuensi secara terbalik – jikalau berlipat ganda dilarang, maka kecil boleh; jikalau tidak sendirian, maka bergerombol; jikalau tidak di dalam maka di luar. dan seterusnya, kita akan salah kaprah dalam memahami pesan-pesan Allah I Sebagai contoh jika ayat larangan berzina kita tafsirkan secara mafhum mukhalafah {32} “Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” “Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” Janganlah mendekati zina! Yang dilarang adalah mendekati, berarti perbuatan zina sendiri tidak dilarang. Demikian juga larangan memakan daging babi.Janganlah memakan daging babi! Yang dilarang memakan dagingnya, sementara tulang, lemak, dan kulitnya tidak disebutkan secara eksplisit. Apakah berarti tulang, lemak, dan kulit babi halal

Pemahaman pesan-pesan Allah seperti ini jelas sangat membahayakan karena seperti dikemukakan di atas, tidak mengindahkan siyaqul kalam, kronologis penurunan wahyu, konteks antarayat, sabda-sabda Rasulullah seputar subjek pembahasan, demikian juga disiplin ilmu bayan, badie, dan maa’nie.

Page 16: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Di atas itu semua harus pula dipahami sekali lagi bahwa ayat 130 Surat Ali Imran diturunkan pada tahun ke 3 H. Ayat ini harus dipahami bersama ayat 278-279 dari surat Al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 H. Para ulama menegaskan bahwa pada ayat terakhir tersebut merupa-kan “ayat sapu jagat” untuk segala bentuk, ukuran, kadar, dan jenis riba. 3. Badan Hukum dan Hukum TaklifAda sebagian ulama yang berpendapat bahwa ketika ayat riba turun dan disampaikan di Jazirah Arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanyalah individu-individu. Dengan demikian BCA, Bank Danamon, atau Bank Lippo, tidak terkena hukum taklif karena pada saat Nabi hidup belum ada.Pendapat ini jelas memiliki banyak kelemahan, baik dari sisi historis maupun teknisi. Adalah tidak benar pada zaman pra-Rasulullah tidak ada “badan hukum” sama sekali. Sejarah Romawi, Persia dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak penguasa. Atau dengan kata lain, perseroan mereka telah masuk ke lembaran negara.ii. Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality atau syakhsiyah hukmiyah. Juridical personality ini secara hukum adalah sah dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.Dilihat dari sisi mudharat dan manfaat, perusahaan da-pat melakukan mudharat jauh lebih besar dari per seorangan. Kemampuan seorang pengedar narkotika dibandingkan dengan sebuah lembaga mafia dalam memproduksi, meng-ekspor, dan mendistribusikan obat-obat terlarang tidaklah sama lembaga mafia jauh lebih besar dan berbahaya. Alangkah naifnya bila kita menyatakan apa pun yang dilakukan lembaga mafia tidak dapat terkena hukum taklif karena bukan insan mukallaf.Memang ia bukan insan mukallaf tetapi melakukan fi’il mukallaf yang jauh lebih besar dan berbahaya. Demikian juga dengan lembaga keuangan, apa bedanya antara seorang rentenir dengan lembaga rente. Kedua-duanya lintah darat yang mencekik rakyat kecil. Bedanya, rentenir dalam skala kecamatan atau kabupaten sementara lembaga rente meliputi propinsi, negara, bahkan global.

VII. Perbedaan Investasi dengan Membungakan UangAda dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produk-tif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.

Page 17: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

 VIII. Perbedaan Hutang Uang dan Hutang BarangAda dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan.Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang. IX. Perbedaan antara Bunga dan Bagi HasilSekali lagi, Islam mendorong praktek bagi hasil serta meng-haramkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut.SISTEM BUNGA STESAAMSa. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung a.Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan un-tung rugib. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperolehc. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. c. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”. d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam. e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

X. Berbagai Fatwa tentang RibaHampir semua majlis fatwa ormas Islam berpengaruh di Indonesia, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, telah mem-bahas masalah riba. Pembahasan itu sebagai bagian dari kepedulian ormas-ormas Islam tersebut terhadap berbagai masalah yang berkembang di tengah umatnya. Untuk itu, kedua organisasi tersebut memiliki lembaga ijtihad yaitu Majlis Tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahsul Masa¡¦il Nahdlatul Ulama. Berikut ini adalah cuplikan dari keputusan-keputusan penting kedua lembaga ijtihad tersebut yang berkaitan dengan riba dan pembungaan uang.1. Majlis Tarjih MuhammadiyahMajlis Tarjih telah mengambil keputusan mengenai hukum ekonomi/keuangan di luar zakat, meliputi masalah perbankan (1968 dan 1972), keuangan secara umum (1976), dan koperasi simpan-pinjam (1989).Majlis Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan :

Page 18: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

i. Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al Qur¡¦an dan As Sunnah.ii. Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal.iii. Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.iv. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk meng-usahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan, yang sesuai dengan kaidah Islam.Penjelasan keputusan ini menyebutkan bahwa bank negara, secara kepemilikan dan misi yang diemban sangat berbeda dengan bank swasta. Tingkat suku bunga bank pemerintah (pada saat itu) relatif lebih rendah dari suku bunga bank swasta nasional. Meskipun demikian, kebolehan bunga bank negara ini masih tergolong musytabihat (dianggap meragukan). Majlis Tarjih Wiradesa, Pekalongan (1972) :i. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk segera dapat memenuhi keputusan Majlis Tarjih di Sidoarjo tahun 1968 tentang terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.ii. Mendesak Majlis Tarjih PP Muhammadiyah untuk dapat mengajukan konsepsi tersebut dalam muktamar yang akan datang. Masalah keuangan secara umum ditetapkan berdasarkan keputusan Muktamar Majlis Tarjih Garut (1976). Keputusan tersebut menyangkut bahasan pengertian uang atau harta, hak milik, dan kewajiban pemilik uang menurut Islam. Adapun masalah koperasi simpan-pinjam dibahas dalam Muktamar Majlis Tarjih Malang (1989). Keputusannya: koperasi simpan-pinjam hukumnya adalah mubah, karena tambahan pembayaran pada koperasi simpan-pinjam bukan termasuk riba. Berdasarkan keputusan Malang di atas, Majlis Tarjih PP Muhammadiyah mengeluarkan satu tambahan keterangan yakni, bahwa tambahan pembayaran atau jasa yang diberikan oleh peminjam kepada koperasi simpan-pinjam bukanlah riba. Namun, dalam pelaksanaannya, perlu mengingat beberapa hal. Di antaranya, hendaknya tambahan pembayaran (jasa) tidak melampaui laju inflasi. 2. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul UlamaMengenai bank dan pembungaan uang, Lajnah memutus-kan masalah tersebut melalui beberapa kali sidang. Menurut Lajnah, hukum bank dan hukum bunganya sama seperti hukum gadai. Terdapat tiga pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini :i. Haram: sebab termasuk hutang yang dipungut rente.ii. Halal: Sebab tidak ada syarat pada waktu aqad, sementara adat yang berlaku, tidak dapat begitu saja dijadikan syarat.iii. Syubhat: (tidak tentu halal-haramnya) sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa (pilihan) yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.Keputusan Lajnah Bahsul Masa¡¦il yang lebih lengkap tentang masalah bank ditetapkan pada sidang di Bandar Lampung (1982). Kesimpulan sidang yang membahas tema Masalah Bank Islam tersebut antara lain :i. Para musyawirin masih berbeda pendapat tentang hukum bunga bank konvensional sebagai berikut :

Page 19: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram.Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya boleh.Ada pendapat yang menyatakan hukumnya syubhat (tidak identik dengan haram).Pendapat pertama dengan beberapa variasi keadaan antara lain sebagai berikut :Bunga itu dengan segala jenisnya sama dengan riba, sehingga hukumnya haram.Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sementara sistem per-bankan yang islami atau tanpa bunga belum ber-operasi.Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sebab ada kebutuhan yang kuat (hajah rajihah).Pendapat kedua juga dengan beberapa variasi keadaan antara lain sebagai berikut :Bunga konsumsi sama dengan riba, hukumnya haram.Bunga produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal.Bunga yang diperoleh dari tabungan giro tidak sama dengan riba, hukumnya halal.Bunga yang diterima dari deposito yang disimpan di bank, hukumnya boleh.Bunga bank tidak haram kalau bank itu menetapkan tarif bunganya terlebih dahulu secara umum.

ii. Menyadari bahwa warga NU merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan nasional dan dalam kehidupan sosial ekonomi, diperlukan adanya suatu lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan keyakinan warga NU. Maka, Lajnah memandang perlu mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam, yakni bank tanpa bunga dengan langkah-langkah sebagai berikut:Sebelum tercapai cita-cita di atas, hendaknya sistem perbankan yang dijalankan sekarang ini segera diperbaiki.Perlu diatur :1) Penghimpunan dana masyarakat dengan prinsip:i) Al wadi¡¦ah (simpanan) bersyarat atau dlaman, yang digunakan untuk menerima giro (current account) dan tabungan (saving account) serta titipan dari pihak ketiga atau lembaga keuangan lain yang menganut sis-tem yang sama.ii) Al mudharabah, dalam prakteknya konsep ini disebut sebagai investment account atau lazim disebut sebagai deposito berjangka dengan jangka waktu yang berlaku, misal-nya 3 bulan, 6 bulan, dan seterusnya, yang pada garis besarnya dapat dinyatakan dalam:- General Investment Account (GIA).- Special Investment Account (SIA).2) Penanaman dana dan kegiatan usaha:i) Pada dasarnya terbagi atas tiga jenis kegiatan, yaitu pembiayaan proyek, pembiayaan usaha perdagangan atau perkongsian, dan pemberian jasa atas dasar upaya melalui usaha patungan, profit and loss sharing, dan sebagainya.ii) Untuk membiayai proyek, sistem pembiayaan yang dapat digunakan antara lain mudharabah, muqaradhah, musyarakah/syirkah, muraba-hah, pemberian kredit dengan service charge (bukan bunga), ijarah, bai¡¦uddain, termasuk di dalamnya bai¡¦ as salam, al qardhul hasan (pinjaman kredit tanpa bunga, tanpa service charge), dan bai¡¦ bitsaman aajil.iii) Bank dapat membuka LC dan menerbitkan surat jaminan. Untuk mengaplikasikannya, bank dapat menggunakan konsep wakalah, musyarakah, murabahah, ijarah, sewa-beli, bai’ as salam, bai’ al aajil, kafalah (garansi bank), working capital financing (pembiayaan modal kerja) melalui purchase order dengan menggunakan prinsip murabahah.

Page 20: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

iv) Untuk jasa-jasa perbankan (banking service) lainnya seperti pengiriman dan transfer uang, jual-beli mata uang atau valuta, dan penukaran uang, tetap dapat dilaksanakan dengan dengan prinsip tanpa bunga.3) Munas mengamanatkan kepada PBNU agar membentuk suatu tim pengawas dalam bidang syariah, sehingga dapat menjamin keseluruhan operasional bank NU tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah muamalah Islam.4) Para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya bank Islam NU dengan sistem tanpa bunga.3. Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI)Semua peserta Sidang OKI Kedua yang berlangsung di Karachi, Pakistan, Desember 1970, telah menyepakati dua hal utama yaitu :i. Praktek bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariah Islamii. Perlu segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariahHasil kesepakatan inilah yang melatar-belakangi didiri-kannya Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB).4.Mufti Negara MesirKeputusan Kantor Mufti Negara Mesir terhadap hukum bunga bank senantiasa tetap dan konsisten. Tercatat sekurang-kurangnya sejak tahun 1900 hingga 1989 Mufti Negara Republik Arab Mesir memutuskan bahwa bunga bank termasuk salah satu bentuk riba yang diharamkan.5. Konsul Kajian Islam DuniaUlama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam Konsul Kajian Islam Dunia (KKID) telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank. Dalam Konferensi II KKID yang diselenggarakan di Universitas Al Azhar, Cairo, pada bulan Muharram 1385 H./ Mei 1965, ditetapkan bahwa tidak ada sedikit pun keraguan atas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Di antara ulama-ulama besar yang hadir pada saat itu antara lain, Syeikh al Azhar Prof. Abu Zahra, Prof. Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa, Dr. Yusuf Qardhawi, dan sekitar 300 ulama besar dunia lainnya. Dr. Yusuf Qardhawi, salah seorang peserta aktif dalam konferensi tersebut mengutarakan langsung kepada penulis pada tanggal 14 Oktober 1999 di Institute Bankir Indonesia, Kemang, Jakarta selatan, bahwa konferensi tersebut di samping dihadiri oleh para ulama juga diikuti oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa, dan dunia Islam. Yang menarik, menurut beliau, bahwa para bankir dan ekonom justru yang paling semangat menganalisa kemadharatan praktek pembunga-an uang melebihi hammasah (semangat) para ustadz dan ahli syariah. Mereka menyerukan bahwa harus dicari satu bentuk sistem perbankan alternatif. 6. Fatwa lembaga-lembaga lainSenada dengan ketetapan dan fatwa dari lembaga-lembaga Islam dunia di atas, beberapa lembaga tersebut berikut ini juga menyatakan bahwa bunga bank adalah salah satu bentuk riba yang diharamkan. Lembaga-lembaga tersebut antara laini. (Akademi Fiqh Liga Muslim Dunia)ii. (Pimpinan Pusat Dakwah, Penyuluhan, Kajian Islam, dan Fatwa, Kerajaan Saudi Arabia) Satu hal yang perlu dicermati, keputusan dan fatwa dari lembaga-lembaga dunia di atas diambil pada saat bank Islam dan lembaga keuangan syariah belum berkembang seperti saat ini. Atau

Page 21: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

dengan kata lain, para ulama dunia tersebut sudah berani menetapkan hukum dengan tegas sekalipun pilihan-pilihan alternatif belum tersedia. Alangkah malunya kita di mata Allah I dan Rasulullah e ketika saat ini sudah berdiri 2 bank syariah secara penuh (Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri), 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum, Reksa Dana Syariah dan ribuan Baitul Maal wat Tamwil (dengan segala kekurangan dan kelebihannya) kita masih belum mem-buka hati untuk ¡§bertanggung jawab¡¨ terhadap ajaran agama kita.

XI. Dampak Negatif Riba1. Dampak EkonomiDi antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara peng-hutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia. 2. Sosial KemasyarakatanRiba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintah-kan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Dan siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang yang dikelola pasti untung.*** sumber: www.tazkia.com

http://dennyhendrata.wordpress.com/2006/09/07/riba-dalam-perspektif-agama-dan-sejarah/

-RIBA PERSPEKTIF AGAMA &   SEJARAH September 28, 2009Posted by ppraudlatulmubtadiin in GORESAN. trackback

1. A. Definisi Riba

Page 22: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Riba (الربا) secara bahasa bermakna: ziyadah(زيادة –tambahan ). Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga bwerarti tumbuh dan membesar.

Adapun dalam istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba ini, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip mu’amalah dalam islam.

1. B. Macam-Macam Riba

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jualbeli.Adapun riba yang kedua yaitu riba jual beli, terbagi menjadi Riba Fadl dan riba Nasi’ah.

Adapun Riba menurut Imam Ibnu Hajar Al- Haitsami Ada empat yaitu :

1. Riba Qardh ( القرض ربا )

Suatu manfaat atau tingkatan kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang yang berutang ( muqtaridh).

1. Riba Jahiliyah ( رباالجاهلية)

Hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar hutang pada waktu yang ditetapkan.

1. Riba Fadl ( رباالفضل)

Pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang ditukarkan termasuk barang ribawi.

1. Riba Nasi’ah ( رباالنسيئة )

Penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

1. C. Jenis Barang Ribawi.

Page 23: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Para Ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi:

1. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya2. Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum. Dan jagung, serta bahan makanan tambahan,

seperti sayur-mayur dan buah-buahan.3. D. Larangan Riba dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah

1.Larangan Riba Dalam Al-Qur’an

Larangan Riba yang terdapat dalam al- qur’an tidak diturunkan sekaligus

melainkan diturunkan dalam empat tahap.

Tahap pertama,menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada dzahirnya

seolah-olah menolong mereka yang membutuhkan sebagai suatu perbuatan

mendekati atau Taqarrub kepada Allah SWT.

Yaitu  dalam surat Ar-Rum :39.

Tahap Kedua, Riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi memakan riba.

Yaitu  dalam surat An-Nisa’ Ayat:161 .

Tahap ketiga, Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda, para Ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan opada masa tersebut.

Yaitu  dalam surat Ali Imran :130.

Tahap Keempat, Allah menjelaskan dengan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.

Yaitu  dalam surat Al-Baqarah :279.

2. Larangan Riba Dalam Al-Hadist

Pelarangan riba tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan juga Al- Hadist. Hal ini sebagai mana posisi umum hadist yang bwerfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al-Qur’an. Adapun pelarang riba dalam hadist lebih terinci.

Page 24: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Diantara hadist tersebut adalah wasiat nabi terakhir pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, rasulullah  masih menekankan sikap islam yang melarang riba “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung Amalmu.Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok )kamu adalah hal kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidak adilan.” Dan hadist-hadist yang lainnya.

E.Konsep Riba Dalam Persepektif Non Muslim

Riba bukan hanya merupakan masalah masyarakat islam, tetapi berbagai kalangan diluar islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat diruntut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah telah menjadi vbahan bahasan kalangan yahudi, yunani, demikian juga romawi. Kalangan keristen dari masa-kemasa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

Adapun konsep riba menurut mereka akan disebutkan secara singkat berikut.

1. 1. Konsep Riba Dikalangan Yahudi

Konsep tentang larangan riba tersebut dikalangan Yahudi banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testment ( Perjanjian Lama ) Maupun undang-undang Talmud. Larangan tersebut sebagi berikut :

Kitab Exodus pasal 22 Ayat 25 menyatakan

“ Jika Engkau meminjamkan Uang kepada salah seorang dari umatku orang yang

Miskin diantara kamu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang

terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya”

Kitab Deoteronomy Psal 23 ayat 36-37 Menyatakan,

“ Janganlah kamu membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan

makanan, atau apapun yang dapat dibungakan “

Kitab Levicitus Pasal 25 Ayat 19 Mengatakan,

“Jangan lah engkau mengambil uang atau riba darinya, melainkan engkau harus

takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau

memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah

kau berikan dengan meminta riba”

Page 25: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

1. 2. Konsep Bunga dikalangan Yunani Dan Romawi

Konsep atau praktik pengambilan bunga dicela oleh para Ahli Filsafat, dua filosof yunani terkemuka,Yaitu plato dan Aristoteles, mengecam praktik bunga. Dengan pebndapat mereka sebagai berikut:

Plato ( 427-347 SM) Dia mengecam system bunga berdasarkan dua alasan yang pertama: Bunga mengakibatkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua :Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin.

Adapun Aristoteles ( 384-322 SM) Menyatakan keberatannya mengemukakan bahwa fungsi uang adalah sebagi alat tukar atau Medium of exchange. Ditegaskannya bahwa uang bukan alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga.Diapun menyebut bunga sebagai uang yang berasal keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi.

Kalu kita telah mengamati pendapat para tokoh filosof yunani diatas, sekarang kita amati pendapat ahli filsafat romawi yang pendatnya beralasan yang sama dengan alas an filosof yunani tokoh tersebut adalah. Cato (234-149 SM) Ia berkata pada anaknya agar menjauhi dua perkara yaitu memungut cikai dan mengambil bunga.

1. 3. Konsep Bunga Dikalangan Kristen

Kitab perjanjian baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Akan tetapi, sebagaian kalangan kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-35 sebagi Ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat trsebut menyatakan,

“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, Apakah jasamu ?Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak tuhan yang maha tinggi sebab ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterma kasih dan terhadap orang-orang jahat”

Larangn riba juga terdapat pada kitab perjanjian lama

*        St.Basil (329-379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan. Baginya mengambil bunga adalah Mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan, Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.

*        St.Gregory Dari Nyssa (335-407 )Mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu, tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.

Dan masih banyak larangan-larangan riba lainnya didalam kitab injil perjanjian lama tersebut yang tidak bisa disebutkan oleh kami pemakalah.

Page 26: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

F. Dampak Negatif Riba

1. Dampak Ekonomi

Diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu element dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.

Dampak lainnya adalah bahwa hutang dengan rendahnya penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang Negara-negara berkembang kepada Negara –negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga yang rendah, pada akhirnya Negara-negara pengutang harus berhutanglagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Akibatnya, terjadilah utang yang terus menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan structural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.

2.Sosial Kemasyarakatan

Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintah orang lain agar berusaha dan mengembalikan, misalnya, 25% lebih tinggi dari jumlah yang dipinmjamkan. Persoalannya, siapa yazng bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari 25% ? semua orang,apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok lusa. Siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan : berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan, bahwa usaha yang dikelola pasti untung.

http://ppraudlatulmubtadiin.wordpress.com/2009/09/28/riba-perspektif-agama-sejarah/

Saatnya Menggusur Riba dari Percaturan Ekonomi Indonesia

September 15th, 2003 in KUMPULAN ARSIP e-SYARIAH, SISTEM EKONOMI SYARIAH | No Comments »

oleh: Hidayatullah Muttaqin

Secara umum riba didefinisikan sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat Islam.[1] Definisi ini mencakup segala jenis riba, baik yang pernah ada dalam jaman jahiliyah seperti riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadl, dan riba nasiah, juga praktik riba di zaman sekarang baik dalam bentuk bunga bank, jual beli saham, promes, LC, permainan valas, dll.[2]

Page 27: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Menurut An-Nabhani, orang yang melakukan riba, keuntungan yang dia peroleh memiliki sifat mengeksploitasi tenaga orang lain sehingga tanpa bekerja sedikitpun keuntungan tersebut dia peroleh. Selain itu, keuntungan tersebut diperoleh secara pasti karena sudah menjadi aqad dalam transaksinya.[3] Badr Ad Din Al Ayni mengemukakan, prinsip utama dalam riba adalah penambahan dan menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.[4]

Adapun ayat yang secara final mengharamkan riba, QS. Al Baqarah 278 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu…â€. Ayat ini dengan �tegas mengharamkan riba untuk selama-lamanya. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ayat ini merupakan peringatan yang amat keras yang dalam bahasa zaman sekarang bisa juga disebut ultimatum dari Allah. Betapa murkanya Allah terhadap pelaku riba, sampai-sampai ancaman Allah ini lebih keras dari dosa yang lain.[5]

Al Baihaqi dan Al Hakim pernah meriwayatkan sebuah hadist Rasulullah SAW dari Ibnu Mas’ud. “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunyaâ€. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh �Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam perjalanan mi’raj, aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya pada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba.†Rasulullah juga mengingatkan bahwa orang yang �memakan riba, termasuk salah satu dari empat golongan orang yang diharamkan masuk surga dan tidak mendapat petunjuk dari Allah.

Kemudian siapa sajakah yang terkena dosa riba sehingga mereka mendapatkan ancaman dari Allah ? Dalam HR Muslim, “Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.†�

Larangan riba ini tidak peduli apakah banyak ataukah sedikit jumlah riba yang diambil.

Bahaya Riba bagi Kehidupan Manusia

Hamka mengungkapkan bahaya riba, yakni riba merupakan suatu kejahatan yang meruntuhkan hakikat dan tujuan Islam dan iman. Riba menyebabkan hancurnya ukhuwah di antara orang yang beriman dan perselisihan antara sesama manusia. Riba benar-benar merupakan pemerasan manusia terhadap manusia yang lain. Segelintir orang yang menghisap riba dengan enak-enaknya menggoyang-goyangkan kakinya dan dari tahun ke tahun mereka menerima kekayaan yang berlimpah dengan tidak bekerja sama sekali. Sementara orang yang dihisap riba memeras keringat hanya untuk menambah kekayaan orang lain, seolah-olah dia menjadi budak dan sapi perahan.[6]

Allah mengingatkan tentang bahaya riba ini di dalam firmannya QS. Al Baqarah ayat 275, yang artinya “Orang-orang yang memakan riba itu tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

Page 28: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…â€. Dalam ayat ini dijelaskan �bagaimana keadaan orang yang melakukan riba, yakni merasakan kesusahan dan gelisah walaupun penghasilan dari riba sudah begitu besar. Orang-orang ini diumpamakan sebagai orang yang kacau, gelisah, resah karena kerasukan syaitan.[7]

Salah satu ekonom kapitalis sendiri, Keynes, menyebutkan bahwa riba (maksudnya suku bunga) hanyalah angan-angan manusia belaka, manusia dipaksa untuk menerima riba sebagai sesuatu yang baik dan wajar padahal sebenarnya tidak demikian. Lebih fatal lagi riba telah menyebabkan inefisiensi dan ketidakproduktifan di dalam masyarakat. Riba akan menyebabkan sebagian masyarakat berperilaku malas, eksploitatif dan spekulatif.[8]

Bahaya riba selain mengancam orang secara individu, juga mengancam perusahan (BUMN dan swasta), bahkan keberlanjutan hidup suatu negara. Para pelaku riba akan merasakan penyakit riba ini.

Riba dalam Kehidupan Sekarang

Dalam kehidupan sekarang, dimana telah terjadi perkembangan dalam aktivitas ekonomi seperti bank, asuransi, transaksi obligasi, transaksi valas, dll, kita dihadapkan pada kondisi yang serba sulit, karena hampir sebagian besar aktivitas ekonomi mengandung unsur riba. Jika kita tidak hati-hati, kita bisa terjebak riba. Hal ini bisa terjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam yang menjamin dan menjaga kehidupan kaum muslimin dan umat lainnya.

Riba di zaman modern ini telah menjelma dan dilegitimasi oleh sistem dan institusi/lembaga. Bank Sentral yang dimiliki setiap negara seperti Bank Indonesia, menggunakan instrumen riba (bunga) sebagai dasar kebijakan moneter dan dalam mempengaruhi sektor riil.

Untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat (M1), untuk menjaga inflasi dan stabilitas kurs rupiah di sektor moneter, serta memicu gairah investasi di sektor riil, maka Bank Indonesia memainkan instrumen suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan cara menaikkan ataupun menurunkan tingkat suku bunga SBI tersebut.

Kebijakan bank sentral ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan perekonomian dalam negeri, bahkan bagi suatu negara yang mempunyai pengaruh yang luas dalam perekonomian dunia seperti Amerika Serikat, kebijakan bank sentralnya (The Fed) dalam menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga Amerika walaupun hanya satu persen saja akan membawa pengaruh yang besar terhadap perekonomian global termasuk Indonesia.

Dalam perekonomian kapitalis, perbankan memiliki peranan yang penting dalam sendi kehidupan ekonomi masyarakat dan negara. Hampir seluruh aktivitas ekonomi masyarakat terkait dengan bank, seperti untuk menyimpan dananya dalam bentuk tabungan, deposito, giro, ataupun dalam memperoleh modal untuk membentuk dan mengembangkan usaha, juga jasa-jasa perbankan lainnya seperti LC (letter of credit) untuk ekspor impor, kartu kredit, transfer uang, dll. Namun, hampir seluruh jasa-jasa perbankan konvensional tersebut terkait dengan bunga yang secara sadar ataupun tidak sadar turut dinikmati masyarakat. Selain bank, riba juga bisa

Page 29: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

dijalankan oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi simpan pinjam, asuransi, pegadaian, dana pensiun.

Pada sektor informal, riba dihidupkan oleh masyarakat dengan memberikan pinjaman pribadi kepada pihak lainnya dengan mengenakan bunga. Biasanya para peminjam adalah orang-orang kecil seperti para petani, pedagang kecil, nelayan, sedangkan para pemberi pinjaman kebanyakan para juragan kaya.

Perkembangan perekonomian yang berkiblat kepada kapitalis telah membuat perolehan sumber-sumber keuangan tidak hanya cukup dari dunia perbankan, karena itu muncullah sumber-sumber keuangan ribawi yaitu pasar uang dan pasar modal. Di sini diterbitkan instrumen-instrumen keuangan seperti obligasi (bonds) dan surat utang, saham, reksadana, yang kemudian dapat diperdagangkan dalam transaksi derivatif (financial derivativies). Transaksi ini antara lain berbentuk future dan option yang terjadi di zero sum market (satu pihak diuntungkan dan pihak lain dirugikan yang berarti zhalim dan terjadi eksploitasi). Dalam transaksi derivatif ini juga diperdagangkan mata uang.[9]

Selain melakukan pinjaman kepada bank, pemerintah, BUMN dan swasta dapat memperoleh dana/modal melalui pasar modal dan pasar uang ini dengan menerbitkan saham dan obligasi. Pasar keuangan ini sarat dengan kegiatan spekulasi yang bernilai ratusan miliar dolar setiap harinya. Di sinilah sektor moneter (sektor maya) dengan cepat menggelembung sehingga tercipta ekonomi balon (buble economic) yang sangat rawan krisis.

Di tingkat negara riba telah lama mewabah. Hampir seluruh negara di dunia melakukan utang-piutang baik terhadap negara lainnya maupun dengan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia (World Bank), IMF dan ADB dengan tingkat bunga tertentu dan syarat yang memberatkan (zhalim).

Fakta Kerusakan Ekonomi Ribawi di Indonesia

Salah satu penyebab terpuruknya perekonomian Indonesia dalam krisis yang berkepanjangan adalah utang luar negeri, baik yang dilakukan pemerintah maupun yang dilakukan swasta. Sampai akhir tahun 2001 total utang luar negeri Indonesia adalah US $ 139,143 miliar dengan rincian US $ 72,197 miliar utang luar negeri pemerintah dan sisanya sebesar US $ 66,946 miliar. Padahal utang luar negeri Indonesia pada awal orde baru sekitar US $ 2,437 miliar.

Besarnya utang luar negeri Indonesia ini selain disebabkan oleh pinjaman yang terus dilakukan setiap tahunnya, juga karena faktor bunga. Khusus bunga utang luar negeri pemerintah yang dibayar dari tahun 1989-2001 berjumlah US $ 46,631 miliar atau setara dengan Rp 419,679 trilyun (kurs Rp 9000 per dolar).[10] Kemudian selama tahun 1996-2000 total utang luar negeri Indonesia yang dibayar kepada kreditur luar negeri adalah US $ 128,748 miliar. Dari jumlah tersebut, beban bunga yang dibayar Indonesia sebesar US $ 38,025 miliar atau 29,53 persen[11]. Bila jumlah beban bunga tersebut dirupiahkan dengan kurs Rp 9000 per dolar, maka beban bunga yang dibayar Indonesia itu setara dengan Rp 342,225 trilyun. Beban bunga utang luar negeri Indonesia selama lima tahun tersebut lebih besar dari rencana penerimaan RAPBN 2003 sebesar Rp 327,834 trilyun yang disampaikan presiden pada pidato kenegaraannya bulan

Page 30: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Agustus lalu.[12] Jadi bisa dibayangkan bagaimana susahnya pemerintah mencari sumber penerimaan APBN sebesar itu, apalagi pemerintah mentargetkan penerimaan dari pajak sebesar Rp 260,785 trilyun[13] (79,55 persen dari total penerimaan RAPBN) yang berarti masyarakat kembali harus berkorban banyak untuk membayar pajak.

Dalam RAPBN 2003, pemerintah menganggarkan Rp 80,89 trilyun untuk membayar bunga utang dalam negeri dan luar negeri atau memakan porsi 43,4 persen dari belanja rutin. Bandingkan anggaran bunga utang ini dengan anggaran pendidikan yang hanya berjumlah Rp 13,6 trilyun. Akibat beban bunga ini, RAPBN 2003 mengalami defisit yang cukup besar yaitu Rp 26,263 trilyun.[14] Defisit ini oleh pemerintah sebagaimana biasanya berusaha ditutupi dengan privatisasi BUMN, penjualan aset-aset yang ditangani BPPN, penghapusan subsidi untuk rakyat dan meningkatkan penerimaan dari pajak. Tentu saja kebijakan ini akan semakin memberatkan rakyat. Jelas APBN ini menggambarkan keuangan negara tidak rasional.[15]

Sektor keuangan dan perbankan Indonesia juga mengalami kerusakan yang sangat parah bahkan akut. Sejak dipermudahnya pendirian bank oleh pemerintah melalui Paket Oktober (Pakto) 1988, maka dengan cepat ratusan bank baru menjamur di Indonesia, sehingga semakin dekatlah interaksi masyarakat dengan bunga. Akhirnya seiring dengan jatuhnya mata uang rupiah dan krisis utang Indonesia, perbankan mengalami kejatuhan yang luar biasa. Dari kredit macet, pelarian uang nasabah oleh pemilik bank, sampai dengan ketidakmampuan bank untuk mengembalikan dana masyarakat akibat mengalami rush.

Untuk mengatasi keadaan tersebut Bank Indonesia mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang jumlahnya Rp 144,536 trilyun. Menurut BPK, dari dana BLBI yang disalurkan Bank Indonesia tersebut terdapat indikasi penyimpangan sebesar Rp 138,442 trilyun (95,78 persen) sampai 29 Januari 1999.[16]

Program penyehatan perbankan Indonesia yang dijalankan pemerintah dan diawasi IMF, menyebabkan pemerintah terjebak pada utang domestik sebesar Rp 600 trilyun lebih yang jumlahnya akan terus berkembang. Utang domestik tersebut berupa Surat Utang Pemerintah (SUP) yang terdiri dari Rp 400 trilyun lebih dalam bentuk obligasi rekap yang ditaruh di bank-bank rekap, dan sisanya SUP yang dikeluarkan untuk mengganti dana BLBI kepada Bank Indonesia.[17] Ini merupakan suatu yang tidak masuk akal. Karena sebelum terjadinya krisis perbankan, pemerintah tidak memiliki utang dalam negeri, namun dengan dikeluarkannya dana BLBI dan program penyehatan perbankan, pemerintah harus menanggung utang dalam negeri yang jumlahnya sangat besar dan beban ini harus ditanggung bersama rakyat Indonesia melalui APBN.

Setiap tahun jumlah bunga utang dalam negeri ini dibayar oleh pemerintah antara Rp 50 sampai Rp 60 trilyun kepada Bank Indonesia dan bank-bank yang direkap. Besarnya beban bunga ini tergantung perkembangan suku bunga SBI. +Jika suku bunga SBI naik satu persen, maka kira-kira beban bunga bertambah Rp 6 trilyun (hitungan kasar, 1% x 600 trilyun).

Anehnya bank-bank yang masuk dalam program rekapitalisasi perbankan, setelah dibiayai/direkap sehingga CAR-nya membaik, oleh pemerintah dengan persetujuan DPR dijual kepada swasta. Misalnya kasus divestasi saham BCA. BCA yang sudah disuntikkan modal dari

Page 31: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

obligasi pemerintah senilai 60 trilyun dan setiap tahunnya menerima bunga obligasi rekap rata-rata Rp 8,4 trilyun pertahunnya atau Rp 700 miliar perbulannya[18] dijual seharga Rp 5,3 trilyun kepada investor dari Amerika, Faralon Capital. Baru-baru ini pemerintah menjalin kesepakatan untuk menjual 51 persen saham Bank Niaga kepada Commerce Asset dari Malaysia seharga Rp 1,025 trilyun, padahal obligasi pemerintah di Bank Niaga senilai Rp 9,5 trilyun.[19] Proses divestasi bank dalam program rekapitalisasi ini akan berlanjut dengan penjualan bank-bank lainnya.

Jauh sebelum terjadinya krisis perbankan, negara dan masyarakat sudah mengalami kerugian akibat kegiatan ribawi ini. Menurut Rahmat Basoeki, terjadi penjarahan periode pertama dana milik rakyat oleh konglomerat di Bank Indonesia sebesar 100 trilyun melalui KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) periode 1985-1988. Periode kedua tahun 1988-1996, yakni dengan dikeluarkannya kebijakan Pakto ’88 yang membuat para konglomerat rame-rame mendirikan bank dengan janji bunga yang tinggi sehingga berhasil menyedot dana masyarakat yang kemudian dana tersebut disalurkan kepada kelompok usaha mereka sendiri. Akibatnya bank-bank para konglomerat tersebut sekarat bahkan tidak dapat mengembalikan dana masyarakat sedangkan mereka dengan enaknya melarikan diri ke luar negeri beserta uang yang mereka jarah.[20]

Dalam perekonomian yang lesu, bank-bank hasil binaan BPPN tersebut tidak menyalurkan dananya ke masyarakat, karena takut mengalami kredit macet apalagi dengan tingkat suku bunga yang masih tinggi. Bank-bank tersebut justru menanamkan dananya pada aktivitas bunga yang tidak berhubungan sama sekali dengan sektor produksi. Mereka lebih senang mendepositokan ke bank lain, membungakan uang di pasar uang antar bank, jual beli surat berharga seperti obligasi, commercial paper serta transaksi derivatif lainnya, dan yang terbanyak dengan membungakannya pada SBI. Hal ini membuat geram Memperindag Rini Suwandi dengan mengirimkan surat kepada BI karena dana masyarakat yang dikelola bank 90 persen (meminjam istilah Hilmi) “menari-nari†di Bank Indonesia.[21]�

Kebijakan Bank Indonesia memberlakukan suku bunga yang tinggi (tight money policy) untuk menahan laju penurunan rupiah telah menyebabkan sektor riil yang sudah bangkrut karena terlilit utang berbunga, terpaksa terjatuh-jatuh untuk merangkak bangkit. Walaupun instrumen SBI sudah dinaikkan tingkat suku bunganya (pernah mencapai 70 persen) dengan harapan para investor dan spekulan memilih menanamkan modalnya di perbankan Indonesia, namun kurs rupiah tetap lengser di kisaran 8.000-10.000 rupiah per dolar.

Berdasarkan analisa Dicki Iskandardinata (mantan bankir), terdapat indikasi penyelewengan dana BLBI sebesar Rp 51 trilyun yang digunakan oleh para pemilik bank untuk bermain valas. Jika dirupiahkan dengan kurs rata-rata yang berlaku saat itu Rp 4000 per dolarnya, maka permainan spekulasi mereka setara dengan 13 dolar Amerika.[22] Ini merupakan seuatu yang sangat ironi.

Riba Harus Digusur

Penerapan ekonomi ribawi di Indonesia telah merusak sendi kehidupan masyarakat dan membangkrutkan negara. Jangankan melihat bagaimana kondisi orang/ perusahaan yang

Page 32: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

bangkrut karena terlilit utang berbunga, dan kondisi bank yang mengalami kredit macet, negara pun merasakan pahitnya terlilit utang, sehingga menjadi negara kelas dua, hina, mudah diinjak-injak orang, dan terutama kebijakannya dalam mengelola perekonomian nasional terlihat “tidak waras†bagi kepentingan masyarakat banyak.�

Pemerintah yang terililit utang ribawi, berada dalam posisi yang sangat lemah terutama ketika berhadapan dengan IMF, Bank Dunia, Amerika, bahkan dengan negara sekecil Singapura. Pemerintah juga takluk di bawah ketiak konglomerat dan cukong-cukongnya. Maka tak heran kebijakan pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan pembangunan bukannya memihak dan menguntungkan bagi rakyatnya, tetapi menguntungkan dan menghamba kepada Bank Dunia, IMF, negara-negara maju, para investor, konglomerat dan pejabat korup.

Ancaman dan peringatan Allah SWT serta fakta kerusakan ekonomi ribawi hendaknya benar-benar kita camkan. Jangan sampai kita tetap larut dalam sistem riba ini. Maka tidak ada kata lain selain riba harus digusur dari perekonomian kita.

AlternatifnyaAllah SWT mengingatkan kita dalam QS. Al Baqarah ayat 275, yang artinya “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…â€. Ayat ini dengan tegas �menyatakan bahwa jual beli sebagai cara untuk menambah kekayaan yang dibenarkan. Ini berarti dalam bidang ekonomi, maka suatu perekonomian seharusnya tegak berdiri di atas sektor riil bukan sektor non riil. Sektor riil yang dimaksud di sini adalah usaha produksi, perdagangan, dan jasa yang sesuai syariah bukan yang sesuai dengan hukum buatan manusia seperti kapitalisme.

Menggusur riba dalam perekonomian harus diikuti dengan menggusur kapitalisme baik sebagai sistem ekonomi maupun sebagai ideologi/sistem kehidupan dari Indonesia. Karena itu, alternatif praktis untuk mengikis riba sampai ke akar-akarnya adalah dengan mengubah ideologi dan sistem negara termasuk sistem ekonominya dengan disertai revolusi pemikiran masyarakat menjadi masyarakat yang Islami sehingga tidak terjadi lagi eksploitasi di dalam masyarakat.

http://jurnal-ekonomi.org/2003/09/15/saatnya-menggusur-riba-dari-percaturan-ekonomi-indonesia/

Page 33: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAPRINSIP EKONOMI- Uang hanyalah alat pembayaran dan alat pengukur.- Uang dapat menghasilkan keuntungan hanya sesudah berubah menjadi barang. Uang saja tidak bisamenghasilkan uang.- Permintaan akan uang adalah untuk transaksi dan jaga-jaga. Uang diminta bukan karena uang, tapiuntuk tujuan lain. Permintaan spekulatif akan uang tidak dibenarkan.- Adalah permintaan dan suplai baring yang menentukan nilai uang. Waktu bukanlah penentu nilai uang.Time value of money tidak dikenal dalam Islam.- Untuk menjaga agar nilai uang stabil, uang harus dibuat dari barang-barang yang bernilai, seperti emasdan perak, atau didasari olehnya.YUNANIPlato (427-347 SM) :- Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat.- Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin.Aristoteles (384-322 SM):- Fungsi uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange) bukan alat menghasilkan tambahanmelalui bunga.YAHUDIKitab Eksodus (keluaran) 22:25- “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu,maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bungaHal 1 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAterhadapnya”.Kitab Deuteronomy (Utangan) 23:19- “Janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan,atau apapun yang dapat dibungakan”.Kitab Levicitus (Imamat) 35:7- “Jangan engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akanAllahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya denganmeminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba”.KRISTEN- “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima

Page 34: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa, supayamereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka danpinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anakTuhan Yang Maha Tinggi, sebab ia baik terhadap orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadaporang-orang jahat” (Lukas 6;34-35)- karena tidak disebutkan secara jelas, timbul berbagai anggapan dan tafsiran tentang boleh tidaknyamelakukan praktek pembungaan. Pandangan para sarjana Kristen terhadap praktek pembungaan terbagi padatiga periode, yaitu:o Pandangan Pendeta Awal (Abad I – XII)o Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII – XV)o Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI – Tahun 1836):KRISTENKesimpulan Pandangan Para Pendeta Awal (Abad I – XII):- Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yangdipinjamkan di awal.Hal 2 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMA- Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik dalam Perjanjian Lama maupun PerjanjianBaru.- Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.- Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.- Harga barang yang tinggi untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.KRISTENPandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII – XV):- Robert of Courcon (1152-1218)- William A- St. Raymond of Pennafore (1180-1978)- St. Bonaventure (1211-1274)- St. Thomas Aquimas (1225-1274)o Bunga dibedakan menjadi interest dan usuryo Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosayang bertentangan dengan konsep keadilan.o Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau setidaknya tergantung niat sipemberi uang.KRISTENPandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI – Tahun 1836)Hal 3 http://www.bayunugraha.web.id/

Page 35: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMA- John Calvin (1509-1564)- Gau- Martin Luther (1463-1546)- Melancthon (1497-1560)- Zwingli (1484-1531)o Dosa apabila bunga memberatkano Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles)o Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesio Jangan mengambil bunga dari orang miskin.ISLAMAr Ruum: 39- “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, makadisisi riba itu pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untukmencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang yang melipatgandakanpahalanya)”.An Nisaa: 160-161- Maka disediakan kezhaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka yang (memakanmakanan) yang baik-baik (yang dahulunya) diharamkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi(manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telahdilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil, Kami telahmenyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.ISLAMHal 4 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAAli-Imran- :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan lipat ganda dan bertaqwalahkamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.Al-Baqarah- “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yangbelum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisariba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangi kamu. Dan jika kamu bertaubat (daripengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.ISLAMAr Ruum : 39

Page 36: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

- “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, makadisisi riba itu pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untukmencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang yang melipatgandakanpahalanya)”.Annisa : 160-161- maka disediakan kezhaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka yang (memakanmakanan) yang baik-baik () diharamkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) darijalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka sudah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil, kami telah menyediakan untukorang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.ISLAMAli-Imran : 130- “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda danbgertaqwalah kamu kepada Alah supaya kamu mendapat keberuntungan”.Al-Baqarah : 278-279Hal 5 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMA- “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alah dan tinggalkan sisa-sisa riba (yangbelum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisariba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (daripengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya”.ISLAM- Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnyadan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda : “Mereka semuanyasama” (HR. Muslim).- Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul SAW berkata : “pada malam perjalanankuMi’raj, aku melihat orang-orang yang perutnya seperti rumah, didalamya dipenuhi oleh ualr-ular yangkelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalahorang-orang yang menerima riba”.- Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Riba itu memiliki tujuh

Page 37: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

puluh tingkatan, adapun tingkat yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zinadengan ibunya sendiri”.BUNGA BANK: PANDANGAN ULAMA INDONESIANahdhatul Ulama- Sebagian ulama mengatakan bunga sama dengan riba, sebagian lain mengatakan tidak sama dansebagian lain mengatakan Syubhat.- Rekomendasi: Agar PBNU mendirikan bank Islam NU dengan sistem tanpa bunga (Bahsul Masail,Munas Bandar Lampung, 1992)Muhammadiyah- Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada nasabahnya atau sebaliknya yang selama iniberlaku, termasuk perkara “mutasyabihat”.- Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistemperekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam (Lajnah Tarjih Sidoarjo, 1968)Hal 6 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAMajelis Ulama Indonesia- 1) Bunga bank sama dengan riba; 2) tidak sama dengan riba; 3) Syubhat. MUI harus mendirikan bankalternatif. (Lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991)9 ALASAN ULAMA YANG MEMBOLEHKAN BUNGA BANK- Boleh mengambil bunga karena darurat- Pada tingkat wajar, tidak mengapa bunga dibebankan.- Opportunity Cost yang hilang disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain.- Bunga untuk konsumtif dilarang, tapi untuk produktif dibolehkan.- Uang sebagai komoditi, karena itu ada harganya. Dan harga uang adalah bunga.- Bunga sebagai penyeimbang laju inflasi.- Bunga sebagai upah menunggu (Abstinence Concept)- Nilai uang sekarang lebih kecil daripada nilai uang pada masa depan (Time Value of Money).- Di zaman Nabi tidak ada bank, dan bank bukan Syakhsiyyah Mukallafah.UPAYA ULAMA- Istinbath para ulama terhadap sumber-sumber Syariah merupakan upaya menghindari riba.- Musyarakah, Mudharabah (Qiradh), Muzara’ah, Musaqah, Mugharatsah.Hal 7 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMA- Murabahah, Bai’ Muajal, Salam, Istisna, Sharf, Jazzaf.- Ijarah.- Wadi’ah, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn, Qardh, Ijarah, Suih, Muqashah,, Ihya ArdhilMawat, Iqtha’, Hima.BUNGA BANK: PANDANGAN DUNIA ISLAM- Dewan Studi Islam Al-Azhar, Cairo

Page 38: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah riba yang diharamkan. (Konferensi DSI Al-Azhar, Muharram1385 H / Mei 1965 M)- Rabithah Alam IslamyBunga bank yag berlaku dalam perbankan konvensional adalah riba yang diharamkan. (Keputusan No. 6Sidang ke 9, Mekkah 12-19 Rajab 1406 H)- Majma’ Fiqh Islamy, Organissi Konferensi IslamSeluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya,demikian pula tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari ribayang diharamkan secara syariah (Keputusan No. 10 Majelis Majma’ Fiqih Islamy, Konferensi OKI keII, 22-28 Desember 1985)DAMPAK BUNGA BAGI EKONOMI ISLAMHutang luar negeri Indonesia berjumlah US$ 110 milyar dollar degan bunga rata-rata 7% per tahun. Ini berartirakyat Indonesia harus membayar bunganya saja sebesar US$ 7,7 milyar atau Rp. 57,7 trilyun atau ¼ APBN1999 (Rp. 219,6 trilyun).Biaya rekapitalisasi perbankan (konvensional) akibat negative spread yang mengakibatkan kekurangan modal,sebesar Rp. 35 trilyun.Hal 8 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAKONSEP FUNDAMENTAL KEUANGAN ISLAMI : LANDASAN UNTUK PRAKTEK INVESTASIBERDASARKAN SYARIAHKepemilikan, Manajemen Keuangan, dan ZakatMerujuk pada kodifikasi ayat al-Qur’an dan hadits tentang kekayaan di atas, memunculkan aspekpenting yang namanya manajemen. Panggilan sebagai khalifatullah, yang tugasnya mengelola ataumemanajemeni dunia untuk mewujudkan kerajaan Allah di muka bumi, sudah pasti mengamanatkankewajiban penguasaan ilmu pengetahuan.Harta sebagai salah satu titipan Allah harus dikelola dengan baik dan professional berdasarkan pengetahuan.QS. An-Nisa ayat 5 dan 6 sudah menegaskannya. Dasar pengetahuan tentang perincian lebih lanjut yangterkait dengan pengelolaan harta ini tetap harus merujuk pada shuratic process. Karenanya konsep dasartentang keuangan Islami ini akan diuraikan pada bagian-bagian selanjutnya.Menjadi catatan sangat penting bahwa zakat adalah bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan harta benda ini.

Page 39: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Arti asli kata zakat itu adalah tumbuh, suci dan berkah.Surat at-Taubah; 103 menyebutkan bahwa zakat dipungut dari harta benda untuk membersihkan danmenyucikan.Khan (1995) memberikan perspektif dinamis perihal efek zakat pada pertumbuhan (growth) dan employment.Zakat yang dipertimbangkan sebagai instrument untuk transfer sumber daya memberikan efek positif dalamperekonomian. Dengan menggunakan model sederhana ditunjukkan bahwa meskipun terdapat kemungkinanpenurunan aggregate savings dalam jangka pendek, tetapi penurunan segera berbalik dan mendorong tabungandan pertumbuhan jangka panjang yang lebih tinggi. Hal ini merupakan resultante dari efek distribusipendapatan zakat. Perbaikan kondisi ekonomi masyarakat miskin akan membuka peluang upaya kegiatanproduktif, untuk meningkatkan kapasitas pendapatan dan tabungan.Choudhuri (1986, 1992) menyebut zakat sebagai wealth tax dalam Islam. Dan zakat merupakan salah satu ciridan komponen dalam laporan keuangan (income statement) perusahaan yang berada dalam perekonomianIslami atau yag menjalankan prinsip-prinsip Islam. Model analisis matematis yang ditawarkan jugamenunjukkan hubungan positif antara zakat, income dan employment, karena dengan ide zakat adalahtransformasi produktif. Hal ini ditunjukkan dengan pembuktian analitis-kuantitatif bahwa zakat mendorongmultiplier positif untuk investasi. Dengan demikian, model tersebut merupakan sebuah pembuktian bahwazakat memang ‘tumbuh’.Riba, Time Value of Money, dan Cost of CapitalKonsep diskonto sangat penting dalam analisis teori modal dan investasi. Secara praktis, digunakan dalamHal 9 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAevaluasi proyek ataupun keputusan investasi. Misalnya saja model net Present Value (NPV), Cost-BenefitAnalysis, Internal Required Rate of Return (IRR), Deviden Model dalam asset valuation, dan seterusnya.Diskonto inilah yang dimaksud dalam time value of money.Konsep time value of money atau yang disebut ekonomi sebagai positive time preference meyebutkan bahwanilai komoditi pada saat ini lebih tinggi dibanding nilainya di masa depan. Konsep yang di kembangkan Von

Page 40: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Bhom-Bawerk dalam capital and Interset dan positive Theory of capital memang meyebutkan bahwa positivetime prefernce merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis, dan rasional. Diskonto dalam positive timeprefernce ini biasanya didasarkan pada, atau paling tidak berhubungan intim dengan, tingkat bunga (interestrate).Sejak terjadinya kovergensi pendapat dalam fiqh bahwa bunga diharamkan dalam Islam karena dianggap salahsatu bentuk riba, muncullah pertayaan-pertanyaan tentang penggunaan diskonto dalam evaluasi investasi, danjuga pemakaiannya sebagai cost of capital. Misalnya, apakah penggunaannya secara mendasar bertentangandengan prinsip dasar pelarangan riba tersebut?Terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini, yang berarti belum terdapat kesepakatan. Tetapi ada penyikapanyang cukup sama terhadap teori positive time Prefrence, yaitu bahwa teori tersebut tidak bisa diasumsi begitusaja diterima secara menyeluruh dikalangan ekonomi. Kalau disebutkan bahwa positive time preferencemerupakan pola yang wajar dan normal dengan melihat latar historis, maka yang rasional justru yangmemungkinkan terjadinya positive maupun negative time preference. Kemungkinan positif maupun negatifdan bahkan zero time preference adalah karena ketidakpastian (uncertainty) dimasa depan.“Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti ) apa yang akan diusahakannyabesok” (QS. 31:34)Perbedaan pedapat terjadi pada saat suatu rate tertentu digunakan sebagai faktor diskonto. Yang satumenganggap dilarang karena Islam tidak membolehkan riba; di pihak lain, ditemukan adanya praktekpenjualan dalam betuk bay as-salam dan bay mu’ajjal yang teryata tidak dilarang dalam Islam. Dalampraktek penjualan yang demikian, harga komoditi boleh berbeda dengan harga spot-nya dengan adanyapelibatan waktu dalam proses pertukaran. Secara sederhana, terkadang ini dianggap bentuk pengakuan timevalue of money atau adanya tingkat diskonto.Prof. Shabir F. Ulgener membolehkan interest rate dipakai sebagai faktor diskonto. Katanya yang diperlukanadalah pembedaan interest sebagai suatu surplus (riba) dengan interest sebagai faktor penghitungan effisiensiekonomi. Anas Zarqa (1992) menyebutkan ekonom pun sepakat bahwa mengabaikan diskonto akan

Page 41: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

menyebabkan hilangnya effisiensi, padahal Islam menghendaki effisiensi melalui pelarangan israf (sesuatuyang berlebihan, waste). Hanya saja dalam hal ini Anas Zarqa tidak mau menggunakan interest rate sebagaifaktor diskonto. Karena, kalau kemudian diskonto membuat interest (bunga) harus pula diterima, sudahsemestinya yang demikian itu ditolak. Katanya,Since no real investment in an economy can be undertaken without facing risk, cash flow of such investmentshould be discounted not by riskless interest rate, but by true opportunity cost.Hal 10 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMADalam hal ini, yang dimajukan sebagian alternatif adalah rate of return dari asset beresiko semisal sahamdengan menggunakan ukuran rasio Earning per share dengan harga (E/P). Idenya adalah seperti teori Cost ofCapital Modigliani dan Miller yang menyebutkan bahwa setiap asset memiliki rate yang berbeda-beda.Kesimpulannya: pendapat yang membolehkan penggunaan rate tertentu sebagai faktor diskonto didasarkanpada alasan bahwa discount rate dan interest rate merupakan dua hal yang berbeda. Dan faktor diskonto inidiperlukan secara definitif untuk kepentingan effisiensi.M. Akram Khan (1992) mewakili pendapat yang menentang penggunaan suatu rate sebagai faktor diskonto.Selain didasarkan pada penolakan atas positive time prefference, disebutkan pula bahwa “time value ofmoney is an unsound concept on rational ground”. Katanya penerimaan konsep diskonto dapatmendorong legitimasi interest (bunga) dan membuka pintu belakang bagi masuknya riba. Sedangkan argumententang effisiensi dijawab dengan memajukan faktor-faktor lain sebagai penentu effisiensi, misalnya prosesmanajerial, sehingga faktor diskonto bukan merupakan penentu suatu effisiensi. Tetapi Arkram Khan tidakmenyebut-nyebut opportunity cost yang dikandung oleh faktor diskonto sebagai cost of capital.Karenanya Vogel dn Hayes (1998) menyimpulkan bahwa sampai saat ini konsep time of capital tidak ditolaksepenuhnya dalam hukum Islam (fiqih).Faktor diskonto yag digunakan sebagai cost of capital tergantung dari asset dan risiko yang dikandungnya.Islam mengizinkan pinjam-meminjam tidak dengan bunga, melainkan dengan basis profit/loss sharing. Hal inidapat diinterpretasikan bahwa Islam mendorong umatnya menjadi investor dan bukannya kreditor. Investor

Page 42: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

selalu berhadapan dengan risiko, sejalan dengan demikian, penghitungan cost of capital dalam pendanaanIslami akan lebih menjurus pada cost of equity, karena debt dengan sistem tersebut pun diberlakukan sepertiequity.Yang lazim digunakan selama ini adalah Capital Asset Pricing Model (CPAM) dan Arbitrage Pricing Theory(APT) untuk menentukan rate of return yang dianggap pantas.CPAM mengasumsikan bahwa return suatu sekuritas berbandingan lurus dengan risikonya. Risiko yangdigunakan adalah beta, yang mengukur risiko sekuritas bersangkutan terhadap risiko pasar. Hubunganekuilibrium antara return dan risikonya dinyatakan dengan persamaan Security Market Line (SML) berikut:E (Ri) = Rf + Bi (E(Rm)-Rf)Dimana:E (Ri) = Expected return on risky security IHal 11 http://www.bayunugraha.web.id/BayuNugraha.Web.Id - Lets Learning Together

BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN AGAMAE (Rm) = Expected return on market portfolioRf = Risk-free rateBi = Cov (Ri, Rm) / Var (Rm)Dari persamaan tersebut tampak bahwa CAPM memerlukan dua kondisi: (1) keberadaan risk-free rate, dan (2)adanya market port polio yang terdiversifikasi dengan baik. Dalam Islamic Finance tampaknya hanya satu sajayang memungkinkan dipenuhi.Proxi untuk risk-free rate di Barat adalah T-Bills rate. Secara teoritis, tidak ada yang ekuivalen dalam Islamicmarket, karena tidak diizinkannya pemerintah meminjam dengan basis bunga ini. Memang bisa dimungkinkansuatu pemerintah mengeluarkan sekuritas dengan menggunakan predetermined fixed rate tapi dengan ukuranpertumbuhan GDP sebagai bentuk profit-sharing misalnya. Tapi yang begini tetap tidak dapat dianggapsebagai proxi untuk risk-free rate. Lagi pula, sekuritas pemerintah yang demikian belum banyak tersedian diberbagai negara.Untuk well-diversified market portfolio, perkembangan yang menggembirakan dalam Islamiccapital market memungkinkan untuk dipenuhi. Sudah ada Dow Jones Islamic Index (DJII) untuk portfoliopasar internasional atau RHB Islamic Index di Malaysia yang dapat dijadikan benchmark untuk marketportfolio. Sementara di Indonesia, kondisi ini tampaknya belum memungkinkan. Saat buku ini ditulis, belum

Page 43: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

ada Islamic Index di pasar modal Indonesia meskipun sudah ada reksa dana syariahnya. Kabarnya, dalamwaktu dekat ini indeks syariah akan diluncurkan di Bursa Efek Jakarta.Dengan demikian, CAPM sulit digunakan karena tidak adanya proxi untuk risk-free rate tersebut. SementaraAPT tidak digunakan untuk mengidentifikasi portfolio mana yang efisien, tetapi mengasumsikan bahwa returnsetiap asset bergantung pada pengaruh beberapa faktor plus “noise”Ri = B1i(factor 1) + B2i (factor 2) + … + Bki (factor k) + EiKesuksesan model ini tergantung pada kemampuan menemukan dan menentukan daftar faktor yang dapatdimasukkan dalam model. Dengan demikian modifikasi dengan penyesuaian kondisi pasar keuangan islamimungkin dilakukan. (Disadur dari berbagai sumber)

http://www.bayunugraha.web.id/pdf.php?id=19

riba dan berbagai permasalahannya, kita akan menganalisis bunga dengan berbagai

implikasinya, baik dari segi ekonomi, produktivitas usaha, dampak kejiwaan, hubungan

antar anggota masyarakat, demikian juga akibatnya terhadap akumulasi utang negara

berkembang.

Ada beberapa syarat utama untuk dapat memahami bunga dan kaitannya dengan

riba, yaitu menghindarkan diri dari kemalasan ilmiah yang cenderung pragmatis dan

mengatakan bahwa praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan lembaga-lembaga

keuangan ciptaan Yahudi sudah sejalan dengan ruh dan semangat Islam. Tunduk dan patuh

kepada aturan Allah dan Rasulullah dalam segala aspek termasuk dimensi ekonomi dan

perbankan, seperti dalam firman Allah SWT

أ�ن� ا ر� م�أ� وله س و�ر� الله ق�ض�ى إ�ذ�ا ن�ة� ؤ�م� م و�ال� ؤ�م�ن� ل�م ك�ان� ا و�م�

م� ر�ه� م�أ� م�ن� ة ي�ر� ال�خ� م ل�ه ي�كون�

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (al-Ahzab : 36)

II. PEMBAHASAN

Page 44: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

A. Riba

Riba yang berasal dari bahasa Arab artinya tambahan (ziyadah, Arab/addition,

Inggris), yang berarti : tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.

د�ي�ن� ع�اق� د�الـ� ال�ح� ر�ط� ش و�اض� ع� ع�ن� ـال� خ� ل3 ف�ص� و� ه ع� ر� الش8 افي� بـ� �لر> ا

Kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan yang disyaratkan

bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad / transaksi.

Ada yang membedakan antara riba dan rente/bunga seperti bahwa riba adalah

untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan rente/riba untuk pinjaman yang

bersifat produktif.

Adapun dampak akibat praktek riba itu antara lain ialah :

1. Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin

2. Uang modal besar yang dikuasai oleh the haves tidak disalurkan ke dalam usaha-

usaha yang produktif, misalnya pertanian, perkebunan, industri, dan sebagainya

yang dapat menciptakan lapangan kerja banyak, yang sangat bermanfaat bagi

masyarakat dan juga bagi pemilik modal sendiri, tetapi modal besar itu justru

disalurkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif.

3. Bisa menyebabkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya bisa mengakibatkan

keretakan rumah tangga, jika si peminjam itu tidak mampu mengembalikan

pinjaman dan bunganya.

Karena melihat bahaya besar atau dampak negatif dari praktek riba itulah, maka

Nabi Muhammad membuat perjanjian dengan kelompok Yahudi, bahwa mereka tidak

dibenarkan menjalankan praktek riba dan Islam pun dengan tegas nelarang riba. Di

dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang membicarakan riba secara eksplisit. Pada

periode Mekah sebelum hijrah, Allah berfirman dalam surat ar-Rum ayat 39, yang

menerangkan bahwa bagi Allah orang itu sebenarnya tidak melipatgandakan hartanya

Page 45: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

dengan jalan riba, melainkan dengan jalan zakat yang dikeluarkan karena Allah semata-

mata.

Di dalam hadits-hadits Nabi, yang menegaskan bahwa riba itu termasuk tujuh

dosa besar, yakni syirik, sihir, membunuh anak yatim, melarikan diri waktu

pertempuran dan menuduh zina wanita yang baik-baik.

) الحديث ) ه و�ك�ات�بـ� ـد�ي�ه� ــاه� و�ش� ك�ل8ه و� و�ه ا بـ� الر> آك�ل� الله ل�ع�ـن�

Allah mengutuk orang yang mengambil riba (orang yang memberi pinjaman), orang yang memberikan riba (orang yang utang), dua orang saksinya, dan orang yang mencatatnya.

Ibnu al-Qayyim, sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman Isa menerangkan

bahwa riba ada dua macam, yaitu :

a. Riba yang jelas, yang diharamkan karena adanya keadaan sendiri, yaitu riba nasiah

(riba yang terjadi karena adanya penundaan pembayaran hutang). Riba nasiah ini

hanya di perbolehkan dalam keadaan darurat.

b. Riba yang samar, yang diharamkan karena sebab lain, yaitu riba yang terjadi karena

adanya tambahan pada jual beli benda/bahan yang sejenis.

. ات� طو�ر� ال�م�ح� تب�ي�ح ة و�ر� ر الض8 ة� ن�ز�لـ� م� ت�ن�ز�ل ة ــاج� �ل�ح� ا

Hajat (keperluan yang mendesak/penting) itu menempati di tempat terpaksa, sedangkan keadaan darurat itu menyebabkan boleh melakukan hal-hal yang dilarang.

B. Bank non-Islam )Convensional Bank(

Bank non Islam atau convensional bank, ialah sebuah lembaga keuangan yang

berfungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan

dana, baik perorangan atau badan guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan

lain-lain dengan sistem bunga, sedangkan bank Islam, ialah sebuah lembaga keuangan

yang menjalankan operasinya menurut hukum Islam. Sudah tentu bank Islam tidak

memakai sistem bunga, sebuah bunga dilarang oleh Islam.

Page 46: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Sebagai pengganti sistem bunga Bank Islam menggunakan berbagai cara yang

bersih dari unsur ribam antara lain ialah sebagai berikut :

a. Wadiah (titipan uang, barang dan surat berharga dan deposito). Lembaga fiqh Islam

bisa diterapkan oleh Bank Islam dalam operasinya menghimpun dana dari

masyarakat dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat-suart

berharga sebagai amanah yang wajib dijaga keselamatannya oleh Bank Islam. Bank

berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar

imbalannya, tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu pada waktu

pemiliknya (depositor) memerlukannya.

b. Mudharabah (kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian

profit and loss sharing. Dengan mudharabah ini, bank Islam dapat memberikan

tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian modal

kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang

perbandingannya sesuai dengan perjanjian, misalnya fifty-fifty. Dalam mudharabah

ini, bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.

c. Bank Islam boleh pula mengelola zakaat di negara yang pemerintahannya tidak

mengelola zakat secara langsung. Dan bank juga dapat menggunakan sebagian

zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk

kepentingan agama dan umum.

C. Hukum Bermuamalah Dengan Bank Konvensional dan Hukum Mendirikan Bank

Islam

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, umat Islam hampir tidak bisa

menghindar diri dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem

bunga itu dalam segala aspek kehidupannya, termasuk kehidupan agamanya. Misalnya

ibadah haji di Indonesia umat Islam harus memakai jasa bank apalagi dalam kehidupan

ekonomi tidak bisa lepas dari jasa bank. Sebab tanpa jasa bank, perekonomian

Indonesia tidak selancar dan semaju seperti sekarang ini. Namun para ulama dan

Page 47: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

cendekiawan muslim hingga dini masih tetap berbeda pendapat tentang hukum

bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum bunga bank.

Menurut penulis, alasan ulama dan cendekiawan muslim membolehkan bahkan

menganjurkan berdirinya bank Islam dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Umat Islam telah berada dalam keadaan darurat, sebab dalam kehidupan modern

sekarang ini umat Islam hampir tidak bisa menghindarkan diri dari bermuamalah

dengan bank dengan sistem bunga dalam segala aspek kehidupan, termasuk

kehidupan agama / ibadahnya.

2. Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktek bunga yang mengandung unsur

pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat

ekonominya terhadap yang lemah ekonominya.

3. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam dengan bank non-Islam yang

menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam

tidak bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat,

terutama dalam kegiatan bisnis dan perekonomiannya.

4. Untuk mengaplikasikan ketentuan fiqh, ت3 ت�ح� مس� ال�ف� ال�خ� م�ن� و�ج ر �ل�ح ا(menghindari perselisihan ulama itu sunat hukumnya). Sebab ternyata sehingga kini

ulama dan cendekiawan muslim masih beda pendapat tentang hukum bermuamalah

dengan bank konvensional, karena masalah bunga bank yang masih tetap

kontrovesial (haram/syubhat/halal).

D. Bank Islam di Indonesia

Telah lama umat Islam di Indonesia mendambakan adanya bank dengan sistem

syari’at Islam (tanpa bunga) dan ikhtiar-ikhtiar untuk menuju kearah itu telah lama

dilakukan. Karena itu, patut di syukuri berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI)

pada tahun 1991, setelah diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan

Page 48: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

didorong oleh cendekiawan muslim Indonesia (ICMI) kemudian direstui dan disponsori

Presiden.

Setelah BMI sebagai bank umum dengan sistem bagi hasil berdasarkan syari’at

Islam berdiri pada tahun 1991 dengan total modal Rp. 120 Milyar yang terkumpul

hanya dalam tempo 3 hari, kemudian disusul dengan lahirnya Bank Perkreditan Rakyat

(BPR) pada tahun 1992 di berbagai daerah di Indonesia.

1. Tujuan BMI dan BPR dengan sistem bagi hasil berdasarkan syariat Islam antara lain

adalah :

a. Untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat terbanyak

bangsa Indonesia, sehingga semakin berkurang kesenjangan sosial ekonomi

dan dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional antara lain

melalui :

- Peningkatan kuantitas dan kualitas kegiatan usaha

- Peningkatan kesempatan kerja dan

- Peningkatan pendapatan masyarakat banyak

b. Untuk meningkatkan partisipasi msyarakat banyak dalam proses pembangunan

terutama dalam bidang ekonomi keuangan karena:

- Masih cukup banyak yang enggan berhubungan dengan bank itu riba

- Masih banyak masyarakat yang menganggap bunga bank itu riba

- Dengan berhasilnya pembangunan di bidang agama makin banyak masyarakat

yang mempersoalkan hukum bunga bank

2. Produk-Produk operasional BMI

Page 49: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

Pada umumnya produk-produk operasional bank konvensional juga

dilakukan dan dikembangkan oleh BMI, tetapi tidak dengan sistem bunga seperti

yang dilakukan oleh bank konvensional, melainkan dengan sistem bagi hasil

berdasarkan syariat Islam.

a) Produk-produk BMI yang ditawarkan kepada masyarakat antara lain dalam

bentuk :

a. Giro titipan (wadi’ah)

- Giro wadiah untuk ibadah, masjid, baitul maal, bazis, dan sebagainya

- Giro wadi’ah untuk muamalah, terdapat saldo rata-rata diatas jumlah

tertentu dalam waktu tertentu dengan hak laba.

b. Deposito bagi hasil / mudharabah

c. Simpanan mudharabah namun dibenarkan adanya mutasi tanpa perjanjian,

sehingga perlu perhitungan saldo rata-rata.

1) Tabungan mudharabah ibadah haji

- Dapat dijadikan jaminan fasilitas kredit bank

2) Tabungan mudharabah muamalah

- Untuk beasiswa, nikah, rumah dan sebagainya

- Bagian laba diperhitungkan sesuai dengan saldo rata-rata dalam waktu

tertentu

- Dapat dijadikan jaminan fasilitas kredit bank.

b) Produk penyaluran dana berupa :

- Kredit bagi hasil mudharabah

Page 50: Riba Dalam Perspektif Agama Dan Sejarah

- Kredit pemilikan barang jatuh tempo

- Kredit pemilikan barang cicilan

- Kredit kebijakan

III. KESIMPULAN

Dapat diambil kesimpulan, bahwasanya riba itu hukumnya haram dan tidak

diperbolehkan dan hukum bunga bank konvensional hukumnya sama dengan riba dan bank

Islam sistemnya bagi hasil yang diperbolehkan agama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1987

2. M. Daud Ali, Kedudukan Hukum dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta, 1984.

3. MUI, Kumpulan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984.http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/11/riba-dalam-perspektif-hukum-islam.html