hubungan lamanya perawatan dengan status gizi … · daftar pustaka daftar lampiran vii . viii ......
TRANSCRIPT
i
HUBUNGAN LAMANYA PERAWATAN DENGAN STATUS GIZI
BAYI BERAT LAHIR RENDAHDI RUANG PERINATOLOGI
RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Dwiyanti Agustina Khristiningrum
NIM. ST. 14016
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
tuntunan dan pimpinanNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul: ”Hubungan Lamanya Perawatan dengan Status Gizi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan,
bimbingan dan motivasi dari semua pihak, penulis tidak akan mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta sekaligus sebagai pembimbing utamayang telah memberi
izin penelitian kepada penulis serta memberikan saran dan koreksinya.
2. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada semua
mahasiswanya.
3. GalihPriambodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku penguji utama yang telah
memberikan koreksi dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
v
5. dr. Setyorini, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah memberikan ijin
penelitian kepada penulis.
6. Semua dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan
segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan
semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Teman Angkatan/Kelas ST14 yang telah memberikan dukungan dan
bantuannya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Tiada kata yang pantas penulis sampaikan kepada semuanya, kecuali
ucapan terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa semoga kebaikan
Bapak/Ibu/Saudara mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2016
Dwiyanti Agustina Khristiningrum
NIM. ST. 14016
v
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
ABSTRAK ... ............................................................................................ xii
ABSTRACT ............................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori .................................................................. 7
2.2. Keaslian Penelitian ........................................................... 33
2.3 Kerangka Teori ................................................................. 34
2.4 Kerangka Konsep ............................................................. 35
2.5 Hipotesis ........................................................................... 35
vi
vii
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan RancanganPenelitian ......................................... 35
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ......... 35
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 36
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ..... 38
3.5 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data ................... 38
3.6 Teknik Pengumpulkan data .............................................. 40
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................. 40
3.8 Etika Penelitian ............................................................... 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat ............................................................. 45
4.2 Analisis Bivariate ............................................................. 47
BAB V. PEMBAHASAN
5.1Hasil Analisis Univariate ................................................... 49
5.2 Hasil Analisis Bivariate .................................................... 55
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan ...................................................................... 58
6.2 Saran ................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
vii
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian .................................................................. 33
3.1 Definisi Operasional Variabel ................................................. 38
3.2. KategoriSatusGiziBayi ............................................................. 40
4.1. DistribusiFrekuensiJenisKelamin ............................................ 46
4.2. DistribusiFrekuensiBeratBadanBayi ........................................ 46
4.3. DistribusiFrekuensiTinggiBadanBayi ...................................... 47
4.4. Distribusi Frekuensi tentang LamanyaPerawatan .................... 47
4.5. Distribusi Frekuensi tentang Status GiziBayi .......................... 48
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Kerangka Teori ........................................................................ 34
2.2 Kerangka Konsep ..................................................................... 35
ix
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan
Lampiran
1 Usulan Topik Penelitian
2 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi
3 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
4 Surat Kesbangpolinmas Ijin Pendahuluan
5 Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan RSUD dr. Soediran MS
6 Pengajuan Ijin Penelitian
7 Surat Kesbangpolinmas Ijin Penelitian
8 Surat Balasan Ijin Penelitian RSUD dr. Soeduran MS
9 Lembar Persetujuan Responden
10 Lembar Permohonan Responden
11 Lembar Observasi
12 Rekapitulasi hasil Penelitian
13 Output SPSS
14 Lembar Konsultasi
15 Jadwal Penelitian
x
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Dwiyanti Agustina Khristiningrum
HUBUNGAN LAMANYA PERAWATAN DENGAN STATUS GIZI
BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
Abstrak
Salah satu indikator dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit adalah
dengan melihat lama hari rawat.Bayi Prematur atau BBLR rentan terhadap
kekurangan nutrisi karena reflek hisap dan menelannya masih lemah akan berdampak
pada perkembangan status gizinya dan akan berpengaruh terhadap lamanya hari
rawat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan lamanya perawatan
dengan status gizi BBLR di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri.
Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Jumlah sampel 30 responden dan teknik pengambilan sampel dengan
accidental sampling. Data dianalisis menggunakan korelasi rank spearman.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik responden sebagian besarberat
badan 2,19 kg dan tinggi badan 41,07 cm; (2) Sebagian besar responden
mempunyai lama perawatan bayi kurang dari 7 hari atau termasuk cepat/pendek;
(3) Status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebelum perawatan semuanya
mempunyai status gizi kurang; (4) Terdapat hubungan yang signifikan lamanya
dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (rxty = 0,513;
p-value = 0,001).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan
lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Kata kunci: Lama perawatan, Status gizi, BBLR.
Daftar Pustaka: 43 (2005 – 2014)
xi
xii
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Dwiyanti Agustina Khristiningrum
The Relationship between Treatment Duration and Nutritional Status of Low
Birth Weight (LBW) Infants at Perinatology Room of dr. Soediran Mangun
Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri
ABSTRACT
One of indicators in maintaining efficiency of hospital activities is by
looking at the treatment duration. Premature or low birth weight (LBW) infants
are vulnerable to malnutrition due to their weak suck-swallow reflex, and thereby
this will give effect to the development of their nutritional status and treatment
duration. This research aims at analyzing the relationship between the treatment
duration and nutritional status of low birth weight infants at perinatology room of
dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri.
The research employed descriptive correlational method with cross
sectional approach. The total number of samples is 30 respondents selected using
accidental sampling. The data were then analyzed using Spearman’s rank
correlation.
The research findings indicate that: (1) most of the respondents are
characterized with 2.19 kilograms of weight and 41.07 centimeters of height, (2)
most of their treatment duration is less than 7 days. This is considered as short-
treatment duration, (3) prior to treatment, all of the low birth weight infants are
attributable to low nutritional status, and (4) there is a significant relationship
between the treatment duration and the nutritional status of low birth weight
infants (rxty = 0.513 and p-value = 0.001).
This research concludes is a significant relationship between the treatment
duration and the nutritional status of low birth weight infants at perinatology room
of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri.
Keywords : treatment duration, nutritional status, low birth weight infants
Bibliography : 43 (2005-2014)
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Salah satu indikator dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit
adalah dengan melihat lama hari rawat. Lama perawatan merupakan salah
satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan dirumah sakit yang dapat dinilai
dan diukur. Bila seseorang dirawat dirumah sakit, maka yang diharapkan
ada perubahan akan derajat kesehatannya. Apabila yang diharapkan baik
oleh tenaga medis maupun penderita sudah tercapai maka tentunya tidak ada
seorangpun yang ingin berlama-lama di rumah sakit. Semakin lama hari
dirawat yang dibutuhkan pasien maka semakin tinggi pula biaya yang
dikeluarkan oleh pasien (Heryati, 2005).
Prevalensi BBLR (bayi berat lahir rendah) secara global hingga saat
ini masih tetap berada di kisaran 10-20% dari seluruh bayi yang lahir hidup
setiap tahunnya. WHO (2011) memperkirakan sekitar 25 juta bayi
mengalami BBLR setiap tahun dan hampir 5% terjadi di negara maju
sedangkan 95% terjadi di negara berkembang. Prevalensi BBLR di India
mencapai 26%, dan Amerika Serikat mencapai 7%. Kematian bayi adalah
20 kali lebih besar pada bayi yang mengalami BBLR dibandingkan dengan
yang tidak BBLR diseluruh dunia (Jayant, 2011).
Indonesia memiliki prevalensi BBLR tahun 2013 diperkirakan
mencapai dari 18.948 bayi (11,1%) yang ditimbang dalam kurun waktu 6-48
jam setelah melahirkan. Prevalensi ini menyebar secara tidak merata antara
1
2
satu provinsi dengan provinsi lainya dengan prevalensi tertinggi berada di
Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar 19.2%, dan terendah berada di
Provinsi Sumatera Barat yakni 6,0% (Riskesdas, 2013).
Masalah gizi balita telah dinyatakan sebagai masalah utama
kesehatan dan berkaitan dengan banyaknya angka kematiandan penyakit
yang disebabkan oleh masalah gizi, khususnya bagi bayi dengan premature
atau bayi berat lahir rendah.Bayi premature/BBLR rentan terhadap
kekurangannutrisi karena reflek hisap dan menelannya masih lemah selama
menyusui sehingga berdampak pada perkembangan status gizinya.Angka
kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi dibanding dengan
negara-negara di ASEAN.Angka kematian bayi di Indonesia tercatat 36 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2006. Penyebab kematian bayi terbanyak
adalah karena gangguan perinatal. Sekitar 2 - 27% kematian perinatal
disebabkan karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu
prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 - 14% yaitu sekitar 459.200 -
900.000 bayi (Depkes RI, 2013).
BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia
tumbuh kembang, sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.
BBLR adalah salah satu akibat dari ibu hamil yang menderita energi kronis
(KEK) (Depkes RI, 2010). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
BBLR antara lain kurangnya gizi pada ibu hamil, ibu hamil perokok, ibu
hamil pekerja berat, sosial ekonomi rendah dan faktor janin (Prawirohardjo,
2008). Joeharno (2008), menambahkan bahwa BBLR juga dapat terjadi
3
pada ibu dengan paritas tinggi. Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%)
melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah. BBLR merupakan masalah
kesehatan yang cukup menonjol di Indonesia, karena pada bayi BBLR
mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 prevalensi BBLR sekitar 21,573
(3,75%), prevalensi BBLR termasuk dalam kategori rendah apabila
dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Indonesia. Hasil riset
kesehatan dasar tahun 2012 menunjukan bahwa angka prevalensi BBLR di
Sumatera Utara sekitar 76 dari 928 bayi (8,2%) yang ditimbang. Menurut
Profil Kesehatan Kabupaten Wonogiri (2013), di Kabupaten Wonogiri
ditemukan angka kejadian BBLR sebanyak 133 kasus dari 17.296 bayi lahir
hidup (0,77%) dan jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2007 yakni 94
kasus dari 16.976 bayi lahir hidup (0,55%).
Faktor yang mempengaruhi status gizi bayi berat lahir rendah
diantaranya adalah lamanya perawatan di rumah sakit. Pada BBLR biasanya
mempunyai status gizi sedang sampai kurang sehingga mempunyai resiko
tinggi untuk kematian, kecenderungan menderita ISPA, diare, respon
imunitas yang rendah dan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
maka diperlukan waktu perawatan yang lama untuk meningkatkan berat
badannya.
Perawatan bayi di rumah sakit untuk bayi yang bermasalah dengan
berat badan adalah perawatan intensif agar bayi dapat memperoleh berat
badan yang ideal. Perawatan dilakukan di ruang khusus yaitu di ruang
4
perinatologi dan NICU (Neonatus Intensive Care Unit) karena pada
dasarnya BBLR selalu merujuk pada upaya menstabilkan tanda-tanda
kehidupan.
Kasus BBLR di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso tahun 2014 sebanyak 155 kasus dengan lama perawatan tercepat 3
hari dan terlama 83 hari. Angka kejadian pada Januari – Mei 2015
sebanyak 101 bayi dengan 79 bayi tidak lama kemudian pulang, 17 bayi
meninggal dan 5 pulang atas permintaan sendiri atau belum seijin dokter,
dengan lamanya waktu perawatan tersebut akan berdampak pada status gizi
bayi.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik
mengadakan penelitian dengan judul “hubungan lamanya perawatan dengan
status gizi bayi berat lahir rendah (BBLR) ruang perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.2 RumusanMasalah
“Apakah ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri?”.
1.3 TujuanPenelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
lamanya perawatandengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1.3.2.1 Mendeskripsikan lamanya perawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri.
1.3.2.1 Mendeskripsikan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang
Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri.
1.3.2.4 Mengetahui karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang
Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.4 ManfaatPenelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah :
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan Rumah Sakit, terutama
pelayanan keperawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan
khususnya keperawatan anak untuk dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
6
1.4.3 Bagi peneliti lain
Sebagai acuan untuk peneliti lebih lanjut yang melakukan penelitian
khususnya mengenai lamanya perawatan hubungannya dengan status gizi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ruang perawatan rumah sakit.
1.4.4 Bagi peneliti
Mengaplikasikan teori metodologi penelitian untuk diterapkan dalam
kegiatan nyata di lapangan seperti rumah sakit atau tempat pelayanan
kesehatan lainnya.
1.4.5 Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan informasi tentang pentingnya peran keluarga/
masyarakat, khususnya ibu dalam memperhatikan status gizi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati
dan Ismawati, 2010) antara lain menurut harapan hidupnya bayi berat lahir
rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram, berat lahir 1000- 1500
gram, berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir <dari 1000
gram. Menurut masa gestasinya prematuritas murni yaitu masa gestasinya
< dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk
masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan.Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari
berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.Bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilannya.
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
2.1.1.1 Faktor ibu
1.Penyakit antara lain mengalami komplikasi kehamilan seperti : anemia,
perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
8
kemih, menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung, penyalahgunaan
obat, merokok, konsumsi alkohol.
2. Ibu biasanya angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan
pada usia< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kelahiran yang
terlalu dekat atau pendek (< dari 1 tahun), mempunyai riwayat BBLR
sebelumnya.
3. Keadaan sosial ekonomi biasanya kejadian tertinggi pada golongan sosial
ekonomi rendah.Akibat keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang, aktivitas fisik yang berlebihan, perkawinan yang tidak sah
4.Faktor janinmeliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
2.1.1.3 Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
2.1.1.4 Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
2.1.1.5 Permasalahan pada BBLR
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai
permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan
kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002).
1. Ketidakstabilan suhu tubuh dalam kandungan ibu, bayi berada pada
suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan
pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini
9
memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga
terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan
kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena
pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan
untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang,
belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas
permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga
mudah kehilangan panas.
2. Gangguan pernafasan akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang
lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik
apneu.Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat
mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
3. Imaturitas imunologis pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer
IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena
pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu
terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan
antibodi menjadi terganggu.Kulit dan selaput lendir membran tidak
memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah
menderita infeksi.
4. Masalah gastrointestinal dan nutrisi lemahnya reflek menghisap dan
menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya pengosongan
lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang,
defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan
10
kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko
NEC (Necrotizing Enterocolitis). Penyebab nutrisi yang tidak adekuat
dan penurunan berat badan bayi.
5. Imaturitas hati adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin
menyebabkan timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga
mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase
sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin
darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar
berkurang.
6. Hipoglikemi kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari
kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin
menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah
dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam
kadar 40 mg/dl karena cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress
dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun
sehingga kadaroksigen darah berkurang bisa menghambat metabolisme
glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada
penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi
hipoglikemi.Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan pemasukan
kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
11
2.1.2 Lama Perawatan
2.1.2.1 Lama hari rawat sebagai indikator pelayanan medis Rumah Sakit
Rumah sakit termasuk “organization of non profit making corpora-
tion”, artinya suatu kegiatan usaha yang bertujuan bukan untuk mencari
keuntungan belaka. Untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan dan
pengembangannya diperlukan suatu kegiatan untuk memperoleh
pendapatan dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi. Sehingga dengan
demikian rumah sakit menjadi suatu unit yang bersifat sosio-ekonomi yang
berarti bahwa rumah sakit disamping menerapkan fungsi sosial juga
menerapkan fungsi ekonomi didalam penyelenggaraan kegiatannya
(Barbara, J. 2006).
Sehubungan dengan hal tersebut ditambah dengan keterbatasan
sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit, maka mengharuskan pihak
rumah sakit untuk bekerja secara efektif dan efisien (Solekhah, 2009).
WHO Expert Committee on Health, menetapkan pengertian efektifitas dan
efisiensi sebagai berikut :
1. Efisiensi adalah pencapaian usaha dalam bentuk hasil akhir
dibandingkan dengan penggunaan uang, waktu dan sumber daya yang
lain.
2. Efektifitas adalah pencapaian usaha dalam bentuk hasil akhir, manfaat,
keuntungan dan hasil-hasil lain dibandingkan dengan hasil-hasil yang
ingin dicapai sebagaimana yang telah ditetapkan dalan tujuan yang
direncanakan sebelumnya.
12
Berdasarkan pengertian tersebut di atas efisiensi pengelolaan rumah sakit
secara garis besar dapat dilihat dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi medis
(dengan meninjau efisiensi mutu pelayanan) dan dari segi ekonomi(dengan
meninjau efisiensi dari sudut pemanfaatan sumber daya yang ada).
Indikator yang sering digunakan untuk menilai efisiensi pengelolaan
rumah sakit ditunjukkan dengan empat parameter (Barbara J., 2006;
Chriswardani, 2006) yaitu lamanya rata-rata pasien dirawat, atau rata-rata
lama hari rawat (Average Length of Stay) yang disingkat ALOS, lamanya
rata-rata tempat tidur tidak terisi (Turn Over Interval) yang disingkat TOI,
persentase tempat tidur yang terisi atau persentase tingkat hunian tempat
tidur (Bed Occupancy Rate ) yang disingkat BOR, pasien yang dirawat
keluar (discharge) dalam keadaan hidup dan mati per tempat tidur yang
tersedia dalam periode tertentu (Bed Turn Over) yang disingkat BTO.
Penilaian terhadap efisiensi rumah sakit ke empat parameter tersebut
tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus merupakan interpretasi dari
keseluruhannya. Adapun dari beberapa indikator dari Barber Johnson
tersebut ada beberapa kelemahan yaitu tidak diperhitungkan pasien rawat
jalan dalam menentukan efisiensi rumah sakit yang bersangkutan,
penggunaan angka rata-rata untuk variabel variabel yang dipakai dalam
rumus Barber Johnson tersebut tanpa mempertimbangkan standar deviasi.
Lama hari rawat merupakan salah satu indikator mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien (quality of patient
13
care). Cara perhitungan rata-rata lama hari rawat menurut Departemen
Kesehatan RI (2005), adalah sebagai berikut :
Rata-rata lama hari rawat (Average Length of Stay) = X : Y
Dimana :
X : Jumlah hari perawatan pasien rawat inap (hidup dan mati) di rumah
sakit pada suatu periode tertentu
Y : Jumlah pasien rawat inap yang keluar (hidup dan mati) di rumah
sakit pada periode waktu yang sama.
Penghitungan jumlah pasien rawat inap yang keluar rumah sakit
(hidup atau mati) dalam periode tertentu diperlukan catatan setiap hari
pasien yang keluar rumah sakit (hidup atau mati) dari tiap-tiap ruang rawat
inap dan jumlah lama perawatan dari pasien–pasien tersebut.Diperoleh
catatan perhitungan jumlah pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit
(hidup atau mati) dan jumlah total hari rawatnya.
2.1.2.2 Istilah dan pengertian berkaitan lama hari rawat
LOS (Length of Stay =Lama Hari Rawat) adalah menunjukkan
berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode
perawatan. Satuan untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara
menghitung lama rawat adalah dengan menghitung selisish antara tanggal
pulang (keluar dari rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan
tanggal masuk rumah sakit. Umumnya data tersebut tercantum dalam
formulir ringkasan masuk dan keluar di Rekam Medik (Barbara J., 2006).
14
Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan
pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Pasien yang
dirawat di rumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada perubahan
akan derajat kesehatannya. Apabila yang diharapkan baik oleh tenaga
medis maupun oleh penderita itu sudah tercapai maka tentunya tidak ada
seorang pun yang ingin berlama-lama di rumah sakit. Lama hari rawat
secara signifikan berkurang sejak adanya pengetahuan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan diagnosa yang tepat. Penentukan apakah penurunan lama
hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat,
dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan atas
penyakit dan hasil dari perawatan (Indradi, 2007).
Penghitungan statistik pelayanan rawat inap di rumah sakit dikenal
istilah yang lama dirawat (LD) yang memiliki karakteristik cara pencatatan,
penghitungan, dan penggunaan yang berbeda. LD menunjukkan berapa hari
lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan. Satuan
untuk LD adalah hari. Cara menghitung LD yaitu dengan menghitung
selisih antara tanggal pulang (keluar dari rumah sakit, hidup maupun mati)
dengan tanggal masuk rumah sakit. Pasien yang masuk dan keluar pada
hari yang sama, lama dirawatnya dihitung sebagai 1 hari dan pasien yang
belum pulang atau keluar belum bisa dihitung lama dirawatnya (Indradi,
2007). Sedangkan pembagian lama hari rawat menurut Budiningsari (2004)
yaitu : panjang ( ≥ 7 hari ) dan pendek ( < 7 hari ).
Fokus rumah sakit dalam pemberian pelayanan perawatan yang
berkualitas bertujuan untuk memulangkan pasien lebih awal dengan aman
15
kerumahnya. Hari rawat yang pendek akan memberi keuntungan antara lain
penghematan biaya dan sumber yang lebih sedikit terhadap rumah sakit
terutama bagi pasien sendiri (Imbalo S., 2007).
Beberapa istilah yang berkaitan dengan indikator LOS atau Lama
Hari Rawat, antara lain;
1. Penerimaan Pasien (Inpatient admission)
Adalah penerimaan secara resmi seorang penderita oleh pihak rumah
sakit dimana yang bersangkutan diberi fasilitas berupa ruangan, tempat
tidur, pelayanan perawatan yang terus menerus serta fasilitas lain di
rumah sakit dimana penderita tersebut umumnya tinggal paling sedikit
satu malam.
2. Pemulangan pasien
Pelepasan secara resmi seorang penderita oleh pihak rumah sakit
sebagai batas akhir waktu ia dirawat di rumah sakit.
3. Lama hari rawat seorang pasien (Length of Stay for One Patient)
Jumlah hari perawatan (sesuai dengan kalender) mulai saat penerimaan
sampai saat pemulangan pasien yang bersangkutan.
4. Diagnosa
Adalah suatu istilah dalam dunia kedokteran yang lazim digunakan oleh
tenaga medis untuk mengenal suatu penyakit yang diderita oleh pasien,
atau kondisi yang menyebabkan pasien menginginkan, mencari atau
menerima perawatan medis.
16
2.1.2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap LOS
Beberapa faktor baik yang berhubungan dengan keadaan klinis
pasien, tindakan medis, pengelolaan pasien di ruangan maupun masalah
adminstrasi rumah sakit bisa mempengaruhi terjadinya penundaan pulang
pasien. Ini akan mempengaruhi LOS. Terutama untuk pasien yang
memerlukan tindakan medis atau pembedahan, faktor-faktor yang
berpengaruh tersebut antara lain;
1. Komplikasi atau infeksi luka operasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi dan
komplikasi pada umumnya menurut Fakhrul, 2011 yaitu waktu / lama
operasi.Makin lama waktu yang dibutuhkan untuk operasi maka akan
mempengaruhi terhadap penyembuhan luka operasi dan juga akan
meningkatkan terjadinya infeksi luka operasi, sehingga lama hari rawat
akan lebih panjang.
2. Jenis operasi
Pada jenis operasi elektif pasien dipersiapkan secara optimal,
sedangkan pada operasi yang berjenis cyto persiapannya tidak sebaik
seperti pada operasi yang bersifat elektif,karena dengan ditundanya
tindakan operasi akan membahayakan jiwa pasien. Sehingga dengan
persiapan yang kurang optimal terutama pada operasi yang bersifat
cyto, resiko untuk terjadinya infeksi luka operasi menjadi lebih besar
(Erbaydar, 2004).
17
3. Jenis kasus atau penyakit
Kasus yang akut dan kronis akan memerlukan lama hari rawat yang
berbeda, dimana kasus yang kronis akan memerlukan lama hari rawat
lebih lama dari pada kasus-kasus yang bersifat akut.Demikian juga
penyakit yang tunggal pada satu penderita akan mempunyai lama hari
rawat lebih pendek dari pada penyakit ganda pada satu penderita
(Barbara J, 2008).
4. Tenaga dokter yang menangani atau pelaksana operasi
Faktor tenaga dokter yang menangani pasien cukup berperan dalam
menentukan memanjangnya lama hari rawat, dimana perbedaan
ketrampilan antar dokter akan mempengaruhi kinerja dalam
penanganan kasus, juga waktu memutuskan untuk melakukan tindakan
(Lacy, Antonio M, 2008).
5. Hari masuk rumah sakit
Pasien yang masuk rumah sakit menjelang hari minggu akan
memperpanjang lama hari rawat, karena kesibukan menjelang hari libur
dimana pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang diundur
sampai hari kerja biasa dimana pegawai rumah sakit bagian tertentu
sudah bekerja seperti biasa.Perpanjangan lama hari rawat juga terjadi
apabila pasien masuk diluar jam kerja rumah sakit atau saat terjadi
pergantian jaga. Perpanjangan lama hari rawat terjadi karena adanya
perpanjangan dari lama hari rawat pra bedah, yang akan berdampak
pada perpanjangan jumlah keseluruhan lama hari rawat (Barbara J.,
2008)
18
6. Hari pulang dari rumah sakit
Pernyataan beberapa praktisi rumah sakit mengemukakan bahwa pasien
yang pulang dari rumah sakit yang jatuh hari senin mempunyai lama
hari rawat lebih panjang dari pada pasien yang pulang pada hari lain.
Ini lantaran banyak dari pasien tersebut sebenarnya sudah bisa pulang
di akhir pekan sebelumnya yang terhambat oleh urusan adminstrasi
karena tidak pada hari kerja.
7. Umur penderita
Usia dalam kamus bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau sejak
dilahirkan. Menurut pertimbangan pembedahan pengelompokan umur
dibagi menjadi usia anak-anak (umur antara 0 sampai 18 tahun), usia
dewasa (umur antara 19 sampai 45 tahun), usia tua (usia yang lebih
dari 45 tahun). Usia mempunyai hubungan dengan tingkat
keterpaparan, besarnya resiko, serta sifat resistensi tertentu. Usia juga
mempunyai hubungan yang erat dengan beragam sifat yang dimiliki
oleh seseorang. Perbedaan penyakit menurut umur mempunyai
pengaruh yang akan berhubungan dengan perbedaan tingkat
keterpaparan dan kerentanan menurut umur, proses pathogenesisdan
pengalaman terhadap penyakit tertentu
Makin besar umur penderita maka akan memerlukan lama hari rawat
lebih lama. Pada beberapa penelitian, faktor umur mempengaruhi
panjang lama hari rawat pasien bedah. Pasien yang sudah lanjut usia
(diatas 45 tahun) cenderung lebih panjang lama hari rawatnya
dibandingkan dengan pasien usia muda. Afif & Ahmad (2008)
19
menemukan bahwa pasien usia 65 tahun keatas berpotensi memiliki
lama hari rawat yang lebih panjang.
Bertambahnya usia akan mempengaruhi kemampuan sistem kekebalan
tubuh seseorang untuk menghancurkan bakteri dan jamur berkurang.
Disfungsi sistem imun dapat diperkirakan menjadi faktor di dalam
perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit
kardiovaskuler serta infeksi. (Herman C., 2009).
8. Pekerjaan
Pekerjaan tidak secara langsung mempengaruhi lama hari rawat
pasien, namun mempengaruhi cara pasien dalam membayar biaya
perawatan. Pekerjaan menentukan penghasilan serta ada atau tidaknya
jaminan kesehatan untuk menanggung biaya selama perawatan di
rumah sakit (Anggraini, 2008).
9. Jenis Penanggung biaya
Hasil penelitian Adriani (2008) dan Angraini (2008), disimpulkan
bahwa penderita yang biaya perawatannya dibayar oleh perusahaan atau
asuransi kesehatan akan mempunyai lama hari rawat lebih lama dari
pada penderita yang biaya perawatannya dibayar sendiri, ini
dikarenakan proses penyelesaian administrasi pembayaran dengan
pihak penjamin akan memakan waktu terutama jika pasien belum
melengkapi syarat-syarat administrasinya. Kondisi sosioekonomi yang
rendah akan berdampak terhadap lama hari rawat. Negara yang sedang
berkembang dan bagi masyarakat yang kurang beruntung dan biasanya
20
dengan jumlah anak yang cukup banyak, biaya untuk perawatan atau
pengobatan anaknya yang sakit tentunya sangat memberatkan, sehingga
mereka berusaha untuk mempercepatlama hari rawatnya.
10. Alasan keluar dari rumah sakit
Secara lege artis pasien akan pulang/keluar dari rumah sakit apabila
telah mendapat persetujuan dari dokter yang merawatnya. Beberapa
penderita walaupun telah dinyatakan sembuh dan boleh pulang, oleh
karena masih harus menunggu pengurusan pembayaran oleh pihak
penanggung biaya (perusahaan/ asuransi kesehatan) atau surat
keterangan tidak mampu, Jamkesmas dari pihak yang berwenang
khususnya untuk pasien-pasien yang tidak mampu membayar, sehingga
kepulangan pasien juga tertunda yang mengakibatkan lama hari rawat
menjadi lebih lama. Sebaliknya ada beberapa pasien yang pulang atas
permintaan sendiri/keluarga (pulang paksa) hal ini akan memper-
pendek lama hari rawat (Anggraini, 2008).
11. Pemeriksaan Penunjang Medis
Banyak pemeriksaan penunjang diagnostik yang sebenarnya tidak
dibutuhkan dalam menegakkan diagnose bagi penderita, pemeriksaan
yang berlebihan inilah yang menyebabkan penderita berada di rumah
sakit lebih lama sehingga berakibat juga pada perpanjangan lama hari
rawat. Ketidaklengkapan tenaga dan fasilitas di unit penunjang
(laboratorium, radiologi dan lain-lain) juga berpengaruh terhadap lama
hari rawat yang disebut hospital bottle neck (Andriani, 2008).
21
12. Pemilikan, Kebijakan dan Kegiatan Administrasi Rumah sakit
Pre admission testing yang dijalankan dengan baik di poliklinik rumah
sakit untuk pasien yang operasinya termasuk kelompok yang elektif
akan sangat bermanfaat dalam memperpendek lama hari rawat pra
bedah, dimana cara ini harus menjadi kebijakan dalam penatalaksanaan
masuknya pasien ke rumah sakit yang ditetapkan dalam manajemen
rumah sakit (Chriswardani S., 2006)
13. Kelas Perawatan yang dipilih
Pasien yang dirawat pada kelas yang lebih tinggi akan mempunyai lama
hari rawat lebih pendek dari pada pasien yang dirawat pada kelas yang
lebih rendah. Kebanyakan mereka yang dirawat di kelas atau vip
merupakan pasien dengan diagnosa yang lebih jelas, pasien sudah dapat
memprediksi lama rawatnya dan kebetulan golongan pasien ini lebih
berpendidikan (Adriani, 2008).
2.1.2.4 Pengukuran lamanya hari rawat
Pengukuran lamanya perawatan merupakan lamanya hari rawat
inap seorang bayi dengan berat lahir rendah yang dihitung dengan jumlah
hari perawatan (sesuai dengan kalender) mulai saat penerimaan sampai saat
pemulangan pasien yang bersangkutan.
Lama perawatan di sini secara umum dapat diukur dengan skala ordinal,
yaitu cepat / pendek (< 7 hari) dan lama / panjang (≥ 7 hari)
2.1.3 Status Gizi Bayi
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama
22
untuk anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi
mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh.
Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda karena adanya
variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses
metabolisme. Sasaran yang dicapai yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa
disertai oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan turut
berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit, khususnya
penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang
optimal (Depkes RI, 2008).
Status gizi bayi adalah keadaan gizi pada bayi yang dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umur dan panjang
badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.Apabila berat
badan menurut umur sesuai dengan standar, maka disebut gizi baik. Gizi
sedikit di bawah standar, maka disebut gizi kurang.Apabila jauh di bawah
standar maka disebut gizi buruk (Proverawati, 2010).
2.1.3.1 Penilaian status gizi
Secara umum peniliaan status gizi dapat dilihat dengan metode
langsung dantidak langsung (Proverawati, 2010).
1. Metode langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu:
a.Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia.Ditinjau darisudut pandang gizi, maka antropometri gizi
23
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dariberbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi.Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh.
Pemeriksaan fisik antropometri yang bertujuan untuk
penilaian status gizi termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
berat badan saat ini, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan
atas, dan pengukuran ketebalan kulit. Rasio BB/TB bila
dikombinasikan dengan berat badan menurut umur dan tinggi
badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilai
status nutrisi karena ini mencerminkan proporsi tubuh serta dapat
membedakan antara wasting dan stunting atau perawatan pendek.
Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi
badan 138, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm.
Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya
percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah
tidak diperlukannya faktor umur, yang sering kali tidak diketahui
secara tepat.
BB/TB dinyatakan dalam presentase dari BB standar yang
sesuai dengan TB terukur individu tersebut. Cara penghitungannya
adalah sebagai berikut :
BB/TB(%) = x 100%
24
Interpretasi :
- Penilaian status gizi berdasarkan persentase BB/TB
> 120 % : Obesitas
110 – 120% : overweight
90 – 110% : normal
70 – 90% : gizi baik
< 70% : gizi kurang
- Nilai BB/TB di sekitar sentil ke 50 menunjukkan kesesuaian
atau normal. Makin jauh deviasi, akan semakin besar pula
kelebihan atau kekurangan pada individu tersebut.
Penilaian antropometri juga dapat dilakukan dengan banyak
cara seperti: pengukuran berat dan tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, tebal lipatan kulit, tinggi badan per umur,
berat badan per tinggi badan, berat badan per lingkar kepala,
berat badan per umur, lingkar dada dan Indeks Masa Tubuh
(IMT) (Soekirman, 2010). Data penilaian antropometri ini
akan disajikan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) yang
dapat dihitung dengan rumus:
IMT = atau ,(m)TB
BB(kg)2
IMT = (m)badan Tinggi x (m)badan Tinggi
(kg)Badan Berat
Batas ambang IMT menurut usia 0 - 6 0 bulan untuk masyarakat
Indonesia adalah sebagai berikut:
25
Tabel 2.1. IMT (Indek Masa Tubuh) anak usia 0-60 bulan
Indeks Kategori Status
Gizi
Ambang Batas
(Z - Score)
Berat Badan menurut
PanjangBadan (BB/PB atau
BeratBadan menurut Tinggi
Badan(BB/TB) anak umur 0-
60 bulan.
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD s/d < 2SD
Normal -2 SD s/d +2 SD
Gemuk > +2 SD
Sumber: Istianty dan Rusilanti (2014)
b.Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilaistatus gizi masyarakat.Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahanyang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan gizi. Dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut dan mukosaoral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini
umumnya digunakan untuk survei klinissecara tepat (rapid clinical
surveys). Survei ini dirancang untukmendeteksi secara cepat tanda-
tanda klinis umum dari kekurangan salahsatu atau lebih zat
gizi.Disamping itu, digunakan untuk mengetahuitingkat gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda(sign)
dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
26
seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih
parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizidengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur.Umumnya
dapat digunakan dalam situasi tertentuseperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindnes).Carayang digunakan adalah
tes adaptasi gelap.
2. Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga
(Proverawati,2010) yaitu :
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yangdikonsumsi.Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengindentifi-
kasikan kelebihan dan kekurangan gizi.
27
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi.Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator
tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaanekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-
lain.Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi.
2.1.3.2Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu :
makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas
makanan seorang anak tergantung pada kandungan zat gizi makanan
tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli
keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan. Keadaan
kesehatan anak juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap
makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi
dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan (Nyoman, 2010).
28
Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di
kalangan anak-anak ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat
kekurangan konsumsi makanan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat
energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga yang tersedia pada
makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang digunakan oleh
tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh.
Kekurangan zat gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak
atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan
gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Nyoman, 2010).
Menurut Supariasa, dkk (2014), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi asupan zat gizi yaitu :
1. Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga adalah penghasilan orang tua baik bapak
maupun ibu dalam setiap bulan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Gubernur Jateng Nomor; 560/60 Tahun 2013 tentang UpahMinimum
Kabupaten/Kota (UMK) 2014, UMK untuk Kabupaten Banyumas yaitu
sebesar Rp 1.000.000,00. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Isnansyah (2006) melalui uji korelasi Spearman, menunjukkan adanya
hubungan yang positif dan sangat signifikan antara pendapatan
keluarga dengan status gizi balita. Pendapatan yang rendah
berpengaruh terhadap asupan makanan yang dikonsumsi karena
penghasilannya terbatas.
29
Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan
keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan
rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli
pangan dalam jumlah yang dibutuhkan. Keluarga yang sebenarnya
mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus
kurang gizi (Sajogyo, 2006). Umumnya tingkat pendapatan naik jumlah
dan jenis makanan cenderung untuk membaik tetapi mutu makanan
tidak selalu membaik. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga
miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota
keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh
kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi.
2. Karakteristik ibu
Status gizi yang dipengaruhi oleh masukan zat gizi secara tidak
langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga khususnya ibu
berhubungan dengan tumbuh kembang anak. Ibu sebagai orang yang
terdekat dengan lingkungan asuhan anak ikut berperan dalam proses
tumbuh kembang anak melalui zat gizi makanan yang diberikan.
Karakteristik ibu juga ikut menentukan keadaan gizi anak.
3. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan
gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi,
sehingga penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu
30
hubungan timbal balik. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh faktor
agent (penyebab infeksi), host (induk semang), dan route of
transmission (jalannya penularan). Faktor agen penyebab penyakit
infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, riketsia, dan protozoa. Berbagai
agen infeksi tersebut akan menyebabkan seseorang mengalami
penyakit-penyakit infeksi seperti influenza, cacar, typhus, disentri,
malaria, dan penyakit kulit seperti panu. Suatu penyakit infeksi juga
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang ada pada induk semang itu
sendiri, tergantung dari kekebalan atau resistensi orang yang
bersangkutan. Penyakit infeksi ini merupakan penyakit yang menular
dan penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu masalah gizi yaitu KEP (Kurang Energi Protein),
yang dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi energi dan protein
dalam jangka waktu yang lama. Menyebabkan pertumbuhan balita
terhambat dan rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi
(Almatsier, 2010).
4. Pengetahuan dan Pendidikan
Pendidikan dan pengetahuan merupakan kunci keberhasilan
menanamkan kebiasaan makan yang baik adalah tergantung pada
pengetahuan dan pengertian ibu bagaimana cara menyusun yang
memenuhi syarat gizi (Suhardjo, 2008). Salah satu faktor penting
dalam proses tumbuh kembang anak yaitu pendidikan orang tua.
Tingkat pendidikan yang ditempuh ibu balita akan mempengaruhi
31
penerimaan pesan dan informasi gizi serta kesehatan anak. Ibu dengan
tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan mengenai
gizi dan kesehatan anak (Rahmawati, 2006). Tingkat pendidikan terdiri
dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Menurut Sajogjo et al (1994) dalam Rahmawati (2006),
pengetahuan ibu tentang gizi secara tidak langsung akan mempengaruhi
status gizi anak sehingga gizinya dapat terjamin. Berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki tersebut, maka ibu dapat mengasuh dan
memenuhi zat gizi balitanya.
2.1.4 Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh peneliti belum pernah
ditemukan pada penelitian yang sama, tetapi ada kemiripan judul dengan
metode, hasil dan populasi yang berbeda sehingga dapat dijadikan acuan,
disajikan dalam tabel berikut :
32
Tabel 2.1.Hasil-Hasil Penelitian Terkait
Nama Peneliti Judul Metode Hasil
Amalita
(2011)
Faktor resiko
kejadian bayi
berat lahir
rendah
(BBLR)..
Jenis penelitian
observational
analitikdengan
rancangan case
control. Alat
analisis yang
digunakan uji odds
dan multivariate
logistic regresi.
Faktor resiko yang
paling besar risikonya
terhadap kejadian
BBLR adalah
keterpaparan asap
rokok dengan OR =
5,385.
Eddyman
(2011)
Hubungan
status gizi ibu
berdasar- kan
ukuran lingkar
atas (LILA)
dengan berat
badan lahir
bayi di RSUD
Daya Kota
Makkasar.
Jenis penelitian
deskriptif analitik
dengan rancangan
cross sectional.
Alat analisis yang
digunakan dengan
uji kore-lasi
koefisien
kontingensi dengan
tingkat signifikansi
p< 0,05.
Terdapat hubungan
yang bermakna antara
status gizi ibu
berdasarkan ukuran
Lingkar Lengan Atas
(LILA) dengan berat
badan lahir bayi
Maulidiyah,
dkk (2012)
Hubungan
Lingkar
Lengan Atas
(LILA) dan
Kadar
Hemoglobin
(Hb) dengan
Berat Bayi
Lahir.
Jenis penelitian
deskriptif analitik
dengan pendekatan
retrospektif.
Alat analisis uji
chi-square.
Ada hubungan antara
LILA dan kadar Hb
dengan berat bayi
lahir ditunjukkan
melalui uji chi square
dengan nilai p-value
0,001 dan < 0,05.
33
2.1.5Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat kerangka teori
sebagai berikut:
Keterangan :
: Tidak Diteliti
: Yang Diteliti
Gambar 1.
Kerangka Teori
Sumber: Almatsier (2008), Nyoman (2010), Supariasa, dkk (2014).
1. Karakteristik Ibu
2. Penyakit Infeksi
3. Pengetahuan dan
Pendidikan
4. Penghasilan orang
tua
Faktor yang
mempengaruhi asupan
zat gizi bayi
Terapi Medis
Lama Hari
Perawatan
Bayi :
1. Pertumbuhan
2. Perkembangan
Status Gizi Bayi
Penilaian Status gizi :
- Status gizi Sangat Kurus
- Status gizi Kurus
- Status gizi Normal
- Status gizi Gemuk
34
2.1.6Kerangka Konsep
Untuk memperjelas alur pemikiran secara jelas, maka dapat dibuat
suatu kerangka konsep seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar 2.Kerangka Konsep
2.1.7 Hipotesis
Ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) Ruang perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
H0 : Tidak ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
H1: Ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
Mangun Soemarso Wonogiri.
Variabel Terikat :
Status Gizi Bayi
Variabel Bebas :
Lama Perawatan
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitin deskriptif korelational yaitu suatu
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara
fenomena atau antara faktor resiko dengan faktor efek. Adapun pendekatan
yang digunakan dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional
adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi
data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu waktu
(Nursalam, 2009).
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2008). Populasi dalam penelitian ini adalah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri yang berjumlah kurang lebih 46 bayi tiap tiga bulannya.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel pada penelitian ini
36
diambil dari sebagian pasien yaitu BBLR di ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
Kriteria sampel :
3.2.2.1 Kriteria Inklusi : berat badan bayi < 2500 gram,bayi yang tidak
lahir di rumah sakit / rujukan dari rumah bersalin atau rumah sakit
lain,BBLR yang tidak ada diagnosa penyerta lain misalnya
asfiksia,lama perawatan dihitung setelah hari pertama masuk
rumah sakit.
3.2.2.2 Kriteria Eksklusi : berat badan bayi < 2500gram dengan diagnosa
penyerta.
Berdasarkan syarat sampel di atas, maka dalam penelitian ini diketahui
jumlah sampel sebanyak 30 bayi.
3.2.3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel dalam
penelitian ini adalah dengan accidental sampling. Metode pengambilan
sampel dalam penelitian inimenggunakan metodeaccidental
samplingadalah teknik penentuan sample berdasarkan kebetulan, yaitu
siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sample, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui
itu cocok dengan sember data ( Sugiyono, 2012) dalam arti pasien
BBLRdi ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri yang menjalani perawatan yang memenuhi syarat kriteria inklusi
diatas.
37
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
3.3.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober–Desember 2015.
3.3.2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3.4. Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas
adalah variabel yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat
(Setiadi, 2007) dan merupakan variabel bebas, dalam penelitian ini adalah
lamanya perawatan.Adapun variabel yang lain adalah variabel terikat yaitu
variabel yang diduga nilainya akan berubah karena pengaruh dari variabel
bebas (Setiadi, 2007), variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi
BBLR.
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan
bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel,
sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi,
2007).
38
Definisi operasional dalam penelitian inidikemukakan dalam tabel berikut :
Tabel 3.1. Definisi Operasional Lamanya Perawatan dan Status Gizi Bayi
Berat Lahir.
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Indikator Penilaian Skala
Lamanya
Perawatan
Lama hari rawat adalah
periode lama pasien
dirawat di rumah sakit
(dalam hari), dihitung
mulai dari bayi setelah
dilahirkan dan
menjalani perawatan
sampai pasien tersebut
pulang dari rumah sakit
yang dihitung
berdasarkan hari rawat
di ruang Perinatologi
Lembar
Observasi
1. Cepat : <7 hari
2. Lama : ≥ 7 hari
Ordinal
Status
Gizi
Status gizi merupakan
ukuran derajat
pemenuh-an gizi yang
dibutuhkan bayi yang di
peroleh dari nutrisi yang
dampak fisiknya diukur
secara antropometri
yaitu indeks BB/TB
Lembar
Observasi
1.Gizikurang:< 70%
2.Gizibaik :70-90%
3. Normal : 90-110%
4.Overweight:110-
120%
Ordinal
3.5.Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga
mudah diolah (Suharsimi, 2006). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan lembar observasi, yaitu:
3.5.1 Instrumen lamanya hari perawatan
Berupa lembar observasi yang berupa ceklist ini berisi tentang waktu dan
tanggal lahir setelah dilahirkan sampai tanggal keluar dari rawat inap di
39
ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.Cara
penghitungan lama dirawat adalah jumlah hari pasien dirawat dihitung
satu hari setelah tanggal masuk sampai dengan keluar.
Indikator penilaian :
Cepat / pendek : < 7 hari
Lama / panjang: ≥ 7 hari ( Budiningsari, 2004 )
3.5.2 Instrumen Status Gizi BBLR
Untuk mengukur status gizi BBLR, alat yang digunakan untuk
mengukur berat badan dengan alat timbangan yang sudah ada di ruang
Perinatologi, setelah dilakukan penimbangan akan diketahui berat badan
bayi, di samping itu diperlukan juga tinggi badan bayi, sehingga akan
diketahui status gizi anak tersebut.
Adapun status gizi balita dapat dihitung berdasarkan BB/TB yang
dinyatakan dalam presentase dari BB standar yang sesuai dengan TB
terukur individu tersebut. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut
:(Proverawati, 2010)
BB/TB(%) = x 100%
Interpretasi penilaian status gizi berdasarkan persentase BB/TB adalah :
110 – 120% : overweight
90 – 110% : normal
70 – 90% : gizi baik
< 70% : gizi kurang
40
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpilan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
3.6.1 Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepadaProgram Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Kusuma Husada,selanjutnya menyerahkan kepada
Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Wonogiri untuk mendapatkan
persetujuan penelitian selanjutnya diteruskan kepada Direktur RSUD dr
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3.6.2 Setelah mendapatkan surat persetujuan dari Direktur RSUD dr Soediran
Mangun Sumarso wonogiri, selanjutnya peneliti mulai melakukan
penelitian.
3.6.3 Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember
2015. Proses pengumpulan data terhadap responden dilakukan sendiri oleh
peneliti dengan cara memeriksa rekam medis pasien BBLR yang dirawat
di Ruang Perinatologi sesuai kriteria inklusi.
3.6.4 Pengumpulan data dilakukan setiap hari sampai sample yang diinginkan
peneliti terpenuhi. Setelah semua data terkumpul kemudian dianalisis
dengan bantuan program SPSS 20,0 untuk memudahklan penghitungan.
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data, perlu
diolah dulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui suatu
proses dengan tahapan sebagai berikut:
41
1. Editing
Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian
lembar kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di tempat
pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera di
lengkapi.
2. Coding
Coding merupakan usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban/ hasil-
hasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan
manandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian
dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna mempermudah
membacanya.
a. Lama hari perawatan :
Cepat / pendek:< 7 hari kode 1
Lama / panjang : ≥ 7 hari kode 2 (Budiningsari, 2004)
b. Status Gizi
Gizi kurang kode 1
Gizi baik kode 2
Normal kode 3
Overweight kode 4 (Proverawati, 2010)
3. Scoring
Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan yang
diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian yang
telah ditentukan.
42
4. Tabulating
Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam
tabel-tabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai
dengan kuesioner.
5.Entry Data
Untuk memasukkan data akan menggunakan alat bantu berupa
program komputer pengolah data statistik yaitu program SPSS 20,0
(Statistical Package for Social Science)
3.7.2 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis:
3.7.2.1 Analisis Univariate
Analisis univariate yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat ini untuk melihat
distribusi frekuensi data jenis kelamin, berat badan lahir, tinggi badan
lahir dan mendeskripsikan lamanya hari perawatan serta
mendeskripsikan status gizi bayi berat lahir rendah di ruang
Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3.7.2.2 Analisis Bivariate
Analisis bivariate dilakukan terhadap tiap dua variabel yang
diduga ada perbedaan yang signifikan. Analisis ini digunakan untuk
menggambarkan dua variabel yang diduga ada hubungan keeratan
(Sugiyono, 2008). Uji bivariat dilakukan melalui pengujian statistik
43
dengan uji korelasi rank spearman karena data dari kedua variabel
berbentuk ordinal dengan kriteria penilaian lebih dari 2.
Berdasarkan uji statistik maka dapat diinterpretasikan :
1. Bila hasil nilai p> 0,05, artinya bahwa tidak ada hubungan
lamanyaperawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
2. Bila hasil nilai p< 0,05, artinya bahwa ada hubungan lamanya
perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3.7.3 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
Uji validitas dan reabilitas tidak dilakukan karena penilaian status gizi
sudah menggunakan standar penilaian yang telah dibakukan secara
nasional. Sedangkan instrumen lama perawatan merupakan data tunggal.
3.8 Etika Penelitian
Prinsip etika dalam penelitian ini meliputi:
3.8.1Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberi lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Hal ini bertujuan agar responden mengerti maksud dan
tujuan penelitian serta mengetahui dampak yang ditimbulkan.
44
3.8.2 Anonimity (tanpa nama)
Identitas responden tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan
data, cukup menggunakan kode pada masing-masing lembar pengumpulan
data.
3.8.3 Confidentialty (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil
penelitian.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1Analisis Univariat
4.1.1 Karakteristik responden
Karakteristik klien dalam penelitian ini membahas tentang jenis
kelamin, berat badan dan tinggi badan pada Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri.
4.1.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (%)
Laki-laki 17 56,7
Perempuan 13 43,3
Jumlah 30 100,0
Tabel 4.1.menunjukkan bahwa sebagian besar klien
mempunyai jenis kelamin laki-laki (56,7%) dan sebagian kecil
mempunyai jenis kelamin perempuan (43,3%).
4.1.1.2 Karakteristik responden berdasarkan berat badan
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi
Berat Badan (kg) Jumlah (%)
1,5 – 1,8 5 16.7
1,9 – 2,2 15 50.0
2,3 – 2,5 10 33.3
Jumlah 30 100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden mem-
punyai berat badan antara 1,9-2,2 kg sebanyak 15 responden (50,0%),
berat badan antara 2,3 – 2,5 gr sebanyak 10 responden (33,3%) dan
46
paling sedikit mempunyai berat badan antara 1,5-1,8 kg sebanyak 5
responden (16,7%), adapun rata-rata berat badan responden 2,10 kg
dengan berat badan terendah 1,5 kg dan tertinggi adalah 2,5 kg.
4.1.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tinggi badan
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Tinggi Badan
Tinggi Badan (cm) Jumlah (%)
38 - 40 14 46.6
41 - 43 11 36.7
44 - 46 5 16.7
Jumlah 30 100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden mem-
punyai tinggi badan antara 38-40 cm sebanyak 14 responden (46,6%),
tinggi badan antara 41-43 cm sebanyak 11 responden (36,7%) dan
paling sedikit responden yang mempunyai tinggi badan antara 44-46
cm sebanyak sebanyak 5 responden (16,7%), adapun rata-rata tinggi
badan responden adalah 41,07 cm dengan tinggi badan terendah 38 cm
dan tertinggi 46 cm.
4.1.2 Lama Perawatan
Hasil distribusi frekuensi tentang lamanya perawatan di rumah
sakit disajikan dalam tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi tentang Lamanya Perawatan
Lamanya Perawatan Frekuensi Persentase (%)
Cepat/Pendek
Lama/Panjang
17
13
56,7
43,3
Jumlah 30 100,0
Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
47
Distribusi data tentang lamanya perawatan pada Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri sebagian besar mempunyai lama perawatan bayi di
rumah sakit yaitu tergolong cepat/pendek yaitu sebanyak 17 orang (69,2%),
sedangkan lama perawatan yang dimiliki BBLR paling lama/panjang yaitu
sebanyak 13 orang (43,3%).
4.1.3 Status Gizi
Hasil distribusi frekuensi tentang status gizi pada Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) dapat disajikan dalam tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi tentang Status Gizi Bayi
Status Gizi Bayi Frekuensi Persentase (%)
Kurang 30 100,0
Baik 0 0,0
Jumlah 30 100,0
Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
Distribusi data tentang status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri semuanya mempunyai status gizi kurang (100,0%).
4.2Analisis Bivariat
Penelitian ini menggunakan uji korelasi rank spearman (t) untuk
mengetahui hubungan lamanya perawatan dengan status gizi pada pada Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri. Berdasarkan hasil penelitian diketahui nilai
korelasi Rank Spearmansebesar -0,513 dengan nilai probabilitas 0,001(p value
< 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi
48
Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri, artinya bahwa semakin lama/panjang bayi
tersebut dirawat maka semakin menurun status gizi yang ada pada Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri tersebut. Adapun sifat hubungan adalah cukup erat, karena
nilai korelasi (rxy = 0,513) berada diantara 0,51 - 0,75.
49
BAB V
PEMBAHASAN
5.1Hasil Analisis Univariat
5.1.1 Karakteristik Responden
5.1.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi dengan
BBLR yang menjalani perawatan di Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri mempunyai jenis kelamin laki-laki
(56,7%) dan sebagian kecil mempunyai jenis kelamin perempuan
(43,3%). Angka kelahiran yang ada di ruang Perinatologi tersebut
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Suwaidah (2010) yang menjelaskan bahwa berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa jenis kelamin bayi laki-laki lebih banyak
dibandingkan yang perempuan baik pada kelompok inkubator (59,1%)
maupun pada kelompok metode kanguru (59,1%). Jenis kelamin bayi
bukan termasuk salah satu faktor yang berpengaruh terhadap bayi
BBLR.Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar bayi
BBLR berjenis kelamin laki-laki dapat disebabkan karena bayi yang
lahir selama berlangsungnya penelitian berjenis kelamin laki-laki.Ada
beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya bayi
dengan BBLR.Faktor yang berhubungan secara langsung dengan faktor
ibu yaitu adanya penyakit pada ibu saat kehamilan.Faktor janin yang
50
dapat menyebabkan BBLR yaitu hidramnion, kehamilan ganda, kelainan
bawaan atau kelainan kromosom dan infeksi kronis (Nelson, 2006).
5.1.1.2 Karakteristik responden berdasarkan berat badan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
mempunyai berat badan antara 1,9-2,2 kg sebanyak 15 responden
(50,0%), rata-rata berat badan bayi adalah 2,19 dengan berat badan
terendah 1,5 kg dan berat badan tertinggi adalah 2,5 kg. Bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) < 2,5 kg adalah sebesar 18,95 %.
Angka BBLR ini lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan pada
sasaran program Indonesia Sehat 2010 yaitu 7% (Depkes RI, 2000).
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi
gambaran tentang massa tubuh, yaitu otot dan lemak (Riyadi, 2005).
Menurut Gibson (2007) berat badan menggambarkan jumlah protein,
lemak, air dan mineral tulang didalam tubuh, tetapi tidak dapat
menggambarkan perubahan yang terjadi pada keempat komponen
tersebut.Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya
malnutrisi akut dan digunakan secara luas untuk menilai Kekurangan
Energi Protein (KEP) dan gizi lebih. Bayi dengan berat lahir yang normal
terbukti mempunyai kualitas fisik, intelegensia maupun mental yang
lebih baik dibanding bayi dengan berat lahir kurang, sebaliknya bayi
dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) akan mengalami
hambatan perkembangan dan kemunduran pada fungsi intelektualnya.
karena bayi BBLR memiliki berat otak yang lebih rendah, menunjukkan
51
defisit sel-sel otak sebanyak 8-14 % dari normal, yang merupakan
pertanda anak kurang cerdas dari seharusnya (Mutalazimah, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani (2014)
menerangkan bahwa normalnya berat badan (BB) bayi baru lahir harus
mencapai 2.500 gram.Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.Sebab
kalau terlalu kecil, dikhawatirkan organ tubuhnya tidak dapat tumbuh
sempurna sehingga dapat membahayakan bayi sendiri.Sebaliknya,
terlalu besar juga ditakutkan sulit lahir dengan jalan normal dan
meskipun lewat operasi sesar. Menurut Shelov (2005), faktor-faktor
yang mempengaruhi berat badan lahir yaitu : lama kehamilan sebelum
persalinan, ukuran orang tua, komplikasi selama kehamilan, nutrisi
selama kehamilan, ibu merokok atau minum-minuman beralkohol atau
menggunakan obat terlarang selama kehamilan.
5.1.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tinggi badan
Tinggi badan antara 38 – 40 cm sebanyak 14 responden (46,6%),
tinggi badan antara 41 – 43 cm sebanyak 11 responden (36,7%) dan
tinggi badan antara 44 – 46 cm sebanyak 5 responden (16,7%). Rata-
rata tinggi badan bayi adalah 41,07 cm dengan tinggi badan terendah 38
cm dan tinggi badan tertinggi adalah 46 cm. Tinggi badan ini dapat
digunakan untuk mengukur status gizi bayi. Dengan indeks tunggal
TB/BB atau BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan
status gizi masa kini, dan biasanya digunakan bila data umur yang
akurat sulit diperoleh. Karena indeks ini dapat menggambarkan proporsi
52
BB relatif terhadap TB, maka indek ini merupakan indikator kekurusan
atau yang lebih dikenal dengan wasting. Indeks ini digunakan untuk
mengevaluasi dampak gizi dan untuk memantau perubahan status gizi
dalam jangka waktu pendek (Suparyanto, 2013).
5.1.2Lamanya Dirawat
Hasil penelitian diketahui distribusi data tentang lamanya
perawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar tergolong
cepat/pendek yaitu sebanyak 17 orang (69,2%), sedangkan lama perawatan
yang dimiliki BBLR paling lama/panjang yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).
Sebagian bayi yang dirawat tergolong lama ini disebabkan karena
pasien yang masuk kebetulan menjelang hari minggu atau hari libur. Hal ini
bagi bayi yang masuk rumah sakit menjelang hari minggu akan
memperpanjang lama hari rawat, karena kesibukan menjelang hari libur
dimana pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang diundur
sampai hari kerja biasa dimana pegawai rumah sakit bagian tertentu sudah
bekerja seperti biasa. Perpanjangan lama hari rawat juga terjadi apabila
pasien masuk di luar jam kerja rumah sakit atau saat terjadi pergantian jaga.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Barbawa J (2008), bahwa
perpanjangan lama hari rawat terjadi karena adanya perpanjangan dari lama
hari rawat pra bedah, yang akan berdampak pada perpanjangan jumlah
keseluruhan lama hari rawat.
Lama hari rawat merupakan salah satu indikator mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien (quality of patient
53
care). Lamanya hari perawatan di rumah sakit bagi BBLR menunjukkan
berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode
perawatan. Satuan untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara
menghitung lama rawat adalah dengan menghitung selisih antara tanggal
pulang (keluar dari rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan
tanggal masuk rumah sakit. Umumnya data tersebut tercantum dalam
formulir ringkasan masuk dan keluar di Rekam Medik (Barbara J., 2006).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indradi (2008) yang menyatakan bahwa lama rawatan merupakan salah satu
bagian dari manajemen Rumah Sakit yang menunjukkan berapa hari
lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan terhadap
berbagai penyakit yang diderita oleh pasien. Adapun satuan yang digunakan
dalam lama rawatan yaitu “hari”. Lama perawatan dapat diketahui dari
status gizi pasien terutama pada balita, dan adanya perubahan terhadap
penyembuhan penyakit yang diderita.
5.1.3Status Gizi BBLR
Hasil penelitian diketahui bahwa distribusi data tentang status gizi
pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri semuanya mempunyai status gizi
kurang. Dilihat dari rata-rata berat badan bayi adalah 2,109 kg dengan berat
badan terendah 1,5 kg dan berat badan tertinggi adalah 2,5 kg. Menurut
pengamatan peneliti diketahui bahwa di ruang Perinatologi ini memang
dikhususkan bagi pasien atau bayi yang mempunyai kelahiran dengan berat
54
badan lahir rendah, sehingga orientasi rumah sakit adalah menyediakan
ruang khusus dalam perawatannya.
Menurut Proverawati (2010), bahwa status gizi bayi merupakan
keadaan gizi pada bayi yang dapat diketahui dengan membandingkan antara
berat badan menurut umur dan panjang badannya dengan rujukan (standar)
yang telah ditetapkan.Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan
standar, maka disebut gizi baik. Gizi sedikit di bawah standar, maka disebut
gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar maka disebut gizi buruk.
Status gizi bayi dipengaruhi oleh banyak faktor.Dalam
pengklasifikasiannya, status gizi dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan
ekstrinsik.Yang termasuk dalam faktor instrinsik adalah genetik, hormon,
kehidupan intrauterine, sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstrinsik
adalah asupan gizi, morbiditas, pola makan, pengetahuan ibu dan pengaruh
lingkungan.Oleh karena itu, faktor-faktor ini harus diperhatikan dalam
melakukan perbaikan status gizi bayi.Bukan dari hanya asupan gizi saja,
tetapi faktor-faktor lain seperti pola makan dan morbiditas perlu
diperhatikan (Pudjiadi S, dkk. 2010).
Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Novitasari (2012), yang meneliti tentang faktor-faktor resiko kejadian gizi
buruk pada balita yang dirawat di RSUP dr. Kariadi Semarang, hasil
penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar balita dengan gizi buruk
sebanyak 64,1%, dan faktor yang paling dominan terhadap terjadinya gizi
buruk adalah penyakit penyerta pada balita.
55
5.2 Hasil Analisis Bivariat
Hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang negatif antara
lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, artinya
bahwa semakin lama/panjang bayi tersebut dirawat maka semakin menurun
status gizi yang ada pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang
Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tersebut (p-value
= 0,001). Adapun sifat hubungan adalah cukup erat, karena nilai korelasi (rxy =
0,513) berada diantara 0,51 - 0,75.
Menurut hasil observasi juga diketahui bahwa lamanya hari rawat
yang terjadi pada bayi yang menjalani perawatan di ruang Perinatologi rata-
rata 5-8 hari, namun juga ada lebih dari 5 hari dan lebih lama sampai 20 hari
karena faktor berat badan yang rendah sekali dengan tinggi badan juga tidak
normal, dengan berat badan yang minim yaitu rata-rata berat badan bayi
adalah 2,19 kg dengan berat badan terendah 1,5 kg dan berat badan tertinggi
adalah 2,5 kg. Penemuan di lapangan diketahui bahwa dari 30 bayi yang
diamati terdapat bayi yang mempunyai berat badan antara 1,5-1,8 kg sebanyak
5 responden (16,7%), dari kelima bayi tersebut ternyata mempunyai lama
rawat tergolong lama/panjang perawatannya.
Lamanya hari rawat di rumah sakit bagi bayi dengan Berat Lahir
Rendah (BBLR) akan berdampak pada status gizi bayi. Bayi dengan berat
lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh
kembang, sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. BBLR adalah
56
salah satu akibat dari ibu hamil yang menderita energi kronis (KEK) (Depkes
RI, 2010). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR antara lain
kurangnya gizi pada ibu hamil, ibu hamil perokok, ibu hamil pekerja berat,
sosial ekonomi rendah dan faktor janin (Prawirohardjo, 2008).
Joeharno (2008), menambahkan bahwa BBLR juga dapat terjadi pada
ibu dengan paritas tinggi.Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%) melahirkan
bayi dengan berat lahir yang rendah.BBLR merupakan masalah kesehatan
yang cukup menonjol di Indonesia, karena pada bayi BBLR mempunyai angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi, berdampak pada perawatan yang lama
di rumah sakit. Selain itu, lamanya perawatan bayi BBLR di rumah sakit juga
dipengaruhi oleh faktor tenaga dokter yang menangani pasien cukup berperan
dalam menentukan memanjangnya lama hari rawat, dimana perbedaan
ketrampilan antar dokter akan mempengaruhi kinerja dalam penanganan
kasus, juga waktu memutuskan untuk melakukan tindakan (Lacy, Antonio M,
2008).
Sebagaimana diutarakan oleh Prawirohardjo (2008), bahwa faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR antara lain kurangnya gizi pada
ibu hamil, ibu hamil perokok, ibu hamil pekerjaberat, sosial ekonomi rendah
dan faktor janin. Joeharno (2008) menambahkan bahwa BBLR juga dapat
terjadi pada ibu dengan paritas tinggi.Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%)
melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah.BBLR merupakan masalah
kesehatan yang cukup menonjol di Indonesia, karena pada bayi BBLR
mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
57
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Eddyman (2011) yang meneliti tentang hubungan status gizi ibu berdasarkan
ukuran lingkar atas (LILA) dengan berat badan lahir bayi, hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi ibu
berdasarkan ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan berat badan lahir
bayi.
Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Maulidiyah, dkk (2012) yang meneliti tentang hubungan Lingkar Lengan
Atas (LILA) dan Kadar Hemoglobin (Hb) dengan Berat Bayi Lahir, hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan antara LILA dan kadar Hb
dengan berat bayi lahir ditunjukkan melalui uji chi square dengan nilai p-value
0,001 dan < 0,05.
58
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
6.1.1 Sebagian besar responden mempunyai lama perawatan bayi di rumah sakit
tergolong cepat/pendek.
6.1.2 Status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) semuanya
mempunyaistatus gizi kurang.
6.1.3 Terdapat hubungan signifikan lamanya dirawat dengan status gizi pada
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri (rxty = -0,513; p-value = 0,001).
Adapun sifat hubungan tergolong cukup erat.
6.1.4 Dilihat dari karakteristik responden diketahui : sebagian besar responden
mempunyai jenis kelamin laki-laki (56,7%), umur kurang dari 5 hari
sebanyak 12 responden (40,0%), berat badan antara 1,9-2,2 kg sebanyak
15 responden (50,0%), dan tinggi badan antara 38-40 cm sebanyak 14
responden (46,6%).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan beberapa saran :
59
6.2.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan untuk rumah sakit maupun tenaga kesehatan lain lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan baik berupa pemeriksaan kehamilan
dan penyuluhan tentang gizi sehingga kejadian BBLR dan anemia dapat
diatasi sejak dini sehingga lamanya perawatan di rumah sakit juga dapat
dipecepat.
6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat mempergunakan sebagai bahan acuan dalam
menentukan kebijakan dalam menyusun panduan perkuliahan terutama
yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak agar di kemudian hari
tidak terjadi adanya BBLR dan perawatan bayi yang lama di rumah sakit.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor yang
mempengaruhi status gizi bagi BBLR tidak hanya lamanya perawatan di
rumah sakit misalnya pengetahuan ibu dan lingkungan, serta meneliti
cakupan sampel yang lebih luas.
6.2.4 Bagi Peneliti
Bagi peneliti dapat menerapkan teori ke dalam kegiatan nyata di
lapangan terutama penerapan metode penelitian berkaitan dengan lamanya
hari perawatan bayi yang dirawat di rumah sakit dengan status gizi bayi
BBLR.
60
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amalita. 2011. Faktor Resiko Kejadian Bayi Terlahir Rendah.
Afif, Ahmad. 2008. Hubungan Faktor Komorbid, Usia dan Status Gizi dengan Lama Rawat Inap pada Pasien Hernia Inguinalis Lateralis Reponibilis yang Dioperasi Herniorepair Tanpa Mesh di RS PKU Muhammadiyah Surakarta Periode 2005 – 2007.
Anggraini, Dian. 2008. Perbandingan Kepuasan Pasien Gakindan Pasien Umum di Unit Rawat Inap RSUD Budi Asih Tahun 2008. FKMUI.
Adriani, Elvi Rhida. 2008. Pengaruh Persepsi Tentang Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta Askeskin Rawat Inap Di RSU dr. Pirngadi Medan Tahun 2006.
Barbara J, Billie F., Brahm Pendit. 2006. Buku Ajar Perawatan Perioperatif. Volume 2. Praktik. Cetakan I. . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Budiningsari , Dwi R., 2004. Pengaruh Perubahan Status Gizi Pasien Dewasa terhadap Lama Rawat Inap dan Biaya Rumah Sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. i-lib.ugm.ac.id/jurnal.
Chriswardani S. 2006. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Managemen Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Standar Pelayanan Minimal, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Standar Pelayanan Minimal, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Depkes RI. 2013. Hasil RISKESDAS Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes. 2014. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang: Departemen Kesehatan
Jawa Tengah.
Dinkes Kabupaten Wonogiri. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Wonogiri.
Wonogiri: Dinkes Kab. Wonogiri.
Eddyman. 2011. Hubungan status gizi ibu berdasar- kan ukuran lingkar atas
(LILA) dengan berat badan lahir bayi di RSUD Daya Kota Makkasar.
Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol 2 (3) Maret 2011.
Erbaydar, Akgun, at all. 2004. Estimation of increased hospital stay due to
nosocomial infections in surgical patients: comparison of matched
groups. Istanbul University Medical School, Çapa, Istanbul, Turkey.
61
Fakhrul, Razi. 2011. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perawat terhadap
Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah
RSUD Kota Langsa Tahun 2011. Tesis (tidak dipublikasikan). Jakarta:
UI.
Herman C., Karolak W.,at all. 2009. Predicting Prolonged Intensive Care Unit
Length of Stay in Patients Undergoing Coronary Artery Bypass Surgery
Development of An Entirely Preoperative Scorecard. Current Opinion in
Critical Care.
Heryati. 2008. Peranan Rehabilitasi Medik dalam Menurunkan Lama Hari Rawat
(LOS). Diambil pada tanggal 25 Juni 2015, dari http://www.kalbe.co.id/
files/cdk/files/22_RehabilitasiMedikdlmLamaRawat91.pdf/22_Rehabilita
si MedikdlmLamaRawat91.htm
Indradi, Rano. 2007. Antara Lama Rawat dan Hari Perawatan. 23 Juni 2015,
diunduh dari www.ranocenter.net
Imbalo S Pohan. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Dasar–Dasar
Pengertian dan Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cetakan I,
Jakarta.
Istianty dan Rusilanti. 2014. Gizi Terapan. Jakarta: Rosda Karya.
Jayant D, Phalke DB, Bangal BV, Peeyuusha D, Sushen B. 2011. Maternal risk
factor for low birth weight neonates: a hospital based case-control study
in rural area of Western Maharshtra, India. Natl J Community Med.
Joeharno, Zaenab, R.,. 2008. Beberapa Faktor Risiko Kejadian BBLR di Rumah
Sakit Al-Fatah Ambon Periode Januari-Desember Tahun 2006. Available
From: file://localhost/G:/berat-badan-lahir-rendah-bblr.html [Accesed 19
Februari 2015].
Kemenkes RI, 2013. Riskesdas tahun 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan
Repuiblik Indonesia.
Maulidiyah, Afif & Ardiani Sulistiani. 2012. Hubungan Lingkar Lengan Atas
(LILA) dan Kadar Hemoglobin (Hb) dengan Berat Bayi Lahir. Jurnal
Kebidanan, Vol. IV, No. 01, Juni 2012. Boyolali: STIEKS Estu Multo.
Notoadmodjo. S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta ; Rineka Cipta.
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nyoman, I. 2010. Keseimbangan Gizi Dalam Tubuh . Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
62
Prawirohardjo. 2008. Buku Saku Obsteteri dan Ginekologi. Edisi 9. Cetakan I.
Jakarta: Penerbit EGC.
Proverawati, A dan Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Pudjiadi S, dkk. 2010. Ilmu Gizi Klinik pada Anak. Jakarta: BP FK UI.
Rahmawati. 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di Taman
Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri [skripsi/Tidak
dipublikasikan]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Solekhah, Fema B. 2009. Mutu Pelayanan Kesehatan, Perspektif Internasional. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Surasmi, Asrining dkk. 2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: Buku
Kedokteran ECG.
Soegiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suhardjo. 2008. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Tinjauan Praktek. Jakarta:
Rine Cipta.
Supariasa, dkk. 2014. Pengukuran Antropometri Tubuh. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekirman, 2010. Pedoman Pengukuran Index Masa Tubuh, Jakarta: Buku
Pedoman Kedokteran, ECG.