lamanya waktu penyinaran dapat ...unmas-library.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/lamanya...yaitu qth...

40
LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT Oleh : VICKY GLENN LAISINA NPM : 09.8.03.81.41.1.5.057 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2014

Upload: lamthu

Post on 02-Apr-2018

322 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT

MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN

RESIN KOMPOSIT

Oleh :

VICKY GLENN LAISINA

NPM : 09.8.03.81.41.1.5.057

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2014

LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT

MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN

RESIN KOMPOSIT

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh :

VICKY GLENN LAISINA

09.8.03.81.41.1.5.057

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

drg I Gusti Ngurah Bagus Tista, M.Biomed drg I. G.A.A. Hartini, M.Biomed

NPK: 826 595 205 NPK: 826 595 208

Tim Penguji skripsi sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara

pembuatan skripsi dengan judul: ”LAMANYA WAKTU PENYINARAN

DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN

KOMPOSIT”. yang telah dipertanggung jawapkan oleh calon sarjana yang

bersangkutan pada tanggal 6 Agustus 2013

Maka atas nama Tim Penguji skripsi sarjana Kedokteran Gigi Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.

Denpasar, 27 Ferbuari 2014

Tim Penguji Skripsi

FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar

Ketua,

drg. I Gusti Ngurah Bagus Tista, M. Biomed

NPK: 826 595 205

Anggota : Tanda Tangan

1. drg. I.G.A.A. Hartini, M. Biomed 1. ………………..

2. drg. Dewa Made Wedagama, Sp. KG 2. ………………

Mengesahkan,

Dekan Fakultas kedokteran Gigi

Universitas Mahasaraswati Denpasar

P.A. Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes., FISID

NIP: 19590512 198903 2 001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “LAMANYA

WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN

PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT” ini dengan tepat pada waktunya.

Tujuan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan bagi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar untuk

mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusun karya ilmiah ini dapat

diselesaikan adalah karena bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak terutama

kepada kedua orang tua saya yang selalu memberi dukungan dan bantuan untuk

menyelesaikan skripsi ini. Panulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang

tulus kepada yang terhormat :

1. Drg. Gusti Ngurah Bagus Tista, M.Biomed selaku pembimbing I yang

telah membantu dalam membimbing serta memberi masukan kepada

penulis.

2. Drg. I.G.A.A Hartini, M.Biomed selaku pembimbing II atas bimbingan

dan saran-sarannya yang sangat bermanfaat.

3. Drg. Dewa Made Wedagama, Sp. KG selaku dosen penguji.

4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar,

beserta Staff.

5. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar.

6. Nkha Laisina, keluarga besar Laisina, Keluarga besar Limaheluw atas

doanya selama ini

7. Sahabat terbaik ku I Made Arie Kusuma Putra, Cok gede Agung Kusuma

Putra, Marlin Angelia Salu, Aurick Christo, Agustinus Harum, Frento,

Lansli, Leonard, timotius, Prima, Bu Richard, Usi Mia, Bu Helmy, Bu

Hersan, Usi Acit, Wihelmina.

8. Teman-teman seangkatan 2009, terimakasih atas kebersamaannya selama

ini.

Penulis juga memohon maaf, apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam

penyusunan skripsi ini, mengingat keterbatasan penulis, dan untuk

kesempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran bersifat

membangun dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pembaca.

Denpasar, Ferbuari 2014

Penulis

DURATION OF LIGHT CURING EXPOSURE TIME ON

COMPOSITE RESIN COULD ENHANCE THE SURFACE

HARDNESS

Abstract

Dental maintenance is not just damage treating caused by the disease, but

is more focused on restoration repairs prevention when needed and monitoring of

health in order to remain well preserved. Composite resin is a restoration material

consisting of two or more components, each of which has a different structure and

character. The superiority of this material has better aesthetics than other

restoration. The light source is used to activate the photoinitiator restorative

material based resin composite ranges from 60 seconds to a thickness of 2 - 2,5

mm, so light can penetrate to the bottom of layer.

Keyword : composite resin, exposure time, surface hardness

LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT

MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN

KOMPOSIT

Abstrak

Pemeliharaan gigi bukan sekedar merawat kerusakan akibat penyakit,

melainkan lebih dititikberatkan pada pencegahan perbaikan restorasi bila

diperlukan, dan pemantauannya agar kesehatan tetap terjaga dengan baik. Resin

komposit adalah bahan restorasi yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang

masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda-beda. Keunggulan

material ini mempunyai estetika yang lebih baik dibandingkan restorasi lain.

Sumber cahaya digunakan untuk mengaktivasi fotoinisiator matrial restoratif

berbasis resin untuk memulai polimerisasi. Proses polimerisasi terjadi dalam tiga

tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Waktu normal dalam penyinaran

restorasi berbasis resin komposit berkisar 60 detik dengan ketebalan 2-2,5 mm,

dengan demikian sinar dapat menembus masuk sampai lapisan paling bawah.

Kata kunci : Resin komposit, waktu penyinaran, kekerasan permukaan

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman Persetujuan Pembimbing………………………………………….....…..….ii

Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan …………………….…...…..iii

KATA PENGANTAR ……………………………………………….………......…….iv

ABSTRAK…………………………………………...……………………….….....…...vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………….……....……….viii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….......x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..………1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………..……...……..3

1.3 Tujuan …………………………………………………………....…….………..3

1.4 Manfaat ………………………………………………………………...….…….3

BAB II RESIN KOMPOSIT

2.1 Pengertian ………………………………………………………...……..…...….4

2.2 Bahan-bahan Resin Komposit ………………………………………..……….5

2.3 Macam-macam Resin Komposit ………………………………………....…...8

2.4 Keuntungan dan Kerugian Resin Komposit ……………………….…..…...10

2.5 Proses polimerisasi Resin Komposit………………….………………..….....12

BAB III PENYINARAN RESIN KOMPOSIT (LIGHT CURING RESIN

KOMPOSIT)

3.1 Light curing history …………………………………………….…...………...16

3.2 Light curing unit …………………………………………..……….…...……..17

3.3 Mekanisme light curing …………………………………………….....……...22

3.4 Kelebihan dan kekurangan visible light curing .............................................23

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………….…..……..…24

BAB V SIMPULAN DAN SARAN …………………………………...………….... 27

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

2.1. Struktur kimia Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA…………………….….…6

2.2. y-methacryloxypropyltrimethoxysilane…………………………………………7

2.3. Proses initiation polimerisasi resin komposit…...………………………....…..13

2.4. Proses propagation polimerisasi resin komposit…………………...................14

2.5. Proses termination polimerisasi resin komposit..…………………………......14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (resin komposit) dimulai

dari akhir 1950 dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk

memperkuat resin efoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin

efoksi yakni lamanya pengerasan, tingginya pengerutan dan kecenderungan

berubah warna sehingga mendorong Bowen mengkombinasikan keunggulan

efoksi dan akrilat. Percobaan ini menghasilkan pengembangan molekul bisfenol

A-glisidil metakrilat (bis- GMA) dengan penemuan ini, bahan komposit menjadi

pengganti semen silikat dan resin akrilat untuk restorasi estetika gigi anterior

(Anusavice, 2004).

Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua

atau lebih komponen yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang

berbeda-beda. Resin komposit merupakan bahan tumpatan yang potensial dan

terus berkembang berkenan dengan sifat-sifat fisis, warna dan kekuatan

perlekatan (bond strenght) terhadap jaringan gigi. Komposisi resin komposit

merupakan salah satu material restorasi pada kedokteran gigi yang telah

digunakan sejak 30 tahun lalu (Sularsih dan Sarinofemi, 2007).

Sumber cahaya dalam bidang kedokteran gigi mengalami

perkembangan yang pesat perkembangan tersebut dimotivasi dari adanya

kelemahan-kelemahan yang diperoleh dari sumber cahaya yang telah ada

(Fitriyani dan Herda, 2008). Desain cahaya dan sistem filter dikembangkan untuk

memberikan target serapan fotoinisiator dengan serapan maksimum 460-480 nm,

ada 3 jenis alat curing yang telah dikembangkan dalam bidang kedokteran gigi

yaitu QTH (Quartz Tung-sten Halogen), PAC (Plasma Arc Curing) dan LED

(Light Emitting Diode). Ketiganya berbeda dalam panjang gelombang yang

digunakan (Trujilo dkk., 2005). Untuk unit curing kebanyakan dokter gigi

menggunakan tipe unit curing LED sebab untuk sumber cahaya LED memiliki

kelebihan diantaranya yaitu, waktu hidup efektif 1000 jam, menghasilkan tingkat

kedalaman polimerisasi dan nilai flexural strength yang lebih besar dibandingkan

unit halogen, dan emisi cahaya yang dihasilkan LED lebih rendah dibandingkan

unit halogen (Fitriyani dan Herda, 2008). Waktu curing merupakan variabel

klinik yang paling penting karena parameter tersebut secara langsung

mempengaruhi para dokter gigi dalam memilih unit light curing. Mereka

memilih light curing yang memiliki waktu curing yang tidak terlalu lama untuk

efektifitas waktu kerja di klinik, meningkatnya waktu polimerisasi juga dapat

meningkatkan derajat konversi. Efek ini ditunjukan pada unit curing PAC.

Waktu polimerisasi 3 detik pada PAC tidak cukup, hal ini ditunjukan dari sifat

mekanik yang tidak optimal pada komposit dan hasil pelepasan monomer dari

specimen komposit yang lebih tinggi dibandingkan dengan polimerisasi

menggunakan lampu halogen selama 40 detik (Uctasli dkk., 2005). Hal ini

dikarenakan waktu curing 40 detik memiliki waktu yang lebih lama sehingga

memberi kesempatan pada monomer matriks untuk terkonversi lebih banyak

(Okte dkk.,2005).

Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu inisiasi dimana

molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses

pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan panjang

gelombang 460-485 nm. Tahap kedua adalah propagasi, pada tahap ini monomer

yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan jumlah

monomer tertentu, Tahap terakhir adalah terminasi dimana rantai membentuk

molekul yang stabil (Susanto, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah:

apakah lamanya waktu penyinaran dapat mempengaruhi kekerasan permukaan

resin komposit ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami lamanya waktu yang diberikan

pada saat penyinaran resin komposit.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah lamanya waktu penyinaran dapat

mempengaruhi polimerisasi resin komposit.

1.4 Manfaat

1.4.1 Menambah wawasan dalam memaham mekanisme polimerisasi resin

komposit.

1.4.2 Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahan restorasi

resin komposit dan mekanisme polimerisasinya.

BAB II

RESIN KOMPOSIT

2.1 Pengertian

Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua atau

lebih komponen, yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda

(Sularsih dan Sarianoferni, 2007). Kemajuan yang sangat menonjol dibidang

restorasi gigi pada saat ini ditandai dengan dikembangkannya material resin

komposit yang banyak digunakan sebagai material restorasi untuk kavitas klas III,

IV dan V yang tidak menerima beban kunyah yang besar. Berdasarkan sistim

aktivasi, ada dua macam resin komposit yaitu yang beaktivasi secara kimia dan

sinar tampak, saat ini resin komposit sebagai material restorasi yang beraktivasi

dengan sinar tampak sangat populer penggunaannya (Anggraini dkk., 2005).

Keunggulan dari visible light cure (VLC) adalah proses pengerasan yang cepat,

dalam, dan dapat diandalkan dalam waktu 40 detik setiap periode dengan

ketebalan bahan minimal 2,5-3 mm dan maksimal 4,5 mm, dapat dipastikan bahan

akan mengeras, meskipun melalui lapisan enamel bagian labial atau lingual,

stabilitas warna yang dihasilkan sangat sesuai (Susanto, 2005). Disamping banyak

memberikan perbaikan terhadap nilai estetik dan kemudahan dalam aplikasinya,

secara klinis penggunaan komposit resin juga tidak terbatas hanya pada restorasi

anterior saja tetapi dapat digunakan sebagai restorasi posterior (Sundari dan

Indrani, 2009).

Resin komposit memiliki beberapa komposisi yang membuatnya menjadi

bahan restorasi yang lebih menguntungkan daripada bahan restorasi lainnya.

Resin komposit terdiri dari beberapa komponen yaitu: matriks resin polimer

organik, partikel bahan pengisi anorganik, agen pengikat silane, bahan

inisiator/bahan akselerator dan bahan pigmentasi. resin komposit adalah bahan

restorasi yang sangat estetik karena memiliki bagian yang menyerupai enamel,

namun hal tersebut ditentukan oleh bahan pigmentasi yang digunakan, sehingga

memungkinkan restorasi tersebut tidak terlihat seperti sebuah restorasi pada gigi

(Chan dkk., 2010).

2.2 Bahan Resin Komposit

Perkembangan dan implementasi dari material restoratif komposit

bergantung pada pemahaman yang komprehensif dari setiap komponen komposit

dan pertimbangan metode dan proses untuk mengubah setiap komponen. Resin

komposit itu sendiri terdiri dari tiga bahan dasar yang masing-masingnya berperan

penting dalam tahap-tahap yang berbeda. Bahan dasar resin komposit tersebut

terdiri dari: resin matriks, bahan pengisi / filler, dan bahan pengikat resin dan

filler. Masing-masing komponen tersebut memiliki kesempatan untuk lebih

dikembangkan lagi dalam bentuk penelitian-penelitan yang berguna untuk

menghasilkan bahan restorasi komposit yang lebih baik lagi (Cramer dkk., 2011).

Komponen-komponen tersebut diantaranya :

2.2.1 Resin matriks

Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan

diakrilat aromatik atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis-

GMA), Urethane Dimethacrylate (UEDMA), dan Trietilen Glikol

Dimethacrylate (TEGDMA) merupakan Dimetakrilat yang umum digunakan

dalam resin komposit (Gambar 2.1). Monomer dengan berat molekul tinggi,

khususnya Bis-GMA amatlah kental pada temperatur ruang (250C). Monomer

yang memiliki berat molekul lebih tinggi dari pada metilmetakrilat yang

membantu mengurangi pengerutan polimerisasi. Nilai polimerisasi

pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22 % V dimana untuk resin

Bis-GMA 7,5 % V. Ada juga sejumlah komposit yang menggunakan UDMA

ketimbang Bis-GMA (Anusavice, 2004 ; Lesage, 2007).

Gambar 2.1. Struktur kimia Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA

(Ferracane, 1995).

2.2.2 Partikel bahan pengisi ( filler )

Filler dimasukan kedalam matriks resin untuk mengurangi kontraksi

polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat

mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi

penyerapan air, kelunakan dan pewarnaan (Sularsih dan sarianoferni, 2007).

2.2.3 Bahan Pengikat (Coupling agents )

Coupling agents silan telah dianjurkan dalam meningkatkan sifat

mekanik dari resin komposit. Namun, penyelidikan pada peningkatan

kekuatan ikatan alumina terutama pada keramik komersial primer yang

mengandung bahan coupling agents silan dan pengobatan tribochemical.

Secara umum, ada banyak jenis agents coupling agents silan yang

diformulasikan untuk ikatan spesifik antara filler dan matriks resin yang

berbeda. Parameter kelarutan digunakan untuk mempertimbangkan penetrasi

agents coupling agents silan ke dalam matriks resin, khususnya resin

termoplastik (Takahasi dkk., 2012).

Gambar 2.2. y-methacryloxypropyltrimethoxysilane (Ferrance, 1995).

2.2.4 Sistem Aktivator-inisiator

Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi dengan

mekanisme polimerisasi tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal

bebas dapat berasal dari aktivasi kimia atau pengaktifan energi eksternal

(panas atau sinar) (Anusavice, 2004).

2.2.5 Bahan penghambat

Untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi spontan dari monomer

bahan penghambat ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini

mempunyai potensi yang kuat dengan radikal bebas, bila radikal bebas telah

terbentuk seperti suatu pemaparan singkat terhadap sinar. Bahan penghambat

bereaksi dengan radikal bebas dan kemudian menghambat perpanjangan

rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses

polimerisasi (Susanto, 2005 ; Anusavice, 2004).

2.2.6 Modifier Optik

Untuk mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus

memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang dapat menyerupai

struktur gigi. Warna dapat diperoleh dengan menambahkan pigmen yang

berbeda, bahan pigmen ini seringkali terdiri dari oksidasi logam berbeda yang

ditambahkan dalam jumlah sedikit. (Bergmann dan Kieschnick, 2009 ;

Anusavice, 2004).

2.3 Macam-Macam Resin Komposit

Berdasarkan ukuran partikel filler, resin komposit terbagi menjadi 4 tipe

(Roeters dkk., 2005). Yaitu sebagai berikut :

2.3.1 Macrofilled / Conventional

Resin komposit konvensional atau Macrofilled memiliki partikel filler

dengan ukuran 10 – 40 μm dan memiliki kekurangan yaitu penyelesaian yang

buruk dan keausan yang relatif tinggi. Filler yang paling umum digunakan

dalam komposit adalah quartz/kuarsa dan kaca strontium atau barium. Filler

quartz memiliki estetika dan daya tahan yang baik namun mengalami adanya

radiopacity dan aus yang tinggi dari gigi antagonis. Partikel kaca barium dan

strontium radiopak, namun sayangnya kurang stabil dari quartz (Lindberg,

2005).

2.3.2 Microfilled

Komposit microfilled digsunakan sebagai lapisan permukaan untuk

restorasi anterior. Microfill cenderung kurang penuh, memiliki ukuran

partikel yang lebih kecil dan ketahanan fraktur yang kurang. Filler anorganik

dari kebanyakan sistem komposit microfilled adalah silika koloid dengan

ukuran partikel sekitar 0,04 μm. Komposit microfill umumnya sarat dengan

bahan pengisi anorganik dengan berat sekitar 50% (Peyton, 2002).

2.3.3 Hybrid

Komposit ini disebut demikian karena terdiri dari kelompok polimer (fase

organik) diperkuat oleh fase anorganik, yang terdiri dari 60% atau lebih dari

total isi, terdiri dari kaca dengan komposisi dan ukuran yang berbeda.

Dengan ukuran partikel mulai dari 0,6 sampai 1 mikrometer, dan

mengandung silika koloid berukuran 0,04 mikrometer. Kelompok ini

sebagian besar merupakan penyusun komposit dan saat ini digunakan dalam

kedokteran gigi. Sifat karakteristik dari bahan ini adalah ketersediaan

berbagai macam warna dan kemampuan untuk meniru struktur gigi,

kurangnya penyusutan, penyerapan air yang rendah, sifat pemolesan dan

texturing yang baik, abrasi dan keausan yang sangat mirip dengan stuktur

gigi, koefisien expansi termal yang mirip dengan gigi, formula universal

untuk kedua sektor anterior dan posterior, perbedaan derajat dari kekaburan

dan tembus cahaya dalam sifat yang berbeda dan fluoresensi (Garcia dkk.,

2006).

2.3.4 Nanofilled

Nanofilled merupakan bahan restorasi universal yang diaktifasi oleh

visible-light yang dirancang untuk keperluan merestorasi gigi anterior

maupun posterior memiliki sifat kekuatan dan ketahanan hasil poles yang

sangat baik, dikembangkan dengan konsep nanotechnology, yang biasanya

digunakan untuk membentuk suatu produk yang dimensi komponen kritisnya

adalah 0,1 hingga 100 nanomer (Permatasari dan Usman, 2008 ; Lesage,

2007).

2.4 Keuntungan dan kerugian resin komposit

Beberapa keuntungan dari restorasi komposit telah dikemukakan, daftar

berikut menggambarkan respon restorasi komposit telah menjadi begitu populer,

terutama dibandingkan dengan restorasi amalgam nonbonded (Sturdevant, 2002).

- Estetika

- Konservatif removal struktur gigi (tidak perlu kedalaman yang seragam,

retensi mekanik biasanya tidak diperlukan)

- Kurang kompleks saat mempersiapkan gigi

- Isolator, memiliki konduktivitas termal rendah

- Digunakan secara universal

- Berikatan dengan struktur gigi, sehingga retensi baik, microleakage

rendah, pewarnaan interfasial minimal, dan peningkatan kekuatan struktur

gigi yang tersisa

- Dapat diperbaiki

Kerugian utama dari restorasi komposit berhubungan dengan pembentukan

celah potensial dan prosedural yang sulit. Berikut ini adalah daftar dan kerugian

lain dari restorasi komposit (Sturdevant, 2002).

- Memungkinkan terdapat pembentukan celah, biasanya terjadi pada

permukaan akar sebagai akibat dari kekuatan penyusutan polimerisasi

material komposit yang lebih besar dari kekuatan ikatan awal bahan untuk

dentin.

- Lebih sulit, memakan waktu, dan mahal (dibandingkan dengan restorasi

amalgam) karena:

- Perawatan gigi biasanya membutuhkan beberapa tahapan.

- Pengisian yang lebih sulit

- Menetapkan kontak proksimal, kontur aksial, embrasures, dan kontak

oklusal yang mungkin akan lebih sulit

- Prosedur finishing dan polishing lebih sulit

- Ini merupakan teknik yang lebih sensitif karena lokasi operasi harus tepat

terisolasi dan penempatan ETSA, primer dan perekat pada struktur gigi

(enamel dan dentin) ini sangat menuntut teknik yang tepat.

- Dapat memperlihatkan keausan oklusal yang lebih besar pada daerah-

daerah tekanan oklusal yang tinggi atau bila seluruh kontak oklusal gigi

adalah pada bahan komposit.

- Memiliki koefisien linier ekspansi termal yang lebih tinggi, sehingga

berpotensi terjadi perembesan marjinal jika teknik ikatan yang kurang

memadai ini digunakan.

2.5 Proses polimerisasi resin komposit

Terdapat tiga tahap rangkaian reaksi polimerisasi tambahan radikal bebas,

yang digambarkan dalam beberapa cabang. Hal itu dipercepat oleh panas, cahaya,

atau jumlah peroksida yang kecil (O‟Brien, 2002). Tahapan tahapan tersebut

diantaranya:

2.5.1 Initiation

Resin komposit disediakan oleh reaksi rantai tambahan polimerisasi

radikal bebas, dimana pembukaan satu ikatan rangkap mengakibatkan

pembentukan radikal bebas lain yang dapat memecah dan bergabung di

ikatan rangkap lain, sehingga menghasilkan radikal bebas lagi. Ini merupakan

mekanisme yang sederhana. Kelompok vinil metil metakrilat rentan terhadap

pemecahan oleh radikal bebas, mengakibatkan terbukanya ikatan-π,

pembentukan dari ikatan-σ baru ke satu karbon, dan penyusunan tunggal

(yaitu, tidak berpasangan) elektron pada atom karbon pusat (Gambar 2.3); Ini

merupakan reaksi inisiasi dalam arti bahwa rantai polimerisasi telah dimulai.

Pemecahan itu selektif pada atom karbon yang lebih tidak terlindung, sebagai

lawan yang mengarah ke posisi terminal untuk elektron radikal bebas. Hal ini

didorong oleh hambatan sterik dari kelompok methylcarboxyl dan metil -

dengan lebih mudah untuk mendapatkannya. Dapat dibayangkan bahwa

beberapa pemecahan mungkin mengambil rute yang hanya sedikit

menguntungkan, dan bahkan dilakukan dalam proposi yang kecil, karena

tabrakan yang secara acak dan tidak „disengaja‟. Namun radikal yang

dihasilkan juga sangat tidak stabil dan mengalami reaksi yang cepat, mungkin

oleh abstraksi hidrogen, sehingga bukan jenis yang signifikan dalam

keseluruhan reaksi berantai (Darvell, 2009).

Gambar 2.3 : Proses initiation polimerisasi resin komposit (Darvell, 2009)

2.5.2 Propagation

Radikal bebas yang baru adalah sama dalam hal kemampuan pemecahan

satu ikatan ganda dengan cara yang sama persis, dan menghasilkan ikatan

radikal lainnya, dan seterusnya. Proses reaksi berulang dari jenis yang sama

disebut propagasi rantai (Gambar 2.4). Hal ini dapat dilihat karena sebagian

besar bagian molekul di sekitar elektron baru, efek penghambat sterik untuk

pemecahan terhadap ikatan rangkap berikutnya bahkan lebih besar, dan dapat

dipastikan bahwa hampir semua pemecahan menghasilkan residu metil

metakrilat yang dihubungkan oleh jembatan metilen, -CH2-. Rantai polimer

membawa radikal bebas aktif dengan cara ini disebut rantai tumbuh atau

hidup. Radikal propilen yang terbentuk akan menyerang monomer propilen

lainnya terus menerus dan membentuk radikal polimer yang panjang, Pada

tahap ini tidak terjadi pengakhiran, polimerisasi terus berlangsung sampai

tidak ada lagi gugus fungsi yang tersedia untuk bereaksi. Cara penghentian

reaksi yang biasa dikenal adalah dengan penghentian ujung atau dengan

menggunakan salah satu monomer secara berlebihan (Darvell, 2009).

Gambar 2.4 : proses propagation polimerisasi resin komposit (Darvell,

2009).

2.5.3 Termination

Tahapan ini adalah proses penghentian rantai polimer dengan cara

penggabungan dua rantai polimer yang masih mengandung radikal, proses

terminasi dapat memulai cara kombinasi dan disproporsionasi. Kombinasi

terjadi ketika pertumbuhan polimer dihentikan oleh elektron bebas yang

berasal dari dua rantai yang tumbuh yang bergabung dan membentuk rantai

tunggal. Disproporsionasi menghentikan reaksi propagasi ketika radikal

bebas mengambil atom hidrogen dari rantai aktif (O‟ Brien, 2002).

Gambar 2.5: proses termination polimerisasi resin komposit (Darvell, 2009).

BAB III

PENYINARAN RESIN KOMPOSIT (LIGHT CURING RESIN KOMPOSIT)

3.1 Light Curing History

Sumber cahaya untuk material restorasi berbasis resin (resin komposit)

telah diperkenalkan pada tahun 1970. Unit curing yang pertama dikeluarkan

menggunakan sumber cahaya ultraviolet (UV), radiasi ultraviolet (radiasi dengan

panjang gelombang di bawa 385 nm) dan radiasi cahaya (iluminasi) dengan

panjang gelombang di atas 500 nm dapat menyebabkan kerusakan pada pulpa dan

harus dieliminasi dari radiasi yang dihasilkan oleh lampu curing pada kedokteran

gigi. Berdasarkan standar ISO (ISO TS106650,1999), intensitas cahaya dapat

dibagi menjadi tiga daerah panjang gelombang yaitu daerah 190-385 nm, 400-515

nm dan panjang gelombang di atas 515 nm, ketiga daerah tersebut diukur dari

empat jenis filter yang berbeda. Standar ultraviolet yang berbahaya diterbitkan

oleh American Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH)

megidentifikasi nilai ambang batas cahaya untuk seseorang agar aman dari cahaya

yang terpapar waktu bekerja. Ultraviolet terbagi menjadi tiga pita daerah pajang

gelombang: UV-A (400-315 nm), UV-B (315-280 nm) dan UV-C (280-100 nm)

sesuai untuk jaringan hidup, UV-A merupakan ultraviolet yang sering digunakan

dalam bidang kedokteran gigi. Batas yang dispesifikasikan unuk UV-A tanpa alat

protektif pada mata yaitu 1 mW/cm2

dalam waktu 1000 detik untuk satu hari,

dengan adanya kelemahan dari sumber cahaya ultraviolet dikembangkanlah

sumber cahaya dari cahaya tampak seperti QTH (quartz tungsten helogen), PAC

(plasma arc), LED (light emiting diode) dan lain lain (Fitriyani dan Herda, 2008).

3.2 Light Curing Unit

Ada empat jenis utama sumber cahaya yang telah dikembangkan untuk

digunakan dalam polimerisasi bahan kedokteran gigi (Singh dkk., 2011).

3.2.1 Quartz Tungsten Halogen (QTH)

Quartz Tungsten Halogen merupakan metode yang paling populer,

lampu halogen menghasilkan cahaya melalui pemanasan filament tungsten

dengan temperature tinggi. Lampu halogen menghasilkan cahaya ketika arus

listrik mengalir melalui filament tungsten tipis yang berfungsi sebagai resistor,

filament dipanaskan energi diemisikan dalam bentuk radiasi yang memiliki

panjang gelombang yang bergantung pada suhu yang dicapai. Temperatur

tinggi diperlukan untuk mencapai emisi cahaya tampak, unit halogen yang

digunakan dalam bidang kedokteran gigi memiliki sistem kusus untuk

menyaring bagian yang tidak diperlukan dari spektrum. kekuatan cahaya yang

dikeluarkan <1% dan selebihnya dihasilkan dalam bentuk panas, intensitas

cahaya yang digunakan untuk memperoleh polimerisasi yang adekuat yaitu

300mW/cm2 pada daerah panjang gelombang 400-515 nm dengan waktu

penyinaran sesuai anjuran pabrik, unit halogen direkomendasikan secara

umum dengan waktu penyinaran antara 20 detik dan 60 detik untuk ketebalan

komposit 2 mm (Fitriyani dan Herda, 2008).

Adapun kelebihan atau keunggulan dari unit curing Quartz Tungsten

Halogen (QTH) (Stein, 1997).

- hidup lebih lama (hingga 5000 jam, tergantung pada penggunaan)

- Efficacy / kemanjuran sedikit lebih tinggi dan depresiasi cahaya

rendah

Adapun kekurangan atau kelemahan dari unit curing Quartz Tungsten

Halogen (QTH) (Malhotra dan mala, 2010).

- QTH memiliki waktu pengerasan yang lebih lambat

- Unit ini relatif besar dan tidak praktis

- Cahaya out put berkurang dengan waktu dan demikian perlu sering

diganti

- QTH memiliki kinerja energi yang rendah dan menghasilkan

temperatur yang tinggi

- QTH memerluka filter dan kipas ventilasi

3.2.2 Plasma Arc Curing (PAC)

Cahaya Plasma Arc Curing (PAC) merupakan unit light curing

berintensitas tinggi. PAC memiliki sumber cahaya yang lebih intens (bola

lampu neon yang mengandung plasma), memungkinkan untuk waktu

pemaparan yang pendek. Cahaya diperoleh dari gas konduktif elektrik (xenon)

yang disebut plasma yang terbentuk antara dua elektroda tungsten di bawah

tekanan. Spektrum cahaya yang disediakan oleh plasma dibatasi. Panjang

gelombang dari pancaran cahaya berintensitas tinggi ditentukan oleh bahan

pelapis bola lampu dan disaring untuk meminimalkan transmisi energi infra

merah dan UV dan untuk memungkinkan emisi dari cahaya biru (400 nm

sampai 500 nm). Hal ini juga membantu menghilangkan panas dari sistem.

Karena cahaya dengan intensitas tinggi yang tersedia pada panjang gelombang

yang lebih rendah, unit ini mampu untuk curing komposit dengan fotoinisiator

selain kamforkuinon. Efisiensi klinis komparatif dari lampu PAC sangat

tergantung pada jenis fotoinisiator digunakan. Unit-unit ini memiliki out put

energi yang tinggi dan waktu curing yang singkat. Pencahayaan 10 detik dari

cahaya PAC setara dengan 40 detik dari cahaya QTH. Unit ini telah terbukti

memiliki tingkat konversi yang tinggi dan kedalaman cure untuk sel darah

merah/RBCs dibandingkan dengan unit QTH. Sistem ini bekerja pada panjang

gelombang antara 370 nm dan 450 nm atau antara 430 nm dan 500 nm

(Malhotra dan mala, 2010).

Adapun kelebihan atau keunggulan dari unit curing Plasma Arc Curing

(PAC) (geissberger, 2010).

- Waktu curing adalah keuntungan yang paling signifikan dari PAC

light

- Sekitar tiga detik yang dibutuhkan untuk restorasi komposit tipikal

warna A2

- Waktu curing yang singkat mengurangi waktu kursi dan resiko

kontaminasi dari kelembaban selama proses curing

Adapun kekurangan atau kelemahan dari unit curing Plasma Arc

Curing (PAC) (Malhotra dan mala, 2010).

- Produksi panas harus dikontrol

- PAC lights mahal

- Penggantian cahaya (bola lampu) mahal

- Sebagian besar perangkat besar, berat dan tebal

- PAC lights memiliki kinerja energi yang rendah

- Memerlukan filter dan kipas ventilasi

3.2.3 Light Emiting Diode (LED)

Light emiting diode merupakan teknologi terbaru untuk polimerisasi

matrial restorative kedokteran gigi yang dikatifkan oleh cahaya, light emiting

diode menggunakan penghubung semikonduktor untuk menghasilkan cahaya

pada filamen panas yang digunakan pada lampu halogen. LED menghasilkan

cahaya tampak dengan efek kuantum mekanik, kombinasi spesial dengan dua

semi konduktor yang berbeda digunakan untuk mengemisikan sifat cahaya

dengan distribusi spektrum bagian sempit yang spesifik. Dengan kata lain

teknologi LED lebih efesien untuk mengkonversi arus listrik menjadi cahaya,

waktu hidup efektif yang dimiliki LED adalah 1000 jam dan mengalami

sedikit degradasi pada out put terhadap waktu, unit ini tidak menggunakan

filter karena spectral out put LED Galium Nitrida sesuai dengan serapan

spektrum camphorquinone (Fitriyani dan Herda, 2008).

Adapun kelebihan atau keuntungan dari unit curing Light emiting diode

(LED) (farah dan Powers, 2005).

- Baterai bertenaga

- Mudah dibawa dan ringan

- Energi yang efisien dan baterai yang tahan lama

- Memancarakan panas yang rendah

- Tahan lama

Adapun kekurangan atau kelemahan dari unit curing Light emiting

diode (LED) (Malhotra dan mala, 2010).

- Baterai harus di isi ulang

- Biayanya lebih besar dari cahaya halogen konvensional

- Waktu pengerasan yang lebih lambat dibandingkan dengan PAC

light dan beberapa cahaya halogen yang di sempurnakan

3.2.4 Aragon-IPN Lasers

Lamps lasers merupakan lamps berintensitas tinggi berdasarkan prinsip

laser. Panjang gelombang yang dipancarkan tergantung pada bahan yang

digunakan (argon menghasilkan cahaya biru). Lamps lasers Argon memiliki

intensitas tertinggi. Lamps ini bekerja dalam rentang panjang gelombang yang

terbatas, tidak memerlukan filter, dan memerlukan waktu pemaparan yang

pendek untuk curing sel darah merah/RBCs. Perangkat tersebut menghasilkan

out put inframerah yang sedikit, sehingga tidak banyak panas yang diproduksi.

Perangkat ini bekerja pada lebar pita tertentu dari kisaran cahaya 454 nm

sampai 466 nm, 472 nm sampai 497 nm, dan 514 nm. Karena laser adalah

sinar/sorotan sempit dari cahaya yang koheren, tidak kehilangan kekuasaan

atas jarak yang terjadi seperti terlihat pada unit QTH. Oleh karena itu, argon

lasers light curing merupakan unit pilihan untuk daerah yang tidak terjangkau

(Malhotra dan Mala, 2010).

Adapun kelebihan atau keunggulan dari unit curing Aragon-IPN Lasers

diantaranya (McCabe Dan Walls, 2008).

- Radiasi yang dihasilkan dalam distribusi panjang gelombang yang

sempit, jika cocok dengan spektrum penyerapan inisiator / system

penggerak, menghasilkan peningkatan efisiensi

- Laser adalah kemampuan memancarkan sinar terkolimasi radiasi

yang dapat menempuh jarak yang besar tanpa pendispersi /

penyebaran

Adapun kekurangan atau kelemahan dari unit curing Aragon-IPN

Lasers diantaranya (Malhotra dan Mala, 2010).

- Kedalaman pengerasan dibatasi sampai 1,5 mm hingga 2 mm

- Ujung curing kecil, sehingga membutuhkan lebih banyak waktu

untuk pengerasan

- Aragon lasers memiliki out put spectral yang sempit

- Aragon lasers mahal

3.3 Mekanisme light curing

Sumber sinar biasanya adalah suatu bohlam tungsten halogen. Sinar putih

dipancarkan dari bohlam melalui suatu filter yang menyaring sinar ultra merah

dan spektrum tampak mata dengan panjang gelombang lebih dari 500 nm.

Keluaran memang dapat berbeda-beda dari berbagai sinar, termasuk kisaran

panjang gelombang yang terpaparkan, diperlukan waktu 80-240 detik bagi sinar

berintensitas rendah untuk mencapai hasil yang sama seperti yang dihasilkan oleh

pemaparan sinar intensitas tinggi selama 20-60 detik. Ketika melakukan

polimerisasi resin melalui struktur gigi, waktu pemaparan harus diperpanjang 2

atau 3 kali untuk mengimbangi penurunan intensitas sinar. Sumber sinar juga

mengeluarkan sinar dengan intensitas berbeda-beda setelah beberapa waktu,

tergantung pada mutu dan usia lampu, adanya kontaminasi seperti residu

komposit pada ujung sinar, dan jarang antara ujung sinar dengan restorasi.

Selanjutnya sumber sinar harus diperiksa secara teratur dan operator harus selalu

menempatkan ujung sinar sedekat mungkin dengan bahan restorasi, juga operator

harus menyadari bahwa sinar diserap ketika melalui struktur gigi, karena

menyebabkan pengerasan tidak sempurna pada daerah kritis seperti boks

proksimal (Anusavice, 2004).

3.4 Kelebihan dan kekurangan visible light curing

Spektrum cahaya tampak memiliki banyak kelebihan yang berikutnya akan

disortir (Anonime, 2007).

1. Ideal untuk pengerasan melewati bagian yang tebal

2. Pengerasan yang dapat melewati bahan penyerap warna atau UV

3. Proses resiko keamanan yang lebih sedikit terhadap mata dan kulit

4. Konsumsi energi dan biaya pemeliharaan yang lebih rendah

Melalui sistem yang memanfaatkan spektrum tampak memiliki banyak

manfaat, ada beberapa kelemahan yang dapat menghambat kemajuan itu di

tahun-tahun mendatang (Haruyama, 2011).

1. Suatu sistem dari visible light curing rentan terhadap gangguan dari

sumber cahaya lain, sepert sinar matahari, lampu pijar, lampu neon dll.

2. Kapasitas visible light curing cukup singkat dan bekerja salama beberapa

meter.

3. Kekurangan lain yang penting adalah bahwa visible light curing

memerlukan line of sight (LOS), dengan kata lain kita hanya bisa

mengirimkan data di mana ada cahaya.

BAB IV

PEMBAHASAN

Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua atau

lebih komponen, yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda

(Sularsih dan Sarianoferni, 2007). Komposisi resin komposit terdiri dari monomer

dasar resin Bis-GMA atau Bowen‟s, monomer pengencer seperti triethylene atau

tetraethylene glycol dimethacrylate untuk kemudahan mengalir, monomer pengisi

yang bersifat penguat seperti crystalline quartz, lithium aluminosilicate, barium

aluminoborate silica glass, dan fused silica, bahan penggabung untuk

mendapatkan ikatan adesif yang sangat stabil oleh bahan pengisi terhadap resin

dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan dari komposit (Susanto, 2005).

Sumber cahaya digunakan untuk mengaktivasi fotoinisiator matrial

restoratif berbasis resin untuk memulai polimerisasi. Fotoinisiator diaktivasi oleh

foton, perubahan struktur molekul matrial restoratif (polimerisasi) terjadi karena

konversi monomer menjadi jaringan (network) polimer. Jumlah fotoinisiator yang

teraktivasi bergantung pada konsentrasi fotoinisiator dalam matrial dan energi

foton, keduanya bergantung pada sumber cahaya. Aktivasi fotoinisiator terjadi

pada panjang gelombang yang spesifik. Camphorquinone merupakan fotoinisiator

yang paling umum digunakan dalam bidang kedokteran gigi, aktivitas puncak

gelombang berada diantara 470 dan 480 nm (Fitriyani dan Herda, 2008).

Ada 3 tahapan yang terjadi pada proses polimerisasi yaitu inisiasi dimana

molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses

pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan panjang

gelombang 460-485 nm. Tahapan kedua adalah propagasi, pada tahapan ini

monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan

jumlah monomer tertentu. Tahapan terakhir adalah terminasi dimana rantai

membentuk molekul yang stabil (Susanto, 2005).

Penyinaran yang tidak menyeluruh pada permukaan tumpatan resin

komposit juga akan menyebabkan penyusutan, hal ini dihubungkan dengan berat

molekuler dari monomer resin dan jumlah monomer yang berikatan menjadi

polimer resin (Lai dan Johnson, 1993). Intensitas sinar juga perlu diperhatikan,

untuk itu ujung alat sinar harus diletakan sedekat mungkin dengan permukaan

tumpatan (1 mm) tanpa mnyentuhnya. Kekerasan bahan resin komposit juga

ditentukan oleh ketebalan bahan, idealnya resin komposit diletakan sebagai bahan

restorasi sekitar 2-2,5 mm, dengan demikian sinar dapat menembus masuk sampai

lapisan paling bawah (Susanto, 2005).

Lamanya suatu penyinaran adalah hal yang harus di perhatikan dengan

cermat, oleh karna hal ini juga mmpengaruhi kekerasan permukaan resin

komposit. Berdasarkan Bruce dkk. (1994) terlihat adanya penambahan tingkat

kekerasan seiring dengan semakin lamanya waktu penyinaran (60 detik). Namun

dari segi ketebalan bahan, penyinaran dengan tebal bahan 4 mm mempunyai nilai

kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan tebal 2 mm dan 3 mm,

walaupun pada penyinaran 20 detik antara ketebalan 2 mm dan 4 mm perbedaan

nilai kekerasannya tidak terlalu bermakna. Pada setiap penambahan lama waktu

penyinaran didapatkan peningkatan kekerasan, sebaliknya pada penambahan tebal

bahan terjadi penurunan kekerasan resin komposit. Kekerasan maksimal terjadi

pada keadaan dengan tebal bahan 2mm dan disinar selama 60 detik, idealnya

suatu bahan resin komposit diletakan sebagai bahan restorasi sekitar 2-2,5 mm,

dengan demikian proses polimerisasi dapat berlangsung dengan maksimal.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu penyinaran

dapat mempengaruhi polimerisasi resin komposit dan kekerasan permukaan

resin komposit, ketebalan bahan restorasi juga dapat mempengaruhi lamanya

waktu penyinaran sehingga menghasilkan pengerasan yang maksimal.

Kekerasan maksimal terjadi pada keadaan dengan tebal bahan 2mm dan

disinar selama 60 detik, idealnya suatu bahan resin komposit diletakan

sebagai bahan restorasi sekitar 2-2,5 mm dengan demikian proses

polimerisasi dapat berlangsung dengan maksimal.

5.2 Saran

Proses penyinaran resin komposit merupakan hal yang sangat penting,

penyinaran bahan tumpatan resin komposit secara lapis demi lapis dengan

ketebalan bahan tidak lebih dari 3 mm setiap lapisnya, dengan demikian

diharapkan polimerisasi oleh sinar dapat berlangsung secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni A., Yuliati A., Nirwana I., 2005, „Perlekatan Koloni Streptococcus

mutans pada permukaan resin komposit sinar tampak‟, Majalah Kedokteran

gigi bagian ilmu material dan teknologi kedokteran gigi Universitas

Airlangga. Vol. 38. No 1, hlm : 8-11.

Anonime, 2007, „Puts Bonding in a Whole New Light‟, Tabloit of Light cure

Adhesives.

Anusavice, K. J. 2004, Buku Ajar Ilmu bahan kedoteran gigi, Edd. Ke-10, EGC,

Jakarta.

Bergmann A. dan Kieschnick A., 2009, „Komposit – Entscheidend ist die

Rezeptur,‟ Dental Education Media Fuchstal No. 12 hlm: 506-519.

Bruce J. C.,Hewlett R. R., Jo Y., Hobo H., Sumiya, Hornbrook D., Comtemporary

esthetic dentistry practice fundamentals. Tokyo: Quintessence; 1994.

hlm. 60-99.

Chan K.H. S., Mai Y., Kim Y., Kim H., Tong K. C. T., NG D., Hsiao J. C. M.,

2010, „Resin Composite Filling’, Department of zoology, Universitas of

British Columbia, Vancouver,V6T 1Z4.

Cramer N. B., Stansbury J. W., Bowman C. N., 2011, „Recent Advances and

Developments in CompositeDental Restorative Materials’, Critical Reviews

in Oral Biology and Madicine.

Darvell B. W., 2009, „Materials Science of Dentistry -9th

Ed’, Former Reader in

Dental Materials Scince, Hong kong.

Farah J. W dan Powers J. M. 2005, Improved Patient Care Through Research,

The Dental Advisor. Vol. 71, No. 10

Ferrancane J.L., 1995, „Current trends in dental composites’, Cartical reviews in

oral biology and medicine, Vol. 6(4): 302-318.

Fitriyani, S., Herda, E., 2008, „Perkembangan Sumber Cahaya Dalam Bidang

Kedokteran Gigi‟, Dentika Dental Jurnal, vol 13. No 1

Geissberger M. 2010, „Esthetic Dentistry in Clinical Practice,‟ Blackwell

Munksgaard. USA.

Gracia A. H., Lozano M.A.M., Vila J.C., Escribano A. B., Galve P. F., 2006,

„Composite resins. A review of the materials and clinical indications,‟Med

Oral Patol Oral Bucal. No. 11, hlm 15-20

Haruyama S., “Visible Light Communications: Recent Activities in Japan”,

Presentation at Smart Spaces: A Smart Lighting ERC Industry - Academia

Day at BU Photonics Center, Boston University, February 2011.

Lai J. H., Johnson A. E., Measuring polymerization shrinkage of photo-activated

restorative materials by a water-filled dilatometer. Dent Mater Journal

1993; 9: 139 – 43.

Lesage B. P., 2007, „Aesthetic anterior composite restoration: A Guide to direct

placement’, The dental clinics of north America, No. 51, hlm 359-378.

Lindberg A., 2005, „Sandwich restorations and Curing techniques’, Departemen

of dental hygienist Education, Faculty of Medicine Umea University,

Sweden.

Malhotra N., Mala K., 2010, „Light-Curing Considerations for Resin-Based

Composite Materials: A Review. Part I’, Review of Intraoral harvesting for

Bone Augmentation: Selection Criteria, Alternative sites, and case report,

Vol. 31, No.7, hlm 498-504.

McCabe J. F Dan Walls A. W. G. 2008, Applied Dental Matrials, Blackwell

Munksgaard Ed. 9. USA.

O‟Brien W. J., 2002, „Dental Material and Their Selection –3rd

Ed‟,Penerbit

Quintessence books, Barcelona.

Okte Z., Villalta P., Garcia-Godoy F., Jr. Gracia-Godoy F., Murray P., Effect of

curing time and light curing systems on the surface hardness of compomers.

Op Dent 2005; 30(4): 54-5.

Permatasari R., Usman M., 2008, „Penutupan Diastema dengan menggunakan

komposit Nanofiller,‟ Indonesian Jurnal of Dentistry, No. 15 (3), hlm :

239-246.

Peyton J., 2002, „Direct restoration of anterior teeth: review of the clinical

technique and case presentation. No. 14(3), hlm : 203-210.

Roeters J. J., Shortall A. C. C., Opdam N. J. M., 2005, „Can a single composite

resin serve all purposes,’ British Dental Journal. Vol. 199 No. 2, hlm

:73-79.

Singh T. K., Ataide I., Fernandes M., Lambor R. T., 2011, „Light Curing Devices

–A Clinical Review’, Jurnal of Orofacial Research, Vol. 1, hlm. 15-19.

Stein B., 1997, Building Technology ‘Mechanical and Electrical System‟. Jhon

Wiley and son inc. Canada.

Sturdevant C., 2002, „Art and Science of operativ dentistry’, A Harcourt health

sciences company.

Sularsih, Sarianoferni. 2007, „Penggunaan Resin Komposit Untuk Mengurangi

Resiko Barodontal‟, Jurnal Kedokteran gigi FKG-HUT, vol. 1

Sundari I., dan Indrani D.J., 2009, „Peran Filler Terhadap Fracture Toughness

pada Komposit Resin,‟ M. I. Kedoteran Gigi. Vol. 24 No. 1, hlm: 42-45.

Susanto, A. A., 2005, „Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu

Penyinaran Terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar‟,

Majalah Kedokteran Gigi (Dent. J.), Vo 38. No 1, Hlm 32 – 35.

Takahashi H., Nishiyama N., Arksornnukit M., 2012, „Effects of silane coupling

agents and solutions of different polarity on PMMA bonding to

alumina’,Dental Materials Journal No. 31(4), hlm : 610-616.

Trijlo M., Newman SM., Stanbury JW., Use of Near-IR to monitor the influence

of external heating on dental composite photopolymerization. DentMater

2004; 20:766-77.

Uctasli S, Tezvergil A, Lassila LVJ, Vallittu, PK. The degree of conversion of

fibber-reinforced composites polymerized using defferent light-curing

sources. Dent Mater 2005; 21:469-75.