hubungan antara tingkat pendidikan kreatif siswa kelas xi

34
HUBUNGAN ANTARA KREATIF SISWA KE SRIG Diajukan Kepada Fakult Untu UNIVE A TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN ELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS SALATIGA OLEH GANDI KURNIOMEGA TANDISAU 802008102 TUGAS AKHIR tas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Da uk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program StudiPsikologi FAKULTAS PSIKOLOGI ERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 N BERPIKIR KRISTEN I ari Persyaratan

Upload: buithu

Post on 23-Jan-2017

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN BERPIKIR

KREATIF SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN I

SRIGANDI KURNIOMEGA TANDISAU

Diajukan Kepada Fakultas

Untuk

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

1

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN BERPIKIR

KREATIF SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN I

SALATIGA

OLEH

SRIGANDI KURNIOMEGA TANDISAU

802008102

TUGAS AKHIR

Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program StudiPsikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

1

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN BERPIKIR

KREATIF SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN I

Dari Persyaratan

Page 2: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

2

Page 3: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

3

Page 4: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

4

Page 5: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

5

Page 6: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

6

Page 7: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN

KREATIF SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN I

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN BERPIKIR

KREATIF SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN I

SALATIGA

Srigandi Kurniomega Tandisau

Chr. Hari Soetjiningsih

Ratriana Y. E. Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

7

IBU DENGAN BERPIKIR

KREATIF SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN I

Page 8: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

1

1

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu

dengan berpikir kreatif siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Kristen I Salatiga.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik random class dengan subjek penelitian

berjumlah 112 subjek di kelas XI SMA Kristen I Salatiga. Alat yang digunakan untuk

pengumpulan data adalah Tes Kreativitas Figural. Analisis data dengan menggunakan

teknik analisis Spearman rho dan diperolehhasil r= -0,028 dengan signifikansi 0,771

(p<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubung anantara tingkat

pendidikan ibu dengan berpikir kreatif siswa.

Kata Kunci: berpikir kreatif, tingkat pendidikan ibu, siswa, SMA

Page 9: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

2

Abstract

The main objective of the study was to find out the relationship between mother’s

educational level and student’s creative thinking at class XI of Christian Senior High

School Salatiga. A total number 112 students participated in the study. Participants were

selected using random class. Figural Creativity Test was used to measure creative

thinking potential of participants on four elements. Spearman rho was used to verify

hypothesis. The correlation coefficient between mother’s educational level and student’s

creative thinking at class XI of Christian Senior High SchoolSalatiga is r= -0,028 with a

significance 0,771 (p<0,05) which means that there is no significant correlation between

mother’s educational level and student’s creative thinking at class XI of Christian

Senior High School Salatiga.

Keywords: creative thinking, mother’s education level, students, high school

Page 10: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

1

1

PENDAHULUAN

Dalam perkembangannya, seorang anak harus berkembang baik dalam semua

aspek, salah satunya adalah kreativitas.Setiap periode perkembangan manusia

membawa persyaratan kompetensi yang baru, tantangan dan peluang untuk

pertumbuhan pribadi.Periode yang berbeda dari kehidupan menghadirkan bentuk dasar

dari tantangan dan tuntutan kompetensi tertentu yang berfungsi untuk kesuksesan. Ada

banyak cara dalam menjalani kehidupan dan setiap periode tertentu, beragam orang

meletakkan dasar pada bagaimana mereka berhasil mengelola hidup mereka dalam

lingkungan di mana mereka dibesarkan (Bandura, dalam Trivedi & Bhargava, 2010).

Pada awal abad ke 19 kata kerja “to create” jarang digunakan.Sekarang ini

pentingnya kreativitas makin bertambah. Para ahli dari segala bidang menjadi sadar

akan pentingnya kreativitas dan perkembangan dari berpikir kreatif. Dalam pendidikan,

berpikir kreatif bermacam-macam mulai dari melengkapi ide-ide baru ke cara-cara baru

dari pemikiran dan pemecahan masalah.Hal itu menjelaskan bahwa kreativitas bukanlah

sebuah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang tidak ada artinya, melainkan

kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru melalui penggabungan, perubahan atau

mengggunakan kembali ide-ide yang telah ada (Anwar dkk, 2012).Kreativitas

merupakan aspek penting dari kehidupan seseorang dimulai dari kehidupan embrio

sampai dewasa.

Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat sesuatu dengan cara yang baru,

untuk melihat dan memecahkan masalah dengan cara yang berbeda, yang belum dicoba

dan tidak biasa, dan untuk terlibat dalam pengalaman mental dan fisik yang baru, unik

atau berbeda (Trivedi & Bhargava, 2010).

Page 11: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

2

Selain itu, Munandar (1999) juga menyatakan bahwa kreativitas adalah

kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-

unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal baru, tetapi dapat juga

merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Lebih lanjut

Munandar (1999) menyatakan bahwa banyak orang menganggap kalau kreativitas

hanya dapat diajarkan jika dikaitkan dengan bidang subjek (mata ajaran) tertentu, dan

hal ini tidak benar. Kreativitas dapat diajarkan dalam konteks yang “content free”, lepas

dari bidang materi tertentu, atau dapat dilekatkan dengan konten atau bidang subjek

khusus.

Pada dasarnya, setiap orang dilahirkan dengan memiliki potensi kreatif. Namun,

kenyataannya seringkali orang tua mengabaikan akan pentingnya kreativitas bagi

seorang anak ataupun remaja. Kreativitas pada remaja dapat tumbuh dan berkembang

baik apabila lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah turut menunjang dalam

mengekspresikan kreativitasnya. Tetapi pada kenyataannya dunia pendidikan lebih

banyak menekankan pada aspek hafalan serta mencari satu jawaban yang benar

terhadap soal-soal yang diberikan pada peserta didik. Selain itu, orang tua juga hanya

menekankan pentingnya prestasi akademik saja, sehingga hal ini semakin menyebabkan

terjadinya kasus tawuran, kekerasan antar remaja, dan penggunaan narkoba yang saat

ini sudah semakin mengkhawatirkan (Sumarno, 2004).

Salah satu Sekolah Menengah Atas yang mempunyai misi dalam

mengembangkan kreativitas yaitu SMA Kristen I Salatiga.Berdasarkan hasil wawancara

yang telah dilakukan oleh penulis dengan Kepala Sekolah SMA Kristen I Salatiga

diketahui bahwa sekolah juga mendukung dalam mengembangkan kreativitas peserta

Page 12: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

3

didik, mereka tidak hanya mendukung tetapi mereka juga memasukkan kreativitas

sebagai salah satu misi sekolah.

Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan

yang tepat (Munandar, 1999). Pendidikan menjadi salah satu hal yang sangat penting,

karena dalam pendidikan terkandung pembinaan, pengembangan, dan peningkatan.

Aktivitas pendidikan dapat berlangsung di dalam keluarga (informal), dalam sekolah

(formal), dan dalam masyarakat (non formal), dari ketiganya memberikan sumbangan

tertentu terhadap perkembangan anak ataupun remaja.

Menurut Santrock (2012), masa remaja adalah masa yang paling sederhana

karena tidak berlakunya aturan. Remaja selalu mencoba banyak hal, berusaha mencari

yang cocok dengan dirinya. Pada akhirnya, hanya dua hal yang dapat diwariskan orang

tua kepada remajanya, yaitu akar (dasar yang kuat) dan sayap (kebebasan). Selain itu,

Gunarsa dan Gunarsa (1983) mengungkapkan bahwa ciri utama remaja adalah

berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui dan mempunyai

keinginan menjelajah ke alam yang lebih luas yang berkaitan erat dengan ciri-ciri

kreativitas.

Orang tua dapat berperan penting sebagai manajer terhadap peluang-peluang

yang dimiliki remaja, mengawasi relasi sosial remaja, dan sebagai inisiator dan pengatur

kehidupan sosial (Parke & Buriel, dalam Santrock, 2007). Visi yang lebih akurat

mengenai masa remaja adalah saat untuk mengevaluasi, mengambil keputusan,

berkomitmen, dan mengukir tempat di dunia. Sebagian besar masalah remaja saat ini

bukanlah pada remaja itu sendiri. Yang dibutuhkan oleh remaja adalah akses terhadap

berbagai kesempatan serta dukungan jangka panjang dari orang dewasa yang sangat

memerhatikan mereka (Balsano, Theokas, Bobek, Lerner dkk, Swanson, Edwards,

Page 13: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

4

&Spencer, dalam Santrock, 2012). Selain itu, Youniss dan Ruth (dalam Santrock, 2007)

menyatakan bahwa untuk membantu remaja mencapai potensi seutuhnya, salah satu

peran orang tua yang penting adalah menjadi manajer yang efektif, yang menemukan

informasi, membuat kontak, membantu pilihan-pilihannya, dan memberikan bimbingan.

Dalam kebanyakan kasus, orang tua yang bertanggung jawab untuk merangsang

dan mengarahkan minat anak(Csikszentmihalyi, 1996).Salah satu contoh klasik yang

sangat kreatif dan sangat berbakat yang tidak dilakukan dengan baik di lingkungan

sekolah adalah Albert Einstein. Einstein mendapatkan nilai umumnya baik di SMA

Munich yang sangat tradisional, tapi ia membencinya karena kesuksesan tergantung

pada hafalan dan ketaatan pada otoritas yang sewenang-wenang. Einstein menimbulkan

begitu banyak masalah dan guru menyarankan Einstein untuk keluar dari sekolah karena

kehadirannya sangat menghancurkan dan membuat murid lain tidak hormat akan

otoritas. Akhirnya pada usia 15 tahun, Einstein dipindahkan ke sekolah yang baru di

Swiss di mana ide-idenya bisa dibebaskan (Kim, 2008).

Menjadi individu yang kreatif bukanlah produk instan, melainkan sebuah proses

pembelajaran yang terus menerus dan dimulai sejak dini. Menurut Zunlynadia (2010),

dalam proses kreatif tersebut, seringkali pendidik terutama orang tua mendapati anak

mereka berlaku aktif merugikan bagi orang dewasa, sehingga bagi orang dewasa

menyebut perlakuan anak tersebut sebagai bentuk kenakalan. Seorang anak berperilaku

kreatif biasanya selalu bersifat ingin tahu, eksploratif, tidak puas dengan satu jawaban

dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru.

Dalam menyikapi perilaku anak, orang tua ataupun individu dewasa perlu

berhati-hati. Jangan sampai ada kekeliruan dalam memberikan penilaian terhadap

perilaku mereka. Lebih lanjut Zunlynadia (2010) menjelaskan bahwa orang tua atau

Page 14: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

5

orang dewasa perlu lebih teliti dalam melihat apakah perilaku yang muncul merupakan

bentuk kenakalan ataukah wujud dari pemikiran kreatif anak. Perilaku kreatif pada

dasarnya muncul sebagai cerminan dari rasa ingin tahu yang besar dan didorong oleh

adanya keberanian untuk mencoba. Berbeda dengan perilaku kreatif, perilaku nakal

pada dasarnya muncul ketika memang ada kesengajaan untuk tujuan yang kurang baik.

Namun, seringkali orang tua atau orang dewasa hanya memfokuskan diri pada perilaku

yang muncul tanpa menelusuri sebab-sebab dari perilaku yang muncul tanpa menelusuri

sebab-sebab dari perilaku yang ditampakkan. Ketika ada perilaku yang tidak diharapkan

muncul, orang tua atau orang dewasa kerap secara langsung memfokuskan pada

perilakunya dalam memberikan label “nakal” dengan cepat.

Di Indonesia ada begitu banyak karya-karya kreatif yang telah dihasilkan oleh

anak-anak Indonesia, salah satunya adalah mobil Esemka Digdaya. Esemka Digdaya

adalah proyek mobil nasioal siswa SMK 1 Singosari Malang. Mobil double kabin ini

menggunakan kerangka Isuzu Panther dengan suspensi dari Mitsubishi L300.

Sayangnya, mobil karya anak bangsa ini tidak mendapatkan perhatian lebih dari

pemerintah. Mereka bahkan tidak dapat tempat atau stand khusus dalam ajang pameran

otomotif terbesar di tanah air yaitu Indonesia Internasional Motor Show (Efendi, 2012).

Selain itu, sebuah karya kreatif juga dihasilkan oleh Hibar Syahrul Gafur,

banyaknya kasus pemerkosaan yang terjadi membuat siswa SMPN 1 Bogor ini

membuat sebuah inovasi baru, yaitu sepatu yang dapat melindungi pemakainya dari

kekerasan seksual atau pemerkosaan.Sungguh membanggakan, karya anak bangsa ini

mendapat penghargaan di Malaysia. Seperti yang diberitakan melalui Merdeka.com,

pemuda cerdas ini menciptakan sebuah sepatu antikekerasan seksual. Sepatu ini tidak

berbeda dengan sepatu wanita tipe wedges. Di dalam hak sepatu yang tebal, ada

Page 15: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

6

rangkaian listrik yang dirancang khusus. Jika wanita merasa dalam bahaya, wanita

tersebut hanya perlu menginjak tombol yang ada dibelakan sepatu. Listrik yang ada

pada sepatu tersebut bertenaga 450 watt. Inovasi baru yang dikerjakan bersama sang

guru ini mendapatkan penghargaan di Malaysia. Sepatu antikekerasan seksual yang

diciptakan Hibar mendapat tiga medali emas dan dua perak dalam ajang International

Exhibition of Young Inventors (IEYI) 2013 di Kuala Lumpur. Inovasi baru ini tentu bisa

dikembangkan untuk melindungi para wanita. Sebuah prestasi yang membanggakan,

karena diciptakan oleh anak bangsa (Vemale.com).

Dari beberapa penjelasan atas hasil-hasil kreatif yang telah dihasilkan dapat

dijelaskan bahwa remaja membutuhkan wadah untuk menyalurkan bakat non akademik

yang terpendam akibat tekanan kurikulum sekolah yang terlalu berat dan tuntutan yang

terlalu tinggi dari orang tua dan lingkungannya. Saat ini kurangnya sarana yang

memadai untuk menyalurkan kreativitas remaja, sehingga yang memiliki potensi non

akademik tidak memiliki wadah (Mulyadi, dalam Anggadha, 2007).

Kreativitas merupakan suatu konstruk yang multidimensi, terdiri dari berbagai

dimensi, yaitu dimensi kognitif (berpikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan

kepribadian), dan dimensi psikomotor (keterampilan kreatif). Masing-masing dimensi

meliputi berbagai kategori, misalnya dimensi kognitif dari kreativitas – berpikir

divergen – mencakup antara lain kelancaran, kelenturan, orisinalitas dalam berpikir dan

kemampuan untuk memerinci (elaboration), dan lain-lain (Munandar, 1999).Oleh

karena itu, kreativitas tidak terjadi di dalam kepala orang, tetapi dalam interaksi antara

pikiran seseorang dan konteks sosial budaya (Csikszentmihalyi, 1996).

Menurut Olson (1996), berpikir kreatif terdiri dari 2 unsur, yaitu kefasihan dan

keluwesan. Kefasihan ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar

Page 16: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

7

gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Untuk mengetahui kefasihannya,

seseorang dapat diminta menyebutkan seluruh kemungkinan kegunaan dari gantungan

jas, batu bata, atau penjepit kertas selama jangka waktu tertentu. Sedangkan, keluwesan

pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-

beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Misalnya, gagasan pemecahan

masalah yang berlainan untuk memperbaiki metode membuka pintu dapat dilakukan

dengan cara menempatkan pegangan pintu pada dinding yang berdekatan dengan pintu

dan bukan menempatkan pegangan tersebut di pintu itu sendiri. Berpikir luwes juga

ditunjukkan oleh kemampuan untuk menemukan kegunaan produk yang ada. Misalnya,

seorang pemikir yang luwes mungkin mengenal bahwa kegunaan sebuah penjepit kertas

akan lebih banyak apabila dapat dipergunakan untuk menjepit benda-benda lain, atau

apabila dapat dipergunakan menggaruk, memetik, dan mengaduk.

Ada banyak faktor yang memengaruhi perkembangan kreativitas individu yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal yang memengaruhi perkembangan

kreativitas yaitu jenis kelamin, status sosial ekonomi, urutan dalam keluarga, besar

kecilnya keluarga, dan inteligensi. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi

perkembangan kreativitas yaitu waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana,

lingkungan yang merangsang, hubungan anak-orang tua yang tidak posesif, cara

mendidik anak, kesempatan memeroleh pengetahuan (Munandar, 1999).

Sebuah penelitian mengenai kreativitas telah dilakukan oleh Trivedi dan

Bhargava (2010) yang menyatakan bahwa prestasi akademik mempunyai hubungan

yang positif dengan kreativitas pada remaja. Selain itu, berdasarkan penelitiannya

terhadap remaja dan keluarganya, Larson (dalam Brooks, 2011) meyakini bahwa, untuk

perkembangan positif di tahun-tahun ini, remaja harus mengembangkan inisiatif,

Page 17: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

8

“kemampuan memotivasi diri sendiri untuk mengarahkan perhatian dan usaha meraih

tujuan yang menantang.” Selain menjadi kualitas yang penting, inisiatif juga berperan

sebagai landasan bagi kualitas penting lain seperti kreativitas dan kepemimpinan.

Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Kisti dan Fardana (2012) yang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan

kreativitas pada siswa SMK, semakin tinggi self efficacy yang dimiliki siswa SMK

maka semakin tinggi juga kreativitas pada siswa SMK. Self efficacy sendiri merupakan

keyakinan individu akan kemampuan mereka untuk melewati tantangan yang mereka

hadapi.

Kreativitas tidak dapat dipaksa tetapi harus dipelihara dan didorong untuk

kemunculannya secara penuh dan nyata. Oleh karena itu, untuk memelihara dan

mendorong potensi internal, upaya dalam mengembangkan lingkungan eksternal sangat

diperlukan dan sangat penting. Dengan menyiapkan kondisi keamanan psikologis serta

kebebasan, keluarga dapat menciptakan lingkungan yang paling bertahan bagi

munculnya kreativitas yang membangun. Faktor lingkungan memiliki dampak besar

pada potensi kreatif (Trivedi & Bhargava, 2010).

Basri(dalam Tarnoto & Purnamasari, 2012) mengemukakan salah satu faktor

yang memengaruhi kreativitas adalah kondisi dan situasi rumah tangga. Adapun yang

termasuk dalam faktor kondisi dan situasi rumah tangga antara lain: hubungan ayah dan

ibu, hubungan orang tua dan anak-anaknya, taraf kesibukan ayah dan ibu di luar rumah,

kehangatan dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, serta tingkat pendidikan orang

tua, baik ibu maupun ayah. Sikap orang tua tidak hanya memberi pengaruh kuat pada

hubungan di dalam keluarga tetapi juga pada sikap dan perilaku anak.

Page 18: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

9

Hurlock (1993) berpendapat bahwa kebanyakan anak berhasil, setelah menjadi

dewasa, berasal dari keluarga dengan orang tua yang bersifat positif dalam hubungan

mereka. Oleh karena itu, pola asuh yang digunakan orang tua sebagai metode

pendidikan anak sebagian tergantung pada cara mereka sendiri dibesarkan dan sebagian

lagi pada apa yang didapat dari pengalaman pribadi atau pengalaman bersama teman

mereka.

Selain itu, Munandar (1999) juga mengemukakan bahwa kreativitas anak akan

berkembang apabila orang dewasa maupun anak mempunyai kebiasaan-kebiasaan

kreatif, misalnya kebiasaan memertanyakan apa yang dilihat, mempunyai pandangan

baru, menemukan cara lain untuk melakukan sesuatu, dan bersibuk diri secara kreatif

sebanyak mungkin. Orang tua dapat membantu anak menemukan minat-minat mereka

paling mendalam dengan mendorong anak melakukan kegiatan yang beragam dan

menunjukkan kesempatan pada anak.Minat anak berkembang dan dapat berubah dengan

berselangnya waktu.

Sebuah penelitian yang telah dilakukan di India (Sidhu, Malhi & Jerath, dalam

Shahzada, 2011) menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki ibu yang hanya

mengenyam pendidikan lebih dari 8 tahun secara signifikan memiliki IQ lebih tinggi

dibandingkan dengan anak-anak yang mempunyai ibu yang hanya mengenyam

pendidikan kurang dari 8 tahun. Orang tua yang telah menyelesaikan pendidikan yang

tinggi ditemukan lebih mempunyai kedekatan hubungan secara pribadi dengan bayi

ataupun anak-anak mereka dibandingkan dengan orang tua yang tidak menyelesaikan

pendidikan yang tinggi (Sclafani, dalam Gratz, 2006).Yang dimaksud dengan tingkat

pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan dan kesesuaian yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan siswa/mahasiswa, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan

Page 19: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

10

yang dikembangkan, terdiri dari pendidikan dasar (jenjang pendidikan awal 9 tahun

pertama masa sekolah anak-anak), pendidikan menengah (jenjang pendidikan lanjutan

pendidikan dasar), dan pendidikan tinggi (jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor dan spesialis yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi (UU SISDIKNAS No. 20, 2003).

Penelitian terdahulu lainnya menunjukkan bahwa keunikan dari pendidikan ibu

secara signifikan mempunyai pengaruh yang kuat pada proses belajar anak-anak

mereka. Ann (dalam Gratz, 2006) mengatakan bahwa kapanpun itu pendidikan ibu

adalah salah satu faktor yang paling penting untuk memengaruhi kemampuan membaca

anak dan penghargaan/prestasi akademik lainnya. Anak-anak yang mempunyai ibu

dengan tingkat pendidikan yang tinggi tinggal di sekolah lebih lama dibandingkan

dengan anak-anak yang mempunyai ibu dengan pendidikan rendah. Orang tua yang

telah menyelesaikan tingkat pendidikan yang lebih tinggi itu lebih mempunyai pengaruh

dalam pendidikan anak-anak mereka.

Hasil penelitian lainnya juga telah dilakukan oleh Karimi (dalam Naderi dkk,

2009) tentang hubungan kreativitas, jenis kelamin dan prestasi akademik pada siswa

kelas 2 Sekolah Dasar yang menunjukkan bahwa perbandingan antara laki-laki dan

perempuan dalam kreativitas merupakan indikasi dari perbedaan yang signifikan antara

kedua jenis kelamin, disamping itu, tingkat pendidikan orang tua mempunyai hubungan

yang signifikan pada kreativitas.

Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang telah dilakukan

oleh Nori (dalam Naderi dkk, 2009), hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan

yang signifikan antara kreativitas dengan prestasi akademik. Behroozi (dalam Naderi

dkk, 2009) juga telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara fitur pribadi dan

Page 20: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

11

kreativitas dan juga antara kreativitas dan prestasi akademik pada 187 mahasiswa

melalui kuesioner kreativitas Cattel, hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

tidak ada hubungan yang signifikan antara kreativitas dan variabel-variabel lainnya.

Sebuah penelitian telah dilakukan oleh Munandar (1999) pada tahun 1977

terhadap siswa kelas 6 SD dan siswa SMP, yang menyimpulkan bahwa pendidikan ibu

lebih mempunyai hubungan positif dengan prestasi sekolah, kreativitas, dan inteligensi

daripada pendidikan ayah. Selain itu, Munandar (1999) juga mengemukakan bahwa

tingkat pendidikan ibu lebih berkaitan dengan prestasi sekolah dan kreativitas anak

daripada tingkat pendidikan ayah. Berdasarkan hasil penelitian Dacey (Munandar,

1999) pada tahun 1989, remaja yang kreatif lebih banyak melakukan identifikasi

terhadap figur ibu daripada ayah. Ikeda (dalam Munandar, 1999) juga berpendapat,

bahwa ibu mempunyai peranan utama dalam pengembangan kreativitas keluarganya

dan kehidupan kreatif ibu secara alamiah akan tertanam dalam pikiran anak-anaknya

menjadi bagian yang hidup dari pemikiran anak-anaknya. Hasil penelitian berbeda

ditunjukkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayati (2011), hasil penelitian

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan

orang tua dengan kreativitas remaja.

Berpikir kreatif kadang-kadang digambarkan sebagai suatu kemampuan untuk

membentuk ulang kenyataan untuk menemukan keperluan-keperluan dan aspirasi-

aspirasi manusia (Brofenbrenner, dalam Meintjes & Grosser, 2010). Berpikir kreatif

adalah sebuah proses pemikiran yang kompleks yang mengerahkan berbagai perbedaan

fungsi-fungsi kognitif dan melibatkan berbagai perbedaan wilayah distribusi pada

seluruh otak. Berpikir secara kreatif mungkin tergantung pada kemampuan kita

menggunakan suatu jarak dari proses kognitif dalam cara-cara yang berbeda dan hal

Page 21: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

12

yang penting adalah untuk berpindah diantara cara-cara ini dengan tepat (Howard &

Jones, 2008). Di sisi lain menurut Anwar dkk (2012), berpikir kreatif juga didefinisikan

sebagai sebuah cara yang menghasilkan ide-ide yang dapat diaplikasikan dalam

beberapa cara di seluruh dunia. Hal ini biasanya melibatkan penyelesaian masalah dan

memanfaatkan aspek-aspek dari kecerdasan, contohnya seperti linguistik, matematika,

dan hubungan antar pribadi.Berpikir kreatif juga melibatkan penciptaan sesuatu yang

baru atau asli.Hal itu melibatkan keahlian dari kelenturan, keaslian, penggambaran,

berpikir asosiatif, daftar sifat-sifat, berpikir metafora dan hubungan yang kuat.

Torrance (dalam Anwar, 2012) menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah

sebuah cara pandang yang baru dan melakukan hal-hal yang dikarakteristikkan melalui

4 komponen yaitu: (a) kelancaran (mengembangkan kelancaran jawaban untuk

menghasilkan banyak gagasan dan kemungkinan jawaban terhadap suatu

permasalahan), (b) kelenturan (kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam

pemecahan atau pendekatan masalah), (c) keaslian (kemampuan untuk mencetuskan

gagasan-gagasan yang asli, jadi tidak hanya menciptakan gagasan dalam jumlah yang

banyak saja tetapi juga gagasan baru), (b) elaborasi (kemampuan untuk menguraikan

ide-ide secara terperinci).

Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil-hasil penelitian sebelumnya baik itu

penelitian yang pro dan penelitian yang kontra yang telah dilakukan mengenai

hubungan antara kreativitas dengan prestasi akademik dan juga penelitian mengenai

pengaruh tingkat pendidikan ibu dengan inteligensi anak, serta penelitian mengenai

hubungan antara tingkat pendidikan orang tua terlebih khusus tingkat pendidikan ibu

dengan kreativitas remaja, maka perumusan masalahdalam penelitian ini adalah apakah

ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kreativitas pada remaja dalam hal

Page 22: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

13

ini yaitu terutama kemampuan berpikir kreatif, karena salah satu hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Munandar (1999) pada tahun 1977 menunjukkan bahwa

pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan kreativitas, akan tetapi pada

penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayati (2011) menunjukkan hasil yang berbeda

yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dengan

kreativitas remaja.

Oleh karena itu, berdasarkan paparan yang telah diuraikan, penulis

menyimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan

berpikir kreatif siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen I Salatiga namun belum

bisa menentukan apakah hubungannya positif atau negatif.

Page 23: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

14

METODE

A. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas XI SMA Kristen I Salatiga

dengan jumlah 112 sampel . Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan

dengan cararandom classdan sesudah diundi didapatkan 5 kelas, yaitu kelas XI MIA 2,

XI IIS 1, XI IIS 2, XI IIS 3, XI IBBUD.

B. Instrumen

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Tes

Kreativitas Figural (TKF) dari Munandar (1999), di mana tes ini merupakan tes

kreativitas yang merupakan adaptasi dari circle test dari Torrance (dalam Munandar,

1999), pertama digunakan di Indonesia pada tahun 1977, kemudian tahun 1988

dilakukan penelitian Standardisasi Tes Figural (untuk umur 10-18 tahun) oleh Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia, bagian Psikologi Pendidikan (dalam Munandar,

1999).Penelitian standarisasi Tes Kreativitas Figural dilaksanakan pengambilan datanya

yaitu antara bulan Oktober 1985 sampai dengan Januari 1986, dan telah menghasilkan

norma-norma baku untuk usia 10 sampai dengan 18 tahun. Makna dan manfaat dari Tes

Kreativitas Figural ialah bahwa tes ini dapat digunakan dengan baik untuk anak-anak,

remaja dan orang dewasa.

Tes Kreativitas Figural mengukur aspek kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan

elaborasi dari kemampuan berpikir kreatif. Karena alat ukur TKF sudah terstandarisasi

maka penulis tidak melakukan uji coba ulang. Nilai tambah dari TKF adalah bahwa di

samping aspek-aspek tersebut di atas, TKF juga memungkinkan mendapat ukuran

kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi antar unsur-unsur yang

Page 24: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

15

diberikan, yaitu dengan memberikan skor untuk “bonus orisinalitas” jika subyek mampu

menggabung dua lingkaran atau lebih menjadi satu objek. Makin banyak lingkaran yang

dapat digabung, makin tinggi nilai (skor) yang diperoleh.

D. Analisis Data

Teknik statistik yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson

apabila data berdistribusi normal, namun apabila data tidak berdistribusi normal maka

teknik statistik yang digunakan adalah Spearman rho dengan bantuan program

komputer SPSS version 16.0. Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan

oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam

rentang dari 0 sampai dengan 1,00 (Azwar, 2012).

Page 25: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

16

HASIL

Uji Normalitas

Penelitian ini menggunakan uji normalitas dilihat melalui Kolmogorov-Smirnov

untuk melihat apakah residual berdistribusi normal atau tidak. Residual berdistribusi

normal jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (Priyatno, 2010). Berdasarkan hasil

pengujian normalitas, kedua variabel memiliki hasil yang berbeda. Variabelberpikir

kreatif memiliki nilai koefisien Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,602 dengan nilai

signifikansi sebesar 0,861 (p>0,05) sedangkan variabel tingkat pendidikan ibu memiliki

nilai koefisien Kolmogorov-Smirnov sebesar 3,553dengan nilai signifikansi sebesar

0,000 (p<0,05). Karena salah satu variabel memiliki signifikansi kurang dari 0,05 jadi

data tingkat pendidikan ibu dan kreativitas dinyatakan tidak berdistribusi normal.

Uji Linieritas

Hasil uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi penyimpangan

dari linieritas hubungan tersebut.Dalam penelitian ini hubungan tingkat pendidikan ibu

dan berpikir kreatif adalah linier karena memiliki nilai signifikansi untuk deviation from

linearity sebesar 0,197 (p>0,05) (Widiarso, 2010)

Page 26: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

17

Analisis Deskriptif

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata siswa memiliki ibu yang

mempunyai pendidikan akhir yaitu SMA, hal itu dapat dilihat dari jumlah siswa pada

kategori SMA yang berjumlah 65 siswa yang memiliki ibu dengan pendidikan akhir

SMA dengan persentase tertinggi yaitu 58% dan disusul kategori pendidikan S1 yang

berjumlah 20 siswa yang memiliki ibu dengan pendidikan akhir S1 dengan persentase

17,9%. Setelah itu disusul oleh jumlah siswa yang memiliki ibu dengan pendidikan

akhir Diploma yang berjumlah sebanyak 11 siswa dengan persentase yaitu 9,8%, lalu

sebanyak 10 siswa dengan persentase sebesar 8,9 memiliki ibu dengan pendidikan akhir

SMP. Selain itu, sebanyak 4 siswa dengan persentase 3,6% memiliki ibu dengan

pendidikan akhir SD. Hanya 1 siswa dengan persentase 0,9% memiliki ibu dengan

pendidikan akhir S2 dan hanya 1 siswa dengan persentase 0,9% memiliki ibu dengan

pendidikan akhir S3.

Tabel 1

Pendidikan Terakhir Ibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid SD 4 3.6 3.6 3.6

SMP 10 8.9 8.9 12.5

SMA 65 58.0 58.0 70.5

Diploma 11 9.8 9.8 80.4

S1 20 17.9 17.9 98.2

S2 1 .9 .9 99.1

S3 1 .9 .9 100.0

Total 112 100.0 100.0

Page 27: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

18

Tabel 2

Kategori TKF

Frequency Percent Valid Percent

Valid Sangat Rendah (<79) 4 3.6 3.6

Rendah (80-89) 24 21.4 21.4

Agak Rendah (90-99) 32 28.6 28.6

Cukup (100-110) 33 29.5 29.5

Agak Tinggi (111-120) 16 14.3 14.3

Tinggi (121-130) 3 2.7 2.7

Total 112 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa rata-rata siswa berada pada kategori

cukup dan agak rendah dalam berpikir kreatif, hal itu dapat dilihat dari jumlah siswa

pada kategori cukup pada tabel 2 yang berjumlah 33 siswa dengan persentase tertinggi

yaitu 29,5% dan disusul pada kategori agak rendah dengan jumlah siswa yaitu 32 siswa

dengan persentase 28,6%. Setelah itu disusul oleh jumlah siswa pada kategori rendah

yang berjumlah sebanyak 24 siswa dengan persentase yaitu 21,4%, lalu sebanyak 16

siswa dengan persentase sebesar 14,3% berada pada kategori agak tinggi. Hanya 4 siswa

dengan persentase 3,6% berada pada kategori sangat rendah dan hanya 3 siswa dengan

persentase 2,7% berada pada kategori tinggi.

Page 28: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

19

Analisis Korelasi

Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji normalitas.Perhitungan dalam

analisis ini dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.0. Hasil korelasi antara

tingkat pendidikan ibu dengan kreativitas siswa dapat dilihat dari tabel 3

Tabel 3

Hasil Uji Korelasi antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kreativitas siswa

Correlations

Pendidikan

Terakhir Kreativitas_TKF

Spearman's rho Pendidikan ibu Correlation Coefficient 1.000 -.028

Sig. (2-tailed) . .771

N 112 112

Kreativitas_TKF Correlation Coefficient -.028 1.000

Sig. (2-tailed) .771 .

N 112 112

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi dapat diketahui hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan kreativitas siswa menunjukkan korelasi sebesar -0,028

dengan signifikansi 0,771 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara tingkat pendidikan ibu dengan berpikir kreatif siswa.

PEMBAHASAN

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan antara variabel tingkat

pendidikan ibu dengan berpikir kreatif siswa didapatkan hasil bahwa tidak terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan berpikir kreatif siswa.

Page 29: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

20

Banyak faktor yang memengaruhi siswa dalam mengembangkan kemampuan

mereka dalam berpikir kreatif. Berpikir kreatif dipengaruhi oleh banyak hal dan tidak

terlepas dari proses interaksi antara faktor psikologis (internal) seperti motivasi,

kepribadian dan faktor lingkungan. Suharnan (2002) mengemukakan bahwa

kecenderungan kreatif akan muncul dari seseorang dengan motivasi intrinsik yang

tinggi, karena dalam aktivitas kreatif tersebut sangat dibutuhkan keleluasaan untuk

bertindak, sehingga kehendak orang lain (kondisi eksternal) justru dapat menimbulkan

hambatan dan penuangan ide kreatif, artinya tugas-tugas kreatif justru akan berhasil

diwujudkan tanpa mengharapkan penilaian atau penghargaan dari orang lain. Pekerjaan

yang bersifat eksplorasi seperti pada kreativitas, bermula dari adanya kemauan dari diri

sendiri, dan tidak dapat dipaksakan oleh orang lain serta lebih membutuhkan motivasi

dalam diri seseorang daripada lingkungan.

Hasil penelitian ini menolak hasil penelitian yang dilakukan oleh Munandar

(1999) pada tahun 1977 yang menyatakan bahwa di SD maupun SMP kelompok anak

yang pendidikan ibunya SMA ke atas skornya nyata lebih tinggi pada kreativitas,

inteligensi, dan prestasi sekolah, daripada kelompok anak yang pendidikan ibunya lebih

rendah dari SMA. Selain itu juga, hasil penelitian ini menolak hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Karimi (dalam Naderi dkk, 2009) yang menyatakan bahwa tingkat

pendidikan orang tua mempunyai hubungan yang signifikan pada kreativitas.Sebaliknya

hasil penelitian ini menambahkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2011)

yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua

dengan kreativitas remaja.Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Tarnoto dan Purnamasari (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada

Page 30: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

21

perbedaan kreativitas antara siswa yang memiliki ibu berpendidikan tinggi dengan siswa

yang memiliki ibu berpendidikan rendah.

Hasil dan pembahasan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu bukan

merupakan faktor yang dapat memengaruhi berpikir kreatif siswa. Banyak faktor-faktor

lain yang dapat memengaruhi remaja seperti: lingkungan pergaulan, sikap orang tua,

jumlah anggota keluarga, urutan kelahiran, pola asuh orang tua, lingkungan sekolah dan

lain sebagainya. Dari hasil yang telah didapatkan dapat dijelaskan bahwa kemungkinan

salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan

ibu dengan berpikir kreatif pada siswa salah satunya yaitu karena adanya visi mengenai

pengembangan kreativitas pada siswa yang dimiliki oleh sekolah di mana tempat

penulis mengambil data, selain itu subjektivitas penulis dalam memberi skor pada alat

ukur juga kemungkinan menjadi penyebabnya. Di sisi lain, Widhiarso (dalam Wahyu,

2011) menyatakan bahwa ada beberapa penyebab yang menyebabkan hasil uji statistik

tidak menunjukkan ada hubungan yaitu adanya outliers yang artinya terdapat data yang

‘aneh’, bisa jadi ke’aneh’an ini karena salah dalam mengentri data, bisa jadi karena

individu yang memang unik, berbeda dengan orang kebanyakan, selain itu juga

penyebab lainnya yaitu ukuran sampel kecil, masalah data, juga masih menyisahkan

banyak hal jika dieksplorasi lebih lanjut.

Page 31: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

22

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara tingkat pendidikan ibu

dengan berpikir kreatif remaja, diperoleh kesimpulan yaitu tidak ada hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan berpikir kreatif remaja.

Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas maka peneliti

menyarankan hal-hal sebagai berikut:

a. Bagi Orang Tua

Orang tua hendaknya membimbing, mengarahkan dan memberi fasilitas yang

memadai bagi anak-anaknya dalam mengembangkan kemampuan berpikir

kreatif mereka.Hal ini diharapkan meningkatkan berpikir kreatif remaja.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya yang ingin melakukan dan mengembangkan

disarankan untuk meneliti mengenai faktor-faktor lain yang memengaruhi.yaitu

faktor internal yang terdiri dari faktor pribadi, jenis kelamin, status sosial

ekonomi, dan urutan kelahiran, sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana,

dorongan, lingkungan yang merangsang, dan cara mendidik anak.

Page 32: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

23

DAFTAR PUSTAKA

Anggadha, A. (2007). Bullying dipicu budaya feodal dan tekanan kurikulum sekolah. Diakses dari http://news.detik.com/read/2007/11/14/134129/852440/10/bullying-dipicu-budaya-feodal-tekanan-kurikulum-sekolah tanggal 24 Mei 2013

Anwar, N.M., Aness, M., Khizar, A., Naseer, M., & Muhammad, G. (2012).Relationship of creative thinking with the academic achievements of secondary school students.International Interdisciplinary Journal of Education, 1(3), 44-47.

Azwar, S. (2012).Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Brooks, J. (2011). The process of parenting. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Csikszentmihalyi, M. (1996).Creativity (1st Ed). New York: HarperCollins Publishers, Inc.

Efendi, P. (2012). Mobil-mobil karya anak Indonesia yang terabaikan. Diakses dari http://efendybloger.blogspot.com/2012/01/mobil-mobil-karya-anak-indonesia-yang.html tanggal 24 Mei 2013

Gratz, J. (2006). The impact of parent’s background on their children’s education.Educational Studies: Saving Our Nation, Saving Our Schools, 268, 1-11.

Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.S. D. (1983).Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hidayati, S. (2011).Kreativitas remaja ditinjau dari pola asuh dan tingkat pendidikan

orang tua pada SMU se-kota Palangkaraya.Skripsi (tidak diterbitkan).

Palangkaraya: STAIN-PLK

Howard, P., & Jones. (2008). Fostering creative thinking: co-constructed insights from neuroscience and education. UK: Higher Education Academy.

Hurlock, E.B. (1993). Perkembangan anak jilid 1 (Edisi ke-6). Jakarta: Erlangga

Kaufman, J.C., & Sternberg, R.J. (2010).The cambridge handbook of creativity. United States of America: Cambridge University Press.

Kim, K.H. (2008). Underachievement and creativity: are gifted underachievers highly creative?.Creativity Research Journal, 20(2),234-242.

_________. (2011). The creativity crisis: the decrease in creative thinking scores on the Torrance test of creative thinking. Creativity Research Journal, 23(4), 285-295.

Page 33: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

24

Kisti, H.H., & Fardana, N.A.N. (2012).Hubungan antara self efficacy dengan kreativitas pada siswa SMK.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1(02), 52-58.

Meintjes,H., & Grosser, M. (2010). Creative thinking in prospective teachers: the status quo and the impact of contextual factors. South African Journal of Education, 30, 361-386

Munandar, U.(1999). Kreativitas dan keberbakatan strategi mewujudkan potensi kreatif dan bakat. Jakarta: Gramedia.

Naderi, H., Abdullah, R., Aizan, H.T., Sharir, J., & Kumar, V. (2009).Creativity, age and gender as predictors of academic achievement among undergraduate students.Journal of American Science, 5(5), 101-112

Olson, R. W. (1996). Seni berfikir kreatif. Jakarta: Erlangga

Priyatno, D. (2010). Teknik mudah dan cepat melakukan analisis data penelitian dengan spss. Yogyakarta: Gava Media

Santrock, W.J. (2007). Remaja jilid 1 & 2 (Edisi 11). Jakarta: Erlangga ___________. (2012). Perkembangan masa hidup (Edisi 13). Jakarta: Erlangga. Shahzada, G. (2011). Mother’s education and student’s multiple intelligences.

Mediterranean Journal of Social Sciences, 2(2), 373-377.

Sugiyono.(2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suharnan. (2002). Skala c.o.r.e. sebagai alternatif mengukur kreativitas: suatu pendekatan kepribadian. Anima Indonesian Psychology Journal, 18(1), 69-81

Sumarno, L. (2004). Septinus dan ikon remaja Indonesia. Republika 8 Juni 2004 Tarnoto, N., Purnamasari, A. (2009). Perbedaan kreativitas siswa SMP N Moyudan

ditinjau dari tingkat pendidikan ibu. Diakses dari http://eprints.uad.ac.id/96/1/Nissa_Tarnoto,_Alfi_Purnamasari_(PERBEDAAN_KREATIVITAS_SISWA_SMP_N_2_MOYUDAN_DITINJAU_DARI_TINGKAT_PENDIDIKAN_IBU).pdf tanggal 22 Maret 2012

Trivedi, K., & Bhargava, R. (2010).Relation of creativity and educational achievement in adolescence.J Psychology, 1(2):85-89.

UU SISDIKNAS No. 20 2003 Vemale.com. (2013).Inilah sepatu anti pemerkosaan karya anak Indonesia.Diakses

dari http://www.vemale.com/ragam/22065-inilah-sepatu-anti-pemerkosaan-karya-anakindonesia tanggal 24 Mei 2013.

Wahyu.(2011). Beberapa penyebab mengapa hasil uji statistic tidak signifikan. Diakses dari http://belajar-psikometri.blogspot.com/2011/06/beberapa-penyebab-mengapahasil-uji.html tanggal 2 Desember 2014

Widiarso, W. (2010).Uji linieritas hubungan.Manuskrip (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Diakses dari

Page 34: Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Kreatif Siswa Kelas XI

25

http://www.widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/widhiarso_2010_-_uji_linieritas_hubungan.pdf tanggal 2 Desember 2014

Zunlynadia. (2010). Anak nakal = anak kreatif. Diakses dari http://zunlynadia.wordpress.com/2010/12/27/anak-nakal-anak-kreatif/tanggal 2 Juni 2014.