hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status psikososial remaha di perkotaan dan...

Upload: muhammad-eldo-fadzhani

Post on 10-Oct-2015

125 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

30

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangRemaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa yang diikuti dengan perubahan hormon, emosi, penilaian, identitas dan bentuk fisik (Anonim, 2004). Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering dialami para remaja antara lain karies, maloklusi, gingivitis, stomatitis dan halitosis ( Tarwoto dkk, 2010 sit Liling, 2013 ). Prevalensi maloklusi remaja di Indonesia sebesar 89% pada tahun 2006 (Dewi, 2008).

Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi menurut Angle diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kelas 1 (neutroklusi), kelas 2 (mesioklusi), dan kelas 3 (distoklusi). Maloklusi dapat disebabkan tidak adanya keseimbangan dentofasial yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keturunan, lingkungan, etnik, fungsional, patologi, pertumbuhan, dan perkembangan (Rahardjo, 2008). Klasifikasi Angle merupakan pengelompokan yang paling banyak digunakan dalam penelitian epidemiologi maloklusi di dunia (Hasan dan Rahimah, 2007). Penilaian maloklusi menggunakan klasifikasi Angle masih mempunyai kekurangan untuk mengukur tingkat keparahan maloklusi. Indeks maloklusi merupakan salah satu solusi untuk mengurangi derajat subjektivitas pada klasifikasi Angle (Rahardjo, 2009). Indeks maloklusi terus berkembang seiring waktu yang menghasilkan banyak indeks pengukuran (Agarwal dan Mathur, 2012). Dental Aesthetic Index (DAI) merupakan gabungan penilaian aspek fisik dan estetika oklusi, serta persepsi pasien dalam penampilan gigi. WHO mengakui bahwa DAI merupakan penghitungan standar dalam pengukuran maloklusi (Peres dkk., 2011).Maloklusi memberikan pengaruh negatif terhadap fungsi pengunyahan dan berbicara, serta dapat mempengaruhi psikologis remaja berupa menurunnya kepercayaan diri terhadap penampilan, sehingga remaja berusaha menutup mulut karena malu untuk tersenyum (Mandall dkk., 1999). Batool dkk. (2009) menjelaskan bahwa maloklusi bukan merupakan suatu penyakit tetapi penyimpangan gigi yang memiliki efek pada psikologi seseorang, seperti berusaha untuk menutupi mulutnya. Anak-anak dan remaja dengan penampilan gigi yang buruk seringkali menjadi sasaran ejekan teman-temannya, sehingga terjadi hambatan interaksi sosial (Anonim, 2013).

Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Psikososial remaja dibagi menjadi tiga yaitu, remaja awal (early adolescent) usia 12-14 tahun, remaja pertengahan (middle adolescent) usia 15-17 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) usia 18 tahun keatas (Batubara, 2010). Perkembangan psikososial remaja dapat ditandai dengan penekanan masalah pengembangan otonomi, identitas diri, dan orientasi mengenai masa depan (Chien- Tie dkk., 2010). Dampak psikososial akibat maloklusi merupakan suatu fenomena yang dapat digambarkan sebagai suatu keadaan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan, penghambatan interaksi sosial, perasaan ketidakbahagiaan dan perbandingan diri dengan orang lain (Khan dan Fida, 2008). Peningkatan keparahan maloklusi berpengaruh terhadap meningkatnya dampak psikososial akibat estetika gigi (Bellot dkk., 2013). Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Questionnaire (PIDAQ) bertujuan untuk mengukur dampak psikologi serta sosial dari maloklusi (Klages dkk., 2006).

Penilaian persepsi maloklusi seseorang menurut Elham dkk. (2005) dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, serta tempat tinggal. Baubiniene dan Sidlauskas (2009) membenarkan bahwa tempat tinggal remaja juga bisa mempengaruhi tingkat kepuasan penampilan gigi. Remaja di pedesaan lebih dapat menerima penampilan gigi dibandingkan remaja perkotaan yang sangat memperhatikan penampilan (Poonam, 2011). Pernyataan ini diperkuat oleh Deli dkk (2008) yang menyatakan bahwa remaja pedesaan lebih bisa mentolerir maloklusi dibandingkan remaja di perkotaan.

Berdasarkan uraian diatas, perbedaan persepsi mengenai penampilan gigi pada remaja di perkotaan dan pedesaan menyebabkan penulis ingin meneliti hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dan status psikososial remaja di perkotaan dan di pedesaan. Indeks DAI digunakan untuk mengukur tingkat keparahan maloklusi. PIDAQ digunakan untuk mengukur dampak psikososial dari maloklusi.

B. Perumusan MasalahDari latar belakang yang sudah diuraikan, dapat ditarik permasalahan : 1. Apakah terdapat hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dan status psikosial remaja di perkotaan?2. Apakah terdapat hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dan status psikosial remaja di pedesaan?

3. Apakah terdapat perbedaan hubungan antara di perkotaan dan pedesaan?C. Keaslian PenelitianBellot-Arcis dkk. (2013) dalam penelitian Psychosocial Impact Maloclussion in Spanish Adolescent menjelaskan bahwa tingkat keparahan maloklusi remaja berdampak pada psikosisal seiring dengan keparahan maloklusi. Elham (2005) dalam penelitian Self Perception Among North Jordanian School Children menyimpulkan persepsi penampilan gigi berbeda pada remaja di kota dan desa. Sejauh ini belum terdapat penelitian mengenai hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dan status psikososial remaja di perkotaan dan pedesaan.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dan status psikosial remaja di perkotaan.

2. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dan status psikosial remaja di pedesaan.

3. Perbedaan hubungan antara di perkotaan dan pedesaan.E. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat , yaitu :

1. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai pentingnya perawatan ortodontik untuk meningkatkan status psikososial individu.2. Memberikan manfaat kepada praktisi ortodontik agar dapat memberikan motivasi kepada pasien untuk mengurangi dampak psikososial selama perawatan.II. TINJAUAN PUSTAKAA. Telaah pustaka1. Maloklusi

A. Pengertian MaloklusiMaloklusi adalah oklusi gigi yang menyimpang dari normal. Oklusi dalam pengertian sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah (Rahardjo, 2008). Penyimpangan tersebut berupa ciri-ciri maloklusi yang jumlah dan macamnya sangat bervariasi baik pada tiap-tiap individu maupun sekelompok populasi (Dewanto, 1993). Maloklusi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu maloklusi skeletal yang cenderung disebabkan dari faktor genetik dan maloklusi dental yang melibatkan rotasi, angulasi, dan lokasi gigi yang cenderung disebabkan dari faktor lingkungan (Harris, 2008).

Klasifikasi maloklusi menurut Angle di dalam buku Ortodonti Dasar karangan Pambudi Rahardjo (2008) dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas I (neutroklusi) merupakan maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas. Kelas II (distoklusi) yaitu maloklusi dengan lengkung rahang bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar, serta dibagi menjadi divisi I berupa kondisi incisivus atas proklinasi dan divisi II yang mengalami kondisi retroklinasi pada incisivus atas. Kelas III (mesioklusi) ditandai dengan lengkung rahang bawah berada lebih mesial satu lebar tonjol dari relasi normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar.

B. Indeks Maloklusi

Indeks pengukuran maloklusi dibagi menjadi metode kualitatif dan kuantitatif (Hasan dan Rahimah, 2007). Ovsenik (2007) menjelaskan bahwa metode yang diperkenalkan oleh Angle pada tahun 1907 adalah pengukuran secara kulatitatif pertama kali yang diperkenalkan dalam mengevaluasi maloklusi. Metode kualitatif merupakan pengklasifikasian deskriptif yang tidak memberikan informasi tentang kebutuhan perawatan dan hasil. Metode kuantitatif adalah pengembangan dari metode kualitatif sebelumnya yang berguna untuk mengklasifikasikan maloklusi kedalam kategori tingkat kebutuhan perawatan serta membandingkan hasil perawatan pada penelitian epidemiologi ( Hasan dan Rahimah, 2007).Masler dan Frankel pada tahun 1951 pertama kali mengembangkan metode kuantitatif dalam mengukur maloklusi. Pengukuran maloklusi dengan cara menghitung jumlah gigi yang berjejal dan rotasi. Tujuan pengukuran untuk evaluasi prevalensi dan insidensi dalam satu kelompok populasi. Indeks maloklusi metode kuantitatif antara lain : Malignmaent Index, Handicapping Labiolingual Deviation Index, Occlusal Feature Index, Malocclusion Severtity Esstimate, Occlusal Index, Treatment Priority Index, Handicapping Malocclusion Asessment Record, Dental Aesthetic Index, Index Occlusion Treatment Need, dan Peer Assesment Rating Indeks (Agarwal dan Mathur, 2012).

Dental Aesthetic Indeks (DAI) yang dikembangkan oleh Kohout pada tahun 1987 merupakan metode kuantitatif dengan penggunaannya yang sangat sederhana, karena dapat digunakan dengan pengukuran didalam mulut tanpa memerlukan radiografi. DAI menilai komponen fisik dan estetika maloklusi dalam satu hasil, sedangkan indeks pengukuran yang lain melakukan evaluasi terhadap komponen fisik dan estetika secara terpisah (Khanehmasjedi dkk., 2013). Reliabilitas dan validitas DAI telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya, bahkan DAI telah disetujui oleh WHO dan diintegrasi pada tahun 1989. Nayak dkk. (2009) menjelaskan beberapa kekurangaan seperti tidak bisa mengukur cross bite, open bite, diskrepansi midline, dan deep bite dikarenakan kondisi maloklusi ini tidak mempengaruhi penampilan estetika gigi.

2. Remaja

A. Pengertian Remaja

Remaja adalah masa transisi seorang anak menjadi orang dewasa yang merupakan fase dinamis dalam perkembangan manusia (Cohen, 2014). Seorang remaja merupakan persimpangan jalan pada perubahan emosi, hormon, penilaian, identitas dan bentuk fisik tubuh (Anonim, 2004). World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa remaja adalah masa kedua dalam kehidupan yang ditandai seorang individu mengalami perubahan fisik, psikologis, serta perubahan besar dalam interaksi sosial. Masa remaja merupakan waktu yang penuh kesempatan bagi remaja untuk mengatur kondisi kesehatan, kedewasaan, dan mengurangi kemungkinan permasalahan yang akan datang (Anonim, 2009).

Selama masa remaja, terjadi perubahan dalam perkembangan fisik pada tingkat kecepatan lebih tinggi sejak bayi. Perkembangan fisik pertama meliputi peningkatan pesat pada tinggi badan selama satu tahun pada remaja rata-rata mencapai 3,5 inci. Lonjakan tinggi badan pada remaja biasanya terjadi dua tahun sebelumnya untuk perempuan daripada laki-laki. Perkembangan kedua berupa karakteristik seks sekunder selama masa pubertas terjadi akibat perubahan tingkat hormonal dalam mengaktifkan karakteristik seks sekunder. Perubahan ini termasuk pertumbuhan rambut kemaluan, menarche (periode pertama untuk anak perempuan) atau pertumbuhan penis pada anak laki-laki, perubahan suara, pertumbuhan bulu ketiak, pertumbuhan rambut wajah untuk laki-laki, dan peningkatan produksi minyak. Perkembangan terakhir yaitu otak remaja yang tidak sepenuhnya berkembang sampai masa akhir remaja. Beberapa remaja tampak tidak konsisten dalam mengendalikan emosi, impuls, dan penilaian dikarenakan terdapat hubungan antara neuron yang dapat mempengaruhi emosional, kemampuan fisik dan mental (Ruffin, 2009).

Perkembangan kognitif berupa perubahan dalam cara berpikir remaja untuk menganalisa situasi secara logis dalam hubungan sebab akibat. Perubahan cara berpikir pada remaja memungkinkan untuk memikirkan tentang masa depan, mengevaluasi alternatif, dan mengatur tujuan pribadi (Anonim, 2004). Perkembangan kognitif pada remaja yang pertama berupa pengembangan keterampilan dalam penalaran mencakup kemampuan untuk berpikir tentang beberapa pilihan dan kemungkinan. Perkembangan ini mencakup bagaimana proses berpikir secara logis dan kemampuan untuk berpikir tentang hipotesis. Perkembangan yang kedua dengan mengembangkan kemampuan berpikir abstrak yang berarti berpikir tentang hal-hal yang tidak dapat dilihat, didengar, ataupun disentuh. Perkembangan kognitif yang terakhir yaitu mengembangkan kemampuan untuk berpikir tentang apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan (Ruffin, 2009).

Perkembangan emosional selama masa remaja melibatkan pembangunan identitas dalam konteks berinteraksi dengan orang lain dan belajar untuk mengatasi permasalahan serta mengelola emosi yang merupakan permasalahan seumur hidup bagi kebanyakan orang. Identitas diri remaja mengacu pada lebih dari sekedar bagaimana remaja melihat dirinya sendiri, melainkan keinginan untuk menjadi seperti apa dirinya (Anonim, 2004). Masa remaja merupakan waktu terjadinya perubahan intens dalam emosi yang memungkinkan perilaku tidak menentu ataupun murung. Terutama dengan tekanan prestasi akademik, olahraga, teman sebaya, dan hubungan keluarga (Cohen, 2014).

3. Psikososial A. Pengertian Psikosial

Psikososial merupakan keterkaitan antara 2 aspek yaitu aspek psikologis dan sosial. Aspek psikologis berkaitan dengan perkembangan emosi dan kognitif yang berhubungan dengan kemampuan belajar, merasakan, dan mengingat. Aspek sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan terhadap orang lain dalam mengikuti norma-norma sosial dan budaya ( Loughry dan Eyber, 2003).

Walgito (2003) menuliskan beberapa definisi mengenai psikososial dalam buku berjudul Psikologi Sosial menurut ahli-ahli psikologi sosial, yaitu : 1. Hartley menjelaskan psikososial adalah cabang ilmu sosial yang berusaha untuk memahami perilaku seseorang dalam hubungan interaksi sosial; 2.Menurut Sherif psikososial adalah studi ilmiah tentang pengalaman dan perilaku seseorang dalam situasi sosial; 3. Myers mengartikan psikososial sebagai studi ilmiah tentang bagaiamana individu berpikir tentang mempengaruhi dan berhubungan dengan individu lainnya; 4. Menurut Baron dan Byrne Psikososial adalah studi ilmiah yang ingin mengerti sifat dan sebab-sebab perilaku individu dalam situasi sosial.

B. Psikososial Remaja

Perkembangan psikososial remaja dapat ditandai dengan penekan masalah pengembangan otonomi, identitas diri, dan orientasi mengenai masa depan. Pengembangan otonomi remaja dimulai pada masa remaja awal, yang ditandai dengan membentuk kelompok teman sebaya sesama jenis, dengan penurunan aktivitas bersama keluarga dan penurunan kepatuhan terhadap nasihat dari orang tua (Chien- Tie, 2010). Pengembangan identitas diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri yang mengacu pada persepsi remaja terhadap dirinya sendiri dan harga diri berhubungan dengan cara seseorang mengevaluasi nilai diri. Kemampuan untuk orientasi terhadap masa depan merupakan perkembangan psikososial remaja yang terakhir. Tahap ini terjadi selama masa remaja akhir yang telah memiliki kematangan kognitif, kemampuan ini diperlukan untuk mengembangkan tujuan yang realistis berkaitan dengan masa depan atau karir. Pada masa ini remaja mengharapkan untuk diperlakukan sebagai orang dewasa dan diberikan tanggung jawab lebih (Sanders, 2013).Perubahan psikososial pada remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir. Periode pertama disebut remaja awal terjadi pada usia 12-14 tahun. Pada masa ini anak-anak mengalami perubahan tubuh yang cepat, peningkatan pertumbuhan dan perubahan komposisi tubuh disertai pertumbuhan seks sekunder. Periode kedua yaitu remaja pertengahan terjadi antara usia 15-17 tahun yang mengalami perubahan seperti lebih memperhatikan penampilan dan lebih selektif dalam mencari teman baru. Periode terakhir yaitu remaja akhir dimulai pada usia 18 tahun dan ditandai dengan tercapainya kematangan fisik secara sempurna yang mengalami perubahan psikososial seperti emosi lebih stabil, lebih menghargai orang lain, dan identitas diri menjadi lebih kuat (Batubara, 2010).C. Hubungan Psikososial dan Maloklusi

Penampilan wajah merupakan hal terpenting bagi seseorang karena berperan dalam interaksi sosial, seperti berbicara, ekspresi wajah, dan penampilan fisik (Ali Mahmood dan Kareem, 2012). Maloklusi yang dialami seseorang dianggap menjadi lebih dipermasalahkan dibandingkan dengan kesehatan gigi secara umum. Persepsi subjektif mengenai maloklusi sangat mempengaruhi psikososial seseorang terhadap ketidakpuasan penampilan gigi yang dimiliki (Gochman, 1975 sit Rawle, 2007).

Bellot-Arcis dkk. (2013) menjelaskan bahwa tingkat keparahan maloklusi akan semakin memperparah psikososial remaja yang berpengaruh pada kepercayaan diri dan kehidupan sosial remaja. Kondisi gigi anterior yang protrusif dan crowding memiliki permasalahan psikososial lebih tinggi dibandingkan kondisi maloklusi yang lain. Hal serupa juga diungkapkan Sardenberg dkk. (2011) bahwa terdapat hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan psikososial. Permasalahan gigi anterior akan mempengaruhi estetika yang berdampak kepada ketidakpuasaan terhadap penampilan diri. Dalam penelitian Claudino dan Traebert (2013) permasalahan gigi anterior sangat berhubungan mengenai tingkat kebutuhan seseorang untuk mendapatkan perawatan ortodontik. Faktor sosial dan estetika gigi menjadi alasan utama untuk mendapatkan perawatan ortodontik. Ali Mahmood dan Kareem (2012) juga menambahkan akibat dari psikososial yang kurang baik akan meningkatkan kebutuhan remaja untuk mendapatkan perawatan ortodontik.

Penilaian persepsi maloklusi seseorang menurut Elham dkk (2005) dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan tempat tinggal (desa/kota). Remaja perempuan lebih peduli masalah penampilan dirinya dibandingkan remaja laki-laki. Usia remaja juga sangat mempengaruhi persepi remaja (Ali Mahmood dan Kareem, 2012). Remaja di pedesaan lebih dapat menerima penampilan gigi dibandingkan remaja perkotaan yang sangat memperhatikan penampilan (Poonam, 2011). Persepsi seseorang mengenai penampilan gigi akan mempengaruhi psikososial (Gochman, 1975 sit Rawle, 2007).

D. PIDAQ (Psychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionare)

PIDAQ (Psychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionare) adalah alat ukur untuk memberikan informasi dari salah satu aspek Oral Health Related Quality of Life (OHRQol) yang dirancang menilai dampak psikososial estetika gigi pada remaja. PIDAQ merupakan instrumen psikometrik yang terdiri dari 23 butir pertanyaan (Bellot dkk., 2013). Butir pertanyaan PIDAQ merupakan pengembangan dan perumusan kembali pertanyaan yang sebelumnya mengenai estetika dan OHRQoL oleh Klages pada tahun 2004 -2005 serta butir pertanyaan pada Dental Self Confidence Scale,Aesthetic, dan Social Scale yang telah direvisi sebelumnya dari Oral Quality of Life Questionare (OQLQ). Butir pertanyaan yang digunakan pada PIDAQ diidentifikasi menjadi empat faktor, yaitu Dental Self Confidence, Social Impact, Pscyhology Impact, dan Aesthetic Concern ( Klages dkk., 2006., Ali Mahmood dan Kareem, 2012).

Dental Self Confidence merupakan faktor pertama untuk menyatakan adanya dampak yang signifikan mengenai estetika gigi berakibat pada keadaan emosional individu. Faktor kedua yaitu Social Impact termasuk item yang mengacu pada permasalahan situasi sosial akibat persepsi subjektif dari penampilan gigi, sehingga berdampak pada gangguan konsep diri dan kepercayaan diri individu. Faktor ketiga disebut Psychological Impact dari estetika gigi yang berhubungan dengan perasaan rendah diri dan ketidakbahagiaan ketika membandingkan dengan individu yang memiliki estetika gigi lebih baik. Faktor keempat mengenai Aesthetic Concern terdiri dari pernyataan yang mengacu pada ketidaksetujuan dari individu tentang penampilan gigi ketika bercermin, sehingga peningkatan estetika gigi menjadi motivasi besar dalam perawatan ortodontik (Klages dkk., 2006).4. Tempat Tinggal

A. PerkotaanDalam Undang-Undang nomor 34 tahun 2009 yang dimaksud kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu kota sebagai daerah otonom, bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, dan bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. B. Pedesaan

Dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. B. Landasan TeoriPrevalensi maloklusi tinggi terdapat pada kelompok usia remaja. Maloklusi berpengaruh negatif terhadap estetika, fungsi dan bicara, sehingga maloklusi harus segera dirawat. Sebuah metode dalam mendata dan mengukur maloklusi sangat penting untuk dokumentasi prevalensi dan tingkat keparahan maloklusi pada populasi yang berbeda. Penilaian maloklusi menggunakan klasifikasi Angle mempunyai kekurangan untuk mengukur tingkat keparahan maloklusi. Indeks maloklusi merupakan salah satu solusi untuk mengurangi derajat subjektivitas pada klasifikasi Angle. Dental Aesthetic Index (DAI) merupakan gabungan penilaian aspek fisik dan estetika oklusi, serta persepsi pasien dalam penampilan gigi. WHO mengakui bahwa DAI merupakan penghitungan standar dalam pengukuran maloklusi.

Tingkat keparahan maloklusi akan semakin memperparah psikososial remaja yang berpengaruh pada kepercayaan diri dan kehidupan sosial remaja.. PIDAQ adalah alat ukur untuk memberikan informasi dari salah satu aspek Oral Health Related Quality of Life (OHRQol) yang dirancang menilai dampak psikososial estetika gigi pada remaja. PIDAQ mengukur psikososial dalam 4 komponen, yaitu Dental Self Confidence, Psycological Impact, Social Impact, Aesthetic Concern.Penilaian persepsi maloklusi seseorang dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan tempat tinggal (desa/kota). Remaja perempuan lebih peduli masalah penampilan dirinya dibandingkan remaja laki-laki. Usia remaja juga sangat mempengaruhi persepi remaja. Remaja di pedesaan lebih dapat menerima penampilan gigi dibandingkan remaja perkotaan yang sangat memperhatikan penampilan. Remaja di pedesaan juga lebih bisa mentolerir permasalahan maloklusi yang dimiliki dibandingkan dengan remaja perkotaan. Tingkat keparahan maloklusi yang dimiliki dipengaruhi persepsi diri akan penampilan yang dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Persepsi seseorang mengenai penampilan gigi akan mempengaruhi psikososial

C. Kerangka KonsepD. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori maka diajukan hipotesis :

1. Terdapat hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan psikososial remaja di perkotaan.

2. Terdapat hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan psikososial remaja di pedesaan.

3. Terdapat perbedaan status psikososial antara remaja di perkotaan dan pedesaan.

III. METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional yang merupakan studi untuk meneliti suatu populasi dalam mengukur variabel pengaruh dan variabel terpengaruh dalam satu waktu (Nursalam, 2008).

B. Subjek Penelitian

1. Batasan Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah pelajar SMA yang mengalami kondisi maloklusi di perkotaan dan pedesaan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.2. Besar Sampel

Besar sampel yang akan diteliti dihitung dengan rumus :

besar sampel

tingkat kesalahan 5% = 0,05

1,96

tingkat kesalahan 5% = 0,05

1,65

koefisien korelasi

Elham dkk (2005) menyebutkan ada perbedaan persepsi mengenai estetika gigi yang dipengaruhi oleh tempat tinggal. Tingkat koefisien korelasi dengan tempat tinggal di kota adalah 0,26 dan di desa 0,27.Dengan memasukkan angka-angka diatas maka diperoleh besar sampel:

= 187 orang di daerah perkotaan

= 111 orang di daerah pedesaan3. Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subjek yang memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti dipilih untuk penelitian dan diambil sebanyak yang dibutuhkan (Purwanto, 2010).

Kriteria inklusi subjek penelitian :

a. Bersedia menjadi subjek penelitian.

b. Usia subjek antara 15-18 tahun.

c. Subjek belum pernah dan tidak sedang menjalani perawatan ortodontik

C. Identifikasi Variabel

1.Variabel pengaruh: maloklusi

2.Variabel terpengaruh: psikososial3.Variabel terkendali: - usia (15-18 tahun)

- tempat tinggal (kota/desa)

- belum pernah dan tidak sedang menjalani perawatan ortodontik

4.Variabel tak terkendali: - jenis kelamin

- relasi molar

- pengetahuan tentang perawatan ortodontik

- etnik

D. Definisi Operasional Variabel1. Maloklusi adalah oklusi gigi yang menyimpang dari normal. Maloklusi diukur dengan menggunakan Dental Aesthetic Index (DAI). Skala data adalah interval.

2. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Status psikososial diukur dengan menggunakan Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Questionnaire (PIDAQ). Skala data adalah interval.3. Perkotaan adalah kawasan yang kegiatan utamanya bukan pertanian. Perkotaan diukur dengan UU No. 34 tahun 2009. Skala data nominal.

4. Pedesaan adalah kawasan yang kegiatan utamanya adalah pertanian. Pedesaan diukur dengan UU N0.6 tahun 2014. Skala data nominal.E. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian :

a. Blanko informed consent untuk mengetahui apakah pasien bersedia untuk dijadikan subjek penelitian dan menjaga kerahasiaan hasil penelitian.

b. Blanko identitas subjek penelitian meliputi nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin.2. Alat Penelitian :

a. Kaca mulut

b. Kapas

c. Alat diagnostik

d. Alat tulis

e. Alkohol 70%3. Alat Ukur Penelitian :

a. Alat untuk mengukur maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan menggunakan Dental Aesthetic Index (DAI) yang telah diadopsi dan diintegrasi oleh WHO. DAI merupakan pengembangan dalam pengukuran aspek fisik dan estetika,termasuk persepsi diri sendiri mengenai penampilan gigi (Peres dkk., 2011). Brizon dkk. (2013) menambahkan untuk mendapatkan hasil akhir dari pengukuran menggunakan DAI menggunakan rumus :DAI = (missing teeth x 6) + (API) + (ESP) + (DI x 3) + (DMXA) + (DMDA) + (OMXA x 3) + (OMDA x 4) + (MAA x 4) + (RMAP x 3) + 13Keterangan:API = gigi berjejal pada area gigi incisal

ESP = celah gigi pada area gigi incisal

DI = diastema incisal (mm)

DMXA = gigi anterior rahang atas yang tidak beraturan (mm)

DMDA = gigi anterior rahang bawah yang tidak beraturan (mm)

OMXA = overjet pada gigi anterior rahang atas (mm)

OMDA = overjet pada gigi anterior rahang bawah (mm)

MAA = openbite pada gigi anterior (mm)

RMAP = relasi molar

Klasifikasi keparahan maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index (Brizon dkk., 2013 ):Ringan

25

Sedang

26-30

Berat

31-35

Sangat berat 36

.Alat untuk mengukur status psikososial pada penelitian ini menggunakan Psychosocial Impact of Dental Aeshtetic Questioner (PIDAQ). PIDAQ merupakan suatu instrumen atau alat ukur psikometrik yang dapat mengukur dampak psikososial dari estetika (Ali Mahmood dan Kareem, 2012) Kuisioner PIDAQ terdiri dari 6 butir pertanyaan mengenai kepercayaan diri, 8 butir pertanyaan mengenai aspek sosial, 6 butir pertanyaan mengenai dampak psikologis dari estetika gigi,dan 3 butir pertanyaan mengenai estetika gigi. Skala Likert digunakan untuk menilai setiap butir pertanyaan yang diwakili dengan angka 0 sampai 4. Angka 0 berarti tidak ada pengaruhnya sama sekali, angka 1 sedikit pengaruhnya, angka 2 sedang pengaruhnya, angka 3 kuat pengaruhnya, dan angka 4 sangat kuat pengaruhnya. Skor PIDAQ keseluruhan diperoleh dengan menjumlahkan semua skor butir pertanyaan (Klages dkk.,2006) Tabel I. Butir pertanyaan Psychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionare.PertanyaanSkor

A.Kepercayaan diri

1. Saya bangga dengan penampilan gigi yang saya miliki?

2. Saya percaya diri memperlihatkan gigi saya ketika tersenyum?

3. Saya senang melihat penampilan gigi saya dicermin?

4. Gigi saya sangat menarik terhadap orang lain?

5. Saya puas dengan penampilan gigi saya?

6. Saya melihat posisi gigi saya sangat baik?

B. Dampak sosial

7. Saya menahan diri untuk tersenyum agar tidak memperlihatkan gigi saya?

8. Saya khawatir dengan pendapat orang mengenai penampilan gigi saya?

9. Saya takut orang lain berkomentar jelek mengenai penampilan gigi saya?

10. Saya merasa sedikit terhambat beraktivitas sosial akibat gigi saya?

11. Saya terkadang menutup mulut saya untuk menyembunyikan gigi saya?

12. Saya terkadang berpikir orang lain menatap gigi saya?

13. Saya sering menerima komentar jelek ketika dalam suatu candaan?

14. Saya khawatir terhadap lawan jenis karena gigi saya?

C. Dampak psikologi

15. Saya merasa iri dengan susunan gigi orang lain yang rapi?

16. Saya merasa rendah diri ketika melihat gigi orang lain?

17. Kadangkala saya merasa tidak senang dengan penampilan gigi saya?

18. Saya merasa kebanyakan orang memiliki gigi yang lebih bagus daripada saya?

19. Saya merasa rendah diri jika memikirkan penampilan gigi saya?

20. Saya berharap gigi saya terlihat lebih bagus?

D. Dampak estetika

21. Saya tidak suka melihat gigi saya ketika bercermin?

22. Saya tidak suka melihat gigi saya dalam foto diri saya sendiri. ?

23. Saya tidak suka melihat gigi saya ketika menyaksikan video diri saya sendiri?

F. Tahap Penelitian

1. Tahap pra penelitian

a. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner

Uji dilakukan di tempat yang sama dengan tempat penelitian karena memiliki kriteria yang sama sehingga mendapatkan validitas yang baik. Subjek yang digunakan berbeda dengan subjek penelitian, karena dikhawatirkan jika subjek adalah siswa yang sama cenderung mendapatkan jawaban dan hasil akhir yang sama. Subjek uji coba mempunyai kriteria inklusi yang sama dengan calon subjek penelitian. Subjek uji coba yang dipakai sebanyak 30 orang. Setelah kuesioner dikembalikan kepada peneliti, dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan perangkat lunak komputer. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Pearson product moment. Butir pertanyaan pada kuesioner dianggap valid atau sahih apabila r hitung > r tabel, selain itu validitas dapat dilihat melalui nilai signifikansi (p). Butir pertanyaan kuesioner dianggap valid apabila p < 0,05 (Riwidikdo, 2009).Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik alpha cronbach. Kuesioner dapat dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7 (Djemari Mardapi, 2003 sit. Riwidikdo, 2009). Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menyakinkan bahwa kuesioner yang disusun benar-benar baik dalam mengukur gejala dan menghasilkan data yang valid (Riwidikdo, 2009). 2. Tahap pelaksanaan penelitian

a. Subjek yang dipilih adalah siswa yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian subjek dijelaskan mengenai penelitian ini dan diminta kesediaannya untuk dijadikan subjek penelitian.

b. Pengisian blanko informed consent dan blanko identitas.

3. Mengukur kebutuhan perawatan ortodontik subjek penelitian dan dilanjutkan pengisian blanko kuesioner PIDAQ.4. Analisis data.

5. Hasil dan pembahasan.

G. Analisis Data

Analisis data pada penelitian menggunakan perangkat lunak komputer dengan analisis korelasi Pearson product moment. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui besar/derajat hubungan dua variabel. Dahlan (2011) menyebutkan bahwa kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam lima area sebagai berikut: Tabel II. Kriteria Penilaian Korelasi Interval KoefisianTingkat Korelasi

0.00 0.199Sangat Rendah

0.20 0.399Rendah

0.40 0.599Sedang

0.60 0.799Kuat

0.80 1.000Sangat Kuat

H. Alur Penelitian

Daftar Pustaka

American Bar Asociatio, 2004, Adolescence, Brain Development and Legal Culpability, Juvenile Justice Center, Washington D, p. 1.

Agarwal, A., dan Mathur, R., 2012, An Overview Orthodontic Index, World Journal of Dentistry, January-March ;3(1):77-86.Ali Mahmood, T. M. B.D.S., M.Sc dan Kareem, F.A. B.D.S., M.Sc., Ph.D. 2012. Psychological Impact of Dental Aesthetics for Kurdish Young Adults Seeking Orthodontic Treatment. J Bagh College Dentistry. Vol. 24 (special issue 1).

Batool, I.,Abbas, A.,Imtiaz, A., dan Zulfiqar, A., 2009, Psychological Effect of Maloclussion, Pakistan Orthodontic Journal. Vol 1, No 1.

Batubara, J.R.L, 2010, Adolescent Devolepment. Sari Pediatri;12(1):21-9

Baubiniene, D. dan Sidlauskas, A., 2009, The Factors Effecting Satisfaction of Dental Appearance and Self Perceived Need for Orthodontic Treatment in 10-11 and 14-15 Year Old Lithuanian Schoolchildren, Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 11: 97-102.

Bellot- Arcis, C., Montiel - Company, J.M., dan Almerich- Silla, J.M., 2013, Psychosocial Impact of Maloclussion in Spanish Adolescents, Korean J Orthod;43(4): 193-200.

British Orthodontic Society, 2009, The Justification of Orthodontic Treatment, 12 Bridewell Place : London, p 8-10.

Brizon, V.S.C., Cortellazzi, K.L., Vazquez, F.L., Ambrosano, G.M.B., Pereira, A.C., Gomes , V.E., dan Oliviera, A.C., 2013, Individual and Contextual Factors Associated with Malocclusion in Brazilian Children, Rev Sade Pblica;47(Supl 3):1-11.

Chien-Tie Lee, 2010, Taiwanese Adolescent Psychosocial Development in Urban and Rural Areas, All Graduate Theses and Dissertations, Paper 613.

Claudino, D. dan Traebert, J., 2013, Malocclusion, Dental Aesthetic Self-Perception and Quality of Life in a 18 to 21 Year-Old Population: a Cross Section Study, BMC Oral Health, 13:3.

Cohen, M.D., M.I., Adolescence 11-12 Years, Department of Pediatrics, Albert Einstein College of Medicine, diunduh dari : http://www.brightfutures.org/

bf2/pdf/pdf/AD.pdf, pada tanggal 31 Agustus 2014.

Deli, R., Macri, L.A., De Luca, M., Torsello, F., dan Gripaudo, C., 2008, Satisfaction With Dental Appearance in 8-9 Years Old Children, European Journal Pediatric Dentisry (1).

Dewanto, H., 1993, Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, p 36.

Dewi, O., 2008, Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Remaja SMU di Kota Medan, Tesis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Elham, S.J., Alhaija, A., Al Nimri, K.S.,dan Al Khateeb, S.N., 2005, Self Perception of Malocclusion Among North Jordanian School Children, European Journal of Orthodontics 27 :292295.

Harris, E.F. dan Corruccini, R.S., 2008, Quantification of Dental Occlusal Variation: A Review of Methods, Dental Anthropology Association Vol 21 : 1.

Hasan, R., dan Rahimah, A.K., 2007, Occlusion, malocclusion and method of measurements - an overview, Archives of Orofacial Sciences 2, 3-9.

Khanehmasjedi, M., Bassir, L ., dan Haghighizade, M.H., 2013, Evaluation of Orthodontic Treatment Needs Using the Dental Aesthetic Index in Iranian Students, Iranian Red Crescent Medical Journal ; 15(10): e10536.

Khan, M. dan Fida, M., 2008, Assessment of Psychosocial Impact of Dental Aesthetics. Journal of The College of Physicians and Surgeons Pakistan , Vol. 18 (9): 559-564.

Klages, U., Claus, N., Wehrbein, H., dan Zentner, A., 2006, Development of a Questionnaire for Assessment of the Psychosocial Impact of Dental Aesthetics in Young Adults, European Journal of Orthodontics 28 :103111.

Liling, D.T., 2013, Hubungan Kasus Maloklusi Gigi Anterior Dengan Status Psikososial Pada Pelajar SMP Makassar, Skripsi, Universitas Hasanuddin , Makassar.

Loughry M, dan Eyber C, Psychosocial Concept in Humanitarian Work with Children: A Review of the Concept and Related Literature, diunduh dari: http://www.nap.edu/catalog/10698.html, pada tanggal 31 Agustus 2014.

Mandall, N.A.,McCord, J.F., Blinkhorn, A.S., Worthington H.V., dan OBrien, K.D., 1999, Perceived Aesthetic Impact of Maloclussion and Oral Self Perception in 14-15 years old Asian and Caucasian Children in Greater Manchester, European Journal of Orthodontics 21 : 175-183.

Nayak, U.A., Winnier, J. dan Rupesh S., 2009, The Relationship of Dental Aesthetic Index with Dental Appearance, Smile and Desire for Orthodontic Correction, International Journal of Clinical Pediatric Dentistry ; 2(2): 6-12.

Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian keperawatan, Edisi 2, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, p. 83

Ovsenik, M., 2007, Assessment of Malocclusion in The Permanent Dentition: Reliability of Intraoral Measurements, European Journal of Orthodontics 29: 654659

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 : Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan.

Peres, S.H.C.S., Goya, S. Cortellazi, K.L., Ambrosano, G.M.B., Meneghim, M.C., dan Pereira, A.C., 2011, Self-perception and malocclusion and their relation to oral appearance and function, Cincia & Sade Coletiva, v.16, n.10, p.4059-4066.

Poonam, 2011, Dental Aesthetics And Patient Satisfaction : A Hospital Based Survey, AOSR ;1(1):1-4.

Purwanto, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, p. 30.

Rahardjo, P., 2008., Ortodonti Dasar, Airlangga University Press, Surabaya,p 22.

Rawle, C.A., 2007, Ethnic Differences of Malocclussion and Attitudes Toward Orthodontic Treatment, Controlling for Family Income, Thesis, ProQuest Information and Learning Company.

Riwidikdo, H., 2009, Statistik Kesehatan, Mitra Cendikia Press, Yogyakarta, p. 151-161.

Ruffin, N., 2009, Adolescent Growth and Development, Virginia State University, Publication : 350-850, diunduh dari : www.ext.vt.edu, pada tanggal 31 Agustus 2014.

Sanders, A. R., 2013, Adolescent Psychosocial, Social, and Cognitive Development, Pediatrics in Review Vol.34 No.8.

Sardenberg, F., Oliviera, A.C., Paiva, S.M., Auad, M.S., dan Vale, M. P., 2011, Validity and reliability of The Brazilian Version of The Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Questionnaire, European Journal of Orthodontics, Vol 33 : 270275Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 : Tentang desa Walgito, B., 2003, Psikologi Sosial, ANDI OFFSET , Yogyakarta, p 7.

World Health Organization, 2009, Strengthening The Health Sector Response to

Adolescent Health and Development, p. 1.

Psikososial

Keparahan Maloklusi

Persepsi Penampilan Gigi

EMBED Equation.3

EMBED Equation.3

Seleksi Sampel

Analisis data menggunakan Pearson Product Moment

Hasil dan pembahasan

Pengisian blanko PIDAQ

Pengukuran keparahan maloklusi menggunakan DAI oleh peneliti

1

_1461053777.unknown

_1461053779.unknown

_1461053780.unknown

_1461053781.unknown

_1461053778.unknown

_1461053744.unknown

_1461053776.unknown

_1461053739.unknown