hubungan antara status gizi, asi eksklusif, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-s-mutia imro...

155
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, DAN FAKTOR LAIN TERHADAP FREKUENSI DIARE PADA ANAK USIA 10-23 BULAN DI PUSKESMAS TUGU, DEPOK TAHUN 2012 SKRIPSI MUTIA IMRO ATUSSOLEHA 0806460875 PROGRAM STUDI GIZI DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2012 Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Upload: vonhi

Post on 02-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, DAN

FAKTOR LAIN TERHADAP FREKUENSI DIARE PADA

ANAK USIA 10-23 BULAN DI PUSKESMAS TUGU, DEPOK

TAHUN 2012

SKRIPSI

MUTIA IMRO ATUSSOLEHA

0806460875

PROGRAM STUDI GIZI

DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JUNI 2012

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 2: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, DAN

FAKTOR LAIN TERHADAP FREKUENSI DIARE PADA

ANAK USIA 10-23 BULAN DI PUSKESMAS TUGU, DEPOK

TAHUN 2012

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

MUTIA IMRO ATUSSOLEHA

0806460875

PROGRAM STUDI GIZI

DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JUNI 2012

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 3: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 4: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 5: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 6: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mutia Imro Atussoleha

Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 13 Oktober 1990

Alamat : Jl. Seno I C-70. Kelurahan Pejaten Timur,

Kecamatan Pasar Minggu. Jakarta Selatan.

No telepon : 085710181550

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. TK Taman Siswa Bekasi 1995-1996

2. SDN Bumi Bekasi Baru VI, Bekasi 1996-1999

3. SDN Kalibata 07 Pagi, Jakarta 1999-2002

4. SMP Negeri 182 Jakarta 2002-2005

5. SMA Negeri 38 Jakarta 2005-2008

6. FKM UI Program Studi Gizi 2008-2012

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 7: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status

Gizi, ASI Eksklusif, dan Faktor Lain Terhadap Frekuensi Diare pada Anak 10-23

Bulan di Puskesmas Tugu, Depok Tahun 2012” dengan baik. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Gizi, Program Studi Gizi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Sripsi ini dibuat berkat bantuan dari berbagai pihak mulai dari proses

persiapan, pengambilan data, sampai penyusunan laporan ini selesai. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. drg. Sandra Fikawati, MPH selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi

yang telah banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan

masukan dalam penulisan skripsi ini.

2. Prof. Dr. dr. Kusharisupeni, MSc selaku penguji yang bersedia meluangkan

waktunya untuk menjadi penguji dalam sidang skripsi penulis serta

memberikan masukan yang konstruktif untuk penelitian ini.

3. dr. Dewi Damayanti selaku penguji yang bersedia meluangkan waktunya

untuk menjadi penguji dalam sidang skripsi penulis serta memberikan

masukan yang konstruktif untuk penelitian ini.

4. drg. Trisakti Budi Setyorini selaku Kepala Puskesmas Tugu yang telah

membuka kesempatan untuk penulis agar dapat melakukan penelitian di

Puskesmas Tugu dan telah banyak membantu dalam pengumpulan data awal

juga proses penelitian.

5. dr. Ika, Ibu Siti, Mba Nisa, Ibu Yun, dan seluruh petugas Puskesmas Tugu

lainnya yang membantu penulis dalam pengumpulan data.

6. Pihak FKM UI, Dinas Kesehatan Depok, Kesbangpol Linmas Depok yang

telah banyak membantu proses izin penelitian.

7. Seluruh dosen, asisten dosen, dan segenap staf Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat FKM UI yang selama 4 tahun ini telah mengajar, membimbing,

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 8: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

vii

dan membantu dalam kegiatan perkuliahan sehingga dapat memperkaya ilmu

penulis.

8. Orang tua dan kedua adik penulis yang selalu memberikan semangat, juga

memberikan dukungan tak terhingga baik moril maupun materil serta selalu

mendoakan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

9. dr. Marina Damajanti Wangsadinata, MKM yang siap sedia memberikan

waktunya untuk penulis dapat berkonsultasi.

10. Ranggaswara Prasetya atas dukungan semangat yang telah diberikan, semua

waktu untuk mengerjakan skripsi bersama dan refreshing bersama disaat jenuh

dan stress mengerjakan skripsi.

11. Teman-teman dekat penulis Kartika, Alfa, Seala, Tasya, Ridanti, Vita, dan

Rhiza atas waktu chit-chat bersama yang dapat mengalihkan sejenak dari

pusingnya urusan skripsi dan atas dukungannya dalam proses pengerjaan

skripsi.

12. Teman-teman satu bimbingan yaitu Uchi, Dian Ika, Ayu, Rita, Aisyah, Puji,

Eko, dan Imam Akbari yang telah berjuang bersama – sama selama

bimbingan.

13. Semua teman-teman Gizi 2008, angkatan pioneer, atas semua dukungan dan

semoga kita dapat lulus dengan lancar serta nilai yang memuaskan.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak

ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karenanya, masukan berupa

saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini menjadi lebih

baik. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Depok, 28 Juni 2012

Penulis

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 9: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 10: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

ix Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Mutia Imro Atussoleha

Program Studi : Gizi

Judul : Hubungan antara Status Gizi, ASI Eksklusif, dan Faktor Lain

terhadap Frekuensi Diare pada Anak Usia 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Depok Tahun 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan. Desain penelitian yang

digunakan adalah cross sectional yang dilakukan terhadap 95 responden yang

dilakukan secara purposive sampling di Puskesmas Tugu, Depok pada 20 Maret –

27 April 2012. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan

kuesioner, observasi rumah, dan pengukuran status gizi (berat badan dan panjang

badan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 35,8% sampel menderita

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir (lebih dari median frekuensi dunia).

Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor anak (berat bayi lahir (OR=4,0),

status gizi BB/U rata-rata 4 bulan terakhir (OR=5,8), status gizi BB/U saat ini

(OR=8,3), status gizi PB/U rata-rata 4 bulan terakhir (OR=16,8), status gizi PB/U

saat ini (OR=14,8), dan ASI eksklusif (OR=5,2)), faktor ibu (perilaku ibu

(OR=4,3)), faktor keluarga (status ekonomi keluarga (OR=4,3) dan jumlah balita

dalam keluarga (OR=8,3)), dan faktor lingkungan (sumber air bersih (OR=6,4),

kondisi jamban/WC (OR=4,6), sarana pembuangan air limbah (OR=6,2),

pengolahan sampah rumah tangga (OR=5,5), dan kepadatan huni (OR=3,7))

dengan frekuensi diare. Penulis menyarankan kepada Puskesmas Tugu untuk

melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan konseling

untuk menurunkan angka kejadian diare pada anak 10-23 bulan.

Kata Kunci : Frekuensi diare, diare, status gizi, dan ASI eksklusif

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 11: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

x Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Mutia Imro Atussoleha

Study Program : Nutrition

Title : Nutritional Status, Exclusive Breastfeeding, and Other Factors

in Relation to Diarrhea Frequency among Children 10-23

Months at Tugu Community Health Center, Depok in 2012

The objective of this study was to identify factors which associated with

with diarrhea frequency among children 10-23 months. The method used in this

study is cross sectional design which was conducted with 95 respondents which

took with pusposive sampling at Tugu Community Health Center, Depok in

March 20th

until April 27th

2012. Data were collected through interview referring

to the questionnaire, house observation, and measurement of nutritional status

(weight and length). The result of this study showed that 35,8% people were

experience diarrhea more than once in the last 4 months (more than the frequency

of world median). There were significant association between children factors

(baby birth weight (OR=4,0), nutritional status W/A average in last 4 months

(OR=5,8), current nutritional status of W/A (OR=8,3), nutritional status H/A

average in last 4 months (OR=16,8), current nutritional status of H/A (OR=14,8),

and exclusive breastfeeding (OR=5,2)), maternal factors (maternal behavior

(OR=4,3)), family factors (economics status of the family (OR=4,3) and number

of under five in the family (OR=8,3)), and environmental status (source of clean

water (OR=6,4), condition of latrines (OR=4,6), waste disposal facilities

(OR=6,2), household waste treatment (OR=5,5), and the density of habitation

(OR=3,7)) with diarrhea frequency. The author suggest to Tugu Community

Health Center to conduct health promotion and education through education and

counseling program for decreasing the incidence of diarrhea in children 10-23

months.

Keywords : Diarrhea frequency, diarrhea, nutritional status, and exclusive

breastfeeding

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 12: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

SURAT PERNYATAAN.................................................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................... viii

ABSTRAK .......................................................................................................... ix

ABSTRACT ........................................................................................................ x

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii

DAFTAR RUMUS ............................................................................................xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 6

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7

1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 7

1.4.1 Tujuan Khusus .................................................................................... 7

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7

1.5.1 Bagi Institusi ....................................................................................... 7

1.5.2 Bagi Masyarakat................................................................................... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9

2.1 Diare .............................................................................................................. 9

2.1.1 Definisi Diare ...................................................................................... 9

2.1.2 Klasifikasi Diare ................................................................................. 10

2.1.2.1 Diare Akut .............................................................................. 10

2.1.2.2 Disentri .................................................................................. 10

2.1.2.3 Diare Persisten ........................................................................ 10

2.1.2.4 Diare dengan Masalah Lain .................................................... 11

2.1.3 Etiologi Diare ...................................................................................... 11

2.1.3.1 Faktor Infeksi ......................................................................... 11

2.1.3.2 Faktor Malabsorbsi ................................................................. 11

2.1.3.3 Faktor Alergi .......................................................................... 12

2.1.3.4 Faktor Keracunan ................................................................... 12

2.1.3.5 Faktor Imunodefisiensi ........................................................... 12

2.1.3.6 Sebab-Sebab Lain ................................................................... 12

2.1.4 Epidemiologi Diare ............................................................................. 13

2.1.4.1 Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare ...................... 13

2.1.4.2 Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 13: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xii Universitas Indonesia

Diare ....................................................................................... 14

2.1.4.3 Faktor Lingkungan dan Perilaku ............................................ 14

2.1.5 Patofisiologi Diare ............................................................................. 14

2.1.6 Komplikasi Diare ................................................................................ 15

2.1.7 Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

(WHO, 2005) ...................................................................................... 16

2.1.7.1 Tanpa Dehidrasi ...................................................................... 16

2.1.7.2 Dehidrasi Ringan .................................................................... 16

2.1.7.3 Dehidrasi Sedang .................................................................... 17

2.1.7.4 Dehidrasi Berat ....................................................................... 17

2.1.8 Pencegahan Diare ................................................................................ 17

2.1.8.1 Pencegahan Primer ................................................................. 17

2.1.8.2 Pencegahan Sekunder ............................................................. 19

2.1.8.3 Pencegahan Tersier ................................................................. 19

2.2 Faktor-Faktor Resiko Diare........................................................................... 20

2.2.1 Berat Lahir .......................................................................................... 20

2.2.2 ASI Eksklusif ...................................................................................... 20

2.2.3 Status Gizi ........................................................................................... 21

2.2.4 Imunisasi Campak .............................................................................. 22

2.2.5 Pendidikan Ibu .................................................................................... 23

2.2.6 Pengetahuan Ibu .................................................................................. 23

2.2.7 Pekerjaan Ibu ...................................................................................... 24

2.2.8 Perilaku Ibu ......................................................................................... 24

2.2.9 Status Ekonomi Keluarga ................................................................... 25

2.2.10 Jumlah Balita Dalam Keluarga ......................................................... 26

2.2.11 Sumber Air Bersih ............................................................................ 26

2.2.12 Kondisi Jamban ................................................................................. 27

2.2.13 Sarana Pembuangan Air Limbah ...................................................... 28

2.2.14 Pengolahan Sampah Rumah Tangga................................................. 28

2.2.15 Kepadatan Huni ................................................................................ 29

2.3 Kerangka Teori Kejadian Diare .................................................................... 30

2.3.1 Determinan Kematian Bayi dan Balita Menurut Mosley dan Chen ... 30

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Status Kesehatan dan Gizi Menurut

HL Blum ............................................................................................. 31

2.3.3 Paradigma Diare Menurut WHO dan Depkes RI ............................... 31

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERSIONAL

DAN HIPOTESIS ......................................................................................... 33 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................................... 33

3.2 Definisi Operasional...................................................................................... 34

3.3 Hipotesis ........................................................................................................ 41

4. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 42

4.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 42

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................ 42

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................... 43

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 14: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xiii Universitas Indonesia

4.3.1 Populasi Penelitian .............................................................................. 43

4.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................ 43

4.3.3 Responden Penelitian .......................................................................... 45

4.4 Pengumpulan Data ........................................................................................ 45

4.4.1 Petugas Pengumpulan Data ................................................................. 45

4.4.2 Sumber Data ........................................................................................ 45

4.4.3 Instrumen Penelitian ........................................................................... 46

4.4.4 Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 47

4.5 Teknik Manajemen Data ............................................................................... 52

4.5.1 Pengolahan Data Hasil Penelitian ....................................................... 52

4.5.2 Pengkodean Data (Data Coding) ........................................................ 52

4.5.3 Penyuntingan Data (Data Editing) ...................................................... 54

4.5.4 Pemasukan Data (Data Entry) ............................................................ 55

4.5.5 Pembersihan Data (Data Cleaning) .................................................... 55

4.6 Analisis Data ................................................................................................. 55

4.6.1 Analisis Data Univariat ....................................................................... 55

4.6.2 Analisis Data Bivariat ......................................................................... 55

BAB 5 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 57

5.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Tugu Kota Depok ................ 57

5.1.1 Letak Wilayah ..................................................................................... 57

5.1.2 Kependudukan .................................................................................... 58

5.1.3 Sarana Pelayanan Kesehatan ............................................................... 58

5.2 Subjek Aktual Penelitian (Actual Subject) .................................................... 59

5.3 Analisis Univariat.......................................................................................... 59

5.3.1 Gambaran Frekuensi Diare ................................................................. 59

5.3.2 Gambaran Faktor Anak ....................................................................... 60

5.3.2.1 Berat Lahir .............................................................................. 60

5.3.2.2 Status Gizi .............................................................................. 61

5.3.2.3 ASI Eksklusif .......................................................................... 62

5.3.2.4 Imunisasi Campak .................................................................. 63

5.3.3 Gambaran Faktor Ibu .......................................................................... 64

5.3.3.1 Perilaku Ibu ............................................................................ 64

5.3.4 Gambaran Faktor Keluarga ................................................................. 67

5.3.4.1 Status Ekonomi Keluarga ....................................................... 67

5.3.4.2 Jumlah Balita dalam Keluarga ................................................ 68

5.3.5 Gambaran Faktor Lingkungan ............................................................ 68

5.3.5.1 Sumber Air Bersih .................................................................. 68

5.3.5.2 Kondisi Jamban/WC ............................................................... 70

5.3.5.3 Sarana Pembuangan Air Limbah ............................................ 71

5.3.5.4 Pengolahan Sampah Rumah Tangga ...................................... 73

5.3.5.5 Kepadatan Huni ...................................................................... 74

5.4 Analisis Bivariat ............................................................................................ 75

5.4.1 Faktor Anak ........................................................................................ 75

5.4.1.1 Hubungan Berat Lahir dengan Frekuensi Diare ..................... 77

5.4.1.2 Hubungan Status Gizi dengan Frekuensi Diare ...................... 77

5.4.1.3 Hubungan ASI Eksklusif dengan Frekuensi Diare ................. 78

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 15: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xiv Universitas Indonesia

5.4.1.4 Hubungan Imunisasi Campak dengan Frekuensi Diare ......... 79

5.4.2 Faktor Ibu ............................................................................................ 79

5.4.2.1 Hubungan Perilaku Ibu dengan Frekuensi Diare .................... 79

5.4.3 Faktor Keluarga .................................................................................. 80

5.4.3.1 Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Frekuensi

Diare ................................................................................................... 81

5.4.3.2 Hubungan Jumlah Balita dalam Keluarga dengan

Frekuensi Diare .................................................................................. 81

5.4.4 Faktor Lingkungan .............................................................................. 81

5.4.4.1 Hubungan Sumber Air Bersih dengan Frekuensi Diare ......... 82

5.4.4.2 Hubungan Kondisi Jamban/WC dengan Frekuensi Diare ...... 83

5.4.4.3 Hubungan Sarana Pembuangan Air Limbah dengan

Frekuensi Diare .................................................................................. 83

5.4.4.4 Hubungan Pengolahan Sampah Rumah Tangga

dengan Frekuensi Diare ...................................................................... 83

5.4.4.5 Hubungan Kepadatan Huni dengan Frekuensi Diare ............. 84

BAB 6 PEMBAHASAN .................................................................................... 85

6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 85

6.2 Frekuensi Diare ............................................................................................. 85

6.3Berat Lahir ..................................................................................................... 86

6.4 Status Gizi ..................................................................................................... 88

6.5 ASI Eksklusif ................................................................................................ 91

6.6 Imunisasi Campak ......................................................................................... 93

6.7 Perilaku Ibu ................................................................................................... 94

6.8 Status Ekonomi Keluarga .............................................................................. 96

6.9 Jumlah Balita dalam Keluarga ...................................................................... 97

6.10 Sumber Air Bersih ...................................................................................... 99

6.11 Kondisi Jamban/WC ................................................................................... 101

6.12 Sarana Pembuangan Air Limbah ................................................................ 103

6.13 Pengolahan Sampah Rumah Tangga ........................................................... 104

6.14 Kepadatan Huni ........................................................................................... 106

BAB 7 PENUTUP .............................................................................................. 108

7.1 Kesimpulan ................................................................................................... 108

7.2 Saran .............................................................................................................. 109

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 111

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 16: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xv Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Epidimiologi Penyebab Diare Berdasarkan Infeksi ................ 13

Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Bayi ................................... 21

Tabel 3.1 Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala

Ukur Penelitian ................................................................................... 35

Tabel 5.1 Distribusi Data Frekuensi Diare pada Anak 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......... 60

Tabel 5.2 Distribusi Data Berat Lahir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ............................ 60

Tabel 5.3 Distribusi Data Status Gizi Rata-Rata 4 Bulan Terakhir pada Anak

10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok

Tahun 2012 ......................................................................................... 61

Tabel 5.4 Distribusi Data Status Gizi Saat Ini pada Anak 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......... 62

Tabel 5.5 Distribusi Data ASI Eksklusif pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ............................ 63

Tabel 5.6 Distribusi Data Imunisasi Campak pada Anak 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......... 64

Tabel 5.7 Distribusi Data Perilaku Ibu di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......................................................... 64

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Ibu di Puskesmas Tugu,

Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ....................................... 67

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi Keluarga di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......... 67

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Balita Dalam Keluarga

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ..... 68

Tabel 5.11 Distribusi Data Sumber Air Bersih Responden di Puskesmas Tugu,

Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ....................................... 69

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ............................ 70

Tabel 5.13 Distribusi Data Kondisi Jamban/WC Responden di Puskesmas Tugu,

Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ....................................... 70

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Jamban/WC di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ............................ 71

Tabel 5.15 Distribusi Data Sarana Pembuangan Air Limbah Responden di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......... 72

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Pembuangan Air Limbah

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ..... 72

Tabel 5.17 Distribusi Data Pengolahan Sampah Rumah Tangga Responden di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 .......... 73

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Pengolahan Sampah Rumah

Tangga di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun

2012 .................................................................................................... 74

Tabel 5.19 Distribusi Data Kepadatan Huni Responden di Puskesmas Tugu,

Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ....................................... 74

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 17: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xvi Universitas Indonesia

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kepadatan Huni di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012 ............................ 75

Tabel 5.21 Tabulasi Silang antara Faktor Anak dengan Frekuensi Diare pada

Anak 10-23 Bulan Di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis,

Depok Tahun 2012 ............................................................................. 76

Tabel 5.22 Tabulasi Silang antara Faktor Ibu dengan Frekuensi Diare pada

Anak 10-23 Bulan Di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis,

Depok Tahun 2012 ............................................................................. 79

Tabel 5.23 Tabulasi Silang antara Faktor Keluarga dengan Frekuensi Diare

pada Anak 10-23 Bulan Di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis,

Depok Tahun 2012 ............................................................................. 80

Tabel 5.24 Tabulasi Silang antara Faktor Lingkungan dengan Frekuensi Diare

pada Anak 10-23 Bulan Di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis,

Depok Tahun 2012 ............................................................................. 82

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 18: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xvii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Determinan Kematian Bayi dan Balita ................ 30

Gambar 2.2 Kerangka Teori Faktor Yang Memengaruhi Status Kesehatan dan

Gizi ................................................................................................ 31

Gambar 2.3 Kerangka Teori Paradigma Kejadian Diare .................................. 32

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 33

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 19: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xviii Universitas Indonesia

DAFTAR RUMUS

(4.1) Rumus Uji Hipotesis Perbedaan 2 Proporsi ..................................... 44

(4.2) Rumus Uji Statistik Chi-Square ....................................................... 56

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 20: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

xix Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol dan Linmas Kota Depok

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Depok

Lampiran 4 Informed Consent

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Kartu Pasien Rawat Jalan Puskesmas Tugu

Lampiran 7 Kartu Tatalaksana Balita Sakit Usia 2 Bulan – 5 Tahun

Lampiran 8 Hasil Bivariat Variabel IMD dan Kolostrum

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 21: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang digunakan

untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat. Wilayah Asia Tenggara

memiliki AKB yang tergolong tinggi dibandingkan wilayah lain. Indonesia memiliki

AKB yang tinggi daripada beberapa negara di Asia Tenggara lainnya yaitu sebesar 30

per 1000 kelahiran hidup. Negara di Asia Tenggara yang memiliki AKB lebih rendah

dari Indonesia diantaranya adalah Thailand yang memiliki nilai AKB sebesar 12 per

1000 kelahiran hidup, Malaysia memiliki nilai AKB 6 per 1000 kelahiran hidup,

Brunei Darussalam memiliki nilai AKB 5 per 1000 kelahiran hidup, dan Singapura

memiliki nilai AKB 2 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2011).

Kematian bayi dapat disebabkan karena diare. Diare menyebabkan 1,5 juta

kematian dan 21% kematian pada kelompok bayi dan balita (WHO, 2008). Penyakit

diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang.

Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan (morbiditas) dan

kematian (mortalitas) akibat diare (Apriyanti et al., 2009).

Dalam data statistik kesehatan WHO, diare merupakan pembunuh kedua

terbesar pada bayi dan balita yaitu sebesar 15% setelah pneumonia sebesar 18%

menyebabkan kematian pada tahun 2008 (WHO, 2011). Hasil Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan angka kematian akibat diare 23 per

100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita (Depkes, 2004). Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan penyebab kematian bayi di

Indonesia akibat diare adalah sebesar 31,4% dan akibat pneumonia sebesar 23,8%

(Depkes, 2007b).

Dampak lain yang dapat disebabkan oleh keadaan sakit termasuk diare juga

kejadian growth faltering atau kegagalan pertumbuhan pada bayi dan balita (Mosley

dan Chen, 1984). Growth faltering mengakibatkan terjadinya stunting atau

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 22: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

2

Universitas Indonesia

underweight yang terjadi pada periode waktu yang singkat yaitu sebelum lahir hingga

kurang lebih umur 2 tahun (Kusharisupeni, 2002).

Prevalensi diare di Indonesia adalah 9% (rentang 4,2% - 18,9%), tertinggi di

Provinsi NAD dan terendah di DI Yogyakarta. Prevalensi diare paling tinggi terjadi

pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 16,7% dan kelompok umur kurang dari 1

tahun sebesar 16,5% (Depkes, 2007b). Median insiden diare secara keseluruhan pada

anak di bawah 5 tahun adalah 3,2 episode per tahun (Parashar et al., 2003 dalam

Agtini, 2011).

Angka kesakitan akibat diare cenderung meningkat setiap tahun, survei

morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia dari tahun 2000 sampai 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 kejadian penyakit diare 301 per 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi

374 per 1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 per 1000 penduduk dan tahun

2010 menjadi 411 per 1000 penduduk. Untuk angka kesakitan diare balita tidak

menunjukkan pola kenaikan maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2010,

proporsi terbesar penderita diare dari semua kelompok umur adalah kelompok umur

6-11 bulan yaitu sebesar 21,65%.

Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu

dua minggu sebelum survey (Depkes, 2008a), 3% lebih tinggi dari temuan SDKI

2002-2003 yaitu sebesar 11% (Depkes, 2003). Prevalensi diare tertinggi adalah pada

anak umur 12-23 bulan (20,7%), diikuti umur 6-11 bulan (17,6%), dan umur 23-45

bulan (15,3%). Dengan demikian, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35

bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi (Depkes, 2008).

Penyebab penyakit diare tidak berdiri sendiri akan tetapi saling terkait dan

sangat kompleks (Suherna et al., 2005). Berat lahir merupakan faktor resiko kejadian

sakit termasuk diare. Sebuah penelitian menunjukkan trend peningkatan frekuensi

penyakit infeksi diare dan ISPA yang lebih besar pada bayi dengan berat badan lahir

rendah daripada berat badan lahir normal (Salehah, 2002). Penelitian yang dilakukan

Siti Fadilah (2009) yang melakukan analisis terhadap data Riskesdas 2007

menunjukkan balita dengan berat lahir rendah memiliki resiko diare 1,061 kali lebih

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 23: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

3

Universitas Indonesia

besar daripada balita dengan berat lahir normal. Penelitian lain yang meneliti

hubungan berat lahir dan diare masih kurang dalam sepuluh tahun terakhir di

Indonesia.

Status gizi bayi memiliki peranan dalam kejadian sakit. Sebuah penelitian

yang dilaksanakan di Peruvian menunjukkan adanya hubungan antara status gizi

dengan kejadian diare pada bayi. Dalam penelitian ini menunjukkan frekuensi diare

meningkat setiap penurunan 15% z score berdasarkan TB/U (Checkley et al., 2001).

Keadaan malnutrition pada bayi berhubungan dengan tingkat keparahan diare (Black

et al., 1984 dalam Brown, 2003). Penelitian terbaru yang dilaksanakan di Klaten

menunjukkan hasil yang sama yaitu status gizi memiliki hubungan yang signifikan

dengan kejadian diare dimana status gizi yang tidak baik akan rentan terhadap

kejadian diare (Hamisah, 2011).

Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian diare adalah pemberian ASI

eksklusif pada bayi. Penelitian yang dilakukan di daerah kumuh Kota Dhaka,

Bangladesh menunjukkan bayi yang tidak ASI eksklusif (ASI parsial dan tidak ASI)

berhubungan dengan 2,23 kali resiko bayi meninggal karna semua kasus, 2,40 kali

resiko meninggal karena ISPA, dan 3,94 kali resiko meninggal karena diare (Arifeen

et al., 2001). Penelitian lainnya di Bangladesh menunjukkan prevalensi kejadian diare

berhubungan signifikan dengan tidak diberikan ASI eksklusif (Mihrshahi et al.,

2003). Sebuah penelitian di Qatar menunjukkan resiko diare lebih tinggi dan secara

signifikan berhubungan dengan bayi yang diberikan ASI parsial dan tidak diberikan

ASI (Ethlayel, 2009).

Sebuah penelitian di Indonesia menunjukkan semakin lama bayi yang diberi

ASI secara eksklusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare,

dikarenakan ASI mengandung zat antibodi yang bisa meningkatkan sistem

pertahanan tubuh anak (Kamalia, 2005). Penelitian lain menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian

diare pada bayi yaitu tingkat diare yang lebih rendah pada bayi yang diberikan ASI

eksklusif dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif (Wijayanti, 2010).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 24: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

4

Universitas Indonesia

Permasalahan yang ada adalah pelaksanaan ASI eksklusif di Indonesia masih

cenderung rendah. Berdasarkan SDKI 2002-2003, rata-rata bayi di Indonesia hanya

menerima ASI eksklusif selama 1,6 bulan, bayi yang diberikan susu lain selain ASI

kurang dari 4 bulan dan 6 bulan masing-masing sebesar 12,8% dan 8,4%.

Faktor anak yang juga merupakan faktor resiko diare adalah status imunisasi.

Imunisasi yang erat kaitannya dengan diare adalah imunisasi campak. Anak yang

sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat

mencegah diare. Imunisasi campak harus segera diberikan setelah bayi berumur 9

bulan (Depkes, 2011a). Menurut penelitian yang dilakukan Cahyono (2003), terdapat

hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita

(nilai p < 0,05).

Perilaku ibu juga merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kejadian

diare. Perilaku ibu mencakup kebiasaan mencuci tangan, menghisap jari,

membersihkan peralatan makan dan minum, dan sebagainya. Dalam suatu penelitian

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan cuci tangan dengan

kejadian diare (Apriyanti et al., 2009). Penelitian lain yang dilakukan di Bali

menunjukkan perilaku ibu memiliki hubungan signifikan (p=0,000) dengan kejadian

diare (Dewi, 2011). Hubungan antara perilaku ibu dan kejadian diare juga dibuktikan

oleh penelitian yang dilakukan Muhajirin (2002) yaitu adanya hubungan antara

praktek personal hygiene ibu dengan kejadian diare di kecamatan Maos Kab Cilacap

dengan OR=2,983 yang artinya balita memiliki resiko terkena diare 2,983 kali lebih

besar pada ibu dengan praktek personal hygiene yang buruk dibandingkan praktek

personal hygiene yang baik.

Faktor keluarga meliputi status ekonomi dan jumlah balita dalam keluarga.

Ada hubungan yang bermakna (p value 0,007) antara pendapatan per kapita dengan

kejadian diare pada balita (Fatmasari, 2008). Sebuah penelitian yang mencari

hubungan antara jumlah balita dalam keluarga menghasilkan kesimpulan bahwa

keluarga yang memiliki balita lebih dari satu memiliki resiko terkena diare 1,23 kali

daripada keluarga yang mempunyai balita hanya satu (Warouw, 2002). Penelitian

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 25: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

5

Universitas Indonesia

serupa yang dilakukan Dewi (2011) menunjukkan resiko balita terkena diare lebih

besar 6,44 kali pada keluarga dengan jumlah balita lebih dari satu.

Faktor lingkungan juga memiliki peranan penting dalam kejadian penyakit

infeksi. Variabel sumber air bersih, kondisi jamban, dan kepadatan hunian secara

statistik berhubungan dengan kejadian diare pada penelitian yang dilakukan di

Palembang (Fitriyani, 2005). Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan

Dewi (2011), melalui penelitian yang dilakukan dihasilkan faktor lingkungan yang

berhubungan signifikan dengan kejadian diare adalah sumber air bersih, kondisi

jamban keluarga, pengolahan sampah rumah tangga, dan sarana pembuangan air

limbah. Faktor kepadatan huni juga merupakan faktor resiko diare yang ditunjukkan

oleh penelitian Irianto (2000), penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan antara kepadatan huni dengan kejadian diare pada balita

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Depok tahun 2009, Kota Depok

memiliki angka kejadian diare pada bayi dan balita yang lebih tinggi (22,4%)

daripada angka nasional (16,5%) pada tahun 2008 (Dinas Kesehatan Kota Depok,

2009). Wilayah kerja Puskesmas Tugu merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak, hanya memiliki satu kelurahan, dan memiliki prevalensi kasus

diare tertinggi di tahun 2008. Pada tahun 2011, prevalensi diare pada bayi di wilayah

ini sebesar 29,7% dan pada anak 1-4 tahun sebesar 21,4%. Tingginya kasus diare ini

membuat peneliti perlu melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan.

1.2 Rumusan Masalah

Diare merupakan penyakit nomor dua terbesar yang menyebabkan kematian

balita yaitu sebesar 15% setelah pneumonia sebesar 18% pada tahun 2008 (WHO,

2011). Dampak lain dari diare adalah kejadian growth faltering pada bayi dan balita

(Mosley dan Chen, 1984). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok karena memiliki angka prevalensi kejadian diare yang lebih tinggi

dari angka nasional. Pada tahun 2010, wilayah kerja Puskesmas Tugu memiliki

prevalensi diare pada bayi sebesar 31% dan tahun 2011 sebesar 29,7%. Pada

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 26: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

6

Universitas Indonesia

kelompok usia 1-4 tahun, prevalensi diare juga lebih tinggi dari angka nasional yaitu

21,4%. Selain itu, diare juga merupakan penyakit terbanyak yang diderita pada bayi

di Puskesmas Tugu tahun 2011 sebesar 723 kasus.

Berdasarkan besarnya dampak dan masalah prevalensi diare yang tinggi,

maka peneliti perlu melakukan penelitian mengenai hubungan antara faktor anak

(berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, dan imunisasi campak), faktor ibu (perilaku

ibu), faktor keluarga (status ekonomi keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), dan

faktor lingkungan (sumber air bersih, kondisi jamban, sarana pembuangan air limbah,

pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni) terhadap frekuensi diare pada

anak usia 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian kali ini yaitu:

1. Berapa proporsi frekuensi diare pada anak usia 10-23 bulan di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok tahun 2012?

2. Bagaimana gambaran faktor anak (berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, dan

imunisasi campak), faktor ibu (perilaku ibu), faktor keluarga (status ekonomi

keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), dan faktor lingkungan (sumber

air bersih, kondisi jamban, sarana pembuangan air limbah, pengolahan

sampah rumah tangga, dan kepadatan huni) pada anak usia 10-23 bulan di

Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012?

3. Bagaimana hubungan faktor anak (berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, dan

imunisasi campak), faktor ibu (perilaku ibu), faktor keluarga (status ekonomi

keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), dan faktor lingkungan (sumber

air bersih, kondisi jamban, sarana pembuangan air limbah, pengolahan

sampah rumah tangga, dan kepadatan huni) dengan frekuensi diare pada anak

usia 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012?

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 27: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

7

Universitas Indonesia

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran frekuensi diare dan faktor-faktor yang berhubungan

dengan frekuensi diare pada anak usia 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok tahun

2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya proporsi frekuensi diare pada anak usia 10-23 bulan di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok tahun 2012.

2. Diketahuinya gambaran faktor anak (berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, dan

imunisasi campak), faktor ibu (perilaku ibu), faktor keluarga (status ekonomi

keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), dan faktor lingkungan (sumber

air bersih, kondisi jamban, sarana pembuangan air limbah, pengolahan

sampah rumah tangga, dan kepadatan huni) pada anak usia 10-23 bulan di

Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012.

3. Diketahuinya hubungan faktor anak (berat lahir, status gizi, ASI eksklusif,

dan imunisasi campak), faktor ibu (perilaku ibu), faktor keluarga (status

ekonomi keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), dan faktor lingkungan

(sumber air bersih, kondisi jamban, sarana pembuangan air limbah,

pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni) dengan frekuensi

diare pada anak usia 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Institusi

Bagi Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Tugu Kecamatan

Cimanggis, penelitian ini dapat menggambarkan faktor resiko diare pada bayi.

Beberapa faktor resiko dapat dikontrol dan berdampak pada menurunnya angka

growth faltering dan kematian bayi. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memicu

institusi terkait untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya promosi

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 28: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

8

Universitas Indonesia

kesehatan mengenai kebutuhan gizi pra konsepsi, kebutuhan gizi bayi, dan perilaku

hidup bersih sehat (PHBS).

1.5.2 Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan

pengetahuan mengenai faktor-faktor resiko diare pada anak usia 10-23 bulan.

Sehingga melalui penelitian ini, masyarakat dapat mengontrol dan mencegah agar

faktor tersebut tidak menyebabkan diare.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara

faktor anak, faktor ibu, faktor keluarga, dan faktor lingkungan dengan frekuensi diare

pada bayi 10-23 bulan. Penelitian dilakukan di Ruang Poli Anak (MTBS) Puskesmas

Tugu pada 20 Maret - 27 April 2012. Penelitian ini menggunakan studi analitik

kuantitatif dengan menggunakan pendekatan observasional, yang dilakukan secara

cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 10-23 bulan yang

didiagnosa menderita diare oleh tenaga kesehatan Puskesmas Tugu dan telah

memenuhi kriteria sampel lainnya. Responden penelitian ini adalah ibu dari anak usia

10-23 bulan yang telah memenuhi kriteria sampel. Pengambilan sampel dilakukan

secara purposive sampling dan diperoleh actual subject selama pengambilan data

sebanyak 95 responden. Petugas pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri.

Pengambilan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa

angka diare pada baduta dan jumlah anak usia 10-23 bulan di Puskesmas Tugu

melalui Dinas Kesehatan Kota Depok dan data kunjungan pasien di Puskesmas Tugu

sebagai data awal. Data sekunder yang digunakan juga data rekam medik pasien yang

ditulis dalam kartu pasien rawat jalan di Puskesmas Tugu sebagai penegakan

diagnosis diare dan data status gizi (BB dan PB) melalui KMS. Sedangkan

pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dan observasi rumah

menggunakan kuesioner.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 29: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

9 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus.

Terdapat beberapa definisi mengenai pengertian diare. Hipocrates mendefinisikan

diare sebagai buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan

konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang

lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih

dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai

dengan muntah atau tinja yang berdarah yang merupakan gejala infeksi

gastrointestinal. Diare disebabkan oleh berbagai organisme bakteri, virus dan

parasit yang menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau

dari orang ke orang sebagai akibat dari kebersihan yang buruk.

Menurut Depkes RI (2007a) diare adalah buang air besar lembek/cair

bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan

berlangsung kurang dari 14 hari. Diare yang berlangsung antara satu sampai dua

minggu dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002). Diare paling

sering terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa

mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004). Pada bayi, volume tinja

lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare (Behrman et al., 1996). Penyebab tersering

diare adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar (Corwin,

2009).

2.1.2 Klasifikasi Diare

WHO (2005), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok

yaitu diare akut, disentri, diare persisten dan diare dengan masalah lain.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 30: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

10

Universitas Indonesia

2.1.2.1 Diare akut

Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya

kurang dari 7 hari). Menurut Soegijanto (2002) diare akut dapat mengakibatkan

beberapa hal, yaitu:

a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan

dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.

b. Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat

diare dengan atau tanpa disertai muntah

c. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan

muntah

Sebanyak 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan

akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. Penyebab lain

sebesar 10% disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain

(Ahlquist et al., 2005).

2.1.2.2 Disentri

Menurut Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Ditjen PPM & PLP) Departemen Kesehatan

RI (1999), disentri umumnya diawali oleh diare cair, lalu pada hari kedua atau

ketiga akan muncul darah, disertai dengan atau tanpa lendir, sakit perut, yang

kemudian diikuti munculnya tenesmus. Selain itu, penderita disentri juga

mengalami kenaikan suhu tubuh disertai dengan hilangnya nafsu makan dan

badan terasa lemah. Pada saat tenesmus terjadi, pada kebanyakan penderita akan

mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin feses hanya berupa darah

dan lendir. Disentri dapat disertai gejala infeksi saluran nafas akut. Disentri dapat

menimbulkan dehidrasi, dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat.

2.1.2.3 Diare persisten

Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara

terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan

metabolisme.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 31: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

11

Universitas Indonesia

2.1.2.4 Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga

disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

2.1.3 Etiologi Diare

Penyebab diare pada bayi dapat dikelompokkan menjadi enam faktor,

yaitu faktor infeksi, malabsorbsi, alergi dan makanan, keracunan, imunodefisiensi,

dan sebab-sebab lain (Depkes RI, 2007a; Widoyono, 2008).

2.1.3.1 Faktor infeksi

Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama

diare yang disebabkan sebagai berikut :

a. Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella sp.,

Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

b. Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus.

c. Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis

huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan

Crypto.

d. Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, S. Stercoralis,

dll.

e. Fungus: Kandida/moniliasis.

2.1.3.2 Faktor Malabsorsi

Terdapat 2 jenis malabsorbsi yang menyebabkan diare yaitu malabsorpsi

karbohidrat dan malabsorbsi lemak. Malabsorpsi karbohidrat pada balita terjadi

karena kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula sehingga

menyebabkan diare. Gejalanya dari malabsorbsi ini berupa diare berat, tinja

berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak

dapat terjadi jika dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.

Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles

yang siap diabsorpsi usus. Diare dapat muncul jika tidak ada lipase dan terjadi

kerusakan mukosa usus karena lemak tidak terserap dengan baik.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 32: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

12

Universitas Indonesia

2.1.3.3 Faktor alergi

Alergi yang menyebabkan diare dapat terjadi karena tubuh tidak tahan

terhadap zat makanan tertentu seperti laktosa pada susu sapi yang biasa disebut

lactose intolerance.

2.1.3.4 Faktor keracunan

Faktor keracunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keracunan

bahan kimia dan keracunan bahan oleh racun yang dikandung dan diproduksi.

Racun tersebut dapat dihasilkan oleh jasad renik, algae, ikan, buah-buahan, dan

sayur-sayuran.

2.1.3.5 Faktor imunodefisiensi

Penurunan daya tahan tubuh dapat menyebabkan seseorang lebih mudah

terserang penyakit termasuk penyakit diare. Imunodefisiensi dapat bersifat

sementara (misalnya sesudah infeksi virus), atau bahkan berlangsung lama seperti

pada penderita HIV/AIDS.

2.1.3.6 Sebab-sebab lain

Menurut Depkes RI (2007a), faktor perilaku yang dapat menyebabkan

penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah

sebagai berikut :

a. Tidak memberikan ASI saja selama 4-6 bulan pada pertama kehidupan.

b. Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri pathogen,

karena botol susu susah dibersihkan.

c. Menyimpan makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam

bakteri pathogen akan berkembang biak.

d. Menggunakan air minum yang tercemar.

e. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sebelum makan dan

menyuapi anak.

f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 33: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

13

Universitas Indonesia

2.1.4 Epidemiologi Diare

2.1.4.1 Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare

World Gastroenterology Organization global guidelines 2005 membuat

daftar epidemiologi penyebab diare berdasarkan infeksi seperti ditunjukkan pada

Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Daftar Epidemiologi Penyebab Diare Berdasarkan Infeksi

Perantara (vehicle) Patogen klasik

Air (termasuk sampah makanan

pada air tersebut)

Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia

lamblia dan Cryptosporidium species

Makanan

Poultry

Salmonella, Campylobacter dan Shigella

species

Sapi Enterohemorrhagic E coli, Taenia Saginata

Babi Cacing pita

Makanan laut dan shellfish

(termasuk sushidan ikan

mentah)

Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus dan

Vibrio vulnificu, Salmonella species, cacing

pita, dan cacing anisakiasis

Keju Listeria species

Telur Salmonella species

Makanan dan krim

mengandung mayonnaise

Staphylococcus dan Clostridium, Salmonella

Pie

Salmonella, Campylobacter,

Cryptosporidium, dan Giardia species

Binatang ke manusia (binatang

piaraan dan livestock)

Kebanyakan bakteri enterik, virus, dan parasit

Manusia ke manusia (termasuk

kontak seksual)

Pusat perawatan harian Shigella, Campylobacter, Cryptosporodium,

dan Giardia species, virus, Clostridium

difficile

Rumah sakit, antibiotik, atau

kemoterapi

C. Difficile

Kolam renang Giardia dan Cryptosporodium species

Berpergian ke luar negeri

E. coli berbagai tipe, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Giardia,Cryptosporodium

species, dan Entamoeba hystolitica

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 34: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

14

Universitas Indonesia

Penyebaran kuman penyebab diare seperti yang telah ditunjukkan dalam

Tabel 2.1 di atas dapat terjadi karena faktor perilaku. Beberapa perilaku yang

dapat meningkatkan risiko terjadinya diare telah dijelaskan dalam sub bab 2.1.3.6

di atas.

2.1.4.2 Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare

Terdapat beberapa faktor pejamu yang dapat meningkatkan insiden diare

(Depkes RI, 2007a), yaitu:

a. Tidak memberikan ASI eksklusif dan melanjutkan ASI sampai 2 tahun

b. Kurang gizi

c. Campak

d. Imunodefisiensi/imunosupresi

e. Umur

2.1.4.3 Faktor Lingkungan dan Perilaku

Faktor lingkungan yang tercemar dengan kuman infeksi penyakit

merupakan hal penting yang menyebabkan diare pada bayi. Selain itu, perilaku

manusia yang tidak sehat seperti perilaku mencuci tangan, pemberian ASI

eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, dan sebagainya dapat meningkatkan resiko

insiden diare.

2.1.5 Patofisiologi Diare

Mekanisme dasar kejadian diare dapat dijelaskan sebagai berikut

(Kusmaul, 2002):

a. Diare dapat terjadi karena gangguan osmotik. Hal ini dapat terjadi akibat

terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap tubuh sehingga

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul

diare.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 35: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

15

Universitas Indonesia

b. Diare terjadi akibat rangsangan tertentu seperti toksin pada dinding usus. Hal

ini dapat menyebabkan peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus

dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Diare terjadi karena adanya gangguan motalitas usus. Pada mekanisme ini

terjadi gerakan hiperperistaltik yang akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Gerakan

peristaltik usus yang menurun juga dapat menimbulkan diare karena akan

mengakibatkan bakteri timbul secara berlebihan.

d. Diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus

setelah berhasil melewati asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang

biak kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi

yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus.

Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak-anak

(Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke

dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan

sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan

sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit

baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga

fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus

mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik.

Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan

tekanan osmotik usus. Hal ini dapat menyebabkan banyaknya cairan yang ditarik

ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.

Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus

dan terjadilah diare (Kliegman et al, 2006).

2.1.6 Komplikasi Diare

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama

diare, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Apabila diare itu disebabkan oleh

Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran usus juga

dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam tifoid

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 36: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

16

Universitas Indonesia

yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya

dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan

robekan pada esofagus (Kliegman et al., 2006).

Pada diare akut, dapat terjadi kehilangan cairan secara mendadak sehingga

menyebabkan syok hipovolemik yang cepat. Kehilangan cairan dan elektrolit

melalui feses akan mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik. Pada

kejadian diare yang terlambat ditangani petugas medis, syok hipovolemik yang

sudah tidak dapat diatasi lagi akan menimbulkan Tubular Nekrosis Akut pada

ginjal yang selanjutnya menyebabkan gagal multi organ. Komplikasi ini dapat

juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak

tercapai rehidrasi yang optimal (Zein, 2004). Selain itu, diare juga dapat

menyebabkan malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah, penderita

juga mengalami kelaparan (FKUI, 1985). Hal ini ditandai dengan penurunan

jumlah otot dan lemak atau adanya bengkak di kaki dan tangan, yang merupakan

pertanda adanya gangguan penyerapan karbohidrat, lemak, dan protein.

2.1.7 Penanggulangan Diare berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)

2.1.7.1 Tanpa Dehidrasi

Anak-anak yang berumur di bawah 2 tahun dapat diberikan larutan oralit

50-100ml/kali diare dan untuk usia yang lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang

sama dengan dosis 100-200ml/kali diare.

2.1.7.2 Dehidrasi Ringan

Pada keadaan dehidrasi ringan diperlukan oralit secara oral bersama

larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap

yang mengandung glukosa dan elektrolit. Formula tersebut diberikan sebanyak

mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan

pemberian ASI. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung

90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 37: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

17

Universitas Indonesia

2.1.7.3 Dehidrasi Sedang

Pasien yang mengalami dehidrasi sedang memerlukan perhatian yang

lebih khusus. Selain itu, pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di

sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Jika penderita sudah

lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah

dengan pemberian oralit. Untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar

diberikan oralit dengan dosis 50-100ml.

2.1.7.4 Dehidrasi berat

Pada keadaan dehidrasi berat, pasien akan diberikan larutan hidrasi secara

intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis

pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kg BB untuk 1 jam

yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam.

2.1.8 Pencegahan Diare

Terdapat tiga tingkatan upaya pencegahan penyakit yaitu: pencegahan

primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention), dan

pencegahan tersier (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat

dan rehabilitasi (Noor, 2006).

2.1.8.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer pada penyakit diare ditujukan untuk faktor penyebab,

faktor lingkungan dan faktor pejamu. Dilakukan upaya agar mikroorganisme

penyebab diare dihilangkan pada faktor penyebab. Kemudian untuk dilakukan

pencegahan pada faktor lingkungan, dilakukan penyediaan sumber air bersih,

sanitasi lingkungan, serta perilaku kebersihan yang baik. Dari faktor pejamu dapat

dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. Secara rinci,

pencegahan primer dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Penyediaan sumber air bersih

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari

sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Masyarakat yang terjangkau

oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 38: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

18

Universitas Indonesia

dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Andrianto,

1995).

2. Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat berpengaruh

terhadap insiden penyakit diare yang penularannya melalui tinja (Haryoto, 1983

dalam Gunawan, 2010). Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat

sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita

sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai tempat

pembuangan tinja yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004).

3. Status gizi

Status gizi bayi didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan antara

keseimbangan intake dan output yang diperoleh dari berat badan dibagi umur

sesuai dengan KMS berdasarkan standar WHO-NCHS (Depkes, 2011b). Semakin

buruk gizi anak, maka akan semakin banyak frekuensi diare yang dialami.

Mortalitas bayi umumnya kecil di negara yang memiliki prevalensi kurang energi

protein (KEP) rendah. Anak yang mengalami malnutrisi, kelenjar timusnya akan

mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sehingga kemampuan untuk

melawan bakteri berkurang (Suharyono, 1986 dalam Gunawan, 2010).

4. Pemberian air susu ibu (ASI)

Menurut Depkes RI (2000), makanan yang paling baik untuk bayi adalah

ASI. ASI mengandung komponen zat makanan dalam bentuk yang ideal dan

seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI dapat

mencegah serangan virus dan bakteri penyebab penyakit dengan adanya

kandungan antibodi dan zat-zat lainnya. ASI juga memberikan perlindungan

terhadap kejadian diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara

eksklusif mempunyai perlindungan empat kali lebih besar terhadap diare daripada

pemberian ASI parsial (dengan tambahan susu formula). Bayi yang tidak

diberikan ASI eksklusif beresiko terkena diare 30 kali lebih besar dibandingkan

dengan bayi yang diberikan ASI eksklusif.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 39: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

19

Universitas Indonesia

5. Kebiasaan mencuci tangan

Kuman infeksi penyebab diare sebagian besar ditularkan melalui jalur oral

yaitu dengan perantara air seperti melalui air minum. Penularan ini berasal dari

bahan tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen. Dalam hal ini,

tangan merupakan hal penting yang harus diperhatikan karena tangan yang tidak

bersih dapat membawa masuk kuman penyakit ke tubuh manusia melalui

makanan atau minuman tercemar. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah

buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi

makan anak dan sebelum menyiapkan makanan dapat mengurangi resiko diare

(Depkes RI, 2007a).

6. Imunisasi

Pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare karena

penyakit ini sering timbul menyertai penyakit campak. Imunisasi campak harus

dilakukan segera saat bayi berusia 9 bulan (Andrianto, 1995).

2.1.8.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder pada penyakit diare ditujukan untuk anak yang telah

menderita diare. Pencegahan ini juga dilakukan pada anak yang terancam akan

menderita diare dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan

tepat, serta untuk mencegah terjadinya efek samping dan komplikasi. Prinsip

pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi)

dan mengatasi penyebab diare. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan

dengan penyebab diare yang dialami seperti bakteri dan parasit (Syam, 2006).

2.1.8.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah agar penderita diare tidak

mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Pada tahap pencegahan ini,

dilakukan juga usaha rehabilitasi untuk mencegah efek samping dari penyakit

diare. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan terus mengonsumsi makanan

bergizi dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pencegahan tersier juga dapat

dilakukan dengan tetap memberikan dukungan secara mental kepada anak dalam

proses rehabilitasi (Fromm, 1995 dalam Nainggolan, 2010).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 40: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

20

Universitas Indonesia

2.2 Faktor-Faktor Resiko Diare

2.2.1 Berat Lahir

Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah

lahir (IDAI, 2004). Berat lahir merupakan faktor resiko kejadian sakit. Bayi

dengan berat bayi lebih dari atau sama dengan 2500 gram termasuk berat lahir

normal, sedangkan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram digolongkan berat lahir

rendah. Bayi dengan berat lahir rendah memiliki pertumbuhan dan pematangan

(maturasi) organ dan alat – alat tubuh belum sempurna, akibatnya bayi berat lahir

rendah sering mengalami komplikasi dan infeksi yang dapat berakhir dengan

kematian (Depkes RI, 1995 dalam Sadono et al., 2005). Secara keseluruhan,

proporsi bayi berat lahir rendah di Indonesia sebesar 11,5% (Depkes, 2007b).

Sebuah penelitian menunjukkan trend peningkatan frekuensi penyakit

infeksi diare dan ISPA yang lebih besar pada bayi dengan berat badan lahir rendah

daripada berat badan lahir normal (Salehah, 2002). Penelitian yang dilakukan Siti

Fadilah (2009) yang melakukan analisis terhadap data Riskesdas 2007

menunjukkan balita dengan berat lahir rendah memiliki resiko diare 1,061 kali

lebih besar daripada balita dengan berat lahir normal.

2.2.2 ASI Eksklusif

Kekebalan tubuh bayi (imunitas) didapatkan dari plasenta ibu. Namun,

kadar kekebalan tersebut akan menurun secara cepat ketika bayi lahir. Pada

kondisi ini, bayi membutuhkan ASI sebagai sumber imunitas untuk menjaga daya

tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit (Roesli, 2005).

Pemberian ASI eksklusif adalah Memberikan bayi hanya ASI saja selama

usia 0-6 bulan tanpa makanan dan minuman lain kecuali obat dan minuman

berbasis air (air putih dan air teh) (Depkes, 2010). Memberikan ASI secara

eksklusif akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam

penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang

dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan

parasit.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 41: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

21

Universitas Indonesia

ASI mengandung zat kekebalan (Lactobacillus bifidus, Lactoferin, dan

Lisozim/muramidase), dan beberapa antibodi lain yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri-bakteri patogen yang melindungi bayi terkena penyakit

infeksi termasuk diare.

Penelitian mengenai hubungan antara ASI eksklusif dan kejadian diare

telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan di daerah kumuh Kota Dhaka,

Bangladesh menunjukkan bayi yang tidak ASI eksklusif (ASI parsial dan tidak

ASI) berhubungan dengan 2,23 kali resiko bayi meninggal karna semua kasus,

2,40 kali resiko meninggal karena ISPA, dan 3,94 kali resiko meninggal karena

diare (Arifeen et al., 2001). Penelitian lain di Indonesia menunjukkan semakin

lama bayi yang diberi ASI secara eksklusif semakin kecil kemungkinan bayi

untuk terkena kejadian diare, dikarenakan ASI mengandung zat antibodi yang bisa

meningkatkan sistem pertahanan tubuh anak (Kamalia, 2005). Penelitian yang

dilakukan di RSUP Adam Malik Medan menunjukkan dari 60 balita diare, 25%

mendapatkan ASI eksklusif dan 75% tidak ASI eksklusif (Akmal, 2009).

2.2.3 Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan yang dihasilkan antara keseimbangan

intake dan output yang diperoleh dari berat badan dibagi umur sesuai dengan

KMS berdasarkan standar WHO-NCHS (Depkes RI, 2011b). Kategori dan

ambang batas status gizi bayi menurut WHO-NCHS (2005) ditunjukkan pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Bayi

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas

(Z-score)

Berat Badan menurut

Umur

(BB/U)

Gizi Buruk < -3SD

Gizi Kurang -3 SD s/d <-2 SD

Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD

Gizi Lebih >-2 SD

Panjang Badan menurut

Umur

(PB/U)

Sangat Pendek < -3SD

Pendek -3 SD s/d <-2 SD

Normal -2 SD s/d 2 SD

Tinggi >-2 SD

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 42: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

22

Universitas Indonesia

Kurang gizi merupakan salah satu masalah di Indonesia selain anemia zat

gizi besi, kekurangan vitamin A (KVA), dan gangguang akibat kekurangan

yodium (GAKY). Bayi dan balita yang mengalami kurang gizi lebih mudah

terjangkit penyakit dibandingkan dengan bayi dan balita dengan gizi baik.

Keadaan kurang gizi dapat meningkatkan beratnya penyakit, lama, dan resiko

kematian terutama pada gizi buruk (Depkes RI, 2007a).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Peruvian menunjukkan adanya

hubungan antara status gizi dengan frekuensi diare pada bayi. Hasil penelitian ini

menunjukkan frekuensi diare meningkat setiap penurunan 15% z score

berdasarkan TB/U (Checkley et al., 2001). Penelitian yang dilakukan Fitriyani

(2005) di Puskesmas wilayah Palembang menunjukkan hubungan yang signifikan

antara status gizi dan kejadian diare. Selain itu penelitian lain di Bali

menunjukkan hubungan yang signifikan juga antara status gizi dengan kejadian

diare (OR: 5,46; 3,03-9,84) yang artinya bayi dengan gizi kurang memiliki resiko

diare 5,46 kali lebih besar dibandingkan dengan gizi baik (Dewi, 2011).

2.2.4 Imunisasi Campak

Terdapat enam jenis vaksinasi pada balita yang berfungsi sebagai

pencegahan penyakit. Namun, imunisasi campak merupakan jenis vaksinasi yang

berhubungan dengan diare. Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting

untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang menderita

campak sering disertai dengan diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga

dapat mencegah diare. Pencegahan anak agar tidak terkena penyakit campak dapat

menurunkan angka malnutrisi dan kekurangan vitamin A yang berhubungan

dengan diare (WHO, 1991). Imunisasi campak sebaiknya segera diberikan setelah

bayi berumur 9 bulan (Depkes, 2011b). Diperkirakan imunisasi campak dapat

mencegah 44,64% jumlah kasus campak, 0,6-3,8% jumlah kejadian diare, dan 6-

26% jumlah kematian karena diare pada balita (Depkes dalam Suparjo, 2000).

Menurut WHO (2002), imunisasi campak merupakan langkah penting untuk

melindungi dari episode diare dan kematian akibat diare.

Imunisasi campak berhubungan signifikan dengan kejadian diare pada

balita dengan nilai p < 0,05 (Cahyono, 2003). Penelitian ini menunjukkan balita

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 43: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

23

Universitas Indonesia

yang tidak diberikan imunisasi campak memiliki resiko 2,09 kali untuk terkena

diare dibandingkan dengan balita yang mendapat imunisasi campak. Namun,

berdasarkan penelitian Rini (2001) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

pemberian imunisasi campak dengan kejadian diare pada anak 1-4 tahun dengan

nilai p 0,140. Hasil tidak adanya hubungan yang signifikan antara imunisasi

campak dengan diare pada balita juga ditunjukkan oleh penelitian Suciyanti

(2009) dengan nilai p 0,163.

2.2.5 Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tingkat

pendidikan yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam menerima gagasan

baru, sedangkan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam

menerima gagasar baru. Semakin tinggi tingkatan pendidikan seseorang maka

akan semakin tinggi pemahaman mengenai informasi yang selanjutnya

diaplikasikan dalam kehidupan (Kontjaraningrat dalam Dewi, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Irianto (2000) dan Fitriyani (2005),

pendidikan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada

balita dengan nilai p < 0,05. Di sisi lain, data SDKI 2007 menunjukkan ada

hubungan negatif antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita

(Depkes RI, 2008).

2.2.6 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah diperoleh melalui hasil penglihatan maupun

pendengaran dengan tingkatan pengetahuan sebagai berikut: tahu (know),

memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis

(synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan dapat

diperoleh secara langsung atau dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).

Bedasarkan penelitian yang dilakukan Fatmasari (2008), terdapat

hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengankejadian diare pada

balita dengan nilai p 0,000. Adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan

ibu dengan kejadian diare pada balita juga ditunjukkan oleh penelitian yang

dilakukan oleh Winlar (2002).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 44: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

24

Universitas Indonesia

2.2.7 Pekerjaan Ibu

Jenis pekerjaan umumnya berhubungan dengan tingkat pendapatan dan

pendidikan. Jenis pekerjaan memiliki pengaruh terhadap akses dibidang kesehatan

dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah penyakit (Sunoto, 1990 dalam

Suciyanti, 2002).

Penelitian yang dilakukan Suciyanti (2002) menunjukkan bahwa balita

yang ibunya tidak bekerja beresiko 0,72 kali untuk menderita diare dibandingkan

dengan balita dengan ibu yang bekerja. Nilai OR < 1 menunjukkan bahwa

pekerjaan ibu bukan merupakan faktor resiko kejadian diare. Penelitian ini juga

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (p value > 0,05) antara

pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada balita.

2.2.8 Perilaku Ibu

Perilaku dapat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007b). Perilaku ibu sebagai orang yang mengasuh anak harus

diperhatikan agar dapat menurunkan resiko terjangkit kuman penyebab penyakit.

Kebiasaan ibu yang termasuk dalam pencegahan diare adalah kebiasaan mencuci

tangan dengan menggunakan air dan sabun, serta perilaku membersihkan

peralatan makan dan minum (Depkes RI, 2007a).

Mencuci tangan merupakan salah satu perilaku yang berperan dalam

kejadian diare karena tangan merupakan media yang berperan dalam penyebaran

penyakit melalui fecal oral. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang

air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak

dan sebelum menyiapkan makanan (Depkes RI, 2007a).

Perilaku membersihkan peralatan makan dan minum juga memiliki

pengaruh terhadap kejadian diare. Peralatan makan dan minum sebaiknya dicuci

dengan baik dan mengunakan sumber air yang bersih.

Menurut penelitian Muhajirin (2002), ada hubungan antara praktek

personal hygiene ibu dengan kejadian diare di kecamatan Maos Kab Cilacap

dengan OR=2,983 yang artinya balita memiliki resiko terkena diare 2,983 kali

lebih besar pada ibu dengan praktek personal hygiene yang buruk dibandingkan

praktek personal hygiene yang baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 45: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

25

Universitas Indonesia

Hendrayani (2006) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara perilaku

ibu dengan kejadian diare (p=0,001). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Fitriyani (2005) menunjukkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara

perilaku ibu dengan kejadian diare dengan p value 0,051.

2.2.9 Status Ekonomi Keluarga

Status ekonomi dapat dikelompokkan dari berbagai pengertian. Badan

Pusat Statistik (BPS) menilai status ekonomi keluarga berdasarkan besar

penghasilan keluarga dibandingkan dengan pengeluaran keluarga setiap bulannya.

Kota Depok mengelompokkan status ekonomi keluarga berdasarkan pengeluaran

keluarga setiap bulan. Status sosial ekonomi digolongkan tinggi jika pengeluaran

lebih besar atau sama dengan upah minimum regional (UMR) Kota Depok

perbulan yaitu > Rp. 1.380.000. Sedangkan keluarga dengan status ekonomi

rendah jika pengeluaran kurang dari UMR perbulan yaitu < Rp. 1.380.000.

Faktor sosial ekonomi keluarga mempunyai pengaruh tidak langsung

terhadap kejadian diare (Satoto, 1990 dalam Susilawati, 2002). Kebanyakan anak

mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah

(Simatupang, 2003). Bayi yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi

keluarga rendah memiliki daya beli yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi

yang berada pada keluarga dengan status ekonomi tinggi. Daya beli keluarga

berpengaruh pada status gizi bayi dan status gizi bayi dapat memengaruhi bayi

mudah atau tidak terjangkit penyakit termasuk diare (Depkes RI, 2007a).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmasari (2008) menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan perkapita responden dengan

kejadian diare pada anak balita dengan p value 0,007. Penelitian Dewi (2011) juga

menunjukkan status sosial ekonomi memiliki hubungan yang signifikan dengan

kejadian diare balita. Dalam penelitian ini, balita yang berasal dari keluarga

dengan status sosial ekonomi rendah memiliki resiko diare lebih besar 4,95 kali

dibandingkan dengan balita yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi

tinggi.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 46: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

26

Universitas Indonesia

2.2.10 Jumlah Balita dalam Keluarga

Jumlah balita dalam keluarga merupakan salah satu faktor resiko penyebab

diare. Jumlah balita ini adalah yang miliki oleh keluarga responden pada saat

penelitian. Sebaiknya hanya terdapat satu balita dalam keluarga (Maryunani,

2010). Keluarga yang memiliki lebih dari satu balita dalam keluarga dinyatakan

beresiko karena perhatian orang tua terutama ibu bayi yang mengasuh kurang

terfokus pada bayi. Selain itu, bayi rentan tertular penyakit dari balita lain dalam

keluarga.

Menurut penelitian Warouw (2002), keluarga yang memiliki lebih dari

satu balita memiliki resiko terjadi diare 1,23 kali lebih besar dibandingkan dengan

keluarga yang hanya memiliki satu balita. Penelitian serupa yang dilakukan Dewi

(2011) menunjukkan resiko balita terkena diare lebih besar 6,44 kali pada

keluarga dengan jumlah balita lebih dari satu.

2.2.11 Sumber Air Bersih

Sumber air bersih adalah sumber air yang digunakan oleh keluarga dalam

memenuhi kehidupan keluarga seperti air minum, mandi, memasak, mencuci dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007a). Menurut Depkes RI (2002) dalam Keputusan

Menteri Kesehatan RI tentang “Syarat-Syarat dan Pengawasa Kualitas Air”,

terdapat berbagai macam sumber air seperti air hujan, air tanah, air permukaan,

dan mata air. Air tidak hanya memberikan manfaat namun juga dapat berdampak

buruk terhadap kesehatan jika sumber air tidak memenuhi syarat. Air yang tidak

memenuhi syarat dapat menjadi media penularan penyakit termasuk diare.

Sumber air bersih yang memenuhi syarat adalah jika menggunakan air PDAM, air

kemasan, air sumur dan mata air yang terlindung (Notoatmodjo, 2007a).

Beberapa penelitian telah menjelaskan hubungan antara sumber air bersih

dan kejadian diare. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2005) dan

Dewi (2011) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sumber air

bersih yang digunakan keluarga dengan kejadian infeksi. Menurut Wulandari

(2009) menyatakan ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare

di Desa Blimbing yaitu dengan nilai p = 0,01 (p < 0,05). Hal ini disebabkan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 47: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

27

Universitas Indonesia

karena masyarakat lebih banyak menggunakan sumber air minum tidak terlindung

yaitu sumur, sebagai sumber air utama keluarga.

2.2.12 Kondisi Jamban

Jamban atau kakus (latrine) adalah tempat pembuangan kotoran manusia

berupa tinja dan air seni. Yang dimaksud dengan kotoran manusia adalah semua

benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari

dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007a). Di negara berkembang, masih banyak terjadi

pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekononi yang rendah,

pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan yang kurang, dan kebiasaan buruk

dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi

jamban yang memenuhi syarat, jika keluarga memiliki jamban sendiri, jamban

duduk/jongkok dengan leher angsa, serta memiliki septic tank (Kusnoputranto,

1986).

Menurut Depkes RI (2000), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan

oleh keluarga dalam menurunkan resiko penyakit diare, yaitu:

a. Keluarga harus memiliki jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota keluarga.

b. Bersihkan jamban teratur dengan menyiram air setelah jamban digunakan.

c. Jika keluarga tidak memiliki jamban, jangan membiarkan anak-anak pergi ke

tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah,

jalan setapak, tempat anak-anak bermain, dan kurang lebih 10 meter dari

sumber air, serta hindari buang air besar tanpa alas kaki.

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara kondisi jamban dengan

kejadian diare. Menurut penelitian Nilton, dkk (2008) di Desa Klopo Sepuluh

menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki jamban kejadian diarenya

lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki jamban. Penelitian lain

yang dilakukan oleh Wulandari (2009) menyatakan ada hubungan jenis tempat

pembuagan tinja dengan kejadian diare di Desa Blimbing yaitu dengan nilai p =

0,001. Hal ini disebabkan masyarakat masih banyak yang belum memiliki jamban

sehat (jamban dengan tangki septik atau jamban cemplung).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 48: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

28

Universitas Indonesia

2.2.13 Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga, industri,

dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Air limbah

yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan

kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2007a). Oleh karena

itu, diperlukan sarana pembuangan air limbah yang baik agar tidak menyebarkan

vektor penyebab penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang memenuhi syarat

jika keluarga memiliki sarana pembuangan air limbah tertutup beserta tempat

penampungan khusus. Sedangkan sarana pembuangan air limbah yang tidak

memenuhi syarat jika keluarga tidak memiliki saluran pembuangan air limbah

tertutup beserta tempat penampungan khusus, atau membuang air limbah di

sembarang tempat (Kusnoputranto, 1986).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita (OR

8,06; 4,64-13,98, p value 0,000) (Dewi, 2011).Hasil tersebut berarti keluarga yang

menggunakan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat

memiliki resiko diare 8,06 lebih besar dibandingan dengan keluarga dengan

saluran pembuangan air limbah memenuhi syarat. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Suciyanti (2009) juga menunjukkan resiko balita yang keluarganya tidak

memiliki sarana permbuangan air limbah berkualitas baik untuk terkena diare

adalah 1,15 kali lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki sarana

pembuangan air limbah berkualitas baik dengan p value 0,026 dan perbedaan

resiko ini bermakna secara signifikan.

2.2.14 Pengolahan Sampah Rumah Tangga

Definisi sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai

baik berasal dari rumah tangga atau hasil proses produksi. Pengolahan sampah

menjadi hal yang penting untuk mencegah berbagai bakteri patogen dan serangga

menyebabkan penyakit. Pengolahan sampah dapat dilakukan oleh keluarga

sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007a):

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 49: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

29

Universitas Indonesia

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang

mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, tertutup rapat, dan ditempatkan di luar

rumah. Kemudian sampah akan dibawa ke tempat penampungan sementara

(TPS), kemudian dibawa ke tempat penampungan akhir (TPA) oleh petugas

kebersihan. Selain itu, sampah dapat diolah sendiri oleh keluarga.

2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

Dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu ditanam (landfill), dibakar

(inceneration), dan dijadikan pupuk (composting).

Pengolahan sampah yang tidak baik dapat berpengaruh buruk bagi

kesehatan, karena sampah akan menjadi tempat bagi vektor-vektor penyakit untuk

berkembang biak dan mencari makan sehingga meningkatkan kejadian penyakit

tertentu seperti penyakit saluran pencernaan (diare, kolera, dan sebagainya),

demam berdarah, penyakit jamur dan penyakit kulit.

Pengolahan sampah yang tidak baik berhubungan signifikan dengan

kejadian diare pada balita yang ditunjukkan oleh penelitian Sinthamurniwaty

(2010). Penelitian lain yang dilakukan Dewi (2011) menunjukkan keluarga yang

pengolahan sampahnya tidak baik memiliki resiko 6,84 kali lebih besar

menyebabkan diare pada balita dibandingkan dengan keluarga dengan pengolahan

sampah yang baik.

2.2.15 Kepadatan Huni

Kepadatan huni dalam di rumah menurut SK Menkes RI No. 829 tahun

1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, hunian dikatakan padat dan tidak

padat berdasarkan rasio luas kamar (Depkes, 1999). Hunian padat, jika luas kamar

anak < 8 m2 dan anak tidur dengan orang dewasa > 2 orang. Sedangkan hunian

tidak padat jika luas kamar anak > 8 m2 dan anak tidur dengan orang dewasa < 2

orang.

Semakin padat hunian maka semakin tinggi kemungkinan terkena diare.

Penelitian yang dilakukan Irianto (2000) menunjukkan hubungan yang signifikan

terhadap kejadian diare pada balita. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 50: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

30

Universitas Indonesia

Hendrayani (2006) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara

kepadatan huni dengan kejadian diare pada balita dengan p value 0,673.

2.3 Kerangka Teori Kejadian Diare

2.3.1 Determinan Kematian Bayi dan Balita Menurut Mosley dan Chen

Kematian bayi dan balita dapat disebabkan karena sakit dan pertumbuhan

yang terhambat yang dijelaskan dalam diagram determinan kematian bayi dan

balita menurut Mosley dan Chen (1984). Dalam diagram tersebut juga

menjelaskan faktor-faktor resiko yang menyebabkan keadaan sakit.

Faktor sosial ekonomi merupakan faktor yang memengaruhi keadaan

kesehatan baik sakit maupun sehat. Faktor sosial ekonomi meliputi faktor

maternal termasuk pola asuh ibu dan karakteristik ibu, kontaminasi lingkungan,

kurang zat gizi, dan keadaan luka. Bagan 2.1 menunjukkan determinan kematian

bayi dan balita.

Bagan 2.1Kerangka Teori Determinan Kematian Bayi dan Balita

Sumber: Mosley, W. Henry., Chen, Lincoln C. 1984. An Analytical Framework for the Study of

Child Survival in Developing Countries. Population and Development Review; 10 Suppl:

25-45.

Kontrol

Penyakit

Personal

Pengobatan

Pencegahan

Sehat Sakit

Kematian Gagal

Tumbuh

Faktor

Maternal

Kontaminasi

Lingkungan Defisiensi Zat Gizi Keadaan

Luka

Determinan Sosial Ekonomi

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 51: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

31

Universitas Indonesia

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Status Kesehatan dan Gizi Menurut HL

Blum

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi status kesehatan dan gizi

seseorang. HL Blum (1974) menyatakan bahwa ada 4 faktor utama yang

memengaruhi status kesahatan dan gizi, yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku,

faktor genetik dan keterunan, serta faktor pelayanan kesehatan. Status kesehatan

termasuk kejadian diare juga dapat terjadi karena keempat faktor tersebut. Oleh

karena itu, untuk mencapai status kesehatan dan gizi yang baik maka faktor yang

memengaruhinya harus diperhatikan secara keseluruhan. Bagan 2.2 menunjukkan

faktor yang memengaruhi status kesehatan dan gizi.

STATUS KESEHATAN

DAN GIZI

Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor yang Memengaruhi Status Kesehatan dan

Gizi

Sumber: Blum, HL. 1974. Planning For Health : Development Application of Social Change

Theory. New York: Human Services Press.

2.3.3 Paradigma Diare Menurut WHO dan Depkes RI

Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko. Berdasarkan

WHO dan Depkes RI, terdapat faktor bayi, faktor ibu, dan faktor keluarga, dan

faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada bayi. Paradigma

diare ini ditunjukkan pada Bagan 2.3.

Faktor Perilaku

Sikap

Gaya hidup

Faktor

Genetik/Keturunan

Faktor Lingkungan

Fisik

Biologis

Sosio kultural

Faktor Pelayanan

Kesehatan

Promotif

Preventif

Kuratif

Rehabilitatif

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 52: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

32

Universitas Indonesia

Bagan 2.3 Kerangka Teori Paradigma Kejadian Diare

Sumber: WHO, 2006 dan Depkes RI, 2008 dalam Dewi, 2011 (telah diolah kembali)

Pengetahuan

Ibu

Pendidikan

Pekerjaan

Usia

Agen :

- Biologis

- Kimia

Lingkungan

Sumber air

bersih

Kepadatan huni

Jamban keluarga

Pengolahan

sampah

Saluran

pembuangan air

limbah

Tanah

Tinja

Vektor

Peralatan

makan

Makanan

/minuman

DIARE

Keracunan

makanan

Alergi

Malabsorbsi

Immunodefiensi

Infeksi

Sebab lain

Status gizi

Status sosial

ekonomi

Status imunisasi

ASI eksklusif

Jumlah balita

dalam keluarga

Keluarga

Anak

Berat lahir

Perilaku ibu

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 53: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

33 Universitas Indonesia

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori determinan kematian bayi dan balita menurut

Mosley dan Chen, faktor yang memengaruhi status kesehatan dan gizi menurut

HL Blum, dan paradigma diare menurut WHO dan Depkes RI yang telah

dipaparkan dalam BAB II, maka dirancang kerangka konsep penelitian pada

Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Anak:

- Berat lahir

- Status gizi

- ASI eksklusif

- Imunisasi campak

Frekuensi Diare pada

Anak Usia 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Depok

Faktor Ibu:

- Perilaku ibu

Faktor Keluarga:

- Status ekonomi keluarga

- Jumlah balita dalam

keluarga

Faktor Lingkungan:

- Sumber air bersih

- Kondisi jamban

- Sarana pembuangan air

limbah

- Pengolahan sampah

rumah tangga

- Kepadatan huni

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 54: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

34

Universitas Indonesia

Gambar 3.1 menunjukkan kerangka konsep yang merupakan integrasi dari

variabel yang akan diteliti. Frekuensi diare sebagai variabel dependen dengan

berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, imunisasi campak, perilaku ibu, status sosial

ekonomi keluarga, jumlah balita dalam keluarga, sumber air bersih, kondisi

jamban, sarana pembuangan air limbah, pengolahan sampah rumah tangga, dan

kepadatan huni sebagai variabel independen. Faktor ibu yang diteliti hanya

perilaku ibu karena perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh pendidikan,

pekerjaan, dan pengetahuan (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007b).

3.2 Definisi Operasional

Di dalam penelitian ini dipaparkan mengenai definisi operasional guna

menghindari kesalahan persepsi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti.

Definisi operasional penelitian ini diuraikan pada Tabel 3.1.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 55: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

35

Universitas Indonesia

Tabel 3.1 Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian

Variabel Dependen

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Frekuensi Diare Jumlah kejadian diare

(penyakit yang ditandai

dengan buang air besar

lembek atau cair dengan

frekuensi lebih sering dari

biasanya yaitu tiga kali

atau lebih dalam sehari)

dalam kurun waktu

tertentu.

(Depkes RI, 2007)

Hasil diagnosa

tenaga

kesehatan

Puskesmas

Tugu dan data

rekam medik

pasien di

Puskesmas

Tugu

Kuesioner no

A1-A3 dan

data rekam

medik pasien

dalam kartu

status pasien

rawat jalan

1. Lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir, jika anak

didiagnosa menderita diare

dengan frekuensi lebih dari

frekuensi median dunia.

2. Sekali dalam 4 bulan

terakhir, jika anak

didiagnosa menderita diare

dengan frekuensi kurang

dari frekuensi median

dunia.

(Parashar et al., 2003 dalam

Agtini, 2011)

Ordinal

Variabel Independen

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Berat Lahir Berat bayi yang ditimbang

dalam 1 (satu) jam setelah

lahir.

Wawancara Kuesioner

nomor B1

1. Berat lahir rendah, jika

berat lahir kurang dari 2500

gram.

2. Berat lahir normal, jika

berat lahir lebih dari 2500

gram.

( IDAI, 2004)

Ordinal

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 56: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

36

Universitas Indonesia

2 Status Gizi Keadaan yang dihasilkan

dari keseimbangan intake

dan output yang diperoleh

dari berat badan dibagi

umur sesuai dengan KMS

berdasarkan standar

WHO-NCHS.

Pengukuran

status gizi dan

data KMS

- Data KMS

selama 4 bulan

terakhir

- Timbangan

- Baby length

board

- Software WHO

anthro

- Kuesioner

nomor C1-C2

Nilai Z-score berdasarkan

BB/U

1. Gizi Kurang: < -2,0 SD

2. Gizi Baik: > -2,0 SD

Nilai Z-score berdasarkan PB

1. Pendek/stunted: < -2,0 SD

2. Normal: > -2,0 SD

(Depkes RI, 2011a)

Ordinal

3 ASI Eksklusif Memberikan bayi hanya

ASI saja sampai usia 6

bulan, tanpa memberikan

bayi makanan atau

minuman lain, termasuk

air putih (kecuali obat-

obatan dan vitamin atau

mineral tetes; ASI perah

juga diperbolehkan).

Wawancara Kuesioner nomor

D5

1. Tidak ASI eksklusif, jika

bayi diberikan makanan

atau minuman lain selain

ASI eksklusif sampai usia

6 bulan.

2. ASI eksklusif, jika bayi

hanya diberikan ASI saja

sampai usia 6 bulan, tanpa

memberikan bayi makanan

atau minuman lain,

termasuk air putih (kecuali

obat-obatan dan vitamin

atau mineral tetes; ASI

perah juga diperbolehkan).

(Depkes, 2010)

Ordinal

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 57: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

37

Universitas Indonesia

4 Imunisasi

Campak

Imunisasi untuk mencegah

penyakit campak yang

dilakukan pada bayi segera

saat usia > 9 bulan.

Wawancara Kuesioner

nomor E1

1. Tidak imunisasi, jika

sampel tidak mendapatkan

imunisasi campak segera

saat usia > 9 bulan.

2. Sudah imunisasi, jika

sampel telah imunisasi

campak segera saat usia >

9 bulan.

(Depkes, 2011)

Ordinal

5 Perilaku Ibu Kebiasaan ibu dalam

pencegahan diare termasuk

kebiasaan mencuci tangan

dengan menggunakan air

dan sabun, serta perilaku

membersihkan peralatan

makan dan minum.

Wawancara Kuesioner

nomor F1-F13

1. Perilaku buruk, jika nilai

perilaku ibu kurang dari

rata-rata (mean) (< 72,77).

2. Perilaku baik, jika nilai

perilaku ibu lebih atau

sama dengan rata-rata

(mean) (> 72,77).

(Dewi, 2011)

Ordinal

6 Status Ekonomi

Keluarga

Besarnya penghasilan

keluarga yang ditinjau

berdasarkan jumlah

pengeluaran keluarga

setiap bulan.

Wawancara Kuesioner

nomor G1

1. Status ekonomi rendah, jika

pengeluaran perbulan <

Rp. 1.380.000.

2. Status ekonomi tinggi, jika

pengeluaran perbulan > Rp.

1.380.000.

(Dinas Kesehatan Kota Depok,

2011)

Ordinal

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 58: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

38

Universitas Indonesia

7 Jumlah Balita

Dalam Keluarga

Jumlah balita yang

dimiliki oleh keluarga

responden pada saat

penelitian. Sebaiknya

hanya terdapat satu balita

dalam keluarga.

Wawancara Kuesioner

nomor H1

1. Beresiko, jika jumlah balita

dalam keluarga lebih dari

satu.

2. Tidak beresiko, jika jumlah

balita dalam keluarga

hanya satu.

(Maryunani, 2010 dalam

Dewi, 2011)

Ordinal

8 Sumber Air

Bersih

Sumber air yang

digunakan oleh keluarga

dalam memenuhi

kehidupan keluarga seperti

air minum, mandi,

memasak, mencuci dan

sebagainya.

Wawancara

dan Observasi

Kuesioner

nomor I1-I5

1. Tidak memenuhi syarat,

jika menggunakan air

sungai, sumur atau mata air

yang tidak terlindung, serta

air hujan.

2. Memenuhi syarat, jika

menggunakan air PDAM,

air kemasan, air sumur atau

mata air yang terlindung

(jarak > 10 m dengan

sumber pencemaran,

disimpan dalam wadah

tertutup, jenih, dan tanpa

rasa).

(Notoatmodjo, 2007a)

Ordinal

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 59: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

39

Universitas Indonesia

9 Kondisi

Jamban/WC

Tempat buang air besar

yang digunakan keluarga.

Wawancara

dan Observasi

Kuesioner

nomor J1-J3

1. Tidak memenuhi syarat, jika

keluarga tidak memiliki

jamban sendiri, bukan

jamban leher angsa, serta

tidak memiliki septic tank.

2. Memenuhi syarat, jika

keluarga memiliki jamban

sendiri, jamban leher angsa,

serta memiliki septic tank.

(Kusnoputranto, 1986)

Ordinal

10 Sarana

Pembuangan Air

Limbah

Pembuangan limbah

keluarga yang memiliki

saluran yang tertutup serta

mempunyai tempat

penampungan khusus

untuk menghindari

pencemaran air tanah.

Wawancara

dan Observasi

Kuesioner

nomor K1

1. Tidak memenuhi syarat,

jika keluarga tidak

memiliki saluran

pembuangan air limbah

tertutup dengan tempat

penampungan khusus, atau

membuang air limbah di

sembarang tempat.

2. Memenuhi syarat, jika

keluarga memiliki saluran

pembuangan air limbah

tertutup dengan tempat

penampungan khusus.

(Kusnoputranto, 1986)

Ordinal

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 60: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

40

Universitas Indonesia

11 Pengolahan

Sampah Rumah

Tangga

Upaya yang dilakukan

keluarga dalam mengolah

sampah padat mulai dari

pengumpulan,

pengangkutan, sampai

pemusnahan sampah.

Wawancara

dan Observasi

Kuesioner

nomor L1-L2

1. Tidak memenuhi syarat,

jika keluarga tidak

memiliki tempat sampah

tertutup, membuang

sampah di sembarang

tempat (baik di kali, di

selokan, di pekarangan

rumah, maupun lahan

kosong.

2. Memenuhi syarat, jika

keluarga memiliki tempat

sampah tertutup, sampah

diangkut oleh petugas

kebersihan khusus, atau

sampah dikelola sendiri

oleh keluarga dengan baik

seperti menimbun maupun

dijadikan kompos.

(Notoatmodjo, 2007a)

Ordinal

12 Kepadatan Huni Jumlah orang yang

menghuni dalam satu

rumah. Cara perhitungan

kepadatan hunian, yakni

luas rumah dibagi

penghuni rumah.

Wawancara

dan Observasi

Kuesioner

nomor M1-

M2

1. Hunian padat, jika luas

kamar anak untuk tidur < 8

m2 dan anak tidur dengan

orang dewasa > 2 orang.

2. Hunian tidak padat jika luas

kamar anak untuk tidur > 8

m2 dan anak tidur dengan

orang dewasa < 2 orang.

(Depkes, 1999)

Ordinal

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 61: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

41

Universitas Indonesia

3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang diajukan di atas, maka hipotesis dalam

penelitian ini yaitu ada hubungan antara faktor anak (berat lahir, status gizi, ASI

eksklusif, dan imunisasi campak), faktor ibu (perilaku ibu), faktor keluarga (status

ekonomi keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), dan faktor lingkungan (sumber air

bersih, kondisi jamban, sarana pembuangan air limbah, pengolahan sampah rumah

tangga, dan kepadatan huni) dengan frekuensi diare pada anak usia 10-23 bulan di

Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 62: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

42

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi analitik kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan observasional, yang dilakukan secara cross sectional. Kegunaan dari

desain studi cross sectional adalah untuk memperoleh gambaran pola penyakit

dan determinan-determinannya pada populasi sasaran (Murti, 1997; Aschengrau

dan Seage, 2008). Pengukuran dan pengambilan data pada desain penelitian ini

antara variabel dependen dan independen dilakukan pada suatu waktu secara

bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

Alasan pemilihan desain studi cross sectional karena memiliki beberapa

kelebihan yaitu, (1) mudah dilaksanakan, (2) sederhana, (3) ekonomis dalam hal

waktu, (4) hasil dapat diperoleh dengan cepat, dan (5) dapat dikumpulkan variabel

yang banyak baik independen maupun dependen dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder untuk mengetahui

hubungan antara variabel dependen yaitu frekuensi diare pada anak usia 10-23

bulan dengan variabel independen berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, imunisasi

campak, perilaku ibu, status ekonomi keluarga, jumlah balita dalam keluarga,

sumber air bersih, kondisi jamban/WC, sarana pembuangan air limbah,

pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Poli Anak khusus Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok. Penelitian

dilakukan sejak tanggal 20 Maret – 27 April 2012. Pengambilan data di

Puskesmas Tugu dilakukan setiap hari Senin – Sabtu mulai loket pendaftaran

buka hingga tutup, yaitu Senin-Jumat pukul 08.00-11.00 dan hari Sabtu pukul

08.00-10.00. Kemudian dilanjutkan dengan observasi rumah responden pada hari

yang sama. Lokasi pengambilan data dipilih karena merupakan ruang khusus yang

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 63: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

43

Universitas Indonesia

menangani balita sakit sehingga diharapkan dapat memperoleh responden dengan

mudah dan dengan karakteristik responden yang sesuai.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Target populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang berusia 10-

23 bulan dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis,

Kota Depok tahun 2012. Populasi studi dari penelitian ini adalah anak 10-23

bulan yang didiagnosis diare oleh petugas kesehatan Puskesmas Tugu saat

pengambilan data berlangsung. Intended subject merupakan hasil perhitungan

sampel minimal untuk penelitian ini.

Alasan pengambilan usia 10-23 tahun pada populasi ini adalah karena

adanya variabel independen ASI eksklusif yang harus diberikan hingga bayi

berusia 6 bulan dan variabel dependen frekuensi diare yang diukur dalam kurun

waktu 4 bulan terakhir sehingga usia sampel minimal adalah 10 bulan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah seluruh anak yang berusia 10-23 bulan yang

tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tugu Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

tahun 2012 dan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Berusia 10 sampai < 24 bulan saat dilakukan pengambilan data.

2. Tinggal di Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok.

3. Datang ke Puskesmas Tugu dan didiagnosa menderita diare oleh petugas

kesehatan Puskesmas Tugu.

Adapun kriteria eksklusi sampel adalah sebagai berikut:

1. Tidak memiliki KMS dengan data BB dan PB selama 4 bulan terakhir.

2. Pindah rumah atau melakukan perubahan pada faktor lingkungan (sumber

air bersih, kondisi jamban/WC, sarana pembuangan air limbah,

pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni) selama 4 bulan

terakhir sehingga dapat menjadi bias dalam pengambilan data.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 64: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

44

Universitas Indonesia

3. Tidak berada di rumah setelah dua kali peneliti mendatangi rumah

berdasarkan waktu kesepakatan observasi antara peneliti dengan

responden.

4. Tidak bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian.

Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus pengujian hipotesis untuk dua proporsi populasi yang

dikembangkan oleh Lameshow, et al (1990) dalam Ariawan (2005) dengan rumus

persamaan (4.1) sebagai berikut :

(4.1)

Keterangan :

n = jumlah sampel

𝑍1−𝛼/2 = nilai Z dari pada derajat kemaknaan (CI) 95% atau α = 0,05 yaitu 1,96

𝑍1−𝛽 = nilai Z pada kekuatan uji 1-β = 80% yaitu 0,842

P1 = proporsi diare dengan kualitas sumber air yang buruk adalah

sebesar 57,1% (Suciyanti, 2009)

P2 = proporsi diare dengan kualitas sumber air yang baik adalah

sebesar 27,6% (Suciyanti, 2009)

P = (P1 + P2) / 2

Dari perhitungan menggunakan rumus di atas, didapatkan jumlah sampel

sebanyak 43 orang. Jumlah sampel tersebut dikalikan dua untuk mendapatkan

jumlah sampel pada dua proporsi sehingga minimal sampel yang dibutuhkan

adalah 86 orang. Untuk mengantisipasi adanya data yang tidak lengkap atau

kekurangan sampel, maka ditambah 10% dari jumlah sampel, sehingga sampe

minimal dalam penelitian adalah sebanyak 95 orang.

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode non probability

sampling yaitu purposive sampling. Pengambilan sampel dengan metode

purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh

peneliti sendiri berdasarkan ciri-ciri atau sifat – sifat populasi yang sudah

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 65: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

45

Universitas Indonesia

diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Seluruh anak usia 10-23 bulan yang

telah memenuhi kriteria sampel kemudian ditetapkan menjadi sampel penelitian

lalu responden di wawancara, dilakukan pengukuran status gizi anak (BB dan

PB), dan observasi rumah sesuai dengan waktu yang disepakati. Sampel

dikumpulkan setiap hari Senin-Sabtu hingga jumlah sampel minimal terpenuhi.

4.3.3 Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak usia 10-23 bulan yang

telah memenuhi kriteria sampel penelitian.

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Petugas Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri karena pasien

yang datang rata-rata perhari sekitar 3-4 orang sehingga masih dapat dilakukan

sendiri oleh peneliti.

4.4.2 Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data

sekunder.

1. Data primer dalam penelitian ini adalah semua variabel baik dependen

maupun independen kecuali data diare dan status gizi selama 4 bulan

terakhir. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung kepada

responden. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara,

pengukuran status gizi, dan observasi rumah dengan rincian sebagai

berikut:

a. Variabel berat lahir, ASI eksklusif, imunisasi campak, perilaku ibu,

status ekonomi keluarga, dan jumlah balita dalam keluarga

dikumpulkan dengan wawancara.

b. Variabel status gizi saat ini diambil dengan pengukuran BB dan PB

secara langsung menggunakan timbangan dan baby length board.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 66: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

46

Universitas Indonesia

c. Variabel sumber air bersih, kondisi jamban/WC, sarana pembuangan

air limbah, pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni

dikumpulkan dengan wawancara dan observasi rumah.

2. Data sekunder yang dikumpulkan adalah berupa data rekam medik pasien

Puskesmas Tugu melalui Kartu Pasien Rawat Jalan dan data status gizi

(BB dan PB) dari KMS selama 4 bulan terakhir. Data lainnya

dikumpulkan melalui data Dinas Kesehatan Kota Depok dan data

kunjungan pasien di Puskesmas Tugu berupa data jumlah anak usia 10-23

bulan dan kejadian diare pada bayi di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok.

4.4.3 Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen, yaitu :

1. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berisi 43 pertanyaan.

Kuesioner diisi berdasarkan hasil wawancara dan observasi rumah oleh

peneliti. Kuesioner dilakukan untuk mengumpulkan data berat lahir, ASI

eksklusif, imunisasi campak, perilaku ibu, status ekonomi keluarga, jumlah

balita dalam keluarga, sumber air bersih, kondisi jamban/WC, sarana

pembuangan air limbah, pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan

huni.

2. Antropometri

Data panjang badan dan berat badan sampel saat ini diambil secara

langsung menggunakan alat yaitu timbangan bayi merk GEA dan alat ukur

panjang badan bayi (baby length board). Data ini digunakan untuk

mengukur status gizi bayi berdasarkan standar WHO-NCHS meliputi

status gizi berdasarkan BB/U dan PB/U. Timbangan bayi dan alat ukur

panjang bayi (baby length board) yang akan digunakan adalah milik

Puskesmas Tugu dan Departemen Gizi FKM UI mengingat keterbatasan

alat yang dimiliki oleh peneliti. Kedua alat tersebut sudah diuji coba dan

dikalibrasi ulang untuk menjaga keakuratannya.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 67: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

47

Universitas Indonesia

3. Rekam Medik Pasien (Kartu Pasien Rawat Jalan)

Rekam medik pasien digunakan untuk melihat diagnosis diare sampel baik

diagnosis sakit diare saat pengambilan data maupun selama 4 bulan

terakhir. Instrumen ini untuk mengumpulkan data frekuensi diare.

4. Kartu Menuju Sehat (KMS)

KMS digunakan untuk mengumpulkan data status gizi berupa BB dan PB

sampel selama 4 bulan terakhir sebelum pengambilan data primer.

4.4.4 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilakukan oleh peneliti dan dengan bantuan tenaga

kesehatan di Puskesmas Tugu. Pengumpulan data akan dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut :

a. Persiapan penelitian

1. Persiapan awal yang dilakukan adalah dengan permohonan izin melakukan

penelitian melalui izin dari Dinas Kesehatan Depok dan Kesbangpol

Linmas Depok sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

2. Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan survei awal dengan

pengumpulan data sekunder berupa jumlah anak usia 10-23 bulan dan

jumlah kejadian diare pada anak usia 10-23 bulan di Puskesmas Tugu.

3. Peneliti melakukan survei pendahuluan untuk memperoleh gambaran

frekuensi diare dan karakteristik sampel yang menderita diare. Survei

pendahuluan dilakukan kepada 20 orang anak 10-23 bulan yang

didiagnosis menderita diare di Puskesmas Tugu pada tanggal 5 Maret – 9

Maret 2012.

4. Setelah proposal penelitian telah disetujui, peneliti melakukan uji coba

kuesioner yang dilakukan pada anak usia 24-59 bulan yang didiagnosis

diare di Puskesmas Tugu.

5. Peneliti melakukan uji coba keakuratan timbangan bayi dan baby length

board.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 68: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

48

Universitas Indonesia

b. Pelaksanaan penelitian

1. Persiapan tempat

Peneliti berada di Ruang Poli Anak khusus Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) Puskesmas Tugu setiap hari Senin-Sabtu. Peneliti

mempersiapkan timbangan bayi dan baby length board sesuai prosedur,

serta mempersiapkan meja dan kursi untuk peneliti dan responden.

2. Pemilihan responden

Peneliti memilih responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat.

Pasien yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan Puskesmas Tugu menderita

diare dan telah diberikan resep obat kemudian diarahkan untuk menuju

meja peneliti untuk dilakukan wawancara. Peneliti menanyakan frekuensi

diare yang dialami oleh sampel dalam 4 bulan terakhir kemudian

memastikan kebenarannya dalam Kartu Pasien Rawat Jalan. Setelah

sampel sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, peneliti meminta izin

kepada responden melalui lembar kesediaan menjadi responden sebelum

dilakukan pengambilan data. Rata-rata sampel yang memenuhi kriteria di

Puskesmas Tugu adalah sekitar 3-4 orang sehari. Pengumpulan responden

di Puskesmas Tugu dilakukan setiap Senin-Jumat pukul 08.00-11.00 dan

Sabtu pukul 08.00-10.00. Setelah wawancara, peneliti akan membuat janji

kepada responden untuk melakukan observasi rumah pada hari tersebut.

3. Antropometri (berat badan dan panjang badan)

Pengukuran antropometri dilakukan saat sampel telah memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan. Peneliti menimbang berat badan sampel dengan

timbangan dan panjang badan dengan baby length board kemudian data

ini dicatat dalam kuesioner. Data ini digunakan untuk mengetahui status

gizi saat ini berdasarkan BB/U dan PB/U. Selain itu status gizi juga dilihat

rata-rata dalam 4 bulan terakhir melalui data pengukuran BB dan PB

dalam KMS.

4. Pengambilan data melalui wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun

oleh peneliti selama + 15 menit wawancara. Pengumpulan responden di

Puskesmas Tugu dilakukan setiap Senin-Jumat pukul 08.00-11.00 dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 69: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

49

Universitas Indonesia

Sabtu pukul 08.00-10.00. Wawancara yang belum selesai di Puskesmas

karena anak rewel atau responden ada urusan akan dilanjutkan saat

observasi rumah. Variabel yang dikumpulkan melalui wawancara adalah

sebagai berikut:

Berat lahir

Responden ditanyakan berat lahir sampel dalam kuesioner pada nomor

B1. Anak yang lahir kurang dari 2500 gram tergolong memiliki berat

lahir rendah sedangkan bayi yang lahir lebih dari 2500 gram tergolong

bayi dengan berat lahir normal.

ASI eksklusif

Responden ditanya apakah hanya memberikan ASI saja kepada bayi

tanpa makanan dan minuman lain selain obat selama sampai usia 6

bulan. Jika bayi diberikan hanya ASI saja selama 6 bulan maka bayi

tergolong ASI eksklusif sedangkan bayi yang tidak mendapatkan ASI

saja selama 6 bulan tergolong tidak ASI eksklusif. Pertanyaan mengenai

data ini terdapat pada pertanyaan nomor D1-D5.

Imunisasi campak

Peneliti menanyakan kepada responden apakah sampel sudah imunisasi

campak atau tidak. Pertanyaan mengenai imunisasi campak terdapat

pada nomor E1.

Perilaku ibu

Perilaku ibu meliputi kebiasaan cuci tangan dengan air bersih dan

sabun, perilaku membersihkan alat makan dan minum, dan perilaku

buang air besar ada pada pertanyaan nomor F1-F13 di kuesioner. Jika

nilai perilaku lebih dari atau sama dengan mean maka tergolong baik

sedangkan jika nilai perilaku ibu kurang dari mean maka tergolong

buruk.

Status ekonomi keluarga

Status ekonomi keluarga diukur dengan jumlah pengeluaran keluarga

setiap bulannya. Menurut data Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Depok, 2011, keluarga dengan status ekonomi tinggi, memiliki

pengeluaran setiap bulan lebih dari atau sama dengan upah minimum

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 70: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

50

Universitas Indonesia

regional (UMR) yaitu sebesar Rp. 1.380.000,- Sedangkan keluarga

dengan status ekonomi rendah memiliki pengeluaran setiap bulan

kurang dari UMR. Data status ekonomi keluarga berada pada nomor

G1.

Jumlah balita dalam keluarga

Dalam pertanyaan nomor H1, responden ditanya berapa jumlah balita

yang ada dalam keluarga selain sampel. Keluarga yang memiliki lebih

dari satu balita dalam keluarga dinyatakan beresiko karena perhatian

orang tua terutama ibu kurang terfokus dan anak rentan tertular

penyakit dari balita lain dalam keluarga.

5. Pengambilan data melalui observasi rumah

Observasi rumah dilakukan sekitar pukul 11.00-16.00 setiap hari Senin-

Sabtu. Sebelum observasi rumah, peneliti akan membuat janji dengan

responden terlebih dahulu. Variabel yang diambil melalui observasi rumah

dikumpulkan dengan wawancara, mengukur, mengamati, dan mencatat di

kuesioner. Variabel yang dikumpulkan melalui observasi rumah adalah

sebagai berikut:

Sumber air bersih

Data mengenai sumber air bersih berada pada nomor I1-I5, data ini

dikumpulkan melalui wawancara dan observasi rumah. Keluarga yang

memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat jika menggunakan

air PDAM, air kemasan, air sumur, serta mata air yang terlindung yaitu

jarak antara sumber air dengan sumber pencemaran > 10 m, disimpan

dalam wadah tertutup, jenih, dan tanpa rasa.

Kondisi jamban/WC

Pada penelitian ini, ditanyakan jamban/WC yang dimiliki oleh keluarga

melalui wawancara dan observasi sesuai dengan pertanyaan nomor J1-

J3 di kuesioner. Kondisi jamban keluarga memenuhi syarat jika

keluarga memiliki jamban sendiri, jamban leher angsa, serta memiliki

septic tank.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 71: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

51

Universitas Indonesia

Sarana pembuangan air limbah

Pertanyaan mengenai sarana pembuangan air limbah berada pada

nomor K1 yang ditanyakan melalui wawancara dan observasi. Saluran

pembuangan air limbah yang memenuhi syarat jika keluarga memiliki

saluran pembuangan air limbah tertutup beserta tempat penampungan

khusus. Sedangkan saluran pembuangan air limbah yang tidak

memenuhi syarat jika keluarga tidak memiliki saluran pembuangan air

limbah tertutup beserta tempat penampungan khusus, atau membuang

air limbah di sembarang tempat.

Pengolahan sampah rumah tangga

Pengolahan sampah rumah tangga dalam kuesioner penelitian ada pada

pertanyaan nomor L1-L2. Pengumpulan data ini dilakukan dengan

wawancara dan observasi. Data ini meliputi upaya yang dilakukan oleh

keluarga dalam mengolah sampah padat mulai dari pengumpulan,

pengangkutan, sampai pemusnahan sampah. Pengolahan sampah rumah

tangga yang memenuhi syarat jika keluarga memiliki tempat sampah

tertutup, sampah diangkut oleh petugas kebersihan khusus, atau sampah

dikelola sendiri oleh keluarga dengan baik seperti menimbun maupun

dijadikan kompos. Sedangkan tidak memenuhi syarat jika keluarga

tidak memiliki tempat sampah tertutup, membuang sampah di

sembarang tempat (baik di kali, di selokan, di pekarangan rumah,

maupun lahan kosong).

Kepadatan huni

Pertanyaan mengenai kepadatan huni ada pada nomor M1-M2 yang

diambil melalui wawancara dan observasi. Luas kamar anak diukur oleh

peneliti dan responden ditanya mengenai jumlah orang yang tidur

dengan anak . Hunian dikatakan padat dan tidak padat berdasarkan rasio

luas kamar. Hunian padat, jika luas kamar anak < 8 m2 dan anak tidur

dengan orang dewasa > 2 orang.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 72: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

52

Universitas Indonesia

6. Pemeriksaan kelengkapan data

Setelah semua tahap pengumpulan data selesai, peneliti akan memeriksa

kembali semua kelengkapan data. Apabila ada hal data yang kurang akan

dilengkapi kembali saat observasi rumah. Hal ini untuk menghindari

kekurangan data saat pengolahan data.

4.5 Teknik Manajemen Data

4.5.1 Pengolahan Data Hasil Penelitian

Seluruh data yang dikumpulkan baik variabel dependen maupun

independen diolah dengan memberikan skor atau langsung diberi kode (penjelasan

mengenai tahap ini secara lengkap dibahas pada bagian 4.5.2 pengodean atau

coding). Namun, untuk variabel status gizi terlebih dahulu ditentukan nilai z score

BB/U dan PB/U melalui software who anthro, kemudian diberikan kode.

4.5.2 Pengodean Data (data coding)

Pada tahap ini, masing-masih data yang terkumpul dalam kuesioner

diberikan kode dengan mengklasifikasin jawaban dari responden ke dalam

kategori yang telah ditentukan dalam definisi operasional. Tujuan dari mengkode

setiap data adalah untuk memudahkan saat memasukkan dan menganalisis data.

Adapun pengodean data dilakukan seperti di bawah ini:

1. Variabel dependen

Frekuensi diare: jika sekali dalam 4 bulan terakhir diberi kode “1” namun

jika lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir maka diberi kode “2”.

2. Variabel independen

Berat lahir: jika berat lahir rendah (< 2500 gram) diberi kode “1” namun

jika berat lahir normal (> 2500 gram) maka diberi kode “2”.

Status gizi berdasarkan BB/U: jika tergolong gizi kurang diberi kode

“1”, namun jika gizi baik maka diberi kode “2”. Status gizi berdasarkan

BB/U pada dasarnya memiliki empat kategori, yaitu gizi lebih, gizi baik,

gizi kurang, dan gizi buruk (Depkes, 2011b). Namun, untuk memudahkan

analisis bivariat maka status gizi berdasarkan BB/U dikelompokkan

menjadi dua kategori yaitu gizi baik (gabungan gizi baik dan gizi lebih)

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 73: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

53

Universitas Indonesia

dan gizi kurang (gabungan gizi kurang dan gizi buruk). Status gizi rata-

rata selama 4 bulan terakhir dilihat berdasarkan rata-rata nilai z score yang

kemudian dikategorikan.

Status gizi berdasarkan PB/U: jika tergolong pendek diberi kode “1”,

namun jika normal maka diberi kode “2”. Status gizi berdasarkan PB/U

pada dasarnya memiliki empat kategori, yaitu tinggi, normal, pendek, dan

sangat pendek (Depkes, 2011b). Namun, untuk memudahkan analisis

bivariat maka status gizi berdasarkan PB/U dikelompokkan menjadi dua

kategori yaitu normal (gabungan normal dan tinggi) dan pendek (gabungan

pendek dan sangat pendek). Status gizi rata-rata selama 4 bulan terakhir

dilihat berdasarkan rata-rata nilai z score yang kemudian dikategorikan.

ASI eksklusif: jika tidak diberikan ASI eksklusif diberi kode “1”, namun

jika diberikan ASI eksklusif maka diberi kode “2”.

Imunisasi campak: jika tidak imunisasi campak diberi kode “1”, namun

jika sudah imunisasi campak maka diberi kode “2”.

Perilaku ibu: jika perilaku ibu buruk diberi kode “1”, namun jika perilaku

ibu baik maka diberi kode “2”. Perilaku ibu memiliki 14 pertanyaan.

Jumlah kumulatif dari variabel perilaku ibu kemudian dikategorikan

menjadi dua kategori yang didasarkan pada nilai mean (72,77) karena data

yang dihasilkan menunjukkan distribusi normal (Sabri dan Sutanto, 2006).

Jika total skor perilaku ibu lebih atau sama dengan nilai mean maka

tergolong “perilaku kebersihan baik” dan total skor kurang dari nilai mean

maka tergolong “perilaku kebersihan buruk”.

Status ekonomi keluarga: jika status ekonomi rendah (pengeluaran

perbulan < Rp. 1.380.000) diberi kode “1”, namun jika status ekonomi

tinggi (pengeluaran perbulan > Rp. 1.380.000) maka diberi kode “2”.

Jumlah balita dalam keluarga: jika beresiko (memiliki lebih dari satu

balita dalam keluarga) diberi kode “1”, namun jika tidak beresiko

(memiliki hanya satu balita dalam keluarga) diberi kode “2”.

Sumber air bersih: Pertanyaan mengenai sumber air bersih terdiri dari 5

pertanyaan yang kemudian dikelompokkan menjadi memenuhi syarat dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 74: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

54

Universitas Indonesia

tidak memenuhi syarat. Jika tidak memenuhi syarat diberi kode “1”,

namun jika memenuhi syarat maka diberi kode “2”.

Kondisi jamban/WC: Pertanyaan mengenai kondisi jamban/WC terdiri

dari 3 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan menjadi memenuhi

syarat dan tidak memenuhi syarat. Jika tidak memenuhi syarat diberi kode

“1”, namun jika memenuhi syarat maka diberi kode “2”.

Sarana pembuangan air limbah: Pertanyaan mengenai sarana

pembuangan air limbah terdiri dari 1 pertanyaan yang kemudian

dikelompokkan menjadi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Jika

tidak memenuhi syarat diberi kode “1”, namun jika memenuhi syarat maka

diberi kode “2”.

Pengolahan sampah rumah tangga: Pertanyaan mengenai pengolahan

sampah rumah tangga terdiri dari 2 pertanyaan yang kemudian

dikelompokkan menjadi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Jika

tidak memenuhi syarat diberi kode “1”, namun jika memenuhi syarat maka

diberi kode “2”.

Kepadatan huni: Pertanyaan mengenai kepadatan huni terdiri dari 2

pertanyaan yang kemudian dikategorikan. Jika hunian padat (luas kamar

anak untuk tidur < 8 m2 dan anak tidur dengan orang dewasa > 2 orang)

diberi kode “1”, namun jika hunian tidak padat (luas kamar anak untuk

tidur > 8 m2 dan anak tidur dengan orang dewasa < 2 orang ) maka diberi

kode “2”.

4.5.3 Penyuntingan Data (data editing)

Dalam tahap ini, dilakukan pemeriksaan jawaban dalam pengisian

kuesioner. Hal ini meliputi kelengkapan jawaban dan kesesuaian jawaban dengan

pertanyaan. Tahap penyuntingan dilakukan saat selesai observasi rumah

responden sebagai tahap terakhir dalam pengambilan data.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 75: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

55

Universitas Indonesia

4.5.4 Pemasukan Data (entry data)

Data yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam template data

yang telah dibuat dengan bantuan software program statistik SPSS 17 for

Windows.

4.5.5 Pembersihan data (data cleaning)

Dalam tahap ini, dilakukan pemeriksaan kembali pada data yang telah

dimasukkan apakah terdapat kesalahan dalam memberi kode atau belum

dilakukan pengodean. Tahap ini dilakukan agar tidak mengganggu proses

pengolahan data selanjutnya.

4.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

univariat dan analisis data bivariat.

4.6.1 Analisis Data Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang

diteliti dengan melihat gambaran frekuensi semua variabel penelitian, baik

variabel dependen maupun independen. Analisis univariat akan menghasilkan

distribusi dan frekuensi dari tiap variabel yang disajikan dalam bentuk tabel

frekuensi dan narasi.

4.6.2 Analisis Data Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini

adalah berat lahir, status gizi bayi, ASI eksklusif, perilaku ibu, status ekonomi

keluarga, jumlah balita dalam keluarga, sumber air bersih, kondisi jamban, dan

kepadatan huni. Variabel dependen adalah frekuensi diare pada anak usia 6-24

bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok tahun 2012. Analisis

bivariat juga akan memberikan hasil mengenai pembuktian hipotesis yang

diajukan. Untuk membuktikan adanya hubungan antara dua variabel tersebut di uji

statistik Chi-square (uji Chi-kuadrat) kemudian dilanjutkan dengan Odds Ratio

(OR).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 76: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

56

Universitas Indonesia

a. Uji Statistik Chi-square

Data dalam penelitian merupakan data kategorik sehingga digunakan uji

statistik berupa uji Chi Square (Chi Kuadrat) (Hastono, 2006). Uji Chi-square

digunakan untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel independen

dan variabel dependen dengan derajat kemaknaan p < 0,05. Pengaruh variabel

independen terhadap dependen dilihat dari nilai signifikansi kepercayaan 95%

(α=0,05). Persamaan (4.2) merupakan rumus yang digunakan dalam uji

statistik Chi-square(Sabri dan Sutanto, 2008).

𝑋2 = (𝑂 − 𝐸)2

𝐸

(4.2)

Keterangan :

X2

= nilai Chi-square

O = nilai yang diamati

E = nilai yang diharapkan

Uji Chi-square digunakan untuk melihat kemaknaan hubungan secara statistik

antara dua variabel. Oleh karena itu digunakan batas kemaknaan (α) = 0,05

dengan interpretasi sebagai berikut (Sabri dan Sutanto, 2008) :

Dikatakan hubungan bermakna secara statistik, jika p-value < 0,05

Dikatakan hubungan tidak bermakna secara statistik, jika p-value > 0,05

b. Odds Ratio (OR)

Hasil uji Chi-square hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya hubungan atau

perbedaan proporsi antar kelompok. Dengan demikian, uji Chi-square tidak

dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar

dibandingkan kelompok lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui derajat

hubungan antara variabel independen dengan dependen digunakan nilai Odds

Ratio (OR). Berikut ini intrpretasi nilai Odds Ratio (OR) pada Confidence

Interval (CI) 95% (Hastono, 2006) :

OR = 1; artinya tidak ada hubungan

OR < 1; artinya sebagai efek proteksi atau perlindungan

OR >1; artinya sebagai faktor risiko

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 77: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

57 Universitas Indonesia

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Tugu Kota Depok

5.1.1 Letak Wilayah

Puskesmas Tugu terletak di Kecamatan Cimanggis yang merupakan salah

satu wilayah dari Kota Depok. Puskesmas Tugu hanya terdiri dari satu kelurahan

yaitu Kelurahan Tugu. Kelurahan Tugu berbatasan dengan wilayah daerah khusus

Ibukota Jakarta tepatnya Jakarta Timur.

Wilayah Kerja Puskesmas Tugu memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dngan Ibukota DKI Jakarta (Kelurahan

Kalisari dan Pekayon, Jakarta Timur)

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Mekarsari Kecamatan

Cimanggis

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Cisalak dan Baktijaya

Kecamatan Sukmajaya

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Beji dan Kelurahan Pasir

Gunung Selatan

Adapun luas wilayah kerja Puskesmas Tugu adalah 504.009 Hektar,

dengan rincian sebagai berikut:

Pemukiman : 395.889 hektar

Pemakaman/kuburan : 7300 hektar

Lahan pertanian : 8200 hektar

Perindustrian (pabrik) : 71.235 hektar

Sarana perekonomian (pasar/pertokoan) : 8.200 hektar

Lahan kantor kelurahan : 0.105 hektar

Sarana prasarana umum lainnya : 11.880 hektar

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 78: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

58

Universitas Indonesia

5.1.2 Kependudukan

Wilayah kerja Puskesmas Tugu terdiri dari 19 RW dan 168 RT. Jumlah

penduduk Kelurahan Tugu tahun 2011 adalah sebanyak 92.232 jiwa dengan

24.196 jumlah rumah tangga. Terdapat rata-rata 3,81 jiwa per rumah tangga.

Kepadatan penduduk di kelurahan ini adalah 176,35 jiwa per km2. Jumlah

penduduk laki-laki adalah sebesar 47.174 jiwa dan penduduk perempuan sebesar

45.058 jiwa. Terdapat 1243 bayi dan 7509 anak usia 12-59 bulan.

5.1.3 Sarana Pelayanan Kesehatan

Puskesmas Tugu merupakan Puskesmas yang melayani pengobatan rawat

jalan tanpa perawatan yang buka dari hari Senin sampai Sabtu. Jam buka loket

pendaftaran hari Senin-Kamis adalah pukul 08.00-11.00 sedangkan hari Jumat

dan Sabtu adalah pukul 08.00-10.00.

Puskesmas Tugu memiliki 31 Posyandu yang terdiri dari beberapa strata,

yaitu:

1. Posyandu Madya : 6 Posyandu

2. Posyandu Purnama : 5 Posyandu

3. Posyandu Mandiri : 20 Posyandu

Puskesmas Tugu juga memiliki penyuluhan kesehatan yang terdiri dari 96

kegiatan penyuluhan kelompok dan 72 kegiatan penyuluhan massa. Penyuluhan

ini diadakan untuk menjelaskan tentang berbagai macam hal mengenai promosi

kesehatan. Kegiatan ini sering dilakukan baik oleh institusi pendidikan maupun

Puskesmas melalui Posyandu. Narasumber dalam penyuluhan ini adalah

mahasiswa, kader, atau tenaga kesehatan Puskesmas.

Puskesmas Tugu memiliki jumlah tenaga kesehatan yang terdiri dari:

1. Dokter umum : 2 orang

2. Dokter gigi : 2 orang

3. Bidan : 5 orang

4. Perawat : 3 orang

5. Tenaga kefarmasian : 1 orang

6. Tenaga gizi : 1 orang

7. Tenaga sanitasi : 1 orang

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 79: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

59

Universitas Indonesia

5.2 Subjek Aktual Penelitian (Actual Subject)

Berdasarkan perhitungan jumlah sampel, penelitian ini membutuhkan

jumlah sampel minimal sebanyak 95 orang. Selama penelitian berlangsung yaitu

mulai 20 Maret – 27 April 2012, terdapat 98 orang sampel yang mengikuti

penelitian. Namun, sebanyak 3 orang sampel dikeluarkan (drop out) dari

penelitian karena tidak dapat dilakukan observasi rumah untuk melihat variabel

independen faktor lingkungan dan tidak melakukan pengukuran status gizi

(datang ke posyandu) dalam 4 bulan terakhir.

Jumlah subjek aktual penelitian (actual subject) dalam penelitian ini

adalah 95 orang setelah dikurang 3 orang yang telah dikeluarkan. Jumlah sebjek

aktual penelitian sudah sesuai dengan jumlah sampel minimal dan telah

memenuhi kriteria untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

5.3 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang

diteliti dengan melihat gambaran frekuensi semua variabel penelitian, baik

variabel dependen maupun independen. Variabel dependen berupa frekuensi diare

dan variabel independen berupa berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, imunisasi

campak, perilaku ibu, status ekonomi keluarga, jumlah balita dalam keluarga,

sumber air bersih, kondisi jamban/WC, sarana pembuangan air limbah,

pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni.

5.3.1 Gambaran Frekuensi Diare

Frekuensi diare dibagi menjadi 2 kategori yaitu frekuensi kurang dari

median frekuensi dunia jika sampel mengalami diare sekali dalam 4 bulan terakhir

dan frekuensi lebih dari median dunia jika sampel mengalami diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir. Adapun distribusi frekuensi diare pada anak 10-23

bulan di Puskesmas Tugu disajikan dalam Tabel 5.1 di bawah ini.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 80: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

60

Universitas Indonesia

Tabel 5.1 Distribusi Data Frekuensi Diare pada Anak 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Frekuensi Diare dalam 4 Bulan

Terakhir n %

> Sekali dalam 4 Bulan Terakhir 34 35,8

Sekali dalam 4 Bulan Terakhir 61 64,2

Jumlah 95 100

Berdasarkan Tabel 5.1, terlihat bahwa sampel yang didiagnosis menderita

diare di Puskesmas Tugu dengan frekuensi sekali dalam 4 bulan terakhir sebanyak

64,2% dan sampel yang menderita diare dengan frekuensi lebih dari sekali yaitu 2

kali dalam 4 bulan terakhir sebanyak 35,8%. Penegakan diagnosis dilihat dari

hasil rekam medik sampel di Puskesmas Tugu melalui Kartu Status Pasien Rawat

Jalan.

5.3.2 Gambaran Faktor Anak

5.3.2.1 Berat Lahir

Berat lahir dikelompokkan berdasarkan berat lahir normal jika berat bayi

saat lahir lebih dari atau sama dengan 2500 gram dan berat lahir rendah jika berat

bayi saat lahir kurang dari 2500 gram. Di bawah ini merupakan distribusi sampel

berdasarkan berat lahir yang ditunjukkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Data Berat lahir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Berat Lahir n %

Berat lahir rendah 14 14,2

Berat lahir normal 81 85,8

Jumlah 95 100

Rata-rata (mean) berat lahir dalam penelitian adalah 2960 gram dengan

berat lahir terendah (minimum) 2100 gram dan berat lahir tertinggi (maximum)

3500 gram. Berdasarkan Tabel 5.2, dapat dilihat bahwa sampel yang tergolong

memiliki berat lahir normal (> 2500 gram) adalah sebesar 85,5% dan sampel yang

memiliki berat lahir rendah (< 2500 gram) adalah sebesar 14,7%.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 81: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

61

Universitas Indonesia

5.3.2.2 Status Gizi

Status gizi dilihat berdasarkan z score BB/U dan PB/U yang kemudian

dikategorikan menjadi status gizi baik dan status gizi buruk untuk status gizi

berdasarkan BB/U. Sedangkan status gizi berdasarkan PB/U dikategorikan

menjadi normal dan pendek. Tabel 5.3 menunjukkan status gizi rata-rata dalam 4

bulan terakhir pada anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu.

Tabel 5.3 Distribusi Data Status Gizi Rata-Rata 4 Bulan Terakhir pada Anak

10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Status Gizi Rata-Rata 4 Bulan

Terakhir n=95 %

Status gizi BB/U

Gizi Kurang 26 27,4

Gizi Baik 69 72,6

Status gizi PB/U

Pendek 28 29,5

Normal 67 70,5

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat terlihat distribusi status gizi rata-rata dalam 4

bulan terakhir yang tercatat dalam KMS. Rata-rata status gizi diambil dari rata-

rata nilai z-score BB/U dan PB/U dalam 4 bulan terakhir. Rata-rata (mean) z score

BB/U dalam penelitian adalah -1,87 SD SD dengan nilai z score BB/U terendah

(minimum) -3,15 SD dan nilai z score BB/U tertinggi (maximum) 2,57 SD.

Berdasarkan Tabel 5.3, sampel yang tergolong memiliki status gizi baik adalah

sebesar 72,6% dan sampel yang tergolong memiliki status gizi kurang adalah

sebesar 27,4%. Sedangkan rata-rata (mean) z score PB/U dalam penelitian adalah

1,17 SD dengan nilai z score PB/U terendah (minimum) -2,45 SD dan nilai z score

PB/U tertinggi (maximum) 2,15 SD. Tabel 5.3 menunjukkan sampel yang

tergolong memiliki panjang badan normal adalah sebesar 70,5% dan yang

tergolong pendek sebesar 29,5%.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 82: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

62

Universitas Indonesia

Tabel 5.4 di bawah ini menjukkan status gizi anak 10-23 bulan saat

dilakukan penelitian yang diukur secara langsung oleh peneliti dan bantuan tenaga

kesehatan di Puskesmas Tugu.

Tabel 5.4 Distribusi Data Status Gizi Saat Ini pada Anak 10-23 Bulan

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Status Gizi Saat Ini n=95 %

Status gizi BB/U

Gizi Kurang 33 34,7

Gizi Baik 62 65,3

Status gizi PB/U

Pendek 27 28,4

Normal 68 71,6

Berdasarkan Tabel 5.4, dapat dilihat distribusi status gizi sampel berupa

pengukuran berat badan dan panjang badan yang diukur saat pengambilan data di

Puskesmas Tugu. Status gizi digolongkan berdasarkan BB/U dan PB/U. Rata-rata

(mean) z score BB/U dalam penelitian adalah -1,32 SD SD dengan nilai z score

BB/U terendah (minimum) -3,50 SD dan nilai z score BB/U tertinggi (maximum)

1,65 SD. Sampel yang tergolong memiliki status gizi baik adalah sebesar 65,3%

dan sampel yang tergolong memiliki status gizi kurang adalah sebesar 34,7%.

Sedangkan rata-rata (mean) z score PB/U dalam penelitian adalah 1,35 SD dengan

nilai z score PB/U terendah (minimum) -2,25 SD dan nilai z score PB/U tertinggi

(maximum) 2,40 SD. Tabel 5.4 menunjukkan sampel yang tergolong memiliki

panjang badan normal adalah sebesar 71,6% dan yang tergolong pendek sebesar

28,4%.

5.3.2.3 ASI Eksklusif

ASI eksklusif dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu ASI eksklusif dan

Tidak ASI eksklusif. Di bawah ini merupakan distribusi sampel berdasarkan ASI

eksklusif yang ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 83: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

63

Universitas Indonesia

Tabel 5.5 Distribusi Data ASI Eksklusif pada Anak 10-23 Bulan di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel n=95 %

ASI eksklusif (memberikan bayi hanya

ASI saja tanpa tambahan makanan atau

minuman lain sampai usia 6 bulan)

Ya 17 17,9

Tidak 78 82,1

Pernah menyusui

Ya 93 97,9

Tidak 2 2,1

Alasan tidak menyusui

ASI tidak keluar 2 100

Anak sakit 0 0

Ibu sakit 0 0

Inisiasi menyusu dini (IMD)

Ya 70 73,7

Tidak 25 26,3

Memberikan kolostrum

Ya 67 70,5

Tidak 28 29,5

Berdasarkan Tabel 5.5, dapat dilihat bahwa hanya sebesar 2,1% responden

yang tidak pernah menyusui dan hampir seluruh responden yaitu 97,9% pernah

menyusui. Seluruh responden yang tidak pernah menyusui karena alasan ASI

tidak keluar sehingga bayi diberikan susu formula. Sebanyak 73,7% responden

melakukan IMD dan 26,3% responden tidak IMD. IMD erat kaitannya dengan

kesuksesan pemberian ASI eksklusif begitu pula dengan memberikan kolostrum

yang mempunyai efek proteksi terhadap penyakit melalui kandungan antibodi.

Responden yang memberikan kolostrum adalah sebesar 70% dan yang tidak

memberikan kolostrum sebesar 29,5%. Sebagian besar responden tidak

memberikan ASI eksklusif yaitu sebesar 82,1% dan yang berhasil memberikan

ASI eksklusif sebesar 17,9%.

5.3.2.4 Imunisasi Campak

Faktor anak berdasarkan imunisasi campak dikelompokkan menjadi 2

kategori, yaitu sudah imunisasi dan tidak imunisasi. Tabel 5.6 di bawah ini

menunjukkan distribusi sampel berdasarkan imunisasi campak pada anak 10-23

bulan di Puskesmas Tugu.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 84: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

64

Universitas Indonesia

Tabel 5.6 Distribusi Data Imunisasi Campak Pada Anak 10-23 Bulan

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Imunisasi Campak n %

Tidak imunisasi campak 5 5,3

Sudah imunisasi campak 90 94,7

Jumlah 95 100

Berdasarkan Tabel 5.6, dapat dilihat bahwa hanya sebesar 5,3% sampel

yang tidak imunisasi campak. Sedangkan sebagian besar responden sudah

melakukan imunisasi campak yaitu sebesar 94,7%. Imunisasi campak dilakukan

responden di Puskesmas Tugu, Posyandu, atau Bidan terdekat dengan lokasi

rumah responden.

5.3.3 Gambaran Faktor Ibu

5.3.3.1 Perilaku Ibu

Faktor ibu dilihat dari perilaku ibu yang memiliki hubungan dengan faktor

resiko kejadian sakit yaitu tindakan saat anak diare, kebiasaan mencuci tangan

dengan sabun, kebiasaan mencuci peralatan makan dan minum, tempat buang air

besar dan tempat berobat saat sakit. Perilaku kebersihan ini kemudian

dikelompokkan menjadi perilaku baik dan perilaku buruk berdasarkan rata-rata

nilai perilaku. Distribusi responden berdasarkan perilaku ibu disajikan dalam

Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Distribusi Data Perilaku Ibu

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Perilaku ibu n=95 %

Tindakan pertama saat anak diare

Memberikan cairan tambahan 70 73,7

Memberikan makanan tambahan 1 1,1

Memberikan jamu tradisional 24 25,3

Pemberian susu formula sama dengan saat

tidak diare

Ya 84 88,4

Tidak 11 11,6

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 85: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

65

Universitas Indonesia

Tabel 5.7 Distribusi Data Perilaku Ibu

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

(Sambungan)

Perilaku Ibu n=95 %

Pemberian makanan saat diare

Tetap 45 47,4

Dikurangi 50 52,6

Tidak diberikan 0 0

Pemberian cairan setiap anak habis buang air

besar

Kurang dari setengah gelas 41 43,2

Setengah gelas/lebih 54 56,8

Ibu mencuci tangan sebelum memberikan

makan anak

Ya 95 100

Tidak 0 0

Cara mencuci tangan

Dibasuh menggunakan air 36 37,9

Menggunakan sabun dan dibilas dibawah

air mengalir

59 62,1

Ibu mencuci tangan sebelum menyiapkan

makanan

Ya 94 98,9

Tidak 1 1,1

Cara mencuci peralatan makan dan minum

Menggunakan air 0 0

Menggunakan sabun dan dibilas dibawah

air mengalir

95 100

Cara membersihkan botol susu

Dicuci dengan air dan sabun 11 11,6

Dicuci kemudian dibilas dengan air panas 37 38,9

Dicuci dengan air dan sabun, lalu direbus

dalam air mendidih

47 49,5

Tempat buang air besar

Di WC 95 100

Di kali 0 0

Di kebun 0 0

Di sembarang tempat 0 0

Mencuci tangan menggunakan sabun setelah

buang air besar

Ya 95 100

Tidak 0 0

Air minum dimasak sebelum dikonsumsi

Ya 95 100

Tidak 0 0

Kemana anak berobat saat diare

Ke pelayanan kesehatan 95 100

Ke dukun/orang pintar 0 0

Dibiarkan saja 0 0

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 86: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

66

Universitas Indonesia

Berdasarkan Tabel 5.7, dapat dilihat distribusi perilaku ibu yang

merupakan salah satu faktor resiko diare. Terdapat 13 pertanyaan yang

menggambarkan perilaku ibu. Sebanyak 73,7% responden memberikan cairan

sebagai tindakan pertama saat anak diare, sebanyak 1,1 % responden memberikan

makanan tambahan, dan sebanyak 25,3% responden memberikan jamu

tradisional. Sebagian besar responden memberikan susu formula yang sama saat

anak tidak diare dan saat diare yaitu sebesar 88,4% dan sebesar 11,6% responden

memberikan susu formula berbeda saat bayi diare. Sebanyak 47,4% responden

memberikan porsi makanan tetap saat anak diare dan sebanyak 52,6% responden

mengurangi porsi makanan saat anak diare. Sebanyak 43,2% responden

memberikan cairan setelah buang air besar seesar kurang dari setengah gelas dan

56,8% responden memberikan cairan setengah gelas atau lebih.

Seluruh responden melakukan cuci tangan sabelum memberikan makanan

pada anak. Sebanyak 37,9% responden mencuci tangan hanya menggunakan air

dan 62,1% responden mencuci tangan menggunakan sabun dan dibilas dibawah

air mengalir. Hanya 1,1% responden tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan

makanan dan 98,9% responden mencuci tangan. Seluruh responden mencuci

peralatan makan dan minum dengan menggunakan sabun dan dibilas dibawah air

mengalir. Responden yang mencuci botol susu dengan air dan sabun adalah

sebanyak 11,6%, mencuci dengan air dan sabun kemudian dibilas air panas

sebanyak 38,9%, dan mencuci dengan air dan sabun kemudian direbus dalam air

mendidih sebanyak 49,5%.

Seluruh responden buang air besar di WC dan mencuci tangan

menggunakan sabun setelah buang air besar. Seluruh responden juga memasak air

minum sebelum dikonsumsi. Saat anak diare, seluruh responden membawa

berobat ke pelayanan kesehatan. Hasil kategori perilaku ibu berdasarkan nilai rata-

rata (mean) responden dapat dilihat pada Tabel 5.8 di bawah ini.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 87: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

67

Universitas Indonesia

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Ibu di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Perilaku ibu n %

Perilaku buruk 46 48,4

Perilaku baik 49 51,6

Jumlah 95 100

Rata-rata (mean) nilai perilaku ibu dalam penelitian ini adalah 72,77

sedangkan median 76,90 dengan nilai terendah (minimum) 38,50 dan nilai

tertinggi (maximum) 100. Dalam penelitian ini digunakan nilai mean untuk

mengategorikan perilaku ibu karena distribusi data penelitian ini normal.

Berdasarkan Tabel 5.8, sebanyak 51,6% responden memiliki perilaku baik dan

sebanyak 48,4% responden memiliki perilaku buruk.

5.3.4 Gambaran Faktor Keluarga

5.3.4.1 Status Ekonomi Keluarga

Status ekonomi keluarga dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu status

ekonomi tinggi jika pengeluaran keluarga per bulan > Rp. 1.380.000 dan status

ekonomi rendah jika pengeluaran keluarga per bulan < Rp. 1.380.000. Tabel 5.9

menunjukkan distribusi responden berdasarkan status ekonomi keluarga.

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Status Ekonomi

Keluarga di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Status Ekonomi Keluarga n %

Status ekonomi rendah 49 51,6

Status ekonomi tinggi 46 48,4

Jumlah 95 100

Berdasarkan Tabel 5.9, dapat dilihat bahwa responden dengan status

ekonomi keluarga tinggi yaitu dengan pengeluaran keluarga per bulan > Rp.

1.380.000 sebanyak 48,4% responden. Sedangkan respoden dengan status

ekonomi keluarga rendah yaitu dengan pengeluaran keluarga per bulan < Rp.

1.380.000 sebanyak 51,6% responden.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 88: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

68

Universitas Indonesia

5.3.4.2 Jumlah Balita Dalam Keluarga

Jumlah balita dalam keluarga dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu

tidak berisiko jika jumlah balita hanya satu dan berisiko jika jumlah balita lebih

dari satu dalam keluarga. Tabel 5.10 menunjukkan distribusi responden

berdasarkan jumlah balita dalam keluarga.

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Balita dalam

Keluarga di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Jumlah Balita Dalam Keluarga n %

Berisiko (lebih dari satu) 33 34,7

Tidak berisiko (satu) 62 65,3

Jumlah 95 100

Berdasarkan Tabel 5.10, dapat dilihat bahwa sebanyak 65,3% responden

memiliki hanya satu balita dalam keluarga yang berarti tidak berisiko dan

sebanyak 34,7% responden memiliki lebih dari satu balita dalam keluarga yang

berarti berisiko.

5.3.5 Gambaran Faktor Lingkungan

5.3.5.1 Sumber Air Bersih

Faktor lingkungan berdasarkan sumber air bersih dikelompokkan menjadi

2 yaitu memenuhi syarat (jarak sumber air > 10 m dengan sumber pencemaran,

disimpan dalam wadah tertutup, jenih, dan tanpa rasa) dan tidak memenuhi syarat

jika tidak memenuhi satu atau lebih kriteria sumber air yang memenuhi syarat.

Tabel 5.11 menunjukkan distribusi responden berdasarkan sumber air bersih.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 89: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

69

Universitas Indonesia

Tabel 5.11 Distribusi Data Sumber Air Bersih Responden di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Sumber Air Bersih n=95 %

Jarak sumber air bersih dengan sumber

pencemaran

< 10 meter 32 33,7

> 10 meter 63 66,3

Adanya sumber pencemaran di sekitar

sumber air bersih

Ya 25 26,3

Tidak 70 73,7

Air bersih ditempatkan dalam wadah

tertutup

Ya 90 94,7

Tidak 5 5,3

Air minum tampak jernih

Ya 94 98,9

Tidak 1 1,1

Air minum ada rasa atau bau yang tidak

sedap

Ya 20 21,1

Tidak 70 78,9

Berdasarkan Tabel 5.11, dapat dilihat distribusi responden berdasarkan

sumber air bersih yang digunakan keluarga melalui 5 pertanyaan dalam kuesioner.

Sebanyak 33,7% jarak sumber air bersih dengan sumber pencemaran kurang dari

10 meter dan sebanyak 66,3% memiliki jarak lebih dari sama dengan 10 meter

antara sumber air bersih dengan sumber pencemaran. Terdapat 26,3% sumber

pencemaran di sekitar sumber air bersih dan 73,7% tidak terdapat sumber

pencemaran di sekitar sumber air bersih. Sebagian besar responden menempatkan

air bersih dalam wadah tertutup yaitu sebesar 94,7% dan hanya 5,3% responden

tidak menempatkan air bersih dalam wadah tertutup. Sebanyak 98,9% air minum

yang digunakan keluarga tampak jernih dan hanya 1,1% air minum yang tidak

tampak jernih. Sebanyak 78,9% air minum yang digunakan keluarga tidak ada

rasa atau bau yang tidak sedap. Namun, terdapat 21,1% air minum yang memiliki

rasa atau bau yang tidak sedap. Hasil distribusi responden berdasarkan sumber air

bersih kemudian di kategorikan menjadi tidak memenuhi syarat dan memenuhi

syarat yang dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 90: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

70

Universitas Indonesia

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sumber Air Bersih

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Sumber Air Bersih n %

Tidak memenuhi syarat 38 40

Memenuhi syarat 57 60

Jumlah 95 100

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa terdapat 40% keluarga yang memiliki

sumber air bersih tidak memenuhi syarat dan sebanyak 60% memenuhi syarat.

Kategori sumber air bersih memenuhi syarat jika keluarga memiliki sumber air

bersih yang terlindungi (jarak dengan sumber pencemaran > 10 meter, tidak ada

sumber pencemaran di dekat sumber air bersih, ditempatkan dalam posisi tertutup,

tampak jernih, dan tidak ada rasa atau bau yang tidak sedap.

5.3.5.2 Kondisi Jamban/WC

Kondisi jamban dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu memenuhi syarat

jika keluarga memiliki jamban sendiri, jamban leher angsa, serta memiliki septic

tank dan tidak memenuhi syarat jika tidak memenuhi satu atau lebih kriteria

kondisi jamban/WC yang memenuhi syarat. Tabel 5.13 menunjukkan distribusi

responden berdasarkan kondisi jamban/WC.

Tabel 5.13 Distribusi Data Kondisi Jamban/WC Responden di Puskesmas

Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Kondisi Jamban/WC n=95 %

Mempunyai jamban/WC

Ya 95 100

Tidak 0 0

Jenis jamban/WC yang digunakan

Leher angsa dengan septic tank 95 100

WC cemplung 0 0

Leher angsa tanpa septic tank 0 0

WC empang 0 0

Kepemilikan jamban/WC

Sendiri 72 75,8

Bersama keluarga lain 23 24,2

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 91: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

71

Universitas Indonesia

Berdasarkan Tabel 5.11, dapat dilihat bahwa seluruh responden

mempunyai jamban/WC dengan jenis jamban leher angsa yang dilengkapi dengan

septic tank. Sebanyak 75,8% responden memiliki jamban/WC sendiri dan

sebanyak 24,2% responden memiliki jamban/WC dengan keluarga lain di rumah.

Hasil distribusi responden berdasarkan kondisi jamban/WC kemudian di

kategorikan menjadi tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat yang dapat

dilihat pada Tabel 5.14 di bawah ini.

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kondisi Jamban/WC

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Kondisi Jamban/WC n %

Tidak memenuhi syarat 23 24,2

Memenuhi syarat 72 75,8

Jumlah 95 100

Berdasarkan Tabel 5.14 di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 75,8%

responden memiliki jamban/WC yang memenuhi syarat dan sebanyak 24,2%

responden memiliki jamban/WC yang tidak memenuhi syarat. Kategori kondisi

jamban/WC memenuhi syarat jika keluarga memiliki jamban sendiri, jamban

leher angsa, serta memiliki septic tank.

5.3.5.3 Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)

SPAL dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu memenuhi syarat jika

keluarga memiliki sarana pembuangan air limbah tertutup dengan tempat

penampungan khusus dan tidak memenuhi syarat jika tidak memenuhi satu atau

lebih kriteria SPAL yang memenuhi syarat. Tabel 5.15 menunjukkan distribusi

responden berdasarkan SPAL.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 92: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

72

Universitas Indonesia

Tabel 5.15 Distribusi Data Sarana Pembuangan Air Limbah Responden di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Sarana Pembuangan Air Limbah n=95 %

Tempat pembuangan limbah rumah

tangga

Ke tanah kosong 0 0

Ke lubang yang dibuat di belakang

rumah

4 4,2

Dialirkan ke got 38 40

Ke saluran khusus tertutup yang

dilengkapi dengan tempat

penampungan khusus

53 55,8

Berdasarkan Tabel 5.15, dapat dilihat bahwa sebanyak 4,2% responden

membuang limbah rumah tangga ke lubang yang dibuat di belakang rumah,

sebanyak 40% responden mengalirkan limbah rumah tangga ke got, dan sebanyak

55,8% responden membuang limbah rumah tangga ke saluran khusus tertutup

yang dilengkapi dengan tempat penampungan khusus. Hasil distribusi responden

berdasarkan sarana pembuangan air limbah kemudian di kategorikan menjadi

tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat yang dapat dilihat pada Tabel 5.16 di

bawah ini.

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sarana Pembuangan

Air Limbah di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Sarana Pembuangan Air Limbah n %

Tidak memenuhi syarat 42 43,2

Memenuhi syarat 53 55,8

Jumlah 95 100

Tabel 5.16 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki sarana

pembungan air limbah memenuhi syarat sebanyak 55,8% dan yang tidak

memenuhi syarat sebanyak 43,2%. Kategori SPAL memenuhi syarat jika keluarga

memiliki tempat pembuangan sampah rumah tangga ke saluran khusus tertutup

yang dilengkapi dengan tempat penampungan khusus.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 93: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

73

Universitas Indonesia

5.3.5.4 Pengolahan Sampah Rumah Tangga

Pengolahan sampah rumah tangga dikelompokkan menjadi 2 kategori

yaitu memenuhi syarat jika keluarga memiliki tempat sampah tertutup, sampah

diangkut oleh petugas kebersihan khusus, atau sampah dikelola sendiri oleh

keluarga dengan baik seperti membakar, menimbun, maupun dijadikan kompos

dan tidak memenuhi syarat jika tidak memenuhi satu atau lebih kriteria

pengolahan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat. Tabel 5.17

menunjukkan distribusi responden berdasarkan pengolahan sampah rumah tangga.

Tabel 5.17 Distribusi Data Pengolahan Sampah Rumah Tangga Responden

di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Pengolahan Sampah Rumah Tangga n=95 %

Tempat sampah di dalam rumah disertai

tutup

Ya 44 46,3

Tidak 51 53,7

Cara mengolah sampah rumah tangga

Dikumpulkan, kemudian diangkut

oleh petugas kebersihan atau

ditimbun.

92 96,8

Dibuang ke sembarang tempat 3 3,2

Berdasarkan Tabel 5.17, terlihat bahwa sebanyak 46,3% responden

memeliki tempat sampah yang disertai tutup dan sebanyak 53,7% memiliki

tempat sampah yang tidak disertai tutup. Sebagian besar responden yaitu 96,8%

mengolah sampah rumah tangga dengan dikumpulkan kemudian diangkut oleh

petugas kebersihan atau ditimbun. Hanya sebanyak 3,2% responden yang

membuang sampah ke sembarang tempat. Hasil distribusi responden berdasarkan

pengolahan sampah rumah tangga kemudian di kategorikan menjadi tidak

memenuhi syarat dan memenuhi syarat yang dapat dilihat pada Tabel 5.18 di

bawah ini.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 94: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

74

Universitas Indonesia

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengolahan Sampah

Rumah Tangga di Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun

2012

Pengolahan Sampah Rumah Tangga n %

Tidak memenuhi syarat 52 54,7

Memenuhi syarat 43 45,3

Jumlah 95 100

Tabel 5.18 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 45,3% memiliki

pengolahan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat dan sebanyak 54,7%

tidak memenuhi syarat. Kategori pengolahan sampah rumah tangga memenuhi

syarat jika keluarga memiliki tempat sampah tertutup dan membuang sampah

dengan cara dikumpulkan, kemudian diangkut oleh petugas kebersihan atau

ditimbun.

5.3.5.5 Kepadatan Huni

Kepadatan huni dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu hunian tidak

padat jika luas kamar anak untuk tidur > 8 m2 dan anak tidur dengan orang

dewasa < 2 orang dan hunian padat jika luas kamar anak untuk tidur < 8 m2 dan

anak tidur dengan orang dewasa > 2 orang. Tabel 5.19 menunjukkan distribusi

responden berdasarkan kepadatan huni.

Tabel 5.19 Distribusi Data Kepadatan Huni Responden di Puskesmas Tugu,

Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Kepadatan Huni n=95 %

Luas kamar anak biasa tidur

< 8m2

3 3,2

> 8 m2

92 96,8

Jumlah orang yang tidur bersama anak

> 2 orang dewasa

29 30,5

< 2 orang dewasa

66 69,5

Berdasarkan Tabel 5.19, dapat dilihat bahwa hanya 3,2% luas kamar anak

tidur kurang dari 8 m2

dan 96,8% luas kamar anak tidur > 8 m2. Sebanyak 30,5%

anak tidur dengan lebih dari 2 orang dewasa dan sebanyak 69,5% anak tidur

dengan kurang dari sama dengan 2 orang dewasa. Hasil distribusi responden

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 95: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

75

Universitas Indonesia

berdasarkan kepadatan huni kemudian di kategorikan menjadi tidak memenuhi

syarat dan memenuhi syarat yang dapat dilihat pada Tabel 5.20 di bawah ini.

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kepadatan Huni di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Kepadatan Huni n %

Hunian padat 30 31,6

Hunian tidak padat 65 68,4

Jumlah 95 100

Tabel 5.20 di atas menunjukkan bahwa terdapat 68,4% kepadatan huni

yang tergolong hunian tidak padat dan sebanyak 31,6% kepadatan huni tergolong

hunian padat. Kategori hunian yang tergolong tidak padat jika luas kamar anak

untuk tidur > 8 m2 dan anak tidur dengan orang dewasa < 2 orang.

5.4 Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Analisis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji Chi-Square dan Odds Ratio (OR). Berikut ini merupakan penyajian

analisis bivariat dari setiap variabel yang diteliti.

5.4.1 Faktor Anak

Faktor anak terhadap frekuensi diare yang diteliti dalam peneltian ini

adalah berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, dan imunisasi campak. Hasil tabulasi

silang antara variabel faktor anak dengan frekuensi diare ditunjukkan pada Tabel

5.21.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 96: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

76

Universitas Indonesia

Tabel 5.21 Tabulasi Silang antara Faktor Anak dengan Frekuensi Diare dalam 4

Bulan Terakhir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel

Faktor Anak

Frekuensi Diare Jumlah P value OR

(95% CI) > Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

n=34 % n=61 % n=95 %

Berat lahir

- Berat lahir

rendah

9 64,3 5 35,7 14 100 0,035* 4,0

1,2-13,3

- Berat lahir

normal

25 30,9 56 69,1 81 100

Status gizi rata-

rata 4 bulan

terakhir (BB/U)

- Gizi Kurang 17 65,4 9 34,6 26 100 0,001* 5,8

- Gizi Baik 17 24,6 52 75,4 69 100 2,2-15,3

Status gizi rata-

rata 4 bulan

terakhir (PB/U)

- Pendek 22 78,6 6 21,4 28 100 0,000* 16,8

- Normal 12 17,9 55 82,1 67 100 5,6- 50,4

Status gizi saat

ini (BB/U)

- Gizi Kurang 22 66,7 11 33,3 33 100 0,000* 8,3

- Gizi Baik 12 19,4 50 80,6 62 100 3,2-21,8

Status gizi saat

ini (PB/U)

- Pendek 21 77,8 6 22,2 27 100 0,000* 14,8

- Normal 13 19,1 55 80,9 68 100 4,9-44,0

ASI eksklusif

- Tidak 32 41,0 46 59,0 78 100 0,045* 5,2

- Ya 2 11,8 15 88,2 17 100 1,1-24,4

Imunisasi

Campak

- Tidak

Imunisasi

4 80,0 1 20,0 5 100 0,054 8,0

0,9-74,7

- Sudah

Imunisasi

30 33,3 60 66,7 90 100

Keterangan :

*) Hubungan bermakna signifikan (p value < 0,05)

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 97: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

77

Universitas Indonesia

5.4.1.1 Hubungan Berat Lahir dengan Frekuensi Diare

Berdasarkan Tabel 5.21, dapat dilihat bahwa sampel dengan frekuensi

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh anak

dengan berat lahir rendah (64,3%) dibandingkan dengan anak dengan berat lahir

normal (30,9%). Data statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan

antara berat lahir dengan frekuensi diare dengan p value 0,035. Odds ratio untuk

berat lahir sebesar 4,0 dengan 95% CI antara 1,2-13,3 yang artinya anak dengan

berat lahir rendah berisiko 4 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali

dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak dengan berat lahir normal.

5.4.1.2 Hubungan Status Gizi dengan Frekuensi Diare

a. Status Gizi Rata-Rata 4 Bulan Terakhir

Berdasarkan Tabel 5.21, dapat dilihat bahwa sampel dengan frekuensi

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita anak yang

memiliki rata-rata status gizi kurang (65,4%) dibandingkan dengan sampel yang

tergolong memiliki rata-rata status gizi baik (24,6%). Data statistik

memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara rata-rata status gizi

berdasarkan BB/U dengan frekuensi diare dengan p value 0,001. Odds ratio untuk

status gizi berdasarkan BB/U sebesar 5,8 dengan 95% CI antara 2,2-15,3, artinya

anak yang memiliki rata-rata status gizi kurang berisiko 5,8 kali lebih besar

menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang

memiliki status gizi baik.

Tabel 5.21 juga menunjukkan frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir diderita oleh sampel yang tergolong memiliki rata-rata PB/U

pendek sebesar 78,6% dan hanya diderita oleh 17,9% sampel yang tergolong

normal. Data statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara

rata-rata status gizi berdasarkan PB/U dengan frekuensi diare dengan p value

0,000. Odds ratio untuk status gizi berdasarkan PB/U sebesar 16,8 dengan 95%

CI antara 5,6-50,4, artinya anak yang tergolong pendek berisiko 16,8 kali lebih

besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak

yang memiliki tinggi normal.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 98: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

78

Universitas Indonesia

b. Status Gizi Saat Ini

Status gizi saat ini diukur saat pengambilan data berlangsung yang

dilakukan di Puskesmas Tugu. Berdasarkan Tabel 5.21 dapat dilihat bahwa

frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh

sampel yang memiliki rata-rata status gizi kurang (66,7%) dibandingkan sampel

yang tergolong memiliki rata-rata status gizi baik (19,4%). Data statistik

memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara rata-rata status gizi

berdasarkan BB/U dengan frekuensi diare dengan p value 0,000. Odds ratio untuk

status gizi berdasarkan BB/U sebesar 8,3 dengan 95% CI antara 3,2-21,8, artinya

anak yang memiliki status gizi kurang berisiko 8,3 kali lebih besar menderita

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang memiliki

status gizi baik.

Tabel 5.21 juga menunjukkan frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir diderita oleh sampel yang tergolong memiliki PB/U saat ini pendek

sebesar 77,8% dan hanya diderita oleh 19,1% sampel yang tergolong normal. Data

statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara rata-rata status

gizi berdasarkan PB/U dengan frekuensi diare dengan p value 0,000. Odds ratio

untuk status gizi berdasarkan PB/U sebesar 14,8 dengan 95% CI antara 4,9-44,0,

artinya anak yang tergolong pendek berisiko 14,8 kali lebih besar menderita diare

lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang memiliki tinggi

normal.

5.4.1.3 Hubungan ASI Eksklusif dengan Frekuensi Diare

Berdasarkan Tabel 5.21, dapat dilihat bahwa frekuensi diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita pada anak yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif (41%) dibandingan dengan anak yang diberikan ASI

eksklusif (11,8%). Data statistik memperlihatkan adanya hubungan yang

signifikan antara ASI eksklusif dengan frekuensi diare dengan p value 0,045.

Odds ratio untuk ASI eksklusif sebesar 5,2 dengan 95% CI antara 1,1-24,4 yang

artinya anak yang tidak diberikan ASI eksklusif berisiko 4 kali lebih besar

menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang

diberikan ASI eksklusif.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 99: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

79

Universitas Indonesia

5.4.1.4 Hubungan Imunisasi Campak dengan Frekuensi Diare

Berdasarkan Tabel 5.21, dapat dilihat bahwa sampel dengan frekuensi

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel

yang tidak mendapatkan imunisasi campak (80%) dibandingkan sampel yang

sudah imunisasi campak yaitu hanya (33,3%) Data statistik memperlihatkan

adanya hubungan yang tidak signifikan antara imunisasi campak dengan frekuensi

diare dengan p value 0,054.

5.4.2 Faktor Ibu

Faktor ibu terhadap frekuensi diare yang diteliti dalam penelitian ini

adalah perilaku ibu.

5.4.2.1 Hubungan Perilaku Ibu dengan Frekuensi Diare

Hubungan antara perilaku ibu dengan frekuensi diare dianalisis

menggunakan tabulasi silang pada uji Chi-Square dan Odds Ratio (OR). Hasil

tabulasi silang antara perilaku ibu dengan frekuensi diare ditunjukkan pada tabel

5.22 di bawah ini.

Tabel 5.22 Tabulasi Silang antara Faktor Ibu dengan Frekuensi Diare dalam 4

Bulan Terakhir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel Faktor

Ibu

Frekuensi Diare Jumlah P value OR

(95% CI) > Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

n=34 % n=61 % n=95 %

Perilaku Ibu

- Perilaku Buruk 24 52,2 22 47,8 46 100 0,003* 4,3

1,7-10,5 - Perilaku Baik 10 20,4 39 79,6 49 100

Keterangan :

*) Hubungan bermakna signifikan (p value < 0,05)

Berdasarkan Tabel 5.22 di atas menunjukkan bahwa frekuensi diare lebih

dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan

perilaku ibu buruk (52,2%) dibandingkan dengan perilaku baik (20,4%). Data

statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku ibu

dengan frekuensi diare dengan p value 0,003. Odds ratio untuk perilaku ibu

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 100: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

80

Universitas Indonesia

sebesar 4,3 dengan 95% CI antara 1,7-10,5 yang artinya anak dengan perilaku ibu

yang buruk berisiko 4,3 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4

bulan dibandingkan dengan anak dengan perilaku ibu yang baik. Berdasarkan

kedua uji tersebut menunjukkan bahwa perilaku ibu mempunyai hubungan

bermakna dengan frekuensi diare dan merupakan faktor risiko (OR >1).

5.4.3 Faktor Keluarga

Faktor keluarga terhadap frekuensi diare yang diteliti dalam peneltian ini

adalah status ekonomi keluarga dan jumlah balita dalam keluarga. Hasil tabulasi

silang antara variabel faktor keluarga dengan frekuensi diare ditunjukkan pada

Tabel 5.23 di bawah ini.

Tabel 5.23 Tabulasi Silang antara Faktor Keluarga dengan Frekuensi Diare dalam 4

Bulan Terakhir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel

Faktor

Keluarga

Frekuensi Diare Jumlah P value OR

(95%

CI) > Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

n=34 % n=61 % n=95 %

Status ekonomi

keluarga

- Rendah 25 51,0 24 49,0 49 100 0,003* 4,3

1,7-10,7 - Tinggi 9 19,6 37 80,4 46 100

Jumlah balita

dalam keluarga

- Berisiko (lebih

dari satu)

22 66,7 11 33,3 33 100 0,000* 8,3

3,2-21,8

- Tidak berisiko

(satu)

12 19,4 50 80,6 62 100

Keterangan :

*) Hubungan bermakna signifikan (p value < 0,05)

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 101: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

81

Universitas Indonesia

5.4.3.1 Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Frekuensi Diare

Berdasarkan Tabel 5.23, dapat dilihat bahwa frekuensi diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan status

ekonomi keluarga rendah (51%) dibandingkan dengan sampel dengan status

ekonomi keluarga tinggi (19,6%). Data statistik memperlihatkan adanya hubungan

yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan frekuensi diare dengan p

value 0,003. Odds ratio untuk perilaku ibu sebesar 4,3 dengan 95% CI antara 1,7-

10,7 yang artinya anak dengan status ekonomi keluarga rendah berisiko 4,3 kali

lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan

anak dengan status ekonomi keluarga tinggi.

5.4.3.2 Hubungan Jumlah Balita dalam Keluarga dengan Frekuensi Diare

Tabel 5.23 menunjukkan bahwa frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan keluarga yang memiliki

lebih dari satu balita yaitu sebesar 66,7% dibandingkan dengan sampel dengan

keluarga yang memiliki hanya satu balita yaitu sebesar 19,4%. Data statistik

memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah balita dalam

keluarga dengan frekuensi diare dengan p value 0,000. Odds ratio untuk jumlah

balita dalam keluarga sebesar 8,3 dengan 95% CI antara 3,2-21,8 yang artinya

anak yang memiliki jumlah balita dalam keluarga lebih dari satu berisiko 8,3 kali

lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan

anak yang hanya memiliki satu balita dalam keluarga.

5.4.4 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan terhadap frekuensi diare yang diteliti dalam peneltian

ini adalah sumber air bersih, kondisi jamban/WC, sarana pembuangan air limbah

(SPAL), pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni. Hasil tabulasi

silang antara variabel faktor lingkungan dengan frekuensi diare ditunjukkan pada

Tabel 5.24 di bawah ini.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 102: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

82

Universitas Indonesia

Tabel 5.24 Tabulasi Silang antara Faktor Lingkungan dengan Frekuensi Diare

dalam 4 Bulan Terakhir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel

Faktor

Lingkungan

Frekuensi Diare Jumlah P value OR

(95% CI) > Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

n=34 % n=61 % n=95 %

Sumber air

bersih

- TMS 23 60,5 15 39,5 38 100 0,000* 6,4

2,5-16,2 - MS 11 19,3 46 80,7 57 100

Kondisi

jamban/WC

- TMS 15 62,5 9 37,5 24 100 0,004* 4,6

- MS 19 26,8 52 73,2 71 100 1,7-12,1

SPAL

- TMS 24 58,5 17 41,5 41 100 0,000* 6,2

- MS 10 18,5 44 81,5 54 100 2,5-15,7

Pengolahan

sampah rumah

tangga

- TMS 27 51,9 25 48,1 52 100 0,001* 5,5

- MS 7 16,3 36 83,7 43 100 2,1-14,7

Kepadatan huni

- Hunian padat 17 56,7 13 43,3 30 100 0,008* 3,7

- Hunian tidak

padat

17 26,2 48 73,8 65 100 1,5-9,2

Keterangan:

- MS : Memenuhi syarat

- TMS : Tidak memenuhi syarat

*) Hubungan bermakna signifikan (p value < 0,05)

5.4.4.1 Hubungan Sumber Air Bersih dengan Frekuensi Diare

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel yang memiliki sumber air bersih

tidak memenuhi syarat (60,5%) dibandingkan dengan sampel yang memiliki

sumber air bersih memenuhi syarat (19,3%). Data statistik memperlihatkan

adanya hubungan yang signifikan antara sumber air bersih dengan frekuensi diare

dengan p value 0,000. Odds ratio untuk sumber air bersih sebesar 6,4 dengan 95%

CI antara 2,5-16,2 yang artinya anak yang memiliki sumber air bersih tidak

memenuhi syarat berisiko 6,4 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali

dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang memiliki sumber air bersih

memenuhi syarat.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 103: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

83

Universitas Indonesia

5.4.4.2 Hubungan Kondisi Jamban/WC dengan Frekuensi Diare

Berdasarkan Tabel 5.24, dapat dilihat bahwa frekuensi diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan kondisi

jamban/WC keluarga tidak memenuhi syarat (62,5%) dibandingkan dengan

sampel dengan kondisi jamban/WC keluarga memenuhi syarat (26,8%). Data

statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi

jamban/WC keluarga dengan frekuensi diare dengan p value 0,004. Odds ratio

untuk kondisi jamban/WC sebesar 4,6 dengan 95% CI antara 1,7-12,1 yang

artinya anak yang memiliki kondisi jamban/WC tidak memenuhi syarat berisiko

4,6 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan

dengan anak yang memiliki kondisi jamban/WC yang memenuhi syarat.

5.4.4.3 Hubungan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) dengan

Frekuensi Diare

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa sampel yang menderita diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak yang memiliki SPAL tidak memenuhi

syarat (58,5%) dibandingkan dengan sampel yang memiliki SPAL memenuhi

syarat (18,5%). Data statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan

antara SPAL dengan frekuensi diare dengan p value 0,000. Odds ratio untuk

SPAL sebesar 6,2 dengan 95% CI antara 2,5-15,7 yang artinya anak yang

memiliki SPAL tidak memenuhi syarat berisiko 6,2 kali lebih besar menderita

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang memiliki

SPAL yang memenuhi syarat.

5.4.4.4 Hubungan Pengolahan Sampah Rumah Tangga dengan Frekuensi

Diare

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa sampel yang menderita diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak yang memiliki pengolahan sampah

rumah tangga tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 51,9% dibandingkan dengan

sampel yang memiliki pengolahan sampah rumah tangga memenuhi syarat yaitu

hanya sebesar 16,3%. Data statistik memperlihatkan adanya hubungan yang

signifikan antara pengolahan sampah rumah tangga dengan frekuensi diare dengan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 104: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

84

Universitas Indonesia

p value 0,001. Odds ratio untuk pengolahan sampah rumah tangga sebesar 5,5

dengan 95% CI antara 2,1-14,7 yang artinya anak yang memiliki pengolahan

sampah rumah tangga tidak memenuhi syarat berisiko 5,5 kali lebih besar

menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang

memiliki pengolahan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat.

5.4.4.5 Hubungan Kepadatan Huni dengan Frekuensi Diare

Berdasarkan Tabel 5.24, dapat dilihat bahwa sampel dengan hunian padat,

sebanyak 56,7% menderita diare dengan frekuensi lebih dari sekali dalam 4 bulan

terakhir memiliki. Sementara itu, sampel dengan hunian tidak padat hanya 26,2%

yang menderita diare dengan frekuensi tersebut. Data statistik memperlihatkan

adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan huni dengan frekuensi diare

dengan p value 0,008. Odds ratio untuk kepadatan huni sebesar 3,7 dengan 95%

CI antara 1,5-9,2, artinya anak yang memiliki kepadatan huni tergolong padat

berisiko 3,7 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan

dibandingkan dengan anak yang memiliki kepadatan huni yang tergolong tidak

padat.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 105: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

85 Universitas Indonesia

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer yang kualitas datanya sangat

tergantung pada kejujuran responden dalam memberikan informasi dan

keterampilan peneliti dalam menggali informasi melalui wawancara dan

melakukan pengamatan terhadap beberapa variabel independen.

6.2 Frekuensi Diare

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan

konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang

air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin

dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah yang merupakan gejala

infeksi gastrointestinal (WHO, 2008). Median insiden diare secara keseluruhan

pada anak di bawah 5 tahun adalah 3,2 episode per tahun (Parashar et al., 2003

dalam Agtini, 2011). Dari data frekuensi tersebut, penelitian ini mengelompokkan

frekuensi diare menjadi frekuensi sekali dalam 4 bulan terakhir yaitu frekuensi

kurang dari median dunia dan frekuensi lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir

yaitu frekuensi lebih dari median dunia.

Pada penelitian ini, kasus diare diambil berdasarkan penegakan diagnosis

yang dilakukan oleh dokter maupun tenaga kesehatan di Puskesmas Tugu

khususya di Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Sampel penelitian

diambil berdasarkan purposive sampling yaitu anak 10-23 bulan yang saat

penelitian berlangsung didignosa menderita diare. Selain itu, peneliti juga melihat

rekam medik pasien melalui kartu status pasien rawat jalan untuk melihat ada atau

tidaknya diagnosa diare selama 4 bulan terakhir.

Hasil penelitian ini menunjukkan sampel yang menderita diare dengan

frekuensi sekali dalam 4 bulan terakhir sebanyak 64,2% dan frekuensi lebih dari

sekali dalam 4 bulan terakhir sebanyak 35,8%. Seluruh sampel (100%) yang

tergolong frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir ini mengalami

diare dua kali dalam 4 bulan terakhir.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 106: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

86

Universitas Indonesia

Pada saat dilakukan diagnosa terhadap penyakit diare pada anak 10-23

bulan ini, dokter atau tenaga kesehatan juga mengelompokkan diare menjadi tiga

kategori, yaitu: (1) diare berdarah yang dikenal juga dengan disentri yaitu diare

yang disertai darah dalam tinjanya, (2) diare sewaktu atau diare akut yaitu diare

yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari), dan (3) diare

persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus.

Pada penelitian ini, semua kasus diare (100%) tergolong dalam diare sewaktu atau

diare akut. Diare akut ini juga ada yang disertai dengan penyakit lain seperti

demam dan ISPA yaitu sebanyak 23,2%. Sampel yang dalam waktu 3 hari masih

menderita diare setelah berobat dianjurkan untuk melakukan kunjungan ulang.

Dalam penelitian ini, terdapat 7,4% sampel yang melakukan kunjungan ulang ke

Puskesmas Tugu.

Masih sangat sedikit penelitian lain yang meneliti tentang hubungan

faktor-faktor resiko diare dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan.

Penelitian ini dapat menunjukkan bagaimana hubungan antara faktor-faktor resiko

yaitu berat lahir, status gizi, ASI eksklusif, imunisasi campak, perilaku ibu, status

ekonomi keluarga, jumlah balita dalam keluarga, sumber air bersih, kondisi

jamban/WC, sarana pembuangan air limbah, pengolahan sampah rumah tangga,

dan kepadatan huni dengan frekuensi diare. Penjelasan tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu

akan dijelaskan di bawah ini.

6.3 Berat Lahir

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 14,2% anak dengan berat lahir

rendah yaitu kurang dari 2500 gram dan 85,8% anak dengan berat lahir normal

yaitu lebih dari 2500 gram. Persentase nasional berat lahir rendah (<2500 gram)

adalah 11,5% (Depkes RI, 2007b). Terdapat 16 provinsi di Indonesia yang

memiliki persentase berat lahir rendah lebih tinggi dari angka nasional termasuk

Jawa Barat. Dalam penelitian ini di Puskesmas Tugu, Cimanggis, Kota Depok

menunukkan persentase berat lahir rendah lebih tinggi dibandingkan dengan

angka nasional.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 107: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

87

Universitas Indonesia

Dalam penelitian ini terdapat 42,9% dari proporsi berat lahir rendah yang

merupakan sampel laki-laki. Sementara itu, sebesar 57,1% proporsi berat lahir

rendah merupakan perempuan. Hal ini sejalan dengan data Riskesdas (2007) yang

menunjukkan bahwa persentase BBLR lebih tinggi pada bayi perempuan

dibandingkan dengan bayi laki-laki.

Berdasarkan tabulasi silang pada Tabel 5.21 dapat dilihat bahwa sampel

dengan berat lahir rendah yang mengalami diare lebih dari sekali dalam 4 bulan

terakhir adalah sebanyak 64,3%. Sementara itu, sampel yang tergolong berat lahir

normal sebanyak 30,9%.

Melalui uji statistik dengan melihat nilai p value, terlihat adanya hubungan

yang signifikan antara berat lahir dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan

dengan p value 0,031. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Salehah (2002) yang menunjukkan adanya trend peningkatan

frekuensi penyakit infeksi (diare dan ISPA) yang lebih besar pada bayi dengan

berat lahir rendah (< 2500 gram).

Hasil odds ratio menunjukkan anak dengan berat lahir rendah berisiko 4

kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan

dengan anak dengan berat lahir normal. Hal ini juga sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Siti Fadilah (2009) yang melakukan analisis terhadap data

Riskesdas 2007. Penelitian ini menunjukkan balita dengan berat lahir rendah

memiliki resiko diare 1,061 kali lebih besar daripada balita dengan berat lahir

normal.

Berdasarkan hasil penelitian dan penelitian terdahulu, berat lahir rendah

memiliki hubungan dengan kejadian diare karena anak dengan berat lahir rendah

memiliki pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alat – alat tubuh

belum sempurna, akibatnya bayi berat lahir rendah sering mengalami komplikasi

dan infeksi yang dapat berakhir dengan kematian seperti yang diungkapkan oleh

Depkes RI dalam Sadono et al (2005).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 108: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

88

Universitas Indonesia

6.4 Status Gizi

Variabel status gizi dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan status

gizi BB/U dan status gizi PB/U. Hasil pengukuran status gizi ini juga dibagi

menjadi 2 yaitu pengukuran rata-rata z score selama 4 bulan terakhir dan

pengukuran saat penelitian berlangsung. Data status gizi rata-rata 4 bulan terakhir

dilihat dari KMS yang diukur saat melakukan kunjungan ke Posyandu dan status

gizi saat penelitian diambil melalui pengukuran langsung dengan timbangan dan

baby length board oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga kesehatan Puskesmas

Tugu.

Data status gizi diambil dalam 2 waktu pengukuran yang berbeda agar

dapat diketahui apakah status gizi rata-rata dalam 4 bulan terakhir atau status gizi

saat penelitian yang memiliki resiko lebih tinggi dalam frekuensi diare yang

dilihat dari nilai p value dan odds ratio. Pada status gizi rata-rata dalam 4 bulan

terakhir, sampel yang menderita diare dan memiliki status gizi baik sebanyak

72,6% dan status gizi kurang sebanyak 27,4%. Sampel yang status gizi PB/U

tergolong normal dalam 4 bulan terakhir sebanyak 70,5% dan tergolong pendek

sebanyak 29,5%. Data status gizi BB/U yang dilakukan pengukuran langsung

ternyata menunjukkan adanya penurunan persentase gizi baik yaitu menjadi

65,3% dan gizi kurang meningkat menjadi 34,7%. Sedangkan status gizi PB/U

mengalami sedikit kenaikan pada kelompok normal menjadi 71,6% dan

penurunan pada kelompok pendek menjadi 28,4%.

Berdasarkan Riskesdas 2010, persentase balita dengan gizi kurang di

Indonesia adalah sebasar 13% (Depkes RI, 2010). Sedangkan target Millenium

Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 adalah sebesar 18,5%. Hasil

penelitian ini menunjukkan persentase sampel dengan gizi kurang lebih tinggi dari

angka nasional dan masih jauh untuk mencapai MDGs tahun 2015. Riskesdas

2010 juga menunjukkan balita yang tergolong pendek di Indonesia adalah sebesar

17,1%. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa persentasi sampel pendek

lebih tinggi dari angka nasional.

Variabel status gizi pada penelitian sebelumnya yang digunakan hanya

status gizi berdasarkan BB/U dan diukur hanya pada saat penelitian dilakukan

sehingga tidak dapat dilihat bagaimana keeratan dari status gizi yang diukur

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 109: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

89

Universitas Indonesia

dalam 2 waktu berbeda dengan frekuensi diare. Persentasi status gizi berdasarkan

BB/U lebih banyak pada anak dengan status gizi baik juga ditunjukkan oleh

penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) dimana sampel kasus atau yang

menderita diare sebanyak 57,3% memiliki status gizi baik dan 42,7% memiliki

status gizi kurang.

Proporsi sampel dengan dengan frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir yang memiliki rata-rata status gizi kurang adalah sebesar 65,4%

sedangkan yang memiliki rata-rata status gizi baik hanya sebesar 24,6%.

Berdasarkan status gizi (BB/U) saat ini, sampel yang tergolong memiliki status

gizi kurang, sebanyak 66,7% menderita diare dengan frekuensi lebih dari sekali

dalam 4 bulan terakhir. Sedangkan sampel dengan status gizi baik hanya 19,4%

yang menderita diare dengan frekuensi tersebut. Data statistik menunjukkan

variabel rata-rata status gizi (BB/U) maupun status gizi (BB/U) saat ini memiliki

hubungan yang signifikan dengan frekuensi diare (nilai p < 0,05). OR untuk rata-

rata status gizi (BB/U) sebesar 5,8 dengan 95% CI antara 2,2-15,3 sedangkan OR

untuk status gizi (BB/U) saat ini sebesar 8,3 dengan 95% CI antara 3,2-21,8. Data

tersebut menunjukkan status gizi (BB/U) saat ini memiliki resiko lebih besar

terhadap frekuensi diare dibandingkan rata-rata status gizi (BB/U).

Berdasarkan rata-rata status gizi (PB/U), frekuensi diare lebih dari sekali

dalam 4 bulan terakhir hanya diderita oleh 17,9% sampel yang tergolong normal

namun diderita oleh 78,6% sampel yang memiliki status gizi PB/U pendek.

Berdasarkan status gizi (PB/U) saat ini, sampel yang tergolong pendek, sebanyak

77,8% menderita diare dengan frekuensi lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir.

Sedangkan sampel yang tergolong normal hanya 19,1% yang menderita diare

dengan frekuensi tersebut. Kedua variabel status gizi tersebut baik rata-rata

maupun saat ini memiliki hubungan yang signifikan dengan frekuensi diare (nilai

p < 0,05). OR untuk rata-rata status gizi (PB/U) sebesar 16,8 dengan 95% CI

antara 5,6-50,4 sedangkan OR untuk status gizi (PB/U) saat ini sebesar 14,8

dengan 95% CI antara 4,9-44,0. Berdasarkan OR tersebut dapat terlihat bahwa

rata-rata status gizi (PB/U) memiliki resiko lebih besar terhadap frekuensi diare

dibandingkan status gizi (PB/U) saat ini.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 110: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

90

Universitas Indonesia

Beberapa penelitian menunjukkan hasil sejalan dengan penelitian ini.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Peruvian menunjukkan adanya hubungan

antara status gizi dengan frekuensi diare pada bayi. Hasil penelitian ini

menunjukkan frekuensi diare meningkat setiap penurunan 15% z score

berdasarkan PB/U (Checkley et al., 2001). Rata-rata frekuensi diare yang dialami

oleh sampel dalam penelitian tersebut adalah 3,2 kali per tahun. Penelitian yang

dilakukan Fitriyani (2005) di Puskesmas wilayah Palembang menunjukkan

hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare. Selain itu

penelitian lain di Bali menunjukkan hubungan yang signifikan juga antara status

gizi dengan kejadian diare (OR: 5,46; 3,03-9,84) yang artinya bayi dengan gizi

kurang memiliki resiko diare 5,46 kali lebih besar dibandingkan dengan gizi baik

(Dewi, 2011).

Bayi dan balita yang mengalami kurang gizi lebih mudah terjangkit

penyakit dibandingkan dengan bayi dan balita dengan gizi baik. Keadaan kurang

gizi dapat meningkatkan beratnya penyakit, lama, dan resiko kematian terutama

pada gizi buruk (Depkes RI, 2007a). Semakin buruk gizi anak, maka akan

semakin banyak frekuensi diare yang dialami. Mortalitas bayi umumnya kecil di

negara yang memiliki prevalensi kurang energi protein (KEP) rendah.

Menurut Depkes RI, faktor yang menyebabkan diare pada anak malnutrisi

adalah atrofi vilus usus halus, atrofi pankreas, penurunan daya tahan tubuh, dan

gangguan absorbsi zat makanan (Depkes RI, 1999 dalam Palupi et al, 2009).

Keadaan malnutrisi dapat menimbulkan efek buruk terhadap struktur usus halus

yaitu menipisnya dinding usus halus dan atrofi mukosa. Selain itu juga terdapat

penurunan mitosis serta infiltrasi limfosit dan sel plasma pada mukosa dan

submukosa usus. Perubahan-perubuhan struktural dan fungsional tersebut disertai

dengan penurunan produksi enzim pankreas yang dapat memengaruhi absorbsi

makanan yang kemudian dapat menyebabkan diare (Brunser et al, 1991 dalam

Palupi et al, 2009).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 111: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

91

Universitas Indonesia

6.5 ASI Eksklusif

Hasil penelitian menunjukkan sampel yang diberikan ASI eksklusif hanya

sebesar 17,9% dan sampel yang tidak diberikan ASI eksklusif sebanyak 82,1%.

Tingkat keberhasilan ASI eksklusif juga berhubungan dengan dilakukan atau

tidaknya inisiasi menyusui dini (IMD). Ibu yang melaksanakan IMD atau

menyusui segera (immediate breastfeeding) memiliki kemungkinan 2,1 sampai

8,1 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan kepada bayi

dibandingkan dengan ibu yang tidak melaksanakan IMD (Fikawati dan Syafiq,

2003). Hasil tabulasi silang antara IMD dan ASI eksklusif pada penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 1 pada Lampiran 8 yang menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan (nilai p=0,554). Keberhasilan ASI eksklusif juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, pengetahuan tentang ASI, kolostrum dan

ASI eksklusif yang baik, pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang baik,

bayi yang lahir normal, lama, frekuensi, dan posisi pemberian ASI yang sudah

sesuai anjuran (Murwanti, 2005).

Kolostrum juga memiliki peran penting dalam mencegah kejadian sakit

karena kolostrum kaya akan zat antibodi dan kolostrum dapat dianggap sebagai

imunisasi pertama yang diterima oleh bayi (Roesli, 2005). Sebanyak 70,5%

responden memberikan kolostrum dan 29,5% responden tidak memberikan

kolostrum. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara pemberian kolostrum dengan frekuensi diare (nilai p = 0,000) yang dapat

dilihat pada Tabel 2 Lampiran 8.

Persentase ASI eksklusif pada penelitian ini hampir sama dengan

persentasi ASI eksklusif nasional yaitu 15,3% (Depkes RI, 2010). Penelitian yang

dilakukan oleh Dewi (2011) juga menunjukkan sampel yang diare lebih banyak

pada sampel yang tidak diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 71,3% dan sampel

yang diberikan ASI eksklusif hanya 28,7%.

Berdasarkan tabulasi silang antara ASI eksklusif dengan frekuensi diare

pada Tabel 5.21, dapat dilihat bahwa frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir diderita oleh hanya 11,8% sampel yang mendapatkan ASI eksklusif

dan diderita oleh 41% sampel yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Data

statistik memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara ASI eksklusif

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 112: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

92

Universitas Indonesia

dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan dengan p value 0,045. Anak yang

tidak diberikan ASI eksklusif berisiko 5,2 kali lebih besar menderita diare lebih

dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang diberikan ASI

eksklusif.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di

daerah kumuh Kota Dhaka, Bangladesh menunjukkan bayi yang tidak ASI

eksklusif (ASI parsial dan tidak ASI) berhubungan dengan 2,23 kali resiko bayi

meninggal karna semua kasus, 2,40 kali resiko meninggal karena ISPA, dan 3,94

kali resiko meninggal karena diare (Arifeen et al., 2001). Penelitian lain di

Indonesia menunjukkan semakin lama bayi yang diberi ASI secara eksklusif

semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare, dikarenakan ASI

mengandung zat antibodi yang bisa meningkatkan sistem pertahanan tubuh anak

(Kamalia, 2005). Penelitian yang dilakukan di RSUP Adam Malik Medan

menunjukkan dari 60 balita diare, 25% mendapatkan ASI eksklusif dan 75% tidak

ASI eksklusif (Akmal, 2009). Tingkat kejadian diare yang lebih sering artinya

dapat meningkatkan frekuensi kejadian diare.

Menurut Depkes RI (2010), memberikan ASI eksklusif akan memberikan

kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah

cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh (Lactobacillus bifidus, Lactoferin,

dan Lisozim/muramidase), dan beberapa antibodi lain yang dapat melindungi bayi

dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit.

Pemberian ASI eksklusif ini sangat penting untuk digalakkan pada

kelompok ibu menyusui karena peranannya yang sangat penting bagi kekebalan

imunitas anak sehingga dapat mencegah anak dari terjangkit penyakit. Untuk

meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif pada bayi diperlukan adanya

kerjasama antara tenaga kesehatan di Dinkes dan Puksesmas Tugu untuk

melakukan promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif khususnya kepada ibu

hamil yang kelak akan menyusui anaknya. Promosi kesehatan ini dapat berupa

penyuluhan maupun konseling di Puskesmas, dengan demikian dapat menurunkan

angka kejadian diare pada anak.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 113: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

93

Universitas Indonesia

6.6 Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah jenis imunisasi yang berhubungan dengan

pencegahan penyakit diare. Imunisasi campak hendaknya diberikan segera ketika

bayi berusia > 9 bulan. Pada penelitian diketahui bahwa hanya sebesar 5,3%

sampel yang tidak imunisasi campak sedangkan 94,7% sampel sudah imunisasi

campak.

Imunisasi campak merupakan indikator untuk kesehatan anak yang

dipantau oleh MDGs. Secara nasional, proporsi anak 12-23 bulan yang telah

memperoleh imunisasi campak adalah sebesar 74,5% (Depkes RI, 2010). Hasil

penelitian ini menunjukkan sampel yang telah memperoleh imunisasi campak

lebih besar dari angka nasional.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa sebanyak 80% sampel yang

tidak imunisasi campak mengalami diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir.

Nilai odds ratio untuk imunisasi campak adalah 8,0 dimana anak yang tidak

imunisasi campak berisiko 8 kali menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan

terakhir dibandingkan dengan anak yang sudah imunisasi campak. Namun, hasil

uji chi square menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara

imunisasi campak dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di Puskesmas

Tugu dengan nilai p value 0,054.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rini

(2001) yang menunjukkan hasil tidak terdapat hubungan signifikan antara

pemberian imunisasi campak dengan kejadian diare pada anak 1-4 tahun dengan

nilai p 0,140. Penelitian lain dari Suciyanti (2009) juga menunjukkan hasil tidak

adanya hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan diare pada

balita dengan nilai p 0,163.

Hasil ini diperoleh karena data yang homogen dimana hanya sebesar 5,3%

sampel yang tidak imunisasi campak. Menurut data Profil Kesehatan Puskesmas

Tugu tahun 2011, status imunisasi campak di wilayah Kelurahan Tugu, sudah

mencapai UCI (Universal Child Immunization). Hal ini ditunjukkan dari target

imunisasi campak sebesar 85,8% dan berhasil tercapai sebesar 97%. Daerah yang

telah mencapai UCI artinya daerah tersebut dapat memberikan kekebalan di suatu

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 114: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

94

Universitas Indonesia

wilayah (herd immunity) terhadap penyakit sesuai dengan imunisasi yang telah

diberikan (Dewi, 2011).

Imunisasi campak merupakan langkah penting untuk melindungi dari

episode diare dan kematian akibat diare (WHO,2002). Imunisasi campak

diperkirakan dapat mencegah 44,64 jumlah kasus campak dan 0,6-3,8% jumlah

kejadian diare (Depkes dalam Suparjo, 2000). Pemberian imunisasi campak pada

bayi sangat penting agar anak tidak menderita campak. Anak yang campak

seringkali disertai dengan diare (Depkes RI, 2011a). Oleh karena itu, sangat

penting untuk melakukan imunisasi campak segera ketika bayi berusia 9 bulan.

6.7 Perilaku Ibu

Perilaku ibu merupakan salah satu faktor penting yang berhubungan

dengan frekuensi diare pada anak. Menurut Depkes RI (2007a), perilaku ibu yang

berhubungan dengan kejadian diare adalah perilaku mencuci tangan, perilaku

membersihkan alat makan, perilaku membersihkan botol susu, dan perilaku buang

air besar.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi responden yang memiliki perilaku

baik sebesar 51,6%. Sementara itu, proporsi responden yang memiliki perilaku

buruk juga hampir sama dengan jumlah tersebut yaitu 48,4%. Hal ini

menunjukkan masih banyaknya ibu sebagai orang yang mengasuh anak memiliki

perilaku kebersihan yang buruk dan tentu saja hal ini dapat berdampak bagi

kesehatan. Perilaku tersebut dapat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, dan

pengetahuan ibu (Notoatmodjo, 2007b).

Mencuci tangan adalah salah satu perilaku yang berperan dalam kejadian

diare karena tangan merupakan media yang berperan dalam penyebaran penyakit

melalui fecal oral. Perilaku mencuci tangan adalah kegiatan yang seharusnya

dilakukan setelah buang air besar, setelah membersihkan anak buang air besar,

setelah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan dan

sebelum memberi makan kepada anak (WHO, 1993 dalam Setiawati, 2011).

Perilaku mencuci tangan ini harus sangat diperhatikan karena tangan merupakan

media yang dapat menyebarkan kuman penyakit melalui fecal oral. Penelitian

yang dilakukan di Bangladesh, Amerika Serikat, dan Guatemala menunjukkan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 115: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

95

Universitas Indonesia

bahwa perilaku mencuci tangan dapat menurunkan insiden penyakit diare sebesar

14-48% (Feacher, 1983 dalam Setiawati, 2011). Hasil penelitian ini menunjukkan

perilaku cuci tangan responden sudah baik yang dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Mencuci alat makan dan minum merupakan salah satu perilaku kebersihan

yang juga harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kontaminasi. Pencucian alat

makan dan minum memiliki peranan penting dalam mencegah timbulnya penyakit

akibat kuman atau bakteri yang terdapat dalam alat makan dan minum tersebut.

Peralatan makan dan minum dapat menjadi faktor penyebab diare jika cara

membersihkannya tidak benar dan menggunakan sumber air yang tidak memenuhi

syarat. Sedangkan hasil penelitian menunjukkan masih terdapat banyak responden

yang salah dalam mencuci peralatan makan dan minum terutama dalam mencuci

botol susu anak.

Menurut Depkes RI (2007), pencucian botol susu yang tidak benar juga

merupakan salah satu faktor yang dapat memudahkan pencemaran bakteri patogen

yang berakibat pada kejadian diare. Tempat buang air besar juga merupakan salah

satu perilaku kebersihan yang berhubungan dengan diare. Selain itu, perilaku ibu

yang berhubungan dengan frekuensi diare adalah perilaku dalam memberikan

makanan dan minuman yang sesuai untuk anak diare, serta perilaku membawa

anak berobat ketika diare.

Data statistik penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara variabel perilaku ibu dengan frekuensi diare dengan p value

0,001. Uji statistik juga menunjukkan bahwa anak dengan perilaku ibu yang buruk

berisiko 4,3 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan

dibandingkan dengan anak dengan perilaku ibu yang baik.

Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang meneliti

tentang kejadian diare. Menurut penelitian Muhajirin (2002), ada hubungan antara

praktek personal hygiene ibu dengan kejadian diare di kecamatan Maos Kab

Cilacap dengan OR=2,983 yang artinya balita memiliki resiko terkena diare 2,983

kali lebih besar pada ibu dengan praktek personal hygiene yang buruk

dibandingkan praktek personal hygiene yang baik. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Hendrayani (2006) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara

perilaku ibu dengan kejadian diare (p=0,001). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 116: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

96

Universitas Indonesia

penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara perilaku ibu dengan kejadian diare (p=0,000).

6.8 Status Ekonomi Keluarga

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari status

ekonomi keluarga tinggi (pengeluaran keluarga per bulan > Rp. 1.380.000 )

adalah sebesar 48,4% dan sampel yang berasal dari status ekonomi keluarga

rendah (pengeluaran keluarga per bulan < Rp. 1.380.000) adalah sebesar 51,6%.

Status ekonomi keluarga berhubungan langsung dengan status gizi dimana

status gizi buruk banyak dialami oleh balita dari keluarga dengan status ekonomi

rumah tangga terendah (kuintil 1) (Depkes RI, 2010). Berdasarkan Riskesdas

2010, terdapat hubungan antara gizi kurang, kependekan, dan kekurusan dengan

tingkat pengeluaran keluarga per kapita, dimana semakin baik keadaan ekonomi

rumah tangga maka semakin rendah prevalensi gizi kurang, kependekan, dan

kekurusan. Selanjutnya, status gizi akan berhubungan langsung dengan frekuensi

sakit terutama diare. Menurut Riskesdas 2007, dapat langsung terlihat bahwa diare

cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pengeluaran rumah tangga lebih

rendah yaitu tertinggi di kuintil 1.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2011),

terdapat hanya sebanyak 24% responden diare yang memiliki status ekonomi

keluarga rendah dan sebanyak 76% responden diare memiliki status ekonomi

tinggi. Penelitian Belawati (2006) juga menunjukkan proporsi responden diare

yang memiliki status ekonomi keluarga tinggi lebih besar (71,1%) dibandingkan

dengan status ekonomi rendah (28,9%).

Hasil bivariat menunjukkan bahwa frekuensi diare lebih dari sekali dalam

4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan status ekonomi

keluarga rendah (51%) dibandingkan dengan sampel dengan status ekonomi

keluarga tinggi (19,6%). Data statistik memperlihatkan adanya hubungan yang

signifikan antara status ekonomi keluarga dengan frekuensi diare dengan p value

0,003.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Fatmasari (2008) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 117: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

97

Universitas Indonesia

pendapatan perkapita responden dengan kejadian diare pada anak balita dengan p

value 0,007. Penelitian Dewi (2011) juga menunjukkan status sosial ekonomi

memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare balita dan balita yang

berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah memiliki resiko diare

lebih besar 4,95 kali dibandingkan dengan balita yang berasal dari keluarga

dengan status ekonomi tinggi.

Status ekonomi keluarga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap

kejadian diare dimana status ekonomi ini berhubungan dengan daya beli keluarga

dan akhirnya berdapak pada status gizi anak (Satoto, 1990 dalam Susilawati,

2002). Daya beli keluarga yang rendah dapat mengakibatkan status gizi anak

kurang sehingga dapat memengaruhi anak mudah terjangkit penyakit termasuk

diare (Depkes RI, 2007a). Pada umumnya, tidak semua makanan bergizi mahal

harganya, karena makanan bergizi dapat diperoleh dari tempe, tahu, dan sayur-

sayuran yang harganya tidak tergolong mahal. Namun, seringkali status ekonomi

rendah diikuti dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga memengaruhi

dalam pemilihan makanan untuk mencapai status gizi optimal.

Selain berdampak pada status gizi anak, status ekonomi keluarga juga

berdampak pada pemenuhan fasilitas keluarga termasuk sumber air bersih yang

memenuhi syarat, kondisi jamban/WC yang memenuhi syarat, SPAL yang

memenuhi syarat, pengolahan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat, dan

kepadatan huni yang tidak tergolong padat.

6.9 Jumlah Balita Dalam Keluarga

Proporsi responden berdasarkan jumlah balita dalam keluarga adalah

paling banyak memiliki satu balita dalam keluarga (tidak berisiko) sebesar 65,3%

dibandingkan dengan lebih dari satu balita dalam keluarga (berisiko) yaitu sebesar

34,7%. Jumlah balita dalam keluarga merupakan salah satu faktor resiko diare

pada balita.

Menurut Maryunani (2010), keluarga yang memiliki lebih dari satu balita

dalam keluarga dinyatakan berisiko karena pada kelompok balita masih sangat

membutuhkan perhatian dari ibu sebagai orang yang mengasuh mereka. Dimana

keluarga yang memiliki lebih dari satu balita maka perhatian ibu tidak akan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 118: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

98

Universitas Indonesia

terfokus untuk mengurus satu anak saja. Hal ini berdampak pada kejadian sakit

pada balita.

Dalam penelitian ini, jumlah keluarga dengan balita lebih dari satu lebih

sedikit daripada keluarga dengan jumlah balita hanya satu. Hasil analisis univariat

ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) yang

menunjukkan lebih banyak proporsi responden yang memiliki jumlah balita dalam

keluarga berisiko (62,7%) dibandingkan dengan proporsi responden dengan

jumlah balita dalam keluarga tidak berisiko (37,3%).

Data statistik menggunakan chi square memperlihatkan adanya hubungan

yang signifikan antara perilaku ibu dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan

dengan p value 0,000. Anak yang memiliki jumlah balita dalam keluarga lebih

dari satu berisiko 8,3 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4

bulan dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu balita dalam keluarga.

Hasil tabulasi silang antara jumlah balita dalam keluarga dan frekuensi

diare pada Tabel 5.23 menunjukkan bahwa frekuensi diare lebih dari sekali dalam

4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan keluarga yang memiliki

lebih dari satu balita yaitu sebesar 66,7% dibandingkan dengan sampel dengan

keluarga yang memiliki hanya satu balita yaitu sebesar 19,4%.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Warouw (2002) yang menunjukkan keluarga yang memiliki lebih dari satu balita

memiliki resiko terjadi diare 1,23 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga

yang hanya memiliki satu balita. Penelitian ini juga didukung oleh Dewi (2011),

dimana balita terkena diare lebih besar 6,44 kali pada keluarga dengan jumlah

balita lebih dari satu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Brazil juga

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dalam keluarga

dengan kejadian diare dengan nilai p 0,015 (Atwil et al., 2007).

Jumlah balita dalam keluarga merupakan salah satu resiko kejadian diare.

Anak bawah lima tahun membutuhkan perhatian dan pola asuh yang intensif

karena pada usia tersebut anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan

yang pesat. Pertumbuhan dan perkembangan ini dapat berlangsung baik jika anak

memiliki status gizi yang baik, kesehatan yang baik, lingkungan yang sehat dan

keluarga yang melakukan pola asuh yang baik (Depkes RI, 2008c).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 119: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

99

Universitas Indonesia

Jika dalam keluarga terdapat lebih dari satu balita, dikhawatirkan ibu

sebagai orang yang mengasuh balita perhatiannya akan terbagi karena harus

mengasuh balita yang lainnya. Padahal semua aktivitas balita memerlukan

perhatian lebih. Kejadian diare pada balita dapat terjadi karena perilaku

kebersihan yang tidak baik seperti tidak mencuci tangan memakai sabun sebelum

makan. Penyebab tersebut dapat dilakukan oleh anak yang pada usia bawah dua

tahun dimana pada usia ini anak mulai aktif bermain dan suka memasukkan

makanan ke mulut tanpa mencuci tangan. Sehingga diperlukan perhatian lebih

dari ibu maupun keluarga yang mengasuh anak.

6.10 Sumber Air Bersih

Hasil analisis univariat menunjukkan persentase responden sebesar 40%

memiliki sumber air bersih tidak memenuhi syarat dan sebesar 60% responden

memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat.

Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa terdapat 45,1% keluarga di

Indonesia yang memiliki sumber air yang memenuhi kriteria MDGs (air

perpipaan, sumur pompa, sumur gali, dan mata air terlindung dengan jarak ke

sumber pencemaran lebih dari 10 meter). Sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Setiawati (2011) menunjukkan sebesar 73,74% responden diare memiliki

sumber air bersih tidak memenuhi syarat dan hanya sebesar 26,26% responden

diare memiliki sumber air bersih memenuhi syarat.

Sumber air bersih adalah sumber air yang digunakan oleh keluarga dalam

memenuhi kehidupan keluarga seperti air minum, mandi, memasak, mencuci dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007a). Air yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi

media penularan penyakit termasuk diare. Kejadian diare dapat disebabkan karena

sumber air bersih yang tidak terlindung yaitu jarak sumber air bersih yang dekat

dengan sumber pencemaran (septic tank, kotoran hewan, atau tempat sampah),

sumber air bersih disimpan dalam wadah yang tidak tertutup, dan kondisi fisik air

yang tidak memenuhi syarat (tidak tampak jernih, memiliki rasa, maupun bau).

Jika air minum dari sumber air bersih tersebut tidak diolah/dimasak terlebih

dahulu dapat menyebabkan diare karena terkandung banyak vektor penyakit

(Purwata dalam Kusnoputranto, 1986).

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 120: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

100

Universitas Indonesia

Dari hasil analisis bivariat antara sumber air bersih dengan frekuensi diare

dapat terlihat bahwa hanya 19,3% sampel dengan sumber air bersih memenuhi

syarat menderita diare dengan frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4 bulan

terakhir. Sementara itu, sampel dengan frekuensi diare tersebut diderita oleh

60,5% sampel yang memiliki sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat.

Data statistik dari penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan yang

signifikan antara sumber air bersih dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan

dengan p value 0,000. Penelitian ini juga menunjukkan sampel yang memiliki

sumber air bersih tidak memenuhi syarat berisiko 6,4 kali lebih besar menderita

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan sampel yang memiliki

sumber air bersih memenuhi syarat.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan beberapa penelitian yang telah

dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2005) dan Dewi (2011)

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sumber air bersih yang

digunakan keluarga dengan kejadian infeksi. Penelitian serupa yang dilakukan

oleh Wulandari (2009) juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara sumber air bersih dengan kejadian diare di Desa Blimbing dengan nilai p =

0,01.

Sumber air bersih memiliki dampak pada kesehatan. Terdapat beberapa

penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera,

disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan beberapa penyakit lain

(Depkes RI, 2011a).

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko

menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak

mendapatkan air bersih (Andrianto, 1995). Hal ini dapat terjadi karena penularan

kuman infeksius penyebab diare ditularkan jika kuman masuk ke dalam mulut

melalui makanan, minuman, atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-

jari tangan yang tidak dicuci dengan sabun dan makanan dengan wadah yang

dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2011a). Sumber air bersih yang memenuhi

syarat akan meminimalisir adanya kuman penyebab penyakit tersebut.

Pengetahuan mengenai sumber air bersih yang memenuhi syarat harus dapat

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 121: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

101

Universitas Indonesia

diketahui oleh seluruh masyarakat untuk mengurangi angka sakit akibat infeksi

kuman penyakit termasuk diare.

Dalam Buletin Situasi Diare di Indonesia, menjelaskan bahwa keluraga

harus memperhatikan beberapa hal berikut ini terkait sumber air bersih agar dapat

mencegah diare, yaitu: (1) Ambil air dari sumber air yang bersih, (2) Simpan air

dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk

mengambil air, (3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk

mandi anak-anak, (4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih),

dan (5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih

dan cukup (Depkes RI, 2011a).

6.11 Kondisi Jamban/WC

Hasil penelitian menunjukkan responden dengan kondisi jamban/WC

memenuhi syarat lebih besar yaitu sebesar 75,8% dibandingkan dengan responden

yang memiliki kondisi jamban/WC tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 24,2%.

Jamban/WC yang memenuhi syarat adalah keluarga memiliki jamban

sendiri, jamban leher angsa, serta memiliki septic tank (Kusnoputranto, 1986).

Hasil penelitian ini menunjukkan sebesar 24,2% responden memiliki jamban

bersama dengan keluarga lain. Sedangkan menurut data Riskesdas 2010, hanya

sebesar 8,3% proporsi responden yang memiliki jamban bersama. Hasil penelitian

juga menunjukkan sebanyak 100% responden memiliki jamban/WC leher angsa

dengan septic tank. Hal ini sudah baik mengingat kondisi jamban/WC sangat

memiliki hubungan dengan kejadian diare.

Hasil tabulasi silang antara kondisi jamban/WC dengan frekuensi diare

pada Tabel 5.24 menunjukkan bahwa frekuensi diare lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel dengan kondisi jamban/WC

keluarga tidak memenuhi syarat (62,5%) dibandingkan dengan sampel dengan

kondisi jamban/WC keluarga memenuhi syarat (26,8%).

Berdasarkan uji statistik, memperlihatkan adanya hubungan yang

signifikan antara kondisi jamban/WC keluarga dengan frekuensi diare pada anak

10-23 bulan dengan p value 0,003. Data statistik juga menunjukkan sampel yang

memiliki kondisi jamban/WC tidak memenuhi syarat berisiko 4,6 kali lebih besar

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 122: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

102

Universitas Indonesia

menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan sampel yang

memiliki kondisi jamban/WC yang memenuhi syarat.

Hubungan yang signifikan antara kondisi jamban/WC dengan frekuensi

diare ini relevan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap

kejadian diare. Penelitian yang dilakukan Nilton et al (2008) di Desa Klopo

Sepuluh menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki jamban kejadian

diarenya lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki jamban.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Wulandari (2009) yang menyatakan

adanya hubungan jenis tempat pembuagan tinja dengan kejadian diare di Desa

Blimbing yaitu dengan nilai p = 0,001.

Penelitian ini juga dilakukan oleh SDKI tahun 2007 yang menunjukkan

bahwa balita yang tinggal di rumah dengan fasilitas jamban yang tidak memenuhi

syarat memiliki persentase diare lebih tinggi dibandingkan balita yang memiliki

jamban memenuhi syarat. Pengalaman dibeberapa negara juga membuktikan

bahwa penggunaan jamban/WC yang memenuhi syarat mempunyai dampak yang

besar dalam penurunan resiko kejadian diare (Depkes RI, 2011a).

Kondisi jamban/WC yang memenuhi syarat harus diperhatikan oleh

seluruh warga masyarakat. Kotoran manusia dapat mencemari tanah dan sumber

air lainnya jika tidak dibuang dengan baik. Selain itu, kondisi jamban/WC yang

tidak memenuhi syarat dapat mencemari lingkungan melalui vektor seperti lalat

yang dapat membawa kuman sumber penyakit jika hinggap pada makanan

(Kusnoputranto, 1986). Diperlukan adanya informasi yang dapat diketahui oleh

masyarakat secara menyuluruh mengenai kondisi jamban/WC yang memenuhi

syarat melalui penyuluhan maupun konsultasi.

Beberapa penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak besar dalam penurunan resiko terhadap

kejadian diare (Depkes RI, 2011a). Beberapa hal yang harus diperhatikan keluarga

adalah (1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat

dipakai oleh seluruh anggota keluarga, (2) Bersihkan jamban secara teratur, dan

(3) Gunakan alas kaki jika buang air besar.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 123: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

103

Universitas Indonesia

6.12 Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Hasil penelitian menunjukkan responden dengan SPAL memenuhi syarat

sebesar 55,8%. Sedangkan responden yang memiliki rumah dengan SPAL tidak

memenuhi syarat juga cenderung tinggi yaitu 43,2%. Berdasarkan hasil tersebut

dapat terlihat bahwa hampir setengah proporsi responden memiliki sarana

pembuangan air limbah yang tidak mememuhi syarat.

Data riskesdas 2010 juga menunjukkan proporsi responden yang memiliki

SPAL memenuhi syarat lebih besar dibandingkan yang tidak memenuhi syarat.

Hanya sebesar 13,5% responden yang memiliki SPAL memenuhi syarat.

Sementara itu, sebanyak 86,5% responden memiliki SPAL tidak memenuhi syarat

yang meliputi membuang sampah ke penampungan tertutup di pekarangan,

penampungan terbuka di pekarangan, penampungan di luar pekarangan, tanpa

penampungan, dan langsung ke got/sungai (Depkes RI, 2010).

Hasil analisis bivariat menggunakan chi square menunjukkan bahwa

sampel yang menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak

yang memiliki SPAL tidak memenuhi syarat (58,5%) dibandingkan dengan

sampel yang memiliki SPAL memenuhi syarat (18,5%). Berdasarkan data statistik

tersebut juga memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara SPAL

dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan dengan p value 0,000. Data statistik

juga menunjukkan sampel yang memiliki SPAL tidak memenuhi syarat berisiko

6,2 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan

dengan sampel yang memiliki SPAL yang memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2011)

yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara saluran

pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita (OR 8,06; 4,64-13,98, p

value 0,000). Hasil tersebut berarti keluarga yang menggunakan saluran

pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat memiliki resiko diare 8,06

lebih besar dibandingan dengan keluarga dengan saluran pembuangan air limbah

memenuhi syarat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suciyanti (2009) juga

menunjukkan resiko balita yang keluarganya tidak memiliki sarana permbuangan

air limbah berkualitas baik untuk terkena diare adalah 1,15 kali lebih besar

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 124: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

104

Universitas Indonesia

dibandingkan dengan yang memiliki sarana pembuangan air limbah berkualitas

baik dengan p value 0,026 dan perbedaan resiko ini bermakna secara signifikan.

Air limbah baik limbah pabrik maupun rumah tangga harus dikelola

sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana

pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dapat mengakibatkan

beberapa hal, yaitu: (1) menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai

penyakit terutama diare, kolera, tifus abdominalis, dan disentri basiller, (2) media

berkembang biak mikroba patogen, (3) menjadi media berkembang biak nyamuk

atau tempat hidup larva nyamuk, (4) menimbulkan bau yang tidak enak dan tidak

sedap dipandang mata, (5) merupakan sumber pencemaran air, tanah, dan

lingkungan hidup lainnya, dan (6) mengurangi produktivitas manusia, karena

orang bekerja dengan tidak nyaman (Notoatmodjo, 2007a). Sehingga diperlukan

sarana pembuangan air limbah yang baik agar tidak menyebarkan vektor

penyebab penyakit terutama penyebab penyakit diare. Sarana pembuangan air

limbah yang memenuhi syarat jika keluarga memiliki sarana pembuangan air

limbah tertutup beserta tempat penampungan khusus (Kusnoputranto, 1986).

Oleh karena itu, Puskesmas Tugu dan Dinas Kesehatan seharusnya dapat

memberikan penyuluhan atau konsultasi mengenai sarana pembuangan air limbah

yang memenuhi syarat dan dampak yang terjadi jika keluarga tidak memilikinya.

6.13 Pengolahan Sampah Rumah Tangga

Pengolahan sampah menjadi hal yang penting untuk mencegah berbagai

bakteri patogen dan serangga menyebabkan penyakit (Notoatmodjo, 2007a). Hasil

penelitian menunjukkan proporsi responden yang memiliki pengolahan sampah

rumah tangga tidak memenuhi syarat lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi

responden dengan pengolahan sampah rumah tangga memenuhi syarat. Sebesar

54,7% responden dengan pengolahan sampah rumah tangga tidak memenuhi

syarat sedangkan hanya 45,3% responden dengan pengolahan sampah rumah

tangga memenuhi syarat.

Data riskesdas 2010 menunjukkan hanya sebesar 19,2% responden dengan

pengolahan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat yaitu dengan

dibuang ke parit/kali/laut atau dibuang sembarangan. Sementara itu, terdapat

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 125: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

105

Universitas Indonesia

80,8% responden dengan pengolahan sampah rumah tangga memenuhi syarat

yaitu diangkut petugas, ditimbun dalam tanah, dibuat kompos, atau dibakar

(Depkes RI, 2010).

Proporsi diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak pada

sampel yang memiliki pengolahan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi

syarat yaitu sebesar 51,9% dibandingkan dengan sampel yang memiliki

pengolahan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat yaitu sebesar 16,3%.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara pengolahan sampah rumah tangga dengan frekuensi diare pada

anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu dengan p value 0,000. Berdasarkan hasil

odds ratio menunjukkan sampel yang memiliki pengolahan sampah rumah tangga

tidak memenuhi syarat berisiko 5,5 kali lebih besar menderita diare lebih dari

sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan sampel yang memiliki pengolahan

sampah rumah tangga yang memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu mengenai

faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian diare. Penelitian yang

dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2010) menunjukkan pengolahan sampah yang

tidak memenuhi syarat berhubungan signifikan dengan kejadian diare pada balita

(p value < 0,05). Penelitian lain yang juga sejalan dilakukan Dewi (2011),

penelitian ini menunjukkan keluarga yang pengolahan sampahnya tidak

memenuhi syarat memiliki resiko 6,84 kali lebih besar menyebabkan diare pada

balita dibandingkan dengan keluarga dengan pengolahan sampah yang baik.

Menurut Slamet (2000), pengolahan sampah yang tidak baik dapat

memberikan pengaruh buruk bagi masyarakan dan lingkungan. Bagi masyarakat,

sampah berdampak pada kesehatan yang dikategorikan menjadi dua yaitu sebagai

dampak tidak langsung dan dampak langsung. Dampak tidak langsung sampah

adalah berupa dampak yang dirasakan oleh masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Sedangkan dampak

langsung terhadap kesehatan adalah akibat kontak langsung dengan sampah yang

beracun, bersifat karsinogenik, atau sampah yang mengandung kuman patogen

sehingga dapat menyebabkan penyakit.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 126: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

106

Universitas Indonesia

Pengolahan sampah yang tidak baik dapat berpengaruh buruk bagi

kesehatan, karena sampah akan menjadi tempat bagi vektor-vektor penyakit untuk

berkembang biak dan mencari makan sehingga meningkatkan kejadian penyakit

tertentu seperti penyakit saluran pencernaan (diare, kolera, dan sebagainya),

demam berdarah, penyakit jamur dan penyakit kulit (Slamet, 2000) . Diare

merupakan salah satu penyakit yang ditularkan oleh lalat sebagai vektor yang

membawa kuman penyakit (Depkes RI, 2001). Oleh karena itu, sampah sebaiknya

dapat diolah dengan baik yaitu diletakkan dalam tempat sampah tertutup di dalam

rumah dan dibuang ke tempat pembuangan akhir atau dibakar untuk menjaga

kesehatan dan untuk keindahan lingkungan (Notoatmodjo, 2007a).

6.14 Kepadatan Huni

Hasil penelitian menunjukkan proporsi responden yang memiliki hunian

tidak padat adalah sebesar 68,4%. Sedangkan sebanyak 31,6% responden

memiliki hunian padat.

Berdasarkan hasil analisis bivariat, proporsi sampel dengan frekuensi diare

lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel yang

memiliki hunian padat yaitu sebesar 56,7% dibandingkan dengan sampel yang

memiliki hunian tidak padat yaitu sebesar 26,2%.

Data statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

kepadatan huni dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu

dengan p value 0,006. Uji statistik juga menunjukkan sampel yang memiliki

kepadatan huni tergolong padat berisiko 3,7 kali lebih besar menderita diare lebih

dari sekali dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yangmemiliki kepadatan

huni yang tergolong tidak padat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irianto

(2000), penelitian ini menunjukkan semakin padat hunian maka semakin tinggi

kemungkinan terkena diare. Hasil uji statistik dari penelitian ini adalah adanya

hubungan yang signifikan antara kepadatan huni dan kejadian diare pada balita (p

value < 0,05).

Luas bangunan rumah yang tidak tidak sesuai dengan jumlah penghuninya

akan menyebabkan kepadatan yang memudahkan penularan penyakit-penyakit

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 127: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

107

Universitas Indonesia

dari anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya (Notoatmodjo, 2007a).

Kepadatan hunian seringkali digunakan untuk menggambarkan tingkat sanitasi

pada sanitasi wilayah. Menurut Whaley dan Wong (1987) dalam Irianto (2000),

umumnya hunian padat disertai dengan fasilitas sanitasi yang rendah yang pada

akhirnya meningkatkan angka kesakitan dan kematian.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 128: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

108 Universitas Indonesia

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan ASI eksklusif, status gizi,

dan faktor lain terhadap frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di Puskesmas

Tugu, Depok tahun 2012, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat 35,8% anak 10-23 bulan dengan frekuensi diare lebih dari sekali

dalam 4 bulan terakhir dan sebanyak 64,2% anak menderita diare dengan

frekuensi diare sekali dalam 4 bulan terakhir.

2. Berdasarkan faktor anak, terdapat hubungan yang signifikan antara berat lahir,

status gizi berdasarkan rata-rata z score BB/U dalam 4 bulan terakhir, status

gizi berdasarkan rata-rata z score PB/U dalam 4 bulan terakhir, status gizi

berdasarkan z score BB/U saat ini, status gizi berdasarkan z score PB/U saat

ini, dan ASI eksklusif dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di

Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012. Namun, tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara imunisasi campak dengan frekuensi diare pada anak 10-23

bulan di Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012.

3. Berdasarkan faktor ibu, terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku ibu

dengan frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok

tahun 2012.

4. Berdasarkan faktor keluarga, terdapat hubungan yang signifikan antara status

ekonomi keluarga dan jumlah balita dalam keluarga dengan frekuensi diare

pada anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012.

5. Berdasarkan faktor lingkungan, terdapat hubungan yang signifikan antara

sumber air bersih, kondisi jamban/WC, saluran pembuangan air limbah

(SPAL), pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni dengan

frekuensi diare pada anak 10-23 bulan di Puskesmas Tugu, Depok tahun 2012.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 129: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

109

Universitas Indonesia

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Penelitian dan Peneliti Lain

1. Penelitian ini hanya dilakukan di satu kelurahan yaitu Kelurahan Tugu,

diharapkan peneliti lain dapat melakukan penelitian di tempat yang lebih

luas sehingga dapat menggambarkan hubungan faktor resiko dengan

frekuensi diare pada bayi dengan lebih general.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan disain yang dapat

menggambarkan hubungan kausalitas untuk mengetahui faktor yang

menjadi penyebab frekuensi diare sekali atau lebih dari sekali dalam 4

bulan terakhir.

3. Perlu dilakukan pengembangan dari penelitian mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan frekuensi diare pada baduta, karena masih

sangat sedikit penelitian mengenai masalah ini. Selain itu juga diperlukan

analisis untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap

frekuensi diare.

7.2.2 Bagi Puskesmas Tugu

1. Puskesmas Tugu dapat melakukan promosi kesehatan melalui puskesmas

maupun posyandu. Promosi kesehatan ini dapat berupa penyuluhan

kelompok, penyuluhan massa, atau konseling mengenai perilaku hidup

bersih dan sehat untuk semua anggota keluarga, status gizi ibu hamil,

pemberian ASI eksklusif, pemantauan status gizi anak, pemberian

imunisasi lengkap, dan mengenai lingkungan rumah yang sehat. Melalui

kegiatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

perbaikan perilaku masyarakat sehingga dapat menurunkan angka

kejadian diare.

2. Poli anak atau manajemen terpadu balita sakit (MTBS) diharapkan selalu

melakukan prosedur pemeriksaan balita sesuai dengan Kartu Tatalaksana

Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun, dimana semua anak ditanya

apakah mengalami diare, sehingga kasus ini dapat terdeteksi. Selain itu,

diharapkan di Poli MTBS ini selalu dilakukan pengukuran status gizi

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 130: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

110

Universitas Indonesia

yang kemudian disesuaikan dengan kategori status gizi sehingga dapat

terlihat status gizi anak apakah baik, kurang, atau bahkan buruk.

3. Bekerja sama dengan kader-kader posyandu agar melaporkan kasus diare

ke Puskesmas Tugu sehingga semua kasus diare dapat terdata.

7.2.3 Bagi Dinas Kesehatan

1. Perlu dilakukan pembinaan secara rutin melalui puskesmas maupun

posyandu melalui program pencegahan penyakit dan penyehatan

lingkungan (P2PL). Program ini dapat berupa penyuluhan mengenai

perilaku hidup bersih sehat, penyuluhan mengenai kebutuhan gizi bayi

termasuk pemberian ASI eksklusif, dan pemantauan status gizi bayi.

Diharapkan melalui hal ini, terdapat penurunan angka kejadian diare pada

baduta maupun balita.

2. Dinas Kesehatan perlu melakukan upaya pembentukan lingkungan sehat

dengan kegiatan membuat tempat sampah tertutup bersama dengan warga

dan program kerja bakti minimal sebulan sekali untuk membersihkan

lingkungan agar mengurangi tempat vektor penyakit tumbuh dan

berkembang biak.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 131: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

111 Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

, 2005. World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005.

Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I. Jakarta:

Interna Publishing.

Agtini, Destri Magdarina. 2011. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di

Indonesia Tahun 2000-2007. Jakarta: Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar

Kesehatan, Badan Litbangkes.

Ahlquist D.A dan Camilleri M. 2005. Diarrhea and Constipation. In: Harrison’s

Principles Of Internal Medicine 16th ed. USA: McGraw Hill. 224-233.

Akmal, Ahmad Syafiq. 2009. Profil Penderita Diare pada Anak Balita di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2009. Skripsi

Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 10 Januari 2012 dari

http://scholar.google.co.id

Andrianto, P. 1995. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Apriyanti, Marisa., Ikob, Ridwan., dan Fajar, Nur Alam. 2009. Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 6-24 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola 11 Ilir Palembang Tahun 2009. Jurnal

Kesehatan Masyarakat 2009. Diakses pada 8 Januari 2012 dari

http://scholar.google.co.id

Ariawan, I. 2005. “Sample Size and Sample Design for Nutritional Research”

disampaikan dalam Course material for International Course on Applied

Epidemiology with Special Reference to Nutrition. SEAMEO - TROPMED-

RCCN, University of Indonesia. Jakarta, 25 April - 3 May 2005 diakses

pada 13 Februari 2012 dari http://scholar.google.co.id.

Arifeen, Shams., et al. 2001. Exclusive Breastfeeding Reduces Acute Respiratory

Infection and Diarrhea Deaths Among Infants in Dhaka Slums. Journal of

The American Academy of Pediatrics Vol 108 No 4. Diakses pada 8 Januari

2012 dari ProQuest Information and Learning Company.

Aschengrau, Ann dan Seage, George R. 2008. Essentials of Epidemiology in

Public Health Second Edition. London: John and Bartlett Publishers.

Atwil, Edward Robert., Pereira, Maria das Graas Cabral., Barbosa, Alverne

Passos. 2007. Prevalence and Associated Risk Factors for Giardia Lambia

Infection among Children Hospitalized for Diarrhea in Goiania, Goias

State, Brazil. Instituto de Medicana Tropical de Sao Paulo 49.3: 139-45.

Diakses pada 16 Januari 2012 dari ProQuest Information and Learning

Company.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 132: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

112

Universitas Indonesia

Behrman, Kliegman dan Arvin, Nelson. 1996. Nelson Textbook of Pediatrics, 15

Ed. Pennsylvania: W.B Sounders Company.

Belawati, Fema Solekhah. 2006. Faktor Balita, Faktor Ibu, dan Keadaan Rumah

Tangga yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Propinsi

Jawa Barat Tahun 2003 (Analisis Data Sekunder). Skripsi Program Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Blum, HL. 1974. Planning For Health : Development Aplication of Social

Change Theory. New York : Human Services Press.

Brown, Kenneth H. 2003. Diarrhea and Malnutrition. Journal of Nutrition Vol

133 Page 328S-332S.

Cahyono, Imron. 2003. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Bekasi Tahun 2003.

Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Checkley, William,, et al. 2001. Effects of Nutritional Status on Diarrhea in

Peruvian Children. Journal of Pediatrics (8): 140-210. Diakses pada 8

Januari 2012 dari ProQuest Information and Learning Company.

Ciesla WP, Guerrant RL. 2003. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL,

Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious

Disease. New York: Lange Medical Books, 225 - 68.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology, 3rd

Ed. USA:

Lippincott Williams & Wilkins.

Depkes RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Direktorat

Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2001. Pedoman Teknis Pengendalian Lalat. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2002a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

907/MENKES/PER/IX/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan

Kualitas Air. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2002b. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 133: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

113

Universitas Indonesia

Depkes RI. 2004. Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2007a. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Pemukiman Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2007b. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2008a. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2008b. DTPS-KIBBLA Referensi Advokasi Anggaran dan Kebijakan

(Perencanaan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak dengan

Pemecahan Masalah melalui Pendekatan Tim Kabupaten/Kota). Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2011a. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Diare

di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2011b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Penilaian Status Gizi Anak.

Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dewi, Ni Putu Eka Purnama. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Mengwi I,

Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Provinsi Bali Tahun 2011. Skripsi

Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Dinas Kesehatan Kota Depok. 2009. Profil Kesehatan Kota Depok. Depok:

Dinkes Kota Depok.

Ehlayel, Mohammad S., Bener, Abdulbari., dan Abdulrahman, Hatim M. 2009.

Protective Effect of Breastfeeding on Diarrhea Among Children in A

Rapidly Growing Newly Developed Society. The Turkish Journal of

Pediatrics (51):527-33. Diakses pada 8 Januari 2012 dari ProQuest

Information and Learning Company.

Fadilah, Siti. 2009. Dampak Berat Badan Lahir Terhadap Status Gizi Bayi.

Makassar: Universitas Hassanudin.

Fatmasari, H. 2008. Hubungan Beberapa Faktor Resiko dengan Kejadian Diare

pada Anak Balita di Ruang Rawat Inap Puskesmas Kecamatan Jati Barang

Kabupaten Brebes Tahun 2008. Tesis Universitas Muhammadiyah

Semarang. Diakses pada 10 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 134: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

114

Universitas Indonesia

Fikawati, Sandra., Syafiq, Ahmad. 2003. Hubungan Antara Menyusui Segera

(Immediate Breastfeeding) dan Pemberian ASI Eksklusif sampai dengan 4

Bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti, Mei-Agustus 2003, Vol.22 No.2.

Fitriyani. 2005. Hubungan Faktor-Faktor Resiko dengan Kejadian Diare pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru Palembang Tahun 2005.

Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia.

Gunawan, Roni. 2010. Pengaruh Persepsi Ibu Balita Tentang Penyakit Diare

terhadap Tindakan Pencegahan Diare di Kelurahan Terjun Kecamatan

Medan Marelan Tahun 2010. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Diakses

pada 10 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Hamisah, Irma. 2011. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut pada

Balita di Kabupaten Klaten. Tesis Universitas Gadjah Mada. Diakses pada

10 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Hastono, S.P. (2006). Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia.

Hendrayani. 2006. Hubungan Faktor-Faktor Resiko dengan Kejadian Diare pada

Balita di Barak Lamgaboh, Barak Umong Seribee, dan Barak Bakoy

Kabupaten Aceh Besar Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2006.

Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2004. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam :

Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta: hal 307-313.

Irianto, Joko. 2000. Prediksi Frekuensi Diare pada Anak Balita melalui

Kepadatan Hunian Rumah Tangga di Indonesia Tesis Program Pasca

Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Kamalia, Dina. 2005. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare

Pada bayi Usia 1 – 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I

Tahun 2004/2005. Skripsi Universitas Negeri Semarang. Diakses pada 10

Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E. 2006. Nelson Essentials of

Pediatric. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Kusharisupeni. 2002. Growth Faltering pada Bayi di Kabupaten Indramayu Jawa

Barat. Jurnal Makara (Seri Kesehatan) Vol 6 No 1: halaman 1-5, Juni 2002.

Kusmaul. 2002. Penyakit Diare Akut. Jakarta: Puspa Swara.

Kusnoputranto, H. 1986. Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 135: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

115

Universitas Indonesia

Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info

Media.

Mihrshahi, Seema., et al. 2003. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in

Bangladesh and Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory

Infection: Results of the Multiple Indicator Cluster Survey 2003. Journal of

Health Population Nutrition 2007 (2):195-204. Diakses pada 8 Januari 2012

dari ProQuest Information and Learning Company.

Mosley, W. Henry dan Chen, Lincoln C. 1984. An Analytical Framework for the

Study of Child Survival in Developing Countries. Population and

Development Review; 10 Suppl: 25-45.

Muhajirin, Muhajirin. 2007. Hubungan antara Praktek Personal Hygiene Ibu

Balita dan Sarana Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Anak

Balita di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap. Tesis Universitas

Diponegoro. Diakses pada 10 Januari 2011 dari http://scholar.google.co.id

Murwanti, Ipuk Dwiana. 2005. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Praktek

Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 0-4 Bulan di Desa Paremono

Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Skripsi Universitas

Diponegoro. Diakses pada 29 April 2012 dari http://scholar.google.co.id

Nainggolan, Maria Christin Dianiati. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010. Skripsi

Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 19 Januari 2012 dari

http://scholar.google.co.id

Nilton., et al. 2008. Faktor-Faktor Sanitasi yang Berpengaruh Terhadap

Timbulnya Penyakit Diare di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan Sukodono

Kabupaten Sidoarjo. Laporan Penelitian Universitas Uniwijaya Kusuma.

Diakses pada 14 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Noor, Nur Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007a. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007b. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineke

Cipta

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 136: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

116

Universitas Indonesia

Palupi, Astya., Hadi, Hamam., Soenarto, Sri Suparyati. 2009. Status Gizi dan

Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.

Vol 6 No 1. Juli 2009: hal 1-7.

Rini, Lestiyo. 2011. Hubungan Status Imunisasi Campak dengan Kejadian

Penyakit Diare (Campak, Ispa Dan Diare) dan Status Gizi Anak Usia 1-4

Tahun di Desa Karang Duren Kecamatan Tenggaran Kabupaten Semarang.

Tesis Universitas Diponegoro. Diakses pada 10 Januari 2012 dari

http://scholar.google.co.id

Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya,

Anggota IKAPI.

Sabri, L., dan Sutanto, P.H. (2008). Statistik Kesehatan Edisi 2. Jakarta: Rajawali

Pers.

Sadono., Adi, M Sakundarno., dan Zain, M Sidhartani. 2005. Bayi Berat Lahir

Rendah sebagai Salah Satu Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut

pada Bayi (Studi Kasus Di Kabupaten Blora). Diakses pada 8 Januari 2012

dari http://scholar.google.co.id

Salehah, Anna. 2002. Hubungan antara Berat Lahir dengan Kejadian Infeksi

(Diare & Infeksi Saluran Pernafasan Akut) pada Bayi Usia 1-12 Bulan

(Studi Kasus Di Rsup Kariadi Semarang Tahun 2001. Tesis Universitas

Diponegoro. Diakses pada 10 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Setiawati, Sri. 2011. Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan

dengan Kejadian Diare di Kecamatan Sepatan dan Paku Haji Kabupaten

Tangerang Banten Tahun 2011. Tesis Program Pasca Sarjana Kesehatan

Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Simatupang, Meiyati. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan

Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Tesis Universitas

Sumatera Utara. Diakses pada 10 Januari 2012 dari

http://scholar.google.co.id

Sinthamurniwaty. 2010. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Balita

(Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Tesis Universitas Diponogoro.

Diakses pada 10 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Sitinjak, Lely Herlina. 2011. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

dengan Kejadian Diare di Desa Pardede Onan Kecamatan Balige Tahun

2011. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 10 Januari 2012

dari http://scholar.google.co.id

Slamet, JS. 2000. Kesehatan Lingkungan Cetakan Keempat. Yogyakarta:

Gajahmada University Press.

Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak Edisi I. Jakarta: Medika.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 137: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

117

Universitas Indonesia

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Suciyanti, Sri. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan Kota Cimahi

Tahun 2008. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Suherna, Cucu., Febry, Fatmalina., dan Mutahar, Rini. 2009. Hubungan antara

Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 0-24

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Balai Agung Sekayu Tahun 2009.

Diakses pada 8 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Suparjo. 2000. Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare dan Hubungannya

dengan Cakupan Program Kesehatan Lingkungan dan Imunisasi di

Kabupaten Lampung Barat Tahun 1996-2000. Skripsi Program Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Susilawati, W.T. 2002. Hubungan Kualitas Mikrobiologis Air dan Faktor-Faktor

Lain terhadap Penyakit Diare Balita, Studi Kasus Kontrol pada Balita di

RW 10, 11, 12 Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan Tahun 2002. Tesis

Program Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok: Program Pasca

Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Syam, Ari Fahrial. 2006. Pengobatan Diare yang Tepat. Diakses pada 18 Januari

2012 http://www.medicastore.com.

Warouw, S. P. 2002. Hubungan Faktor Lingkungan dan Sosial Ekonomi dengan

Morbiditas (Keluhan ISPA dan Diare). Direktorat Penyehatan Lingkungan,

Ditjen P2M-PL Departemen Kesehatan RI.

WHO. 1991. Dialogue on Diarrhoea. London: AHRTAG.

WHO. 1992. Readings on Diarrhoea. Geneva: World Health Organisation.

WHO. 2008. Global Burden of Disease: 2004 update. Geneva: World Health

Organisation.

WHO. 2011. World Health Statistic. Diakses pada 8 Januari 2012 dari

http://www.who.int

Wibowo, T.A, Sunarto, S.S., dan Pramono, D. 2004. Faktor-faktor Resiko

Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman.

BKM/XX/01/1-48.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan

Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 138: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

118

Universitas Indonesia

Wijayanti, Winda. 2010. Hubungan antara Pemberian Asi Eksklusif dengan

Angka Kejadian Diare pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Gilingan

Kecamatan Banjarsari Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret.

Diakses pada 14 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Winlar, W. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak

0-2 Tahun di Kelurahan Turangga Tahun 2002. Skripsi Universitas Kristen

Maranatha. Diakses pada 18 Januari 2012 dari http://scholar.google.co.id

Wulandari, A. P. 2009. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor

Sosiodemografi dengan Kejadian Diare di Desa Blimbing Kecamatan

Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi Universitas

Muhammadiyah, Surakarta. Diakses pada 14 Januari 2012 dari

http://scholar.google.co.id

Zein, U., Sagala, K.H., dan Ginting, J. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri.

Medan: Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian

Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 14 Januari

2012 dari http://scholar.google.co.id

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 139: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM UI

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 140: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Linmas Kota Depok

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 141: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Depok

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 142: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 4. Informed Consent

NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN

SUBJEK DAN FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Dengan hormat,

Saya mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Program

Studi Ilmu Gizi. Saya sedang melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara

Status Gizi, ASI Eksklusif, dan Faktor Lain terhadap Frekuensi Diare pada Anak

Usia 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Depok Tahun 2012” sebagai syarat untuk

mendapatkan Gelar Sarjana Gizi.

Terkait penelitian tersebut, saya akan meminta data Ibu dan bayi antara lain :

1. Data berat lahir, ASI eksklusif, imunisasi campak, perilaku ibu, status

ekonomi keluarga, dan jumlah balita dalam keluarga dikumpulkan dengan

wawancara.

2. Data sumber air bersih, kondisi jamban/WC, saluran pembuangan air

limbah, pengolahan sampah rumah tangga, dan kepadatan huni

dikumpulkan dengan wawancara dan observasi rumah. Observasi rumah

dilakukan sesuai dengan kesepakatan waktu.

3. Data status gizi bayi berupa panjang badan dan berat badan melalui

penimbangan dan pengukuran yang dilakukan oleh peneliti dan data status

gizi pada KMS selama 4 bulan terakhir.

Kerahasiaan

Data-data yang diambil akan dipublikasikan secara terbatas namun tanpa

menyebutkan nama, alamat, nomor telepon atau identitas penting lainnya yang

dianggap rahasia. Oleh karena itu, kerahasiaan sangat dijaga dalam penelitian ini.

Partisipasi Sukarela

Tidak terdapat paksaan untuk bagi Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini. Jika

di awal Ibu bersedia ikut dalam penelitian ini kemudian tiba-tiba berubah pikiran

untuk tidak mengikuti kelanjutan penelitian maka Ibu berhak untuk tidak

berpartisipasi.

Saya berharap Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 143: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

FORMULIR INFORMED CONSENT

(KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN)

Dengan ini saya:

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

No Telp/HP :

menyatakan bersedia mengikuti kegiatan penelitian ini dengan ketentuan apabila

ada hal-hal yang tidak berkenan pada Saya, maka Saya berhak mengajukan

pengunduran diri dari kegiatan penelitian ini.

Jakarta, Maret 2012

Peneliti Responden

(Mutia Imro Atussoleha) ( )

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 144: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 5. Kuesioner

DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI:

HUBUNGAN STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, DAN FAKTOR LAIN

TERHADAP FREKUENSI DIARE PADA ANAK USIA 10-23 BULAN DI

PUSKESMAS TUGU, DEPOK TAHUN 2012

Dengan hormat,

Saya Mutia Imro Atussoleha, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Gizi. Saya sedang melakukan penelitian

mengenai “Hubungan antara Status Gizi, ASI eksklusif, dan Faktor Lain terhadap

Frekuensi Diare pada Anak Usia 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Depok Tahun 2012”

sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Gizi. Penelitian ini berupa wawancara,

observasi rumah, dan pengukuran atropometri (panjang badan dan berat badan) bayi.

Berdasarkan hal tersebut, saya mengharapkan bantuan Ibu untuk berpartisipasi menjadi

responden.

Atas kesediaan Ibu untuk terlibat dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima

kasih.

Depok, Maret 2012

Mutia Imro Atussoleha

0806460875

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 145: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

No Responden

RW RT No

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI:

HUBUNGAN STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, DAN FAKTOR LAIN

TERHADAP FREKUENSI DIARE PADA ANAK USIA 10-23 BULAN DI

PUSKESMAS TUGU, DEPOK TAHUN 2012

Tanggal wawancara:

Lingkari jawaban yang menurut Anda sesuai. Contoh:

2 3 4

IR. Identifikasi Responden (Ibu) Koding

(Diisi oleh petugas)

IR1 Nama [ ]

IR2 Alamat

[ ]

IR3 Nomor telepon [ ]

IR4 Umur (tahun) [ ] [ ]

IR5 Pendidikan terakhir

1. Tidak sekolah

2. Tamat SD/sederajat

3. Tamat SMP/sederajat

4. Tamat SMA/sederajat

5. Perguruan tinggi

6. Lain-lain, sebutkan ...

[ ]

IR6 Pekerjaan Responden

1. Tidak bekerja

2. PNS

3. Pegawai swasta

4. Pedagang

5. Lain-lain, sebutkan ... [ ]

KB. Karakteristik Anak Koding

KB1 Nama Anak [ ]

KB2 Jenis Kelamin

1. Laki-laki 2. Perempuan [ ]

KB3 Tanggal lahir (dd/mm/yy) [ ] [ ] [ ] [ ]

[ ] [ ]

1

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 146: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

A. Diare

A1 Apakah anak ibu mengalami buang air besar dalam bentuk lembek/cair dengan

frekuensi tiga kali/lebih sehari serta didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan saat

pengambilan data?

1. Ya 2. Tidak [ ]

A2 Dalam 4 bulan terakhir, berapa kali anak ibu menderita diare?......kali

1. Lebih dari sekali 2. Sekali [ ]

A3 Apakah ibu memeriksakan anak ibu ke Puskesmas Tugu saat anak ibu menderita

diare?

1. Ya 2. Tidak [ ]

B. Berat lahir

B1 Berapa berat bayi saat lahir? ..... gram

1. Berat lahir rendah 2. Berat lahir normal [ ]

C. Status Gizi (dengan melihat data KMS dan pengukuran langsung)

C1 Berapa berat anak ibu selama 4 bulan terakhir? ..... gram 1. [ ] [ ] [ ] [ ]

2. [ ] [ ] [ ] [ ]

3. [ ] [ ] [ ] [ ]

4. [ ] [ ] [ ] [ ]

C2 Berapa panjang badan anak ibu selama 4 bulan terakhir? .... cm 1. [ ] [ ] [ ]

2. [ ] [ ] [ ]

3. [ ] [ ] [ ]

4. [ ] [ ] [ ]

C3 Berapa berat anak ibu saat ini? ...... gram [ ] [ ] [ ] [ ]

C4 Berapa panjang anak ibu saat ini? ...... cm [ ] [ ] [ ]

D. ASI Eksklusif

D1 Apakah ibu pernah menyusui?

1. Ya, lanjut ke D3 2. Tidak, lanjut ke D2 [ ]

D2 Mengapa ibu tidak memberikan ASI?

1. ASI tidak keluar

2. Anak sakit

3. Ibu sakit

4. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 147: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

D3 Setelah melahirkan, berapa lama bayi mulai diletakkan ke payudara ibu?

1. ..... jam

2. Tidak pernah

3. Tidak tahu/lupa

4. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

D4 Dalam 3 hari pertama, apakah ibu memberikan ASI yang keluar pertama kali (ASI yang

berwarna putih kekuningan/kolostrum) kepada bayi?

1. Ya

2. Tidak

3. Tidak tahu/lupa

4. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

D5 Selama bayi berusia 0-6 bulan, apakah ibu hanya memberikan bayi ASI saja tanpa

tanpa tambahan makanan dan minuman lain termasuk air putih (kecuali obat-obatan dan

vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan)?

1. Ya 2. Tidak [ ]

E. Imunisasi Campak

E1 Apakah anak ibu sudah mendapatkan imunisasi campak segera saat usia > 9 bulan?

1. Tidak imunisasi 2. Sudah imunisasi [ ]

F. Perilaku Ibu

F1 Apabila anak balita ibu mengalami diare, tindakan pertama apa yang ibu lakukan?

1. Memberikan cairan

tambahan

2. Memberikan tambahan

makanan

3. Memberikan jamu

tradisional

4. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

F2 Apabila seandainya balita diberikan susu formula, apakah susu formula yang diberikan

pada saat balita diare sama dengan susu formula pada saat balita tidak sedang diare?

1. Ya 2. Tidak [ ]

F3 Bila bayi sedang diare, bagaimana pemberian makanannya?

1. Tetap

2. Dikurangi

3. Tidak diberikan

4. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 148: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

F4 Apabila bayi mengalami diare, berapa banyak cairan yang ibu berikan setiap kali balita

habis buang air besar?

1. Kurang dari setengah

gelas (<100 ml)

2. Setengah gelas/lebih (>

100 ml)

[ ]

F5 Apakah sebelum makan/memberikan makan pada anak. Ibu mencuci tangan?

3. Ya 4. Tidak [ ]

F6 Bagaimana cara mencuci tangan yang biasa ibu lakukan?

1. Hanya dibasuh menggunakan air saja

2. Menggunakan sabun dan dibilas dibawah air mengalir

3. Lainnya, sebutkan .....

[ ]

F7 Apakah ibu mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan?

1. Ya 2. Tidak [ ]

F8 Bagaimana cara ibu mencuci peralatan makan dan minum?

1. Menggunakan air saja

2. Menggunakan sabun dan dibilas di bawah air mengalir

3. Lainnya, sebutkan .....

[ ]

F9 Menurut ibu, bila menggunakan botol susu, bagaimana cara membersihkan botol susu

yang tepat agar siap untuk digunakan?

1. Dicuci dengan air dan sabun

2. Dicuci kemudian dibilas dengan air panas

3. Dicuci dengan air dan sabun, serta direbus dalam air

mendidih selama 10 menit

4. Lainnya, sebutkan .....

[ ]

F10 Dimana biasanya ibu membuang air besar?

1. Di WC

2. Di kali

3. Di kebun

4. Sembarangan tempat

5. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

F11 Apakah ibu mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar?

1. Ya 2. Tidak [ ]

F12 Apabila air minum ibu bukan merupakan air mineral, apakah air minum dimasak

sebelum dikonsumsi?

1. Ya 2. Tidak [ ]

F13 Apabila diare tidak kunjung sembuh, kemana biasanya ibu mengajak anak berobat?

1. Ke pelayanan kesehatan

2. Ke dukun/orang pintar

3. Dibiarkan saja

4. Lainnya, sebutkan ..... [ ]

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 149: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

G. Status Ekonomi Keluarga

G1 Berapa pengeluaran keluarga setiap bulannya?

1. < Rp. 1.380.000,- 2. > Rp. 1.380.000,- [ ]

H. Jumlah Balita Dalam Keluarga

H1 Berapakan jumlah balita dalam keluarga ibu?

1. Lebih dari satu 2. Hanya satu [ ]

I. Sumber Air Bersih

I1 Berapakah jarak sumber air bersih (selain PDAM) dengan sumber pencemaran seperti

septic tank, tempat pembuangan sampah atau tempat penampungan air limbah?

1. < 10 meter 2. > 10 meter [ ]

I2 Apakah ada sumber pencemaran lain, (seperti: kotoran hewan dan sampah) di sekitar

sumber air bersih?

1. Ya 2. Tidak [ ]

I3 Apakah air bersih yang disimpan di rumah, ditempatkan dalam wadah yang tertutup?

1. Ya 2. Tidak [ ]

I4 Apakah air yang digunakan sehari-hari sebagai air minum, tampak jernih?

1. Ya 2. Tidak [ ]

I5 Apakah ada rasa (seperti asin, atau rasa yang lain) atau bau yang tidak sedap pada air

yang digunakan sehari-hari sebagai sumber air bersih?

1. Ya 2. Tidak [ ]

J. Kondisi Jamban/WC

J1 Apakah keluarga mempunyai jamban/WC?

1. Ya 2. Tidak [ ]

J2 Jika ya, apakah jenis WC yang dipergunakan?

1. Leher angsa dengan septic

tank

2. WC cemplung

3. Leher angsa tanpa septic

tank

4. WC empang

5. Lain-lain, sebutkan ...

[ ]

J3 Milik siapakah jamban yang ibu dan keluarga gunakan?

1. Sendiri 2. Bersama/keluarga lain [ ]

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 150: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Universitas Indonesia

K. Saluran Pembuangan Air Limbah

K1 Kemana biasanya air limbah yang dihasilkan rumah tangga (seperti: air bekas mandi,

mencuci, dan memasak) dibuang?

1. Ke tanah kosong

2. Ke lubang yang dibuat di belakang rumah

3. Dialirkan ke got

4. Ke saluran khusus tertutup yang dilengkapi dengan tempat

penampungan khusus (menyerupai septic tank)

5. Lainnya, sebutkan .....

[ ]

L. Pengolahan Sampah Rumah Tangga

L1 Apakah tempat sampah yang digunakan di dalam rumah disertai tutup?

1. Ya 2. Tidak [ ]

L2 Bagaimana cara ibu mengolah sampah rumah tangga?

1. Dikumpulkan, kemudian diangkut oleh petugas

kebersihan, ditimbun, atau dijadikan kompos.

2. Dibuang di lahan kosong, atau dibuang ke kali

(sembarang tempat)

3. Lainnya, sebutkan .....

[ ]

M. Kepadatan Huni

M1 Berapa luas kamar anak biasa tidur? .... m2 [ ] [ ] [ ]

M2 Berapa jumlah orang yang tidur bersama bayi? .... orang [ ]

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 151: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 6. Kartu Pasien Rawat Jalan Puskesmas Tugu

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 152: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 7. Kartu Tatalaksana Balita Sakit Usia 2 Bulan – 5 Tahun

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 153: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 154: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

Lampiran 8. Hasil Bivariat Variabel IMD dan Kolostrum

Tabel 1. Tabulasi Silang antara Inisiasi Menyusu Dini dengan ASI Eksklusif di

Puskesmas Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel IMD ASI Eksklusif Jumlah P value OR

(95% CI) Tidak Ya

n=78 % n=17 % n=95 %

Tidak IMD 22 88,0 3 12,0 25 100 0,554 1,8

0,5-7,0 IMD 56 80,0 14 20,0 70 100

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa sampel yang

mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak yang telah melakukan IMD segera

setelah lahir (20%) dibandingkan dengan yang tidak melakukan IMD (12%). Data

statistik memperlihatkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara IMD

dengan ASI Eksklusif dengan p value 0,554.

Tabel 2. Tabulasi Silang antara Memberikan Kolostrum dengan Frekuensi Diare

dalam 4 Bulan Terakhir pada Anak 10-23 Bulan di Puskesmas Tugu, Kecamatan

Cimanggis, Depok Tahun 2012

Variabel

Memberikan

Kolostrum

Frekuensi Diare Jumlah P value OR

(95% CI) > Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

Sekali

dalam 4

Bulan

Terakhir

n=34 % n=61 % n=95 %

Tidak

memberikan

kolostrum

18 64,3 10 35,7 28 100 0,000* 5,7

2,2-14,9

Memberikan

kolostrum

16 23,9 51 76,1 67 100

Keterangan :

*) Hubungan bermakna signifikan (p value < 0,05)

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa sampel dengan frekuensi

diare lebih dari sekali dalam 4 bulan terakhir lebih banyak diderita oleh sampel

yang tidak mendapatkan kolostrum (64,3%) dibandingkan sampel yang

mendapatkan kolostrum (23,9%). Data statistik memperlihatkan adanya hubungan

yang signifikan antara memberikan kolostrum dengan frekuensi diare dengan p

value 0,000. Odds ratio untuk variabel memberikan kolostrum sebesar 5,7 dengan

95% CI antara 2,2-14,9 yang artinya anak yang tidak mendapatkan kolostrum

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012

Page 155: HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319915-S-Mutia Imro Atussoleha.pdf · melakukan promosi kesehatan dan edukasi melalui penyuluhan dan

beresiko 5,7 kali lebih besar menderita diare lebih dari sekali dalam 4 bulan

dibandingkan dengan anak yang mendapatkan kolostrum.

Hubungan antara..., Mutia Imro Atusssoleha, FKM UI, 2012