hubungan antara pola asuh otoriter dengan …eprints.ums.ac.id/67823/13/naskah publikasi-29.pdf ·...

12
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh : YANA ARI WIBOWO F100130230 PROGAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

Upload: nguyendan

Post on 17-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Oleh :

YANA ARI WIBOWO

F100130230

PROGAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

i

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh :

YANA ARI WIBOWO

F.100130230

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh :

Dosen

Pembimbing

Dr. DALIMAN, SU

NIP/NIDN. 194/0628115601

ii

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK

Oleh :

YANA ARI WIBOWO

F.100130230

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal 5 September 2018

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji :

1. Dr. Daliman, SU (…………………………)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Dra. Partini, M.Si, Psikolog (…………………………)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Dra. Yayah Khisbiyah, MA, Psikolog (…………………………)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Susatyo Yuwono, S.psi, M.Si, Psikolog

NIK/NIDN. 838/0624067301

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis

diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidak benaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. Demikian surat pernyataan

ini saya buat dengan segala kesungguhan.

Surakarta, 27 Agustus 2018

Penulis

Yana Ari Wibowo

F.100130230

1

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK

Abstrak

Anak usia sekolah pada umumnya sedang senang bermain dengan teman-

temannya dalam lingkungan sosialnya. Masa ini anak memasuki tahapan sekolah

formal, dimana anak dituntut belajar mandiri, menyelesaikan tugas sekolah dan

tugas perkembangan lainnya. Pentingnya memiliki keterampilan sosial adalah

untuk menjalin hubungan yang berkualitas dengan lingkungan, karena anak yang

memiliki keterampilan sosial mampu menyampaikan atau mengkomunikasikan

ide-ide atau gagasan sehingga orang lain mampu memahami apa yang

disampaikan. Kemampuan anak untuk memperoleh keterampilan sosial

tergantung pada tingkat sosialisasi bawaan mereka yakni dari peran lingkungan

sosial yang ditinjau dari pola asuh orangtua. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter dengan keterampilan sosial anak.

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

purposive sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif dengan alat ukur berupa skala pola asuh otoriter dan skala keterampilan

sosial anak. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

korelasi product moment dari Carl Person yang dihitung menggunakan program

aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.0 for windows.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar -

0,623 dengan p = 0,000 (p<0,01). Berdasarkan hasil analisis tersebut

menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara pola asuh

otoriter dengan keterampilan sosial anak. Sumbangan efektif variabel pola asuh

otoriter terhadap variabel keterampilan sosial anak adalah sebesar 38,8%, artinya

masih terdapat 61,2% faktor lain selain pola asuh otoriter yang mempengaruhi

keterampilan sosial anak.

Kata kunci : Pola Asuh Otoriter, Keterampilan Sosial Anak

Abstract

School-age children in general are happy to play with their friends in their social environment. this time children enter the formal school stage, where children are required learn to be independently, complete school assignments and other developmental tasks. The importance of having social skills is to establish a quality relationship with the environment, because children who have social skills are able to convey or communicate ideas or brainchild so that others can understand what is being conveyed. The ability of children to acquire social skills depends on the level of their innate socialization specifically from the role of the social environment reviewed of parenting applied by parents. This study aims to determine the relationship between authoritarian parenting and children's social skills. The data retrieval method used in this study is a type of purposive sampling. The method used in this study is a quantitative method with a

2

measuring instrument in the form of authoritarian parenting scale and children's social skills scale. The data analysis technique used in this research is Carl Person's product moment correlation which is calculated using the SPSS application program (Statistical Product and Service Solution) version 16.0 for Windows. Based on the calculation results obtained the correlation coefficient (rxy) of -0.663 with p = 0.000 (p <0.01). Based on the results of the analysis, there was a very significant negative relationship between authoritarian parenting and children's social skills. The effective contribution of authoritarian parenting variables to the variables of children's social skills is 38.8%, meaning that there are still 61.2% of other factors besides authoritarian parenting which affect children's social skills.

Keywords : authoritarian parenting, Children Social Skill

1. PENDAHULUAN

Pada umumnya anak yang memasuki usia sekolah sedang senang-senangnya

bermain dengan teman-temannya atau lingkungan sosialnya. Menurut Hapsari

(2016) usia sekolah pada umumnya antara usia 6 hingga 12 tahun, di Indonesia

sendiri usia memasuki sekolah setara dengan usia sekolah dasar. Sekolah dasar

dibagi dua fase yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah pada tingkat

sekolah dasar setara dengan kelas 1 sampai kelas 3, dan pada kelasa tinggi setara

dengan kelas 4 sampai kelas 6.

Pada masa ini menurut Havighurst tugas perkembangan antara lain belajar

kecakapan fisik yang diperlukan untuk melakukan sebuah permainan,

membangun sikap yang baik bagi kelompok atau lembaga sosial, belajar bergaul

dengan teman sebaya, belajar memainkan peran sebagai pria dan wanita yang

sesuai dan mengembangkan kecakapan dasar seperti membaca, menulis,

menghitung dll (Hapsari, 2016). Pada dasarnya anak adalah makhluk sosial yang

masih memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam

pemenuhan kebutuhan anak akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Agar

proses interaksi tersebut berlangsung dengan baik maka diperlukannya

keterampilan sosial sehingga anak mampu menyesuaikan diri di lingkungan

sosialnya.

Menurut Izzati (2014) pentingnya memiliki keterampilan sosial adalah

untuk menjalin hubungan yang berkualitas dengan lingkungan, karena anak yang

3

memiliki keterampilan sosial mampu menyampaikan atau mengkomunikasikan

ide-ide atau gagasan sehingga orang lain mampu memahami apa yang

disampaikan. Sama halnya yang disampaikan oleh Davies dkk (2014)

keterampilan sosial menjadi kunci keberhasilan perkembangan sosial, emosional

dan kognitif anak.

Menurut Bartholomeu, Montiel, Jr dan Machado (2016) bahwa

kemampuan anak dalam berinteraksi atau menyesuaikan diri dengan

lingkungannya dapat dipelajari dan dilatih dengan cara mempelajari

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada saat anak berinteraksi. Hal tersebut

sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Albert Bandura bahwa perilaku

dibentuk dan berubah melalui situasi sosial, melalui interaksi sosial dengan orang

lain. Dalam pembentukan dan pengubahan perilaku dilakukan melalui atau

dengan observasi, dengan model atau contoh (Walgito, 2010). Talts dkk (2017)

mengemukakan bahwa kemampuan anak untuk memperoleh keterampilan sosial

tergantung pada tingkat sosialisasi bawaan mereka yakni dari peran lingkungan

sosialnya.

Hurlock (2001) berpendapat bahwa rumah merupakan tempat bagi anak

belajar tentang keterampilan sosial, jika anak mempunyai hubungan sosial yang

memuaskan dengan anggota keluarga, mereka dapat menikmati sepenuhnya

hubungan sosial dengan orang-orang di luar rumah, mengembangkan sikap sehat

terhadap orang lain dan belajar berfungsi dengan sukses di dalam kelompok

teman sebaya. Sama halnya dengan Megawardani, Suarni dan Tirtayani (2016)

mengatakan bahwa keluarga merupakan tempat pertama kali bagi anak dalam

mempelajari atau mengasah keterampilan sosialnya. Keluarga memiliki peran

penting dalam pembentukan sikap dan penanaman nilai sosial. Dalam penanaman

nilai-nilai sosial sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang dapat dilihat

melalui hubungan antara anak dengan lingkungan yang meliputi orang tua,

saudara dan teman sebaya.

Sikap orang tua dalam mendidik anak memiliki bentuk atau pola asuh

yang berbeda-beda. Menurut Baumrind (dalam Lestari, 2012) ada tiga bentuk atau

pola asuh yang ditunjukkan orangtua kepada anak yaitu autoritatif, permisif dan

4

otoriter. Menurut Angelina dan Matulessy (2013) Pola asuh otoriter adalah

merupakan kontrol perilaku yang memenuhi pengharapan dari orang tua, dimana

pengasuhan yang ditunjukkan oleh orang tua bersikap sangat kaku, kepatuhan,

adanya tuntutan tanpa adanya diskusi dan penjelasan.

Menurut Septiari (2012) pola asuh otoriter ini akan berakibat buruk bagi

kepribadian anak. Akibat yang ditimbulkan dari pola asuh ini yaitu, anak menjadi

penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, kurang tajam,

kurang tujuan, curiga terhadap orang lain dan mudah stress. Selain itu anak juga

kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan perilakunya

sendiri. Pola asuh otoriter ini dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri.

Ketakutan anak terhadap hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur dan

licik. Selain itu, anak yang merasa orang tuanya terlalu keras, cenderung merasa

tertekan dan tidak berdaya. Oleh karena itu, anak cenderung melamun, murung,

dan kelihatan gelisah.

Menurut Thalib (2010) peran orang tua dalam membantu perkembangan

psikososialnya adalah dalam menciptakan suasana yang baik sehingga anak dapat

berkomunikasi dengan baik antara anak dengan orang tua dan anak dengan

saudara-saudaranya.

Berdasarkan pada tinjauan teoritis atas maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara pola asuh otoriter

terhadap keterampilan sosial anak. Dimana semakin tinggi gaya asuh otoriter,

maka akan semakin rendah keterampilan sosialnya. Sebaliknya, semakin rendah

gaya asuh otoriter maka semakin tinggi keterampilan sosialnya.

2. METODE

Subjek dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar menggunakan kelas 4,5 dan

6 yang jumlah keseluruhannya berjumlah 70 siswa. Metode pengambilan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis purposive sampling. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan alat ukur

berupa skala pola asuh otoriter yang diadopsi dan dimodifikasi dari skripsi milik

Zazimah (2015) mengacu pada teori dari Baumrind, Frazier dan Sigian yang

mempunyai inti yang sama yakni berdasarkan aspek seperti menetapkan batasan

5

bersifat kaku dan memaksa, orangtua menetapkan kontrol yang ketat, hubungan

antara orangtua dengan anak kurang dekat, orangtua memberikan tuntutan yang

tinggi terhadap anak, orang tua tidak memberikan ruang untuk berdiskusi.

Penelitian ini juga menggunakan skala keterampilan sosial anak yang diadopsi

dan modifikasi dari skripsi Istri (2016) yang mengacu pada teori Elliot &

Gresham dengan aspek-aspek yakni kerjasama (cooperation), ketegasan

(assertion), tanggungjawab (responsibility), empati (empathy) dan kontrol diri

(self control). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

korelasi product moment dari Carl Person yang dihitunng menggunakan program

aplikasi SPSS.

Skala pola asuh otoriter setelah dilakukan penghitungan rumus Aiken

maka 40 aitem yang valid. Sedangkan untuk skala keterampilan sosial anak

setelak dilakukan penghitungan Aiken diperoleh 24 aitem yang valid.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan negatif yang signifikan

antara pola asuh otoriter dengan keterampilan sosial anak dengan nilai koefisien

korelasi (rxy) = -0,623; p = 0,000 (p<0,01) artinya ada hubungan negatif yang

signifikan antara pola asuh otoriter dengan keterampilan sosial anak. Semakin

tinggi pola asuh otoriter maka semakin rendah keterampilan sosial anak, dan

sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter maka semakin tinggi pula

keterampilan sosial anak. Jadi hipotesis yang peneliti ajukan diterima.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Talts dkk (2017) keterampilan sosial

anak dapat terbentuk tergantung bagaimana lingkungan sosialnya

mensosialisasikannya. Didalam lingkungan sosialnya keluarga berperan melalui

pengasuhannya. Diperkuat dengan teori Bandura tentang social learning theory

bahwa perilaku dibentuk dan berubah melalui situasi sosial, melalui interaksi

sosial dengan orang lain. Dalam proses pembentukannya anak akan belajar dari

hasil mengamati atau mengindentifikasi lingkungan sosialnya, (Walgito, 2010).

Sama halnya yang disampaikan oleh Megawardani dkk (2016) dari hasil

penelitiannya yang menunjukkan bahwa penerapan teknik modeling dapat

meningkatkan keterampilan sosial anak.

6

Penelitian lain yang mendukung bahwa ada hubungan antara pola asuh

otoriter dengan keterampilan sosial adalah penelitian yang dilakukan oleh Rozali

(2016) dengan subjek remaja yang menunjukkan bahwa remaja yang dibesarkan

dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki keterampilan sosial yang rendah

dan juga mereka akan tumbuh menjadi anak yang penakut, tidak percaya diri,

tidak mandiri, kurang tampil bersosialisasi, penuh dengan konflik dan kurang

memiliki rasa ingin tahu.

Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hasil

nilai untuk keterampilan sosial anak sebesar 1,547 dengan p = 0,017 (p>0,05),

yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan pola asuh otoriter uji

Kolmogorov-Smirnov memperoleh nilai sebesar 1,123 dengan p = 0,161 (p>0,05),

yang berarti data berdistribusi normal. Uji linieritas hubungan antara variabel pola

asuh otoriter dengan variabel keterampilan sosial anak mempunyai korelasi linier

ditunjukkan nilai F sebesar 1,177 dengan p = 0,322 (p>0,05).

Hasil analisis variabel pola asuh otoriter berdasarkan persepsi anak pola

asuh otoriter yang orangtua mereka terapkan tergolong agak rendah. Dilihat dari

perbandingan antara rerata empirik lebih kecil dari rerata hipotetik, yakni 5,27 <

20 (RE<RH). Hal tersebut menunjukkan bahwa cara pengasuhan orang tua

mereka bisa dikatakan tidak mendominasi, mengajak anak untuk berkompromi

atau berdiskusi.

Perolehan hasil analisis variabel keterampilan sosial anak tergolong agak

tinggi yang dapat dilihat dari perbandingan antara rerata empirik lebih kecil dari

rerata hipotetik, yakni 12,06 < 17 (RE < 17). Menurut Hurlock (2001) pada masa

ini anak cenderung memilih bermain diluar lingkungan keluarga karena lebih

senang bermain dengan teman-teman sebayanya.

Sumbangan efektif variabel pola asuh otoriter terhadap variabel

keterampilan sosial anak adalah sebesar 38,8%, artinya masih terdapat 61,2%

faktor lain selain pola asuh otoriter yang mempengaruhi keterampilan sosial

yakni: selain lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, hubungan dengan

teman sebaya, penyesuain diri, kemampuan berkomunikasi dan metode belajar.

7

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan

antara pola asuh otoriter dengan keterampilan sosial anak. Hal tersebut

menunjukkan hipotesis yang peneliti ajukan diterima. Yaitu ada hubungan negatif

antara pola asuh atoriter , sehingga variabel pola asuh otoriter dapat digunakan

sebagai predictor (variabel bebas) untuk memprediksi atau mengukur variabel

keterampilan sosial anak dengan kata lain bahwa variabel pola asuh otoriter dapat

menentukan tinggi rendahnya keterampilan sosial anak.

Kelemahan pada penelitian ini diantaranya yang peneliti sadari adalah

kesulitannya menyesuaikan kalimat pernyataan pada aitem yang disediakan agar

siswa paham pada setiap pernyataan. Tidak meneliti variabel lain yang mungkin

mempengaruhi keterampilan sosial anak.

4. PENUTUP

Adapun kesimpulan dan saran dari penelitian ini adalah : a. Ada hubungan

negatif yang sangat signifikan antara pola asuh otoriter terhadap keterampilan

sosial anak; b. Sumbangan efektif pola asuh otoriter sebesar 38,8%, artinya masih

terdapat 61,2% faktor lain selain pola asuh otoriter yang mempengaruhi

keterampilan sosial anak; c. Hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pola asuh

otoriter menurut persepsi anak tergolong agak rendah; d. Hasil penelitian

diketahui bahwa tingkat tingkat keterampilan sosial anak cenderung agak tinggi.

Diharapkan bagi orang tua dapat mempertahankan pola asuhnya sehingga

putra-putrinya dapat terjaga keterampilan sosialnya. Untuk pihak sekolah

khususnya kepala sekolah dapat bekerjasama dengan komite sekolah dalam

membuat kebijakan guna mempertahankan dan meningkatkan keterampilan sosial

peserta didik melalui peran orangtua dalam mengasuh putra-putrinya. Bagi

peneliti selanjutnya yang berkeinginan dan minat melakukan penelitian tentang

keterampilan sosial dapat mempertimbangkan pengaruh dan faktor lain seperti :

lingkungan sekolah, hubungan dengan teman sebaya, penyesuaian diri,

kemampuan berkomunikasi dan metode belajar.

8

DAFTAR PUSTAKA

Angelina, D,Y. (2013). Pola asuh otoriter, kontrol diri dan perilaku seks bebas

remaja SMK. Jurnal psikologi Indonesia. 2(2), 173-182.

Bartholomeu, D., Montiel, J.M., Fiamenghi Jr, G.A., & Machado, A.A.. (2016).

Predictive Power of Parenting Styles on Children’s Social Skills: A

Brazilian Sample. SAGE Open. doi: 10.1177/2158244016638393.

Davies, M., Cooper, G., Kettler, R.J & Elliott, S.N (2014). Developing social

skills of students with additional needs within the context of the

Australian curriculum. Australasian journal of special education. 1(9), 1-

19. DOI: 10.1017/jse.2014.9.

Hapsari, I.i. (2016). Psikologi perkembangan anak. Jakarta barat : PT,indeks.

Hurlock, E.B,. (2001). Perkembangan Anak. (ed.6). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Izzati, N. (2014). Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap Kemampuan

Komunikasi Matematis Mahasiswa, Jurnal Edueksos, 3 (1).

Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga. (ed.1). Jakarta : Prenada Media Group.

Megawardani, N,K,E., Suarni, N,K., Tirtayani, L.A., (2016). Meningkatkan

keterampilan sosial melalui penerapan teknik modeling pada anak

Kelompok b tk saiwa dharma. e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini

Universitas Pendidikan Ganesha, 4 (3).

Rozali, Y.A,. (2016). Peran Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk

Keterampilan Sosial Remaja. Forum Ilmiah. 13(2), 136-144.

Septiari, B.B,. (2012). Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Thalib, S.B. (2012). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.

(ed.1). Jakarta : Prenada Media Group.

Talst, L., Piht, S. & Muldma, M. (2017). Family-teacher partnership in fostering

the development of children’s social skills using the bullying prevention

programme “free from bullying” in Estonian schools. Journal Problem of

education in the century. 75(1), 102-111. ISSN :1822-7864.

Walgito, B. (2010). Pengantar psikologi umum. (ed.5). Yogyakarta : CV.Andi

offset.