kajian pustakaeprints.umm.ac.id/54494/45/bab ii.pdf · 2019. 11. 2. · yakni teori belajar social...

12
7 KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki, karena berpikir kritis mampu mendorong siswa untuk mampu menyelesaikan permasalahan dari yang sederhana sampai yang kompleks (Snyder dan Snyder, 2018; Stedman dan Adams, 2012). Menurut Dewanti (2011) Perkins dan Murphi, (2006) keterampilan berpikir adalah kegiatan memberikan penjelasan yang sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan dan penyusunan strategi serta taktik dalam menyelesaikan permasalahan. Kurniasih (2010) dan Ramalisa (2013) juga menambahkan bahwa berpikir kritis adalah proses yang tidak hanya berpikir saja, namun juga diikuti oleh kemampuan memecahkan masalah, mengenali konsistensi, dan menentukan kesimpulan dari data. Kemampuan berpikir kritis dapat diukur dengan mengetahui kemampuan siswa mengidentifikasi apa yang diketahui dan dibahas dalam materi, membuat model matematika dari materi yang diberikan dan dapat menjelaskan dengan tepat, menggunakan strategi yang tepat dalam pemecahan soal yang terkait dengan materi dan melakukan perhitungan dengan benar, serta dapat menarik kesimpulan dari masalah yang diberikan (Karim dan Normaya, 2015). Selain itu kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan apabila guru mampu menciptakan pembelajaran yang memacu siswa terlibat aktif (Iman dkk, 2017). Indikator berpikir kritis menurut Ennis dalam Hassoubah (2004) adalah sebagai berikut: menginterpretasikan, menganalisis dan mengidentifikasi, mengevalusi, menarik kesimpulan, penjelasan, dan kemandirian. Menginterpresasikan yaitu mengkategorikan dan mengklasifikasi. Menganalisis, menguji dan mengidentifikasi. Mengevaluasi yaitu mempertimbangkan dan menyimpulkan. Menarik kesimpulan yaitu menyaksikan data dan menjelaskan kesimpulan. Penjelasan yaitu menuliskan hasil dan menghadirkan argumen. Kemandirian yaitu melakukan koreksi dan melakukan pengujian. Facione dalam Filsaime (2008) menyatakan bahwa terdapat empat kecakapan berpikir kritis yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi. Intepretasi adalah memahami makna dari berbagai penilaian. Analisis adalah mengidentifikasi

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Berpikir Kritis

    Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki,

    karena berpikir kritis mampu mendorong siswa untuk mampu menyelesaikan

    permasalahan dari yang sederhana sampai yang kompleks (Snyder dan Snyder,

    2018; Stedman dan Adams, 2012). Menurut Dewanti (2011) Perkins dan Murphi,

    (2006) keterampilan berpikir adalah kegiatan memberikan penjelasan yang

    sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan

    penjelasan dan penyusunan strategi serta taktik dalam menyelesaikan

    permasalahan. Kurniasih (2010) dan Ramalisa (2013) juga menambahkan bahwa

    berpikir kritis adalah proses yang tidak hanya berpikir saja, namun juga diikuti

    oleh kemampuan memecahkan masalah, mengenali konsistensi, dan menentukan

    kesimpulan dari data.

    Kemampuan berpikir kritis dapat diukur dengan mengetahui kemampuan

    siswa mengidentifikasi apa yang diketahui dan dibahas dalam materi, membuat

    model matematika dari materi yang diberikan dan dapat menjelaskan dengan

    tepat, menggunakan strategi yang tepat dalam pemecahan soal yang terkait

    dengan materi dan melakukan perhitungan dengan benar, serta dapat menarik

    kesimpulan dari masalah yang diberikan (Karim dan Normaya, 2015). Selain itu

    kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan apabila guru mampu

    menciptakan pembelajaran yang memacu siswa terlibat aktif (Iman dkk, 2017).

    Indikator berpikir kritis menurut Ennis dalam Hassoubah (2004) adalah

    sebagai berikut: menginterpretasikan, menganalisis dan mengidentifikasi,

    mengevalusi, menarik kesimpulan, penjelasan, dan kemandirian.

    Menginterpresasikan yaitu mengkategorikan dan mengklasifikasi. Menganalisis,

    menguji dan mengidentifikasi. Mengevaluasi yaitu mempertimbangkan dan

    menyimpulkan. Menarik kesimpulan yaitu menyaksikan data dan menjelaskan

    kesimpulan. Penjelasan yaitu menuliskan hasil dan menghadirkan argumen.

    Kemandirian yaitu melakukan koreksi dan melakukan pengujian.

    Facione dalam Filsaime (2008) menyatakan bahwa terdapat empat kecakapan

    berpikir kritis yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi. Intepretasi adalah

    memahami makna dari berbagai penilaian. Analisis adalah mengidentifikasi

  • 8

    hubungan antara persoalan dan konsep yang diberikan. Evaluasi adalah menaksir

    kebenaran dari identifikasi persoalan dan hasil dari pemecahannya. Inferensi

    adalah membuat kesimpulan yang masuk akal dari data-data yang diperoleh.

    Empat kecakapan ini masih relevan digunakan untuk mengukur kemampuan

    berpikir kritis matematis siswa saat ini.

    Facione (2015) menyatakan, berpikir kritis adalah pemikiran yang memiliki

    tujuan yaitu membuktikan suatu hal, menafsirkan apa arti sesuatu, memecahkan

    masalah. Namun inti kemampuan berpikir kritis menurut Facione (2015) yaitu

    interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, penjelasan, dan pencocokan. Hal ini

    berarti berpikir kritis yaitu (1) interpretasi untuk memahami suatu makna dari

    suatu hal, (2) analisis untuk memahami lebih dalam suatu hal dapat melalui data,

    informasi dll, (3) inferensi untuk menarik kesimpulan dari pengumpulan data dan

    informasi, (4) evaluasi untuk menilai kredibilitas dari kesimpulan yang dihasilkan,

    (5) penjelasan untuk menyatakan kebenaran, alasan, serta bukti, dan (6)

    pencocokan sebagai tahap akhir yakni validasi.

    Dari beberapa pendapat di atas maka indikator yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah menurut Facione (2015). Inti berpikir kritis menurut Facione

    (2015) yaitu :

    1. Interpretasi, Untuk memaknai suatu hal dan juga poin penting dari suatu

    keadaan, sumber, kejadian, penskoran, kesepakatan, kepercayaan,

    ketentuan, tahapan, yaitu yang dibuktikan dengan kemampuan

    mengkategorikan, mencari poin penting dari sebuah makna, dan

    menjelaskan makna akan suatu hal.

    2. Analisis, Untuk mengidentifikasi hubungan inferensial yang dimaksudkan

    dan aktual antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk

    representasi lainnya yang dimaksudkan untuk mengekspresikan

    kepercayaan, penilaian, pengalaman, alasan, informasi, atau pendapat,

    yaitu dibuktikan dengan kemampuan mengusulkan ide, mengajukan

    pendapat, mengajukan alasan dan klaim.

    3. Inferensi, Untuk mengidentifikasi dan mengamankan elemen yang

    diperlukan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal; untuk

    membentuk dugaan dan hipotesis; untuk mempertimbangkan informasi

  • 9

    yang relevan dan untuk mengurangi konsekuensi yang membuat rancu

    dari data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, kepercayaan, pendapat,

    konsep, deskripsi, pertanyaan, atau bentuk representasi lainnya, yaitu

    dibuktikan dengan kemampuan menanyakan bukti , alternatif dugaan,

    menarik kesimpulan yang sah secara logis atau dibenarkan.

    4. Evaluasi, Untuk menilai tingkat kepercayaan dan kelogisan dari suatu hal

    bisa berupa suatu pengalaman, kondisi, penskoran atau argumen, yaitu

    dibuktikan dengan kemampuan nilai kredibilitas klaim, nilai kualitas

    argumen yang dibuat menggunakan penalaran induktif atau deduktif.

    5. Penjelasan, Untuk menyatakan dan membenarkan alasan dengan

    pertimbangan pertimbangan, secara konsep, metodologi, kriteria, dan

    konteks yang menjadi dasar hasil seseorang; dan untuk menyajikan alasan

    seseorang dalam bentuk argumen yang meyakinkan, yaitu dibuktikan

    dengan kemampuan menyatakan hasil, justifikasi prosedur, dan argumen

    yang kekinian.

    6. Pencocokan, kesadaran diri untuk memantau aktivitas kognitif seseorang,

    unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas itu, dan kekurangan dari

    hasil, terutama dengan menerapkan keterampilan dalam analisis, dan

    evaluasi terhadap penilaian inferensial seseorang dengan

    mempertanyakan, mengonfirmasi, memvalidasi, atau mengoreksi salah

    satu alasan atau hasil seseorang, yaitu dibuktikan dengan kemampuan

    monitor diri, mengoreksi diri.

    B. Soal Aljabar bertipe PISA (Program for International Student Assessment)

    Beberapa studi telah dilakukan untuk mengukur kemampuan berpikir siswa,

    yakni melalui beberapa jenis tipe soal diantaranya yaitu TIMSS (Trends in

    International Mathematics and Science Study), PISA (Programme for

    Internasional Student Assessment), dan PIRLS (Program in International Reading

    Literacy Study). Tipe PISA, menurut Cambridge Assesment International

    Education PISA fokus menilai kemampuan membaca, matematika, sains, dan

    pemecahan masalah, untuk usia 15 tahun yakni untuk kelas 9 SMP, pengukuran

    PISA ini terfokus pada keterampilan.

  • 10

    Pengukuran ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan dengan

    menilai sejauh mana pembelajaran di sekolah mampu di aplikasikan dalam

    kehidupan nyata dan mampu membawa manfaat untuk masyarakat, cara

    pengukuran dari PISA ini dengan menyebarkan questionnaire kepada siswa.

    Fokus dari pengukuran ini ada pada karakter dari siswa, perilaku siswa terhadap

    soal pembelajaran, motivasi belajar siswa dan strategi belajar siswa. PISA sudah

    dimulai sejak tahun 2000 dan penilaian dilakukan setiap 3 tahun sekali, dan

    berdasarkan data PISA 2015 PISA Results in Focus oleh OECD (2018) rata-rata

    Indonesia pada Matematika ada pada peringkat 65 dari 70 Negara yang mengikuti.

    Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pembelajaran matematika mampu

    diukur menggunkan tipe soal PISA yang memiliki fokus penelitian kepada

    keterampilan siswa dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika

    khususnya pada materi Aljabar.

    Soal-soal bertipe PISA memiliki domain yang telah dinyatakan oleh Johar

    (2012) dimana domain tersebut meliputi konten, konteks, dan kelompok

    kompetensi yang akan diberikan kepada siswa. Menurut Johar (2012) konten

    perubahan dan hubungan merupakan kejadian/peristiwa dalam setting yang

    bervariasi seperti pertumbuhan organisasi, musik, siklus dari musim, pola dan

    cuaca, dan kondisi ekonomi konten ini sangat berkaitan dengan konten

    matematika pada kurikulum yaitu bentuk aljabar, persamaan, pertidaksamaan,

    yang mampu memodelkan dan menginterpretasikan perubahan dari suatu

    fenomena, konteks umum adalah konteks yang berkaitan dengan penggunaan

    pengetahuan matematika dengan kehidupan sehari-hari dimana siswa mampu

    mencocokkan kehidupan nyata dengan pemahaman pada matematika, dan

    kelompok kompetensi koneksi ialah dimana siswa mampu mengkoneksikan antara

    fenomena non-rutin pada kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika.

    Materi aljabar memuat sub materi berupa operasi hitung pada bentuk aljabar,

    berikut adalah contoh soal aljabar bertipe PISA pada Ujian Nasional (UN)

    Matematika 2014

    Contoh soal berikut berjudul koran, dengan soal yang berbunyi “di

    Zedland ada dua media massa koran yang sedang mencari orang untuk bekerja

  • 11

    sebagai penjual koran. Iklan di bawah ini menunjukkan bagaimana mereka

    membayar gaji penjual koran:

    Gambar 2.1 Contoh Soal PISA

    Gambar 2.1 Contoh Soal PISA

    Gambar 2.1 Contoh Soal PISA

    Joko memutuskan untuk melamar menjadi penjual koran. Ia perlu memilih

    bekerja pada Media Zedland atau Harian Zedland. Grafik manakah di bawah ini

    yang menggambarkan bagaimana koran membayar penjual-penjualnya?”

    Gambar 2.2 Jawaban Contoh Soal PISA

    Penyelesaian dari soal diatas yang dijabarkan dalam bentuk aljabar ialah, jika

    dimisalkan perolehan setiap minggunya sebagai yang mana adalah jumlah

  • 12

    koran yang mampu djual pada pekan tersebut.jika dilihat dari pernyataan iklan

    dari koran media zedland :

    “ zed per koran sampai koran yang terjual per minggu, ditambah zed

    per koran selebihnya yang terjual” maka nya yaitu:

    Dimana grafik yang dihasilkan adalah sebuah gabungan dari dua garis yang lurus

    tapi memiliki dua kemiringan yang berbeda. Dari jawaban yang tersedia di atas

    hanya A, B, dan E yang tidak memenuhi, karena hanya terdiri dari satu setrip atau

    garis saja, sehingga hanya menyisakan dua jawaban yaitu C dan D. Selanjutnya

    sesuai pernyataan iklan pada harian Zedland yaitu: “ zed per minggu, ditambah

    bonus zed per koran yang terjual” jadi fungsi gaji yang diperoleh nya

    adalah:

    Grafik yang dihasilkan linier, yaitu satu garis lurus. Dari jawaban yang tersisa

    yakni C dan D, maka yang sesuai dengan hasil yaitu berupa garis yang lurus

    adalah C maka dapat disimpulkan bahwa jawabannya adalah C.

    C. Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS (Aksi, Proses, Objek, Skema)

    Soal aljabar bertipe PISA dapat dimunculkan melalui sebuah

    pembelajaran. Pembelajaran adalah proses yang menghasilkan dampak pada siswa

    setelah mempelajari suatu hal melalui proses belajar. Hal ini didukung oleh

    Winataputra (2014) yang menyatakan bahwa hubungan yang dimiliki oleh belajar

    dan pembelajaran yaitu mereka memiliki hubungan substansif dan fungsional,

    hubungan substansif artinya adalah adanya perubahan pada individu dan

    hubungan fungsionalnya yakni belajar merupakan parameter pembelajaran.

    Definisi pembelajaran menurut Gasong (2018) adalah sebagai seperangkat

    peristiwa yang dirancang untuk memprakarsai, menggiatkan dan mendukung

    kegiatan belajar siswa (manusia yang belajar) yang dirancang , direncanakan dan

    disajikan agar memberikan efek pada si belajar. Melalui pembelajaran pula siswa

    dituntut untuk berpartisipasi aktif didalamnya, sehingga siswa dapat melatih

    kemampuannya untuk berpikir. Salah satu upaya memfasilitasi siswa agar mampu

  • 13

    mengembangkan kemampuan berpikir kritis yaitu dengan suatu pembelajaran,

    dimana pembelajaran tersebut harus berangkat dari pembelajaran yang membuat

    siswa aktif sehingga leluasa untuk berpikir dan mempertanyakan kembali apa

    yang mereka terima dalam pembelajaran (Istianah, 2013).

    Winataputra (2014) juga meringkas sifat khas dari belajar dari beberapa

    teori belajar kotemporer dan dampak yang dihasilkan bagi pembelajaran

    diantaranya yaitu, teori belajar Conditions of Learning oleh Robert Gagne yang

    memiliki asumsi dasar yakni belajar bukan hanya satu proses tunggal saja, pola

    dasar pada pembelajaran yakni dengan mengenali potensi yang dimiliki,

    menyelidiki ketepatan tugas yang akan diberikan agar belajar jadi efektif lalu

    teori ini akan dijabarkan melalui model pembelajaran yang terdiri dari langkah-

    langkah pembelajaran yang dinamakan dengan model kondisi belajar. Selanjutnya

    yakni teori belajar Social Learning oleh Albert Bandura yang memiliki asumsi

    dasar yakni belajar adalaah hubungan yang berupa segitiga yaitu antara

    lingkungan, alasan pribadi, serta perilaku, yang memiliki pola dasar pembelajaran

    yakni dengan penggunaan model, menguatkan materi ajar, remidial, dan

    mengembangkan potensi siswa. lalu teori ini akan dijabarkan menjadi strategi

    pembelajaran dikelas dengan model belajar sosial. Dari hal tersebut maka

    dibutuhkan teori tertentu untuk membantu proses penerapan pembelajaran melalui

    suatu langkah-langkah pembelajaran.

    Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisis kemampuan

    berpikir kritis siswa terhadap pembelajaran matematika khususnya materi aljabar

    tipe PISA adalah teori APOS. Teori APOS menjabarkan tahapan siswa dari

    bagaimana ia menggunkan struktur kognitif yang ia miliki untuk mengkonsep

    suatu pengetahuan melalui aksi, proses, objek dan skema(Arnon dkk, 2014).

    Selanjutnya Dubinsky dan Mcdonald (2001) mengatakan teori ini berasal dari

    perkiraan awal yang dibuat tentang pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa

    tentang permasalahan dalam matematika, hal ini dilihat dari kemampuan siswa

    dalam memahami dan memecahkan masalah matematika sehingga dapat

    terkonstruk menjadi aksi, proses, objek, dan skema

  • 14

    Tahapan pada teori APOS dapat dijabarkan sebagai :

    1. Aksi

    Aksi adalah suatu reaksi yang timbul karena adanya rangsang eksternal

    secara tesrirat yang mengharuskan individu untuk mengambil langkah yang

    menjadi tahapan-tahapan (Dubinsky dan McDonald, 2001). Mulyono dalam

    Zuhair (2014) menjelaskan aksi sebagai:

    a. Subyek hanya menerapkan rumus atau langsung menggunakan rumus

    yang diberikan

    b. Subyek hanya mengikuti contoh yang sudah diberikan sebelumnya

    c. Subyek memerlukan langkah-langkah rinci untuk melakukan transformasi

    d. Kinerja subyek berupa kegiatan prosedural

    2. Proses

    Proses adalah aksi yang diulang-ulang dan individu tersebut akan

    memikirkan untuk mengulang aksi tersebut, namun aksi yang timbul dinamakan

    proses apabila ia tidak harus menerima rangsang eksternal (Dubinsky &

    McDonald, 2001). Mulyono dalam Zuhair (2014) mengartikan proses sebagai:

    a. Untuk melakukan transformasi subyek tidak perlu diarahkan dari

    rangsangan eksternal

    b. Subyek dapat merefleksikan langkah-langkah tersebut secara nyata

    c. Subyek dapat menjelskan langkah-langkah transformasi tanpa melakukan

    langkah-langkah tersebut secara nyata

    d. Subyek bisa membalik langkah-langkah transformasi tanpa melakukan

    langkah-langkah secara nyata

    e. Sebuah proses dirasakan oleh subyek sebagai hal yang internal dan di

    bawah kontrol subyek tersebut

    f. Subyek mencapai pemahaman prosedural

    g. Subyek belum paham secara konseptual

    3. Objek

    Sesorang yang mampu mengkonstruksi sebuah proses menjadi sebuah

    obyek kognitif ditandai dengan kemampuan mentransformasikan suatu hal.

    (Dubinsky & McDonald, 2001). Objek diartikan oleh Mulyono dalam Zuhair

    (2014) sebagai berikut:

  • 15

    a. Subyek dapat melakukan aksi-aksi pada obyek

    b. Subyek dapat melakukan de-encapsulating suatu obyek kembali menjadi

    proses dari mana obyek itu berasal atau mengurai sebuah skema yang

    ditematisasi mejadi berbagai komponen

    c. Subyek mecapai suatu pemahaman konseptual

    d. Subyek dapat menentukan sifat-sifat suatu konsep

    4. Skema

    Gabungan sebuah aksi, proses, dan obyek yang terhubung secara sadar dan

    individu menggunkan ini sebagai suatu langkah dalam menyelesaikan suatu

    persoalan (Dubinsky & McDonald, 2001). Mulyono dalam Zuhair (2014) juga

    menjelaskan bahwa seorang siswa telah mencapai tahapa skema adalah sebgai

    berikut:

    a. Subyek dapat menghubungkan aksi, proses, subyek, suatu konsep dengan

    konsep lainnya

    b. Subyek mampu menghubungkan obyek-obyek dan proses-proses dengan

    bermacam cara

    c. Subyek memahami hubungan-hubungan antara aksi, proses, obyek, dan

    sifat-sifat lain yang telah dipahaminya

    d. Subyek memahami berbagai aturan/rumus yang perlu

    dilihatkan/digunakan

    Suryadi (2005) menyatakan bahwa tahap pembelajaran yang sesuai dengan

    teori APOS adalah sebagai berikut:

    1. Diawal pembelajaran guru hendaknya memotivasi siswa untuk menggunakan

    pengetahuan dan konsep-konsep awal yang telah dimilikinya untuk

    menganalisis suatu masalah sehingga terbentuklah suatu aksi

    2. Selama pembelajaran berlangsung guru harus bertindak sebgai fasilitator untuk

    mendorong siswa menemukan konsep yang lebih mendalam dan umum.

    Kegiatan ini akan memicu siswa untuk memiliki proses selama pembelajaran.

    Selanjutnya jika dirasa perlu, guru harus memberikan intervensi kepada siswa

    yang bersifat tidak langsung sehingga siswa mampu menemukan dan

  • 16

    mensitesis konsep dalam matematika. Kegiatan ini akan memicu siswa untuk

    memiliki obyek konsep pada matematika.

    3. Seusai pembelajaran, guru harus memberikan tugas kepada siswa agar siswa

    mampu menerapkan konsep matematika yang telah ia miliki menjadi sebuah

    langkah-langkah penyelesaian. Kegiatan ini akan memicu siswa untuk

    memiliki skema terhadap konsep matematika.

    Teori di atas dapat di integrasikan dengan indikator berpikir kritis Facione

    (2015) yaitu interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, penjelasan, pencocokan. Ke

    enam indikator ini akan saling berhubungan dalam proses pembelajaran. Diawali

    dengan kemampuan interpretasi kemudian kemampuan yang lainnya akan

    menyusul. Berikut adalah keterangan dari setiap indikator berpikir kritis (1)

    interpretasi atau memaknai suatu hal, (2) analisis untuk memahami lebih dalam

    suatu hal dapat melalui data, informasi dll, (3) inferensi untuk menarik

    kesimpulan dari pengumpulan data dan informasi, (4) evaluasi untuk menilai

    kredibilitas dari kesimpulan yang dihasilkan , (5) penjelasan untuk menyatakan

    kebenaran, alasan, serta bukti, dan (6) pencocokan sebagai tahap akhir yakni

    validasi.

    D. Integrasi Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS

    Teori Facione (2015) tentang indikator berpikir kritis dapat dihubungkan

    dengan teori Suryadi (2005) terkait pembelajaran APOS. Berikut adalah hubungan

    pengembangan indikator berpikir kritis dengan teori APOS dalam pembelajaran :

  • 17

    Tabel 2: Indikator Berpikir Krirtis Melalui Pembelajaran Berdasarkan

    Teori APOS

    Tahap

    Pembel

    ajaran

    Teori APOS (Suryadi, 2005) Indikator berpikir Kritis (Facione, 2015)

    Keterangan

    Tahap

    APOS yang

    hendak

    dicapai

    Indikator

    berpikir kritis

    yang dicapai

    Keterangan

    Awal Siswa termotivasi untuk

    menggunakan pengetahuan

    dan konsep-konsep awal

    yang telah dimilikinya untuk

    menganalisis suatu masalah

    dalam matematika.

    Aksi Interpretasi memahami suatu makna dari

    suatu hal, terdorong untuk

    memahami masalah yang

    diberikan

    Inti Siswa terdorong untuk

    melakukan pembahasan

    konsep matematika lebih

    mendalam dan lebih umum,

    dengan memperhatikan

    petunjuk dari guru

    Proses Analisis memahami lebih dalam suatu hal

    dapat melalui data, informasi dll,

    Inferensi menarik kesimpulan dari

    pengumpulan data dan informasi

    Siswa terintervensi secara

    tidak langsung sehingga

    dapat menemukan atau

    mensintesis sifat-sifat konsep

    matematika.

    Objek Evaluasi menilai kredibilitas dari

    kesimpulan yang dihasilkan

    Penjelasan menyatakan kebenaran, alasan,

    serta bukti

    Penutup Siswamampu mengerjakan

    tugas penerapan konsep dan

    tugas mengkonstruksi

    contoh-contoh konsep

    matematika yang memenuhi

    syarat-syarat tertentu.

    Skema Pencocokan pencocokan sebagai tahap akhir

    yakni validasi

    E. Penelitian yang Relevan

    Sebelumnya pernah dilakukan beberapa penelitian yang relevan dengan

    penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

    1. Penelitian yang dilakukan oleh Mahmuzah (2015) dengan judul ”Peningkatan

    kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP melalui pendekatan problem

    posing”. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmuzah (2015) menyatakan

    bahwa, model pembelajaran dan tingkat kepandaian siswa berpengaruh secara

    signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Pembelajaran student

    center lebih baik digunakan jika dibandingkan dengan pembelajaran

    konvensional dalam upaya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa baik

    dilihat dari segi level siswa atau secara keseluruhan.

  • 18

    2. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2018) dengan judul “Kemampuan

    berpikir kritis matematis siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan

    teori APOS”. Hasil penelitian ini adalah mengetahui tahapan berpikir kritis

    yang dicapai siswa dengan memakai teori APOS (Action, Process, Object,

    Scheme) adalah terkategori cukup. Persentase yang diperoleh dari hasil tes

    adalah: 36% siswa adalah siswa yang baik dalam berpikir kritis, 9% cukup,

    45% kurang, 9% sangat kurang.

    3. Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2018) dengan judul “Analisis

    Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal PISA konten Change and

    Relationships pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Puhpelem”. Hasil

    penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyelesaiakan soal level

    rendah yaitu level 1 dan 2 soal PISA adalah sebesar 28,33% dan 23,33%,

    selanjutnya pada level tengah yaitu level 3 dan 4 soal PISA adalah sebesar

    18,33% dan 11,67%, selanjutnya pada level tinggi yaitu level 5 dan 6 soal

    PISA adalah 16,67% dan 1,67% sehingga berdasarkan penelitian tersebut dapat

    disimpulkan bahwa rata-rata siswa belum sampai level tinggi.