howard schultz and starbucks

2
Howard Schultz, Kisah Secangkir Kopi Yang Mendunia Posted By admin on March 10th, 2009 Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan-bahkan dianggap gila-oleh 217 orang dari 242 yang diajak bicara? Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas dunia bisa jadi milik Anda. Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yang dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi Starbucks. “Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun, apakah Anda kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi,” itulah sedikit dari sekian banyak cacian yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks. Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into It; Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia merintis “cangkir demi cangkir” dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia. Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general manager di sebuah perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker sebagai pendiri awal Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat getol mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Howard pun memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun. Ia pun segera bisa dekat dengan Jerry Baldwin. Sayang, hal itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks baru. Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks. Suatu ketika, Howard Schultz datang dengan ide cemerlang. Ia mendesak Jerry untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan. Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan,

Upload: pallawa-rukka-hamti

Post on 23-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Filosofi Kopi

TRANSCRIPT

Page 1: Howard Schultz and Starbucks

Howard Schultz, Kisah Secangkir Kopi Yang Mendunia

Posted By admin on March 10th, 2009

Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan-bahkan

dianggap gila-oleh 217 orang dari 242 yang diajak bicara? Menyerah? Atau

malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali

suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas dunia bisa jadi milik Anda.

Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yang

dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi Starbucks. “Secangkir

kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun, apakah Anda kira

ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah mengeluarkan satu

setengah dolar untuk kopi,” itulah sedikit dari sekian banyak cacian yang

diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan

Starbucks.

Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama dengan Dori Jones Yang-

Pour Your Heart Into It; Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah

Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia

merintis “cangkir demi cangkir” dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi

dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.

Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general manager di sebuah

perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada

awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko

ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker sebagai pendiri awal

Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat getol mempelajari tentang kopi

yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Howard pun

memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun.

Ia pun segera bisa dekat dengan Jerry Baldwin. Sayang, hal itu kurang berlaku

dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks baru. Meski

begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai

ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks.

Suatu ketika, Howard Schultz datang dengan ide cemerlang. Ia mendesak Jerry

untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah

perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu.

Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus

dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan.

Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari

Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan,

Page 2: Howard Schultz and Starbucks

pilihan inilah yang kemudian membuatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak

dan direndahkan menjadi bagian keseharian yang harus dihadapinya.

Tekad itu terwujud–dan bahkan–dengan uang yang terkumpul dari usahanya, ia

berhasil membeli Starbucks dari pendirinya. Namun, kerja keras itu tak berhenti

dengan terbelinya Starbucks. Saat terjadi akuisisi, ia mendapati banyak

karyawan yang curiga dan memandang sinis perubahan yang dibawanya. Tetapi,

dengan sistem kekeluargaan, ia merangkul karyawan dan bahkan memberikan

opsi saham sehingga sense of belonging karyawan makin tinggi.

Kini, dibantu dengan CEO yang diperbantukannya, Orin C Smith, Howard

berhasil mengembangkan Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh

dunia. Ia juga menekankan layanan dengan keramahan pada konsumen, dan di

sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara itu, Howard

terus berekspansi hingga terus menjadi kedai kopi terbesar.

Howard Schultz adalah gambaran kegigihan seseorang dalam mewujudkan ide.

Meski diremehkan pada awalnya, Howard tetap bertahan dan akhirnya

membuktikan bahwa dengan tindakan nyata, semua ide bisa menjadi nyata.

Kepedulian yang ditunjukkan dengan “memanusiakan” semua karyawannya

juga telah membuatnya makin disegani sehingga mampu terus memperbesar

usahanya.

source: www.andriwongso.com