hotd-haji

74
[HOTD] haji "Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran, 3 : 97) Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang pakaian yang boleh dikenakan oleh orang yang sedang berihram? Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian mengenakan baju, kain serban, celana, tutup kepala dan sarung kaki kulit, kecuali bagi orang yang memang tidak memiliki sandal, maka ia boleh memakai sarung kaki tersebut dengan syarat ia harus memotongnya sampai di bawah mata kaki. Juga jangan memakai pakaian apapun yang dicelup dengan minyak za`faran dan wares. Links: [haji] http://ms.wikipedia.org/wiki/Haji [hukum haji beRkali-kali] http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/21808 [amalan-amalan haji dan umRah] http://www.ppmr.org/artikel-islam/haji-dan-umrah/amalan-amalan-haji-dan- umrah/ [membiayai haji ORang tua : syahkah hajinya ?] http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/10196 [ibadah haji] http://islam.elvini.net/haji.cgi [suami tak mau ikut peRgi haji kaRena belum bisa baca dOa] http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/6669 [menghajikan ORang yang sudah meninggal] http://www.pesantrenvirtual.com/index.php? option=com_content&task=view&id=947&Itemid=1 [bebeRapa kesalahan yang dilakukan sebagian jama’ah] http://islamhouse.org/id/books/doc/1069.doc [tips menjadi haji mabRuR] http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php? article_id=70530 [ibu peRgi haji sendiRi tanpa mahRam] http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/22999 [falsafah haji] http://www.al-azim.com/haji/falsafah.htm [ihRam] http://www.dzikir.org/b_haji04.htm [belajar dari kisah hajar ummu isma'il]

Upload: api-3725701

Post on 07-Jun-2015

1.423 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:\Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang pakaian yang boleh dikenakan oleh orang yang sedang berihram? Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian mengenakan baju, kain serban, celana, tutup kepala dan sarung kaki kulit, kecuali bagi orang yang memang tidak memiliki sandal, maka ia boleh memakai sarung kaki tersebut dengan...

TRANSCRIPT

Page 1: HOTD-haji

[HOTD] haji

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke

Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran, 3 : 97)

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang pakaian yang boleh dikenakan oleh orang yang sedang berihram? Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian mengenakan baju, kain serban, celana, tutup kepala dan sarung kaki kulit, kecuali bagi orang yang memang tidak memiliki sandal, maka ia boleh memakai sarung kaki tersebut dengan syarat ia harus memotongnya sampai di bawah mata kaki. Juga jangan memakai pakaian apapun yang dicelup dengan minyak za`faran dan wares.

Links:[haji]http://ms.wikipedia.org/wiki/Haji[hukum haji beRkali-kali]http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/21808[amalan-amalan haji dan umRah]http://www.ppmr.org/artikel-islam/haji-dan-umrah/amalan-amalan-haji-dan-umrah/[membiayai haji ORang tua : syahkah hajinya ?]http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/10196[ibadah haji]http://islam.elvini.net/haji.cgi[suami tak mau ikut peRgi haji kaRena belum bisa baca dOa]http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/6669[menghajikan ORang yang sudah meninggal]http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=947&Itemid=1[bebeRapa kesalahan yang dilakukan sebagian jama’ah]http://islamhouse.org/id/books/doc/1069.doc[tips menjadi haji mabRuR]http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php?article_id=70530[ibu peRgi haji sendiRi tanpa mahRam]http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/22999[falsafah haji]http://www.al-azim.com/haji/falsafah.htm[ihRam]http://www.dzikir.org/b_haji04.htm[belajar dari kisah hajar ummu isma'il]http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=91&Itemid=18[menyikapi ”tamu istimewa” di tanah suci]http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/26/haji01.htm

-perbanyakamalmenujusurga-

http://ms.wikipedia.org/wiki/Haji

Page 2: HOTD-haji

Haji

From Wikipedia

Jump to: navigation, search

Mengerjakan haji merupakan salah satu daripada Rukun Islam. Mengerjakan haji wajib dilakukan oleh orang Islam dan tidak wajib bagi orang kafir.

Artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."

[Sunting] Pengertian Haji dan Umrah pada syarak

Haji pada syarak ialah mengunjungi Baitullah Al-Haram dalam bulan-bulan haji kerana mengerjakan tawaf, sai’e dan wukuf di Arafah dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.

Umrah pada syarak ialah menziarahi Baitullah Al-Haram kerana mengerjakan tawaf, saie dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.

[Sunting] Syarat-syarat Haji mengikut Mazhab Syafie

1. Islam: Orang kafir tidak wajib mengerjakan Haji malah tidak sah ibadat Haji yang mereka kerjakan.

2. Merdeka: Hamba tidak wajib mengerjakan Haji.3. Mukallaf .4. Berkemampuan dengan syarat:

1. Berkuasa membayar segala perbelanjaan bagi mengerjakan ibadat Haji sehingga selesai dan kembali ke tanah air.

2. Ada kenderaan pergi dan balik.3. Disyaratkan mempunyai bekalan yang cukup untuk saraan nafkah

orang yang di bawah tanggungannya.4. Tidak mengalami kesulitan teruk semasa berada di dalam kenderaan.5. Aman perjalanan.

Manakala bagi perempuan pula ditambah: Terdapat kawan perempuan berserta wanita Islam yang boleh dipercayai.

[Sunting] Jenis-jenis Haji

Ibadat Haji terbahagi kepada beberapa jenis seperti yang dipersetujui oleh ulamak, iaitu:-

1. Haji Tamattuk 2. Haji Qiran 3. Haji Ifrad 4. Umrah

Page 3: HOTD-haji

[Sunting] Rukun-rukun Haji

1. Ihram , berniat bulat mengerjakan ibadah haji. Ibadah ini dimulai sesampai miqat (batas-batas yang telah ditetapkan).

2. Wukuf di Arafah, ialah berhenti di padang Arafah sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah.

3. Tawaf Ifadhah, ialah mengelilingi ka'bah sebanyak 7 kali, syaratnya : Suci, menutup aurat, Ka'bah berada disebelah kiri orang yang mengelilingi, memulai tawaf dari arah Hajar Aswat.

4. Sa'i , ialah lari-lari kecil atau jalan cepat antara bukit Shafa dan Marwah.5. Mencukur/menggunting rambut. Sedikitnya memotong tiga helai rambut.6. Tertib, ialah menjalankan rukun haji secara berurutan.

[Sunting] Dam Haji

Pengertian DAM dari segi bahasa ialah darah.

Ibadah gantian yang berbentuk binatang ternakan yang disembelih atau digantikan dengan makanan atau puasa.

Sebab-sebab diwajibkan dam:

Melanggar pantang larang dalam Ihram Meninggalkan perkara-perkara yang wajib dalam ibadat haji atau umrah Mengerjakan Haji Tamattu' atau Haji Qiran, menurut syarat-syaratnya Berlaku Ihsar bagi orang yang berniat ihram Melanggar Nazar semasa mengerjakan haji Luput Wuquf di Arafah Meninggalkan Tawaf Wada' 1. TERTIB DAN TAQDIR

Pengertian: Tidak ada pilihan dengan dam yang telah ditetapkan. Namun jika tidak terdaya, gantian akan ditentukan mengikut hukum syara'.

Kesalahan Yang Dilakukan Wuquf di Arafah Luput Wuquf di Arafah

Melanggar Nazar Melanggar nazar semasa mengerjakan haji

Meninggalkan Perkara-Perkara Wajib Haji dan Umrah Tidak melontar Jamrah Tidak bermalam di Muzdalifah Tidak bermalam di Mina Tidak berihram di Miqat Meninggalkan Tawaf Wada'

Mengerjakan Haji Tamattu' atau Haji Qiran - Ihram Tamattu' (dengan syarat-syaratnya) Ihram Qiran (dengan syarat-syaratnya)

Dam yang dikenakan:

Menyembelih binatang ternakan seperti seekor kibasy, kambing atau satu pertujuh daripada lembu, unta atau kerbau

JIKA TIDAK BERKUASA Berpuasa selama 3 hari pada bulan haji & 7 hari apabila ia balik ke tempatnya

JIKA TIDAK BERKUASA Tanggungan Sendiri

Page 4: HOTD-haji

[Sunting] Bumi Mekah

Menurut riwayatnya, ramai para sahabat menyatakan, bahawa bumi Makkah adalah yang pertama sekali muncul dari air selepas penciptaannya dan daripadanya bumi- bumi lain terbentang dan terhampar. Keistimewaan yang terdapat di Makkah ialah Masjidil Haram.

Keistimewaan Masjidil Haram pula ialah kerana Kaabah atau Baitullah, yang menjadi kiblat bagi umat Islam.

Baitullah adalah sebuah bangunan yang hampir-hampir empat persegi. Tingginya 15 meter dan luasnya lebih kurang 120 meter persegi. Bangunan ini terletak di tengah-tengah Masjidil Haram. Di salah satu penjuru Kaabah ini terdapat Hajarul Aswad yang menjadi tempat permulaan untuk mengerjakan tawaf.

[Sunting] Makam Ibrahim

Makam Ibrahim bukanlah kuburan Nabi Ibrahim sebagaimana dugaan atau pendapat sebahagian orang-orang kebanyakan. Ia adalah merupakan bangunan kecil yang terletak lebih kurang 20 hasta di sebelah timur Kaabah. Di dalam bangunan kecil ini terdapat sebiji batu yang diturunkan oleh Allah dari Syurga bersama-sama dengan Hajarul Aswad. Di atas batu itu Nabi Ibrahim berdiri di waktu baginda membangunkan Kaabah dan puteranya Nabi Ismail memberikan batu kepadanya.

Batu itu dipelihara Allah, sekarang ini sudah ditutup dengan perak. Sedangkan bekas kedua tapak kaki Nabi Ibrahim panjangnya 27 cm, lintangnya 14 cm dan dalamnya 10 cm masih nampak dan jelas dilihat.

Atas perintah Khalifah Al Mahdi Al Abbasi di sekeliling batu makam Ibrahim itu telah diikat dengan perak dan dibuat kandang besi berbentuk sangkar burung.

[Sunting] Hajarul Aswad

Menurut sejarahnya, Hajarul Aswad diturunkan oleh Allah dari langit ke atas Jabal Qubais. Ia merupakan sebiji permata putih, lebih putih dari salji, tetapi lama - kelamaan menjadi hitam sebab disentuh oleh orang - orang musyrik.

Kalau tidak kerana sentuhan tersebut nescaya cahayanya menerangi antara timur dan barat. Ini diterangkan dari hadis Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam yang bermaksud: Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, Rasulullah s.a.w bersabda :" Hajarul Aswad diturunkan dari syurga dan berwarna lebih putih dari susu. Dosa-dosa manusia (anak Adam ) menyebabkannya menjadi hitam " . Riwayat Ahmad dan Turmizi

[Sunting] Telaga Zam Zam

Telaga zam - zam adalah sebagaimana telaga biasa, tetapi mempunyai riwayat yang tersendiri. Sejarahnya adalah berhubung kait dengan sejarah Nabi Ismail dan ibunya Siti Hajar (isteri Nabi Ibrahim ) yang datang ke Makkah. Mengikut asal mula riwayat

Page 5: HOTD-haji

telaga ini adalah seperti berikut; Nabi Ibrahim a.s. mempunyai dua orang isteri; Siti Sarah dan Siti Hajar (ibu Nabi Ismail).

Pada satu ketika terjadi pertelingkahan antara kedua isteri tersebut sehingga Siti Sarah bersumpah tidak akan tinggal bersama-sama ibu Ismail dalam satu negeri. Kemudian turunlah wahyu kepada Nabi Ibrahim supaya baginda bersama-sama anak dan isterinya (Ismail dan Hajar) pergi ke Makkah. Di waktu itu Makkah belum didiami manusia, hanya merupakan lembah pasir dan bukit-bukit yang tandus dan tidak ada air.

Apabila mereka tiba di Makkah, mereka tinggal di bawah sepohon pokok yang kering. Di tempat inilah bangunan Kaabah yang ada sekarang. Tidak berapa lama, kemudian Nabi Ibrahim meninggalkan mereka dengan dibekalkan sekantong kurma dan sekibah air.

Siti Hajar memerhatikan sikap suaminya yang menghairankan itu lalu bertanya ;

"Hendak kemanakah engkau Ibrahim ?"

"Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini ? ".

Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata jua pun.

Siti Hajar bertanya lagi;

"Adakah ini memang perintah dari Allah ?"

Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "ya".

Mendengar jawapan suaminya yang ringkas itu, Siti Hajar gembira dan hatinya tenteram. Ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Sedangkan waktu itu, Nabi Ismail masih menyusu.

Selang beberapa hari, air yang dibekalkan Nabi Ibrahim habis. Siti Hajar berusaha mencari air di sekeliling sampai mendaki Bukit sofa dan Marwah berulang kali sehingga kali ketujuh (kali terakhir ) ketika sampai di Marwah, tiba-tiba terdengar oleh Siti Hajar suara yang mengejutkan, lalu ia menuju ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya, bahawa suara itu ialah suara air memancar dari dalam tanah dengan derasnya. Air itu adalah air zam-zam.

Di sini Siti Hajar bertemu dengan Malaikat Jibril dan Jibril mengatakan kepadanya, " Jangan khuatir, di sini Baitullah ( rumah Allah ) dan anak ini (Ismail ) serta ayahnya akan mendirikan rumah itu nanti. Allah tidak akan mensia-siakan hambaNya".

Air zam-zam mempunyai keistimewaan dan keberkatan, ia boleh menyembuhkan penyakit, menghilangkan dahaga serta mengenyangkan perut yang lapar. Keistimewaan dan keberkatan itu di sebut dalam sepotong hadith Nabi yang bermaksud:, " Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, Rasulullah s.a.w bersabda: "sebaik-baik air di muka bumi ialah air zam-zam, ia merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit ". Riwayat - At Tabrani dan Ibnu Hibban.

Page 6: HOTD-haji

[Sunting] Pautan luar

http://www.daawah.com/links/islam/haji Sejarah Haji Tabung Haji Malaysia Maklumat mengenai Haji Haji wada.

http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/21808

Konsultasi : Haji

Hukum haji berkali-kali

Pertanyaan:

bagaimana hukumnya haji berkali-kali, apakah termasuk menuruti kemauan setan? tolong dalil-dalilnya.

yono

Jawaban:

Assalamualaikum wr.wb. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Saudara Yono, perlu diketahui bahwa ibadah haji yang wajib dilakukan oleh seorang muslim mukallaf adalah satu kali. Sementara, ibadah haji yang kedua dan seterusnya sudah terhitung sebagai ibadah sunah atau nafilah. Memang benar bahwa ibadah haji nafilah atau ibadah nafilah apapun termasuk amal yang disukai oleh Allah dan bisa mendekatkan diri kepada-Nya. Hanya saja dalam mengerjakan ibadah nafilah, terutama haji yang kedua dan seterusnya, ada beberapa rambu yang perlu diperhatikan:

1. Ibadah nafilah hanya diterima sesudah yang wajib diterima. Karena itu, ibadah haji tathawwu atau nafilah ini baru diterima jika kewajiban lainnya terpenuhi. Misalnya membayar zakat, hutang, dsb. 2. Allah tidak menerima sebuah amal sunah jika mengakibatkan perbuatan terlarang. Misalnya jika jumlah orang yang melakukan ibadah haji sunah demikian banyak sehingga membuat berdesakan serta mengganggu atau mencelakakan orang yang melakukan ibadah haji wajib, hal ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Nah, untuk menghindari terjadinya kecelakaan atau kematian akibat kondisi berdesak-desakan tadi, hendaknya mereka yang telah berhaji sekali tidak usah berhaji lagi. 3. Pintu untuk melakukan amal saleh bagi setiap muslim masih banyak. Orang beriman yang berpandangan tajam dan berpikiran jernih bisa memilih mana amal yang lebih cocok, lebih tepat, dan lebih bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Misalnya memberi sedekah kepada kerabat yang membutuhkan, fakir miskin, dan tetangga yang berkekurangan. Apalagi Rasulllah saw. bersabda, ”Bukanlah mukmin orang yang membiarkan tetangga sebelahnya kelaparan sementara ia sendiri kenyang.” (HR al-Tabrani). Lalu, pintu amal lainnya adalah membantu lembaga pendidikan sosial yang sangat dibutuhkan oleh kaum muslimin. 4. Niat baik untuk melakukan ibadah haji sunah yang kemudian tertunda karena hal lain yang lebih penting dan bermanfaat sudah tentu akan dicatat pula sebagai

Page 7: HOTD-haji

pahala. Allah lebih mengetahui apa yang menjadi niat kita semua. ”Setiap orang memeroleh apa yang menjadi niatnya.”

Karena itu, dengan melihat sejumlah pertimbangan di atas, ibadah haji hendaknya tidak dilakukan secara berkali-kali apalagi sampai setiap tahun, kecuali bagi mereka yang memang memiliki kepentingan mendesak.

Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu alaikum wr.wb.

http://www.ppmr.org/artikel-islam/haji-dan-umrah/amalan-amalan-haji-dan-umrah/

Amalan-Amalan Haji dan Umrah

Back to previous page

Ulama fikih menetapkan bahwa amalan yang harus dikerjakan seseorang dalam ibadah haji ada sebelas macam, sebagaimana yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh para penyusun al-Kutub as-Sittah (Kitab Hadis Yang Enam).

1)Ihram, yaitu berniat untuk melaksanakan ibadah haji. Lafal niat untuk ibadah haji adalah, “Saya berniat melaksanakan ibadah haji dan untuk itu saya berihram ikhlas karena Allah SWT.” Jika ibadah haji itu dilaksanakan sekaligus dengan umrah, yang disebut dengan haji kiran (qiran), di dalam niat dimasukkan juga ibadah umrah.

Niatnya adalah, “Saya berniat melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan untuk itu saya berihram dengan ikhlas karena Allah SWT.” Jika ibadah haji yang dilaksanakan itu adalah untuk orang lain, yang disebut dengan haji badal, maka niatnya adalah, “Saya berniat melaksanakan haji untuk si Fulan, dan untuk itu saya berihram ikhlas karena Allah SWT.”

Seseorang dikatakan ihram apabila telah memakai pakaian ihram, berniat untuk melaksanakan haji atau umrah, dan mengiringinya dengan perbuatan atau perkataan yang ditentukan untuk ibadah haji atau umrah, seperti membaca talbiah dan menuju *Masjidilharam untuk menunaikan tawaf qudûm (tawaf ziarah, tawaf selamat datang) bagi mereka yang mengerjakan haji ifrad (al-ifrâd). Kemudian ihram ini hanis dilakukan dari mikat (miqat), baik miqat zamâni maupun mîqat makâni

Ihram untuk ibadah haji itu ada tiga macam, yaitu : (a) ihram untuk haji ifrâd, yaitu melakukan ihram untuk mengerjakan ibadah haji dahulu dan setelah selesai seluruh amalan ibadah haji baru berihram pula untuk ibadah umrah. (b) ihram untuk haji tamatuk (at-tamattu’), yaitu melakukan ihram untuk mengerjakan umrah di bulan-bulan haji, setelah selesai seluruh amalan umrah langsung mengerjakan ibadah haji. (c) ihram untuk ibadah haji dan umrah sekaligus, disebut dengan haji kiran (al-qirân).

Dalam menentukan mana yang lebih afdal di antara ketiga bentuk amalan haji di atas (ifrad, tamatuk, dan kiran), terdapat perbedaan pendapat ulama fikih. Menurut ulama Mazhab Hanafi yang lebih afdal adalah haji kiran, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dari Anas bin Malik yang menyatakan: “Saya mendengar Rasulul1ah SAW mengucapkan talbiah haji dan umrah sekaligus, dengan ungkapan: “Saya

Page 8: HOTD-haji

penuhi panggilan-Mu untuk (melaksanakan ibadah) umrah dan haji”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Menurut ulama Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hanbali yang lebih afdal adalah haji tamatuk, karena menurut riwayat yang sahih, haji yang dilakukan Rasulul1ah SAW adalah haji tamatuk (HR. al-Bukhari dan Muslim).

2) Memasuki kota Mekah (bagi orang yang berada di luar kota Mekah), kemudian memasuki Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf qudûm (selamat datang) sebanyak tujuh kali, yang dimulai dari Hajar Aswad (batu hitam yang melekat di salah satu sisi Ka’bah). Tawafqudamini, menurut jumhur ulama fikih hukumnya sunah. Sedangkan menurut ulama Mazhab Hanafi hukumnya wajib, sehingga jika seseorang tidak melaksanakan tawaf qudûm wajib membayar *dam.

3) Tawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan niat ibadah. Tawaf ini ada lima macam, yaitu : (a) tawaf qudûm (b) tawaf ifâdah(tawaf yang dilaksanakan setelah wukuf di Arafah) (c) tawaf wadak (tawaf al-wada’, perpisahan) ketika akan meninggalkan kota Mekah (d) tawaf umrah, yaitu tawaf yang dilaksanakan dengan niat ibadah umrah (e) tawaf sunah, yaitu tawaf yang dilaksanakan kapan saja dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT .

Tawaf yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali adalah tawaf ifâdah, karena tawaf ini termasuk rukun haji. Artinya, jika seseorang tidak melaksanakan tawaf ifâdah, maka hajinya batal dan wajib diulang kembali melaksanakan ibadah haji secara lengkap tahun berikutnya.

Adapun tawaf wadak adalah tawaf perpisahan yang dilaksanakan apabila seseorang akan meninggalkan kota Mekah. Hukum tawaf ini, menurut ulama Mazhab Hanafi adalah sunah, sedangkan menurut jumhur ulama fikih, hukumnya wajib dan jika ditinggalkan dikenai dam. Adapun syarat-syarat melaksanakan tawaf wadak adalah: (a) berniat (b) dilaksanakan setelah tawaf ifâdah (c) tawaf ini hanya untuk jemaah haji yang berasal dari luar kota Mekah, dan dalam keadaan suci, tidak *haid dan tidak pula *nifas. Oleh sebab itu, tawaf ini tidak wajib bagi wanita-wanita yang kedatangan haid atau nifas, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tawaf wadak diberi keringanan (untuk tidak dikerjakan) oleh wanita-wanita yang haid”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Wanita-wanita yang nifas, menurut kesepakatan ahli fikih, dianalogikan kepada wanita-wanita haid, sehingga kewajiban tawaf wadak gugur bago mereka. Dalam hadis lain dikatakan bahwa shafiyyah (salah seorang sahabat nabi SAW yang wanita) kedatangan haid ketika akan melaksanakan tawaf wadak, lalau Rasulullah SAW menyatakan tidak perlu tawaf wadak (H.R. Ahmad bin Hanbal dan Abu dari Aisyah binti Abu Bakar).

Adapun syarat dan kewajiban untuk tawaf ifâdah , menurut ulama madzhab Hanafi ada lima, yaitu: (a) niat (b) dilakukan dengan jalan kaki bagi yang mampu (c) dilakukan disekitar Ka’bah (d) dimulai sejak terbit fajar pada tanggal 10 Zulhijah (e) dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.

Menurut ulama madzhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali, syarat-syaratnya ada tujuh, yaitu: (a) dalam keadaan suci dari hadas (kecil dan besar) dan menutup aurat (b) dilakukan secara berkesinambungan, tidak boleh terputus antara putaran pertama dan putaran-putaran berikutnya (c) dilakukan dengan disiplin, yaitu memulainya dari arah Hajar Aswad dengan menempatkan posisi Ka ‘bah di sebelah

Page 9: HOTD-haji

kiri (d) seluruh badannya berada di luar bangunan Ka’bah (e) tawaf itu dilakukan di dalam Masjid (f) dilakukan tujuh kali putaran (g) melaksanakan salat dua raka’at setelah selesai tawaf.

Akan tetepi, ulama madzhab Hanbali menambahkan syarat lain, yaitu orang-orang tawaf itu adalah orang Islam yang balig dan berakal.

Mengenai waktu tawaf, menurut Mazhab Maliki adalah sejak terbit Matahari tanggal 10 Zulhijah (sama dengan pendapat ulama madzhab Hanafi). Menurut pendapat ulama madzhab Syafi’I dan madzhab Hanbali waktunya dimulai sejak tengah malam 10 Zulhijah, setelah wukuf di Arafah dan mabît (bermalam) di Muzdalifah (Mekah).

Apabila seorang wanita sebelum melaksanakan tawaf ifâdah kedatangan haid, maka menurut jumhur ulama fikih ia harus menunggu sampai haidnya habis dan bersuci baru boleh melaksanakan tawaf ifâdah, karena tawaf tersebut, menurut mereka, hanya dilaksanakan dalam keadaan suci, sebagaimana halnya melaksan salat. Bahkan jika rombongan jamaah haji ini akan berangkat pulang, maka wanita ini boleh pulang tetapi masih dalam keadaan ihram, dan tidak boleh melakukan sesuatu yang menggugurkan ihramnya.

Kemudian jika ia suci ia kembali lagi ke Mekkah untuk melaksanakan tawaf ifâdah ini, menurut jumhur ulama fikih termasuk rukun haji, tidak bisa diganti dengan dam. Akan tetapi, menurut *Ibnu Taimiyah dan *Ibnu Qayyim al-Jauziah (keduanya ulama fikih Hanbali), jika keadaan telah mendesak, dan rombongan jemaah itu akan berangkat ke negerinya, maka wanita ini boleh melaksanakan tawaf ifâdah dengan syarat bahwa wanita itu harus membersihkan tempat keluar haid atau nifas kemudian menutupnya dengan rapi dan rapat, sehingga ketika tawaf tidak dikhawatirkan darah haid atau nifas mengotori tempat tawaf.

4) Sai, yaitu berjalan dan berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah dengan niat ibadah sebanyak tujuh kali putaran. Menurut ulama Mazhab Hanafi hukumnya wajib, sehingga jika tidak dilaksanakan dikenai dam dan tidak perlu mengulang ibadah haji tahun depan. Sedangkan jumhur ulama fikih menempatkannya sebagai rukun, sehingga apabila tidak dikerjakan hajinya batal dan wajib diulang melaksanakan ibadah haji secara sempuma pada tahun berikutnya.

Syarat sai adalah: (a) didahului dengan tawaf (b) dilakukan dengan tertib, yaitu dimulai dari Bukit Safa dan diakhiri di Bukit Marwah (c) dilakukan tujuh kali, dengan perhitungan bahwa dari Safa ke Marwah dihitung satu kali (d) jarak antara Safa dan Marwah harus dilalui semua. tidak boleh dikurangi (e) dilakukan secara berkesinambungan, tidak boleh terputus-putus.

Di samping itu, ulama Madzhab Hanbali menambahkan syarat lain, yaitu dilakuikan oleh muslim, balig dan berakal, diawali dengan niat yang jelas, dan dilakukan dengan bnerjalan bagi yang mampu. Adapun suci dari hadas (kecil dan besar) tidak disyaratkan dalamn sai, sama halnya dengan wukuf di Arafah, tetepi dianjurkan untuk melaksanakan sai dalam keadaan suci.

5) Wukuf di Arafah, yaitu berada di Arafah setelah tergelincir matahari pada tanggal 9 Zulhijah, lalu melaksanakan salat jamak antara zuhur (lohor) dan asar berjemaah, berzikir dan berdoa sampai sebelum terbenamnya matahari pada hari itu. Wukuf di Arafah, menurut kesepakatan ahli fikih adalah rukun haji yang jika ditinggalkan ibadah hajinya tidak sah dan harus diulang pada tahun berikutnya.

Page 10: HOTD-haji

Adapun waktu wukuf, menurut kesepakatan ulama fikih adalah sejak tergelincir matahari pada tanggal 9 Zulhijah sampai terbit matahari pada tanggal10 Zulhijah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam an-Nasa’i, Imam Abu Daud, Imam at-Tirmizi, dan Imam Ibnu Majah.

Syarat wukuf di Arafah, menurut ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, ada dua, yaitu berniat untuk wukuf dan mengetahui bahwa tempat wukuf itu adalah Arafah. itu benar-benar dilemparkan, bukan sekedar diletakannya itu adalah Arafah. Sedangkan menurut ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali, syarat wukuf adalah dilakukan oleh seorang yang berakal dan cakap untuk melakukan ibadah.

6) Mabîth di Muzdalîfah. Mabith di Muzdalifah menurut ulama Mazhab Hanafi boleh dilakukan beberapa saat, sekalipun hanya melewati saja, tidak perlu bermalam. Menurut ulama Mazhab Maliki waktunya sekedar dapat melaksanakan salat magrib dan isya serta makan dan minum. Menurut ulama Mazhab Hanbali, mabît itu harus menetap di Muzdalifah sampai tengah malam. Sedangkan menurut ulama Mazhab Syafi’i berada di tengah malam di Muzdalifah, walaupun beberapa saat.

Menurut kesepakatan ahli fikih, mab[tdi Muzdalifah ini termasuk amalan wajib haji, dan jika ditinggalkan wajib nembayar dam. Untuk wukuf di Muzdalifah ini, ulama fikih tidak mengemukakan syarat-syarat, karena lang penting setiap jemaah haji wajib berada di Muzdalifah setelah terbenamnya matahari tanggal 9 Zulhijah sampai sebelum terbit matahari tanggall 10 Zulhijah, sesuai dengan waktu-waktu yang dikemukakan ulama mazhab di atas.

7) Melontar *jumrah aqabah (jumrah al-’aqalah), yaitu melontarkan batu sebanyak tujuh kali jengan niat ibadah. Ulama fikih berbeda pendapat tentang waktu dimulainya melontar jumrah aqabah. Menurut ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali, melontar jumrah aqabah waktunya dimulai sejak tengah malam setelah mabît di Muzdalifah, tetapi waktu yang lebih afdal adalah setelah terbit matahari tanggal 10 Zulhijah.

Menurut ulama Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi, waktu melontar itu adalah setelah terbit matahari pada tanggal l0 Zulhijah. Melontar jumrah aqabah ini, menurut ulama fikih hukumnya wajib, tetapi dalam pelaksanaannya boleh diwakilkan kepada orang lain, apabila seseorang tidak mampu melaksanakannya.

Pada hari ke-11 , 12, dan 13 Zulhijah, setiap jema’ah haji diwajibkan melontar jumrah ula (jumrah al-ulâ = jumrah sugra, kecil), jumrah wusta (jumrah al-wusta, menengah, yang di tengah), dan jumrah kubra (jumrah al-kubra= jumrah aqabah, besar), masing-masing sebanyak tujuh kali dan dilaksanakan antara waktu setelah matahari tergelincir sampai sebelum terbenam matahari. Akan tetapi, pelaksanaan melontar ketiga jumrah ini boleh diwakilkan kepada orang lain, jika seseorang tidak mampu melaksanakannya karena ada uzur, seperti sakit atau telah lanjut usia.

Ulama fikih mengemukakan syarat-syarat dalam melontar jumrah ini seluruhnya, yaitu: (a) dilakukan dengan tangan kanan (b) besar batu yang digunakan adalah lebih kurang sebesar ibu jari tangan (c) batu itu benar-benar dilemparkan, bukan sekedar diletakkan dijumrah (d) batu itu mengenai jumrah (sekarang ditandai dengan tonggak besar), danjika tidak mengenai jumrah harus diulang (e) dilakukan lontaran satu per satu sampai tujuh kali lontaran (f) dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada orang lain jika tidak mampu, dengan syarat wakil tersebut telah melontar untuk dirinya sendiri. Apabila melontar jumrah-jumrah ini dilakukan di luar waktunya atau tidak dilakukan, maka diwajibkan dam.

Page 11: HOTD-haji

8) Mabît di Mina, menurut ulama fikih ada dua macam, yaitu pada malam kedelapan bulan Zulhijah (8 Zulhijah), (sebelum wukuf di Arafah) yang disebut dengan hari *tarwiah. Hukum bermalam di Mina’ pada waktu ini adalah sunah, sebagaimana yang dilakukan Rasulul1ah SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.

Hukum bermalam di Mina dalam kaitannya dengan melontar jumrah ula, jumrah wusta, dan jumrah kubra terdapat perbedaan pendapat ulama fikih. Menurut ulama Mazhab Hanafi, hukumnya juga sunah, karena yang penting dilakukan pada hari *tasyrik adalah melontar ketiga jumrah tersebut setelah tergelincir matahari selama hari tasyrik. Namun demikian, akan lebih afdal jika jemaah haji bermalam di Mina pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah tersebut. Menurut jumhurulama fikih, bermalam di Mina pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah hukumnya wajib, dan dikenai dam jika ditinggalkan.

Apabila seseorang jema’ah haji bermalam di Mina hanya dua malam, yaitu tanggal 11 dan 12 Zulhijah, dan dalam dua hari itu ia melontar ketiga jumrah tersebut dengan sempurna, maka ia boleh (mubâh) meninggalkan Mina menuju Mekah, dan tidak perlu lagi melontar ketiga jumrah itu pada tanggal 13 Zulhijah. Jika hal ini dilakukan, menurut ulama fikih, disebut dengan nafar al-awwal. Untuk itu, jika hal ini dilakukan, maka jemaah tersebut harus keluar dari Mina sebelum terbenam matahari pada tanggal 12 Zulhijah tersebut. Jika jemaah haji bermalam di Mina sampai tanggal 13 Zulhijah dan menyelesaikan melontar jumrah pada hari itu, lalu berangkat ke Mekah, disebut dengan nafar as-sani.

9) Bercukur/gundul atau memotong beberapa helai rambut. Bercukur lebih afdal buat laki-laki, sedangkan bagi wanita cukup dengan menggunting beberapa helai rambut. Bercukur atau memotong rambut, menurut kesepakatan ahli fikih, hukumnya wajib dan dilakukan sambil berdoa dan dilaksanakan setelah melontar jumrah aqabah dan menyembelih hewan bagi orang yang memiliki (mempunyai kemampuan untuk membeli) hewan.

Akan tetapi, salah satu pendapat di kalangan Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa bercukur atau memotong rambut termasuk rukun haji, sehingga bila tidak dilakukan, maka hajinya batal. Lebih lanjut, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa bagi wanita cukup dengan memotong beberapa helai rambut. Setelah itu berangkat ke Mekah (bagi yang mampu) untuk melaksanakan tawaf ifâdah, dan sai bagi yang belum melakukannya.

10) Menyembelih hewan setelah melontar jumrah aqabah bagi jemaah haji yang melaksanakan haji tamatuk atau haji kiran. Apabila mereka tidak mampu untuk menyembelih hewan, maka boleh diganti dengan puasa selama 10 hari, dengan syarat puasa ini dikerjakan di Tanah Suci selama tiga hari dan di tempat asal selama tujuh hari lainnya.

Namun timbul perbedaan pendapat tentang apakah puasa ini harus dilakukan secara berturut-turut. Menurut ulama Mazhab Hanafi, puasa ini tidak harus dilakukan secara berturut-turut, tetapi boleh dilakukan berganti hari. Puasa tiga hari itupun boleh dilakukan kapan saja selama masih bulan-bulan haji, yang dimulai sejak jemaah persangkutan melaksanakan ihram untuk ibadah umrah, karena Allah SWT berfirman: “…Tetapi jika ia tidak menemukan (hewan kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali…” (QS.2:196). Kalimat “tiga hari dalam masa haji” dalam ayat

Page 12: HOTD-haji

ini, menurut mereka, mengandung pengertian dalam bulan-bulan haji (Syawal, Zulkaidah, dan 10 hari pertama bulan Zulhijah).

Menurut ulama Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i, puasa tiga hari di musim haji itu wajib berturut-turut, demikian juga puasa yang tujuh ari lainnya setelah yany bersangkutan berada di negerinya. Waktu puasa yang tiga hari berturut-turut tersebut menurut mereka dilakukan setelah ihram untuk ibadah haji sampai sebelum tanggal 9 Zulhijah (hari wukuf di Arafah). Sedangkan ulama Mazhab Hanbali berpendapat bahwa puasa tiga hari di musim haji dan tujuh hari setelah kembali ke daerah masing-masing tidak harus berturut-turut. Namun demikian, pelaksanaan puasa tiga hari itu dianjurkan dilakukan sejak melaksanakan ihram untuk ibadah umrah sampai sebelum wukuf di Arafah.

11) Tahalul, yaitu menanggalkan ihram karena telah selesai melaksanakan amalan haji seluruhnya atau sebagiannya, yang ditandai dengan bercukur (gundul) atau memotong beberapa helai rambut.

Menurut ulama fikih, tahalul ada dua bentuk. (1) Tahallul asgar (tahalul kecil), disebut juga dengan tahallul al-awwal (tahalul pertama). Tahalul kecil pertama ini dapat dilakukan apabila telah melaksanakan dua dari tiga amalan berikut: (a) melontar jumrah aqabah; (b) bercukur atau memotong rambut; atau (c) tawaf ifâdah.

Apabila dua dari tiga amalan ini telah dikerjakan, maka seorang jemaah haji boleh melakukan sesuatu yang diharamkan baginya selama ihram, kecuali melakukan sanggama dan pendahuluannya, menurut ulama Mazhab Hanafi, Mazhab Syafi.i dan Mazhab Hanbali. Alasan mereka adalah sabda Rasulullah SAW: “Jika kalian telah melontar jumrah aqabah dan bercukur (memotong rambut), maka dihalalkan bagi kamu yang baik-baik (berpakaian, memakai wewangian dan sebagainya) kecuali wanita” (HR. Sa’id bin Mansur dari Aisyah binti Abu Bakar, dan hadis senada juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).

Berdasarkan hadis ini, menurut mereka, jika seseorang telah bertahalul pertama, maka hal-hal yang masih diharamkan baginya adalah bersanggama, mencium dan meraba istri dengan syahwat. Bahkan menurut ulama Mazhab Syafi ‘i dan Mazhab Hanbali, meminang wanita pun belum dibolehkan bagi orang yang telah bertahalul pertama ini. Sedangkan menurut ulama Mazhab Maliki, bagi orang yang telah bertahalul pertama masih dilarang bersanggama, berburu hewan dan memakai yang baik-baik.

Alasan mereka adalah sebuah riwayat dari Umar bin al-Khattab yang menyatakan: “Jika kamu telah melontar jumrah aqabah, menyembelih hewan, dan bercukur atau memotong rambut, maka telah dihalalkan bagi kamu segala sesuatu, kecuali yang baik-baik dan wanita” (HR. al-Hakim). Di samping itu, mereka juga beralasan dengan firman Allah SWT dalam surah al-Ma’idah (5) ayat 95 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram…” Menurut mereka, orang yang bertahalul awal belum sepenuhnya lerlepas dari ihram. sehingga masih lelap dilarang memburu hewan buruan

(2) Tahallul as-sân(tahallul kedua) atau disebut juga dengan tahallul al-akbar (tahalul besar). Tahalul besar ini bisa dilakukan apabila lelah mengerjakan ketiga amalan di atas, yaitu melontar jumrah aqabah, bercukur atau memolong rambut, dan tawaf ifâdah. Apabila ketiga amalan ini lelah dilakukan, maka jemaah haji lerbebas dari segala yang diharamkan selama berihram, termasuk bersenggama dan berburu

Page 13: HOTD-haji

hewan buruan Namun demikian, ulama fikih tetap menganjurkan untuk menunda sanggama sampai berakhirnya amalan melontar ketiga jumrah di hari tasyrik.

Adapun amalan ibadah umrah adalah. (1) ihram sambil berniat melaksanakan umrah; (2) tawaf tujuh kali putaran; (3) sai (berjalan dan berlari-lari kecil) antara Bukit Safa dan Marwah; dan (4) bercukur atau memotong beberapa helai rambut.

— Sumber : PesantrenOnline.com.

http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/10196

Konsultasi : Haji

Membiayai Haji Orang Tua : Syahkah Hajinya ?

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr.wb

Langsung saja ya pak, orang tua saya tahun ini akan menunaikan ibadah haji insya allah. Hanya saja uang yang ada hanya cukup untuk 1 orang saja yang berangkat, dan dari kami anak2nya tidak tega jika salah satu tidak berangkat, setelah rembukan dengan keluarga besar, akhirnya diputuskan untuk kekurangan biaya tsb saya dan adik2 pinjam dengan tante yang kebetulan sedang ada rezeki, dengan cara dicicil perbulan. Dan akhirnya untuk keberangkatan Januari tahun 2005 ini insya allah orangtua saya berangkat haji.

Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana status haji dari kedua orang tua saya ya Pak? sebab uang yang dipakai untuk naik haji adalah uang pinjaman dari tante yang saya cicil pembayarannya? Lahir bathin saya ikhlas untuk mencicil pinjaman tsb, tetapi apakah tidak bermasalah terhadap haji orang tua saya tersebut?

Terima kasih

Wassalamualaikum wr.wb

Kaisar

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi WabaraktuhAlhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

Haji dengan uang dari hutangan tidak merusak syahnya ibadah haji. Apalagi bila di balik hutang itu ada tujuan yang mulia, yaitu menemani wanita yang tidak punya mahram.

Urusan berhaji dengan mahram ini menjadi sangat penting kalau kita menelaah hadits-hadits tentang keharusan wanita yang bepergian untuk ditemani mahramnya.

Page 14: HOTD-haji

Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya”. (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dll).

Yang penting ada jaminan kuat bahwa uang hutang itu bisa diganti nantinya, agar tidak menjadi kendala di kemudian hari. Dan Anda sebagai anak, sungguh sangat mulia bila bisa mengongkosi kedua orang tua pergi haji. Apalagi yang bisa membahagiakan orang tua kita kecuali bisa pergi haji berdua, bukan ?

Biarlah mereka menikmati perjalanan spritual ini setelah selama ini telah berjuang menghadapi kerasnya tekanan hidup dan bercucur keringat mendidik dan membesarkan Anda dan anak-anaknya yang lain. Anggaplah ini sebagai ungkapan rasa terima kasih Anda kepada mereka, meski sebenarnya jasa mereka tidak akan pernah terbayarkan selamanya.

Biarlah sebagian harta Anda habis untuk biaya haji orang tua Anda. Toh nanti insya Allah SWT akan diberi gantinya dengan yang lebih baik dan lebih banyak lagi. Kalau Anda yakin akan hal itu, segalanya mudah bagi Allah SWT.

Berbahagialah Anda yang masih Allah SWT berikan kesempatan membalas budi jasa baik orang tua dari sebagian rizki yang diberikan-Nya. Berapa banyak saudara kita yang tidak diberikan kesempatan baik itu. Meski pun pada dasarnya mampu secara materi.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://islam.elvini.net/haji.cgi

Ibadah Haji

Syarat, Rukun, dan Wajib Haji

Syarat Haji

1. Islam2. Akil Balig3. Dewasa4. Berakal5. Waras6. Orang merdeka (bukan budak)7. Mampu, baik dalam hal biaya, kesehatan, keamanan, dan nafkah bagi

keluarga yang ditinggal berhaji

Rukun Haji

Rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan dalam berhaji. Rukun haji tsb adalah:

1. Ihram

Page 15: HOTD-haji

2. Wukuf di Arafah3. Tawaf ifâdah4. Sa'i5. Mencukur rambut di kepala atau memotongnya sebagian6. Tertib

Rukun haji tsb harus dilakukan secara berurutan dan menyeluruh. Jika salah satu ditinggalkan, maka hajinya tidak sah.

Wajib Haji

1. Memulai ihram dari mîqât (batas waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah haji dan umrah)

2. Melontar jumrah3. Mabît (menginap) di Mudzdalifah, Mekah4. Mabît di Mina5. Tawaf wada' (tawaf perpisahan)

Jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda).

Pelaksanaan Ibadah Haji (Manasik Haji)

Tata cara manasik haji adalah sebagai berikut:

1. Melakukan ihram dari mîqât yang telah ditentukan

Ihram dapat dimulai sejak awal bulan Syawal dengan melakukan mandi sunah, berwudhu, memakai pakaian ihram, dan berniat haji dengan mengucapkan Labbaik Allâhumma hajjan, yang artinya "aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah, untuk berhaji". Kemudian berangkat menuju arafah dengan membaca talbiah untuk menyatakan niat:

Labbaik Allâhumma labbaik, labbaik lâ syarîka laka labbaik, inna al-hamda, wa ni'mata laka wa al-mulk, lâ syarîka lakaArtinya: Aku datang ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu; Aku datang, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang; Sesungguhnya segala pujian, segala kenikmatan, dan seluruh kerajaan, adalah milik Engkau; tiada sekutu bagi-Mu.

2. Wukuf di Arafah

Dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah, waktunya dimulai setelah matahari tergelincir sampai terbit fajar pada hari nahar (hari menyembelih kurban) tanggal 10 Zulhijah. Saat wukuf, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir bersama, membaca Al-Qur'an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya.

3. Mabît di Muzdalifah, Mekah

Waktunya sesaat setelah tengah malam sampai sebelum terbit fajar. Disini mengambil batu kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir untuk melempar jumrah di

Page 16: HOTD-haji

Mina, dan melakukan shalat subuh di awal waktu, dilanjutkan dengan berangkat menuju Mina. Kemudian berhenti sebentar di masy'ar al-harâm (monumen suci) atau Muzdalifah untuk berzikir kepada Allah SWT (QS 2: 198), dan mengerjakan shalat subuh ketika fajar telah menyingsing.

4. Melontar jumrah 'aqabah

Dilakukan di bukit 'Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah, dengan 7 butir kerikil, kemudian menyembelih hewan kurban.

5. Tahalul

Tahalul adalah berlepas diri dari ihram haji setelah selesai mengerjakan amalan-amalan haji. Tahalul awal, dilaksanakan setelah selesai melontar jumrah 'aqobah, dengan cara mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai. Setelah tahalul, boleh memakai pakaian biasa dan melakukan semua perbuatan yang dilarang selama ihram, kecuali berhubungan seks.

Bagi yang ingin melaksanakan tawaf ifâdah pada hari itu dapat langsung pergi ke Mekah untuk tawaf. Dengan membaca talbiah masuk ke Masjidil Haram melalui Bâbussalâm (pintu salam) dan melakukan tawaf. Selesai tawaf disunahkan mencium Hajar Aswad (batu hitam), lalu shalat sunah 2 rakaat di dekat makam Ibrahim, berdoa di Multazam, dan shalat sunah 2 rakaat di Hijr Ismail (semuanya ada di kompleks Masjidil Haram).

Kemudian melakukan sa'i antara bukit Shafa dan Marwa, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa. Lalu dilanjutkan dengan tahalul kedua, yaitu mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai. Dengan demikian, seluruh perbuatan yang dilarang selama ihram telah dihapuskan, sehingga semuanya kembali halal untuk dilakukan. Selanjutnya kembali ke Mina sebelum matahari terbenam untuk mabît di sana.

6. Mabît di Mina

Dilaksanakan pada hari tasyrik (hari yang diharamkan untuk berpuasa), yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Setiap siang pada hari-hari tasyrik itu melontar jumrah ûlâ, wustâ, dan 'aqabah, masing-masing 7 kali.

Bagi yang menghendaki nafar awwal (meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijah setelah jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah saja. Tetapi bagi yang menghendaki nafar sânî atau nafar akhir (meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah setelah jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan selama tiga hari (11, 12, dan 13 Zulhijah). Dengan selesainya melontar jumrah maka selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan kembali ke Mekah.

7. Tawaf ifâdah

Bagi yang belum melaksanakan tawaf ifâdah ketika berada di Mekah, maka harus melakukan tawaf ifâdah dan sa'i. Lalu melakukan tawaf wada' sebelum meninggalkan Mekah untuk kembali pulang ke daerah asal.

Page 17: HOTD-haji

Umrah

Umrah artinya berkunjung atau berziarah. Setiap orang yang melakukan ibadah haji wajib melakukan umrah, yaitu perbuatan ibadah yang merupakan kesatuan dari ibadah haji. Pelaksanaan umrah ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 196 yang artinya "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah..."

Mengenai hukum umrah, ada beberapa perbedaan pendapat. Menurut Imam Syafi'i hukumnya wajib. Menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi hukumnya sunah mu'akkad (sunah yang dipentingkan). Umrah diwajibkan bagi setiap muslim hanya 1 kali saja, tetapi banyak melakukan umrah juga disukai, terlebih jika dilakukan di bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya "Umrah di dalam bulan Ramadhan itu sama dengan melakukan haji sekali".

Pelaksanaan umrah

Tata cara pelaksanaan ibadah umrah adalah: mandi, berwudhu, memakai pakaian ihram di mîqât, shalat sunah ihram 2 rakaat, niat umrah dan membaca Labbaik Allâhumma 'umrat(an) (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk umrah), membaca talbiah serta doa, memasuki Masjidil Haram, tawaf, sa'i, dan tahalul.

Syarat, Rukun, dan Wajib Umrah

Syarat untuk melakukan umrah adalah sama dengan syarat dalam melakukan ibadah haji. Adapun rukun umrah adalah:

1. Ihram2. Tawaf3. Sa'i4. Mencukur rambut kepala atau memotongnya5. Tertib, dilaksanakan secara berurutan

Sementara itu wajib umrah hanya satu, yaitu ihram dari mîqât.

Larangan dalam Haji dan Umrah

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sudah memakai pakaian ihram dan sudah berniat melakukan ibadah haji/umrah adalah:

1. Melakukan hubungan seksual atau apa pun yang dapat mengarah pada perbuatan hubungan seksual

2. Melakukan perbuatan tercela dan maksiat3. Bertengkar dengan orang lain4. Memakai pakaian yang berjahit (bagi laki-laki)5. Memakai wangi-wangian6. Memakai khuff (kaus kaki atau sepatu yang menutup mata kaki)7. Melakukan akad nikah8. Memotong kuku9. Mencukur atau mencabut rambut10. Memakai pakaian yang dicelup yang mempunyai bau harum11. Membunuh binatang buruan

Page 18: HOTD-haji

12. Memakan daging binatang buruan

Macam-macam Haji

1. Haji ifrâd

Haji ifrâd yaitu membedakan ibadah haji dengan umrah. Ibadah haji dan umrah masing-masing dikerjakan tersendiri. Pelaksanaannya, ibadah haji dilakukan terlebih dulu, setelah selesai baru melakukan umrah. Semuanya dilakukan masih dalam bulan haji.

Cara pelaksanaannya adalah: a. ihram dari mîqât dengan niat untuk haji b. ihram dari mîqât dengan niat untuk umrah

2. Haji tamattu'

Haji tamattu' adalah melakukan umrah terlebih dulu pada bulan haji, setelah selesai baru melakukan haji. Orang yang melakukan haji tamattu' wajib membayar hadyu (denda), yaitu dengan menyembelih seekor kambing. Jika tidak mampu dapat diganti dengan berpuasa selama 10 hari, yaitu 3 hari selagi masih berada di tanah suci, dan 7 hari setelah kembali di tanah air.

Cara pelaksanaannya adalah: a. ihram dari mîqât dengan niat untuk umrah b. melaksanakan haji setelah selesai melaksanakan semua amalan umrah

3. Haji qirân

Haji qirân adalah melaksanakan ibadah haji dan umrah secara bersama-sama. Dengan demikian segala amalan umrah sudah tercakup dalam amalan haji.

Cara pelaksanaannya adalah: a. ihram dari mîqât dengan niat untuk haji dan umrah sekaligus b. melakukan seluruh amalan haji

Amalan-Amalan Haji dan Umrah

1. Mîqât

Mîqât adalah batas waktu dan tempat melakukan ibadah haji dan umrah. Mîqât terdiri atas mîqât zamânî dan mîqât makânî.

Mîqât zamânî adalah kapan ibadah haji sudah boleh dilaksanakan. Berdasarkan kesepakatan para ulama yang bersumber dari sunah Rasulullah SAW, mîqât zamânî jatuh pada bulan Syawal, Zulkaidah, sampai dengan tanggal 10 Zulhijah.

Mîqât makânî adalah dari tempat mana ibadah haji sudah boleh dilaksanakan. Tempat-tempat untuk mîqât makânî adalah:

Page 19: HOTD-haji

Zulhulaifah atau Bir-Ali (450 km dari Mekah) bagi orang yang datang dari arah Madinah

Al-Juhfah atau Rabiq (204 km dari Mekah) bagi orang yang datang dari arah Suriah, Mesir, dan wilayah-wilayah Maghrib

Yalamlan (sebuah gunung yang letaknya 94 km di selatan Mekah) bagi orang yang datang dari arah Yaman

Qarnul Manazir (94 km di timur Mekah) bagi orang yang datang dari arah Nejd Zatu Irqin (94 km sebelah timur Mekah) bagi orang yang datang dari arah Irak

2. Ihram

Ihram ialah niat melaksanakan ibadah haji atau umrah dan memakai pakaian ihram. Bagi laki-laki, pakaian ihram adalah dua helai pakaian tak berjahit untuk menutup badan bagian atas dan sehelai lagi untuk menutup badan bagian bawah. Kepala tidak ditutup dan memakai alas kaki yang tidak menutup mata kaki. Bagi wanita, pakaian ihram adalah kain berjahit yang menutup seluruh tubuh kecuali wajah.

Sunah ihram adalah memotong kuku, kumis, rambut ketiak, rambut kemaluan, dan mandi. Kemudian melakukan shalat sunah ihram 2 rakaat (sebelum ihram), membaca talbiah, shalawat, dan istighfar (sesudah ihram dimulai).

3. Tawaf

Tawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dimulai dari arah yang sejajar dengan Hajar Aswad dan Ka'bah selalu ada di sebelah kiri (berputar berlawanan arah jarum jam). Syarat tawaf adalah:

1. Suci dari hadas besar, hadas kecil, dan najis2. Menutup aurat3. Melakukan 7 kali putaran berturut-turut4. Mulai dan mengakhiri tawaf di tempat yang sejajar dengan Hajar Aswad5. Ka'bah selalu berada di sisi kiri6. Bertawaf di luar Ka'bah

Sedangkan sunah tawaf adalah: 1. Menghadap Hajar Aswad ketika memulai tawaf2. Berjalan kaki3. al-idtibâ, yaitu meletakkan pertengahan kain ihram di bawah ketiak tangan

kanan dan kedua ujungnya di atas bahu kiri4. Menyentuh Hajar Aswad atau memberi isyarat ketika mulai tawaf5. Niat.

Niat untuk tawaf yang terkandung dalam ibadah haji hukumnya tidak wajib karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji, tetapi kalau tawaf itu bukan dalam ibadah haji, maka hukum niat tawaf menjadi wajib, seperti dalam tawaf wada' dan tawaf nazar.

6. Mencapai rukun yamanî (pada putaran ke-7) dan mencium atau menyentuh Hajar Aswad

7. Memperbanyak doa dan zikir selama dalam tawaf8. Tertib, dilaksanakan secara berurutan

Macam-macam tawaf adalah:

Page 20: HOTD-haji

Tawaf ifâdahTawaf sebagai rukun haji yang apabila ditinggalkan maka hajinya menjadi tidak sah.

Tawaf ziyârahTawaf kunjungan, sering juga disebut tawaf qudûm, yaitu tawaf yang dilakukan setibanya di kota Mekah.

Tawaf sunahTawaf yang dapat dilakukan kapan saja.

Tawaf wada'Tawaf perpisahan, yaitu tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan Mekah setelah selesai melakukan seluruh rangkaian ibadah haji.

4. Sa'i

Sa'i adalah berjalan dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa sebanyak 7 kali. Syarat sa'i adalah:

1. Seluruh perjalanan sa'i dilakukan secara lengkap, tidak boleh ada jarak yang tersisa

2. Dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwa3. Dilakukan sesudah tawaf4. Dilakukan sebanyak 7 kali perjalanan

Sedangkan sunah dalam sa'i adalah: 1. Berdoa di antara Shafa dan Marwa2. Dalam keadaan suci dan menutup aurat3. Berlari kecil antara 2 tonggak hijau4. Tidak berdesakan5. Berjalan kaki6. Dikerjakan secara berturut-turut

5. Wukuf di Arafah

Wukud di Arafah adalah berdiam diri di padang Arafah sejak matahari tergelincir pada tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar pada tanggal 10 Zulhijah (hari nahar), baik dalam keadaan suci maupun tidak suci. Haji tanpa wukuf tidak sah dan harus diulang lagi pada tahun berikutnya. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

Haji itu 'arafah, siapa yang datang pada malam mabît di Muzdalifah sebelum fajar menyingsing, ia sudah mendapatkan haji.

Ketika melakukan wukuf, disunahkan untuk tidak berpuasa, menghadap kiblat, berzikir, membaca istighfar, dan berdoa. Menurut riwayat Imam Ahmad, doa Nabi SAW ketika di hari arafah adalah:

Tiada Tuhan kecuali Allah, yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya seluruh kerajaan, bagi-Nya pula segala pujian, di tangan-Nya segala kebaikan, dan Ia Maha Kuasa atas segalanya.

6. Melontar Jumrah

Page 21: HOTD-haji

Melontar jumrah ialah melempar batu kerikil ke arah 3 buah tonggak, yaitu ûlâ, wustâ, dan ukhrâ, masing-masing 7 kali lemparan. Hari melontar jumrah dimulai pada tanggal 10 Zulhijah, ke arah jumrah 'aqabah atau jumrah kubra, dan 2 atau 3 hari dari hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah) ke arah 3 jumrah yang telah disebutkan di atas.

Waktu melontar jumrah disunahkan sesudah matahari terbit. Bagi orang yang lemah atau berhalangan boleh melakukannya pada malam hari. Adapun melontar jumrah pada 3 hari yang lain, hendaknya dimulai pada waktu matahari sudah mulai turun ke barat sampai saat matahari terbenam. Ketika melontar jumrah disunahkan:

1. Berdiri dengan posisi Mekah ada di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan2. Mengangkat tangan tinggi-tinggi bagi laki-laki3. Membaca takbir ketika melempar batu yang pertama

Bagi orang yang berhalangan menyelesaikan haji dengan tidak melakukan wukuf di Arafah, tawaf, ataupun sa'i, apa pun penyebabnya, menurut pendapat jumhur ulama orang tsb wajib menyembelih seekor kambing, sapi, atau unta di tempat ia bertahalul. Apabila ibadahnya itu ibadah wajib, ia harus meng-qadha pada tahun berikutnya, tetapi bila bukan ibadah wajib, ia tidak perlu meng-qadha.

Haji Akbar dan Haji Mabrur

Haji akbar (haji besar)

Istilah haji akbar disebut dalam firman Allah SWT pada surah At-Taubah: 3 yang artinya:

Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin...

Ada beberapa pendapat ulama tentang haji akbar, yaitu haji akbar adalah:

haji pada hari wukuf di Arafah haji pada hari nahar haji yang wukufnya bertepatan dengan hari jum'at ibadah haji itu sendiri beserta wukufnya di Arafah

Namun pendapat yang paling masyhur adalah pendapat yang menyatakan bahwa haji akbar adalah haji yang wukufnya jatuh pada hari jum'at.

Ada haji besar, ada pula haji asgar (haji kecil) yang merupakan istilah lain untuk umrah.

Haji mabrur

Haji mabrur adalah ibadah haji seseorang yang seluruh rangkaian ibadah hajinya dapat dilaksanakan dengan benar, ikhlas, tidak dicampuri dosa, menggunakan biaya yang halal, dan yang terpenting, setelah ibadah haji menjadi orang yang lebih baik.

Page 22: HOTD-haji

Balasan bagi orang yang mendapat haji mabrur adalah surga. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya:

Umrah ke satu ke umrah berikutnya adalah penebus dosa di antara keduanya, dan haji mabrur ganjarannya tiada lain kecuali surga (HR Bukhari dan Muslim)

Dam (Denda)

Dam dalam bentuk darah adalah menyembelih binatang sebagai karafat (tebusan) terhadap beberapa pelanggaran yang dilakukan ketika melakukan ibadah haji atau umrah. Jenis dam adalah:

1. Dam tartîb2. Dam takhyîr dan taqdîr3. Dam tartîb dan ta'dîl4. Dam takhyîr dan ta'dîl

1. Dam tartîb

Dam tartîb yaitu bila binatang yang disembelih adalah kambing, tetapi bila tidak mendapat kambing, harus melaksanakan puasa 3 hari di tanah suci dan 7 hari apabila telah pulang ke kampung halaman. Orang diwajibkan membayar dam tartîb karena 9 hal, yaitu:

1. Mengerjakan haji tammatu'2. Mengerjakan haji qirân3. Tidak wukuf di Arafah4. Tidak melontar jumrah yang ke-35. Tidak mabît di Muzdalifah pada malam nahar6. Tidak mabît di Mina pada malam hari tasyrik7. Tidak berihram dari mîqât8. Tidak melakukan tawaf wada'9. Tidak berjalan kaki bagi yang bernazar untuk mengerjakan haji dengan

berjalan kaki

2. Dam takhyîr dan taqdîr

Dam takhyîr dan taqdîr ialah boleh memilih menyembelih seekor kambing, berpuasa, atau bersedekah memberi makan kepada 6 orang miskin sebanyak 3 sa' (1 sa' = 3,1 liter). Dam jenis ini dikenakan untuk satu diantara sebab-sebab berikut:

1. Mencabut 3 helai rambut atau lebih secara berturut-turut2. Memotong 3 kuku atau lebih3. Berpakaian yang berjahit4. Menutup kepala5. Memakai wewangian6. Melakukan perbuatan yang menjadi pengantar bagi perbuatan seksual7. Melakukan hubungan seksual antara tahalul pertama dan tahalul kedua.

3. Dam tartîb dan ta'dîl

Page 23: HOTD-haji

Dam tartîb dan ta'dîl adalah pertama kali wajib menyembelih unta, apabila tidak mampu boleh menyembelih sapi, apabila tidak mampu juga baru menyembelih kambing 7 ekor. Apabila tidak mendapat 7 ekor kambing, si pelanggar harus membeli makanan seharga itu dan disedekahkan kepada fakir miskin di tanah suci. Dam jenis ini dikenakan karena pelanggaran melakukan hubungan seksual.

4. Dam takhyîr dan ta'dîl

Dam takhyîr dan ta'dîl adalah boleh memilih diantara 3 hal yaitu:

Menyembelih binatang buruan yang diburu Membeli makanan seharga binatang buruan tsb dan disedekahkan Berpuasa satu hari untuk setiap 1 mud (5/6 liter)

Dam jenis ini dikenakan karena sebab-sebab: 1. Merusak, memburu, atau membunuh binatang buruan2. Memotong pohon-pohon atau mencabut rerumputan di tanah haram.

Waktu dan tempat penyembelihan dam

Waktu penyembelihan dam yang disebabkan pelanggaran yang tidak sampai membatalkan atau kehilangan haji harus dilakukan pada waktu si pelanggar melakukan ibadah haji. Tetapi bagi dam yang disebabkan pelanggaran yang berakibat kehilangan haji, pelaksanaannya wajib ditunda sampai pada waktu melakukan ihram ketika meng-qadha haji.

Sedangkan tempat penyembelihan dam dan penyaluran dagingnya adalah di tanah haram. Bagi orang yang melakukan haji, diutamakan menyembelihnya di Mina, sedangkan bagi orang yang melakukan umrah, menyembelihnya di Marwa.

Mewakilkan Haji

Perwakilan haji berlaku untuk seseorang yang mampu melakukan haji dari segi biaya, tapi kesehatannya tidak memungkinkan, seperti sakit yang parah atau karena usia tua. Dalam hal ini wajib orang lain untuk menghajikannya dengan biaya dari orang yang bersangkutan, dengan syarat orang yang menggantikan tsb sudah mengerjakan haji untuk dirinya sendiri. Tetapi bila setelah dihajikan orang itu sembuh, menurut Imam Syafi'i, ia tetap wajib melakukan haji.

Perwakilan haji juga dapat dilakukan atas orang yang sudah meninggal, asalkan orang tsb berkewajiban haji, antara lain mempunyai nazar dan belum dapat melaksanakannya. Hal ini didasarkan pada hadist yang meriwayatkan bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi SAW:

"Ayah saya sudah meninggal dan ia mempunya kewajiban haji, apakah aku harus menghajikannya?" Nabi SAW menjawab, "Bagaimana pendapatmu apabila ayahmu meninggalkan hutang, apakah engkau wajib membayarnya?" Orang itu menjawab, "Ya". Nabi SAW berkata, "Berhajilah engkau untuk ayahmu".(HR. Ibnu Abbas RA)

Page 24: HOTD-haji

http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/6669

Konsultasi : Haji

Suami Tak Mau Ikut Pergi Haji Karena Belum Bisa Baca Doa

Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr WbTeman saya InsyaAllah tahun 2005 ini menunaikan ibadah Haji,tetapi suaminya tak mau ikut dengan alasan belum bisa baca do'a,takut di jadikan Imam sholat ,dan belum pandai ngaji Yang saya tanyakan apakah Alasan tsb ada dlm Al Qur'an /hadistapakah matinya nanti bisa dikatakan Yahudi atau nasrani,karena dari segi keuangan cukup.atas jawaban Ustadz ana ucapkan terima kasih.

Aminah

Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb. Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Syarat wajib haji tidaklah harus bisa baca doa, mampu jadi imam shalat atau pandai mengaji. Ini adalah pandangan yang keliru. Sebab dalam hukum Islam, orang yang wajib untuk berhaji adalah yang mampu terutama dari segi finansial, keamanan dan fisik. Selain tentunya agamanya harus Islam dan akil sertabaligh. Tetapi yang jelas bukan bisa memimpin doa dan sejenisnya. Bukan itu syaratnya.

Kesannya adalah kalau mau pergi haji berarti harus bisa jadi kiyai, ustaz atau tokoh agama yang dilambangkan jadi sesepuh dan pandai memimpin doa.

Sebagai suami yang baik, wajib hukumnya mengantar dan menemani istri pergi haji, bila mampu. Sebab Rasulullah SAW melarang wanita bepergian lebih dri tiga hari sendirian kecuali ditemani mahram. Haditsnya jelas dan tegas sekali, sehingga tidak alasan untuk menolak atau menghindar.

Rasulullah SAW bersabda ”Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya”. (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).

Sehingga tidak heran bawa sebagian ulama mengharamkan wanita bepergian jauh (safar) termasuk pergi haji bila tidak ditemani oleh mahramnya.

Dalil yang digunakan dalam pendapat mereka antara lain bahwa adanya mahram yang menemani wanita itu merupakan bagian dari ‘kemampuan’ atau istithaah. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT :

Page 25: HOTD-haji

Dan Allah mewajibkan haji ke baitullah kepada manusia diantar mereka yang mampu bergi kesana.(QS. Ali Imran : 97)

Pendapat ini diwakili oleh banyak fuqoha diantaranya Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal.

Maka jangan sampai suami itu membiarkan istrinya pergi haji sendirian, sebab menurut sebagian ulama, pergi haji sendirian yang dilakukan oleh seorang wanita hukumnya tidak boleh.

Meskipun ada juga pendapat yang membolehkannya dengan alasan lain. Namun biar bagaimana pun tidak ada lagi alasan bagi suami yang mampu secara harta untuk tidak pergi haji. Sebab kapan lagi kesempatan itu akan ada, bukankah umur kita tidak ada yang tahu ? Begitu juga dengan kesehatan, siapa yang tahu kalau kita akan terus sehat ?

Meski pun dalam mazhab Syafi`i disebutkan bahwa kewajiban haji itu tidak harus disegerakan, namun karena adanya keinginan istri pergi haji dan harus ditemani mahram, jadilah hukum haji itu wajib bagi suami.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=947&Itemid=1

Menghajikan Orang yang Sudah MeninggalDitulis oleh Dewan Asatidz   Ustadz, saya ingin bertanya mengenai apa dasarnya orang yang menghajikan orang lain (mis:orang tua) yang telah meninggal. Seorang uztad pernah menjawab dasarnya adalah hadist Nabi yang kira-kira maksudnya kalau orang yang meninggal hutangnya wajib dilunasi ahli waris. Itu hutang kepada manusia, masa hutang sama Tuhan tidak dibayar...? (dalam hal ini almarhum/ah pernah menyatakan niat ingin berhaji) Apa betul itu yang menjadi dasar Pak?

Tanya Jawab [258]: Menghajikan Orang yang Sudah Meninggal

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr. wb.

Ustadz, saya ingin bertanya mengenai apa dasarnya orang yang menghajikan orang lain (mis:orang tua) yang telah meninggal. Seorang uztad pernah menjawab dasarnya adalah hadist Nabi yang kira-kira maksudnya kalau orang yang meninggal hutangnya wajib dilunasi ahli waris. Itu hutang kepada manusia, masa hutang sama Tuhan tidak dibayar...? (dalam hal ini almarhum/ah pernah menyatakan niat ingin berhaji) Apa betul itu yang menjadi dasar Pak? Padahal menurut logika saya, masa iya, Allah yang menghidupkan dan mematikan manusia, masih menganggap niatan almarhum/ah tersebut adalah hutang??? Terima kasih atas jawaban Bapak. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Edi S

Page 26: HOTD-haji

Jawaban

Assalamu'alaikum wr. wb. Berikut ketentuan ibadah yang boleh dilakukan untuk orang lain : 1. Ibadah murni fisik, seperti shalat dan zakat tidak boleh diniatkan untuk orang lain, karena ibadah ini tidak boleh digantikan oleh orang lain. 2. Ibadah murni harta seperti zakat dan Qurban : Syafi'ie mengatakan tidak boleh diniatkan untuk orang lain, baik yang masih hidup atau telah meninggal, terkecuali bila almarhum telah mewasiatkannya. Mazhab Maliki mengatakan makruh dan mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan boleh. Dalam sebuah hadist Rasulullah menyembelih dua ekar domba gemuk, satu untuk diri beliau dan satu lagi untuk umatnya yang beriman.(H.R. Dar Quthni) 3. Ibadah yang mengandung unsur fisik dan harta seperti Haji : Mayoritas ulama mengatakan boleh dan hanya mazhab Maliki yang mengatakan tidak boleh. Landasan pendapat ini bisa di lihat dalam pembahasan di bawah. Dalil yang mengatakan tidak sah adalah nash-nash umum yang mengatakan bahwa orang yang sudah meninggal telah terhenti amalnya, seperti hadist yang mengatakan "Apabila Bani Adam telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, Sodaqoh Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya" (H.R. Muslim dan Abu Harairah) dan nash-nash yang mengatakan bahwa seseorang hanya mendapatkan pahala atau dosa dari perbuatannya. 4. Bacaan-bacaan untuk orang yang sudah meninggal: Ibadah yang sampai kepada orang yang telah meninggal dunia adalah do'a, Istighfar (memintakan ampunan). Membaca al-Qur'an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal oleh sebagian ulama Syafi'i dan ulama Hanafi, insya Allah sampai kepada mayit tersebut. Imam Subki (ulama terkemuka mazhab Syafi'i) mengatakan : dari dalil-dalil yang ada kita bisa menyimpulkan bahwa bacaan al-Qur'an yang ditujukan kepada mayit akan bermanfaat untuknya. Ibnu Solah juga mengatakan sebaiknya diniatkan bahwa pahalanya dikirimkan kepada mayit. Landasan yang mengatakan bahwa ibadah tersebut sampai kepada mayit adalah hadits yang mengatakan "Bacalah untuk orang yang meninggal dunia, surat Yasin", begitu juga dalil-dalil yang menganjurkan puasa dan menjalankan haji untuk orang yang telah meninggal. Demikian juga ada hadits yang mengatakan "Barangsiapa mengunjungi kuburan kemudian membaca surat Yasin, maka Allah akan meringankan penghuni kuburan tersebut, dan bagi pembacanya akan mendapatkan pahala" (hadits ini disebut dalam Bahrurra'iq, karangan Zaila'i (Hanafi) dan sanadnya lemah). Riwayat dari Imam Syafi'i dan Ahmad mengatakan ibadah tersebut tidak sampai kepada mayit, seperti shalat qadla untuk mayit. Riwayat dari Imam Malik mengatakan makruh karena tidak dilakukan oleh ulama terdahulu.

Masalah menghajikan orang lain Pendapat ulama yang mengatakan boleh menghajikan orang lain, dengan syarat bahwa orang tersebut telah meninggal dunia dan belum melakukan ibadah haji, atau karena sakit berat sehingga tidak memungkinkannya melakukan ibadah haji namun ia kuat secara finansial. Ulama Haanfi mengatakan orang yang sakit atau kondisi badanya tidak memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau biaya untuk haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya, apalagi bila sakitnya kemungkinan susah disembuhkan, ia wajib meninggalkan wasiat agar dihajikan. Mazhab Maliki mengatakan menghajikan orang yang masih hidup tidak diperbolehkan. Untuk yang telah meninggal sah menghajikannya asalkan ia telah mewasiatkan dengan syarat biaya haji tidak mencapai sepertiga dari harta yang ditinggalkan. Mazhab Syafi'i mengatakan boleh menghajikan orang lain dalam dua kondisi; Pertama : untuk mereka yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena tua atau sakit sehingga tidak sanggup untuk bisa duduk di atas kendaraan.

Page 27: HOTD-haji

Orang seperti ini kalau mempunyai harta wajib membiayai haji orang lain, cukup dengan biaya haji meskipun tidak termasuk biaya orang yang ditinggalkan. Kedua orang yang telah meninggal dan belum melaksanakan ibadah haji, Ahli warisnya wajib menghajikannya dengan harta yang ditinggalkan, kalau ada. Ulama syafi'i dan Hanbali melihat bahwa kemampuan melaksanakan ibadah haji ada dua macam, yaitu kemampuan langsung, seperti yang sehat dan mempunyai harta. Namun ada juga kemampuan yang sifatnya tidak langsung, yaitu mereka yang secara fisik tidak mampu, namun secara finansial mampu. Keduanya wajib melaksanakan ibadah haji.

Dalil-dalil :

1. Hadist riwayat Ibnu Abbas "Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah "Wahai Rasulullah ayahku telah wajib Haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan apakah boleh aku melakukan ibadah haji untuknya?" Jawab Rasulullah "Ya, berhajilah untuknya" (H.R. Bukhari Muslim dll.).

2. Hadist riwayat Ibnu Abbas " Seorang perempuan dari bani Juhainah datang kepada Rasulullah s.a.w. bertanya "Rasulullah!, Ibuku pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?. Rasulullah menjawab "Hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi" (H.R. Bukhari & Nasa'i).

3. "Seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata "Ayahku meninggal, padahal dipundaknya ada tanggungan haji Islam, apakah aku harus melakukannya untuknya? Rasulullah menjawab "Apakah kalau ayahmu meninggal dan punya tanggungan hutang kamu juga wajib membayarnya ? "Iya" jawabnya. Rasulullah berkata :"Berahjilah untuknya". (H.R. Dar Quthni)

 4. Riwayat Ibnu Abbas, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah s.a.w. mendengar seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubramah" (Labbaik/aku memenuhi pangilanmu ya Allah, untuk Syubramah), lalu Rasulullah bertanya "Siapa Syubramah?". "Dia saudaraku, Rasulullah", jawab lelaki itu. "Apakah kamu sudah pernah haji?" Rasulullah bertanya. "Belum" jawabnya. "Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubramah", lanjut Rasulullah. (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Dar Quthni dengan tambahan "Haji untukmu dan setelah itu berhajilah untuk Syubramah". Hukum menyewa orang untuk melaksanakan haji (badal haji): Mayoritas ulama Hanafi mengatakan tidak boleh menyewa orang melaksanakan ibadah haji, seperti juga tidak boleh mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur'an. Dalam sebuah hadist riwayat Ubay bin Ka'ab pernah mengajari al-Qur'an lalu ia diberi hadiah busur, Rasulullah bersabda "Kalau kamu mau busur dari api menggantung di lehermu, ya ambil saja".(H.R. Ibnu Majah). Rasulullah juga berpesan kepada Utsman bin Abi-l-Aash agar jangan mengangkat muadzin yang meminta upah" (H.R. Abu Dawud).

Sebagian ulama Hanafi dan mayoritas ulama Syafi'i dan Hanbali mengatakan boleh saja menyewa orang melaksanakan ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya yang boleh diwakilkan, dengan landasan hadist yang mengatakan "Sesungguhkan yang layak kamu ambil upah adalah Kitab Allah" (Dari Ibnu Abbas H.R. Bukhari). dan hadist-hadiat yang mengatakan boleh mengambil upah Ruqya (pengobatan dengan membaca ayat al-Qur;an). Ulama yang mengatakan boleh menyewa orang untuk melaksanakan ibadah haji, berlaku baik untuk orang yang telah meninggal maupun orang yang belum meninggal. Ulama Maliki mengatakan makruh menyewa orang melaksanakan ibadah haji, karena hanya upah mengajarkan al-Qur'an yang diperbolehkan dalam masalah ini menurutnya. Menyewa orang melaksanakan ibadah

Page 28: HOTD-haji

haji juga hanya boleh untuk orang yang telah meninggal dunia dan telah mewasiatkan untuk menyewa orang melakukan ibadah haji untuknya. Kalau tidak mewasiatkan maka tidak sah.

Syarat-syarat menghajikan orang lain :

1. Niyat menghajikan orang lain dilakukan pada saat ihram. Dengan mengatakan, misalnya, "Aku berniyat melaksanakan ibadah haji atau umrah ini untuk si fulan".

2. Orang yang dihajikan tidak mampu melaksanakan ibadah haji, baik karena sakit atau telah meninggal dunia. Halangan ini, bagi orang yang sakit, harus tetap ada hingga waktu haji, kalau misalnya ia sembuh sebelum waktu haji, maka tidak boleh digantikan.

3. Telah wajib baginya haji, ini terutama secara finansial.

4. Harta yang digunakan untuk biaya orang yang menghajikan adalah milik orang yang dihajikan tersebut, atau sebagian besar miliknya.

5. Sebagian ulama mengatakan harus ada izin atau perintah dari pihak yang dihajikan. Ulama Syafi'i dan Hanbali mengatakan boleh menghajikan orang lain secara sukarela, misalnya seorang anak ingin menghajikan orang tuanya yang telah meninggal meskipun dulu orang tuanya tidak pernah mewasiatkan atau belum mempunyai harta untuk haji.

6. Orang yang menghajikan harus sah melaksanakan ibadah haji, artinya akil baligh dan sehat secara fisik.

7. Orang yang menghajikan harus telah melaksanakan ibadah haji, sesuai dalil di atas. Seorang anak disunnahkan menghajikan orang tuanya yang telah meninggal atau tidak mampu lagi secara fisik. Dalam sebuah hadist Rasulullah berkata kepada Abu Razin "Berhajilah untuk ayahmu dan berumrahlah". Dalam riwayat Jabir dikatakan "Barang siapa menghajikan ayahnya atau ibunya, maka ia telah menggugurkan kewajiban haji keduanya dan ia mendapatkan keutamaan sepuluh haji". Riwayat Ibnu Abbas mengatakan "Barangsiapa melaksanakan haji untuk kedua orang tuanya atau membayar hutangnya, maka ia akan dibangkitkan di hari kiamat nanti bersama orang-orang yang dibebaskan" (Semua hadist riwayat Dar Quthni). Demikian, semoga membantu.

Waalahu a'alam

Muhammad Niam

(Dari berbagai sumber )

http://islamhouse.org/id/books/doc/1069.doc

MANASIK

HAJI DAN UMRAH

&

Beberapa Kesalahan

Page 29: HOTD-haji

Yang Dilakukan Sebagian Jama’ah    

oleh

Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin   

Penerjemah

Aman Nadir Saleh

Editor

Muhammad Yusuf Harun, MA.

Munir Fuadi, Lc.

Muh.Muinuddin Basri. 

BAGAIMANA SEORANG MUSLIM

MELAKUKAN MANASIK HAJI DAN UMRAH 

      Cara yang terbaik bagi seorang muslim untuk melakukan manasik haji dan umrah adalah dengan melaksanakan haji dan umrah tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh Rasulullah – shallallahu alaihi wasallam – agar dengan demikian mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah. Allah Ta’ala berfirman :

      “Katakanlah : ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (Ali Imron:31) 

      Sedang bentuk haji yang paling sempurna adalah haji Tamattu’ bagi orang-orang yang sebelumnya tidak membawa binatang kurban, karena Nabi – sallahu alaihi wasallam – telah memerintahkan (untuk bertahallul setelah selesai umrah) dan menegaskan kepada para sahabat beliau dengan sabdanya :

      Andaikata aku menghadapi urusanku (dalam haji) tentu aku tidak akan berpaling. Aku tidak akan membawa binatang kurban, dan tentu aku akan bertahallul bersama kalian.”

      haji tamattu’; adalah melaksanakan ibadah umrah secara sempurna pada bulan-bulan haji, dan bertahallul dari umrah tersebut, lalu berihram untuk haji pada tahun itu juga.

UMRAH

 1. Jika anda berihram untuk umrah, maka mandilah sebagaimana ketika mandi

besar –bila hal itu memungkinkan- lalu pakailah pakaian ihram berupa kain dan selendang (bagi kaum wanita memakai pakaian apa saja yang tanpa berhias), kemudian bacalah :

Page 30: HOTD-haji

“Aku sambut panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah. Aku sambut panggilanmu, ya Allah, aku sambut panggilanMu. Aku sambut panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tiada sekutu bagiMu.”

Labbaik artinya ; aku sambut panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji dan Umrah.

2. Jika sudah sampai di Makkah, lakukanlah tawaf umrah mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad. Lalu shalatlah dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim, dekat dengan Maqam ( kalau mungkin) atau jauh darinya.

3. Setelah selesai shalat dua raka’at, pergilah ke Bukit Shafa untuk melakukan sa’i umrah tujuh kali putaran, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa.

4. Setelah selesai sa’i, pendekkanlah rambut kepala.

Dengan demikian, selesailah palaksanaan ibadah Umrah, dan bukalah pakaian ihram anda lalu gantilah dengan pakaian biasa.

HAJI1. Pada pagi hari tanggal 8 zulhijjah, berihramlah untuk haji dari tempat tinggal

anda dengan mandi terlebih dahulu jika mungkin, lalu pakailah pakaian ihram kemudian ucapkanlah :

“Aku sambut panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji. Aku sambut panggilanMu, ya Allah, aku sambut panggilanMu, aku sambut  panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tiada sekutu bagiMu.” 

2. kemudian pergilah ke Mina. Shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh di sana dengan mengqashar shalat-shalat yang empat raka’at (masing-masing dilakukan pada waktunya tanpa jama’ ta’khir dan jama’ taqdim).

3. Jika matahari telah terbit pada tanggal 9 Zulhijjah pergilah menuju Arafat, shalatlah Zuhur dan Asar di Arafat dengan jama’ taqdim dan qashar (dua raka’at, dua raka’at). Berdiamlah di Arafat sampai matahari terbenam dengan memperbanyak zikir dan do’a sambil menghadap Kiblat.

4. jika matahari terbenam, tinggalkanlah Arafat menuju Muzdalifah. Shalat Maghrib, Isya dan Shubuh di Muzdalifah, lalu berdiamlah di Muzdalifah untuk berdo’a dan zikir sampai mendekati terbitnya matahari. (Jika keadaan anda lemah, tidak mungkin berdesak-desakan saat melampar jumrah, maka diperbolehkan bagi anda untuk berangkat menuju Mina setelah pertengahan malam lalu melempar Jumrah Aqabah sebelum rombongan jemaah datang).

5. Jika telah dekat terbitnya matahari, berjalanlah menuju Mina. Setelah sampai di Mina, lakukanlah hal-hal berikut :

a. melempar Jumrah Aqabah (yaitu jumrah yang paling dekat dengan Makkah) sebanyak tujuh kali lemparan batu kerikil secara beruntun satu persatu, dan bertakbirlah pada setiap kali lemparan.

b. Menyembelih binatang kurban. Makanlah sebagian dagingnya dan bagikanlah kepada kaum fakir (menyembelih binatang kurban ini wajib bagi orang yang melakukan haji Tamattu’ atau haji Qiran).

c. Cukurlah dengan bersih rambut kepala anda atau pendekkanlah. Dan mencukur bersih lebih utama daripada sekedar memendekkannya

Page 31: HOTD-haji

(bagi kaum wanita cukup memotong sebagian rambut kepalanya sepanjang ujung jari).

 

Tiga hal tersebut di atas –jika mungkin- dilakuan secara berurutan; dimulai dari Melempar Jumrah Aqabah, lalu Menyembelih Binatang Kurban, kemudian mencukur rambut. Tapi jika dilakukan tidak berurutan juga tidak ada masalah.

      Setelah melempar dan mencukur rambut, anda bertahallul awwal dan pakailah pakaian biasa. Pada saat ini anda diperbolehkan melakukan larangan-larangan ihram kecuali masalah wanita (yaitu jima’ dengan isteri).

6. Pergilah ke Makkah dan lakukanlah Thawaf Ifadah (Thawaf haji) kemudian lakukan Sa’i haji antara Shafa dan Marwa.

             Dengan demikian anda telah bertahallul tsani. Pada saat ini anda diperbolehkan melakukan segala larangan ihram sampai masalah wanita.

7. setelah Thawaf dan Sa’i kembalilah ke Mina untuk bermalam di Mina pada malam 11 dan 12 zulhijjah.

8. kemudian lemparlah ketiga jumrah pada hari kesebelas dan kedua belas Zulhijjah setelah matahari tergelincir ke barat (ba’da zawal)(1), dimulai dari Jumrah Ula (Jumrah yang terjauh dari Makkah), lalu Jumrah Wustha kemudian Jumrah Aqabah. Setiap Jumrah dilempar dengan tujuh kali lemparan batu kerikil secara berurutan dengan bertakbir pada setiap kali lemparan batu. Setelah melempar Jumrah Ula begitu juga setelah melempar Jumrah Wustha, berdo’a kepada Allah sambil menghadap Kiblat. Melempar ketiga Jumrah pada dua hari ini tidak sah jika dilakukan sebelum matahari tergelincir (qabla zawal).

9. Setelah selesai melempar ketiga Jumrah pada hari kedua belas zulhijjah, jika ingin tergesa-gesa meninggalkan Mina maka tinggakanlah Mina sebelum matahari terbenam. Tetapi jika ingin tetap tingal –dan itu lebih utama- bermalamlah sekali lagi di Mina pada malam ketiga belas zulhijjah, lalu lemparlah ketiga Jumrah pada siang hari tanggal ketiga belas tersebut setelah matahari tergelincir (ba’da zawal) seperti yang anda lakukan  pada tanggal kedua belas.

10. jika ingin kembali  pulang ke negeri anda, lakukanlah Thawaf Wada’ mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran menjelang perjalanan   pulang anda. Bagi wanita yang sedang haid dan nifas tidak memppunyai kewajiban thawaf wada’.

ZIARAH MASJID NABAWI

DI MADINAH MUNAWWARAH 

1. Pergilah ke Madinah sebelum ibadah haji atau sesudahnya dengan niat ziarah Masjid Nabawi dan melakukan shalat di dalamnya, karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik seribu kali dari shalat di tempat lain kecuali di Masjidil Haram.

2. Jika sudah sampai di Masjid Nabawi, lakukanlah shalat Tahiyyatul masjid dua rakaat atau shalat fardhu jika sudah qamat.

Page 32: HOTD-haji

3. Lalu pergilah ke kuburan Nabi –shalalllahu alaihi wasallam-, berdirilah di depan kuburan beliau dan sampaikanlah salam dengan mengucapkan :

“Semoga salam sejahera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Nabi. Semoga Allah selalu melimpahkan shalawat dan memberikan pahala kebaikan kepadamu.” 

      Lalu melangkahlah ke sebelah kanan selangkah atau dua langkah untuk berdiri di depan kuburan Abu Bakar t dan sampaikanlah salam kepadanya dengan mengucapkan :

“Semoga salam sejahtera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Abu Bakar Khalifah Rasulullah. Semogga Allah memberi keridhaan dan pahala kebaikan kepadamu.” 

      Kemudian melangkahlah ke sebelah kanan lagi selangkah atau dua langkah untuk berdiri di depan kuburan Umar dan sampaikanlah salam kepadanya dengan mengucapkan :

“Semoga salam sejahterra, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Umar Amirul mukminin. Semoga Allah memberi keridhaan dan pahala kebaikan kepadamu.”

4. Pergilah ke Masjid Quba’ dalam keadaan suci dan lakukanlah shalat di dalamnya.

5. Pergilah ke Baqi’ da ziarahlah ke kuburan Ustman t, berdirilah di depan kuburan beliau dan sampaikanlah salam kepadanya dengan mengucapkan:

“Semoga salam sejahtera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Ustman Amirul mukminin. Semoga Allah selalu memberi keridhaan dan pahala kebaikan kepadamu.” 

      Juga sampaikanlah salam kepada Muslimin lainnya yang dikuburkan di Baqi’.

6. Pergilah ke Uhud dan ziarahlah ke kuburan Hmzah t dan kuburan para syuhada’ yang lain, serta sampaikanlah salam kepada mereka dan berdo’alah kepada Allah untuk selalu memberikan ampunan, rahmat dan keridhaan kepada mereka.

 

LAIN LAIN 

      Wajib bagi orang yang dalam keadaan berihram haji atau umrah hal-hal berikut:

1. Konsisten melaksanakan segala yang diwajibkan oleh Allah berupa syari’at agamaNya, seperti mendirikan shalat pada waktunya dengan berjamaah.

2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah seperti rafast (perkataan cabul), perbuatan fasik dan maksiyat, sebagaimana firman Allah :

Page 33: HOTD-haji

“Maka barangsiapa yang telah menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam (masa mengerjakan) haji.” (Al-Baqarah 197).

3. Menjauhkan diri dari perbuatan atau ucapan yang bisa menyakiti sesama orang Islam di tempat-tempat suci maupun di tempat lain.

4. Menjauhkan diri dari segala larangan ihram:a. Tidak  mencabut sesuatupun dari rambut atau kuku. Adapun mencabut

duri atau semisalnya maka tidak apa-apa, sekalipun keluar darah.b. Tidak memakai wangi-wangian di badan, pakaian, makanan dan

minumannya setelah berihram. Tidak pula memakai sabun yang berparfum. Sedang wangi-wangian yang dipakai sesaat sebelum berihram maka hal itu tidak apa-apa.

c. Tidak membunuh binatang buruan, yaitu binatang darat yang halal dan pada dasarnya liar.

d. Tidak berhubungan dengan wanita karena nafsu syahwat, baik dengan sentuhan, ciuman atau yang lain atau yang lebih dari itu, yaitu bersetubuh.

e. Tidak melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau untuk  orang lain. Tidak pula meminang seorang wanita untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain.

f. Tidak memakai kaos tangan. Kalau sekedar membalut tangan dengan sehelai kain maka hal itu tidak apa-apa.

      Hal-hal tersebut adalah larangan-larangan ihram yang berlaku bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan.

      Adapun larangan ihram yang khusus untuk kaum laki-laki adalah :

a. Tidak menutupi kepalanya dengan barang yang menempel di kepala. Kalau sekedar memayungi kepalanya dengan  payung, atap mobil, kemah, dan membawa barang di kepalanya, hal itu tidak apa-apa.

b. Tidak memakai baju, surban, topi, celana, dan sepatu, kecuali jika memang benar-benar tidak mendapatkan sandal lalu memakai sepatu.

c. Tidak memakai hal-hal yang semakna dengan hal-hal tersebut di atas, tidak mamakai mantel dan sejenisnya, kopiah, kaos dalam dan sejenisnya.

   Diperbolehkan bagi kaum laki-laki untuk memakai sandal, cicin, kaca mata, alat bantu pendengaran, jam tangan atau jam yang dikalungkan di lehernya, dan sabuk besar untuk menyimpan bekalnya.

   Diperbolehkan pula untuk membersihkan diri dengan tidak memakai wangi-wangian juga diperbolehkan mencuci dan menggaruk kepala dan badannya. Jika kemudian, karena hal itu, rambut terjatuh tanpa disengaja maka hal itu tidak apa-apa.

   Adapun bagi kaum wanita dilarang memakai niqab dan burqu’ (sejenis tutup muka). Sesuai dengan sunnah, seorang wanita hendaknya membuka mukanya, kecuali memang dilihat orang laki-laki yang bukan mahramnya maka wajib baginya untuk menutup mukanya di saat ihram maupun di luar ihram.

Page 34: HOTD-haji

   Alah yang memberi taufiq, semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.  

BEBERAPA KESALAHAN

YANG DILAKUKAN OLEH SEBAGIAN JAMAAH HAJI

      Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad (Nabi terahir), para keluarga dan sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau sampai hari pembalasan (hari kiamat).

      Selanjutnya Allah Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya, Nabi yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’raf : 158)

“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran : 31) 

“Sebab itu bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata.” (An Naml : 79) 

“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu kecuali kesesatan. Maka bagaimanakah kamu bisa dipalingkan (dari kebenaran) itu?” (Yunus : 32) 

      ِِِِAyat-ayat tersebut di atas menunjukkan, bahwa segala sesuatu yang menyimpang dari petunjuk dan cara Nabi r adalah batal, sesat dan ditolak. Sebagaimana sabda Nabi r :

“Barang siapa melakukan perbuatan yang mengada-ada pada urusan kami maka ia ditolak.” (Hadist muttafaq alaih)

      Sebagian orang Islam –semoga Allah memberi petunjuk dan taufiq kepada mereka- melakukan beberapa hal dalam masalah ibadah, tidak berdasarkan pada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah r, terutama dalam masalah ibadah haji, yang sering kali muncul orang-orang yang berani dan tergesa-gesa memberikan fatwa tanpa ilmu pengetahuan, sehingga kedudukan fatwa menjadi ladang bisnis sebagian orang untuk kepentingan materi dan popularitas, serta terjadilah kesesatan dan penyesatan seperti yang telah terjadi.

      Seharusnya seorang muslim tidak dengan mudah dan berani memberikan fatwa tanpa ilmu pengetahuan, karena kedudukannya hanya sebagai penyampai ajaran dari Allah, dan semestinya saat memberikan fatwa ingat kepada firman Allah Ta’ala tentang Nabinya r :

Page 35: HOTD-haji

“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia  pada tangan kanannya kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat tersebut.” (Al-Haqqah : 44-47)

      “Katakanlah : Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak orang tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui,” (Al-A’raf : 33) 

      Dan kesalahan yang sering dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah karena hal tersebut di atas, yaitu akibat fatwa tanpa ilmu pengetahuan dan ikut-ikutan di antara mereka tanpa dalil dan dasar.

      Insyaallah akan kami terangkan –dengan pertolongan Allah- Sunnah Nabi r tentang manasik haji yang sering dilakukan secara salah oleh para jamaah haji, dengan memberi panekanan pada kesalahan-kesalahan tersebut.

      Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita dan memberi manfaat dengan risalah ini kepada saudara-saudara kita kaum muslimin semuanya. Sesunguhnya Allah Pemberi Karunia dan Maha Mulia.  

IHRAM DAN BEBERAPA KESALAHAN YANG TERJADI 

      Telah tersebut dalam Hadist Shahih Bukhari-Muslim dan yang lain-lain dari Ibnu Abbas t bahwa Nabi telah menentukan miqat untuk penduduk Madinah di Zul Hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk najed di Qarn, dan penduduk Yaman di Yalamlam. Dan sabda beliau yang artinya :

“Tempat-tempat tersebut adalah miqat untuk penduduk masing-masing tempat tersebut, dan juga untuk orang-orang (bukan penduduk tempat tersebut) yang datang ke tempat tersebut, yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah.” 

Dari Aisyah r,a, bahwa Nabi r telah menetapkan miqat penduduk Iraq di Zdatu Irq (riwayat Abu Daud dan Nasa’I). 

      Miqat-miqat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah r ini merupakan batasan-batasan agama yang telah ditetapkan secara tauqify, yang diwariskan dari Pembuat Syari’at, yang tak seorangpun dibolehkan merobah, melanggar, atau melampauinya tanpa ihram bagi yang hendak menunaikan ibadah haji atau umrah, karena hal itu berarti pelanggaran terhadap batasan-batasan (hukum-hukum) Allah, dan Allah Ta’ala telah berfirman :

“Dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah : 229) 

      Dan karena Nabi Muhammad r juga telah bersabda dalam hadits Ibnu Umar t

Page 36: HOTD-haji

      “Penduduk Madinah bertalbiah dari Zul Hulaifah, penduduk Syam bertalbiah dari Juhfah, dan penduduk Najed dari Qarn.” 

      Hadits ini bentuknya berita tapi mempunyai makna perintah. Bertalbiah artinya : bersuara keras dengan talbiah, dan ini dilakukan setelah ihram. Maka ihram dari miqat-miqat tersebut hukumnya wajib bagi yang hendak haji dan umrah, jika melewatinya atau melewati tempat yang sejajar dengannya, baik yang datang melalui darat, laut, atau udara.

      Jika datang melalui darat, hendaknya turun di miqat tersebut jika melewatinya, atau turun di tempat yang sejajar dengan miqat tersebut jika tidak melewatinya, kemudian melakukan hal-hal yang harus di kerjakan pada saat ihram, seperti  : mandi, memakai wangi-wangian di badannya, memakai pakaian ihram, dan kemudian niat ihram sebelum berangkat.

      Jika melalui laut, hendaknya mandi, memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram pada saat kapalnya berhenti di tempat yang sejajar dengan miqat, lalu niat ihram sebelum kapal berangkat. Tapi jika kapalnya tidak berhenti di tempat yang sejajar dengan miqat, maka pekerjaan-pekerjaan tersebut (mandi, memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram) hendaknya dilakukan sebelum kapal melewati tempat yang sejajar dengan miqat, sedang niat ihram, baru dilakukan saat kapal melewati tempat tersebut.

      Jika melalui udara, hendaknya mandi terlebih dahulu ketika akan naik kapal, lalu memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai    pakaian ihram sebelum kapal melewati tempat yang sejajar dengan miqat, dan baru melakukan niat ihram beberapa saat sebelum kapal melewati tempat tersebut, tanpa harus menunggu kapal melewatinya, karena kapal terbang akan lewat dengan cepat tanpa memberi kesempatan untuk niat. Jika niat ihram dilakukan sebelum kapal melewati tempat tersebut untuk suatu kehati-hatian, maka hal itu tidak apa-apa karena tidak berbahaya.

      Kesalahan yang biasa dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah, bahwa mereka tidak ihram ketika kapal mereka lewat di atas miqat atau lewat di atas tempat yang sejajar dengan miqat, dan baru melaksanakan ihram saat sudah turun di Airport Jeddah. Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi r dan melanggar hukum-hukum Allah –subhanahu wata’ala.

      Di dalam Shahih Bukhari dari Abdullah bin Umar t, berkata : ketika dua kota ini di buka, yakni bashrah dan kufah, orang-orang datang kepada Umar t sambil berkata : “Wahai Amirul mukminin, sesunguhnya Nabi r telah menentukan batas miqat bagi penduduk Najed dan Qarn, tapi tempat itu di luar jalan yang kita lalui, dan kalau kita ingin datang ke tempat tersebut sangat sulit bagi kita.” Umar memjawab : “Maka carilah tempat yang sejajar dengan tempat tersebut dari jalan yang kalian lewati.” Dengan demikian Amirul mukminin, salah seorang khulafaurrasyidin, telah menentukan miqat untuk orang yang tidak melewati miqat-miqat yang telah ditentukan di tempat yang sejajar dengan miqat-miqat tersebut. Maka barangsiapa melewati tempat yang sejajar dengan miqat (di atas udara) sama hukumya dengan orang yang melewati tempat yang sejajar dengan miqat tersebut lewat darat, keduanya tidak ada bedanya.

      Jika seseorang melakukan kesalahan ini lalu turun di Jeddah tanpa ihram, maka dia wajib kembali ke miqat yang di lewatinya di atas udara lalu melakukan ihram dari tempat tersebut. Jika tidak kembali dan hanya melakukan ihram dari Jeddah, maka

Page 37: HOTD-haji

menurut kebanyakan ulama wajib baginya membayar fidyah dengan binatang yang di sembelih di Makkah, dan seluruh dagingnya dibagikan kepada fuqara’ Makkah, tidak boleh makan darinya atau menghadiahkan sebagian kepada orang kaya, karena fidyah (binatang tersebut) berfungsi sebagai kaffarah (penghapus dosa). 

THAWAF

DAN BEBERAPA KESALAHAN FI’LIYAH YANG TERJADI 

      Telah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau memulai thawaf dari Hajar Aswad pada rukun Yamani sebelah timur Ka’bah, mengelilingi seluruh Ka’bah di luar Hijr Isma’il. Beliau melakukan thawaf dengan raml (jalan cepat) hanya pada tiga putaran  pertama saat thawaf qudum (thaawaf pertama kali sampai di Makkah). Dalam thawaf, beliau pernah memegang Hajar Aswad dan menciumnya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan tangannya lalu mencium tangannya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan tongkatnya, kemudian mencium tongkat tersebut sedang beliau di atas ontanya. Beliau melakukan thawaf di atas ontanya dan memberi isyarat pada Hajar aswad setiap kali melewatinya. Juga telah tersebut dalam hadis shahih dari beliau, bahwa beliau pernah memegang Rukun Yamani.

      Perbedaan cara memegang Hajar Aswad tersebut di atas dilakukan –walahu a’lam- sesuai dengan kemungkinan dan kemudahan yang ada, jika mudah dan mungkin, beliau memegangnya, dan jika tidak mungkin, beliau tidak memegangnya. Dan pekerjaan memegang, mencium dan memberi isyarat tersebut hanya merupakan bentuk ibadah dan bukan keyakinan bahwa Hajar Aswad itu sendiri dapat memberi mamfaat atau mudharat. Disebutkan dalam shahih Bukhari-Muslim bahwa Umar t pernah berkata : “sesunguhnya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa, yang tidak bisa mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak pernah melihat Nabi r menciummu, tentu aku tak akan menciummu.” 

      Beberapa kesalahan yan biasa dilakukan sebagian jamaah haji:

1. Memulai thawaf dari sebelum Hajar Aswad dan Rukun Yamai. Ini merupakan perbuatan yang berlebih-lebihan dalam agama, yang dilarang oleh Nabi r. Perbuatan ini, dalam beberapa segi, mirip seperti memulai puasa Ramadhan sehari atau dua hari sebelum masuk bulan Ramadhan yang jelas-jelas dilarang oleh Nabi r.

      Adapun pengakuan sebagian jamaah haji bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya kehati-hatian (ihtiyath), maka hal itu tidak bisa diterima, karena kehati-hatian yang sebenarnya dan bermanfaat adalah mengikuti syari’at dan tidak mendahului Allah dan Rasulnya.

2. Melakukan thaawaf dalam keadan ramai dan berdesak-desakan, hanya mengelilingi bangunan Ka’bah yang bersegi empat saja dan tidak mengelilingi Hijir Ismail, dimana mereka masuk dari pintu Hijir Ismail dan keluar melalui pintu di seberangnya. Hal ini merupakan kesalahan yang besar, dam tidak sah thawaf yang demikian, karena berarti belum mengelilingi seluruh Ka’bah tapi baru mengelilingi sebagian saja.

3. Thawaf dengan raml (jalan cepat) pada seluruh  putaran.4. Berdesak-desakan untuk mencapai Hajar Aswad agar dapat menciumya,

sehingga kadang-kadang bisa menyebabkan saling bunuh, saling caci maki, dan terjadilah pukul-memukul dan ucapan-ucapan mungkar yang tak layak dilakukan, juga tak layak dilakukan di tempat yang suci ini, Masjidil Haram, di

Page 38: HOTD-haji

bawah lindungan Ka’bah, yang membatalkan thawaf, bahkan bisa membatalkan ibadah haji secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, maka barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka  tidak boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan dalam melaksanakan haji.” Al-Baqarah : 197)

      Berdesak-desakan ini bisa menghilangkan kekhusyu’an dan melupakan zikir pada Allah, padahal keduanya merupakan tujuan yang paling agung dari ibadah thawaf ini.

5. keyakinan sebagian jamaah, bahwa Hajar Aswad itu memberikan manfaat. Maka bisa anda lihat, setelah mereka memegangnya, ada yang mengusapkan tangannya ke seluruh anggota badannya atau mengusapkan tangannya kepada anak-anaknya yang bersama mereka. Semua ini adalah suatu kebodohan dan kesesatan. Karena manfaat dan madharat hanya dari Allah Ta’ala semata, sebagimana telah di sebutkan dalam ucapan Amirul Mukminin Umar t :

“Sesungguhya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa yang tidak mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak melihat Nabi r menciummu tentu aku tak akan menciummu.”

6. Sebagian jamaah haji memegang seluruh rukun Ka’bah, bahkan mungkin memegang seluruh tembok Ka’bah dan mengusapnya. Hal ini merupakan kebodohan dan kesesatan, karena pekerjaan memegang ini adalah suatu bentuk ibadah dan pengagungan kepada Allah Azza Wa Jalla. Maka dalam hal ini wajib melakukan berdasarkan pada apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah r dan tidak memegang Ka’bah kecuali dua rukun yamani (Hajar Aswad yang terletak pada rukun yamani timur) dan rukun Yamani barat.

      Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Mujahid dari Ibnu Abbas t. bahwa dia pernah melakukan thawaf bersama Muawiyah t. dan Muawiyah memegang seluruh Rukun Ka’bah, maka Ibnu Abbas t. bertanya : “Kenapa anda memegang dua rukun ini (selain rukun yamani) padahal Rasulullah r tidak pernah memegangnya” Muawiyah menjawab: “tidak ada sesuatupun dari Ka’bah ini yang harus dijauhi.” Kemudian Ibnu Abbas t menimpali dengan menyebut firman Alah subhanahu wataala yang artinya:

      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.”

      Jawab Mu’awiyah : engkau benar.”  

THAWAF DAN BEBERAPA KESALAHAN

QAULIYAH YANG TERJADI 

Page 39: HOTD-haji

      Tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau bertakbir setiap kali sampai pada Hajar Aswad. dan pada antara rukun Yamanai dan Hajar Aswad beliau membaca do’a :

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkan kami dari siksaan api neraka.”

      Dan beliau bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, di Shafa dan Marwa, dan melempar Jumrah ditetapkan untuk mendirikan zikir kepada Allah.”

      Kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji dalam hal ini adalah menghususkan do’a-do’a tertentu pada setiap putaran dan tidak membaca do’a yang lain. Sehingga sering terjadi pemenggalan atau pemotongan do’a meskipun tinggal satu kata karena satu putaran telah sempurna sebelum do’anya selesai lalu berpindah kepada bacaan do’a lain yang khusus untuk putaran berikutnya. Begitu juga jika bacaan do’anya selesai sebelum putaran habis, ia hanya diam saja dan tidak membaca apa-apa.

      Tidak pernah disebutkan dari Rasulullah r bahwa dalam thawaf ada do’a khusus untuk setiap putaran. Syekh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- pernah mengatakan : “tidak ada di dalamnya(yakni thawaf) zikir tertentu dari Rasulullahr baik dengan perintah, ucapan, atau ajarannya. Bahkan beliau membaca do’a dalam thawaf dengan semua do’a-do’a yang masyru’. Dan apa yang dibaca oleh kebanyakan orang berupa do’a tertentu di bawah mizab dan yang serupa tidak mempunyai dasar dan alasan.”

      Untuk itu, seorang yang sedang thawaf hendaknya berdo’a dengan do’a apa saja yang disenanginya dari kebaikan dunia dan akhirat, dan menyebut Allah dengan zikir-zikir yang masyru’ berupa : tasbih, tahmid, tahlil, takbir, atau membaca Al-Qur’an.

      Diantara kesalahan yang dilakukan sebagian jamaah adalah mengambil do’a dari kumpulan do’a-do’a (yang sudah terbukukan), kemudian berdo’a dengan do’a-do’a tersebut tanpa tahu maknanya. padahal do’a-do’a tersebut mungkin saja ada yang salah cetak atau salah tulis yang mengakibatkan maknanya bertolak belakang, sehingga do’a tersebut bukan untuk kebaikan dirinya tapi justru untuk kejelekan dirinya tanpa disadari. Kami pernah menyaksikan keanehan yang unik ini.

      Andaikata orang yang sedang thawaf tersebut berdo’a kepada Tuhannya dengan do’a-do’a yang ia kehendaki, yang ia ketahui, dan ia harapkan maksud do’a tersebut  terlaksana, tentu labih baik dan tentu lebih bermanfaat baginya, dan berarti lebih mengikuti Rasulullah r.

      Di antar kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah  haji adalah thawaf berombongan dibawah pimpinan seorang komando yang membacakan do’a untuk mereka dengan suara keras dan diikuti oleh rombongannya dangan satu suara, sehinga suara-suara keras bermunculan dan terjadilah suara ribut, orang lain yang sedang thawaf terganggu, dan tidak tahu apa yang sedang dibaca. Hal ini bisa menghilangkan kekhusyu’an dan mengganggu saudara-saudara kita hamba-hamba Allah Ta’ala di tempat yang aman ini. Padahal Rasulullah r pernah mendatangi orang-orang yang shalat dan bersuara keras dalam bacaan mereka, dan beliau bersabda :

Page 40: HOTD-haji

“Masing-masing anda sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka hendaknya masing-masing jangan saling bersuara keras dalam bacaan Al-Qur’an.” (Riwayat Malik dalam Muwatta’, dan Ibnu Abdil Barr mengatakan: hadits tersebut shahih). 

      Alangkah baiknya, jika sang komando ketika sampai di Ka’bah bersama rombongannya berhenti terlebih dahulu dan meminta kepada mereka untuk melakukan ini dan itu, dan berdo’a dengan do’a apa saja yang mereka sukai, sehingga dia dapat thawaf dengan mereka tanpa terjadi kesalahan dan dapat thawaf dengan khusyu’ dan thuma’ninah (tenang), sambil berdo’a kepada Tuhan mereka (dengan  penuh harap dan rasa takut) dengan do’a-do’a yang mereka sukai, mereka ketahui maknanya, mereka inginkan terkabulkan maknanya, dan orang lain dapat terselamatkan.  

SHALAT SUNNAH THAWAF DAN KESALAHAN YANG TERJADI 

      Tersebut dalam hadits shahih dari Rasulullah r bahwa setelah selesaai thawaf beliau menuju ke Maqam Ibrahim lalu mengucapkan:

“Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim tempat shalat.” (Al-Baqarah: 125) 

      Kemudian beliau shalat dua raka’at, sementara posisi maqam Ibrahim berada di antara  beliau dan Ka’bah. Pada rakaat pertama membaca surat Al-Ftihah dan Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas.

      Kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji di sini adalah angapan mereka, bahwa shalat dua rakaat harus dilakukan dekat dengan Maqam Ibrahim, sehingga terjadilah desak-desakan, menyakiti orang lain yang sedang thawaaf, dan mengganggu jalannya thawaf mereka. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah, karena shalat dua rakaat setelah thawaf sah dilakukan dimana saja di Masjidil Haram; bisa di belakang Maqam Ibrahim sehingga posisi maqam Ibrahim terletak antara dia dan Ka’bah meskipun agak jauh, bisa juga shalat di halaman (lingkaran) masjid, atau bisa pula di serambi masjid, sehingga dapat terhindar dari aniaya orang lain; tidak menyakiti orang lain dan tidak disakiti, dan dapat shalat dengan khusyu’ serta tenang.

      Alangkah baiknya, jika para petugas di Masjidil Haram melarang orang-orang yang menyakiti dan mengganggu orang yang sedang thawaf dengan melakukan shalat dekat dengan maqam tersebut, dan memberi penerangan kepada mereka bahwa shalat di dekat Maqam bukan syarat sahnya shalat dua raka’at setelah thawaf.

      Kesalahan  yang lain; bahwa sebagian jamaah, setelah selesai melakukan shalat dua rakaat, berdiri dan berdo’a bersama-sama dengan suara keras di bawah pimpinan komando mereka, sehinga menggangu orang lain yang sedang shalat di belakang Maqam. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:

“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raf:55)  

Page 41: HOTD-haji

NAIK BUKIT SHAFA DAN MARWA, DO’A DI ATAS

DUA BUKIT, BERLARI KECIL ANTARA DUA TANDA,

DAN KESALAHAN YANG TERJADI 

      Tersebut dalam hadits shahih dari Rasulullah r bahwa ketika mendekati bukit shafa beliau membaca:

“Sesunguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah.” (Al-Baqarah : 158) 

      Kemudian naik ke atas sampai dapat melihat Ka’bah, lalu memghadap Ka’bah, mengangkat kedua tangannya, membaca tahmid, dan berdo’a apa saja yang di ingini. Mengesakan dan membesarkan Allah, dan mengucapkan :

J َدJُهQ اللَهQ ِإNَالP ِإNلَهJ َال VْحJَو Jَال JَكVْيNِر Jَش ،QَهJل QَهJل QَكVل Qالُم QَهJل Jَو Qَد Vُم Jالَح Jَو QُهJى َوJلJَع dِّلQُك gٍء Vْي Jِر، َشVْيNَد Jِإَال ِإلَه َال َق  َزJ َوْحَدُه، اللَه Jأنَج QُهJَدVَعJَو Jِر JَصJن Jُه َوJَدVْبJَع Jَم Jَز JُهJَو Jاَب Jَز VْحJُه اَألJَد VْحJَو .

“Tiada tuhan (yang haq untuk disembah) kecuali Allah semata, yang tiada sekutu bagiNya. Hanya bagiNya segala kerajaan, dan hanya bagiNya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan (yang haq untuk disembah)   selain Allah semata, yang menepati janjiNya, dan memenangkan hambaNya serta menghancurkan golongan kafir, dengan tanpa dibantu siapapun.” 

      Berdo’a setelah itu, lalu membaca bacaan seperti di atas tiga kali. Kemudian turun sambil berjalan biasa. Saat kedua telapak kakinya menginjak tengah lembah (antara dua tanda hijau), beliau berlari kecil sampai melewatinya, lalu berjalan biasa sampai ke bukit Marwa, dan melakukan seperti yang beliau lakukan di atas bukit Shafa.

      Kesalahan yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang sedang melakukan sa’i di sini adalah bahwa ketika naik ke bukit Shafa dan Marwa mereka menghadap Ka’bah, bertakbir tiga kali dan mengangkat tangan sambil mengisyaratkan dengan tangan mereka sebagaimana mereka lakukan dalam shalat, kemudian turun dari bukit. Hal ini bertentangan dengan sunnah Rasulullah r. Untuk itu, hendaknya mereka melakukan sesuai dengan sunnah jika mungkin, atau meninggalkan kesalahan tersebut dan tidak megada-ada sesuatu perbuatan yang belum pernah dilakukan olen Nabi r.

      Kesalahan yang lain; mereka berlari kecil mulai dari shafa sampai Marwa dan dari Marwa ke Shafa. Hal ini bertentangan dengan sunnah Rasulullah. Karena lari kecil (menurut sunnah) hanya dilakukan pada dua tanda hijau saja, sedang sisanya hanya dilakukan jalan biasa. Hal ini sering terjdi mungkin karena ketidakmengertian atau karena tergesa-gesa ingin segera selesai sa’i. Wallahul Musta’an.  

WUQUF DI ARAFAH

DAN KESALAHAN YANG TERJADI 

Page 42: HOTD-haji

      Tersebut  dalam hadis shahih dari Rasulullah r bahwa beliau berdiam di Namirah pada hari arafah sampai matahari tergelincir, kemudian naik kendaraannya lalu turun untuk shalat Zhuhur dan Ashar masing-masing dua rakaat dijama’ taqdim dengan satu azan dan dua qamat. Kemudian naik kendaraannya lagi sampai ke tempat pemberhentiannya ( wuquf) dan berhenti lalu berkata :

“Aku wuquf di sini, dan Arafah seluruhnya adalah tempat wuquf .” 

      Dan beliau tetap wuquf di Arafah sambil menghadap qiblat, mengangkat kedua tangannya, berzikir dan berdo’a kepada Allah sampai matahari terbenam dan hilang bulatannya, lalu berangkat ke Muzdalifah. 

      Beberapa kesalahan yang dilakukan sebagian jamaah haji:

1. Mereka turun di luar batas daerah Arafah dan berdiam (berhenti) di tempat masing-masing (di luar daerah arafah) sampai matahari terbenam, kemudian menuju ke Muzdalifah tanpa wuquf di Arafah, ini merupakan kesalahan yang besar, karena wuquf di Arafah merupakan salah satu rukun haji yang tak sah haji seseorang tanpa wuquf di Arafah. Maka barang siapa tidak  wuquf di Arafah pada saat wuquf, hajinya tidak sah, sebagaimana sabda Rasulullah r :

“ haji itu adalah wuquf di Arafah. Barang siapa datang pada malam pertemuan tersebut sebelum fajar berarti wuqufnya sah.” 

Kesalahan yang fatal terjadi karena mereka tertipu oleh sebagian jamaah. Sebagian jamaah ada yang turun sebelum sampai daerah Arafah tanpa memperhatikan tanda-tanda batas daerah Arafah, sehinga haji mereka tidak sah dan orang lain yang datang kemudian tertipu mengikutinya dan tidak sah pula hajinya.

      Alangkah baiknya, para petugas haji memberi pengumuman kepada orang-orang dangan cara yang bisa menjangkau mereka semua dengan berbagai bahasa, sehinga mereka dapat mengerti secara jelas masalah mereka dan dapat melaksanakan haji secara sempurna. Dengan demikian bebaslah tanggung jawab.

2. Mereka meninggalkan Arafah sebelum matahari terbenam. Perbuatan ini adalah haram, karena bertentangan dengan sunnah Rasulullah r yang berwuquf sampai matahari terbenam dan hilang bulatannya. Di samping itu, meningalkan Arafah sebelum matahari terbenam adalah perbuatan orang-orang jahiliyah.

3. Mereka menhadap ke jabal Arafah saat berdo’a sementara Kiblat berada di belakang, kiri, atau kanan mereka. Hal ini bertentangan dengan sunnah Rasulullah r yang berdo’a sambil menghadap Kiblat.

  

MELEMPAR JUMRAH

DAN KESALAHAN YANG TERJADI 

Page 43: HOTD-haji

      Tersebut dalam hadits shohih dari Nabi r bahwa beliau melempar jumrah yang terjauh dari Makkah, dengan tujuh batu kerikil pada  pagi hari raya kurban sambil bertakbir pada setiap lemparan satu kerikil. Setiap kerikil besarnya seperti kerikil untuk pelenting sejenis ketepil atau lebih besar sedikit dari biji kacang himsh. Dalam sunan Nasa’i dari hadits Fadhl bin Abbas t. yang berboncengan dengan Rasulullah dari Muzdalifah ke Mina mengatakan : maka beliau, yakni Nabi r turun di lembah Muhassir dan bersabda :

“Hendaklah kalian mengambil batu kerikil ketapel yang akan dipakai melempar Jumrah.”

Dan Nabi r memberi isyarat dengan tangannya seperti orang sedang melempar.

      Dalam Musnad Imam Ahmad dari Ibnu Abbas r.a. Yahya berkata bahwa Auf tidak jelas Abdullah atau al-Fadl mengatakan : Rasulullah r berkata padaku pada pagi hari lempar jumrah Aqabah sedang beliau berhenti di atas kendaraanya: “ ambilkan untukku”. Maka aku ambilkan untuk beliau beberapa batu kerikil sebesar kerikil untuk ketapel, kemudian beliau mletakkannya  si tangannya, dan bersabda dua kali dengan tangannya : “ya seperti kerikil-kerikil tadi.” Kemudian sabdanya.

      “Awas jangan berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya ummat sebelum kamu hancur karena berlebih-lebihan dalam agama.” 

      Dari Ummu Sulaiman bin Al-Ahwash r.a. berkata: aku pernah melihat Nabi r melempar Jumrah Aqabah dari tengah lembah pada hari raya kurban dan beliau bersabda :

      “Hai manusia, janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain. Dan jika kalian mlempar Jumrah, lemparlah dengan yang semisal dengan kerikil untuk ketepil.” (riwayat Ahmad). 

      Dalam shahih Bukhari dari Ibnu Umar ra, bahwa ia pernah melempar Jumrah Shugra sebanyak tujuh batu kerikil dengan bertakbir  pada setiap lemparan, kemudian menuju ke tanah datar lalu berdiri dan menghadap Kiblat, berdiri lama dan berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Lalu melempar Jumrah wustha dengan tujuh batu kerikil dengan bertakbir pada setiap lemparan, kemudian maju ke tanah datar lalu berdiri dan menghadap kiblat, berdiri lama dan berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian melempar Jumrah Aqabah dari tengah lembah tanpa berdiri lagi (untuk berdoa) di tempat tersebut, tapi terus pergi serta berkata: “demikianlah aku melihat Nabi r malakukannya.”

      Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Nabi r pernah bersabda:

      “Sesunggunnya thawaf di Baitullah, di shafa dan Marwa, serta melempar jumrah ditetapkan untuk mendirikan zikir kepada Allah.”  

      Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah :

1. Keyakinan mereka, bahwa batu kerikil harus diambil dari Muzdalifah, sehingga mempersulit mereka sendiri dengan harus mencarinya di tengah malam dan membawanya pada hari-hari Mina. Pernah terjadi, seseorang kehilangan satu batu kerikilnya dan sedihnya bukan kepalang. Dia minta tolong kawannya

Page 44: HOTD-haji

untuk dapat memberikan kepadanya kerikil yang diambil dari Muzdalifah. Padahal sudah jelas hal itu tidak ada dasarnya dari Nabi r dan beliau pernah memerintahkan Ibnu Abbas ra untuk mengambilkan kerikil sementara belliau berada di atas kendaraan. Tampaknya waktu itu beliau sedang berada di Jumrah, dan karena saat itulah waktu memerlukannya; maka beliau tidak pernah memerintahkan untuk mengambil kerikil sebelum di Jumrah, karena hal itu tidak perlu dan merepotkan dalam membawanya.

2. Keyakinan mereka, bahwa dengan melempar Jumrah, berarti melempar setan. Untuk ini, mereka menyebut setan untuk masing-masing jumrah, sehinga mereka katakan: “Kami telah melempar setan besar dan setan kecil, atau kami telah melempar bapaknya setan, yakni Jumrah Kubra dan Jumrah aqabah.” Begitulah mereka melakukan beberapa hal yang tidak layak dilakukan di tempat-tempat syiar ibadah ini. Anda bisa melihat mereka melempar batu kerikil dengan keras, teriakan, caci maki pada setan-setan tersebut sebagaimana anggapan mereka. Kami pernah menyaksikan seorang naik ke atas Jumrah dengan penuh kedongkolan, memukulnya dengan sandal dan batu-batu besar dengan kemarahan dan emosi, sementara beberapa batu kerikil dari orang lain menimpanya, yang menyebabkan semakin marah dan dongkol dalam memukul Jumrah, dan   orang-orang di sekelilingnya tertawa terbahak-bahak seakan-akan menyaksikan  pemandangan sandiwara yang lucu. Hal itu pernah kami saksikan sebelum jembatan dan tiang-tiang jumrah dibangun.

      Hal ini semua terjadi karena keyakinan, bahwa mereka melempar setan, yang sebenarnya tidak ada dalil yang benar yang dapat dijadikan dasar. Dan sebagaimana anda telah ketahui sebelumya bahwa hikmah disyari’atkan melempar jumrah adalah untuk mendirikan zikir kepada Allah Azza wajalla, dan untuk itulah mengapa Nabi r bertakbir  pada setiap lemparan batu kerikil.

3. Mereka melempar dengan kerikil-kerikil besar, sepatu atau sandal, seperti pantopel (sepatu boot), dan kayu. Hal ini adalah suatu kesalahan yang besar dan bertentangan dengan apa yang disyari’atkan oleh Nabi r kepada ummatnya dengan perbuatan dan perintahnya, dimana beliau melempar hanya dengan batu kerikil sebesar kerikil untuk pelenting ketepil dan memerintahkan ummatnya melempar jumrah dengan kerikil sebesar itu, serta mengingatkan mereka untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Kesalahan besar ini terjadi karena keyakinan mereka, bahwa mereka sedang melempar setan.

4. Mereka maju mendekati jumrah dengan paksa dan kekerasan tanpa rasa khusyu’ kepada Alah dan tanpa rasa kasih sayang kepada sesama hamba Allah yang lain, sehingga dengan perlakuan kasar tersebut terjadilah penganiayaan dan gangguan terhadap orang lain, dan terjadi pula saling caci maki dan saling pukul. Hal ini dapat merubah suasana ibadah dan tempat ibadah ini menjadi pemandangan saling caci dan saling bunuh, menyebabkan mereka keluar dari  tujuan disyari’atkan ibadah ini dan keluar dari apa yang dilakukan oleh nabi r.

      Di dalam Musnad dari Qudamah bin Abdullah bin Ammar berkata:

“Aku melihat Nabi r pada hari raya kurban melempar Jumrah Aqabah di atas onta blonde, tanpa  pukulan, tanpa dorongan, tanpa sikut sintung (tanpa bilang; kamu minggir, kamu minggir).” (riwayat Tirmizi dan katanya; hadits ini hasan shahih).

Page 45: HOTD-haji

5. Mereka tidak berdo’a setelah melempar Jumrah Peertama (Jumrah shughra dan kedua (Jumrah wustha)  pada hari-hari tasyriq. Padahal Nabi r setelah melempar keduanya berdiam diri, menghadap Kiblat sambil mengangkat kedua tangannya dan berdo’a dengan do’a yang panjang.

      Orang-orang tidak berdo’a setelah melempar jumrah pertama dan tidak pula berdo’a setelah melempar jumrah kedua, mungkin karena ketidaktahuan mereka tentang sunnah Rasulullah dalam hal ini atau mungkin karena ingin cepat selesai dari ibadah haji.

      Alangkah baiknya, jika para jamaah haji telah belajar terlebih dahulu hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah haji sebelum melakukan haji agar dapat beribadah kepada Allah dengan penuh  pengetahuan dan ilmu, serta dapat mengikuti sunnah Rasulullah. Orang yang akan bepergian ke suatu negara saja bertanya-tanya tentang jalan yang akan dilewati sehingga dapat sampai ke negara tersebut dengan pengetahuan yang cukup, bagaimana halnya dengan  orang yang ingin melewati jalan menuju kepada Allah subhanahu wata’ala dan surgaNya??,  tentu baginya lebih perlu dan lebih harus bertanya terlebih dahulu sebelum melewati jalan tersebut sehingga sampai ke tujuan.

6. Mereka melempar seluruh kerikil (tujuh batu kerikil) sekali gus dengan satu kepalan Seharusnya, mereka melempar batu kerikil satu demi satu sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi r.

7. Mereka menambah beberapa ucapan do’a yang tidak pernah diucapkan oleh Nabi r pada saat melempaar, seperti bacaan mereka:

“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai keridhaan bagi Allah dan kemarahan bagi setan.”

      Bahkan bisa jadi, mereka mengucapkan hal itu saat melempar Jumrah tapi justru tidak mengucapkan takbir sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi r.

      Yang paling utama, hendaknya cukup dengan membaca takbir, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi r tanpa di tambah dan dikurangi.

8. Mereka meremehkan atau seenaknya melempar Jumrah dengan mewakilkan kepada orang lain, padahal mereka mampu melakukannya sendiri. Mereka melakukan hal itu (mewakilkan kepada orang lain) agar terbebas dari repotnya berdesak-desakan dan kesulitan melempar. Hal ini bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala untuk menyempurnakan haji, sebagaimana firmannya:

“Dan sempurnakan ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Al-Baqarah: 196). 

      Seharusnya orang yang mampu melempar jumrah hendaknya melakukannya sendiri dan dapat bersabar terhadap kesulitan dan keletihan, karena ibadah haji memang merupakan jihad yang mengandung kesulitan dan pengorbanan.

      Untuk itu, jamaah hendaknya bertaqwa kepada Tuhannya dan menyempurnakan ibadahnya, sebagaimana telah diperintahkan  oleh Allah kepadanya untuk melakukan

Page 46: HOTD-haji

ibadah tersebut manakala mampu melaksanakannya.  

THAWAF WADA’

DAN KESALAHAN YANG TERJADI 

      Tersebut dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas ra berkata : “Beliau (Nabi r) memerintahkan orang-orang agar saat-saat akhir mereka adalah (thawaf) di Ka’bah, hanya beliau meringankan untuk wanita yang sedang haid.” Dalam lafazh Muslim dari Ibnu Abbas r.a. juga mengatakan : orang-orang pernah pergi (meninggalkan Makkah) disegala penjuru, maka Nabi r bersabda yang artinya:

“Hendaknya tak seorangpun  pergi meninggalkan Makkah, kecuali saat-saat akhirnya adalah di Ka’bah.”

Diriwayatkan jug oleh Abu Daud dengan lafazh:

      “Kecuali saat-saat akhirnya adalah thawaf di Ka’bah.”  

      Dalam shahih Bukhari-Muslim dari Ummu salamah ra berkata: “Aku melapor kepada Nabi r bahwa aku sakit. Maka beliau bersabda: “Berthawaflah kamu di atas kendaraan dari belakang orang-orang”, kemudian aku thawaf sementara Rasulullah r shalat di samping Ka’bah sambil membaca surat Ath-thur.”

      Dalam Nasa’i dari Umu Salamah r.a. juga berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak keluar (thawaf wada’). Beliau mengatakan: Jika qomat untuk shalat telah berbunyi, berthawaflah kamu di atas ontamu dari belakang orang-orang.”

      Dalam shahih Bukhari – Muslim dari Aisyah r.a. bahwa Shofiyah r.a. haidh setelah thawaf Ifadah, Nabi r bertanya : apakah ia menahan kita? Mereka menjawab :  Ia telah melakukan thowaf Ifadah. Maka Nabi bersabda : “kalau begitu biarkan ia pergi”.

      Dalam Muwatta’ dari Abdullah bin Umar bin khattab r.a. bahwa Umar r.a. berkata : “Tak seorangpun dari jamaah haji meninggalkan haji sampai ia thawaf di Ka’bah, karana ibadah yang terahir dari haji adalah thawaf di Ka’bah.”

      Dalam Muwatta’ dari Yahya bin Said bahwa Umar t pernah mengembalikan seorang dari Marruzh-zhahran yang belum thawaf wada’ di Ka’bah untuk melakukan thawaf wada’.   

Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah:

1. mereka turun dari Mina, pada hari Nafar, sebelum melempar jumrah, untuk thawaf wada’, kemudian kembali lagi ke mina untuk melempar jumrah lalu lengsung pulang ke negara mereka dari situ. Ini tidak boleh, karena bertentangan dengan perintah Nabi r bahwa saat terahir para jamaah haji adalah di Ka’bah. Orang yang melempar jumrah setelah thawaf wada’ berarti telah menjadikan saat-saat ahirnya adalah di Jumrah dan tidak di Ka’bah. Nabi r sendiri juga tidak pernah thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, setelah seluruh ibadah haji beliau selesai. Beliau juga bersabda:

Page 47: HOTD-haji

      “Ambillah dariku tata cara ibadah (haji) kalian.” 

Hadits-hadits Umar bin Khattab r.a. cukup jelas dan tegas, bahwa thawaf wada di Ka’bah adalah ahir pelaksanaan ibadah haji. Maka, barangsiapa thawawf wada’ kemudian melempar jumrah setelah itu, thawafnya tidak sah dan wajib mengulangi thawafnya setelah melempar, jika tidak, hukumnya seperti orang yang meninggalkan thawaf wada’.

2. Mereka tetap berada di Makkah setelah thawaf  wada’, sehingga saat-saat ahirnya tidak di Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan apa yang diperintahkan dan diterangkan oleh Nabi r kepada ummatnya dengan perbuatannya. Nabi r telah memerintahkan agar saat-saat ahir jamaah haji adalah di Ka’bah dan beliau sendiri tidak thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, begitu juga para sahabat beliau melakukan. Hanya para ulama’ memberikan keringanan (membolehkan) untuk tetap berdiam di Makkah setelah thawaf wada’ kepada orang yang memang benar-benar mempunyai kepentingan yang besar, seperti: harus shalat terlebih dahulu karena qamat untuk shalat telah berbunyi, datang jenazah dan harus ikut menshalatkannya, atau ada keperluan yang berkenaan dengan perjalanannya seperti membeli barang, menunggu teman dan lain sebagainya.

      Adapun jika berdiam di Makkah, setelah thawaf wada’, tanpa alasan-alasan yang diperbolehkan, maka wajib baginya mengulangi thawaf wada’nya kembali.

3. Mereka keluar dari masjid setelah thawaf wada’ dengan berjalan mundur, dengan anggapan hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan sunnah, bahkan termasuk perbuatan bid’ah yang diperingatkan oleh Rasulullah r dan sabda beliau :

      “setiap bid’ah adalah sesat.”

Bid’ah adalah hal baru yang diada-adakan, berupa akidah atau ibadah, yang bertentangan dengan yang ada pada masa Rasulullah r dan khulafaur Rasyidin.

      Apakah orang yang meninggalkan Ka’bah dengan berjalan mundur untuk menghormati Ka’bah –sebagaimana anggapan mereka- lebih menghormati Ka’bah daripada Rasulullah r dan para Khulafaur Rasyidin? Atau menganggap bahwa Nabi r begitu juga Khulafaur Rasyidin belum tahu bahwa hal itu (berjalan mundur) merupakan peghormatan terhadap Ka’bah?.

4. Mereka menoleh ke Ka’bah saat sampai di pintu masjid, setelah selesai thawaf wada., dan berdo’a di sana seperti sedang mengucapkan selamat tinggal dan selamat berpisah kepada Ka’bah. Hal ini juga termasuk bid’ah, karena belum pernah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r maupun dari Khulafaur rasyidin. Dan setiap hal yang dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah Ta’ala yang tidak pernah diajarkan oleh syara’ adalah batal dan ditolak, sebagaimana sabda Nabi r :

[uمن أْحَدث فْي أمِرنا ُهذا ما ليس منَه فهَو رّد].

Page 48: HOTD-haji

“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami (ajaran kami) tanpa dasar darinya maka ia ditolak.” 

      Seharusnya bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya mengikuti apa yang datang dari Rasulullah r dalam ibadahnya, agar dengan demikian mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah, sebagaimana firmanNya :

“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Mahaha Penyayang.” (Ali Imran:31). 

      Mengikuti Nabi r dalam apa yang dikerjakan berarti juga mengikuti dalam apa yang ditinggalkanya. Maka manakala ada sesuatu yang perlu dikerjakan pada masa Nabi, padahal beliau tidak mengerjakannya, berarti bukti bahwa sunnah dan syariat memang meninggalkannya dan tidak boleh dikerjakan dan tidak boleh diada-adakan dalam agama Allah, meski hal tersebut disenangi oleh orang dan hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman :

“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Al-Mu’minun:71). 

Nabi bersabda :

“tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang telah saya bawa.” 

      Kita berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala semoga menunjukkan kita pada jalanNya yang lurus, tidak menjadikan kita condong pada kesesatan setelah memberi kita petunjuk, dan semoga melimpahkan kepada kita rahmat dan kasih sayangNya. Sesunguhnya Allah Maha Pemberi Karunia.

      Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan para sahabat beliau. 

http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php?article_id=70530

16 Des 05 11:31 WIB

Tips Menjadi Haji Mabrur

WASPADA Online

Oleh Sugeng Wanto, MA.

Page 49: HOTD-haji

Setiap mukmin punya keinginan dan kerinduan memenuhi penggilan Allah SWT ber-haji ke baitullah. Namun, kerinduan bagi orang yang tidak mampu itu masih terdinding dengan finansial, sehingga kerinduan hanya sebatas kerinduan.

Kini, musim haji kembali datang menyapa jutaan umat Islam. Umat Islam dari segala penjuru dunia datang berkumpul di Makkah al Mukarramah guna menunaikan rukun Islam yang kelima. Ka'bah menjadi cahaya. Jutaan manusia berkeliling di porosnya, berzikir, seperti jutaan laron yang berkerumum di titik cahaya. Itulah perumpamaan ka'bah dan para jamaah haji dari seluruh penjuru dunia yang mengepungnya hari-hari ini. Kerumunan yang mengeluarkan suara gemuruh, seperti gemuruhnya kepakan sayap laron di musim hujan. Gemuruh dan riuh rendah dalam kekhusyukan zikir yang dalam, pada Rabbul Ka'bah, Allah SWT, penguasa sekalian alam.

Labbaik allhumma labbaik. Labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wanni'mata laka wal mulk, la syarika laka labbaik. Kami hadir, hadir memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kami hadir, hadir untuk mengokohkan kesaksian, bahwa tidak ada sekutu yang pantas bagi-Mu. Sungguh segala pujian, nikmat dan kekuasaan itu hanyalah milik Mu, sungguh tak ada yang pantas menyekutukan-Mu. Ya Allah, untuk seluruh kesaksian itulah kami hadir di sini, di sisi Bait-Mu yang agung.

Itulah talbiyah yang dipekikkan jutaan jamaah haji dari seluruh pelosok dunia, menjadi bukti konkret ketakwaan sejati pada Allah SWT tanpa membedakan warna kulit, status sosial, pangkat, jabatan. Kesungguhan setiap manusia untuk meraih takwa itulah ynag membedakan kemuliaan satu dengan yang lainnya. (Q.S. al Hujurat : 13)

Talbiyah haji mengokohkan kembali makna dan kekuasaan syahadat dalam diri setiap muslim, bahwa kita telah terikat perjanjian dengan Allah yang maha agung saat ditanya di alam ruh, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" kita lalu menjawab, "Betul (Engkaulah Tuhan kami), kami bersaksi," (Q.S. al A'raaf : 172)

Melakukan perjalanan haji menjadi idaman setiap muslim yang beriman. Terlebih dalam ibadah haji tersebut terkandung keistimewaan dan rahasia yang begitu besar. Makanya, tidah heran jika orang yang telah mampu baik fisik, maupun material berebutan menunggu giliran untuk bisa pergi ke Makkah al-Mukarramah dalam rangka memenuhi panggilan Allah SWT tersebut.

Motivasi Haji Dalam sebuah riwayat disebutkan Seorang muslimah datang menghadap kepada Rasulullah SAW. "Wahai Rasulullah! Sungguh Allah telah menetapkan kewajiban haji terhadap ayahku yang tua renta dan tidak lagi sanggup bepergian. Apakah aku dapat menghajikannya?" Nabi Muhammad SAW bertanya kepada wanita tersebut: "sekiranya ayahmu punya hutang kepada orang lain, apakah kamu wajib menunaikannya?". Wanita itu menjawab: "tentu ya Rasulullah". Rasul: "Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan". Wanita itupun pulang dengan perasaan lega dan gembira. Beban yang begitu berat di benaknya baru saja sirna. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kisah di atas menjadi dasar bagi para ulama tentang bolehnya seorang anak menghajikan orangtunaya yang wafat atau tidak mampu lagi menunaikan ibadah haji. Tapi bukan itu saja, kisah itu juga menegaskan motivasi yang sangat besar dari seorang tua renta untuk menunaikan haji, tapi terhalang atas ketidak sanggupannya untuk bepergian. Rasulullah akhirnya memberikan jalan keluar dengan membolehkan anaknya menghajikan orangtuanya.

Page 50: HOTD-haji

Motivasi yang amat dalam itu bisa dirasakan dari berbagai hadis yang mendorong umat Islam agar bersegera menunaikan kewajiban ini. Aisyah ra salah seorang istri Rasul pernah bertanya pada Rasulullah SAW. "Kami melihat jihad sebagai amal yang paling baik. Tidakkah kami (wanita) ikut juga berjihad?" Dengan penuh kasih Rasul menjawab, "Bagi kalian ada jihad yang paling utama yaitu haji mabrur." (H.R. Bukhari)

Wajarlah bila berbagai motivasi nabawi ini membuat banyak umat Islam berlomba lomba menunaikan ibadah haji. Di Indonesia, umat Islam begitu bersemangat, bahkan rela untuk berpeluh paayah menabung sen demi sen, atau menjual tanah dari harta miliknya untuk membiayai perjalanan menuju baitullah.

Tips Menjadi Haji Mabrur Pada 10 Zulhijjah, dari atas untanya, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khutbah. Usai khutbah, seorang bertanya : "Saya berziarah dulu (tawaf) ke baitullah setelah itu, saya melempar jumrah?" Beliau berkata, "If'al la haraj". lakukan saja, tidak ada salahnya. Yang lainnya berkata, "saya bercukur dulu sebelum menyembelih. "Beliau berkata, "if'al la haraj-lakukan saja, tidak ada salahnya. Kata Abdullah bin Umar, "Setiap ditanya tentang sesuatu ynag didahulukan atau diakhirkan, Nabi selalu berkata, "If'al la haraj-Lakukan saja, tidak ada salahnya." (H.R. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa setiap perbuatan yang harus dilakukan oleh mukallaf dan nabi SAW tidak menentukan dengan tegas cara dan urutan-urutan pelaksanaannya terbuka luas. Setiap mukallaf dapat melakukannya sesuai dengan keyakinannya, tulis Muhammad jilil Isa dalam kitabnya Ma la Yajuz Fih al–Khilaf yang dikutip kembali oleh Jalaluddin Rahmat "Meraih Cinta Ilahi" ketika mengomentari hadis ini.

Ketika berkata if'al la haraj, Nabi Muhammad SAW bukan saja mengajarkan penghargaan pada pemahaman agama yang berbeda. Beliau juga menunjukkan bahwa yang paling penting dari ibadah haji bukanlah ritus-ritus formalnya, melainkan hakikatnya.

Ritus-ritus itu, walaupun tidak boleh ditinggalkan, hanyalah wahana untuk tujuan haji yang sebenarnya. Kita tidak perlu mempertentangkannya. Yang perlu dibicarakan adalah bagaimana membersihkan ibadah haji kita dari kata-kata kotor, kefasikan, pertengkaran dan lainnya. Inilah yang disebut dengan hakikat haji atau rahasia haji (asrar al hajj). Ibadah haji memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan. Namun, semua keutamaan haji ini akan bisa hilang bila pelaksanan ibadah haji tersebut menghilangkan nilai-nilai ruhaniyahnya.

Haji adalah safar ruhani menuju Allah SWT menurut al-Ghazali, orang tidak akan mencapai Tuhan tanpa meninggalkan kelezatan syahwat dan keterikatannya kepada hawa nafsu. Untuk itu, para dhuyufullah (tamu Allah) harus memperhatikan sisi ruhaniyah (spiritual) ibadah haji tersebut. Sisi ruhaniyah itu merupakan adab-adab bathin yang harus dijaga dan juga merupakan rahasia dari ibadah haji itu sendiri.

Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin ada menyebutkan hal-hal yang mesti diperhatikan berkaitan dengan nilai-nilai ruhaniyah dalam rangka menjadi haji mabrur. Antara lain sebagai berikut : Harus membebaskan diri dari urusan perniagaan, yang bisa menyibukkan hatinya dan mengacaukan hasratnya. Hatinya betul-betul ikhlas untuk mendapatkan ridho Allah semata-mata.

Page 51: HOTD-haji

Tidak membawa pelana yang bagus dan mentereng. Maksudnya disini adalah menghindarkan diri dari barang-barang atau hal-hal yang berbau kesombongan duniawi. Jika ingin membawa bekal, maka hendaknya bekal yang paling utama adalah bekal amal untuk akhirat. Para dhuyufullah harus mewaspadai agar amal-amalnya tidak rusak karena riya' dan karena ingin membanggakan diri, karena hal ini sama sekali tidak ada manfaatnya.

Saat melepaskan pakaiannnya dan berganti dengan mengenakan pakaian ihram, hendaklah dia ingat bahwa seakan-akan dia sedang mengenakan kain kafannya. Dia mengenakan pakaian yang berbeda dengan penghuni bumi secara umum.

Saat mengucapkan talbiyah, hendaknya dia juga mengharapkan pengabulan dari Allah, berharap agar seruannya diterima dan takut bila tidak dikabulkan. Mengiringi dengan perasaan harap (raja') dan takut (khouf). Saat melihat baitul-haram, hendaklah dia merasakan keagungan-Nya, mengucapkan syukur kepada Allah karena dia dijadikan golongan orang-orang yang bisa berkunjung ke sana, merasakan keagungan thawaf di sekitar Ka'bah.

Saat mencium atau melambai hajar aswad, hendaklah dia bersumpah setia untuk taat kepada Allah dan bertekad untuk memegang sumpah setianya. Saat memegang tabir Ka'bah atau saat di Multazam, hendaknya dia menempatkan dirinya sebagai orang yang bersalah di hadapan Tuhannya.

Saat melakukan sya'i antara Shafa dan Marwah, dia harus menggambarkan dua tempat ini seperti dua tapak timbangan. Dia akan mendatangi dua tapak timbangan itu pada hari kiamat, atau seakan-akan dia mendatangi pintu tempat malaikat untuk mengharap belas kasihnya.

Saat wukuf di Arafah dan melihat sekian banyak manusia yang berkumpul di sana dan bermacam ragam bahasa dan suara mereka, maka bayangkanlah seakan itu adalah keadaan pada hari kiamat, saat manusia semua berkumpul dan memohon syafaat.

Saat melempar jumrah, niatkanlah untuk tunduk kepada perintah dan menunjukkan kepada ubudiyah dan ketundukan, semata karena mengikuti perintah itu tanpa memikirkannya dengan pikirannya yang macam-macam. Jika engkau sempat berkunjung ke Madinah, maka bayangkanlah bahwa itu adalah negeri yang telah dipilih untuk Nabi-Nya, bercerminlah dari kekhusyukan dan ketenangan Rasulullah ketika beliau berada di negeri tersebut.

Tips haji dari Ibnu Qudamah itu sebetulnya menggambarkan perspektif sufistik. Ja'far Shadiq, tokoh besar dalam dunia tasawuf, memberikan nasihat kepada para dhuyufulah (jamaah haji): "Jika engkau berangkat haji, kosongkanlah hatimu dari segala urusan. Hadapkanlah dirimu sepenuhnya kepada Allah SWT, tinggalkan setiap penghalang dan serahkan urusanmu kepada penciptamu. Bertawakkallah kepada-Nya dalam setiap gerak dan diammu. Berserah dirilah kepada ketentuan-ketentuan-Nya, hukum-hukum-Nya, dan takdir-Nya…(Secara lengkap bisa dibaca dalam Jalaluddin Rahmat "Meraih Cinta Ilahi").

Penutup Melaksanakan ibadah haji bukan hanya sekedar mengadakan perjalanan fisik sampai ke Makkah al-Mukarramah. Namun, yang paling utama adalah perjalanan spiritual (ruhaniah)nya. Untuk itu, melandaskan diri dengan hati yang ikhlash semata-mata mengharapkan keberkahan dan keridhaan dari Allah merupakan tips atau kunci

Page 52: HOTD-haji

sukses untuk menjadi haji yang mabrur. Semoga pada dhuyufullah menjadi haji yang mabrur. Amin. Wallahu a'lamu.

* Penulis adalah Dosen STAIS Tebing Tinggi Deli

(am)

http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/20/cn/22999

Konsultasi : Haji

Ibu pergi haji sendiri tanpa mahram

Pertanyaan:

assalam mualaikum wrwb.Saya sangat berterimakasih dengan adanya web ini, maaf saya ingin diperjelas tentang wanita yang pergi haji tanpa mahramnya, saya berniat untuk memberangkatkan ibu saya pergi haji sendiri tanpa mahramnya sebab ibu sudah bercerai dengan bapak, bagaimana hukumnya ? dan bolehkah ibu saya pergi sendiri?sebelumnya terimakasihwassalammualaikum wrwb.

Dessy

Jawaban:

Assalamualaikum wr.wb. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Saudara Dessy, sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam pertanyaan sebelumnya, bahwa pada dasarnya seorang wanita yang hendak melakukan perjalanan jauh, termasuk ibadah haji, harus disertai mahram. Namun demikian, sebagian ulama lain memberikan pengecualian dan sejumlah pandangan.

Di antaranya, ada yang membolehkan kepergian wanita tanpa disertai suami atau mahram dengan syarat ada teman atau rombongan yang bersamanya serta jalannya aman. Di antara dalil yang mereka pakai adalah bahwa para isteri nabi melakukan haji melakukan haji setelah Umar memberikan ijin pada mereka di haji terakhir yang ia kerjakan. Ia juga mengutus bersama mereka Utsmân ibn Affan dan Abdurrahman ibn Auf.

Dalam kitab Subulussalam ditambahkan bahwa sejumlah imam berpendapat bahwa wanita yang sudah lanjut usia boleh pergi tanpa disertai mahram.

Para ulama juga berpendapat bahwa orang yang sebetulnya tidak wajib haji karena tidak mampu, seperti orang yang sakit, miskin, orang yang perjalannya terhalang, serta wanita tanpa mahram, dan yang lain jika memaksakan diri untuk berhaji, hajinya tetap sah. Namun tentu akan lebih baik dan lebih sempurna jika disertai suami atau mahramnya.

Sementara DR. Abdul Karim Zaydan menegaskan bahwa pada dasarnya seorang wanita yang akan melaksanakan ibadah haji harus disertai suami atau mahramnya.

Page 53: HOTD-haji

Jika tidak ada, maka posisi suami atau mahram tadi bisa digantikan oleh rombongan wanita yang dapat dipercaya atau rombongan lelaki dan wanita yang dapat dipercaya. Ini berlaku baik bagi wanita yang masih muda maupun yang sudah tua.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang wanita seharusnya berhaji bersama suami atau mahram. Jika tidak, maka bersama rombongan wanita atau jamaah pria dan wanita yang bisa dipercaya.

Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu alaikum wr.wb.

http://www.al-azim.com/haji/falsafah.htm

FALSAFAH HAJI

MENUJU KE JALAN ALLAHKita hendaklah sentiasa bersyukur ke hadrat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga dengan berbekalkan iman yang teguh kita telah dapat mencari penentuan hidup yang diredhai Allah. Kita juga harus bersyukur kerana kita telah dan dipilih oleh Allah menjadi tetamu-Nya dengan mengunjungi Baitullah bagi menunaikan fardhu haji. Insya-Allah. Mudah-mudahan Ibadat Haji yang akan dikerjakan menjadi satu ibadat yang boleh memberikan satu pengajaran dan pedoman bagi meningkatkan iman dan amal kita seterusnya bagi menuju jalan yang diredhai Allah untuk kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.

PENGGUNAAN HARTA Menunaikan fardhu haji diwajibkan kepada mereka yang berkuasa sampai kepada-Nya, yakni mereka yang mempunyai kemampuan dalam semua aspek, khasnya kemampuan perbelanjaan di mana aspek tersebut jika digunakan bagi tujuan menyampaikan diri ke Tanah Suci untuk menunaikan fardhu haji adalah menepati kehendak kegunaan harta yang sebaik-baiknya.

IBADAH HAJI BEKALAN UNTUK AKHIRAT Ibadat haji selain daripada berfungsi mensucikan dosa-dosa, ia juga merupakan bekalan yang tepat menuju akhirat setelah sekian lama kita hidup di dunia yang fana ini. Sesungguhnya mereka sanggup berkorban harta benda, wang dan jiwa raga untuk memperhambakan diri dengan sebenar-benarnya kepada Allah, mereka tergolong dalam golongan yang mendapat petunjuk dan hidayah serta ketinggian martabat iman di sisi Allah.

PENGORBANAN HAJI Setiap ibadat yang sempurna memerlukan pengorbanan dari segi tenaga, masa, wang dan perasaan yang perlu dicurahkan. Ibadat haji khususnya bukan sahaja mengorbankan tenaga, masa dan perbelanjaan yang banyak yang dikumpulkan bertahun-tahun, bahkan ia berkehendakkan seseorang itu menanggung perpisahan dengan keluarga, sanak saudara, sahabat handai, harta kekayaan dan kampung halaman serta menahan kemahuan-kemahuan nafsu semasa dalam ihram. Ia juga merupakan satu pengorbanan yang luarbiasa dari kelaziman menunaikan ibadt-ibadat lain dalam hidup kita sepanjang tahun, umpamanya sembahyang lima waktu boleh dilakukan dalam rumah sendiri, di bilik berkipas atau berhawa dingin, begitu juga puasa boleh berbaring-baring malah tidur pun boleh di bilik yang selesa dengan tidak perlu keluar rumah.

Page 54: HOTD-haji

Ibadat haji tidak memungkinkan seseorang itu mencapai kehendak ibadatnya dengan begitu mudah, kita perlu menghadirkan diri kita ke Tanah Suci dengan keadaan yang luar dari kebiasaan. Dalam ertikata lain, kita mesti keluar dari kelaziman dan kesenangan yang diterima selama ini, di mana keadaan di Tanah Suci tidak memberi peluang untuk kita menikmati keselesaan seperti di negara sendiri. Kita terpaksa berkhemah di Arafah dan Mina dengan pakaian putih di atas padang pasir memperkata dan membisikkan sesuatu kepada Allah bagi memohon keampunan dan keredhaan sebelum kembali kepada-Nya. Ibadat haji merupakan kemuncak pengorbanan seseorang hamba kepada Allah sudah tentu mempunyai kelebihan dan ganjaran yang banyak serta hikmah yang besar.

Firman Allah dalam surah Al-Haj ayat 27 hingga 29, maksudnya: "Dan serulah manusia supaya mereka mengerjakan haji, nescaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki dan menunggang kenderaan berjenis-jenis unta yang kurus. Mereka datang dari seluruh pelusuk rantau yang jauh supaya mereka menyaksikan pelbagai perkara yang mendatangkan faedah bagi mereka, serta mereka dapat mengingati dengan menyebut nama Allah pada hari-hari yang tertentu dengan sebab Allah telah mengurniakan mereka binatang-binatang ternakan untuk dijadikan qurban.

Dengan yang demikian makanlah darinya (daging qurban itu) dan berilah makan kepada orang yang susah lagi fakir, (kemudian hendaklah membersihkan diri mereka, dan hendaklah mereka menyempurnakankan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka tawaf akan Baitullah (Kaabah) yang tua sejarahnya itu)".

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan supaya haji itu hendaklah disempurnakan sekalipun dengan berjalan kaki atau berkenderaan menunggang unta yang kurus dengan sebab jauhnya berjalan. tah ada balasannya, balasan bagi haji ada dinyatakan dalam banyak hadis Rasulullah SAW.Di antara hadisnya dari Abu Hurairah, maksudnya: "Barangsiapa menunaikan haji ke Baitullah, sedangkan ia tiada melakukan persetubuhan dan perkara-perkara yang dilarang, maka bersihlah ia dari dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya".

http://www.dzikir.org/b_haji04.htm

IHRAM

Ihram merupakan pakaian wajib kaum muslimin yang hendak melaksanakan Ibadah haji maupun Umrah. Pakaian Ihram adalah pakaian putih yang yang disebut juga pakaian suci, pakaian ini tidak boleh dijahit. cara pemakaiannya dililitkan kesekeliling tubuh (jama'ah pria). Mengenakan pakaian Ihram merupakan tanda ibadah Haji atau Umrah dimulai. Pada saat ini talbiyah diucapkan dengan Lafaz :

Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaik laa syarikka laka labbaik, Innal haamda wanni'mata laka wal mulk Laa syariika laka.

artinya :

Page 55: HOTD-haji

Aku datang memenuhi panggilanMu ya Allah, Aku datang memenuhi panggilanMu, Tidak ada sekutu bagiNya,Ya Allah aku penuhi panggilanMu.  Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untukMu semata-mata. Segenap kerajaan untukMu.  Tidak ada sekutu bagiMu

 

Pria : 

Pakaian ihram pria terdiri dari dua lembar kain, sehelai melilit tubuh mulai dari pinggang hingga dibawah lutut dan sehelai lagi diselempangkan mulai dari bahu kiri kebawah ketiak kanan. Pria itu tidak boleh mengenakan celana, kemeja, tutup kepala dan juga tidak boleh menutup mata kaki.

Wanita : 

Bagi wanita pakaian ihram lebih bebas tetapi disunatkan yang berwarna putih, yang penting menutup seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan mereka, yang penting tidak ada jahitan.

Lengan baju mesti sepanjang pergelangan tangan Kerudung yang digunakan harus panjang, tidak jarang serta menutupi bagian

Dada Baju, gaun atau rok harus sepanjang Tumit Memakai Kaos kaki Sepatu sebaiknya tidak bertumit dan terbuat dari karet

Larangan : pada saat Ihram jama'ah dilarang melakukan perbuatan sebagai berikut :

Menebang pepohonan Mempermainkan atau membunuh binatang Memotong kuku  Menikah, menikahkan (melamar) Melakukan hubungan Seks atau bercumbu Berbicara kotor Bertengkar dan Mencaci maki.

Dengan demikian mereka harus bersabar sampai tiba waktu Tahallul. Apabila melanggar salah satu ketentuan diatas maka jamma'ah diwajibkan membayar Dam atau denda.

WUKUF

Wukuf adalah mengasingkan diri atau mengantarkan diri ke suatu "panggung replika" padang Masyhar. Suatu tamsil bagaimana kelak manusia dikumpulkan di suatu padang Masyhar dalam formasi antri menunggu giliran untuk dihisab oleh Allah SWT. Wukuf adalah suatu contoh sebagai peringatan kepada manusia tentang kebenaran Illahi.

Page 56: HOTD-haji

Status hukum Wukuf di Arafah adalah rukun yang kalau ditinggalkan maka Hajinya tidak sah. Wukuf juga merupakan puncak ibadah Haji yang dilaksanakan di Padang Arafah dan pada tanggal 9 Zulhizah. sebagaimana sabda Rasulullah :

Alhaju arafah manjaal yalata jam'in kabla tuluw ilafji pakad adraka alhajj

(diriwayatkan oleh 5 ahli hadis)

artinya : "Haji itu melakukan wukuf di Arafah"

Pada hari wukuf tanggal 9 Zulhijah yaitu ketika matahari sudah tergelincir atau bergeser dari tengah hari, (pukul 12 siang) hitungan wukuf sudah dimulai. yang pertama dilakukan adalah shalat Zuhur dan Ashar yang dilakukan secara 'Jamak Taqdim', yakni shalat Ashar dilakukan bersama shalat Zuhur pada waktu Zuhur dengan 1 X azan dan 2 X iqamat.

Setelah shalat Zuhur dan Ashar, disunatkan seorang imam untuk mulai berkhutbah untuk memberikan bimbingan wukuf, penerangan, seruan-seruan ibadah dan panjatan do'a kepada Allah SWT.

Disunatkan supaya menghadap Qiblat dan memperbanyak membaca do'a,zikir dan membaca Al-Qur'an. Ketika berdo'a hendaklah mengangkat tangan hingga tampak keatas kedua ketiaknya. dan juga disunatkan mengulang-ulang kalimat :

"Laa ilaha illallaah wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahulhamd,yuhyimiit, wahua hayyun layamuutu biyadihil khair,

wahua 'alaa kuli syaiin qadiir"Artinya : "Ya Allah tiada tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya,

bagi-Nya segala kerajaan dan segala puji.Dia yang menghidupkan dan mematikan. Ia hidup tidak mati.

Di tangan-Nya segala kebaikan dan Dia Maha kuasa."

Karena ada hadis Nabi yang mengatakan :

"Sebaik-baiknya do'a pada hari Arafah, dan sebaik-baiknya yang kubaca dan dibacanya juga oleh nabi-nabi sebelumku, yaitu : Laa ilaha illallaah wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahulhamd, yuhyimiit, wahua hayyun layamuutu biyadihil khair, wahua 'alaa kuli syaiin qadiir." (Hadis Riwayat : Tirmidzi).

http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=91&Itemid=18

Belajar dari Kisah Hajar Ummu Isma'il (Bag. 1)

Dikirim oleh Kontributor Special || Senin, 05 Juni 2006 - Pukul: 08:50 WIB

Diriwayatkan bahwa Sarah bersumpah akan memotong tubuh Hajar menjadi tiga bagian (dalam penafsiran lain akan memotong bagian tubuh Hajar menjadi tiga bagian) bila Nabi Ibrahim tidak menjauhkan Hajar beserta anaknya--Isma’il—darinya. Dengan berat hati sang Khalilullah Ibrahim ‘alahi sallam mengabulkan permintaan dari isteri pertamanya itu.

Page 57: HOTD-haji

Nabi Ibrahim membawa istrinya Hajar dan anak semata wayangnya Isma’il menuju suatu lembah yang tidak ada rumput yang tumbuh sekalipun dan hanya meninggalkan air (dalam riwayat airnya pun tinggal sedikit lagi). Setelah Nabi Ibrahim menempatkan anak dan istrinya itu kemudian beliau berbalik badan untuk kembali lagi ke daerah asalnya. Nabi Ibrahim bergegas pulang dengan menitikan air mata namun beliau tidak menoleh ke belakang walaupun istrinya Hajar berkali-kali memanggil beliau. Nabi Ibrahim tidak memperdulikan panggilan dari isterinya dan tetap melanjutkan langkahnya yang berat. Hajar mengejar suaminya dan berkata, ”Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan ini?”. Ibrahim menjawab pendek, ”Benar”. Maka keluarlah suatu pernyataan dari Hajar yang melukiskan ketegaran dan ketawakalan jiwa beliau, ”Kalau Allah yang memerintakan demikian ini, niscaya Dia tidak akan menyia-nyiakan kami”. Itulah suatu pernyataan yang keluar dari seorang hamba yang menunjukkan kekuatan iman dan ketinggian sikap tawakalnya yang mendapat tarbiyah dari seorang hamba yang pilihan juga, Ibrahim sang Kekasih Allah.

Setelah Ibrahim suaminya tercinta berlalu dari pandangannya, Hajar meletakan buah hatinya Isma’il pada tanah pasir, kemudian beliau melihat ke sekelilingnya berharap bertemu dengan suatu kafilah yang lewat yang hendak diminta pertolongannya. Hajar lalu pergi ke suatu bukit—yakni bukit Shafa--, setelah sampai beliau melihat ke sekelilingnya dengan harapan ada orang atau kafilah yang lewat yang ia bisa mintakan pertolongannya. Beliau merasakan tidak adanya tanda-tanda orang atau kafilah yang lewat, kemudian beliau turun menuju bukit yang satunya, ketika lewat di depan anaknya Isma’il beliau berjalan agak cepat dan meneruskan jalannya menuju bukit satunya lagi yakni bukit Marwah. Lagi-lagi beliau melihat ke sekelilingnya di atas bukit Marwah itu. Hajar merasakan tidak adanya tanda-tanda orang atau kafilah yang lewat begitu pula dengan tanda-tanda kehidupan. Perbekalan yang cuma air itu pun sudah hampir habis, demikian pula air susunya pun tidak keluar, beliau sangat panik dan khawatir. Hajar kemudian turun dari bukit Marwah kembali lagi menuju bukit Shafa dengan maksud yang sama. Bingung, gelisah jiwa Hajar saat itu, tidak ada orang yang bisa ia minta bantuannya, ditambah lagi sang buah hatinya Isma’il kelihatan sangat kehausan begitu pula dengan dirinya, beliau bertambah panik dan khawatir.

Beliau berlari lagi menuju bukit Shafa berharap semoga bertemu dengan seseorang atau suatu kafilah, merasa tidak menemukan apa-apa kemudian beliau lari lagi menuju bukit Marwah dan seterusnya begitu sebanyak tujuh kali (perbuatan Hajar ini diabadikan oleh Allah subhanahu wa ta’alla sebagai salah satu syi’ar haji yang disebut dengan Sa’i).

Maha Suci Allah, yang tidak pernah menyelisihi janji-Nya, sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat. Allah ‘azza wa jalla akan memberikan jalan keluar atau solusi, memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka bagi hambanya yang bertaqwa dan bertawakal kepada-Nya. Demikian pula dengan Hajar, istri dari sang kekasih Allah, keduanya adalah hamba Allah yang sangat dekat kepada-Nya, di tengah-tengah kekalutan dan kebingungannya—dalam suatu riwayat—muncullah mata air yang letaknya dekat dengan Isma’il. Melihat hal itu Hajar segera bergegas menuju mata air tersebut dan berkata. ”Zum, zum!” yang artinya ‘berkumpullah’. Hajar kemudian minum dari mata air yang diberkahi—hingga sekarang—itu dan memberikan pula anaknya Isma’il minum dari air tersebut, Hajar sangat bersyukur sekali atas karunia dari Allah subhanahu wa ta’alla tersebut.

Pertolongan Allah ‘azza wa jalla tidak berhenti sampai di situ saja, selang tidak seberapa lama munculah suatu kafilah yang berjalan menuju tempat Hajar beserta anaknya. Kafilah itu meminta izin kepada Hajar untuk mengambil air Zam-zam itu

Page 58: HOTD-haji

dan mereka pun bermaksud untuk tinggal bersama dengan Hajar. Hajar tentu saja sangat senang dan menyambut gembira tawaran baik tersebut, beliau akhirnya tidak sendirian lagi. Alhamdulillahilladzii bini’matihii tatimmush shaalihaat.

BEBERAPA MAKLUMAT PENTING 

 Pada sebagian daerah (semisal Jawa Barat) nama seorang perempuan biasa diembel-embeli dengan kata ‘Siti’ di depannya, dan saya mendengar salah seorang dari mereka mengartikan ‘Siti’ itu dengan ‘Nyai’, ini tentunya suatu kekeliruan yang tidak perlu. Cukuplah apa yang tertera pada nash atau sumber terpercaya lainnya, tidak perlu kita menambah-nambahi.

Di kalangan mayoritas ahli tarikh mereka menyatakan bahwasanya ayahanda dari Nabi Ibrahim adalah Tarih (versinya ahli kitab adalah Tarikh), demikian pula dengan pendapat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhumaa. Di dalam Al-Qur’an dengan ‘sharih’ jelas bahwa dikatakan ayahnya Nabi Ibrahim adalah 'Azar (dalam hal ini kita tidak gegabah untuk merajihkan ‘menguatkan’ salah satunya apakah menuruti mayoritas ahli tarikh, ataukah versinya Al-Qur’an yang di dalamnya tidak ada kebatilan dari sisi manapun?). Mari kita simak penjelasan dari seorang ahlinya, seorang yang ‘alim ‘sangat mumpuni’ dalam hadits, tafsir, tarikh dan siyar beliau adalah Al-Haafizh Abul Fidaa’ Ibnu Katsir rahimahullahu ta’alla murid dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, penyusun kitab tafsir ‘Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim’. Beliau—Ibnu Katsir rahimahullahu ta’alla—mengatakan bahwasanya ada dua kemungkinan untuk ini. Pertama ayahnya Nabi Ibrahim mempunyai dua nama—yakni Tarih atau ‘Azar—kemungkinan kedua Tarih adalah nama suatu julukan dari ‘Azar—yang merupakan nama aslinya. Wallahu A’lamu bish shawaab. 

 Sangat masyhur di kalangan ahli tarikh bahwasanya Hajar itu adalah seorang budak yang diberikan oleh Fir’aun kepada istrinya Nabi Ibrahim yang pertama Sarah. Ustadz kami—Ustadz Ridwan Hamidi Lc—menceritakan kepada kami bahwasanya ada seorang peneliti dari India—Al-Manshuri—melakukan penelaahan ulang dari banyak literatur dan mengambil natijah ‘berkesimpulan’ bahwasanya Hajar bukan seorang budak, bahkan dikatakan Hajar adalah salah seorang dari putri Fir’aun. Wallahu A’lam bish shawaab 

 Bahwasanya yang mendapat gelar Khalilullah bukan hanya Nabi Ibrahim ‘alahi assallam, namun junjungan kita juga Rasulullah ‘shalallahu ‘alahi wa sallam memiliki gelar tersebut, tambahan kedudukan Khalilullah lebih tinggi daripada kedudukan habibullah.

[BEBERAPA HIKMAH DAN PELAJARAN  dari kisah ini dapat dibaca pada artikel Belajar dari Kisah Hajar Ummu Isma'il (Bag. 2)]

(Dikutip dari: Sirah Nabawiyyah ‘Rahiqul Makhtum’ tulisan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dan sumber-sumber lainnya)

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/26/haji01.htm

Menyikapi ”Tamu Istimewa” di Tanah Suci

PENGALAMAN haji tahun lalu, sungguh "berwarna" bagi Ny. Hj. Seuri (40) yang berasal dari Kuningan. Bukan apa-apa, ia harus "meninggalkan" teman-temannya karena suatu hal.

Page 59: HOTD-haji

Jemaah wanita ketika datang "tamu bulanan" tidak diperkenankan masuk ke Masjidilharam dan Masjid Nabawi.

Akhirnya mereka lebih memilih "tawaf di luar" seperti ke toko atau

supermarket yang menjamur di sekitar masjid. * SARNAPI/"PR"

"Saya malu menyebutkannya. Tapi, ya biasalah yang namanya wanita," katanya dengan kepala tertunduk.

Sebagai seorang tamu Allah, ternyata Hj. Seuri sedang menerima seorang tamu istimewa yakni "tamu bulanan". Wajar ia harus memisahkan diri dengan teman-temannya. "Cuma, saya bingung dan khawatir ada kewajiban haji dan umrah wajib yang belum saya kerjakan, padahal harus segera pulang ke tanah air," ujarnya.

Karena wanita haid diharamkan untuk melakukan ibadah di masjid termasuk Masjidil Haram, maka Hj. Seuri menunda melakukan ibadah umrah wajib mulai dari tawaf qudum (tawaf pertama), sai, dan tahallul. "Saya memilih berdiam diri di maktab, sedangkan teman-teman semuanya pergi ke Masjidil Haram. Sunyi senyap kalau sendirian tinggal di penginapan," ujarnya.

Demikian pula ketika jemaah haji lainnya khusyuk di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi untuk melaksanakan salat lima waktu, salat sunah, iktikaf, membaca Alquran, dan lain-lain, maka Ny. Seuri harus gigit jari. "Saya hanya berdoa dan berzikir di maktab meminta kepada Allah agar tamunya segera pergi dan saya bisa beribadah kembali," jelasnya.

Selain itu, apabila wanita belum juga selesai dengan haidnya, maka ia juga tidak diperbolehkan melaksanakan tawaf ifadhah setelah melempar jumrah aqabah. "Padahal, tawaf ifadhah merupakan rukun haji yang tidak bisa ditinggalkan. Sambil menunggu waktu pulang ke tanah air, saya terus berdoa agar tamunya segera menyingkir sehingga bisa tawaf ifadhah dan tawaf wada (perpisahan- red)," harapnya.

Menyiasati haid selama haji membutuhkan trik dan ilmu tersendiri. Tak jarang wanita memakan sejumlah obat untuk menunda haidnya, sehingga selama di tanah suci tidak terkena haid. Nyatanya, tidak sedikit wanita yang tetap keluar haidnya meski telah memakan obat penunda haid.

Page 60: HOTD-haji

Lalu, bagaimana menyiasati masalah ini, apalagi bagi jemaah haji kloter-kloter awal yang harus segera meninggalkan tanah suci?

Wakil Ketua DKM Nurul Falah Jln. Rajamantri Buah Batu, H. Adam Anhari menjelaskan, jika seorang wanita haid dalam hari-hari hajinya hendaklah dia melakukan hal yang sama dengan jemaah haji lainnya, selain tawaf dan sai hingga dia suci. "Jika dia telah suci dan mandi, maka segeralah melakukan tawaf dan sai. Jangan sampai menunggu waktu lagi khawatir tamunya datang lagi," ungkapnya.

H. Adam Anhari merujuk kepada sabda Rasulullah: "wanita yang nifas dan haid, jika keduanya datang ke mikat, maka keduanya mandi dan berihram dan melaksanakan semua manasik haji selain tawaf" [HR Ahmad dan Abu Dawud].

"Hadis riwayat Aisyah menjelaskan, Siti Aisyah haid sebelum melaksanakan manasik umrah, maka Nabi Muhammad memerintahkan kepadanya untuk ihram haji selain tawaf di Baitullah hingga dia suci. Juga diperintahkannya melakukan apa yang dilakukan orang yang haji dan memasukkan ihram kepada umrah," tuturnya.

Wanita yang sedang haid tetap bisa melaksanakan wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, dan melempar jumrah layaknya jemaah haji lainnya. "Tapi, kalau jemaah haji lain melaksanakan salat wajib ketika masa puncak haji di tenda baik wukuf maupun saat di Mina, maka jemaah haji wanita yang haid tidak boleh menjalankan salat," jelasnya.

Pekerjaan lain yang tertunda bagi wanita yang haid berkaitan dengan tawaf dan sai seperti tawaf qudum ketika baru pertama masuk ke Masjidil Haram untuk umrah wajib. "Tawaf ifadah sebagai rukun haji dan tawaf wada' juga ditunda dulu menunggu sampai bersih dari tamunya," kata H. Adam, Ketua Pemuda Muslimin Jabar.

* *

MENURUT Ketua Badan Komunikasi Majelis Taklim Masjid (BKMM) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jabar, Ny. Hj. Mien Maulany, apabila seorang wanita haid atau nifas sebelum tawaf qudum, tawaf qudum-nya gugur dan ia tidak dikenai apa-apa. "Namun, bila haid atau nifas sebelum tawaf ifadhah, maka ia tetap dalam keadaan berihram hingga ia bersuci kemudian tawaf ifadhah. Apabila ia tawaf dalam keadaan haid, maka tidak sah tawafnya menurut pendapat ulama Maliki, Syafi'i dan Hambali," katanya.

Ulama Hanafi berpendapat bahwa tawafnya sah tetapi makruh tahrimi (makruh mendekati haram), ia berdosa dan wajib membayar badanah (dam seekor unta atau lembu). "Apabila seorang wanita haid atau nifas setelah tawaf ifadah, maka kewajiban tawaf wada' atasnya gugur," jelasnya.

Namun, jemaah haji wanita juga harus pintar membedakan antara darah haid dan darah istihadah karena penyakit tertentu atau pengaruh obat-obatan. "Untuk membedakan darah haid dan darah istihadah dari mencatat kebiasan keluar dan berhentinya haid. Kalau darah tetap keluar terus-menerus atau lain dari biasanya bisa disebut darah istihadah," katanya.

Pembimbing haji "Megacitra", K.H. Ujang Muhammad menambahkan, karena darah istihadah, maka wanita itu tetap terkena kewajiban agama, tapi setiap hendak ke

Page 61: HOTD-haji

masjid harus memakai pembalut atau yang lainnya untuk menjaga agar darah tidak menetes.

"Bahkan, ada yang berpendapat kalau haid tetap keluar, padahal wanita terdesak pulang ke tanah air dan belum tawaf ifadhah, maka dalam kondisi darurat seperti itu bisa tawaf dengan catatan dibalut sekuatnya agar darah tidak menetes," katanya.

Dokter RS Al-Ihsan Baleendah, dr. H. Agus Muharram mengatakan, boleh bagi wanita menelan tablet pencegah haid untuk haji bila khawatir keluar haid di tengah-tengah menunaikan manasik haji. "Tapi, lebih baik setelah mendapat petunjuk dan saran dari dokter agar tidak membahayakan kesehatan dan memperlancar ibadahnya. Kunci lainnya harus berdisiplin minum obat tersebut sesuai dengan saran dokter," katanya.

Bagaimana kalau wanita haid setelah tawaf ifadah? Ketua KBIH Riyadhal Hasanah Cimahi, KH. Hafizh Suyuti, merujuk kepada sebuah hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Siti Aisyah "Bahwa Shafiyah, istri Nabi Muhammad, mengalami haid, lalu dia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah, maka beliau bersabda, 'Apakah dia menahan kita (dari pulang)'. Dia berkata,

'Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah tawaf ifadah di Baitullah kemudian dia haid setelah ifadah". Maka,

Rasulullah bersabda, 'Karena itu hendaklah dia (ikut) pulang !'.

"Setelah wanita itu melaksanakan tawaf ifadah, maka hajinya sudah sempurna sehingga oleh Rasulullah disuruh mengikuti rombongannya untuk pulang," katanya.(Sarnapi/Achmad Setiyaji/"PR")***