puasa dan haji

17
PUASA DAN HAJI Nama Kelompok: Puspa Ayu Putri S (201310410311069) Tista Ayu Fortuna (201310410311097) Kelas: Farmasi B FAKULTAS ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Upload: puspasalindra

Post on 05-Jan-2016

238 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Definisi puasa dan haji

TRANSCRIPT

Page 1: Puasa Dan Haji

PUASA DAN HAJI

Nama Kelompok:

Puspa Ayu Putri S (201310410311069)

Tista Ayu Fortuna (201310410311097)

Kelas: Farmasi B

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Page 2: Puasa Dan Haji

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehinggga penulis

dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan “PUASA dan Haji” ini, guna memenuhi

salah satu syarat dalam mata kuliah AIK Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu

dengan segala kerendahan hati, penulis membuka diri bila ada koreksi-koreksi dan kritikan-

kritikan konstruktif dari pembaca makalah ini.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara tidak

langsung terlibat dalam penulisan makalah ini. Semoga ALLAH SWT, membalas semua

kebaikan dengan pahala dan karuniaNya yang tak terhingga, serta semoga ALLAH SWT

selalu membimbing dan menjaga dalam setiap langkah kita, sehingga dalam kehidupan kita

sehari-hari tidak terlepas dari rahmat dan karuniaNya. Akhir kata semoga makalah ini dapat

berguna bagi pembaca pada umumnya.

Malang, Juni 2014

Penulis

i

Page 3: Puasa Dan Haji

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Puasa ........................................................................................................................ 2

2.2 Haji ........................................................................................................................... 5

BAB III

PENUTUP .......................................................................................................................... 9

ii

Page 4: Puasa Dan Haji

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Islam, ada dua kategori ibadah; ibadah qashirah (ibadah individual) yang

manfaatnya hanya dirasakan pelakunya dan ibadah muta’addiyah (ibadah sosial) yang

manfaatnya dirasakan pelakunya dan orang lain. Ibadah puasa dan haji termasuk pada

kategori ibadah qashirah.

Namun, ibadah mahdhah seperti puasa dan haji tidak hanya semata berarti ibadah

qashirah (ibadah individual). Pada hakikatnya, ibadah adalah keimanan, menjadi metode

pendidikan-pengajaran yang individual maupun kolektif, sarana untuk meningkatkan

masyarakat, keselamatan perjalanan hidupnya, gaya hidup untuk menanamkan makna-makna

kebaikan, kebajikan dan sifat-sifat yang baik, serta mengosongkan diri dari akhlak-akhlak

yang merusak, dosa-dosa, dan hal-hal yang buruk. Denagn demikian, ibadah puasa dan haji

hendaknya menjadi sarana bagi seorang muslim untuk menjadi pribadi yang saleh secara

individu, sekaligus menjadi pribadi yang saleh secara sosial.

Setiap ibadah, baik ibadah puasa, haji ataupun ibadah-ibadah yang lain, di dalamnya

terkandung apa yang disebut sebagai pesan moral. Bahkan begitu mulianya pesan moral ini,

sampai Rasulullah Saw menilai ‘harga’ suatu ibadah itu dinilai sejauh mana kemampuan

menjalankan pesan moralnya. Apabila suatu ibadah tidak memiliki pengaruh yang signifikan

dalam peningkatan akhlak mulia, Rasulullah menganggap bahwa ibadah itu tidak bermakna.

Bagi umat Islam, ibadah puasa dan haji merupakan ritual rutin tiap tahun. Namun,

terkadang rutinitas itu dapat menjauhkan dari hakikat ibadah itu sendiri, karena terjebak pada

ritual simbolik-fiqiyah semata.

1

Page 5: Puasa Dan Haji

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PUASA

A. Pengertian Puasa

Secara etiomologis, lafadz puasa berasal dari bahasa Arab shama-shaumun-shiyamun

yang bermakna menahan dan diam dari segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari

bicara.

Sedangkan secara terminologis para ulama (fiqh) mengartikan puasa itu dengan

“menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai

terbenam matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”. Berbeda dengan pendapat ulama

fiqh, kaum sufi memahami makna puasa ini dengan merujuk pada hakikat dan tujuan puasa,

yakni menambahkan kegiatan yang harus dibatasi selama melakukan puasa. Ini mencakup

pembatasan atas seluruh anggota tubuh bahkan hati dan pikiran dari melakukan segala

macam dosa.

Dari beberapa pengertian puasa di atas, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya puasa

adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa yang bersifat badaniyah

(makan, minum, berhubungan seksual), dan secara bersamaan puasa adalah menahan diri dari

perilaku-perilaku yang negatif.

B. Tujuan Puasa

Secara jelas al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan puasa yang hendaknya

diperjuangkan adalah untuk mencapai derajat ketaqwaan (QS. Al-Baqarah:183). Untuk

mencapai ketaqwaan seseorang harus melakukan pensucian diri dari pengaruh-pengaruh

maksiat, dengan menjaga lisan dari menggunjing dan kalimat yang tidak layak diucapkan,

juga dengan kesadaran nurani dan ketajaman panca indera.

2

Page 6: Puasa Dan Haji

C. Mencapai Puasa yang Berkualitas

Ibadah puasa tidak hanya semata-mata terhalangnya seseorang dari makan, minum,

dan keinginan-keinginan materi. Puasa bahkan lebih berarti latihan yang efektif untuk

menguatkan keinginan, kesabaran, kemauan yang keras, membiasakan diri menjaga

kepercayaan, menyiapkan jiwa yang mengimani ketakwaan dengan apa yang terjadi selama

puasa mulai dari pengawasan Allah dan pemantauan kekuasaan-Nya, serta meninggalkan

sesuatu yang disukai.

D. Hikmah Puasa

Bagi orang beriman dan berilmu harus tertanam keyakinan dalam dirinya bahwa Allah

SWT tidak mensyari’atkan ibadah melainkan mesti mengandung unsur pendidikan yang

membawa kepada jiwa taqwa, membiasakan manusia tunduk, patuh atas segala perintah-Nya.

Puasa adalah suatu ibadah kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-

Nya. Adapun hikmah dari puasa:

a. Puasa dan Pembentukan Kepribadian

Puasa dapat menjadi media melatih jiwa dan membiasakannya sabar dalam

menghadapi kesusahan hidup menuju jalan Allah, karena puasa mendidik manusia memiliki

kekuatan, tekad dan kemauan serta menjadikannya mampu menahan diri dan ajakan hawa

nafsunya serta keinginan-keinginan syahwatnya sehingga tidak menjadi budak dan tawanan

hawa nafsunya dan akan menjadikannya sebagai insan yang selalu berjalan diatas sinar

petunjuk agama dan cahaya bashirah-nya (penglihatan nuraninya yang dalam) dan akal

fikirannya yang sehat.

Puasa juga mampu mendidik manusia memiliki karakter cinta, lembut dan kasih

sayang, menjadikan seorang insan halus budinya, bersih jiwanya. Kemudian yang terpenting

lagi, bahwa puasa mendidik jiwa manusia takut kepada Allah yang Maha Agung lagi Maha

Tinggi, merasa selalu dalam pengawasan-Nya, baik dilihat orang atau tidak, dan menjadikan

seseorang insan merasa takut, bersih dan jauh dari apa saj yang diharamkan Allah SWT.

3

Page 7: Puasa Dan Haji

b. Puasa dan Dimensi Kesehatan

Salah satu hikmah puasa yang sudah ditemukan pada zaman modern ini adalah bahwa

puasa memiliki dimensi kesehatan. Dewasa ini, puasa menjadi salah satu teknik

penyembuhan, bahkan di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika telah berdiri ratusan

klinikpenyembuhan penyakit yang menggunakan metode puasa.

Penyembuhan melalui puasa ini memiliki prinsip menyeimbangkan fungsi-fungsi di

dalam tubuh dengan cara ‘mengistirahatkan’. Lewat puasa, sistem pencernaan diistirahatkan

atau ‘ditidurkan’. Diharapkan dengan cara ini tubuh akan rehabilitasi sendiri kerusakan-

kerusakan yang terjadi di dalam tubuh. Selanjutnya menjadikannya seimbang secara alamiah.

Menurut hasil penelitian oleh para ahli kesehatan di Universitas Osaka, Jepang pada

tahun 1930, bentuk perisai yang tumbuh dari aktivitas puasa, ialah bertambahnya sel darah

putih dan diblokirnya suplai makanan untuk bakteri, virus dan sel kanker yang bersarang

pada tubuh. Hal ini menjadikan orang-orang yang berpuasa memiliki daya tahan dan

kekebalan tubuh yang kuat. Karena itu mereka kelihatan lebih sehat dan tidak mudah

terserang penyakit.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar kesehatan yang meliputi empat

dimensi, yaitu sehat fisik, psikis, sosial dan spiritual. Setelah diadakan penelitian dari data-

data yang valid, ditemukan bahwa ibadah puasa twrnyata dapat memenuhi keempat dimensi

standar kesehatan tadi. Puasa justru tidak berimplikasi merusak kesehatan jasmani dan rohani

selama ia dilakukan secara wajar dan memenuhi aturan hukumnya.

c. Puasa dan Kepekaan Sosial

Puasa mengingatkan bagi orang kaya tentang orang-orang yang kelaparan karena

kekafiran dan kemiskinan, yang tidak pernah diketahui dan dirasakan oleh mereka. Oleh

karena itu, Allah hendak memberi kabar kepada mereka bahwa di sana ada saudara-saudara

mereka yang tidur beralaskan tanah dan berselimut langit, tiada mendapati secuil makanan,

atau dengan bahasa isyarat (lisanul haal), dikatakan kepada mereka, “jika kalian merasa

lapar selama sebulan, maka ketahuilah orang lain telah merasa lapar selama berbulan-

bulan”.

4

Page 8: Puasa Dan Haji

Salah satu pesan moral ibadah puasa adalah kita dilarang memakan makanan yang

haram; supaya kita menjaga diri jangan sembarang memakan makanan. Dalam konteks

kekinian, pesan moral puasa adalah jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan orang lain.

Jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan rakyat kecil. Jangan pindahkan tanah dan ladang

milik mereka ke perut Anda. Maksudnya, puasa mengajarkan kepada kita untuk tidak

mengambil sesuatu yang bukan milik kita dan atau merampas hak orang lain.

2.2 HAJI

A. Pengertian Haji

Secara etimologis, lafaz haji berasal dari bahsa arab haj yang bermakna “menyengaja

sesuatu”. Sedangkan menurut pengertian syara’ adalah “sengaja mengunjungi Ka’bah untuk

melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu”.

B. Dasar Hukum Haji

Terdapat perbedaan di kalangan ulama dalam hal kepan awal dimulainya diisyaratkan

kewajiban haji. Sebagian mengatakan permulaan wajib haji pada tahun keenam Hijriyah,

sementara sebagian yang lain mengatakan pada tahun kesembilan Hijriyah.

C. Haji yang Berkualitas

Setiap ibadah memiliki tujuan yang hendak dicapai yang menandakan dari kualitas

ibadah yang dilakukan itu. Ibadah haji dikatakan berhasil dan berkualitas apabila telah

mencapai derajat haji mabrur.

Kata mabrur dalam Lisan al-‘Arab, memiliki dua makna. Pertama, mabrur berarti

baik, suci dan bersih. Jadi haji mabrur adalah haji yang tidak terdapat di dalamnya noda dan

dosa. Kedua, mabrur berarti maqbul : diterima dan mendapat ridha Allah.

5

Page 9: Puasa Dan Haji

Ini berarti haji yang mabrur pada hakikatnya adalah haji yang dapat membuat

pelakunya semakin peduli terhadap persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan. Setiap

pelaku haji harus memperhatikan budi luhur atau akhlak mulia baik ketika berada di tanah

suci maupun ketika pulang ke kampung halaman.

D. Tujuan Haji

Tujuan diwajubkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untuk memperingati

serangkain kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim sebagai penggagas syariat

Islam.

E. Hikmah Haji

Haji merupakan kesempatan sosialisasi yang terbesar. Pada kesempatan ini, ratusan

ribu kaum muslimin berkumpul, bertemu baik dari kalangan ulama, kalangan cendekiawan,

kalangan ekonom, kalangan politisi, kalangan hakim, kalangan perwira, kalangan militer,

kalangan professional dan lainnya. Mereka saling berkenalan, saling bermusyawarah, saling

tolong-menolong dalam mewujudkan kemanfaatan bersama, juga demi mengikat generasi

penerus umat dengan pendahulunya, menyaksikan manasik serta beberapa lokaso tempat

turunnya wahyu ilahi, tempat-tempat bersejarah dan penuh pelajaran sejarah, membersihkan

jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa, memperbaharui janji kepada Allah SWT dengan

memperbaiki keadaan diri, bertaubat dengan tulus, kembali ke negerinya dengan kondisi

yang lebih baik dari sebelumnya, dan mulai membuka lembaran baru melakukan hal yang

baik serta mencintai orang lain.

Panggilan Allah untuk berhaji sesungguhnya dengan arahan agar seorang muslim bisa

menangkap pesan-pesan yang Allah berikan kepada para hujjah (jamaah haji) agar mereka

bisa memahami hakikat penghambaan yang sesungguhnya. Rangkaian ibadah haji

memberikan gambaran bahwa dalam usaha mendekati Allah dan kembali kepadaNya, harus

bertolak dari titik yang benar. Kemudian ada aturan yang harus ditaati dan waktu yang harus

ditepati. Semua merupakan cerminan bahwa tujuan yang benar harus ditempuh dengan cara

yang benar dan betapa manusia harus berpacu dengan waktu yang mengikat kehidupan.

6

Page 10: Puasa Dan Haji

Oleh karena itu, di dalam pelaksanaan ibadah haji, terdapat beberapa simbol atau lambang

penting yang dapat diambil ibrahnya dan direfleksikan dalam kehidupan. Di antaranya:

1. Ka’bah

Ka’bah merupakan lambang aqidah, keyakinan, juga harapan yakni setiap orang Islam

harus beraqidah dengan benar, beribadah hanya kepada Allah dan memiliki harapan atas

ampunan dan ridha Allah.

2. Berniat dan Menggunakan Pakaian Ihram

Orang tidak akan dapat mendekati Allah Yang Maha Suci, kecuali dengan

mensucikan diri, tidak akan dapat menjumpai Allah selama dia masih terkukung dengan

egonya masing-masing. Maka ritual ibadah haji diawali dengan niat yang tulus untuk

memulai sesuatu yang suci. Sebagai seorang hamba, kedudukan kita sama dengan hamba

yang lainnya. Agar hati kita selalu bersih dari perasaan berbeda dengan hamba-hamba

lainnya, maka diwajibkan untuk berihram. Tanpa disadari pakaian sering membuat orang

terbelenggu dan merasa berbeda dengan orang lain. Maka dengan berihram, tak ada yang

membedakan satu muslim dengan muslim lainnya, dari manapun mereka berasal.

3. Filosofi Thawaf

Jika ingin dekat dengan Allah, kita tidak boleh berhenti untuk mendekatinya. Kita

harus melakukannya dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa raga. Gerakan kembali kepada

Allah adalah gerakan seumur hidup dan hanya mungkin dengan cara yang telah ditunjukkan

oleh Allah SWT yaitu dengan cara menggabungkan diri pada meraka yang juga kembali

pada-Nya. Thawaf menggambarkan larutnya dan meleburnya manusia dalam hadirat Ilahi.

4. Filosofi Sa’i

Sa’i merupakan tapak tilas usaha wanita mulia yang berasal dari budak. Selain itu sa’i

menggambarkan usaha manusia mencari hidup yang melambangkan bahwa kehidupan dunia

dan akhirat merupakan suatu kesatuan dan keterpaduan. Ritual ini menggambarkan tugas

manusia adalah berupaya semaksimal mungkin. Dan hasil usaha pasti akan diperoleh baik

melalui usahanya maupun melalui anugerah Tuhan.

5. Melontar Jumrah

Ritual melontar jumrah bermakna bahwa seorang yang berhaji harus melemparkan

sifat-sifat tercela dan menggantinya dengan sifat-sifat terpuji (akhlak mahmudah).

7

Page 11: Puasa Dan Haji

Dengan demikian, setelah menunaikan ibadah haji, mereka harus memiliki akhlak yang lebih

mulia dibanding sebelum berangkat haji.

Selain itu, melempar jumrah juga merupakan lambang kemungkaran dan kebencian

terhadap kejahatan dan tipuan nafsu. Juga menjadi lambang yang menyatakan benar-benar

mempunyai kemauan dalam menumpas hawa nafsu yang merusak perorangan dan

masyarakat.

6. Wuquf di Arafah

Wuquf di Arafah adalah membuka diri di hadapan Allah sebagai pengakuan

kekerdilan dan ketidakberdayaan di hadapan kebesaran dan kekuasaanNya. Menegaskan

bahwa tidak ada yang bisa kita bawa menghadapNya kecuali iman dan amal shaleh. Arafah

adalah gambaran Padang Mahsyar. Kehormatan di hadapan Allah sama sekali tidak

ditentukan oleh status keduniaan yang kita capai. Karena kemuliaan adalah mili Allah,

RasulNya dan orang-orang yang beriman yang selalu komitmen dengan syariat Islam.

Di Arafah inilah seseorang yang berhaji seharusnya menemukan makrifat

pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya, di sana pula ia menyadari

langkah-langkahnya selama ini, sebagaimana ia menyadari pula betapa besar dan agung

Tuhan yang kepada-Nya bersimpuh seluruh makhluk. Kesdaran-kesadarn itulah yang

mengantarkannya di padang Arafah untuk menjadi arif atau sadar dan mengetahuinya.

7. Tahalul

Tahalul, yaitu ritual memotong rambut. Makna ibadah ini adalah pembersihan,

penghapusan sisa-sisa cara berpikir kotor yang masih berada dalam kepala. Maka

seyogyanya, mereka yang telal tahalul mempunyai cara pikir dan konsep kehidupan yang

bersih, tidak menyimpang dari etika dan norma sosial maupun agama.

8

Page 12: Puasa Dan Haji

BAB III

PENUTUP

Sebagai orang yang beriman dan berilmu harus yakin bahwa setiap syari’at yang

ditetapkan oleh Allah SWT memiliki hikmah yang besar, baik bagi pelakunya sendiri

maupun bagi kemaslahatan kemanusiaan secara umum. Hikmah Syari’at (hikmatu al-tasyri’)

inilah yang seharusnya digali dan didapatkan dari ibadah puasa dan haji. Dengan demikian

ibadah puasa dan haji yang dilakukan memiliki kesalihan secara individu sekaligus kesalihan

secara sosial.

9