hiuhilj
TRANSCRIPT
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 1/115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit yang sangat ditakuti masyarakat
karena sering menyebabkan kematian. Prevalensi kanker di seluruh dunia
terus mengalami peningkatan, baik di negara-negara barat maupun di
negara-negara bagian Asia. Laporan kanker dunia memperkirakan angka
kejadian kanker akan meningkat menjadi 15 juta kasus baru di tahun 2020
(Ashton et al , 2009). WHO (World Health Organizations) tahun 2008,
menyebutkan sebanyak 458.000 mortalitas per tahun akibat kanker
payudara.
Jumlah penderita kanker payudara di Amerika Serikat dan
beberapa negara maju lainnya menduduki peringkat pertama (Luwia,
2009). Kasus kanker payudara di Amerika tercatat hampir 200.000 wanita
yang terdiagnosis dan setiap tahunnya terdapat lebih dari 40.000
meninggal akibat penyakit ini (Chen et al , 2010). Data terbaru dari
American Cancer Society telah menghitung bahwa di tahun 2013, terdapat
64.640 kasus kanker payudara. Sekitar 39.620 wanita meninggal dunia
setiap tahunnya karena kanker payudara.
Data Pathology Based Cancer Registry bekerja sama dengan
yayasan kanker Indonesia, menunjukkan kanker payudara di Indonesia
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 2/115
2
menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker yang sering diderita
(Luwia, 2009). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat
inap di seluruh rumah sakit di Indonesia 21,69%, disusul kanker leher
rahim 17% (Rasjidi, 2009). Berdasarkan data Global Burden of Cancer,
angka kejadian kanker payudara di Indonesia sebanyak 26 per 100.000
perempuan (Bambang, 2010). Dokter spesialis bedah kanker Rumah Sakit
Kanker Dharmais yaitu Sutjipto (2013) menyatakan saat ini penderita
kanker payudara di Indonesia mencapai 100 dari 100.000 penduduk.
Sekitar 60-70% dari penderita tersebut datang pada stadium tiga, yang
kondisinya terlihat semakin parah (Depkes, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam Medik
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 15 Mei 2013,
tahun 2012 jumlah kunjungan pasien kanker payudara sebanyak 2.089
orang. Tahun 2013 dari bulan januari sampai Mei 2013, jumlah kunjungan
pasien kanker payudara sebanyak 2.121 orang, pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi sebanyak 826 orang, dan rata-rata per bulan
mencapai 148 orang.
Kanker payudara adalah kanker yang terjadi karena terganggunya
sistem pertumbuhan sel di dalam jaringan payudara. Payudara tersusun
dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Sel
abnormal dapat tumbuh di bagian tersebut, mengakibatkan kerusakan yang
lambat, dan menyerang payudara (Ranggiansanka, 2010).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 3/115
3
Kanker payudara terjadi karena terganggunya sistem pertumbuhan
sel di dalam jaringan payudara. Penyebab kanker payudara belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang mampu
meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor tersebut
meliputi riwayat pribadi tentang kanker payudara, riwayat keluarga dengan
kanker payudara, menstruasi dini, menopause pada usia lanjut, terapi
pengganti hormon, radiasi, masukan alkohol, dan stres (Bobak, 2004).
Tanda dan gejala kanker payudara yaitu terdapat benjolan pada
payudara yang berubah bentuk, kulit payudara berubah warna, puting susu
masuk ke dalam, bila tumor sudah membesar muncul rasa sakit hilang-
timbul, kulit payudara terasa seperti terbakar, dan payudara mengeluarkan
darah atau cairan lain. Tanda kanker payudara yang paling jelas adalah
adanya ulkus pada payudara (Ramli, 2005).
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian
pengobatan yaitu pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, dan terapi
kombinasi. Masing-masing cara dari pengobatan kanker tersebut masih
memiliki kelemahan, sehingga pengobatan kanker pada umumnya sampai
saat ini belum ada yang menunjukkan hasil yang memuaskan. Salah satu
pengobatan yang dilakukan pasien kanker payudara adalah kemoterapi.
Pengobatan ini menggunakan obat anti kanker untuk membunuh sel
kanker (Ramli, 2005).
Manfaat dari kemoterapi adalah untuk mencegah, mengurangi
pertumbuhan sel yang ganas, dan menghindari terjadinya metastase.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 4/115
4
Pengobatan jenis ini dapat dilakukan sebelum dan sesudah operasi kanker.
Pengobatan ini menimbulkan beberapa efek samping (Sudoyo, A. W.,
Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., dan Siti, S., 2009).
Efek samping kemoterapi tergantung pada jenis obat yang
digunakan, jumlah yang diberikan, dan lama pengobatan. Efek samping
yang sering terjadi dari kemoterapi adalah mual dan muntah, supresi
sumsum tulang, mukositis, diare, alopesia, dan infertilitas (Sudoyo, A. W.,
Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., dan Siti, S., 2009).
Pasien kanker payudara membutuhkan waktu jangka panjang untuk
secara rutin mengikuti kemoterapi di rumah sakit dalam beberapa bulan.
Kemoterapi dilakukan setiap 3 minggu sekali, selain itu kemoterapi masih
perlu dilakukan 5 sampai 10 tahun kemudian untuk menurunkan risiko
kanker muncul kembali (Haryono, 2009 dalam Rachmawati, 2009).
Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mengalami
dampak psikologis yang semakin beragam, berbeda intensitasnya antara
penderita satu dengan yang lain mulai dari intensitas ringan sampai kuat
atau sampai munculnya gangguan mental. Dampak psikologis adalah suatu
bentuk perilaku positif maupun negatif yang muncul dalam bentuk
perilaku sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja pada
diri seseorang (Wijayanti, 2007).
Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mengalami
dampak psikologis berupa rasa takut akan kematian, takut menjadi beban,
takut ditinggalkan, ketidakmampuan, dan gangguan harga diri (Kova &
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 5/115
5
Kova, 2011). Hasil penelitian Wijayanti (2007) menyatakan, dampak
psikologis yang dialami pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi meliputi ketidakberdayaan, cemas, malu, harga diri menurun,
stres, depresi, dan marah.
Sesuai dengan pendapat Hadjam (2000) dalam Sudrajat (2012)
mengungkapkan, pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi
memperlihatkan adanya stres yang ditunjukkan dengan perasaan sedih,
putus asa, pesimis, merasa dirinya gagal, tidak puas dalam hidup, merasa
lebih buruk dibandingkan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya,
dan merasa tidak berdaya. Carpenter & Brockopp (2012) menyatakan
bahwa pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi, mengalami
penurunan yang signifikan terhadap harga dirinya.
Mayoritas wanita yang menderita kanker payudara cenderung akan
menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan
negatif terhadap dirinya. Gangguan psikologis yang dialami pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi akan mempengaruhi harga dirinya
(Puckett, 2007 dalam Hartati 2008).
Pernyataan di atas juga sesuai dengan kondisi psikologis pasien
kanker payudara di Ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal
17 Mei 2013 terhadap dua orang pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di Ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 6/115
6
Subjek pertama ialah pasien kanker payudara stadium II yang telah
menerima kemoterapi 2 kali dan subjek kedua adalah pasien kanker
payudara stadium III yang telah menerima kemoterapi 5 kali. Subjek
pertama terlihat pucat dan lemas saat wawancara, sedangkan subjek kedua
terlihat meneteskan air mata saat wawancara. Subjek kedua mengatakan
tidak mampu menahan kesedihan ketika menceritakan penyakitnya.
Perasaan yang diungkapkan subjek pertama dan kedua saat menghadapi
penyakitnya dan menjalani kemoterapi adalah merasa takut tidak sembuh,
sedih, merasa malu dan minder terhadap orang lain, merasa dirinya bau,
takut ditinggalkan keluarga, merasa menjadi beban keluarga, stres, merasa
lemah, kurang percaya diri dengan penampilannya, kurang mendapat
dukungan keluarga, merasa lebih sensitif, dan merasa kurang mampu
mengurus rumah tangga. Subjek kedua juga merasa sangat stres karena
ditinggal suaminya sejak menderita kanker payudara, selama berobat ia
hanya ditemani oleh kakak kandungnya dan tidak pernah dibesuk oleh
suaminya. Beberapa efek samping yang dialami subjek pertama dan kedua
setelah kemoterapi yaitu pusing, lemas, mual dan muntah, rambut rontok,
nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan gangguan tidur. Subjek
pertama mengatakan akan terus berusaha menjalani pengobatan karena
ingin sembuh, menerima dengan ikhlas, banyak berdo’a, dan beribadah,
kemudian subjek kedua juga mengungkapkan bahwa ia merasa pasrah dan
berserah diri kepada Tuhan.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 7/115
7
Permasalahan psikologis yang dialami penderita kanker payudara
di atas menunjukkan bahwa penderita tersebut kurang bisa menerima
keadaan yang dialaminya. Mangunsong (1998) dalam Anggraini (2012)
mengatakan bahwa reaksi emosi sebagai penolakan terhadap penderitaan
yang dialami seseorang ditunjukkan secara berbeda-beda antara lain
berdiam diri karena depresi, khawatir, dan menyalahkan diri sendiri.
Reaksi emosi tersebut mengakibatkan individu merasa malu, murung,
sedih, menyendiri, dan putus asa. Permasalahan psikologis tersebut sering
memberikan perasaan negatif yang akan menghambat potensinya untuk
melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dan seringkali mengakibatkan
penurunan harga diri (Kartono, 1990 dalam Anggraini, 2012).
Cast & Burke (2002) menyatakan, harga diri adalah salah satu
bagian yang penting dalam konsep diri, bila konsep diri menurun maka
harga diri juga menurun. Harga diri adalah hasil penilaian individu
terhadap dirinya sendiri, dinyatakan dengan sikap yang berupa penerimaan
atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu itu percaya
bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga.
Penurunan harga diri disebabkan oleh adanya perubahan konsep
diri dimana penderita merasa tidak normal dibandingkan dengan orang lain
yang sehat (Chast & Burke, 2002). Wijayanti (2007) menyebutkan
beberapa faktor yang dapat mengakibatkan harga diri menurun pada pasien
kanker payudara yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi gejala kanker payudara, nyeri, memburuknya kondisi fisik,
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 8/115
8
pengobatan yang belum maksimal, karakter yang ada pada diri penderita.
Faktor eksternal meliputi diagnosa dokter, operasi, kemoterapi, dan
dukungan sosial.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa respon lain yang
merupakan reaksi strategis koping yang ditunjukkan untuk mengatasi
permasalahan psikologis yang dialami pasien kanker payudara. Reaksi
strategis koping yang ditunjukkan seperti banyak beribadah, berdo’a,
menerima dengan ikhlas, dan berserah diri kepada-Nya merupakan bagian
dari perilaku spiritual seseorang. Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya
harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Spiritual sebagai suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan (Agustian,
2009).
Perilaku seseorang dalam berespon terhadap masalah tidak hanya
dipengaruhi oleh motivasi, namun juga dipengaruhi oleh kecerdasan dasar
yang dimiliki setiap manusia. Salah satu bentuk kecerdasan tersebut adalah
kecerdasan spiritual yang sering disebut spiritual quotient . Satrio (2008)
menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang
memberi makna pada kehidupan. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan
seseorang untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku,
dan kegiatan.
Kecerdasan spiritual dapat digunakan dalam masalah krisis yang
sangat membuat kita seakan kehilangan keteraturan diri. Kecerdasan
spiritual sangat penting dalam kehidupan manusia karena akan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 9/115
9
memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan yang baik
dengan yang buruk, memberikan rasa moral, dan kemampuan untuk
menyesuaikan dirinya (Susanti, 2006). Kecerdasan spiritual merupakan
bawaan potensial manusia yang harus diasah hingga berkembang dengan
baik. Kecerdasan ini harus dimulai dari dalam diri masing-masing pribadi
untuk secara tulus mengasahnya (Hisbullah, 2007).
Khavari dalam Hisbullah (2007) menyatakan tingkat kecerdasan
spiritual seseorang dapat meningkat atau menurun. Salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat kecerdasan spiritual seseorang adalah selalu
berkomunikasi dan berhubungan secara spiritual dengan Tuhan.
Kecerdasan spiritual memiliki peran yang sangat penting untuk
membantu individu mengatasi berbagai tekanan dan kesulitan yang
dihadapi sehingga mampu mencapai kondisi yang diharapkan (Anggraini,
2012). Terkait dengan harga diri, kecerdasan spiritual merupakan indikator
penting dalam menemukan makna hidup. Seseorang yang memiliki
kecerdasan spiritual akan mampu menghadapi pilihan dan kenyataan hidup
yang pasti akan datang dan harus dihadapi apapun bentuknya, baik atau
buruk atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa diduga
(Agustian, 2009). Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi
akan bersikap lebih pasrah dan berserah diri terhadap keadaan yang
dialaminya, menerima dengan ikhlas keadaan tersebut sebagai takdir yang
harus dijalani agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan mendapatkan
derajat yang tinggi di sisi-Nya (Anggraini, 2012).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 10/115
10
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi
hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Kanker payudara menimbulkan beberapa dampak psikologis salah
satunya adalah penurunan harga diri. Terkait dengan harga diri, kecerdasan
spiritual merupakan indikator penting dalam menemukan makna hidup.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut: adakah hubungan yang bermakna antara kecerdasan
spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?
C. Tujuan Penelitan
1.
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan stadium) pasien kanker payudara yang menjalani
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 11/115
11
kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
b.
Mengetahui gambaran tingkat kecerdasan spiritual pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
c.
Mengetahui gambaran tingkat harga diri pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
d. Mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
e. Mengetahui kekuatan hubungan kecerdasan spiritual dengan harga
diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
dalam mengembangkan pelayanan keperawatan terhadap pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi, yaitu bagi:
1.
Instansi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi
rumah sakit untuk menentukan kebijakan melalui peningkatan
pelayanan asuhan keperawatan yang memperhatikan aspek kecerdasan
spiritual pasien sebagai manajemen koping stres pada pasien kanker
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 12/115
12
payudara yang menjalani kemoterapi sehingga dapat meningkatkan
konsep diri khususnya harga diri pasien kanker payudara.
2.
Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermakna demi pengembangan profesi keperawatan untuk dapat
meningkatkan kecerdasan spiritual dan harga diri pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
3. Instansi Pendidikan
a. Sebagai bahan bacaan atau sumber data bagi peneliti lain yang
memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian
tentang kecerdasan spiritual dan harga diri.
b. Sebagai sumber informasi pada institusi Jurusan Keperawatan
Unsoed untuk dijadikan dokumentasi ilmiah.
4. Peneliti
Memperoleh pengetahuan baru dalam melakukan penelitian
untuk mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri
pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan
penelitian yang serupa atau sama dengan penelitian yang dilakukan
peneliti yaitu tentang hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri
pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 13/115
13
Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian lain yang berkaitan yaitu:
1.
Purnamasari (2011), tentang “Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan
Perilaku Caring Perawat di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat di RSUD dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional terhadap 66 perawat di lima ruang rawat
inap dengan teknik total sampling. Metode analisis data menggunakan
uji statistik Rank Spearman. Analisis data penelitian ini menunjukkan
nilai korelasi antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat
sebesar 0,271 dengan nilai p = 0,028 ( p < α = 0,05), sehingga Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara kecerdasan
spiritual dengan perilaku caring perawat. Persamaan dengan penelitian
ini adalah pada variabel bebas dan metode penelitiannya yaitu sama-
sama meneliti tentang tingkat kecerdasan spiritual seseorang dan
menggunakan metode penelitian analitik korelasi. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah pada responden, tempat penelitian, dan variabel
terikatnya, dimana variabel terikat dalam penelitian sebelumnya adalah
perilaku caring , perawat sebagai respondennya, penelitian dilaksanakan
di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah tingkat harga diri, pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi sebagai respondennya, dan penelitian ini
dilaksanakan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 14/115
14
2. Prihatini (2012), tentang “Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan
Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara Post Mastektomi di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan kualitas hidup
pasien kanker payudara post mastektomi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini menggunakan metode analitik
korelasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling
sebanyak 34 responden. Data analisis menggunakan uji statistik Rank
Spearman. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara
kecerdasan spiritual dengan kualitas hidup pasien kanker payudara post
mastektomi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, dengan
nilai p = 0,547 (p > α = 0,05) Ha ditolak dan Ho diterima. Persamaan
dengan penelitian ini pada variabel bebas, tempat penelitian, dan
metode penelitian. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang
kecerdasan spiritual pasien kanker payudara di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, menggunakan desain penelitian cross
sectional dengan metode analitik korelasi dan uji statistik Rank
Spearman. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat
dan respondennya, dimana variabel terikat dalam penelitian sebelumnya
kualitas hidup dengan pasien kanker payudara post mastektomi sebagai
respondennya, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah
harga diri dengan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi
sebagai respondennya.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 15/115
15
3. Rahmawati (2010), tentang “Pengaruh Peran Keluarga terhadap Harga
Diri Pasien Stroke di Ruang Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh peran keluarga terhadap harga diri pasien stroke
di ruang rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif asosiatif dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling dengan 45 responden dan analisa univariat
menggunakan analisa deskriptif dan analisa bivariat menggunakan chi-
square. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang
bermakna secara statistik antara peran keluarga dan harga diri dengan
nilai x2 = 3, 213 pada df = 2 dan alpha = 0,05 (x2 < x tabel, dengan x
tabel = 5,591). Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel
terikat dan tempat penelitian yaitu sama-sama meneliti tentang harga
diri dan tempat penelitiannya di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel bebas,
responden, dan metode penelitian. Penelitian sebelumnya menggunakan
variabel bebas berupa peran keluarga dengan pasien stroke sebagai
respondennya dan menggunakan metode deskriptif asosiatif, sedangkan
pada penelitian ini variabel bebasnya adalah kecerdasan spiritual
dengan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi sebagai
respondennya, dan menggunakan metode analitik korelasi.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 16/115
16
4. Siburian (2011), tentang “Dukungan Keluarga dan Harga Diri Pasien
Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik
Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan
keluarga dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif
korelasi. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dan
sampel yang didapat adalah 30 orang. Instrumen penelitian berupa
kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai
dukungan keluarga dan harga diri. Uji korelasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji korelasi Spearman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang
signifikan dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan, kekuatan hubungan
sedang dan berpola positif ( p = 0,027, r = 0,403). Hasil penelitian
menunjukkan, semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin tinggi
harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUP
H. Adam Malik Medan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada
variabel terikat dan respondennya, yaitu sama-sama meneliti tingkat
harga diri seseorang dan respondennya adalah pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah
pada variabel bebas, tempat, dan metode penelitian. Penelitian
sebelumnya menggunakan variabel bebas berupa dukungan keluarga,
tempat penelitiannya di RSUP H. Adam Malik Medan, dan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 17/115
17
menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi sedangkan pada
penelitian ini menggunakan variabel bebas kecerdasan spiritual, tempat
penelitiannya di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, dan
menggunakan metode analitik korelasi.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 18/115
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kanker Payudara
a.
Definisi kanker payudara
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah penyakit
neoplasma ganas yang berasal dari parenchym. Kanker payudara
ditandai dengan perubahan sel-sel yang mengalami pertumbuhan
tidak normal, cepat, dan tidak terkontrol pada payudara (Mardiana,
2007). Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang
jaringan payudara, jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar
susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara (Luwia,
2009).
b.
Penyebab
Penyebab kanker payudara belum dapat diketahui secara
pasti, namun ada beberapa faktor risiko yang telah ditetapkan yaitu
faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang
dapat dikendalikan (Winarto., Vivi, K., Erna, C., Heri, J., dan
Nurrohman, S., 2007). Berikut ini adalah penjelasan dari faktor-
faktor risiko kanker payudara.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 19/115
19
1. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
a). Umur
Umur sangat penting sebagai faktor risiko kanker
payudara. Kejadian kanker payudara meningkat cepat pada
usia reproduktif dan setelah itu meningkat pada laju yang lebih
rendah (Pherson & Steel, 2000). Wanita berumur lebih dari 30
tahun mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
terkena kanker payudara. Risiko ini akan terus meningkat
sampai umur 50 tahun dan setelah menopause (Dupont &
Page, 2004).
b). Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor risiko yang kuat.
Wanita memiliki risiko lebih besar untuk terkena kanker
payudara dibandingkan laki-laki, dikarenakan wanita memiliki
sel payudara lebih banyak dibandingkan laki-laki. Banyaknya
kejadian kanker payudara pada wanita kemungkinan
dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang
berpengaruh terhadap proses proliferasi sel-sel pada kelenjar
payudara yang secara fisiologis lebih berkembang dibanding
laki-laki. Laki-laki juga dapat terkena kanker payudara, tetapi
penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita (Indrati,
2005).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 20/115
20
c). Faktor reproduktif
Wanita yang tidak pernah melahirkan atau melahirkan
pertama kali di atas umur 30 tahun memiliki risiko lebih besar
terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang
melahirkan di bawah umur 30 tahun. Kehamilan pertama
sebelum umur 18 tahun memiliki risiko setengah dari wanita
yang hamil setelah berumur 30 tahun. Kehamilan dini akan
mencegah epithelium payudara dari carsinogenesis atau efek
negatif dari kehamilan yang terlambat (Stephen., Falkenberry.,
& Legare., 2002).
d). Riwayat keluarga
Kanker payudara dalam keluarga dapat berdampak
signifikan risikonya. Seseorang akan memiliki risiko terkena
kanker payudara lebih besar bila anggota keluarganya ada yang
menderita kanker payudara. Penelitian Indrati (2005)
menunjukkan bahwa diperkirakan 15% sampai dengan 20%
kanker payudara dihubungkan dengan adanya riwayat pada
keluarga. Keluarga yang memiliki gen BRCA1 yang
diturunkan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih
besar.
e). Pertumbuhan payudara
Sel payudara normal kadang-kadang dapat mengalami
abnormal. Perubahan ini dapat datang sebagai benjolan,
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 21/115
21
penebalan, atau klasifikasi pada mammogram. Perubahan ini
dapat dilihat di bawah mikroskop jika biopsi dilakukan. Sel
pembuluh payudara yang terlalu aktif dan muncul tidak biasa
mungkin menggambarkan suatu jenis kanker (Winarto., Vivi,
K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).
f). Riwayat menstruasi
Wanita tidak dapat mengendalikan jumlah estrogen
yang diproduksi ovarium setiap waktu. Seorang wanita yang
masih muda mendapat periode menstruasi pertama atau
terlambat menopause akan mengakibatkan jumlah estrogen dan
hormon lain yang diproduksi ovarium didapat lebih banyak.
Wanita yang mendapat periode menstruasi pertama sebelum
usia 12 tahun atau menopause setelah usia 55 tahun, berisiko
terkena kanker payudara lebih tinggi daripada wanita dengan
lebih sedikit mendapat hormon yang diproduksi ovarium
(Indrati, 2005).
f). Terapi radiasi pada dada sebelum usia 30 tahun
Wanita yang mengalami terapi radiasi pada dadanya
sebelum usia 30 tahun dan khususnya selama masa remaja,
mungkin berisiko lebih tinggi berkembangnya kanker payudara
(Price & Lorraine, 2005).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 22/115
22
g). Kepadatan payudara
Wanita dengan payudara yang padat, mengandung
lebih banyak kelenjar dan jaringan penyambung, berisiko
terkena kanker payudara. Estrogen membuat jaringan payudara
lebih padat. Hubungan antara kepadatan payudara dan kanker
payudara dikaitkan dengan tingkat estrogen dalam tubuh
(Winarto., Vivi, K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S.,
2007).
h). Terpapar DES (Dietyilstilbestrol)
DES merupakan hormon buatan seperti estrogen yang
digunakan dimasa lalu untuk menolong wanita mencegah
keguguran. Anak perempuan yang menggunakan DES berisiko
terkena kanker. Obat ini kemungkinan juga meningkatkan
risiko kanker payudara pada wanita yang menggunakannya
dan anak perempuan yang terpaparnya (Winarto., Vivi, K.,
Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).
i). Kehamilan terlambat atau tidak hamil
Wanita yang mempunyai masa kehamilan pertama
penuh setelah usia 30 tahun dan wanita yang tidak hamil,
berisiko terkena kanker payudara lebih tinggi daripada wanita
yang melahirkan lebih dini. Masa kehamilan penuh yang
menghentikan siklus menstruasi selama 9 bulan, menawarkan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 23/115
23
proteksi melawan kanker payudara (Winarto., Vivi, K., Erna,
C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).
2). Faktor risiko yang dapat dikendalikan
a). Merokok
Merokok dapat menyebabkan banyak penyakit dan
dihubungkan dengan risiko yang meningkat berkembangnya
kanker payudara. Wanita yang merokok akan memiliki tingkat
metabolisme estrogen lebih tinggi dibanding yang tidak
merokok. Kebiasaan merokok akan meningkatkan risiko
kanker payudara sebanyak 2,4 kali dibanding yang tidak
merokok (Indrati, 2005). Hasil penelitian Bennike Kim et al
(1995) dalam Indrati (2005) menunjukkan bahwa wanita yang
merokok sigaret >20 tahun terdapat peningkatan risiko untuk
terkena kanker payudara dan hubungan ini signifikan.
b). Olahraga
Setiap waktu olahraga dapat menurunkan tingkat
estrogen dalam tubuh. Estrogen yang berkurang menyebabkan
stimulasi pertumbuhan sel payudara akan berkurang. Olahraga
akan meningkatkan fungsi kekebalan yang dihubungkan
dengan rendahnya lemak tubuh dan efek tingkat hormon yang
semuanya berhubungan dengan kanker payudara. Wanita yang
secara rutin melakukan aktifitas fisik atau olahraga memiliki
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 24/115
24
risiko lebih rendah dibanding yang tidak melakukan aktivitas
fisik (Indrati, 2005).
c). Kegemukan
Kegemukan dapat meningkatkan risiko terkena kanker
payudara. Sel lemak ekstra membuat estrogen ekstra
merangsang pertumbuhan sel payudara. Risiko pada
kegemukan akan meningkat karena terjadi peningkatan sintesis
estrogen pada timbunan lemak yang berpengaruh terhadap
proses proliferasi jaringan payudara (Colditz, 2000 dalam
Indrati, 2005).
d). Menyusui
Menyusui dapat menurunkan risiko kanker payudara.
Sel payudara tidak dapat menyebabkan masalah seperti kanker
saat sel payudara matang dan melakukan tugasnya (Winarto.,
Vivi, K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007). Rasjidi
(2009) menjelaskan, proses menyusui mempunyai efek
protektif terhadap kanker payudara karena adanya penurunan
level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama
menyusui. Risiko kanker menurun 4,3% setiap tahunnya pada
wanita yang menyusui.
e). Alkohol
Penggunaan alkohol yang signifikan tidak baik untuk
hati yang membantu mengatur tingkat estrogen dalam sistem
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 25/115
25
tubuh. Pembatasan alkohol membantu menjaga tingkat
estrogen darah tetap rendah (Winarto., Vivi, K., Erna, C.,
Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).
f). Stres
Santai dapat memperkuat sistem imun. Sistem imun
yang kuat akan lebih mudah melawan penyakit. Wanita
dalam kelompok dukung kanker payudara mempunyai
kualitas hidup lebih baik daripada yang tidak bergabung
dalam kelompok sejenis. Daya dukungan menjadi cara dalam
menurunkan stres dan membuat orang terhubung, tidak
sendiri dalam perjuangan melawan kanker (Winarto., Vivi,
K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).
c). Manifestasi klinis
Kanker payudara dapat terjadi di bagian mana saja dalam
payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar dimana
sebagian besar jaringan payudara terdapat. Kanker payudara umum
terjadi pada payudara sebelah kiri. Umumnya lesi tidak terasa nyeri,
terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur. Keluhan nyeri
yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi saat
menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak.
Nyeri yang jelas pada bagian yang ditunjuk dapat berhubungan
dengan kanker payudara pada kasus yang lebih lanjut (Smeltzer &
Bare, 2002).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 26/115
26
Meningkatnya penggunaan mammografi pada wanita lebih
banyak mencari bantuan medis pada penyakit tahap awal. Wanita ini
bisa saja tidak mempunyai gejala dan tidak mempunyai benjolan
yang tidak dapat diraba, tetapi lesi abnormal dapat terdeteksi pada
pemeriksaan mammografi (Smeltzer & Bare, 2002).
Faktanya, banyak wanita dengan penyakit lanjut mencari
bantuan medis setelah mengabaikan gejala yang dirasakan. Mereka
baru mencari bantuan medis setelah tampak peau d’orange pada
kulit payudaranya, yaitu kondisi yang disebabkan oleh obstruksi
sirkulasi limfatik dalam lapisan dermal. Retraksi puting susu dan lesi
yang terfiksasi pada dinding dada dapat juga dijadikan bukti.
Metastasis ke kulit dapat dimanifestasikan oleh lesi yang mengalami
ulserasi dan berjamur. Tanda-tanda dan gejala klasik ini jelas
mencirikan adanya kanker payudara pada tahap lanjut (Smeltzer &
Bare, 2002).
d. Perkembangan Kanker Payudara
1). Tipe kanker payudara
Tipe kanker payudara antara lain (Smeltzer & Bare,
2002):
a). Karsinoma duktal menginfiltrasi
Merupakan tipe histologis yang paling umum, 75% dari
semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena
keras saat dipalpasi. Kanker jenis ini biasanya bermetastasis
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 27/115
27
ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dibanding dengan
tipe kanker lainnya.
b). Karsinoma lobular menginfiltrasi
Merupakan tipe kanker yang jarang terjadi, 5% dari 10%
kanker payudara. Tumor ini biasanya terjadi pada area
penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibandingkan
dengan tipe duktal menginfiltrasi. Tipe ini lebih umum
multisentris, dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah
satu atau kedua payudara.
c). Karsinoma medular
Menempati sekitar 6% dari kanker payudara dan tumbuh
dalam kapsul di dalam duktus. Tipe tumor ini dapat menjadi
besar tetapi meluas dengan lambat, sehingga prognosisnya
sering kali lebih buruk.
d). Kanker musinus
Menempati sekitar 3% dari kanker payudara. Kanker ini
mempunyai prognosis yang lebih baik dari lainnya.
e). Kanker duktal-tubular
Kanker ini jarang terjadi, menempati sekitar 2% dari kanker.
Prognosisnya sangat baik, karena metastasis aksilaris secara
histologi tidak lazim.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 28/115
28
f). Karsinoma inflamatori
Tipe kanker payudara yang jarang (1% sampai 2%) dan
menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dari kanker
payudara lainnya. Tumor ini sangat nyeri dan nyeri tekan,
payudara secara abnormal keras dan membesar. Kulit di atas
tumor ini merah dan agak hitam. Sering terjadi edema dan
retraksi puting susu.
g). Penyakit paget payudara
Merupakan tipe kanker payudara yang jarang terjadi. Gejala
yang sering timbul adalah rasa terbakar dan gatal pada
payudara. Massa tumor sering tidak teraba.
h). Karsinoma payudara insitu
Penyakit ini ditandai dengan proliferasi sel-sel maligna di
dalam duktus dan lobulus, tanpa invasi ke dalam jaringan
sekitarnya. Terdapat dua tipe karsinoma in situ: duktal dan
lobular. Karsinoma duktal in situ (DCIS) secara histologis
dibagi menjadi dua subtipe mayor: komedo dan non komedo.
Pengobatan yang paling umum adalah mastektomi dengan
angka pertumbuhan 99%. Terapi konservatif payudara adalah
pilihan yang masuk akal yang mungkin dipertimbangkan
untuk lesi setempat. Karsinoma lobular in situ (LCIS)
ditandai dengan proliferasi sel-sel di dalam lobulus payudara.
LCIS merupakan temuan insidental, yang umumnya terletak
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 29/115
29
dalam area multisenter penyakit dan jarang berhubungan
dengan kanker invasif. Penyakit ini terjadi lebih sering pada
wanita berusia lebih muda.
2). Stadium kanker
Rasjidi (2009) menyebutkan tahapan atau stadium
kanker payudara sebagai berikut:
a). Stadium 0
Tahap sel kanker payudara tetap di dalam kelenjar payudara,
tanpa invasi ke dalam jaringan payudara normal yang
berdekatan.
b). Stadium I
Benjolan kanker tidak melebihi dari 2 cm dan tidak menyebar
keluar dari payudara. Perawatan sistematis akan diberikan
pada kanker stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker
tidak menyebar dan tidak berlanjutan.
c). Stadium II A
Tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker
ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan
ukuran 2 cm atau kurang dan telah menyebar ke kelenjar
getah bening ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 2 cm
tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 30/115
30
c). Stadium II B
Tumor lebih besar dari 2 cm, tetapi tidak ada yang lebih besar
dari 5 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi belum
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Stadium ini perlu
dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada
pada seluruh bagian penyebaran dan setelah operasi perlu
dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel
kanker yang tertinggal.
d). Stadium III A
Tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di
kelenjar getah bening ketiak yang melekat bersama atau
dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar
getah bening di dekat tulang dada, atau tumor dengan ukuran
berapapun dimana kanker telah menyebar ke kelenjar getah
bening ketiak, terjadi perlekatan dengan struktur lainnya.
e). Stadium III B
Kanker sudah menyusup ke luar dari bagian payudara yaitu
ke kulit, dinding dada, tulang rusuk, dan otot dada. Perlu
dilakukan pengangkatan payudara pada stadium ini.
f). Stadium IV
Sel-sel kanker sudah mulai menyerang bagian tubuh lainnya
seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit dan kelenjar limfa
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 31/115
31
yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus
dilakukan adalah pengangkatan payudara.
Berdasarkan data PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia) dalam Rasjidi (2009) didapatkan data rata-
rata prognosis harapan hidup (survival rate) penderita kanker
payudara per stadium sebagai berikut:
a). Stadium 0 : 10 tahun dengan harapan hidup 98%.
b). Stadium I : 5 tahun dengan harapan hidup 85%.
c). Stadium II : 5 tahun dengan harapan hidup 60-70%.
d). Stadium III : 5 tahun dengan harapan hidup 30-50%.
e). Stadium IV : 5 tahun dengan harapan hidup 5%.
3). Klasifikasi TNM
Sistem TNM (Tumor Nodus Metastasis) dipublikasikan
untuk mengklasifikasikan kanker berdasarkan pada morfologi
tumor yang akan menentukan prognosis yaitu ukuran dari tumor
(T), ada atau tidaknya keterlibatan kelenjar limfe (N), dan adanya
metastasis (M).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 32/115
32
Tabel 2.1 Klasifikasi TNM (Tumor Nodus Metastasis)
Klasifikasi DefinisiTTx
ToTis
Tis (DCIS)Tis (LCIS)Tis (Paget)
T1T2 mic
TiaTib
TicT2T3
T4
T4a
T4b
T4cT4d
N Nx
N0 N1
N2
N3
MMx
M0M1
Tumor primerTumor primer tidak didapatkan
Tidak ada bukti adanya tumor primer.Karsinoma in situ Duktal karsinoma in situLobular karsinoma in situ Paget’s desease tanpa adanya tumor.Ukuran tumor < 2 cmMikroinvasif > 0,1 cm
Tumor > 0,1cm - < 0,5 cmTumor > 0,5 cm - < 1 cm
Tumor > 1 cm - < 2 cmTumor > 2 cm - < 5 cmTumor > 5 cm
Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya perlekatan pada dinding thoraks atau kulit.Melekat pada dinding dada tidak termasuk M. Pectoralis major.Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada
kulit, atau adanya nodul satelit pada payudara.Gabungan antara T4a dan T4b. Inflammatory carsinoma
Kelenjar limfe regionalKelenjar limfe regional tidak didapatkan.
Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe.Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral , bersifat
mobile. Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral tidak bisadigerakkan.
Metastasis pada kelenjar limfe infraclavicular , ataumengenai kelenjar mammae interna, atau kelenjar
limfe supraclavicular.MetastasisMetastasis jauh tidak didapatkan.
Tidak ada bukti adanya metastasis.Didapatkan metastasis yang telah mencapai organ.
( International Union Against Cancer , 1958; dalam Rasjidi, 2009).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 33/115
33
Tabel. 2.2 Stadium klinis kanker payudara menggunakan
klasifikasi TNM
Stadium UkuranTumor
MetastasisKelenjar Limfe
Metastasis Jauh
0I
IIa
IIb
IIIa
IIIb
IV
TisT1T0T1T2T2T3T0T1T2T3T4
T apapunT apapun
N0 N0 N1 N1 N0 N1 N0 N2 N2 N2
N1,N2 N3
N apapun N apapun
M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M1
Sumber: Sistem penentuan stadium international Union Against
Cancer dan American Joint Committee for Cancer and End
Result Reporting (Gant & Cunningham, 2010).
e. Upaya Pencegahan
Rasjidi (2009) menyebutkan upaya-upaya yang dilakukan
untuk mencegah timbulnya kanker payudara yaitu:
1). Pencegahan primer
Pencegahan primer pada kanker payudara adalah salah
satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang
sehat melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada
berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan primer berupa pemeriksaan SADARI (pemeriksaan
payudara sendiri) yang dilakukan secara rutin sehingga bisa
memperkecil faktor risiko terkena kanker payudara.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 34/115
34
Hall et al (2013) mengungkapkan bahwa kematian akibat
kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan
pemeriksaan SADARI dibandingkan yang tidak. Sensitivitas
SADARI untuk mendeteksi kanker payudara sebanyak 26%.
2). Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang
memiliki risiko terkena kanker payudara. Pencegahan sekunder
dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Deteksi dini dapat
dilakukan melalui skrining dengan mammografi.
Skrining melalui mammografi memiliki akurasi 90% dari
semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-
menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara.
3). Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang
positif menderita kanker payudara. Pencegahan tertier sangat
penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, mencegah
komplikasi penyakit, dan meneruskan pengobatan. Penanganan
yang tepat untuk penderita kanker payudara yang sesuai dengan
stadiumnya dapat memperpanjang harapan hidup penderita dan
mengurangi kecacatan.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 35/115
35
f. Pengobatan
Saifuddin (2006) menjelaskan beberapa pengobatan kanker
payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik
penyakit meliputi:
1). Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3
jenis mastektomi:
a). Modified radical mastectomy, yaitu operasi pengangkatan
seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang
selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.
b). Total mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
c).
Radical mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari
payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan
hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan
seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian
kemoterapi.
2). Radiasi
Radiasi merupakan proses penyinaran pada daerah yang
terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma
yang bertujuan untuk membunuh sel kanker yang masih tersisa di
payudara setelah operasi. Efek pengobatan ini adalah tubuh
menjadi lemah, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam,
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 36/115
36
nafsu makan berkurang, hemoglobin dan leukosit cenderung
menurun.
3). Terapi hormon
Terapi hormon adalah bentuk pengobatan seluruh tubuh
yang sangat efektif untuk menurunkan risiko reseptor hormon
positif kanker payudara datang kembali atau berkembang. Terapi
hormon dapat digunakan untuk menurunkan risiko kanker
payudara jika berisiko tinggi, pada kanker payudara non-invasif
digunakan untuk menurunkan risiko kanker datang kembali,
penyakit metastatik (lanjutan), pada kanker payudara invasif
digunakan untuk menyusutkan tumor besar, dan menurunkan
risiko kanker datang kembali setelah pengobatan pertama kanker
payudara (operasi, kemoterapi,dan radiasi).
4). Terapi bertarget
Terapi kanker bertarget merupakan pengobatan kanker
yang menetapkan sasaran ciri khusus sel kanker seperti protein
dan enzim. Terapi bertarget tidak membahayakan sel sehat atau
normal. Terapi bertarget berupa antibodi yang bekerja seperti
antibodi yang dibuat sistem imun. Terapi bertarget disebut juga
terapi bertarget imun.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 37/115
37
5). Kemoterapi
a). Definisi
Berbeda dengan terapi radiasi dan pembedahan,
kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan
obat-obatan atau hormon. Kemoterapi adalah proses pemberian
obat-obatan anti kanker atau sitokina dalam bentuk pil cair,
atau kapsul, atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel
kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di
seluruh tubuh.
b). Kinetika sel
Rasional pemberian kemoterapi sebagai pengobatan
kanker adalah untuk kemampuan membunuh sel kanker secara
selektif. Pemberian kemoterapi dengan dosis tinggi dan
intermitten secara substansial lebih efektif daripada pemberian
dengan dosis rendah. Obat-obatan kemoterapi bekerja
berdasarkan kinetika sel. Obat tersebut membunuh sel
berdasarkan fraksi sel yang konstan bukan jumlah sel yang
konstan.
Pemberian kemoterapi yang pertama dapat membunuh
2-4 log sel, bila pada satu populasi sel kanker sebanyak 102
(1kg tumor) diberikan dosis tunggal kemoterapi, sebagian
besar sel kanker hilang, tetapi tidak dapat menghilangkan
tumor tersebut secara tuntas, sehingga diperlukan pemberian
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 38/115
38
kemoterapi ulangan secara intermitten. Konsep bahwa
kemoterapi membunuh sel secara logistik juga merupakan
dasar dari pemberian kemoterapi secara kombinasi dan
adjuvan. Kemoterapi adjuvan bertujuan untuk mengeradikasi
massa tumor yang subklinis 104 sel yang tidak mungkin
terdeteksi pasca pembedahan. Kemoterapi akan bekerja secara
efektif, jika jumlah sel kanker relatif sedikit. Setiap sel yang
membelah diri akan mengikuti pola replikasi sel yang disebut
waktu generasi yang terdiri atas lima fase berikut ini:
(1). Fase G1 (diproduksi enzim untuk sintesis DNA dan RNA
berlangsung kira-kira 4-24 jam).
(2). Fase S (terjadi sintesis DNA kira-kira 10-20 jam).
(3).
Fase G2 (terjadi sintesis DNA dan protein seluler 2-10
jam), selanjutnya masuk ke fase M.
(4).
Fase M (terjadi mitosis sel 0,5-1 jam), lanjut masuk G2.
(5).
Fase G0 (sel-sel yang tidak aktif akan masuk ke fase G0).
Populasi sel berada dalam fase G0 pada jaringan normal.
c). Mekanisme kerja obat kemoterapi terhadap kanker
Tujuan penggunaan obat kemoterapi ialah untuk
mencegah atau menghambat multiplikasi sel kanker dan
menghambat invasi serta metastase. Proliferasi merupakan
proses yang terjadi pada beberapa sel organ normal.
Kemoterapi juga berefek toksik terhadap sel-sel normal
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 39/115
39
terutama pada jaringan-jaringan yang mempunyai siklus sel
yang cepat seperti sumsum tulang, epitel mukosa, dan folikel
rambut.
Kemoterapi yang ideal harus mempunyai efek
menghambat yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker
dan mempunyai efek minimal terhadap jaringan tubuh yang
normal. Proses inhibisi proliferasi sel dan pertumbuhan kanker
dapat terjadi pada beberapa tingkat proses dalam sel sintesis
makromolekuler, organ dalam sitoplasma, dan fungsi sintesis
membran. Kebanyakan obat sitotoksik mempunyai efek yang
utama pada proses sintesis dan fungsi makroseluler, yaitu pada
proses sintesis DNA, RNA, atau protein, atau mempengaruhi
kerja molekul tersebut. Proses ini cukup menimbulkan
kematian sel. Sel yang mati pada setiap pemberian kemoterapi
hanya proporsional, oleh karena itu kemoterapi harus diberikan
berulang kali secara terus-menerus untuk mengurangi populasi
sel.
d). Spesifitas kemoterapi terhadap fase dan siklus sel
Kemoterapi digolongkan berdasarkan mekanisme kerja
obat pada siklus sel.
(1). Obat kemoterapi fase spesifik
Obat golongan ini sangat aktif membunuh sel yang berasal
dari fase tertentu dari siklus sel. Sifat obat ini adalah
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 40/115
40
terdapat limitasi daya bunuh obat pada satu kali
pemberian. Obat ini harus bekerja pada salah satu fase
siklus sel saja, sehingga peningkatan dosis tidak akan
meningkatkan proporsi sel yang terbunuh. Sel-sel yang
terbunuh akan meningkat bila pemberian obat dalam
waktu panjang atau diberikan berulang.
(2). Obat kemoterapi spesifik siklus sel
Obat golongan ini aktif bekerja pada sel yang aktif dalam
siklus sel, tetapi tidak bekerja pada salah satu fase yang
spesifik. Golongan ini adalah golongan alkil, antibiotik
antitumor.
(3). Obat-obat non spesifik siklus sel
Bekerja efektif pada setiap sel, tidak bergantung pada
siklus tempat sel tersebut berada, dan bekerja pada sel-sel
yang berada pada fase G0.
e). Klasifikasi kemoterapi
(1).
Siklus sel spesifik
Terdiri dari alkylating agent dan produk alami. Alkylating
agent terdiri dari nitrogen mustard (klorambusil,
siklofosfamid, melfalan), alkil sulfonat (busulfan), triazin
logam berat (dekarbazen, sisplatin, karboplatin). Produk
alami terdiri dari antibiotik antitumor (daktinomisin,
danorubisin, doksorubisin, idarubisin).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 41/115
41
(2). Siklus sel non spesifik terdiri dari nitrogen mustard,
nitrosurea, metkloretamin, karmustin.
f). Kemoterapi kombinasi
Pemberian obat sitotoksik tunggal dengan dosis yang
masih dapat ditoleransi secara klinis tidak dapat digunakan
untuk mengobati kanker, kecuali pada koriokarsinoma dan
limfoma burkit. Tujuan dari kemoterapi kombinasi adalah
memperbaiki laju respon dan daya ketahanan hidup.
Kemoterapi kombinasi memberi beberapa keuntungan yaitu
pemusnahan sel-sel kanker dapat terjadi secara maksimal
dengan kisaran toksisitas yang masih dapat ditoleransi oleh
tubuh klien, lebih luasnya kisaran interaksi antara obat dan sel
tumor dengan abnormalitas genetik yang berbeda pada
populasi tumor yang heterogen, dapat memperlambat
tumbuhnya resistensi obat selular (Sudoyo, A. W., Bambang,
S., Idrus, A., Marcellus, S. K., dan Siti., S., 2009).
g). Efek samping kemoterapi
Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya
membelah, terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel
tubuh normal yang juga mempunyai sifat cepat membelah
seperti rambut, mukosa, sumsum tulang, kulit, dan sperma.
Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti
jantung, hati, ginjal, dan sistem saraf. Berikut akan dibahas
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 42/115
42
beberapa efek samping kemoterapi yang sering ditemui pada
pasien kanker (Sudoyo, A. W., Bambang, S., Idrus, A.,
Marcellus, S. K., dan Siti., S., 2009).
(1). Supresi sumsum tulang
Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah
efek samping yang terjadi akibat kemoterapi. Sebagian
besar pengobatan standar dirancang sesuai dengan kinetika
pemulihan sumsum tulang setelah paparan kemoterapi.
Beberapa tahun terakhir mulai diberikan faktor perangsang
koloni makrofag dan faktor perangsang koloni granulosit.
Faktor pertumbuhan ini mempunyai peran penting dalam
pemberian dosis intensif kemoterapi dengan mencegah
leukopenia sehingga mengurangi insiden infeksi dan
lamanya rawat inap.
(2). Mukositis
Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut
(stomatitis), lidah (glossitis), tenggorok (esofagitis), usus
(enteritis), dan rektum (proktitis). Umumnya mukositis
terjadi pada hari ke 5-7 setelah kemoterapi. Satu kali
mukositis muncul, siklus berikutnya akan terjadi mukositis
kembali, kecuali jika obat diganti atau dosis diturunkan.
Mukositis dapat menyebabkan infeksi sekunder, asupan
nutrisi yang buruk, dehidrasi, penambahan lama waktu
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 43/115
43
perawatan, dan peningkatan biaya perawatan. Kebersihan
mulut harus dijaga untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder akibat mukositis.
(3). Mual dan muntah
Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari
sel-sel mukosa yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat
terjadi secara akut dalam 0-24 jam setelah kemoterapi,
atau tertunda, 24-96 jam setelah kemoterapi.
(4). Diare
Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel
saluran cerna sehingga absorpsi tidak adekuat. Obat
golongan antimetabolit yang sering menimbulkan diare.
Pasien dianjurkan makan rendah serat, tinggi protein, dan
minum cairan yang banyak. Obat anti diare juga dapat
diberikan.
(5). Alopesia
Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi
akibat letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan
total akan terjadi setelah terapi dihentikan. Rambut
tumbuh kembali pada saat terapi masih berlangsung, ini
terjadi pada beberapa pasien. Tumbuhnya kembali
merefleksikan proses proliferatif kompensatif yang
meningkatkan jumlah sel-sel induk atau mencerminkan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 44/115
44
perkembangan resistensi obat pada jaringan normal.
(6). Infertilitas
Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium
merupakan hal yang rentan terhadap efek toksis obat
antikanker. Pria yang mendapati kemoterapi seringkali
produksi spermanya menurun. Biopsi testis menunjukkan
hilangnya sel-sel germinal pada tubulus seminiferus, hal
ini disebabkan karena efek obat terhadap sel-sel yang
berploriferasi cepat. Efek antispermatogenetik ini dapat
pulih kembali setelah kemoterapi dosis rendah, tetapi
beberapa pria mengalami infertilitas yang menetap.
Kemoterapi seringkali menyebabkan perempuan
pramenopause atau mengalami penghentian menstruasi
sementara atau menetap dan timbulnya gejala-gejala
menopause. Hilangnya efek ini sangat bergantung pada
umur, jenis obat yang digunakan, serta lama, dan intensitas
kemoterapi.
g.
Komplikasi penyakit kanker payudara
Komplikasi penyakit kanker payudara metastatik diantaranya
metastase (otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra iga, tulang
panjang), fibrosis payudara, gangguan neurovaskuler, dan kematian
(Sjamsuhidayat dan Jong, 2004). Smeltzer & Bare (2002)
menyatakan potensial komplikasinya dapat mencakup limfedema
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 45/115
45
yang terjadi jika saluran limfe yang menjamin aliran balik limfe
bersirkulasi umum tidak berfungsi dengan kuat, jika nodus aksilaris
dan sistem limfe diangkat maka sistem kolater dan auksilaris harus
mengambil alih mereka. Limfedema biasanya dapat dicegah dengan
meninggikan setiap sendi lebih tinggi dari sendi yang lebih
proksimal. Metastase dapat terjadi ke tulang belakang, mungkin
terjadi kompresi medula spinalis. Metastase otak terjadi kira-kira
30% pada pasien dengan penyakit metastatik, ini dapat mengganggu
baik secara fisik ataupun secara psikologi bagi penderita.
h. Prognosis kanker payudara
Beberapa gambaran kanker payudara dapat menunjang
prognosisnya. Diagnosis hampir 45% dari pasien membuktikan
adanya penyebaran regional atau metastasis. Rute yang paling sering
dari penyebaran regional adalah ke nodus limfe aksilaris.
Kelangsungan hidup bergantung pada penyebaran regional dari
penyakit. Misalnya angka bertahan 5 tahun secara keseluruhan lebih
dari 90% jika tumor tetap terdapat dalam payudara, bila kanker
menyebar sampai pada nodus regional, angka bertahan 5 tahun
secara keseluruhan turun menjadi < 60%. Metastasis jauh dapat
mengenai sembarang organ, tetapi tempat yang paling umum adalah
tulang (70%), paru-paru (69%), hepar (65%), pleura (51%), adrenal
(49%), kulit (30%), dan otak (20%). Nodus limfe yang terkena,
bukti-bukti metastasis, tipe histologis, dan pengukuran lainnya
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 46/115
46
membantu dalam menentukan prognosis (Smeltzer & Bare, 2002).
2.
Dampak Psikologis Pasien Kanker Payudara
a.
Definisi dampak psikologis
Dampak psikologis adalah suatu bentuk perilaku positif
maupun negatif yang muncul dalam bentuk covert behavior (suatu
bentuk reaksi berupa perilaku yang tidak dapat dilihat oleh orang
lain dan hanya muncul di dalam diri penderita) dan overt behavior
(bentuk perilaku yang dapat muncul dalam tindakan yang nyata)
sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja pada diri
seseorang (Wijayanti, 2007).
b. Macam-macam dampak psikologis pasien kanker payudara
Wijayanti (2007) menyebutkan beberapa dampak psikologis
pasien kanker payudara diantaranya sebagai berikut:
1). Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah kondisi psikologis yang
disebabkan oleh gangguan motivasi, proses kognisi, dan emosi
sebagai hasil pengalaman di luar kontrol organisme.
Ketidakberdayaan pada penderita kanker payudara bisa terjadi
karena proses kognitif pada penderita yang berupa pikiran
bahwa usahanya selama ini untuk memperpanjang hidupnya
atau mendapatkan kesembuhan, ternyata menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan (perasaan mual, rambut rontok,
diare kronis, kulit menghitam, pusing, dan kehilangan energi).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 47/115
47
Efek samping yang tidak diinginkan ini dapat muncul berupa
proses emosi dimana penderita tersebut merasa bahwa mereka
hanya dijadikan sebagai objek uji coba dokter. Proses kognisi
dan emosi inilah seorang penderita melakukan suatu reaksi
penolakan sebagai gangguan dalam hal motivasi.
Munculnya ketidakberdayaan ini mampu menimbulkan
suatu bentuk tingkah laku yang dapat dilihat oleh semua orang
(overt behavior). Bentuk tingkah laku ini bisa seperti marah dan
seolah mencoba mengontrol lingkungan untuk menerima
keberadaan mereka. Ketidakberdayaan dapat meyebabkan
penderita kanker payudara mengalami dampak psikologis lain
yaitu depresi (Wijayanti, 2007).
2).
Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan psikologis yang disebabkan
oleh adanya rasa khawatir yang terus-menerus ditimbulkan oleh
adanya inner conflict . Dampak kecemasan yang muncul pada
penderita kanker payudara adalah berupa rasa takut bahwa
usianya akan singkat (berkaitan dengan inner conflict). Inner
conflict berupa kegiatan untuk menjalani pengobatan agar bisa
sembuh tetapi tidak mau menerima adanya risiko bagi
penampilannya. Risiko disini dapat berupa rambut rontok dan
kulit menghitam akibat kemoterapi, atau hilangnya payudara
akibat operasi pengangkatan. Kecemasan dapat digolongkan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 48/115
48
dalam bentuk covert behavior , karena merupakan keadaan yang
ditimbulkan dari proses inner conflict.
Kecemasan dapat pula muncul sebagai reaksi terhadap
diagnosis penyakit parah yang dideritanya. Sebagai perempuan
yang awalnya merasa dirinya sehat, tiba-tiba diberitahu bahwa
dirinya mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tentu
saja muncul penolakan yang berupa ketidakpercayaan terhadap
diagnosa. Penolakan yang penuh kecemasan ini terjadi karena
mungkin ia memiliki banyak rencana akan masa depan, ada
harapan pada kemajuan kesehatannya, dan itu seolah terhempas.
3). Rasa malu
Rasa malu merupakan suatu keadaan emosi yang
kompleks karena mencakup perasaan diri yang negatif. Perasaan
malu pada penderita kanker payudara muncul karena ada
perasaan dimana ia memiliki mutu kesehatan yang rendah dan
kerusakan dalam organ payudara.
4).
Harga diri
Sebagai penderita penyakit terminal seperti kanker
payudara, disebutkan bahwa pada diri penderita mengalami
perubahan dalam konsep diri. Harga diri merupakan bagian dari
konsep diri, maka bila konsep diri menurun diartikan bahwa
harga dirinya juga menurun. Terjadinya penurunan harga diri
sejalan dengan memburuknya kondisi fisik, yaitu pasien tidak
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 49/115
49
dapat merawat diri sendiri dan sulit menampilkan diri secara
efektif. Ancaman paling berat pada psikologisnya adalah
kehilangan harga diri. Penurunan dan kehilangan harga diri ini
merupakan reaksi emosi yang muncul pada perasaan penderita
kanker payudara.
5).
Stres
Stres yang muncul sebagai dampak pada penderita
kanker payudara memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap
stressor. Stressor dalam hal ini adalah penyakit kanker
payudara. Stres yang muncul ini merupakan bentuk manifestasi
perilaku yang tidak muncul dalam perilaku yang nampak (covert
behavior). Stres ini dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya
adalah dukungan sosial. Dukungan sosial sangat berguna untuk
menjaga kesehatan seseorang dalam keadaan stres.
6).
Depresi
Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia
yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa, dan
tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Salah satu akibat dari
kecemasan yang berupa usianya akan singkat, menjadikan
perasaan putus asa dalam diri penderita kanker payudara.
Ketidakberdayaan yang menjadi dampak psikologis memicu
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 50/115
50
timbulnya perasaan depresi. Penderita kanker payudara
umumnya mengalami depresi dan hal ini tampak nyata terutama
disebabkan karena rasa nyeri yang tidak teratasi dengan gejala
sebagai berikut:
a).
Penurunan gairah hidup, perasaan menarik diri,
ketidakkemampuan, dan gangguan harga diri.
b). Somatis berupa berat badan menurun drastis dan insomnia.
c). Rasa lelah dan tidak memiliki daya kekuatan.
7). Amarah dan marah
Seseorang yang mengalami reaksi fisiologis, dapat
muncul suatu ekspresi emosional tidak sengaja yang disebabkan
oleh kejadian yang tidak menyenangkan dan disebut sebagai
amarah. Semua suasana sensori ini dapat berpadu dalam pikiran
orang dan membentuk suatu reaksi yang disebut marah. Reaksi
amarah yang muncul ini tentu saja dapat terjadi pada penderita
kanker payudara, karena suatu penyakit merupakan suatu hal
yang tidak menyenangkan. Munculnya reaksi marah pada
penderita kanker payudara dapat muncul karena perasaan bahwa
banyak kegiatan hariannya yang diinterupsi oleh penyakit yang
membuatnya tidak berdaya. Reaksi marah yang muncul bisa
berupa reaksi motorik (overt behavior) seperti tangan mengepal,
perubahan raut muka seperti alis mengkerut.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 51/115
51
3. Harga Diri
a.
Definisi harga diri
Branden (2004) berpendapat bahwa perilaku seseorang
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkat harga diri yang
dimilikinya. Harga diri adalah keyakinan dalam diri, bahwa individu
mampu memiliki kemampuan untuk berpikir dan menghadapi
tantangan hidup serta keyakinan akan adanya hak untuk meraih
kesuksesan, kebahagiaan, dan memperoleh kebutuhan atau
keinginan. Potter & Perry (2005) mendefinisikan harga diri adalah
penerimaan personal karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas.
Rahmawati (2010) menyatakan, harga diri sebagai suatu penilaian
yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian
tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan
menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu,
penting, berarti, berhasil, dan berharga. Harga diri diperoleh baik
dari diri sendiri maupun orang lain yaitu dengan cara dicintai,
dihormati, dan dihargai. Steinberg (2002) dalam Sudrajat (2012)
mengungkapkan harga diri merupakan gambaran mengenai seberapa
positif atau negatif individu menilai dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga
diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri, sejauh mana
individu menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan,
berarti, berharga, dan kompeten.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 52/115
52
b. Proses terbentuknya harga diri
Proses terbentuknya harga diri diawali dengan penilaian
individu terhadap dirinya sendiri yang merupakan hasil interpretasi
subjektif individu terhadap umpan balik yang berarti dalam
kehidupannya (teman sebaya atau orang tua) dan perbandingan
dengan standar atau nilai kelompok atau budaya. Perlakuan dan
penilaian orang tua pada masa-masa sebelumnya juga akan
mempengaruhi harga diri individu pada masa akhir. Harga diri
mengandung pengertian “apa dan siapa diri saya” segala sesuatu
yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian
berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Atribut-atribut yang
melekat dalam diri individu akan mendapat feedback dari orang lain
dalam proses interaksi yang merupakan proses dimana individu
menguji performance, kapasitas, dan atribut-atribut dirinya yang
memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari
masyarakat, sehingga terbentuk gambaran diri (Sudrajat, 2012).
c.
Komponen-komponen harga diri
Coopersmith (1967) dalam Sudrajat (2012) mengemukakan
aspek-aspek yang terkandung dalam harga diri meliputi 4 komponen
yaitu:
1). Power (Kekuasaan)
Kekuasaan dalam arti kemampuan untuk bisa mengatur dan
mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 53/115
53
Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa
hormat yang diterima individu dari orang lain dan besarnya
sumbangan dari pikiran atau pendapat.
2). Significance (Keberartian)
Keberartian yaitu adanya kepedulian dan perhatian yang
diterima individu dari orang lain, hal ini merupakan
penghargaan, menarik minat dari orang lain, penerimaan dan
popularitasnya. Keadaan tersebut ditandai dengan kehangatan,
keikutsertaan, perhatian, kesukaan orang lain terhadapnya.
3). Virtue (Kebajikan)
Kebajikan yaitu kemampuan mentaati standar moral dan etika,
ditandai dengan ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang
harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang diperbolehkan
atau diharuskan oleh moral, etika, dan agama.
4). Competence (Kemampuan)
Kemampuan dalam arti sukses menuruti tuntutan prestasi
ditandai dengan keberhasilan individu dalam mengerjakan
bermacam-macam tugas dengan baik dari level yang tinggi dan
usia yang berbeda.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri
Kozier., Erb., Berman., & Snyder (2010) menyebutkan ada
empat elemen yang berhubungan dengan harga diri, yaitu:
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 54/115
54
1). Orang-orang yang berarti
Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok
yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri
selama tahap kehidupan tertentu. Termasuk orang-orang yang
berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, dan
sebagainya.
2). Harapan akan peran sosial
Individu sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum
yang berkenaan dengan peran spesifiknya. Masyarakat memiliki
peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang
berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial.
3). Krisis setiap perkembangan psikososial
Individu akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya.
Individu yang gagal dalam menyelesaikan krisis tersebut dapat
menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga
dirinya.
4).
Gaya penanggulangan masalah
Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang
mengakibatkan stres merupakan hal yang penting dalam
menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi dan
menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat, atau
menurun.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 55/115
55
Wijayanti (2007) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi penurunan harga diri penderita kanker payudara
yaitu:
1).
Faktor internal seperti gejala kanker payudara, memburuknya
kondisi fisik (tidak dapat merawat diri sendiri, sulit
menampilkan diri secara efektif, perasaan tidak normal yang
muncul akibat kemoterapi, rasa nyeri dengan intensitas tinggi,
perasaan pesimis saat mengalami penurunan berat badan),
pengobatan yang belum maksimal, dan karakter yang ada pada
diri penderita.
2). Faktor eksternal seperti diagnosa dokter, operasi, kemoterapi,
dan dukungan sosial.
e.
Tingkatan harga diri
Umumnya harga diri hanya digolongkan menjadi harga diri
tinggi dan rendah. Coopersmith dalam Yanuar (2004), membagi
harga diri ke dalam tiga tingkatan yaitu:
1).
Harga diri tinggi
Individu yang memiliki harga diri tinggi menunjukkan
kemampuan dalam menghadapi tugas dan orang lain dengan
penuh pengharapan akan sukses dan diterima, memiliki
pandangan yang lebih realistis, positif terhadap lingkungan
sekitarnya, dan dirinya sendiri, sehingga membuat dirinya dapat
mengembangkan sikap percaya diri dan menerima diri apa
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 56/115
56
adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang
dimilikinya. Suliswati (2005) mengatakan, individu yang
memiliki harga diri tinggi akan memiliki kontrol emosi yang
lebih baik karena mereka merasakan penerimaan yang cukup
atas dirinya, akan memandang dirinya sebagai seseorang yang
berarti dan bermanfaat.
2). Harga diri sedang
Individu yang memiliki harga diri sedang atau menengah
digambarkan sebagai orang yang memiliki kepercayaan diri
yang agak lemah, ditandai dengan adanya ketergantungan pada
pendapat orang lain dalam melakukan evaluasi terhadap dirinya.
Individu juga memiliki aspirasi yang lebih rendah daripada
mereka yang memiliki harga diri tinggi.
3). Harga diri rendah
Individu yang memiliki harga diri rendah digambarkan
sebagai orang yang tidak percaya pada dunia, disamping tidak
adanya kepercayaan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri.
Individu ini akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan orang lain, karena tidak memiliki rasa percaya diri baik
terhadap diri sendiri atau lingkungannya. Mereka cenderung
akan bergantung pada orang lain, terutama dengan orang yang
dianggapnya kuat.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 57/115
57
Suliswati (2005) menyebutkan beberapa perubahan
perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah yaitu:
mengkritik diri sendiri, merasa bersalah dan khawatir, merasa
tidak mampu, menunda keputusan, gangguan berhubungan,
menarik diri dari realita, perasaan negatif terhadap tubuh,
ketegangan peran, pesimis menghadapi hidup, dan keluhan fisik.
Harga diri rendah berkepanjangan akan berakibat buruk bagi
penderita yaitu mengisolasi diri dari lingkungan dan akan
menghindar dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
Menaikkan harga diri prinsipnya tidak dapat dilakukan
dengan cara menuntut orang lain untuk menghargai kita. Menaikkan
harga diri perlu dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Kanker
payudara membuat mental penderita menjadi merosot dan dapat
terjadi gangguan pada daya pikir, konsentrasi, dan gangguan
beraktivitas. Marah, putus asa, stres, minder, sedih, dan tidak
berdaya seringkali menurunkan semangat hidup penderita kanker
payudara, sehingga menimbulkan dampak emosional yang
berbahaya (Chast & Burke, 2002).
4. Kecerdasan Spiritual
a. Definisi kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, yakni
kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan
membangun diri manusia secara utuh (Agustian, 2009). Zohar &
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 58/115
58
Marshall (2007) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan
nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa jalan hidup seseorang lebih bermakna.
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-
langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
seutuhnya, memiliki pola pemikiran yang tauhid, dan berprinsip
hanya pada Tuhan.
ESQ (Emotional Spiritual Quotient) menjelaskan kecerdasan
spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna spiritual
terhadap pemikiran, perilaku, dan kegiatan, serta mampu
menyinergikan IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional Quotient),
dan SQ (Spiritual Quotient) secara komprehensif. Kecerdasan
spiritual sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif, oleh karena itu kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
manusia yang paling tinggi. Secara langsung atau tidak langsung,
kecerdasan spiritual berhubungan dengan kemampuan manusia
mentransendensikan diri. Transendensi merupakan kualitas tertinggi
dalam kehidupan spiritual (Agustian, 2009).
Kecerdasan spiritual menyangkut fungsi jiwa sebagai
perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 59/115
59
dalam melihat makna yang ada dibalik kenyataan apa adanya. Orang
yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna yang positif pada setiap
peristiwa atau masalah yang menimpa dirinya, ia mampu
membangkitkan jiwanya, dan melakukan perbuatan atau tindakan
yang positif. Orang yang cerdas secara spiritual mampu
memecahkan persoalan hidup tidak hanya secara emosional atau
rasional, tapi ia mampu menghubungkannya dengan makna
kehidupan secara spiritual (Syaifuddin, 2010).
Berdasarkan uraian definisi di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan
seseorang memberi makna yang positif pada setiap tindakan dalam
kehidupannya.
b. Konsep dalam kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual memiliki peran yang jauh lebih penting
daripada kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak sebagai syarat
minimal untuk meraih keberhasilan dan prestasi. Terbukti banyak
orang yang mempunyai kecerdasan intelektual tinggi terpuruk di
tengah persaingan, sebaliknya banyak yang memiliki kecerdasan
intelektual biasa-biasa saja justru sukses menjadi pemimpin dan
pengusaha (Agustian, 2009).
Agustian (2009) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk
dua dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 60/115
60
kepentingan dunia dan akhirat, sehingga manusia harus memiliki
kepekaan emosi dan intelegensi yang baik, dan yang paling penting
adalah kecerdasan spiritual. Perangkat spiritual engineering dalam
hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai
rukun iman, rukun islam, dan ihsan. Agustian (2009) juga
mengatakan, untuk menjawab problematika pelik dalam
pembangunan emosi dan kecerdasan spiritual agar dapat menemukan
kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi meliputi empat
tahapan:
1). Proses penjernihan pikiran (zero mind process), lahirnya alam
bawah sadar yang jernih dan suci yaitu kembali pada hati yang
bebas merdeka serta bebas dari belenggu, tahap ini merupakan
titik tolak dari kecerdasan spiritual, dan dari sinilah kecerdasan
spiritual mulai terbangun.
2).
Membangun mental (mental building), dijelaskan tentang
kesadaran diri yaitu tentang arti penting dimensi mental.
Kecerdasan emosi dibangun secara sistematis berdasarkan enam
rukun iman.
3).
Ketangguhan pribadi (personal strength) adalah sebuah langkah
pengasahan hati yang dilakukan secara berurutan dan sistematis
berdasarkan lima rukun Islam.
4). Ketangguhan sosial diuraikan tentang pembentukan dan
pelatihan untuk mengeluarkan potensi spiritual menjadi langkah
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 61/115
61
nyata sebagai perwujudan tanggungjawab sosial individu.
c.
Ciri-ciri kecerdasan spiritual
Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut
Roberts A. Emmons dalam Hisbullah (2007):
a).
Kemampuan untuk mentransendensikan fisik dan material.
b).
Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang
memuncak.
c). Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.
d). Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual
untuk menyelesaikan masalah.
e). Kemampuan untuk berbuat baik.
Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai
komponen inti kecerdasan spiritual. Seseorang yang merasakan
kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami
transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual,
mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkannya dengan
seluruh alam semesta, merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa
yang disaksikan dengan alat-alat inderanya.
Ciri yang ketiga yaitu sanktifikasi pengalaman sehari-hari
akan terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan
yang agung. Misalnya, seorang wartawan bertemu dengan dua orang
pekerja yang sedang mengangkut batu bata. Salah seorang di antara
mereka bekerja dengan muka cemberut, masam, dan tampak
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 62/115
62
kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan ceria, gembira, penuh
semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan
pertanyaan yang sama, “Apa yang sedang Anda kerjakan? “Pekerja
yang cemberut menjawab, “Saya sedang menumpuk batu.” Pekerja
yang ceria berkata, “Saya sedang membangun katedral!” Pekerja
kedua telah mengangkat pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran
makna yang lebih luhur. Ia telah melakukan sanktifikasi.
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan
persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia
menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual yaitu
melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan.
Contohnya: seorang pasien yang menderita kanker payudara
merasa yakin bahwa jika bersungguh-sungguh dalam menjalani
pengobatan dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia akan diberi
jalan. Sesuai dengan firman Tuhan, “Orang-orang yang bersungguh-
sungguh dijalan Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan
Kami?” Orang tersebut memiliki karakteristik yang keempat.
Orang yang memiliki karakteristik kelima memperlihatkan
sikap memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan,
memberi maaf, bersyukur, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih
sayang, dan kearifan. Karakteristik terakhir ini disimpulkan oleh
Nabi Muhammad SAW, “Amal paling utama ialah engkau masukkan
rasa bahagia pada sesama manusia”.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 63/115
63
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi cenderung
menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian yaitu orang yang
bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih
tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap
orang lain (Zohar & Marshall, 2007). Setiap pribadi yang menjadi
mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh
nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun
dapat membangun hubungan yang langgeng dan sangat produktif
dengan orang lain (Covey, 2005).
d. Kriteria seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi
Beberapa kriteria pada orang yang mempunyai kecerdasan
spritual tinggi meliputi:
1).
Memiliki prinsip dan visi yang kuat
Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar, ia
sebagai pedoman berperilaku yang mempunyai nilai yang
langgeng dan produktif. Prinsip manusia secara jelas tidak akan
berubah, yang berubah adalah cara kita mengerti dan melihat
prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip
yang benar, semakin besar kebebasan pribadi kita untuk
bertindak dengan bijaksana (Buzan, 2003).
2). Kesatuan dan keragaman
Buzan (2003) mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual
meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 64/115
64
nilai pribadi yang mencakup usaha menjangkau sesuatu selain
kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”.
3). Memaknai
Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna
adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Orang
yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan mampu
memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi
kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau
ujian dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang
dari-Nya. Ia menganggap ujian dari-Nya sebagai wahana
pendewasaan spiritual manusia (Covey, 2005).
4). Kesulitan dan penderitaan
Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan manusia
adalah pada waktu ia sadar bahwa itu adalah bagian penting dari
substansi yang akan mengisi dan mendewasakan sehingga ia
menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani kehidupan
yang penuh rintangan dan penderitaan. Pelajaran tersebut akan
meneguhkan pribadinya setelah ia dapat menjalani dan berhasil
untuk mendapatkan apa maksud terdalam dari pelajaran tadi.
Kesulitan akan mengasah, menumbuh-kembangkan, hingga
pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. Kecerdasan
spiritual mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu
medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 65/115
65
Kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memajukan seseorang
karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati
nuraninya (Buzan, 2003).
Zohar dan Marshall (2007) menyebutkan ada dua belas ciri
khas seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi,
diantaranya sebagai berikut:
1). Kesadaran diri, yakni mengetahui apa yang diyakini dan
kesadaran akan tujuan hidup yang paling dalam.
2). Spontanitas, yakni menghayati dan merespon momen dan semua
yang dikandungnya.
3). Terbimbing oleh visi dan nilai, yakni bertindak berdasarkan
prinsip dan keyakinan yang dalam, dan hidup sesuai dengannya.
4).
Kepedulian, yakni sifat ikut merasakan dan empati yang dalam.
5). Merayakan keragaman, yakni menghargai perbedaan orang lain,
dan situasi-situasi yang tidak asing, serta tidak mencercanya.
6).
Independensi terhadap lingkungan, yakni kesanggupan untuk
berbeda dan mempertahankan keyakinan.
7).
Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental
“mengapa” sebagai dasar untuk mengkritisi apa yang ada.
8). Kemampuan untuk membingkai ulang, yakni berpijak pada
problem yang ada untuk mencari gambaran yang lebih luas.
9). Memanfaatkan kemalangan secara positif, yakni kemampuan
untuk menghadapi masalah kehidupan dan belajar dari
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 66/115
66
kesalahan.
10).
Rendah hati, yakni dasar bagi kritik diri.
11).
Rasa keterpanggilan, yakni terpanggil untuk melayani sesuatu
yang lebih besar, berterima kasih kepada mereka yang telah
menolong, dan berharap bisa membalas sesuatu untuknya.
12).
Holisme atau konektivitas, yakni kesanggupan untuk melihat
pola, hubungan, dan keterkaitan yang lebih luas, kesadaran akan
keterlibatan yang kuat.
Kriteria manusia yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual
tinggi dijelaskan oleh Hawari (2004) sebagai berikut:
1). Beriman kepada Allah dan bertaqwa kepada Allah Sang
Pencipta dan beriman terhadap malaikat-Nya, kitab-kitab Allah,
Rasul-rasul-Nya, hari Akhir, serta Qadha’ dan Qadar .
Membuatnya selalu bersandar kepada ajaran Allah dan merasa
bahwa dirinya selalu diawasi, dicatat perbuatannya, akhirnya ia
selalu menjaga perbuatan dan hatinya. Ia juga berusaha agar
selalu berbuat kebajikan.
2).
Selalu memegang amanah dan konsisten. Tugas yang
diembannya adalah tugas mulia dari Allah, ia juga berpegang
pada amar ma’ruf nahi munkar, sehingga ucapan dan
tindakannya selalu menerminkan nilai-nilai luhur, moral dan
etika agama.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 67/115
67
3). Membuat keberadaan dirinya bermanfaat untuk orang lain, dan
bukan sebaliknya. Ia bertanggung jawab dan mempunyai
kepedulian sosial.
4).
Mempunyai rasa kasih sayang antar sesama.
5).
Bukan pendusta agama atau orang zalim. Mereka mau
berkorban, berbagi, dan taat pada tuntunan agama.
6). Selalu menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakannya dengan
cara selalu beramal saleh dan berlomba-lomba untuk kebenaran
serta kesabaran.
Menurut Khavari dalam Hisbullah (2007) menyatakan,
terdapat tiga bagian yang dapat kita lihat untuk menguji tingkat
kecerdasan spritual seseorang:
1). Dari sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal,
hubungan dengan yang Maha Kuasa)
Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat
relasi spritual kita dengan Sang Pencipta, hal ini dapat diukur
dari segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan
Tuhannya. Manifestasinya dapat terlihat pada frekuensi do’a,kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan rasa
syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk
melakukan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, karena
apabila keharmonisan hubungan dan relasi spritual keagamaan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 68/115
68
seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat
kualitas kecerdasan spiritualnya.
2). Dari sudut pandang relasi sosial keagamaan
Sudut pandang ini melihat konsekuensi psikologis
spritual keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi
kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan
tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap
kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, bersikap
dermawan. Perilaku merupakan manifestasi dari keadaan jiwa,
maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan
termanifestasi dalam perilakunya. Kecerdasan spiritual akan
termanifestasi dalam sikap sosial. Kecerdasan ini tidak hanya
berurusan dengan ke-Tuhanan atau masalah spiritual, namun
akan mempengaruhi pada aspek yang lebih luas terutama
hubungan antar manusia.
3). Dari sudut pandang etika sosial
Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika
sosial sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual.
Semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya, semakin tinggi
pula etika sosialnya. Tercermin dari ketaatan seseorang pada
etika dan moral, jujur, dapat dipercaya, sopan, toleran, dan anti
terhadap kekerasan. Seseorang yang memiliki kecerdasan
spritual dapat menghayati arti dari pentingnya sopan santun,
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 69/115
69
toleran, dan beradab dalam hidup, hal ini menjadi panggilan
intrinsik dalam etika sosial, karena sepenuhnya kita sadar bahwa
ada makna simbolik kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-
hari yang selalu mengawasi atau melihat kita di dalam diri kita
maupun gerak-gerik kita, di mana pun dan kapan pun, apa lagi
kaum beragama, inti dari agama adalah moral dan etika.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual
Zohar & Marshall (2007) mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu:
1). Sel saraf otak
Otak menjadi jembatan kehidupan antara kehidupan lahir dan
batin manusia karena bersifat kompleks, fleksibel, adaptif, dan
mampu mengorganisasikan diri. Otak merupakan basis dari
kecerdasan spiritual.
2).
Titik Tuhan (God Spot)
Titik Tuhan ditemukan di bagian dalam otak, yaitu lobus
temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau
spiritual berlangsung. Zohar dan Marshall (2007) menyatakan
bahwa bagian ini akan bercahaya ketika kita melakukan aktivitas
yang bersifat spiritual, inilah yang disebut sebagai Spiritual
Quotient .
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 70/115
70
f. Manfaat kecerdasan spiritual
Manfaat kecerdasan spiritual menurut Zohar dan Marshall
(2007) adalah sebagai berikut:
1). Menjadikan seseorang lebih kreatif, mampu mengatasi masalah
ekstensial dalam perjuangan hidup.
2).
Menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan
interpersonal, serta menjembatani antara diri dan orang lain.
3). Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya sekarang
dan memberi potensi untuk terus berkembang.
4). Menghadapi masalah ekstensial yaitu pada waktu kita secara
pribadi merasa terpuruk dan terjebak oleh kekhawatiran dan
masa lalu kita akibat masalah atau krisis. Kecerdasan spiritual
membuat kita sadar bahwa kita mempunyai masalah ekstensial
dan membuat kita mengatasinya atau paling tidak kita bisa
berdamai dengan masalah tersebut.
5).
Dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita
seakan kehilangan keteraturan diri, sehingga suara hati kita akan
menuntun ke jalan yang lebih benar.
6).
Mempunyai kemampuan beragama yang benar, tanpa harus
fanatik, dan menutup terhadap kehidupan yang sebenarnya
sangat beragam.
7). Mampu menghadapi pilihan dan realitas yang pasti akan datang
dan harus dihadapi apapun bentuknya.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 71/115
71
B. Kerangka Teori
Gambar. 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Kanker Payudara
Faktor-faktor ygmempengaruhi penurunanharga diri pasien kanker
payudara:
Faktor internal (memburuknyakondisi fisik, pengobatan yang
belum maksimal, gejalakanker payudara, nyeri,karakter yang ada pada diri
penderita).
Faktor eksternal (diagnosadokter, operasi, kemoterapi,dan dukungan sosial).(Wijayanti, 2007).
Kecerdasan
spiritual
Dampak Psikologis
Kemoterapi
Rendah
Sedang
TinggiHarga diri
Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah:
Rasa penolakan dari oranglain
Mengkritik diri sendiri
Merasa bersalah dan khawatir
Merasa tidak mampu
Menunda keputusan
Gangguan berhubungan
Menarik diri dari realita
Perasaan negatif terhadap
tubuh (Suliswati, 2005).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 72/115
72
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti.
Kerangka konsep ini terdiri dari variabel bebas (independent ) dan variabel
terikat (dependent ). Berdasarkan kerangka teori yang telah digambarkan,
maka kerangka konsep penelitian sebagai berikut.
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
Variabel bebas
Kecerdasan spiritual
Variabel terikat
Harga diri
Variabel pengganggu:
- Memburuknya kondisi
fisik
- Diagnosa dokter
- Operasi
- Kemoterapi- Dukungan keluarga
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 73/115
73
D. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat ditetapkan hipotesis
kerja penelitian ini adalah: ada hubungan yang bermakna antara
kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 74/115
74
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi
dengan pendekatan cross sectional . Metode analitik korelasi pada
penelitian ini digunakan untuk mengukur hubungan kecerdasan spiritual
dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 15 hari yaitu pada tanggal 8 Juli
2013 sampai dengan 22 Juli 2013 di ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto dijadikan tempat penelitian dengan alasan bahwa terdapat
banyak pasien kanker payudara.
C.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi di ruang Bougenvil RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dalam jangka waktu per bulan,
didapat jumlah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi pada
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 75/115
75
tahun 2013 (Januari sampai dengan Mei) sebanyak 826 orang. Rata-rata
jumlah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dalam
waktu per bulan adalah 148 orang.
2.
Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive
sampling, yaitu sampel diambil dari semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subjek terpenuhi. Teknik
ini merupakan jenis non probability yang paling baik dan mudah
dilakukan (Saryono, 2011).
Kriteria inklusi penelitian ini adalah:
a). Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi
b). Usia 20-70 tahun
c). Stadium II, III, dan IV
d). Tingkat kesadaran penuh
e). Kondisi fisik pasien dalam keadaan stabil
f). Pasien rawat jalan dan rawat inap
g). Kooperatif dan bersedia untuk menjadi responden
Besar sampel minimal dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
jumlah populasi perbulan yang diketahui. Penentuan besar sampel
menggunakan rumus yang dikembangkan dari Isaac & Michael
(Arikunto, 2010) dengan rumus:
s = λ2 . N . P . Q
d2 (N-1) + λ2 . P . Q
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 76/115
76
Keterangan:
λ2
= harga tabel chi-kuadrat untuk α tertentu = 1
P = Q = proporsi dalam populasi = 0,5
d = ketelitian (error) = 5% = 0,05
s = jumlah sampel
N= jumlah populasi
Berdasarkan rumus maka diketahui jumlah sampelnya adalah sebagai
berikut:
s = 12 . 148 . 0,5 . 0,5
0,052 (148-1) + 12 . 0,5 . 0,5
= 59,91
Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh sampel minimal
sebesar 59,91 responden, dengan pembulatan ke atas maka diperoleh
sampel sebesar 60 responden. Peneliti menggunakan standar eror 5%
karena sifat penelitian bersifat sosial dan tidak membahayakan
responden dalam penelitian ini.
D.
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas
(independent ) dan variabel terikat (dependent ) antara lain:
1. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kecerdasan spiritual pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 77/115
77
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga diri pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
E. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi operasional
No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala data
1. Kecerdasanspiritual
Kemampuanseseorang memberi
makna yang positif pada setiap tindakandalam kehidupannya.
Kuesionerdiukur
dengan skala Likert, terdiridari 50 pernyataan.
Rendah:50-100
Sedang: 101-150Tinggi: 151-200
Ordinal
2. Harga diri Penilaian yang
dilakukan olehindividu terhadapdirinya sendiri,diekspresikan dengan
sikap penerimaanatau penolakan yangmenunjukkan sejauhmana individu percaya bahwadirinya mampu,
penting, berarti, berharga, dankompeten.
Kuesioner
diukurdengan skala Likert, terdiridari 23
pernyataan.
Rendah:
23-46Sedang:47-69Tinggi:
70-92
Ordinal
F. Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar
kuesioner. Skala yang digunakan dalam instrumen penelitian ini adalah
skala Likert . Jumlah alternatif respon yang digunakan dalam skala Likert 4
jenis, untuk kuesioner I dan II menggunakan alternatif respon SS (Sangat
Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 78/115
78
Responden memberikan tanda check list (√) pada kolom pilihan jawaban
yang telah disediakan dalam kuesioner.
Kedua kuesioner ini memiliki dua jenis pernyataan yaitu favorabel
dan unfavorabel . Bobot nilai yang diberikan untuk item favorabel yaitu
ST (Sangat Setuju) = 4, S (Setuju) = 3, TS (Tidak Setuju) = 2, STS (Sangat
Tidak Setuju) = 1. Sedangkan bobot nilai untuk item unfavorabel adalah
ST (Sangat Setuju) = 1, S (Setuju) = 2, TS (Tidak Setuju) = 3, STS (Sangat
Tidak Setuju) = 4.
Kuesioner terdiri dari 2 bagian:
1. Kuesioner kecerdasan spiritual
Kuesioner kecerdasan spiritual pasien kanker payudara diadopsi dari
Hisbullah (2007) dan telah dilakukan uji validitas serta uji reliabilitas
oleh peneliti yang sebelumnya terdiri dari 70 pernyataan menjadi 50
pernyataan. Distribusi item pernyataan tentang kecerdasan spiritual
pasien kanker payudara dapat dilihat pada tabel 3.2.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 79/115
79
Tabel 3.2 Aspek dan distribusi item kecerdasan spiritual
No. Indikator Nomor item ∑
Favorabel Unfavorabel
1. Dari sudut pandang spiritual
keagamaan:a). Frekuensi do’a. b). Membimbing kehidupan
pribadi sebagai makhlukspiritual.
c). Kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati.
d). Syukur kehadirat-Nya.
12, 17, 26, 27,
29
3, 4
6, 7, 8
9, 1310, 14, 15,
18, 20
5, 30
11, 12, 16
23
2. Dari sudut pandang relasi sosialkeagamaan:a). Ikatan kekeluargaan antar
sesama.
b). Peka terhadap kesejahteraanorang lain maupun makhlukhidup lain.
c). Dermawan.
21
25
19, 24
23
32
28, 31, 33
9
3. Dari sudut pandang etika sosial:
a). Ketaatan seseorang pada etikadan moral.
b). Jujur.
c).
Dapat dipercaya.d). Sopan.
e). Toleran.f). Anti terhadap kekerasan.
34, 36
35, 37
38, 4022, 39
41, 4742, 43
44, 45
46, 48
5049
18
Total 50
2. Kuesioner harga diri
Kuesioner harga diri pasien kanker payudara diadopsi dari Sudrajat
(2012) dan telah dilakukan uji validitas serta uji reliabilitas oleh peneliti
yang sebelumnya terdiri dari 46 pernyataan menjadi 23 pernyataan.
Distribusi item pernyataan tentang harga diri pasien kanker payudara
dapat dilihat pada tabel 3.3.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 80/115
80
Tabel 3.3 Aspek dan distribusi item harga diri
No. Aspek Indikator Nomor item ∑
Favorabel Unfavorabel
1. Power Penderita mampumengontrol tingkahlakunya sendiri danorang lain.
10, 21 14, 22
8Penderita merasa adanya pengakuan serta penghormatan yangditerimanya dari dirisendiri, keluarga, danorang lain.
9, 13, 23 18
2. Significance Penderita merasa adanyakepedulian dan perhatian yang diberikanoleh keluarga atau oranglain serta merasa dirinyadicintai oleh keluargaatau orang lain.
5, 15, 19 16, 17 5
3. Virtue Penderita masih rajindalam menjalankanibadah, tidak menyakitihati orang lain, dan bertingkah laku sesuai
dengan nilai-nilai yangada di masyarakat.
11 2, 4 3
4. Competence Penderita mampumengerjakan berbagaimacam tugas sesuaidengan peran danusianya.
3 7
7Penderita merasamampu mencapai prestasi tanpadipengaruhi orang lain.
20 12
Penderita masih aktif
berada di lingkungansosial dan masihmemiliki kepercayaandiri.
8, 6 1
Total 23
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 81/115
81
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1.
Validitas
Uji validitas dilakukan pada tanggal 1 Juli 2013 sampai dengan
6 Juli 2013 dengan jumlah 30 responden. Uji korelasi ini menggunakan
rumus korelasi product moment dengan rumus:
Keterangan:
r : koefisien korelasi
∑ X : jumlah skor pernyataan
∑ Y : jumlah skor total
N : jumlah responden
Kriteria pengujian:
Jika nilai p > 0,05 berarti item pernyataan tidak valid
Jika nilai p ≤ 0,05 berarti item pernyataan adalah valid
Berdasarkan perhitungan rumus korelasi product moment didapatkan
hasil bahwa pada kuesioner kecerdasan spiritual yang valid sebanyak
50 item dari 70 item pernyataan. Terdapat 20 item pernyataan tidak
valid yaitu item nomor 3, 6, 8, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 35, 38, 39,
44, 57, 60, 62, 67, 68, 70. Sedangkan untuk kuesioner harga diri
diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 23 item dari 46 item
pernyataan. Terdapat 23 item pernyataan tidak valid yaitu item nomor
1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 17, 20, 24, 25, 27, 31, 32, 34, 36, 37, 39, 40, 41,
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 82/115
82
42, 43, 46. Item pernyataan yang tidak valid dikeluarkan dari
kuesioner dan tidak dipergunakan untuk pengambilan data penelitian.
2.
Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus uji alpha
cronbach sebagai berikut:
2
2
11 1
1t
b
V k
k r
Keterangan:
r 11 : reliabilitas instrument
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
b : jumlah varian butir/item
2
t V : varian total
Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai koefisien alpha sebesar 0,953 pada
kuesioner kecerdasan spiritual dan pada kuesioner harga diri didapatkan
nilai koefisien alpha sebesar 0,902.
H. Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
1.
Tahap persiapan dilakukan dengan pengajuan judul penelitian dan
survey pendahuluan.
2.
Menyusun proposal penelitian dan dikonsultasikan kepada
pembimbing I dan II.
3.
Melaksanakan ujian proposal penelitian.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 83/115
83
4. Melaksanakan revisi proposal penelitian dan dikonsultasikan kembali
kepada pembimbing I, II, dan penguji.
5.
Setelah mendapat ijin dari Jurusan Keperawatan untuk melakukan
penelitian, kemudian peneliti meminta ijin ke Bapendik Jurusan untuk
dibuatkan surat ijin penelitian, kemudian diserahkan ke pihak RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
6. Setelah mendapatkan ijin dari pihak RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto, peneliti menemui Kepala Ruang di ruang rawat
inap II rumah sakit tersebut untuk meminta ijin dan menjelaskan
penelitian yang akan dilakukan.
7. Peneliti bertemu dengan kepala ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, dan menjelaskan penelitian yang akan
dilakukan.
8. Melakukan informed consent dan meminta persetujuan kepada
responden untuk menjadi sampel penelitian
9.
Mengumpulkan data primer yaitu dengan responden mengisi lembar
kuesioner mengenai kecerdasan spiritual dan harga diri serta identitas
diri.
10.
Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan
komputer.
11. Menganalisis data yang telah diolah.
12. Membuat laporan hasil penelitian
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 84/115
84
I. Pengolahan dan Analisa Data
1.
Pengolahan data
Kuesioner-kuesioner yang sudah selesai diisi oleh responden,
kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti, langkah selanjutnya
adalah melakukan pengolahan dan analisa data. Kegiatan dalam
mengolah data meliputi:
a). Editing
Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data. Data
yang salah tidak dipakai dan data yang tidak lengkap akan dicari
kembali kelengkapan datanya, namun apabila tidak ditemukan
maka peneliti tidak memasukkan responden tersebut.
b). Coding
Peneliti memberikan kode untuk setiap variabel agar memudahkan
dalam pengolahan data yang masuk dan memudahkan analisis data.
Kode yang digunakan berupa angka yang disesuaikan dengan
variabel.
c). Tabulasi
Peneliti memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam database
komputer berdasarkan kriteria yang telah ada.
d). Pengolahan data
Peneliti menggunakan komputer dan dianalisis menggunakan uji
statistik yaitu rank spearman.
2. Analisa Data
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 85/115
85
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis univariat dan bivariat , karena dalam penelitian ini tidak hanya
menggambarkan namun juga mencari hubungan antara dua variabel
yaitu variabel independen dan variabel dependen.
a). Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
b). Analisa bivariat
Masing-masing variabel menggunakan skala data ordinal
yang termasuk data non parametrik sehingga uji yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji korelasi spearman rank, dengan
rumus:
ρs : 1 - 6∑ D2
N (N2-1)
Keterangan:
ρs : koefisien korelasi spearman
D : perbedaan skor antara dua kelompok
N : jumlah kelompok
Selanjutnya peneliti menentukan nilai kekuatan hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen dengan melihat
nilai spearman’s rho yang didapat dari hasil analisis statistik
spearman rank . Nilai spearman’s rho tersebut, kemudian ditafsirkan
berdasarkan tabel interpretasi uji spearman rank .
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 86/115
86
Tabel 3.4 Interpretasi uji spearman rank
Interval korelasi Hubungan variabel
< 0,20 Sangat lemah≥ 0,20 - < 0,40 Lemah≥ 0,40 - < 0,60 Sedang≥ 0,60 - < 0,80 Kuat≥ 0,80 - 1,00 Sangat kuat
J. Etika Penelitian
Penelitian ini memperhatikan beberapa hal yang menyangkut etika
penelitian sebagai berikut:
1. Informed consent , yaitu peneliti memberikan lembar permohonan
menjadi responden dan persetujuan menjadi responden pada pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
2. Anonymity, yaitu peneliti merahasiakan dan tidak mencantumkan nama
responden, tetapi dengan menuliskan kode responden.
3.
Confidentiality, yaitu peneliti melindungi dan menjaga kerahasiaan
semua data atau informasi yang dikumpulkan selama dilakukannya
penelitian.
4. Justice, yaitu peneliti memberikan perlakuan yang adil untuk semua
responden dan tidak adanya diskriminasi bagi mereka yang menjadi
responden maupun yang menolak.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 87/115
87
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertempat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto, dengan pengambilan data di ruang Bougenvil yang
merupakan ruangan khusus bagi pasien yang menjalani program
kemoterapi dengan indikasi kanker. Penelitian dilaksanakan selama 14 hari
dari tanggal 8-22 Juli 2013. Seluruh responden penelitian berjumlah 60
orang yang merupakan pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi. Berikut adalah hasil penelitian yang didapat:
1. Karakteristik responden
a). Berdasarkan kelompok umur
Berdasarkan kelompok umur digolongkan menjadi kelompok
dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dan
dewasa akhir (66-75 tahun) (Potter & Perry, 2005). Distribusi
frekuensi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
kelompok umur
Kelompok umur (tahun) Frekuensi (Orang) Persentase (%)
20-40 15 25
41-65 44 73,3
66-75 1 1,7
Jumlah 60 100
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 88/115
88
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah
kelompok dewasa tengah (41-65 tahun) sebanyak 44 orang (73,3
persen).
b). Berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan pada penelitian ini diukur berdasarkan pendidikan
terakhir yang ditempuh oleh responden. Riwayat pendidikan
responden dibagi menjadi lima, yaitu: tidak sekolah, lulus SD, lulus
SMP, lulus SMA dan lulus Perguruan tinggi. Distribusi frekuensi
tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat
pendidikan
Tingkat pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Tidak sekolah 2 3,3
SD 43 71,7
SMP 10 16,7SMA 4 6,7
Perguruan tinggi 1 1,7Jumlah 60 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa frekuensi tingkat pendidikan
responden paling banyak yaitu responden dengan tingkat pendidikan
SD sebanyak 43 orang (71,7 persen).
c). Berdasarkan jenis pekerjaan
Karakteristik jenis pekerjaan responden dibagi menjadi lima, yaitu:
ibu rumah tangga (IRT), bertani, wiraswasta, pedagang, dan lain-lain
(guru, pensiunan, atau PNS). Distribusi frekuensi jenis pekerjaan
responden dapat dilihat pada tabel 4.3.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 89/115
89
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis pekerjaan Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Ibu rumah tangga (IRT) 28 46,7
Bertani 13 21,7
Wiraswasta 7 11,7
Pedagang 11 18,3
Lain-lain (Guru) 1 1,7
Jumlah 60 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian
adalah ibu rumah tangga sebanyak 28 orang (46,7 persen).
d). Berdasarkan stadium
Stadium kanker payudara dikategorikan menjadi stadium I, II, III,
dan IV. Distribusi frekuensi responden berdasarkan stadium kanker
payudara dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan stadium
Stadium Frekuensi (Orang) Persentase (%)
II 25 41,7
III 35 58,3
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar responden
menderita kanker payudara stadium III dengan jumlah 35 orang
(58,3 persen).
2. Tingkat kecerdasan spiritual pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Tingkat kecerdasan spiritual responden digolongkan menjadi kategori
rendah, sedang, dan tinggi. Data frekuensi tingkat kecerdasan spiritual
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 90/115
90
responden dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Rekapitulasi hasil tingkat kecerdasan spiritualresponden
Kecerdasan spiritual Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Rendah 0 0
Sedang 32 53.3
Tinggi 28 46,7
Total 60 100.0
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan spiritual sebagian
besar responden dalam kategori sedang dengan jumlah 32 orang (53,3
persen).
3. Tingkat harga diri pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Tingkat harga diri responden dikategorikan menjadi rendah, sedang,
dan tinggi. Distribusi frekuensi tingkat harga diri responden dapat
dilihat secara rinci pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Rekapitulasi hasil tingkat harga diri responden
Harga Diri Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Rendah 0 0
Sedang 31 51,7
Tinggi 29 48,3
Jumlah 60 100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa tingkat harga diri sebagian besar
responden dalam kategori sedang sebanyak 31 orang (51,7 persen).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 91/115
91
4. Hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan
kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto yaitu rank spearman. Hasil analisa statistik rank spearman
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil analisa hubungan kecerdasan spiritual dengan
harga diri
Variabel Mean Standar Deviasi p value r
Kecerdasan spiritual 2,53 0,503 0,436 0,103Harga diri 2,48 0,504
Tabel 4.7 menunjukkan hasil analisa uji statistik rank spearman
diperoleh nilai spearman’s rho = 0,103 dengan p value = 0,436 yang
lebih besar dari nilai α = 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara kecerdasan spiritual dengan harga diri
pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Nilai spearman’s rho = 0,103
menunjukkan kekuatan hubungan yang sangat lemah antara variabel
kecerdasan spiritual dengan harga diri.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 92/115
92
B. Pembahasan
1.
Karakteristik responden
a.
Kelompok umur
Hasil penelitan menunjukkan sebagian besar responden
adalah kelompok dewasa tengah dengan umur 41-65 tahun
sebanyak 44 orang (73,3 persen). Masa dewasa tengah adalah
rentang usia yang paling panjang dalam usia periode
perkembangan. Papalia et al (2008) menuliskan batasan usia
dewasa tengah dimulai sekitar usia 40 hingga 65 tahun. Individu
dengan usia ini berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara
hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki karena adanya
penurunan keterampilan fisik dan psikologis yang disebabkan
faktor penuaan. Santrock (2008) menyatakan bahwa masa ini
disebut juga masa peralihan dari masa produktif menuju masa non
produktif. Umur merupakan salah satu faktor risiko terkena kanker
payudara. Banyaknya pasien yang berusia 40 tahun ke atas
dikarenakan pada usia ini risiko terkena kanker payudara semakin
besar (Nani, 2009). Faktor usia sebagai risiko terkena kanker
payudara diperkuat dengan data bahwa 78% kanker payudara
terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun dan hanya 6%
pada pasien dengan usia kurang dari 40 tahun (Sabiston, 1995
dalam Nani, 2009). Berdasarkan program Surveillance,
Epidemiology, and End Results (SEER) yang dilakukan National
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 93/115
93
Cancer Institutte (NCI) insidensi kanker payudara meningkat
seiring dengan pertambahan usia, diperkirakan 1 dari 8 wanita
mengalami perkembangan penyakit kanker payudara sepanjang
hidupnya. Kemungkinan terbesar perkembangan penyakit payudara
mulai terjadi pada wanita dengan kisaran umur 40-50 tahun
(Harianto, Rina, dan Hery, 2005 dalam Nani, 2009).
Kasus kanker payudara akan meningkat pada usia
reproduktif, kemudian setelah itu meningkat dengan kecepatan
yang lebih rendah (Indrati, 2005). Selaras dengan penelitian
Budiningsih (1995) dalam Indrati (2005) dimana kasus terbanyak
pada umur 40-49 tahun. Risiko kanker payudara berkembang
sampai usia 50 tahun dengan perbandingan peluang 1 diantara 50
wanita. Lebih dari 75% kanker payudara terdiagnosa pada wanita
berumur 40 tahun ke atas. Kanker payudara jarang terjadi pada
wanita berusia di bawah 30 tahun (Lincoln dan Wilensky, 2007
dalam Nani, 2009).
Sejalan dengan hasil penelitian Situmorang (2012) yang
menyatakan bahwa prevalensi wanita penderita kanker payudara
yang tertinggi terjadi pada usia lebih dari 40 tahun sebanyak 84%.
Penelitian Sirait (2009) memperlihatkan bahwa umur rata-rata
pasien kanker payudara adalah 41,92 tahun. Penelitian di
Yogyakarta dan Bantul menunjukkan bahwa penderita kanker
payudara yang berumur <40 tahun sebesar 23,4% dan ≥40 tahun
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 94/115
94
sebesar 76,6% (Sari, 2006 dalam Sirait, 2009).
Usia dewasa tengah berkaitan dengan menopause.
Umumnya wanita yang berusia 40 tahun ke atas mengalami
menopause. Wanita yang mengalami awal menopause pada usia
lebih tua berarti lebih lama terpapar dengan tingginya kadar
estrogen dalam darah. Peran estrogen pada wanita menopause
adalah menghambat terjadinya menopause sehingga
mengembangkan risiko terjadinya kanker payudara (Lincoln dan
Wilensky, 2008 dalam Nani, 2009). Semakin tua usia seseorang
saat awal menopause maka semakin besar risiko terkena kanker
payudara dibanding dengan wanita yang mengalami menopause
lebih muda (Nani, 2009).
Hawari (2004) menjelaskan, masa dewasa tengah menuju
dewasa akhir merupakan masa dimana seseorang telah memiliki
tingkat kecerdasan moral, spiritual, dan agama secara mendalam.
Semakin lama usia seseorang, maka semakin terbentuk sikap
keharusan untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa cepat
atau lambat hidupnya akan berakhir dan mulai muncul pengakuan
terhadap realitas kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
b. Tingkat pendidikan
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari seluruh
responden yang berjumlah 60 orang didapatkan hasil, mayoritas
responden berpendidikan SD sebanyak 43 orang (71,7 persen).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 95/115
95
Tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap keteraturan
pengobatan pada responden. Sesuai dengan penelitian Tiolena
(2008) menunjukkan tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pada
wanita penderita kanker payudara. Tingkat pengetahuan responden
yang rendah menyebabkan rendahnya pengetahuan responden
tentang kanker payudara.
Sukardja (2002) dalam Prihatini (2012) menyatakan bahwa
salah satu faktor keterlambatan penderita dalam pengobatan kanker
adalah penderita kurang menyadari bahaya kanker. Hawari (2004)
menyatakan bahwa ketidaktahuan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan keterlambatan pengobatan kanker payudara.
Tingkat pemahaman kanker payudara sebagai salah satu
penyebab kematian tertinggi di dunia masih sangat rendah di
kalangan wanita. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
permasalahan tersebut semakin kompleks. Informasi mengenai
bahaya kanker payudara yang tersebar tidak semuanya menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat kalangan
menengah ke bawah (Destyaningsih & Nurhayati, 2009 dalam
Prihatini, 2012).
Penelitian Indrati (2005) menyatakan bahwa kebanyakan
responden tidak mengetahui gejala kanker payudara, cara deteksi
dini kanker payudara, dan pencarian pengobatan. Mereka
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 96/115
96
berpendapat bahwa kanker payudara merupakan penyakit
keturunan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian Lenggogeni
(2011) yang menyatakan, rendahnya pengetahuan masyarakat
tentang kanker payudara menyebabkan masyarakat tidak mengerti
akan pentingnya deteksi dini atau pemeriksaan dini payudara.
Tingkat pendidikan responden merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar responden secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak mulia. Tingkat
pendidikan yang dimiliki responden mengenai kanker payudara
dapat membuat responden lebih siap menjalani pengobatan, karena
melalui pembelajaran membuat responden mengerti faktor risiko
dan cara pengobatan (Desiana, 2011).
Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan spiritual. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi
akan lebih mudah menerima hal-hal baru dan lebih mudah
menyesuaikan dengan hal yang baru, dengan demikian orang
tersebut akan lebih mudah menerima dan mempunyai sikap serta
berperilaku sesuai dengan yang dianjurkan berdasarkan realitas
kehidupan (Nisa, 2009).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 97/115
97
c. Jenis pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah 28
orang (46,7 persen). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Tiolena (2008) yang menyatakan, proporsi pasien kanker payudara
di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008 adalah ibu rumah
tangga. Penelitian Sirait (2009) memperlihatkan bahwa kasus
kanker payudara banyak terjadi pada responden yang tidak bekerja
sebanyak 53,82% diperkuat dengan penelitian Band et al (2002)
yang menyatakan bahwa wanita yang aktif bekerja kemungkinan
terkena kanker payudara akan lebih kecil yaitu 20-40% dibanding
wanita yang tidak aktif bekerja.
Penelitian Hartati (2008) juga menunjukkan bahwa
mayoritas penderita kanker payudara adalah ibu rumah tangga
(IRT), hal ini mungkin disebabkan karena wanita sebagian besar
adalah ibu rumah tangga yang pada umumnya mengalami obesitas.
Penelitian Enger (1989) dan Colditz (1994) dalam Indrati (2005)
menyatakan bahwa ada peningkatan risiko terkena kanker payudara
pada wanita dengan obesitas.
Risiko pada kegemukan akan meningkat karena
meningkatnya sintesis estrogen pada timbunan lemak yang
berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara. Ibu
rumah tangga juga cenderung mengkonsumsi kontrasepsi oral.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 98/115
98
Lama pemakaian kontrasepsi oral menunjukkan adanya hubungan
dengan kenaikan risiko kanker payudara. Kandungan estrogen dan
progesteron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek
proliferasi berlebih pada duktus ephitelium payudara (William,
1989 dan Colditz, 1994 dalam Indrati, 2005).
Jenis pekerjaan yang dimiliki responden sangat berpengaruh
pada pengobatan kanker payudara. Responden yang memiliki
pekerjaan dengan penghasilan lebih, akan segera melakukan
pengobatan terbaik dan menjalankan pengobatan di rumah sakit
terbaik dengan jaminan kualitas kesehatan yang lebih baik.
Responden yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan cukup
atau sedang, dan cenderung rendah karena berkeinginan untuk
sehat tetap akan melakukan pengobatan, namun dengan
menjalankan pengobatan yang standar (Desiana, 2011).
d.
Stadium
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh responden
yang berjumlah 60 orang didapatkan hasil pada tabel 4.5 dapat
diketahui bahwa, mayoritas responden menderita kanker payudara
stadium III sebanyak 35 orang (58,3 persen). Proporsi terbanyak
pada responden dengan stadium III menunjukkan bahwa kesadaran
responden untuk melakukan pengobatan pada stadium dini masih
sangat rendah. Hasil penelitian ini didukung penelitian Indrati
(2005) menyatakan bahwa kasus kanker payudara banyak
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 99/115
99
ditemukan pada stadium III. Tingginya proporsi pada stadium III
disebabkan karena keterlambatan penderita dalam melakukan
pengobatan.
Penelitian Azamris (2006) menyebutkan bahwa spektrurn
stadium pasien kanker payudara terbanyak adalah stadium lanjut
lokal (III A dan III B) sebesar 68,6 persen. Penderita yang datang
berobat pada stadium IV sebanyak 8,6 persen, sedangkan stadium
dini (stadium I dan II) hanya 22,4 persen. Tjindarbumi (1984) dan
Ramli (1995) dalam Azamris (2006) melaporkan bahwa jumlah
kanker payudara yang berobat pada stadium dini berkisar 20-30
persen. Penelitian Lenggogeni (2011) menyatakan, mayoritas
penderita kanker payudara datang pada stadium lanjut sebanyak
70% di rumah sakit Kanker Dharmais dan 68,6% di RSUP dr. M.
Djamil Padang. Kondisi ini jauh berbeda dengan negara barat yang
hampir 80% pasien datang berobat pada stadium dini, dikarenakan
program-program deteksi dini kanker payudara telah banyak
dikembangkan di negara-negara barat.
Chris (2005) menyatakan bahwa penderita kanker payudara
stadium lanjut dan pernah melakukan operasi menunjukkan
perubahan gambaran harga diri. Penderita kanker payudara yang
memiliki harga diri rendah akan menampilkan kesan yang negatif
seperti rasa malu dan rendah diri terhadap orang lain, sebaliknya
penderita yang memiliki harga diri tinggi atau sedang akan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 100/115
100
menampilkan kesan positif seperti merasa percaya diri dan mau
berinteraksi dengan orang lain.
2. Tingkat kecerdasan spiritual pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat kecerdasan spiritual sedang yaitu
sebanyak 32 orang (53,3 persen), kemudian diikuti responden dengan
tingkat kecerdasan spiritual tinggi sebanyak 28 orang (46,7 persen).
Hasil penelitian memperlihatkan gambaran tingkat kecerdasan
spiritual responden adalah sedang dan tinggi, hal ini menunjukkan
sebagian besar responden dapat menerima penyakitnya dengan ikhlas
dan memaknai hidupnya dengan baik. Berdasarkan pengamatan
peneliti, mayoritas responden terlihat tenang ketika menjalani
kemoterapi, responden melakukan ibadah sholat dan berdzikir ketika
masih di rawat inap di ruang Bougenvil, dan saat penelitian responden
terlihat ramah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prihatini
(2012) menunjukkan mayoritas responden memiliki tingkat
kecerdasan spiritual yang baik dan sangat baik, ini menunjukkan
bahwa responden memaknai atau menemukan makna terdalam dari
segala sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan
atau ujian dari-Nya.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 101/115
101
Kecerdasan spiritual merupakan bawaan potensial manusia
yang harus diasah hingga berkembang dengan baik. Temuan di
lapangan menunjukkan tingkat kecerdasan spiritual yang berbeda.
Terdapat faktor luar yang sedikit berpengaruh, misalnya: pola asuh
yang menanamkan nilai terhadap seseorang dan keadaan kehidupan
seseorang seperti pergaulan, lingkungan tempat ia hidup, dan
kondisinya sendiri. Faktor dari dalam diri merupakan pusat dominan
untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (Hisbullah, 2007).
Khavari dalam Hisbullah (2007) menyatakan, kualitas tingkat
kecerdasan spiritual seseorang dapat meningkat atau menurun.
Kesadaran pribadi untuk mengasah secara aktif dalam kehidupan
sehari-hari adalah faktor yang utama. Tiga hal yang membuat kualitas
kecerdasan spiritual seseorang meningkat yaitu: selalu berkomunikasi
dan berhubungan secara spiritual dengan Tuhan, mengembangkan
sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan
sosial, menanamkan kesadaran diri tentang etika sosial dan
menerapkannya dalam perilaku. Kualitas kecerdasan spiritual akan
meningkat apabila mengembangkan ketiganya dengan intensitas yang
tinggi.
Peningkatan kecerdasan spiritual dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain umur dan tingkat pendidikan
(Kuswinarning, 2007). Responden pada penelitian ini mayoritas pada
rentang usia dewasa tengah. Jalaludin (2007) mengemukakan, pada
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 102/115
102
orang dewasa memiliki ciri yaitu menerima kebenaran agama
berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, cenderung
mengaplikasikan norma-norma agama dalam sikap dan tingkah laku,
bersikap positif terhadap ajaran dan norma agama, lebih kritis
terhadap materi ajaran agama, bersikap terbuka dan wawasan yang
lebih luas, dan berusaha untuk mempelajari atau memperdalam
pemahaman keagamaan.
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan
persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia
menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual yaitu
melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan. Ia sadar bahwa
kesulitan dan penderitaan akibat penyakitnya akan mendewasakannya
sehingga ia menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani
kehidupan (Zohar & Marshall, 2007).
Kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memajukan seseorang
karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya.
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai
hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah,
bahkan penderitaan yang dialaminya. Makna yang positif akan mampu
membangkitkan jiwa, melakukan perbuatan dan tindakan yang positif
(Zohar & Marshall, 2007).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 103/115
103
3. Tingkat harga diri pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden
memiliki tingkat harga diri sedang sebanyak 31 orang (51,7 persen)
dan tingkat harga diri tinggi sebanyak 29 orang (48,3 persen). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa responden merasa mampu dan
percaya diri untuk melakukan berbagai aktifitas, menerima kondisinya
dengan tulus, tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain, merasa
dihargai, dan mendapat dukungan sosial yang optimal meskipun
mengalami penderitaan akibat kanker payudara. Sesuai dengan
pengamatan peneliti, penderita mau berinteraksi dengan baik ketika
dilakukan penelitian dan kebanyakan responden didampingi oleh
keluarganya ketika menjalani kemoterapi. Responden juga
mengatakan masih aktif bekerja dan mengikuti kegiatan di lingkungan
sekitarnya.
Sejalan dengan penelitian Siburian (2011) yang menunjukkan
bahwa pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mayoritas
memiliki harga diri tinggi, karena pasien kanker payudara memiliki
penilaian yang positif terhadap dirinya. Penelitian ini didukung oleh
Lubis dan Hashim (2009), ketika pasien mampu menerima keadaan
dirinya, maka ia akan mempunyai harga diri yang tinggi. Pasien yang
memiliki harga diri tinggi dapat melawan pengaruh negatif dari
kanker.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 104/115
104
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Sukardja (2003)
dalam Hartati (2008) yang menyatakan, penderita yang mengetahui
dirinya mengidap kanker payudara dapat menjadi cemas dan merasa
akan cepat mati dalam keadaan yang menyedihkan, serta hanya
menjadi beban bagi orang lain. Mereka akan cenderung menyalahkan
dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif
terhadap dirinya. Reaksi yang umumnya ditampilkan oleh mereka
yang didiagnosa menderita kanker payudara adalah menyangkal,
cemas, takut, dan depresi karena merasa segala sesuatu tiba-tiba
menjadi berubah dan masa depan menjadi tidak jelas.
Perilaku pasien kanker payudara yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain mengkritik diri sendiri, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis, dan merusak diri
(Keliat, 2005 dalam Suliswati 2005). Bagi banyak wanita yang
mengalami kanker payudara cenderung akan menyalahkan dirinya
sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap
dirinya (Puckett, 2007).
Perubahan harga diri disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain jenis kelamin, pekerjaan, kondisi fisik, lingkungan keluarga, dan
lingkungan sosial (Coopersmith, 1967 dalam Ghufron, 2010). Wanita
selalu merasa harga dirinya lebih rendah daripada laki-laki karena
wanita cenderung memiliki perasaan kurang mampu, kurang percaya
diri, atau merasa harus dilindungi. Individu dengan harga diri yang
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 105/115
105
tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi dibanding
individu dengan harga diri yang rendah, karena individu dengan harga
diri tinggi memiliki skor intelegensi yang lebih baik dan selalu
berusaha keras (Ghufron, 2010).
Seseorang yang berasal dari keluarga bahagia akan memiliki
harga diri tinggi karena mengalami perasaan nyaman yang berasal dari
penerimaan, cinta, dan tanggapan positif orang tua mereka.
Pengabaian dan penolakan akan membuat mereka secara otomatis
merasa tidak berharga, karena merasa diacuhkan dan tidak dihargai
maka mereka akan mengalami perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri. Klass dan Hodge (1978) dalam Ghufron (2010) berpendapat
bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari
dirinya berharga atau tidak, ini merupakan hasil dari proses
lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain
kepadanya.
Terdapat hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik
dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik
cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan
kondisi fisik yang kurang menarik (Coopersmith, 1967 dalam
Ghufron, 2010). Pernyataan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian,
karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi harga diri yaitu
kepribadian dan dukungan sosial (Andromeda dan Rachmahana, 2006;
Siburian, 2011).
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 106/115
106
4. Hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto
Peneliti menggunakan uji statistik rank spearman untuk
mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, diperoleh hasil sperman’s rho = 0,103
dengan nilai p = 0,436 yang lebih besar dari nilai α = 0,05.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, berarti Ho diterima dan Ha ditolak
sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Nilai correlation rho = 0,103 mendekati 0 semakin
menegaskan bahwa keeratan hubungannya sangat lemah.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Anggraini
(2012) yang memperlihatkan bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara kecerdasan spiritual dengan penerimaan diri dengan
nilai p = 0,042 (p < 0,05). Kecerdasan spiritual dapat digunakan
sebagai indikator untuk menjelaskan penerimaan diri karena semakin
tinggi kecerdasan spiritual maka semakin tinggi pula penerimaan diri.
Penerimaan diri diartikan sebagai segala bentuk sikap yang positif
terhadap dirinya sendiri seperti dapat menerima keadaan dirinya
secara tenang dengan segala kekurangan yang dimiliki, memiliki
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 107/115
107
kesadaran dan penerimaan penuh terhadap kondisinya, dapat
menghargai diri sendiri dan orang lain.
Jalaludin (2007) mengatakan, orang yang melatih kecerdasan
spiritual berarti memiliki kemampuan untuk meraih kebahagiaan.
Seseorang yang kecerdasan spiritualnya tinggi akan lebih kreatif
ketika dihadapkan pada suatu masalah pribadi, mampu mengubah
aturan dan situasi, memberi rasa moral, menyesuaikan diri dengan
aturan secara fleksibel, berpandangan holistik, bertindak yang
mendatangkan manfaat, menjadi pribadi yang mandiri, mencoba
melihat makna dalam setiap peristiwa secara positif demi memperoleh
ketenangan, kebahagiaan, dan kedamaian hati.
Hasil penelitian ini menunjukkan ketidakbermaknaan
hubungan, hal ini dikarenakan kecerdasan spiritual bukan merupakan
satu-satunya faktor yang mempengaruhi harga diri. Kecerdasan
spiritual merupakan hal yang seharusnya ada dan diperlukan dalam
diri seseorang tetapi bukan merupakan faktor yang cukup kuat,
seseorang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi belum tentu harga
dirinya juga tinggi. Harga diri secara langsung dipengaruhi oleh
karakteristik kepribadian dan dukungan keluarga (Andromeda dan
Rachmahana, 2006; Siburian, 2011).
Karakteristik kepribadian adalah perwujudan dari optimalnya
keterampilan psikologis seseorang dalam menghadapi kehidupan.
Karakteristik kepribadian positif dapat membantu proses penerimaan
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 108/115
108
diri secara sehat. Seseorang yang memiliki kepribadian positif
merupakan individu yang memiliki keterampilan psikologis yang baik
(Hadjam, 2005 dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006).
Hadjam (2004) dalam Andromeda dan Rachmahana (2006)
mengatakan, kepribadian seseorang yang kuat akan mengurangi
pengaruh kejadian-kejadian hidup yang mencekam dengan
meningkatkan penggunaan strategi penyesuaian antara lain
menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di lingkungannya untuk
dijadikan motivasi dan dukungan dalam menghadapi masalah
ketegangan yang dihadapinya. Retnowati (2004) menyatakan, salah
satu strategi yang dimiliki kepribadian seseorang yang positif adalah
lingkungan kerja dan peran keluarga.
Wanita yang bekerja memiliki pola pikir yang berbeda dengan
wanita yang tidak bekerja dikarenakan wanita yang bekerja memiliki
kemandirian yang lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja.
Wanita yang bekerja merasa tidak harus bergantung pada pria dari
segi pendapatan. Kemandirian tersebut yang mampu mempengaruhi
konsep diri seseorang. Seorang wanita yang memiliki pekerjaan akan
terlatih untuk lebih mandiri akan memunculkan rasa percaya diri dan
konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif inilah yang
memunculkan harga diri yang positif pula (Retnowati, 2004).
Penelitian Andromeda dan Rachmahana (2006) menunjukkan, wanita
yang bekerja memiliki penerimaan diri yang lebih tinggi dibanding
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 109/115
109
wanita yang tidak bekerja.
Peran keluarga juga berpengaruh terhadap pembentukan
karakteristik kepribadian individu. Keluarga penderita kanker
payudara dapat memberikan dukungan penuh pada penderita kanker
payudara sehingga membantu pembentukan karakteristik kepribadian
yang kuat (Hadjam, 2004 dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006).
Terdapat hubungan yang positif dan sangat signifikan antara
kepribadian dan penerimaan diri, artinya semakin meningkat
kepribadian positif pasien penderita kanker payudara maka semakin
meningkat pula penerimaan dirinya. Salah satu prinsip mental yang
sehat adalah memiliki konsep diri yang sehat. Konsep diri yang sehat
ini mencakup penerimaan diri dan penilaian diri yang wajar mengenai
kedudukan dan harga dirinya (Andromeda dan Rachmahana, 2006).
Pasien kanker payudara akan mengalami perasaan negatif
dalam dirinya, namun ketika pasien tersebut dapat memandang dan
menyikapi penderitaan tersebut melalui sudut pandang yang positif
maka pasien tersebut akan lebih mudah menerima kenyataan pahit
dalam hidupnya. Penderita kanker payudara akan mengalami tekanan
hidup yang tidak menyenangkan, saat itulah ia memiliki tenaga
perlawanan untuk bertahan yang tercermin dari karakteristik
kepribadiannya (Kobasa, 1982 dalam Andromeda dan Rachmahana,
2006). Karakteristik kepribadian ini tercermin dari cara-cara individu
tersebut dalam merasa, berpikir, dan bertindak dalam menghadapi
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 110/115
110
stressor (Pelvin, 2001 dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006).
Peran kepribadian yang tangguh dan positif dalam diri pasien kanker
payudara akan sangat membantu proses peningkatan harga dirinya
sehingga dapat mengarahkan pada perasaan, pemikiran, dan perilaku
yang mendukung proses penyembuhannya (Andomeda dan
Rachmahana, 2006).
Siburian (2011) menyatakan, harga diri pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi dipengaruhi oleh dukungan
keluarga, dimana kekuatan hubungannya sedang dan berpola positif
yang berarti bahwa dukungan keluarga yang optimal dapat
meningkatkan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi. Sesuai dengan pendapat Rachmawati (2009) dalam
Siburian (2011) yang menyatakan bahwa dukungan sosial keluarga
dapat memberikan hasil yang positif terhadap kesehatan dan
kesejahteraan pada pasien kanker payudara. Pasien kanker payudara
membutuhkan dukungan keluarga karena berdasarkan Chandra (2009),
dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota
keluarganya. Dukungan keluarga ialah sikap, tindakan, dan penerimaan
keluarga terhadap penderita yang sakit. Penelitian Mubarak (2009)
menyatakan peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek
perawatan kesehatan anggota keluarga mulai dari strategi-strategi
hingga fase rehabilitasi.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 111/115
111
Kesehatan tidak hanya tergantung pada apa yang terjadi pada
tubuh dan pikiran, tetapi juga tergantung pada apa yang terjadi di
dalam hubungan seseorang dengan orang lain. Umumnya, penderita
kanker payudara memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat
untuk kenyamanan dan kekuatan. Dukungan dapat datang dari siapa
saja dengan berbagai bentuk seperti keluarga, teman, dan grup
pendukung kanker (Rachmawati, 2009).
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan dan
keterbatasan antara lain:
1. Instrumen penelitian ini bersifat tertutup hanya melakukan
pengukuran tingkat kecerdasan spiritual dan harga diri pasien
kanker payudara dan hanya menganalisis keadaan responden pada
suatu saat tertentu, sehingga tidak bisa menggali secara mendalam
karena tidak dilengkapi lembar respon pasien selama dilakukan
penelitian dan hanya berdasarkan data kuesioner yang diisi
langsung oleh responden.
2.
Penelitian ini hanya mengarah pada satu variabel bebas, sehingga
tidak bisa meneliti faktor-faktor lain dan faktor yang paling
dominan mempengaruhi harga diri.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 112/115
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai hubungan
kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan karakteristik responden: umur responden terbanyak pada
kategori dewasa tengah (41-65 tahun) dengan persentase 73,3%,
tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tingkat pendidikan SD
dengan persentase 71,7%, jenis pekerjaan responden sebagian besar
adalah ibu rumah tangga (IRT) dengan persentase 46,7%, dan stadium
kanker payudara banyak ditemukan pada responden dengan stadium III
dengan persentase 58,3%.
2.
Sebagian besar responden memiliki tingkat kecerdasan spiritual sedang
dengan persentase 53,3% dan tingkat kecerdasan spiritual tinggi
dengan persentase 46,7%.
3. Tingkat harga diri responden mayoritas pada kategori sedang dengan
persentase 51,7% dan tingkat harga diri tinggi dengan persentase
48,3%.
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 113/115
113
4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kecerdasan spiritual
dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ( p value = 0,436).
Nilai kekuatan hubungan yang didapat sangat lemah ( spearman’s rho
= 0,103).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan sebagaimana tersebut di atas, maka
peneliti menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Instansi Rumah Sakit
Pihak rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan kegiatan
yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dan harga diri
pasien kanker payudara misalnya melalui aktivitas kerohanian seperti
pengajian atau penyuluhan yang bersifat memotivasi agar mereka
dapat memaknai hidupnya dengan baik.
2.
Profesi Keperawatan
Petugas kesehatan khususnya profesi keperawatan diharapkan
dapat aktif berperan serta di lingkungan masyarakat dalam
memberikan pendidikan kesehatan terutama mengenai kanker
payudara dan memberikan dukungan serta motivasi kepada para
penderita kanker payudara supaya mereka mengerti dan memahami
bahaya kanker, cara pencegahan dan pengobatan, menyadari
pentingnya kesehatan, dan termotivasi untuk menjalani hidupnya
8/16/2019 hiuhilj
http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 114/115
114
dengan baik. Sebagai perawat juga harus memperhatikan aspek
kecerdasan spiritual dan harga diri dengan meningkatkan kualitas
pelayanan yang mendukung seperti mengaplikasikan asuhan
keperawatan spiritual untuk pasien kanker payudara dengan sebaik-
baiknya.
3.
Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan menyadari pentingnya deteksi
dini kanker payudara dan lebih meningkatkan pengetahuan mengenai
kanker. Masyarakat hendaknya aktif mengikuti penyuluhan kesehatan
di lingkungannya atau puskesmas setempat atau pihak masyarakat
bekerjasama dengan dinas kesehatan seperti puskesmas untuk
mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit kanker
payudara.
4. Peneliti selanjutnya
a.
Perlu diadakan penelitian serupa dengan melihat aspek kecerdasan
spiritual dan harga diri secara langsung dengan metode penelitian
yang berbeda, misalnya metode penelitian gabungan antara
kuantitatif dengan kualitatif untuk menggali secara mendalam
mengenai gambaran tingkat kecerdasan spiritual dan gambaran
tingkat harga diri pasien kanker payudara secara menyeluruh, dan
menentukan faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga diri.