hiuhilj

115
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang sangat ditakuti masyarakat karena sering menyebabkan kematian. Prevalensi kanker di seluruh dunia terus mengalami peningkatan, baik di negara-negara barat maupun di negara-negara bagian Asia. Laporan kanker dunia memperkirakan angka kejadian kanker akan meningkat menjadi 15 juta kasus baru di tahun 2020 (Ashton et al , 2009). WHO ( World Health Organizations) tahun 2008, menyebutkan sebanyak 458.000 mortalitas per tahun akibat kanker  payudara. Jumlah penderita kanker payudara di Amerika Serikat dan  beberapa negara maju lainnya menduduki peringkat pertama (Luwia, 2009). Kasus kanker payudara di Amerika tercatat hampir 200.000 wanita yang terdiagnosis dan setiap tahunnya terdapat lebih dari 40.000 meninggal akibat penyakit ini (Chen et al , 2010). Data terbaru dari  American Cancer Society  telah menghitung bahwa di tahun 2013, terdapat 64.640 kasus kanker payudara. Sekitar 39.620 wanita meninggal dunia setiap tahunnya karena kanker payudara. Data Pathology Based Cancer Registry bekerja sama dengan yayasan kanker Indonesia, menunjukkan kanker payudara di Indonesia

Upload: deff-haning

Post on 05-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 1/115

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang 

Kanker merupakan penyakit yang sangat ditakuti masyarakat

karena sering menyebabkan kematian. Prevalensi kanker di seluruh dunia

terus mengalami peningkatan, baik di negara-negara barat maupun di

negara-negara bagian Asia. Laporan kanker dunia memperkirakan angka

kejadian kanker akan meningkat menjadi 15 juta kasus baru di tahun 2020

(Ashton et al , 2009). WHO (World Health Organizations) tahun 2008,

menyebutkan sebanyak 458.000 mortalitas per tahun akibat kanker

 payudara.

Jumlah penderita kanker payudara di Amerika Serikat dan

 beberapa negara maju lainnya menduduki peringkat pertama (Luwia,

2009). Kasus kanker payudara di Amerika tercatat hampir 200.000 wanita

yang terdiagnosis dan setiap tahunnya terdapat lebih dari 40.000

meninggal akibat penyakit ini (Chen et al , 2010). Data terbaru dari

 American Cancer Society telah menghitung bahwa di tahun 2013, terdapat

64.640 kasus kanker payudara. Sekitar 39.620 wanita meninggal dunia

setiap tahunnya karena kanker payudara.

Data Pathology Based Cancer Registry  bekerja sama dengan

yayasan kanker Indonesia, menunjukkan kanker payudara di Indonesia

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 2/115

2

menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker yang sering diderita

(Luwia, 2009). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat

inap di seluruh rumah sakit di Indonesia 21,69%, disusul kanker leher

rahim 17% (Rasjidi, 2009). Berdasarkan data Global Burden of Cancer, 

angka kejadian kanker payudara di Indonesia sebanyak 26 per 100.000

 perempuan (Bambang, 2010). Dokter spesialis bedah kanker Rumah Sakit

Kanker Dharmais yaitu Sutjipto (2013) menyatakan saat ini penderita

kanker payudara di Indonesia mencapai 100 dari 100.000 penduduk.

Sekitar 60-70% dari penderita tersebut datang pada stadium tiga, yang

kondisinya terlihat semakin parah (Depkes, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam Medik

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 15 Mei 2013,

tahun 2012 jumlah kunjungan pasien kanker payudara sebanyak 2.089

orang. Tahun 2013 dari bulan januari sampai Mei 2013, jumlah kunjungan

 pasien kanker payudara sebanyak 2.121 orang, pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi sebanyak 826 orang, dan rata-rata per bulan

mencapai 148 orang.

Kanker payudara adalah kanker yang terjadi karena terganggunya

sistem pertumbuhan sel di dalam jaringan payudara. Payudara tersusun

dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Sel

abnormal dapat tumbuh di bagian tersebut, mengakibatkan kerusakan yang

lambat, dan menyerang payudara (Ranggiansanka, 2010).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 3/115

3

Kanker payudara terjadi karena terganggunya sistem pertumbuhan

sel di dalam jaringan payudara. Penyebab kanker payudara belum

diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang mampu

meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor tersebut

meliputi riwayat pribadi tentang kanker payudara, riwayat keluarga dengan

kanker payudara, menstruasi dini, menopause pada usia lanjut, terapi

 pengganti hormon, radiasi, masukan alkohol, dan stres (Bobak, 2004).

Tanda dan gejala kanker payudara yaitu terdapat benjolan pada

 payudara yang berubah bentuk, kulit payudara berubah warna, puting susu

masuk ke dalam, bila tumor sudah membesar muncul rasa sakit hilang-

timbul, kulit payudara terasa seperti terbakar, dan payudara mengeluarkan

darah atau cairan lain. Tanda kanker payudara yang paling jelas adalah

adanya ulkus pada payudara (Ramli, 2005).

Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian

 pengobatan yaitu pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, dan terapi

kombinasi. Masing-masing cara dari pengobatan kanker tersebut masih

memiliki kelemahan, sehingga pengobatan kanker pada umumnya sampai

saat ini belum ada yang menunjukkan hasil yang memuaskan. Salah satu

 pengobatan yang dilakukan pasien kanker payudara adalah kemoterapi.

Pengobatan ini menggunakan obat anti kanker untuk membunuh sel

kanker (Ramli, 2005).

Manfaat dari kemoterapi adalah untuk mencegah, mengurangi

 pertumbuhan sel yang ganas, dan menghindari terjadinya metastase.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 4/115

4

Pengobatan jenis ini dapat dilakukan sebelum dan sesudah operasi kanker.

Pengobatan ini menimbulkan beberapa efek samping (Sudoyo, A. W.,

Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., dan Siti, S., 2009). 

Efek samping kemoterapi tergantung pada jenis obat yang

digunakan, jumlah yang diberikan, dan lama pengobatan. Efek samping

yang sering terjadi dari kemoterapi adalah mual dan muntah, supresi

sumsum tulang, mukositis, diare, alopesia, dan infertilitas (Sudoyo, A. W.,

Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., dan Siti, S., 2009). 

Pasien kanker payudara membutuhkan waktu jangka panjang untuk

secara rutin mengikuti kemoterapi di rumah sakit dalam beberapa bulan.

Kemoterapi dilakukan setiap 3 minggu sekali, selain itu kemoterapi masih

 perlu dilakukan 5 sampai 10 tahun kemudian untuk menurunkan risiko

kanker muncul kembali (Haryono, 2009 dalam Rachmawati, 2009).

Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mengalami

dampak psikologis yang semakin beragam, berbeda intensitasnya antara

 penderita satu dengan yang lain mulai dari intensitas ringan sampai kuat

atau sampai munculnya gangguan mental. Dampak psikologis adalah suatu

 bentuk perilaku positif maupun negatif yang muncul dalam bentuk

 perilaku sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja pada

diri seseorang (Wijayanti, 2007).

Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mengalami

dampak psikologis berupa rasa takut akan kematian, takut menjadi beban,

takut ditinggalkan, ketidakmampuan, dan gangguan harga diri (Kova &

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 5/115

5

Kova, 2011). Hasil penelitian Wijayanti (2007) menyatakan, dampak

 psikologis yang dialami pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi meliputi ketidakberdayaan, cemas, malu, harga diri menurun,

stres, depresi, dan marah.

Sesuai dengan pendapat Hadjam (2000) dalam Sudrajat (2012)

mengungkapkan, pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi

memperlihatkan adanya stres yang ditunjukkan dengan perasaan sedih,

 putus asa, pesimis, merasa dirinya gagal, tidak puas dalam hidup, merasa

lebih buruk dibandingkan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya,

dan merasa tidak berdaya. Carpenter & Brockopp (2012) menyatakan

 bahwa pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi, mengalami

 penurunan yang signifikan terhadap harga dirinya.

Mayoritas wanita yang menderita kanker payudara cenderung akan

menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan

negatif terhadap dirinya. Gangguan psikologis yang dialami pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi akan mempengaruhi harga dirinya

(Puckett, 2007 dalam Hartati 2008).

Pernyataan di atas juga sesuai dengan kondisi psikologis pasien

kanker payudara di Ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal

17 Mei 2013 terhadap dua orang pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di Ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 6/115

6

Subjek pertama ialah pasien kanker payudara stadium II yang telah

menerima kemoterapi 2 kali dan subjek kedua adalah pasien kanker

 payudara stadium III yang telah menerima kemoterapi 5 kali. Subjek

 pertama terlihat pucat dan lemas saat wawancara, sedangkan subjek kedua

terlihat meneteskan air mata saat wawancara. Subjek kedua mengatakan

tidak mampu menahan kesedihan ketika menceritakan penyakitnya.

Perasaan yang diungkapkan subjek pertama dan kedua saat menghadapi

 penyakitnya dan menjalani kemoterapi adalah merasa takut tidak sembuh,

sedih, merasa malu dan minder terhadap orang lain, merasa dirinya bau,

takut ditinggalkan keluarga, merasa menjadi beban keluarga, stres, merasa

lemah, kurang percaya diri dengan penampilannya, kurang mendapat

dukungan keluarga, merasa lebih sensitif, dan merasa kurang mampu

mengurus rumah tangga. Subjek kedua juga merasa sangat stres karena

ditinggal suaminya sejak menderita kanker payudara, selama berobat ia

hanya ditemani oleh kakak kandungnya dan tidak pernah dibesuk oleh

suaminya. Beberapa efek samping yang dialami subjek pertama dan kedua

setelah kemoterapi yaitu pusing, lemas, mual dan muntah, rambut rontok,

nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan gangguan tidur. Subjek

 pertama mengatakan akan terus berusaha menjalani pengobatan karena

ingin sembuh, menerima dengan ikhlas,  banyak berdo’a, dan beribadah,

kemudian subjek kedua juga mengungkapkan bahwa ia merasa pasrah dan

 berserah diri kepada Tuhan.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 7/115

7

Permasalahan psikologis yang dialami penderita kanker payudara

di atas menunjukkan bahwa penderita tersebut kurang bisa menerima

keadaan yang dialaminya. Mangunsong (1998) dalam Anggraini (2012)

mengatakan bahwa reaksi emosi sebagai penolakan terhadap penderitaan

yang dialami seseorang ditunjukkan secara berbeda-beda antara lain

 berdiam diri karena depresi, khawatir, dan menyalahkan diri sendiri.

Reaksi emosi tersebut mengakibatkan individu merasa malu, murung,

sedih, menyendiri, dan putus asa. Permasalahan psikologis tersebut sering

memberikan perasaan negatif yang akan menghambat potensinya untuk

melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dan seringkali mengakibatkan

 penurunan harga diri (Kartono, 1990 dalam Anggraini, 2012).

Cast & Burke (2002) menyatakan, harga diri adalah salah satu

 bagian yang penting dalam konsep diri, bila konsep diri menurun maka

harga diri juga menurun. Harga diri adalah hasil penilaian individu

terhadap dirinya sendiri, dinyatakan dengan sikap yang berupa penerimaan

atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu itu percaya

 bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga.

Penurunan harga diri disebabkan oleh adanya perubahan konsep

diri dimana penderita merasa tidak normal dibandingkan dengan orang lain

yang sehat (Chast & Burke, 2002). Wijayanti (2007) menyebutkan

 beberapa faktor yang dapat mengakibatkan harga diri menurun pada pasien

kanker payudara yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi gejala kanker payudara, nyeri, memburuknya kondisi fisik,

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 8/115

8

 pengobatan yang belum maksimal, karakter yang ada pada diri penderita.

Faktor eksternal meliputi diagnosa dokter, operasi, kemoterapi, dan

dukungan sosial.

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa respon lain yang

merupakan reaksi strategis koping yang ditunjukkan untuk mengatasi

 permasalahan psikologis yang dialami pasien kanker payudara. Reaksi

strategis koping yang ditunjukkan seperti banyak beribadah,  berdo’a,

menerima dengan ikhlas, dan berserah diri kepada-Nya merupakan bagian

dari perilaku spiritual seseorang. Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya

harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Spiritual sebagai suatu

kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan (Agustian,

2009).

Perilaku seseorang dalam berespon terhadap masalah tidak hanya

dipengaruhi oleh motivasi, namun juga dipengaruhi oleh kecerdasan dasar

yang dimiliki setiap manusia. Salah satu bentuk kecerdasan tersebut adalah

kecerdasan spiritual yang sering disebut  spiritual quotient . Satrio (2008)

menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang

memberi makna pada kehidupan. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan

seseorang untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku,

dan kegiatan.

Kecerdasan spiritual dapat digunakan dalam masalah krisis yang

sangat membuat kita seakan kehilangan keteraturan diri. Kecerdasan

spiritual sangat penting dalam kehidupan manusia karena akan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 9/115

9

memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan yang baik

dengan yang buruk, memberikan rasa moral, dan kemampuan untuk

menyesuaikan dirinya (Susanti, 2006). Kecerdasan spiritual merupakan

 bawaan potensial manusia yang harus diasah hingga berkembang dengan

 baik. Kecerdasan ini harus dimulai dari dalam diri masing-masing pribadi

untuk secara tulus mengasahnya (Hisbullah, 2007).

Khavari dalam Hisbullah (2007) menyatakan tingkat kecerdasan

spiritual seseorang dapat meningkat atau menurun. Salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat kecerdasan spiritual seseorang adalah selalu

 berkomunikasi dan berhubungan secara spiritual dengan Tuhan.

Kecerdasan spiritual memiliki peran yang sangat penting untuk

membantu individu mengatasi berbagai tekanan dan kesulitan yang

dihadapi sehingga mampu mencapai kondisi yang diharapkan (Anggraini,

2012). Terkait dengan harga diri, kecerdasan spiritual merupakan indikator

 penting dalam menemukan makna hidup. Seseorang yang memiliki

kecerdasan spiritual akan mampu menghadapi pilihan dan kenyataan hidup

yang pasti akan datang dan harus dihadapi apapun bentuknya, baik atau

 buruk atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa diduga

(Agustian, 2009). Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi

akan bersikap lebih pasrah dan berserah diri terhadap keadaan yang

dialaminya, menerima dengan ikhlas keadaan tersebut sebagai takdir yang

harus dijalani agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan mendapatkan

derajat yang tinggi di sisi-Nya (Anggraini, 2012).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 10/115

10

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi

hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

B.  Rumusan Masalah

Kanker payudara menimbulkan beberapa dampak psikologis salah

satunya adalah penurunan harga diri. Terkait dengan harga diri, kecerdasan

spiritual merupakan indikator penting dalam menemukan makna hidup.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut: adakah hubungan yang bermakna antara kecerdasan

spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?

C.  Tujuan Penelitan

1. 

Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

2.  Tujuan Khusus

a.  Mengetahui karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan,

 pekerjaan, dan stadium) pasien kanker payudara yang menjalani

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 11/115

11

kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

 b. 

Mengetahui gambaran tingkat kecerdasan spiritual pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

c. 

Mengetahui gambaran tingkat harga diri pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

d.  Mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

e.  Mengetahui kekuatan hubungan kecerdasan spiritual dengan harga

diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

D.  Manfaat Penelitian 

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

dalam mengembangkan pelayanan keperawatan terhadap pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi, yaitu bagi:

1. 

Instansi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi

rumah sakit untuk menentukan kebijakan melalui peningkatan

 pelayanan asuhan keperawatan yang memperhatikan aspek kecerdasan

spiritual pasien sebagai manajemen koping stres pada pasien kanker

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 12/115

12

 payudara yang menjalani kemoterapi sehingga dapat meningkatkan

konsep diri khususnya harga diri pasien kanker payudara.

2. 

Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang

 bermakna demi pengembangan profesi keperawatan untuk dapat

meningkatkan kecerdasan spiritual dan harga diri pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi.

3.  Instansi Pendidikan

a.  Sebagai bahan bacaan atau sumber data bagi peneliti lain yang

memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian

tentang kecerdasan spiritual dan harga diri.

 b.  Sebagai sumber informasi pada institusi Jurusan Keperawatan

Unsoed untuk dijadikan dokumentasi ilmiah.

4.  Peneliti

Memperoleh pengetahuan baru dalam melakukan penelitian

untuk mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri

 pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi.

E.  Keaslian Penelitian 

Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan

 penelitian yang serupa atau sama dengan penelitian yang dilakukan

 peneliti yaitu tentang hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri

 pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 13/115

13

Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian lain yang berkaitan yaitu:

1. 

Purnamasari (2011), tentang “Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan

Perilaku Caring Perawat di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat di RSUD dr.

R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Penelitian ini menggunakan

 pendekatan cross sectional terhadap 66 perawat di lima ruang rawat

inap dengan teknik total sampling. Metode analisis data menggunakan

uji statistik  Rank Spearman. Analisis data penelitian ini menunjukkan

nilai korelasi antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat

sebesar 0,271 dengan nilai p = 0,028 ( p < α =  0,05), sehingga Ho

ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara kecerdasan

spiritual dengan perilaku caring  perawat. Persamaan dengan penelitian

ini adalah pada variabel bebas dan metode penelitiannya yaitu sama-

sama meneliti tentang tingkat kecerdasan spiritual seseorang dan

menggunakan metode penelitian analitik korelasi. Perbedaan dengan

 penelitian ini adalah pada responden, tempat penelitian, dan variabel

terikatnya, dimana variabel terikat dalam penelitian sebelumnya adalah

 perilaku caring , perawat sebagai respondennya, penelitian dilaksanakan

di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah tingkat harga diri, pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi sebagai respondennya, dan penelitian ini

dilaksanakan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 14/115

14

2.  Prihatini (2012), tentang “Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan

Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara Post Mastektomi di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.  Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan kualitas hidup

 pasien kanker payudara post mastektomi di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini menggunakan metode analitik

korelasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling  

sebanyak 34 responden. Data analisis menggunakan uji statistik  Rank

Spearman. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara

kecerdasan spiritual dengan kualitas hidup pasien kanker payudara post

mastektomi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, dengan

nilai p = 0,547 (p > α = 0,05) Ha ditolak dan Ho diterima. Persamaan

dengan penelitian ini pada variabel bebas, tempat penelitian, dan

metode penelitian. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang

kecerdasan spiritual pasien kanker payudara di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto, menggunakan desain penelitian cross

 sectional dengan metode analitik korelasi dan uji statistik  Rank

Spearman. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat

dan respondennya, dimana variabel terikat dalam penelitian sebelumnya

kualitas hidup dengan pasien kanker payudara post mastektomi sebagai

respondennya, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah

harga diri dengan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi

sebagai respondennya. 

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 15/115

15

3.  Rahmawati (2010), tentang “Pengaruh Peran Keluarga terhadap Harga

Diri Pasien Stroke di Ruang Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh peran keluarga terhadap harga diri pasien stroke

di ruang rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif asosiatif dengan

 pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik

 purposive sampling dengan 45 responden dan analisa univariat

menggunakan analisa deskriptif dan analisa bivariat menggunakan chi-

 square. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang

 bermakna secara statistik antara peran keluarga dan harga diri dengan

nilai x2 = 3, 213 pada df = 2 dan alpha = 0,05 (x2 < x tabel, dengan x

tabel = 5,591). Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel

terikat dan tempat penelitian yaitu sama-sama meneliti tentang harga

diri dan tempat penelitiannya di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel bebas,

responden, dan metode penelitian. Penelitian sebelumnya menggunakan

variabel bebas berupa peran keluarga dengan pasien stroke sebagai

respondennya dan menggunakan metode deskriptif asosiatif, sedangkan

 pada penelitian ini variabel bebasnya adalah kecerdasan spiritual

dengan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi sebagai

respondennya, dan menggunakan metode analitik korelasi.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 16/115

16

4.  Siburian (2011), tentang “Dukungan Keluarga dan Harga Diri Pasien

Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik

Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan

keluarga dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif

korelasi. Pengambilan sampel dengan teknik  purposive sampling   dan

sampel yang didapat adalah 30 orang. Instrumen penelitian berupa

kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai

dukungan keluarga dan harga diri. Uji korelasi yang digunakan dalam

 penelitian ini adalah uji korelasi Spearman. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang

signifikan dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan, kekuatan hubungan

sedang dan berpola positif ( p = 0,027, r = 0,403). Hasil penelitian

menunjukkan, semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin tinggi

harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUP

H. Adam Malik Medan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada

variabel terikat dan respondennya, yaitu sama-sama meneliti tingkat

harga diri seseorang dan respondennya adalah pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah

 pada variabel bebas, tempat, dan metode penelitian. Penelitian

sebelumnya menggunakan variabel bebas berupa dukungan keluarga,

tempat penelitiannya di RSUP H. Adam Malik Medan, dan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 17/115

17

menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi  sedangkan pada

 penelitian ini menggunakan variabel bebas kecerdasan spiritual, tempat

 penelitiannya di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, dan

menggunakan metode analitik korelasi. 

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 18/115

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1.  Kanker Payudara

a. 

Definisi kanker payudara

Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah penyakit

neoplasma ganas yang berasal dari  parenchym.  Kanker payudara

ditandai dengan perubahan sel-sel yang mengalami pertumbuhan

tidak normal, cepat, dan tidak terkontrol pada payudara (Mardiana,

2007). Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang

 jaringan payudara, jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar

susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara (Luwia,

2009).

 b. 

Penyebab

Penyebab kanker payudara belum dapat diketahui secara

 pasti, namun ada beberapa faktor risiko yang telah ditetapkan yaitu

faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang

dapat dikendalikan (Winarto., Vivi, K., Erna, C., Heri, J., dan

 Nurrohman, S., 2007). Berikut ini adalah penjelasan dari faktor-

faktor risiko kanker payudara.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 19/115

19

1. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan

a). Umur

Umur sangat penting sebagai faktor risiko kanker

 payudara. Kejadian kanker payudara meningkat cepat pada

usia reproduktif dan setelah itu meningkat pada laju yang lebih

rendah (Pherson & Steel, 2000). Wanita berumur lebih dari 30

tahun mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk

terkena kanker payudara. Risiko ini akan terus meningkat

sampai umur 50 tahun dan setelah menopause (Dupont &

Page, 2004).

 b). Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor risiko yang kuat.

Wanita memiliki risiko lebih besar untuk terkena kanker

 payudara dibandingkan laki-laki, dikarenakan wanita memiliki

sel payudara lebih banyak dibandingkan laki-laki. Banyaknya

kejadian kanker payudara pada wanita kemungkinan

dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang

 berpengaruh terhadap proses proliferasi sel-sel pada kelenjar

 payudara yang secara fisiologis lebih berkembang dibanding

laki-laki. Laki-laki juga dapat terkena kanker payudara, tetapi

 penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita (Indrati,

2005).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 20/115

20

c). Faktor reproduktif

Wanita yang tidak pernah melahirkan atau melahirkan

 pertama kali di atas umur 30 tahun memiliki risiko lebih besar

terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang

melahirkan di bawah umur 30 tahun. Kehamilan pertama

sebelum umur 18 tahun memiliki risiko setengah dari wanita

yang hamil setelah berumur 30 tahun. Kehamilan dini akan

mencegah epithelium  payudara dari carsinogenesis atau efek

negatif dari kehamilan yang terlambat (Stephen., Falkenberry.,

& Legare., 2002).

d). Riwayat keluarga

Kanker payudara dalam keluarga dapat berdampak

signifikan risikonya. Seseorang akan memiliki risiko terkena

kanker payudara lebih besar bila anggota keluarganya ada yang

menderita kanker payudara. Penelitian Indrati (2005)

menunjukkan bahwa diperkirakan 15% sampai dengan 20%

kanker payudara dihubungkan dengan adanya riwayat pada

keluarga. Keluarga yang memiliki gen BRCA1  yang

diturunkan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih

 besar.

e). Pertumbuhan payudara

Sel payudara normal kadang-kadang dapat mengalami

abnormal. Perubahan ini dapat datang sebagai benjolan,

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 21/115

21

 penebalan, atau klasifikasi pada mammogram. Perubahan ini

dapat dilihat di bawah mikroskop jika biopsi dilakukan. Sel

 pembuluh payudara yang terlalu aktif dan muncul tidak biasa

mungkin menggambarkan suatu jenis kanker (Winarto., Vivi,

K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).

f). Riwayat menstruasi

Wanita tidak dapat mengendalikan jumlah estrogen

yang diproduksi ovarium setiap waktu. Seorang wanita yang

masih muda mendapat periode menstruasi pertama atau

terlambat menopause akan mengakibatkan jumlah estrogen dan

hormon lain yang diproduksi ovarium didapat lebih banyak.

Wanita yang mendapat periode menstruasi pertama sebelum

usia 12 tahun atau menopause setelah usia 55 tahun, berisiko

terkena kanker payudara lebih tinggi daripada wanita dengan

lebih sedikit mendapat hormon yang diproduksi ovarium

(Indrati, 2005).

f). Terapi radiasi pada dada sebelum usia 30 tahun

Wanita yang mengalami terapi radiasi pada dadanya

sebelum usia 30 tahun dan khususnya selama masa remaja,

mungkin berisiko lebih tinggi berkembangnya kanker payudara

(Price & Lorraine, 2005).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 22/115

22

g). Kepadatan payudara

Wanita dengan payudara yang padat, mengandung

lebih banyak kelenjar dan jaringan penyambung, berisiko

terkena kanker payudara. Estrogen membuat jaringan payudara

lebih padat. Hubungan antara kepadatan payudara dan kanker

 payudara dikaitkan dengan tingkat estrogen dalam tubuh

(Winarto., Vivi, K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S.,

2007).

h). Terpapar DES (Dietyilstilbestrol)

DES merupakan hormon buatan seperti estrogen yang

digunakan dimasa lalu untuk menolong wanita mencegah

keguguran. Anak perempuan yang menggunakan DES berisiko

terkena kanker. Obat ini kemungkinan juga meningkatkan

risiko kanker payudara pada wanita yang menggunakannya

dan anak perempuan yang terpaparnya (Winarto., Vivi, K.,

Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).

i). Kehamilan terlambat atau tidak hamil

Wanita yang mempunyai masa kehamilan pertama

 penuh setelah usia 30 tahun dan wanita yang tidak hamil,

 berisiko terkena kanker payudara lebih tinggi daripada wanita

yang melahirkan lebih dini. Masa kehamilan penuh yang

menghentikan siklus menstruasi selama 9 bulan, menawarkan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 23/115

23

 proteksi melawan kanker payudara (Winarto., Vivi, K., Erna,

C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).

2). Faktor risiko yang dapat dikendalikan

a). Merokok

Merokok dapat menyebabkan banyak penyakit dan

dihubungkan dengan risiko yang meningkat berkembangnya

kanker payudara. Wanita yang merokok akan memiliki tingkat

metabolisme estrogen lebih tinggi dibanding yang tidak

merokok. Kebiasaan merokok akan meningkatkan risiko

kanker payudara sebanyak 2,4 kali dibanding yang tidak

merokok (Indrati, 2005). Hasil penelitian Bennike Kim et al  

(1995) dalam Indrati (2005) menunjukkan bahwa wanita yang

merokok sigaret >20 tahun terdapat peningkatan risiko untuk

terkena kanker payudara dan hubungan ini signifikan.

 b). Olahraga

Setiap waktu olahraga dapat menurunkan tingkat

estrogen dalam tubuh. Estrogen yang berkurang menyebabkan

stimulasi pertumbuhan sel payudara akan berkurang. Olahraga

akan meningkatkan fungsi kekebalan yang dihubungkan

dengan rendahnya lemak tubuh dan efek tingkat hormon yang

semuanya berhubungan dengan kanker payudara. Wanita yang

secara rutin melakukan aktifitas fisik atau olahraga memiliki

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 24/115

24

risiko lebih rendah dibanding yang tidak melakukan aktivitas

fisik (Indrati, 2005).

c). Kegemukan

Kegemukan dapat meningkatkan risiko terkena kanker

 payudara. Sel lemak ekstra membuat estrogen ekstra

merangsang pertumbuhan sel payudara. Risiko pada

kegemukan akan meningkat karena terjadi peningkatan sintesis

estrogen pada timbunan lemak yang berpengaruh terhadap

 proses proliferasi jaringan payudara (Colditz, 2000 dalam

Indrati, 2005).

d). Menyusui

Menyusui dapat menurunkan risiko kanker payudara.

Sel payudara tidak dapat menyebabkan masalah seperti kanker

saat sel payudara matang dan melakukan tugasnya (Winarto.,

Vivi, K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007). Rasjidi

(2009) menjelaskan, proses menyusui mempunyai efek

 protektif terhadap kanker payudara karena adanya penurunan

level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama

menyusui. Risiko kanker menurun 4,3% setiap tahunnya pada

wanita yang menyusui.

e). Alkohol

Penggunaan alkohol yang signifikan tidak baik untuk

hati yang membantu mengatur tingkat estrogen dalam sistem

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 25/115

25

tubuh. Pembatasan alkohol membantu menjaga tingkat

estrogen darah tetap rendah (Winarto., Vivi, K., Erna, C.,

Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).

f). Stres

Santai dapat memperkuat sistem imun. Sistem imun

yang kuat akan lebih mudah melawan penyakit. Wanita

dalam kelompok dukung kanker payudara mempunyai

kualitas hidup lebih baik daripada yang tidak bergabung

dalam kelompok sejenis. Daya dukungan menjadi cara dalam

menurunkan stres dan membuat orang terhubung, tidak

sendiri dalam perjuangan melawan kanker (Winarto., Vivi,

K., Erna, C., Heri, J., dan Nurrohman, S., 2007).

c). Manifestasi klinis

Kanker payudara dapat terjadi di bagian mana saja dalam

 payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar dimana

sebagian besar jaringan payudara terdapat. Kanker payudara umum

terjadi pada payudara sebelah kiri. Umumnya lesi tidak terasa nyeri,

terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur. Keluhan nyeri

yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi saat

menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak.

 Nyeri yang jelas pada bagian yang ditunjuk dapat berhubungan

dengan kanker payudara pada kasus yang lebih lanjut (Smeltzer &

Bare, 2002).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 26/115

26

Meningkatnya penggunaan mammografi pada wanita lebih

 banyak mencari bantuan medis pada penyakit tahap awal. Wanita ini

 bisa saja tidak mempunyai gejala dan tidak mempunyai benjolan

yang tidak dapat diraba, tetapi lesi abnormal dapat terdeteksi pada

 pemeriksaan mammografi (Smeltzer & Bare, 2002).

Faktanya, banyak wanita dengan penyakit lanjut mencari

 bantuan medis setelah mengabaikan gejala yang dirasakan. Mereka

 baru mencari bantuan medis setelah tampak  peau d’orange  pada

kulit payudaranya, yaitu kondisi yang disebabkan oleh obstruksi

sirkulasi limfatik dalam lapisan dermal. Retraksi puting susu dan lesi

yang terfiksasi pada dinding dada dapat juga dijadikan bukti.

Metastasis ke kulit dapat dimanifestasikan oleh lesi yang mengalami

ulserasi dan berjamur. Tanda-tanda dan gejala klasik ini jelas

mencirikan adanya kanker payudara pada tahap lanjut (Smeltzer &

Bare, 2002).

d. Perkembangan Kanker Payudara

1). Tipe kanker payudara

Tipe kanker payudara antara lain (Smeltzer & Bare,

2002):

a). Karsinoma duktal menginfiltrasi

Merupakan tipe histologis yang paling umum, 75% dari

semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena

keras saat dipalpasi. Kanker jenis ini biasanya bermetastasis

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 27/115

27

ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dibanding dengan

tipe kanker lainnya.

 b). Karsinoma lobular menginfiltrasi

Merupakan tipe kanker yang jarang terjadi, 5% dari 10%

kanker payudara. Tumor ini biasanya terjadi pada area

 penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibandingkan

dengan tipe duktal menginfiltrasi. Tipe ini lebih umum

multisentris, dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah

satu atau kedua payudara.

c). Karsinoma medular

Menempati sekitar 6% dari kanker payudara dan tumbuh

dalam kapsul di dalam duktus. Tipe tumor ini dapat menjadi

 besar tetapi meluas dengan lambat, sehingga prognosisnya

sering kali lebih buruk.

d). Kanker musinus

Menempati sekitar 3% dari kanker payudara. Kanker ini

mempunyai prognosis yang lebih baik dari lainnya.

e). Kanker duktal-tubular

Kanker ini jarang terjadi, menempati sekitar 2% dari kanker.

Prognosisnya sangat baik, karena metastasis aksilaris secara

histologi tidak lazim.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 28/115

28

f). Karsinoma inflamatori

Tipe kanker payudara yang jarang (1% sampai 2%) dan

menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dari kanker

 payudara lainnya. Tumor ini sangat nyeri dan nyeri tekan,

 payudara secara abnormal keras dan membesar. Kulit di atas

tumor ini merah dan agak hitam. Sering terjadi edema dan

retraksi puting susu.

g). Penyakit paget payudara

Merupakan tipe kanker payudara yang jarang terjadi. Gejala

yang sering timbul adalah rasa terbakar dan gatal pada

 payudara. Massa tumor sering tidak teraba.

h). Karsinoma payudara insitu

Penyakit ini ditandai dengan proliferasi sel-sel maligna di

dalam duktus dan lobulus, tanpa invasi ke dalam jaringan

sekitarnya. Terdapat dua tipe karsinoma in situ: duktal dan

lobular. Karsinoma duktal in situ (DCIS) secara histologis

dibagi menjadi dua subtipe mayor: komedo dan non komedo.

Pengobatan yang paling umum adalah mastektomi dengan

angka pertumbuhan 99%. Terapi konservatif payudara adalah

 pilihan yang masuk akal yang mungkin dipertimbangkan

untuk lesi setempat. Karsinoma lobular in situ (LCIS)

ditandai dengan proliferasi sel-sel di dalam lobulus payudara.

LCIS merupakan temuan insidental, yang umumnya terletak

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 29/115

29

dalam area multisenter penyakit dan jarang berhubungan

dengan kanker invasif. Penyakit ini terjadi lebih sering pada

wanita berusia lebih muda.

2). Stadium kanker

Rasjidi (2009) menyebutkan tahapan atau stadium

kanker payudara sebagai berikut:

a). Stadium 0

Tahap sel kanker payudara tetap di dalam kelenjar payudara,

tanpa invasi ke dalam jaringan payudara normal yang

 berdekatan.

 b). Stadium I

Benjolan kanker tidak melebihi dari 2 cm dan tidak menyebar

keluar dari payudara. Perawatan sistematis akan diberikan

 pada kanker stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker

tidak menyebar dan tidak berlanjutan.

c). Stadium II A

Tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker

ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan

ukuran 2 cm atau kurang dan telah menyebar ke kelenjar

getah bening ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 2 cm

tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke

kelenjar getah bening ketiak.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 30/115

30

c). Stadium II B

Tumor lebih besar dari 2 cm, tetapi tidak ada yang lebih besar

dari 5 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening

ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi belum

menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Stadium ini perlu

dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada

 pada seluruh bagian penyebaran dan setelah operasi perlu

dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel

kanker yang tertinggal.

d). Stadium III A

Tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di

kelenjar getah bening ketiak yang melekat bersama atau

dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar

getah bening di dekat tulang dada, atau tumor dengan ukuran

 berapapun dimana kanker telah menyebar ke kelenjar getah

 bening ketiak, terjadi perlekatan dengan struktur lainnya.

e). Stadium III B

Kanker sudah menyusup ke luar dari bagian payudara yaitu

ke kulit, dinding dada, tulang rusuk, dan otot dada. Perlu

dilakukan pengangkatan payudara pada stadium ini.

f). Stadium IV

Sel-sel kanker sudah mulai menyerang bagian tubuh lainnya

seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit dan kelenjar limfa

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 31/115

31

yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus

dilakukan adalah pengangkatan payudara.

Berdasarkan data PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah

Onkologi Indonesia) dalam Rasjidi (2009) didapatkan data rata-

rata prognosis harapan hidup (survival rate)  penderita kanker

 payudara per stadium sebagai berikut:

a). Stadium 0 : 10 tahun dengan harapan hidup 98%.

 b). Stadium I : 5 tahun dengan harapan hidup 85%.

c). Stadium II : 5 tahun dengan harapan hidup 60-70%.

d). Stadium III : 5 tahun dengan harapan hidup 30-50%.

e). Stadium IV : 5 tahun dengan harapan hidup 5%.

3). Klasifikasi TNM

Sistem TNM (Tumor Nodus Metastasis) dipublikasikan

untuk mengklasifikasikan kanker berdasarkan pada morfologi

tumor yang akan menentukan prognosis yaitu ukuran dari tumor

(T), ada atau tidaknya keterlibatan kelenjar limfe (N), dan adanya

metastasis (M).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 32/115

32

Tabel 2.1 Klasifikasi TNM (Tumor Nodus Metastasis)

Klasifikasi DefinisiTTx

ToTis

Tis (DCIS)Tis (LCIS)Tis (Paget)

T1T2 mic

TiaTib

TicT2T3

T4

T4a

T4b

T4cT4d

 N Nx

 N0 N1

 N2

 N3

MMx

M0M1

Tumor primerTumor primer tidak didapatkan

Tidak ada bukti adanya tumor primer.Karsinoma in situ Duktal karsinoma in situLobular karsinoma in situ Paget’s desease tanpa adanya tumor.Ukuran tumor < 2 cmMikroinvasif > 0,1 cm

Tumor > 0,1cm - < 0,5 cmTumor > 0,5 cm - < 1 cm

Tumor > 1 cm - < 2 cmTumor > 2 cm - < 5 cmTumor > 5 cm

Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya perlekatan pada dinding thoraks atau kulit.Melekat pada dinding dada tidak termasuk  M. Pectoralis major.Edema (termasuk  peau d’orange) atau ulserasi pada

kulit, atau adanya nodul satelit pada payudara.Gabungan antara T4a dan T4b. Inflammatory carsinoma

Kelenjar limfe regionalKelenjar limfe regional tidak didapatkan.

Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe.Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral , bersifat

mobile. Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral   tidak bisadigerakkan.

Metastasis pada kelenjar limfe infraclavicular , ataumengenai kelenjar mammae  interna, atau kelenjar

limfe supraclavicular.MetastasisMetastasis jauh tidak didapatkan.

Tidak ada bukti adanya metastasis.Didapatkan metastasis yang telah mencapai organ.

( International Union Against Cancer , 1958; dalam Rasjidi, 2009).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 33/115

33

Tabel. 2.2 Stadium klinis kanker payudara menggunakan

klasifikasi TNM

Stadium UkuranTumor

MetastasisKelenjar Limfe

Metastasis Jauh

0I

IIa

IIb

IIIa

IIIb

IV

TisT1T0T1T2T2T3T0T1T2T3T4

T apapunT apapun

 N0 N0 N1 N1 N0 N1 N0 N2 N2 N2

 N1,N2 N3

 N apapun N apapun

M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M1

Sumber: Sistem penentuan stadium international Union Against

Cancer dan  American Joint Committee for Cancer and End

 Result Reporting  (Gant & Cunningham, 2010).

e.  Upaya Pencegahan

Rasjidi (2009) menyebutkan upaya-upaya yang dilakukan

untuk mencegah timbulnya kanker payudara yaitu:

1). Pencegahan primer

Pencegahan  primer pada kanker payudara adalah salah

satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang

sehat melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada

 berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.

Pencegahan primer berupa pemeriksaan SADARI (pemeriksaan

 payudara sendiri) yang dilakukan secara rutin sehingga bisa

memperkecil faktor risiko terkena kanker payudara.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 34/115

34

Hall et al  (2013) mengungkapkan bahwa kematian akibat

kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan

 pemeriksaan SADARI dibandingkan yang tidak. Sensitivitas

SADARI untuk mendeteksi kanker payudara sebanyak 26%.

2). Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang

memiliki risiko terkena kanker payudara. Pencegahan sekunder

dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Deteksi dini dapat

dilakukan melalui skrining dengan mammografi.

Skrining melalui mammografi memiliki akurasi 90% dari

semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-

menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan

salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara.

3). Pencegahan tertier

Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang

 positif menderita kanker payudara. Pencegahan tertier sangat

 penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, mencegah

komplikasi penyakit, dan meneruskan pengobatan. Penanganan

yang tepat untuk penderita kanker payudara yang sesuai dengan

stadiumnya dapat memperpanjang harapan hidup penderita dan

mengurangi kecacatan.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 35/115

35

f.  Pengobatan

Saifuddin (2006) menjelaskan beberapa pengobatan kanker

 payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik

 penyakit meliputi:

1). Mastektomi

Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3

 jenis mastektomi:

a).  Modified radical mastectomy, yaitu operasi pengangkatan

seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang

selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.

 b). Total mastectomy,  yaitu operasi pengangkatan seluruh

 payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.

c). 

 Radical mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari

 payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan

hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan

seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian

kemoterapi.

2). Radiasi

Radiasi merupakan proses penyinaran pada daerah yang

terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma

yang bertujuan untuk membunuh sel kanker yang masih tersisa di

 payudara setelah operasi. Efek pengobatan ini adalah tubuh

menjadi lemah, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam,

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 36/115

36

nafsu makan berkurang, hemoglobin dan leukosit cenderung

menurun.

3). Terapi hormon

Terapi hormon adalah bentuk pengobatan seluruh tubuh

yang sangat efektif untuk menurunkan risiko reseptor hormon

 positif kanker payudara datang kembali atau berkembang. Terapi

hormon dapat digunakan untuk menurunkan risiko kanker

 payudara jika berisiko tinggi, pada kanker payudara non-invasif

digunakan untuk menurunkan risiko kanker datang kembali,

 penyakit metastatik (lanjutan), pada kanker payudara invasif

digunakan untuk menyusutkan tumor besar, dan menurunkan

risiko kanker datang kembali setelah pengobatan pertama kanker

 payudara (operasi, kemoterapi,dan radiasi).

4). Terapi bertarget

Terapi kanker bertarget merupakan pengobatan kanker

yang menetapkan sasaran ciri khusus sel kanker seperti protein

dan enzim. Terapi bertarget tidak membahayakan sel sehat atau

normal. Terapi bertarget berupa antibodi yang bekerja seperti

antibodi yang dibuat sistem imun. Terapi bertarget disebut juga

terapi bertarget imun.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 37/115

37

5). Kemoterapi

a). Definisi

Berbeda dengan terapi radiasi dan pembedahan,

kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan

obat-obatan atau hormon. Kemoterapi adalah proses pemberian

obat-obatan anti kanker atau sitokina dalam bentuk pil cair,

atau kapsul, atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel

kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di

seluruh tubuh.

 b). Kinetika sel

Rasional pemberian kemoterapi sebagai pengobatan

kanker adalah untuk kemampuan membunuh sel kanker secara

selektif. Pemberian kemoterapi dengan dosis tinggi dan

intermitten secara substansial lebih efektif daripada pemberian

dengan dosis rendah. Obat-obatan kemoterapi bekerja

 berdasarkan kinetika sel. Obat tersebut membunuh sel

 berdasarkan fraksi sel yang konstan bukan jumlah sel yang

konstan.

Pemberian kemoterapi yang pertama dapat membunuh

2-4 log sel, bila pada satu populasi sel kanker sebanyak 102 

(1kg tumor) diberikan dosis tunggal kemoterapi, sebagian

 besar sel kanker hilang, tetapi tidak dapat menghilangkan

tumor tersebut secara tuntas, sehingga diperlukan pemberian

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 38/115

38

kemoterapi ulangan secara intermitten. Konsep bahwa

kemoterapi membunuh sel secara logistik juga merupakan

dasar dari pemberian kemoterapi secara kombinasi dan

adjuvan. Kemoterapi adjuvan bertujuan untuk mengeradikasi

massa tumor yang subklinis 104  sel yang tidak mungkin

terdeteksi pasca pembedahan. Kemoterapi akan bekerja secara

efektif, jika jumlah sel kanker relatif sedikit. Setiap sel yang

membelah diri akan mengikuti pola replikasi sel yang disebut

waktu generasi yang terdiri atas lima fase berikut ini:

(1). Fase G1 (diproduksi enzim untuk sintesis DNA dan RNA

 berlangsung kira-kira 4-24 jam).

(2). Fase S (terjadi sintesis DNA kira-kira 10-20 jam).

(3). 

Fase G2 (terjadi sintesis DNA dan protein seluler 2-10

 jam), selanjutnya masuk ke fase M.

(4). 

Fase M (terjadi mitosis sel 0,5-1 jam), lanjut masuk G2.

(5). 

Fase G0 (sel-sel yang tidak aktif akan masuk ke fase G0).

Populasi sel berada dalam fase G0 pada jaringan normal.

c). Mekanisme kerja obat kemoterapi terhadap kanker

Tujuan penggunaan obat kemoterapi ialah untuk

mencegah atau menghambat multiplikasi sel kanker dan

menghambat invasi serta metastase. Proliferasi merupakan

 proses yang terjadi pada beberapa sel organ normal.

Kemoterapi juga berefek toksik terhadap sel-sel normal

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 39/115

39

terutama pada jaringan-jaringan yang mempunyai siklus sel

yang cepat seperti sumsum tulang, epitel mukosa, dan folikel

rambut.

Kemoterapi yang ideal harus mempunyai efek

menghambat yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker

dan mempunyai efek minimal terhadap jaringan tubuh yang

normal. Proses inhibisi proliferasi sel dan pertumbuhan kanker

dapat terjadi pada beberapa tingkat proses dalam sel sintesis

makromolekuler, organ dalam sitoplasma, dan fungsi sintesis

membran. Kebanyakan obat sitotoksik mempunyai efek yang

utama pada proses sintesis dan fungsi makroseluler, yaitu pada

 proses sintesis DNA, RNA, atau protein, atau mempengaruhi

kerja molekul tersebut. Proses ini cukup menimbulkan

kematian sel. Sel yang mati pada setiap pemberian kemoterapi

hanya proporsional, oleh karena itu kemoterapi harus diberikan

 berulang kali secara terus-menerus untuk mengurangi populasi

sel.

d). Spesifitas kemoterapi terhadap fase dan siklus sel

Kemoterapi digolongkan berdasarkan mekanisme kerja

obat pada siklus sel.

(1). Obat kemoterapi fase spesifik

Obat golongan ini sangat aktif membunuh sel yang berasal

dari fase tertentu dari siklus sel. Sifat obat ini adalah

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 40/115

40

terdapat limitasi daya bunuh obat pada satu kali

 pemberian. Obat ini harus bekerja pada salah satu fase

siklus sel saja, sehingga peningkatan dosis tidak akan

meningkatkan proporsi sel yang terbunuh. Sel-sel yang

terbunuh akan meningkat bila pemberian obat dalam

waktu panjang atau diberikan berulang.

(2). Obat kemoterapi spesifik siklus sel

Obat golongan ini aktif bekerja pada sel yang aktif dalam

siklus sel, tetapi tidak bekerja pada salah satu fase yang

spesifik. Golongan ini adalah golongan alkil, antibiotik

antitumor.

(3). Obat-obat non spesifik siklus sel

Bekerja efektif pada setiap sel, tidak bergantung pada

siklus tempat sel tersebut berada, dan bekerja pada sel-sel

yang berada pada fase G0.

e). Klasifikasi kemoterapi

(1). 

Siklus sel spesifik

Terdiri dari alkylating agent  dan produk alami. Alkylating

agent terdiri dari nitrogen mustard (klorambusil,

siklofosfamid, melfalan), alkil sulfonat (busulfan), triazin

logam berat (dekarbazen, sisplatin, karboplatin). Produk

alami terdiri dari antibiotik antitumor (daktinomisin,

danorubisin, doksorubisin, idarubisin).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 41/115

41

(2).  Siklus sel non spesifik terdiri dari nitrogen mustard,

nitrosurea, metkloretamin, karmustin.

f). Kemoterapi kombinasi

Pemberian obat sitotoksik tunggal dengan dosis yang

masih dapat ditoleransi secara klinis tidak dapat digunakan

untuk mengobati kanker, kecuali pada koriokarsinoma dan

limfoma burkit. Tujuan dari kemoterapi kombinasi adalah

memperbaiki laju respon dan daya ketahanan hidup.

Kemoterapi kombinasi memberi beberapa keuntungan yaitu

 pemusnahan sel-sel kanker dapat terjadi secara maksimal

dengan kisaran toksisitas yang masih dapat ditoleransi oleh

tubuh klien, lebih luasnya kisaran interaksi antara obat dan sel

tumor dengan abnormalitas genetik yang berbeda pada

 populasi tumor yang heterogen, dapat memperlambat

tumbuhnya resistensi obat selular (Sudoyo, A. W., Bambang,

S., Idrus, A., Marcellus, S. K., dan Siti., S., 2009).

g). Efek samping kemoterapi

Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya

membelah, terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel

tubuh normal yang juga mempunyai sifat cepat membelah

seperti rambut, mukosa, sumsum tulang, kulit, dan sperma.

Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti

 jantung, hati, ginjal, dan sistem saraf. Berikut akan dibahas

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 42/115

42

 beberapa efek samping kemoterapi yang sering ditemui pada

 pasien kanker (Sudoyo, A. W., Bambang, S., Idrus, A.,

Marcellus, S. K., dan Siti., S., 2009).

(1). Supresi sumsum tulang

Trombositopenia, anemia,  dan leukopenia adalah

efek samping yang terjadi akibat kemoterapi. Sebagian

 besar pengobatan standar dirancang sesuai dengan kinetika

 pemulihan sumsum tulang setelah paparan kemoterapi.

Beberapa tahun terakhir mulai diberikan faktor perangsang

koloni makrofag dan faktor perangsang koloni granulosit.

Faktor pertumbuhan ini mempunyai peran penting dalam

 pemberian dosis intensif kemoterapi dengan mencegah

leukopenia sehingga mengurangi insiden infeksi dan

lamanya rawat inap.

(2). Mukositis

Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut

(stomatitis), lidah (glossitis), tenggorok (esofagitis), usus

(enteritis), dan rektum (proktitis). Umumnya mukositis

terjadi pada hari ke 5-7 setelah kemoterapi. Satu kali

mukositis muncul, siklus berikutnya akan terjadi mukositis

kembali, kecuali jika obat diganti atau dosis diturunkan.

Mukositis dapat menyebabkan infeksi sekunder, asupan

nutrisi yang buruk, dehidrasi, penambahan lama waktu

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 43/115

43

 perawatan, dan peningkatan biaya perawatan. Kebersihan

mulut harus dijaga untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder akibat mukositis.

(3). Mual dan muntah

Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari

sel-sel mukosa yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat

terjadi secara akut dalam 0-24 jam setelah kemoterapi,

atau tertunda, 24-96 jam setelah kemoterapi.

(4). Diare

Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel

saluran cerna sehingga absorpsi tidak adekuat. Obat

golongan antimetabolit yang sering menimbulkan diare.

Pasien dianjurkan makan rendah serat, tinggi protein, dan

minum cairan yang banyak. Obat anti diare juga dapat

diberikan.

(5). Alopesia

Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi

akibat letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan

total akan terjadi setelah terapi dihentikan. Rambut

tumbuh kembali pada saat terapi masih berlangsung, ini

terjadi pada beberapa pasien. Tumbuhnya kembali

merefleksikan proses proliferatif kompensatif yang

meningkatkan jumlah sel-sel induk atau mencerminkan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 44/115

44

 perkembangan resistensi obat pada jaringan normal.

(6). Infertilitas

Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium

merupakan hal yang rentan terhadap efek toksis obat

antikanker. Pria yang mendapati kemoterapi seringkali

 produksi spermanya menurun. Biopsi testis menunjukkan

hilangnya sel-sel germinal pada tubulus seminiferus, hal

ini disebabkan karena efek obat terhadap sel-sel yang

 berploriferasi cepat. Efek antispermatogenetik ini dapat

 pulih kembali setelah kemoterapi dosis rendah, tetapi

 beberapa pria mengalami infertilitas yang menetap.

Kemoterapi seringkali menyebabkan perempuan

 pramenopause atau mengalami penghentian menstruasi

sementara atau menetap dan timbulnya gejala-gejala

menopause. Hilangnya efek ini sangat bergantung pada

umur, jenis obat yang digunakan, serta lama, dan intensitas

kemoterapi.

g. 

Komplikasi penyakit kanker payudara

Komplikasi penyakit kanker payudara metastatik diantaranya

metastase (otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra iga, tulang

 panjang), fibrosis payudara, gangguan neurovaskuler, dan kematian

(Sjamsuhidayat dan Jong, 2004). Smeltzer & Bare (2002)

menyatakan potensial komplikasinya dapat mencakup limfedema

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 45/115

45

yang terjadi jika saluran limfe yang menjamin aliran balik limfe

 bersirkulasi umum tidak berfungsi dengan kuat, jika nodus aksilaris

dan sistem limfe diangkat maka sistem kolater dan auksilaris harus

mengambil alih mereka. Limfedema biasanya dapat dicegah dengan

meninggikan setiap sendi lebih tinggi dari sendi yang lebih

 proksimal. Metastase dapat terjadi ke tulang belakang, mungkin

terjadi kompresi medula spinalis. Metastase otak terjadi kira-kira

30% pada pasien dengan penyakit metastatik, ini dapat mengganggu

 baik secara fisik ataupun secara psikologi bagi penderita.

h.  Prognosis kanker payudara

Beberapa gambaran kanker payudara dapat menunjang

 prognosisnya. Diagnosis hampir 45% dari pasien membuktikan

adanya penyebaran regional atau metastasis. Rute yang paling sering

dari penyebaran regional adalah ke nodus limfe aksilaris.

Kelangsungan hidup bergantung pada penyebaran regional dari

 penyakit. Misalnya angka bertahan 5 tahun secara keseluruhan lebih

dari 90% jika tumor tetap terdapat dalam payudara, bila kanker

menyebar sampai pada nodus regional, angka bertahan 5 tahun

secara keseluruhan turun menjadi < 60%. Metastasis jauh dapat

mengenai sembarang organ, tetapi tempat yang paling umum adalah

tulang (70%), paru-paru (69%), hepar (65%), pleura (51%), adrenal

(49%), kulit (30%), dan otak (20%). Nodus limfe yang terkena,

 bukti-bukti metastasis, tipe histologis, dan pengukuran lainnya

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 46/115

46

membantu dalam menentukan prognosis (Smeltzer & Bare, 2002).

2. 

Dampak Psikologis Pasien Kanker Payudara

a. 

Definisi dampak psikologis

Dampak psikologis adalah suatu bentuk perilaku positif

maupun negatif yang muncul dalam bentuk covert behavior (suatu

 bentuk reaksi berupa perilaku yang tidak dapat dilihat oleh orang

lain dan hanya muncul di dalam diri penderita) dan overt behavior

(bentuk perilaku yang dapat muncul dalam tindakan yang nyata)

sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja pada diri

seseorang (Wijayanti, 2007).

 b.  Macam-macam dampak psikologis pasien kanker payudara

Wijayanti (2007) menyebutkan beberapa dampak psikologis

 pasien kanker payudara diantaranya sebagai berikut:

1). Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah kondisi psikologis yang

disebabkan oleh gangguan motivasi, proses kognisi, dan emosi

sebagai hasil pengalaman di luar kontrol organisme.

Ketidakberdayaan pada penderita kanker payudara bisa terjadi

karena proses kognitif pada penderita yang berupa pikiran

 bahwa usahanya selama ini untuk memperpanjang hidupnya

atau mendapatkan kesembuhan, ternyata menimbulkan efek

samping yang tidak diinginkan (perasaan mual, rambut rontok,

diare kronis, kulit menghitam, pusing, dan kehilangan energi).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 47/115

47

Efek samping yang tidak diinginkan ini dapat muncul berupa

 proses emosi dimana penderita tersebut merasa bahwa mereka

hanya dijadikan sebagai objek uji coba dokter. Proses kognisi

dan emosi inilah seorang penderita melakukan suatu reaksi

 penolakan sebagai gangguan dalam hal motivasi.

Munculnya ketidakberdayaan ini mampu menimbulkan

suatu bentuk tingkah laku yang dapat dilihat oleh semua orang

(overt behavior). Bentuk tingkah laku ini bisa seperti marah dan

seolah mencoba mengontrol lingkungan untuk menerima

keberadaan mereka. Ketidakberdayaan dapat meyebabkan

 penderita kanker payudara mengalami dampak psikologis lain

yaitu depresi (Wijayanti, 2007).

2). 

Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan psikologis yang disebabkan

oleh adanya rasa khawatir yang terus-menerus ditimbulkan oleh

adanya inner conflict . Dampak kecemasan yang muncul pada

 penderita kanker payudara adalah berupa rasa takut bahwa

usianya akan singkat (berkaitan dengan inner conflict). Inner

conflict  berupa kegiatan untuk menjalani pengobatan agar bisa

sembuh tetapi tidak mau menerima adanya risiko bagi

 penampilannya. Risiko disini dapat berupa rambut rontok dan

kulit menghitam akibat kemoterapi, atau hilangnya payudara

akibat operasi pengangkatan. Kecemasan dapat digolongkan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 48/115

48

dalam bentuk covert behavior , karena merupakan keadaan yang

ditimbulkan dari proses inner conflict.

Kecemasan dapat pula muncul sebagai reaksi terhadap

diagnosis penyakit parah yang dideritanya. Sebagai perempuan

yang awalnya merasa dirinya sehat, tiba-tiba diberitahu bahwa

dirinya mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tentu

saja muncul penolakan yang berupa ketidakpercayaan terhadap

diagnosa. Penolakan yang penuh kecemasan ini terjadi karena

mungkin ia memiliki banyak rencana akan masa depan, ada

harapan pada kemajuan kesehatannya, dan itu seolah terhempas.

3). Rasa malu

Rasa malu merupakan suatu keadaan emosi yang

kompleks karena mencakup perasaan diri yang negatif. Perasaan

malu pada penderita kanker payudara muncul karena ada

 perasaan dimana ia memiliki mutu kesehatan yang rendah dan

kerusakan dalam organ payudara.

4). 

Harga diri

Sebagai penderita penyakit terminal seperti kanker

 payudara, disebutkan bahwa pada diri penderita mengalami

 perubahan dalam konsep diri. Harga diri merupakan bagian dari

konsep diri, maka bila konsep diri menurun diartikan bahwa

harga dirinya juga menurun. Terjadinya penurunan harga diri

sejalan dengan memburuknya kondisi fisik, yaitu pasien tidak

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 49/115

49

dapat merawat diri sendiri dan sulit menampilkan diri secara

efektif. Ancaman paling berat pada psikologisnya adalah

kehilangan harga diri. Penurunan dan kehilangan harga diri ini

merupakan reaksi emosi yang muncul pada perasaan penderita

kanker payudara.

5). 

Stres

Stres yang muncul sebagai dampak pada penderita

kanker payudara memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap

 stressor. Stressor dalam hal ini adalah penyakit kanker

 payudara. Stres yang muncul ini merupakan bentuk manifestasi

 perilaku yang tidak muncul dalam perilaku yang nampak (covert

behavior). Stres ini dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya

adalah dukungan sosial. Dukungan sosial sangat berguna untuk

menjaga kesehatan seseorang dalam keadaan stres.

6). 

Depresi

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

 penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu

makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa, dan

tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Salah satu akibat dari

kecemasan yang berupa usianya akan singkat, menjadikan

 perasaan putus asa dalam diri penderita kanker payudara.

Ketidakberdayaan yang menjadi dampak psikologis memicu

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 50/115

50

timbulnya perasaan depresi. Penderita kanker payudara

umumnya mengalami depresi dan hal ini tampak nyata terutama

disebabkan karena rasa nyeri yang tidak teratasi dengan gejala

sebagai berikut:

a). 

Penurunan gairah hidup, perasaan menarik diri,

ketidakkemampuan, dan gangguan harga diri.

 b). Somatis berupa berat badan menurun drastis dan insomnia.

c). Rasa lelah dan tidak memiliki daya kekuatan.

7). Amarah dan marah

Seseorang yang mengalami reaksi fisiologis, dapat

muncul suatu ekspresi emosional tidak sengaja yang disebabkan

oleh kejadian yang tidak menyenangkan dan disebut sebagai

amarah. Semua suasana sensori ini dapat berpadu dalam pikiran

orang dan membentuk suatu reaksi yang disebut marah. Reaksi

amarah yang muncul ini tentu saja dapat terjadi pada penderita

kanker payudara, karena suatu penyakit merupakan suatu hal

yang tidak menyenangkan. Munculnya reaksi marah pada

 penderita kanker payudara dapat muncul karena perasaan bahwa

 banyak kegiatan hariannya yang diinterupsi oleh penyakit yang

membuatnya tidak berdaya. Reaksi marah yang muncul bisa

 berupa reaksi motorik (overt behavior) seperti tangan mengepal,

 perubahan raut muka seperti alis mengkerut.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 51/115

51

3.  Harga Diri

a. 

Definisi harga diri

Branden (2004) berpendapat bahwa perilaku seseorang

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkat harga diri yang

dimilikinya. Harga diri adalah keyakinan dalam diri, bahwa individu

mampu memiliki kemampuan untuk berpikir dan menghadapi

tantangan hidup serta keyakinan akan adanya hak untuk meraih

kesuksesan, kebahagiaan, dan memperoleh kebutuhan atau

keinginan. Potter & Perry (2005) mendefinisikan harga diri adalah

 penerimaan personal karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas.

Rahmawati (2010) menyatakan, harga diri sebagai suatu penilaian

yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian

tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan

menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu,

 penting, berarti, berhasil, dan berharga. Harga diri diperoleh baik

dari diri sendiri maupun orang lain yaitu dengan cara dicintai,

dihormati, dan dihargai. Steinberg (2002) dalam Sudrajat (2012)

mengungkapkan harga diri merupakan gambaran mengenai seberapa

 positif atau negatif individu menilai dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga

diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri, sejauh mana

individu menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan,

 berarti, berharga, dan kompeten.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 52/115

52

 b.  Proses terbentuknya harga diri

Proses terbentuknya harga diri diawali dengan penilaian

individu terhadap dirinya sendiri yang merupakan hasil interpretasi

subjektif individu terhadap umpan balik yang berarti dalam

kehidupannya (teman sebaya atau orang tua) dan perbandingan

dengan standar atau nilai kelompok atau budaya. Perlakuan dan

 penilaian orang tua pada masa-masa sebelumnya juga akan

mempengaruhi harga diri individu pada masa akhir. Harga diri

mengandung pengertian “apa dan siapa diri saya” segala sesuatu

yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian

 berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Atribut-atribut yang

melekat dalam diri individu akan mendapat  feedback  dari orang lain

dalam proses interaksi yang merupakan proses dimana individu

menguji  performance, kapasitas, dan atribut-atribut dirinya yang

memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari

masyarakat, sehingga terbentuk gambaran diri (Sudrajat, 2012).

c. 

Komponen-komponen harga diri

Coopersmith (1967) dalam Sudrajat (2012) mengemukakan

aspek-aspek yang terkandung dalam harga diri meliputi 4 komponen

yaitu:

1).   Power  (Kekuasaan)

Kekuasaan dalam arti kemampuan untuk bisa mengatur dan

mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 53/115

53

Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa

hormat yang diterima individu dari orang lain dan besarnya

sumbangan dari pikiran atau pendapat.

2). Significance (Keberartian)

Keberartian yaitu adanya kepedulian dan perhatian yang

diterima individu dari orang lain, hal ini merupakan

 penghargaan, menarik minat dari orang lain, penerimaan dan

 popularitasnya. Keadaan tersebut ditandai dengan kehangatan,

keikutsertaan, perhatian, kesukaan orang lain terhadapnya.

3). Virtue (Kebajikan)

Kebajikan yaitu kemampuan mentaati standar moral dan etika,

ditandai dengan ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang

harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang diperbolehkan

atau diharuskan oleh moral, etika, dan agama.

4). Competence (Kemampuan)

Kemampuan dalam arti sukses menuruti tuntutan prestasi

ditandai dengan keberhasilan individu dalam mengerjakan

 bermacam-macam tugas dengan baik dari level yang tinggi dan

usia yang berbeda.

d.  Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri

Kozier., Erb., Berman., & Snyder (2010) menyebutkan ada

empat elemen yang berhubungan dengan harga diri, yaitu:

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 54/115

54

1). Orang-orang yang berarti

Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok

yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri

selama tahap kehidupan tertentu. Termasuk orang-orang yang

 berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, dan

sebagainya.

2). Harapan akan peran sosial

Individu sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum

yang berkenaan dengan peran spesifiknya. Masyarakat memiliki

 peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang

 berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial.

3). Krisis setiap perkembangan psikososial

Individu akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya.

Individu yang gagal dalam menyelesaikan krisis tersebut dapat

menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga

dirinya.

4). 

Gaya penanggulangan masalah

Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang

mengakibatkan stres merupakan hal yang penting dalam

menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi dan

menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat, atau

menurun.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 55/115

55

Wijayanti (2007) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi penurunan harga diri penderita kanker payudara

yaitu:

1). 

Faktor internal seperti gejala kanker payudara, memburuknya

kondisi fisik (tidak dapat merawat diri sendiri, sulit

menampilkan diri secara efektif, perasaan tidak normal yang

muncul akibat kemoterapi, rasa nyeri dengan intensitas tinggi,

 perasaan pesimis saat mengalami penurunan berat badan),

 pengobatan yang belum maksimal, dan karakter yang ada pada

diri penderita.

2).  Faktor eksternal seperti diagnosa dokter, operasi, kemoterapi,

dan dukungan sosial.

e. 

Tingkatan harga diri

Umumnya harga diri hanya digolongkan menjadi harga diri

tinggi dan rendah. Coopersmith dalam Yanuar (2004), membagi

harga diri ke dalam tiga tingkatan yaitu:

1). 

Harga diri tinggi

Individu yang memiliki harga diri tinggi menunjukkan

kemampuan dalam menghadapi tugas dan orang lain dengan

 penuh pengharapan akan sukses dan diterima, memiliki

 pandangan yang lebih realistis, positif terhadap lingkungan

sekitarnya, dan dirinya sendiri, sehingga membuat dirinya dapat

mengembangkan sikap percaya diri dan menerima diri apa

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 56/115

56

adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang

dimilikinya. Suliswati (2005) mengatakan, individu yang

memiliki harga diri tinggi akan memiliki kontrol emosi yang

lebih baik karena mereka merasakan penerimaan yang cukup

atas dirinya, akan memandang dirinya sebagai seseorang yang

 berarti dan bermanfaat.

2). Harga diri sedang

Individu yang memiliki harga diri sedang atau menengah

digambarkan sebagai orang yang memiliki kepercayaan diri

yang agak lemah, ditandai dengan adanya ketergantungan pada

 pendapat orang lain dalam melakukan evaluasi terhadap dirinya.

Individu juga memiliki aspirasi yang lebih rendah daripada

mereka yang memiliki harga diri tinggi.

3). Harga diri rendah

Individu yang memiliki harga diri rendah digambarkan

sebagai orang yang tidak percaya pada dunia, disamping tidak

adanya kepercayaan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri.

Individu ini akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi

dengan orang lain, karena tidak memiliki rasa percaya diri baik

terhadap diri sendiri atau lingkungannya. Mereka cenderung

akan bergantung pada orang lain, terutama dengan orang yang

dianggapnya kuat.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 57/115

57

Suliswati (2005) menyebutkan beberapa perubahan

 perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah yaitu:

mengkritik diri sendiri, merasa bersalah dan khawatir, merasa

tidak mampu, menunda keputusan, gangguan berhubungan,

menarik diri dari realita, perasaan negatif terhadap tubuh,

ketegangan peran, pesimis menghadapi hidup, dan keluhan fisik.

Harga diri rendah berkepanjangan akan berakibat buruk bagi

 penderita yaitu mengisolasi diri dari lingkungan dan akan

menghindar dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Menaikkan harga diri prinsipnya tidak dapat dilakukan

dengan cara menuntut orang lain untuk menghargai kita. Menaikkan

harga diri perlu dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Kanker

 payudara membuat mental penderita menjadi merosot dan dapat

terjadi gangguan pada daya pikir, konsentrasi, dan gangguan

 beraktivitas. Marah, putus asa, stres, minder, sedih, dan tidak

 berdaya seringkali menurunkan semangat hidup penderita kanker

 payudara, sehingga menimbulkan dampak emosional yang

 berbahaya (Chast & Burke, 2002).

4.  Kecerdasan Spiritual

a.  Definisi kecerdasan spiritual

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, yakni

kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan

membangun diri manusia secara utuh (Agustian, 2009). Zohar &

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 58/115

58

Marshall (2007) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai

kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan

nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup

manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan

untuk menilai bahwa jalan hidup seseorang lebih bermakna.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna

ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-

langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang

seutuhnya, memiliki pola pemikiran yang tauhid, dan berprinsip

hanya pada Tuhan.

ESQ (Emotional Spiritual Quotient) menjelaskan kecerdasan

spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna spiritual

terhadap pemikiran, perilaku, dan kegiatan, serta mampu

menyinergikan IQ (Intelligent Quotient),  EQ (Emotional Quotient),

dan SQ (Spiritual Quotient)  secara komprehensif. Kecerdasan

spiritual sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara

efektif, oleh karena itu kecerdasan spiritual adalah kecerdasan

manusia yang paling tinggi. Secara langsung atau tidak langsung,

kecerdasan spiritual berhubungan dengan kemampuan manusia

mentransendensikan diri. Transendensi merupakan kualitas tertinggi

dalam kehidupan spiritual (Agustian, 2009).

Kecerdasan spiritual menyangkut fungsi jiwa sebagai

 perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 59/115

59

dalam melihat makna yang ada dibalik kenyataan apa adanya. Orang

yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai

 penderitaan hidup dengan memberi makna yang positif pada setiap

 peristiwa atau masalah yang menimpa dirinya, ia mampu

membangkitkan jiwanya, dan melakukan perbuatan atau tindakan

yang positif. Orang yang cerdas secara spiritual mampu

memecahkan persoalan hidup tidak hanya secara emosional atau

rasional, tapi ia mampu menghubungkannya dengan makna

kehidupan secara spiritual (Syaifuddin, 2010).

Berdasarkan uraian definisi di atas, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan

seseorang memberi makna yang positif pada setiap tindakan dalam

kehidupannya.

 b.  Konsep dalam kecerdasan spiritual

Kecerdasan spiritual memiliki peran yang jauh lebih penting

daripada kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak sebagai syarat

minimal untuk meraih keberhasilan dan prestasi. Terbukti banyak

orang yang mempunyai kecerdasan intelektual tinggi terpuruk di

tengah persaingan, sebaliknya banyak yang memiliki kecerdasan

intelektual biasa-biasa saja justru sukses menjadi pemimpin dan

 pengusaha (Agustian, 2009).

Agustian (2009) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk

dua dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 60/115

60

kepentingan dunia dan akhirat, sehingga manusia harus memiliki

kepekaan emosi dan intelegensi yang baik, dan yang paling penting

adalah kecerdasan spiritual. Perangkat spiritual engineering dalam

hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai

rukun iman, rukun islam, dan ihsan. Agustian (2009) juga

mengatakan, untuk menjawab problematika pelik dalam

 pembangunan emosi dan kecerdasan spiritual agar dapat menemukan

kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi meliputi empat

tahapan:

1).  Proses penjernihan pikiran (zero mind process), lahirnya alam

 bawah sadar yang jernih dan suci yaitu kembali pada hati yang

 bebas merdeka serta bebas dari belenggu, tahap ini merupakan

titik tolak dari kecerdasan spiritual, dan dari sinilah kecerdasan

spiritual mulai terbangun.

2). 

Membangun mental (mental building), dijelaskan tentang

kesadaran diri yaitu tentang arti penting dimensi mental.

Kecerdasan emosi dibangun secara sistematis berdasarkan enam

rukun iman.

3). 

Ketangguhan pribadi (personal strength) adalah sebuah langkah

 pengasahan hati yang dilakukan secara berurutan dan sistematis

 berdasarkan lima rukun Islam.

4).  Ketangguhan sosial diuraikan tentang pembentukan dan

 pelatihan untuk mengeluarkan potensi spiritual menjadi langkah

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 61/115

61

nyata sebagai perwujudan tanggungjawab sosial individu.

c. 

Ciri-ciri kecerdasan spiritual

Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut

Roberts A. Emmons dalam Hisbullah (2007):

a). 

Kemampuan untuk mentransendensikan fisik dan material.

 b). 

Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang

memuncak.

c).  Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.

d).  Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual

untuk menyelesaikan masalah.

e).  Kemampuan untuk berbuat baik.

Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai

komponen inti kecerdasan spiritual. Seseorang yang merasakan

kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami

transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual,

mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkannya dengan

seluruh alam semesta, merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa

yang disaksikan dengan alat-alat inderanya.

Ciri yang ketiga yaitu sanktifikasi pengalaman sehari-hari

akan terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan

yang agung. Misalnya, seorang wartawan bertemu dengan dua orang

 pekerja yang sedang mengangkut batu bata. Salah seorang di antara

mereka bekerja dengan muka cemberut, masam, dan tampak

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 62/115

62

kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan ceria, gembira, penuh

semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan

 pertanyaan yang sama, “Apa yang sedang Anda kerjakan? “Pekerja

yang cemberut menjawab, “Saya sedang menumpuk batu.”  Pekerja

yang ceria berkata, “Saya sedang membangun katedral!” Pekerja

kedua telah mengangkat pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran

makna yang lebih luhur. Ia telah melakukan sanktifikasi.

Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan

 persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia

menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual yaitu

melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan.

Contohnya: seorang pasien yang menderita kanker payudara

merasa yakin bahwa jika bersungguh-sungguh dalam menjalani

 pengobatan dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia akan diberi

 jalan. Sesuai dengan firman Tuhan, “Orang-orang yang bersungguh-

sungguh dijalan Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan

Kami?” Orang tersebut memiliki karakteristik yang keempat.

Orang yang memiliki karakteristik kelima memperlihatkan

sikap memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan,

memberi maaf, bersyukur, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih

sayang, dan kearifan. Karakteristik terakhir ini disimpulkan oleh

 Nabi Muhammad SAW, “Amal paling utama ialah engkau masukkan

rasa bahagia pada sesama manusia”.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 63/115

63

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi cenderung

menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian yaitu orang yang

 bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih

tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap

orang lain (Zohar & Marshall, 2007). Setiap pribadi yang menjadi

mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh

nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun

dapat membangun hubungan yang langgeng dan sangat produktif

dengan orang lain (Covey, 2005).

d.  Kriteria seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi

Beberapa kriteria pada orang yang mempunyai kecerdasan

spritual tinggi meliputi:

1). 

Memiliki prinsip dan visi yang kuat

Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar, ia

sebagai pedoman berperilaku yang mempunyai nilai yang

langgeng dan produktif. Prinsip manusia secara jelas tidak akan

 berubah, yang berubah adalah cara kita mengerti dan melihat

 prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip

yang benar, semakin besar kebebasan pribadi kita untuk

 bertindak dengan bijaksana (Buzan, 2003).

2). Kesatuan dan keragaman

Buzan (2003) mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual

meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 64/115

64

nilai pribadi yang mencakup usaha menjangkau sesuatu selain

kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”.

3). Memaknai

Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna

adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Orang

yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan mampu

memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi

kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau

ujian dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang

dari-Nya. Ia menganggap ujian dari-Nya sebagai wahana

 pendewasaan spiritual manusia (Covey, 2005).

4). Kesulitan dan penderitaan

Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan manusia

adalah pada waktu ia sadar bahwa itu adalah bagian penting dari

substansi yang akan mengisi dan mendewasakan sehingga ia

menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani kehidupan

yang penuh rintangan dan penderitaan. Pelajaran tersebut akan

meneguhkan pribadinya setelah ia dapat menjalani dan berhasil

untuk mendapatkan apa maksud terdalam dari pelajaran tadi.

Kesulitan akan mengasah, menumbuh-kembangkan, hingga

 pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. Kecerdasan

spiritual mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu

medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 65/115

65

Kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memajukan seseorang

karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati

nuraninya (Buzan, 2003).

Zohar dan Marshall (2007) menyebutkan ada dua belas ciri

khas seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi,

diantaranya sebagai berikut:

1).  Kesadaran diri, yakni mengetahui apa yang diyakini dan

kesadaran akan tujuan hidup yang paling dalam.

2).  Spontanitas, yakni menghayati dan merespon momen dan semua

yang dikandungnya.

3).  Terbimbing oleh visi dan nilai, yakni bertindak berdasarkan

 prinsip dan keyakinan yang dalam, dan hidup sesuai dengannya.

4). 

Kepedulian, yakni sifat ikut merasakan dan empati yang dalam.

5).  Merayakan keragaman, yakni menghargai perbedaan orang lain,

dan situasi-situasi yang tidak asing, serta tidak mencercanya.

6). 

Independensi terhadap lingkungan, yakni kesanggupan untuk

 berbeda dan mempertahankan keyakinan.

7). 

Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental

“mengapa” sebagai dasar untuk mengkritisi apa yang ada. 

8).  Kemampuan untuk membingkai ulang, yakni berpijak pada

 problem yang ada untuk mencari gambaran yang lebih luas.

9).  Memanfaatkan kemalangan secara positif, yakni kemampuan

untuk menghadapi masalah kehidupan dan belajar dari

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 66/115

66

kesalahan.

10). 

Rendah hati, yakni dasar bagi kritik diri.

11). 

Rasa keterpanggilan, yakni terpanggil untuk melayani sesuatu

yang lebih besar, berterima kasih kepada mereka yang telah

menolong, dan berharap bisa membalas sesuatu untuknya.

12). 

Holisme atau konektivitas, yakni kesanggupan untuk melihat

 pola, hubungan, dan keterkaitan yang lebih luas, kesadaran akan

keterlibatan yang kuat.

Kriteria manusia yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual

tinggi dijelaskan oleh Hawari (2004) sebagai berikut:

1).  Beriman kepada Allah dan bertaqwa kepada Allah Sang

Pencipta dan beriman terhadap malaikat-Nya, kitab-kitab Allah,

Rasul-rasul-Nya, hari Akhir, serta Qadha’   dan Qadar .

Membuatnya selalu bersandar kepada ajaran Allah dan merasa

 bahwa dirinya selalu diawasi, dicatat perbuatannya, akhirnya ia

selalu menjaga perbuatan dan hatinya. Ia juga berusaha agar

selalu berbuat kebajikan.

2). 

Selalu memegang amanah dan konsisten. Tugas yang

diembannya adalah tugas mulia dari Allah, ia juga berpegang

 pada amar ma’ruf nahi munkar,  sehingga ucapan dan

tindakannya selalu menerminkan nilai-nilai luhur, moral dan

etika agama.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 67/115

67

3).  Membuat keberadaan dirinya bermanfaat untuk orang lain, dan

 bukan sebaliknya. Ia bertanggung jawab dan mempunyai

kepedulian sosial.

4). 

Mempunyai rasa kasih sayang antar sesama.

5). 

Bukan pendusta agama atau orang zalim. Mereka mau

 berkorban, berbagi, dan taat pada tuntunan agama.

6).  Selalu menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakannya dengan

cara selalu beramal saleh dan berlomba-lomba untuk kebenaran

serta kesabaran.

Menurut Khavari dalam Hisbullah (2007) menyatakan,

terdapat tiga bagian yang dapat kita lihat untuk menguji tingkat

kecerdasan spritual seseorang: 

1). Dari sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal,

hubungan dengan yang Maha Kuasa)

Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat

relasi spritual kita dengan Sang Pencipta, hal ini dapat diukur

dari segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan

Tuhannya. Manifestasinya dapat terlihat pada frekuensi do’a,kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan rasa

syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk

melakukan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, karena

apabila keharmonisan hubungan dan relasi spritual keagamaan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 68/115

68

seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat

kualitas kecerdasan spiritualnya.

2). Dari sudut pandang relasi sosial keagamaan

Sudut pandang ini melihat konsekuensi psikologis

spritual keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi

kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan

tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap

kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, bersikap

dermawan. Perilaku merupakan manifestasi dari keadaan jiwa,

maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan

termanifestasi dalam perilakunya. Kecerdasan spiritual akan

termanifestasi dalam sikap sosial. Kecerdasan ini tidak hanya

 berurusan dengan ke-Tuhanan atau masalah spiritual, namun

akan mempengaruhi pada aspek yang lebih luas terutama

hubungan antar manusia.

3). Dari sudut pandang etika sosial

Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika

sosial sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual.

Semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya, semakin tinggi

 pula etika sosialnya. Tercermin dari ketaatan seseorang pada

etika dan moral, jujur, dapat dipercaya, sopan, toleran, dan anti

terhadap kekerasan. Seseorang yang memiliki kecerdasan

spritual dapat menghayati arti dari pentingnya sopan santun,

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 69/115

69

toleran, dan beradab dalam hidup, hal ini menjadi panggilan

intrinsik dalam etika sosial, karena sepenuhnya kita sadar bahwa

ada makna simbolik kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-

hari yang selalu mengawasi atau melihat kita di dalam diri kita

maupun gerak-gerik kita, di mana pun dan kapan pun, apa lagi

kaum beragama, inti dari agama adalah moral dan etika.

e.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual

Zohar & Marshall (2007) mengungkapkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu:

1).  Sel saraf otak

Otak menjadi jembatan kehidupan antara kehidupan lahir dan

 batin manusia karena bersifat kompleks, fleksibel, adaptif, dan

mampu mengorganisasikan diri. Otak merupakan basis dari

kecerdasan spiritual.

2). 

Titik Tuhan (God Spot) 

Titik Tuhan ditemukan di bagian dalam otak, yaitu lobus

temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau

spiritual berlangsung. Zohar dan Marshall (2007) menyatakan

 bahwa bagian ini akan bercahaya ketika kita melakukan aktivitas

yang bersifat spiritual, inilah yang disebut sebagai Spiritual

Quotient .

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 70/115

70

f.  Manfaat kecerdasan spiritual

Manfaat kecerdasan spiritual menurut Zohar dan Marshall

(2007) adalah sebagai berikut:

1). Menjadikan seseorang lebih kreatif, mampu mengatasi masalah

ekstensial dalam perjuangan hidup.

2). 

Menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan

interpersonal, serta menjembatani antara diri dan orang lain.

3).  Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya sekarang

dan memberi potensi untuk terus berkembang.

4).  Menghadapi masalah ekstensial yaitu pada waktu kita secara

 pribadi merasa terpuruk dan terjebak oleh kekhawatiran dan

masa lalu kita akibat masalah atau krisis. Kecerdasan spiritual

membuat kita sadar bahwa kita mempunyai masalah ekstensial

dan membuat kita mengatasinya atau paling tidak kita bisa

 berdamai dengan masalah tersebut.

5). 

Dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita

seakan kehilangan keteraturan diri, sehingga suara hati kita akan

menuntun ke jalan yang lebih benar.

6). 

Mempunyai kemampuan beragama yang benar, tanpa harus

fanatik, dan menutup terhadap kehidupan yang sebenarnya

sangat beragam.

7).  Mampu menghadapi pilihan dan realitas yang pasti akan datang

dan harus dihadapi apapun bentuknya.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 71/115

71

B. Kerangka Teori

Gambar. 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Kanker Payudara

Faktor-faktor ygmempengaruhi penurunanharga diri pasien kanker

 payudara:

Faktor internal (memburuknyakondisi fisik, pengobatan yang

 belum maksimal, gejalakanker payudara, nyeri,karakter yang ada pada diri

 penderita).

Faktor eksternal (diagnosadokter, operasi, kemoterapi,dan dukungan sosial).(Wijayanti, 2007).

Kecerdasan

spiritual

Dampak Psikologis

Kemoterapi

Rendah

Sedang

TinggiHarga diri

Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri

rendah:

Rasa penolakan dari oranglain

Mengkritik diri sendiri

Merasa bersalah dan khawatir

Merasa tidak mampu

Menunda keputusan

Gangguan berhubungan

Menarik diri dari realita

Perasaan negatif terhadap

tubuh (Suliswati, 2005).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 72/115

72

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti.

Kerangka konsep ini terdiri dari variabel bebas (independent ) dan variabel

terikat (dependent ). Berdasarkan kerangka teori yang telah digambarkan,

maka kerangka konsep penelitian sebagai berikut.

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

= variabel yang diteliti 

= variabel yang tidak diteliti

Variabel bebas

Kecerdasan spiritual

Variabel terikat

Harga diri

Variabel pengganggu:

- Memburuknya kondisi

fisik

- Diagnosa dokter

- Operasi

- Kemoterapi- Dukungan keluarga

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 73/115

73

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat ditetapkan hipotesis

kerja penelitian ini adalah: ada hubungan yang bermakna antara

kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 74/115

74

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi

dengan pendekatan cross sectional . Metode analitik korelasi pada

 penelitian ini digunakan untuk mengukur hubungan kecerdasan spiritual

dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 15 hari yaitu pada tanggal 8 Juli

2013 sampai dengan 22 Juli 2013 di ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto dijadikan tempat penelitian dengan alasan bahwa terdapat

 banyak pasien kanker payudara.

C. 

Populasi dan Sampel

1.  Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi di ruang Bougenvil RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dalam jangka waktu per bulan,

didapat jumlah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi pada

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 75/115

75

tahun 2013 (Januari sampai dengan Mei) sebanyak 826 orang. Rata-rata

 jumlah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dalam

waktu per bulan adalah 148 orang.

2. 

Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive

 sampling, yaitu sampel diambil dari semua subjek yang datang dan

memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subjek terpenuhi. Teknik

ini merupakan jenis non probability  yang paling baik dan mudah

dilakukan (Saryono, 2011).

Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

a). Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi

 b). Usia 20-70 tahun

c). Stadium II, III, dan IV

d). Tingkat kesadaran penuh

e). Kondisi fisik pasien dalam keadaan stabil

f). Pasien rawat jalan dan rawat inap

g). Kooperatif dan bersedia untuk menjadi responden

Besar sampel minimal dalam penelitian ini dihitung berdasarkan

 jumlah populasi perbulan yang diketahui. Penentuan besar sampel

menggunakan rumus yang dikembangkan dari Isaac & Michael

(Arikunto, 2010) dengan rumus:

s = λ2 . N . P . Q

d2 (N-1) + λ2 . P . Q

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 76/115

76

Keterangan:

λ2

= harga tabel chi-kuadrat untuk α tertentu = 1 

P = Q = proporsi dalam populasi = 0,5

d = ketelitian (error) = 5% = 0,05

s = jumlah sampel

 N= jumlah populasi

Berdasarkan rumus maka diketahui jumlah sampelnya adalah sebagai

 berikut:

s = 12 . 148 . 0,5 . 0,5

0,052 (148-1) + 12 . 0,5 . 0,5

= 59,91

Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh sampel minimal

sebesar 59,91 responden, dengan pembulatan ke atas maka diperoleh

sampel sebesar 60 responden. Peneliti menggunakan standar eror 5%

karena sifat penelitian bersifat sosial dan tidak membahayakan

responden dalam penelitian ini.

D. 

Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas

(independent ) dan variabel terikat (dependent ) antara lain: 

1.  Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kecerdasan spiritual pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 77/115

77

2.  Variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga diri pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi.

E. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dari penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi operasional

 No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala data

1. Kecerdasanspiritual

Kemampuanseseorang memberi

makna yang positif pada setiap tindakandalam kehidupannya.

Kuesionerdiukur

dengan skala Likert, terdiridari 50 pernyataan.

Rendah:50-100

Sedang: 101-150Tinggi: 151-200

Ordinal

2. Harga diri Penilaian yang

dilakukan olehindividu terhadapdirinya sendiri,diekspresikan dengan

sikap penerimaanatau penolakan yangmenunjukkan sejauhmana individu percaya bahwadirinya mampu,

 penting, berarti, berharga, dankompeten.

Kuesioner

diukurdengan skala Likert, terdiridari 23

 pernyataan.

Rendah:

23-46Sedang:47-69Tinggi:

70-92

Ordinal

F.  Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar

kuesioner. Skala yang digunakan dalam instrumen penelitian ini adalah

skala Likert . Jumlah alternatif respon yang digunakan dalam skala Likert 4

 jenis, untuk kuesioner I dan II menggunakan alternatif respon SS (Sangat

Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 78/115

78

Responden memberikan tanda check list (√) pada kolom  pilihan jawaban

yang telah disediakan dalam kuesioner.

Kedua kuesioner ini memiliki dua jenis pernyataan yaitu  favorabel

dan unfavorabel . Bobot nilai yang diberikan untuk item  favorabel yaitu

ST (Sangat Setuju) = 4, S (Setuju) = 3, TS (Tidak Setuju) = 2, STS (Sangat

Tidak Setuju) = 1. Sedangkan bobot nilai untuk item unfavorabel   adalah

ST (Sangat Setuju) = 1, S (Setuju) = 2, TS (Tidak Setuju) = 3, STS (Sangat

Tidak Setuju) = 4.

Kuesioner terdiri dari 2 bagian:

1. Kuesioner kecerdasan spiritual

Kuesioner kecerdasan spiritual pasien kanker payudara diadopsi dari

Hisbullah (2007) dan telah dilakukan uji validitas serta uji reliabilitas

oleh peneliti yang sebelumnya terdiri dari 70 pernyataan menjadi 50

 pernyataan. Distribusi item pernyataan tentang kecerdasan spiritual

 pasien kanker payudara dapat dilihat pada tabel 3.2.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 79/115

79

Tabel 3.2 Aspek dan distribusi item kecerdasan spiritual

 No. Indikator Nomor item ∑ 

 Favorabel Unfavorabel

1. Dari sudut pandang spiritual

keagamaan:a). Frekuensi do’a.  b). Membimbing kehidupan

 pribadi sebagai makhlukspiritual.

c). Kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati.

d). Syukur kehadirat-Nya.

12, 17, 26, 27,

29

3, 4

6, 7, 8

9, 1310, 14, 15,

18, 20

5, 30

11, 12, 16

23

2. Dari sudut pandang relasi sosialkeagamaan:a). Ikatan kekeluargaan antar

sesama.

 b). Peka terhadap kesejahteraanorang lain maupun makhlukhidup lain.

c). Dermawan.

21

25

19, 24

23

32

28, 31, 33

9

3. Dari sudut pandang etika sosial:

a). Ketaatan seseorang pada etikadan moral.

 b). Jujur.

c). 

Dapat dipercaya.d). Sopan.

e). Toleran.f). Anti terhadap kekerasan.

34, 36

35, 37

38, 4022, 39

41, 4742, 43

44, 45

46, 48

5049

18

Total 50

2. Kuesioner harga diri

Kuesioner harga diri pasien kanker payudara diadopsi dari Sudrajat

(2012) dan telah dilakukan uji validitas serta uji reliabilitas oleh peneliti

yang sebelumnya terdiri dari 46 pernyataan menjadi 23 pernyataan.

Distribusi item pernyataan tentang harga diri pasien kanker payudara

dapat dilihat pada tabel 3.3.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 80/115

80

Tabel 3.3 Aspek dan distribusi item harga diri

 No. Aspek Indikator Nomor item ∑ 

 Favorabel Unfavorabel

1.  Power Penderita mampumengontrol tingkahlakunya sendiri danorang lain.

10, 21 14, 22

8Penderita merasa adanya pengakuan serta penghormatan yangditerimanya dari dirisendiri, keluarga, danorang lain.

9, 13, 23 18

2. Significance Penderita merasa adanyakepedulian dan perhatian yang diberikanoleh keluarga atau oranglain serta merasa dirinyadicintai oleh keluargaatau orang lain.

5, 15, 19 16, 17 5

3. Virtue Penderita masih rajindalam menjalankanibadah, tidak menyakitihati orang lain, dan bertingkah laku sesuai

dengan nilai-nilai yangada di masyarakat.

11 2, 4 3

4. Competence Penderita mampumengerjakan berbagaimacam tugas sesuaidengan peran danusianya.

3 7

7Penderita merasamampu mencapai prestasi tanpadipengaruhi orang lain.

20 12

Penderita masih aktif

 berada di lingkungansosial dan masihmemiliki kepercayaandiri.

8, 6 1

Total 23

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 81/115

81

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. 

Validitas

Uji validitas dilakukan pada tanggal 1 Juli 2013 sampai dengan

6 Juli 2013 dengan jumlah 30 responden. Uji korelasi ini menggunakan

rumus korelasi product moment  dengan rumus:

Keterangan:

r : koefisien korelasi

∑ X  : jumlah skor pernyataan

∑ Y  : jumlah skor total

 N : jumlah responden

Kriteria pengujian:

Jika nilai p > 0,05 berarti item pernyataan tidak valid

Jika nilai p ≤ 0,05 berarti item pernyataan adalah valid

Berdasarkan perhitungan rumus korelasi  product moment didapatkan

hasil bahwa pada kuesioner kecerdasan spiritual yang valid sebanyak

50 item dari 70 item pernyataan. Terdapat 20 item pernyataan tidak

valid yaitu item nomor 3, 6, 8, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 35, 38, 39,

44, 57, 60, 62, 67, 68, 70. Sedangkan untuk kuesioner harga diri

diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 23 item dari 46 item

 pernyataan. Terdapat 23 item pernyataan tidak valid yaitu item nomor

1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 17, 20, 24, 25, 27, 31, 32, 34, 36, 37, 39, 40, 41,

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 82/115

82

42, 43, 46. Item pernyataan yang tidak valid dikeluarkan dari

kuesioner dan tidak dipergunakan untuk pengambilan data penelitian.

2. 

Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus uji alpha

cronbach sebagai berikut:

  2

2

11  1

1t 

b

V k 

k r 

  

 

Keterangan:

r 11  : reliabilitas instrument

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

  2

b     : jumlah varian butir/item

2

t V    : varian total

Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai koefisien alpha sebesar 0,953 pada

kuesioner kecerdasan spiritual dan pada kuesioner harga diri didapatkan

nilai koefisien alpha sebesar 0,902.

H.  Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap berikut:

1. 

Tahap persiapan dilakukan dengan pengajuan judul penelitian dan

survey pendahuluan.

2. 

Menyusun proposal penelitian dan dikonsultasikan kepada

 pembimbing I dan II.

3. 

Melaksanakan ujian proposal penelitian.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 83/115

83

4.  Melaksanakan revisi proposal penelitian dan dikonsultasikan kembali

kepada pembimbing I, II, dan penguji.

5. 

Setelah mendapat ijin dari Jurusan Keperawatan untuk melakukan

 penelitian, kemudian peneliti meminta ijin ke Bapendik Jurusan untuk

dibuatkan surat ijin penelitian, kemudian diserahkan ke pihak RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

6.  Setelah mendapatkan ijin dari pihak RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto, peneliti menemui Kepala Ruang di ruang rawat

inap II rumah sakit tersebut untuk meminta ijin dan menjelaskan

 penelitian yang akan dilakukan.

7.  Peneliti bertemu dengan kepala ruang Bougenvil RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto, dan menjelaskan penelitian yang akan

dilakukan.

8.  Melakukan informed consent   dan meminta persetujuan kepada

responden untuk menjadi sampel penelitian

9. 

Mengumpulkan data primer yaitu dengan responden mengisi lembar

kuesioner mengenai kecerdasan spiritual dan harga diri serta identitas

diri.

10. 

Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan

komputer.

11.  Menganalisis data yang telah diolah.

12.  Membuat laporan hasil penelitian

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 84/115

84

I.  Pengolahan dan Analisa Data

1. 

Pengolahan data

Kuesioner-kuesioner yang sudah selesai diisi oleh responden,

kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti, langkah selanjutnya

adalah melakukan pengolahan dan analisa data. Kegiatan dalam

mengolah data meliputi:

a).   Editing

Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data. Data

yang salah tidak dipakai dan data yang tidak lengkap akan dicari

kembali kelengkapan datanya, namun apabila tidak ditemukan

maka peneliti tidak memasukkan responden tersebut.

 b).  Coding

Peneliti memberikan kode untuk setiap variabel agar memudahkan

dalam pengolahan data yang masuk dan memudahkan analisis data.

Kode yang digunakan berupa angka yang disesuaikan dengan

variabel. 

c). Tabulasi

Peneliti memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam database 

komputer berdasarkan kriteria yang telah ada.

d). Pengolahan data

Peneliti menggunakan komputer dan dianalisis menggunakan uji

statistik yaitu rank spearman.

2.  Analisa Data

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 85/115

85

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis univariat dan bivariat , karena dalam penelitian ini tidak hanya

menggambarkan namun juga mencari hubungan antara dua variabel

yaitu variabel independen dan variabel dependen.

a). Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

 penelitian. Data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

 b). Analisa bivariat

Masing-masing variabel menggunakan skala data ordinal

yang termasuk data non parametrik sehingga uji yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji korelasi  spearman rank, dengan

rumus:

ρs : 1 - 6∑ D2

 N (N2-1)

Keterangan:

ρs : koefisien korelasi spearman

D : perbedaan skor antara dua kelompok

 N : jumlah kelompok

Selanjutnya peneliti menentukan nilai kekuatan hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen dengan melihat

nilai  spearman’s  rho  yang didapat dari hasil analisis statistik  

 spearman rank . Nilai spearman’s rho tersebut, kemudian ditafsirkan

 berdasarkan tabel interpretasi uji spearman rank .

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 86/115

86

Tabel 3.4 Interpretasi uji spearman rank

Interval korelasi Hubungan variabel

< 0,20 Sangat lemah≥ 0,20 - < 0,40 Lemah≥ 0,40 - < 0,60 Sedang≥ 0,60 - < 0,80 Kuat≥ 0,80 - 1,00 Sangat kuat

J.  Etika Penelitian

Penelitian ini memperhatikan beberapa hal yang menyangkut etika

 penelitian sebagai berikut:

1.  Informed consent , yaitu peneliti memberikan lembar permohonan

menjadi responden dan persetujuan menjadi responden pada pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi.

2.  Anonymity, yaitu peneliti merahasiakan dan tidak mencantumkan nama

responden, tetapi dengan menuliskan kode responden.

3. 

Confidentiality, yaitu peneliti melindungi dan menjaga kerahasiaan

semua data atau informasi yang dikumpulkan selama dilakukannya

 penelitian.

4.  Justice, yaitu peneliti memberikan perlakuan yang adil untuk semua

responden dan tidak adanya diskriminasi bagi mereka yang menjadi

responden maupun yang menolak.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 87/115

87

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Penelitian

Penelitian ini bertempat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto, dengan pengambilan data di ruang Bougenvil yang

merupakan ruangan khusus bagi pasien yang menjalani program

kemoterapi dengan indikasi kanker. Penelitian dilaksanakan selama 14 hari

dari tanggal 8-22 Juli 2013. Seluruh responden penelitian berjumlah 60

orang yang merupakan pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi. Berikut adalah hasil penelitian yang didapat:

1.  Karakteristik responden

a). Berdasarkan kelompok umur

Berdasarkan kelompok umur digolongkan menjadi kelompok

dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dan

dewasa akhir (66-75 tahun) (Potter & Perry, 2005). Distribusi

frekuensi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada

tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan

kelompok umur

Kelompok umur (tahun) Frekuensi (Orang) Persentase (%)

20-40 15 25

41-65 44 73,3

66-75 1 1,7

Jumlah 60 100

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 88/115

88

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah

kelompok dewasa tengah (41-65 tahun) sebanyak 44 orang (73,3

 persen).

 b). Berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan pada penelitian ini diukur berdasarkan pendidikan

terakhir yang ditempuh oleh responden. Riwayat pendidikan

responden dibagi menjadi lima, yaitu: tidak sekolah, lulus SD, lulus

SMP, lulus SMA dan lulus Perguruan tinggi. Distribusi frekuensi

tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat

pendidikan

Tingkat pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Tidak sekolah 2 3,3

SD 43 71,7

SMP 10 16,7SMA 4 6,7

Perguruan tinggi 1 1,7Jumlah 60 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa frekuensi tingkat pendidikan

responden paling banyak yaitu responden dengan tingkat pendidikan

SD sebanyak 43 orang (71,7 persen).

c). Berdasarkan jenis pekerjaan

Karakteristik jenis pekerjaan responden dibagi menjadi lima, yaitu:

ibu rumah tangga (IRT), bertani, wiraswasta, pedagang, dan lain-lain

(guru, pensiunan, atau PNS). Distribusi frekuensi jenis pekerjaan

responden dapat dilihat pada tabel 4.3.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 89/115

89

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis

pekerjaan

Jenis pekerjaan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Ibu rumah tangga (IRT) 28 46,7

Bertani 13 21,7

Wiraswasta 7 11,7

Pedagang 11 18,3

Lain-lain (Guru) 1 1,7

Jumlah 60 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian

adalah ibu rumah tangga sebanyak 28 orang (46,7 persen).

d). Berdasarkan stadium

Stadium kanker payudara dikategorikan menjadi stadium I, II, III,

dan IV. Distribusi frekuensi responden berdasarkan stadium kanker

 payudara dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan stadium

Stadium Frekuensi (Orang) Persentase (%)

II 25 41,7

III 35 58,3

Jumlah 60 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar responden

menderita kanker payudara stadium III dengan jumlah 35 orang

(58,3 persen).

2.  Tingkat kecerdasan spiritual pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto

Tingkat kecerdasan spiritual responden digolongkan menjadi kategori

rendah, sedang, dan tinggi. Data frekuensi tingkat kecerdasan spiritual

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 90/115

90

responden dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Rekapitulasi hasil tingkat kecerdasan spiritualresponden

Kecerdasan spiritual Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Rendah 0 0

Sedang 32 53.3

Tinggi 28 46,7

Total 60 100.0

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan spiritual sebagian

 besar responden dalam kategori sedang dengan jumlah 32 orang (53,3

 persen).

3.  Tingkat harga diri pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Tingkat harga diri responden dikategorikan menjadi rendah, sedang,

dan tinggi. Distribusi frekuensi tingkat harga diri responden dapat

dilihat secara rinci pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Rekapitulasi hasil tingkat harga diri responden

Harga Diri Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Rendah 0 0

Sedang 31 51,7

Tinggi 29 48,3

Jumlah 60 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa tingkat harga diri sebagian besar

responden dalam kategori sedang sebanyak 31 orang (51,7 persen).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 91/115

91

4.  Hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker

payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan

kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto yaitu rank spearman. Hasil analisa statistik rank spearman 

dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil analisa hubungan kecerdasan spiritual dengan

harga diri

Variabel  Mean Standar Deviasi  p value r

Kecerdasan spiritual 2,53 0,503 0,436 0,103Harga diri 2,48 0,504

Tabel 4.7 menunjukkan hasil analisa uji statistik rank spearman 

diperoleh nilai  spearman’s rho = 0,103 dengan  p value = 0,436 yang

lebih besar dari nilai α = 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara kecerdasan spiritual dengan harga diri

 pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. Nilai  spearman’s rho  = 0,103

menunjukkan kekuatan hubungan yang sangat lemah antara variabel

kecerdasan spiritual dengan harga diri.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 92/115

92

B.  Pembahasan

1. 

Karakteristik responden

a. 

Kelompok umur

Hasil penelitan menunjukkan sebagian besar responden

adalah kelompok dewasa tengah dengan umur 41-65 tahun

sebanyak 44 orang (73,3 persen). Masa dewasa tengah adalah

rentang usia yang paling panjang dalam usia periode

 perkembangan. Papalia et al (2008) menuliskan batasan usia

dewasa tengah dimulai sekitar usia 40 hingga 65 tahun. Individu

dengan usia ini berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara

hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki karena adanya

 penurunan keterampilan fisik dan psikologis yang disebabkan

faktor penuaan. Santrock (2008) menyatakan bahwa masa ini

disebut juga masa peralihan dari masa produktif menuju masa non

 produktif. Umur merupakan salah satu faktor risiko terkena kanker

 payudara. Banyaknya pasien yang berusia 40 tahun ke atas

dikarenakan pada usia ini risiko terkena kanker payudara semakin

 besar (Nani, 2009). Faktor usia sebagai risiko terkena kanker

 payudara diperkuat dengan data bahwa 78% kanker payudara

terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun dan hanya 6%

 pada pasien dengan usia kurang dari 40 tahun (Sabiston, 1995

dalam Nani, 2009). Berdasarkan program Surveillance,

Epidemiology, and End Results (SEER) yang dilakukan National

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 93/115

93

Cancer Institutte (NCI) insidensi kanker payudara meningkat

seiring dengan pertambahan usia, diperkirakan 1 dari 8 wanita

mengalami perkembangan penyakit kanker payudara sepanjang

hidupnya. Kemungkinan terbesar perkembangan penyakit payudara

mulai terjadi pada wanita dengan kisaran umur 40-50 tahun

(Harianto, Rina, dan Hery, 2005 dalam Nani, 2009).

Kasus kanker payudara akan meningkat pada usia

reproduktif, kemudian setelah itu meningkat dengan kecepatan

yang lebih rendah (Indrati, 2005). Selaras dengan penelitian

Budiningsih (1995) dalam Indrati (2005) dimana kasus terbanyak

 pada umur 40-49 tahun. Risiko kanker payudara berkembang

sampai usia 50 tahun dengan perbandingan peluang 1 diantara 50

wanita. Lebih dari 75% kanker payudara terdiagnosa pada wanita

 berumur 40 tahun ke atas. Kanker payudara jarang terjadi pada

wanita berusia di bawah 30 tahun (Lincoln dan Wilensky, 2007

dalam Nani, 2009).

Sejalan dengan hasil penelitian Situmorang (2012) yang

menyatakan bahwa prevalensi wanita penderita kanker payudara

yang tertinggi terjadi pada usia lebih dari 40 tahun sebanyak 84%.

Penelitian Sirait  (2009) memperlihatkan bahwa umur rata-rata

 pasien kanker payudara adalah 41,92 tahun. Penelitian di

Yogyakarta dan Bantul menunjukkan bahwa penderita kanker

 payudara yang berumur <40 tahun sebesar 23,4% dan ≥40 tahun

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 94/115

94

sebesar 76,6% (Sari, 2006 dalam Sirait, 2009).

Usia dewasa tengah berkaitan dengan menopause.

Umumnya wanita yang berusia 40 tahun ke atas mengalami

menopause. Wanita yang mengalami awal menopause pada usia

lebih tua berarti lebih lama terpapar dengan tingginya kadar

estrogen dalam darah. Peran estrogen pada wanita menopause

adalah menghambat terjadinya menopause sehingga

mengembangkan risiko terjadinya kanker payudara (Lincoln dan

Wilensky, 2008 dalam Nani, 2009). Semakin tua usia seseorang

saat awal menopause maka semakin besar risiko terkena kanker

 payudara dibanding dengan wanita yang mengalami menopause

lebih muda (Nani, 2009).

Hawari (2004) menjelaskan, masa dewasa tengah menuju

dewasa akhir merupakan masa dimana seseorang telah memiliki

tingkat kecerdasan moral, spiritual, dan agama secara mendalam.

Semakin lama usia seseorang, maka semakin terbentuk sikap

keharusan untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa cepat

atau lambat hidupnya akan berakhir dan mulai muncul pengakuan

terhadap realitas kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.

 b.  Tingkat pendidikan

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari seluruh

responden yang berjumlah 60 orang didapatkan hasil, mayoritas

responden berpendidikan SD sebanyak 43 orang (71,7 persen).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 95/115

95

Tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap keteraturan

 pengobatan pada responden. Sesuai dengan penelitian Tiolena

(2008) menunjukkan tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah

satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pada

wanita penderita kanker payudara. Tingkat pengetahuan responden

yang rendah menyebabkan rendahnya pengetahuan responden

tentang kanker payudara.

Sukardja (2002) dalam Prihatini (2012) menyatakan bahwa

salah satu faktor keterlambatan penderita dalam pengobatan kanker

adalah penderita kurang menyadari bahaya kanker. Hawari (2004)

menyatakan bahwa ketidaktahuan menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan keterlambatan pengobatan kanker payudara.

Tingkat pemahaman kanker payudara sebagai salah satu

 penyebab kematian tertinggi di dunia masih sangat rendah di

kalangan wanita. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan

 permasalahan tersebut semakin kompleks. Informasi mengenai

 bahaya kanker payudara yang tersebar tidak semuanya menjangkau

seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat kalangan

menengah ke bawah (Destyaningsih & Nurhayati, 2009 dalam

Prihatini, 2012).

Penelitian Indrati (2005) menyatakan bahwa kebanyakan

responden tidak mengetahui gejala kanker payudara, cara deteksi

dini kanker payudara, dan pencarian pengobatan. Mereka

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 96/115

96

 berpendapat bahwa kanker payudara merupakan penyakit

keturunan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian Lenggogeni

(2011) yang menyatakan, rendahnya pengetahuan masyarakat

tentang kanker payudara menyebabkan masyarakat tidak mengerti

akan pentingnya deteksi dini atau pemeriksaan dini payudara.

Tingkat pendidikan responden merupakan usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

 pembelajaran agar responden secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

 pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak mulia. Tingkat

 pendidikan yang dimiliki responden mengenai kanker payudara

dapat membuat responden lebih siap menjalani pengobatan, karena

melalui pembelajaran membuat responden mengerti faktor risiko

dan cara pengobatan (Desiana, 2011).

Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat

kecerdasan spiritual. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi

akan lebih mudah menerima hal-hal baru dan lebih mudah

menyesuaikan dengan hal yang baru, dengan demikian orang

tersebut akan lebih mudah menerima dan mempunyai sikap serta

 berperilaku sesuai dengan yang dianjurkan berdasarkan realitas

kehidupan (Nisa, 2009).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 97/115

97

c.  Jenis pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah 28

orang (46,7 persen). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

Tiolena (2008) yang menyatakan, proporsi pasien kanker payudara

di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008 adalah ibu rumah

tangga. Penelitian Sirait (2009) memperlihatkan bahwa kasus

kanker payudara banyak terjadi pada responden yang tidak bekerja

sebanyak 53,82% diperkuat dengan penelitian Band et al   (2002)

yang menyatakan bahwa wanita yang aktif bekerja kemungkinan

terkena kanker payudara akan lebih kecil yaitu 20-40% dibanding

wanita yang tidak aktif bekerja.

Penelitian Hartati (2008) juga menunjukkan bahwa

mayoritas penderita kanker payudara adalah ibu rumah tangga

(IRT), hal ini mungkin disebabkan karena wanita sebagian besar

adalah ibu rumah tangga yang pada umumnya mengalami obesitas.

Penelitian Enger (1989) dan Colditz (1994) dalam Indrati (2005)

menyatakan bahwa ada peningkatan risiko terkena kanker payudara

 pada wanita dengan obesitas.

Risiko pada kegemukan akan meningkat karena

meningkatnya sintesis estrogen pada timbunan lemak yang

 berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara. Ibu

rumah tangga juga cenderung mengkonsumsi kontrasepsi oral.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 98/115

98

Lama pemakaian kontrasepsi oral menunjukkan adanya hubungan

dengan kenaikan risiko kanker payudara. Kandungan estrogen dan

 progesteron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek

 proliferasi berlebih pada duktus ephitelium payudara (William,

1989 dan Colditz, 1994 dalam Indrati, 2005).

Jenis pekerjaan yang dimiliki responden sangat berpengaruh

 pada pengobatan kanker payudara. Responden yang memiliki

 pekerjaan dengan penghasilan lebih, akan segera melakukan

 pengobatan terbaik dan menjalankan pengobatan di rumah sakit

terbaik dengan jaminan kualitas kesehatan yang lebih baik.

Responden yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan cukup

atau sedang, dan cenderung rendah karena berkeinginan untuk

sehat tetap akan melakukan pengobatan, namun dengan

menjalankan pengobatan yang standar (Desiana, 2011).

d. 

Stadium

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh responden

yang berjumlah 60 orang didapatkan hasil pada tabel 4.5 dapat

diketahui bahwa, mayoritas responden menderita kanker payudara

stadium III sebanyak 35 orang (58,3 persen). Proporsi terbanyak

 pada responden dengan stadium III menunjukkan bahwa kesadaran

responden untuk melakukan pengobatan pada stadium dini masih

sangat rendah. Hasil penelitian ini didukung penelitian Indrati

(2005) menyatakan bahwa kasus kanker payudara banyak

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 99/115

99

ditemukan pada stadium III. Tingginya proporsi pada stadium III

disebabkan karena keterlambatan penderita dalam melakukan

 pengobatan.

Penelitian Azamris (2006) menyebutkan bahwa spektrurn

stadium pasien kanker payudara terbanyak adalah stadium lanjut

lokal (III A dan III B) sebesar 68,6 persen. Penderita yang datang

 berobat pada stadium IV sebanyak 8,6 persen, sedangkan stadium

dini (stadium I dan II) hanya 22,4 persen. Tjindarbumi (1984) dan

Ramli (1995) dalam Azamris (2006) melaporkan bahwa jumlah

kanker payudara yang berobat pada stadium dini berkisar 20-30

 persen. Penelitian Lenggogeni (2011) menyatakan, mayoritas

 penderita kanker payudara datang pada stadium lanjut sebanyak

70% di rumah sakit Kanker Dharmais dan 68,6% di RSUP dr. M.

Djamil Padang. Kondisi ini jauh berbeda dengan negara barat yang

hampir 80% pasien datang berobat pada stadium dini, dikarenakan

 program-program deteksi dini kanker payudara telah banyak

dikembangkan di negara-negara barat.

Chris (2005) menyatakan bahwa penderita kanker payudara

stadium lanjut dan pernah melakukan operasi menunjukkan

 perubahan gambaran harga diri. Penderita kanker payudara yang

memiliki harga diri rendah akan menampilkan kesan yang negatif

seperti rasa malu dan rendah diri terhadap orang lain, sebaliknya

 penderita yang memiliki harga diri tinggi atau sedang akan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 100/115

100

menampilkan kesan positif seperti merasa percaya diri dan mau

 berinteraksi dengan orang lain.

2.  Tingkat kecerdasan spiritual pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian

 besar responden memiliki tingkat kecerdasan spiritual sedang yaitu

sebanyak 32 orang (53,3 persen), kemudian diikuti responden dengan

tingkat kecerdasan spiritual tinggi sebanyak 28 orang (46,7 persen).

Hasil penelitian memperlihatkan gambaran tingkat kecerdasan

spiritual responden adalah sedang dan tinggi, hal ini menunjukkan

sebagian besar responden dapat menerima penyakitnya dengan ikhlas

dan memaknai hidupnya dengan baik. Berdasarkan pengamatan

 peneliti, mayoritas responden terlihat tenang ketika menjalani

kemoterapi, responden melakukan ibadah sholat dan berdzikir ketika

masih di rawat inap di ruang Bougenvil, dan saat penelitian responden

terlihat ramah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prihatini

(2012) menunjukkan mayoritas responden memiliki tingkat

kecerdasan spiritual yang baik dan sangat baik, ini menunjukkan

 bahwa responden memaknai atau menemukan makna terdalam dari

segala sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan

atau ujian dari-Nya.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 101/115

101

Kecerdasan spiritual merupakan bawaan potensial manusia

yang harus diasah hingga berkembang dengan baik. Temuan di

lapangan menunjukkan tingkat kecerdasan spiritual yang berbeda.

Terdapat faktor luar yang sedikit berpengaruh, misalnya: pola asuh

yang menanamkan nilai terhadap seseorang dan keadaan kehidupan

seseorang seperti pergaulan, lingkungan tempat ia hidup, dan

kondisinya sendiri. Faktor dari dalam diri merupakan pusat dominan

untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (Hisbullah, 2007).

Khavari dalam Hisbullah (2007) menyatakan, kualitas tingkat

kecerdasan spiritual seseorang dapat meningkat atau menurun.

Kesadaran pribadi untuk mengasah secara aktif dalam kehidupan

sehari-hari adalah faktor yang utama. Tiga hal yang membuat kualitas

kecerdasan spiritual seseorang meningkat yaitu: selalu berkomunikasi

dan berhubungan secara spiritual dengan Tuhan, mengembangkan

sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan

sosial, menanamkan kesadaran diri tentang etika sosial dan

menerapkannya dalam perilaku. Kualitas kecerdasan spiritual akan

meningkat apabila mengembangkan ketiganya dengan intensitas yang

tinggi.

Peningkatan kecerdasan spiritual dapat disebabkan oleh

 beberapa faktor antara lain umur dan tingkat pendidikan

(Kuswinarning, 2007). Responden pada penelitian ini mayoritas pada

rentang usia dewasa tengah. Jalaludin (2007) mengemukakan, pada

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 102/115

102

orang dewasa memiliki ciri yaitu menerima kebenaran agama

 berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, cenderung

mengaplikasikan norma-norma agama dalam sikap dan tingkah laku,

 bersikap positif terhadap ajaran dan norma agama, lebih kritis

terhadap materi ajaran agama, bersikap terbuka dan wawasan yang

lebih luas, dan berusaha untuk mempelajari atau memperdalam

 pemahaman keagamaan.

Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan

 persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia

menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual yaitu

melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan. Ia sadar bahwa

kesulitan dan penderitaan akibat penyakitnya akan mendewasakannya

sehingga ia menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani

kehidupan (Zohar & Marshall, 2007).

Kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memajukan seseorang

karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya.

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai

hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah,

 bahkan penderitaan yang dialaminya. Makna yang positif akan mampu

membangkitkan jiwa, melakukan perbuatan dan tindakan yang positif

(Zohar & Marshall, 2007).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 103/115

103

3.  Tingkat harga diri pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden

memiliki tingkat harga diri sedang sebanyak 31 orang (51,7 persen)

dan tingkat harga diri tinggi sebanyak 29 orang (48,3 persen). Hasil

 penelitian ini menunjukkan bahwa responden merasa mampu dan

 percaya diri untuk melakukan berbagai aktifitas, menerima kondisinya

dengan tulus, tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain, merasa

dihargai, dan mendapat dukungan sosial yang optimal meskipun

mengalami penderitaan akibat kanker payudara. Sesuai dengan

 pengamatan peneliti, penderita mau berinteraksi dengan baik ketika

dilakukan penelitian dan kebanyakan responden didampingi oleh

keluarganya ketika menjalani kemoterapi. Responden juga

mengatakan masih aktif bekerja dan mengikuti kegiatan di lingkungan

sekitarnya.

Sejalan dengan penelitian Siburian (2011) yang menunjukkan

 bahwa pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mayoritas

memiliki harga diri tinggi, karena pasien kanker payudara memiliki

 penilaian yang positif terhadap dirinya. Penelitian ini didukung oleh

Lubis dan Hashim (2009), ketika pasien mampu menerima keadaan

dirinya, maka ia akan mempunyai harga diri yang tinggi. Pasien yang

memiliki harga diri tinggi dapat melawan pengaruh negatif dari

kanker.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 104/115

104

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Sukardja (2003)

dalam Hartati (2008) yang menyatakan, penderita yang mengetahui

dirinya mengidap kanker payudara dapat menjadi cemas dan merasa

akan cepat mati dalam keadaan yang menyedihkan, serta hanya

menjadi beban bagi orang lain. Mereka akan cenderung menyalahkan

dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif

terhadap dirinya. Reaksi yang umumnya ditampilkan oleh mereka

yang didiagnosa menderita kanker payudara adalah menyangkal,

cemas, takut, dan depresi karena merasa segala sesuatu tiba-tiba

menjadi berubah dan masa depan menjadi tidak jelas.

Perilaku pasien kanker payudara yang berhubungan dengan

harga diri rendah antara lain mengkritik diri sendiri, perasaan tidak

mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis, dan merusak diri

(Keliat, 2005 dalam Suliswati 2005). Bagi banyak wanita yang

mengalami kanker payudara cenderung akan menyalahkan dirinya

sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap

dirinya (Puckett, 2007).

Perubahan harga diri disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain jenis kelamin, pekerjaan, kondisi fisik, lingkungan keluarga, dan

lingkungan sosial (Coopersmith, 1967 dalam Ghufron, 2010). Wanita

selalu merasa harga dirinya lebih rendah daripada laki-laki karena

wanita cenderung memiliki perasaan kurang mampu, kurang percaya

diri, atau merasa harus dilindungi. Individu dengan harga diri yang

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 105/115

105

tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi dibanding

individu dengan harga diri yang rendah, karena individu dengan harga

diri tinggi memiliki skor intelegensi yang lebih baik dan selalu

 berusaha keras (Ghufron, 2010).

Seseorang yang berasal dari keluarga bahagia akan memiliki

harga diri tinggi karena mengalami perasaan nyaman yang berasal dari

 penerimaan, cinta, dan tanggapan positif orang tua mereka.

Pengabaian dan penolakan akan membuat mereka secara otomatis

merasa tidak berharga, karena merasa diacuhkan dan tidak dihargai

maka mereka akan mengalami perasaan negatif terhadap dirinya

sendiri. Klass dan Hodge (1978) dalam Ghufron (2010) berpendapat

 bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari

dirinya berharga atau tidak, ini merupakan hasil dari proses

lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain

kepadanya.

Terdapat hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik

dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik

cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan

kondisi fisik yang kurang menarik (Coopersmith, 1967 dalam

Ghufron, 2010). Pernyataan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian,

karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi harga diri yaitu

kepribadian dan dukungan sosial (Andromeda dan Rachmahana, 2006;

Siburian, 2011).

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 106/115

106

4.  Hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker

payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto

Peneliti menggunakan uji statistik rank spearman  untuk

mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto, diperoleh hasil sperman’s rho = 0,103

dengan nilai p = 0,436 yang lebih besar dari nilai α = 0,05.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, berarti Ho diterima dan Ha ditolak

sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Nilai correlation rho = 0,103 mendekati 0 semakin

menegaskan bahwa keeratan hubungannya sangat lemah.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Anggraini

(2012) yang memperlihatkan bahwa ada hubungan yang positif dan

signifikan antara kecerdasan spiritual dengan penerimaan diri dengan

nilai p = 0,042 (p < 0,05). Kecerdasan spiritual dapat digunakan

sebagai indikator untuk menjelaskan penerimaan diri karena semakin

tinggi kecerdasan spiritual maka semakin tinggi pula penerimaan diri.

Penerimaan diri diartikan sebagai segala bentuk sikap yang positif

terhadap dirinya sendiri seperti dapat menerima keadaan dirinya

secara tenang dengan segala kekurangan yang dimiliki, memiliki

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 107/115

107

kesadaran dan penerimaan penuh terhadap kondisinya, dapat

menghargai diri sendiri dan orang lain.

Jalaludin (2007) mengatakan, orang yang melatih kecerdasan

spiritual berarti memiliki kemampuan untuk meraih kebahagiaan.

Seseorang yang kecerdasan spiritualnya tinggi akan lebih kreatif

ketika dihadapkan pada suatu masalah pribadi, mampu mengubah

aturan dan situasi, memberi rasa moral, menyesuaikan diri dengan

aturan secara fleksibel, berpandangan holistik, bertindak yang

mendatangkan manfaat, menjadi pribadi yang mandiri, mencoba

melihat makna dalam setiap peristiwa secara positif demi memperoleh

ketenangan, kebahagiaan, dan kedamaian hati.

Hasil penelitian ini menunjukkan ketidakbermaknaan

hubungan, hal ini dikarenakan kecerdasan spiritual bukan merupakan

satu-satunya faktor yang mempengaruhi harga diri. Kecerdasan

spiritual merupakan hal yang seharusnya ada dan diperlukan dalam

diri seseorang tetapi bukan merupakan faktor yang cukup kuat,

seseorang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi belum tentu harga

dirinya juga tinggi. Harga diri secara langsung dipengaruhi oleh

karakteristik kepribadian dan dukungan keluarga (Andromeda dan

Rachmahana, 2006; Siburian, 2011).

Karakteristik kepribadian adalah perwujudan dari optimalnya

keterampilan psikologis seseorang dalam menghadapi kehidupan.

Karakteristik kepribadian positif dapat membantu proses penerimaan

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 108/115

108

diri secara sehat. Seseorang yang memiliki kepribadian positif

merupakan individu yang memiliki keterampilan psikologis yang baik

(Hadjam, 2005 dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006).

Hadjam (2004) dalam Andromeda dan Rachmahana (2006)

mengatakan, kepribadian seseorang yang kuat akan mengurangi

 pengaruh kejadian-kejadian hidup yang mencekam dengan

meningkatkan penggunaan strategi penyesuaian antara lain

menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di lingkungannya untuk

dijadikan motivasi dan dukungan dalam menghadapi masalah

ketegangan yang dihadapinya. Retnowati (2004) menyatakan, salah

satu strategi yang dimiliki kepribadian seseorang yang positif adalah

lingkungan kerja dan peran keluarga.

Wanita yang bekerja memiliki pola pikir yang berbeda dengan

wanita yang tidak bekerja dikarenakan wanita yang bekerja memiliki

kemandirian yang lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja.

Wanita yang bekerja merasa tidak harus bergantung pada pria dari

segi pendapatan. Kemandirian tersebut yang mampu mempengaruhi

konsep diri seseorang. Seorang wanita yang memiliki pekerjaan akan

terlatih untuk lebih mandiri akan memunculkan rasa percaya diri dan

konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif inilah yang

memunculkan harga diri yang positif pula (Retnowati, 2004).

Penelitian Andromeda dan Rachmahana (2006) menunjukkan, wanita

yang bekerja memiliki penerimaan diri yang lebih tinggi dibanding

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 109/115

109

wanita yang tidak bekerja.

Peran keluarga juga berpengaruh terhadap pembentukan

karakteristik kepribadian individu. Keluarga penderita kanker

 payudara dapat memberikan dukungan penuh pada penderita kanker

 payudara sehingga membantu pembentukan karakteristik kepribadian

yang kuat (Hadjam, 2004 dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006).

Terdapat hubungan yang positif dan sangat signifikan antara

kepribadian dan penerimaan diri, artinya semakin meningkat

kepribadian positif pasien penderita kanker payudara maka semakin

meningkat pula penerimaan dirinya. Salah satu prinsip mental yang

sehat adalah memiliki konsep diri yang sehat. Konsep diri yang sehat

ini mencakup penerimaan diri dan penilaian diri yang wajar mengenai

kedudukan dan harga dirinya (Andromeda dan Rachmahana, 2006).

Pasien kanker payudara akan mengalami perasaan negatif

dalam dirinya, namun ketika pasien tersebut dapat memandang dan

menyikapi penderitaan tersebut melalui sudut pandang yang positif

maka pasien tersebut akan lebih mudah menerima kenyataan pahit

dalam hidupnya. Penderita kanker payudara akan mengalami tekanan

hidup yang tidak menyenangkan, saat itulah ia memiliki tenaga

 perlawanan untuk bertahan yang tercermin dari karakteristik

kepribadiannya (Kobasa, 1982 dalam Andromeda dan Rachmahana,

2006). Karakteristik kepribadian ini tercermin dari cara-cara individu

tersebut dalam merasa, berpikir, dan bertindak dalam menghadapi

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 110/115

110

stressor (Pelvin, 2001 dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006).

Peran kepribadian yang tangguh dan positif dalam diri pasien kanker

 payudara akan sangat membantu proses peningkatan harga dirinya

sehingga dapat mengarahkan pada perasaan, pemikiran, dan perilaku

yang mendukung proses penyembuhannya (Andomeda dan

Rachmahana, 2006).

Siburian (2011) menyatakan, harga diri pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi dipengaruhi oleh dukungan

keluarga, dimana kekuatan hubungannya sedang dan berpola positif

yang berarti bahwa dukungan keluarga yang optimal dapat

meningkatkan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi. Sesuai dengan pendapat Rachmawati (2009) dalam

Siburian (2011) yang menyatakan bahwa dukungan sosial keluarga

dapat memberikan hasil yang positif terhadap kesehatan dan

kesejahteraan pada pasien kanker payudara. Pasien kanker payudara

membutuhkan dukungan keluarga karena berdasarkan Chandra (2009),

dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota

keluarganya. Dukungan keluarga ialah sikap, tindakan, dan penerimaan

keluarga terhadap penderita yang sakit. Penelitian Mubarak (2009)

menyatakan peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek

 perawatan kesehatan anggota keluarga mulai dari strategi-strategi

hingga fase rehabilitasi.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 111/115

111

Kesehatan tidak hanya tergantung pada apa yang terjadi pada

tubuh dan pikiran, tetapi juga tergantung pada apa yang terjadi di

dalam hubungan seseorang dengan orang lain. Umumnya, penderita

kanker payudara memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat

untuk kenyamanan dan kekuatan. Dukungan dapat datang dari siapa

saja dengan berbagai bentuk seperti keluarga, teman, dan grup

 pendukung kanker (Rachmawati, 2009).

C.  Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan dan

keterbatasan antara lain:

1.  Instrumen penelitian ini bersifat tertutup hanya melakukan

 pengukuran tingkat kecerdasan spiritual dan harga diri pasien

kanker payudara dan hanya menganalisis keadaan responden pada

suatu saat tertentu, sehingga tidak bisa menggali secara mendalam

karena tidak dilengkapi lembar respon pasien selama dilakukan

 penelitian dan hanya berdasarkan data kuesioner yang diisi

langsung oleh responden.

2. 

Penelitian ini hanya mengarah pada satu variabel bebas, sehingga

tidak bisa meneliti faktor-faktor lain dan faktor yang paling

dominan mempengaruhi harga diri.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 112/115

112

BAB V

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai hubungan

kecerdasan spiritual dengan harga diri pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.  Berdasarkan karakteristik responden: umur responden terbanyak pada

kategori dewasa tengah (41-65 tahun) dengan persentase 73,3%,

tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tingkat pendidikan SD

dengan persentase 71,7%, jenis pekerjaan responden sebagian besar

adalah ibu rumah tangga (IRT) dengan persentase 46,7%, dan stadium

kanker payudara banyak ditemukan pada responden dengan stadium III

dengan persentase 58,3%.

2. 

Sebagian besar responden memiliki tingkat kecerdasan spiritual sedang

dengan persentase 53,3% dan tingkat kecerdasan spiritual tinggi

dengan persentase 46,7%.

3.  Tingkat harga diri responden mayoritas pada kategori sedang dengan

 persentase 51,7% dan tingkat harga diri tinggi dengan persentase

48,3%.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 113/115

113

4.  Tidak ada hubungan yang bermakna antara kecerdasan spiritual

dengan harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ( p value = 0,436).

 Nilai kekuatan hubungan yang didapat sangat lemah ( spearman’s rho 

= 0,103).

B.  Saran

Berdasarkan kesimpulan sebagaimana tersebut di atas, maka

 peneliti menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1.  Instansi Rumah Sakit

Pihak rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan kegiatan

yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dan harga diri

 pasien kanker payudara misalnya melalui aktivitas kerohanian seperti

 pengajian atau penyuluhan yang bersifat memotivasi agar mereka

dapat memaknai hidupnya dengan baik.

2. 

Profesi Keperawatan

Petugas kesehatan khususnya profesi keperawatan diharapkan

dapat aktif berperan serta di lingkungan masyarakat dalam

memberikan pendidikan kesehatan terutama mengenai kanker

 payudara dan memberikan dukungan serta motivasi kepada para

 penderita kanker payudara supaya mereka mengerti dan memahami

 bahaya kanker, cara pencegahan dan pengobatan, menyadari

 pentingnya kesehatan, dan termotivasi untuk menjalani hidupnya

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 114/115

114

dengan baik. Sebagai perawat juga harus memperhatikan aspek

kecerdasan spiritual dan harga diri dengan meningkatkan kualitas

 pelayanan yang mendukung seperti mengaplikasikan asuhan

keperawatan spiritual untuk pasien kanker payudara dengan sebaik-

 baiknya.

3. 

Masyarakat

Bagi masyarakat diharapkan menyadari pentingnya deteksi

dini kanker payudara dan lebih meningkatkan pengetahuan mengenai

kanker. Masyarakat hendaknya aktif mengikuti penyuluhan kesehatan

di lingkungannya atau puskesmas setempat atau pihak masyarakat

 bekerjasama dengan dinas kesehatan seperti puskesmas untuk

mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit kanker

 payudara.

4.  Peneliti selanjutnya

a. 

Perlu diadakan penelitian serupa dengan melihat aspek kecerdasan

spiritual dan harga diri secara langsung dengan metode penelitian

yang berbeda, misalnya metode penelitian gabungan antara

kuantitatif dengan kualitatif untuk menggali secara mendalam

mengenai gambaran tingkat kecerdasan spiritual dan gambaran

tingkat harga diri pasien kanker payudara secara menyeluruh, dan

menentukan faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga diri.

8/16/2019 hiuhilj

http://slidepdf.com/reader/full/hiuhilj 115/115

115

 b.  Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menambah variabel

lain yang mempengaruhi harga diri agar dapat diketahui variabel

yang lebih dominan mempengaruhi harga diri pasien kanker

 payudara yang menjalani kemoterapi.