histopathology translate.docx

10
SIFILIS Histopatologi. Roseola dan erupsi cutaneous lainnya dari fase sekunder menunjukkan tingkat yang bervariasi dari infiltrasi perivaskuler yang utamanya terdiri dari limfosit dan sel plasma. Sel plasma hampir selalu ada. Erupsi sekunder tahap lanjut terjadi pada sel – sel multinukleat besar, dapat terlihat perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah. Perubahan epidermal yang terjadi sangat luas, terutama terjadi pada lesi sekunder lanjutan. Pembuluh darah berdilatasi dan terdapat panarteritis. Lesi yang paling sering muncul memperlihatkan keterlibatan pembuluh darah superfisial dan dalam, dengan pembengkakan endotelial dinding pembuluh darah dan dengan adanya infiltrat perivaskular. Pewarnaan antibodi fluoresensi langsung (Pewarnaan Steiner) dan strain Warthin-Starry perak akan positif dan akan merujuk pada pasien dengan diagnosis HIV positif dengan respon serologi tak menentu, seperti pasien yang dilaporkan oleh Hicks et al. Penelitian oleh Mc Neely et al terhadap empat pasien dengan lesi sekunder awal dan terbukti sirkulasi

Upload: jimmi

Post on 18-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Histopathology translate.docx

SIFILIS

Histopatologi. Roseola dan erupsi cutaneous lainnya dari fase sekunder

menunjukkan tingkat yang bervariasi dari infiltrasi perivaskuler yang utamanya

terdiri dari limfosit dan sel plasma. Sel plasma hampir selalu ada.

Erupsi sekunder tahap lanjut terjadi pada sel – sel multinukleat besar,

dapat terlihat perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah. Perubahan

epidermal yang terjadi sangat luas, terutama terjadi pada lesi sekunder lanjutan.

Pembuluh darah berdilatasi dan terdapat panarteritis.

Lesi yang paling sering muncul memperlihatkan keterlibatan pembuluh

darah superfisial dan dalam, dengan pembengkakan endotelial dinding pembuluh

darah dan dengan adanya infiltrat perivaskular. Pewarnaan antibodi fluoresensi

langsung (Pewarnaan Steiner) dan strain Warthin-Starry perak akan positif dan

akan merujuk pada pasien dengan diagnosis HIV positif dengan respon serologi

tak menentu, seperti pasien yang dilaporkan oleh Hicks et al.

Penelitian oleh Mc Neely et al terhadap empat pasien dengan lesi sekunder

awal dan terbukti sirkulasi kompleks imun di keempat pasien tersebut. Tiga

diantaranya menunjukkan reaksi vaskular neutrofilik di lesi awal; keempatnya

memiliki histologi serupa setelah injeksi pada kulit.

DIAGNOSIS. Diagnosis positif dari sifilis sekunder ditegakkan ketika

T.pallidum dapat didemonstrasikan dari lesi kulit. Kebanyakan pada lesi awal

terdapat spirochaeta; yang dapat dinilai dari lesi yang lembab.

STS selalu sangat reaktif. Pengecualian terjadi bila terdapat titer antibodi

yang sangat tinggi. Kondisi tersebut dapat membuat hasil negatif palsu

(“prozone”). Positif asli pada serum dideteksi ketika tes dilusional. Dan juga,

Hicks et al mencatat suatu kasus seronegatif sifilis sekunder pada pasien dengan

AIDS. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki respon serologi yang bervariasi.

Page 2: Histopathology translate.docx

Sebagai tambahan lesi pada membran mukosa dan kulit, mungkin terdapat riwayat

chancre, dan tanda dan gejala sistemik. Hal tersebut berkontribusi pada diagnosis,

yang secara positif ditetapkan oleh adanya spirochaeta di bawah mikroskop

lapang gelap atau dengan STS positif, atau keduanya.

DIAGNOSIS BANDING. Sifilis telah lama dikenal sebagai “peniru

hebat” karena bervariasinya manifestasi kutaneus dapat mencetuskan hampir

semua penyakit sistemik atau kutaneus.

Pitiriasis rosea mungkin dapat salah didiagnosis sebagai sifilis sekunder,

terutama karena keduanya dimulai dari bagian tengah tubuh; bagaimanapun juga

herald patch, spot oval di garis lipatan kulit, hilangnya limfadenopati, dan lesi

membran mukosa yang jarang membantu dalam membedakan pityriasis rosea dari

sifilis sekunder secara klinis. Adanya gatal yang hebat mengarah pada pitiriasis

rosea.

Erupsi obat dapat menghasilkan gambaran yang mirip; gambarannya

menjadi skarlatiniform atau morbiliform. Riwayat penggunaan obat dapat

membantu membedakannya dari sifilis. Erupsi obat sering muncul pruritus,

berlawanan dengan sifilis sekunder.

Faringitis streptococcal dapat mencetuskan sifilis sekunder. Demam

tinggi, erupsi skarlatiniform difus dan generalisata, dan perjalanan yang singkat

dan akut tanpa adenopati generalisata mengarah pada infeksi streptococcal.

Liken planus dapat menyerupai sifilid. Yang paling penting adalah

mengenali karakteristik papula dari liken planus dengan bentuk poligonal datar,

berbarengan dengan striae Wickham, dan fenomena Koebner. Pruritus berat dalam

liken planus dan jarang pada sifilis.

Dermatosis lainnya adalah pityriasis versicolor, pityriasis likenoide kronik,

pityriasis likenoid et varioliformis akut, leprosi makular dan nodular, urtikaria

pigmentosa, bentuk yang beragam dari psoriasis, terutama tipe guttate, dan

Page 3: Histopathology translate.docx

sarkoid, yang dapat menjadi riwayat yang tidak dapat dibedakan, seperti yang

diperlihatkan oleh Perry.

Diagnosis banding lesi membran mukosa pada sifilis sekunder sangat

penting. Mononukleosis infeksius dapat menyebabkan tes biologik positif palsu

untuk sifilis dan titer antibodi heterofil tinggi.

Lidah geografika dapat dikaburkan dengan spot deskuamatif sifilis atau

dengan spot mukosa. Lidah geografika terjadi terutama dekat tepi lidah pada area

yang relatif luas, yang sering bergabung dan memiliki bentuk lobulated; dalam

beberapa bulan atau tahun kemudian perubahan terjadi bertahap dari hari ke hari.

Stomatitis aphthous menghasilkan satu atau beberapa ulserasi yang menyakitkan,

dengan diameter 1 – 3 mm, dikelilingi tepi hiperemis, yang merupakan tampilan

tersendiri.

Sifilis Sekunder Relaps

Lesi awal sifilis mengalami involusi baik secara spontan maupun dengan

perlakuan, tetapi relaps terjadi sekitar 25 persen pada pasien tanpa perlakuan.

Relaps yang demikian dapat terjadi pada tempat lesi sebelumnya, atau di kulit,

atau di viscera. Kadang – kadang setelah erupsi makular khas hilang, terutama

pasien yang mendapat penatalaksanaan yang tidak kuat, daerah relaps erupsi

makular dengan tampilan yang berbeda di observasi. Makula – makulanya lebih

besar dan dalamnya merah, dan sering berbentuk lingkaran besar dengan tepi

serpinginosa yang khas. Kekambuhan kutaneus dapat berbentuk erupsi

generalisata dimana terjadi kecenderungan konfigurasi dan infiltrasi, dan lesinya

lebih besar dan dipisahkan oleh area kulit sehat yang luas. Untuk 3 sampai 5 tahun

setelah penyakit dimulai, lesi non ulseratif yang kambuh dapat menular.

Page 4: Histopathology translate.docx

Sifilis Tersembunyi

Setelah lesi sifilis sekunder telah teratasi, muncul tahap laten/

tersembunyi. Hal tersebut mungkin bertahan untuk beberapa bulan dan lanjut

sampai sisa usia orang yang terinfeksi. 60 – 70% pasien – pasien yang tidak

terobati menyisakan gejala asimptomatis pada tahap laten penyakit untuk seumur

hidup. Selama tahap laten ini tidak ada tanda – tanda klinis sifilis, tetapi STS

reaktif. Selama periode laten awal terjadi infektivitas: untuk setidaknya 2 tahun

wanita dengan sifilis laten tahap awal dapat menginfeksi janinnya.

Sifilis laten menjadi sifilis lanjut setelah 2 tahun, atau lebih awal jika lesi

gummatosa, sifilis cardiovascular, neurosifilis, atau tanda lainnya dari sifilis tahap

lanjut membuat manifestasi bagi mereka sendiri, seperti yang terjadi pada pasien

HIV. Hal ini dapat menjadi jelas pada pasien HIV negatif selama tahun ketiga,

tetapi biasanya tidak muncul dalam kurun waktu yang lama setelah infeksi sifilis

terjadi.

Sifilis Tersier

Sifilis tersier dapat terjadi secepat 6 bulan setelah infeksi tetapi

kebanyakan terjadi setelah 3 – 5 tahun. 16% pasien yang tidak diobati akan

berkembang menjadi lesi kulit tersier. Lesi semacam ini lebih terlokalisir,

terbentuk dalam grup dan berpola, dan dapat dihancurkan. Setelah tahun kedua

penyakit karakteristiknya menjadi lebih biasa dan lebih tegas. Satu secara umum

mempertimbangkan sebagai lesi tersier dimana distribusinya lebih terlokalisir dan

asimetris, yang bersifat kronis dan memiliki kecenderungan untuk mengelilingi

area kulit, pada kondisi ini infeksi lebih bersifat lokal daripada sistemik. Lesinya

lebih ke dalam, biasanya destruktif, ketika sembuh meninggalkan bekas.

Troponemata biasanya tidak ditemukan oleh pewarnaan perak atau

pemeriksaan lapang gelap, tetapi lebih terlihat menggunakan teknik

imunofluorescent tidak langsung yang termodifikasi, seperti ditunjukkan oleh

Page 5: Histopathology translate.docx

Handsfield et al. Lesi dapat satu atau banyak, superfisial atau dalam, dan memiliki

karakteristik lembab, dan kecenderungan menjadi ulserasi dengan gambaran

menonjol keluar dan formasi skar. Lesi biasanya berkelompok dan memiliki

pengaturan yang telah diatur.

TIPE. Terdapat dua tipe utama, noduloulceratif sifilid dan gumma,

meskipun perbedaannya terlihat tidak penting dan terkadang sulit

membedakannya.

Sifilis Nodular. Nodular, nodula-ulserasi, atau tipe tuberkular berwarna

coklat kemerahan atau nodula atau papula bentuk tegas dengan warna tembaga, 2

mm atau lebih. Lesi individual biasanya diikuti oleh kulit dan sisik. Lesi

cenderung berbentuk cincin dan berinvolusi membentuk lesi baru diantara lesi

lama, sehingga terbentuk pola serpiginosa yang luar biasa dan melingkar secara

khas.

Tipe khusus dan khas dari lesi berbentuk ginjal. Hal ini sering muncul

pada permukaan luar lengan dan belakang tubuh. Lesi semacam itu terdiri dari

nodula – nodula pada fase perkembangan yang berbeda – beda sehingga menjadi

biasa menemukan skar dan pigmentasi bersama dengan lesi ulserasi yang baru.

Pada permukaan erupsi nodular mirip sekali dengan lupus vulgaris. Ketika

penyakit ini tidak ditangani maka prosesnya dapat bertahan bertahun – tahun,

berbaris melintasi area kulit yang luas. Proses ini dapat meninggalkan sedikit skar

yang tampak jelas, atau dapat menyebabkan tanda destruksi, kehilangan pigmen,

atau hiperpigmentasi.

Nodula dapat membesar dan pecah tiba – tiba membentuk ulcer yang tidak

nyeri, melingkar, ujung halus, kemerahan dengan kedalaman beberapa milimeter.

Ulcer yang menonjol keluar ini muncul di sisi – sisi dan berbentuk ulcer sifilitik

serpiginosa. Besarnya sekitar sebesar telapak tangan bertahan beberapa tahun,

hanya dengan pengobatan minimal dan dengan skar.

Gumma. Gumma bisa muncul unilateral, menyendiri, lesi satu atau

tersebar atau dengan pola serpiginosa menyerupai nodular sifilid. Dapat terbuka

Page 6: Histopathology translate.docx

pada kulit, atau di jaringan yang lebih dalam, pecah dan secara sekunder

melibatkan kulit. Lesi individual, yang dimulai dengan nodula kecil, secara lambat

membesar beberapa sentimeter. Nekrosis sentral luas dan mengarah pada formasi

ulser menonjol yang dalam dengan sisi yang tinggi dan dasar bergetah. Sekali

lagi, progresi dapat terjadi di satu area sementara proses penyembuhan di sisi

lainnya, dan menghasilkan perkembangan lesi berbentuk ginjal dan ulserasi yang

khas. Mungkin area yang paling sering dari gummas adalah di kaki bagian bawah,

dimana ulser menonjol dalam sering terbentuk di area infiltrat luar.

Gummata Dalam. Dapat terbentuk di otot, tulang, periosteum, limfanodi,

sistem saraf pusat, dan organ dalam. Tidak ada bagian tubuh yang terlihat bebas

dari ini.

Histopatologi Gumma. Lesi kulit tersier gummatosa memperlihatkan

perubahan yang khas. Nodula yang terdiri dari sel plasma, limfatosit, sel epitelial,

dan fibroblast meluas dari epidermis yang dalam ke jaringan subkutan. Jumlah sel

raksasa sangat bervariasi.

Dengan adanya gumma pembuluh darah dipengaruhi dalam tingkat yang

berbeda dengan endarteritis obliterasi. Tiga lapisan dinding pembuluh darah

menebal dan lumen menyempit. Sering terdapat tanda fibrosis di infiltrasi

periphery. Biasanya elemen selular mengalami degenerasi secara berkala dan

terbentuk nekrosis kaseosa. Epidermis dapat menebal karena adanya tekanan, atau

terkikis, dengan formasi ulcer. Sifilis tersier mungkin muncul, sebagai tambahan

dari adanya gumma, infiltrasi yang difus pada jaringan dengan sel plasma dan

fibroblast, membentuk granulomas sifilitik.