his
DESCRIPTION
ILMiaHTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
His adalah kontraksi uterus yang dapat diraba dan menimbulkan pembukaan
servik. Kontraksi rahim dimulai dari kedua face maker yang letaknya dekat kornu uteri,
bergerak ke tengah secara digital kemudian ke bawah dekat servik sehingga kontraksi
menjadi sirkuler.
Penyebab nyeri terjadi karena tekanan pada serat-serat saraf oleh otot-otot pada
servik waktu dilatasi dan oleh serat-serat otot rahim waktu kontraksi. His yang
menimbulkan pembukaan servik dalam kecepatan tertentu disebut his efektif. Sifat his
biasa, yaitu kontraksi fundus lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain dan peranan
fundus tetap menonjol.
1.2 Tujuan
1.2.1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
His (kontraksi) adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur karena otot-otot polos
rahim yang bekerja dengan baik dan sempurna secara bertahap akan mendorong janin
melalui serviks dan vagina sehingga janin keluar dari rahim ibu. Kontraksi menyebabkan
serviks membuka secara bertahap (mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai
hampir menyatu dengan rahim. Perubahan ini memungkinkan janin bisa lahir.
His yang normal muai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar
merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus
uteri di mana lapisan otot paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi merata dan
meyeluruh. His yang sempurna bila (1) Kontraksi yang simetris. (2) Kontraksi paling kuat
atau adanya dominasi di fundus uteri. (3) Sesudah itu terjadi relaksasi.
Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dalam
dinding uterus sebagai pace maker tempat gelombang his berasal. Gelombang bergerak
kedalam dan ke bawah dengan kecepatan 2cm tiap detik sampai ke seluruh uterus.
Frekuensi adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau per 10
menit.
Durasi his adalah lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik, misalnya selama
40 detik.
Amplitudo atau intensitas adalah kekuatan his diukur dalam mmHg. Dalam praktek,
kekuatan his hanya dapat diraba secara palpasi apakah sudah kuat atau masih lemah.
Aktivitas his adalah frekuensi dan amplitudo diukur dengan unit Montevideo. Contoh:
frekuensi suatu his 3x per 10 menit dan amplitudonya 50 mmHg, maka aktivitas rahim
= 3×50= 150 unit Montevideo.
His paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan puncak
kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah setiap His, otot – otot
korpus uteri menjadi lebih pendek dari pada sebbelumnya yang disebut sebagai
retraksi. Oleh karena serviks kurang mengandung otot, serviks tertarik dan terbuka
(penipisan dan pembukaan ), lebih – lebih jika ada tekanan oleh bagian janin yang
keras, misalnya kepala.
Aktivitas miometrium dimulai saat kehamilan. Pada seluruh trimester
kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitude 5 mmHg yang
tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu aktivitas uterus lebih meningkat
lagi sampai persalinan mulai. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala 1,
frekuensi dan amplitude his meningkat
Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60mmHg pada akhir kala I dan frekuensi
his menjadi 2 sampai 4 tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari hanya 20 detik pada
permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II. His
yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga
kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai
60mmHg yang berdurasi 60 sampai 90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2
sampai 4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg. Jika frekuensi dan
amplitudo his lebih tinggi, maka dapat mengurangi pertukaran O2. Terjadilah hipoksia
janin dan timbul gawat janin yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain
menghitung detak jantung janin ataupun dengan pemeriksaan kardiotokografi.
His menyebabkan pembukaan dan penipisan di samping tekanan air ketuban pada
permulaan kala I dan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul
dan sebagai benda keras yang mengadakan tekanan pada serviks hingga pembukaan
menjadi lengkap.
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kontraksi rahim adalah besar
rahim, besar janin, berat badan ibu, dan lain-lain. Namun, dilaporkan tidak adanya
perbedaan hasil pengukuran tekanan intrauterus kala II antara wanita obese dan tidak
obese.
Pada kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitudo his masih
tinggi sekitar 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekunsinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas
uterus menurun. Sesudah 24 jam pasca persalinan intensitas dan frekuensi his menurun.
Meskipun His merupakan kontraksi miometrium yang bersifat fisiologik, tetapi
berbeda dengan kontrksi fisiologik lainnya, His bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin
disebabkan oleh hipoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut
otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan segmen
bawah rahim, regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada peritoneum
sewaktu kontraksi. His bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah sebagai
berikut :
Lamanya kontraksi rata-rata 60 detik (30-90 detik). Masing-masing
kontraksi (HIS) terdiri atas fase inkrementi, fase akme, dan fase
dekrementi.
Kekuatan kontraksi. Pada persalinan normal kekuatan kontraksi
menyebabkan naiknya tekanan intrauterin sampai rata-rata 40 mmHg (20-
60mmHg). Secara klinik kekuatan His ditentukan dengan menekan
dinding uterus ke dalam; jika kekuatan diding uterus kuat, uterus tidak
dapat ditentukan ke dalam dan sebaliknya.
Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali
dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
Menurut faalnya his persalinan dapat dibagi dalam :
His pembukaan ialah His yang menimbulkan pembukaan dari serviks uteri
His pengeluaran ialah His yang mendorong fetus keluar,his pengeluaran
biasanya disertai dengan keinginan mengejan.
His pelepasan uri: His untuk melepaskan dan mengeluarkan plasenta
2.2 His Inadekuat
His tidak adekuat (Inersia Uteri) merupakan kelainan his yang kekuatannya tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. tetapi
kekuatannya lemah dan frekuensi jarang serta pendek, sehingga menghambat
kelancaran persalinan.
A. Inersia Uteri
1. Inersia Uteri Hipotonik
Kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar dan frekuensinya jarang, sehingga
menghasilkan tekanan ≥ 15 mmHg. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidramnion atau kehamilan kembar (makrosomia), grandmultipara (primipara), serta
pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Inersia Uteri Hipotonik dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia Uteri Primer
Terjadi pada awal fase laten
Frekuensi jarang, kekuatan lemah, sebentar dan relaksasinya sempurna.
Sejak awal telah terjadi his tidak adekuat sehingga sering sulit untuk memastikan
apakah penderita telah memasuki keadaan in partu / belum.
b. Inersia Uteri Sekunder
Terjadi pada fase aktif atau kala I dan kala II
Permulaan his baik, lalu keadaan selanjutnya ada gangguan / kelainan.
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah
terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin,
sehingga memerlukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas
atau ke dokter spesialis.
2. Inersia Uteri Hipertonik
Inersia Uteri Hipertonik adalah his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas,
tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan
mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh
misalnya “tetania uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan
B. Tetania Uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan
reaksi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
Partus Presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam.
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri
Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin dalam
rahim
Asifiksia intra uteri – kematian janin
C. Inkoordinasi otot rahim
Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya
kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin
dari dalam rahim.
2.3 Etiologi
2.3.1 Kelainan Mengejan
Gangguan pertumbuhan uterus (uterus bicornis unicollis, hipoplasia uteri)
Uterus terlalu teregang
Kehamilan multipara,
Otot dinding perut lemah
Mioma Uteri
Ibu anemia, penyakit kronis
Faktor psikologis (tidak mau/takutmengejan), dan emosional.
2.3.2 Inkoordinasi otot rahim
Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah :
Faktor usia penderita relatif tua, pimpinan persalinan
Karena induksi persalinan dengan oksitosin
Rasa takut dan cemas
2.4 Manifestasi Klinis
A. Inersia Uteri Hipotonik
Kontraksi lemah → tekanan ≥ 15 mmHg (N: 50-60 mmHg)
His kurang sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat
ditekan ke dalam.
Asfiksia anak jarang terjadi dan reaksi terhadap pitocin baik sekali.
B. Inersia Uteri Hipertonik
Kontraksi tidak terkoordinasi. Misal : kontraksi segmen tengah lebih kuat dari
segmen atas.
Pasien biasanya sangat kesakitan
Tanda-tanda gawat janin (foetal disstres) cepat terjadi
2.5 Penyulit
Kelainan his (insersia uteri) dapat menimbulkan kesulitan, yaitu :
Kematian atau jejas kelahiran
Bertambahnya resiko infeksi
Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat,
Pernapasan cepat, turgor berkurang, dan meteorismus.
Infus harus diberikan jika partus > 24 jam → mencegah timbul gejala di atas.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaanCTG dan USG
2.7 Penatalaksanaan
Observasi keadaan ibu dan janin
Suportive: atasi kelelahan, dehidrasi & asidosis
Terapi infeksi
sedatif untuk mengurangi nyeri & ketegangan mental/fisik. (Pethidine 50 mg
atau morphin 10 mg)
Jangan beri makan/minum karena mungkin persalinan dengan operasi
Stimulasi kontraksi uterus (oksitosin). satuan oksitosin dimasukkan dalam
larutan glukosa 5% diberikan secara iv 12 tts/mnt dan perlahan-lahan dapat
dinaikkan ± 50 tetes. Oksitosin jangan diberikan pada primipara dan
penderita yang pernah sectio caesar (miomektomi) karena memudahkan
terjadi ruptur uteri.
Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita
disuruh berjalan-jalan, selanjutnya persalinan akan lancar
Ketuban boleh dipecahkan untuk merangsang his sehingga persalinan lancar
tetapi setelah ini persalinan tidak boleh berlangsung lama
Periksa keadaan patologis yang mungkin penyebab persalinan tidak maju
Penyelesaian persalinan secara operatif