hipotermi[1]
DESCRIPTION
hipotermiTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOTERMI
A. Defenisi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh yang rendah atau berada dibawah normal.
( Maternal & Neonatal Health, Depkes RI, 2005)
Hipotermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
penurunan suhu tubuh terus - menerus dibawah 35, 5ºC per rektal karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor – faktor eksternall (http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-
hipotermi.html).
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi
adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C dan diukur melalui ketiak dengan
termometer.
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html).
Hipotermi terbagi atas 3 macam, yaitu :
1. Hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36 – 36, 5 0 c
2. Hipotermi sedang yaitu suhu antara 32 – 36 0 c
3. Hipotermi berat yaitu suhu tubuh < 32 0 c
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 89)
B. Etiologi
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu
lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau
tidak berpakaian.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 89)
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1. Jaringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3. BBL tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
4. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami
hipotermi.
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
C. Patofisiologi
Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap kehilangan panas. Bila
kehilangan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju pembentukan panas maka akan terjadi
penurunan suhu tubuh.
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk
menghasilkan panas berupa :
1. Shivering Thermoregulation (ST) yaitu merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau
gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
2. Non-shivering thermoregulation (NST) yaitu merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh
stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan
oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat
akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer yaitu merupakan mekanisme yang distimulasi oleh sistem saraf
simpatis,kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk
berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran
darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi
dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL (neonatus), NST (proses
oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi
panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun pertama kehidupan,
jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST selanjutnya akan menurun.
(Kosim Sholeh M,dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 91)
D. Gejala Klinis
Hipotermi ditandai dengan bayi tidak mau minum, kurang aktif, pucat, takipnoe atau
takikardia. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa,
hipoglikemia, defek koagulasi, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
(Kosim Sholeh M,dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 93)
E. Mekanisme hilangnya panas pada BBL
Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :
1. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin, misalnya dari
bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber
kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang
dingin.
2. Konduksi yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua
objek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL dengan
permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada
permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.
3. Konveksi yaitu transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin dipermukaan tubuh bayi. Sumber
kehilangan panas disini dapat berupa : inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada
waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
4. Evaporasi yaitu panas yang terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan
traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir,
atau pada waktu dimandikan.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.89)
F. Akibat - akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi
Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu :
a. Hipoglikemi
b. Asidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob.
c. Kebutuhan oksigen yang meningkat.
d. Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
e. Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai
hipotermi berat.
f. Shock.
g. Apnea
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
G. Pencegahan Hipotermi
Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga
direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan
maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001).
Alat-alat Inkubator untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator.
Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu
lingkungan 30°C. Radiant Warner adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau
untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe
untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).
Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi hipotermi :
1. Bayi cukup bulan
a. Letakkan BBL pada Radiant Warner.
b. Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi.
c. Tutup kepala.
d. Bungkus tubuh segera.
e. Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat
disusukan.
2. Bayi sakit
a. Seperti prosedur di atas.
b. Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil.
3. Bayi kurang bulan (prematur)
a. Seperti prosedur di atas.
b. Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo
controle.
4. Bayi yang sangat kecil
a. Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. Tutup kepala. -
Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner.
b. Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C.
c. Dengan dinding double. Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat
tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan).
d. Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur lingkungan
yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi.
H. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi
Untuk mencegah hipotermi menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa untuk
mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi adalah : Mengeringkan bayi segera
setelah lahir. Cara ini merupakan salah satu dari 7 rantai hangat :
a) Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.
b) Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk
yang kering dan bersih.
c) Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti
(Metode Kangguru).
d) Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting
reflex dan bayi memperoleh kalori dengan :
Menyusui bayi.
Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau
pipet.
Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.
e) Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan.
f) Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.
g) Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir
sampai suhu tubuh normal.
Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu / keluarga dan penolong persalinan harus
menunda memandikan bayi :
a. Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan
bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan air hangat.
b. Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram
sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu
tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.
I. Penanganan Hipotermi
1. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus
dilakukan adalah segera menghangatkan bayi didalam inkubator atau melalui penyinaran
lampu.
2. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap,
yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi
senantiasa hangat.
3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih
dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai
tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
4. Metode lain untuk menghangatkan neonatus yang hipotermi adalah metode kanguru.
Metode kanguru ditemukan sejak tahun 1983, sangat bermanfaat untuk merawat bayi yang
lahir dengan berat badan rendah. Metode kanguru menyediakan situasi dan kondisi yang
mirip dengan rahim ibu, sehingga memberi peluang untuk dapat beradaptasi baik dengan
dunia luar. Keuntungan yang terdapat dalam metode kanguru bagi perawatan bayi baru lahir
adalah sbb :
a. Meningkatkan hubungan emosi ibu – anak
b. Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung dan pernafasan bayi
c. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik
d. Mengurangi stres pada ibu dan bayi
e. Mengurangi lama menangis pada bayi
f. Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
g. Meningkatkan produksi ASI
h. Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan dirumah sakit
i. Mempersingkat masa rawat dirumah sakit.
Kriteria bayi untuk metode kanguru :
1. Bayi dengan berat badan ≤ 2000 gram dan suhu badan dibawah normal.
2. Refleks dan kordinasi siap dan menelan yang baik.
3. Perkembangan selama di inkubator baik
4. Kesiapan dan keikutsertaan orang tua, sangat mendukunga dalam keberhasilan
Langkah-langkah Metode kanguru :
1. Mempersiapkan daerah bersih yaitu ibu membersihkan daerah dada dan perut dengan
cara mandi 2 - 3 kali sehari. Tangan dan kaki harus selalu bersih dan kuku dipotong
secara berkala. Baju kanguru dan popok bayi harus bersih.
2. Bayi diletakkan dalam dekapan ibu sedemikian rupa sehinggga terjadi kontak langsung
antara kulit ibu dan kulit bayinya. Dengan demikian ibu tidak memakai BH agar kontak
terus menerus antara ibu dan bayi yang mengakibatkan suhu bayi tetap optimal yakni
pada suhu 36,500 C – 37,500 C.
3. Posisi bayi dalam keadaan tegak. Untuk menjaga kenyamanan ibu dan bayi sedemikian
rupa sehingga saat ibu dalam posisi berdiri, bayi tegak, ibu dalam posisi duduk bayi
juga tegak. Begitu juga ibu dalam posisi berbaring, bayi juga tegak berbaring sesuai
posisi ibu.
4. Bayi tetap mengenakan popok untuk tidak mengotori ibu saat bayi BAB. Memakai topi
agar tidak kedinginan. Jika dihubungkan dengan program pemberian ASI metode ini
membantu bayi dekat dengan sumber ASI sehingga frekuensi menyusui lebih sering.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Wawancara
a. Masalah yang berkaitan dengan ibu
1. Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, kehamilan kembar, malnutrisi dan
diabetes melitus.
2. Riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat - obatan, alkohol dan rokok.
b. Bayi pada saat kelahiran
1. Berat badan biasanya < 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada,
kepala relatif lebih besar dibanding dada. (lingkar kepala < 33 cm, lingkar dada < 30
cm), panjang badan 45 cm.
2. Kardiovaskuler, denyut jantung rata-rata 120 - 160 per menit pada bagian apikal,
kebisingan jantung terdengar pada seper empat bagian interkostal, aritmia, tekanan
darah sistol 45 - 60 mmHg, nada bervariasi antara 100 – 160 x / menit.
3. Gastrointestinal ,penonjolan abdomen, pengeluaran mikonium biasanya terjadi dalam
waktu 12 jam, refleks menelan dan menghisap yang lemah, peristaltik usus dapat
terlihat.
4. Mukoloskeletal, tulang kertilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut.
5. Paru, jumlah pernafasan rata – rata antara 4060 per menit diselingi periode apnea,
pernafasan tidak teratur, flaring nasal, dengkuran, terdengar suara gemeresik lipoprotein
paru - paru.
6. Ginjal, berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk melarutkan
eksresi kedalam urine.
7. Reproduksi, bayi perempuan : klitoris yang menonjol dengan labia mayora yanng
belum berkembang; bay laki – laki skrotum yang belum berkembang sempurna dengan
rugae yang kecil, testis tidak turun kedalam skrotum
b. Pemeriksaan fisik terdiri dari :
1.Auskultasi yaitu menggunakan pendengaran untuk mengidendifikasi bunyi khas seperti napas
dan bising usus.
2. Inspeksi yaitu menggunakan pandangan untuk mengidentifikasi penyimpangan dari normal,
seperti tanda lahir.
3.Palpasi yaitu menggunakan sentuhan untuk mengidentifikasi variasi diantara halus dan lembut
atau panas dan dingin.
4. Perkusi yaitu mengetuk pada bagian tertentu tubuh untuk mengevaluasi kondisi struktur yang
lebih dalam atau respon yang diberikan.
(Persis Mary Hamilton, edisi 6, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, hal. 235)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya termoregulasi b/d imaturitas kontrol dan pengaturan suhu dan berkurangnya
lemak subkutan didalam tubuh.
2. Gangguan pertukaran gas b/d hipotermi (cold stress)
3. Tidak efektifnya pola nafas b/d imaturitas fungsi paru dan neuro muscular.
4. Resiko terjadinya infeksi b/d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan mencerna nutrisi
(imaturitas saluran cerna).
(Marilynn E. Doenges, Rencana Perawatan Maternal / Bayi, Jakarta, 2001)
C. Intervensi dan Rasionalisasi
Dx. 1 : Tidak efektifnya termoregulasi b/d imaturitas kontrol dan pengaturan suhu
dan berkurangnya lemak subkutan didalam tubuh.
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
KH : Suhu 36 – 370 C
- Kulit hangat
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
Intervensi Rasionalisasi
Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu
rektal pada awalnya, selanjutnya
periksa suhu axila atau gunakan
termostat dengan dasar terbuka dan
penyebar hangat. Ulangi setiap 15
menit selama penghangatan ulang.
Tempatkan bayi pada penghangat
(inkubator), tempat tidur terbuka
dengan penyebar hangat, atau tempat
tidur bayi terbuka dengan pakaian
tepat untuk bayi yang lebih besar atau
lebih tua. Gunakan bantalan pemanas
dibawah bayi bila perlu.
Gunakan lampu pemanas selama
prosedur. Tutup penyebar hangat atau
bayi dengan penutup plastik atau
kertas aluminium bila tepat. Objek
panas berkontak dengan tubuh bayi,
seperti stetoskop, linen, dan pakain
Kurangi pemajanan pada aliran udara,
hindari pembukaan pagar inkubator
yang tidak semestinya.
Ganti pakaian atau linen tempat tidur
bila basah.
Berikan penghangatan bertahap untuk
bayi dengan stress dingin
Hipotermi membuat bayi cenderung
pada stress dingin, penggunaan
simpanan lemak coklat yang tidak
dapat diperbaharui bila ada, dan
penurunan sensitivitas untuk
meningkatkan kadar CO2
(hiperkapnia) atau penurunan kadar
O2 (hipoksia.
Mempertahankan lingkungan
termonetral, membantu mencegah
stress dingin.
Menurunkan kehilangan panas pada
lingkungan yang lebih dingin dari
ruangan
Menurunkan kehilangan panas karena
konveksi/konduksi. Membatasi
kehilangan panas melalui radiasi.
Pantau suhu bayi bila keluar dari
lingkungan hangat. Berikan informasi
tentang termoregulasi kepada
orangtua.
Menurunkan kehilangan melalui
evaporasi
Peningkatan suhu tubuh yang capat
dapat menyebabkan konsumsi oksigen
berlebihan dan apnea.
Kontak diluar tempat tidur, khususnya
dengan orangtua, mungkin singkat
saja, bila dimungkinkan, untuk
mencegah stress dingin.s
Dx. 2 : Gangguan pertukaran gas b/d hipotermi (cold stress)
Tujuan : Jalan napas paten dengan frekuensi pernapasan dan jantung dalam batas normal
KH: Bebas tanda distress pernapasan
Intervensi Rasionalisasi
Kaji frekuensi dan upaya pernapasan
awal
Perhatikan adanya pernapasan cuping
hidung, retraksi dada, pernapasan
Pernapasan pertama, merupakan yang
paling sulit, menetapkan kapasitas
residu fungsional (KRF), shg 30-40 %
jaringan paru tetap mengembang
penuh asalkan ada kadar surfaktan
yang adekuat.
Krekels dapat terdengar sampai cairan
direabsorpsi dari paru-paru. Ronchi
menandakan aspirasi sekresi oral
Memudahkan drainase mukus dari
mendengkur, krekels, atau ronchi
Tempatkan bayi pada posisi
trendelenburg yang dimodifikasi pada
sudut 10 derajat
Perhatikan nadi apikal
Berikan rangsang taktil dan sensori
yang tepat
nasofaring dan trakea dengan gravitasi
Frekuensi jantung kurang dari 100 x/i
menandakan asfiksia berat dan
kebutuhan terhadap resusitasi segera.
Takikardia (frekuensi jantung lebih
dari 160 x/i) dpt menandakan asfiksia
baru atau respon nomal berkenaan
dengan periode pertama reaktivitas
Merangsang upaya pernapasan dan
dapat meningkatkan inspirasi oksigen
Dx. 3 : Tidak efektifnya pola nafas b/d imaturitas fungsi paru dan neuro muscular.
Tujuan : Pasien menunjukkan oksigenasi yang adekuat
Kriteria hasil :
a. Jalan napas tetap paten
b. Pernapasan memberikan oksigenasi & pembuangan CO2 yang adekuat
c. Frekuensi dan pola napas dalam batas yang sesuai dengan usia dan berat badan
d. Oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi Rasionalisasi
Tempatkan bayi pada posisi terlentang
dengan leher sedikit ekstensi dan
hidung menghadap keatap dalam
posisi mengendus
Hindari hiper ekstensi leher
Observasi adanya penyimpangan dari
fungsi yang diinginkan serta kenali
tanda – tanda distress
Gunakan tehnik penghisapan 2 orang
Untuk mencegah adanya penyempitan
jalan napas
Untuk mengurangi diameter trake
Untuk menghilangkan mukus yang
sedang endotrakeal
Karena asisten dapat memberikan
oksigen dengan cepat
Dx. 4 : Resiko terjadinya infeksi b/d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi nosokomial
KH: Bayi tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi nosokomial
Intervensi Rasionalisasi
Tingkatkan cara-cara mencuci tangan
pad staf, orangtua, dan pekerja lain per
protokol. Gunakan antiseptik sebelum
membantu dalam pembedahan atau
prosedur invasif
Pantau staf dan pengunjung akan
adanya lesi kulit, lika basah, infeksi
pernapasan akut, demam,
Mencuci tangan adalah praktek yang
paling penting untuk mencegah
kontaminasi silang serta mengontrol
infeksi dalam ruang perawatan
Penularan penyakit pada neonatus dari
pekerja atau pengunjung dapat terjadi
gastroenteritis, herpes simpleks aktif
(oral, genitalia, atau poronisial), dan
herpes zoster
Berikan jarak yang adekuat antara bayi
atau antara unit inkubator atau unit
individu. Gunakan ruangan isolasi
terpisah dan teknik isolasi sesuai
indikasi
Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotika bila ditemukan
infeksi
secara langsung atau tidak langsung
Memberikan jarak 4 – 6 kaki dengan
bayi membantu mencegah penyebaran
droplet atau infeksi melalui udara
Bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi
Obat antibiotik dapat mengurangi
penyebaran infeksi
Dx. 5 : Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan mencerna
nutrisi (imaturitas saluran cerna).
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
KH : Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
Intervensi Rasionalisasi
Kaji maturitas refleks berkenaan
dengan pemberian makan (mis :
menghisap, menelan, dan batuk)
Auskultasi terhadap adanya bising
usus. Kaji status fisik dan status
pernapasan
Mulai pemberian makan sementara
atau dengan menggunakan selang
sesuai indikasi
Kaji pemasangan yang tepat dari
selang pemberian makan pad bayi,
gunakan prosedur pengkleman yang
tepat untuk mencegah masuknya udara
kedalam lambung
Perhatikan adanya diare, muntah,
regurgitasi, residu lambung berlebihan
Menentukan metode pemberian makan
yang tepat pada bayi
Pemberian makan pertama pada bayi
stabil yang memiliki peristaltik dapat
dimulai 6-12 jam setelah kelahiran.
Pemberian makan per selang mungkin
perlu untuk memberikan nutrisi yang
adekuat pada bayi yang telah
mengalami koordinasi menghisap
yang buruk dan refleks menelan atau
yang menjadi lelah selama pemberian
makan
Pemasangan selang pada trakea yang
tidak tepat dapat menurunkan fungsi
pernapasan
Menandakan kerusakan fungsi
lambung. Resisu lambung lebih besar
dari 2 ml (diaspirasi melalui selang
nasogastrik sebelum pemberian
makan)
DAFTAR PUSTAKA
Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, IDAI, Jakarta
Marilynn E. Doenges, Rencana Perawatan Maternal / Bayi, edisi 2, EGC, Jakarta, 2001
Bobak, Lowdermilk, Jensen, Keperawatan Maternitas, edisi 4, EGC, Jakarta, 2005
Persis Mary Hamilton, edisi 6, Dasar - dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta, 1995
http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html
http://pato7-acmilan.blogspot.com/2009/02/askep-bblr.html
http://suradita.co.cc/