hiperglikemia pada pasien sepsis

5
HIPERGLIKEMIA PADA PASIEN SEPSIS PENDAHULUAN Metabolisme karbohidrat sangat penting bagi kelangsungan hidup. Rendahnya kadar glukosa dalam tubuh merupakan ancaman terhadap homeostasis dan dapat memicu terjadinya respon stres. Jika hal ini berlangung terus-menerus dan menetap maka hipoglikemia menyebabkan disfungsi seluler yang bersifat ireversibel, kegagalan organ, serta dapat menyebabkan kematian. Pada anak, hipoglikemia diketahui sebagai kondisi yang berbahaya secara klinis sehingga sangat dihindari pada berbagai kondisi ( misalnya pada bayi baru lahir, anak dengan diabetes, anak yang menjalani puasa sebelum operasi). Sebaliknya hiperglikemia memiliki peran yang sangat berbeda dan pengaruhnya terhadap penyakit-penyakit akut masih belum diketahui.. Hingga saat ini hiperglikemia diperkirakan jarang berhubungan secara klinis pada anak kecuali pada diabetes. Studi terbaru pada anak dan dewasa telah meningkatkan perhatian mengenai kemungkinan efek samping akibat hiperglikemia. Anak dengan sepsis diketahui memiliki kadar glukosa darah yang tinggi, dan penelitian menunjukkan hubungan hiperglikemia dengan outcome yang buruk. Pada sepsis, homeostasis terancam dengan adanya mikroorganisme lain yg masuk. Tubuh bereaksi terhadap kondisi ini dengan cara melakukan beberapa proses yang kompleks yaitu, pertama memprioritaskan asupan energi untuk organ yang vital, kedua meningkatkan aktivitas organisme untuk melawan mikroba yang masuk, dan ketiga merangsang kembalinya homeostasis yang normal. Respon ini pertama kali dikemukakan oleh Hans Selye sebagai general adaptation syndrome (GAS) pada tahun 1936. Beberapa mediator neuroendokrin dan inflamasi terlibat pada proses ini dan hiperglikemia merupakn gambaran yang penting dari perubahan akut yang terjadi selama proses ini. Pada fase akut dari GAS atau respon terhadap adanya stres, neuroendokrin merangsang yields circulating levels of glucagon, pertumbuhan hormon katekolamin dan glukokortikoid. Perubahan hormonal ini (yang juga

Upload: dianrich4

Post on 08-Dec-2015

190 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Hiperglikemia Pada Pasien Sepsis

HIPERGLIKEMIA PADA PASIEN SEPSIS

PENDAHULUAN

Metabolisme karbohidrat sangat penting bagi kelangsungan hidup. Rendahnya kadar glukosa dalam tubuh merupakan ancaman terhadap homeostasis dan dapat memicu terjadinya respon stres. Jika hal ini berlangung terus-menerus dan menetap maka hipoglikemia menyebabkan disfungsi seluler yang bersifat ireversibel, kegagalan organ, serta dapat menyebabkan kematian. Pada anak, hipoglikemia diketahui sebagai kondisi yang berbahaya secara klinis sehingga sangat dihindari pada berbagai kondisi ( misalnya pada bayi baru lahir, anak dengan diabetes, anak yang menjalani puasa sebelum operasi). Sebaliknya hiperglikemia memiliki peran yang sangat berbeda dan pengaruhnya terhadap penyakit-penyakit akut masih belum diketahui.. Hingga saat ini hiperglikemia diperkirakan jarang berhubungan secara klinis pada anak kecuali pada diabetes.

Studi terbaru pada anak dan dewasa telah meningkatkan perhatian mengenai kemungkinan efek samping akibat hiperglikemia. Anak dengan sepsis diketahui memiliki kadar glukosa darah yang tinggi, dan penelitian menunjukkan hubungan hiperglikemia dengan outcome yang buruk.

Pada sepsis, homeostasis terancam dengan adanya mikroorganisme lain yg masuk. Tubuh bereaksi terhadap kondisi ini dengan cara melakukan beberapa proses yang kompleks yaitu, pertama memprioritaskan asupan energi untuk organ yang vital, kedua meningkatkan aktivitas organisme untuk melawan mikroba yang masuk, dan ketiga merangsang kembalinya homeostasis yang normal. Respon ini pertama kali dikemukakan oleh Hans Selye sebagai general adaptation syndrome (GAS) pada tahun 1936. Beberapa mediator neuroendokrin dan inflamasi terlibat pada proses ini dan hiperglikemia merupakn gambaran yang penting dari perubahan akut yang terjadi selama proses ini. Pada fase akut dari GAS atau respon terhadap adanya stres, neuroendokrin merangsang yields circulating levels of glucagon, pertumbuhan hormon katekolamin dan glukokortikoid. Perubahan hormonal ini (yang juga dikenal sebagai respon regulasi) dan peningkatan sitokin pro-inflamasi seperti interleukin (IL)-1, IL-6 dan tumor necrosis factor (TNF)-alpha merupakan faktor yang penting dalam terjadinya hiperglikemia. Mekanisme patofisiologi terlibat dalam perubahan metabolisme karbohidrat (seperti resistensi insulin perifer, peningkatan glikogenolisis hepatik, dan peningkatan glukoneogenesis) bertujuan untuk menyediakan energi secara langsung pada organ vital.

Hiperglikemia pada anak dengan sepsis dan penyakit kritis

Dahulu, hiperglikemia dianggap sebagai respon adaptif terhadap stress dan masih belum diketahui mengenai insiden dan hubungan klinis pada aanak dengan sepsis dan penyakit kritis. Salah satu permasalahannya kemungkinan adalah terapi yang kita berikan (seperti pemberian katekolamin eksogen, kortikosteroid, dekstrosa intravena dan nutrisi) dianggap dapat berperan atau merupakan penyebab lain dari hiperglikemia. Baru-baru ini terdapat suatu studi mengenaikadar glukosa pada 57

Page 2: Hiperglikemia Pada Pasien Sepsis

anak dengan syok septik yang tidak berespon dengan resusitasi cairan dan ditemukan dengan kadar glukosa yang sangat tinggi (puncak glukosa rata-rata 214±98 mg/dL). Puncak kadar glukosa tidak berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid, nutrisi maupun dekstrosa intravena. Dari semua subyek hanya 7% anak yang memiliki kadar glukosa dalam batas normal (60 hingga 110 mg/dL), dan 51% setidaknya pernah memiliki kadar glukosa diatas 178 mg/dl. Kami menemukan bahwa pasien yangtidak bertahan hidup memiliki riwayat kadar glukosa yang tinggi selama sakit dibandingkan dengan pasien yang bertahan hidup. Terdapat juga hubungan antara kadar glukosa yang tinggi dengan kematian. Pengaruh kadar glukosa terhadap kematian tidak ditentukan oleh usia, status gizi premorbid, serta resiko kematian saat MRS. Hal ini menunjukkan bahwa hiperglikemia dapat mempengaruhi hasil akhir pada anak dengan sepsis, dan menimbulkan suatu pertanyaan apakah anak dengan kondisi seperti ini dapat berespon terhadap suatu terapi (seperti insulin) untuk menurunkan kadar glukosa darahnya. Hasil serupa pada penelitian kami juga telah dilaporkan oleh studi lain pada anak dengan kondisi kritis. Srinivasan dkk mempelajari 152 anak yang membutuhkan ventilasi mekanik dan pemberian vasoaktif serta menemukan prevalensi hiperglikemia sebesar 86% (dengan puncak kadar glukosa > 126 mg/dL). Terdapat juga hubungan antara kematian dan kadar glukosa yang tinggi dengan durasi hiperglikemia. Wintergest dkk dalam studi retrospektif yang lebih besar mengevaluasi kadar glukosa pada 1.904 anak dan menemukan bahwa baik hipoglikemia maupun hiperglikemia berhubungan dengan hasil yang lebih buruk. Individu dengan variasi glukosa memiliki hubungan yang kuat dengan kematian. Studi pada kelompok lain pada anak yang membutuhkan perawatan intensif (seperti kerusakan otak traumatik, luka bakar, pembedahan jantung, dan necrotizing enterocolitis) juga menunjukkan hubungan antara kadar glukosa yang tinggi dengan hasil yang buruk. Pada bronkiolitis dimana angka kematiannya relatif rendah, kadar glukosa berhubungan dengan petanda inflamasi serta keparahan penyakit.

Mekanisme toksisitas glukosa

Mekanisme selular yang mendasari hubungan antara hiperglikemia dengan perburukan outcome masih belum banyak diketahui hingga saat ini. Namun pandangan mengenai studi invitro ketika diterapkan pada gambaran klinis pasien dengan hiperglikemia dan studi mengenai kontrol glukosa meningkatkan kemungkinan hipotesis mengenai toksisitas glukosa pada stres akut. Sebagai contoh, membran lipid bilayer dari sel memungkinkan bagi glukosa untuk masuk melalui salah satu pengangkut glukosa. Kelompok utama akan membawa glukosa dengan cara mamfasilitasi proses difusi dan terdiri dari GLUT-1,2,3 dan 4. Masing-masing protein GLUT memiliki spesifisitas substrat yang berbeda-beda, properti kinetik, dan distribusi jaringan yang menuntun peran masing-masing. GLUT-1 diekspresikan secara luas dan terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di otak, eritrosit, dan sel endotelial. GLUT-1 berperan pada uptake basal glukosa sebesar 20 mmol/L pada kondisi fisiologis, dan pada kondisi hiperglikemik akan mengurangi regulasi glukosa untuk menurunkan kadar glukosa. GLUT-2 merupakan transporter dengan afinitas yang rendah/dengan kapasitas yang tinggi yang terdapat pada ginjal, usus halus, hati dan sel beta pankreas. GLUT-2 berperan sebagai sensor glukosa pada sel pankreas yang disebabkan oleh efisiensinya sebagai pembawa glukosa. GLUT-3 merupakan transporter glukosa dengan afinitas yang tinggi yang terdapat di neuron. GLUT-4 merupakan transporter glukosa yang responsif terhadap insulin dan memiliki afinitas yang tinggi dan terdapat di otot rangka, otot jantung dan sel adiposa. Pada kondisi

Page 3: Hiperglikemia Pada Pasien Sepsis

stres, mediator inflamasi akan meningkatkan regulasi dari transporter GLUT-1 dan GLUT-3, sehingga akan meningkatkan ambilan glukosa dalam sel secara luas. Perubahan ini akan menyebabkan

Hiperglikemia merupakan hal yang sering ditemukan pada pasien dengan kondisi kritis dan diduga sebagai respon adaptif terhadap stres sehingga sering tidak diterapi. Pada keadaan kritis terjadi kegagalan regulasi glukosa sehingga terjadi hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan kekurangan insulin baik relatif maupun absolut. Saat ini diketahui bahwa hiperglikemia merupakan salah satu petanda terhadap outcome yang buruk pada kondisi kritis. Diantara pasien dengan trauma, stroke, infark miokard dan beberapa penyakit berat lainnya, hiperglikemia dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian.

Prevalensi, efek samping dan manajemen hipoglikemia telah menjadi perhatian khusus pada pasien pediatri namun masih belum didapatkan literatur yang cukup mengenai prevalensi dan tatalaksana hiperglikemia pada pasien anak. Hiperglikemia diketahui sangat berbahaya pada pasien anak dengan kondisi yang kritis dan menjadi parameter prognosis yang buruk. Srinivasan et al pada studi retrospektifnya melaporkan bahwa hiperglikemia terjadi yang terjadi pada 24 jam pad 54% pasien berhubungan dengan peningkatan resiko kematian sebanyak 3,5 kali. Durasi hiperglikemi dan nilai glukosa darah yang lebih tinggi selama dirawat di PICU berhubungan dengan outcome yang lebih jelek. Secara umum 8% anak mengalami hipoglikemia, terlepas dari pemberian insulin dan selanjutnya tidak meningkatkan resiko hipoglikemia. Studi retrospektif lainnya oleh Faustino dan Apkon pada 942 pasien anak non-diabetes yang dirawat di PICU melaporkan nahwa konsentrasi glukosa maksimum