hepatoma

49
BAB 2 LAPORAN KASUS 2.1 Identifikasi Nn I, 18 tahun, agama Islam, pekerjaan mahasiswi, alamat jalan lintas timur km 127, Desa Lubuk Seberuk, Dusun 3, RT 04, RW 02, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten OKI, Kayu Agung. Berobat ke Poli Graha Spesialis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Hoesin, Palembang sejak 24 Maret 2012 dengan keluhan utama badan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. 2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit (Autoanamnesa dan Alloanamnesis) Sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh badan lemas, pucat, mata kuning, mual, muntah setiap makan dan minum, keluar jumlah ½ gelas aqua tiap muntah, isi apa yang dimakan dan diminum, tidak ada darah dalam muntahan tersebut, ada demam tidak terlalu tinggi, tidak ada menggigil dan tidak disertai berkeringat. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan. Os berobat ke praktek dokter umum di Bandung diberikan obat beberapa macam (os lupa namanya) dan dikatakan os menderita penyakit asam lambung dan penyakit demam biasa. 1

Upload: dr-edi-hidayat

Post on 10-Dec-2014

37 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hepatoma

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi

Nn I, 18 tahun, agama Islam, pekerjaan mahasiswi, alamat jalan lintas timur

km 127, Desa Lubuk Seberuk, Dusun 3, RT 04, RW 02, Kecamatan Lempuing Jaya,

Kabupaten OKI, Kayu Agung. Berobat ke Poli Graha Spesialis Rumah Sakit Umum

Pusat (RSUP) Dr. M. Hoesin, Palembang sejak 24 Maret 2012 dengan keluhan utama

badan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit (Autoanamnesa dan Alloanamnesis)

Sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh badan lemas, pucat,

mata kuning, mual, muntah setiap makan dan minum, keluar jumlah ½ gelas aqua

tiap muntah, isi apa yang dimakan dan diminum, tidak ada darah dalam muntahan

tersebut, ada demam tidak terlalu tinggi, tidak ada menggigil dan tidak disertai

berkeringat. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan. Os berobat ke

praktek dokter umum di Bandung diberikan obat beberapa macam (os lupa namanya)

dan dikatakan os menderita penyakit asam lambung dan penyakit demam biasa.

Setelah os minum obat beberapa hari keluhan lemas dan mual tidak menghilang.

Sejak ± 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh badan lemas,

mata kuning, mual terus-menerus, sakit kepala, nyeri ulu hati, ada demam tidak

terlalu tinggi, tidak ada menggigil, tidak ada berkeringat, tidak ada sakit sendi, tidak

ada perdarahan gusi maupun mimisan, tidak ada muncul bintik-bintik merah di bawah

kulit dan buang air besar dan kecil tidak kelainan. Os berobat lagi ke praktek dokter

umum di tempat lain di Bandung. Dokter tersebut mengatakan os menderita penyakit

asam lambung dan penyakit demam biasa, os diberikan obat (os lupa namanya)

namun keluhan lemas tidak menghilang.

Sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, os masih mengeluh keluhan

yang sama seperti sebelumnya. Os kembali berobat ke praktek dokter umum di

1

Page 2: Hepatoma

tempat lain di Bandung. Dokter yang ketiga ini menduga os menderita penyakit

radang pada hati (hepatitis) lalu os diperiksa darah dan hasilnya tidak ada kelainan

pada hati ataupun hepatitis. Karena keadaan umum os bertambah lemas lalu di rujuk

ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin di kota Bandung.

Sejak ± 3 minggu yang lalu, os dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Dr. Hasan Sadikin dengan keluhan badan semakin lemas, ada riwayat rambut rontok

dan riwayat wajah kemerahan bila terkena sinar matahari dan riwayat sering demam

hilang timbul. Os dirawat selama 3 hari dan mendapatkan transfusi darah sebanyak 4

kantong serta menjalani beberapa pemeriksaan darah. Saat itu dokter mengatakan os

menderita penyakit kelainan darah (Sindroma Evans) dan diberikan obat beberapa

macam (metilprednisolon, lansoprazol, parasetamol dan asam folat) dan keluhan

yang dialami os berkurang. Os diperbolehkan pulang dengan kontrol rutin di RS Dr.

Hasan Sadikin.

Sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os pulang ke Palembang

dan berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Hoesin dengan keluhan

utama badan lemas yang disertai pusing, sakit kepala dan mual. Buang air besar

dan buang air kecil tidak ada kelainan. Os juga membawa hasil pemeriksaan

laboratorium dan surat pengantar dari Bandung dengan keterangan penyakit

Sindroma Evans (berdasarkan surat pengantar).

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit maag sejak 6 tahun yang lalu kontrol jika keluhan kambuh.

Riwayat malaria disangkal

Riwayat sakit lupus sebelumnya disangkal

Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal

Riwayat migrain disangkal

2

Page 3: Hepatoma

2.4 Riwayat Pendidikan, Keluarga, Tempat Tinggal dan Sosial Ekonomi

Keterangan :

: Laki-laki

: Wanita

Os seorang mahasiswi Psikologi semester 1 di Bandung, anak pertama dari 3

bersaudara, belum menikah. Os berasal dari Palembang. Bapak dan ibu os bekerja

sebagai pegawai negeri sipil. Kesan sosial ekonomi cukup.

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit atau keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

2.6 Riwayat Ginekologi

Menarche usia 14 tahun, lamanya 3-5 hari, dismenore (-)

2.7 Pemeriksaan Fisik

2.7.1 Keadaan Umum

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Sensorium : Kompos mentis

Tek. Darah : 110/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler,

isi dan tegangan

cukup

Pernafasan : 18 x/menit

Temp : 36,70C

Tinggi Badan : 155 cm

Berat Badan : 50 kg

RBW : 90,9% (Normoweight)

3

Page 4: Hepatoma

2.7.2 Keadaan Spesifik

Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+), rambut rontok (-)

Malar rash (-)

Mulut : Lidah hiperemis (-), papil lidah atropi (-), pendarahan gusi (-),

ulserasi mulut (-), sariawan (-)

Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Toraks : :

- Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.

Perkusi : Batas atas jantung ICS II, kanan LS dekstra,

kiri LMC sinistra ICS V

Auskultasi : HR : 84 x/m, reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri

Palpasi : Stemfremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba , nyeri tekan (-),

turgor kulit cukup

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Edema pretibial (-), ptikie (-), lesi diskoid (-),

purpura (-)

Regio Genu / Palmar dextra et sinistra :

Inspeksi : Tulang dan sendi baik, jaringan parut (-)

warna kulit normal,

Palpasi : Nyeri tekan (-), suhu kulit hangat,

Movement : Pergerakan bebas.

4

Page 5: Hepatoma

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Laboratorium

2.8.1.1 Tanggal 10 Januari 2012 (di RS Hasan Sadikin Bandung, saat os dirawat)

Darah rutinHemoglobinEritrositHematokritt MCH MCVMCHC Leukosit Trombosit DC

: 4,6 g/dl: 1,34 juta / mm3

: 14 vol %: 34,3 pico gram: 103,4 mikro gram: 33,2 %: 6100 / mm3

: 92.000/ mm3

: 0/1/1/67/24/7

Darah kimiaBSS Ureum Creatinin Bilirubin total Bilirubin direk Bil. indirek NatriumKalium

: 87 mg/dl: 28 mg/dl: 0,6 mg/dl: 3,5 mg/dl: 1,06 mg/dl: 2,44 mg/dl: 137 mmol/l: 3,5 mmol/l

Gambaran darah tepi Eritrosit

LeukositTrombosit

: Normokrom anisopoikilositosis (mikrosit), ditemukan 2 normoblast/100 leukosit: Tidak ada kelainan morfologi: Jumlah kurang, giant trombocyte (+)

Imuno serologiANA IF : +

Coomb test directCoomb test indirect

: +: +

2.8.1.2 Tanggal 24 Maret 2012 (Laboratorium Klinik INTAN di Palembang)

Darah rutinHemoglobinLeukosit RetikulositLEDTrombositDC

: 9,6 g/dl: 8100 / mm3

: 1,6 %: 40 mm/jam: 86.000/ mm3

: 0/0/2/71/20/4

Darah kimiaUreumCreatininBilirubin totalBilirubin direkBil. IndirekSGOTSGPTNaKCa

: 20 mg/dl: 0,7 mg/dl: 2,30 mg/dl: 0,28 mg/dl: 2,02 mg/dl: 18 U/I: 22 U/I: 142 mmol/l: 4,1 mmol/l: 8,1-10,4 mg/dl ( 8,1-10,4)

5

Page 6: Hepatoma

Kriteria the American College of Rheumatology (ARA) didapat :

1. Fotosensitivitas

2. Kelainan hematologi ( Anemia hemolitik autoimun, trombositopenia )

3. ANA IF Positif

2.8.2 Hasil Pemeriksaan EKG (9 April 2012)

Elektrocardiografi : SR, axis normal, HR 84 x/m, gelombang P normal, PR interval 0,12 detik, komplek QRS 0,06 detik, R/S di V1 < 1, S V1 + R V5/V6 <35, ST-T Change(-) Kesan : Normal EKG

2.8.3 Hasil Foto Thorax (2 Februari 2012)

6

Kondisi foto baikSimetris kanan dan kiriTrakea letak di tengahTulang-tulang baikSela iga tidak melebarSudut kostofrenikus tajamDiafragma tenting (-)CTR < 50 %Parenkim : tidak ada kelainan

Kesan : Normal thorax

Page 7: Hepatoma

2.9 Resume

Seorang wanita usia 18 tahun datang berobat ke RSMH dengan keluhan badan

kembali lemas yang disertai pusing, sakit kepala dan mual sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien ini sudah berobat pada 3 orang dokter umum

di Bandung dengan keluhan badan lemas, pucat, mata kuning, mual dan muntah

setiap makan dan diminum dan demam naik turun. Os diberikan beberapa macam

obat namun keluhan tidak berkurang dan kemudian os dirujuk ke Rumah Sakit Hasan

Sadikin di Bandung. Di RS Dr Hasan Sadikin os mengeluh badan semakin lemas, ada

riwayat rambut rontok dan riwayat kemerahan pada wajah bila terkena sinar matahari.

Os dirawat selama 3 hari dan mendapatkan transfusi darah sebanyak 4 kantong serta

menjalani beberapa pemeriksaan darah. Saat itu dokter mengatakan os menderita

penyakit kelainan darah dan diberikan obat beberapa macam (metilprednisolon,

lansoprazol, parasetamol dan asam folat) dan keluhan yang di alami os berkurang. Os

diperbolehkan pulang dengan kontrol rutin di RS Dr. Hasan Sadikin.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, sensorium kompos

mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 18 x/menit,

temperatur 36,70 C), konjungtiva palpebra pucat dan sklera ikterik.

Pada pemeriksaan penunjang hematologi didapat hemoglobin 9,6 g/dl,

leukosit: 8100/mm³ dan trombosit 86000/mm3, bilirubin direk 0,28 mg/dl, bilirubin

indirek 2,02 mg/dl , dengan coomb test direk dan indirek positif. Kriteria ARA yang

ditemukan fotosensitivitas, kelainan hematologi (Anemia Hemolitik Autoimun dan

Trombositopenia) dan ANA IF positif.

7

Page 8: Hepatoma

2.10 Daftar Masalah

Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)

Trombositopenia

2.10.1 Pengkajian Masalah

2.10.1.1 Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)

Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) pada pasien ini didapatkan dari

anamnesis adanya gejala pusing, badan lemas dan demam. Pada pemeriksaan fisik

didapat konjungtiva palpebra pucat, sklera ikterik dan pada pemeriksaan penunjang

didapat coomb test positif dan peningkatan bilirubin indirek. Kondisi AIHA pada

pasien ini dapat berupa idiopatik ataupun sekunder yang disebabkan oleh Lupus

Eritematosus Sistemik (LES). Pada pasien ini dipikirkan penyebab AIHA adalah

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) maka dilakukan work up selanjutnya.

Rencana diagnostik :

- Urin rutin

- Anti ds DNA

- Sel LE

- C3 dan C4 komplemen

- Konsul divisi hematologi

- Konsul divisi alergi dan imunologi

- Konsul bagian mata

- Konsul bagian kulit dan kelamin

Rencana terapi :

- Rencana pemberian kortikosteroid 1 mg/kgBB/hari

Rencana edukasi :

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, rencana

pengobatan, konsul dan rencana pemeriksaan yang akan dilakukan.

8

Page 9: Hepatoma

2.10.1.2 Trombositopenia

Dipikirkan sebagai keadaan trombositopenia karena dari hasil pemeriksaan

laboratorium didapatkan nilai trombosit 86.000/ mm3. Namun pada anamnesis tidak

didapatkan tanda perdarahan baik kulit seperti ptekie, purpura atau perdarahan

mukosa di mulut. Penyebab trombositopenia ini bisa disebabkan oleh banyak faktor

salah satunya adalah proses autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik (LES),

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI), Disseminated Intravascular Coagulation

(DIC) dan lain-lain.

Rencana diagnostik :

- Pemeriksaan faal hemostasis

- BMP

- Observasi tanda-tanda perdarahan

- Konsul divisi hematologi

Rencana edukasi :

- Menjelaskan kepada pasien tentang penyaki tersebut dan rencana

pemeriksaan selanjutnya

2.11 Diagnosis Sementara :

Suspek Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

2.12 Diagnosis Banding :

Sindroma Evans

Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) + Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)

2.13 Penatalaksanaan

Istirahat

Diet NB

Metilprednisolon 4 mg 4-4-2

9

Page 10: Hepatoma

Asam folat 1 x 1 mg

2.14 Rencana Pemeriksaan

Urin rutin

Faal hemostasis

Anti ds DNA

Sel LE

C3 dan C4 komplemen

BMP

Konsul divisi hematologi

Konsul divisi alergi dan imunologi

Konsul bagian mata

Konsul bagian kulit dan kelamin

10

Page 11: Hepatoma

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT JALAN

Tanggal 26 Maret - 8 April 2012

S: Sakit kepala, nyeri ulu hati

O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)

Keadaan Spesifik Kepala

Leher

Thoraks

Abdomen

Ekstremitas

Pemeriksaan penunjang

Kompos mentis120/60 mmHg80 x/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,6oC

Konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (+), malar Rash (-), stomatitis (-), alopesia (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

Cor : HR 80 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-).

Edem pretibial (-),

Hasil urin rutin Sel epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Protein Glukosa

:+:1-2/LPB:0-1/LPB:-:-:-:-

Page 12: Hepatoma

Konsul Div Hematologi

Konsul Div Alergi dan Imunologi

Saran : Faal hemostasis BMP

Saran terapi ditambahkan: Metilprednisolon 1 mg/kbgg Mikofenolat mofetil 2x 500 mg Lansoprazol 1 x 30 mg Sukralfat 4 x 2 C CaCO3 1 x 1 tab

Saran pemeriksaan : Protein total urin 24 jam Sel LE Anti DS-DNA C3 dan C4 komplemen

Konsul bagian mata

Konsul kulit Konsul saraf

A/

DD/

Suspek Lupus Eritematosus Sistemik (LES) + Sindroma Dispepsia

Sindroma Evans Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) + Purpura

Trombositopenia Idiopatik (PTI)

Penatalaksanaan

Rencana pemeriksaan

Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 4-4-2 Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Sukralfat sirup 4 x 2 C CaCO3 1 x 1 tab

Protein total urin 24 jam

Anti ds DNA Sel LE Faal hemostasis BMP

C3 dan C4 komplemen Konsul bagian mata Konsul bagian kulit

dan kelamin Konsultasi neurologi

Page 13: Hepatoma

Tanggal 9-22 April 2012

S: Sakit kepala dan gatal

O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)

Keadaan Spesifik Kepala

Leher

Thorax

Abdomen

Extremitas

Pemeriksaan penunjang

Kompos mentis110/70 mmHg84 x/menit, isi dan tegangan cukup22 x/menit36,8oC

Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), malar Rash (-), stomatitis (-), alopesia (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

Cor : HR 84 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-).

Edem pretibial (-)

Hasil hematologi Hb : 11,9 gr/dl Leukosit : 6200 mm³ Trombosit 134.000/mm³ Faal hemostasis : (TAP)

Hasil pemeriksaan protein total urin 24 jam 0,084 Nilai rujukan < 0,14 satuan g/24 jam

Hasil imuno serologi ( Anti-ds DNA ) 236,75 Nilai rujukan < 25 negatif dan > 200 positif

kuat

Page 14: Hepatoma

Konsul mata

Konsul kulit

Konsul neurologi

C3 dan C4 komplemen C3 Komplemen : 76 mg/dl (84-148) C4 Komplemen : 16 mg/dl (14-39)

Sel LE : Tidak ditemukan

VOD : 6/6TIOD : 7/7,5Palpebra : tenangKonjungtiva : tenangKornea : jernihCOA : sedangIris : gambaran baikPupil : B, C, RC (+) Ø 3 mmLensa : jernih

VOS : 6/6TIOS : 7/7,5TenangTenangJernihSedangGambaran baikB, C, RC (+) Ø 3 mmJernih

Segmen Posterior : RFODS (+)FODS Papil : Bulat, tegas, warna merah normal, c/d 0,3 a/v 2/3Makula: RF (+)Retina :Kontur pembuluh darah baik, perdarahan (-), Exsudat (-)

Kesan :Saat ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda vaskulitis

Kesan : Saat ini tidak ditemukan lesi diskoid Kelainan kulit lain : - Urtikaria akutSaran : - Loratadin 1 x 10 mg

Kesan : Sefalgia suspek migrainSaran : Ergotamine maleat 2 x 1 tab Periksa EEG

A Lupus Eritematosus Sistemik (LES) + Migrain + Urtikaria akut

Page 15: Hepatoma

Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 4-3-1 Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg CaCO3 1 x 1tab Loratadin 1 x 10 mg Ergotamine maleat 2 x 1 tab

Rencana pemeriksaan EEG Faal hemostasis ulang BMP

Tanggal 23 April-6 Mei 2012

S: Sakit kepala berkurangO: Keadaan Umum

Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)

Keadaan Spesifik Kepala

Leher

Thoraks

Abdomen

EkstremitasHasil pemeriksaan EEG

Kompos mentis120/70 mmHg88/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,2oC

Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) malar rash (-) , stomatitis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

Cor : HR 88 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.

Edem pretibial (-) Rekaman dilakukan dalam keadaan sadar

Page 16: Hepatoma

Gelombang dasar 8-13 spd Tidak tampak paroksimalitas, asimetris maupun

fokalisasi Pada HV/PS tidak tampak perubahan bermakna

Kesan : Normal EEG

Konsul ulang neurologiKesan : Sefalgia, bila nyeri kepala, terapi dapat ditambahkan : Paracetamol 3 x 500 mg

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan BMP : Tidak dilakukan karena os tidak bersedia untuk dilakukan tindakan tersebut.

Hasil hematologi Hb : 12,7 gr/dl, Leukosit : 9700 mm³, Tromb: 166.000/mm³ PT : 13,3 detik

(11,5-15,8 detik)

APTT : 34,8 det(25-35 detik)

Fibrinogen : 283 mg/dl ( 187-451 mg/dl )

INR : 0,94 D-Dimer : 0, 44 µg/ml ( 0-0,5 )

A/ Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 3-3-0 Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg CaCO3 1 x 1 tab

Tanggal 7-20 Mei 2012

Page 17: Hepatoma

S: Keluhan (-)

O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)

Keadaan SpesifikKepala

Leher

Thoraks

Abdomen

Ekstremitas

Pemeriksaan penunjang

Kompos mentis110/70 mmHg86/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,8oC

Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) malar rash (-) , stomatitis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

Cor : HR 86 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.

Edem pretibial (-)

Hasil hematologi Hb : 12,8 gr/dl Leukosit : 8700 mm³ Trombosit 168.000/mm³

A/ Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg

2-2-0 Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg

Lansoprazo1x30mg

Asam folat 1x 1 mg

CaCO3 1 x 1tab

Page 18: Hepatoma

Tanggal 21 Mei - 3 Juni 2012

S: Keluhan (-)

O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)

Keadaan SpesifikKepala

Leher

Thoraks

Abdomen

Ekstremitas

Pemeriksaan penunjang

Kompos mentis120/80 mmHg88/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,7oC

Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) malar rash (-) , stomatitis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

Cor : HR 88 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.

Edem pretibial (-)

Hasil hematologi Hb : 12,4 gr/dl Leukosit : 6700 mm³ Trombosit 164.000/mm³

A/ Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 2-0-0 Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg CaCO3 1 x 1tab

Page 19: Hepatoma

BAB 3

ANALISA KASUS

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus

(SLE) merupakan penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap

komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang

luas.1,2

LES merupakan penyakit multifaktorial. Terjadi pada seseorang yang

memiliki predisposisi genetik dan terekspos oleh faktor-faktor seperti pengaruh

lingkungan, zat/agen infeksius, obat-obat pencetus lupus, stress emosional,

predisposisi genetik.1,5,6

Pada awalnya LES sulit dikenali karena manisfestasi klinisnya yang bervariasi

mulai dari yang ringan sampai yang berat. Diagnosis LES mengacu pada kriteria yang

dibuat oleh The American College of Rheumatology revisi tahun 1997, mengajukan

11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria maka diagnosis

LES dapat ditegakkan. 4,6,10

Tabel 1. Kriteria Diagnostik Lupus Eritematosus Sistemik 3

Kriteria Batasan

Ruam malar Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial

Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran LES keratotik dan sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik

Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesa pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan

Page 20: Hepatoma

dilihat oleh dokter pemeriksa

Artritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai rasa nyeri bengkak dan efusi

Pleuritis atau perikarditis a. Pleuritis- riwayat nyeri pleuritik atau pleuritik friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura atau

b. Perikarditis- bukti rekaman EKG atau pericardial friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pericardial

Gangguan renal a. Proteinuria menetap > 0,5 gram per hari atau > positif 3 atau

b. Cetakan selular berupa eritrosit , hemoglobin, granular, tubular atau gabungan

Gangguan neurologi a. Kejang- tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya: uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit atau

b. Psikosis- tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya: uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit

Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau

b. Leukopeni -<4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau

c. Limfopenia -<1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau

d. Trombositopenia -<100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan

a. Anti-DNA : antibodi terhadap native DNA

Page 21: Hepatoma

Gangguan imunologik dengan titer yang abnormal atau

b. Anti-Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen nuclear Sm atau

c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas :

1. Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM

2. Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standard atau

3. Hasil tes positif palsu paling tidak selama 6 bulan dan dikonfimasi dengan test imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorpsi antibodi treponema.

Antibodi antinuclear positif (ANA)

Titer abnormal dari antinuclear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat.

Pada kasus ini seorang pasien wanita usia muda datang ke RSMH berobat

dengan keluhan badan lemas, ada riwayat rambut rontok, mata kuning, timbul bercak

kemerahan pada muka apabila terkena sinar matahari dan demam tidak terlalu tinggi.

Pada awalnya pasien ini sudah berobat di RSUP Dr. Hasan Sadikin dengan membawa

hasil laboratorium darah rutin, kimia klinik, hasil coomb test dan ANA test. Disana

pasien didiagnosis sebagai Sindroma Evans (berdasarkan surat kontrol). Karena kasus

Sindroma Evans sangat jarang, lalu dilakukan work up pada pasien ini.

Saat datang ke RSMH Palembang pasien ini menunjukkan kecurigaan

penyakit LES karena di jumpai 3 dari 11 kriteria ARA fotosensitivitas, Kelainan

hematologi (Anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia ) dan ANA test yang

Page 22: Hepatoma

positif. Untuk menunjang diagnosis LES pada pasien ini maka di periksa anti ds-

DNA, C3 dan C4 komplemen, Sel LE, protein urin total 24 jam, konsul mata, konsul

kulit dan konsul neurologi.

Setelah work up pada pasien ini didapatkan tes ANA positif dan tes anti-ds

DNA juga positif sehingga diagnosa LES dapat ditegakkan. Anti-nuklir antibodi

(juga dikenal sebagai anti-nuklear faktor atau ANF) adalah autoantibodi yang

mempunyai kemampuan mengikat pada struktur-struktur tertentu di dalam inti

(nukleus) dari sel-sel leukosit. ANA yang merupakan imunoglobulin (IgM, IgG, dan

IgA) bereaksi dengan inti lekosit menyebabkan terbentuknya antibodi, yaitu anti-

DNA dan anti-D-nukleoprotein (anti-DNP). Anti-DNA dan anti-DNP hampir selalu

dijumpai pada penderita LES. Temuan anti-DNA akan berfluktuasi bergantung pada

proses penyakit ini, yang disertai dengan remisi dan eksaserbasi. Uji ANA merupakan

skrining untuk lupus eritematosus sistemik (LES) dan penyakit kolagen lainnya.

Kadar total ANA juga dapat meningkat pada penyakit skleroderma, rheumatoid

arthritis, sirosis, leukemia, mononukleosis infeksiosa, dan malignansi. Untuk

mendiagnosis lupus, temuan uji ANA harus dibandingkan dengan hasil uji lupus

lainnya. ANA ditemukan pada pasien dengan sejumlah penyakit autoimun, seperti

LES (penyebab tersering), sklerosis sistemik progresif (PSS), sindrom Sjörgen,

sindrom CREST, rheumatoid arthritis, skleroderma, mononukleosis infeksiosa,

juvenile diabetes mellitus, penyakit Addison, vitiligo, anemia pernisiosa,

glomerulonefritis dan fibrosis paru. ANA juga dapat ditemukan pada pasien dengan

kondisi yang tidak dianggap sebagai penyakit autoimun klasik, seperti infeksi kronis

(virus, bakteri), penyakit paru (fibrosis paru primer, hipertensi paru), penyakit

gastrointestinal (kolitis ulseratif, penyakit Crohn, sirosis bilier primer, penyakit hati

alkoholik), kanker (melanoma, payudara, paru-paru, ginjal, ovarium dan lain-lain),

penyakit darah (idiopatik trombositopenik purpura, anemia hemolitik), penyakit kulit

(psoriasis, pemphigus), serta orang tua dan orang-orang dengan keluarga dengan

riwayat penyakit reumatik. Banyak obat yang bisa merangsang produksi ANA,

seperti prokainamid (procan SR), antihipertensi (hidralazin), dilantin, antibiotik

Page 23: Hepatoma

(penisilin, streptomisin, tetrasiklin), metildopa, anti-TB (asam p-aminosalisilat,

isoniazid), diuretik (asetazolamid, tiazid), kontrasepsi oral, trimetadion, fenitoin.

ANA yang dipicu oleh obat-obatan disebut sebagai drug-induced ANA. Jika hasil

ANA positif maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan untuk

mendeteksi ada tidaknya autoantibodi terhadap dsDNA (anti-dsDNA). Hasil

pemeriksaan anti-dsDNA positif dapat mendukung diagnosis LES .11,12

Pada pasien ini dikonsulkan juga ke bagian mata. Dari hasil konsul tidak

didapatkan kelaianan pada mata akibat LES. Manifestasi lupus pada mata dibagi

berdasarkan dua aspek, yaitu aspek eksternal, contohnya pada gejala kekeringan mata

yang menimbulkan ketidaknyamanan, rasa gatal, rasa seperti berpasir/gritty, dan

refleks berair/watering yang timbul bila melibatkan kelenjar lakrimal seperti pada

Sjogren’s syndrome atau sindrom sika, yaitu bila terjadi kerusakan pada kelenjar

saliva. Selain itu kelainan dapat ditemukan pada kulit disekeliling mata/kelopak mata

seiring perubahan jaringan kulit pada penderita lupus. Kelainan eksternal lainnya

yaitu mata merah yang melibatkan konjungtiva dan episklera, meskipun tanpa disertai

rasa sakit. Selain itu dapat dijumpai jaringan parut yang dapat membahayakan kornea.

Aspek lainnya yaitu aspek internal seperti pada vaskulitis retina dan inflamasi

pembuluh darah yang mengalami kerusakan (Microangiopathy), sehingga retina

dapat kehilangan daya lihat. Pada pemeriksaan terlihat pembuluh retina yang

menyempit berwarna putih dan adanya cotton wool spots ( potongan kecil berwarna

putih pada retina) yang timbul karena pembengkakan lokalisata yang sementara.

Perubahan ini dapat ditemukan walau disertai gejala lain. Manifestasi lupus pada

mata dapat pula dipengaruhi oleh kelainan pada organ lain akibat lupus, misalnya

manifestasi lupus pada ginjal dapat menyebabkan retensi cairan dan menyebabkan

pembengkakan pada kelopak mata. Keadaan bengkak pada kelopak mata dapat

menjadi tanda awal kekambuhan. Renal hipertension, dapat menyebabkan retinopati

hipertensi, yang bermanifestasi seperti microangiopathy. Manifestasi lupus pada

sistem saraf dapat berpengaruh pada peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang

Page 24: Hepatoma

kemudian dapat menjadi pseudo tumor/tumor intrakranial, dan menyebabkan

pembengkakan pada saraf optik (pseudopapil edema).13,16

Pada pasien ini sering mengeluh sakit kepala dan kemudian dikonsulkan ke

bagian neurologi tidak ditemukan kelaianan. Penyakit lupus pada sistem saraf pusat

(SSP) berhubungan dengan beberapa sindrom neurologik yang berbeda. Manifestasi

neuropsikiatrik lupus bervariasi dari ringan (seperti sakit kepala) sampai berat (seperti

stroke). Manifestasi utama dari Lupus SSP adalah disfungsi kognitif ( tidak dapat

berpikir jernih, defisit memori), sakit kepala, seizure, berubahnya kewaspadaan

mental (stupor atau koma), meningitis aseptik, stroke (gangguan suplai darah pada

bagian – bagian otak yang berbeda), periperal neuropathy (contoh : hilang rasa, rasa

geli, rasa terbakar pada tangan dan kaki), gangguan pergerakan, myelitis (gangguan

pada spinal cord), visual alternation, autonomic neuropathy (contoh: reaksi flushing

atau mottled skin ) Spektrum manifestasi klinis lupus SSP sangat luas sehingga

merupakan suatu sindrom klinis utama pada lupus SSP yaitu berupa vaskulitis SSP

yang merupakan inflamasi pada pembuluh darah otak karena aktivitas lupus, dan

merupakan satu dari dua sindrom spesifik lupus SSP yang dibuat oleh American

College of Rheumatology. Biasanya terjadi pada awal perjalanan penyakit (lebih dari

80% kejadian timbul saat lima tahun pertama dari perjalanan penyakit), yang

ditemukan pada 10% pasien lupus. Pasien memperlihatkan gejala demam, seizures,

meningitis like stiffness pada leher dan psychotic atau bizzare behaviour . MRI otak

memperlihatkan daerah infark singel atau multipel. Pada sindrom Antiphospholipid,

antibodiantiphospholipid sebagai bagian dari sindrom lupus beresiko membentuk

bekuan darah, yang dapat menghambat pembuluh darah yang mensuplai otak. Bekuan

darah pada otak ( disebut kejadian tromboemboli) dapat terjadi tiba-tiba dan biasanya

tidak sakit. Pasien dapat mengalami paralisis yang tiba-tiba atau tidak dapat bersuara.

Manifestasi SSP lainnya yaitu sakit kepala yang sering terjadi pada sekitar 45-50%

pasien lupus. Sakit kepala terjadi sebagai manifestasi akut selama penyakit lupus SSP

aktif yang disertai pula dengan komplikasi neurologik lainnya. Studi terdahulu

menyebutkan sakit kepala migrain sering terjadi pada pasien dengan lupus SSP.

Page 25: Hepatoma

Lupus myelitis mengarah pada disfungsi dari spinal cord. Hal ini merupakan

komplikasi yang serius dari lupus SSP yang dapat menyebabkan paralisis atau

kelemahan dan bervariasi mulai dari kesulitan menggerakkan anggota badan sampai

terjadinya paraplegia. Penyakit lupus juga bermanifestasi pada sistem saraf otonom

(SSO), dimana SSO merupakan bagian dari sistem saraf yang mengontrol fungsi

tubuh yang tidak disadari, seperti pengaturan detak jantung, bernafas, berkeringat, dll.

Manifestasi gangguan SSO contohnya pada terjadinya gangguan kognitif, livedo

retikularis (amottled skin rash), rasa geli, hilang rasa pada ekstremitas. Pasien lupus

yang mengalami gangguan kognitif biasanya mengeluhkan adanya rasa kebingungan,

kelelahan, kesulitan menyampaikan pikiran, dan gangguan memori. Gejala gangguan

kognitif adalah intermiten. Manifestasi lupus pada SSP lainnya yaitu terjadinya

sindrom organ otak, yaitu ketika pasien lupus mengalami stroke atau vaskulitis. Lesi

ini dapat sembuh tetapi meninggalkan jaringan parut yang dapat menyebabkan

kelainan motorik, sensorik atau mental yang permanen atau bahkan seizures . Kondisi

ini menyebabkan kerusakan permanen pada SSP.14,15,16

Pada pasien ini saat di konsulkan ke bagian kulit tidak ditemukan ruam

diskoid dan ruam malar. Pada LES manifestasi pada kulit dapat berupa lesi ruam

diskoid dan ruam malar. Ruam diskoid adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka,

telinga, dada, punggung, dan ekstremitas yang menimbul dan berbatas tegas, dengan

diameter 5-10 mm, tidak gatal maupun nyeri. Pada kepala dapat menyebabkan

alopesia yang permanen. Ruam malar adalah ruam yang menyerupai kupu-kupu pada

wajah. Ruam-ruam tersebut dipicu oleh paparan cahaya matahari. Lesi-lesi tersebut

penyebarannya bersifat sentrifugal dan dapat bersatu sehingga berbentuk ruam yang

tidak beraturan. Dapat ditemukan pula berupa lesi kronis malignan, meskipun jarang,

tetapi mengarah pada kanker kulit nonmelanoma. Lesi mirip lichen planus (LP) juga

dapat ditemukan dan sering kali tumpang tindih antara LE dengan LP atau lesi dapat

timbul juga karena penggunaan terapi dengan antimalaria. Penyembuhan dari lesi

diskoid akan meninggalkan jaringan yang atropi dan jaringan parut.17,18,19

Page 26: Hepatoma

Pasien ini didiagnosis dengan AIHA dari anamnesis didapatkan keluhan

badan terasa lemas, Os juga mengeluh mata kuning yang menandakan adanya proses

hemolisis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra pucat dan sklera

ikterik. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan anemia Normokrom

anisopoikilositosis, hiperbilirubinemia indirek, dan coomb test positif baik direk

maupun indirek.

Anemia hemolitik autoimun merupakan suatu kelainan dimana terdapat

antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Perusakan sel-

sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi sistem komplemen,

aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.20,21

AIHA disebabkan oleh autoantibodi terhadap antigen eritrosit, molekul yang

terdapat pada permukaan eritrosit. Autoantibodi ini akan berikatan dengan eritrosit.

Begitu eritrosit dilingkupi oleh antibodi, eritrosit tersebut akan dirusak dengan satu

atau lebih mekanisme. Pada kebanyakan kasus, bagian Fc antibodi akan dikenali oleh

reseptor Fc dari makrofag, dan ini akan memicu eritrofagositosis. Karena itu,

perusakan eritrosit terjadi ditempat dimana banyak terdapat makrofag, seperti hati,

limpa dan sumsum tulang. Hemolisis yang terjadi bersifat intravaskular maupun

ekstravaskular.20,22

Onset terjadinya AIHA seringkali mendadak dan dapat dramatik. Hemoglobin

dapat turun, dalam hitungan hari, hingga 4 g/dl, penghancuran eritrosit yang masif

akan menyebabkan jaundice, dan seringkali limpa membesar. Ketika trias ini ada,

kecurigaan AIHA akan sangat tinggi. Jika yang terjadi hemolisis intravaskular, maka

akan ada tanda hemoglobinuria. 20,23

Tes diagnostik untuk AIHA adalah coomb test yang secara langsung

mendeteksi mediator patogenetik dari AIHA, yaitu keberadaan antibodi pada eritrosit

itu sendiri. Ketika tes ini positif, diagnostiknya akan lebih pasti, sebaliknya jika

hasilnya negatif AIHA dapat disingkirkan. Bagaimanapun, sensitivitas coomb test

bervariasi, tergantung teknologi yang digunakan. AIHA dapat muncul sebagai

penyakit tersendiri atau dapat juga sebagai bagian dari penyakit autoimun yang

Page 27: Hepatoma

bersifat generalisata, khususnya LES, bahkan kadang-kadang menjadi manifestasi

awal penyakit tersebut. Karena itu, ketika AIHA terdiagnosis, skrining terhadap

penyakit autoimun lain juga harus dilakukan. 21,22,23

Pengobatan lini pertama AIHA adalah glukokortikoid. Dosis prednison 1

mg/kgBB/hari akan memberikan remisi pada sebagian kasus. Ketika pasien dapat

disembuhkan, relap jarang terjadi. Bagi pasien yang tidak respon, dan mereka yang

relaps, terapi lini kedua meliputi imunosupresan jangka panjang dengan prednison

dosis rendah, azatioprin dan siklosporin. Pada pasien AIHA yang kemudian menjadi

kronik, splenektomi menjadi pilihan, walau ini tidak menyembuhkan penyakit,

namun dapat memberikan manfaat dengan menghilangkan tempat hemolisis utama,

sehingga memperbaiki anemia dan mengurangi kebutuhan imunosupresan. AIHA

dengan Hb yang sangat rendah dapat menjadi emergensi medikal. Pengobatan harus

dilakukan segara, termasuk tranfusi sel darah merah dan sebaiknya dipakai washed

red cell. Penderita AIHA perlu diberikan tambahan asam folat untuk mencegah krisis

megaloblastik. 22,23

Saat datang pasien ini membawa hasil laboratorium dimana di dapat kadar

trombosit yang rendah (86.000/mm³). Adanya trombositopenia dapat dijadikan

indikator untuk memperkirakan prognosis pasien LES. Sebuah studi kohort pada 408

pasien dengan waktu pemantauan median selama 11 tahun menyatakan bahwa adanya

trombositopenia berhubungan dengan peningkatan resiko mortalitas yang terkait LES

sebanyak 2,36 kali. Penelitian pada 38 keluarga yang memiliki sekurang-kurangnya 2

orang anggota keluarga dengan LES melaporkan bahwa trombositopenia

berhubungan dengan bentuk LES familial yang berat dengan gangguan pada gen

lq22-23 dan 11pl3 yang berkontribusi terhadap gambaran fenotip yang berat dan

mortalitas yang tinggi. Penyebab trombositopenia pada LES dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu 1) kegagalan produksi yang disebabkan oleh pengobatan atau penyakitnya

sendiri, 2) distribusi abnormal, seperti pooling di limpa, atau 3) destruksi besar-

besaran seperti pada sindrom antifosfolipid, anemia hemolitik mikroangiopatik atau

trombositopenia yang diperantarai antibodi. Purpura Trombositopenik Imun (Immune

Page 28: Hepatoma

Thrombocytopenic Purpura, ITP) mempunyai hubungan yang khusus dengan LES.

Kedua penyakit ini umumnya mengenai perempuan muda, selain itu sebagian pasien

ITP yang awalnya di duga merupakan penyakit idiopatik ternyata dikemudian hari

menampakkan gambaran klasik LES. Lebih jauh lagi, purpura trombositopenik,

secara klinik dibedakan dari ITP, dapat terjadi sepanjang perjalanan penyakit LES.

Manifestasi klinis trombositopenia pada pasien LES secara umum serupa dengan

yang terlihat pada pasien ITP atau trombositopennia akibat penyakit lain, dan

tergantungpada jumlah hitung trombosit. Saat hitung trombosit di bawah 50.000/mm³,

perdarahan spontan atau purpura dapat terjadi. Faktor lain yang mempengaruhi

perdarahan spontan tersebut selain hitung trombosit adalah defek trombosit secara

kualitatif dan usia trombosit. Perdarahan biasanya muncul sebagai ptekie dan/atau

ekimosis, terutama pada tungkai bawah, dengan adanya peningkatan tekanan kapiler.

Perdarahan hidung, menorrhagia, epistaksis, dan perdarahan gusi dapat pula terjadi.

Perdarahan spontan pada otak merupakan komplikasi yang ditakuti dan dapat

berakibat fatal. Umumnya dianjurkan terapi dengan kortikosteroid sistemik, yaitu

prednison 1-1,5 mg/kg/hari. Terapi kortikosteroid ini ekivalen dengan “ splenektomi

medikal” karena mencegah sekuestrasi trombosit berlapis antibodi pada limpa.

Sebagian besar pasien menunjukkan perbaikan dalam 1-8 minggu.7,9,23

Pada awalnya pasien ini didiagnosa banding dengan Sindroma Evans.

Sebelumnya pasien sudah berobat di Bandung di sana dikatakan pasien menderita

suatu penyakit kelainan darah (Sindroma Evans). Setelah work up, pasien ini

memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh American Rheumatism Association ( ARA)

sebagai LES.

Sindroma Evans merupakan kombinasi anemia hemolitik autoimun (AIHA)

dan trombositopenia imun (ITP) yang kadang disertai juga dengan neutropenia imun,

terjadi secara simultan atau sekuensial tanpa penyebab dasar yang diketahui.

Sehingga dengan kata lain Sindroma Evans adalah diagnosa eksklusi tanpa kelainan

penyerta (Evans dkk, 1951). Diperkenalkan pertama kali oleh Robert Evans pada

Page 29: Hepatoma

tahun 1951 ketika mempresentasikan bukti kemungkinan adanya hubungan antara

AIHA dan trombositopenia purpura primer.24,25

Secara global Sindroma Evans merupakan gambaran klinis yang sangat

jarang terjadi, dimana prevalensi pastinya masih belum diketahui. Sebuah review

melaporkan dari 766 pasien dewasa (399 kasus AIHA dan 367 kasus ITP) hanya 6

orang yang menderita Sindroma Evans (Silverstein & Heck, 1962). Sedangkan pada

164 anak dengan ITP dan 15 kasus AIHA, hanya didapati 7 kasus Sindroma Evans

(Pui dkk, 1980). Tidak ada data yang menunjukkan jenis kelamin dan usia sebagai

faktor predisposisi, sehingga dapat ditemukan pada semua kelompok etnis dan

usia.25,26 27

Walaupun Sindroma Evans tampaknya merupakan kelainan regulasi imun,

namun patofisiologi pasti masih belum diketahui. Kebanyakan studi hanya

melibatkan sejumlah kecil pasien dan interpretasi hasil menjadi sulit oleh adanya

temuan terbaru bahwa beberapa kasus Sindroma Evans ternyata merupakan sitopenia

sekunder autoimun terhadap sindroma limpoproliperatif autoimun.28

Presentasi klinis meliputi gambaran anemia hemolitik yaitu: pucat, lesu,

jaundice, dan gagal jantung pada kasus yang berat; serta trombositopenia berupa

petekie, lebam, dan perdarahan mukokutan lainnya. 25,26

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap memperlihatkan adanya sitopenia.

Gambaran hemolitik yang dicari meliputi peningkatan jumlah retikulosit,

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan penurunan haptoglobin. Tes antiglobulin

direk selalu positif ( walaupun sering positif lemah) dan dapat disertai IgG dan atau

komplemen (C3) yang positif.4 Sedangkan tes antiglobulin indirek dapat ditemukan

positif pada 52% - 83% pasien. Pemeriksaan autoantibodi platelet dan antibodi

antigranulosit menunjukkan hasil yang bervariasi sehingga hasil yang negatif pun

tidak mengeksklusi diagnosa Sindroma Evans.27,28

Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosa

banding. Sebagai tambahan, keadaan-keadaan autoimun lain, khususnya sistemik

Page 30: Hepatoma

lupus eritematosus perlu disingkirkan, sehingga perlu diperiksa antinuclear antibodi

(ANA), double-stranded DNA (dsDNA) dan rheumatoid factor.26

Pemeriksaan sumsum tulang bermanfaat pada Sindroma Evans untuk

mengeksklusi proses infiltratif pada kasus-kasus dengan pansitopenia. Sebaliknya

pemeriksaan ini tidaklah selalu membantu karena temuan-temuannya yang tidak

spesifik dan mungkin normal atau menunjukkan peningkatan pada ketiga jenis sel

darah.26,27

Demikianlah telah disampaikan sebuah laporan kasus Lupus Eritematosus

Sistemik (LES) , semoga dapat menambah wawasan kita semua.

Page 31: Hepatoma

DAFTAR PUSTAKA

1. Hahn BV. Systemic lupus erythematosus. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, eds. Horrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York: MacGraw-Hill; 2008: 1874-1880.

2. Dooley MA. Systemic lupus erythematosus. In: Runge MS, Greganti MA, eds. Netter’s Internal Medicine. Icon System Learning, New Jersey. 2005: 887-93.

3. Ikatan Rheumatologi Indonesia. Panduan diagnosis dan pengelolaan systemic Lupus Erythematosus. IRA 2011: 1-12.

4. Isbagio H, Albar Z, I Kasjmir Y, Setiohadi B. Lupus eritematosa sistemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 1224-1230.

5. Hahn BV. Overview of Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BV. Dubois’ Lupus Erythematosus. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2007: 47-53.

6. Petri MA, Systemic lupus erythematosus. In: Koopman Wj. Editor. Arthritis and Allied conditions. 15th ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2005: 1473-1474.

7. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007: 71-77

8. Parjono E,Widayati K. Anemia hemolitik autoimun. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 . Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007: 650-652.

9. Djoerban Z. Kelainan hematologi pada lupus eritematosus sistemik. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007: 667-669

10. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The definition and classification of systemic lupus erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BV. Dubois’ lupus erythematosus. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2007:16-19.

Page 32: Hepatoma

11. Rahman A, David A, Isenberg MD. Systemic lupus erythematosus. N Engl J Med 2008; 358-529.

12. Kavanaugh A, Tomar R, Reveille J, Solomon DH, Homburger HA. Guideline for clinical use of the antinuclear antibody test and test specific autoantibody to nuclear antigen. Arch pathol lab med; 2000: 71-81.

13. Savage P. Lupus and the Eye. Lupus foundation of america lupus news vol 21 No 12. 2001: 12-19

14. Venuturupalli RS, Allan LM. Neurologic and psychiatric manifestation of systemic lupus erythematosus. Lupus International. 2007: 19-26

15. Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi neurologik pada lupus eritematosus sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007: 23-29

16. Kumar V, Abul KA, Nelson F. Pathologic basis of disease. 7 th ed. Philadelphia: Elsevier saunders. 2005: 115-223

17. Carson R, De Witt. Discoid lupus erythematosus. Gale Encyclopedia of Medicine.2002: 110-119.

18. Cooper GS, Dooley MA, Treadwell EL et al. Systemic lupus erythematosus: results of a population-based, case-controlstudy.Arthritis Rheum. 2002; 1830-1839.

19. Gehi A, Webb A, Nolte M, Davis JJ. Treatment of systemic lupus erythematosus.American College of Rheumatology. 2003; 1067-1070.

20. Beutler E. Hemolytic anemia due to infection with microorganism. In: Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Seligsohn U, editor. Williams Hematology. 6th edition. New York: Mc Graw Hill; 2001: 633- 635.

21. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. (eds.). Essential haematology. 5 th ed. Massachusetts; 2006: 66-68.

22. Luzzatto L. Hemolytic anemias and anemia due to acute blood loss. In: Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo (eds). Harrison, s Principles of internal Medicine. Volume 1. 17th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2008: 659-660

23. Dhaliwal G, Cornet PA, Tierney LM. Hemolytic anemia. Am Fam Physician. 2004; 599-606

Page 33: Hepatoma

24. Evans, RS,Takahashi, K & Duane, RT. Primary thrombocytopenic purpura and acquired hemolytic anemia. Archives of Internal Medicine, 1951; 48-65.

25. Silverstein, MN & Heck FJ. Acquired hemolytic anemia and associated thrombocytopenic purpura: with special reference to evans syndrome. Mayo Clinic Proceedings, 1962;1340-1346.

26. Pui C, Williams J & Wang W. Evans syndrome in childhood. The Journal of Pediatrics, 1980: 754-758.

27. Savasan S, Warrier I & Ravindranath Y. The spectrum of evans syndrome. Archives of Disease in Childhood. 1997;77:245-248.

28. Norton A, Roberts I. Management of evans syndrome. British Journal of Haematology. 2005;132:125-137.