hemorroid lydia

Upload: lovelydya

Post on 20-Jul-2015

861 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HEMORROIDBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Hemorrhoid atau wasir adalah dilatasi varikosus vena dari pleksus hemorrhoidal inferior atau superior, akibat dari peningkatan tekanan vena yang persisten. Survey di negara barat menyebutkan bahwa setengah dari populasi berumur diatas 40 tahun menderita penyakit ini dengan insidensi tertinggi antara 45 sampai 65 tahun dan ditemukan seimbang antara pria dan wanita. Penyakit ini bisa disertai gejala mulai dari ringan hingga berat. Walaupun penyakit ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman dan diperlukan tindakan. Hemorrhoid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik vena hemoroidalis. Beberapa faktor risiko terjadinya hemorrhoid adalah faktor kerusakan dari tonus sphincter atau defisiensi sphincter ani, hereditas, obstruksi vena, kebiasaan defekasi dan akibat langsung prolaps dari lapisan pembuluh darah. Yang mengakibatkan obstruksi vena yaitu kehamilan, asites, tumor pelvis, sirosis hepatis dan hemorrhoid dengan akibat langsung prolaps dari lapisan pembuluh darah dapat terjadi karena faktor endokrin, umur, kehamilan, konstipasi dan juga tegangan yang lama saat defekasi. Prevalensi penyakit ini rendah pada negara berkembang dibandingkan negara maju. Beberapa pustaka menyebutkan bahawa salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini adalah pola makan yang berbeda, yaitu diet tinggi serat di negara berkembang dan tinggi lemak pada negara maju. Hal ini menjelaskan hubungan sebab akibat dimana populasi dengan diet serat yang tinggi, maka angka kejadian hemorrhoidnya akan rendah. 1.2 BATASAN MASALAH

Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala pasien, serta penatalaksanaan Hemorrhoid. Laporan ini juga membahas sedikit mengenai Hemorrhoid secara umum. 1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk: Melaporkan pasien dengan diagnose Hemorrhoid. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang.

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama St.Perkawinan Suku Tgl. Berobat No. Register 2.2 IDENTITAS : Tn.S : 51 tahun : Laki-laki : Sumber Pucung : Petani : tamat SD : Islam : Menikah : Jawa : 08 Juni 2011 : 175280

ANAMNESA

2.2.1 KELUHAN UTAMA Benjolan yang keluar dari anus 2.2.2 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus. Keluhan Benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu, mula mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin bertambah besar. Benjolan tersebut mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk memasukkan benjolan tersebut kembali kedalam anus. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh benjolan tersebut sudah tidak bisa dimasukkan lagi dengan bantuan jari tangannya. Pasien merasa tidak nyaman saat jalan maupun duduk. Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba dan tidak berbenjol-benjol pasien. Pasien juga mengeluh

ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus, kadang terasa gatal disekitar anus dan keluar darah merah segar menetes di akhir BAB dan tidak bercampur dengan fesesnya. Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga tidak meminum obat apapun untuk mengobati keluhan tersebut. Pasien seringkali dalam seminggu buang air besarnya tidak teratur dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di toilet dan harus mengejan karena BAB nya keras. Pasien juga tidak mengeluh perutnya kembung atau mules, nyeri didaerah perut, tidak merasa mual atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, maupun berat badan turun. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran feses. 2.2.3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Diabetes Melitus : disangkal Hipertensi Alergi Batuk lama Sembelit : disangkal : disangkal : disangkal : (+)

2.2.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Riwayat sakit dengan gejala serupa Diabetes Melitus Hipertensi Alergi : Tidak diketahui : Tidak diketahui : Tidak diketahui : Tidak diketahui

2.2.5 RIWAYAT KEBIASAAN Makan :

3 x sehari dengan lauk: tahu, tempe, ikan, telur. jarang mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Sering makan makanan yang pedas. Minum :

Minum air putih sekitar 3-4 gelas/hari. Sering minum kopi kental 3 gelas/hari. Rokok Alkohol : (+) 16-20 batang/hari. : (-)

2.3

Obat-obatan Jamu Olahraga BAB BAK

: (-) : (+) : (-) : 1tahun ini 1x/2hari (sulit BAB). : teratur 5x/hari

PEMERIKSAAN FISIK

2.3.1 KEADAAN UMUM Tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6) Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu : 130/80 mmHg : 80 x/menit, isi cukup : 18 x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-) : 36,7o C

2.3.2 STATUS GENERALIS

Kepala : normocephali : warna putih beruban, distribusi merata

Bentuk Rambut

Mata : -/: -/-

Sklera Ikterik Conjuctiva Anemis

Telinga : normotia : -/-

Bentuk Secret

Hidung : -/: -/Mulut dan tenggorokan : tidak kering dan tidak cyanosis : T1/T1 : tidak hiperemi

Deviasi septum Sekret

Bibir Tonsil Pharing

Leher

Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB

Paru

Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/

Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Auskultasi

Abdomen : abdomen datar, tidak tampak adanya massa : teraba lemas, tidak ada defence muskular : timpani. : bising usus (+) normal

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

2.3.3 STATUS LOKALISATA Regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kira-kira 3 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal touch benjolan berada pada arah jam 7, pasien mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter ani baik, ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa padat, pada sarung tangan tidak ada feces, tidak ada darah. 2.4 RESUME

Pasien Tn.S umur 51 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus. Keluhan Benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu, mula mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin bertambah besar. Benjolan tersebut mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk memasukkan benjolan tersebut kembali kedalam anus. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh benjolan tersebut sudah tidak bisa dimasukkan lagi dengan bantuan jari tangannya. Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba dan pasien merasa tidak nyaman saat jalan maupun duduk. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus, kadang keluar darah merah segar menetes di akhir BAB dan tidak bercampur dengan fesesnya. Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga tidak meminum obat apapun untuk mengobati keluhan tersebut. Pasien adalah seorang petani yang pekerjaannya banyak berdiri daripada duduk dan sering mengangkat barang-barang yang berat. Pasien seringkali dalam seminggu buang air besarnya tidak teratur dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di toilet dan harus mengejan karena BAB nya keras. Pasien juga tidak mengeluh perutnya kembung atau mules, tidak merasa mual atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, maupun berat badan turun. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran feses. Pada pemeriksaan lokalisata Regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kira-kira 3 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal touche teraba benjolan searah jam 7, pasien mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter ani baik, ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa, pada sarung tangan tidak ada feces, tidak ada darah. 2.5 DIAGNOSIS

2.5.1 DIAGNOSIS KERJA Hemorrhoid Interna Grade IV 2.5.2 DIAGNOSIS BANDING 2.6 Karsinoma kolorektum Penyakit divertikel Polip DISKUSI

2.6.1 DASAR DIAGNOSIS 1. Identitas:

Usia pasien 51 tahun, Pekerjaan sebagai petani, Pendidikan tamat SD. 2. Anamnesa: Keluhan benjolan yang keluar dari anus. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh benjolan tersebut sudah tidak bisa dimasukkan lagi dengan bantuan jari tangannya. BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus, kadang terasa gatal disekitar anus dan keluar darah merah segar menetes di akhir BAB dan tidak bercampur dengan fesesnya. Seringkali dalam seminggu BAB tidak teratur dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di toilet dan harus mengejan karena BAB nya keras. Tidak ada keluhan perut kembung atau mules, tidak merasa mual atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, maupun berat badan turun. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran feses. 3. Pada pemeriksaan lokalisata Tampak regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kira-kira 3 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal touche pasien mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter ani baik, ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa, pada sarung tangan tidak ada feces, tidak ada darah. 2.6.2. DIAGNOSIS BANDING 1. Karsinoma kolorektum Karsinoma rectum dijadikan diagnosis banding didasarkan pada benjolan yang keluar dari anus. Pemeriksaan penunjang seperti kolonoskopi maupun anuskopi dapat dilakukan untuk mengetahui letak benjolan tersebut. Diagnose Karsinoma kolorekti ini disingkirkan karena pada pemeriksaan rectal touch tidak teraba massa padat yang berbenjol-benjol serta pada anamnesa tidak ditemukan darah bercampur dengan kotoran, feses seperti kotaran kambing, tidak terjadi penurunan berat badan, tidak ada keluhan nyeri didaerah umbilicus maupun di epigastrium. 2. Penyakit Divertikel Kolon Penyakit divertikel dijadikan diagnosis banding didasarkan pada benjolan yang keluar dari anus. Namun pada kasus ini diagnosis tersebut disingkirkan karena pada pemeriksaan rectal touch tidak ditemukan massa yang padat / keras, tidak ada keluhan diare, serangan akut, maupun nyeri tekan local. 3. Polip Polip dijadikan diagnosis banding didasarkan pada benjolan yang keluar dari anus. Diagnosis ini disingkirkan karena pada pemeriksaan rectal touche tidak ditemukannya bentukan tangkai yang khas pada polip. 2.6.3 TERAPI

Terapi bedah dapat dilakukan dengan teknik Milligan-Morgan. Hal ini berdasarkan pemilihan modalitas terapi hemorrhoid:o

Hemorroid derajat 1 :

-

Terapi medik Bila kurang baik diganti dengan cara minimal invasiveo

Hemorroid derajat 2 :

-

Terapi dengan cara minimal invasive Bila pasen tidak mau dapat dicoba terapi medik Bila gagal dengan minimal invasive ganti dengan operasio

Hemorriod derajat 3 :

-

Terapi dengan minimal invasive atau operasio

Hemorroid derajat 4 :

2.4

Operasi PEMERIKSAAN PENUNJANG

Usulan pemeriksaan: 2.5 Sigmoideskopi Foto barium kolon Kolonoskopi PENATALAKSANAAN

2.5.1 NON OPERATIF Non medikamentosa KIE : Pengaturan gaya hidup yang meliputi, olah raga, minum air putih, konsumsi sayur dan buah-buahan, sikap dan lama duduk waktu BAB, menjaga makanan (mengurangi makanan yang pedas/makanan yang menyebabkan sulit BAB)

Medikamentosa Per oral Konsumsi obat untuk memudahkan BAB maupun mengurangi nyeri, contoh: Bisacodyl (Dulcolax), Lactulose (Dulcolactol), Flavonoid yang dimurnikan (Ardium), ekstrak tumbuh-tumbuhan (Ambeven). Per anal Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang ditambahkan antiinflamasi, analgesic, antibiotic (Borraginol supp, Faktu zalf). 2.5.2 OPERATIF Pro operasi BAB III PEMBAHASAN HEMORRHOID 3.1 DEFINISI

Hemorrhoid berasal dari bahasa Yunani, Haima (darah) dan rheo (mengalir). Hemoroid adalah bantalan yang terspesialisasi, memiliki banyak vaskular didalam anal kanal pada ruang submukosa. Bantalan vaskular ini merupakan struktur anatomi normal dari anal kanal. Hemorrhoid adalah pelebaran vena didalam pleksus Hemorrhoidalis dan merupakan istilah penyakit hemoroid ditujukan pada vena-vena disekitar anus atau rektum bagian bawah mengalami pembengkakan, perdarahan, penonjolan (prolapse), nyeri, trombosis, mucous discharge, dan pruritus. 3.2 ANATOMI dan FISIOLOGIS

Bantalan anal (anal cushion) terdiri dari pembuluh darah, otot polos (Treitzs muscle), dan jaringan ikat elastis di submukosa. Bantalan ini berlokasi dianal kanal bagian atas, dari linea dentata menuju cincin anorektal (otot puborektal). Ada tiga bantalan anal, masingmasing terletak di lateral kiri, anterolateral kanan, dan posterolateral kanan. Otot polos (Treitzs muscle) berasal dari otot longitudinal yang bersatu. Serat otot polos ini melalui sfingter internal dan menempelkan diri ke submukosa dan berkontribusi terhadap bagian terbesar dari hemoroid. Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula mula mengikuti cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka timbullah

perasaan ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8 cm dari anus. Melalui kontraksi serabut serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi. Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Batas atas kanalis analis adalah garis anorektum/ garis mukokuatan/ linea pektinata/linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat teraba saat melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas sfingter interna dan eksterna. Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm,sedangkan rektum berasal dari entoderm. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng pada kulit luar. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsang nyeri. Mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap rangsang nyeri. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemorrhoidalis superior ke arah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar limfe inguinal. Vascularisasi terdiri dari arteri hemoroidalis superior yang merupakan cabang langsung a. mesenterica inferior. Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a. ilica interna. Arteri hemoroidalis inferior adalah cabang dari a. pudenda interna. Perdarahan di plexus hemorroidalis merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemorroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan bukan darh vena warna kebiruan. Kembalinya darah dari anal kanal melalui dua sistem, yaitu melalui portal dan sistemik. Hubungan antara kedua sistem ini terjadi pada linea dentata. Pleksus vena dan sinusoid di bawah linea dentata membentuk hemoroid eksterna, mengalirkan darah melalui vena rektal inferior menuju vena pudendal yang merupakan cabang dari vena iliaka internal. Jaringan pada hemoroid eksterna ini sensitif terhadap nyeri, panas, regangan, dan suhu karena diinervasi secara somatik. Pembuluh darah subepitelial dan sinus-sinus di atas linea dentata membentuk hemoroid interna, dialiri darah dari vena rektal media menuju ke vena iliaka interna. Bantalan vaskular di dalam anal kanal berkontribusi terhadap kontinensi anal dan berfungsi melindungi sfingter anal. Bantalan ini juga membantu penutupan lengkap dari anus, yang lebih jauh akan membantu dalam kontinensia. Saat seseorang batuk, bersin, atau mengedan, bantalan ini akan mengembang dan menutupi anal kanal untuk mencegah kebocoran feses saat terjadi peningkatan tekanan intrarektal. Bantalan vaskular ini memberikan informasi sensoris yang memungkinkan seseorang membedakan cairan, benda padat, dan gas. 3.3 ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Darah yang berasal dari pleksus Hemorrhoidalis akan dialirkan ke vena mesenterika inferior, kemudian ke vena porta masuk ke hepar. Hemorrhoid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena Hemorrhoidalis. Beberapa penyebab terjadinya pelebaran pleksus Hemorrhoidalis antara lain, yaitu: 1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelainan organik: Hepar pada sirosis hepatis

Fibrosis jaringan akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga terjadi hipertensi portal, maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esofagus dan pleksus Hemorrhoidalis. Bendungan vena porta, misal akibat trombosis.

Tumor intra abdomen, terutama di daerah pelvis yang menekan vena sehingga aliran terganggu, misal tumor ovarium, tumor rektum, dan sebagainya. 1. Idiopatik, tidak jelas asalnya kelainan organik, hanya ada faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Hemorrhoid, antara lain : Keturunan / herediter

Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan Hemorrhoidnya. Anatomi

Vena di daerah anorektal dan pleksus Hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot dan fasia di sekitarnya sehingga darah mudah kembali, menyebabkan tekanan di pleksus Hemorrhoidalis. Pekerjaan

Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk lama atau harus mengangkat barang berat, gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya Hemorrhoid, misalnya polosi lalu lintas, ahli bedah, dan lain-lain. Umur

Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh juga otot spingter menjadi tipis dan atonis. Endokrin

Misal pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus.

3.4

GEJALA KLINIS

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemorroid akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses sampai perdarahan terlihat menetes atau kadang megalir deras. Perdarahan hemorroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemorroid interna, jika timbul nyeri pada hemorroid interna berarti ada peradangan. Rasa nyeri biasanya hanya timbul ada hemorroid externa degan trombosis. Hemorroid yang membesar secara perlahan-lahan akan menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan sesudah selesai defeksi. Pada tahap lanjut hemorroid perlu didorong kembali setelah defekasi dan pada akhinya menjadi bentuk yang mengaami prolaps menetap. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorroid yang mengalami prolaps menetap. Hemorroid eksterna terlihat berupa penonjolan berkulit epitel berkeratin (skin tags), dapat mengganggu higiene perianal, dan menyebabkan gejala gejala seperti pruritus ani dan ekskoriasi serta trombosis yang nyeri. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal. Hal ini disebabkan oleh kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan mukus. Selain itu penderita hemorroid sering mengeluh adanya rasa mengganjal setelah BAB, sehingga menimbulkan kesan proses BAB belum berakhir, sehingga membuat seseorang mengejan lebih kuat yang justru akan memperparah hemorroid. 3.5 KLASIFIKASI

Hemoroid dapat diklasifikasikan menurut letaknya terhadap linea dentata, garis yang membatasi transisi dari epitel skuamosa di bawahnya dengan epitel kolumnar di atasnya. Hemoroid internal berada di atas linea dentata, ditutupi oleh epitel trasisional dan kolumnar. Sedangkan hemoroid eksternal berada di bawah linea dentata, ditutupi oleh epitel skuamosa. Karena jaringan yang menutupi hemorroid interna ini dipersarafi oleh saraf visera, jaringan ini tidak sensitive terhadap nyeri, suhu, atau sentuhan yang membuat lebih mudah untuk dilakukan prosedur pemeriksaan fisik. 1. Hemorrhoid Eksterna Hemorrhoid ekterna merupakan pelebaran dan penonjolan fleksus Hemorrhoid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan dibawah epitel anus. Merupakan Hemorrhoid yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Hemorrhoid jenis ini dapat terlihat dari luar tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan adalah berupa gatal. Hemorrhoid jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan darah). Jika pembuluh

darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat. 2. Hemorrhoid Interna Hemorrhoid interna adalah pleksus vena Hemorrhoidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan bantalan vascular di dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah. Sering Hemorrhoid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid interna merupakan Hemorrhoid yang muncul didalam rektum. Biasanya Hemorrhoid jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari jika mempunyai Hemorrhoid ini. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika Hemorrhoid jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated hemorrhoids.

Prolapsed hemorrhoid adalah Hemorrhoid yang muncul keluar dari rektum. Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karena otot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya Hemorrhoid dan terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyeri sekali.

Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi :

Grade I :

Hemorrhoid tidak keluar dari rektum.

Grade II :

Hemorrhoid prolaps (keluar dari rektum) pada saat mengedan, namun dapat masuk kembali secara spontan.

Grade III :

Hemorrhoid prolaps saat mengedan, namun tidak dapat masuk kembali secara spontan, harus secara manual (didorong kembali dengan tangan).

Grade IV :

Hemorrhoid mengalami prolaps namun tidak dapat dimasukkan kembali. Gambar: Derajat Hemorrhoid interna

a). Derajat I b). Derajat II c). Derajat III dan IV 3.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi yaitu memotong lingkaran patogenesis hemorroid dengan berbagai cara: 1. Mengurangi kongesti: Manipulasi diit dan mengatur kebiasaan Obat antiinflammasi Obat flebotonik Dilatasi anus Sfinkterotomi

2. Fiksasi mukosa pada lapisan otot: Skleroterapi Koagulasi infra merah Diatermi bipolar

3. Mengurangi ukuran/vaskularisasi dari pleksus hemorroidalis: Ligasi Eksisi

3.6.1 TERAPI NON MEDIKAMENTOSA Manipulasi diit dan mengatur kebiasaan. Diit tinggi serat,bila perlu diberikan supplemen serat, atau obat yang memperlunak feses (bulk forming cathartic). Menghindarkan mengedan berlama-lama pada saat defekasi. Menghindarkan diare karena akan menimbulkan iritasi mukosa yang mungkin menimbulkan ekaserbasi penyakit. Defekasi yang lama, baik karena konstipasi atau diare akan mengakibatkan terjadinya hemoroid. Oleh karena itu, tujuan utama terapi hemoroid adalah meminimalisir mengerasnya feses dan mengurangi mengejan saat defekasi. Ini biasanya dapat dicapai dengan menambah jumlah cairan dan serat pada makanan sehari-hari. Direkomendasikan untuk mengkonsumsi serat tidak larut sebanyak 25-30 gram per hari. Terapi konservatif ditujukan pada hemoroid derajat I dan II. Hemoroid yang sudah mengalami prolaps membutuhkan intervensi bedah, tetapi semua pasien seharusnya

dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen serat. Suplemen serat menurunkan kejadian perdarahan dan mengurangi rasa tidak nyaman pada pasien dengan hemoroid internal tetapi tidak memperbaiki prolaps yang sudah terjadi. Suplemen serat juga dapat mengurangi keluhan hemoroid non-prolaps tetapi ini membutuhkan waktu enam minggu untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Pasien juga disarankan untuk mengurangi kebiasaan sering mengejan dan membaca di toilet. Sitz bath merupakan metode mandi di mana pinggul dan pantat direndam di dalam air hangat dengan suhu 40oC untuk mendapatkan efek terapeutik uap hangat pada perianal dan anal. Tidak perlu menambahkan apapun pada air hangat yang digunakan. Isi bak mandi dengan air hangat lalu duduk berendam selama 10- 15 menit, ulangi sesering mungkin. Jangan menggunakan air panas karena dapat menimbulkan luka pada jaringan perianal dan anal. Metode sitz bath ini digunakan untuk anal hygiene dan untuk merelaksasikan otot dasar panggul yang spastik untuk meredakan nyeri. 3.6.2 TERAPI MEDIKAMENTOSA Terapi medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2. Obat antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan untuk mengurangi udem jaringan karena inflammasi. Antiinflammasi ini biasanya digabungkan dengan anestesi lokal, vasokonstriktor, lubricant, emollient dan zat pembersih perianal. Obat-obat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya sendiri, tetapi akan mengurangi inflammasi, rasa nyeri/tidak enak dan rasa gatal. Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat ekaserbasi akut dari hemorroid karena bekerja sebagai antiinflammasi, antipruritus dan vasokonstriktor. Walaupun demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik karena menimbulkan atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi. Demikian pula obat yang mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hati-hati karena sering menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa. Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan tonus vena sehingga mengurangi kongesti. Daflon merupakan obat yang dapat meningkatkan dan memperlama efek noradrenalin pada pembuluh darah. 3.6.3 TERAPI NON OPERATIF Penatalaksanaan minimal invasive dilakukan bila pengobatan non farmakologis, farmakologis tidak berhasil atau penderita yang belum mau dilakukan operasi. Paling optimal cara ini dilakukan pada penderita hemorroid derajat 2 atau 3. 1. 1. Scleroteraphy (Injeksi phenol oil , phenogloban, aectocxy sclerol)

Skeloterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang. Misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke sub mukosa di dalam jaringan aerolar yang longgar di bawah Hemorrhoid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang

kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan disebelah atsa garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak akan menimbulkan rasa nyeri. 1. 2. Rubber Band Ligation ( Ligasi dengan karet ) menurut Barron

Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas Hemorrhoid yang menonjol dijepit dan ditarik ata diisap ke dalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus Hemorrhoidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia akan terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri.

1. 3.

Infra Red Coagulation (IRC)

Inframerah Coagulasi (IRC) adalah pengobatan yang paling banyak digunakan untuk Hemorrhoid dan lebih disukai dari pada metode lain karena cepat, baik ditoleransi oleh pasien, dan hampir bebas masalah. Sebuah probe kecil dikontakan pada Hemorrhoid. Kemudian cahaya Infrared di expos pada jaringan tersebut selama sekitar satu detik. Pembuluh darah ini akan menggumpal dan menyebabkan Hemorrhoid tersebut menyusut. Pasien mungkin merasakan sensasi panas yang sangat singkat, tetapi umumnya tidak menyakitkan. Oleh karena itu anestesi biasanya tidak diperlukan. 4. Krioterapi / Bedah Beku Sebagian dari mukosa anus dibekukan dengan nitrogen cair,dalam beberapa hari terjadi nekrosis,kemudian sklerosis dan fiksasi mukosa pada lapisan otot. 5. Bipolar Coagulation / Diatermi Bipolar Prinsip dari cara-cara ini hampir sama yaitu nekrosis lokal karena panas,terjadi nekrosis, fibrosis/sklerosis dan fiksasi mukosa pada jaringan otot dibawahnya. 6. Hemorrhoidolysis / Galvanic Electrotherapy Merupakan tindakan pemotongan wasir dengan menggunakan arus listrik. 3.6.4 TERAPI OPERATIF 1. Hemorrhoidektomi Konvensional a). Teknik Milligan Morgan (Hemorroidektomi terbuka) Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis.

Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan. b). Teknik Whitehead Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali. c). Teknik Langenbeck Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. 2. Hemorrhoidektomi Stapler Cara lain mengatasi penyakit hemoroid adalah dengan penggunaan alat stapler. Cara ini tidak mengganggu jaringan hemoroid dengan cara hemorrhoidopexy longo diciptakan suatu anastomosis mukosa ke mukosa dengan mengeksisi submukosa di proksimal Linea Dentata. Oleh karena eksisi ini dilakukan di atas Linea Dentata, maka tidak terjadi nyeri seperti nyeri yang ditimbulkan oleh eksisi jaringan hemoroid konvensional di anodem yang diliputi syarafsomatis. Saat ini, PPH belum menggeser peranan hemoroidektomi konvensional ataupun rubber band lagition, hal ini terutama dikarenakan biaya alat yang mahal. 3. Hemorroidektomi Laser Tehnik hemoroidektomi dengan menggunakan Laser CO2. Secara umum, keuntungan penggunaan Laser adalah tidak terjadinya asap, uap air, atau bunga api yang akan mengganggu pandangan operator pembedahan; Laser memotong dengan menimbulkan perdarahan yang minimal (ini adalah keuntungan Laser yang paling utama); Laser juga menimbulkan kerusakan minimal terhadap jaringan di sekitarnya, hingga luka lebih mudah sembuh dibandingkan bila dipotong dengan kauter.

3.7 -

KOMPLIKASI Inkontinensia. Retensio urine. Nyeri luka operasi. Stenosisani. Perdarahan fistula & abses.

Operasi: Infeksi dan edema pada luka bekas sayatan yang dapat menyebabkan fibrosis. Non Operasi: Bila mempergunakan obat-obat flebodinamik dan sklerotika dapat menyebabkan striktur ani. 3.8 PERAWATAN PASCA BEDAH dan FOLLOW UP

Bila terjadi rasa nyeri yang hebat, bisa diberikan analgetika yang berat seperti petidin. Obat pencahar ringan diberikan selama 2-3 hari pertama pasca operasi, untuk melunakkan feses. Rendam duduk hangat dapat dilakukan setelah hari ke-2 (2x sehari), pemeriksaan colok dubur dilakukan pada hari ke-5 atau 6 pasca operasi. Diulang setiap minggu hingga minggu ke 3-4, untuk memastikan penyembuhan luka dan adanya spasme sfingter ani interna. 3.9 PROGNOSA

Prognosa hemorrhoid tergantung dari jenis hemorrhoid itu sendiri. Pada dasarnya prognosanya adalah baik. Hemorrhoid interna grade I dan II dengan terapi perubahan gaya hidup dan medikamentosa pada umumnya baik. Untuk hemorrhoid interna grade III dan IV dengan perubahan gaya hidup, medikamentosa, dan operatif juga memberikan prognosa yang baik. BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN

Pasien Tn.S umur 51 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus. Keluhan Benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu, mula mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin bertambah besar. Benjolan tersebut mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk memasukkan benjolan tersebut kembali kedalam anus. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh benjolan tersebut sudah tidak bisa dimasukkan lagi dengan bantuan jari tangannya. Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba dan pasien merasa tidak nyaman saat jalan maupun duduk. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus, kadang keluar darah merah segar menetes di akhir BAB dan tidak bercampur dengan fesesnya. Pasien juga tidak mengeluh perutnya kembung atau mules, nyeri didaerah perut, tidak merasa mual atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, maupun berat badan turun. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran feses. Pada pemeriksaan lokalisata Regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kira-kira 3 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal touche pasien ditemukan benjolan searah jam 7, pasien mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter ani baik, ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa, pada sarung tangan tidak ada feces, tidak ada darah. Berdasarkan data tersebut diagnose pasien adalah Hemorhoid interna grade IV dengan diagnose banding Karsinoma kolorektum, Penyakit divertikel, Polip. 4.2 SARAN 1. Perubahan gaya hidup dengan berolahraga, minum air putih, konsumsi sayur dan buah-buahan, bila ada luka di dubur maka rendam dengan kalium permanganat, menghindari sikap dan lama duduk waktu BAB. 2. Untuk hemorrhoid pada pasien ini disarankan melakukan operasi dengan menggunakan tekhnik hemorrhoidektomi konvensional Milligan Morgan (Hemorroidektomi terbuka). DAFTAR PUSTAKA 1. Jong WD. 2005. Usus halus, appendiks, colon, dan rectum. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2: 672-675. Jakarta : EGC. 2. Jusi D & Dahlan M. 1995. Ilmu Bedah FKUI / RSCM Hemorrhoid SubBab Bedah Vaskuler Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah: 226-271. Jakarta : Binarupa Aksara 3. Dr.dr. IDA BAGUS METRIA,SpBKBD. 2006. Kuliah Bedah UNISMA Penanganan Hemorrhoid / Wasir . FK UNS/RSUD Dr. Moewardi 4. Acheson GA. 2008. Scholefield JH. Management of Hemorrhoid. BJM: 336, 380383 5. Dardjat M.T & Achijkat A.K. 1997. Hemorrhoid SubBab Bedah Digestif, Dalam

Kumpulan Kuliah Bedah Khusus: 5-10. Jakarta: Aksara Medisina. 1. Kapita selekta Kedokteran Jilid 2:321-323. 2000. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2. Grace P.,Borley N. 2005. At a glance Ilmu Bedah Edisi ketiga hal 114-115. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Pengertian Hemoroid / Ambeien / Wasir

Hemoroid adalah kumpulan penyebaran (varises) satu segmen atau lebih dari vena hemoroidalis di daerah anorektal, yang juga melibatkan jaringan lunak (bantalan anus) dan otot di sekitar anorektal (kanalis anus). Hemoroid terbagi atas 3, yaitu : 1. Hemoroid interna, terjadi pelebaran vena hemoroidalis superior dan media 2. Hemoroid externa, terjadi pelebaran vena hemoroidalis inferior 3. Hemoroid campuran Batas antara hemoroid interna dan externa adalah linea pectinea. Di atas linea disebut hemoroid interna dan di bawah linea adalah hemoroid externa.

Penyebab HemoroidPenyebab pasti hemoroid belum diketahui. Beberapa factor saling menunjang dalam terjadinya hemoroid. Faktor yang terkait dengan hemoroid :

Diet kurang serat dan air, tinggi protein penyebab obstipasi kronis (hipomotilitas) dan mengedab saat buang air besar Usia lanjut mudah terjadi hemoroid karena degenerasi jaringan tubuh : otot sphincter menipis dan atoni (daya kontraksi menurun) Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis Obesitas meningkatkan tekanan direktum

Anatomi : vena di daerah anorektal katupnya lemah dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot sekitarnya Mekanik : banyak duduk, kurang aktivitas, mengangkat barang berat memiliki peluang kena hemoroid Diare, dapat menyebabkan lecet dan peradangan dinding rektrum dan anus Kehamilan lebih mudah terjadi hemoroid akibat hormone progesterone berefek relaksasi dinding vena di anus, berat uterus, bendungan vena pelvis (rongga panggul) dan konstipasi Penyakit hati (sirosis) terjadi bendungan vena porta (berhubungan dengan venavena dari usus)

Gejala HemoroidGejala hemoroid :

Gejala subyektif : merasa tidak nyaan di daerah anus, penuh, gatal dan perih Utamanya adalah perdarahan. Darah segar dan tidak bercampur feces Prolaps, mula-mula berhneti spontan, lalu masih dapat di dorong masuk, kemudian tidak dapat dimasukkan Hemoroid interna, mukosa anus mengeluarkan secret disertai darah sering engotori celana dalam ? iritasi kulit perianal Thrombosis, edema dan peradangan (nyeri) yaitu polip fibrosis atau skin tag

Secara klinis hemoroid dapat dibedakan atas : 1. Tingkat I : varises satu atau ebih v.hemoroidales interna dengan perdarahan darah segar saat buang air besar 2. Tingkat II : varises satu atau lebih v.hemoroidales interna yang keluar dari dubur dan masih dapat masuk sendiri 3. Tingkat III : seperti tingkat II tapi tidak dapat masuk spontan, masuk jika didorong 4. Tingkat IV : telah terjadi inkarserasi

Diagnosa HemoroidDiagnosa ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa : pola makan tinggi protein, rendah serat dan air obstipasi kronis : sering mengedan 2. Gejala klinik : perdarahan di anus, prolaps (nongol) hemoroid interna maka tonjolannya bercampur mucin (lender) bercampur darah, hemoroid exerna terjadi trombosis 3. Pemeriksaan digital 4. Pemeriksaan anaskopi : untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps

Terapi MedisTerapi tergantung pada tingkat (derajat) hemoroid : 1. Tingkat I II : a. Terapi locali.

Bila nyeri diberi analgesic supp atau salep rectalii. Infeksi diberi antibiotic oral dan olesiii. Obstipasi klisma dengan paraffiniv. Bila tidak ada perbaikan, dapat dilakukan sclerosing injeksi, hemoroid mengecil

b. Diet.

Diet tinggi serat : sayur dan buah, batasi makan daging dan hindari makan merangsangii. Banyak minum : 2 liter sehari. Olah raga agar peristaltic usus normal

2. Tingkat III IV a. Terbaik adalah bedah : hemoroidektomi b. Bedah :

Bedah laser : memakai laser Bedah stapler : memakai alat dilatators dan tapler untuk mendorong prolaps dan dijahit

HEMORROIDBAB I LAPORAN PENDAHULUAN HEMORROID A. Pengertian Hemoroid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hanya apabila menyebabkan keluhan atau penyulit diperlukan tindakan. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media, dan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter. B. Etiologi Faktor predisposisi yaitu : Herediter, Anatomi, Makanan, Pekerjaan, Psikis dan Senilis, konstipasi dan kehamilan. Faktor presipitasi adalah faktor mekanisme (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang. Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi salling berkaitan. C. Klasifikasi Hemaroid dibedakan menjadi dua yaitu : Hemaroid Intern adalah Vena yang berdilatasi pada pleksus vena hemoroidalis superior dan media atau hemoroid yang terjadi atas sfingter anal. Hemaroid intern ini dibagi menjadi 4 tingkat yaitu : - Tingkat I : varises satu atau lebih V. hemoroidales interna dengan gejala perdarahan berwarna merah segar pada saat buang air besar. - Tingkat II : varises dari satu atau lebih v. hemoroidales interna yang keluar dari dubur pada saat defekasi tetapi masih dapat kembali dengan sendirinya. - Tingkat III : seperti tingkat II tetapi tidak dapat masuk spontan, harus didorong kembali. - Tingkat IV : telah terjadi inkarserasi Hemaroid ektern yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemaroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutandidalam jaringan dibawah epitel anus atau hemaroid yang muncul di luar sfingter anus. D. Tanda dan gejala Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah. Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II dan III. Hemoroid interna derajat I (dini) tidak menonjol melalui anus. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan mengikuti penyebaran cabang cabang vena hemoroidalis superior dan

tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah defekasi. Hemoroid derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri, karena tidak ada serabut serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus adalah hemoroid campuran interna dan eksterna. E. Patofisiologi Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis. Hemoroid interna: Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik. Hemoroid eksterna: Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri F. Manifestasi klinik Gejala utama berupa : Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya. Gejala lain yang mengikuti : Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi G. Pemeriksaan dan diagnosis 1. Anamnesa : BAB diselimuti darah segar atau menetes darah segar sehabis BAB. 2. Fisik : Kemungkinan tidak ditemui kelainan pada pemeriksaan luar, kadang-kadang didapatkan anemia. 3. Colok dubur : Tidak didapatkan rasa nyeri, tidak teraba tumor. Colok dubur harus dilakukan untuk mendapatkan kelainan lain. 4. Proktoskopi : ditentukan lokal dan gradasi hemoroid interna yang selanjutnya digunakan untuk menentukan cara pengobatannya.

H. Diagnosis Banding Pada penderita dewasa harus di diagnosa banding : Karsinoma rektum Karsinoma anus Fisura ani Amubiasis Polip rektum Pada penderita anak harus di-diagnosa banding : Polip rektum Invaginasi Fisura ani I. Komplikasi Perdarahan Trombosis Prolaps J. Penatalaksanaan Hemorroid interna diterapi sesuai dengan tingkatnya, sedangkan Hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk tingkt 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk tingkat 3-4, perdarahan dan nyeri. 1. Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan: a. Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. b. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus. c. Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring. 2. Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid: a. Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya b. Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil. 3. Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal. 4. Hemoroidectomy kriosirurgi Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh. 5. Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas. 6. Hemorroidectomy atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan

keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal Perawatan pre dan post operasi Pre operasi Pasien mungkin diberikan laxatif dan diberi dorongann untuk memakan diet penuh dan normal hingga beberapa jam sebelum anattesi lokal dilakukan. Obat pelembek feses sering diberikan untuk memudahkan pengeluaran feses melalui rektum pasa masa post operatif dan laxatif besar mungkin diberikan untuk meningkatkan jumlah kotoran yang keluar. Enema mungkin di minta, dilakukan 1-2 jam sebelum pembedahan. Post operasi Pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa nyeri yang merupakan akibat spasme rektal dapat menghambat buang air kecil dan defikasi. Rasa nyeri dapat diminimalkan dengan penggunaan analgetik, sitbath, dan pelembek feses. Selama 12 jam pertama setelah pembedahan perdarahan merupakan hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul didalam lubang anal dan tidak dikeluarkan, untuk itu tanda-tanda lain dari perdarahan harus di monitor (TTV secaa periodik). Pada periode ini sitbath di hindari karena penghangatan akan menambahkan perdarahan lebih lanjut dengan melebarkan pembuluh darah. Peningkatan rasa nyaman : - Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman, tidur miring sering menjadi pilihan. - Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong waktu duduk. - Berikan obat-obat analgesik selama 24 jan pertama. - Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rektal atau sit bath dilakukan 3-4 kaali/hari. Peningkatan eliminasi - Berikan pelembek feses sesui resep - Berikan analgetik jika mungkin, menjelang air besar pertama. - Jika diminta untuk enema, gunkan kateter yang diberi pelumas dengan baik atau tube rektal yang kecil Pendidikan pada pasien : Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB paling kurang 1-2 minggu setelah operasi. - Bila BAB lakukan dengan benar (relak dan jangan mengejan) dan menggunakan closed duduk. Makan diet berserat yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah raga ringan. - Pelembek feses mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna. - Lpaorkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu defikasi, drainasse yang supuratif. HEMORRHOIDECTOMY A. Pengertian adalah eksisi bedah untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses hemoroid. Prinsip pada hemoroidectomy adalah eksisi hanya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konservasi kulit serta anoderm normal B. Indikasi Penderita hemorroid yang mengalami keluhan menahun da pada penderita Penderita yang mengalami perdarahan hemoroid derajat III dan IV. berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Selama pembedahan. SfingterC. Prosedur Tindakan rektal biasanya melebar secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian potong. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya buang angin dan darah; penempatan Gelfoan atau Sesudahkasa Oxigel dapat diberikan diatas luka anal operasi Pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa nyeri yang merupakan akibat kekakuan anus dapat menghambat buang air kecil dan buang air besar. Rasa nyeri dapat diminimalkan dengan penggunaan penghilang nyeri dan pelembek tinja. Selama 12 jam pertama setelah pembedahan perdarahan merupakan hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul didalam lubang anus dan tidak dikeluarkan. Peningkatan rasa nyaman : - Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman, tidur miring sering menjadi pilihan. Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong waktu duduk. Berikan obat-obat penghilang rasa nyeri selama 24 jam pertama.. Pendidikan pada pasien : - Makan diet berserat yang adekuat seperti sayuran dan buah-buahan, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah

raga ringan. - Pelembek tinja mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna. - Laporkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu buang air besar DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.2. EGC. Jakarta Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan Padjajaran. Bandung. Mansjoer,dkk. 2000. kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta Sjamsuhidayat, Jong. 2005. Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah bagian 2. EGC. Jakarta Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit , edisi 4, buku 2. EGC. Jakarta --------- 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi ilmu Bedah. Rumah sakit dr. Soetomo. Surabaya. Bab II Tinjauan Kasus I. Pengkajian Keperawatan A. Identitas Pasien Nama : Tn. G Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Laki laki. Diagnosa : Hemorroid Agama : Islam Pendidikan : SMU Pekerjaan : Swasta Alamat : Komplek sako pusri blok A no 08 Palembang. Hari/Tanggal MRS : Jumat / 12 November 2010 Ruang rawat : Perawatan Bedah II Dan lain-lain : no rekam medik 064352. BB : 58 Kg TB : 163 cm Jenis anestesi : Regional anestesi dengan tehnik Sub Arachnoid Blok. Status fisik : ASA 1 B. Anamnesa Riwayat Keluhan utama : Adanya benjolan pada anus/dubur dan nyeri. penyakit sekarang : Lebih kurang 8 bulan yang lalu bengkak di daerah anus sering berdarah waktu BAB dengan warna merah segar, nyeri ( + ), dan sebelumnya masih bisa dimasukkan tetapi sekitar 2 hari terakhir tidak bisa dimasukkan lagi. Pasien tidak pernah sesak nafas atau riwayat asma, tidak ada riwayat alergi tehadap makanan dan obat-obatan. Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini. Riwayat kebiasaan sehari-hari : pasien tidak merokok, tidak minum alcohol, tidak pernah minum obat-obat penenang, narkotik, dan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan obatobatan. Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada menderita kelainan seperti hipertensi, sesak napas, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat dan tidak ada menderita penyakit yang sama. C. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4, V5, M6, jumlah 15. Vital Sign : TD = 150/80 mmHg, Nadi = 80x/mnt, RR = 20x/mnt, T = 36,6 0 C, BB: 60 Kg. Status Generalis 1. Pemeriksaan Kepala - Bentuk kepala : Simetris. - Rambut : Warna hitam, bersih. - Nyeri tekan : Tidak ada 2. Pemeriksaan Mata - Palpebra : Edema ( - ) - Konjunctiva : tidak anemis - Sklera : tidak ikterik - Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor 3 mm. 3. Pemeriksaan Telinga - Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-) 4. Pemeriksaan Hidung - Napas cuping hidung ( - ), deformitas (-/-), rinore (-/-), - sumbatan (-/-) 5. Pemeriksaan Mulut dan Faring - Bibir sianosis (-), lidah terdapat benjolan pada pangkal, tonsil : dbn, gigi palsu (-) - kesulitan buka mulut (-), uvula jelas kelihatan, - gigi masih lengkap. 6. Pemeriksaan Leher - Deviasi trakea (-) - Kelenjar lympha : Tidak membesar, nyeri (-) - JPV tidak meningkat - Tidak ada gangguan fleksi extensi leher 7. Pemeriksaan Dada a). Paru-paru Inspeksi : Simetris ki/ka, retraksi (-), ketinggalan gerakan (-) Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru Aauskultasi : Suara dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronki minimalis (+/-) Rontgen : bronkhitis kronis. b). Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V Linea Mid Klavikularis, kuat angkat (+), Batas Jantung Kanan Atas : SIC II tidak melebar Perkusi :

parasternalis Batas Jantung Kanan Bwh: SIC IV, 2 cm dextra Batas Jantung Kiri Atas : SIC II Mid Klavikula parasternalis dextra sinistra Auskultasi : S1 dan S2 normal, irama regular, bising (-) 8. Pemeriksaan Abdomen a) Inspeksi : dinding abdomen sejajar dada b) Palpasi : nyeri tekan (-) c) Perkusi : timpani d) Auskultasi : 7 x/mnt) 9. Pemeriksaaan Vertebrae Scoliosis ( - ), peristaltik usus ( lordosis ( - ), tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada tanda-tanda infeksi disekitar vertebrae servikal sampai vertebrae koksigis. 10. Pemeriksaan Ekstremitas a) Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-) b) Inferior : Deformitas (-), sianosis (-), ikterik (-) 11. Muskuloskletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-) E. Pemeriksaan Penunjang A. Laboratorium : Hb : 12,3 g/dl Gol. Darah : (A) Leukosit : 7,67 Gula darah sewaktu : 101 mgr% Ureum : 17 Creatinin : 0.83 SGOT : 16 U/I SGPT : 16 U/I N : 136.400 K : 4.32 HbsAg : ( - ) Radiologi & EKG: foto paru (Bronkhitis kronis), jantung dalam batas normal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran EKG dalam batas normal. II Persiapan operasi 1. Pasien puasa direncanakan 8 jam sebelum operasi dibangsal anggrek. 2. Mencocokkan identitas pasien (nama, nomor medical record ). 3. Hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. 4. Pastikan informed consent dengan baik, persetujuan operasi dan persetujuan anestesi lengkap. 5. Pasien dimasukan diruang terima dan dilakukan serah terima pasien antara perawat .UGD dengan Perawat Perawatan Bedah II 6. Memeriksa dan menyatakan kembali apakah pasien masih memakai gigi palsu. 7. Diruang terima baju pasien diganti dan memakai topi khusus. 8. Dari bangsal perawatan bedah II pasien sudah dipasang infus RL ditangan sebelah kiri, jarum No.20 G. 9. Loading cairan RL 500 cc. M : 2 ml/kg BB (120 ml) PP : jumlah jam puasa x M (9 x 120) = 1080 ml. SO : Sedang = 6 x 60 = 360 jam 1 = ( x PP) + M + SO = 540 + 120 + 360 = 1020 ml/jam. jam 2 = 270 + 120 + 360 = 750 ml/jam. jam 3 = 135 + 120 + 360 = 615 ml/jam. 10. Pasien dimasukan keruangan operasi dan dipindakan dari brankard kemeja operasi. 11. Diagnosa Medis :Hemorroid. Tindakan bedah Hemorroidectomi 12. Jenis anestesi : Regional anestesi. Tehnik Informed Consent/persetujuan tindakan anestesi : SAB II.1 PRE ANESTESI anestesi dan operasi, memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan Dilakukan visite dilakukan dan kemungkinan resiko yang akan terjadi. preop dan dilakukan pemeriksaan vital sign : TD 150/80 mmHg, Nadi Dilakukan pemeriksaan 80x/menit, Respirasi 20x/menit, suhu 36.6 c. fisik dan status mental pasien untuk menentukan ASA dan rencana obat-obatan dan teknik anestesi yang akan dilakukan, pada pasien ini di Pasien diberitahu rencanakan Regional anestesi dengan tehnik SAB. untuk puasa (makan dan minum) selama 8 jam pada malam sebelum pelaksanaan operasi, mulai puasa jam 03 .00 wib. Dilakukan pemasangan infus RL 20 tpm Melengkapi pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG dll). Mempersiapkan persediaan darah gol. O. Analisa data Pre Anestesi Data Masalah Etiologi DS : Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi. DO : - Terlihat gelisah - TD 150/80. - Nadi 80 x/mt, resp 20x/mt Cemas Kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi Rumusan Diagnosa Keperawatan Pre Anestesi 1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi. Perencanaan Pre Anestesi No 1 Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi ditandai dengan : DS : Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi. DO : - Terlihat gelisah - TD 150/80. - Nadi 80x/mt - Resp 20 x/mt Setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit cemas berkurang/hilang dengan kriteria : - Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi. - Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan . - Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif sec.tepat. - Pasien tampak tenang dan koopertif. - Tanda-tanda vital normal. 1. Kaji tingkat kecemasan 2. Orientasi dengan tim anestesi/kamar operasi. 3. Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan 4. Beri dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan 5. Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas 6. Ajarkan teknik relaksasi 7. Kolaborasi untuk pemberian obat penenang. Pelaksanaan dan Evaluasi Pre Anestesi Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi 13 Nov 2010 11.00 WIB. 1. mengkaji tingkat kecemasan 2. mengorientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi. 3. menjelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan 4. memberi dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan 5. mendampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas 6. mengajarkan teknik relaksasi 7. mengkolaborasi untuk pemberian obat penenang. S : - pasien mengatakan sudah tidak cemas/takut. - Pasien mengatakan sudah tahu ttg prosedur pembiusan dan operasi O : - Wajah terlihat tenang TD 130/80, Nadi 78 x/mt, resp 20 x/mt A :Masalah sudah teratasi P :Hentikan intervensi. II. 2 INTRA ANESTESI Data Fokus intra anestesi Operasi dilakukan pada tanggal 13 november 2010, Pasien masuk ke ruang operasi jam 11.00 WIB. Tensi 130/80 mmHg, nadi 78 x permenit, Respirasi 20 x per menit,suhu 36,6 derajat celcius. Setelah dilakukan loading kristaloid RL 1000 cc, pemberian premedikasi Ondensetron 4 mg, dan dipastikan bahwa infuse lancar dengan IV line no 18, maka pasien diposisikan duduk untuk persiapan SAB. 1. Persiapan alat : Jarum spinal No.25 1 buah Sarung tangan steril no 7,5 1 pasang Spuit 3 cc 2 buah Spuit 5 cc 2 buah Spuit 10 cc 1 buah Kom betadin 1 buah Kain kasa lipat steril 5 buah Intubasi set 1 set Selang oksigen nasal 1 buah Monitor pasien 1 set Mesin anestesi 1 unit Sumber gas lengkap. Obat : Obat spinal anestesi ( decain 20 % ) 1 ampul Obat Vasopressure ( ephedrine ) 1 ampul Aqua for injection 2 fls Cairan infus kiristaloid ( RL ) 3 fls Cairan infus koloid (haemacel) 1 fls Obat Anti muntah (ondensetron 4 mg) 1 ampul Analgetik non narkotik (trolax 30 mg) 1 ampul Obat emergensi Obat anti kolinergik - SA Obat induksi - Propofol - ketamin Obat anti depresan - midazolam - diazepam Gas anestesi / agent inhalasi - sevoflurane - halotane 2. Persiapan Pasien Pasien ditidurkan dalam posisi supinasi dan selanjutnya dilakukan pemasangan monitor untuk dilakukan pemeriksaan hemodinamik. Posisi dirubah dari supinasi ke posisi duduk. Pasien diposisikan duduk kemudian dengan posisi badan tegak dengan kepala agak menunduk, tangan memeluk bantal, posisi kaki sejajar dan pasien dianjurkan untuk rileks. 3. Pelaksanaan 1. Atur posisi pasien dari supinasi keposisi duduk dengan tegak lurus kepala ditekuk dagu seolah olah menyentuh dada. 2. Identifikasi landmad SIAS kemudian tarik garis imajiner space antara L 3 dan L 4, kemudian diberi tanda dengan menggunakan ujung kuku ibu jari. 3. Memakai sarung tangan yang steril. 4. Disinfeksi wilayah yang akan dilakukan penusukan jarum spinal dengan betadine kemudian di keringkan dengan kassa steril. 5. Asisten memberi spuit 5 cc dan jarum spinal yang seteril.

6. Ambil obat spinal anestesi dengan spuit 5 cc yang steril tadi. 7. Tusukan jarum spinal antara space antara L 3 dan L 4 sampai masuk keruang subarakhnoid.setelah melewati ruang (kutis, supraspinosom, interspinosum, flavum,epidural dan ruang arachnoid) 8. Setelah yakin masuk dengan tanda tekanan positif yaitu dengan keluarnya cairan lumbal tarik mandrine. 9. Masukan obat spinal dengan spuit 5 cc yang berisi obat spinal (bukain 20 %) secara berlahan-lahan sambil diaspirasi kemudian masukan lagi obat spinal sampai dosis yang ditentukan. Kecepatan penyuntikan obat 1 ml / 3 5 detik.. 10. Deep bekas penusukan dengan kain kasa yang steril pasang plester, kemudian pasien diposisikan seperti semula ( supinasi ). 11. Setelah selesai penyuntikan penderita segera dibaringkan dengan posisi terlentang dengan posisi kepala lebih rendah. 12. horisontal, kepala dialasi bantal dan selama blok subarakhnoid penderita diberi oksigen. 13. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistolik > 30% dari tekanan sistolik pre anestesi diberikan infus cepat larutan koloid / kristaliod, bila tidak menolong diberikan efedrin 10 mg intravena secara intermiten. 14. Bila terjadi bradikardi dimana laju jantung < 60 x / menit diterapi dengan sulfas atropin 0,5 mg intravena. Semua efek samping yang timbul selama pembedahan dan pasca pembedahan seperti mual, muntah, pusing, mengantuk, mulut kering menggigil, pruritus, sesak nafas dan retensio urine dicatat. 15. Tentukan tinggi blok dengan cara tes nyeri 16. Monitor tanda vital 17. Setelah dilakukan blok anestesi pasien diposisikan dgn posisi lythotomy Evaluasi 1. Anestesi dimulai pukul 11.00 WIB, operasi mulai pukul 11.15 WIB sampai dengan pukul 12.15 WIB. 2. Operasi berjalan lancar 3. Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien 4. Selama operasi pasien tampak tenang 5. Selama operasi : a. Pemberian O2 kanule 2 l/mt. b. Tekanan darah dan nadi dimonitor tiap lima menit sekali : - Lima menit I : 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit SpO2 99% - Lima menit II : 111/76 mmHg, Nadi 89 x/menit SpO2 98% - Lima menit III : 100/70 mmHg, Nadi 74 x/menit SpO2 99% - Lima menit IV : 128/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, SpO2 99% - Lima menit V : 120/82 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99% - Lima menit VI : 119/80 mmHg, Nadi 76 x/menit SpO2 99% - Lima menit VII : 125/78 mmHg, Nadi 80 x/menit SpO2 99% - Lima menit VIII : 124/72 mmHg, Nadi 76 x/menit, SpO2 99% - Lima menit IX : 128/75 mmHg, Nadi 78 x/menit SpO2 99 % - Lima menit X : 118/73 mmHg, Nadi 79 x/menit SpO2 99% c. Respirasi Rate 20 x / menit, terpasang oksigen nasal 2 lpm d. Perdarahan selama operasi 50 cc

e. Pasien tidak tampak hipoksia f. Pembedahan dilakukan selama 60 menit g. Perfusi jaringan baik, tidak tampak sesak h. Tidak tampak tanda tanda hipovolemia i. Terpasang IVFD, RL 1000 ml j. Injeksi ondensetron 4 mg intravena k. Injeksi trolac 30 mg intravena Analisa Data Intra Anestesi 1 DS : - Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus. DO : - tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74), akral dingin, bibir tampak kering. Vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Rumusan Diagnosa Keperawatan Intra Anestesi 1. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal. Perencanaan Intra Anestesi No Diagnosa Tujuan Intervensi 1 Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi spinal ditandai dengan : DS : - Pasien menyatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, pasien menyatakan haus. DO : - tensi rendah (100/70), nadi cepat dan kecil (74 x/mt), akral dingin, bibir tampak kering. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit keseimbangan cairan dan elektrolit tercukupi dengan kriteria : - Akral hangat - Hemodinamik normal - Masukan cairan dan keluaran seimbang - Urine autput 1 2 cc/kgbb/jam - Hasil lab elektrolit darah normal 1. Kaji tingkat kekurangan volume cairan 2. Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit 3. Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit 4. Monitor hemodinamik 5. Monitor perdarahan Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Anestesi Tanggal / Jam Implementasi Evaluasi 13 Nov 2010 11.15 WIB 1. mengaji tingkat kekurangan volume cairan 2. mengkolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit

3. Memonitor masukan dan keluaran cairan 4. Memonitor hemodinamik dbn 5. Memonitor perdarahan (50 cc) S : O: - Kebutuhan volume cairan seimbang - Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan infus lancar - Cairan masuk kristaloid 1000 ml dan koloid 500 ml - Hemodinamik TD : 120/82, nadi 79 x/mt, resp 20 x /mt A :Masalah teratasi P :pertahankan intervensi. II.3 PASCA ANESTESI Data fokus Pasca Anestesi a. Pengkajian keperawatan pada jam 12.30 WIB 1) Status Sirkulasi TD : 118/73 mmHg Nadi : 79 x /menit Respirasi : 20 /menit Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral terasa hangat. 2) Status Respirasi RR 20 x/menit teratur tidak ada sesak, perjalanan pasien sejak dari kamar operasi ke ruang RR tidak menggunakan oksigen, kepala pasien hanya diberi bantal dan pasien mengatakan tidak sesak. 3) Status neurologis Pasien masih belum bisa menggerakan ektrimitas bawah, dan pasien mengatakan kedua kakinya masih terasa berat. 4) Instruksi Pasca Operasi - Bedrest total 24 jam, tidur pakai bantal. - Infus sesuai kebutuhan cairan, berikan Oksigen 2 lpm - Observasi tanda vital tiap 5 menit pada 15 menit pertama post operasi, selanjutnya tiap 15 menit., emergency lapor dokter anestesi. - Bila TD Sistol < 100 mmHg, berikan vasopressor (ephedrin) 10 mg IV. - Miringkan kepala bila muntah dan suction. - Boleh makan minum secara bertahap, lain-lain sesuai therapie bedah 5) Bromage Score 0 : seluruh tungkai kaki dapat digerakan 1 : tidak mampu mengekstensi tungkai 2 : tidak mampu memfleksi lutut 3 : tidak mampu memfleksi pergelangan kaki

Analisa Data Pasca Anestesi No Data Etiologi Masalah 1 DS : - Pasien mengatakan kaki kesemutan

- Pasien menyatakan kaki terasa hilang - kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat. DO : - neuropati ekstrimitas bawah - Bromage skor 3 - Tungkai tidak bisa digerakan Pengaruh sekunder obat anestesi (RA) Hambatan mobilitas ekstimitas bawah Rumusan Diagnosa Keperawatan Pasca Anestesi Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA) Perencanaan Pasca Anestesi No Diagnosa Tujuan Intervensi 1 Hambatan mobilitas ekstrimitas bawah berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA) ditandai dengan : DS : - Pasien mengatakan kaki kesemutan - Pasien menyatakan kaki terasa hilang - kedua tungkai tidak bisa digerakan dan terasa berat. DO : - neuropati ekstrimitas bawah - Bromage skor 3 - Tungkai tidak bisa digerakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 pasien mampu menggerakkan ekstrimitas bawah denga kriteria : - tidak ada neuropati - mampu menggerakkan eks rimitas bawah (BS : 0). - Atur posisi pasien - Bantu pergerakan ekstrimitas bawah - Ajarkan proses pergerakan - Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan - Ajarkan teknik pergerakan yang aman - Latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah - Lakukan penilaian Bromage scala. Pelaksanaan dan Evaluasi Pasca Anestesi Tanggal/jam Implementasi Evaluasi 13Nov 2010 12.30 WIB - mengaturtur posisi pasien supine - membantu pergerakan ekstrimitas bawah - mengjarkan proses pergerakan - mengjarkan dan dukung pasien dalam latihan pergerakan - mengjarkan teknik pergerakan yang aman - melakukan latihan angkat atau gerakkan ekstrimitas bawah - melakukan penilaian Bromage scala. S : O: hambatan ekstrimitas bawah normal mempu menggerakkan kedua ekstrimitas bawah (kaki) mempu mengangkat kedua ekstrimitas bawah neuropati hilang skala bromage : 2

A: Masalah belum teratasi P: Teruskan intervensi