hematoma subdural subakut
DESCRIPTION
radiologiTRANSCRIPT
HEMATOMA SUBDURAL SUBAKUT
I. PENDAHULUAN
Hematoma subdural juga disebut dengan Dural Border Hematoma. Namun,
istilah ini tidak cocok karena tidak terjadi secara alami di ruang antara dura-
arachnoid junction. Hematoma di taut ini biasanya disebabkan ekstravasasi darah
membagi lapisan duramater. Darah tidak terkumpul selama di ruang yang ada namun
membuat ruang di dura-arachnoid junction. Perdarahan subural biasanya diikuti
dengan benturan kepala yang mana otak berbentur dengan cranium sehingga
mengakibatkan cedera. Trauma tersebut menyebabkan darah dari vena mengendap
menjadi hematoma setelah beberapa minggu. Perdarahan subdural khas berasal dari
vena yang menyebabkan bridging vein dari v.serebral superior masuk ke sinus
sagittal superior. 1
Hematoma subdural (SDHs) mengalami suatu kumpulan lisis dan
pembentukan neomembran. Dalam 2 sampai 3 hari, bekuan dari hematoma subdural
akut secara bebas akan bergabung menjadi satu. Gangguan produksi darah dan
pembentukan jaringan granulasi mengalami perubahan yang tampak pada pencitraan
SDHs akut dan kronik.1,2
Hematoma subdural juga dapat terjadi pada pasien tanpa cedera kepala
dengan koagulopati atau antikoagulan. Lokasi hematoma subdural biasanya sebagian
besar hemisfer meskipun ada juga terdapat lokasi lain seperti antara lobus occipital
dan tentorium serebelli atau antara lobus temporal dan basis cranii. 3
II. DEFINISI
Suatu hematoma subdural subakut (sSDH ) adalah suatu bekuan dari perdarahan vena
di ruang subdural yang terjadi antara beberapa hari dan beberapa minggu
lamanya.Hematoma subdural dapat menjadi subakut antara 2 sampai 14 hari setelah
trauma di mana terdapat campuran antara darah dan cairan. 1,2,3
III. PATOLOGI
Kumpulan sebagain bekuan dan produksi darah yang terserap mengelilingi kedua
sudut yang dikenal “membran” dari jaringan granulasi (2-30). Kebanyakan
membrane sebelah luar melengket dengan duramater dan membran dalam lebih tipis,
berbatas dengan araknoid (2-31).2
Dalam beberapa kasus, terdapat perdarahan berulang dari jaringan granulasi pada
usia yang berbeda. Pada kasus lain, likuifaksi dari hematoma berakhir pada produksi
cairan darah-serosa.
IV. TEMUAN KLINIK
2-30. Gambar ini menunjukkan sSDH .
Inset menunjukkan bridging vein dan membran dalam tipis , membran luar tebal
2-31. Kasus otopsi menunjukkan Hematoma yang terkumpul , membran
dalam tipis , deformitas otak (Courtesy R. Hewlent, MD)
a. Epidemiologi dan Demografi
SDHs biasanya ditemukan pada pencitraan dan otopsi. Pada pencitraan kontras,
SDHs Akut, SDHs Subakut menunjukkan distribusi bimodal yang jelas pada
anak-anak dan usia tua. Kebanyakan terjadi pada semua kelompok usia.
b. Gambaran klinik
Gejala klinik bervariasi dari asimptimatik hingga kehilangan kesadaran dan
hemiparesis akibat perdarahan ulang mendadak pada sSDH. Sakit kepala dan
kejang merupakan gambaran klinik yang lain.
c. Riwayat Penyakit dan Pilihan Terapi
Kebanyakan sSDH secara spontan terpisah. Pada beberapa kasus, perdarahan
yang berulang dapat disebabkan pembesaran tiba-tiba dan efek massa. Tindakan
pembedahan berupa drainase dapat diindikasikan jika sSDH meluas atau menjadi
simptomatik,
V. PENCITRAAN
a. Gambaran Umum
Temuan pencitraan berhubungan dengan waktu atau usia hematoma tersebut dan
adanya membran yang membungkus. SDH yang tidak diterapi, tidak ada
komplikasi dapat dipantau dengan CT. Densitas pada hematoma ekstraaksial
menurun sekitar 1-2 HU tiap hari (2-32). Untuk itu, SDH akan mendekati
isodens pada bagian dasar korteks serebral dalam beberapa hari setelah trauma.
b. Temuan CT
Gambaran sSDHs
khas kumpulan
“cairan bentuk bulan
sabit” yang isodens
hingga slight
hypodense
dibandingkan dengan
dasar korteks pada
NECT (2-33).
Pemindahan
substansia alba-
grisea ke arah medial (“berlawanan”) sering ditermukan, terus pada fokus “dot-
like” CSF terjebak di dalam, sebagian tidak terlihat pada dasar sulkus (2-34) (2-
35). Biasanya terdapat gambaran hemoragik yang mixed-density.
2-32. SDHs menurun sekitar 1,5 HU/hari dalam 7-10 hari, darah dalam hematoma tampak isodens pada korteks dalam 10 hari tampak hipodens.
sSDHs bilateral sulit diditeksi karena “sama” dengan efek massa (2-34). Keadaan
sulkus tidak terlihat dengan pemindahan substansia alba-grisea adalah gambaran
khasnya.
c. Temuan MR
MR dapat sangat membantu dalam mengidentifikasi sSDHs, khususnya lesi kecil
yang terlihat isodens di dasar otak pada CT Scan.
2-33. NECT scan aksial menunjukkan
sSDH sebelah kanan tampak isodens pada dasar korteks. Pada GM-HM kanan berpindah berlawanan ke arah media dibandingkan dengan yang normal sebelah kiri .
2-34. NECT scan pada pasien lain menujukkan bilateral “sama” tampak isodens pada SDHs subakut , kedua GM-H’M berpindah menuju sebuah “titik” dari CSF dalam ruang subarachnoid yang terlihat pada sSDHs
kiri
Sinyal intensitas bervariasi sesuai usia hematoma tetapi tidak sebanding dengan
prediksi dari CT, membuat secara jelas “usia” subdural tersebut. Secara umum.
SDHs subakut stadium awal tampak isointens di korteks pada T1W1 dan
hipointens pada T2W1 namun berangsur-angsur menjadi lebih hiperintens akibat
peningkatan methemoglobin ekstraseluler (2-36A) (2-37A) (2-37B). kebanyakan
sSDHs stadium akhir tampak “terang” pada T1/T2. T2 linear yang hipointens
menunjukkan membran terbungkus dan dikelilingan SDH.
2-35. NECT pada pasien usia tua dengan sSDH, atrofi kortikal sedang menunjukkan perbedaan antara mendekati isodens SDH dan CSF pada dasar ruang subarachnoid menekan sulkus
2-36A. T1W1 aksial pada pasien sSDH stadium lanjut menunjukkan kumpulan “bulan sabit” yang hiperintens masuk ke permukaan hemisfer kiri. Kompresi gyrus hampir menutup sulkus dibandingkan dengan gambaran hemisfer normal di sebelah kanan.
2-36B. T2*GRE scan menunjukkan beberapa gambaran “berbunga” pada sSDH
2-36C. DWI menunjukkan gambaran klasik “double layer” pada sSDH tampak bekuan hipointens sebelah dalam , dan hiperintens ringan sebelah luar
2-37A. T1W1 pada pasien laki-laki 59 tahun dengan kejang menunjukkan slightly hypodense bilateral pada CSF
2-37B. T2W1 menunjukkan kumpulan isodens pada CSF dalam dasar subarachnoid
2-37C. Kumpulan cairan tidak menekan pada FLAIR dan CSF tampak hiperintens dalam bagian dasar genangan cairan.
2-37D. T1 C+ menunjukkan membrane luar pada SDH tampak menyengat . Ini ditemukan pada Hematoma Subdural kronik stadium awal dan lanjut.
FLAIR sangat sensitif dan rangkaian standar untuk mendeteksi sSDH yang kha
menunjukkan gambaran hiperintens (2-37C). Karena FLAIR sinyal intensitasnya
bervariasi trgantung pada efek kontribusi T1 dan T2, SDHs subakut stadium awal
menunjukkan hipointens selama T2 memendek.
T2* scan juga sangat sensitif pada sSDHs menunjukkan gambaran “berbunga”
yang jelas (2-36B).
Sinyal intensitas pada DWI juga bervariasi sesuai dengan usia hematoma. DWI
biasanya menunjukkan gambaran bulan sabit dengan intensitas tinggi serta
permukaan otak intensitasnya rendah (“double layer”) (2-36C). area intensitas
rendah cocok untuk gabungan pecahan bekuan dan CSF menungat area intensitas
tinggi pada bekuan padat.
T1 C+ scan menunjukkan penyengatan, ketebalan, membran yang terbungkus (2-
37D). membran yang mengelilingi sSDH biasanya tebal di atas dural. Scan yang
tertunda dapat menunjukkan “filling in” dan peningkatan hiperintensitas dari
sSDH.
VI. DIAGNOSA BANDING
Diagnose banding utama dari sSDH adalah SDH Isodens Akut. Terdapat tampilan
khas hanya pada pasien dengan anemia berat atau pasien antikoagulopaty. Efusi
Subdural dapat dipantau dengan tindakan pembedahan atau adanya meningitis yang
terjadi karena terdapat komponen intracranial hipointens yang juga mirip dengan
sSDH. Subdural hygroma khasnya isodens/isointens pada CSF dan tidak
menunjukkan penyengatan, membrane yang terbungkus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore Keith L, Agur Anne MR, Dalley Arthur F. Essential Clinical Anatomy, In: Head
Chapter 7. 4th edition. Philadelphia: Elsevier: 2011
2. Osborn AG. Osborn Brain: imaging, pathology and anatomy. 1st ed. Frisens; Amirsys: 2013.
3. Chung CS, Caplan LR. Stroke and Other Neurovascular Disorders. In: Goetz CG, editors.
Textbook of Clinical Neurology. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier: 2007.
4. Trauma CPT Pascual JL, Gracias VH, LeRoux PD. Injury to the Brain. Flint L et al, editors.
Trauma: Contemporary Principles and Therapy. 1st Ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p.
277.
5. Gunderman RB. Essential radiology : clinical presentation, pathophysiology, imaging. 2nd ed.
New York; Thieme: 2006.
6. Wilberg JE, Dupre DA. Traumatic brain injury. [Online]. 2013 Nov [cited 2014 Nov 27 ];[1
screen]. Available from: URL:
http://merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/traumatic_brain_injury_tbi/
traumatic_brain_injury.html