subdural hematoma

Download Subdural Hematoma

If you can't read please download the document

Upload: aienx-zali

Post on 11-Dec-2014

166 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

SDh

TRANSCRIPT

SUBDURAL HEMATOMA Nor Ain, Muh. Iqbal, Muhammad Ilyas

I.

PENDAHULUAN Subdural hematoma adalah terjadinya pengumpulan darah di bawah lapisan dura diluar parenkim otak dan araknoid. Hematoma subdural adalah lesi intrakranial yang paling sering terjadi. Hematoma subdural tidak hanya terjadi pada pasien dengan trauma kepala yang berat, tetapi juga pada pasien dengan trauma kepala yang ringan, umumnya pada mereka yang lanjut usia atau yang sedang diterapi dengan antikoagulan. Hematoma subdural biasanya diklasifikasi berdasarkan ukuran, lokasi dan lama durasi bagi sesuatu kejadian yang menjadi penyebab terjadinya hematoma.Apabila durasi kejadian tidak dapat diketahui dengan jelas, hasil pencitraan dapat menentukan waktu dari pembentukan hematoma itu. (1) Secara umum, hematoma subdural fase akut berlangsung kurang dari 72 jam, dengan gambaran hiperdense apabila dibandingkan dengan densitas otak yang didapatkan pada Computed Tomography (CT) scan. Fase subakutberlangsung 3 hingga 7 hari setelah terjadinya cedera akut di kepala dan mempunyai gambaran isodense atau hipodense.Fase kronis berlangsung 21 hari atau lebih lama, dengan densitas yang lebih hipodense.Biasanya, hematoma subdural didapatkan campuran fase akut dan kronis. (1)

II.

INSIDEN & EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, belum ada catatan nasional mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. Di Amerika Serikat, frekwensinya berbanding lurus terhadap kejadian cedera kepala (blunt head injury). Perdarahansubdural adalah bentuk yang paling sering terjadi dari lesi intrakranial, kira-kira sepertiga dari kejadian cedera kepala berat.Pada3

suatu penelitian mengenai perdarahan subdural kronis ditemukan 1 kasus setiap 10.000 penduduk.(2) Secara keseluruhan, hematoma subdural lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan angka kejadian pada wanita, dengan rasio laki-laki ke perempuan sekitar 3:1.Pria juga memiliki insiden yang lebih tinggi untuk hematoma subdural kronis dengan rasio laki-laki ke perempuan, 2:1.Satu studi retrospektif melaporkan bahawa 56% dari kasus terjadi pada pasien yang berusia 50 dan 60 tahun. Inisden tertinggi terjadi pada orang dewasa berusia 70 hingga 79 tahun dengan kejadian 7,35 kasus per 100.000 penduduk. (3) III. ANATOMI & FISIOLOGI Otak dilindungi oleh kulit kepala, tengkorak dan juga lapisan dura.Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar, diploe dan lapisan dalam.Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai busa.Lapisan dalam membentuk rongga atau fosa yang terdiri atas fosa anterior, fosa tengah dan fosa posterior.Fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah terisi dengan lobus temporalis, parietalis dan oksipitalis, dan fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.(4,5)

4

Gambaran fossa yang terbentuk daripada tulang tengkorak, yang terdiri atas fossa anterior, fossa tengah dan fossa posterior. (4)

Gambaran anatomi lobus otak yang terdiri atas lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis. (5)

5

Meningen adalah selaput yang menutupi otak dan medulla spinalis yang berfungsi sebagai pelindung.Pendukung jaringan-jaringan dibawah meningen terdiri dari duramater, araknoid dan piamater.Duramater adalah lapisan sebelah luar yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.Di tempat tertentu dalam duramater mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak.Araknoid adalah lapisan tengah yang memisahkan duramater dengan piamater untuk membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf sentral.Piamater adalah lapisan sebelah dalam yang terdapat pada permukaan jaringan otak.Piamater berhubungan dengan araknoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel.(5)

Gambaran struktur duramater, araknoid dan pia mater. (5)

6

Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu, serebrum sereblum dan brainstem.Serebrum adalah bagian otak yang terbesar dan paling menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran ingatan dan intelegensia. Serebrum dibagi menjada hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai kortek serebri, terletak di atas substansial alba yang merupakan bagian dalam hemisfer dan dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba tertanam massa substansial grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat aktifitas sensorik dan motorik masing masing hemisfer dirangkap dua dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan.Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan.Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral.Setiap hemisfer dibagi dalam lobus yang terdiri dari 4 bagian, yaitu lobus frontalis, lobus temporalis, lobus oksipitalis dan lobus parietalis.(4) Lobus Lobus frontalis Fungsi Kontrol motorik gerakan volunteer, terutama fungsi bicara, kontrol emosi, tingkah laku dan etika. Lobus temporalis Lobus oksipitalis Lobus parietalis Pendengaran, keseimbangan, emosi dan memori Visual center, mengenal objek Fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)

7

Gambaran serebri otak dari aspek (a) lateral dan (b) medial. (6)

Serebellum terletak di dalam fossa kranii posteriot dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda, yaitu tentonium yang memisahkan dari bagian posteriot serebrum.Serebellum terdiri dari bagian tengah (vermis) dan 2 hemisfer lateral.Serebellum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan pedunkulus.Pedunkulus serebri superior berhubungan dengan kedua hemisfer otak sedangkan pedunkulus sserebri inferior berisi serabutserabut tractus spino sereberalis dorsalis dan berhubungan dengan medulla oblongata. Semua aktifitas serebellum dibawah kesadaran fungsi utamanya sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.(4,5)

8

Gambaran serebellum otak. (6) Ke arah kaudal batang otak berlanjut sebagai medulla spinalis dan ke rostral berhubung langsung dengan pusat-pusat otak yang lebih tinggi.Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medulla oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).Di seluruh batang otak banyak ditemukan jaras jaras yang berjalan naik dan turun.Batang otak merupakan pusat penyampaian dan reflek yang penting dari system saraf pusat. (4,5)

9

Gambaran batang otak plana midsagittal. (4)

Aliran darah yang menuju ke otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri vertebralis.Kedua arteri vertebralis bergabung mmebentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk sirkulus Willisi.Dengan demikian, terjadilah jalinan kolateral yang cukup besar pada arteri-arteri besar yang mengurus jaringan otak.Adanya kolateral yang besar ini maka pada orang muda kedua arteri karotis biasanya dapat disumbat tanpa menimbulkan efek yang merugikan fungsi serebral.Sedangkan pada orang tua, arteri besar pada dasar otak sering mengalami sclerosis dan menyumbat arteri karotis sehingga penyediaan darah ke otak berkurang sampai terjadi gangguan serebral.(7)

10

Gambaran pembuluh darah arteri di otak. (5)

Gambaran pembuluh darah vena, meninges dan sinus venosus dural di otak. (5)11

Pembuluh darah vena pada otak menerima darah dari seluruh bagian otak, termasuk dari bagian dasar dan juga dari bagian dalam otak.Pembuluh darah vena ini terdiri atas dua kelompok yaitu, vena cerebralis superficialis dan vena cervicalis profunda.Pembuluh darah cerebralis ini menjadi drainase kepada pembuluh darah dari korteks serebral dan jisim putih yang kemudian langsung menuju ke sinus dura.Sebelum berakhir di sinus dural, pembuluh darah ini meninggalkan ruang subaraknoid dan melalui lapisan subdural, yang terletak antara dura mater dan araknoid.Segmen-segmen dari vena subdural inilah yang disebut sebagai bridging-veins.Pembuluh darah profunda ini pula menjadi drainase kepada pembuluh darah daripada bagian jisim putih yang lebih dalam, basal ganglia, korpus kallosum dan diencephalon.Kedua daerah vena ini saling berhubungan oleh anastomosis intraserebral.(7) IV. ETIOGENESIS Pada umumnya, perdarahan subdural akut adalah cedera kepala, kadang-kadang ditemukan perdarahan subdural akut tanpa adanya trauma seperti pada penderita yang mendapat anti-koagulans, mengalami koagulopati atau rupture aneurisma.Saat cedera kepala, terjadi gerakan sagittal dari kepala dan otak mengalami akselerasi di dalam tengkorak, menyebabkan regangan dari vena-vena parasagittal yang membawa drainase dari permukaan otak ke sinus venosus duramater. Bila vena-vena yang melintas ruang subdural ini cukup meregang, maka akan terjadi rupture pada vena-vena ini dan darah masuk ke ruang subdural. Suatu penelitian yang dijalankan Gennarelli dan Thibault menyimpulkan, tingkatan akselerasi inilah yang menyebabkan ruptur dari bridging veins bukan karena kontak kepala terhadap trauma itu sendiri.(2)

12

Kebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah parietal.Sebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak.(2) Perdarahan subdural akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan disebabkan oleh ruptur vena vena yang berjalan di antara hemisfer bagian medial dan falks, juga pernah dilaporkan dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatic dari arteri pericalosal karena cedera kepala.(2) Pada bayi-bayi, ruang subdural lebih luas, tidak ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih sering didapatkan pada bayi bayi.Pada anak-anak kecil, perdarahan subdural di fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena goncangan yang hebat pada tubuh anak, atau dikenali juga dengan nama shaken baby syndrome.(2) Pada orang dewasa, terjadi satu proses degeneratif yang berlaku, yaitu atrofi otak. Dari usia 50 hingga 80 tahun, otak yang normal akan menyusut sebanyak 200g dan ruang antara otak dan tengkorak akan meningkat sebanyak 10% daripada total ruang intrakranial. Otak yang lebih kecil ini membolehkan pergerakan independen saat berlakunya trauma kepala yang mengarah kepada robeknya venula araknoid yang kecil. Proses antikoagulasi yang berlaku memperpanjang perdarahan ke dalam ruang subdural. Dalam jangka waktu beberapa hari, fibroblast daripada pembuluh darah yang berdekatan mulai membentuk kapsula disekitar hematom.Pembuluh darah baru yang menyuplai daerah hematom tidak mempunyai sawar otak, membolehkan sel darah merah dan protein masuk ke dalam daerah hematom. (8)

13

Perubahan dalam penggumpalan berlaku, yaitu meningkatnya tissue plasminogen activator dan berkurangnya plasminogen activator inhibitor turut menyumbang kepada ekspansi hematoma dalam mekanisme yang masih belum jelas.Dalam jangka masa waktu beberapa minggu hingga ke beberapa bulan, hematoma mampu untuk terus mengalami ekspansi hingga menyebabkan sejumlah sel-sel otak berubah kedudukan hingga timbulnya tanda dan gejala. Struktur intrakranial akan terus mengalami shift sehingga pasien koma dan berlakunya herniasi otak.(8) V. DIAGNOSIS a) Gejala Klinik Hematoma subdural akut yang bersifat trauma sering terjadi hasil dari jatuh, akibat kekerasan atau kecelakaan sewaktu berkendara.Pasien akan dicurigai sebagai hematoma subdural apabia mengalami trauma kepala yang cukup parah dengan objek tumpul. Presentasi klinis tergantung pada lokasi lesi dan tingkat perkembangannya.(9) Gejala dari hematoma subdural akut dapat dilihat dalam masa 24 jam setelah pasien mengalami trauma kepala. Perkembangan daripada hematoma subdural akut ini dapat berlangsung dengan pantas dan terkait dengan kadar mortalitas yang tinggi akibat edema dan peningkatan tekanan intracranial yang tidak terkawal. (9) Hematoma subakut tidak menghasilkan simptom sehingga 2 hingga 10 hari selepas trauma.Kemungkinan adanya periode di mana terdapat pembaikan dalam tahap kesadaran pasien dan juga simptom neurologik, namun ini diikuti kemudian dengan deteriorasi sekiranya hematoma tersebut tidak dievakuasi. (10)

14

Gejala dari hematoma subdural kronis mungkin tidak akan muncul sehingga beberapa minggu setelah trauma, sehingga ada di antara pasien yang tidak dapat mengingat bahwa dirinya pernah mengalami trauma di kepala. Kejadian ini seringkali terjadi pada orang lanjut usia dengan pembuluh darah yang rapuh dan dalam kondisi otaknya telah menyusut jauh dari lapisan dura. Rembesan darah ke ruang subdural dapat terjadi perlahan dan oleh kerana darah di dalam ruang subdural tidak dapat diabsorpsi, aktifitas fibroblastik berlangsung dan menyebabkan

hematoma dienkapsulasi. Sel-sel darah yang dienkapsulasi ini kemudian akan lisis secara perlahan dan cairan dengan tekanan osmotik yang tinggi akan terbentuk. Hal ini akan menciptakan gradient osmotik, dengan cairan dari ruang subaraknoid sekitarnya ditarik ke arah daerah hematoma, menyebabkan massa meningkat dalam ukuran dan

memberikan tekanan pada isi intrakranial sekitarnya. Ini akan menyebabkan pasien mengalami tingkat kesadaran yang menurun dan juga nyeri di kepala.(10) b) Pemeriksaan Radiologi Computed Tomography (CT) scan

CT scan adalah alat diagnostik yang memiliki informasi yang sangat tinggi. Tujuan utama penggunaan CT scan kepala adalah untuk mendeteksi perdarahan intrakranial, lesi yang memenuhi rongga otak (space occupying lesions/SOL), edema serebral dan untuk memeriksa apakah adanya perubahan pada struktur otak. CT scan juga dapat digunakan dalam mengidentifikasi infak, hidrosefalus, dan atrofi otak. Gambaran CT scan adalah hasil rekonstruksi komputer terhadap gambar X-ray. Gambaran dari berbagai lapisan secara multiple dilakukan dengan cara mengukur densitas dari substansi yang dilalui oleh sinar X. Data yang dihasilkan dapat memperlihatkan densitas dari berbagai lapisan.15

Pada saat sinar X melalui sebuah lapisan, maka lapisan tersebut akan mengabsorpsi sinar dan sisanya akan melalui lapisan tersebut yang akan ditangkap oleh detektor yang sensitif terhadap elektron. Jumlah radiasi yang diabsorpsi akan tergantung pada densitas jaringan yang dilaluinya. Pada tulang, energi yang melalui jaringan itu lebih sedikit, makan akan muncul gambaran berwarna putih atau abu-abu yang terang. Sedangkan pada cairan serebrospinal dan udara akan menghasilkan gambaran yang lebih gelap. (11, 12) Pemeriksaan otak khusus dilakukan dengan menggunakan potongan 5-10mm dengan jumlah potongan sekitar 14 pada setiap

pemeriksaan.Potongan setebal 1-2mm dengan ketajaman tinggi diambil jika diperlukan detail, misalnya pada fosa hipofisis, meatus auditorius interna atau orbita.(11) Pemeriksaan CT scan sendiri tidak memiliki bahaya yang fatal kecuali pada dosis radiasi tinggi atau yang telah terakumulasi. Sedangkan bahaya sesungguhnya dapat terjadi pada penggunaan kontras.Diagnosa yang dapat muncul adalah resiko alaergi akibat pemberian benda kontras. Sebagai sebuah alat yang asing, maka CT scan juga dapat memunculkan rasa cemas pada pasien dan tentu ini akan membahayakan dirinya. (11) Pada CT, pengumpulan cairan pada subdural awalnya menunjukkan daerah pengumpulan cairan kresentik yang terletak di perifer, berada di dekat kubah kranialis. Cairan ini dilihat sebagai area dengan densitas yang berubah dan biasanya dengan batas yang cekung.(11) Perdarahan baru diperlihatkan sebagai densitas yang meningkat (putih) walaupun kemudian berkurang hingga akhirnya menjadi area dengn densitas yang rendah (hitam). Efek massa, dengan pergeseran garis

16

tengah, mengindikasikan adanya pengumpulan cairan subdural yang signifikan. (11)

Gambaran CT scan kepala aksial normal. Terlihat perbedaan atenuasi antara jisim abu-abu, kapsula interna kanan, cairan serebrospinal dan tulang tengkorak.(13)

Pencitraan axial CT images yang didapatkan pada 2 pasien yang berbeda. Citra menunjukkan hematoma subdural akut (tanda panah pada gambar a) dan hematoma subdural kronis (tanda panah pada gambar b). (14)17

Gambaran CT scan pada pasien dengn intraventricular shunt. Tanda panah hitam pada sisi kanan menunjukkan hematoma subdural fase kronis dan tanda panah hitam pada sisi kiri menunjukkan gambaran fase akut-kronis pada sisi kanan. (15)

Gambaran CT scan kepala tanpa kontras menunjukkan lesi hiperdense pada sisi kiri konveks serebral (tanda panah hitam) yang meluas hingga ke falx posterior. Terlihat juga mass effect sekunder dengan midline shift ke arah kanan. (13)

18

Gambaran CT scan kepala tanpa kontras menunjukkan hematoma subdural bilateral yang terlihat pada lapisan tentorium serebelli, disertai hematoma subaraknoid pada cistern lamina tectalis (13)

Gambaran CT scan kepala aksial tanpa kontras menunjukkan hematoma subdural bilateral fase subakut pada region frontoparietal (tanda panah) (16)

19

Gambaran CT scan kepala aksial tanpa kontras menunjukkan hematoma subdural bilateral fase kronis pada region frontoparietal (tanda panah). (16)

Gambaran CT scan kepala aksial tanpa kontras menunjukkan hematoma subdural fase akut pada sisi kanan kepala. Pada gambar (B) terlihat kompresi ventrikel kanan dan midline shift ke arah kiri. Pada gambar (C) terlihat darah di sepanjang fissura interhemisferik anterior.(16)

20

Hematom subdural subakut fase akhir yang menuju ke fase kronis, dengan blood-fluid level menunjukkan perdarahan akut yang menyatu dengan perdarahan kronis. (12)

Gambaran CT scan kepala menunjukkan hematoma subdural fase kronis dengan densitas lesi yang bercampur. (8)

21

CT scan menunjukkan pasien dengan hematoma subdural. Darah berwarna abu-abu mewakili perdarahan subakut sedangkan darah putih mewakili fase akut. (12)

Gambaran CT scan tanpa kontras menunjukkan hematoma subdural akut kronis pada sisi kanan sepanjang serebral kanan. Dapat dilihat mass effect yang hebat, dengan midline shift ke sisi kiri. (17)

22

Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI adalah sebuah metode pemeriksaan diagnostik yang mulai

digunakan sejak tahun 1980.Gambar yang dihasilkan juga merupakan hasil rekonstruksi computer. Berbeda dengan CT scan, MRI tidak menggunakan radiasi ion melainkan menggunakan medan magnet dan radiofrekuensi. MRI merupakan studi pilihan bagi evaluasi pada sebagian besar lesi pada otak dan spinal.MRI melakukan scanning terhadap nucleus hidrogen yang merupakan atom terbanyak dalam badan manusia. Medan magnet yang dihasilkan akan memberikan instruksi kepada proton yang ada di nukleus hidrogen. Pada keadaan normal, proton akan berada dalam arah atau letak yang acak. Namun, saat diberikan medan magnet maka proton akan menempatkan diri pada kutub medan magnet. Kemudian akan dikirimkan radiofrekuensi yang akan menyebabkan vibrasi dari proton. Sinyal radio yang dihasilkan akan direkam dan direkonstruksikan menjadi gambaran jaringan.(11, 12) Secara klinis MRI digunakan untuk membedakan antara jaringan normal dengan patologis.Pasien tidak terpapar pada radiasi yang meningkatkan resiko malignansi terutama pada fetus.Pemindaian MRI dapat mendemonstrasikan otak dengan menggunakan fasilitas multiplanar pada bidang aksial, koronal dan sagittal dengan gambaran yang baik pada fosa posterior, karena tidak terdapat artifak tulang.MRI lebih unggul dibandingkan CT scan pada berbagai keadaan, antara lain, pada lesi-lesi fosa hipofisis, medulla spinalis, visualisasi plak demielinasi pada sclerosis multiple, diferensiasi substansi abu-abu dan putih serta identifikasi lesi yang menyebabkan epilepsi.(11)

23

Gambaran MRI pada otak normal. T1 aksial pada ventrikel lateral dan region kapsula interna; perhatikan CSF yang berwarna hitam. (11)

Gambaran MRI pada otak normal. Pemindaian T2 aksial, CSF kelihatan putih. (11) Pemindaian MRI otak merupakan modalitas pencitraan paling sensitif dalam mendiagnosis kelainan intrakranial. MRI dapat melukiskan anatomi dengan detail dan anatomi vaskular juga dapat divisualisasi

24

tanpa bantuan kontras intravena. Hal ini telah menurunkan jumlah prosedur invasif, walaupun angiografi kovensional tetap merupakan pemeriksaan yang paling akurat dalam mendiagnosa aneurisma dan malformasi vaskular. (11) Kelemahan utama pemeriksaan MRI adalah diperlukannya kerja sama dengan pasien yang lebih baik, karena pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan CT. Bagi pasien yang menggunakan benda asing logam, kawat pacu dan sebagainya tidak dapat dipindai dengan menggunakan medan magnet karena khawatir akan menyebabkan pergeseran ke posisi abnormal. (11)

Gambaran MRI hematoma subdural bilateral yang diidentifikasi pada bayi perempuan usia 14 bulan. Pada gambaran koronal intermediate-weighted image ini terdapat gambaran hematoma pada sisi kiri dan sisi kanan (tanda panah) dengan densitas yang berbeda, mempertunjukkan usia perdarahan yang berbeda. (18)

25

Gambaran MRI T1 dan T2 weighted sequences menunjukkan hematoma subdural (tanda panah). (19)

Gambaran MRI (a) menunjukkan aksial T2-weighted dan (b) koronal T1weighted MRI hematoma subdural bilateral spontan yang berbagai usia. Pada sisi kiri terlihat hematoma fase subakut (beberapa hari) dengan sinyal yang rendah pada T2 weighting dan sinyal tinggi pada T1 weighting. Pada sisi kanan otak terlihat hematoma fase subakut yang

26

sudah beberapa minggu dengan sinyal tinggi pada kedua T1 dan T2 weighting.(20)

Gambaran MRI: T2-weighted pada pasien dengan hematoma subdural dengan lesi massa darah yang berbeda usia. (12)

Gambaran MRI: axial T1-weighted menunjukkan bilateral hematoma subdural fase subakut dengan sinyal intensitas yang meningkat. (12)

27

Gambaran MRI: T2-weighted image menunjukkan pasien dengan hematoma subdural fase subakut dengan perdarahan ulang. Terdapat lesi massa dengn 3 intensitas berbeda, hiperintense, isointense dan hypointense. (12) VI. DIAGNOSIS BANDING Pertimbangan diferensial utama meliputi hematoma subdural dan epidural.Epidural hematoma terbentuk dalam ruang antara dura dan tengkorak. Epidural hematoma bisa menyeberang ke garis tengah tengkorak tetapi tidak akan menyeberangi sutura dari tengkorak yang menjadi tempat di mana dura terpasang. Hal ini berbeda dengan subdural hematoma yang dapat bebas melintasi garis tengah penyisipan falx atau lampiran tentorial.Perdarahan subaraknoid pula dapat dibedakan secara radiografi dari subdural dengan ekstensi ke ruang cairan serebrospinal dan penampilan pada CT menunjukkan terdapat daerah linier dengan atenuasi tinggi dalam cistern dan sulci.(19)

28

Subdural hematoma

Epidural hematoma

Subaraknoid hematoma

Gambaran Radiologis: Bentuk bulan sabit Dapat terbentuk pada falx dan tentorium Bentuk cembung ganda (lenticular) Tidak menyilang pada sutura kranialis Akut Subakut Kronis Durasi: 1-7hari CTscan: Hyperdense Isodense Hypodense 7-21 hari > 21 hari Berada di luar dari sinus dura Laserasi dari a. meningealis medialis Hematoma berada pada sisterna, fisura atau ventrikel. Seringkali akibat ruptur aneurisma. Arteriografi diperlukan untuk mendeteksi punca perdarahan.

MRI: T1W1 meningkat, T2W1 menurun T1W1 & T2W1 meningkat T1W1 menurun, T2W1 Isointense

29

Gambar perbandingan antara hematoma subdural, hematoma epidural dan hematoma intraserebral. (21)

VII.

PENATALAKSANAAN Hematoma subdural yang minimal atau tanpa gejala biasanya tidak memerlukan evakuasi. Pasien dimasukkan ke rumah sakit untuk observasi klinis dan dilakukan pemeriksaan neurologis setiap jam selama 24 jam. Serial pencitraan dilakukan untuk memeriksa apakah hematoma meluas atau tidak. (8) Bagi hematoma subdural yang disertai dengan gejala yang berat, pasien dimasukkan ke unit rawatan intensif untuk dikonsul ke bagian

30

bedah. Hematoma yang terbentuk akan segera dievakuasi dengan metode burr holes, drainase atau kraniotomi. VIII. PROGNOSIS Untuk kasus hematoma subdural akut, prognosisnya cukup dipengaruhi dengan tingkat keparahan cedera otak yang(8)

mendasarinya.Pasien yang berusia kurang dari 40 tahun mempunyai angka mortalitas hamper 20%, usia 40-80 tahun mempunyai angka mortalitas 65% .Pasien dengan usia lebih dari 80 tahun mempunyai angka mortalitas 88%. Dengan cedera otak yang terkait dengan parenkim, angka kematian mendekati 50-60%.Tanpa cedera parenkim terkait, tingkat kematian adalah kurang lebih 20%.Bagi hematoma subdural kronis, prognosis adalah baik jika kasusnya diakui dan diintervensi dengan sebaiknya.Secara keseluruhan, mortalitas dari hematoma subdural kronis ini kebiasaannya kurang daripada 11-15%.(22)

31