hasil dan pembahasan karakteristik lokasi penelitian v... · rentang usia ini diambil berdasarkan...

44
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Gelang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Luas Desa Gelang adalah 187.800 ha atau 5,79 persen dari luas total Kecamatan Rakit. Sebagian besar wilayah di Desa Gelang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang terdiri atas berbagai macam jenis yaitu padi, kelapa, sayuran, buah (jeruk) dan hasil pertanian lainnya. Desa Gelang merupakan desa yang memiliki tanaman melati gambir terbanyak di Kabupaten Banjarnegara. Setiap tahunnya, melati yang dihasilkan di Desa Gelang sebanyak ±6 ton/ha/tahun dengan harga per kilogramnya yang tidak menentu setiap waktu. Pada saat dilakukan pengambilan data, harga melati gambir adalah Rp 23.000,00/kg dengan pembagian Rp 10.000/kg untuk buruh pemetik dan Rp 13.000/kg untuk petani atau pemilik lahan melati gambir. Data terakhir pada Tahun 2010, jumlah penduduk Desa Gelang adalah 4.190 orang yang terdiri atas 2.177 laki-laki dan 2.013 perempuan dengan 1.130 Kepala Keluarga. Pekerjaan mayoritas penduduk di Desa Gelang adalah sebagai petani dan petani penggarap (buruh tani). Pekerjaan selanjutnya yang banyak dimiliki adalah buruh bangunan, buruh industri, dan pedagang. Hanya terdapat beberapa orang saja yang memiliki pekerjaan sebagai PNS. Sampai tahun 2008, jumlah rumah tangga miskin di Desa Gelang sebanyak 30,45 persen dari total rumah tangga. Fasilitas pendidikan yang terdapat di Desa Gelang antara lain enam Taman Kanak-kanak (TK), dua Play Group (PG), tiga Raudatul Aftal (RA), lima Sekolah Dasar (SD), dan dua Madrasah Ibtidai‟yah (MI). Sementara itu, untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat sebuah yayasan yang dibangun yaitu Yayasan Pendidikan Ma‟arif yang memberikan pendidikan gratis. Sampai Tahun 2010, penduduk di Desa Gelang yang berumur 18-56 tahun yang berhasil menempuh pendidikan hingga SD sebanyak 980 orang, tamat SMP sebanyak 367 orang, tamat SMA sebanyak 287 orang, dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak 63 orang.

Upload: vuongthien

Post on 11-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi Penelitian

Secara administratif, Desa Gelang termasuk dalam wilayah Kecamatan

Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Luas Desa Gelang

adalah 187.800 ha atau 5,79 persen dari luas total Kecamatan Rakit. Sebagian

besar wilayah di Desa Gelang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang terdiri

atas berbagai macam jenis yaitu padi, kelapa, sayuran, buah (jeruk) dan hasil

pertanian lainnya. Desa Gelang merupakan desa yang memiliki tanaman melati

gambir terbanyak di Kabupaten Banjarnegara. Setiap tahunnya, melati yang

dihasilkan di Desa Gelang sebanyak ±6 ton/ha/tahun dengan harga per

kilogramnya yang tidak menentu setiap waktu. Pada saat dilakukan pengambilan

data, harga melati gambir adalah Rp 23.000,00/kg dengan pembagian Rp

10.000/kg untuk buruh pemetik dan Rp 13.000/kg untuk petani atau pemilik lahan

melati gambir.

Data terakhir pada Tahun 2010, jumlah penduduk Desa Gelang adalah

4.190 orang yang terdiri atas 2.177 laki-laki dan 2.013 perempuan dengan 1.130

Kepala Keluarga. Pekerjaan mayoritas penduduk di Desa Gelang adalah sebagai

petani dan petani penggarap (buruh tani). Pekerjaan selanjutnya yang banyak

dimiliki adalah buruh bangunan, buruh industri, dan pedagang. Hanya terdapat

beberapa orang saja yang memiliki pekerjaan sebagai PNS. Sampai tahun 2008,

jumlah rumah tangga miskin di Desa Gelang sebanyak 30,45 persen dari total

rumah tangga.

Fasilitas pendidikan yang terdapat di Desa Gelang antara lain enam

Taman Kanak-kanak (TK), dua Play Group (PG), tiga Raudatul Aftal (RA), lima

Sekolah Dasar (SD), dan dua Madrasah Ibtidai‟yah (MI). Sementara itu, untuk

jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat sebuah yayasan yang

dibangun yaitu Yayasan Pendidikan Ma‟arif yang memberikan pendidikan gratis.

Sampai Tahun 2010, penduduk di Desa Gelang yang berumur 18-56 tahun yang

berhasil menempuh pendidikan hingga SD sebanyak 980 orang, tamat SMP

sebanyak 367 orang, tamat SMA sebanyak 287 orang, dan tamat Perguruan

Tinggi sebanyak 63 orang.

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

30

Karakteristik Demografi Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga atau besar keluarga merupakan jumlah seluruh

anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua. Menurut BKKBN,

besar keluarga digolongkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil, keluarga sedang,

dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota tidak

lebih dari empat orang. Keluarga sedang memiliki jumlah anggota sebanyak lima

hingga enam orang sedangkan keluarga besar memiliki jumlah anggota lebih dari

enam orang. Tabel 3 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh

(51,51%) termasuk dalam keluarga kecil, sisanya yaitu sebesar 37,87 persen dan

10,62 persen merupakan keluarga sedang dan keluarga besar. Jumlah anggota

keluarga terkecil adalah tiga orang dan jumlah terbanyak adalah sembilan orang.

Semakin besar jumlah anggota keluarga maka beban orang tua untuk mencukupi

kebutuhan anggota keluarga juga akan semakin besar.

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga Keluarga

n %

Keluarga kecil (≤4 orang) 34 51,51 Keluarga sedang (5-6 orang) 25 37,87 Keluarga besar (≥7 orang) 7 10,62

Total 66 100,00 Min-max (orang) 3-9

Rataan±SD (orang) 4,67±1,35

Tipe Keluarga

Tipe keluarga dibedakan menjadi keluarga inti (nuclear family) dan

keluarga luas (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri atas

ayah, ibu, dan anak, sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas

ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain seperti kakek, nenek, cucu, menantu,

dan lain-lain. Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat sebesar 83,33 persen

keluarga yang merupakan keluarga inti dan sebesar 16,67 persen keluarga yang

merupakan keluarga luas.

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan tipe keluarga

Tipe keluarga Keluarga

n %

Keluarga inti 55 83,33 Keluarga luas 11 16,67

Total 66 100,00

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

31

Usia Suami dan Istri

Usia suami dan istri dikelompokkan menjadi tiga yaitu dewasa muda,

dewasa tengah dan dewasa tua (Hurlock 1980). Tabel 5 menunjukkan bahwa

usia suami berada pada rentang 28 sampai dengan 65 tahun dengan rataan

44,05 tahun. Terdapat sebesar 57,57 persen keluarga yang memiliki suami pada

usia dewasa tengah dan sebanyak 40,90 persen keluarga dengan suami berada

pada usia dewasa muda. Hanya 1,53 persen keluarga dengan suami pada usia

dewasa tua.

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan usia suami dan istri

Usia Suami Istri

n % n %

Dewasa muda (18-40 tahun) 27 40,90 40 60,60 Dewasa tengah (41-60 tahun) 38 57,57 26 39,40 Dewasa tua (>60 tahun) 1 1,53 0 0,00

Total 66 100,00 66 100,00 Min-max (tahun) 28-65 24-56

Rataan±SD (tahun) 44,05±8,17 39,38±7,63

Berbeda dengan usia suami, sebanyak 60,60 persen keluarga memiliki istri

pada usia dewasa muda. Sisanya, yaitu 39,40 persen keluarga dengan istri usia

dewasa tengah yaitu sebanyak 39,40 persen. Hanya terdapat 1,53 keluarga

dengan istri yang berada pada usia 24 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa baik umur suami maupun umur istri berada pada usia produktif.

Usia Anak

Rentang usia anak sekolah dalam penelitian ini adalah 3-18 tahun.

Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal

pendidikan baik formal maupun non-formal sejak dini. Tabel 6 memperlihatkan

bahwa rentang usia anak dibagi menjadi empat yaitu pra sekolah, anak usia

sekolah, remaja, dan dewasa. Jumlah total anak sekolah yang dimiliki keluarga

contoh adalah 100 anak. Lebih dari separuh anak keluarga contoh adalah anak

usia sekolah dasar (56,00%). Urutan kedua adalah anak keluarga contoh dengan

usia anak remaja (26,00%) dan terdapat masing-masing sembilan persen anak

keluarga contoh yang berada pada usia pra sekolah dan dewasa awal.

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

32

Tabel 6 Sebaran anak keluarga contoh berdasarkan usia

Usia anak Jumlah

n %

Pra sekolah (3-5 tahun) 9 9,00 Anak usia sekolah (6-12 tahun) 56 56,00 Remaja (13-15 tahun) 26 26,00 Dewasa awal (16-18 tahun) 9 9,00

Total 100 100,00

Jumlah Anak Sekolah

Jumlah anak sekolah yang dimiliki oleh satu keluarga berbeda-beda,

mulai dari satu anak hingga empat anak sekolah seperti yang ditunjukkan Tabel

7 dibawah ini. Terdapat lebih dari separuh contoh memiliki anak sekolah

sebanyak satu orang (56,06%). Terdapat 43,94 persen keluarga yang memiliki

anak usia sekolah lebih dari satu orang yaitu 37,68 persen keluarga dengan dua

anak sekolah, 4,54 persen keluarga dengan tiga anak sekolah dan 1,62 persen

keluarga dengan empat anak sekolah.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak sekolah

Jumlah anak sekolah (orang) Keluarga

n %

1 37 56,06 2 25 37,78 3 3 4,54 4 1 1,62

Total 66 100,00

Rataan±SD 1,52±0,66

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Pendidikan Orang tua

Pendidikan menjadi salah satu tolok ukur kemampuan berifikir seseorang.

Semakin tinggi pendidikan, seseorang akan semakin mampu untuk berifikir

kompleks dengan permasalah yang ada, demikian sebaliknya. Lebih separuh

keluarga memiliki istri dengan pendidikan hingga tamat Sekolah Dasar (SD) dan

tidak terdapat keluarga dengan istri yang menempuh pendidikan hingga SMA.

Sama seperti istri, terdapat lebih dari separuh keluarga yang memiliki suami

dengan pendidikan hingga SD. Persentase keluarga dengan istri dan suami yang

tidak tamat SD lebih besar dari pada keluarga dengan istri dan suami yang tamat

SMP. Rentang pendidikan tertinggi istri hanya sampai Sekolah Menengah

Pertama (SMP) sedangkan pendidikan tertinggi suami adalah Sekolah

Menengah Atas (SMA).

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

33

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan istri dan suami

Lama pendidikan Istri Suami

n % n %

Tidak tamat SD 13 19,69 13 19,69 Tamat SD 42 63,63 43 65,17 Tamat SMP 11 17,68 9 13,63 Tamat SMA 0 0,00 1 1,51

Total 66 100,00 66 100,00 Min-max (tahun) 2-9 2-12

Rataan±SD (tahun) 6,08±1,69 6,09±1,85

Pekerjaan Suami

Melalui pendidikan yang tinggi diharapkan seseorang akan mendapatkan

pekerjaan yang lebih baik. Seluruh suami adalah kepala keluarga yang bekerja

sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga (primary breadwinner) sedangkan

istri berperan sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner). Tabel

9 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki suami yang bekerja di

bidang pertanian yaitu sebanyak 31,81 persen bekerja sebagai buruh tani

(termasuk pemetik melati gambir) dan 27,27 persen bekerja sebagai petani.

Pekerjaan lain yang ditekuni oleh suami adalah buruh non-tani (bangunan),

pedagang, dan pekerjaan lain seperti pencari batu, reparasi jam, dan tukang pijit.

Dikarenakan pendapatan dari pekerjaan utama masih kurang mencukupi

kebutuhan anggota keluarga, terdapat 6,06 persen keluarga dengan suami yang

memiliki pekerjaan tambahan. Pekerjaan tambahan yang dimiliki oleh suami

antara lain menjadi tukang kayu, membajak sawah, dan melakukan kegiatan

pertanian lainnya.

Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan utama suami

Jenis pekerjaan Jumlah

n %

Pedagang 6 9,09 Petani 18 27,27 Buruh tani 21 31,81 Buruh non-tani 12 18,18 Lain-lain 9 13,65

Total 66 100,00

Pekerjaan Istri dan Anak

Seluruh istri memiliki pekerjaan utama sebagai buruh pemetik melati

gambir. Sama halnya dengan suami, istri juga mencari pekerjaan tambahan

untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terdapat 10,60 persen keluarga dengan

istri yang memiliki pekerjaan tambahan. Jenis pekerjaan tambahan yang dimiliki

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

34

istri antara lain sebagai pekerja pabrik, pembuat jajanan, membuka warung di

rumah dan penjual jamu. Selain orang tua, terdapat 33,33 persen keluarga yang

memiliki sumber penghasilan keluarga dari anak. Pekerjaan yang dimiliki anak

antara lain pekerja pabrik, pekerja migran (bekerja di luar kota), berdagang,

buruh tani, membuka bengkel, dan bekerja di tempat fotocopy.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diterima oleh seluruh

anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan, dihitung dalam

rupiah/bulan. Hampir separuh keluarga contoh memiliki pendapatan keluarga

kurang dari Rp 500.000,00/bulan (46,96%). Proporsi terbesar kedua adalah

keluarga dengan penghasilan antara Rp 500.000,00 sampai Rp

999.999,00/bulan yaitu sebesar 34,85 persen. Hanya terdapat sebagian kecil

keluarga contoh yang memiliki pendapatan keluarga lebih dari sama dengan Rp

1000.000,00/bulan. Pendapatan keluarga contoh bervariasi dengan nilai minimal

adalah Rp 90.000,00/bulan sampai Rp 2.250.000,00/bulan dengan rataan

sebesar Rp 649.090,91/bulan.

Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah

n %

<500.000,00 31 46,96 500.000,00-999.999,00 23 34,85 1.000.000,00-1.499.999,00 6 9,09 1.500.000,00-2.000.000,00 5 7,57 >2.000.000,00 1 1,53

Total 66 100,00 Min-max (Rp/bulan) 90.000,00-2.250.000,00 Rataan±SD(Rp/bulan) 649.090,91±482.720,58

Pendapatan per Kapita

Pendapatan yang dihitung berdasarkan pendapatan seluruh anggota

keluarga dibagi jumlah seluruh anggota keluarga adalah pendapatan per kapita

yang dinyatakan dalam rupiah/kapita/bulan. Semakin banyak anggota keluarga

maka akan semakin besar pula beban yang ditanggung oleh keluarga. Tabel 11

menunjukkan pendapatan keluarga yang dikelompokkan berdasarkan Garis

Kemiskinan (GK) BPS.

Hampir tiga per empat keluarga contoh memiliki pendapatan per kapita

≤Rp 179.982,00 atau termasuk dalam kategori miskin. Sedangkan sisanya

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

35

termasuk dalam kategori hampir miskin, hampir tidak miskin dan tidak miskin

dengan persentase masing-masing sebesar 7,57 persen, 12,12 persen dan 8,59

persen. Pendapatan per kapita terendah yang dimiliki keluarga contoh adalah Rp

16.667,00/bulan dan pendapatan per kapita tertinggi keluarga contoh adalah Rp

600.000,00/bulan dengan rataan sebesar Rp 144.543,84/bulan. Besar rata-rata

pendapatan per kapita masih berada di bawah Garis Kemiskinan.

Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita

Pendapatanab

(Rp/kapita/bulan) Jumlah

n %

Miskin (≤179.982,00) 47 71,72 Hampir miskin (179.982,01-224.977,50) 5 7,57 Hampir tidak miskin (224.977,60-269.9730) 8 12,12 Tidak miskin (>269.973,00) 6 8,59

Total 66 100,00 Min-max (Rp/bulan) 16.667,00-600.000,00 Rataan±SD (Rp/bulan) 144.543,84±113.960,00

Keterangan: a. Rp 179.982,00 adalah Garis Kemiskinan (GK) Propinsi Jawa Tengah untuk daerah perdesaan Tahun 2010

b. Menggunakan kriteria dari Badan Resmi Statistik No 47/IX/1 September 2006 (Miksin: <GK, Hampir miskin : 1,00-1,25GK, Hampir tidak miskin : 1.25-1.50GK dan Tidak miskin >1.50GK)

Kontribusi Istri terhadap Pendapatan Keluarga

Sebagai ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan sebagai sumber

penghasilan, istri memiliki kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Tabel 12

memperlihatkan besarnya kontribusi pendapatan suami, istri dan anak terhadap

pendapatan keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga adalah Rp

649.090,91/bulan. Proporsi terbesar pendapatan keluarga masih berasal dari

suami baik dari pekerjaan utama maupun dari pekerjaan tambahan yaitu sebesar

46,65 persen/bulan. Proporsi pendapatan total istri dan anak terhadap

pendapatan keluarga hampir sama yaitu 26,25 persen/bulan untuk istri dan 27,10

persen/bulan untuk anak. Artinya, anak dan istri yang bekerja memiliki kontribusi

cukup besar terhadap pendapatan keluarga.

Sebesar 33,33 persen keluarga yang memiliki anak bekerja, terdapat 9,09

persen keluarga yang memiliki anak bekerja dengan usia anak sekolah yaitu

antara 16-18 tahun. Adanya anak usia sekolah yang bekerja bertujuan untuk

menambah pendapatan keluarga sehingga anak bersekolah hanya sampai

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa anak

memiliki kontribusi penting terhadap pendapatan keluarga. Ketika anak yang

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

36

bekerja memutuskan untuk melanjutkan sekolah dan tidak bekerja maka

keluarga akan kehilangan pendapatannya lebih dari satu per empat pendapatan

keluarga.

Tabel 12 Kontribusi anggota keluarga terhadap pendapatan keluarga per bulan Sumber pendapatan

Utama Tambahan Rataan

Rp % Rp % Rp %

Suami 287.500,00 44,30 15.303,03 2,35 302.803,03 46,65 Istri 134.015,15 20,65 36.363,64 5,60 170.378.79 26,25 Anak 175.909,09 27,10 0,00 0,00 175.909.09 27,10

Jumlah 597.424,24 92,05 51.666,67 7,95 649.090.91 100,00

Penggunaan Pendapatan Istri sebagai Buruh Pemetik Melati Gambir

Pendapatan rata-rata istri sebagai buruh pemetik melati adalah Rp

134.015,15/bulan dengan kisaran antara Rp 30.000,00 sampai Rp 300.000,00

per bulan. Pendapatan yang diperoleh dari melati gambir digunakan untuk

berbagai macam kebutuhan seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 13. Penggunaan

pendapatan istri sebagai buruh pemetik melati paling banyak digunakan adalah

untuk membeli kebutuhan pokok yang hampir dilakukan oleh seluruh contoh

(92,42%). Penggunaan ini sebagai upaya penambahan kebutuhan pokok yang

belum tercukupi oleh suami. Terdapat beberapa istri yang tidak menggunakan

pendapatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pokok karena pemenuhan

kebutuhan pokok sudah menjadi tanggung jawab suami saja, sehingga

dimanfaatkan oleh istri untuk pemenuhan kebutuhan lain. Pemanfaatan

selanjutnya adalah untuk biaya pendidikan anak. Hasil ini mengindikasikan

bahwa kebutuhan pendidikan anak masih menjadi prioritas penting bagi keluarga

buruh pemetik melati.

Tabel 13 Penggunaan pendapatan buruh pemetik melati gambir

Kegiatan Keluarga

n %

Membeli kebutuhan pokok 61 92.42 Biaya pendidikan anak 53 80.30 Biaya kesehatan anak 3 4.55 Membayar hutang 23 34.85 Membeli peralatan rumah tangga 7 10.61 Ditabung 2 3.03 Investasi 5 7,58 Lain-lain (bahan dan peralatan pertanian) 2 3,03

Hasil lain menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu per tiga keluarga

contoh yang memanfaatkan pendapatan dari memetik melati gambir untuk

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

37

membayar hutang baik hutang di warung atau hutang lainnya. Hal ini terjadi

karena tingkat kepercayaan masyarakat untuk saling berhutang masih cukup

tinggi. Kegiatan menabung juga hanya dilakukan oleh sedikit keluarga contoh.

Kegiatan menabung tidak menjadi prioritas utama ketika mendapatkan uang dari

pendapatan melati gambir karena pendapatan yang rendah sudah dimanfaatkan

terlebih dahulu untuk pemenuhan kebutuhan lain terutama kebutuhan pokok

sehingga tidak terdapat uang lebih yang dapat ditabung. Masyarakat memiliki

pemahaman yang salah bahwa uang untuk menabung adalah sisa uang yang

telah digunakan. Padahal, sebaiknya menabung dilakukan dengan menyisihkan

uang diawal. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma et

al (2005) di Cianjur dan Demak bahwa tedapat perbedaan kegiatan yang

dilakukan oleh orang kaya dan orang miskin yaitu kebanyakan keluarga kaya

memiliki dana tabungan, sementara hampir tidak satu pun keluarga miskin

memiliki tabungan.

Kesejahteraan Keluarga

Indikator Garis Kemiskinan (GK) Badan Pusat Statistik (BPS)

Indikator pertama yang digunakan untuk menganalisis kesejahteraan

keluarga buruh pemetik melati gambir adalah indikator Garis Kemiskinan yang

dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada indikator ini, keluarga

dengan pendapatan per kapita kurang dari sama dengan Garis Kemiskinan

termasuk dalam kategori keluarga miskin, dan sebaliknya. Terdapat hampir tiga

per empat keluarga contoh memiliki pendapatan per kapita kurang dari sama

dengan Garis Kemiskinan (71,21%) sedangkan sisanya yaitu 28,79 persen

keluarga memiliki pendapatan per kapita di atas Garis Kemiskinan.

Tabel 14 Sebaran keluarga berdasarkan indikator kesejahteraan Garis

Kemiskinan BPS

Pendapatan/kapita (Rp/bulan) Jumlah

n %

Miskin (≤Rp179.982) 47 71,21 Tidak miskin (>Rp179.982) 19 28,79

Total 66 100,00

Keterangan: Rp179.982,00 adalah Garis Kemiskinan Propinsi Jawa Tengah di Daerah Perdesaan tahun 2010 (BPS 2010)

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

38

Indikator 14 Kriteria Rumah Tangga Miskin penerima Bantuan Langsung

Tunai (BLT)

Indikator kedua yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan

keluarga adalah indikator 14 kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan

Langsung Tunai (selanjutnya disebut BLT) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat

Statistik (BPS). Keluarga yang menjadi sasaran Bantuan Langsung Tunai adalah

keluarga yang memenuhi sembilan kriteria dari 14 kriteria yang ada. Tabel 15

memperlihatkan sebaran keluarga berdasarkan 14 indikator BLT.

Tabel 15 Sebaran keluarga berdasarkan 14 kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT)

No Kriteria Keluarga

n %

1 Luas lantai bangunan tempat tinggal <8m2 per orang 5 7,57

2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu kayu murahan

15 22,72

3 Jenis dinding rumah terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester

37 56,06

4 Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain

46 69,69

5 Sumber penerangan tidak menggunakan listrik 0 0,00 6 Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/hujan 66 100,00

7 Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah

56 84,84

8 Hanya mengonsumsi susu atau daging/ayam satu kali dalam seminggu

54 81,81

9 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 46 69,69 10 Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari 0 0,00 11 Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di

puskesmas/poliklinik 0 0,00

12 Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas 0,5ha, buruh tani/nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan/pekerjaan lain dengan pendapatan <Rp 600.000,00

57 83,36

13 Pendidikan tertinggi kepala keluarga tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD

52 78,78

14 Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,00 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya

17 25,75

Rumah adalah kebutuhan dasar manusia disamping pakaian dan

makanan. Kondisi dan kualitas rumah menunjukkan keadaan sosial ekonomi

pemiliknya, semakin baik kondisi rumah menunjukkan semakin baik pula

keadaan sosial ekonomi rumah tangga (BPS 2007). Tabel 15 menunjukkan

bahwa masih terdapat sebesar 7,57 persen keluarga contoh yang memiliki rumah

dengan luas <8m2 per orang, dan sebesar 22,71 persen keluarga contoh yang

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

39

memiliki rumah dengan lantai dari tanah/bambu kayu murahan. Dilihat dari jenis

dinding, lebih dari setengah keluarga contoh (56,06%) memiliki rumah dengan

dinding kayu dan tembok tanpa diplester.

Salah satu fasilitas rumah yang penting adalah ketersediaan jamban atau

fasilitas buang air besar. Keluarga yang berbagi fasilitas buang air akan lebih

beresiko untuk terkena suatu penyakit tertentu seperti disentri, diare, dan thypus

(BPS et al 2008). Terdapat sebesar 69,69 persen keluarga contoh yang tidak

memiliki fasilitas buang air besar. Pada keluarga ini, sungai dijadikan sebagai

fasilitas untuk buang air besar. Sungai yang melewati Desa Gelang, selain

dipergunakan sebagai fasilitas buang air besar juga dipergunakan untuk mandi

dan mencuci oleh beberapa keluarga contoh. Seluruh keluarga contoh memenuhi

kebutuhan air bersih dengan menggunakan mata air dan air sumur.

Fasilitas lain yang penting adalah ketersediaan listrik, di Desa Gelang

seluruh contoh sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan dan

membantu berbagai aktivitas sehari-hari. Akan tetapi, untuk kegiatan memasak,

sebagian besar keluarga contoh (84,84%) masih menggunakan kayu bakar atau

minyak tanah. Pemerintah sudah menggalakkan program konversi minyak tanah

ke gas, akan tetapi masyarakat belum merasakan manfaat dari program tersebut.

Harga tabung gas yang dirasa mahal membuat masyarakat tetap menggunakan

kayu bakar yang dapat diperoleh secara gratis.

Terdapat sebanyak 81,81 persen responden yang tidak mampu

mengonsumsi susu atau daging atau ayam dalam satu minggu satu kali. Hal ini

terjadi karena sebagian besar contoh menganggap makanan bergizi seperti

daging atau ayam dan susu sebagai makanan mewah dan diperoleh dengan

harga mahal. Oleh karena itu, lebih baik mengonsumsi makanan jenis lain

dengan harga yang lebih murah dan dapat dinikmati oleh seluruh anggota

keluarga. Makanan seperti daging dan ayam biasanya dikonsumsi saat acara

tertentu seperti pernikahan, khitanan, dan acara istimewa lainnya. Akan tetapi,

seluruh keluarga contoh mampu makan lebih dari dua kali dalam satu hari.

Kebutuhan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sandang masih

tergolong rendah. Sebagian besar keluarga contoh (69,69 persen) hanya

memenuhi kebutuhan sandang atau pakaian satu tahun sekali, yaitu pada saat

lebaran. Biaya pengobatan di puskesmas dapat dijangkau oleh seluruh keluarga

contoh, walaupun tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga contoh

sebagian besar merupakan tindakan kuratif yaitu pengobatan ke puskesmas

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

40

ketika terdapat anggota keluarga yang sakit. Terdapat 83,36 persen keluarga

contoh dengan kepala keluarga yang memiliki penghasilan kurang dari Rp

600.000,00/bulan. Selain memiliki penghasilan yang rendah, 78,78 persen

keluarga contoh juga memiliki kepala keluarga dengan pendidikan terkahir

sampai Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat Sekolah Dasar. Aset

merupakan sumber daya materi yang benilai uang yang dimiliki oleh keluarga

dapat berupa aset uang dan barang. Tidak semua keluarga memiliki aset,

terdapat 25,75 persen keluarga contoh yang tidak memiliki tabungan mudah

dijual seperti kolam, sawah, kebun, dan sepeda motor.

Keluarga yang memenuhi kurang dari 9 kriteria termasuk sebagai

keluarga tidak miskin, 9-10 kriteria termasuk sebagai keluarga hampir miskin dan

lebih dari sama dengan 11 termasuk sebagai keluarga miskin. Keluarga yang

berhak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah keluarga yang

termasuk dalam kelompok miskin dan hampir miskin. Dalam penelitian ini hanya

ditemukan 18,18 persen keluarga buruh pemetik melati yang tergolong dalam

keluarga hampir miskin dan berhak mendapatkan bantuan dana BLT seperti

yang ditunjukkan oleh Tabel 16. Selain itu, tidak terdapat keluarga yang

tergolong sebagai keluarga miskin.

Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan kategori miskin menurut indikator BPS untuk penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Kategori Jumlah

n %

Miskin (skor ≥11) 0 0 Hampir miskin (skor 9-10) 12 18,18 Tidak miskin (skor <9) 54 81,82

Total 66 100,00

Berdasarkan cut off point yang ada pada Tabel 16, sebagian besar

keluarga buruh pemetik melati termasuk dalam keluarga tidak miskin. Hasil ini

berbeda dengan jumlah keluarga miskin ketika diukur menggunakan indikator

Garis Kemsikinan BPS bahwa jumlah keluarga miskin sebanyak 71,21 persen.

Pada kasus ini, penggolongan keluarga sebagai keluarga miskin diubah menjadi

keluarga yang memenuhi lima indikator yang dimiliki oleh lebih dari tiga per

empat keluarga contoh di setiap item pernyataan indikator BLT yang dijadikan

sebagai ciri keluarga miskin pada keluarga buruh pemetik melati gambir di

wilayah penelitian. Lima indikator yang dimaksud adalah sumber air minum,

sumber bahan bakar untuk memasak, kemampuan mengonsumsi susu/daging

dan ayam, sumber penghasilan Kepala Keluarga, dan pendidikan Kepala

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

41

Keluarga. Keluarga contoh yang memenuhi lima indikator tersebut tergolong

sebagai keluarga miskin. Berdasarkan indikator baru ini, sebanyak 54,54 persen

keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga miskin, sisanya sebesar

45,46 persen termasuk dalam keluarga tidak miskin seperti yang ditunjukkan oleh

Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan kategori miskin menurut indikator BPS

untuk penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan cut off point 5

Kategori Jumlah

n %

Miskin 36 54,54 Tidak miskin 30 45,46

Total 66 100,00

Strategi Koping

Menurut Voydanoff (1987), strategi koping adalah proses yang dilakukan

oleh individu dan keluarga dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk

mengatasi kesulitan ekonomi. Pada penelitian ini strategi koping diukur pada saat

keluarga buruh pemetik melati gambir mengalami penurunan pendapatan, yaitu

saat harga bunga melati gambir rendah.

Mengurangi Pengeluaran (Cutting Back)

Cutting back adalah strategi yang digunakan untuk merespon rendahnya

keterbatasan sumber daya uang melalui pola pengeluaran yang berbeda

sehingga dapat mengurangi pengeluaran. Dalam penelitian ini, strategi

mengurangi pengeluaran (cutting back) dikelompokkan menjadi mengurangi

kebutuhan pangan, kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan

lain-lain.

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang menjadi prioritas utama bagi

manusia. Firdaus dan Sunarti (2009) mengatakan bahwa pengeluaran pangan

tidak bisa dikurangi hingga batas tertentu, bahkan jika diperlukan keluarga

berhutang terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tabel 18

menunjukkan strategi mengurangi kebutuhan pangan. Strategi yang paling

banyak dilakukan oleh keluarga contoh adalah mengurangi pembelian kebutuhan

pangan baik jenis maupun jumlahnya, seperti lebih memilih makan menggunakan

lauk tempe dari pada daging atau telur. Walaupun pandapatan keluarga rendah,

pemenuhan kebutuhan pangan keluarga jarang mendapat pengurangan, karena

pemenuhan kebutuhan pangan bagi keluarga adalah hal utama.

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

42

Strategi kedua yang banyak dilakukan oleh keluarga adalah mengubah

distribusi pangan yang awalnya untuk ibu dialihkan untuk anak. Strategi lain yang

banyak dilakukan adalah mengurangi pembelian susu dan jajan anak (43,93%);

mengurangi penggunaan bahan minuman seperti kopi, teh dan gula (40,90%);

dengan sengaja memanfaatkan makanan yang tidak habis untuk keesokkan

harinya (28,78%) dan mengurangi porsi makan (misalnya satu piring menjadi

setengah piring) (18,18%). Strategi mengurangi pengeluaran pangan yang paling

sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mengurangi frekuensi makan yang hanya

dilakukan oleh 6,06 persen keluarga. Sementara itu, strategi pengeluaran yang

tidak dilakukan oleh keluarga adalah strategi mengganti bahan pangan pokok

(misalnya beras diganti menjadi jagung atau singkong).

Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi kebutuhan pangan

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Mengurangi pembelian kebutuhan pangan (jenis dan jumlah)

45 68,18

2 Mengurangi prosi makan (misalnya 1 piring menjadi setengah piring)

12 18,18

3 Mengganti bahan pangan pokok (misalnya beras diganti menjadi jagung atau singkong)

0 0,00

4 Mengurangi frekuensi makan (2 kali menjadi 1 kali) 4 6,06 5 Mengurangi pembelian susu dan jajan anak 29 43,93 6 Mengubah distribusi pangan (prioritas ibu menjadi

untuk anak) 40 60,60

7 Dengan sengaja memanfaatkan makanan yang tidak habis untuk keesokan harinya

19 28,78

8 Mengurangi penggunaan bahan minuman (kopi, teh, gula)

27 40,90

Selain pangan, strategi pengeluaran juga dilakukan dalam mengurangi

pengeluaran kesehatan. Tabel 19 menunjukkan bahwa strategi mengurangi

pengeluaran dibidang kesehatan yang paling banyak dilakukan adalah keluarga

contoh mencari tempat pengobatan gratis (menggunakan asuransi jaminan

kesehatan). Strategi selanjutnya adalah menggunakan obat generik ketika

berobat, menggunakan pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit,

dan lebih memilih mengonsumsi jamu dari pada obat modern.

Kesehatan anggota keluarga merupakan hal penting yang harus tetap

dijaga. Ketika terdapat anggota keluarga yang sakit, hanya terdapat 6,06 persen

keluarga yang menunda pengobatan seperti menggunakan obat warung terlebih

dahulu. Jika anggota keluarga yang sakit tidak kunjung sembuh, keluarga akan

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

43

membawa ke Puskesmas atau mantri. Terdapat 4,54 persen keluarga yang

mengurangi anggaran pemeriksanaan kesehatan. Selain menggunakan obat

moderen, keluarga juga menggunakan obat tradisional atau alternatif untuk

menyembuhkan sakit anggota keluarga, seperti menggunakan dedaunan dan

tanaman obat. Pembelian suplemen atau vitamin untuk anak tidak menjadi

prioritas utama keluarga. Banyak keluarga yang mengaku tidak terlalu

memprioritaskan kebutuhan vitamin untuk anak, karena orang tua merasa anak

sudah atau tetap sehat tanpa mengonsumsi vitamin. Dari keluarga yang terbiasa

membeli vitamin untuk anak hanya terdapat 4,54 persen keluarga yang

mengurangi pembelian vitamin.

Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran

kesehatan

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Menggunakan obat generik 11 16,67 2 Menggunakan jamu dari pada obat modern 6 9,09 3 Mencari tempat pengobatan gratis (menggunakan

asuransi jaminan kemiskinan) 35 53,03

4 Mengurangi pembelian suplemen/vitamin 3 4,54 5 Menunda pengobatan anggota keluarga yang sakit 4 6,06 6 Mengurangi anggaran pemeriksaan kesehatan 3 4,54 7 Mencari pengobatan alternatif/tradisional 10 15,15

Selain pangan dan kesehatan, strategi koping mengurangi pengeluaran

juga dilakukan dalam bidang pendidikan seperti yang ditunjukkan Tabel 20

Kebutuhan pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dicukupi oleh orang tua

untuk membantu anak belajar. Akan tetapi, penghasilan yang kurang mencukupi

sering membuat orang tua melakukan penghematan. Kegiatan yang paling

banyak dilakukan oleh keluarga dalam menghemat pengeluaran pendidikan

adalah dengan cara mengurangi pembelian buku pelajaran. Hal ini dapat diatasi

dengan cara hanya membeli buku-buku penting yang diharuskan oleh pihak

sekolah. Keluarga sangat jarang membeli buku tambahan yang dapat

dimanfaatkan anak sebagai tambahan materi belajar. Kegiatan lain yang

dilakukan adalah dengan mengurangi uang saku anak. Dalam penelitian ini tidak

ditemukan keluarga yang memiliki anak berhenti sekolah karena kekurangan

biaya, anak terpaksa bolos karena tidak memiliki uang saku, dan membeli buku

bekas.

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

44

Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran pendidikan

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Mengurangi uang saku anak sehari-hari 22 33,33 2 Anak berhenti sekolah 0 0,00 3 Anak terpaksa bolos 0 0,00 4 Membeli buku bekas 0 0,00 5 Mengurangi pembelian buku pelajaran 27 40,90

Strategi mengurangi pengeluaran juga dilakukan oleh keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan lain, seperti peralatan rumah tangga, barang elektronik,

pakaian, dan lain-lain seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 21. Strategi

mengurangi kebutuhan lain lebih banyak dilakukan oleh keluarga. Hal ini karena

strategi mengurangi kebutuhan lain dianggap bukan suatu kebutuhan wajib yang

harus dipenuhi layaknya kebutuhan pangan, pendidikan, dan kesehatan. Dalam

kebutuhan lain-lain, strategi yang paling sering dilakukan adalah menunda

pembelian barang elektronik (96,96%). Selanjutnya, keluarga menunda

pembelian perabot rumah tangga seperti meja, kursi, lemari dan lain-lain

(89,39%).

Tabel 21 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran lain-lain

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Menunda pembelian perabot rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, dll

59 89,39

2 Menunda pembelian barang elektronik 64 96,96 3 Mengurangi penggunaan listrik 37 56,06 4 Mengurangi pembelian pakaian 50 75,75 5 Mengurangi sumbangan sosial 15 22,72 6 Mengurangi pembelian rokok 33 50,00

Gambar 2 menunjukkan pengelompokkan strategi koping mengurangi

pengeluaran secara keseluruhan yang terdiri atas kebutuhan pangan, kesehatan,

pendidikan, dan kebutuhan lain. Lebih dari separuh keluarga contoh melakukan

strategi mengurangi pengeluaran dalam kategori sedikit (60,61%) yaitu hanya

melakukan sedikit kegiatan mengurangi pengeluaran ketika terjadi masalah

ekonomi yaitu masalah penurunan pendapatan. Sisanya yaitu sebesar 39,39

persen keluarga contoh tergolong dalam kategori sedang dan tidak terdapat

keluarga yang melakukan strategi koping dalam kategori banyak.

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

45

Gambar 2 Sebaran keluarga berdasarkan kategori strategi koping mengurangi

pengeluaran secara keseluruhan Menambah Pendapatan (Generating Income)

Generating income adalah strategi untuk meningkatkan ketersediaan

sumber daya uang di dalam keluarga yang dapat dilakukan dengan cara:

anggota keluarga memiliki pekerjaan sampingan, menambah jam kerja atau

menambah jumlah anggota keluarga yang bekerja. Sama halnya dengan strategi

mengurangi pengeluaran, strategi menambah pendapatan juga dilihat dari

kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya.

Strategi menambah pendapatan dalam kebutuhan pangan yang paling

banyak dilakukan oleh keluarga pemetik melati gambir di Desa Gelang adalah

dengan sengaja menerima makanan dari saudara atau tetangga (Tabel 22).

Kegiatan kedua yang paling banyak dilakukan adalah menggunakan hasil panen

dari kebun/hasil ternak/kolam untuk dijual dan atau dikonsumsi sendiri. Kegiatan

selanjutnya yaitu memelihara hewan ternak seperti ayam, itik, dan kambing; dan

memanfaatkan lahah kosong untuk ditanami sayuran seperti bayam, daun

singkong, kacang panjang dan jenis sayuran lain yang dengan cara penanaman

yang mudah.

Tabel 22 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping menambah pendapatan

pangan

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami sayuran,dll 28 42,42 2 Memeliharan hewan ternak (ayam atau bebek untuk diambil

telurnya) 31 46,96

3 Dengan sengaja menerima makanan dari tetangga/saudara 64 96,96 4 Menggunakan hasil panen dari kebun/hasil ternak/kolam untuk

dijual dan dikonsumsi sendiri 40 60,60

Keluarga contoh tidak terlalu banyak melakukan kegiatan menambah

pendapatan dalam bidang kesehatan. Hanya terdapat 24,24 persen keluarga

60,61%

39,39%

Sedikit (≤9 kegiatan)

Sedang (10-17 kegiatan)

Banyak (≥18 kegiatan)

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

46

contoh yang memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami obat seperti tanaman

ciplukan, daun sirih, dan kunyit. Hal ini dikarenakan keluarga contoh banyak yang

tidak mengenal tanaman obat dan lebih memilih menggunakan obat warung atau

berobat ke puskesmas dan mantri ketika terdapat anggota keluarga yang sakit.

Kegiatan menambah pendapatan di bidang pendidikan yang paling

banyak dilakukan adalah meminta seragam bekas ke saudara atau tetangga

(Tabel 23). Orang tua tetap mengusahakan untuk membeli buku sekolah anak

dan tidak terdapat keluarga contoh yang meminta buku bekas ke

saudara/tetangga. Hal ini disebabkan bergantinya buku-buku pelajaran yang

digunakan anak untuk belajar di sekolah sehingga ketika anak meminta buku ke

orang lain dikhawatirkan materi yang terdapat dalam buku berbeda. Selain itu,

kebanyakan buku-buku yang dibeli adalah buku yang memang wajib untuk

dimiliki oleh masing-masing anak di sekolah seperti Lembar Kerja Siswa (LKS).

Untuk buku paket, dapat diakses oleh anak melalui perpustakaan. Meminta

sepatu bekas ke saudara atau tetangga masih dilakukan oleh sebagian kecil

keluarga (6,06%).

Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping menambah pendapatan pendidikan

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Mengusahakan beasiswa untuk anak 12 18,18 2 Meminta buku bekas ke saudara/tetangga 0 0,00 3 Meminta seragam bekas ke saudara/tetangga 22 33,33 4 Meminta sepatu bekas ke saudara/tetangga 4 6,06

Dalam bidang strategi menambah pendapatan lain-lain, sebagain

keluarga contoh memiliki anak bekerja untuk membantu orang tua seperti

berdagang, bertani, bekerja di pabrik dan bermigrasi ke kota (Tabel 24). Kegiatan

selanjutnya adalah mencari pekerjaan tambahan baik suami maupun istri. Lebih

dari satu per empat istri mencari pekerjaan tambahan, seperti membuka warung

di rumah, bekerja di pabrik, membuat jajanan, dan berjualan keliling. Sementara

itu, suami yang mencari pekerjaan tambahan lebih sedikit dari pada istri, karena

pekerjaan suami sebagai petani sudah menyita waktu cukup banyak yaitu dari

pagi sampai siang bahkan sampai sore.

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

47

Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping menambah pendapatan lain-lain

No Strategi koping Keluarga

n %

1 Suami mencari pekerjaan tambahan 18 27,27 2 Istri mencari pekerjaan tambahan 12 18,18 3 Suami menambah jam kerja dari pekerjaan utama 10 15,15 4 Istri menambah jam kerja dari pekerjaan utama 17 25,75 5 Anak bekerja membantu orang tua 32 48,48 6 Menjual aset rumah untuk keperluan sehari-hari 4 6,06 7 Menggadaikan barang 1 1,51

Strategi koping menambah pendapatan dikelompokkan menjadi sedikit,

sedang, dan banyak (Gambar 3). Lebih dari separuh keluarga responden

melakukan kegiatan menambah pendapatan pada kategori sedikit. Artinya

keluarga contoh hanya melakukan sedikit kegiatan menambah pendapatan

ketika terjadi masalah ekonomi. Sisanya, sebesar 36,37 persen keluarga contoh

memiliki startegi koping dalam kategori sedang dan tidak terdapat keluarga

contoh yang melakukan strategi koping dalam kategori banyak.

Gambar 3 Sebaran keluarga berdasarkan kategori strategi koping menambah

pendapatan secara keseluruhan

Jumlah strategi koping dihitung berdasarkan jumlah strategi mengurangi

pengeluaran dan menambah pendapatan. Tabel 25 menunjukkan bahwa lebih

dari separuh keluarga contoh (68,18%) melakukan strategi koping pada kategori

sedikit baik cutting back maupun generating income. Sisanya yaitu sebesar 31,82

persen keluarga contoh melakukan strategi koping pada kategori sedang dan

tidak terdapat keluarga contoh yang melakukan cutting back dan generating

income pada kategori banyak.

63,63%

36,37%

sedikit (≤5 kegiatan) sedang (6-10 kegiatan) banyak (≥11 kegiatan)

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

48

Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping secara keseluruhan

Kategori Keluarga

n %

Sedikit (≤14 kegiatan) 42 68,18 Sedang (15-28 kegiatan) 24 31,82 Banyak (≥29 kegiatan) 0 0,00

Total 66 100,00

Investasi Anak

Perilaku Investasi Anak

Setiap manusia memiliki sumber daya yang dapat dikembangkan. Agar

manusia dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki, diperlukan suatu upaya

berupa investasi sumber daya manusia. Investasi pada anak terdiri dari dua

komponen yaitu nilai uang dari jasa seperti makanan, pakaian, rumah,

transportasi, pendidikan, dan perawatan kesehatan; dan nilai waktu yaitu waktu

yang dihabiskan orang tua, khususnya ibu untuk membesarkan anak baik melalui

perawatan maupun pemeliharaan (Bryant & Zick, 2006). Perilaku investasi

adalah seluruh perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh orang tua untuk

menunjang peningkatan kualitas anak seperti pendidikan dan kesehatan.

Perilaku Investasi Pendidikan. Pendidikan merupakan jalan menuju

produktivitas tinggi bagi masyarakat, sehingga diharapkan melalui pendidikan

yang tinggi dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Perilaku investasi

pendidikan adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh orang tua untuk

menunjang pendidikan anak. Berdasarkan Gambar 4, sebagian besar keluarga

contoh memiliki investasi pendidikan dalam kategori sedang (81,81%) dan hanya

sebagian kecil keluarga contoh yang memiliki perilaku investasi pendidikan

dalam kategori tinggi (7,59%).

Gambar 4 Sebaran keluarga berdasarkan perilaku investasi pendidikan

10,60%

81,81%

7,59%

Rendah (≤33,33%) Sedang (33,34%-66,66%) Tinggi (≥66,67%)

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

49

Perilaku Investasi Kesehatan. Perilaku investasi kesehatan merupakan

segala tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh orang tua untuk menunjang

kesehatan anak. Gambar 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga

contoh memiliki perilaku investasi kesehatan dalam kategori sedang. Sebesar

46,96 persen keluarga contoh memiliki perilaku investasi yang tergolong rendah

dan hanya terdapat satu keluarga contoh yang memiliki perilaku kesehatan

dalam kategori tinggi.

Gambar 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan perilaku investasi kesehatan

Dilihat dari perilaku investasi pendidikan dan investasi kesehatan secara

keseluruhan, terdapat tiga per empat keluarga contoh yang memiliki perilaku

investasi dalam kategori sedang, sisanya yaitu sebesar 24,24 persen termasuk

dalam kategori rendah dan tidak terdapat keluarga yang memiliki perilaku

investasi anak dalam kategori tinggi seperti yang ditunjukkan Tabel 26.

Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan perilaku investasi pendidikan dan kesehatan

Kategori Keluarga

n %

Rendah (≤33,33%) 16 24,24 Sedang (33,34%-66,66%) 50 75,76 Tinggi (≥66,67) 0 0,00

Total 66 100,00

Alokasi Uang. Alokasi uang untuk anak terdiri atas tiga kebutuhan yaitu

pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Kebutuhan pendidikan terdiri

atas seragam sekolah, uang saku harian, buku pelajaran/buku cerita, les, kursus,

sepatu, tas, uang SPP dan alat tulis. Kebutuhan kesehatan terdiri atas

46,96%

51,51%

1,53%

rendah (≤33,33%) sedang (33,34%-66,66%) tinggi (≥66,67%)

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

50

suplemen/vitamin, medical check up dan obat-obatan. Kebutuhan pakaian, jalan-

jalan dan hobi termasuk dalam kebutuhan lainnya.

Tabel 27 Alokasi uang untuk anak per bulan berdasarkan tingkat pendidikan anak

Tingkat pendidikan

Kegiatan Rataan Standar

Deviasi Rupiah %

PAUD

Pendidikan 74.763,44 11,52 26.530,75 Kesehatan 16.944,33 2,61 24.300,49 Lainnya 43.854,25 6,76 74.892,59 Total 119.393,11 18,39 82.108,28

SD

Pendidikan 65.226,25 10,05 23.279,93

Kesehatan 9.666,58 1,49 9.134,09

Lainnya 8.052,40 1,24 4.084,68

Total 75.879,12 11,69 24.968,80

SMP

Pendidikan 87.212,60 13,44 33.525,11 Kesehatan 6.875,00 1,06 3.750,00 Lainnya 12.143,82 1,87 6.445,36 Total 98.999,16 15,25 39.712,84

SMA

Pendidikan 270.411,40 41,66 145.917,80 Kesehatan 5.083,25 0,78 3.500,05 Lainnya 10.076,89 1,55 3.978,56 Total 282.747,60 43,56 146.408,80

Tabel 27 menunjukkan alokasi uang untuk anak per bulan. Alokasi

pengeluaran minimal keluarga untuk anak adalah Rp 43.167,00/anak/bulan

sedangkan nilai maksimal adalah Rp 642.887,00/anak/bulan dengan rata-rata

pengeluaran sebesar Rp 105.860,80/anak/bulan. Pengeluaran keluarga untuk

anak bervariasi sesuai dengan jenjang pendidikan dan jumlah anak. Keluarga

dengan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki alokasi pengeluaran

terbesar yaitu Rp 282.747,60/bulan atau 43,56% dari pendapatan keluarga.

Alokasi pengeluaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu rendah, sedang

dan tinggi. Lebih dari separuh anak memiliki alokasi pengeluaran dari orang tua

dalam kategori rendah (55%) dengan persentase terbesar untuk kelompok

Sekolah Dasar (SD) seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 28. Hal ini karena anak

dengan jenjang pendidikan Sekolah Dasar mendapat bantuan paling banyak dari

pihak pemerintah dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya, sehingga

orang tua merasa kewajiban untuk membiayai sekolah anak beralih menjadi

tanggung jawab pihak lain yaitu pemerintah (adanya bantuan memicu

ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah).

Pada kelompok sedang, anak Sekolah Menengah Pertama (SMP)

memiliki alokasi terbesar (50,00%), sedangkan untuk kelompok tinggi anak SMA

mendapatkan persentase terbesar. Hal ini karena keluarga dengan anak SMA

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

51

memiliki beban yang semakin banyak untuk menunjang segala keperluan

sekolah dan sedikitnya dana/bantuan yang diberikan pemerintah bila

dibandingkan dengan jenjang pendidikan di bawahnya. Adanya biaya

Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP) menambah semakin banyaknya

kebutuhan anak SMA. Selain itu, banyaknya pelajaran yang diterima oleh siswa

SMA membuat biaya pendidikan semakin meningkat.

Tabel 28 Alokasi pengeluaran berdasarkan tingkat pendidikan anak

Alokasi pengeluaran

Tingkat pendidikan Total

TK SD SMP SMA

n % n % n % n % n %

Rendah 5 55,6 36 64,28 10 38,46 4 44,4 55 55 Sedang 2 22,2 17 30,35 13 50,00 1 11,2 33 33 Tinggi 2 22,2 3 5,37 3 11,54 4 44,4 12 12

Total 9 100 56 100 26 100 9 100 100 100

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dianalisis

menggunakan analisis regresi logistik untuk indikator Garis Kemiskinan (GK) dan

indikator 14 kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai

(BLT). Indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang digunakan adalah indikator

dengan lima skor. Keluarga yang memenuhi lima indikator keluarga miskin

berdasarkan indikator baru ini tergolong sebagai keluarga miskin dan keluarga

yang memenuhi kurang dari lima indikator tergolong sebagai keluarga tidak

miskin.

Hasil analisis regresi logistik pada Tabel 29 menunjukkan bahwa nilai

Negelkerke adalah sebesar 0,332 untuk indikator kesejahteraan Garis

Kemiskinan (GK) dan 0,560 untuk indikator kesejahteraan Bantuan Langsung

Tunai (BLT). Artinya, model hanya dapat menjelaskan sebesar 33,2 persen dan

56,00 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan

berdasarkan indikator Garis Kemiskinan dan penerima Bantuan Langsung Tunai

(BLT).

Uji regresi logistik untuk variabel kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK)

sebagai variabel dependen menujukkan bahwa variabel pekerjaan tambahan

suami dan mata pencaharian suami berpengaruh signifikan. Keluarga dengan

suami memiliki pekerjaan tambahan dan memiliki mata pencaharian bukan di

bidang pertanian berpeluang lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga

dengan suami yang tidak memiliki pekerjaan tambahan dan bekerja di bidang

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

52

pertanian. Diantara tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap

kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK), variabel pekerjaan tambahan suami

memiliki pengaruh paling besar terhadap kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK).

Keluarga dengan suami memiliki pekerjaan tambahan, berpeluang 3,171 kali lipat

untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan suami yang tidak memiliki

pekerjaan.

Tabel 29 Nilai koefisien regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan

Variabel independen Kesejahteraan GK Kesejahteraan BLT

B Exp (B)

.Sig B Exp (B)

.Sig

Konstanta -3,636 -0,026 0,243 -8,484 -0,000 0,025

Umur suami (tahun) 0,029 1,029 0,530 0,016 1,016 0,733

Jumlah anggota keluarga (orang)

0,110 1,117 0,693 -0,410 -0,664 0,283

Pendidikan istri (tahun) 0,062 1,064 0,754 0,197 1,218 0,378

Pendidikan suami (tahun) -0,088 -0,916 0,628 0,933 2,541 0,003***

Pekerjaan tambahan suami (0=tidak memiliki; 1=memiliki)

3,171 23,837 0,029** -0,735 -0,479 0,690

Mata pencaharian suami (0=pertanian; 1=bukan pertanian)

2,190 8,933 0,004*** 1,465 4,325 0,061*

Tipe keluarga (0=keluarga inti; 1=keluarga luas)

-1,692 -0,184 0,189 -0,531 -0,588 0,616

Pendapatan keluarga (rupiah) 0,000 1,000 0,004**

Chi-square 17,396 35,854

Nagelkerke R2

0,332** 0,560 **

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 90% **=signifikan pada selang kepercayaan 95% ***=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan keluarga

berdasarkan indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah pendidikan suami,

mata pencaharian suami, dan pendapatan keluarga. Keluarga dengan

pendidikan suami tinggi, memiliki mata pencaharian bukan di bidang pertanian,

dan memiliki pendapatan keluarga yang tinggi berpeluang lebih besar untuk

sejahtera. Diantara delapan variabel yang diduga berpengaruh terhadap

kesejahteraan indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT), mata pencaharian suami

memiliki pengaruh paling besar. Keluarga dengan suami yang bekerja bukan di

bidang pertanian memiliki peluang sejahtera sebanyak 1,465 kali lipat.

Berdasarkan dua indikator yang telah digunakan untuk mengukur faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga, variabel mata

pencaharian suami berpengaruh secara konsisten terhadap indikator Garis

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

53

Kemiskinan (GK) dan indikator penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Keluarga dengan suami yang bekerja bukan di bidang pertanian memiliki peluang

yang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan dengan keluarga dengan suami

yang bekerja di bidang pertanian.

Umur suami memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap indikator

kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Semakin tua umur suami, peluang untuk sejahtera semakin besar.

Bertambahnya umur suami, diikuti dengan pertambahan aset yang dimiliki oleh

keluarga, sehingga akumulasi aset dapat terjadi seiring dengan pertambahan

umur suami.

Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh signifikan dengan

kesejahteraan keluarga baik indikator Garis Kemiskinan (GK) maupun indikator

Bantuan Langsung Tunai (BLT). Akan tetapi, terdapat hubungan positif antara

jumlah anggota keluarga dengan indikator Garis Kemiskinan yang diukur

menggunakan pendapatan perkapita keluarga. Hal ini diduga karena banyaknya

anak yang bekerja dalam keluarga. Berdasarkan pengamatan, sebagian besar

anak yang dimiliki oleh keluarga contoh memilih untuk bekerja pada usia dini

yaitu sekitar 15 tahun ke atas atau setelah selesai menempuh pendidikan

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adanya anak bekerja memiliki kontribusi

cukup penting terhadap pendapatan keluarga. Sementara itu, jumlah anggota

keluarga memiliki hubungan negatif dengan kesejahteraan indikator Bantuan

Langsung Tunai (BLT). Semakin banyak jumlah anggota keluarga, peluang

keluarga untuk sejahtera semakin kecil karena banyaknya kebutuhan yang harus

dipenuhi keluarga. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang besar

seringkali mempunyai masalah dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarga

(Iskandar 2007).

Pendidikan istri tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan

keluarga. Akan tetapi, terdapat hubungan positif antara lama pendidikan istri

dengan kesejahteraan keluarga baik indikator Garis Kemiskinan (GK) dan

Bantuan Langsung Tunai (BLT). Semakin tinggi pendidikan istri maka peluang

keluarga untuk sejahtera lebih besar.

Pendidikan suami berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap indikator

kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK). Hasil ini diduga karena pendapatan suami

tidak ditentukan oleh perbedaan lama tahun pendidikan yang didominasi oleh

suami dengan tingkat pendidikan akhir di Sekolah Dasar. Perbedaan pendapatan

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

54

ditentukan oleh kemampuam bekerja. Sementara itu, pendidikan suami

berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan indikator Bantuan

Langsung Tunai (BLT). Pendidikan terakhir suami hingga Sekolah Dasar (SD)

baik tamat maupun tidak merupakan salah satu ciri keluarga miskin berdasarkan

indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT), sehingga keluarga dengan pendidikan

suami yang lebih tinggi dari Sekolah Dasar berpeluang lebih besar untuk

sejahtera.

Variabel pekerjaan tambahan suami berpengaruh positif signifikan

tehadap kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator Garis Kemiskinan (GK).

Suami yang memiliki pekerjaan tambahan berpeluang lebih besar untuk

sejahtera dibandingkan dengan keluarga dengan suami tanpa pekerjaan

tambahan. Lain halnya dengan indikator Garis Kemiskinan, variabel pekerjaan

suami memiliki hubungan negatif tidak signifikan terhadap indikator

kesejahteraan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Perbedaan hasil ini diduga

karena indikator Garis Kemiskinan diukur menggunakan pendekatan pendapatan

sehingga keluarga dengan suami memiliki pekerjaan tambahan akan memiliki

pendapatan per kapita keluarga yang lebih besar dibandingkan keluarga dengan

suami yang tidak memiliki pekerjaan tambahan.

Sementara itu, variabel pekerjaan tambahan memiliki pengaruh negatif

tidak signifikan terhadap kesejahteraan berdasarkan indikator Bantuan Langsung

Tunai (BLT). Hal ini diduga karena pendapatan dari pekerjaan tambahan masih

dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok, sedangkan kebutuhan akan

sumber air minum yang tidak menggunakan air sumur, kemampuan

menggunakan bahan bakar memasak yang tidak menggunakan kayu dan

kemampuan mengonsumsi pangan dengan harga mahal (susu, daging dan

ayam) yang merupakan ciri keluarga miskin berdasarkan indikator Bantuan

Langsung Tunai (BLT) belum dapat tercukupi oleh keluarga.

Variabel tipe keluarga yang dibedakan menjadi keluarga inti dan keluarga

luas memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga

baik terhadap indikator Garis Kemiskinan (GK) maupun indikator Bantuan

Langsung Tunai (BLT). Keluarga inti memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera

dibandingkan dengan keluarga luas. Keluarga dengan status keluarga inti lebih

fokus dalam memenuhi segala kebutuhan anggotanya dibandingkan dengan

keluarga luas yang terdiri atas anggota keluarga lain. Kehadiran orang lain selain

anggota keluarga inti akan membuat kebutuhan semakin beragam dan

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

55

meningkatkan pengeluaran rumah tangga, seperti adanya nenek atau kakek

yang tinggal bersama dengan keluarga inti akan menambah kebutuhan anggota

keluarga.

Pendapatan keluarga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap

kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Keluarga dengan pendapatan tinggi memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera

dibandingkan dengan keluarga dengan pendapatan rendah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap jumlah strategi koping

yang dilakukan oleh keluarga buruh pemetik melati gambir dianalisis

menggunakan regresi linier berganda. Hasil uji regresi linier berganda pada

Tabel 30 menunjukkan nilai Adjusted R square sebesar 0,097. Artinya hanya

sebesar 9,7 persen dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi koping

yang dilakukan oleh keluarga buruh pemetik melati gambir dapat dijelaskan oleh

model. Jumlah anggota keluarga, tipe keluarga, pekerjaan tambahan suami dan

kesejahteraan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap strategi

koping keluarga.

Tabel 30 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah strategi koping

Variabel Koefisien β

Tidak terstandarisasi

Terstandarisasi .Sig

Konstanta 10,688 - 0,000 Jumlah anggota keluarga (orang) 0,645 0,255 0,096* Pendidikan istri (tahun) -0,034 -0,017 0,894 Pendidikan suami (tahun) 0,186 0,101 0,498 Tipe keluarga (0=keluarga inti, 1=keluarga luas)

-2,720 -0,299 0,035**

Pekerjaan tambahan suami (0=tidak memiliki, 1=memiliki)

3,068 0,216 0,095*

Pendapatan keluarga (rupiah) -2,447E-7 -0,035 0,814 Kesejahteraan BLT (0=tidak sejahtera, 1=sejahtera)

-2,169 -0,319 0,034**

F 1,995 R

0,440

Adjusted R square 0,097*

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 90% ** =signifikan pada selang kepercayaan 95%

***=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Diantara tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap strategi koping

keluarga, variabel kesejahteraan keluarga memiliki pengaruh terbesar

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

56

dibandingkan dengan variabel lainnya. Keluarga yang sejahtera akan

menurunkan strategi koping yang dilakukan oleh keluarga sebanyak 2,169 poin.

Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif tidak signifikan terhadap jumlah

strategi koping. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, strategi koping yang

dilakukan oleh keluarga akan semakin meningkat.

Pendidikan istri dan suami tidak berpengaruh signifikan terhadap strategi

koping keluarga. Hal ini diduga karena pendidikan istri dan suami yang

cenderung homogen. Akan tetapi, pendidikan istri dan suami memiliki hubungan

yang positif dengan strategi koping. Semakin tinggi pendidikan suami dan istri,

strategi koping yang dilakukan oleh keluarga akan semakin banyak. Semakin

tinggi pendidikan menunjukkan wawasan serta jejaring yang dimiliki akan

semakin meningkat sehingga strategi koping yang dilakukan keluarga akan

semakin banyak terutama dalam menambah pendapatan yang lebih sulit

diwujudkan dibanding mengurangi pegeluaran atau berhemat. Menurut Lazarus

dan Folkman (1984) diacu dalam Rachmawati (2010), salah satu faktor yang

mempengaruhi banyaknya strategi koping adalah pengalaman dalam

menghadapi masalah.

Tipe keluarga berpengaruh negatif signfikan terhadap strategi koping

keluarga. Keluarga luas memiliki strategi koping yang lebih sedikit dibandingkan

dengan keluarga inti. Variabel pekerjaan tambahan suami berpengaruh positif

signifikan terhadap strategi koping. Adanya pekerjaan tambahan yang dimiliki

suami menunjukkan sebagai salah satu bentuk strategi koping menambah

pendapatan yang dimiliki oleh keluarga. Pendapatan suami dari pekerjaan utama

dirasa belum mencukupi kebutuhan keluarga sehingga suami melakukan suatu

upaya menambah pendapatan dengan cara memiliki pekerjaan tambahan.

Pendapatan keluarga memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap

jumlah strategi koping yang dilakukan keluarga. Semakin tinggi pendapatan

keluarga maka strategi koping yang dilakukan akan semakin sedikit. Deacon dan

Firebough (1988) menyatakan bahwa keluarga memiliki strategi koping apabila

terjadi penurunan pendapatan sehingga akan mempengaruhi alokasi

pengeluaran keluarga. Status kesejahteraan keluarga berpengaruh negatif

signifikan terhadap strategi koping. Keluarga yang lebih sejahtera akan

melakukan strategi koping yang lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga yang

tidak sejahtera.

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

57

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Investasi Anak

Perilaku investasi anak adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh

orang tua untuk menunjang pendidikan dan kesehatan anak. Berdasarkan hasil

uji regresi linier berganda dengan perilaku investasi anak sebagai variabel

dependent diperoleh nilai Adjusted R square sebesar 0,111. Artinya sebesar 11,1

persen variabel yang mempengaruhi perilaku investasi anak dapat dijelaskan

oleh model. Diantara lima variabel yang diduga berpengaruh terhadap perilaku

investasi anak, variabel pendidikan istri memiliki pengaruh terbesar di antara

variabel lain. Setiap kenaikan 1 tahun pendidikan istri maka akan terjadi kenaikan

perilaku investasi anak sebesar 1,915 poin.

Tabel 31 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

investasi anak Variabel Koefisien β

Tidak terstandarisasi

Terstandarisasi .Sig

Konstanta 28,806 - 0,001 Jumlah anggota keluarga (orang) -0,279 -0,035 0,813 Pendidikan istri (tahun) 1,915 0,299 0,020** Pendidikan suami (tahun) -0,191 -0,033 0,804 Tipe keluarga (0=keluarga inti, 1=keluarga luas)

-6,057 -0,209 0,133

Pendapatan keluarga (rupiah) 5,347E-6 0,238 0,059*

F 2,616 R

0,423

Adjusted R square 0,111**

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 90% **=signifikan pada selang kepercayaan 95% ***=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap

perilaku investasi anak. Hal ini diduga karena banyaknya anggota keluarga

didominasi oleh anak yang sudah tidak sekolah. Semakin banyak jumlah anggota

keluarga akan menyebabkan kasih sayang yang diberikan orang tua semakin

berkurang. Menurut Gunarsa (1990) diacu dalam Hartoyo dan Hastuti (2003),

dalam keluarga kecil seorang anak tidak perlu memperjuangkan kasih sayang

dari orang tuanya, tetapi anak-anak dalam keluarga besar harus berjuang untuk

mendapat kasih sayang orang tua. Semakin banyak jumlah anggota keluarga

diasumsikan dengan semakin bertambahnya jumlah anak. Menurut Laybourn

(1994) diacu dalam Tyas (2008), anak yang memiliki saudara tidak bisa

mendapatkan seluruh perhatian dan cinta orang tuanya karena orang tua

tersebut harus membagi kasih sayang kepada semua anak yang dimilikinya

tanpa pilih kasih.

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

58

Pendidikan istri berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku investasi

anak. Semakin tinggi pendidikan istri maka perilaku investasi yang diberikan

untuk anak akan semakin baik. Lain halnya dengan pendidikan istri, pendidikan

suami memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap perilaku investasi anak.

Perbedaan hasil ini dikarenakan, perilaku investasi terkait dengan pengasuhan

yang lebih banyak dilakukan oleh istri atau ibu. Dilihat dari tipe keluarga, tipe

keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku investasi anak.

Keluarga luas memiliki perilaku investasi yang lebih rendah dibandingkan dengan

anak yang tinggal hanya dengan keluarga inti. Pendapatan keluarga

berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku investasi anak. Semakin tinggi

pendapatan keluarga maka perilaku investasi yang diberikan orang tua akan

semakin tinggi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Uang untuk Anak

Uji regresi linier berganda digunakan untuk menentukan faktor yang

berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran uang untuk anak. Alokasi

pengeluaran uang dihitung berdasarkan nilai rupiah dan persentase dari

pendapatan rata-rata keluarga seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 32 di bawah

ini. Berdasarkan uji regresi linier berganda diperoleh nilai Adjusted R square

sebesar 0,469 untuk pengeluaran dalam rupiah dan pengeluaran dalam persen.

Artinya, sebesar 46,9 persen faktor yang berpengaruh terhadap alokasi

pengeluaran anak dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dijelaskan

oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Hasil uji regresi keduanya menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga,

jumlah anak sekolah, pendidikan suami, tipe keluarga dan pendapatan keluarga

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi uang untuk anak pada

keluarga buruh pemetik melati gambir. Diantara tujuh variabel yang diduga

berpengaruh terhadap alokasi uang untuk anak, variabel jumlah anak sekolah

memiliki pengaruh terbesar dibandingkan variabel lainnya. Setiap penambahan

satu orang anak sekolah, alokasi uang untuk anak akan bertambah sebanyak Rp

139.104,665 atau 21,431 persen dari total pendapatan keluarga.

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

59

Tabel 32 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi uang untuk anak

Variabel Pengeluaran (Rp) Pengeluaran (%)

B Beta .Sig B Beta .Sig Konstanta -23.656,961 - 0,763 -3,643 - 0,763 Jumlah anggota keluarga (orang)

-41.664,834 -0,476 0,001*** -6,419 -0,476 0,001***

Jumlah anak sekolah (orang)

139.104,665 0,778 0,000*** 21,431 0,778 0,000***

Pendidikan istri (tahun) -8.637,462 -0,124 0,228 -1,331 -0,124 0,228 Pendidikan suami (tahun)

20.734,275 0,325 0,002*** 3,194 0,325 0,002***

Tipe keluarga (0=keluarga inti, 1=keluarga luas)

77.265,123 0,245 0,055* 11,902 0,245 0,055*

Pendapatan keluarga (rupiah)

0,078 0,320 0,003*** 1,208E-5 0,320 0,003***

Perilaku Investasi (skor) 682,388 0,063 0,554 0,105 0,063 0,554

F 9,187 9,187 R

0,725 0,725

Adjusted R square 0,469*** 0,469***

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 90% **=signifikan pada selang kepercayaan 95% ***=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Jumlah anggota keluarga memiliki hubungan negatif signifikan terhadap

alokasi uang untuk anak. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka akan

semakin kecil alokasi uang yang diterima oleh masing-masing anggota keluarga.

Banyaknya anak sekolah akan membuat pengeluaran orang tua untuk anak

semakin tinggi, baik untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan maupun kebutuhan

lain-lain. Diantara pendidikan orang tua, pendidikan suami lebih berpengaruh

secara signifikan dibandingkan dengan pendidikan istri. Lain halnya dengan

perilaku investasi anak yang lebih dipengaruhi oleh pendidikan istri, alokasi uang

dipengaruhi oleh pendidikan suami. Tipe keluarga yang dibedakan menjadi

keluarga inti dan keluarga luas. Tipe keluarga memiliki pengaruh positif signifikan

terhadap alokasi uang untuk anak. keluarga luas memiliki alokasi uang yang

lebih banyak dibandingkan dengn keluarga inti.

Pendapatan keluarga berpengaruh positif sangat signifikan terhadap

alokasi uang untuk anak. Semakin tinggi pendapatan keluarga, maka alokasi

uang yang diberikan untuk anak semakin besar. Sementara itu, hasil penelitian

tidak menunjukkan bahwa perilaku investasi berpengaruh secara signifikan

terhadap alokasi uang untuk anak. Akan tetapi, terdapat hubungan yang positif

diantara kedua variabel. Semakin baik perilaku investasi anak, alokasi uang yang

diberikan orang tua untuk anak akan semakin tinggi.

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

60

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi koping dan perilaku

investasi anak pada keluarga buruh pemetik melati gambir yang dilakukan di

Desa Gelang, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Keluarga buruh merupakan keluarga dengan pendapatan rendah. Pendapatan

rendah menjadi penyumbang besar terhadap kemiskinan yang dialami oleh

masyarakat, khususnya masyarakat perdesaan. Bekerja sebagai buruh tidak

memerlukan pendidikan tinggi karena buruh lebih mengandalkan kekuatan fisik

untuk bekerja. Termasuk dalam kelompok ini adalah buruh pemetik melati

gambir. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai buruh

pemetik melati dan memiliki anak sekolah (3-18 tahun).

Rata-rata pendapatan keluarga buruh pemetik melati gambir adalah Rp

649.090,91/bulan. Sumber pendapatan keluarga adalah suami, istri dan terdapat

beberapa keluarga dengan anak bekerja. Meskipun pendapatan buruh pemetik

melati gambir tergolong rendah, buruh pemetik melati gambir memiliki kontribusi

penting terhadap pendapatan keluarga. Istri yang bekerja memiliki kontribusi

sebesar 26,25 persen terhadap pendapatan keluarga yang terdiri atas 20,65

persen dari pendapatan utama sebagai buruh pemetik melati gambir dan 5,60

persen dari pendapatan tambahan. Hasil ini mendukung pernyataan Suryocondro

(1987) dalam Suryawati (2002) bahwa setiap wanita bekerja di luar rumah dapat

membawa dampak positif terhadap pendapatan keluarga.

Pendapatan rata-rata buruh pemetik melati gambir adalah Rp

134.015,15/bulan dengan kisaran antara Rp 30.000,00 hingga Rp

300.000,00/bulan. Perbedaan pendapatan ini tergantung pada perolehan bunga

melati gambir setiap harinya. Tidak terdapat jadwal bekerja bagi buruh pemetik

melati gambir. Biasanya, pemetik melati gambir memulai kegiatannya pada pukul

06.00 WIB dan berakhir dengan waktu yang tidak menentu, tergantung pada

habis atau belumnya bunga melati yang dapat dipetik pada hari itu. Akan tetapi,

biasanya kegiatan memetik melati gambir dilakukan selama kurang lebih lima

sampai enam jam.

Pendapatan sebagai buruh pemetik melati gambir tergolong kecil, akan

tetapi memiliki manfaat yang besar, antara lain istri dapat membantu suami untuk

memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Penggunaan ini merupakan kegiatan

yang paling banyak dilakukan oleh istri sebagai buruh pemetik melati.

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

61

Pemanfaatan selanjutnya adalah untuk biaya pendidikan anak (uang saku). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kegiatan biaya kesehatan anak tidak terlalu

menjadi prioritas utama. Biaya kesehatan hanya dikeluarkan ketika anak sakit

atau perawatan tertentu. Tindakan kuratif (ketika anak sakit) merupakan tindakan

yang paling sering dilakukan oleh keluarga. Jarang sekali orang tua yang

melakukan tindakan preventif (pencegahan) seperti pembelian vitamin dan

pemberian susu. Hal ini karena orang tua merasa biaya pemeliharaan kesehatan

untuk anak bukan suatu keharusan, sehingga tidak perlu diberikan ketika anak

tidak sakit atau anak dalam keadaan sehat. Menurut beberapa orang tua, tanpa

diberikan perlakukan preventif kepada anak, anak dapat tumbuh dengan baik

dan tetap sehat.

Perbedaan karakteristik keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat

kesejahteraan keluarga. Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1992, keluarga

sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,

mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan

seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan

lingkungan. Penelitian ini mengukur kesejahteraan keluarga menggunakan

indikator Garis Kemiskinan (GK) dan indikator 14 kriteria rumah tangga miskin

penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dikeluarkan oleh BPS.

Berdasakan indikator Garis Kemiskinan (GK), terdapat hampir tiga per empat

keluarga contoh termasuk dalam keluarga miskin dan menurut indikator 14

kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak

terdapat keluarga buruh pemetik melati di Desa Gelang yang tergolong sebagai

keluarga miskin dan sebagain besar keluarga tergolong sebagai keluarga tidak

miskn.

Hasil yang telah diperoleh berdasarkan dua indikator menunjukkan

perbedaan antara jumlah keluarga tidak miskin. Perbedaan hasil ini diduga

disebabkan oleh tiga hal. Pertama, indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT)

memiliki dimensi lebih luas dan lebih menjelaskan kondisi kehidupan dari

berbagai aspek seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial

kemasyarakatan (Muflikhati et al 2010). Kedua, terdapat tiga indikator yang tidak

dipenuhi oleh seluruh keluarga contoh di wilayah penelitian yaitu sumber

penerangan, kemampuan makan/hari dan kemampuan membayar biaya

pengobatan. Ketiga, menurut Muflikhati (2010) rendahnya tingkat kemiskinan ini

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

62

disebabkan kriteria yang ditetapkan terlalu banyak untuk menggolongkan rumah

tangga menjadi hampir miskin yaitu sembilan kriteria.

Berdasarkan dua indikator yang digunakan untuk mengukur

kesejahteraan keluarga, variabel mata pencaharian suami secara konsisten

berpengaruh terhadap status kesejahteraan, baik indikator Garis Kemiskinan

(GK) maupun indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT). Keluarga dengan suami

yang bekerja di bidang bukan pertanian memiliki peluang yang lebih besar untuk

sejahtera dibandingkan dengan keluarga dengan suami yang memiliki pekerjaan

di bidang pertanian. Bekerja di bidang pertanian (menjadi buruh tani dan petani

dengan lahan sempit) biasanya memiliki penghasilan yang rendah dan tidak

menentu setiap bulannya dibandingkan dengan suami yang bekerja bukan di

bidang pertanian, misalnya pedagang yang memiliki penghasilan rutin setiap hari.

Bekerja di bidang pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang

menghasilkan pendapatan rendah dan memerlukan tenaga yang banyak. Alasan

ini pula yang menyebabkan banyak orang melakukan transmigrasi ke tempat-

tempat yang dinilai mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada

sebagai petani. Rendahnya peluang petani untuk sejahtera juga dikarenakan

rendahnya produktivitas yang dimiliki oleh petani, kegiatan pertanian yang

dilakukan hanya on-farm dan jarang sekali keluarga petani yang melakukan

kegiatan off-farm, sehingga pendapatan yang diterima petani masih tergolong

rendah. Belum adanya pengembangan hasil pertanian secara luas menyebabkan

petani menjual secara langsung hasil pertaniannya dengan harga yang rendah.

Sementara itu, menurut hasil penelitian Sitorus et al (2008), menurunnya

peluang petani untuk meningkatkan kesejahteraan berkaitan dengan dua hal

yaitu semakin banyaknya kebutuhan petani yang harus dibeli di pasar (semakin

komersil) dan input produksi usaha tani yang harus dibeli di pasar (semakin

komersil). Akibatnya, banyak keluarga yang mencari pekerjaan di luar bidang

pertanian. Bagi lapisan bawah, pola nafkah ganda merupakan strategi survival

dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutup

kekurangan dari sektor pertanian (Whiter 1988 dalam Girsang 1996).

Selain mata pencaharian suami, pekerjaan tambahan suami juga

berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan berdasarkan indikator Garis

Kemiskinan (GK). Keluarga dengan suami yang memiliki pekerjaan tambahan

memiliki peluang lebih besar untuk sejatera, dibandingkan dengan keluarga

dengan suami yang tidak memiliki pekerjaan tambahan. Adanya pekerjaan

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

63

tambahan yang dimiliki oleh suami menyebabkan pendapatan keluarga,

khususnya pendapatan suami yang memiliki kontribusi terbesar terhadap

keluarga, lebih besar dibandingkan dengan keluarga dengan suami yang tidak

memiliki pekerjaan tambahan. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Aniri

(2008) bahwa suami dengan pekerjaan tunggal akan lebih sejahtera karena

pendapatan dari pekerjaan utama lebih besar dibandingkan dengan pendapatan

dari pekerjaan sampingan. Perbedaan hasil ini karena pendapatan suami dari

pekerjaan tambahan memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan

pendapatan dari pekerjaan utama, walaupun pekerjaan tambahan yang dimiliki

oleh suami tidak rutin dilakukan setiap hari.

Selain mata pencaharian suami, pendidikan suami dan pendapatan

keluarga juga berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan Bantuan Langsung

Tunai (BLT) yang diukur dengan menggunakan lima indikator baru. Semakin

tinggi pendidikan suami peluang keluarga untuk sejahtera lebih besar.

Pendidikan tinggi membuka peluang suami untuk mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi semakin besar sehingga keluarga

akan semakin sejahtera. Hasil ini mendukung penelitian Rambe (2004) dan

Muflikhati (2010) bahwa pendidikan kepala keluarga memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Selain itu, Firdausy (1999) diacu

dalam Permatasari (2010) menyatakan bahwa keluarga yang dikepalai oleh

seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin

dibandingkan dengan keluarga yang dikepalai oleh seseorang yang

berpendidikan tinggi. Semakin tinggi pendapatan keluarga, peluang keluarga

untuk sejahtera juga akan semakin besar. Keluarga dengan pendapatan tinggi

akan lebih mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga baik untuk kebutuhan

pangan ataupun non-pangan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Iskandar

(2007), Aniri (2008) dan Muflikati (2010) bahwa pendapatan berpengaruh

signifikan terhadap kesejahteraan keluarga.

Ketika keluarga menghadapi suatu kesulitan ekonomi yaitu mengalami

penurunan pendapatan ketika harga bunga melati turun, diperlukan upaya untuk

dapat memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga atau keuarga tetap dapat

mempertahankan kesejahteraannya. Hal ini disebut sebagai strategi koping.

Menurut Voydanoff (1987), strategi koping adalah proses yang dilakukan oleh

individu dan keluarga dalam menggunakan sumberdaya yang dimiliki untuk

mengatasi kesulitan ekonomi. Dua strategi yang dilakukan keluarga ketika

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

64

mengalami kesulitan keuangan yaitu mengurangi pengeluaran (cutting back) dan

menambah pendapatan (generating income) (Puspitawati 1998).

Secara keseluruhan, strategi koping yang dilakukan oleh keluarga

pemetik melati di Desa Gelang sebagian besar termasuk dalam kategori sedikit

baik dalam cutting back maupun generating income. Sedikitnya jumlah cutting

back menandakan bahwa keluarga buruh pemetik melati telah berusaha

meminimalkan kegiatan mengurangi pengeluaran agar pemenuhan kebutuhan

bagi anggota keluarga tidak mengalami penurunan atau tidak terjadi penurunan

kualitas hidup bagi anggota keluarga. Kegiatan cutting back yang paling banyak

dilakukan oleh keluarga contoh untuk kebutuhan pangan adalah mengurangi

pembelian kebutuhan pangan baik jenis maupun jumlah, untuk kebutuhan

kesehatan berupa mencari tempat pengobatan gratis yaitu dengan menggunakan

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau Asuransi Kesehatan untuk

Orang Miskin (Askeskin), untuk kebutuhan pendidikan berupa mengurangi

pembelian buku pelajaran, dan untuk kebutuhan lain-lain berupa menunda

pembelian barang elektronik.

Kegiatan cutting back lebih mudah untuk dijalankan dari pada kegiatan

generating income, karena dalam menjalankan kegiatan generating income

melibatkan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga seperi sumber daya manusia

dan jejaring yang dimiliki oleh keluarga untuk meningkatkan sumber daya uang

keluarga. Sementara itu, kegiatan cutting back lebih mudah dijalankan karena

dalam pelaksanaannya tidak melibatkan orang lain (jejaring sosial), yaitu hanya

melibatkan anggota keluarga sendiri. Menurut Puspitawati (1998), tingkat

kemiskinan berhubungan erat dengan strategi penghematan (cutting back)

dibandingkan dengan strategi menambah pendapatan (generating income).

Akan tetapi, sediktinya jumlah generating income yang dilakukan oleh

keluarga contoh berarti keluarga contoh cenderung pasif menghadapi kenyataan.

Kegiatan generating income yang paling banyak dilakukan oleh keluarga contoh

untuk kebutuhan pangan adalah dengan sengaja menerima makanan dari

tetangga atau saudara, untuk kebutuhan kesehatan adalah dengan

memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami tanaman obat, untuk kebutuhan

pendidikan adalah dengan meminta seragam bekas ke saudara/tetangga, dan

untuk kebutuhan lain-lain adalah anak bekerja membantu orang tua. Selain itu,

rendahnya kegiatan yang dilakukan karena kurangnya akses dan sedikitnya

pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga sehingga kurang mampu mengeksplor

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

65

sumberdaya yang ada. Menurut Rogers dalam Rahardjo (1999), rendahnya

tingkat inovasi peasant1 berkaitan dengan tiga hal yaitu: pola hidup peasant

cenderung menggunakan cara-cara yang diketahui akan menghasilkan dan

enggan menggunakan cara-cara baru yang mungkin menyebabkan kegagalan,

sumber-sumber ekonomi yang langka atau penerapan teknologi yang kurang

tepat guna karena membutuhkan biaya, dan rendahnya pengetahuan mengenai

masalah-masalah teknis (technical know-how) dan sumber daya.

Banyak atau sedikitnya kegiatan strategi koping yang dilakukan keluarga

tergantung pada latar belakang sosial ekonomi keluarga. Hasil uji regresi linier

berganda menyebutkan bahwa jumlah anggota keluarga, tipe keluarga,

pekerjaan tambahan suami, dan pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap strategi koping keluarga buruh pemetik melati gambir.

Jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh positif terhadap jumlah

strategi koping. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, strategi koping yang

dilakukan oleh keluarga akan semakin meningkat. Semakin banyak jumlah

anggota keluarga akan menambah beban keluarga, terutama dalam pemenuhan

kebutuhan pangan. Cara atau strategi koping yang dilakukan oleh keluarga untuk

memenuhi kebutuhan, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan akan

semakin sering dilakukan dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga

(Rachmawati 2010). Selain itu, Simanjuntak (2010) menyatakan bahwa semakin

banyak jumlah anggota keluarga maka upaya untuk mengatasi masalah keluarga

akan semakin optimal dilakukan.

Tipe keluarga berpengaruh negatif terhadap strategi koping keluarga.

Keluarga luas memiliki strategi koping yang lebih sedikit dibandingkan dengan

keluarga inti. Hal ini diduga karena keluarga luas yang mendapat tambahan

anggota keluarga lain dianggap lebih sejahtera, sehingga muncul anggota

keluarga lain selain keluarga inti yang tinggal bersama dengan keluarga inti.

Friedman, Bowden dan Jones (2003) mengemukakan bahwa terdapat tujuh

strategi koping yang dapat dilakukan oleh keluarga internal (intrafamiliar) yaitu

mengandalkan kemampuan sendiri dari keluarga, penggunaan humor,

musyawarah bersama (memelihara ikatan bersama), mengartikan masalah,

pemecahan masalah secara bersama, fleksibilitas peran dan normalisasi.

1 Peasant adalah penghasil-penghasil pertanian yang mengerjakan tanah secara efektif,

menjadikan pekerjaan tersebut sebagai nafkah, bukan sebagai bisnis yang bersifat mencari keuntungan (Wolf;1956 diacu dalam Rahardjo;1999)

Page 38: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

66

Adanya pekerjaan tambahan yang dimiliki suami menunjukkan sebagai

salah satu strategi koping menambah pendapatan yang dimiliki oleh keluarga.

Pendapatan suami dari pekerjaan utama dirasa belum mencukupi kebutuhan

keluarga sehingga suami melakukan suatu upaya menambah pendapatan

dengan cara memiliki pekerjaan tambahan. Selanjutnya, strategi koping

dipengaruhi oleh status kesejahteraan keluarga. Semakin sejahtera, strategi

koping yang dilakukan akan semakin sedikit. Keluarga sejahtera telah mampu

memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan pangan maupun non pangan,

sehingga ketika terdapat penurunan pendapatan, keluarga dapat menggunakan

sumber daya yang dimiliki untuk mengatasinya, seperti menggunakan aset yang

dimiliki oleh keluarga untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian Rachmawati (2010) bahwa keluarga yang

lebih sejahtera akan memiliki masalah ekonomi yang lebih sedikit dibandingkan

dengan keluarga miskin.

Pada dasarnya setiap keluarga ingin mempertahankan kesejahteraannya,

bahkan memperbaiki keadaan ekonomi keluarga untuk dapat meningkatkan

kesejahteraan. Strategi koping sebagai upaya untuk mempertahankan

kesejahteraan yang merupakan tujuan keluarga tidak saja dipengaruhi oleh

faktor-faktor dari dalam (endogenous), tetapi ada faktor-faktor lain dari luar

(eksogenous) yang turut mempengaruhi proses tersebut (Mardiharini 2002).

Salah satu harapan orang tua dari anak adalah anak memperoleh kualitas

hidup yang lebih baik dari orang tua. Untuk dapat mewujudkannya, orang tua

perlu memberikan modal agar sumber daya anak memiliki kualitas yang baik.

Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), modal manusia/sumber daya manusia

adalah jumlah total dari kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh manusia

dan cara penggunaan sumber daya manusia yang berpengaruh terhadap sumber

daya di masa yang akan datang. Agar manusia dapat menggunakan sumber

daya yang dimilikinya, diperlukan suatu upaya berupa investasi sumber daya

manusia yang dimulai dari kecil yaitu dari masa anak-anak.

Perilaku investasi anak terdiri atas dua kegiatan yaitu perilaku inevstasi

pendidikan dan perilaku investasi kesehatan. Pendidikan merupakan jalan

menuju produktivitas tinggi bagi masyarakat, sehingga diharapkan melalui

pendidikan yang tinggi dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Pentingnya

pendidikan seperti yang disebutkan dalam UUD 1945 bahwa pendidikan

merupakan hak setiap warga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh

Page 39: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

67

karena itu, orang tua perlu memberikan investasi berupa investasi pendidikan

kepada anak.

Berdasarkan hasil penelitian, perilaku investasi pendidikan lebih baik

daripada perilaku investasi kesehatan pada keluarga contoh. Hal ini terjadi

karena orang tua cenderung melakukan tindakan-tindakan yang menjadi

keharusan bagi orang tua untuk anak, seperti membayar dengan tepat waktu

uang pendidikan atau SPP. Selain itu, sebagian besar orang tua hanya

melakukan hal-hal yang umumnya sudah menjadi kebiasaan diberikan kepada

anak, sedangkan kegiatan yang membutuhkan biaya tambahan jarang atau

bahkan tidak pernah dilakukan, seperti mengajak anak berekreasi dan

memberikan ketrampilan khusus dan les sebagai bekal ketrampilan anak.

Hartoyo dan Hastuti (2003) menyatakan bahwa pengeluaran untuk pendidikan

anak yang relatif kecil memungkinkan anak kurang dapat mengembangkan

potensinya.

Masyarakat lapiasan bawah menganggap pendidikan sebagai suatu

pilihan dan bukan keharusan (Mulatsih et al 2002). Hal ini karena tingginya biaya

pendidikan dan ketidakseimbangan antara biaya pendidikan dan pemanfaatan

kelulusan dalam dunia kerja. Selain itu, adanya fasilitas pendidikan gratis bagi

siwa SD dan munculnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) turut mendukung perilaku investasi

pendidikan. Beban orang tua terasa semakin ringan dengan adanya Yayasan

Ma‟arif di Desa Gelang yang memberikan sekolah gratis bagi anak-anak yang

ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP.

Investasi dalam bidang kesehatan tentunya berbeda dengan investasi

dalam bidang pendidikan yang memiliki tujuan agar manusia memiliki

produktivitas dan pendapatan yang tinggi dikemudian hari. Melalui investasi

kesehatan, akan dapat memperpanjang umur harapan hidup dan terhindar dari

penyakit sehingga akan menghasilkan waktu produktif yang lebih tinggi. Akan

tetapi, keluarga contoh memiliki perilaku investasi kesehatan pada kategori

sedang bahkan rendah. Berdasarkan hasil penelitian BPS (2009), kesadaran

masyarakat Indonesia terhadap kesehatan masih tergolong rendah. Perilaku

investasi kesehatan yang paling sering dilakukan oleh keluarga contoh adalah

perilaku kuratif yaitu pada saat anak sakit. Keluarga jarang sekali melakukan

kegiatan preventif atau pencegahan. Orang tua merasa memberikan pelayanan

kepada anak seperti pemberian makanan bergizi, vitamin, dan lain-lain

Page 40: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

68

membutuhkan biaya yang tinggi. Sementara pendapatan keluarga sudah habis

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar lainnya.

Bryant dan Zick (2006) menyatakan bahwa investasi kesehatan memiliki biaya

tambahan yang lebih rumit dibandingkan dengan investasi pendidikan.

Pendapatan yang rendah, membuat orang tua hanya melakukan

tindakan-tindakan kuratif (ketika anak sakit) terhadap anak. Selain pendidikan,

rendahnya pendidikan orang tua membuat pola pikir orang tua kurang

mendukung untuk melakukan tindakan promotif dan preventif. Menurut orang tua

tindakan promitif dan preventif tidak terlalu penting untuk dilakukan. Orang tua

jarang menyediakan susu, makanan bergizi, dan vitamin kepada anak. Hal ini

dikarenakan tidak adanya uang untuk membeli semua kebutuhan. Selain itu,

kepuasan orang tua dengan keadaan anak membuat orang tua tidak terlalu

memberikan perhatian khusus, seperti anak yang sudah gemuk sehingga orang

tua tidak perlu memberikan vitamin. Rendahnya perilaku investasi yang dilakukan

orang tua diduga karena pendidikan orang tua yang rendah, sehingga mind set

yang dimiliki orang tua akan anak bukan untuk investasi sebagai perbaikan

kualitas Sumber Daya Manusia tapi sebagai tenaga kerja yang murah dan

sebagai sandaran hidup di hari tua.

Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku investasi anak

adalah pendidikan ibu dan pendapatan keluarga. Istri dengan pendidikan lebih

tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik, sehingga perilaku investasi

yang dilakukan terhadap anakpun akan semakin tingggi. Hasil ini mendukung

hasil penelitian Leibowitz (1982) bahwa pendidikan istri berhubungan signifikan

terhadap IQ anak. Akan tetapi, hasil ini mengindikasikan bahwa investasi yang

dilakukan lebih berdasarkan pada hubungan antara anak dengan ibu

dibandingkan dengan faktor genetik yang diturunkan oleh ibu. Bryant dan Zick

(2006) menyatakan bahwa pendidikan anggota keluarga akan berpengaruh

positif terhadap SDM dan kesehatan seseorang. Menurut Ali (2009) kaum

perempuan yang mengikuti pendidikan dengan lebih baik akan lebih mampu

menjaga kesehatan diri dan anak-anaknya, bahkan dapat mengurangi laju

pertumbuhan penduduk sehingga menghasilkan generasi yang lebih berkualitas.

Selain pendidikan ibu, pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap

bagaimana perilaku investasi yang diterima oleh anak. Semakin tinggi

pendapatan keluarga maka perilaku investasi yang diberikan orang tua akan

semakin tinggi. Hal ini terkait dengan beberapa perilaku investasi baik investasi

Page 41: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

69

pendidikan maupun kesehatan dapat diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang

memerlukan biaya, seperti mengikutsetakan anak untuk les, pemberian makanan

empat sehat lima sempurna, pemberian vitamin dan buah, mengajak anak untuk

rekreasi, dan lain-lain. Keluarga dengan pendapatan tinggi diasumsikan dengan

pemenuhan kebutuhan pangan yang telah tercukupi. Menurut Shinta (2008)

seiring dengan meningkatnya pendapatan keluarga, maka pemenuhan

kebutuhan keluarga setelah pangan akan diprioritaskan untuk kebutuhan

pendidikan dan kesehatan.

Bentuk investasi keluarga untuk meningkatkan perkembangan anak

menjadi sumberdaya yang berkualitas adalah waktu dan uang (Hartoyo 1998).

Investasi anak selain diukur berdasarkan perilaku yang dilakukan orang tua untuk

anak juga diukur dengan alokasi uang yang diberikan oleh orang tua untuk anak.

Alokasi pengeluaran uang untuk anak adalah semua pengeluaran yang

manfaatnya dirasakan oleh anak secara langsung, dari mulai untuk makan,

pendidikan, kesehatan dan pengeluaran lainnya untuk anak (Hartoyo & Hastuti

2003). Dalam penelitian ini, alokasi uang untuk makan tidak dihitung, karena

kebutuhan makan untuk anak-anak masih bersama dengan orang tua. Alokasi

uang ini bervariasi tergantung pada tingkat pendidikan anak dan jumlah anak

yang dimiliki oleh keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, keluarga yang memiliki

anak SMA memiliki alokasi uang paling besar dibandingkan dengan keluarga

dengan anak PAUD, SD maupun SMP. Menurut Lino (2009), biaya tahunan yang

dikeluarkan untuk anak secara umum meningkat sesuai dengan bertambahnya

umur anak.

Dalam alokasi uang untuk anak terdapat kecenderungan bahwa semakin

meningkat jenjang pendidikan anak, besarnya alokasi uang untuk pendidikan

akan semakin naik. Sementara itu, alokasi kesehatan semakin menurun dengan

semakin naiknya jenjang pendidikan anak. Hal ini karena semakin meningkatnya

usia anak, orang tua menganggap bahwa anak sudah mampu mengurus dirinya

sendiri, sehingga orang tua tidak mengalokasikan uang untuk kesehatan anak.

Berbeda dengan alokasi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, alokasi uang

untuk kebutuhan lainnya pada kelompok anak usia PAUD memiliki alokasi paling

besar diantara jenjang pendidikan lainnya. Keluarga dengan anak usia PAUD

lebih sering mencukupi kebutuhan lainnya seperti mengajak anak jalan-

jalan/rekreasi dan membeli baju.

Page 42: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

70

Besarnya alokasi uang untuk anak dipengaruhi oleh jumlah anggota

keluarga, jumlah anak sekolah, pendidikan suami, tipe keluarga, dan pendapatan

keluarga Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka akan semakin kecil

alokasi uang yang diterima oleh masing-masing anggota keluarga.

Bertambahnya jumlah anggota keluarga akan menambah beban kepala keluarga

untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian Hartoyo (1998) bahwa jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh

negatif terhadap investasi anak dalam bentuk uang. Peningkatan jumlah anak

akan cenderung menurunkan pendapatan orang tua dan biasanya anak

dihadapkan pada perbedaan alokasi uang (Behrman, Pollak & Taubman (1988)

diacu dalam Taubman 1996). Selain itu, Leibowitz (1982) menyatakan bahwa

penambahan jumlah anggota keluarga akan mengurangi dukungan keluarga

terhadap anak dalam penentuan sekolah karena adanya kesulitan keuangan dan

hal ini mengindikasikan tingkatan yang rendah dalam investasi keluarga, tetapi

tingkat akhir pendidikan tidak tergantung pada jumlah anggota keluarga atau

ukuran keluarga.

Banyaknya anak sekolah akan membuat pengeluaran orang tua untuk

anak semakin tinggi. Diantara pendidikan suami dan istri, pendidikan suami lebih

berpengaruh terhadap alokasi uang untuk anak. Semakin tinggi pendidikan

suami akan membuat semakin besarnya alokasi pengeluaran uang untuk anak.

Hal ini diduga karena ayah adalah pengatur keuangan rumah tangga, sehingga

pengambil keputusan pengeluaran masih didominasi oleh ayah. Selain itu, suami

dengan pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula sehingga

pengetahuan dan wawasan yang dimilikinya akan membuat alokasi pengeluaran

untuk investasi anak semakin tinggi. Semakin tinggi pendidikan suami akan

membuat orientasi anak menjadi lebih penting (Permatasari 2010). Samon

(2005) menyatakan bahwa lama pendidikan akan berpengaruh terhadap gaya

hidup yang pada akhirnya akan mempengaruhi pengeluaran yang dilakukan

keluarga.

Semakin tinggi pendapatan keluarga, alokasi uang yang diberikan untuk

anak akan semakin besar. Keluarga dengan pendapatan tinggi akan lebih

mencurahkan sumberdayanya untuk meningkatkan kualitas anak (Hartoyo 1998).

Berdasarkan hasil penelitian Yeung, Linver, dan Brooks-Gun (2002), tingkat dan

stabilitas pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang jelas terhadap fungsi

Page 43: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

71

keluarga dan kesejahteraan anak. Melalui sumber daya yang maksimal, anak

dapat mengembangkan potensi yang dimiliki.

Berdasarkan tipe keluarga, keluarga luas memiliki alokasi uang yang lebih

besar dibandingkan dengan keluarga inti. Hasil ini berbeda dengan Suryawati

(2002) bahwa struktur keluarga memberi pengaruh positif signifikan dimana

keluarga inti memberikan alokasi pendidikan lebih banyak dibandingkan dengan

keluarga luas. Hasil penelitian ini diduga karena keluarga luas, misalnya hadirnya

kakak ipar atau nenek/kakek dalam keluarga turut berpartisipasi terhadap alokasi

uang yang diberikan untuk anak. Seperti nenek/kakek yang memberikan uang

saku kepada cucu, kakak ipar atau saudara yang lain memberikan bantuan uang

seperti baju, buku, sepatu, tas, dan keperluan lainnya.

Hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa perilaku investasi memiliki

pengaruh terhadap alokasi pengeluaran uang untuk anak. Pada dasarnya semua

orang tua menginginkan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anaknya. Akan

tetapi, keterbatasan sumber daya materi seperti uang dan pengetahuan yang

dimiliki orang tua membuat orang tua kurang memperhatikan segala kebutuhan

anak yang menunjang masa depan anak dengan meningkatkan kualitas

sumberdaya.

Keterbatasan penelitian

Terdapat hampir tiga per empat jumlah penduduk miskin yang diukur

dengan menggunakan indikator Garis Kemiskinan. Hasil ini jauh lebih besar

dibandingkan dengan angka kemiskinan Kabupaten Banjarnegera yaitu sebesar

27,18 persen dari total penduduk Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan pendekatan

yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan berdasarkan Garis Kemiskinan

adalah pendapatan (bukan pengeluaran) dimana pengeluaran keluarga biasanya

lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan keluarga.

Pembuatan cut off point baru dari indikator kesejahteraan Bantuan

Langsung Tunai (BLT) menggunakan lima indikator baru yaitu sumber air minum

berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/hujan; bahan bakar untuk

memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah; hanya

mengonsumsi susu atau daging/ayam satu kali dalam seminggu; sumber

penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas 0,5ha, buruh

tani/nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan/pekerjaan lain dengan

pendapatan <Rp 600.000,00; dan pendidikan tertinggi kepala keluarga tidak

Page 44: HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian V... · Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal ... dan 27,27 persen bekerja sebagai petani

72

sekolah/tidak tamat SD/tamat SD belum teruji secara konsisten sehingga belum

dapat diterapkan di wilayah penelitian lain.

Penelitian ini hanya mengkaji perilaku investasi anak dalam bentuk

perilaku dan alokasi uang, belum dilakukan pengkajian tentang alokasi waktu dan

nilai anak serta hubungan antara nilai anak dengan investasi anak. Selain itu,

dalam pengukuran strategi koping, kegiatan strategi koping tidak dilihat

berdasarkan intensitas (sering atau tidak) tetapi hanya dilihat apakah dilakukan

atau tidak (ya atau tidak).