hansus

12
P U T U S A N NOMOR : 05/G/2008/PTUN-JKT A. SUBJEK SENGKETA Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dengan acara biasa telah memutuskan dengan pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut dibawah ini, dalam perkara antara : --------------------------------------------------------- PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS (dalam hal ini diwakili oleh HANDY IRWANTO SETIAWAN), Warga Negara Indonesia, pekerjaan Direktur PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS, berdasarkan Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham tanggal 18 Desember 2006, yang dibuat dihadapan Imam Budi Prakoso SH., Notaris Pengganti Yulida Vincestra SH., oleh karenanya berhak mewakili perseroan berdasarkan Pasal 11 ayat (3) Anggaran Dasar PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS, beralamat di Jalan Elang I RT. 007 RW.001. Kelurahan Talang Jauh, Kecamatan Jelutung, Palembang, dalam perkara ini memberi kuasa kepada : M. RUDJITO, SH, LLM., SYAHRIZAL ZAINUDDIN, SH., DASRIL AFFANDI, SH., MH., dan LILIK DARWATI SETYADJID, SH., MH., kesemuanya Warga Negara Indonesia, Advokat-advokat pada R’nR Law Firm beralamat di Plaza Sentral 19th Floor, Jalan Jend. Sudirman Kav. 47, Jakarta 12930, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 29 November 2007, untuk selanjutnya disebut sebagai : PENGGUGAT M E L A W A N : MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Gedung

Upload: suki-koichi

Post on 26-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

P U T U S A NNOMOR : 05/G/2008/PTUN-JKT

A. SUBJEK SENGKETA

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dengan acara biasa telah memutuskan dengan pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut dibawah ini, dalam perkara antara : ---------------------------------------------------------

PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS (dalam hal ini diwakili oleh HANDY IRWANTO SETIAWAN), Warga Negara Indonesia, pekerjaan Direktur PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS, berdasarkan Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham tanggal 18 Desember 2006, yang dibuat dihadapan Imam Budi Prakoso SH., Notaris Pengganti YulidaVincestra SH., oleh karenanya berhak mewakili perseroan berdasarkan Pasal 11 ayat (3) Anggaran Dasar PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS, beralamat di Jalan Elang I RT. 007 RW.001. Kelurahan Talang Jauh, Kecamatan Jelutung, Palembang, dalam perkara inimemberi kuasa kepada : M. RUDJITO, SH, LLM., SYAHRIZALZAINUDDIN, SH., DASRIL AFFANDI, SH., MH., dan LILIK DARWATI SETYADJID, SH., MH., kesemuanya Warga Negara Indonesia, Advokat-advokat pada RnR Law Firm beralamat di Plaza Sentral 19th Floor, Jalan Jend. Sudirman Kav. 47, Jakarta 12930, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 29 November 2007,untuk selanjutnya disebut sebagai : PENGGUGAT

M E L A W A N :

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Gedung Manggala Wana Bhakti Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, dalam perkara ini memberi kuasa kepada :SUPARNO, SH.,KRISNA RYA, SH., MH., SUPARDI, SH., IMAM SETIOHARGO,SH., dan M. ZAENURI, SH., semuanya Pegawai Departemen Kehutanan Republik Indonesia, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor : KS.2/Menhut-II/2008, Tertanggal 11 Pebruari 2008, untukselanjutnya disebut sebagai : T E R G U G A T

B. DASAR DASAR GUGATAN

I. Obyek Gugatan ( Object Van Geschil )

Bahwa yang menjadi obyek gugatan a quo adalah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 352/Menhut II/2007 tanggal 23 Oktober 2007 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 651/Kpts II/1992 tanggal 26 Juni 1992 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. Rimbakayu Arthamas di Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya

II. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan

Bahwa pengajuan gugatan ini masih dalam tenggang waktu sebagaimanaditentukan oleh undang-undang, karena saat pengajuan gugatan ini belum lewat 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya Keputusan a quo oleh Penggugat, dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut :

a. Bahwa Keputusan a quo bertanggal 23 Oktober 2007 dan Penggugat secara resmi menerimanya pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan Lembar Tanda Terima dari Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Produksi up. Bagian Hukum dan Humas Departemen Kehutanan yang ditandatangani oleh Bimo Kuntjoro sebagai pihak yang menerima ; b. Bahwa berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, berbunyi sebagaimana dikutip sebagai berikut ; Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. ; c. Bahwa menurut penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, berbunyi sebagaimana dikutip :Bagi pihak yang namanya tersebut dalam keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung sejak hari diterimanya Keputusan Tata Usaha yang digugat.

III. Keputusan

Keputusan A Quo adalah Keputusan Tata Usaha Negara. Bahwa keputusan a quo telah memenuhi persyaratan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004tentang Perubahan Undang - Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, karena Keputusan a quo adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara yang bersifat :a. Kongkrit, yaitu bahwa Keputusan a quo tidak abstrak, tetapi berwujud berupa sebuah Keputusan Tata Usaha Negara yang mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 651/Kpts-II/1992 tanggal 26 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada Penggugat di Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya ;b. Individual, yaitu bahwa Keputusan a quo tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju yaitu ditujukan kepada Penggugat ; c. Final, yaitu bahwa Keputusan a quo sudah definitive atau tidak memerlukan persetujuan instansi lainnya dan sudah menimbulkan akibat hukum kepada Penggugat, yaitu nyata-nyata telah menimbulkan kerugian bagi kepentingan Penggugat, karena Penggugat tidak lagi berhak atas Hak Pengusahaan Hutan yang telah diberikan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 651/Kpts II/1992 tanggal 26 Juni 1992 sehingga gugatan pembatalan atau tidak sahnya Keputusan a quo yang diajukan Penggugat telah memenuhi ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang- Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negarasebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ;

C. ALASAN ALASAN GUGATAN

1. Bahwa Tergugat telah memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada Penggugat melalui Keputusan Nomor : 651/Kpts-II/1992 tanggal 26 Juni 1992 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan kepada PT. Rimbakayu Arthamas di Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun ;2. Bahwa Tergugat telah menerbitkan Keputusan Nomor : SK.352/Menhut- II/2007 tanggal 23 Oktober 2007 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 651/KptsII/1992 tanggal 26 Juni 1992 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. Rimbakayu Arthamas di Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya (Keputusan), sebagaimana terbukti dari Lembar Tanda Terima dari Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Produksi up. Bagian Hukum dan Humas Departemen Kehutanan tanggal 2 Nopember 2007 dan ditandatangani oleh Bimo Kuntjoro sebagai pihak yang menerima ;3. Bahwa akibat dengan adanya Keputusan a quo Penggugat sangat dirugikan secara financial maupun immaterial selain dari itu sebanyak 177 (seratus tujuh puluh tujuh) orang karyawan yang bekerja dan menjadi tanggungan Penggugat terancam terkena Pemutusan Hubungan kerja (PHK) masal, yang mana sebagian besar dari karyawan-karyawan tersebut adalah masyarakat lokal Irian Jaya/Papua yang berada disekitar areal HPH Penggugat, yang berada di Kabupaten Kaimana, Provinsi Irian Jaya Barat ; 4. Bahwa Keputusan a quo bertentangan dengan peraturan perundang undangan,sebagaimana disebutkan berikut ini :a. Secara substansi Keputusan a quo melanggar :Pasal 133 huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, dengan alasan : Bahwa dasar menimbang pada huruf c dan huruf d Keputusan a quo dikutip sebagai berikut :c. bahwa pada pertemuan tanggal 16 Agustus 2007 antara Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dengan Direktur Utama dan Komisaris PT. Rimbakayu Arthamas, diketahui bahwa tanggal 26 Januari 2007 telah terjadi jual beli saham PT. Rimbakayu Arthamas secara mayoritas ;d. bahwa berdasarkan hal tersebut butir c, PT. Rimbakayu Arthamas telah memindahtangankan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Kehutanan, sehingga melanggar ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 dan berdasarkan Pasal 133 c dapat dikenakan sanksi pencabutan IUPHHK-nya, Bahwa Pasal 133 huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, berbunyi sebagai berikut ; Sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (1) huruf d dikenakan kepada : pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Bahwa dasar menimbang Tergugat pada huruf c Keputusan a quo yang kemudian dijadikan dasar telah terpenuhinya ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 (PP Nomor : 6 Tahun 2007) sebagaimana disebutkan pada dasar menimbang huruf d Keputusan a quo adalah sangat tidak berdasar pada hukum dan tidak benar. Menurut Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 6 Tahun 2007 berbunyi ; Izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dipindahtangankan setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin. Penjelasan Pasal 20 ayat (1) PP Nomor : 6 Tahun 2007 berbunyi:Yang dimaksud dengan dipindah tangankan dalam ketentuan ini adalah terbatas pada pengalihan izin pemanfaatan dari pemegang izin kepada pihak lain yang dilakukan melalui jual beli. Termasuk dalam pengertian pemindahtanganan izin pemanfaatan sebagaimanayang dapat dilakukan oleh BUMS Indonesia, adalah pengambil alihan sebagian besar atau seluruh saham yang berakibat beralihnya pengendalian perusahaan Pertemuan tanggal 16 Agustus 2007 antara Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dengan Direktur Utama dan Komisaris PT. Rimbakayu Arthamas sebagaimana disebutkan pada dasar menimbang Tergugat pada huruf c Keputusan a quo bukanlah merupakan perbuatan hukum yang membuktikan telah terjadinya pengalihan izin atau pengambil alihan sebagian besar atau seluruh saham PT. Rimbakayu Arthamas sehingga tidaklah berdasar pada hukum, apabila pertemuan tanggal 16 Agustus 2007 dimaksud dipergunakan oleh Tergugat sebagai dasar pertimbangan bahwa telah terjadi pemindahtanganan IUPHHK PT. Rimbakayu Arthamas. Menurut Pasal 20 ayat (1) PP Nomor : 6 Tahun 2007 pemindahtanganan IUPHHK dilakukan melalui jual beli yang tentunya harus dibuktikan dengan adanya akta jual beli otentik bukan didasarkan hanya pada sebuah pertemuan yang terjadi tanggal 16 Agustus 2007.

b. Secara Prosedural Keputusan a quo melanggar :

Pasal 134 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, dikutip sebagai berikut : (1) Untuk memberikan kesempatan bagi pemegang IUPK, IUPJL,IUPHHK alam, IUPHHK restorasi ekosistem hutan alam, IUPHHK, IUPHHBK, IPHHK, atau IPHHBK melaksanakan kewajibannya, sebelum izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 dicabut terlebih dahulu diberikan peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali secara berurutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari untuk setiap kali peringatan, kecuali pencabutan izin akibat sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atau dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri ; (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya. Bahwa sebelum menerbitkan Keputusan a quo, Tergugat tidak pernah memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 kali berturut-turut kepada Penggugat, sebagaimana yang diwajibkan oleh Pasal 134 ayat (1) dan (2) PP Nomor 6 Tahun 2007. Dengan demikian terbukti bahwa Tergugat telah melanggar Pasal 134 ayat (1) dan (2) PP Nomor : 6 Tahun 2007.

ANALISIS KASUS :

Dalam kasus di atas Keputusan Tergugat bertentangan dengan Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) yaitu:1. Melanggar asas Kepastian Hukum (rechszekerheidsbeginsel).Yang dimaksud Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijaksanaan Negara (Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi danNepotisme) Terhadap Asas Kepastian Hukum tersebut dapat diuraikan lebih lanjutberdasarkan unsur-unsur sebagai berikut :(i) Unsur landasan peraturan perundang-undanganBahwa unsur Landasan peraturan perudang-undangan yang digunakan oleh Tergugat adalah Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, SertaPemanfaatan Hutan, sebagaimana disebutkan pada bagian menimbang d Keputusan a quo, yang berbunyi :d. bahwa berdasarkan hal tersebut butir c, PT. Rimbakayu Arthamas telah memindahtangankan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Kehutanan, sehingga melanggar ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2007 dan berdasarkan Pasal 133 c dapat dikenakan sanksi pencabutan IUPHHK-nya. Bahwa ternyata, Tergugat dalam menerbitkan Keputusan a quo didasarkan pada pertimbangan karena adanya pertemuan tanggal 16 Agusutus 2007, padahal pertemuan tersebut bukan merupakan alasan yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 651/Kpts-II/1992 tanggal 26 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kayu. Pertemuan tanggal 16 Agustus 2007 tersebut tidak membuktikan bahwa telah terjadi pemindahtanganan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu (IUPHHK) oleh Penggugat kepada pihak lain, karena yang dapat membuktikan telah terjadi pemindahtanganan izin tersebut adalah akta jual beli. Oleh karena itu jelaslah bahwa Tergugat dalam menerbitkan Keputusan a quo tidak berdasarkan landasan peraturan perundang-undangan (ii) Unsur Kepatutan .Bahwa Keputusan a quo telah melanggar unsur kepatutan, karena Tergugat tidak pernah melakukan klarifikasi atas benar atau tidak adanya jual-beli saham secara mayoritas oleh Penggugat sebagaimana disebutkan pada bagian menimbang huruf c Keputusan a quo, sedangkan berdasarkan Pasal 134 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, dalam hal pencabutan izin harus terlebih dahulu ada prosedur peringatan tertulis sebanyak 3 kali baru bisadilakukan. Oleh karena itu jelaslah bahwaTergugat dalam menerbitkan Keputusan a quo tidak berdasarkan kepatutan (iii) Unsur Keadilan .Bahwa Keputusan a quo telah melanggar unsur keadilan, terbuktiTergugat tidak mempertimbangkan hal-hal :a. Keputusan a quo sangat sepihak tanpa ada pemeriksaan/klarifikasi dari Penggugat b. Tidak memperhatikan aspek keuangan karena betapa besarnya modal yang telah dikeluarkan oleh Penggugat dalam menjalankan usaha HPH a quo, dengan adanya Keputusan a quo Penggugat mengalami kerugian yang sangat besar yaituberjumlah Rp 67.680.881.000,- (enam puluh tujuh milyar enam ratus delapan puluh juta delapan ratus delapan puluh satu ribu rupiah) c. Tidak mempertimbangkan nasib 177 (seratus tujuh puluh tujuh) orang karyawan yang bekerja pada Penggugat, dengan Keputusan a quo akan menyebabkan terjadinya PHK masal yang akan berdampak kepada meningkatnya jumlah penganggurandan menambah jumlah orang miskin di Indonesia

2. Melanggar Asas Kecermatan Asas kecermatan mengandung arti bahwa suatu keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat dan mensyaratkan agar badan pemerintah sebelum membuat suatu ketetapan wajib meneliti semua fakta yang relevan dan memasukan pula semua kepentingan yang relevan kedalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting kurang diteliti maka keputusan itu tidak cermat. Kalau pemerintahan secara keliru tidak memperhitungkan kepentingan pihak ketiga, itupun berarti tidak cermat. Dalam rangka asas kecermatan mensyaratkan yang berkepentingan didengar (kewajiban mendengar), sebelum mereka dihadapkan pada suatu keputusan yang merugikan.Bahwa dalam penerbitan Keputusan a quo, Tergugat terbukti tidak meneliti semua fakta yang relevan yang mana dasar menimbang huruf d Keputusan a quo adalah tidak benar, sehingga keputusan a quo telah melanggar asas kecermatan. Bahwa dalam penerbitan Keputusan a quo, Tergugat terbukti tidak memasukan semua kepentingan yang relevan kedalam pertimbangannya, hal ini terlihat dengan dicabutnya Hak Penguasaan Hutan (HPH) a quo tentunya akan terjadi PHK masal yang sangat merugikan karyawan beserta keluarganya. Bahwa dalam penerbitan Keputusan a quo, Tergugat terbukti secara keliru tidak memperhitungkan kepentingan pihak ketiga yaitu kepentingan kreditur, karyawan, bahkan pemerintah sendiri, karenadengan dicabutnya HPH a quo kewajiban Penggugat untuk membayar pajak menjadi hilang karena sudah tidak ada produksi kayu dan berakibat pada berkurangnya penerimaan Negara berupa pajak maupun bukan pajak. Bahwa dalam penerbitan Keputusan a quo, Tergugat terbukti tidak mendengar yang berkepentingan karena Keputusan a quo diberikan tanpa melakukan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga kali) kepadaPenggugat, sehingga secara tiba-tiba Penggugat dihadapkan pada Keputusan yang sudah bersifat final. Dari uraian-uraian tersebut diatas telah terbukti bahwa Keputusan a quomelanggar asas kecermatan.

3. Melanggar Asas Pemberian Alasan. Asas pemberian alasan berarti, suatu keputusan harus dapat didukung oleh alasan-alasan yang dijadikan dasarnya. Bahwa Keputusan Tergugat menyebutkan bahwa Penggugat telah melanggar Pasal 20 ayat (1) PP : Nomor 6 Tahun 2007, yang pada pokoknya menyebutkan Penggugat telah memindahtangankan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Kehutanan, adalah alasan yang tidak benar karena tidak didukung dengan bukti yang otentik melainkan hanya didasari pada asumsi atau penafsiran sepihak dari Tergugat, sehingga penerbitan Keputusan a quo Tergugat telah melanggar asas pemberian alasan.

REKOMENDASI :Karena keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan dengan Nomor : SK. 352/Menhut II/2007 tanggal 23 Oktober 2007 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 651/Kpts II/1992 tanggal 26 Juni 1992 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. Rimbakayu Arthamas di Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya itu bertentangan dengan Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) maka keputusan tersebut sangat tepat untuk dibatalkan oleh Majelis Hakim PTUN (lihat lampiran putusan) melihat dalam kasus ini PT. RIMBAKAYU ARTHAMAS (dalam hal ini diwakili oleh HANDY IRWANTO SETIAWAN) dirugikan kepentingannya. Sebagaimana sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN jo UU Nomor 9 Tahun 2004 yang berbunyi :Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi. Dan juga disini dapat kita lihat bahwa pihak dari MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA sama sekali tidak mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dalam kasus ini pihak dari MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA dapat dikatakan melakukan perbuatan yang sewenang-wenang.