hamdani bab ii
DESCRIPTION
sis2TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada era informasi ini hampir seluruh kegiatan dan proses di industri bahkan
lingkungan masyarakat telah tergantikan oleh mesin yang telah terkendali secara
otomatis, tak terkecuali pada kendali level air. Beberapa kronologi kegiatan
industri dalam bidang kendali, khususnya masalah kendali level banyak menjadi
lahan kajian penelitian sampai pada penggunaan sistem keamanan pada
instrumentasi¸ yang akhir-akhir ini telah berkembang sangat pesat.
2.1 Tinjauan Pustaka
Ada beberapa tugas akhir yang berkenaan dengan perancangan ini, antara lain
:
a. Usman, Heldi. dkk. (2010), dalam tugas akhirnya telah melakukan analisa
sistem pengendalian pressure pada PCV 351 yang bertujuan untuk
mengetahui bukaan valve yang tepat untuk mempertahankan pressure
discharge tetap 10,5 kg/cm2. pada saat permintaan pengisian avtur di
DPPU Ngurah Rai-Bali berlebih maka jumlah pompa yang aktif lebih dari
satu pada saat itulah seringkali pressure discharge dari PCV 351 jauh
melebihi dari set point yang telah ditentukan . Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, dilakukan perancangan sistem pengendalian pressure
berbasis logic solver.
b. Septanto, Arufiko. dkk. (2009), dalam tugas akhirnya telah melakukan
analisa pada integrasi sistem kontrol dan safety pada laju aliran pipa bahan
bakar boiler berbasis state flow diagram untuk mengidentifikasi keadan
suatu plant dalam keadaan normal, alarm atau shut-down.
Berkenaan dengan uraian diatas, maka pada Proyek Akhir ini akan
dirancang dan direalisasikan sebuah sistem keamanan berbasis PLC pada
sebuah sistem kendali level air PID dimana dalam proses perancangan dan
realisasinya mengacu pada Safety Instrumented System (SIS) dan Safety
Integrity Level (SIL).
2.2 Landasan Teori
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai teori yang mendukung pembuatan
Proyek Akhir. Materi yang akan dibahas adalah tekanan hidrostatik, Safety
Instrumented System (SIS), Safety Integrity Level (SIL), Atmega16, PLC, solenoid
valve, G1/2 water flow meter sensor, komparator, CX-PROGRAMMER dan
BASCOM-AVR.
2.2.1 Tekanan Hidrostatik
Besar tekanan didefinisikan sebagai gaya tiap satuan luas. Apabila gaya
sebesar F bekerja secara tegak lurus dan merata pada permukaan bidang seluas
A, tekanan ada permukaan itu dapat di rumuskan sebagai berikut:
P = F/A................................................................................................(1)
Keterangan :
P = tekanan (N/m2)
F = gaya (N)
A = luas (m2)
Satuan tekanan dalam SI adalah N/m2
atau disebut juga Pascal (Pa).
untuk tekanan udara kadang-kadang digunakan satuan atmosfer (atm), cm
raksa (cmHg), mmHg (atau torr dari Torricelli) atau milibar (mb).
Aturan konversinya adalah sebagai berikut :
1 mb = 10-3
bar
1 bar = 105 Pa
1 atm = 76 cmHg = 1,01 x 105 Pa
1 mmHg = 1 torr = 1,316 x 10-3
atm = 133,3 Pa
Pada zat padat, tekanan yang di hasilkan hanya ke arah bawah (jika
pada zat padat tidak diberikan gaya luar lain, pada zat padat hanya bekerja
gaya gravitasi) sedangkan pada fluida, tekanan yang di hasilkan menyebar ke
segala arah.
Tekanan di dalam zat cair disebabkan oleh adanya gaya gravitasi yang
bekerja pada tiap bagian zat cair, besar tekanan itu bergantung pada
kedalaman, makin dalam letak suatu bagian zat cair, semakin besar tekanan
pada bagian itu. Tekanan di dalam fluida tak bergerak yang diakibatkan oleh
adanya gaya gravitasi disebut tekanan hidrostatika.
Teori tentang tekanan hidrostatika juga dapat dijelaskan dengan
mengamati bejana atau gelas yang berisi air sebagai contohnya. Perhatikanlah
gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Tekanan Hidrostatik Pada Gelas
Sehingga besar tekanan pada alas bejana adalah :
P = ρ g h ............................................................................(2)
yang secara umum di rumuskan sebagai besarnya tekanan hidrostatik.
Keterngan :
P = tekanan hidrostatik (N/m2 atau Pa)
ρ = massa jenis zat cair (Kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h = kedalaman / ketinggian zat cair (m)
jika tekanan armosfer di permukaan zat cair itu adalah P0 maka tekanan
mutlak pada tempat atau titik yang berada pada kedalaman h adalah :
P = Po + ρ g h...........................................................................(3)
Gaya hidrostatik pada alas bejana ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
F = ρ g h A..............................................................................(4)
Keterangan :
F = gaya hidrostatik (N)
A = luas alas bejana (m2)
Sedangkan untuk satu jenis zat cair besar tekanan di dalamnya tergantung
pada kedalamannya. Setiap titik yang berada pada kedalaman sama akan
mengalami tekanan hidrostatik yang sama pula. "Tekanan hidrostatik pada
sembarang titik yang terletak pada satu bidang datar di dalam satu jenis zat
cair yang diam, besarnya sama.". Pernyataan di atas dikenal sebagai hukum
utama hidrostatika. Perhatikan gambar berikut:
Gambar 2.2 Tekanan hidrostatik pada wadah yang berisi zat cair
Berdasarkan hukum utama hidrostatika dapat dirumuskan :
PA = PB = PC.................................................................................................(5)
PD = PE..........................................................................................................(6)
Hukum utama hidrostatika dapat diterapkan untuk menentukan masa
jenis zat cair dengan menggunakan pipa U.
Gambar 2.3 Tekanan pada pipa U
Dalam hal ini, dua cairan yang digunakan tidak akan tercampur. Pipa U mula-
mula diisi dengan zat cair yang sudah diketahui massa jenisnya, kemudian
salah satu kaki dituangkan zat cair yang di cari massa jenisnya hingga setinggi
h1. Kemudian, tarik garis mendatar AB sepanjang pipa. Ukur tinggi zat cair
mula-mula di atas garis AB (misal : h2). Menurut hukum utama hidrostatika,
tekanan di A sama dengan di B.
PA = PB..................................................................................................................................(7)
ρx g h1 = ρ g h2..............................................................................................(8)
ρx =
��
�� ρ.........................................................................................................(9)
Keterangan :
ρx = massa jenis zat cair x (Kg/m3)
h1 = tinggi zat cair x (m)
h2 = tinggi zat cair standar (m)
ρ = massa jenis zat cair standar (air) (Kg/m3)
2.2.2 SIS (Safety Instrumented System)
Safety Instrumented System adalah sebuah sistem instrumentasi dan
kontrol yang terintegrasi input-control-output dan difungsikan secara khusus
dan independen untuk mengambil proses pada keadaan aman ketika set poin
yang yang normal telah ditentukan terlampaui, atau kondisi aman operasi
dilanggar. Terminologi ini merupakan penggabungan dari fungsi-fungsi
kritikal seperti Emergency Shutdown System (ESD), Fire and Gas Detection
System (FGDS), dan High Integrity Pressure Protection System (HIPPS).
Tujuan utama dari ESD, FGDS, dan HPPS adalah untuk menjamin
keselamatan atau safety dari plant dan lingkungannya. Jadi SIS sistem bukan
merupakan sistem kontrol reguler yang menjamin bagaimana proses dapat
berjalan sebagaimana yang diinginkan dan menghasilkan produk
olahan menurut desain proses engineer, tetapi menjamin keselamatan
sebagaimana didisain oleh process safety engineer.
Proses pada Safety Instrumented System dikendalikan oleh suatu sistem
kontrol terdistribusi yaitu (DCS) oleh pemantauan nilai-nilai proses, suhu,
tekanan, atau aliran dan memanipulasi akhir unsur-unsur seperti katup,
aktuator. Bila nilai melebihi proses pre set tingkat yang dapat diterima, maka
alarm dikeluarkan oleh operator untuk mengambil tindakan. Namun, jika
tindakan operator tidak berhasil untuk menangani proses di bawah kendali,
maka Safety Instrumented Sistem secara otomatis bekerja, proses bergerak
untuk keadaan aman untuk pencegahan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Safety Instrumented System bukan merupakan sistem kontrol reguler
yang menjamin bagaimana proses dapat berjalan sebagaimana yang
diinginkan dan menghasilkan produk olahan menurut desain proses engineer,
tetapi menjamin keselamatan sebagaimana didesign oleh Proses Safety
Engineer.
Safety Instrumented Sistem akan bekerja apabila alarm signal yang
dikirim oleh field devices menunjukan kondisi kritikal (Hi-Hi berarti very
high or Lo-Lo berarti very low). P&ID sudah memberikan simbol secara
khusus untuk mengakategorikan bahwa field devices merupakan bagian dari
SIS sistem. Serta dari alarm signal yang dikirim oleh field devices apabila
menunjukkan kondisi kritikal maka field devices itu merupakan golongan SIS
sistem. Apabila alarm yang ditunjukkan adalah Hi or Lo saja maka divais
tersebut tidak termasuk bagian dari SIS.
Sebagaimana dunia safety yang selalu memperhitungkan resiko kecelakaan,
injury, dan kerusakan peralatan maka SIS menerapkan hal serupa. Hasil
estimasi resiko kemudian diterjemahkan menjadi tingkat kehandalan divais
yang dapat digolongkan menjadi SIL 1, SIL 2, SIL 3, dan SIL 4. Semakin
tinggi SIL maka semakin handal divais tersebut dan dibuktikan melalui
sertifikat kehandalan dari berbagai pengujian kegagalan
Setiap plant harus dievaluasi secara komprehensif yang melibatkan multi
disiplin ilmu terutama adalah ilmu kimia. Dari evaluasi resiko tersebut maka
plant atau sub-plant dapat digolonkan ke dalam SIL tertentu.
Ada beberapa standar global yang menjadi parameter perancangan
sebuah SIS diantaranya adalah ISA S84, IEC 61508 dan IEC 61511. Evaluasi
tentang dibutuhkan atau tidaknya sebuah SIS pada instrumen kendali dapat
digunakan dengan tahapan yang ada pada safety life cycle dari standar-standar
yang disebutkan diatas memiliki sedikit perbedaan namun memiliki tujuan
dan hasil yang sama. Safety life cycle melibatkan analisis peluang sehingga
untuk memastikan integritas dari keamanan sebuah plant. Selain itu, dengan
perhitungan memungkinkan mengurangi risiko dengan biaya yang efektif.
Menjaga integritas SIS selama siklus berjalannya plant sangat penting bagi
manajemen keselamatan. Program manajemen yang efektif harus mencakup
kontrol ketat dan prosedur yang memastikan bahwa :
• Identifikasi titik kritis, konsep dan pemilihan sensor, teknologi, logika
pemecah, peralatan dan elemen akhir, dan redundansi yang
membutuhkan kesesuaian dengan tingkat keamanan dan dihitung
dengan pengurangan resiko. Setelah teknologi dan arsitektur yang
dipilih, ada rencana analisis dan tinjauan periodik dari pengguna untuk
menilai kembali keamanan secara keseluruhan.
• Tes dari setiap fase (proyek, instalasi, operasi, modifikasi /
pemeliharaan) dilakukan sesuai dengan persyaratan keselamatan, dan
standar prosedur keselamatan.
Gambar 2.4 Safety life cycle berdasarkan standar ISA-84
(Sumber www.google.com)
Pada diagram alir diatas dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan atau
tidaknya sebuah instrumen kendali dapat diperhitungkan dengan perhitungan
resiko kegagalan proses dan kehandalan keseluruhan setiap sub-sistem
bahkan setiap elemen.
3.2 SIL (safety integrity level)
Integrated Control System (ICS) memiliki dua buah program kontrol yang
berbeda, satu digunakan untuk Basic Process Control System (BPCS) dan yang
lainnya digunakan untuk Safety Instrumented System (SIS). BPCS berfungsi untuk
mengontrol, mengevaluasi serta melaksanakan perintah untuk sebuah proses yang
ada di lapangan, sedangkan SIS berfungsi sebagai pengaman ketika suatu bahaya
terjadi.
Di dunia industri, antara SIS dan BPCS setiap komponen penyusunnya harus
dipisahkan. Disebabkan oleh beberapa hal yang sangat mampu mengakibatkan
kejadian yang sangat fatal. Sebaiknya sistem pengontrol yang ada di sebuah
peralatan harus memiliki sebuah pengaman yang terpasang juga sehingga
diharapkan ketika terjadi suatu bahaya dapat segera dihentikan dikarenakan oleh
sistem yang terpisah tersebut. Ada beberapa tahapan sistem keselamatan yang ada
di lapangan. Untuk setiap tahapan sistem keselamatan tersebut merupakan
prosedur pelaksanaan sistem keselamatan yang biasa digunakan di dunia industri.
Meskipun BPCS tidak memiliki fungsi utama sebagai sistem keselamatan tetapi
dengan mengontrol proses secara tidak langsung telah melakukan pelindungan
terhadap sistem. Ketika BPCS tidak mampu mengontrol sistem yang ada, maka
alarm akan bekerja. Alarm berfungsi untuk memberitahukan bahwa kondisi di
sebuah sistem tersebut berada dalam keadaan bahaya. Tindakan keselamatan
berikutnya yaitu menjaga alat yang ada di sistem agar tidak berada di atas titik
ambang batas. Ada dua cara untuk menjaga alat agar tidak berada di atas ambang
batas yaitu dengan cara menghentikan aliran proses yang akan masuk ke dalam
sistem dan membuka aliran proses yang ada di dalam sistem. Ketika semua sistem
keselamatan tersebut tidak dapat mengendalikan proses yang ada, maka langkah
selanjutnya yaitu dengan melakukan prosedur evakuasi, meninggalkan lokasi
proses. Dalam perancangan sebuah sistem keselamatan harus diketahui terlebih
dahulu resiko atau bahaya yang dapat terjadi berdasarkan kepada konsekuensi dan
probabilitas terjadinya bahaya pada suatu alat. Untuk itu dilakukan analisis sistem
keselamatan yang akan dipasang.
Tabel 2.1 Klasifikasi SIL
Safety
IntegrityLevel
(SIL)
Safety
Availability
Probability of
Failure
on Demand (PFD)
(1- Availability)
Risk Reduction
Factor (1/PFD)
4 > 99,99% ≥ 10-5
to < 10-4
> 10.000
3 99,9 – 99,99% ≥ 10-4
to < 10-3
1.000 – 10.000
2 99 – 99,9% ≥ 10-3
to < 10-2
100 – 1.000
1 90 – 99% ≥ 10-2
to < 10-1
10 – 100
0 Basic Process Control System
(Sumber www.smar.com)
Tabel 1 dapat dilihat bahwa untuk berada di SIL 1 maka nilai PFD atau
kehandalan sistem yang terpasang harus berada di rentang 10-1
sampai 10-2
karena
pada SIL 1 menunjukkan level keamanan rendah atau kemungkinan terjadi failure
kecil apabila kehandalan sistem yang baik. Dan begitu seterusnya sampai di SIL 4
nilai PFD berada di rentang 10-4
sampai 10-5
. SIL menunjukkan bahwa sebuah
sistem tersebut mampu mengurangi resiko yang terjadi. Semakin tinggi SIL maka
akan semakin kecil kemungkinan terjadinya bahaya, begitu juga sebaliknya
semakin rendah SIL akan semakin semakin besar kemungkinan terjadinya bahaya.
Setelah mengetahui pada suatu alat akan terpasang berada pada tingkat
keselamatan tertentu, maka dipasang alat keselamatan yang akan sesuai dengan
penetapan dari tingkat yang ada. Secara matematis proses penghitungan
berdasarkan kepada seberapa besar suatu alat keselamatan tersebut akan
mengalami kegagalan ketika akan terjadi bahaya. Perhitungan kehandalan sistem
tak lepas dari perhitungan MTTF, MTBF dan MTTR. MTTF merupakan
parameter yang berkaitan dengan kehandalan karena merupakan waktu rata-rata
sistem beroperasi sampai kegagalan terjadi, MTBF adalah waktu rata-rata antara
dua kegagalan berturut-turut, sedangkan MTTR adalah waktu rata-rata yang
dibutuhkan untuk melakukan perbaikan setelah terjadi kegagalan pertama.
Parameter tersebut dapat memperoleh nilai availability (A) yaitu rata-rata waktu
selama interval dimana sistem aktif.
MTBF = MTTF + MTTR..........................................................................(10)
A = �
�� =
�
���� ................................................................................(11)
2.2 Atmega 16
Mikrokontroler yang akan digunakan adalah salah satu dari dari keluarga
ATMEL yaitu ATMega 16. Mikrokontroler ini digunakan sebagai pusat kendali
dari sistem yang akan dibuat.
Berikut merupakan tampilan dan konfigurasi kaki-kaki ATMega 16.
Gambar 2.5 Mikrokontroler ATMega 16
2.2.1 Port sebagai input/output digital
ATMega16 terdiri dari empat buah port yaitu:PORTA,PORTB,
PORTC, dan PORTD. Semua port tersebut merupakan jalur bidirectional
dengan pilihan internal pull-up. Pada setiap port memiliki tiga buah
register bit, yaitu DDxn, PORTxn, dan PINxn. BitDDxn terdapat pada
I/O address DDRx, bit PORTxn terdapat pada I/O address PORTx, dan
bit PINxn terdapat pada I/O address PINx. Bit DDxn dalam register
DDRx (Data Direction Register) menentukan arah pin. Bila DDxn diset
1 maka Px berfungsi sebagai pin output. Bila DDxn diset 0 maka Px
berfungsi sebagai pin input. Bila PORTxn diset 1 pada saat pin
terkonfigurasi sebagai pin input, maka resistor pull-up akan diaktifkan.
Bila PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin output
maka pin port akan berlogika 1.Dan bila PORTxn diset 0 pada saat pin
terkonfigurasi sebagai pin output maka pin port akan berlogika 0.
Biasanya, kondisi pull-up enabled dapat diterima sepenuhnya,
selama lingkungan impedansi tinggi tidak memperhatikan
perbedaanantara sebuah strong high driver dengan sebuah pull-up. Jika
ini bukan suatu masalah, maka bit PUD pada register SFIOR dapat
diset1 untuk mematikan semua pull-up dalam semua port. Peralihan dari
kondisi input dengan pull-up ke kondisi output low juga menimbulkan
masalah yang sama. Kita harus menggunakan kondisi tri-state
(DDxn=0, PORTxn=0) atau kondisi output high (DDxn=1, PORTxn=0)
sebagai kondisi transisi.
2.2.2 Konfigurasi Pin ATMEGA16
Berikut merupakan konfigurasi pin ATmega secara fungsional:
a. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai input tegangan.
b. GND merupakan pin ground.
c. PORTA ( PA0 – PA7 ) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan
ADC.
d. PORTB ( PB0 – PB7 ) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi
khusus, yaitu timer/counter, komparator analog, dan timer oscillator.
e. PORTC ( PC0 – PC 7 ) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi
khusus, yaitu TWI, komparator analog, dan timer oscillator.
f. Port D ( PD0 – PD7 ) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi
khusus, yaitu komparator analog, interupsi eksternal, dan komunikasi
serial.
g. RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset
mikrokontroller.
h. XTAL dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal.
i. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
j. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.
2.3 PLC
Programmable Logic Control (PLC) pada dasarnya adalah sebuah komputer
yang khusus dirancang untuk mengendalikan suatu proses atau mesin. Proses
yang dikendalikan ini dapat berupa regulasi variabel secara kontiyu seperti sistem
yang kompleks ataupun yang hanya melibatkan kontrol dua keadaan saja
(ON/OFF), seperti dijumpai pada mesin pengeboran, sistem pendistribusi
minuman dan lain-lain.
Fungsi dan kegunaan PLC sangat luas. Dalam prakteknya PLC dapat
dibagi secara umum dan secara khusus. Secara umum fungsi PLC adalah
sebagai berikut.
1. Sequensial Control
PLC memproses input sinyal biner menjadi output yang digunakan
untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan (sequensial),
disini PLC menjaga agar semua step atau langkah dalam proses
sekuensial berlangsung dalam urutan yang tepat.
2. Monitoring Plant
PLC secara terus menerus memonitor status suatu sistem (misalnya
temperatur, tekanan, tingkat ketinggian) dan mengambil tindakan yang
diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai
sudah melebihi batas) atau menampilkan pesan tersebut pada operator
Terdapat komponen utama dalam PLC, diantaranya :
1. CPU (Central Processing Unit) sebagai unit pemroses data antara input
modul, memori dan output modul
2. Catu Daya (Power Supply) berfungsi sebagai sumber tegangan bagi
komponen PLC
3. Memori berfungsi sebagai penyimpan data dan program.
4. Input berfungsi sebagai penerima sinyal dari peralatan input seperti switch
dan sensor.
5. Output berfungsi mengirimkan sinyal hasil peoses dari CPU ke peralatan
output seperti motor, lampu, kipas, dan lain-lain.
6. Programming Device merupakan alat yang berfungsi untuk membuat dan
memonitor ladder diagram dalam PLC seperti komputer dan
Programming console.
2.3.1 Perbedaan PLC Dengan Sistem konvensional
Dalam industri-industri yang ada sekarang ini, kehadiran PLC sangat
dibutuhkan terutama untuk menggantikan sistem wiring atau pengkabelan yang
sebelumnya masih digunakan dalam mengendalikan suatu sistem. Dengan
menggunakan PLC akan diperoleh banyak keuntungan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Fleksibel
Pada masa lalu, tiap perangkat elektronik yang berbeda dikendalikan dengan
pengendalinya masing-masing. Misal sepuluh mesin membutuhkan sepuluh
pengendali, tetapi kini hanya dengan satu PLC kesepuluh mesin tersebut
dapat dijalankan dengan programnya masing-masing.
2. Perubahan dan pengkoreksian kesalahan sistem lebih mudah
Bila salah satu sistem akan diubah atau dikoreksi maka pengubahannya hanya
dilakukan pada program yang terdapat di komputer, dalam waktu yang relatif
singkat, setelah itu didownload ke PLC-nya. Apabila tidak menggunakan
PLC, misalnya relay maka perubahannya dilakukan dengan cara mengubah
pengkabelannya. Cara ini tentunya memakan waktu yang lama.
3. Jumlah kontak yang banyak
Jumlah kontak yang dimiliki oleh PLC pada masing-masing koil lebih banyak
daripada kontak yang dimiliki oleh sebuah relay.
4. Harganya lebih murah
PLC mampu menyederhanakan banyak pengkabelan dibandingkan dengan
sebuah relay. Maka harga dari sebuah PLC lebih murah dibandingkan dengan
harga beberapa buah relay yang mampu melakukan pengkabelan dengan
jumlah yang sama dengan sebuah PLC. PLC mencakup relay, timers,
counters, sequencers, dan berbagai fungsi lainnya.
5. Observasi visual
Selama program dijalankan, operasi pada PLC dapat dilihat pada layar CRT.
Kesalahan dari operasinya pun dapat diamati bila terjadi.
6. Kecepatan operasi
Kecepatan operasi PLC lebih cepat dibandingkan dengan relay. Kecepatan
PLC ditentukan dengan waktu scannya dalam satuan millisecond.
7. Metode Pemrograman Ladder atau Boolean
Pemrograman PLC dapat dinyatakan dengan pemrograman ladder bagi
teknisi, atau aljabar boolean bagi programmer yang bekerja di sistem kontrol
digital atau boolean.
8. Sifatnya tahan uji
Solid state device lebih tahan uji dibandingkan dengan relay dan timers
mekanik atau elektrik. PLC merupakan solid state device sehingga bersifat
lebih tahan uji.
9. Menyederhanakan komponen-komponen sistem kontrol
Dalam PLC juga terdapat counter, relay dan komponen-komponen lainnya,
sehingga tidak membutuhkan komponen-komponen tersebut sebagai
tambahan. Penggunaan relay membutuhkan counter, timer ataupun
komponen-komponen lainnya sebagai peralatan tambahan.
10. Dokumentasi
Printout dari PLC dapat langsung diperoleh dan tidak perlu melihat blueprint
circuit-nya. Tidak seperti relay yang printout sirkuitnya tidak dapat diperoleh.
11. Keamanan
Pengubahan pada PLC tidak dapat dilakukan kecuali PLC tidak dikunci dan
diprogram. Jadi tidak ada orang yang tidak berkepentingan dapat mengubah
program PLC selama PLC tersebut dikunci.
12. Dapat melakukan pengubahan dengan pemrograman ulang
Karena PLC dapat diprogram ulang secara cepat, proses produksi yang
bercampur dapat diselesaikan. Misal bagian B akan dijalankan tetapi bagian
A masih dalam proses, maka proses pada bagian B dapat diprogram ulang
dalam satuan detik.
13. Penambahan rangkaian lebih cepat
Pengguna dapat menambah rangkaian pengendali sewaktu-waktu dengan
cepat, tanpa memerlukan tenaga dan biaya yang besar seperti pada pengendali
konvensional.
2.3.2 Metode Pemrograman PLC
Ada beberapa jenis pemrograman yang biasa digunakan untuk berbagai jenis
PLC, diantaranya :
1. Ladder Diagram
Ladder Diagram adalah suatu diagram yang terdiri dari jaringan saklar-saklar
yang terhubung secara seri maupun parallel dalan suatu aliran logika tertentu.
Keberhasilan ladder membawa data logika dari input ke output tergantung
dari fungsi program yang dibuat. Pada umumnya ladder diagram ini lebuh
banyak dipakai para teknisi, karena rangkaian kontrol biasanya disajikan dalam
bentuk diagram tangga yang terdiri dari dua buah garis vertikal dan beberapa
garis horizontal seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.6 Arah Pembacaan Ladder
Penggambaran diagram tangga dikenal simbol-simbol yang hampir sama
dengan relay mekanik, yaitu :
1) Saklar Normally Open (NO), saklar ini menandakan keadaan saklar yang
normalnya pada posisi OFF/terbuka, dan akan ON/terhubung bila relay
telah terhubung. Gambar 2.2 dibawah ini adalah penggambaran sakelar
NO pada ladder diagram.
Gambar 2.7 Penggambaran NO
2) Saklar Normally Close (NC), saklar ini menandakan keadaan saklar yang
normalnya pada keadaan ON/tertutup, jadi jika saklar tersebut diaktifkan
akan menjadi OFF/terbuka. Gambar 2.3 dibawah ini adalah penggambaran
sakelar NC pada ladder diagram.
Gambar 2.8 Penggambaran NC
3) Keluaran, dapat berupa relay yang akan mengaktifkan kontak-kontak NO
dan NC. Gambar 2.4 dibawah ini adalah keluaran relay yang biasanya
ada di ladder digram.
Gambar 2.9 Keluaran Relay
2. Function Block Diagram (FBD)
Sebelum melaksanakan pemrograman menggunakan function block
diagram(FDB), terlebih dahulu harus mengenal simbol-simbol dan prinsip
kerja yang terdapat dalam aljabar Boolean. Operasi ini, meliputi:
a. Perkalian logika yang juga disebut perkalian AND atau operasi AND.
Simbol yang umum untuk operasi ini adalah tanda dan (&).
b. Penjumlahan logika yang disebut penjumlahan OR atau operasi OR.
Simbol yang umum digunakan untuk operasi ini adalah tanda garis
miring (/).
c. Komplementasi logika yang disebut invers atau operasi NOT. Symbol
yang biasa digunakan dalam operasi ini adalah garis atas.
Gambar 2.10 Function Block Diagram
Gambar 2.5 diatas merupakan salah satu contoh dari aplikasi penggunaan
Function Block Diagramuntuk pemrograman PLC.
3.Mnemonic
Mnemonicmerupakan bahasa pemrograman yang menggunakan pernyataan
logika. Pemrogramannya sendiri terbentuk dari kata-kata yang melambangkan
pernyataan logika itu sendiri, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Contoh Tabel Mnemonic
Address Instruction Data
0000 LD 0002
0001 ANDNOT 0003
0002 OR 0002
0003 AND 0000
0004 LDNOT 0004
0005 AND 0005
0006 ORLD
0007 LDNOT 0006
0008 AND 0007
0009 ORLD
0010 INSTRUKSI
2.2.3 PLC OMRON CPM1A
Salah satu jenis / tipe PLC adalah OMRON CPM1A 40. PLC ini dikeluarkan oleh
pabrikan OMRON, dengan spesifikasi jumlah input/output sebanyak 40 denagn
aturan pembagian 60% input dan 40 % output, sehingga CPM1A 40 I/O memiliki
24 input dan 16 output. Dan PLC ini dapat dicatu dengan power supply AC atau
DC. Bentuk fisik dan skematik PLC OMRON CPM1A dapat dillihat pada
Gambar 2.11 dan Gambar 2.12.
Gambar 2.11 PLC OMRON CPM1A 40
(Sumber : http://www.elec-intro.com/CPM1A-40CDR-D-V1)
Gambar 2.12 Skematik PLC OMRON CPM1A 10
Dalam pengoperasian dan pemrograman PLC ini, terdapat hal yang sangat penting
yang perlu diingat, yaitu komponen yang terdapat di dalam PLC OMRON
CPM1A. Tabel 2.3 dibawah ini adalah komponen-komponen yang terdapat di
dalam PLC OMRON CPM1A 40 :
Tabel 2.3 Komponen PLC OMRON CPM1A 40
Jenis
Komponen
Jangkauan Alamat
Label
Keterangan
Input
000.00 s.d. 000.11
001.00 s.d 001.11
(tergantung user/
costumized)
Jumlah 24
tititk terminal
Output
010.00 s.d. 010.07
011.00 s.d. 011.07
(tergantung user/
costumized)
Jumlah 16
tititk terminal
Work Area (CR)
200.00 s.d. 200.15
201.00 s.d. 201.15
:
231.00 s.d. 231.15
(tergantung user/
costumized)
32 x16 titik
memori
Timer
TIM 000 s.d. TIM 127
(Sebagai Output)
T000 s.d T127
(sebagi Input)
128 buah timer
Counter
CNT 000 s.d. CNT 127
(Sebagai Output)
C000 s.d C127
(sebagi Input)
128 buah
counter
DM
DM 0000 s.d. DM 0999
DM 1022 s.d. DM 1023
Read / Write
memory
2.4 Solenoid valve
Solenoid valve adalah katup yang digerakan oleh energi listrik,
mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan
piston yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC, solenoid valve atau katup
(valve) solenoida mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan lubang
exhaust, lubang masukan, berfungsi sebagai terminal / tempat cairan masuk
atau supply, lalu lubang keluaran, berfungsi sebagai terminal atau tempat cairan
keluar yang dihubungkan ke beban, sedangkan lubang exhaust, berfungsi sebagai
saluran untuk mengeluarkan cairan yang terjebak saat piston bergerak atau pindah
posisi ketika solenoid valve bekerja.
Prinsip kerja dari solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu katup listrik
yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil
mendapat supply tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi medan
magnet sehingga menggerakan piston pada bagian dalamnya ketika piston
berpindah posisi maka pada lubang keluaran dari solenoid valve akan keluar
cairan yang berasal dari supply, pada umumnya solenoid valve mempunyai
tegangan kerja 100/200 VAC namun ada juga yang mempunyai tegangan kerja
DC.
Gambar 2.13 Struktur fungsi solenoid valve
Keterangan Gambar :
1. Valve Body
2. Terminal masukan (Inlet Port)
3. Terminal keluaran (Outlet Port)
4. Koil / koil solenoid
5. Kumparan gulungan
6. Kabel suplai tegangan
7. Plunger
8. Spring
9. Lubang / exhaust
2.5 G1/2 Water Flow Meter
Pengukuran aliran mulai dikenal sejak tahun 1732 ketika Henry Pitot
mengatur jumlah fluida yang mengalir. Dalam pengukuran fluida perlu ditentukan
besaran dan vektor kecepatan aliran pada suatu titik dalam fluida dan bagaimana
fluida tersebut berubah dari titik ke titik.
Laju aliran (Q) merupakan fungsi luas pipa A dan kecepatan V dari cairan
yang mengalir lewat pipa, yakni:
Q = A.V ...................................................................................................(12)
tetapi dalam praktek, kecepatan tidak merata, lebih besar di pusat. Jadi kecepatan
terukur rata-rata dari cairan atau gas dapat berbeda dari kecepatan rata-rata
sebenarnya. Gejala ini dapat dikoreksi sebagai berikut:
Q = K.A.V ..............................................................................................(13)
di mana K adalah konstanta untuk pipa tertentu dan menggambarkan hubungan
antara kecepatan rata-rata sebenarnya dan kecepatan terukur. Nilai konstanta ini
bisa didapatkan melalui eksperimen. Pengukuran laju aliran dapat dilakukan
dengan beberapa metoda yang salah satunya dengan memanfaatkan prinsip
elektromagnetis yaitu hall effect.
Sensor laju aliran air ini terbuat dari plastik yang memiliki bagian utama
yaitu rotor air dan sensor hall effect. Ketika air mengalir maka rotor akan ikut
berputar yang menimbulkan medan magnet yang ditangkap oleh sensor.
Sensor hall effect
mengalirkan arus listrik. Sensor hall effect terdiri dari sebuah lapisa
dua buah elektroda pada masing
menghasilkan perbedaan tegangan ketika lapisan silikon ini dialiri arus listrik.
Bila tidak ada medan magnet yang dideteksi maka arah arus listrik yang mengalir
pada silikon tersebut akan tepat ditengah
menghasilkan tegangan 0 Volt karena tidak ada beda tegangan antara elektroda
sebelah kiri dan elektroda sebelah kanan. Bila ada medan magnet yang terdeteksi
oleh sensor hall effect
akan berbelok mendekati atau menjauhi sisi elektroda yang dipengaruhi oleh
medan magnet. Ketika arus yang melalui lapisan silikon tersebut mendekati sisi
elektroda sebelah kiri maka akan terjadi bed
Semakin besar kekuatan medan magnet yang dideteksi oleh sensor
menyebabkan pembelokan arah arus listrik pada lapisan silikon tersebut juga akan
semakin besar dan beda potensial yang dihasilkan di antara kedua sisi elektroda
pada lapisan silikon sensor
Oleh karena itu semakin besar dan cepat debit air yang mengalir akan
membuat rotor berputar lebih cepat yang menyebabkan perubahan medan magnet
atau beda potensial yang semakin cepat sehingga frekuensi yang dihasilkan
semakin tinggi dan berbanding lurus dengan debit aliran air yang mengalir.
hall effect terdiri dari sebuah lapisan silikon yang berfungsi untuk
mengalirkan arus listrik. Sensor hall effect terdiri dari sebuah lapisa
dua buah elektroda pada masing – masing sisi dari lapisan silikon. Hal ini akan
menghasilkan perbedaan tegangan ketika lapisan silikon ini dialiri arus listrik.
Bila tidak ada medan magnet yang dideteksi maka arah arus listrik yang mengalir
ada silikon tersebut akan tepat ditengah – tengah lapisan silikon dan akan
menghasilkan tegangan 0 Volt karena tidak ada beda tegangan antara elektroda
sebelah kiri dan elektroda sebelah kanan. Bila ada medan magnet yang terdeteksi
hall effect maka arah arus listrik yang mengalir pada lapisan silikon
akan berbelok mendekati atau menjauhi sisi elektroda yang dipengaruhi oleh
medan magnet. Ketika arus yang melalui lapisan silikon tersebut mendekati sisi
elektroda sebelah kiri maka akan terjadi beda potensial pada hasil keluarannya.
Semakin besar kekuatan medan magnet yang dideteksi oleh sensor
menyebabkan pembelokan arah arus listrik pada lapisan silikon tersebut juga akan
semakin besar dan beda potensial yang dihasilkan di antara kedua sisi elektroda
pada lapisan silikon sensor hall effect juga akan semakin besar.
Gambar 2.14 Sensor laju aliran air
eh karena itu semakin besar dan cepat debit air yang mengalir akan
membuat rotor berputar lebih cepat yang menyebabkan perubahan medan magnet
atau beda potensial yang semakin cepat sehingga frekuensi yang dihasilkan
erbanding lurus dengan debit aliran air yang mengalir.
terdiri dari sebuah lapisan silikon yang berfungsi untuk
mengalirkan arus listrik. Sensor hall effect terdiri dari sebuah lapisan silikon dan
masing sisi dari lapisan silikon. Hal ini akan
menghasilkan perbedaan tegangan ketika lapisan silikon ini dialiri arus listrik.
Bila tidak ada medan magnet yang dideteksi maka arah arus listrik yang mengalir
tengah lapisan silikon dan akan
menghasilkan tegangan 0 Volt karena tidak ada beda tegangan antara elektroda
sebelah kiri dan elektroda sebelah kanan. Bila ada medan magnet yang terdeteksi
maka arah arus listrik yang mengalir pada lapisan silikon
akan berbelok mendekati atau menjauhi sisi elektroda yang dipengaruhi oleh
medan magnet. Ketika arus yang melalui lapisan silikon tersebut mendekati sisi
a potensial pada hasil keluarannya.
Semakin besar kekuatan medan magnet yang dideteksi oleh sensor hall effect akan
menyebabkan pembelokan arah arus listrik pada lapisan silikon tersebut juga akan
semakin besar dan beda potensial yang dihasilkan di antara kedua sisi elektroda
eh karena itu semakin besar dan cepat debit air yang mengalir akan
membuat rotor berputar lebih cepat yang menyebabkan perubahan medan magnet
atau beda potensial yang semakin cepat sehingga frekuensi yang dihasilkan
erbanding lurus dengan debit aliran air yang mengalir.
Gambar 2.15 Linearitas sensor
Besarnya laju aliran dapat dihitung dari frekuensi yang diukur dengan
persamaan berikut
f = 7,5 . Q...................................................................................................(14)
Keterangan :
f = frekuensi yang terukur
Q = besarnya laju aliran
2.6 Komparator
Gambar 2.16 Rangkaian Komparator
Komparator adalah sebuat rangkaian yang dapat membandingkan besar
tegangan masukan dengan tegangan referensi yang dapat ditentukan. Komparator
dapat menggunakan Op-Amp sebagai piranti utama dalam rangkaian. Vref di
hubungkan ke +V supply, kemudian R1 dan R2 digunakan sebagai pembagi
tegangan yang di refensikan pada masukan + op-amp adalah :
Vref = �
�� � x Vcc.............................................................................................(15)
Dalam operasinya op-amp akan mempunyai sebuah keluaran konstan yang
bernilai "high" saat Vin lebih besar dari Vrefferensi dan "low" pada saat Vin lebih
kecil dari Vrefferensi. Nilai low dan high tersebut akan ditentukan oleh desain
dari komparator itu sendiri. Keadaan output ini disebut sebagai karakteristik
output komparator.
2.7 Relay
Relay adalah sebuah saklar elektronik yang digunakan untuk menghubungkan
atau memutus aliran listrik yang dikontrol dengan memberikan tegangan dan arus
tertentu pada koilnya yang menimbulkan medan magnet sehingga dapat merubah
posisi dari tuas saklar yang ada di dalamnya. Sama seperti halnya saklar, relay
memiliki beberapa jenis fisik yaitu SPST, SPDT dan sebagainya yang
memberikan pilihan untuk penggunaan yaitu pada posisi NO (Normally Open)
dan NC (Normally Close). Kondisi normally open adalah suatu kondisi dimana
internal relay terbuka pada saat tegangan input sama dengan 0 volt dan akan
tertutup pada saat kondisi tegangan input sama dengan tegangan spesifikasi relay
tersebut dan kondisi normally closed.
2.8 CX-Programmer
CX-Programmer merupakan bagian dari perangkat lunak yang telah
terintegrasi dari sebuah perangkat lunak keluaran Omron yang benama CX-One
versi 4.0.3.CX-Programmer yang digunakan CX-One terdiri atas sejumlah modul
program aplikasi PLC Omron. Untuk dapat menjalankan perangkat lunak ini,
komputer harus memiliki spesifikasi minimum seperti pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Spesifikasi Umum
CX-Programmer adalah perangkat lunak utama untuk membangun Ladder
Diagram maupun Program Mnemonic yang telah terintegrasi dengan CX-
Simulator dengan catatan tidak semua jenis PLC yang terdaftar di CX-
Programmer dapat disimulasikan. Untuk mengaktifkan CX-Programmer, pilih
menu sbb:
• Pada sstem menu Windows: All Programs→OMRON→CX-One→CX
Programmer→CX-Programmer. Maka akan muncul tampilan CX-
Programmer seperti Gambar 2.17 .
Gambar 2.17 Tampilan Jendela CX-Programmer versi 9.03
• Memulai Project dengan memilih menu File →New dan akan muncul
jendelauntuk pemilihan tipe PLC yang akan digunakan (lihat Gambar
2.19). CX-Programmer ini hanya mendukung beberapa dari tipe PLC yang
ada yang bisa disimulasikan tanpa PLC-nya terpasang dengan komputer
tempat CX-Programmer berada. Pilih CP1H. Perlu diketahui CP1L Tipe
PLC ini dapat mewakili PLC CPM1A yang tersedia di laboratorium PLC.
Gambar 2.18 Jendela Pemilihan Jenis PLC
• Beberapa fitur yang mesti dicermati untuk menjalankan simulasi Ladder
Diagram menggunakan program ini adalah sebagai berikut yang ditunjang
oleh Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Tampilan Jendela Utama CX-Programmer
Pada bagian Project Tree, dengan detail pada Gambar 2.21 terdapat bagianpenting
yang perlu diketahui antara lain:
• Akar tree, merupakan nama projet yang dibuat/dibuka. NewProject adalah
nama default jika tidak ditulis nama proyeknya.
• NewPLC[..].. adalah PLC yang dipilih seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.2, yang terdiri dari rangkaian nama Device Name: NewPLC,
Device type: CPIL, dan Network Type: USB dan Comment. Yang terdiri
atas cabang-cabang obyek:
1. Symbols, berisi definisi symbol input,output dan relay yang digunakan
yang membentuk variabel global.
Title bar
Menus
Toolbar
Project tree
Project
worksapece
Symbol bar
Ladder Window
Information window
2. Settings, berisi setting PLC baik untuk keperluan simulasi maupun pada
PLC yang sesungguhnya. Pada praktikum ini biarkan setting pada kondisi
default.
3. Memori, berisi peta memori PLC Omron seperti A, IR, DM dan
sebagainya. Pada praktikum ini biarkan setting pada kondisi default.
4. Program, berisi Symbols yang merupakan daftar simbol input, output, serta
obyek lain yang digunakan PLC yang bersifat variable lokal; sumber
program Ladder Diagram dan Mnemonic yang dibuat oleh user dengan
cabang utamanya adalah nama programnya. Function Blocks, jika user
penggunakan sistem program modular dengan membagi Ladder Diagram
ke dalam beberapa blok, maka disinilah tempat penamaan dan
pendefinisiannya.
Gambar 2.21 Jendela Docking Untuk Toggle Project Workspace
2.7 BASCOM-AVR
BASCOM-AVR adalah program basic compiler berbasis windows
untukmikrokontroler keluarga AVR, merupakan pemrograman dengan bahasa
tingkattinggi ”BASIC” yang dikembangkan dan dikeluarkan oleh MCS
elektronikasehingga dapat dengan mudah dimengerti atau diterjemahkan.
Dalam program BASCOM-AVR terdapat beberapa kemudahan
untukmembuat program software, seperti program simulasi yangsangat berguna
untuk melihat simulasi hasil program yang telah dibuat sebelumprogram tersebut
diunduh ke dalam IC atau ke dalam mikrokontroler.
Program yang telah selesai dibuat kemudian di download menggunakan
sebuah alat downloader yang tidak dijelaskan pada laporan ini
Tampilan BASCOM-AVR dapat dilihat seperti Gambar 2.22
Gambar 2.22 Tampilan BASCOM-AVR
Instruksi yang dapat digunakan pada editor BASCOM-AVR relatif cukup
banyak dan tergantung dari tipe dan jenis AVR yang digunakan.Berikut ini
beberapa instruksi-instruksi dasar yang digunakan pada proyek akhir ini.
Tabel 2.5 Instruksi dasar BASCOM-AVR
No. Instruksi Keterangan
1 DO……LOOP Pengulangan program
2 IF……THEN Percabangan program
3 WAIT Waktu tunda dalam satuan sekon
4 WAITMS Waktu tunda dalam satuan milisekon
5 GOSUB Memanggil prosedur program
6 INKEY Mengambil data serial
7 PRINT Mengirim data serial
Catatan :
Tambahkan teori SIS dari attachment yg saya sampaikan via email ini dan
tambahkan persamaan untuk nanti dihitung dan dianalisis pada bab IV.