deradikalisasi gerakan terorisme...
TRANSCRIPT
DERADIKALISASI GERAKAN TERORISME
(AnalisisPolitik Hukum Islam terhadap Program Deradikalisasasi
Terorisme BNPT Tahun 2012)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Ilmu Syari’ah
DisusunOleh:
HAMDANI
NIM : 052211187
JURUSAN SIYASAH JINAYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
Drs. Mohamad Solek, M.A.
Jln. Segaran Baru II no. 5 Purwoyoso
Ngaliyan Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 Naskah eks
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr. Hamdani
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : Hamdani
Nim : 052211187
Jurusan : Siyasah Jinayah
Judul Skripsi : “DERADIKALISASI GERAKAN
TERORISME(AnalisisPolitik Hukum Islam terhadap
Program Deradikalisasasi Terorisme BNPT Tahun
2012)”
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Semarang, 29 April2012
Pembimbing,
Drs. Mohamad Solek, M.A.
NIP. 19660318 199303 1 004
iii
iv
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung
jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang
pernah ditulis orang lain atau
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini
tidak berisi satupun pikiran-pikiran
orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam referensi yang dijadikan
bahan rujukan.
Semarang, 25 April 2012
Deklarator,
HAMDANI
NIM. 052211187
v
MOTTO
” من جدوجد”
“Barang siapa yang bersungguh-sungguh,
maka dia akan mendapatkan”
(المحفوظات)
vi
ABSTRAK
Maraknya tindak kejahatan terorisme mengatasnamakan Islam di penjuru
dunia, menuntut berbagai pihak berpendapat sekaligus mengambil peran untuk
mengatasinya.Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, pasca
dikoyak dengan bom Bali I dan beberapa ledakan lain, pemerintah Indonesia
segera membutuk BNPTsebagai lembaga non nonkementerian yang bertanggung
jawab terhadap penanggulangan terorisme di Indonesia. Melalui kebijakannya,
BNPT menekankan strategi soft approach dalam konsep deradikalisasi untuk
menanggulangi terorisme di Indonesia.Yakni pendekatan yang mengutamakan
dialog secara komprehensif, persuasive, penuh kelembutan dan kasih sayang.
Islam sebagai ajaran yang sejak awal mendeklarasikan diri manjadi
rahmatan lil alamin sekaligus agama mayoritas di Indonesia, tentu bisa dijadikan
sudut pandang terhadap progam deradikalisasi. Dalam hal ini, penulis ingin
mengetahui bagaimana tinjauan politik hukum Islam terhadap program
deradikalisasi terorisme BNPT. Selain itu, penulis juga tertarik untuk
menganalisis implementasi program deradikalisasi oleh BNPT Terhadap Pelaku
Kejahatan Terorisme di Indonesia.Sedangkan metode yang digunakan dalam
penelitian kualitatif ini adalahdeskriptif analitik. Yakni menggambarkan konsep
sekaligus pelaksanaan program deradikalisasi BNPT kemudian menganalisisnya.
Dari penelitian tersebut ditemukan; Pertama, ditarik dalam sudut pandang
politik hukum Islam,melihat beberapa unsur di dalamnya,terorisme tidak lain
adalah bughat dalam Islam. Sehingga konsep deradikalisasi BNPT yang lebih
mengutamakan dialog sangat sesuai dengan politik hukum Islam dalam
menghadapi bughat. Walau hakikat hukuman bughat dalam Islam adalah
mati,namun para ulama bersepakat harus adanya proses dialog terlebih dahulu
kepada pelaku bughatsebelum eksekusi dilakukan(QS Al-Hujjarat:9). Selain
pertimbangan nash tersebut, dalam kaidah fiqh juga dikenal kaidah maslahat
mursalah, yakni penyelesaian suatu persoalan dengan cara mendekat kepada
kemaslahatan dan menjauhi kerusakan. Bahkan dalam sejarah Islam, sahabat Ali
bin Abu Thalibpun telah menerapkan strategi tersebut dalam menghadapi para
pelaku bughat ketika menjadi khalifah.
Kedua, secara aplikatif ada tiga program besar BNPT dalam melaksanakan
kosep deradikalisasi, yakni; pembinaan kepribadian,pembinaan kemandirian, dan
Pembinaan preventif berkelanjutan. Langkah tesebut akan lebih mengena dan
memberi pengaruh positif kepada para teroris dan keluarga mereka mengingat
beberapa hal; pertama, terorisme merupakan kejahatan yang lahir atas dasar
faham atau ide keagamaan radikal,sehingga perang terhadap gagasan radikal
tersebut yang harus diutamakan (war of idea).Kedua,pasca booming isu HAM
dalam kancah global, masyarakat dunia mengecam berbagai tindak kekerasan
terhadap sesama atas dasar apapun, termasuk melawan kejahatan
terorisme.Terakhir, banyak fakta menyebutkan, penyelesaian persoalan dengan
cara kekerasan justru akan memperkeruh persoalan tersebut. Hal ini senada
dengan teori Thomas More, bahwa pemberantasan kejahatan dengan tindak
kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti.
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang telah dengan
ikhlas berkorban, membantu dan memberi semangat penulis dalam mengarungi
kehidupan untuk menggapai cita dan cinta.
Untuk Ayahanda dan Ibunda terkasih (Bapak Paijo dan Ibu Sumiyati) yang
selama ini telah melahirkan, merawat, menjaga, menyayangi dan mendidik
penulis.Memberi semangat di kala terpuruk, menjadi pelita ketika diri ini bingung
menentukan arah, berkorban siang malam membantingtulang tidak lain demi masa
depan penulis yang lebih baik. Tiada henti doa penulis panjatkan,semogaAllah
Swt senantiasa menjaga dan mengasihi keduanya setimpal bahkan lebih dengan
kasih yang telah penulis dapatkan, baik di dunia maupun di akhirat kelah. Amin.
Juga untuk kedua kakak penulis tercinta Mbak Nurjanah dan Mbak
Soimah, yang sedikit banyak telah membantu baik secara materiil maupun
immaterial sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.Untuk
kedua kakak Ipar (Kak Samsuri dan Basuki), untuk seluruh keponakan selaku
pewaris tahta generasi keluarga, si cantik Ikhda Maylani Fauziyah, si tampan
Hafidz Maulana Haqi dan Muhammad Alfauzan Rizki Hidayat, juga si kecil Sang
penantang maut Muhammad Arif Alfaqih yang sukses dalam operasi
pengangkatan gumpalan darah di sekitar otak kanan ketika berusia 41 hari, penulis
yakin masa depan kalian harus lebih cerah.Juga untuk adik penulis tersayang,
Muthoharoh, jadilah sosok pemberani dan mandiri yang bisa melakukan berbagai
hal positif dan harus lebih baik dibanding kakak-kakakmu.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Ilahi Rabbi, karena hanya dengan rahmat dan
hidayahnya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi besar Muhammad Saw, yang telah membawa Islam sebagai
agama dan rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat sadar, bahwa hanya karena pertolongan Allah Swt dan
dukungan semua pihak lahir maupun batin, akhirnya penulis dapat melalui semua
rintangan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada:
1. Yth. Prof Dr. H. Muhibbin, M. Ag. (Rektor IAIN Walisongo) yang telah
memimpin IAIN selama menjabat dengan bijaksana, demi masa depan
institusi yang lebih baik.
2. Yth. Dr. Imam Yahya (Dekan Fakultas Syari’ah), penulis ucapkan selamat
atas terpilihnya sebagai Dekan baru Fakultas Syari’ah. Semoga dibawah
pimpinannya Syari’ah bisa lebih berjaya.
3. Yth. Drs. Mohamad Solek, M.A.,atas bimbingan, masukan dan motifasinya
untuk selalu melanjutkan garapan meskipun banyak halangan dan rintangan
menghadang. Karena beliau bukan hanya pembimbing, tapi juga sekaligus
wali studi penulis.
4. Yth. Kajur, Sekjur, dan Biro Judul Jinayah Siyasah. Beserta segenap dosen
Fakultas Syari’ah yang telah memberikan ilmunya tanpa pamrih. Juga
segenap pegawai Fakultas Syari’ah yang selalu direpotkan mahasiswa.
ix
5. Ayahanda dan Ibunda terkasih (Bapak Paijo dan Ibu Sumiyati) yang selama
ini telah melahirkan, merawat, menjaga, menyayangi dan mendidik penulis.
Memberi semangat dikala terpuruk, menjadi pelita ketika diri ini bingung
menentukan arah, berkorban siang malam membanting tulang tidak lain demi
masa depan penulis yang lebih baik. Juga untuk kedua kakak dan kakak ipar
penulis tercinta Mbak Nurjanah-Kak Samsuri dan Mbak Soimah-Kak Basuki,
yang sedikit banyak telah membantu baik secara materiil maupun immaterial
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak
ketinggalan untuk adik penulis tersayang Muthoharoh, yang selalu memberi
semangat dan motivasi.
6. Kepada adik-adik penulis yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Pelajar
Lampung (KAMAPALA) Semarang, Novita Andriani (Bendahara), Bethra
Ariesta (Sekjend), Mouklasin (Wasekjend), Andika Prabowo (Koordiv
Kaderisasi), Ahwani (Koordiv Humas), Purna Cipta Nugraha (Koordiv
Litbang), Rika Ferawati (Koordiv Seni Budaya), Dhofier Habibi (Koordiv
Perekonomian), Damasus Destra (Koordiv Olah Raga), dan seluruh anggota
pengurus serta adik-adik kader baru KAMAPALA Semarang, pesan penulis
jaga terus kekompakan dan kekeluargaan, bukan hanya saat ini, tapi sampai
kelak kita bersama membesarkan Lampung Tercinta. Runcingkan ide
kreatifitas kalian untuk mengangkat budaya nusantara, Mak Ghanta Kapan
Lagi, Mak Gham Sapa Lagi.
7. Sahabat-sahabat di PMII (Almapaba 05, Rayon Syariah, Komisariat
Walisongo dan PCPMII Kota Semarang), yang selama ini menjadi media bagi
x
penulis untuk mengembangkan diri dan mengasah potensi dalam bidang
organisasi, yang telah mewariskan banyak ilmu dan relasi. Tangan terkepal
dan maju ke muka..
8. Wadyabala Justisia (terkhusus 2005; Rouf, Lina, Ella, Faizin, Aril; akhirnya
penulis bisa mengejar kalian pakai toga). Kepada para senior dan seluruh
wadyabala yang ada, lanjutkan perjuangan kalian meski melintas batas
melanggar etika.
9. Segenap keluarga Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW), yang
telah memberi warna unik dalam hidup ini. JQH, FOSIA, HMJ HPPI,
DEMA, SMI, IPNU Kota Semarang, IPNU Jateng, ke depan masih banyak
yang harus kita perjuangkan bersama. Indonesia telah menunggu kita!
10. Posko 29 KKN Desa Gunungtawang, Kecamatan Selomerto Kab.
Wonosobo(Fauzan, Farid, Inza, Amel, dan Davia) untuk kenangan tak
terlupakan.Kapan kumpul dan makan-makanlagi nich?
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis dalam banyak hal, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Semarang, 25 April 2012
Penulis,
HAMDANI
NIM. 052211187
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ..................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN DEKLARASI ................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 10
D. Telaah Pustaka ..................................................................... 11
E. Metode Penelitian ................................................................ 16
F. Sistematika penulisan ........................................................... 20
BAB II TINJAUAN TENTANG BUGHAT
A. Pengertian Bughat ................................................................ 22
B. Dasar Hukum ....................................................................... 24
C. Unsur-Unsur Bughat ............................................................ 26
D. Sanksi Bughat ...................................................................... 27
xii
E. Gerakan Terorisme sebagai Baghat ..................................... 31
BAB III Program Deradikalisasi BNPT Tahun 2012
A. Pengertian Deradikalisasi ..................................................... 41
B. Sejarah dan Profil BNPT ...................................................... 42
C. Pelaksanaan Program Deradikalisasi oleh BNPT ................ 57
BAB IV ANALISIS PROGRAM DERADIKALISASI BNPT TAHUN
2012
A. Analisis Hukum Islam terhadap Program Deradikalisasi
Terorisme ............................................................................ 72
B. Analisis Implementasi Program Deradikalisasi oleh
BNPT .................................................................................. 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 85
B. Rekomendasi ........................................................................ 86
C. Penutup ................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masih segar dalam ingatan kita, peristiwa berdarah yang terjadi pada
12 Oktober 2002 silam. Sebuah catatan sejarah untuk kali pertama serangan
bom bunuh diri (suicide bomber) terbesar terjadi di Indonesia1. Peristiwa
yang terjadi di Paddy‟s Bar2 dan Sari Club
3 Legian, Kuta Bali tersebut
menewaskan lebih kurang 202 nyawa manusia dan melukai ratusan
lainnya4.
Walau sesaat, ledakan yang terjadi tepat pukul 23.05 WITA tersebut
mempunyai pengaruh signifikan terhadap bangsa, khususnya masyarakat
Bali. Di bidang ekonomi misalnya, dibutuhkan lebih 2,5 tahun untuk
memulihkan perekonomian masyarakat Bali. Selama itu pula terjadi
pengangguran sebanyak 3,5%, penurunan jumlah jam kerja 4,2%,
1 Ledakan tersebut merupakan ledakan terbesar sekaligus sebagai ledakan puncak pasca
runtuhnya Soeharto (1998). Sebelum terjadi ledakan, Indonesia sudah diguncang dengan berbagai
ledakan di belahan nusantara, antara lain; Plaza Hayam Wuruk (15/4/1999), Masjid Istiqlal
(19/4/1999), Kejaksaan Agung (4/6/2000), Kedubes Filipina Jakarta (3/8/2000), Bursa Efek
Jakarta (13/9/2000), serangkaian bom natal di Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Mataram,
Pematangsiantar, Medan, Batam dan Pekanbaru (24/12/2000 ), Gereja Santa Anna dan Huria
Kristen Batak Protestan (HKBP) Jakarta (22/7/2001), Gereja Bethel Tabernakel Kristus Alfa
Omega Semarang (31/7/2001), Plaza Atrium Jakarta (23/9/2001), Australian International School
(AIS) Jakarta (6/11/2001), Restoran KFC Makassar (12/10/2001). Baca Bambang Abimanyu,
Teror Bom Azhari-Noor Din, Jakarta: Republika, 2006, hlm. 83-90 2 Diledakkan oleh Iqbal alias ar-Nasan alias Jimi dari Banten. Walaupun ledakan bom
ransel ini tidak begitu kuat, tapi mampu menghancurkan tubuh Jimi berkeping-keping.
Selengkapnya baca Majalah Tempo, Edisi 4-10 April 2011, hlm. 32 3 Diledakkan oleh Iqbal alias Isa. Ramuan bom ditaruh di 48 laci dan 12 Filing cabinet
yang disatukan dan dijejalkan ke mobil Mitsubishi L-300 yang dikendarai Ali Imron (kini
menjalani hukuman seumur hidup). Ibid. 4 Dari 202 korban meninggal, 88 orang berkebangsaan Australia, 10 orang WNI dan
selebihnya dari wisatawan asing. Baca, Bambang Abimanyu, op.cit, hlm. 61
2
penurunan upah riil 47% dan pendapatan rumah tangga juga menurun
hingga 22,6%5. Selain berimbas terhadap perekonomian bangsa, ledakan
Bom Bali I mampu mengantarkan Indonesia mendapatkan stigma negatif
sebagai bagian dari negara teroris di mata dunia6. Satu pertanyaan yang
muncul kala itu, siapa aktor intelektual di balik peristiwa berdarah tersebut?
Berbagai pendapat pun mengemuka, mulai anggapan skenario
Amerika, misi Australia menguasai Indonesia, bahkan sempat muncul pula
anggapan bahwa Inteligen dan TNI berada di balik aksi teror bom itu.7
Hingga ditemukan fakta bahwa pelaku sekaligus dalang bom bunuh diri
adalah kelompok teroris8 Jamaah Islamiyah.
9
Dalam waktu singkat, kepolisian bekerja sama dengan berbagai
stakeholder membentuk tim investigasi bom Bali. Walhasil, tim investigasi
mampu menangkap sekaligus mengadili beberapa nama yang diduga terlibat
5 Data dapat dibaca dari, http://nasional.vivanews.com/news/read/140779-
riset__dampak_bom_bali_i_berkelanjutan, diunduh pada tanggal 4 Juli 2011 6 Noor Huda Ismail, Temenku Teroris? Saat Dua Santri Ngruki Menempuh Jalan yang
Berbeda, Jakarta; PT Mizan Republika, 2010, hlm. 98 7 Nasir Abas, Membongkar Jamaah Islamiyah, Pengakuan Mantan Anggota JI, Jakarta:
2006, hlm. 11 8 Hamzah Haz, selaku wakil presiden saat itu sebenarnya dengan tegas telah membantah
keberadaan terorisme di Indonesia. Walau demikian pendapat Hamzah Haz kemudian berbalik 180
derajat ketika Barat dan sebagian besar dunia mengatakan bahwa teroris terlibat di dalamnya.
http://www.gusdur.net/Berita/Detail/?id=116/hl=id/Akhirnya_Hamzah_Haz_Akui_Ada_Terorisme
_Di_Indonesia diunduh pada tanggal 4 Juli 2011. 9 Al-Jamaah Al-Islamiyah merupakan organisasi pecahan dari Jamaah Darul Islam atau
yang dikenal dengan NII. Organisasi ini mempunyai teritori di kawasan Asia Tenggara yang
meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei dan Kamboja. Dibentuk
sekitar bulan Januari 1993 setelah terjadinya perpecahan (imtishol) di intern Darul Islam antara
Abdullah Sungkar dengan Anjengan Masduki. Salah satu pemicunya adalah kritik keras yang
dilontarkan oleh Abdullah Sungkar terhadap ajaran thariqot Anjengan Masduki yang dianggap
menyimpang dari paham Saalafi Jihadi. Sehingga Abdullah Sungkar keluar dan membentuk
Jama‟ah Islamiyah. Baca Solahudin, NII Sampai JI, Salafy Jihadi di Indonesia, Jakarta: Komunitas
Bambu, 2011, hlm. 277
3
dalam peristiwa tersebut10
. Tim investigasi juga berhasil menyeret Amrozi,
Imam Samudra dan Ali Gufron berhadapan dengan eksekusi hukuman
mati11
.
Jika kita tarik dalam kancah global, peristiwa bom Bali I
mempunyai korelasi terhadap tragedi 11 September 2001 di Amerika
Serikat yakni atas nama Islam. Di mana empat pesawat Boeing milik
Amerika dibajak dan menabrak dua menara kembar WTC (Word Trade
Center) yang mengakibatkan lebih dari 3.000 tewas dan ribuan lainnya
terluka.12
Dalam catatan sejarah, peristiwa tersebut menjadi titik awal
dimulainya perang terbuka antara Barat (Amerika Serikat dan sekutu)
terhadap Gerakan Islam Radikal yang dianggap teroris. Pasca serangan
tersebut, di bawah komando George Walker Bush, Amerika mengadakan
ekspansi besar-besaran ke negara-negara Timur Tengah.13
Salah satunya
adalah Irak (2003) yang disinyalir menjadi tempat persembunyian Al-
10
Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa para pelaku merupakan veteran perang Timur
Tengah sekaligus bagian dari Jamaah Islamiyah. Baca, pengakuan Fadhullah Hasan, salah seorang
terpidana yang mendapat vonis hukuman seumur hidup bom Bali I dalam, Noor Huda Ismail. Op.
Cit. Noor Huda Ismail, hlm. 2 11
Eksekusi dilaksanakan pada hari minggu, 9 November 2008, tepat pada pukul 00.15 di
Nusa Kambangan Cilacap Jawa Tengah oleh tim penembak dari Polda Jawa Tengah. Baca koran
harian Kompas, 10 November 2008. 12
Munawir Aziz, “Relasi Islam-Terorisme; Subjek dan Objek”, dalam Abdul Wachid
(ed.), Islam dan Terorisme, Yogjakarta: Grafindo Litera Media, 2010, hlm. 122 13
Eksistensi gerakan Islam Radikal yang menghendaki tegaknya Khilafah Islamiyah di
muka bumi dianggap sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas regional Timur Tengah khususnya
dan kepentingan-kepentingan Barat di dunia Islam secara lebih luas. Lihat tulisan D. Pipes.
“Fundamentalist Muslims‟, Foreign Affairs, Summer 1986, pp. 939-59 – dikutip dalam J.L.
Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas, Edisi Revisi, Bandung : Mizan, 1996, hlm. 14.
4
Qaedah, kelompok teroris yang bertanggung jawab terhadap penyerangan
WTC.14
Selain memerangi terorisme, alasan G.W. Bush menjadikan Irak
sebagai target operasi adalah tuduhan bahwa Irak memproduksi senjata
pemusnah massal (nuklir). Bahkan alasan yang tidak ada keterkaitannya
dengan terorisme menjadi legitimasi serangan Amerika ke Irak, yakni
keinginan membebaskan masyarakat Irak dari belenggu kediktatoran
Saddam Hussein.15
Namun, apapun alasan Amerika dan sekutu memerangi Irak, badai
kritik terus bermunculan dari berbagai kalangan di seluruh penjuru dunia.
Ada tiga alasan yang setidaknya muncul ke permukaan, pertama, perang
yang dilakukan AS terhadap Irak tidak mendapat restu PBB. Kedua, sejak
dimulainya perang hingga perang berakhir, tidak ada bukti bahwa Irak
memproduksi senjata pemusnah massal. Terakhir, perang tersebut telah
menelan korban lebih dari 85 ribu jiwa, dan sebagian besar dari mereka
adalah warga sipil, khususnya anak-anak dan perempuan.16
Perang tersebut
juga berdampak serius pada konstitusi Irak, karena berhasil menumbangkan
rezim Saddam Hussein yang kemudian di hukum di tiang gantungan.17
14
Benturan antara Barat dan Gerakan Islam sebenarnya sudah diramalkan oleh Samuel P.
Huntington dalam tesisnya, Clash of Civilization, Remaking of the World Order, New York:
Simon and Schuster, 1997. 15
Saiful Munjani, Jajat Burhanudin, dkk, Benturan Peradaban, Sikap dan Perilaku Islam
Indonesia terhadap Amerika Serikat, Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM),
2005, hlm. 3 16
http://koran.republika.co.id/berita/82551/85_Ribu_Warga_Irak_Tewas_Akibat_
Perang, diunduh pada tanggal 4 Juli 2011
17 Eksekusi hukuman gantung terhadap Saddam Hussein dilaksanakan pada, 30
Desember 2006 di Bagdad. Video eksekusi bisa diakses di http://metrotvnews.com/index.php/met
5
Ketidakjelasan alasan Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan
sekutu mengadakan ekspansi ke Timur Tengah serta banyaknya
pelanggaran HAM yang terjadi di dalamnya menjadi salah satu alasan para
penganut Islam radikal menebar teror di penjuru dunia, termasuk di
Indonesia. Imam Samudra dalam Aku Melawan Teroris mengungkapkan
kegelisahan hatinya,
“Kekejaman dan kebiadaban bangsa-bangsa penjajah (Amerika dan
sekutu_red) yang telah memangsa jutaan nyawa kaum muslimin
dengan pembantaian yang kejam, mulai dari Irak, Afghanistan,
Somalia, sampai Indonesia hanya bisa dihadapi dengan cara jihad.
Kepedihan dan kesakitan hati kaum muslimin hanya dapat diobati
oleh jihad”18
.
Dalam perjalanan Bangsa Indonesia, kekerasan mengatasnamakan
agama sebenarnya bukan hal baru. Bahkan, beberapa saat setelah Indonesia
merdeka, para founding father bangsa berselisih faham saat hendak
menentukan ideologi bangsa. Satu sisi, kaum Islam fundamentalis yang
menghendaki dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta dalam pancasila
dan kelompok nasionalis yang menolaknya di lain sisi.
Menangnya kelompok nasionalis dengan dihapuskannya tujuh kata
piagam Jakarta dalam pancasila memunculkan kekecewaan bagi kelompok
fundamentalis. Dan berangkat dari kekecewaan dan beberapa persoalan
yang muncul saat itulah Kartosoewiryo (1905-1962),19
memproklamirkan
romain/newscatvideo/internasional/2009/12/31/96974/Video-Eksekusi-Saddam-Hussein-Marak-
diunduh pada tanggal, 25 November 2011 18
Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004, hlm. 97 19
Kartosoewirjo yang mempunyai nama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo,
dilahirkan di Cepu, Jawa Tengah. Ayah Kartosoewirjo adalah seorang mantri yang
mengkoordinasikan para penjual candu di Kota Pamotan, Rembang. Ayahnya mempunyai posisi
cukup penting sebagai seorang pribumi pada saat itu, karena mantri candu sederajat dengan
6
berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal, 7 Agustus 1949.20
Munculnya NII ini tidak bisa dipisahkan dari Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia (DI/TII) pasukan berbasis muslim Indonesia yang diciptakan
untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial. Pasca dideklarasikan NII
inilah perang saudara antara TNI dan DI/TII tak bisa dielakkan di negeri ini.
Jika kita telisik lebih dalam, Pemberontakan DI/TII mempunyai titik
persamaan dengan Gerakan Terorisme yang muncul belakangan, yaitu
sama-sama mengatasnamakan Islam. Bahkan menurut pengakuan Sukanto,
mantan aktivis NII KW 9, gerakan terorisme di Indonesia yang diwakili
oleh Jamaah Islamiyah (JI) merupakan transformasi NII fundamentalis versi
Abdullah Sungkar.21
Namun, akan sangat berbeda jika keduanya dilihat
dari sisi teritori maupun tujuan akhirnya. DI/TII merupakan gerakan lokal
dalam satu negara untuk membentuk negara Islam, sedangkan Gerakan
Terorisme (Jamaah Islamiyah) merupakan gerakan transnasional, bertujuan
membentuk Khilafah Islamiah di muka bumi.22
Perbedaan DI/TII versi Kartosoewirjo dengan Gerakan Terorisme
yang muncul belakangan meniscayakan rumusan strategi yang berbeda pula
dalam mengatasinya. Jika DI/TII dapat diselesaikan dengan mengadakan
jabatan Sekretaris Distrik. Dengan salah satunya modal itulah Kartosoewirjo meniti karir di publik.
Baca Adhe Firmansyah, SM. Kartosoewirjo, Biografi Singkat 1907-1962, Jogjakarta: Garasi,
2009, hlm. 11 20
Umar Abduh, disampaikan dalam seminar nasional, Menangkal Penetrasi Pemikiran &
Gerakan NII ke Dunia Kampus, yang diselenggarakan oleh Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas
Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang, 23 Juni 2011
21 Sukanto, NII VS NKRI, Telaah Singkat Penanganan Kasus NII KW 9, NII Crisis
Center, 2011, hlm. 17 22
Baca Pedoman Umum Perjuangan Al-Jama‟ah Al-Islamiyah (PUPJI), sumber:
lipsus.Vivanews.com, 16 Desember 2008
7
penyerangan di daerah kekuasaan mereka dengan strategi Operasi Pagar
Betis,23
tidak demikian untuk terorisme. Di samping masyarakat dunia
sudah tidak suka dengan konsep peperangan fisik, para teroris juga kini
telah berbaur dengan masyarakat, sehingga tidak mudah untuk membedakan
mereka dengan masyarakat pada umumnya.
Selanjutnya, jika pemerintah menggunakan strategi perang (represif)
menghadapi teroris, yang terjadi justru perlawanan. Bukan tanpa fakta,
selama ini pemerintah lebih menekankan tindakan represif dalam
menghadapi teroris, bahkan cenderung mengabaikan nilai-nilai asasi dari
manusia (HAM)24
. Walhasil, gerakan mereka semakin masif dan terbuka.
Bahkan, mereka kian beringas dengan berani mengadakan penyerangan
kepada aparat hukum, seperti penyerangan yang terjadi di Polsek Hamparan
Perak, Deli Serdang, Sumatra Utara dengan menewaskan tiga anggota polisi
(22/9).25
23
Adhe Firmansyah, op.cit, hlm. 82 24
Munculnya kejahatan terorisme yang mengatasnamakan Jamaah Islamiyah di Indonesia
selain telah menimbulkan hilangnya nyawa, rusaknya harta benda, menimbulkan rasa takut dan
ketidakamanan bagi masyarakat sipil juga melahirkan UU Anti Kejahatan Terorisme yang
mengesampingkan UU Hukum Acara Pidana biasa. Di bawah UU tersebut, polisi dengan mudah
dapat melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemeriksaan bahkan kekerasan dan
penyiksaan terhadap siapa saja yang diduga menjadi bagian dari jaringan aktivitas terorisme. Baca,
Mufti Makaarim dan Wendy Andika Prajuli (eds), Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor
Keamanan Indonesia 2009, Jakarta: Institut for Defence Security and Peace Studies (IDSPS),
2009. hlm. xiv-xv 25
Peristiwa tersebut merupakan serangan balasan atas penyergapan tiga pelaku
perampokan Bank CIMB Niaga Medan oleh Densus 88. Kelompok ini dipimpin oleh Abu Tholut
alias Mustofa, salah satu pendiri Jamaah Islamiyah. Karir pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah
dalam kelompoknya dimulai sejak 1987, setelah Abu Tholut lulus pelatihan kemiliteran Angkatan
IV di Afghanistan dan menjadi Instruktur di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan di Sadda.
Pada tahun 1993 bergabung dengan Jamaah Islamiyah, lalu diminta Abdullah Sungkar menjajaki
tempat latihan militer di Moro Filipina. Menjadi pelatih kemiliteran di Al-Islamic al-Jamaah
Military Academy di Muaskar, Hudaybiyah, Filipina Selatan, perintis Mantiqi III (Kalimantan,
Sulawesi Tengah, Sabah, dan Filipina Selatan), ketua Kamp latihan militer Hudaybiyah di
Mindanao, Filipina Selatan. Terlibat dalam tragedi Poso, sekaligus sebagai perekrut Asmar Latin
8
Pada titik tertentu, penulis ingin mengamini satu teori yang
diutarakan oleh Thomas More (1478-1535), bahwa memberantas kejahatan
dengan tindakan kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti.26
Begitu juga dalam konteks pemberantasan terorisme, strategi represif
kuranglah tepat. Jika dalam satu dekade ini, pemerintah berhasil menumpas
seluruh teroris yang ada, maka tidak ada garansi dalam jangka 10 atau 15
tahun yang akan datang Indonesia bisa benar-benar bersih dari terorisme.
Alasannya cukup sederhana, di saat keturunan para teroris yang
terbunuh sudah tumbuh dewasa, ketika spirit jihad terwariskan dalam diri
mereka, kejahatan terorisme dipastikan akan lebih kejam. Bukan hanya
jihad yang mendasari aksi mereka, melainkan juga motivasi balas dendam.27
Karena gerakan teroris tersebut didasari atas faham keagamaan yang
radikal, maka deradikalisasi adalah jawabannya. Deradikalisasi merupakan
segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan
interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi
mereka yang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan.28
Proses
deradikalisasi lebih mengutamakan dialog dari pada tindakan fisik sehingga
Sanai, pelaku bom Hotel Marriot. Baca Tempo, edisi 27 September - 3 Oktober 2010, hlm. 109-
115 26
Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum,
Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005, hlm. 13
27 Terorisme atas motif balas dendam juga dapat kita jumpai di Moskow yang dikenal
dengan janda-janda hitam “Black Widows”. Para janda melakukan bom bunuh diri di tempat-
tempat umum seperti dalam kereta dan bandara karena ingin meneruskan misi suami-suami dan
kerabat mereka yang tewas dalam "Perang Jihad" melawan tentara Federasi Rusia tahun 1995-
1999. Baca Tempo online, 31 Januari
2011(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/01/31/ITR/mbm.20110131.ITR135822.id.h
tml), diunduh pada tanggal 4 Juli 2011
28 Petrus Reinhard Golose. Op.cit., hlm. 63
9
lebih mengena dan aman dari pelanggaran HAM. Deradikalisasi juga
diterapkan oleh negara-negara lain seperti Arab Saudi, Yaman, mesir,
Singapura, Malaysia, Kolombia, Al-Jazair, dan Tajikistan. Di Indonesia
sendiri, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
sebagai lembaga yang penanggung jawab membuat kebijakan dan strategi
nasional penanganan terorisme, termasuk program deradikalisasi.
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia,
menekankan pada perdamaian dan mendeklarasikan diri sebagai ajaran
rahmatan lil alamin, tentu bisa menjadi sudut pandangan sendiri terhadap
strategi deradikalisasi yang menekankan soft approach rancangan BNPT.
Karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema,
“Deradikalisasi Gerakan Terorisme, Analisis Politik Hukum Islam terhadap
Program Deradikalisasasi Terorisme BNPT Tahun 2012”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti kemukakan beberapa
pokok permasalahan yang dapat dirumuskan, antara lain:
1. Bagaimana tinjauan politik hukum Islam terhadap program
deradikalisasi terorisme BNPT?
2. Bagaimana Implementasi Program Deradikalisasi oleh BNPT Terhadap
Pelaku Kejahatan Terorisme di Indonesia?
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah menentukan rumusan masalah dalam penelitian ini dengan
pasti, maka ada beberapa tujuan dan manfaat yang dapat diambil dari
penelitian ini, antara lain:
1. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap program deradikalisasai
terorisme oleh BNPT.
2. Mengetahui berbagai implementasi program deradikalisasi oleh BNPT
Terhadap Pelaku Kejahatan Terorisme di Indonesia.
Adapun manfaat penelitian dibagi menjadi dua, yaitu manfaat secara
teoritis dan praktis.29
Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk
perkembangan keilmuan sekaligus mengisi kekosongan penelitian yang
menelaah analisis hukum Islam terhadap deradikalisasi oleh BNPT terhadap
para pelaku tindak kejahatan terorisme. Sedangkan manfaat secara praktis
empirik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan serta
evaluasi bagi masyarakat umum maupun pemerintah terkait program
deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap pelaku kejahatan
terorisme.
Selain kedua manfaat di atas, karena pada prinsipnya sebuah
penelitian atau ilmu pengetahuan merupakan pengembangan terhadap
pengetahuan sebelumnya, maka penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai
pijakan untuk para peneliti mendatang dalam bidang yang tidak jauh
berbeda.
29
Saifullah, Konsep Dasar Proposal Penelitian, Fakultas Syari‟ah UIN Malang, TK,
2006, hlm. 10.
11
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka menjadi sebuah keniscayaan dalam dunia akademis.
Bahwa tidak ada satupun bentuk karya seseorang yang terputus dari usaha
intelektual yang dilakukan generasi sebelumnya. Yang ada adalah
kesinambungan pemikiran dan kemudian dilakukan perubahan signifikan.
Penulisan karya ini juga merupakan mata rantai dari karya-karya ilmiah
yang lahir sebelumnya.
Sejauh penelusuran peneliti, ada beberapa penelitian maupun karya
terkait persoalan yang saat ini peneliti bahas, antara lain; Petrus Reinhard
Golose, dalam bukunya “Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul
Approach dan Menyentuh Akar Rumput.”30
Karya Petrus banyak mengupas
tentang deradikalisasi terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Pada
hakikatnya buku ini sudah melakukan pembahasan secara komprehensif
mengenai terorisme dan deradikalisasi.
Sejarah dan perkembangannya serta terorisme baik yang bermotif
politik maupun agama yang berasal dari dalam maupun luar negeri sedikit
banyak telah dikupas. Terkait gerakan Islam radikal yang semakin
berkembang dan menyebar luas di berbagai belahan dunia belakangan, perlu
dirumuskan strategi jitu untuk menyelesaikannya. Strategi yang bisa
menyelesaikan terorisme dari akarnya menurut Petrus, adalah deradikalisasi,
karena gerakan tersebut merupakan paham keagamaan radikal.
30 Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme, Jakarta: YPKIK, 2009
12
Buku yang diterbitkan oleh Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu
Kepolisian (YPKIK) juga memuat proses deradikalisasi yang ada di
beberapa negara, seperti Arab Saudi, Yaman, Mesir, Singapura, Malaysia,
Kolombia dan Tajikistan. Namun, belum ada pembahasan yang rigid
mengenai pelaksanaan deradikalisasi terorisme di Indonesia saat ini.
Selanjutnya adalah karya Imam Samudra “Aku Melawan Teroris”31
.
Buku yang ditulis dengan spirit menggebu ini, berisi tentang perjalanan
hidup seorang Imam Samudra atau Abdul Azis hingga akhirnya
memasukkan diri ke dunia yang dianggap teroris. Buku ini juga mengulas
berbagai dalil yang menjadi legitimasi halalnya seorang muslim memerangi
atau melakukan aksi bunuh diri terhadap Barat. Dalam pandangan Imam
Samudra, yang layak untuk disebut teroris adalah orang-orang Barat karena
selalu melakukan pelanggaran dan senantiasa memerangi orang-orang
muslim.
Bagi penulis, buku yang mempunyai tebal 280 halaman ini hanya
mengantarkan pada peperangan. Jika sejak awal Imam Samudra menulis
banyak hal terkait pelanggaran Barat terhadap negara-negara Timur Tengah,
bukan solusi penyelesaian yang ditawarkan, bahkan justru memperparahnya
dengan cara menghalalkan perang untuk balas dendam.
Yusuf Qardhawi menulis buku berjudul al-Shawah al-Islamiyyah
bain al-Juhud wa al-Tatharuf dan diterjemahkan menjadi Islam Radikal:
Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam dan Upaya
31 Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Sukoharjo: Jazeera, 2006
13
Pemecahannya.32
Qardhawi mengkaji radikalisme keagamaan (al-tatharruf
al-diniy) dari sisi „keharusan-keharusan‟ yang hendaknya dilakukan oleh
umat Islam. Walau memberi kesan normative karena hanya mengutip al-
Qur‟an dan Hadits, tapi Qardhawi menyajikan analisis yang lebih terbuka
tentang radikalisme keagamaan dengan mendudukkannya pada posisi yang
tepat. Secara umum, Qardhawi mengungkapkan bahwa sikap radikal
berbeda dengan spirit yang diajarkan oleh ajaran Islam.
Hendropriyono, mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
menulis buku Terorisme Fundamentalisme Kristen, Yahudi, Islam .33
Penulis
buku ini menyatakan bahwa terorisme tidak hanya dikenal di dunia Islam.
Gerakan terorisme global juga ada di antara kaum fundamentalis agama-
agama samawi lain termasuk Yahudi dan Kristen. Sebelum menjadi Perdana
Menteri Israel, Menachem Begin dan Yitzhak Shamir pernah jadi pemimpin
kelompok teroris Yahudi. Meski berbeda keyakinan, mantan Presiden
Amerika Serikat George Walker Bush maupun pimpinan jaringan Al Qaeda
Osama bin Laden sesungguhnya sama-sama teroris. Keduanya merupakan
fundamentalis yang gemar melancarkan aksi kekerasan dan menebar rasa
takut di kalangan warga tak berdosa.
32 Yusuf Qardhawi, Islam Radikal: Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam dan
Upaya Pemecahannya, terj. Hawin Murtadho, Solo: Era Intermedia, 2004
33 AM. Hendropriyono, Terorisme Fundamentalisme Kristen Yahudi Islam, Jakarta:
Kompas, 2009
14
E. Metode Penelitian
Metode memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan,
termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Dalam penyusunan skripsi
ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam skripsi ini menggunakan sistem penelitian kualitatif
(studi pustaka), yakni suatu penelitian dengan objek utamanya adalah
Program Deradikalisasi Terorisme Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT).
2. Sifat Penelitian
Tipe dari penelitian ini adalah deskriptif analitik yaitu sebuah
penelitian yang menggambarkan, menguraikan secara objektif yang
diteliti dalam hal ini mengenai Deradikalisasi Gerakan Terorisme,
Analis Hukum Islam terhadap Program Deradikalisasai Terorisme
BNPT Tahun 2012”.
Bahwa metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan
informasi tentang keadaan-keadaan yang nyata sekarang (sementara
berlangsung), tujuan utama kita dalam menggunakan metode ini adalah
untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan
pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu
gejala tertentu.
15
3. Sumber Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan sekaligus
kepustakaan, maka Informasi dan data tentang program deradikalisasi
terorisme BNPT 2012, diperoleh dari dua sumber, yaitu;
a. Sumber Data Primer
Data primer merupakan data utama dan terpokok yang
peneliti dapatkan dari objek penelitian, yakni Program
Deradikalisasi Terorisme Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme.
b. Sumber Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang tidak didapatkan
secara langsung oleh peneliti, secara langsung oleh peneliti tetapi
diperoleh dari orang atau pihak lain, seperti laporan-laporan, buku-
buku, jurnal penelitian, artikel dan majalah ilmiah yang lain yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Data yang akan dicari dalam penelitian ini adalah bagaimana
program deradikalisasi BNPT tahun 2012 terhadap pelaku kejahatan
terorisme di Indonesia. Adapun data-data tersebut akan dicari dengan
menggunakan metode:
a. Observasi langsung
Untuk memperoleh akses langsung terhadap objek yang
diteliti, peneliti akan melakukan observasi langsung di kantor
16
BNPT yang berlokasi di Jl. Imam Bonjol Nomor 15, Jakarta Pusat.
Observasi dimaksudkan untuk mendapat informasi awal mengenai
kondisi langsung di lapangan, sehingga dimungkinkan adanya
kontak dan kerjasama dalam forum lebih lanjut. Beberapa hal yang
akan dilakukan dalam observasi ini adalah menggunakan rekaman
gambar, rekaman suara.34
b. Wawancara mendalam (in dept interview)
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan kepada para responden.35
Mekanisme ini akan
digunakan untuk mewawancarai pimpinan BNPT, yaitu Irfan Idris
selaku Direktur Deradikalisasi BNPT dan Muslih Nashoha, Kasi
Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT. Dengan tujuan untuk
memperoleh informasi mendalam mengenai program dan
implementasi program deradikalisasi gerakan terorisme oleh BNPT
terhadap pelaku kejahatan terorisme di Indonesia tahun 2010-2011.
Wawancara ini dilakukan secara terarah dan intensif dengan
substansi permasalahan sesuai pedoman yang dirancang.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi ialah sebuah cara untuk pengumpulan
data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
34
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 1998, hlm. 146 35
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta,
1991, hlm. 39
17
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen, hasil rapat, agenda dan sebagainya.36
Metode ini
digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan dan pendapat-
pendapat untuk menjadikan landasan teori yakni dengan
menganalisis dari literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
d. Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
dengan menggunakan pendekatan kualitatif lebih menekankan
analisisnya pada proses penyimpulan induktif serta pada analisis
terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati,37
dengan menggunakan logika ilmiah serta penekanannya adalah
pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara
berfikir formal dan argumentatif.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas serta mempermudah dalam
pembahasan, maka secara keseluruhan dalam penelitian skripsi ini terbagi
menjadi lima bab, dimana setiap bab memiliki keterkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Secara umum gambaran sistematikanya adalah
sebagai berikut:
36
Sulisty Basuki, Pengantar Dokumentasi Ilmiah, Jakarta: Kesaint Balanc, 1989, hlm. 1 37
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet. Ke-I., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998,
hlm. 5
18
Bab 1 : Pendahuluan
Berisi aspek-aspek utama penelitian yang meliputi: latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan
skripsi, telaah pustaka, Metode penulisan skripsi, sistematika
penulisan skripsi.
Bab II : Tinjauan Umum Bughat
Berisi seputar pengertian bughat, dasar hukum, unsur-unsur,
sanksi bughat, serta korelasi antara bughat dan terorisme.
Bab III : Program Deradikalisasi oleh BNPT Tahun 2012
Memuat sejarah berdirinya BNPT, struktur kelembagaan
BNPT, dan program serta program deradikalisasi oleh BNPT
terhadap pelaku kejahatan terorisme tahun 2012.
Bab IV : Analisis Deradikalisasi Gerakan Terorisme
Berisi tentang analisis hukum Islam terhadap deradikalisasi
BNPT dan implementasi program deradikalisasi oleh BNPT
terhadap pelaku kejahatan terorisme di Indonesia.
Bab V : Penutup
Merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini yang meliputi
kesimpulan, rekomendasi dan penutup.
22
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BUGHAT
A. Pengertian Bughat
Secara etimologi, kata bughat berasal dari bahasa Arab yang
memiliki arti yang sama dengan kata yaitu berlaku zalim, menindas.1
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata bughat berasal dari kata
yang berarti menginginkan sesuatu.2 Sebagaimana dalam firman Allah SWT
surat Al-Kahfi ayat 64:
....
“Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari.” (QS. Al-Kahfi: 64)
Dalam „urf, kata al-baghyu diartikan meminta sesuatu yang tidak halal
atau melanggar hak. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-
A‟raf ayat 33;
....
”Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang Nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.” (QS. Al-A‟raf: 33)
Sedangkan secara terminologi, terdapat perbedaan pendapat para ulama
fiqh dalam mendefinisikan tindak pidana baghat, antara lain:
1. Ulama Malikiyyah, mendefinisikan bughat sebagai tindakan menolak
untuk tunduk dan taat kepada orang yang kepemimpinannya telah tetap
1 Ali Muthohar, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2005, hlm. 228
2 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, 1989, hlm. 69
23
dan tindakannya bukan dalam maksiat, dengan cara menggulingkannya,
dengan menggunakan alasan (ta‟wil). Dengan kata lain, bughat adalah
sekelompok orang muslim yang berseberangan dengan imam (kepala
negara) atau wakilnya, dengan menolak hak dan kewajiban atau maksud
menggulingkannya.
2. Ulama Hanafilah, bughat adalah keluar dari ketaatan kepada imam (kepala
negara) yang sah dengan cara dan alasan yang benar.3
3. Ulama Syafi‟iyyah mendefinisikannya dengan orang-orang Islam yang
tidak patuh dan tunduk kepada pemimpin tertinggi negara dan melakukan
suatu gerakan massa yang didukung oleh suatu kekuatan dengan alasan-
alasan mereka sendiri.
4. Ulama Hanabilah mendefinisikannya dengan menyatakan ketidakpatuhan
terhadap pemimpin negara sekalipun pemimpin itu tidak adil dengan
menggunakan suatu kekuatan dengan alasan-alasan sendiri.4
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemberontakan adalah pembangkangan terhadap kepala negara (imam)
dengan menggunakan kekuatan berdasarkan argumentasi atau alasan
(ta‟wil).5 Pendapat lain mengatakan bahwa al-baghyu adalah bergeraknya
sekelompok orang bersenjata yang terorganisir melawan pemegang otoritas
3 Mohd. Said Ishak, Hudud dalam Fiqh Islam, Johor: Universiti Teknologi Malaysia:
2003, hlm. 15 4 Loc.cit.
5 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 111
24
hukum yang legal menurut syara‟ dengan tujuan mencopotnya dari
jabatannya dengan dasar prinsip pemahaman yang mereka pegangi.6
bughat memiliki kesamaan dengan hirobah (perampokan), yakni sama-
sama mengadakan kekacauan dengan dalam sebuah negara. Namun jika
dilihat dari motif yang melatarinya, keduanya sangat berbeda. Hirobah hanya
bertujuan mengadakan kekacauan dan mengganggu keamanan di muka bumi
tanpa menggunakan alasan (ta‟wil), sedangkan bughat menggunakan alasan
(ta‟wil) politis. Tegasnya, bughat merupakan tindakan yang dilakukan bukan
hanya sekedar mengadakan kekacauan dan mengganggu keamanan,
melainkan tindakan yang targetnya adalah mengambil alih kekuasaan atau
menjatuhkan pemerintahan yang sah.7
B. Dasar Hukum
Terdapat beberapa ayat al-Quran dan hadits yang membicarakan
persoalan bughat, antara lain;
“Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang yang beriman
berperang maka damaikanlah keduanya. Apabila salah satu dari
keduanya itu berbuat aniaya terhadap golongan lain maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali(kepada
perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan
6 Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, Studi tentang Formulasi Sanksi Hukum
Pidana Islam, Semarang: Rasail Media Grup, 2009, hlm. 47 7 Ahmad Wardi Muslich, ibid., hlm. 106
25
berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.”(QS. Al Hujuraat :9)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara,
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat: 10)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-
Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat, tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan Rasul-Nya (sunnahnya) jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa:59)
HR. Muslim dari Abdullah Ibnu Umar dari Rasulullah SAW
“Barang siapa telah memberikan kepercayaan kepada imam
(pemimpin) dengan kedua tangannya dan sepenuh hatinya maka
hendaklah ia menaatinya sesuai dengan kemampuannya. Apabila
dating orang lain yang menentang dan melawannya, maka pukullah
leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah Ibnu Umar dari
Rasulullah SAW)
“Saya mendengar rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang
datang kepada kamu sekalian sedangkan kamu telah sepakat kepada
seorang pemimpin, untuk memecah belah kelompok kalian maka
bunuhlah ia.” (HR. Muslim)
26
“Nanti akan terjadi beberapa peristiwa, barang siapa yang
berkehendak untuk memecah belah urusan umat ini, yang sudah
disepakati maka bunuhlah ia dengan pedang di manapun dia
berada.” (HR. Muslim)
C. Unsur-Unsur Bughat
Setidaknya, terdapat tiga unsur di dalam jarimah bughat, yaitu:
1. Pembangkangan terhadap kepala negara (imam)
Pembangkangan di sini dalam artian menentang kepala negara dan
berupaya untuk memberhentikannya, atau menolak untuk melaksanakan
kewajiban sebagai warga negara. Menurut empat mazhab dan Syi‟ah
Zaidiyah, haram hukumnya keluar (membangkang) dari imam yang ada
walau dia berlaku fasik atau tidak adil, walau pembangkang tersebut
bermaksud amar ma‟ruf nahi munkar. Alasannya adalah pembangkangan
terhadap imam justru akan mendatangkan akibat yang lebih munkar, yaitu
timbulnya fitnah, pertumpahan darah, merebaknya kerusakan dan
kekacauan dalam negara, serta terganggunya ketertiban dan keamanan.
Akan tetapi menurut pendapat marjuh (lemah), apabila seorang imam itu
fasik, zalim, dan mengabaikan hak-hak masyarakat maka ia harus
diberhentikan dari jabatannya.
2. Pembangkangan dilakukan dengan kekuatan
Pembangkangan di sini dalam artian menggunakan kekuatan yang
berupa anggota, senjata, sejumlah logistik dan dana dalam rangka
27
mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah. Menurut Imam Malik,
Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad sebuah gerakan bisa dikatakan
pemberontakan jika sudah menggunakan kekuatan secara nyata. Sehingga
jika baru sebatas ide belum bisa dikatakan pemberontakan, tapi jika sudah
tahap perhimpunan kekuatan dikategorikan sebagai ta‟zir.
Berbeda pendapat dengan Abu Hanifah yang sudah menganggap
sebagai pemberontakan walau baru tahap berkumpul untuk menghimpun
kekuatan untuk maksud berperang dan membangkang terhadap imam.
3. Adanya niat yang melawan hukum (al-qasd al-jinaiy)
Yang tergolong pemberontak adalah kelompok yang dengan
sengaja berniat menggunakan kekuatan untuk menjatuhkan imam maupun
tidak menaatinya.
D. Sanksi Bughat
Dalam menentukan sanksi bagi pelaku pidana bughat atau
pemberontakan dibagi menjadi dua hal, yakni; Pertama, Tindak pidana yang
berkaitan langsung dengan pemberontakan. Yang dimaksud tindak pidana
yang berkaitan langsung dengan pemberontakan adalah berbagai tindak
pidana yang muncul sebagai bentuk pemberontakan terhadap pemerintah,
seperti perusakan fasilitas publik, pembunuhan, penganiayaan, penawanan
dan lain sebagainya.
Sebagai konsekuensi dari berbagai kejahatan yang langsung berkaitan
dengan pemberontakan tersebut, pelaku tidak mendapat jarimah biasa, akan
28
tetapi mendapat hukuman mati. Akan tetapi, jika imam memberikan
pengampuan (amnesti), maka pelaku pemberontakan akan mendapatkan
hukuman ta‟zir.
Kedua, Tindak pidana yang tidak berkaitan langsung dengan
pemberontakan. Yang dimaksudkan dengan tindak pidana yang tidak
berkaitan dengan pemberontakan adalah berbagai tindak kejahatan yang tidak
ada korelasinya dengan pemberontakan, tapi dilakukan pada saat terjadinya
pemberontakan atau peperangan. Beberapa kejahatan tersebut seperti minum
minuman keras, zina atau perkosaan, pencurian, dan lain sebagainya. Ketika
beberapa perbuatan tersebut dilakukan, maka akan dihukumi dengan
hukuman jarimah biasa dan akan mendapat hukuman hudud sesuai dengan
jarimah yang dilakukan.
Dalam persoalan perdata ada sedikit perbedaan pendapat ulama.
Menurut Imam Abu Hanifah, para pemberontak yang merusak dan
menghancurkan aset-aset negara dalam rangka melancarkan aksi tidak ada
pertanggungjawabannya, kecuali jika perusakan dilakukan terhadap kekayaan
individu, maka pelaku wajib mengganti dan mengembalikannya. Sedangkan
sebagian penganut Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa pemberontak harus
bertanggung jawab atas semua barang yang dihancurkannya, baik ada
kaitannya dengan pemberontakan atau tidak, karena perbuatan itu mereka
lakukan dengan melawan hukum.8
8 Ahmad Wardi Muslich, ibid., hlm. 118
29
Secara umum, pada hakikatnya hukuman bagi pelaklu pemberotakan
adalah hukuman mati. Hal tersebut dikarenakan pemberontakan merupakan
kejahatan yang akan menimbulkan kekacauan, ketidaktenangan dan pada
akhirnya akan mendatangkan kemunduran dalam suatu masyarakat (negara).9
Walau jarimah pemberontakan adalah hukuman mati atau ditumpas
pada saat terjadinya perang, tapi para ulama mazhab sepakat harus adanya
proses dialog terlebih dahulu sebelum hukuman mati dieksekusi. Proses
dialog dalam rangka menemukan faktor yang mengakibatkan para
pembangkang melakukan pemberontakan. Jika mereka menyebut beberapa
kezaliman atau penyelewengan yang dilakukan oleh imam dan mereka
memiliki fakta-fakta yang benar maka imam harus berupaya menghentikan
kezaliman dan penyelewengan tersebut.
Upaya berikutnya adalah mengajak para pemberontak diajak kembali
tunduk dan patuh kepada imam atau kepala negara. Apabila mereka bertaubat
dan mau kembali patuh maka mereka dilindungi.Sabaliknya, jika mereka
menolak untuk kembali, barulah diperbolehkan untuk memerangi dan
membunuh mereka. Hal tersebut berdasarkan surat al-Hujjarat ayat 9:
“Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah
9 Rokhmadi, op.cit., hlm. 48
30
golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku
adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
adil.” (QS. Al-Hujurat: 9)
Strategi islah dengan cara dialog sebagai tindakan awal untuk
menyelesaikan pemberontakan tersirat dalam ayat di atas. Hal ini juga
beberapa kali pernah dilakukan oleh Ali bin Abu Thalib saat menjadi
Khalifah. Misalnya ketika muncul kaum Khawarij, yakni segolongan kaum
muslimin yang berlainan faham politik, menentang kebijakan serta
menyatakan keluar dari pemerintah.
Menurut riwayat, jumlah kaum Khawarij pada waktu itu diperkirakan
8000 orang. Khalifah Ali mengutus Ibnu Abbas kepada untuk mendekati dan
dialog kepada mereka agar kembali patuh kepada imam. Setelah berunding
dan bertukar pikiran, 4000 orang diantara mereka kembali masuk ke dalam
pemerintahan, sedang 4000 lainnya tetap menjadi gerombolan. Sisanya
tersebutlah yang kemudian boleh diperangi.
Sebelum terjadinya perang Jamal (Unta), Khalifah Ali juga pernah
mengirimkan utusan untuk melakukan pendekatan dialoh dan ajakan untuk
patuh pada imam kepada penduduk Basrah. Bahakan Khalifah Ali
menekankan kepada para sahabat untuk tidak memulai pertempuran.10
Pendekatan dialog serta ajakan untuk kembali patuh kepada imam
sebelum melakukan perang bagi pemberontak, menunjukkan bahwa Islam
merupakan ajaran cinta damai, mengajarkan kasih sayang dan menjadi
rahmat untuk alam semesta “rahmatan lil alamin”. Perimbangan lain,
10 Ahmad Wardi Muslich, op.cit., hlm. 115
31
pertempuran dalam bentuk apapun hanya akan menimbulkan kerugian
kepada kedua belah pihak.
Untuk menentukan hukum dalam Islam, selain pertimbangan nash juga
ada kaidah fiqh yang bisa menjadi pedoman. Salah satu kaidah fiqh tersebut
adalah maslahat mursalah, yakni menetapkan hukum dalam hal-hal yang
sama sekali tidak disebutkan dalam al-quran maupun al-sunnah, dengan
pertimbangan untuk kemaslahatan atau kepentingan hidup manusia yang
bersendikan pada asas menarik manfaat dan menghindari kerusakan.11
E. Gerakan Terorisme sebagai Bughat
Secara etimologi, terorisme memiliki kata dasar terror. Ia berasal dari
bahasa Latin terrorem yang berarti rasa takut yang luar biasa. Bila merujuk
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teror dimaknai sebagai usaha
menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau
golongan.12
W.J.S. Poerwadarminta (2006) mengartikan terorisme sebagai praktek-
praktek tindakan terror; penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan
dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama politik).13
Senada dengan
Poerwadarminta, B.N. Marbun dalam Kamus Politik mendefinisikan
terorisme sebagai penggunaan kekerasan yang ditujukan untuk menimbulkan
11
Amin Farih, Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam, Semarang: Walisongo
Press, hlm. 17 12
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hlm. 1048 13
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006,
hlm. 1263
32
ketakutan dalam usaha mencapai satu tujuan (terutama tujuan-tujuan politik).
Tujuannya, untuk mempromosikan kepentingan politiknya, sehingga dunia
internasional tahu apa yang mereka perjuangkan.14
Muhammad Asfar (2003) membagi beberapa dimensi yang dijadikan
pijakan untuk membatasi tipologi terorisme. Pertama, dimensi legalitas,
bahwa terorisme merupakan aksi kelompok yang dilakukan untuk melawan
penguasa. Dimensi legalitas mengandung pesan bahwa terdapat kekurangan
dalam memahami terorisme, apakah itu bagian dari „aksi‟ atau „reaksi‟?
Kedua, dimensi kekerasan, tindakan terorisme selama ini selalu dikaitkan
dengan kekerasan terhadap manusia, baik dilakukan secara fisik maupun
psikologis. Ketiga, dimensi tujuan, bahwa perbuatan para teroris adalah
dalam upayanya mencapai tujuan tertentu, baik dalam bentuk ideologi,
kekuasaan maupun yang lainnya. Dan keempat, dimensi kemiliteran. Selama
ini, terorisme selalu menggunakan cara-cara profesional laiknya operasi
militer, operasi intelijen yang semuanya dilakukan oleh ahli-ahli dalam
bidang militer.15
Dalam konteks kekinian, masyarakat dunia dihadapkan dengan
maraknya tindak terorisme dengan jubah Islam. Sejarah mencatat pasca
tragedi penyerangan WTC (World Trade Center) Amerika Serikat, 11
September 2001, mengikuti kemudian berbagai tindakan teror yang tersebar
hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Bahkan tindak terorisme
14
B.N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, hlm. 530 15
Muhammad Asfar (ed.), Islam Lunak Islam Radikal, Pesantren, Terorisme dan Bom
Bali, Surabaya: Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PusDeHAM), 2003, hlm.15.
33
dalam bentuk peledakkan bom di Indonesia terjadi sebelum peristiwa
september kelabu terebut, tapatnya sejak tergulingnya orde baru.
Beberapa peristiwa terorisme yang terjadi di Indonesia antara lain;
Plaza Hayam Wuruk (15/4/1999), Masjid Istiqlal (19/4/1999), Kejaksaan
Agung (4/6/2000), Kedubes Filipina Jakarta (3/8/2000), Bursa Efek Jakarta
(13/9/2000), serangkaian bom natal di Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Mataram,
Pematangsiantar, Medan, Batam dan Pekanbaru (24/12/2000 ), Gereja Santa
Anna dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jakarta (22/7/2001), Gereja
Bethel Tabernakel Kristus Alfa Omega Semarang (31/7/2001), Plaza Atrium
Jakarta (23/9/2001), Australian International School (AIS) Jakarta
(6/11/2001), Restoran KFC Makassar (12/10/2001).16
Bahkan, ledakan
terbesar saat itu terjadi di Paddy‟s Bar17
dan Sari Club18
Legian, Kuta Bali
pada tahun 2002, yang biasa dikenal dengan bom Bali I.
Pada Tahun 2003, ledakan bom kembali mengguncang bumi pertiwi,
tepatnya pada tanggal 3 Februari 2003, bom rakitan meledak di lobi Wisma
Bhayangkari, Kompleks Mabes Polri Jakarta. Diikuti pada 27 April
2003ledakan bom terjadi di area publik di terminal 2F, bandar udara
internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Bom juga mengguncang
sebagian Hotel JW Marriott (5/8/2003).
16
Bambang Abimanyu, Teror Bom Azhari-Noor Din, Jakarta: Republika, 2006, hlm. 83-
90 17
Diledakkan oleh Iqbal alias ar-Nasan alias Jimi dari Banten. Walaupun ledakan bom
ransel ini tidak begitu kuat, tapi mampu menghancurkan tubuh Jimi berkeping-keping.
Selengkapnya baca Majalah Tempo, Edisi 4-10 April 2011, hlm. 32 18
Diledakkan oleh Iqbal alias Isa. Ramuan bom ditaruh di 48 laci dan 12 Filing cabinet
yang disatukan dan dijejalkan ke mobil Mitsubishi L-300 yang dikendarai Ali Imron (kini
menjalani hukuman seumur hidup). Ibid.
34
Tahun 2004 juga tak kalah menyeramkan, karena juga terjadi beberapa
peladekan di Indonesia, yakni bom Palopo (10/01/2004), bom Kedubes
Australia (9/9/2004), dan terakhir Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu,
Sulawesi Tengah (12/12/2004). Di tahun 2005, ledakan bom diawali dengan
terjadinya dua ledakan bom di Ambon (21/3/2005), bom Tentena
(28/5/2005). Tengerang pun tak luput dari ledakan bom, tepatnya di halaman
rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu
Jibril alias M Iqbal, Pamulang Barat(8/6/2005). Kembali Bali digoncang oleh
ledakan bom bunuh diri di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah
Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran (1/10/2005). Diakhirnya bom
meledak di Pasar Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 9 oran dan
melukai sedikitnya 45 orang (31/12/2005).
Setelah tahun 2005, Indonesia mengalami masa-masa tenang namun
tidka berjalan lama, karena ledakan bom kembali terjadi pada tahun 2009.
Ledakan bom dasyat untuk kali keduanya mengguncang Hotel JW Marriott
dan Ritz-Carlton, Jakarta (17/7/2009). Pada tahun tahun 2010 terjadi sedikit
perubahan strategi teror yakni dalam bentuk penembakan warga sipil di Aceh
sekitar Januari 2010 dan perampokan Bank CIMB Niaga pada September
2010 yang keduanya diyakini bagian dari kelompok teroris.
Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat Salat Jumat
sebagian bentuk teror mengawali tahun 2011(15/4/2011). Dilanjutkan
rencana peledekan menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang
Selatan, Banten (22/4/2011) namun aksi tersebut berhasil digagalkan pihak
35
Kepolisian RI. Sebagai penutup tahun 2011, bom berhasil meledak di GBIS
Kepunton, Solo, Jawa Tengah (25/9/2011) usai kebaktian dan jemaat keluar
dari gereja19
.
Rentetan peristiwa panjang perjalanan terorisme di atas cukup
memberikan catatan kelam di Bumi Pertiwi, pasalnya ribuan nyawa
melayang dan jutaan orang lainnya harus merasakan sakitnya imbas
perbuatan teroris terebut. Di lain sisi, para pengikut muslim ekstrim dan
kelompok teroris berpendapat bahwa yang mereka dilakukan merupakan
manifestasi dari keimanan dan kecintaan terhadap Islam, sekaligus
merupakan jihad yang diperintahkan agama.20
Imam Samudra, salah seorang
pelaku bom Bali I, mendefinisikan jihad dalam pengertian syar‟i sebagai
perintah perang melawan kaum kafir yang memerangi Islam dan kaum
muslimin, “Jihad fi sabilillah”.21
Melalui definisi tersebut, Imam Samudra
menyimpulkan, berbagai tindakan teror yang dilakukan bersama
kelompoknya merupakan jihad. Yaitu diniati untuk membalas perbuatan
Amerika dan sekutunya yang dianggap bertanggung jawab atas pembantaian
umat Islam di Afghanistan pada bulan Ramadhan 2001.22
Selain pertimbangan rasionalisasi di atas, para teroris juga mendasari
aksinya dengan dalil Naqliah. Beberapa potongan ayat al-quran dan hadits
19 http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia. diungguh pada, 07 April 2012 20
Terdapat beberapa ayat dalam beberapa surat al-Quran yang menyerukan kewajiban
melakukan jihad, antara lain; al-Baqarah: 191, at-Taubah: 5, 36, dan al-Tahrim: 9. Baca, Kasjim
Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI, 2009, hlm. 2 21
Pengertian tersebut bagi Imam Samudra merupakan harga mati, karena sudah menjadi
Ijma‟ (konsensus) para ulama salafush Shalih, terutama dari empat mazhab (Syafi‟i, Hamdali,
Maliki, Hanafi). Baca, Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004, hlm.108 22
Ibid, hlm. 109
36
yang dapat kita jumpai dalam karya Imam Samudra, Aku Melawan Teroris,
antara lain:
... ....
“Bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpa mereka”
(Q.S. At-Taubah: 5)
...
“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka
juga memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasannya Allah
beserta orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. At-Taubah: 36)
... ....
“Mereka tidak akan pernah berhenti memerangi kalian sampai mereka
berhasil memurtadkan kalian dari agama kalian.” (Q.S. Al-Baqarah :
217)
“Barang siapa di antara kalian yang melihat sesuatu kemungkaran,
hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak
mampu, (dia mengubah) dengan lisannya. Jika tidak mampu, (dia
mengubah) dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya keimanan.”
(HR. Abu Sa‟id Al-Khudry)
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang
artinya,
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusai sampai ia mau
mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat dan membayar
zakat.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Definisi dan pelaksanaan jihad dalam bentuk perang secara fisik yang
dilakukan Imam Samudra dan kelompoknya di atas bertolak belakang dengan
teori jihad yang diutarakan oleh Gamal Al-Banna, saudara Hasan Al-Banna
37
(Mursyid „Am pertama al-Ikhwan al-Muslimun). Bagi Gamal, jihad di abad
modern bukanlah kita mencari mati di jalan Allah, akan tetapi bagaimana kita
bisa hidup bersama-sama di jalan Allah.23
Enizar dalam karyanya, Jihadi, the best Jihad for Moslems, juga
mengutarakan definisi jihad yang berbeda dengan pendapat Imam Samudra.
Menurut Enizar, jihad merupakan segala bentuk usaha dengan kesungguhan
untuk mendapatkan sesuatu atau menghindari dari sesuatu yang tidak
diinginkan dalam koridor kebenaran dan dalam masalah kebaikan.24
Kalau pun jihad harus dimaknai perang, dalam pandangan Moenawar
Chalil bukan berarti perang dalam rangka memaksa orang lain mengikuti
garis Islam maupun memperluas wilayah kekuasaan Islam.25
Dalam
karyanya, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Moenawar Chalil
menemukan fakta bahwa perang yang dilakukan Nabi Muhammad dan Kaum
Muslimin, semata-mata untuk mempertahankan diri, melindungi umat Islam
dalam mengerjakan agamanya, serta untuk melawan dan menahan serangan
musuh yang nyata-nyata hendak membunuh dan memerangi Islam.26
Jika kita telisik sejarah perkembangan Islam pada masa nabi dan
sahabat, ada tiga faktor yang mendasari kaum muslim melakukan perang.
Ketiga faktor tersebut adalah terjadinya pelanggaran sumpah atau perjanjian
23
Dikutip oleh Agus Maftuh Abegebriel, Pengantar Robert Dreyfuss, Devil‟s Game, How
The United States Helped Unieash Fundamentalist Islam , Terj. Asyhabudin, “Devil‟s Game,
Orchestra Iblis, 60 Tahun Perselingkuhan Amerika-Religious Extremist,” Yogyakarta: SR-Ins
Publishing, 2007, hlm. Xxviii-xxix 24
Enizar,”Jihadi, the Best Jihad for Muslims,” Jakarta: Amazah, 2007, hlm. 03 25
Moenawar Chalil, “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jilid I,” Jakarta: Gema
Insani, 2001, hlm. 549 26
Ibid.
38
damai, mendapat serangan dari pihak lain (membela diri), dan terakhir karena
fitnah. Untuk alasan pertama dan kedua diperbolehkannya perang ini sesuai
dengan berfirman Allah SWT dalam surat at-Taubah: 12-15:
12. jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan
mereka mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-pemimpin
orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang-
orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka
berhenti.
13. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak
sumpah (janjinya), Padahal mereka telah keras kemauannya untuk
mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?.
Mengapakah kamu takut kepada mereka Padahal Allah-lah yang berhak
untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.
14. perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka
dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan
mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati
orang-orang yang beriman.
15. dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. dan Allah
menerima taubat orang yang dikehendakiNya. Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-Taubah: 12-15).
Sedangkan syarat fitnah untuk diperbolehkannya melakukan perang
sesuai dengan firman Allah, yakni:
....
“Dan perangilah mereka, agar tidak ada fitnah dan agar agama itu
semata-mata untuk Allah.” (Q.S. Al-Baqarah: 193)
39
Selain ketiga alasan diperbolehkannya perang di atas, dalam perang pun
tidak diperkenankan asal membunuh. Dalam hadits, yang diriwayatkan oleh
Abu Daud, Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Janganlah membunuh orang-orang tua yang sakit, anak-anak kecil atau
wanita-wanita dan jangan berlaku berlebihan mengumpulkan barang
rampasan perang. Berlaku baik karena Allah menyukai orang-orang
yang berlaku baik.”(HR. Abu Daud)
Tentu terdapat alasan mengapa etika/adab dalam masa perang harus
diterapkan. Tidak diperbolehkannya membunuh orang tua yang sakit, anak-
anak kecil dan wanita adalah karena hukum alam yang memfitrahkan mereka
bukan sebagai pejuang dan tidak membahayakan.27
Jadi jika ada kelompok
yang melakukan perang tanpa kedua alasan di atas, dan menelan korban yang
tidak semestinya bukanlah termasuk jihad, melainkan pembunuhan.
Jika kita amati dari pemaparan di atas, beberapa unsur yang ada di
dalam bahgat dapat kita jumpai pula pada kasus terorisme. Pertama, terkait
dengan pembangkangan terhadap kepala negara (imam). Yang dilakukan
kelompok terorisme merupakan bentuk perlawanan terhadap pemerintah
(imam) yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam karena tidak
menerapkan syariah Islam sebagai hukum negara.
Kedua, pemberontakan yang dilakukan para teroris selama ini selalu
mengunakan kekerasan dan persenjataan lengkap. Jumlah anggota mereka
pun tidak sedikit, terbukti tidak putusnya kejahatan yang dilakukan walau
telah diadakan penembakan, penangkapan, penahan, bahkan eksekusi
27
Muhammad Haniff Hassan, Teroris Membajak Islam, Meluruskan Jihad Sesat Imam
Samudra & Kelompok Islam Radikal, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007, hlm.68-70
40
hukuman mati terhadap mereka. fakta tersebut mengisyaratkan bahwa yang
dilakukan kelompok teroris dengan menggunakan kekuatan.
Ketiga, kegiatan kelompok teroris merupakan perbuatan melanggar
hukum yang terencana. Ini bisa dibuktikan dari rapihnya tindakan teror yang
mereka lakukan. Rencana objek, target dan siapa yang akan menjadi
“pengatin” sudah tersusun dan disiapkan secara matang, termasuk pesan
terakhir yang disampaikan oleh pelaku bom bunuh diri baik dalam secarik
kertas maupun melalui video.
41
BAB III
PROGRAM DERADIKALISASI BNPT TAHUN 2012
A. Pengertian Deradikalisasi
Sebelum mendefinisikan deradikalisasi, ada beberapa istilah yang
perlu dipahami. Deradikalisasi sendiri berasal dari kata dasar radikal, berasal
dari bahasa Latin, radix yang berarti akar (pohon) atau sesuatu yang
mendasar. Dalam kamus politik, radikal diartikan amat keras menuntut
perubahan yang menyangkut undang-undang dan ketentuan pemerintah.1
Eko Endarmoko dalam “Tesaurus Bahasa Indonesia,” menjelaskan arti
radikal sinonim dengan fundamental, mendasar, primer, esensial, ekstrim,
fanatik, keras, militan. Jika dikaitkan dengan tindakan seseorang, maka
radikal berarti ekstrimis, reaksioner, revolusioner, progresif, liberal, reformis
dan seterusnya.2
Radikalisme merupakan paham atau aliran radikal dalam politik;
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.3 Dan jika dalam bentuk
radikalisaisi biasa dimaknai sebagai proses peradikalan.
Sedangkan, deradikalisasi merupakan kata yang berasal dari bahasa
Inggris deradicalization dengan kata dasar radical. Mendapat awalan de-
yang memiliki arti, opposite, reverse, remove, reduce, get off, (kebalikan atau
1 B.N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, hlm. 462
2 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: GPU, 2006), hlm. 501.
3 Kamus Besar bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, edisi keempat, Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008, hlm. 1130
42
membalik). Mendapat imbuhan akhir –isasi dari kata –ize, yang berarti, cause
to be or resemble, adopt or spread the manner of activity or the teaching of,
(suatu sebab untuk menjadi atau menyerupai, memakai atau penyebaran cara
atau mengajari). Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses
atau upaya untuk menghilangkan radikalisme.4
Secara lebih luas, deradikalisasi merupakan segala upaya untuk
menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti
hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi
paham radikal dan/atau pro kekerasan.5 Sedangkan dalam konteks terorisme
yang muncul akibat paham keberagamaan radikal, deradikalisasi dimaknai
sebagai proses untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang sempit,
mendasar, menjadi moderat, luas dan komprehensif.6
B. Sejarah dan Profil BNPT
1. Sejarah Berdirinya BNPT
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme selanjutnya disebut
BNPT, merupakan lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) di
Indonesia yang mempunyai tugas dari pemerintah untuk melakukan
penanggulangan terorisme.7
4 Petrus Reindhard Golose, Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach dan
Menyentuh Akar Rumput, Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009, hlm. 62 5 Ibid., hlm. 63
6 Amirsyah, Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasi Pemikiran, Konsep dan
Strategi Pelaksanaan, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012, hlm. 35-36 7Tugas tersebut berdasarkan Pasal 2 dalam Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010
tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
43
Berdirinya BNPT tidak bisa dilepaskan dari peristiwa peledakan
bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Selaku orang nomor satu di negeri ini,
Megawati segera mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002
pasca terjadinya peledakan bom yang menewaskan lebih kurang 200 orang
itu. Instruksi Presiden tersebut memberikan mandat kepada Menkopolkam
(Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan) yang saat itu dijabat
oleh Susilo Bambang Yudoyono (SBY) untuk membuat kebijakan dan
strategi nasional penanganan terorisme.
Segera setelah memperoleh mandat, Menkopolkam membentuk
Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) berdasarkan
Keputusan Menteri Nomor : Kep-26/Menko/Polkam/11/2002. DKPT
mempunyai tugas membantu Menkopolkam dalam merumuskan kebijakan
bagi pemberantasan tindak pidana terorisme, meliputi aspek penangkalan,
pencegahan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segala
tindakan hukum yang diperlukan. Serta menunjuk Irjen Pol Drs. Ansyaad
Mbai, MM sebagai ketua DKPT.
Pada tanggal 31 Agustus 2009, dalam rapat kerja Komisi I DPR
dengan Menkopolkam, DPR merumuskan beberapa keputusan dan
rekomendasi, yakni:
a. Mendukung upaya pemerintah dalam menanggulangi dan
memberantas terorisme.
b. Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang harus
dijadikan musuh bersama.
44
c. Upaya meningkatkan kapasitas dan keterpaduan penanggulangan
terorisme, agar meningkatkan peran masyarakat.
d. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk suatu
“badan” yang berwenang secara operasional melakukan tugas
pemberantasan/penanggulangan terorisme.
e. Menerbitkan regulasi sebagai elaborasi UU No.34/2004 tentang TNI
dan UU No.2/2002 tentang Polri, untuk mengatur ketentuan lebih rinci
tentang “Rule of Engagement” (aturan pelibatan) TNI, terkait tugas
Operasi Militer selain perang, termasuk aturan pelibatan TNI dalam
mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap Polri.
Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR tersebut dan assessment
terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal, 16 Juli 2010 Presiden
Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun
2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan
mengangkat Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai, M.M sebagai kepala BNPT
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 121/M Tahun 2010.
2. Tugas Pokok BNPT
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010, BNPT
mempunyai beberapa tugas, yakni:
a. Menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang
penanggulangan terorisme.
b. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam melaksanakan
kebijakan di bidang penanggulangan terorisme.
45
c. Membentuk satuan tugas-tugas yang terdiri dari unsur instansi
pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing
3. Fungsi BNPT
Selain mempunyai beberapa tugas pokok di atas, BNPT juga
mempunyai beberapa fungsi, yakni:
1. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang
penanggulangan terorisme.
2. Monitoring, analisa, dan evaluasi di bidang penanggulangan terorisme.
3. Koordinasi dalam pencegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan
propaganda ideologi radikal.
4. Pelaksanaan deradikalisasi.
5. Perlindungan terhadap objek-objek yang potensial menjadi target
serangan terorisme
6. Pelaksanaan penindakan, pembinaan kemampuan, dan kesiap-siagaan
nasional.
7. Pelaksanaan kerjasama internasional di bidang penanggulangan
terorisme.
8. Perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program,
administrasi dan sumber daya serta kerjasama antar instansi.
9. Pengoperasionalan satuan tugas – satuan tugas pencegahan,
perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan
nasional di bidang penanggulangan terorisme.
46
4. Tujuan
Pemberantasan terorisme bertujuan melindungi warga negara dan
kepentingan nasional serta menciptakan lingkungan nasional dan
internasional yang aman dan damai dengan tidak menyuburkan
radikalisasi dan menghentikan aksi terorisme.
5. Visi
Terorisme adalah ancaman nyata dan aktif, apabila tidak dilakukan
upaya penanganan secara komprehensif di tingkat nasional dan
kewilayahan, dapat membahayakan stabilitas kehidupan berbangsa dan
bernegara. upaya komprehensif tersebut, mencakup upaya-upaya
penindakan secara operasional, proteksi (perlindungan), pencegahan dan
penangkalan, penanganan permasalahan hulu (akar masalah) dan upaya
deradikalisasi.
6. Misi
Untuk melakukan pemberantasan terorisme perlu diupayakan
langkah-langkah:
a. Menangkal dan mencegah terorisme dengan menghilangkan faktor-
faktor korelatif penyebab yang dapat dieksploitasi menjadi alasan
pembenar aksi terorisme.
b. Memberantas terorisme dengan mengalahkan organisasi terorisme
dengan menghancurkan persembunyiannya, kepemimpinan, komando,
control, komunikasi, dukungan materiil dan keuangan.
47
c. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan terhadap ancaman serangan
terorisme.
d. Melindungi prasarana vital dari ancaman serangan terorisme.
7. Satuan Tugas BNPT
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi BNPT dibentuklah satuan
tugas-satuan tugas yang terdiri dari unsure-unsur terkait, juga dapat
melibatkan masyarakat. Penugasan TNI dan Polri dalam Satgas BNPT
bersifat “disiapkan” atau Bawah Kendali Operasi (BKO).
Satuan tugas BNPT dalam rangka penindakan harus tetap
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), terutama di dalam
penggunaan kekerasan dan senjata api dengan memegang teguh pada
prinsip-prinsip dasar:
a. Setiap anggota Satgas melakukan tugas berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Penggunaan senjata api adalah merupakan upaya terakhir setelah
upaya-upaya lain non kekerasan tidak efektif lagi (Last Resort).
c. Penggunaan kekerasan dengan senjata api hanya dalam keadaan
terpaksa atau dalam pembelaan darurat sesuai Pasal 48 KUHP
(Overmacht) dan Pasal 49 KUHP (Noodweer).
d. Penggunaan kekerasan dengan senjata harus seimbang (prosedural)
dengan ancaman yang dihadapi.
e. Setiap tindakan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara
hukum (Accountable).
48
8. Struktur Kelembagaan BNPT
9. Data Narapidana Terorisme yang Ada
Berdasarkan data yang masuk di BNPT pada akhir 2010 lalu,
terdapat 29 lapas berpenghuni 121 narapidana terorisme yang tersebar di
seluruh Indonesia8, yakni:
8 Data tersebut diambil dari Direktur Bina Registrasi dan Statistik pada Desember 2010 di
Jakarta.
DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR
49
1) Lapas Kelas IIB Kuala Simpang
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Iwan Setiawan
alias Husein bin Suripto, pelaku Bom Kedutaan Besar Malaysia.
2) Lapas I Medan
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Syahruddin alias
Aan alias Ramses alias Chandra alias Deny Fachrudin, selaku pencari
dana untuk aksi terorisme perampokan Lipo Bank menggunakan
senjata api di dekan USU Medan.
3) Lapas Binjai
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Waluyo alias
Muhammad Aryo alias Tatang alias Jono, selaku pencari dana untuk
aksi terorisme perampokan Lipo Bank menggunakan senjata api di
dekan USU Medan.
4) Lapas Labuhan Ruku
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Ramli alias Tono
alias Regar, selaku pencari dana untuk aksi terorisme perampokan
Lipo Bank menggunakan senjata api di dekan USU Medan.
5) Lapas Lubuk Pakam
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Ramli alias
Agung alias Gogon, selaku pencari dana untuk aksi terorisme
perampokan Lipo Bank menggunakan senjata api di dekan USU
Medan.
50
6) Lapas Pematang Siantar
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Ramli alias
Agung alias Gogon, selaku pencari dana untuk aksi terorisme
perampokan Lipo Bank menggunakan senjata api di dekan USU
Medan.
7) Lapas Kelas I Jambi
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Dedi Busriasi
alias Edi bin Burhanudin, selaku pengancaman bom Mal Ditronal.
8) Lapas Kelas I Palembang
Dihuni oleh enam narapidana terorisme yaitu, Heri Purwanto
alias Abu Hurairoh bin Sukardi, Agussetiawan alias Bukhori alias
Junaedi bin Sofian, Abdurrahman Taib alias Musa alias Ivan bin
Tarminto, Ki Agus Muhammad Toni, Ali Masyudi alias Zuber alias
Musahadi alias Huda bin Ahmad Kohari, Ani Sugandi alias Abdullah
Huzair bin Sudarjo.
9) Lapas I Cipinang
Dihuni oleh tujuh belas narapidana terorisme yaitu, Syaiful
Bahri alias Apuy alias Epu alias Ahmad, terlibat bom Kedutaan Besar
Australia. Muhamad Nuh alias Cholid alias Olid bin Muji Taba,
terlibat bom Kramat Jati Indah. Lilik Purnomo alias Haris alias
Arman, terlibat bom Poso. Ahmad Syahrul Uman alias Doni alias
Faesol, selaku teman dekat Abu Duzana. Nur Arifudin alias Suharto
alias Haryanto bin Suyadi, Azis Mustofa alias Ari alias Bangkit,
51
Zuhroni alias Zainudin Fahmi alias Oni alias Mbah alias Abu Irsyad
alias Zarkasih alias Nu’aim, Ainul Bahri alias Yusron Mahmudi alias
Abu Dujana alias Abu Musa alias Sorim alias Sobirin alias Pak Guru
alias Dedy alias Mahsun bin Tamli Tamimi, Taufik Masduki alias
Abu Khotib alias Gianto alias Abdul Rojak alias Suraji alias Ruli alias
Yasid alias Taufik Kondang alias Ahmad Asropi, (menyembunyikan
informasi tentang terorisme bom Poso). Hargobind P Tahilramani,
pelaku sms teror ke Kedutaan Besar Amerika. Tengku Ismuhadi bin
Jafar, terlibat bom Bursa Efek Jakarta. Wahyudi alias Piyo alias
Gunawan, membantu untuk melakukan tindak pidana terorisme,
memiliki senjata api dan menimbulkan suasana teror. Sukarso
Abdillah alias Abdurrahman alias Rohman, membantu tindak pidana
terorisme, memiliki senjata api dan menimbulkan suasana teror
(tindak pidana terorisme Palembang). Sugiarto alias Sugicheng alias
Raja, Mohammad Hasan bin Saynudin alias Fajar Taslim alias Zaid
alias Omar alias Ust. Alim (melakukan tindak pidana terorisme dan
menimbulkan suasana teror di Palembang). Parmin alias Yoser Abdul
Baar, mengetahui keberadaan Noordin M. Top juga penerjemah buku
tentang jihad.
10) Lapas II A Narkotika Jakarta
Dihuni oleh dua narapidana terorisme yaitu, Irwan bin Ilyas
dan Ibrahim Hasan (terlibat dalam bom Bursa Efek Jakarta).
52
11) Lapas Kelas I Tangerang
Dihuni oleh dua narapidana terorisme yaitu, Andri Octavia
alias Yudi dan Abdul Rouf alias Sam (terlibat dalam bom Bali I).
12) Lapas Kelas I Cirebon
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Andi Makassau
alias Usama alias Aba Mukti (terlibat dalam bom Poso).
13) Lapas Kelas II Karawang
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Matria alias Haris
bin Maslan (melakukan ancaman bom via sms ke Cafe Kartika
Bekasi).
14) Lapas I Semarang
Dihuni oleh lima narapidana terorisme yaitu, Suranto Abdul
Ghoni alias Umar alias Wayan, Sarjiyo alias Sawad alias Zaenal
Abidin, Anif Solchanudin alias Pendek alias Suyadi, Dwi Widiyanto
alias Wiwid alias Sigit alias Bambang bin Purnomo, dan Abdul Azis
alias Jafar bin Abu Bakar, (terlibat dalam bom Bali II).
15) Lapas Sragen
Dihuni oleh dua narapidana terorisme yaitu, Aris Widodo alias
Tri (pindahan dari LP Cipinang), dan Sikas alias Karim alias Abi
Salma (menerima dan mengangkut senjata api untuk kegiatan teroris
dan memberi bantuan informasi pada teroris).
53
16) Lapas IIA Permisan
Dihuni oleh tiga narapidana terorisme yaitu, Wawan
Suprihatin alias Muclis bin Kastolani (menyembunyikan Noordin M.
Top), Ahmad Syahrul Uman alias Doni alias Faesol alias Irul, dan
Suparjo alias Sarwo Edi Nugroho alias Said (menerima dan
mengangkut senjata api untuk kegiatan teroris dan memberi bantuan
informasi pada teroris).
17) Lapas Batu
Dihuni oleh sebelas narapidana terorisme yaitu, Joko Wibowo
alias Abu Sayaf bin Parman, Subur Sugiarto alias Abu Mujahid bin
Isa alias Marwan Hidayah, Mustaghfirin alias Jek alias Adi alias
Sukarno alias Bagas alias Febi, Joko Surono alias Pak Man bin Danu
Kusno, Aditya Tri Yoga alias Surya alias Cahyo bin Efendi, Agung
Setyadi, S. Kom alias Pakne alias Slafulhajihad (menyembunyikan
Noordin M. Top di Semarang), Achmad Hasan alias Agung Cahyono
alias Purnomo (terlibat dalam kasus Ambon), Iwan Dharmawan alias
Rois alias Fajar (terlibat dalam bom Kedutaan Besar Australia),
Syaiful Anam alias Mujadid alias Brekele alias Idris (terlibat dalam
peledakan bom Poso), Amr Ahmadi alias Abu Jundi alias Ahmad alias
Ghozy, dan Mahfudz Qomari alias Suparjo alias Ayyasi alias Abu
(menerima dan mengangkut senjata api untuk kegiatan teroris dan
memberi bantuan informasi pada teroris).
54
18) Lapas Pasir Putih
Dihuni oleh lima narapidana terorisme yaitu, Abdul Jabar bin
Achmad Kandani (terlibat dalam bom Gereja Halim), Taufik bin
Abdul Halim alias Dani (terlibat dalam bom Atrium Senen), Nor
Misuari alias Nurdin alias Herman alias Ardiansyah alias Diki alias
Ibrahim alias Rusli, Edi Setiyono alias Abbas alias Usman, Joni
Meranam alias Joni bin M. Yusuf (terlibat bom Gereja Duren Sawit).
19) Rutan Temanggung
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Arif Ma’ruf alias
Bagong alias Wahyu.
20) Lapas I Surabaya Porong
Dihuni oleh delapan belas narapidana terorisme yaitu,
Rahmadi Suheb alias Adi bin Tatin (terlibat dalam bom Halong
Maluku), Hardi Tausikal bin Abdul Ghafur (terlibat dalam bom Lateri
Ambon), Idi Amin Thabrani Pattimura alias Ongen, Samsudin alias
Fatur, Ismail Fahmi Yamsehu, Abdullah Umamiti alias Dullah, Asep
Jaya alias Aji Dahlan, Muthalib Patty alias Tholib bis Hasan Patty, M.
Sholeh alias M. Sholeh Ikhwan alias Andri Susanto bin Ali Mansaid,
Nasrudin Mochtar bin Marzuki, Zainuddin Nasir alias Nurdin bin
Sofyan, Nachrum Waili Sahalong alias Teddy bin Ghozali, Ridwan
Lestaluhu alias Edo bin Thamrin, Samsul Bahri Sangadji alias Soa bin
Abdul Manaf, M. Syarif Tarabubun alias Lukman (Penyerangan Villa
Karaoke Desa Hatiwe Besar), Arief Syaifudin alias Tsaqaf alias
55
Firdaus, dan Maulana Yusuf Wibisono alias Kholis (terlibat dalam
latihan militer Abu Duzana).
21) Lapas I Malang
Dihuni oleh empat narapidana terorisme yaitu, Muhammad
Agung Hamid, SE alias Arifin alias Yacob alias Budi bin H. Hamid,
Usman Nuraffan alias Salman bin DG Naba, Masnur bin Abd Latif
(terlibat dalam peledakan bom Makasar), dan Mohammad Cholily
alias Yahya Antoni bin Munakib (terlibat bom Bali II).
22) Lapas II A Denpasar
Dihuni oleh dua narapidana terorisme yaitu, Ali Imron bin H.
Nurhasyim alias Alik alias Toha alias Mulyadi alias Zaid (terlibat bom
Bali I).
23) Lapas Kelas Tanggarong
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Hendy Yusar bin
M. Yusni.
24) Lapas I Makassar
Dihuni oleh tiga narapidana terorisme yaitu, Arman alias Gala
alias Galaksi bin H. Abdul Samad, Wirahadi alias Hadi (terlibat bom
Makassar), Salamun DG Pasau alian Amun alias Ahmad Azzam bin
Baco DG Pasau (terlibat bom Polopo).
25) Lapas II A Palu
Dihuni oleh sembilan narapidana terorisme yaitu, Yudi
Heryanto Parsan alias Udit, Irwanto Irano alias Iwan alias Priyanto,
56
Hasanuddin bin Hasan alias Hasan alias Slamet Raharjo (terlibat bom
Poso), Tugiran alias Iran, Ridwan al Daun alias Iwan, Rohman Kalahe
alias Wiwin alias Tamo, Agus Nur Muhammad alias Agus Jenggot,
Amril Ngiode alias Aat alias Moket, Amirullah alias Salama alias
Kanna alias Leo bin Umamareng (terlibat kerusuhan Poso).
26) Lapas II B Luwuk
Dihuni oleh tujuh belas narapidana terorisme yaitu, Syaiful
Ibrahim alias Ipul, Romiyanto Parusu alias Romi, Benhard
Tompondusu alias Tande, Erosman Tioki alias Eman, Jefri Bontura
alias Karate alias Ate, Walsus Alpin alias Eje, Sastra Yuda Wastu
Naser alias Ibo, Agus Chandra alias Anda, Darma Arya alias Panye,
Fernikson Bontura alias Kenong, Harpri Tumonggi alias Api, Erwin
Poima alias Epin (terlibat dalam bom Poso), Roni Supriyanto
Rantedago Parusu alias Oni, Jonathan Tamsur alias Nathan, Dedy
Dores Serpianus Tempali, Arnoval Mencana alias Opan, Bambang
Tontou alias Bambang (terlibat dalam bom Poso juga mengubur,
menyembunyikan dan membawa lari mayat).
27) Lapas Ampana
Dihuni oleh dua narapidana terorisme yaitu, Mohamad Basri
alias Ayas alias Bagong dan Ardin Djanatu alias Rojak (terlibat dalam
kekerasan Poso).
57
28) Lapas Polewali
Dihuni oleh satu narapidana terorisme yaitu, Aminudin Ismail
alias Ilham bin Baharudin (Penyerangan Desa dalam peristiwa
pemisahan kabupaten).
29) Lapas Ambon
Sulthon Qulbi alias Arsyad alias Asadullah (pindahan dari
rutan Ambon).
Dari total narapidana terorisme, sampai akhir 2010 yang masih
menjalani hukuman penjara 115 orang. Pidana penjara sementara 98
orang, pidana mati 2 orang, dan 15 orang dipidana seumur hidup.
C. Pelaksanaan Program Deradikalisasi oleh BNPT
Kehadiran reformasi yang ditandai dengan tumbangnya orde baru di
Indonesia pada tahun 1998, diikuti pula era berkembang bebasnya berbagai
ideologi, tak terkecuali radikalisme. Dalam pandangan BNPT, setidaknya ada
5 tipologi kelompok radikal yang berkembang di Indonesia saat ini9, yaitu:
1. Kelompok Radikal Gagasan
Kelompok ini adalah kelompok yang dapat dikatakan radikal dari
segi gagasan dan pemikirannya, namun tidak menggunakan tindakan
kekerasan. Seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI).
9 Disampaikan oleh Muslih, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT dalam Dialog
Publik, “Radikalisasi, Terorisme dan Deradikalisasi Paham Radikal” olah Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Jawa Tengah di Hotel Pandanaran Semarang, 3 Desember 2011
58
2. Kelompok Radikal Non Teroris
Kelompok ini bergerak dalam bentuk residivis kelompok radikal
non terorisme, gangsterisme atau vandalism. Contoh dari kelompok ini
adalah Front Pembela Islam (FPI).
3. Kelompok Radikal Milisi
Kelompok ini merupakan kelompok milisi yang terlibat dalam
konflik-konflik komunal seperti konflik Ambon dan Poso. Contoh dari
kelompok ini adalah Laskar Jihad, Laskar Jundullah, dan Laskar
Mujahidin Indonesia.
4. Kelompok Radikal Separatis
Kelompok ini mempunyai tujuan untuk memisahkan diri dari
Indonesia, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Negara Islam
Indonesia (NII).
5. Kelompok Radikal Terorisme
Kelompok ini mempunyai tujuan untuk menegakkan hukum-
hukum Islam dengan melakukan aksi-aksi terorisme. Contoh dari
kelompok ini adalah Jamaah Islamiyah.
Sebelum terbentuknya karakter individu yang radikal, biasanya
seseorang tersebut akan mengalami ada empat tahapan, yakni;
1. Pra Radikalisasi, di mana seorang individu masih menjalani aktivitas dan
rutinitas sebagaimana mestinya.
59
2. Identifikasi Diri, individu mulai mengidentifikasi diri dan berfikir ke arah
radikal.
3. Indoktrinasi, mulai mengintensifkan dan memfokuskan kepercayaan
terhadap gerakan yang akan diambil.
4. Jihadisasi, seorang individu melaksanakan aksi atau tindakan atas
keyakinannya yang dianggap sebagai bentuk jihad.
Proses yang berbeda akan berpengaruh sejauh mana aksi radikal
dilakukan oleh masing-masing individu10
.
10
Data diambil dari makalah Mayjen TNI Agus SB, Deputi 1 Bidang Pencegahan,
Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Pemetaan Ancaman Radikalisme Agama Terhadap NKRI,
yang disampaikan dalam “Workshop Membangun Kesadaran dan Strategi dalam Menghadapi
Gerakan Radikalisme Agama”, oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian
Agama di Pesantren Al-Hikam Depok, 14-16 September 2011
60
Tahapan Terjadinya Radikalisasi Dalam Lima Tipologi Radikalisasi
No. Tahapan Radikal Gagasan Radikal Non Teroris Radikal Milisi Radikal Separatis Radikal teroris
1. Pra Radikalisasi - Jaringan Lembaga
Dakwah Kampus
(LDK)
- Diskusi & Seminar
masalah aktual
- Sebar poster &
bulletin
- Menerima semua
golongan Masyarakat
- Sasaran perekrutan
pemuda
pengangguran
- Pengajian
- Opini konflik
komunal
- Muslim dibantai
Non Muslim
- GAM rekrut kelompok
tidak puas
- NII rekrut mahasiswa,
pelajar SMA &
Keluarga
- Rekrut kelompok
Ekstremis, remaja
potensial,
- Pesantren Radikal
2. Identifikasi Diri - Diskusi masalah
nash
- Cermati masalah
politik & Ekonomi
- Cermati masalah
dekadensi moral
- Kontrol Pemerintah
- Kriminal & tidak
tertib
- Buka Posko
- Gunakan kader-
kader terlatih &
lulusan kamp-kamp
pelatihan
- Yang sudah direkrut
diundang dalam
pengajian
- Sekolah/Madrasah
- Ngruki
- Malaysia,
- Afgan& Moro
3. Indoktrinasi - Solusi
permasalahan
adalah Syariat
Islam
- Tolak Sistem
Demokrasi
- Anggota diajak
dalami prinsip jihad
& amar ma’ruf nahi
munkar
- Jihad fi sabilillah
- Latihan semi
Militer
- Pentingnya Negara
Islam
- NKRI kafir
- Sist Usrah
- Id Jihad
- Benci AS
4. Jihadisasi - Menentang
berbagai
isu di Rah & Nas
- Benci kemaksiatan
- Sebagai Polisi syariat
- Perangi tempat
hiburan
- Terjun ke wilayah
konflik
- Serang non muslim
- Pemberontakan ber-Jat
- Himpun dana
- Teror BOM
- Perampokan &
penembakan
61
Tidak semua dari kelima tipologi radikalisme di atas mendapat
tindakan langsung dari pemerintah, karena itu akan berbenturan dengan HAM
juga kebebasan berfikir dan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang.
Setidaknya ada tiga kelompok yang dianggap mengancam keutuhan NKRI
sehingga harus mendapat tindakan langsung dari pemerintah, yakni
radikalisme milisi, separatism, dan terorisme. Munculnya Desk Koordinasi
Pemberantasan Terorisme (DKPT) sebagai akar kelahiran BNPT pada tahun
2002 tidak lain sebagai respons terhadap maraknya radikalisme dan terorisme
atas nama agama. Walhasil, sebanyak 260 orang ditangkap, 160 proses
hukum, 5 dihukum mati, dan tokoh teroris (Noordin M. Top dan Dr. Azhari)
juga mati.
Dalam rangka mengemban tugas untuk menyusun dan melaksanakan
program penanggulangan terorisme di Indonesia, Irfan Idris, selaku Direktur
Deradikalisasi BNPT mengenalkan dua strategi pendekatan, yakni Hard
Approach dan Soft Approach. Hard Approach, merupakan pendekatan
dengan menekankan pada penjaminan keamanan dan penegakan hukum oleh
militer dan polri, sedangkan Soft Approach yakni pendekatan yang
komprehensif, persuasive, penuh kelembutan dan kasih sayang. Namun
demikian, strategi kedua (Soft Approach) saat ini lebih ditekankan oleh
BNPT, mengingat tindakan represif aparat terbukti tidak bisa menyelesaikan
maraknya tindak kejahatan terorisme di Indonesia.11
11
Diolah dari hasil wawancara dengan Prof Irfan Idris, Direktur Deradikalisasi BNPT di
Jakarta, 6 Desember 2011
62
Selain bukti ketidakmampuan strategi represif untuk menuntaskan
terorisme di Indonesia, strategi deradikalisasi dipilih mengingat beberapa hal,
antara lain; Pertama, kejahatan terorisme yang marak belakangan bukanlah
kejahatan biasa, yang tidak cukup diselesaikan dengan membuat Undang-
undang, membentuk pasukan khusus anti teror, menangkap pada pelaku dan
terakhir memberikan hukuman mati kepada mereka. Jauh dari itu, terorisme
tersebut merupakan bentuk kejahatan yang lahir atas dasar faham atau ide
keagamaan radikal. Sehingga, perang terhadap ide atau faham keberagamaan
radikal yang mengakibatkan tindak kejahatan terorisme tersebutlah yang
harus diutamakan (war of idea).
Kedua, pasca booming-nya isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
kancah internasional, masyarakat dunia saat ini mengecam berbagai tindak
kekerasan terhadap sesama atas dasar apapun, termasuk melawan kejahatan
terorisme. Ketiga, jika dalam satu massa pemerintah dengan strategi represif
mampu menumpas seluruh pelaku kejahatan terorisme, tidak ada garansi
suatu negara akan bebas dari terorisme untuk selamanya. Bahkan dalam
waktu 10-15 tahun yang akan datang bisa jadi wajah terorisme akan lebih
berbahaya.
Alasannya cukup sederhana, di saat keturunan para teroris yang
terbunuh sudah tumbuh dewasa, ketika spirit jihad telah terwariskan dalam
diri mereka, kejahatan terorisme dipastikan akan lebih kejam. Bukan hanya
jihad yang mendasari aksi mereka, melainkan juga motivasi balas dendam.
Beberapa alasan di atas seolah ikut mengamini apa yang telah teori Thomas
63
More, yang dikutik oleh Hendrojono (2005),12
bahwa pemberantasan
kejahatan dengan tindak kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu
berhenti.
Secara aplikatif, Irfan menambahkan bahwa dalam proses
deradikalisasi terhadap pelaku kejahatan terorisme, BNPT secara garis besar
mencanangkan tiga macam program pembinaan, yakni; pembinaan
kepribadian, pembinaan kemandirian dan pembinaan preventif berkelanjutan.
Pertama, pembinaan kepribadian, pembinaan tersebut terkait mindset atau
cara berfikir seorang narapidana teroris dan keluarga mereka yang radikal dan
bertentangan dengan ideologi pancasila dan NKRI untuk kembali ke jalur
yang bisa menerima dan diterima negara dan warganya. Dalam pembinaan
kepribadian ini, BNPT menjadikan dialog dari hati ke hati sebagai strategi
untuk mengubah doktrin yang sudah tertanam dalam mindset masing-masing
individu.
Kedua, pembinaan kemandirian. Pembinaan kemandirian ini
merupakan serangkaian proses yang bertujuan untuk membekali para
narapidana terorisme dan keluarga mereka dari sisi mata pencaharian atau
ekonomi. Pembinaan dilakukan dengan cara pemberian skill khusus untuk
mengembangkan perekonomian kepada para narapidana terorisme dan
keluarga mereka pasca mereka bebas dari masa penahanan dan dari ideologi
terorisme.
12
Hendrojono, Kriminologi, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, Surabaya:
PT. Dieta Persada, 2005, hlm. 13
64
Ketiga, Pembinaan preventif berkelanjutan. Pembinaan ini
dimaksudkan agar masyarakat bisa mengidentifikasi dan mengantisipasi
terhadap masuknya ideologi terorisme. Objek dalam pembinaan ini adalah
masyarakat luas dalam bentuk pelatihan dan sosialisasi melalui berbagai
institusi seperti organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi
pemuda, LSM dan sebagainya.
Dari beberapa konsep besar program di atas, BNPT menelurkan
beberapa program kerja yang telah dan akan dilaksanakan pada tahun 2012,
antara lain:
1. Resosialisasi tentang mantan terorisme dan keluarga
Yaitu kegiatan untuk mensosialisasikan kembali mantan teroris dan
keluarga di tengah masyarakat melalui pendekatan-pendekatan khusus
kepada tokoh masyarakat, agama, pendidikan, budaya, pemuda, pejabat
pemerintahan dan lain sebagainya agar mereka dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat. Pentingnya kegiatan ini didasarkan pada kenyataan
bahwa sebagian besar masyarakat menolak kehadiran mantan teroris
walaupun kondisinya meninggal dunia.
2. Rehabilitasi mantan teroris di lapas
Rehabilitasi ini diisi dengan berbagai kegiatan pembinaan, yaitu
dengan pendekatan keagamaan, mental/psikologis/budaya, pendidikan,
ekonomi,/wirausaha/kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pentingnya
kegiatan ini untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang
agama, maupun negara dan aktivitas mereka sekaligus untuk membekali
65
nara pidana terorisme dengan berbagai pemahaman dan keterampilan
sehingga ketika mereka keluar dari lapas, dapat menjadi warga negara
yang baik.
3. Rehabilitasi mantan terorisme dan keluarga
Kegiatan ini diarahkan bukan hanya kepada nara pidana terorisme,
melainkan juga kepada keluarganya, yaitu dengan pendekatan keagamaan,
mental/psikologis/budaya, pendidikan, ekonomi,/wirausaha/kesejahteraan,
dan lain sebagainya. Pentingnya kegiatan ini untuk memantau
perkembangan pemahaman baik tentang agama maupun negara dan
aktifitas mereka sekaligus untuk membekali nara pidana terorisme dan
keluarganya dengan berbagai pemahaman dan keterampilan agar menjadi
warga yang baik.
4. Pelatihan anti radikalisme dan terorisme kepada ormas
Kegiatan ini diarahkan untuk membekali para pimpinan ormas yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakar di masyarakat dengan
pemahaman-pemahaman kontra radikalisme dan terorisme. Kegiatan ini
juga sekaligus sebagai upaya penggalangan langkah bersama di kalangan
ormas untuk secara bersama melakukan penanggulangan terhadap
radikalisme dan terorisme. Pentingnya kegiatan ini karena keberadaan
ormas yang langsung di masyarakat dan ormas-ormas tersebut dapat
melakukan pembinaan kepada masyarakat sehingga akan terselenggara
proses pembinaan kontra radikalisme dan terorisme setiap saat kepada
seluruh masyarakat Indonesia.
66
5. Koordinasi penangkalan dan rehabilitasi di bidang deradikalisasi di 15
provinsi
Kegiatan ini merupakan upaya pengkoordinasian kepada komponen-
komponen bangsa baik instansi pemerintahan, pendidikan, organisasi
keagamaan, kepemudaan, sosial dan politik, badan usaha, seni dan budaya,
dan lain sebagainya yang tersebar di wilayah Indonesia. Akan tetapi untuk
tahun 2012 dilakukan pada 15 provinsi. Pentingnya kegiatan ini juga
sebagai upaya untuk memantapkan sekaligus mensinergikan kegiatan-
kegiatan penangkalan terhadap gerakan radikalisme dan terorisme dan
rehabilitasi kepada mantan terorisme dan keluarga besarnya.
6. TOT Anti Radikalisme dan Terorisme
Kegiatan ini secara khusus dimaksudkan agar terwujudnya trainer-
trainer anti radikalisme dan terorisme yang dapat disebar di seluruh
wilayah Indonesia untuk melakukan pembinaan dan pelatihan kepada
masyarakat tentang anti radikalisme dan terorisme. Pentingnya kegiatan
ini dikarenakan minimnya orang-orang yang dapat dijadikan trainer anti
radikalisme dan terorisme.
7. Workshop kurikulum pendidikan agama
Kegiatan ini diarahkan untuk mengkaji kurikulum pendidikan agama
yang selama ini berjalan di lembaga-lembaga pendidikan sekaligus
merumuskan formulasi kurikulum pendidikan agama yang sesuai dengan
deradikalisasi.
67
8. Penyusunan buku-buku deradikalisasi untuk tingkat SD, SLTP, dan SLTA
Kegiatan ini merupakan upaya untuk melakukan deradikalisasi kepada
para pelajar sejak SD. Ini berarti sejak usia dini, para pelajar sudah
ditanamkan sikap-sikap anti radikalisme dan terorisme. Mereka
ditanamkan cara-cara bersikap untuk saling menghormati, hidup rukun,
nasionalisme, anti kekerasan, dan menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
9. Pendirian pusat kajian deradikalisasai di perguruan tinggi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memasyarakatkan kegiatan-kegiatan
deradikalisasi di kalangan dosen, mahasiswa dan civitas akademika
perguruan tinggi. Pusat-pusat ini didirikan untuk mengkoordinasikan
gerakan-gerakan deradikalisasi di perguruan tinggi. Dengan adanya pusat-
pusat deradikalisasi tersebut, diharapkan kalangan perguruan tinggi dapat
berperan aktif dalam gerakan deradikalisasi secara lebih luas.
10. Penyusunan dan sosialisasi buku pedoman deradikalisasi
Kegiatan ini diarahkan untuk membuat pedoman dalam rangka
deradikalisasi di masyarakat agar pelaksanaan deradikalisasi di masyarakat
dapat berjalan dengan lancar, efektif, efisien dan tepat sasaran. Setelah
pedoman tersebut disusun, maka disosialisasikan ke seluruh komponen
masyarakat agar mereka mengetahui dan mempedomani buku tersebut
agar terwujud sinergisitas langkah-langkah dalam rangka deradikalisasi.
68
11. Penelitian anatomi kelompok radikal
Penelitian ini memperoleh data-data akurat di lapangan tentang apa
dan bagaimana kerja kelompok-kelompok radikal, mulai dari jati diri dari
kelompok, doktrin kelompok, rekrutmen anggota, proses pemantapan
menjadi anggota, transformasi faham-faham radikal, jejaring kelompok
radikal, dan dukungan-dukungan kelompok terhadap kelompok-kelompok
radikal.
Menurut Muslih Nashoha, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT,
tidak semata kepada nara pidana, rehabilitasi juga dilakukan pada keluarga
teroris. Muslih yang selama menjadi orang terdepan dalam melakukan
deradikalisasi terhadap pelaku kejahatan terorisme memaparkan sejauh ini
pembinaan kemandirian terhadap narapidana terorisme baru bisa dilakukan di
Palu dan Palembang. Bentuk pembinaannya pun baru satu format yakni
pemberian pelatihan perbengkelan. Sedangkan pembinaan kemandirian
terhadap keluarga narapidana baru dilaksanakan di Palu dengan cara
memberikan pelatihan pembuatan kue kering dan basah. 13
Lebih lanjut, Muslih memaparkan bahwa rehabilitasi tidak an sich
dilakukakan kepada keluarga inti, melainkan keluarga besar pelaku terorisme.
salah satu fakta yang diungkap Muslih adalah dari sembilan narapidana
terorisme di Palu, sekitar 60 orang anggota keluarga yang mengikuti
pelatihan pengembangan skill pembuatan kue tersebut. “Tidak lain karena
13
Diolah dari hasil wawancara dengan Muslih, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT
di Jakarta, 13 Desember 2011
69
sejauh ini kita menyadari bahwa hubungan keluarga menjadi faktor dominan
dalam penyebaran doktrin terorisme”, jelas Muslih.
Muslih juga menambahkan, pembinaan terhadap keluarga narapidana
terorisme di Palu tidak sekedar kemandirian, tapi juga pembinaan
kepribadian. Di sela-sela pelatihan pengembangan skill pembuatan kue basah
dan kering, beliau mengajak dialog dengan hati kepada mereka terkait faham
keberagamaan. “Walhasil, ada beberapa istri dan keluarga narapidana
terorisme yang mau melepaskan cadar dan kembali kepada kehidupan
semula,” pengakuan pria kelahiran Kota Demak tersebut.
Walau demikian, diakui olah Muslih, pembinaan kepribadian adalah
proses yang paling berat, setidaknya ada dua alasan; Pertama, para teroris
dan keluarga mereka phobia dan anti pemerintah yang dianggap tidak islami.
Parahnya dalam sudut pandang mereka BNPT merupakan skenario Amerika
yang hendak menghancurkan Islam. Kedua, sebagian besar para pelaku
kejahatan terorisme mempunyai landasan baik nash maupun rasionalisasi
yang kuat mengapa mereka melakukan teror.
Namun semua itu bagi Muslih bukanlah penghalang sehingga BNPT
menghentikan rehabilitasi terhadap pelaku kejahatan terorisme. Menyiasati
dua tantangan berat tersebut, Muslih mempunyai strategi tersendiri; Pertama,
karena mereka tidak berkenan dengan BNPT, maka untuk masuk dalam dunia
mereka BNPT harus menggunakan baju selain BNPT, Muslih sendiri setiap
melakukan kunjungan ke berbagai lapas yang mempunyai narapidana
terorisme selalu menggunakan baju MUI.
70
Kedua, karena mereka memiliki landasan yang kuat baik secara nash
maupun rasionalisasi, maka perlu membangun dialog faham keagamaan
dengan mereka. Satu tips yang selama ini digunakan Muslih adalah jangan
pernah menjustifikasi atau memberi vonis salah terhadap mereka, hormati dan
berusaha menerima keadaan mereka, sehingga mereka akan menghormati dan
menerima kita. “Ketika nuansa kenyamanan telah tercipta, saat itulah kita
bisa memberi suntikan doktrin keberagamaan yang mau menerima
perbedaan,” tambah Muslih yang saat ini menjadi anggota MUI Pusat.
Sedangkan dalam rangka pembinaan preventif berkelanjutan BNPT
menggandeng beberapa organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan,
LSM dan institusi lain yang peduli terhadap maraknya terorisme. Pada akhir
maret 2012 lalu, BNPT bekerja sama dengan LSM Lembaga Pengembangan
Pendidikan Sumber Daya Manusia (LPPSDM) mengadakan Training Of
Trainer (TOT) Anti Radikalisme dan Terorisme dalam Rangka Penangkalan
Radikalisme dan Terorisme. Acara yang dilaksanakan di Hotel Sahid Kusuma
Surakarta, 29-31 Maret 2012 dihadiri oleh sekitar 60 peserta yang merupakan
perwakilan tokoh agama, masyarakat maupun ilmuwan yang ada di Surakarta
dan sekitar.
Dalam TOT tersebut, pihak panitia menghadirkan sejumlah pembicara
baik tingkat lokal maupun nasional yang berkompeten di bidangnya masing-
masing. Bahkan dalam kesempatan tersebut dihadirkan juga salah seorang
mantan aktivis NII yang membedah pergerakan NII hingga saat ini. Di akhir
71
kesempatan, seluruh peserta diajak berevaluasi dan merancang strategi untuk
menghadapi terorisme khususnya di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
72
BAB IV
ANALISIS PRORAM DERADIKALISASI BNPT TAHUN 2012
A. Analisis Politik Hukum Islam Terhadap Program Deradikalisasi
Terorisme BNPT 2012
Deradikalisasi berasal dari bahasa Inggris deradicalization dengan
kata dasar radical. Mendapat awalan de- yang memiliki arti, opposite,
reverse, remove, reduce, get off, (kebalikan atau membalik). Mendapat
imbuhan akhir –ize yang dalam bahasa Indonesia mengalami perubahan –
isasi berarti, cause to be or resemble, adopt or spread the manner of activity
or the teaching of, (suatu sebab untuk menjadi atau menyerupai, memakai
atau penyebaran cara atau mengajari).
Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses atau
upaya untuk menghilangkan radikalisme. Secara lebih luas, deradikalisasi
merupakan segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui
pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya
bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan.1
Sebagai lembaga non kementerian yang bertanggung jawab dalam
penanggulangan terorisme di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) pun menggunakan strategi deradikalisasi tersebut dalam
melaksanakan tugasnya. Berdasarkan hasil penelitian penulis, setidaknya ada
tiga program besar deradikalisasi yang dicanangkan BNPT dalam
1 Petrus Reindhard Golose, Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach dan
Menyentuh Akar Rumput, Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009, hlm. 62
73
menanggulangi terorisme di Indonesia pada tahun 2010-2011. Ketiga
program tersebut antara lain;
Pertama, Pembinaan Kepribadian, yakni pembinaan terkait mindset
atau cara berfikir seorang narapidana teroris dan keluarga mereka yang
radikal dan bertentangan dengan ideologi pancasila dan NKRI untuk kembali
ke jalur yang bisa menerima dan diterima negara dan warganya. Dalam
pembinaan kepribadian ini, BNPT menjadikan dialog dari hati ke hati sebagai
strategi untuk mengubah doktrin yang sudah tertanam dalam mindset masing-
masing individu.
Kedua, Pembinaan Kemandirian. Pembinaan kemandirian ini
merupakan serangkaian proses yang bertujuan untuk membekali para
narapidana terorisme dan keluarga mereka dari sisi mata pencaharian atau
ekonomi. Pembinaan dilakukan dengan cara pemberian skill khusus untuk
mengembangkan perekonomian kepada para narapidana terorisme dan
keluarga mereka pasca mereka bebas dari masa penahanan dan dari ideologi
terorisme.
Ketiga, Pembinaan preventif berkelanjutan. Pembinaan ini
dimaksudkan agar masyarakat bisa mengidentifikasi dan mengantisipasi
terhadap masuknya ideologi terorisme. Objek dalam pembinaan ini adalah
masyarakat luas dalam bentuk pelatihan dan sosialisasi melalui berbagai
institusi seperti organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi
pemuda, LSM dan sebagainya.
74
Jika melihat pengertian deradikalisasi di atas yang lebih menekankan
proses dialog dalam mengatasi terorisme, maka strategi tersebut pun dengan
hukum Islam. Di dalam hukum Islam, kita mengenal baghat yang sama
pengertiannya dengan terorisme. Pada hakikatnya sanksi baghat adalah
hukuman mati, namun ulama mazhab sepakat harus adanya proses dialog
terlebih dahulu sebelum hukuman mati dieksekusi. Proses dialog dalam
rangka menemukan faktor yang mengakibatkan para pembangkang
melakukan pemberontakan. Jika mereka menyebut beberapa kezaliman atau
penyelewengan yang dilakukan oleh imam dan mereka memiliki fakta-fakta
yang benar maka imam harus berupaya menghentikan kezaliman dan
penyelewengan tersebut.
Upaya berikutnya adalah mengajak para pemberontak diajak kembali
tunduk dan patuh kepada imam atau kepala negara. Apabila mereka bertaubat
dan mau kembali patuh maka mereka dilindungi. Sebaliknya, jika mereka
menolak untuk kembali, barulah diperbolehkan untuk memerangi dan
membunuh mereka. Hal tersebut berdasarkan surat al-Hujjarat ayat 9:
“Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku
adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
adil.” (QS. Al-Hujurat: 9)
75
Strategi islah dengan cara dialog sebagai tindakan awal untuk
menyelesaikan pemberontakan tersirat dalam ayat di atas. Hal ini juga
beberapa kali pernah dilakukan oleh Ali bin Abu Thalib saat menjadi
Khalifah. Salah satunya adalah ketika muncul kaum Khawarij, yakni
segolongan kaum muslimin yang berlainan faham politik, menentang
kebijakan serta menyatakan keluar dari pemerintah.
Menurut riwayat, jumlah kaum Khawarij pada waktu itu diperkirakan
8000 orang. Khalifah Ali mengutus Ibnu Abbas kepada untuk mendekati dan
dialog kepada mereka agar kembali patuh kepada imam. Setelah berunding
dan bertukar pikiran, 4000 orang diantara mereka kembali masuk ke dalam
pemerintahan, sedang 4000 lainnya tetap menjadi gerombolan. Sisanya
tersebutlah yang kemudian boleh diperangi.
Pendekatan dialog serta ajakan untuk kembali patuh kepada imam perlu
dilakukan, karena tujuan pemberantasan pemberontakan adalah untuk
mencegah, bukan membunuh mereka. Dengan demikian, apabila dengan
ucapan dan dialog mereka dapat kembali patuh kepada imam, tidak perlu
diadakan penumpasan atau pertempuran, karena pertempuran tetap
menimbulkan kerugian kepada kedua belah pihak.
Pilihan langkah tersebut sesuai dengan kaidah fiqh maslahat mursalah,
yakni penyelesaian sebuah persoalan dengan pertimbangan atau pilihan yang
mendatangkan kepada kebaikan dan menjauhi kerusakan. Hal tersebut
berdasarkan kaidah yang berbunyi;
76
“Menarik Kemaslahatan dan menolak kerusakan”
Selain pertimbangan di atas, sejak diturunkan di muka bumi, Islam
sudah mendeklarasikan diri sebagai ajaran yang menjadi rahmat bukan hanya
bagi pemeluknya atau kelompok tertentu, melainkan menjadi rahmat bagi
semesta alam “rahmatan lil alamin”. Hal itu menunjukkan bahwa sejatinya
Islam merupakan agama yang damai, penuh kasih sayang, anti kekerasan dan
bisa menerima perbedaan yang ada2.
Teologi rahmatan lil alamin ini berdasarkan firman Allah dalam surat
al-Anbiya ayat 107:
“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (QS. Al-Anbiya: 107)
B. Analisis Implementasi Program Deradikalisasi Terorisme BNPT
Berdasarkan data yang diambil dari Direktur Bina Registrasi dan
Statistik pada akhir 2010 lalu, terdapat 29 lapas dengan total narapidana
terorisme 115 orang. Dari jumlah total, Pidana penjara sementara 98 orang,
pidana mati 2 orang, dan 15 orang dipidana seumur hidup3.
Dalam rangka menjalankan mandat presiden sebagai lembaga untuk
penanggulangan terorisme, telah banyak program dilakukan BNPT. Program
BNPT pada tahun 2012 yang merupakan program terusan dari periode
2 Mudhofir Abdullah, Jihad Tanpa Kekerasan, Jakarta: Inti Media, 2009, hlm. 75
3 Data tersebut diambil dari Direktur Bina Registrasi dan Statistik pada Desember 2010 di
Jakarta.
77
sebelumnya. Beberapa program yang telah dan akan dilaksanakan BNPT
pada tahun 2012 antara lain:
1. Resosialisasi mantan terorisme dan keluarga
Yaitu kegiatan untuk mensosialisasikan kembali mantan teroris dan
keluarga di tengah masyarakat melalui pendekatan-pendekatan khusus
kepada tokoh masyarakat, agama, pendidikan, budaya, pemuda, pejabat
pemerintahan dan lain sebagainya agar mereka dapat diterima dengan
baik oleh masyarakat. Pentingnya kegiatan ini didasarkan pada kenyataan
bahwa sebagian besar masyarakat menolak kehadiran mantan teroris
walaupun kondisinya meninggal dunia.
2. Rehabilitasi mantan teroris di lapas
Rehabilitasi ini diisi dengan berbagai kegiatan pembinaan, yaitu
dengan pendekatan keagamaan, mental/psikologis/budaya, pendidikan,
ekonomi,/wirausaha/kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pentingnya
kegiatan ini untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang
agama, maupun negara dan aktivitas mereka sekaligus untuk membekali
nara pidana terorisme dengan berbagai pemahaman dan keterampilan
sehingga ketika mereka keluar dari lapas, dapat menjadi warga negara
yang baik.
3. Rehabilitasi mantan terorisme dan keluarga
Kegiatan ini diarahkan bukan hanya kepada nara pidana terorisme,
melainkan juga kepada keluarganya, yaitu dengan pendekatan
keagamaan, mental/psikologis/budaya, pendidikan, ekonomi,
78
wirausaha/kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pentingnya kegiatan ini
untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang agama maupun
negara dan aktifitas mereka sekaligus untuk membekali nara pidana
terorisme dan keluarganya dengan berbagai pemahaman dan keterampilan
agar menjadi warga yang baik.
4. Pelatihan anti radikalisme dan terorisme kepada ormas
Kegiatan ini diarahkan untuk membekali para pimpinan ormas yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakar di masyarakat
dengan pemahaman-pemahaman kontra radikalisme dan terorisme.
Kegiatan ini juga sekaligus sebagai upaya penggalangan langkah bersama
di kalangan ormas untuk secara bersama melakukan penanggulangan
terhadap radikalisme dan terorisme. Pentingnya kegiatan ini karena
keberadaan ormas yang langsung di masyarakat dan ormas-ormas tersebut
dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat sehingga akan
terselenggara proses pembinaan kontra radikalisme dan terorisme setiap
saat kepada seluruh masyarakat Indonesia.
5. Koordinasi penangkalan dan rehabilitasi di bidang deradikalisasi di 15
provinsi
Kegiatan ini merupakan upaya pengkoordinasian kepada komponen-
komponen bangsa baik instansi pemerintahan, pendidikan, organisasi
keagamaan, kepemudaan, sosial dan politik, badan usaha, seni dan
budaya, dan lain sebagainya yang tersebar di wilayah Indonesia. Akan
tetapi untuk tahun 2012 dilakukan pada 15 provinsi. Pentingnya kegiatan
79
ini juga sebagai upaya untuk memantapkan sekaligus mensinergikan
kegiatan-kegiatan penangkalan terhadap gerakan radikalisme dan
terorisme dan rehabilitasi kepada mantan terorisme dan keluarga
besarnya.
6. TOT Anti Radikalisme dan Terorisme
Kegiatan ini secara khusus dimaksudkan agar terwujudnya trainer-
trainer anti radikalisme dan terorisme yang dapat disebar di seluruh
wilayah Indonesia untuk melakukan pembinaan dan pelatihan kepada
masyarakat tentang anti radikalisme dan terorisme. Pentingnya kegiatan
ini dikarenakan minimnya orang-orang yang dapat dijadikan trainer anti
radikalisme dan terorisme.
7. Workshop kurikulum pendidikan agama
Kegiatan ini diarahkan untuk mengkaji kurikulum pendidikan agama
yang selama ini berjalan di lembaga-lembaga pendidikan sekaligus
merumuskan formulasi kurikulum pendidikan agama yang sesuai dengan
deradikalisasi.
8. Penyusunan buku-buku deradikalisasi untuk tingkat SD, SLTP, dan SLTA
Kegiatan ini merupakan upaya untuk melakukan deradikalisasi
kepada para pelajar sejak SD. Ini berarti sejak usia dini, para pelajar
sudah ditanamkan sikap-sikap anti radikalisme dan terorisme. Mereka
ditanamkan cara-cara bersikap untuk saling menghormati, hidup rukun,
nasionalisme, anti kekerasan, dan menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
80
9. Pendirian pusat kajian deradikalisasai di perguruan tinggi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memasyarakatkan kegiatan-kegiatan
deradikalisasi di kalangan dosen, mahasiswa dan civitas akademika
perguruan tinggi. Pusat-pusat ini didirikan untuk mengkoordinasikan
gerakan-gerakan deradikalisasi di perguruan tinggi. Dengan adanya pusat-
pusat deradikalisasi tersebut, diharapkan kalangan perguruan tinggi dapat
berperan aktif dalam gerakan deradikalisasi secara lebih luas.
10. Penyusunan dan sosialisasi buku pedoman deradikalisasi
Kegiatan ini diarahkan untuk membuat pedoman dalam rangka
deradikalisasi di masyarakat agar pelaksanaan deradikalisasi di
masyarakat dapat berjalan dengan lancar, efektif, efisien dan tepat
sasaran. Setelah pedoman tersebut disusun, maka disosialisasikan ke
seluruh komponen masyarakat agar mereka mengetahui dan
mempedomani buku tersebut agar terwujud sinergisitas langkah-langkah
dalam rangka deradikalisasi.
11. Penelitian anatomi kelompok radikal
Penelitian ini memperoleh data-data akurat di lapangan tentang
apa dan bagaimana kerja kelompok-kelompok radikal, mulai dari jati diri
dari kelompok, doktrin kelompok, rekrutmen anggota, proses pemantapan
menjadi anggota, transformasi faham-faham radikal, jejaring kelompok
radikal, dan dukungan-dukungan kelompok terhadap kelompok-kelompok
radikal.
81
Beberapa program di atas merupakan buah dari tiga konsep besar
program deradikalisasi, yakni;
1. Pembinaan Kepribadian
Dalam rangka melakukan pembinaan kepribadian, BNPT
mengadakan dialog dari hati ke hati terhadap narapidana dan keluarga
mereka terorisme. Dialog dengan para narapidana dilakukan dengan cara
mengadakan kunjungan ke beberapa Lembaga Kemasyarakatan (LP)
seperti di Palu, Palembang, dan Surabaya Porong. Sedangkan pembinaan
kepribadian kepada keluarga narapidana terorisme baru dilakukan di
Palu. Dialog diikuti oleh lebih kurang 60 orang peserta. Hasilnya,
beberapa istri narapidana terorisme tersebut berkenan melepas cadar
yang selama ini menutupi wajah mereka.
2. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan ini bertujuan untuk membekali para narapidana
terorisme dan keluarga mereka agar ketika kelak mereka bebas dari masa
tahanan dan dari ideologi terorisme, mereka mampu bertahan hidup tanpa
harus tergantung dengan orang lain atau organisasi teroris yang pernah
diikuti.
Pembinaan Kemandirian bagi narapidana terorisme baru dilakukan
di Palembang dan Palu. Pembinaan tersebut berbentuk pelatihan
perbengkelan. Sedangkan pembinaan kemandirian bagi keluarga
narapidana terorisme, baru dilakukan di Palu dalam bentuk pelatihan
pembuatan kue kering dan basah.
82
3. Pembinaan Preventif Berkelanjutan
Pembinaan preventif berkelanjutan ini dalam rangka pembinaan
dan sosialisasi untuk membendung faham terorisme. Secara kongkrit,
BNPT telah mengadakan beberapa pelatihan, workshop dan training.
Dalam melaksanakan program tersebut BNPT menggandeng institusi lain
yang mempunyai kepedulian terhadap isu terorisme.
Pada akhir maret 2012 lalu, BNPT bekerja sama dengan LSM
Lembaga Pengembangan Pendidikan Sumber Daya Manusia (LPPSDM)
mengadakan Training Of Trainer (TOT) Anti Radikalisme dan
Terorisme dalam Rangka Penangkalan Radikalisme dan Terorisme.
Acara yang dilaksanakan di Hotel Sahid Kusuma Surakarta, 29-31 Maret
2012 dihadiri oleh sekitar 60 peserta yang merupakan perwakilan tokoh
agama, masyarakat maupun ilmuwan yang ada di Surakarta dan sekitar.
Dalam TOT tersebut, pihak panitia menghadirkan sejumlah
pembicara baik tingkat lokal maupun nasional yang berkompeten di
bidangnya masing-masing. Bahkan dalam kesempatan tersebut
dihadirkan juga salah seorang mantan aktivis NII yang membedah
pergerakan NII hingga saat ini. Di akhir kesempatan, seluruh peserta
diajak berevaluasi dan merancang strategi untuk menghadapi terorisme
khususnya di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Jika melihat dari makna deradikalisasi sekaligus implementasi
beberapa program deradikalisasi BNPT pada tahun 2012 di atas, dalam
pandangan penulis strategi ini sangatlah tepat. mengingat beberapa hal;
83
Pertama, kejahatan terorisme yang marak belakangan bukanlah kejahatan
biasa yang bisa diselesaikan dengan penangkapan dan hukuman. Jauh dari itu,
terorisme tersebut merupakan bentuk kejahatan yang lahir atas dasar faham
atau ide keagamaan radikal. Sehingga, perang terhadap ide atau faham
keberagamaan radikal yang mengakibatkan tindak kejahatan terorisme
tersebut harus diutamakan (war of idea).
Kedua, pasca booming-nya isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
kancah internasional, masyarakat dunia saat ini mengecam berbagai tindak
kekerasan terhadap sesama atas dasar apapun, termasuk melawan kejahatan
terorisme. Ketiga, mengingat banyak fakta, bahwa penyelesaian sebuah
persoalan dengan cara kekerasan justru akan memperkeruh persoalan
tersebut. Perang Amerika dan sekutu yang dipimpin oleh George Walker
Bush melawan terorisme misalnya, perburuan terhadap kelompok pelaku
peledakkan WTC (Word Trade Center) ke beberapa negara Timur Tengah
justru mengundang perlawanan dari banyak kalangan. Bahkan, aksi teror
semakin merebak di berbagai penjuru dunia dengan alasan balas dendam atas
ekspansi Amerika dan sekutu ke beberapa negara Timur Tengah.
Di Indonesia sendiri, aksi kekerasan para aparat yang tergabung dalam
Satuan Tugas Densus 88 beberapa kali terjadi, bahkan sebagian oknum yang
disinyalir anggota kelompok terorisme tewas dalam prosesi penangkapan.
Walhasil, tindakan teror semakin merajalela dan vulgar, bahkan beberapa kali
aksi dilakukan di dalam instansi kepolisian dengan target aparat. Beberapa
serangan tersebut antara lain; penyerangan di Polsek Hamparan Perak, Deli
84
Serdang, Sumatra Utara yang menewaskan tiga anggota polisi (22/9),4
peledakan bom bunuh diri oleh Muhammad Syarif di Masjid Mapolresta
Cirebon yang menewaskan pelaku dan melukai sedikitnya 23 orang.5
Beberapa fakta di atas cukup membenarkan teori Thomas More yang
dikutip oleh Hendrojono (2005), bahwa memberantas kejahatan dengan
tindakan kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti.6 Kaitannya
dengan hal tersebut pula, maka deradikalisasi dianggap strategi yang paling
tepat untuk menghadapi maraknya tindak terorisme atas dasar faham
keagamaan yang radikal saat ini. Strategi tersebut bahkan diterapkan oleh
sebagian besar negara yang mengalami problem terorisme di negara mereka,
antara lain Arab Saudi, Yaman, mesir, Singapura, Malaysia, Kolombia, Al-
Jazair, dan Tajikistan.
4 Peristiwa tersebut merupakan serangan balasan atas penyergapan tiga pelaku
perampokan Bank CIMB Niaga Medan oleh Densus 88. Kelompok ini dipimpin oleh Abu Tholut
alias Mustofa, salah satu pendiri Jamaah Islamiyah. Karir pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah
dalam kelompoknya dimulai sejak 1987, setelah Abu Tholut lulus pelatihan kemiliteran Angkatan
IV di Afghanistan dan menjadi Instruktur di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan di Sadda.
Pada tahun 1993 bergabung dengan Jamaah Islamiyah, lalu diminta Abdullah Sungkar menjajaki
tempat latihan militer di Moro Filipina. Menjadi pelatih kemiliteran di Al-Islamic al-Jamaah
Military Academy di Muaskar, Hudaybiyah, Filipina Selatan, perintis Mantiqi III (Kalimantan,
Sulawesi Tengah, Sabah, dan Filipina Selatan), ketua Kamp latihan militer Hudaybiyah di
Mindanao, Filipina Selatan. Terlibat dalam tragedi Poso, sekaligus sebagai perekrut Asmar Latin
Sanai, pelaku bom Hotel Marriot. Baca Tempo, edisi 27 September - 3 Oktober 2010, hlm. 109-
115 5 Peristiwa bom bunuh diri terjadi pada hari Jum’at, 15 April 2011. Baca Kompas, 16
April 2011 6 Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum,
Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005, hlm. 13
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa upaya menanggulangi terorisme dengan strategi deradikalisasi
melalui pendekatan soft approach yang mengutamakan proses dialog
sangat sesuai dengan hukum Islam (QS. Al-Hujjarat:9). Selain
pertimbangan nash tersebut, di dalam kaidah fiqh juga dikenal kaidah
maslahat mursalah, yakni penyelesaian suatu persoalan dengan cara
mendekat kepada kemaslahatan dan menjauhi kerusakan. Bagaimanapun
perang hanya akan meninggalkan kerusakan pada kedua belah pihak,
termasuk jika perang digunakan untuk mengatasi terorisme.
Selain pertimbangan tersebut, sejatinya Islam merupakan ajaran
yang menjadi rahmat bagi semesta alam ‘rahmatan lil alamin’. Dengan
demikian, Islam merupakan ajaran yang damai, menekankan kepada kasih
sayang, anti kekerasan dan bisa menerima perbedaan. Bahkan strategi
dialog menghadapi para pemberontak juga pernah beberapa kali dilakukan
oleh sahabat Ali bin Abu Tholib saat menjadi khalifah.
2. Implementasi program deradikalisasi oleh BNPT tahun 2012, dilakukan
melalui tiga pendekatan yakni: Pertama, pembinaan kepribadian,
dilakukan dengan cara melakukan kunjungan kepada beberapa lembaga
pemasyarakatan yang menampung narapidana terorisme guna mengadakan
86
dialog dengan hati kepada pelaku terorisme terkait faham keberagamaan.
Selain dengan pelaku terorisme, kunjungan dan dialog juga dilakukan
kepada keluarga teroris.
Kedua, pembinaan kemandirian. Sejauh ini pembinaan
kemandirian baru dilakukan oleh BNPT terhadap narapidana terorisme dan
keluarga besar narapidana terorisme yang ada di Palu dan Palembang.
Bentuk kegiatan pembinaan kemandirian yang dilakukan tersebut berupa
pelatihan perbengkelan kepada narapidana dan pelatihan pembuatan kue
kering dan basah kepada keluarga besar narapidana tindak terorisme.
Ketiga, pembinaan preventif berkelanjutan. Pembinaan ini
dilakukan dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, workshop dan training
dengan cara menggandeng institusi lain.
B. Rekomendasi
Dari penelitian di atas, penulis memberikan beberapa rekomendasi antara lain:
1. Dalam proses deradikalisasi terorisme BNPT harus melibatkan para tokoh
agama, masyarakat, kaum intelektual dan seluruh komponen masyarakat.
2. Harus adanya program yang intens, teratur, terarah dan terukur khususnya
dalam pembinaan kepribadian dan menyentuh kepada tiap-tiap individu
narapidana maupun keluarga pelaku terorisme di seluruh Indonesia.
3. Perlu diadakannya evaluasi dan rekonstruksi silabus pendidikan baik
sekolah maupun pesantren dengan spirit multikultur, selama dibutuhkan.
87
4. Revitalisasi nilai-nilai Islam wawasan kebangsaan dan bela negara sebagai
bentuk antisipasi semakin terkikisnya rasa nasionalisme generasi muda.
C. Penutup
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kelancaran
penggarapan skripsi yang sederhana ini.
Penulis menyadari, tiada gading yang tak retak. Begitu pun dengan
skripsi ini, tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abas, Nasir, Membongkar Jamaah Islamiyah, Pengakuan Mantan Anggota JI,
Jakarta: 2006.
Abduh, Umar, disampaikan dalam seminar nasional, Menangkal Penetrasi
Pemikiran & Gerakan NII ke Dunia Kampus, yang diselenggarakan oleh
Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 23
Juni 2011.
Abdullah, Mudhofir, Jihad Tanpa Kekerasan, Jakarta: Inti Media, 2009.
Abimanyu, Bambang, Teror Bom Azhari-Noor Din, Jakarta: Republika, 2006.
Amirsyah, Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasi Pemikiran, Konsep
dan Strategi Pelaksanaan, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta :
PT. Rineka Cipta, 1998.
Asfar, Muhammad, (ed.), Islam Lunak Islam Radikal, Pesantren, Terorisme dan
Bom Bali, Surabaya: Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PusDeHAM),
2003.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Cet. Ke-I., Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998.
B.N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, hlm. 462
Basuki, Sulisty, Pengantar Dokumentasi Ilmiah, Jakarta: Kesaint Balanc, 1989.
Chalil, Moenawar, “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jilid I,” Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Dreyfuss, Robert, Devil’s Game, How The United States Helped Unieash
Fundamentalist Islam , Terj. Asyhabudin, “Devil’s Game, Orchestra Iblis,
60 Tahun Perselingkuhan Amerika-Religious Extremist,” Yogyakarta: SR-
Ins Publishing, 2007.
Endarmoko, Eko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: GPU, 2006.
Enizar, Jihadi, the Best Jihad for Muslims, Jakarta: Amazah, 2007.
Esposito, J.L., Ancaman Islam: Mitos atau Realitas, Edisi Revisi, Bandung :
Mizan, 1996.
Farih, Amin, Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam, Semarang:
Walisongo Press.
Firmansyah, Adhe, SM. Kartosoewirjo, Biografi Singkat 1907-1962, Jogjakarta:
Garasi, 2009.
Golose, Petrus Reindhard, Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach
dan Menyentuh Akar Rumput, Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian
Ilmu Kepolisian, 2009.
Hassan, Muhammad Haniff, Teroris Membajak Islam, Meluruskan Jihad Sesat
Imam Samudra & Kelompok Islam Radikal, Jakarta: Grafindo Khazanah
Ilmu, 2007.
Hendrojono, Kriminologi, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum,
Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005.
Hendropriyono, AM., Terorisme Fundamentalisme Kristen Yahudi Islam, Jakarta:
Kompas, 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia. diungguh pada, 07 April
2012
http://koran.republika.co.id/berita/82551/85_Ribu_Warga_Irak_Tewas_Akibat_
Perang, diunduh pada tanggal 4 Juli 2011
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/01/31/ITR/mbm.20110131.ITR1
35822.id.html), diunduh pada tanggal 4 Juli 2011
http://metrotvnews.com/index.php/met
http://nasional.vivanews.com/news/read/140779-
riset__dampak_bom_bali_i_berkelanjutan, diunduh pada tanggal 4 Juli
2011
http://romain/newscatvideo/internasional/2009/12/31/96974/Video-Eksekusi-
Saddam-Hussein-Marak- diunduh pada tanggal, 25 November 2011
http://www.gusdur.net/Berita/Detail/?id=116/hl=id/Akhirnya_Hamzah_Haz_Akui
_Ada_Terorisme_Di_Indonesia diunduh pada tanggal 4 Juli 2011.
Huntington, Samuel P., Clash of Civilization, Remaking of the World Order, New
York: Simon and Schuster, 1997.
Ishak, Mohd. Said, Hudud dalam Fiqh Islam, Johor: Universiti Teknologi
Malaysia: 2003.
Ismail, Noor Huda, Temenku Teroris? Saat Dua Santri Ngruki Menempuh Jalan
yang Berbeda, Jakarta; PT Mizan Republika, 2010.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, edisi keempat, Jakarta; PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Kompas, 10 November 2008.
_______, 16 April 2011
Makaarim, Mufti, dan Wendy Andika Prajuli (eds), Almanak Hak Asasi Manusia
di Sektor Keamanan Indonesia 2009, Jakarta: Institut for Defence Security
and Peace Studies (IDSPS), 2009.
Marbun, B.N., Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Munjani, Saiful, Jajat Burhanudin, dkk, Benturan Peradaban, Sikap dan Perilaku
Islam Indonesia terhadap Amerika Serikat, Jakarta: Pusat Pengkajian Islam
dan Masyarakat (PPIM), 2005.
Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika.
Muthohar, Ali, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2005.
Nasuha, Muslih, dalam Dialog Publik, “Radikalisasi, Terorisme dan
Deradikalisasi Paham Radikal” olah Majelis Ulama Indonesia Provinsi
Jawa Tengah di Hotel Pandanaran Semarang, 3 Desember 2011.
Pedoman Umum Perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyah (PUPJI), sumber:
lipsus.Vivanews.com, 16 Desember 2008
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2006.
Qardhawi, Yusuf, Islam Radikal: Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam
dan Upaya Pemecahannya, terj. Hawin Murtadho, Solo: Era Intermedia,
2004.
Rifa’i, Moh., dkk, Terjemahan Kifayatur Akhyar, Semarang: Toha Putra, 1978.
Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, Studi tentang Formulasi Sanksi
Hukum Pidana Islam, Semarang: Rasail Media Grup, 2009.
Saifullah, Konsep Dasar Proposal Penelitian, Fakultas Syari’ah UIN Malang,
TK, 2006.
Salenda, Kasjim, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009.
Samudra, Imam, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004.
SB, Agus, Pemetaan Ancaman Radikalisme Agama Terhadap NKRI, yang
disampaikan dalam “Workshop Membangun Kesadaran dan Strategi
dalam Menghadapi Gerakan Radikalisme Agama”, oleh Pusat Kerukunan
Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama di Pesantren Al-Hikam
Depok, 14-16 September 2011.
Solahudin, NII Sampai JI, Salafy Jihadi di Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu,
2011.
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Rineka
Cipta, 1991.
Sukanto, NII VS NKRI, Telaah Singkat Penanganan Kasus NII KW 9, NII Crisis
Center, 2011.
Tempo, edisi 27 September - 3 Oktober 2010.
_____, Edisi 4-10 April 2011.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Umar, Muin, dkk, Ushul Fiqh I, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama, 1986.
Wachid, Abdul, (ed.), Islam dan Terorisme, Yogjakarta: Grafindo Litera Media,
2010.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, 1989.
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Hamdani
2. Tempat & Tgl. Lahir : Lampung Selatan, 12 Desember 1987
3. NIM : 052211187
4. Alamat Rumah : Desa Kertosari, Rt. 01 Rw. 01, Kecamatan
Tanjungsari, Lampung Selatan
HP : 085225821478/085741256228/081957259001
e-mail : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD Negeri 2 Kertosari lulus tahun 1999
b. MTs Assalam lulus tahun 2002
c. MAN Kutowinangun lulus tahun 2005
d. Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang
lulus tahun 2012
C. Karya Ilmiah
Deradikalisasi Gerakan Terorisme, Analisis Politik Hukum Islam terhadap
Program Deradikalisasasi Terorisme BNPT Tahun 2012
D. Pengalaman Organisasi
1. Almapaba 05 dan Lintas Rayon 05 sebagai Ketua
2. LPM Justisia Fakultas Syariah sebagai Pemred 2008
3. JQH Fakultas Syariah sebagai Sekretaris 2008
4. HMJ SJ Fakultas Syariah sebagai Pengurus 2007-2008
5. KSMW sebagai Direktur 2008-2009
6. MPM IAIN Walisongo sebagai Anggota 2008-2009
7. PC PMII Kota Semarang sebagai Kaderisasi 2009-2010
8. IPNU Jawa Tengah sebagai Kajian dan Penerbitan
9. Putera Saburai sebagai Ketua Umum 2006
10. KAMAPALA Semarang sebagai Ketua Umum 10-12
Semarang, 25 April 2012
HAMDANI
NIM. 052211187