skripsi hamdani
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan yang
paling penting adalah tindakan sosial. Suatu tindakan tempat saling
mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran,
saling mengutarakan perasaan dan saling mengekpresikan serta menyetujui
sesuatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu, di dalam tindakan sosial
haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama disetujui dan
dipahami oleh sejumlah orang merupakan suatu masyarakat untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukan komunikasi. Di sini perlu disadari bahwa
“Bahasa berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena tanpa
bahasa maka segala jenis kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh” (Keraf,
1993:1).
Berbahasa pada dasarnya tidak lain adalah mencetuskan pikiran,
gagasan dan maksud dengan perkataan lain, manfaat yang paling besar dari
bahasa adalah dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, atau
maksud kepada orang lain. Bahasa merupakan kegiatan keterampilan yang
1
1
meliputi beberapa aspek, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. “Terampil
berbahasa berarti terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca,
dan terampil menulis (Tarigan, 1986:22).
Setiap keterampilan tersebut saling berhubungan dengan proses-
proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan
pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas
pula jalan pikirannya. Semua itu dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan
berlatih. “Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan
berpikir.” (Tarigan, 1986:1).
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis
merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan
yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan
berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajat itu,
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke
pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata
dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk
proses pembelajaran (Oemar Hamalik, 2008: 3).
2
Pembelajaran ada yang bersifat universal atau semua mempelajarinya,
seperti berbicara, berjalan, atau makan. Ada pula pembelajaran yang tidak
universal, karena seseorang mempelajari sesuatu yag berbeda dari orang lain.
Inilah yang menunjukkan bahwa pembelajaran adalah kontekstual. Sesorang
belajar apa dan kapan waktunya tergantung pada lingkungan mereka dianggap
penting dan relevan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang mempelajari
sesuatu karena mereka memiliki kesempatan untuk menerapkan pembelajaran
ini dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian pembelajaran dapat
dilakukan oleh seseorang pada waktu yang berbeda dengan orang lain dengan
tempat yang berbeda pula, seperti di rumah, di sekolah, atau dimasyarakat.
Orang dewasa akan mempelajari sesuatu karena yang dipelajarinya itu
berguna dan mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan pembelajaran
ini dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peserta didik memiliki kesempatan
terbatas untuk menerapkan pembelajarannya dalam konteks kehidupan nyata.
Mereka masih mengembangkannya, sehingga seringkali tidak melihat
relevansi dari isi pelajaran di kelas dengan kehidupan nyata sehari-hari. Upaya
guru untuk membantu peserta didik memahami relevansi materi pembelajaran
yang dipelajarinya itu adalah dengan melakukan suatu pendekatan yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan apa
yang dipelajarinya di kelas.
3
Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong ingin mengetahui
peningkatan kemampuan belajar Bahasa Indonesia melalui pendekatan
Contextual Teaching Learning (CTL) terhadap peserta didik kelas V di SD
Inpres No 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros dan selain itu pertimbangan biaya
dan kemudahan akomodasi. Selain itu pula, di tempat tersebut belum ada yang
mengangkat masalah tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah yang diajukan adalah apakah dengan menerapkan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan
kemampuan belajar Bahasa Indonesia di SD Negeri No. 27 Pepebulaeng
Kabupaten Maros?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kemampuan belajar Bahasa Indonesia melalui pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) di SD Negeri No 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros.
4
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan suatu masukan pada pengajaran bahasa dan
sastra Indonesia, khususnya kemampuan belajar Bahasa Indonesia
di SD Negeri No 27 Pepebulaeng kabupaten Maros;
2. Memberikan sumbangan pikiran terhadap guru-guru mata
pelajaran bahasa Indonesia di SD tentang cara penyusunan materi
bagi pembelajaran/ pengajaran Bahasa Indonesia.
3. Memberikan masukan dalam rangka peningkatan kemampuan
kreativitas guru-guru bahasa Indonesia di SDN No 27 Pepebulaeng
Kabupaten Maros dalam mengajarkan keterampilan berbahasa.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Belajar
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat
tafsiran tentang ”belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda
satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan beberapa
perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang
mengajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalaui
pengalaman (Hamalik, 2008: 36).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat,
akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.(Hamalik, 2008: 36)
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar,
yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar
adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
6
6
Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar,
yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan. (Hamalik, 2008: 36)
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar
itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau
usaha pencapainnya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara
individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian
pengalaman belajar.
Pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang
dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi, karena ini merupakan
kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi bahkan dapat diukur
dari penampilan (behavior performance). Penampilan ini dapat berupa
kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu, atau melakukan suatu
perbuatan. Jadi, kita dapat mengidentifikasi hasil belajar melalui penampilan.
Namun demikian, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar,
meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku.
De Cocco & Crawford (dalam Hamalik: 2008).
Menurut Kimble & Garmezy (dalam Hamalik: 2008), sifat
perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil
7
belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara
permanen, dapat berulang-ulang dengan hasil yang sama. Kita membedakan
antara perubahan perilaku hasil belajar dengan apa yang terjadi di luar
lingkungan sekolah. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan seasuatu,
tentu tidak dapat menghalangi perbuatan itu dengan hasil yang sama.
Sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat
melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.
2. Pengertian Pembelajaran dan Pengajaran
Jika kita mengamati berbagai praktik pembelajaran yang dilaksanakan
oleh para guru, akan dapat dijumpai gejala beraneka ragam. Keanekaragaman
itu terjadi, baik pada tingkah laku guru, peserta didik, maupun situasi kelas.
Secara umum gejala yang dapat diamati dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok utama Sumiati & Asra (dalam Hamalik: 2008), yaitu :
1. Ada guru yang mengajar dengan cara menyampaikan materi
pelajaran semata-mata.
2. Ada guru yang sengaja menciptakan kondisi sedemikian rupa,
sehingga peserta didik dapat melakukan berbagai kegiatan yang
beraneka ragam dalam mempelajari materi pembelajaran.
8
3. Ada guru yang mengajar dengan memberi kebebasan kepada peserta
didik memilih materi pembelajaran apa akan dipelajari sesuai
dengan minat dan pilihannya, juga memberi kebebasan kepada
setiap peserta didik untuk melakukan proses mempelajari materi
pembelajaran tersebut.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem
pengajaran terdiri dari peserta didik, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga
laboratorium. Meterial meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi,
sliem dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari
ruangan kelas, perlengkapan audio vidual, juga komputer. Prosedur, meliputi
jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, elajar, ujian dan
sebagaianya. (Oemar Hamalik, 2008: 57).
3. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Jika ditelusuri secara mendalam, proses pembelajaran yang
merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi
interaksi antara berbagai kompoen pembelajaran. Komponen-komponen ini
9
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu guru, isi atau materi
pembelajaran, dan peserta didik.
Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan
prasarana, seperti metode pemelajaran, media pembelajaran, dan penataan
lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang
memungkinkan tercapainya tujuan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Dengan demikian, guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran.
Pada awal proses pembelajaran peran guru bisa lebih aktif. Guru
memberikan pengetahuan yang dibutuhkan peserta didik dengan
mengemukakan pendapat, bertanya, menjelaskan, memberikan contoh yang
akan dipelajari peserta didik. Selanjutnya, guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk aktif dan berpartisipasi secara nyata menerapkan
apa yang telah pelajarinya dari guru dengan bertanya, berpendapat,
mengerjakan tugas, berlatih, atau mencoba. Ketika peserta didik aktif peran
guru mulai berubah menjadi lebih pasif, misalnya dengan cara mengawasi atau
membimbing peserta didik dan memberikan feedback. Sebaliknya dari guru,
pada awal pelajaran peserta didik cenderung pasif. Mereka mendengarkan dan
mengamati penjelasan guru. Selanjutnya, peserta didik menjadi lebih aktif
dengan menerapkan pengetahuan yang mereka terima di awal pembelajaran
10
tadi. Misalnya dengan melakukan praktik, latihan, atau percobaan. Seluruh
proses belajar seharusnya memungkinkan peserta didik aktif hingga berhasil.
Peran guru dalam proses pembelajaran yang dapat membangkitkan
aktivitas peserta didik setidak-tidaknya menjalankan tugas utama Sumiati &
Asra (dalam Oemar Hamalik: 2008), berikut ini:
1. Merencanakan Pembelajaran
2. Melaksanakan Pembelajaran
3. Mengevaluasi Pembelajaran
4. Memberikan Umpan Balik
4. Pendekatan Sistem dalam Pembelajaran
Peserta didik adalah peserta yang aktif. Titik tolak pemikiran peserta
didik diajar dan guru mengajar beralih ke pandangan bahwa peserta didik
belajar, peserta didik mempelajari berbagai hal terus menerus dalam perjalanan
hidupnya. Sekolah merupakan tempat dan kesempatan belajar untuk belajar.
Kegiatan belajar adalah kegiatan sepanjang hayati, kegiatan yang tidak
berhenti pada saat peserta didik tamat sekolah. Oleh karena itu, kegiatan di
sekolah adalah lebih daripada sekedar belajar. Kegiatan di sekolah adalah
kegiatan pembelajaran. Peserta didik belajar, saling belajar, bukan hanya dari
11
guru melainkan juga dari teman-teman sekelas, dari sumer belajar yang lain
(media cetak, media elektronik).
Guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran, teknik dan
pendekatan pembelajaran untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Teknik dan metode pembelajaran yang dipilih harus pembelajaran dalam
bentuk pemberian tugas proyek demonstrasi, pemecahan masalah untuk
menghasilkannya yang meliatkan partisipasi aktif peserta didik. Guru perlu
mempertimbangkan model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang
dikembangkan. Guru juga garus membuat perencanaan pembelajaran,
penilaian, alokasi waktu, jenis penugasan, dan batas akhir suatu tugas.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran berorientasi peserta
didik adalah peran guru bergeser dari menentukan ”apa yang akan dipelajari?”
ke ”bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar peserta
didik”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk
mengeksplorasi interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan narasumber lain.
5. Pembelajaran Kontekstual (CTL; Contextual Teaching and Learning)
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka
12
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi
sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) diperlukan sebuah
pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu
mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan
fakta. Di samping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal,
mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap
diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan
rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan
jaman.
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri,
mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan
itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan
13
pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya. Peserta didik sebagai pelajar; tugas guru mengatur
strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan
pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Komponen
pembelajaran yang efektif meliputi:
a. Konstruktivisme
Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun
makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu.
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan
pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa
mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
b. Tanya jawab
Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara
berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan.
Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa,
siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
14
c. Inkuiri
Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep
yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis,
kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi,
tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
d. Komunitas belajar
Adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah
komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat
berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta
mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan
kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
e. Pemodelan
Dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar
siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model
yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan
guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau
melalui media cetak dan elektroniksi.
15
f. Refleksi
Yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui,
dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan
penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-
apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan
saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
g. Penilaian otentik
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah
pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari
sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar
dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara,
menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
Perkembangan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri
untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara
bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
16
Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada
akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan
kemampuan siswa.
6. Hasil Belajar
a. Pengertian hasil belajar
Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang
melalui penguatan (reinfarcemen), sehingga terjadi perubahan yang bersifat
permanen dan persistem pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a
change of behavior of experience),demikian pendapat John Dewey, salah
seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran bahavioural approach
(Dwitaqma, 2008: 1).
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan
akumulatif, mengarah pada kesempatan, misalnya dari tidak mampu menjadi
mampu, dan tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek
pengetahuan (coqnitive domain), aspek afektif (afektive domain). Hal tersebut
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Winkel (1996: 244) bahwa “Dalam
taksonomi Bloom, aspek belajar yang harus diukur keberhasilannya adalah
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dapat menggambarkan
tingkah laku menyeluruh sebagai hasil belajar siswa?”.
17
Pencapaian hasil belajar dapat diukur dengan melihat prestasi belajar
yang diperoleh pada proses pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar
juga tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas dan berbagai bentuk
interaksi belajar lainnya. Menurut Sudjana (1984: 3) bahwa hasil belajar adalah
“Tingkah laku yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar
mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Hasil belajar
dalam hal ini, meliputi wawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Adapun menurut Mappasoro (2006: 1-2) bahwa “Hasil belajar adalah
sejumlah perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang disebabkan oleh
faktor lain di luar seperti perubahan karena kematangan, perubahan karena
kelelahan fisik dan sebagainya”.
Hasil belajar dan prestasi belajar ibarat dari sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Oleh Karena itu, berbicara hasil belajar maka orientasinya
adalah berbicara prestasi belajar yang diukur dengan nilai tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan yang dicapai seorang pelajar setelah
mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang dimaksudkan adalah prestasi
belajar yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian,
18
tujuan pembelajaran dipandang sebagai suatu harapan yang akan diperoleh
siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Nasution (2000 : 61) bahwa “hasil belajar siswa dirumuskan
sebagai standar kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk yang lebih spesifik
dan merupakan komponen dari tujuan umum bidang studi”.
b. Fungsi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dijadikan indikator untuk
mengikuti tingkat kemampuan, kesanggupan, penguasaan tentang materi
belajar. Sehingga hasil belajar dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam pengertian tentang evaluasi pendidikan
ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di
mana kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan kurikuler.
Di samping hasil belajar yang digunakan oleh guru-guru dan para
pengawas pendidik untuk mengukur dan menilai sampai di mana keefektifan
pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar dan metode-
metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa
penting peranan dan fungsi hasil belajar dalam pendidikan dan pengajaran
dikelompokkan menjadi empat fungsi (Purnama, 1996 : 2) yaitu :
1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar
19
selama jangka waktu tertentu. Hasil belajar dapat diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik (fungsi formatif) dan atau untuk mengisi rapor atau Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional, yang berbarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus tidak hanya seorang peserta didik dari suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya.
3. Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK). Hasil-hasil yang telah dilaksanakan terhadapa peserta didiknya dapat dijadikan informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para konselor sekolah.
4. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Adapun menurut Winkel (1996: 483-484) bahwa hasil belajar dapat
digunakan untuk :
1. Mendapatkan informasi tentang masing-masing peserta didik, sampai sejauh mana mereka telah mencapai tujuan-tujuan intruksional. Hasil belajar pada tahap evaluasi formatif merupakan bahan untuk memonitor kemajuan peserta didik menyangkut pencapaian tujuan intruksional untuk unit pelajaran tertentu, pada tahap evaluasi sumatif dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam beberapa tujuan instruksional yang diuji bersama-sama.
2. Mendapatkan informasi tentang suatu kelompok peserta didik sampai berapa jauh kelompok peserta didik mengenai tujuan-tujuan instruksional, misalnya satu satuan kelas di bidang studi Bahasa Indonesia. Informasi ini diperoleh dengan menerapkan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Hasil evaluasi tersebut juga bersifat diganostik yaitu membantu menentukan faktor kesulitan dan kesukaran yang masih dialami peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional tertentu, dimana faktor tersebut mungkin terdapat pada pribadi peserta didik dan mungkin juga terletak dalam model proses belajar mengajar itu sendiri.
20
c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar
Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku
subyek belajar ternyata banyak faktor yang mempengaruhi dari sekian banyak
yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar, menurur Sardiman (2003:
49) bahwa secara garis besar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor interen (dari
dalam) dan faktor eksteren (dari luar) diri subyek belajar. Hal ini, sama
dikemukakan oleh Abdurahman (1993: 114) bahwa “Hasil belajar secara
pokok dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor internal dan 2. Faktor
eksternal.
Faktor internal terdapat pada diri siswa itu sendiri, yang meliputi
faktor fisiologis dan faktor psikologi. Sedangkan faktor eksternal merupakan
kondisi yang berada di luar siswa yang terdiri atas faktor keluarga atau rumah
tangga, faktor sekolah dan faktor lingkungan masyarakat.
Menurut Abdurrahman (1993: 114) bahwa
Faktor fisiologis-biologis yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik, antara lain: (1) bentuk atau postur tubuh, (2) kesegaran dan kebugaran, (3) kesehatan atau keutuhan tubuh, (4) instink, refleks dan driff (dorongan), (5) komposisi zat cair tubuh, dan (6) rentang dan susunan saraf. Adapun faktor psikologis, antara lain : (1) kemampuan kognitif (pengenalan) berupa pengamatan, tanggapan, ingatan, assosiasi/ reproduksi, fantasi dan intelegensi, (2) kematangan emosi (perasaan berupa kematangan emosi biologis dan emosi rohani, (3) kekuatan konasi (kemauan), dan dorongan kombinasi berupa minat, perhatian, dan sugesti.
21
Lebih lanjut Abdurrahman (1993: 115)
Faktor-faktor yang berkaitan dengan keluarga dan lingkungan, antara lain: (1) suasana kehidupan dalam keluarga, (2) kondisi sosial ekonomi, (3) perhatian orang tua terhadap pelajaran anaknya, (4) pemberian motivasi dan dorongan untuk belajar, (5) fasilitas belajar. Faktor sekolah berkaitan dengan (1) pengelolaan kelas dan sekolah, (2) hubungan antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan antara peserta didik dengan guru, (3) pelaksanaan bimbingan konseling, (4) fasilitas dan sumber belajar, (5) penetapan dan penggunaan metode dan media pembelajaran oleh guru, (6) kondisi ruangan dan tempat belajar, dan (7) kerjasama orang tua dengan guru dan sekolah dengan masyarakat. Sedangkan faktor ligkungan masyarakat berkaitan dengan (8) perhatian dan kepedulian lembaga-lembaga masyarakat akan pendidikan, (9) keteladanan para pemimpin formal dan informal, (10) peranan media massa, dan (11) bentuk kehidupan masyarakat.
7. Prinsip-prinsip pengembangan hasil belajar
Pengembangan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan cara
mengemas pelajaran dan suasana menantang, merangsang dan menggugah
daya cipta siswa untuk menemukan dan mengesankan. Gagne dalam Mulyasa
(2007 : 111) menambahkan bahwa jika seorang peserta didik dihadapkan pada
suatu masalah pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan
masalah memegang peranan penting dalam pemgembangan siswa.
Menurut Abdurrahman (1993 : 189-110) bahwa “beberapa prinsip yang
dapat digunakan dalam mengembangkan hasil belajar antara lain:
22
a) Prinsip motivasi
Prinsip motivasi dimaksudkan untuk merangsan daya dorong pribadi
peserta didik melakukan sesuatu (motivasi intrinsil dan motivasi ekstrinsik).
Untuk motivasi instrinsik, gairahkanlah perasaan ingin tahu anak, keinginan
mencoba dan hasrta untuk lebih memajukan hasil belajar.
b) Prinsip latar atau konteks;
Peserta didik akan terangsang mempelajari sesuatu jika mengetahui
adanya hubungan langsung pada hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya.
Guru hendaknya mengetahui apa kira-kira pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan pengalaman yang sudah dimiliki peserta didi. Dengan pengetahuan latar
ini, guru dapat mengembangkan kemampuan dan hasil belajar peserta didik.
c) Prinsip sosialisasi;
Kegiatan belajar bersama dala kelompok perlu dikembangkan di
kalangan peserta didik, karena hasil belajar akan lebih baik. Pengelompokan
peserta idik dapat dilakukan dengan pendekatan kemampuan, tempat tinggal,
jenis kelamin, dan minat. Setiap kelompok diberi tugas yang berbeda dari
sumber yang sama.
23
d) Prinsip belajar sambil bermain.
Bekerja merupakan tuntutan menyatakan diri untuk berprestasi pada
diri anak, karena itu berilah kesempatan mengembangkan kemampuan dan
hasil belajarnya melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar sambil
bermain.
B. Kerangka Pikir
Pembelajaran bahasa adalah proses memberi rangsangan belajar
berbahasa kepada siswa dalam upaya siswa mencapai kemampuan belajar.
Untuk meningkatkan hasil belajar, harus menarik peserta didik
sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar. Diperlukan model
pembelajaran interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada
peserta didik sebagai subyek belajar. Guru merancang proses belajar mengajar
yang melibatkan peserta didik secara integrative dan komprehensif pada aspek
kognitif, efaketif, dan psikomotorik sehingga terapai hasil belajar. Agar hasil
belajar membaca meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran
yang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran,
pendengaran, penglihatan, dan psikomotorik dalam proses belajar mengajar.
Adapun pembelajaran yang tepat utuk melibatkan peserta didik secara totalitas
adalaha pembelajaran degan pendekatan keterampilan proses.
24
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Model Pembelajaran
Contextual Teaching Learning(CTL)
Hasil Belajar
Temuan
Pendekatan Kontekstual menekankan pada upaya mengajarkan kepada
peserta didik terlibat secara optimal dalam proses belajar mengajar.
Dari uraian di atas dapat diperoleh bahwa pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Secara
sistematika kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1 Skema Kerangka Pikir
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di SD Inpres No 27 Pepebulaeng Kecamatan
Bontoa Kabupaten Maros.
B. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas.
2. Hasil belajar membaca sebagai variabel terikat.
2. Desain Penelitian
Terdapat beberapa macam model PTK. Namun yang akan dipilih
dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart (Tiro, 2007),
model ini terdiri dari empat komponen dalam satu siklus, yaitu (1)
Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Obervasi, (4) Refleksi. Keempat komponen
tersebut dilaksanakan secara berurutan dalam dua siklus. Daur penelitian
tindakan kelas ditujukan sebagai perbaikan atau hasil refleksi terhadap
26
26
Perencanaan
Refleksi Tindakan
Observasi
tindakan sebelumnya yang dianggap belum berhasil. Secara skematik desain
PTK dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2 Skema Penelitian tindakan kelas dalam satu siklus
C. Subjek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian tindakan kelas adalah kelas V SD No.
27 Inpres Pepebulang terletak di dusun Pepebulaeng, Desa Balosi, Kec. Bontoa
Kabupaten Maros tahun Pelajaran 2009/2010 dibina oleh 15 (lima belas) guru
dan seorang bujang yang berjumlah sebanyak 27 orang. Siswa dengan rincian
14 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui beberapa teknik
sebagai berikut:
27
1. Tes, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan butir soal sehingga dapat diseleksi atau revisi.
2. Observasi, tentang hasil belajar peserta didik dan keaktifan peserta
didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Observasi terhadap
aktivitas kelas yang berhubungan dengan perilaku peserta didik
maupun guru. Kegiatan dimulai dari awal pembelajaran yang berkaitan
dengan membaca.
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Siklus I
1. Tahap Perencanaan (planning)
1. Guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Membuat bahan evaluasi berdasarkan materi yang diajarkan.
3. Selain perangkat pembelajaran juga disiapkan instrumen
penelitian berupa lembar observasi dan tes hasil belajar.
2. Tahap Tindakan (acting)
Guru melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan.
28
Adapun hal yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan adalah
implementasi rencana yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penelitian ini
yang dimaksud adalah pelaksanaan langkah-langkah proses pembelajaran yang
telah disusun pada rencana perbaikan pembelajaran.
3. Tahap Observasi (observation)
Untuk melihat penampilan guru dan pengaruhnya terhadap aktivitas
peserta didik selama proses belajar mengajar, maka peneliti mengamati lembar
observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan, dilakukan pencatatan dengan menggunakan
daftar observasi untuk memudahkan pelaksanaannya. Observator mengamati
kegiatan yang berlangsung sambil mengisi daftar observasi yang telah
disiapkan.
Adapun hal-hal yang dicatat selama berlangsungnya kegiatan
observasi adalah keaktifan peserta didik meliputi kerjasama, partisipasi,
kejujuran. Sedangkan observasi untuk guru adala segala perubahan tindakan/
perilaku guru saat terjadi proses belajar mengajar yang meliputi memotivasi
peserta didik, menyampaikan tujuan, peguasaan materi, dan pemberian umpan
balik.
29
4. Tahap Refleksi (reflection)
Guru dan peneliti berdiskusi untuk melihat keberhasilan dan
kegagalan yang telah terjadi setelah proses belajar mengajar dalam selang
waktu tertentu. Hasil sebagai masukan guru dan observer untuk membuat
perencanaan siklus berikutnya. Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan
siklus I, maka disepakati bersama observatory untuk merevisi rencana
perbaikan pembelajaran siklus II. Revisi dilakukan metode pendekatan proses
dan mengoptimalkan motivasi peserta didik serta peraikan umpan balik.
Siklus II
1. Perencanaan (planning)
Rencana tindakan untuk siklus II masih menggunakan tahap kegiatan
seperti pada siklus I, namun diberikan penekanan untuk perbaikan terhadap
kekurangan berdasarkan hasil refleksi dan penemuan penelitian siklus I,
rencana tindakan perbaikan dilaksanakan pada siklus II.
2. Pelaksaaan Tindakan (actioan)
Fokus utama dalam siklus II dibandingkan siklus sebelumnya adalah
mengupayakan semaksimal mungkin bagaimana peserta didik menjawab soal-
soal pertanyaan yang berkaitan dengan materi.
30
3. Tahap Observasi (observation)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata paa siklus kedua ini
menunjukkan kreativitas belajar dengan kegiatan sangat baik pada seluruh
aktivitas yang diamati. Selanjutnya tindakan/ perilaku guru memperlihatkan
perubahan yang signifikan setelah rencana perbaikan pembelajaran direvisi.
Seluruh aspek yang diamati dalam proses belajar mengajar dengan kualitas
yang baik.
4. Refleksi (reflection)
Pada akhir siklus dilakukan refleksi hal yang diperoleh baik dari hasil
observasi maupun hasil tes. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I
akan diperbaiki pada siklus selanjutnya.
Siklus II dilakukan dengan mangacu pada prosedur kegiatan yang
sama pada siklus I yang meliputi perencanaan, tindakan, osbservasi, dan
refleksi. Hanya saja, pada siklus II seluruh perencanaan dan pengambilan
tindakan mengacu pada upaya perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan
yang diperoleh pada siklus I guna mencapai hasil yang diharapkan.
31
Perencanaan
Perencanaan tindakan I Pelaksanaan Tindakan IObservasi
Refleksi
Perencanaan Tindakan IIHasil
Pelaksanaan Tindakan II
Observasi Refleksi Observasi
Hasil
Alur pelaksanaan penelitian sebagai berikut.
Gambar 2 Skema Alur pelaksanaan penelitian
F. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik
deskriptif, yang terdiri dari rata-rata nilai maksimal dan minimum yang
32
diperoleh siswa pada setiap siklus untuk analisis kuantitatif, yang digunakan
teknik kategorisasi yang dikemukakan oleh Suherman (1990 : 272) sebagai
berikut:
1. Tingkat penguasaan 85 % ≤A≤ 100% atau 85 % - 100% sangat tinggi
2. Tingkat penguasaan 75% ≤B≤ 84% atau 75% - 84% tinggi
3. Tingkat penguasaan 55 % ≤C≤ 74% atau 55 % - 74% sedang, cukup
4. Tingkat penguasaan 40 % ≤D≤ 54% atau 35 % - 54% rendah
5. Tingkat penguasaan 0 % ≤A≤ 39 % atau 0 % - 34 % jelek, sangat rendah
Untuk analisis deskriptif, rumus yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan :
Me = Mean
f = Frekuensi
x = Nilai perolehan siswa
N = Jumlah siswa
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini akan dibahas hasil dari rata-rata yang diambil selama
melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Inpres No 27 Pepebulaeng
Kabupaten Maros .
Data tentang hasil belajar siswa yang diambil dari hasil tes akan dibahas
secara kuantitatif dengan menggunakan analisis deskriptif dan data tentang
hasil pengamatan beserta tanggapan siswa dianalisis secara kualitatif.
A. Hasil Penelitian
1. Aktivitas siswa
Data kualitatif merupakan data sikap siswa kelas V SD Inpres No 27
Pepebulaeng Kabupaten Maros dalam mengikuti materi membaca dengan
teknik pengelompokan kata yang diperoleh dari lembar observasi. Lembar
Observasi pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia terdiri dari dua, yaitu
lembar observasi siklus I dan siklus II. Lembar observasi siklus I merupakan
gambaran sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran tiap pertemuan
pada siklus I. Sedang lembar observasi siklus II merupakan gambaran sikap
siswa selama mengikuti proses pembelajaran tiap pertemuan pada siklus II.
35
34
Berikut hasil analisis sikap siswa selama mengikuti proses pembelajaran siklus
I dan siklus II.
Tabel 1. Frekuensi Hasil Observasi dengan Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses pada Siswa Kelas V SD Inpres Pepebulaeng Kabupaten Maros pada Siklus I dan Siklus II
No Kegiatan
Frekuensi Persentase (%)
Siklus
I
Siklu
s II
Rata-
rata
Siklus
I
Siklus
II
Rata-
rata
1 Menyimak Pengajaran Guru 14 18 16 47 60 53
2 Kerja Sama Kelompok 18 21 20 60 70 65
3 Meminta Bimbingan Guru 11 7 9 37 23 30
4 Mengajukan Pertanyaan 12 12 12 40 40 40
5
Kegiatan yang tidak relevan
dengan KBM
5a Keluar Masuk Kelas 2 0 1 7 0 3
5b Mengganggu teman 3 0 2 10 0 5
6 Menjawab Pertanyaan 0 21 11 0 70 35
7 Keterampilan Proses
7a Mengamati 16 21 19 53 70 62
7b Mengklasifikasikan 5 0 3 17 0 8
7c Mengkomunikasikan 10 21 16 33 70 52
7d Mengukur 0 0 0 0 0 0
35
No Kegiatan
Frekuensi Persentase (%)
Siklus
I
Siklu
s II
Rata-
rata
Siklus
I
Siklus
II
Rata-
rata
7e Memproduksi 0 0 0 0 0 0
7f Menyimpulkan 15 21 18 50 70 60
7g Merancang Penelitian 0 0 0 0 0 0
7h Bereksperimen 0 0 0 0 0 0
Sumber : Hasil Observasi, 2010
Dari data tabel 1 di atas maka dapat diketahui bahwa terjadi perubahan
sikap belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Inpres No 27
Pepebulaeng Kabupaten Maros. Perhatikan tabel 1 di atas frekuensi siswa yang
menyimak penjelasan guru pada siklus I sebanyak 47% dan pada siklus II naik
menjadi 60%, siswa yang bekerjasama dalam kelompok atau teman
sebangkunya pada siklus I sebanyak 60% dan pada siklus II sebanyak 70%,
siswa yang meminta bimbingan guru pada siklus I sebanyak 37% dan pada
siklus II sebanyak 23%, siswa yang mengajukan pertanyaan pada siklus I
sebanyak 40% dan pada siklus II tidak terjadi perubahan yakni sama dengan
siklus I sebanyak 40%, siswa yang melakukan kegiatan yang tidak relevan
pada siklus I sebanyak 17% dan pada siklus II sudah tidak ada siswa yang
melakukan kegiatan yang tidak relevan, siswa yang menjawab pertanyaan saat
melakukan kegiatan secara individual pada siklus I sebanyak 0% dan pada
36
siklus II semua siswa sudah mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru
sebanyak 70%, dan pada proses pembelajaran siswa yang menyimpulkan hasil
pembelajaran pada siklus I sebanyak 50% dan pada siklus II sebanyak 70%.
Hal ini berarti bahwa pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas belajar karena
adanya perubahan yang dilakukan oleh siswa dalam mengikuti materi
membaca pemahaman.
2. Hasil belajar
a. Siklus I
Proses belajar mengajar dimulai dengan perkenalan oleh guru dengan
siswa. Siklus I dilakukan dua kali pertemuan proses belajar mengajar, dan tes
akhir siklus I pada pertemuan ketiga. Khusus untuk pertemuan pertama semua
siswa hadir dan begitupun pada pertemuan kedua semua siswa hadir yang
berjumlah 21 orang sebagai subjek penelitian. Pertemuan ketiga yang
merupakan tes akhir siklus I semua siswa menjadi sampel hadir. Tes akhir ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yag
telah diberikan, adapun skor hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 1
berikut
37
Tabel 2 Statistik Hasil Belajar Bahasa Indonesia melalui Pendekatan Kontekstual pada siklus I
Statistik Nilai Statistik
Subjek Penelitian 21
Mean 66,7
Median 70
Modus 80
Standar Deviasi 12
Skor Tertinggi 80
Skor Terendah 50
Rentang Nilai 30
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
Dari tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa dari 21 subjek penelitian di SD
Inpres 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros, diperoleh nilai mean senilai 66,7,
nilai median senilai 70, nilai modus senilai 80, nilai standar deviasi senilai 12,
nilai skor tertinggi senilai 80, nilai skor terendah senilai 50, dan rentang nilai
senilai 30.
Jika skor penguasaan siswa pada tabel 1 di atas, dikelompokkan ke
dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor
seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut;
38
Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa pada Kelas V SD Inpres No. 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros Siklus I
Interval Kategori Frekuensi Persentase
0 – 39 Sangat Rendah 0 0
40 – 54 Rendah 6 28,57
55 – 74 Sedang 10 47,62
75 – 84 Tinggi 5 23,81
85 – 100 Sangat Tinggi 0 0
Jumlah 21 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
Berdasarkan tabel 3 di atas, diperoleh bahwa dari 21 siwa kelas V SD
Inpres No. 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros, pada kategori sangat rendah
sebanyak 0%, yang termasuk kategori rendah sebanyak 6 orang dengan
persentase 28,57%, yang termasuk kategori sedang sebanyak 10 orang dengan
persentase 47,62%, yang termasuk kategori tinggi sebanyak 5 orang dengan
persentase 23,81%, yang termasuk kategori sangat tinggi sebanyak 0%. Pada
siklus I ini jumlah siswa yang mempunyai kategori sedang yang paling
dominan. Oleh karena itu, keberhasilan siklus ini tidak mencapai skor nilai
yang diharapkan.
Dari tabel 2 dan 3 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siklus I
berada pada kategori rendah.
39
Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel
4 berikut:
Tabel 4 Deskripsi Ketuntasan Belajas Siswa Kelas V pada Siklus I
Interval Kategori Frekuensi Persentase
0 – 59 Tidak Tuntas 16 76,19
60 – 100 Tuntas 5 23,81
Sumber : Hasil Analisis data, 2010
Dari tabel 4 di atas menunjukkan bahwa 16 orang atau sebanyak
76,19% siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia dan 5 orang dengan persentase 23,81% yag termasuk dalam
kategori tuntas dalam pembelajaran bahasa indonesia dengan tema kegiatan.
Hal ini berarti masih ada siswa sebanyak 16 orang yang memerlukan perbaikan
secara individual maupun kelompok.
b. Siklus II
Setelah melihat hasil tes akhir siklus I, maka semua yang ada pada
siklus I dilakukan perbaikan pada proses tindakan siklus II. Proses belajar
mengajar pada siklus II dilakukan selama dua kali pertemuan dan pertemuan
ketiga diadakan tes akhir. Hasil tes akhir siklus II dapat dilihat pada tabel 5
berikut:
Tabel 5 Statistik Hasil Belajar Bahasa Indonesia melalui Pendekatan Kontekstual pada Tes Akhir Siklus II
40
Statistik Nilai Statistik
Subjek Penelitian 21
Mean 78,1
Median 80Modus 80
Standar Deviasi 7,5Skor Tertinggi 90Skor Terendah 70Rentang Nilai 30
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
Berdasarkan tabel 5 di atas, diperolah bahwa dari 21 subjek penelitian di
SD Inpres No 27 Kabupaten Maros, nilai mean yang diperoleh adalah senilai
78,1, nilai median yang diperoleh adalah senilai 80, nilai modus yang
diperoleh adalah senilai 80, nilai standar deviasi yang diperoleh adalah senilai
7,5, nilai skor tertinggi yang diperoleh adalah 90, dan nilai skor terendah yang
diperoleh adalah 70, dan rentang nilai yang diperoleh adalah 30.
Jika skor penguasaan siswa pada tabel 5 di atas, dikelompokkan ke
dalam lima kategori maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti yang
ditunjukkan pada tabel 6 berikut:
41
Tabel 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa kelas V SD Inpres No. 27 Kabupaten Maros pada siklus II.
Interval Kategori Frekuensi Persentase
0 – 39 Sangat Rendah 0 0
40 – 54 Rendah 0 0
55 – 74 Sedang 8 38,10
75 – 84 Tinggi 9 42,86
85 – 100 Sangat Tinggi 4 19,04
Jumlah 21 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
Dari tabel 6 di atas, menujukkan bahwa dari 21 subjek penelitian di SD
Inpres No. 27 Pepebulaeng Kabupaten Maros, yang termasuk dalam kategori
sangat rendah sebanyak 0%, yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak
0%, yang termasuk kategori sedang sebanyak 8 orang dengan persentase
38,10%, yang termasuk kategori tinggi sebanyak 9 orang dengan persentase
42,86%, dan yang termasuk kategori sangat tinggi sebanyak 4 orang dengan
persentase 19,04%.
Dari tabel 5 dan 6 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siklus II
berada pada ketegori tinggi.
Persentase ketuntasan belajar siswa kelas V pada siklus II dapat dilihat
pada tabel 7 berikut:
42
Tabel 7 Persentasen Ketuntasan Belajar Siswa Kelas V pada Siklus II
Interval Kategori Frekuensi Persentase
0 – 59 Tidak Tuntas 0 0
60 – 100 Tuntas 21 100
Sumber : Hasil Analisis data, 2010
Dari tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa 0 siswa yang termasuk dalam
ketegori tidak tuntas dalam pembelajaran dan 21 siswa dalam kategori tuntas
dalam pembelajaran bahasa indonesia dengan pendekatan kontekstual.
Untuk melihat secara jelas perubahan yang terjadi setelah penerapan
pendekatan kontekstual dalam meningkatkan hasil belajar dari siklus I hingga
siklus II. Perhatikan tabel 8 berikut:
Tabel 8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa kelas V SD Inpres No. 27 Kabupaten Maros pada siklus II.
Interval KategoriFrekuensi Persentase
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
0 – 39 Sangat Rendah 0 0 0 0
40 – 54 Rendah 6 0 28,57 0
55 – 74 Sedang 10 8 47,62 38,10
75 – 84 Tinggi 5 9 23,81 42,86
85 – 100 Sangat Tinggi 0 4 0 19,04
Jumlah 21 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
43
Dari tabel 8 di atas menunjukkan bahwa terjadi perubahan hasil belajar
siswa dari siklus I ke siklus II. Pada sikus I frekunsi hasil belajar siswa berada
pada kategori rendah yaitu 6 dengan frekuensi 28,57%. Kemudian kategori
sangat rendah dengan frekuensi 0 dan persentase 0%, yang mendapat skor
yang sangat sedikit. Pada siklus II terlihat bahwa skor hasil belajar siswa
meninkat menjadi kategori sedang dengan frekuensi 8 orang dengan persentase
38,10%, yang berada pada kategori tinggi dengan frekuensi 9 dan persentase
42,86%, kategori rendah 0 dengan persentase 0% serta kategori sangat rendah
sudah tidak ada lagi. Hal ini, terbukti bahwa setelah menerapkan pedekatan
kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kela V SD Inpres No. 27
Pepebulaeng Kabupaten Maros.
B. Pembahasan
1. Aktivitas siswa
Faktor lain yang menyebabkan belum maksimalnya hasil belajar siswa
pada siklus I, dikarenakan masih banyak siswa yang melakukan aktivitas yang
tidak relevan dengan pembelajaran di antaranya: tidak memperhatikan
penjelasan guru, mengobrol teman, mengerjakan tugas lain, bersikap seadanya
dalam melakukan kegiatan. Meskipun jumlah siswa yang melakukan kegiatan
tersebut tidak terlalu signifikan dan masih terkategori ditoleransi, namun tetap
44
harus menjadi perhatian karena jika dibiarkan tanpa tindakan korektif akan
mengakibatkan orientasi belajar siswa terganggu sehingga tujuan pembelajaran
tak dapat dicapai.
Pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I. siklus II keaktifan
siswa sudah nampak, dorongan dan minat siswa dalam belajar sudah dapat
terlihat dari keaktifannya bertanya, bekerja sama dalam kelompok dan hasil
belajarnya.
2. Hasil belajar
Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah dilakukan tes siklus I dengan
pendekatan kontekstual adalah rata-rata yang diperoleh adalah 66,7 dengan
nilai tertinggi 80 dan terendah adalah 50 serta mediannya adalah 80 dari skor
ideal 100 dan berada pada kategori sedang. Hal ini disebakan karena
kurangnya motivasi belajar, sehingga siswa tidak tertarik dengan pembelajaran
yang diberikan. Dalam pendekatan kontekstual siswa ditekankan pada
pembelajaran secara individual, namum dalam siklus I siswa belum dapat
bekerja seefisien mungkin, dalam kelas masih banyak siswa yang memonopoli
tugas yang diberikan dan yang lainnya hanya bercerita dan tidak membantu
temannya. Siswa belum mengetahui apa arti dalam bekerja sama dengan teman
45
sebangkunya. Oleh karena itu, dalam siklus I ini guru lebih membimbing dan
mengarahkan siswa.
Tes siklus II menunjukkan nilai yang lebih baik dari siklus I yaitu
dengan rata-rata 78,1, nilai tertinggi adalah 90 dan terendah adalah 70,
mediannya adalah 80 dan modusnya adalah 80 dengan standar deviasi 7,5 dan
berada pada kategori tinggi. Dengan pendekatan kontekstual, aktivitas siswa
dalam kelompok sudah baik, pasangan-pasangan bekerja dengan baik, laporan
lembar kerja siswa sudah merupakan hasil diskusi kelompok.
Dari pembahasan di atas diketahui bahwa pada siklus I dengan siklus II
terjadi peningkatan mulai dari rata-ratanya naik sebesar 11,4. Nilai tertinggi
meningkat dari 80 menjadi 90. Dan nilai terendah adalah dari 50 menjadi 70.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah dilakukan tes siklus I dengan
pendekatan kontekstual adalah rata-rata yang diperoleh adalah 66,7
dengan nilai tertinggi 80 dan terendah adalah 50 serta mediannya adalah
80 dari skor ideal 100 dan berada pada kategori sedang. Tes siklus II
menunjukkan nilai yang lebih baik dari siklus I yaitu dengan rata-rata
78,1, nilai tertinggi adalah 90 dan terendah adalah 70, mediannya adalah
80 dan modusnya adalah 80 dengan standar deviasi 7,5 dan berada pada
kategori tinggi. pada siklus I dengan siklus II terjadi peningkatan mulai
dari rata-ratanya naik sebesar 11,4. Nilai tertinggi meningkat dari 80
menjadi 90. Dan nilai terendah adalah dari 50 menjadi 70.
2. Pada siklus I siswa masih belum terlalu aktif, dikarenakan masih banyak
siswa yang melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan
pembelajaran di antaranya: tidak memperhatikan penjelasan guru,
mengobrol teman, mengerjakan tugas lain, bersikap seadanya dalam
melakukan kegiatan. Pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I.
48
47
siklus II keaktifan siswa sudah nampak, dorongan dan minat siswa
dalam belajar sudah dapat terlihat dari keaktifannya bertanya, bekerja
sama dalam kelompok dan hasil belajarnya.
B. Saran
Dalam upaya peningkatan hasil belajar membaca maka melalui
penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Menetapkan pendekatan melalui keterampilan proses untuk meningkatkan
hasil belajar membaca siswa dalam menyelesaikan soal-soal.
2. Dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya memberikan situasi yang
bervariasi sehingga tidak menyebabkan kejenuhan bagi siswa.
3. Diharapkan para peneliti dibidang pendidikan, agar dapat melakukan
penelitian lebih lanjut tentang penggunaan pendekatan keterampilan proses.
48
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, 1993. Pengelolahan Pengajaran. Ujung Pandang :PT. Bintang Selatan.
Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa
Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Dimyanti, Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.
Dwitaqama, D, 2008. Laporan Penelitian Tindakan Kelas (online).
Hamalik, Oemar. 2008. Keterampilan Membaca di Sekolah Dasar. Penerbit.
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.
Mappasaro, S, 2006. Belajar dan Pengajaran. Makassar : FIP UNM
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moedjiono, Moh. Dimyanti, 1992, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Nasution. 2000. Metode Research. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 1984. Pedoman Praktis Mengajar. Jakarta: PPPP. Agama Islam.
Suherman. E. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Wijaya Kusuma: Bandung.
Tarigan, Hendry Guntur. 1986. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung Angkasa.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.
49