halusinasi

23
LAPORAN PENDAHULUAN A. Masalah Utama Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi B. Proses Terjadinya Masalah 1. Definisi Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993). 2. Teori yang Menjelaskam Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995) a) Teori Biokimia Terjadi sebagai respons metabolism terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase) b) Teori Psikoanalisis Merupakam respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

Upload: ridwan-conan

Post on 27-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ksd

TRANSCRIPT

Page 1: Halusinasi

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra

sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin

organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi

melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).

2. Teori yang Menjelaskam Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)

a) Teori Biokimia

Terjadi sebagai respons metabolism terhadap stress yang mengakibatkan

terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)

b) Teori Psikoanalisis

Merupakam respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang

mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

3. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif

Berikut akan dijelaskan mengenai cirri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien

dengan halusinasi

Page 2: Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Objektif Data SubjektifHalusinasi Dengar(klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata atau lingkungan)

Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab Mendekatkan telinga ke

arah tertentu Menutup telinga

Mendengar suara-suara atau kegaduhan

Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

Halusinasi penglihatan(klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya).

Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster.

Halusinasi penciuman(klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata)

Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

Menutup hidung

Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien.

Halusinasi pengecapan(klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak)

Sering meludah Muntah

Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.

Halusinasi perabaan(klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata)

Menggaruk-garuk permukaan kulit.

Mengatakan ada serangga di permukaan kulit .

Merasa seperti tersengat listrik.

Halusinasi Kinestetik(klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak).

Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri.

Mengatakan badannya melayang di udara.

Halusinasi Viseral(perasaan tertentu timbul).

Memegang badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.

Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink.

4. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber

yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien

maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan,

sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.

Page 3: Halusinasi

a) Faktor Perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu,

maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.

b) Faktor Sosiokultural

Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan,

sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.

c) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami

stress yang berleihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat

bersifat halusinogenik nuorokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).

d) Faktor Psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan

yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang

tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.

e) Faktor Genetik

Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi

menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyakit ini.

5. Faktor Presipitasi

Factor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,

ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Adanya

rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak

diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi

sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress

dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

6. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan

bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan

Page 4: Halusinasi

Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat

keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur

bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai

berikut.

a) Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan eksternal

yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa

kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam

hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang

lama.

b) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa

perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah

tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.

c) Dimensi Intelektual

Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi

akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi

merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi

pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d) Dimensi Sosial

Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan

kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-

olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,

control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi

halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah

halusinasi berupa ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau

orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi

keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan

mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

Page 5: Halusinasi

interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri.

Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak

terjadi.

e) Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi dengan

manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami

halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu

tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi system control dalam

individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control

terhadap kehidupan nyata.

7. Sumber Koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.

Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang

ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk

menyelesaikan masalah. Dukungan social dan keyakinan budaya dapat membantu

seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi

strategi koping yang efektif.

8. Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress,

termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain

yang digunakan untuk melindungi diri.

9. Tahapan Halusinasi

Tahap Ciri-ciriPerilaku yang dapat

diobservasi

Comforting

Halusinasi

menyenangkan,

Cemas ringan

Klien yang berhalusinasi mengalami

emosi yang intense seperti cemas,

kesepian, rasa bersalah, dan takut dan

mencoba untuk berfokus pada pikiran

yang menyenangkan untuk

menghilangkan kecemasan. Seseorang

Tersenyum lebar,

menyeringai tetapi tampak

tidak tepat

Menggerakan bibir tanpa

membuat suara

Page 6: Halusinasi

mengenal bahwa pikiran dan pengalaman

sensori berada dalam kesadaran control

jika kecemasan tersebut bisa dikelola.

Pergerakan mata yang

cepat

Respon verbal yang

lambat seperti asyik

Diam dan tampak asyik

Comdemning

Halusinasi

menjijikan,

Cemas sedang

Penngalaman sensori menjijikan dan

menakutkan. Klien yang berhalusinasi

mulai merasa kehilangan control dan

mungkin berusaha menjauhkan diri, serta

merasa malu dengan adanya pengalaman

sensori tersebut dan menarik diri dari

orang lain.

Ditandai dengan

peningkatan kerja system

saraf autonomic yang

menunjukan kecemasan

misalnya terdapat

peningkatan nadi,

pernafasan dan tekanan

darah.

Rentang perhatian

menjadi sempit

Asyik dengan

penngalaman sensori dan

mungkin kehilangan

kemampuan untuk

membedakan halusinasi

dengan realitas.

Controlling

Pengalaman

sensori

berkuasa,

Cemas berat

Klien yang berhalusinasi menyerah untuk

mencoba melawan pengalaman

halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi

menarik/meimkat. Seseorang mungkin

mengalami kesepian jika pengalaman

sensori berakhir.

Arahan yang diberikan

halusinasi tidak hanya

dijadikan objek saja oleh

klien tetapi mungkin akan

diikitu/dituruti

Klien mengalami

kesulitan berhubungan

Page 7: Halusinasi

dengan orang lain

Rentang perhatian hanya

dalam beberapa detik atau

menit

Tampak tanda kecemasan

berat seperti berkeringat,

tremor, tidak mampu

mengikuti perintah.

Conquering

Melebur dalam

pengaruh

halusinasi,

Panic

Pengalaman sensori bisa mengancam jika

klien tidak mengikuti perintah dari

halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir

dalam waktu empat jam atau sehari bila

tidak ada intervensi terapeutik

Perilakku klien tampak

seperti dihantui terror dan

panic

Potensi kuat untuk bunuh

diri dan membunuh orang

lain

Aktifitas fisik yang

digambarkan klien

menunjukan isi dari

halusinasi misalnya klien

melakukan kekerasan,

agitasi, menarik diri atau

katatonia

Klien tidak dapat berespon

pada arahan kompleks

Klien tidak dapat berespon

pada lebih dari satu orang

C. Pohon Masalah

Page 8: Halusinasi

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Care Problem

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

3. Isolasi social

4. Harga Diri Rendah Kronis

E. Data yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data yang Perlu DikajiPerubahan persepsi sensori: halusinasi Subjektif:

a) Klien mengatakan mendengar sesuatu

b) Klien mengatakan melihat bayangan putih

c) Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik

d) Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses

e) Klien mengatakan kepalanya melayang di udara

f) Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.

Objektif:a) Klien terlihat bicara atau tertawa

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Page 9: Halusinasi

sendiri saat dikajib) Bersikap seperti mendengarkan

sesuatuc) Berhenti bicara di tengah-tengah

kalimat untuk mendengarkan sesuatu

d) Disorientasie) Konsentrasi rendahf) Pikiran cepat berubah-ubahg) Kekacauan alur pikiran

F. Diagnosis Keperawatan

Perubahan Sensori Persepsi: halusinasi

G. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Tindakan Keperawatan pada klien

a)    Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut

1.Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya

2. Klien dapat mengontrol halusinasinya

3.   Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

b)   Tindakan Keperawatan

1. Membantu klien mengenal halusinasi

Dalam membantu klien mengenal halusinasinya, perawat dapat

berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat

atau dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,

situasi yang menyebabkan terjadinya halusinasi, dan respon klien saat

halusinasi itu muncul.

2. Melatih klien mengontrol halusinasi

a. Menghardik halusinasi

     Menjelaskan cara menghardik halusinasi

     Memperagakan cara menghardik

     Meminta klien memperagakan ulang

     Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku klien.

b. Bercakap-cakap dengan orang lain

Page 10: Halusinasi

Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu

mengontrol halusinasi, ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain

terjadi distraksi yaitu focus perhatian klien akan beralih dari halusinasi

ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Anjurkan atau

ingatkan kepada klien bahwa ketika waktu-waktu yang diperkirakan

sebagai waktu halusinasi tersebut muncul maka kien diharapkan

langsung mencari teman untuk bercakap-cakap.

c. Melakukan aktivitas yang terjadwal

     Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi

     Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan klien

     Melatih klien melakukan aktivitas

     Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telah dilatih. Upayakan agar klien memiliki aktivitas muali dari

bangun pagi sampai dengan tidur malam.

d. Minum obat secara teratur

     Jelaskan kegunaan obat

     Jelaskan akibat putus obat

     Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat

     Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6B plus.

2)     Tindakan Keperawatan pada Keluarga Klien

a) Tujuan tindakan untuk keluarga

Keluarga dapat merawat klien di rumah dan menjadi system

pendukung yang efektif untuk klien.

b) Tindakan keperawatan

Keluarga merupakan factor vital dalam penanganan klien gangguan

jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah system pendukung

terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam.

Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat.

Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien

Page 11: Halusinasi

mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun

demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh,

bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu,

perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien

gangguan jiwa di rumah.

Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga

tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami

oleh klien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung klien. Tahap

kedua adalah melatih keluarga untuk merawat klien, dan tahap ketiga

yaitu melatih keluarga untuk merawat klien langsung.

Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi

pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan

gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien

halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas

kepada klien), serta sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa

dijngkau.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Page 12: Halusinasi

Masalah : Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Pertemuan : Ke- 1 (Pertama)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi

Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga

kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara atau

kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara

menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.

2. Diagnosis Keperawatan

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

3. Tujuan Khusus/SP 1

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.

1) Ekspresi wajah bersahabat

2) Menunjukkkan rasa senang

3) Klien bersedia diajak berjabat tangan

4) Klien bersedia menyebutkan nama

5) Ada kontak mata

6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat

7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.

b. Membantu klien mengenal halusinasinya

c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

4. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

Page 13: Halusinasi

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,

frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi

c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan

yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Jelaskan cara menghardik halusinasi

2) Peragakan cara menghardik halusinasi

3) Minta klien memperagakan ulang

4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai

5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan

1. Orientasi

a. Salam Terapeutik

“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu?

Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa

Keperawatan……………………………………………………. Saya sedang

praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang.

Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan

apa?”

b. Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan

tidak?”

c. Kontrak

1) Topik

“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu

sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara

dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak

wujudnya?”

2) Waktu

Page 14: Halusinasi

“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?

Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”

3) Tempat

“Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau di mana?”

2. Kerja

“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”

“Apa yang dikatakan suara itu?”

“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”

“Seperti apa yang kelihatan?”

“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”

“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”

“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”

“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”

“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”

“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”

“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar

tidak muncul?”

“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”

“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”

“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”

“Keempat, minum obat dengan teratur.”

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”

“Caranya seperti ini:

1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau dengar

……………… Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-

ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah

begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

Page 15: Halusinasi

2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau

lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang

sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu………..

bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

3. Terminasi

a. Evaluasi subjektif

“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak

dengan latihan tadi?”

b. Evaluasi objektif

“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan

pembicaraan kita tadi.”

“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak

muncul lagi.”

c. Rencana tindak lanjut

“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!

Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”

(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian

klien).

d. Kontrak yang akan datang

1) Topik

“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara

dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”

2) Waktu

“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”

3) Tempat

“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai

jumpa besok.

Wassalamualaikum,……………