Download - Halusinasi
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).
2. Teori yang Menjelaskam Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)
a) Teori Biokimia
Terjadi sebagai respons metabolism terhadap stress yang mengakibatkan
terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)
b) Teori Psikoanalisis
Merupakam respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
3. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Berikut akan dijelaskan mengenai cirri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien
dengan halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data SubjektifHalusinasi Dengar(klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata atau lingkungan)
Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab Mendekatkan telinga ke
arah tertentu Menutup telinga
Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi penglihatan(klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya).
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster.
Halusinasi penciuman(klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata)
Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
Menutup hidung
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien.
Halusinasi pengecapan(klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak)
Sering meludah Muntah
Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
Halusinasi perabaan(klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata)
Menggaruk-garuk permukaan kulit.
Mengatakan ada serangga di permukaan kulit .
Merasa seperti tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik(klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak).
Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri.
Mengatakan badannya melayang di udara.
Halusinasi Viseral(perasaan tertentu timbul).
Memegang badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.
Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink.
4. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan,
sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu,
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan,
sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami
stress yang berleihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik nuorokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan
yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
e) Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
5. Faktor Presipitasi
Factor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak
diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi
sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress
dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
6. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan
bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan
Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai
berikut.
a) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c) Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi
pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,
control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau
orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri.
Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak
terjadi.
e) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami
halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu
tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi system control dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control
terhadap kehidupan nyata.
7. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang
ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk
menyelesaikan masalah. Dukungan social dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang efektif.
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain
yang digunakan untuk melindungi diri.
9. Tahapan Halusinasi
Tahap Ciri-ciriPerilaku yang dapat
diobservasi
Comforting
Halusinasi
menyenangkan,
Cemas ringan
Klien yang berhalusinasi mengalami
emosi yang intense seperti cemas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut dan
mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan. Seseorang
Tersenyum lebar,
menyeringai tetapi tampak
tidak tepat
Menggerakan bibir tanpa
membuat suara
mengenal bahwa pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kesadaran control
jika kecemasan tersebut bisa dikelola.
Pergerakan mata yang
cepat
Respon verbal yang
lambat seperti asyik
Diam dan tampak asyik
Comdemning
Halusinasi
menjijikan,
Cemas sedang
Penngalaman sensori menjijikan dan
menakutkan. Klien yang berhalusinasi
mulai merasa kehilangan control dan
mungkin berusaha menjauhkan diri, serta
merasa malu dengan adanya pengalaman
sensori tersebut dan menarik diri dari
orang lain.
Ditandai dengan
peningkatan kerja system
saraf autonomic yang
menunjukan kecemasan
misalnya terdapat
peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan
darah.
Rentang perhatian
menjadi sempit
Asyik dengan
penngalaman sensori dan
mungkin kehilangan
kemampuan untuk
membedakan halusinasi
dengan realitas.
Controlling
Pengalaman
sensori
berkuasa,
Cemas berat
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk
mencoba melawan pengalaman
halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi
menarik/meimkat. Seseorang mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman
sensori berakhir.
Arahan yang diberikan
halusinasi tidak hanya
dijadikan objek saja oleh
klien tetapi mungkin akan
diikitu/dituruti
Klien mengalami
kesulitan berhubungan
dengan orang lain
Rentang perhatian hanya
dalam beberapa detik atau
menit
Tampak tanda kecemasan
berat seperti berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti perintah.
Conquering
Melebur dalam
pengaruh
halusinasi,
Panic
Pengalaman sensori bisa mengancam jika
klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir
dalam waktu empat jam atau sehari bila
tidak ada intervensi terapeutik
Perilakku klien tampak
seperti dihantui terror dan
panic
Potensi kuat untuk bunuh
diri dan membunuh orang
lain
Aktifitas fisik yang
digambarkan klien
menunjukan isi dari
halusinasi misalnya klien
melakukan kekerasan,
agitasi, menarik diri atau
katatonia
Klien tidak dapat berespon
pada arahan kompleks
Klien tidak dapat berespon
pada lebih dari satu orang
C. Pohon Masalah
Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
Care Problem
Causa Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah Kronis
D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3. Isolasi social
4. Harga Diri Rendah Kronis
E. Data yang Perlu Dikaji
Masalah Keperawatan Data yang Perlu DikajiPerubahan persepsi sensori: halusinasi Subjektif:
a) Klien mengatakan mendengar sesuatu
b) Klien mengatakan melihat bayangan putih
c) Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
d) Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses
e) Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
f) Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.
Objektif:a) Klien terlihat bicara atau tertawa
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
sendiri saat dikajib) Bersikap seperti mendengarkan
sesuatuc) Berhenti bicara di tengah-tengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasie) Konsentrasi rendahf) Pikiran cepat berubah-ubahg) Kekacauan alur pikiran
F. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Sensori Persepsi: halusinasi
G. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Tindakan Keperawatan pada klien
a) Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut
1.Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
2. Klien dapat mengontrol halusinasinya
3. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
b) Tindakan Keperawatan
1. Membantu klien mengenal halusinasi
Dalam membantu klien mengenal halusinasinya, perawat dapat
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat
atau dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi yang menyebabkan terjadinya halusinasi, dan respon klien saat
halusinasi itu muncul.
2. Melatih klien mengontrol halusinasi
a. Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta klien memperagakan ulang
Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku klien.
b. Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu
mengontrol halusinasi, ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain
terjadi distraksi yaitu focus perhatian klien akan beralih dari halusinasi
ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Anjurkan atau
ingatkan kepada klien bahwa ketika waktu-waktu yang diperkirakan
sebagai waktu halusinasi tersebut muncul maka kien diharapkan
langsung mencari teman untuk bercakap-cakap.
c. Melakukan aktivitas yang terjadwal
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan klien
Melatih klien melakukan aktivitas
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan agar klien memiliki aktivitas muali dari
bangun pagi sampai dengan tidur malam.
d. Minum obat secara teratur
Jelaskan kegunaan obat
Jelaskan akibat putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6B plus.
2) Tindakan Keperawatan pada Keluarga Klien
a) Tujuan tindakan untuk keluarga
Keluarga dapat merawat klien di rumah dan menjadi system
pendukung yang efektif untuk klien.
b) Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan factor vital dalam penanganan klien gangguan
jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah system pendukung
terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam.
Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat.
Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien
mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh,
bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu,
perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien
gangguan jiwa di rumah.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga
tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami
oleh klien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung klien. Tahap
kedua adalah melatih keluarga untuk merawat klien, dan tahap ketiga
yaitu melatih keluarga untuk merawat klien langsung.
Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien
halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas
kepada klien), serta sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa
dijngkau.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Masalah : Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pertemuan : Ke- 1 (Pertama)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga
kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara atau
kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.
2. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. Tujuan Khusus/SP 1
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi
4. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan
yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu?
Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa
Keperawatan……………………………………………………. Saya sedang
praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang.
Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan
apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara
dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau di mana?”
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar
tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau dengar
……………… Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang
sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu………..
bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak
muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
klien).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai
jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………