sp halusinasi

Upload: trisa-bea-beo

Post on 01-Mar-2016

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jiwa

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANPASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Oleh:Putu Nihita TrisaNIM: 14.901.0970

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI BaliProgram Profesi NersTahun 2014

A. Konsep Dasar Halusinasi1. PengertianMenurut Isaacs Ann (2004;56) menjelaskan bahwa gangguan proses pikir dan gangguan persepsi termasuk gangguan orientasi realita. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap rangsang eksternal. Persepsi berhubungan dengan pengkuran dan pengertian akan obyek, personal dan pikiran yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada semua panca indra yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan gangguan ini dapat bersifat ringan, dan berat dalam waktu lama/ sementara.Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa adanya rangsangan exsternal, halusinasi dapat terjadi pada klien gangguan mental, organic, psikotis, sidroma putus obat, keracunan obat, afektif, gangguan keseimbangan endokrin, dan gangguan tidur. Halusinasi ini tanda pada klien skizoprenia yang mengambarkan dan hilangnya kemampuan menilai realitas. (Mary C. Townsend,1998;74).Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalan jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan pengurangan, melebih-lebihkan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus. (Stuart dan Sundeen,1998;45).Menurut Kelliat, B.A (2005;32) Persepsi mengacu pada indentifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. perubahan persepsi sensori merupakan gejala umum dari skizoprenia dan termasuk dalam gangguan orientasi realita yaitu ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realita. Klien tidak mampu membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respon secara tepat sehingga tampak prilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan

2. Respon NeurobiologisHalusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifikasikan dengan skizoprenia (Akemat, 2002;35). Skizoprenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realita, sehingga pemikiran dan prilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kronis, tetapi sekali-sekali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak atau cacat.Sebelum diuaraikan lebih lanjut tentang halusinasi, ada baiknya terlebih dahulu dipaparkan tentang rentang respon neurobiologist pada klien dengan skizoprenia karena respon-respon tersebut akan berkaitan pada diri klien yang akan memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif.Menurut Stuart dan Sundeen (1998;54) dalam buku saku keperawatan jiwa di jelaskan, bahwa gejala-gejala skizoprenia menyebar dalam lima katagori utama fungsi otak yaitu : kognisi, persepsi, emosi, prilaku, dan sosialisasi, yang saling berhubungan, dimana respon neurobiologis skizoprenia dapat dilihat pada prilaku klien yang dapat diuraikan sebagai berikut :a. Perilaku yang berhubungan dengan kognisiPerilaku yang berhubungan dengan masalah-masalah proses imformasi yang berkaitan dengan skizoprenia sering disebut sebagai deficit kognisi. Perilaku ini termasuk masalah-masalah semua aspek ingatan, perhatian, bentuk, dan jumlah ucapan (kelainan pikiran formal), pengambilan keputusan dan delusi (bentuk dan isi pikir)b. Perilaku yang berhubungan dengan persepsiPersepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (Stuat dan Sundeen, 1998;56). Halusinasi adalah berhubungan dengan alat sensorik spesifik yang harus diidentifikasikan dengan jelas. Lama keadaan dan interpretasi kepentingan halusinasi adalah jelas. Pengalaman halusinasi dimasa lampau dari interpretasi waham (kepercayaan palsu yang terpaku) dan halusinasi harus diidentifikasikan. Halusinasi sering kali bersamaan pada beberapa alat sensorik dan biasanya berhubungan dengan waham yaitu kepercayaan atau pertimbangan palsu. Halusinasi adalah gejala psikotik, keberdayaan memerlukan diagnosis sebelum dimulai pengobatan. Halusinasi yang terjadi saat klien dalam proses tidur atau proses terjaga biasanya dianggap non patologis (Maramis, 1998;76). Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang berada dalam rentang neurobiologist. Ini merupakan respon persepsi paling maldaptif, jika klien yang sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecap dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Diantara respon tersebut ada respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima ( Akemat, 2002;37 )Rentang respon neurobiologis dari keadaan respon persepsi adaptif sehingga keadaan persepsi maladaptive. Menurut Stuart dan Sundeen (1998;59), adapun rentang respon neurobiologis adalah :

RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Respon AdaptifRespon Maladaptif

Pemikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Hubungan social Distorsi pikiran Ilusi Reaksi emosional berlebihan atau kurang Perilaku ganjil / tak lazim Menarik diri Kelainan pikiran/delusi Halusinasi Ketidakmampuan mengalami emosi Ketidakberaturan Isolasi sosial

c. Perilaku yang berhubungan dengan emosiStuat dan Sundeen (1998;61) mengatakan bahwa emosi dapat diekspresikan secara berlebihan (hiperekskresi) atau kurang (hipoekskresi) dengan sikap yang tidak sesuai. Individu yang mengalami skizoprenia biasanya mempunyai masalah yang berhubungan dengan hipoekskresi.d. Perilaku yang berhubungan dengan gerakan dan perilakuGerakan pada perilaku obnormal pada skizoprenia dapat diuraikan sebagai berikut :1) GerakanKatatonia, kelenturan seperti lilin, efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan psikotropika, gerakan mata abnormal, meringgis apraksia (kesulitan melaksanakan tugas yang komplek), ekprasia (sengaja meniru gerakan orang lain), langkah yang tidak normal, manerisme.2) Perilaku Agresi/agitasi, perilaku stereotipik atau berlubang, arolisi (kurang energi dan dorongan), kurang tekun dalam belajar atau sekolah.e. Perilaku yang berhubungan dengan sosialisasiSosialisasi adalah kemampuan untuk menjalin hubungan bekerjasama dan saling bergantung dengan orang lain. Respon yang berkaitan dengan hubungan yang disebabkan oleh respon utama biologic yang maldaptif adalah : isolasi dan menarik diri dari hubungan social, harga diri rendah, ketidaksesuaian social, tidak tertarik dengan aktivitas rekreasi, kerancunan identitas gender, stigma yang berhubungan dengan penarikan diri oleh orang lain.

3. Jenis-Jenis HalusinasiMenurut Stuat dan Sundeen ( 1998 ;62) ada 6 jenis halusinasi yaitu:a. Halusinasi pendengaran1) Karakteristik Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang berbicara tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar di mana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan.2) Perilaku klien yang teramatia) Melirik mata kekiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara.b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau kepada benda mati seperti meubel.b. Halusinasi penglihatan visual1) KarakteristikStimulus dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran geometris, gambaran kartun, bayangan yang rumit kompleks, bayangan yang bisa menyenangkan atau menakutkan seperti monster.2) Perilaku yang teramatia) Tiba-tiba tergagap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati / stimulus yang tidak terlihat.b) Tiba-tiba lari ke ruang lainc. Halusinasi penghidu1) KarakteristikMencium bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, faeces, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan, tapi kadang terhidu bau harum. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, Tupanor, kejang atau dimensia.2) Perilaku yang teramatiHidung yang dikerutkan seperti menghidu bau yang sangat tidak enak, menghidu bau tubuh, menghidu bau udara ketika sedang berjalan kea rah orang lain.

d. Halusinasi pengecap1) KarakteristikMerasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan seperti mengecap darah, urine / faeces.2) Perilaku yang teramati Meludahkan makanan dan minuman, menolak untuk makan, minum dan minum obat, tiba-tiba meninggalkan meja makan.e. Halusinasi peraba / taktil1) KarakteristikMengalami nyeri / ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa kesemutan listrik yang dating dari tanah, benda mati / orang lain.2) Perilaku yang teramatiMenampar diri sendiri seakan sedang memadamkan api, melompat-lompat dilantai seperti sedang menghindari myeri atau stimulus pada kaki.f. Halusinasi cenesthic1) KarakteristikMerasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.2) Perilaku yang teramatiMemverbalisasi dan atau obsesi terhadap proses tubuh, menolak untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan bagian tubuh klien yang dinyakini klien tidak berfungsi.

4. Fase-Fase HalusinasiMenurut Akemat ( 2002;37 ) menyatakan halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya. Semakin berat halusinasi yang dialami klien maka semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut :a. Fase I : Comforting (ansietas sedang : halusinasi menyenangkan)1) KarakteristikKlien mengalami perasan mendalam seperti ansietas kesepian, rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani non psikotik.2) Perilaku klienTersenyum atau tertawa yang tidak sesuai., menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik sendiri, diam dan asyik sendirib. Fase II : Condeming (ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan)1) KarakteristikPengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Psikotik ringan.2) Perilaku klienMeningkatkan tanda-tanda sistem syarat otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.c. Fase III : controlling (ansietas berat : pengalaman sensori menjadi berkuasa)1) KarakteristikKlien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, klien mungkin mengalami kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Psikotik.2) Perilaku klienKemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.d. Fase IV : Conquering (panic : umumnya menjadi melebur dengan halusinasinya)1) KarakteristikPengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi therapiutik.Psikotik berat2) Perilaku klienPrilaku teror akibat panic, potensi kuat suicide atau homecide.aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti prilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, tidak mampu berespon terhadap perintah komplek.

5. Psikopatologi Timbulnya gangguan persepsi sensori ini dapat dilihat dari dua faktor utama yaitu : faktor predisposisi dan faktor presipitasi (pencetus).a. Faktor PredisposisiBeberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada awalnya respon neurobiologist pada halusinasi antara lain :1) Faktor geneticTelah diketahui bahwa secara genetic skizoprenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Diduga letak gen skizoprenia ada di kromosom 6 dan kontribusi tambahan genetic nomor 4, 8, 15, 22. anak kembar memiliki memungkinan mengalami skizoprenia terbesar 50 % jika salah satunya mengalami skizoprenia, sementara jika zygote peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizoprenia berpeluang 15 % mengalami skizoprenia dan jika kedua orang tuanya mengalami skizoprenia maka berpeluang 35% mengalami skizoprenia ( Buchman dan Carpenter dalam Akemat, 2002 ).2) Faktor neurobiologiDitemukan bahwa kortek pre prontal dan kortek lumbik pada klien skizoprenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizoprenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonin, dan juga glutamate (Akemat, 2002;38).3) Studi neurotransmitterSkizoprenia di duga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamine berlebihan, jika tidak seimbang dengan kadar serotonin ( Akemat, 2002;38) 4) Teori virusPaparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizoprenia ( Akemat, 2002 ;38).5) Teori psikososial a) Teori system keluargaMenurut Mary C. Townsend (1998;75), menggambarkan perkembangan skizoprenia disfungsi keluarga. Konflik diantara suami dan istri mempengaruhi anak. Peranan hal ini pada anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas, dimana anak harus meninggalkan ketergantungan pada orang tua dan masuk ke dalam masa dewasa, di masa ini anak tidak mampu untuk memenuhi tugas perkembangan masa dewasanya.b) Teori interpersonalOrang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua dan anak yang penuh dengan ansietas tinggi. Anak akan menerima pesa-pesan yang membingungkan. Bila tingkat ansietas yang tinggi dipertahankan, maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen. (Mary C. Townsend, 1998;76 ).c) Teori psikodinamikPsikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah, perkembangan yang dihambat oleh suatu hubungan saling mempengaruhi antara orang tua dan anak. Karena ego menjadi lemah maka mekanisme pertahanan ego pada waktu ansietas yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptive (Mary C. Townsend, 1998;76).b. Faktor PresipitasiFaktor-faktor pencetus neurobiologist meliputi :1) Berlebihnya proses informasi pada system saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.2) Mekanisme penghantar listrik di saraf terganggu3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, sikap dan perilaku yang dapat diuraikan sebagai berikut :a) Kesehatan Nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, obat-obatan system saraf pusat, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.b) LingkunganLingkungan yang memusuhi / kritis, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan social, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.c) Sikap / perilakuMerasa tidak mampu, putus asa / tidak percaya diri, merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan ketrampilan diri), merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual), rendahnya kemampuan social, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan.

6. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan medis untuk penderita skizoprenia adalah :a. Therapy medikamentosaPengobatan skizoprenia ditujukan kepada gejala-gejala yang menonjol. Apabila gejala yang menonjol seperti gaduh, gelisah, agresif, halusinasi, sulit tidur diberikan anti psikosis dosis efektif seperti Chlorpromazine 100 mg dalam bentuk oral / injeksi sesuai dengan keadaan klien. Dosis diberikan 100-200 mg/hari dapat dinaikkan sesuai dengan kebutuhan. Pada penderita skizoprenia dengan delusi menonjol, tidak ada gangguan tidur dan tidak begitu gaduh diberikan Trifluperasine 5 mg (1-2 kali sehari) atau Haloperidol 5 mg (2 kali sehari). Penderita skizoprenia katatonik tipe stupor dapat diberikan pimozide 4 mg (1 kali sehari).b. Therapy kejang listrikTherapy kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples. Therapy kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia katatonik stupor atau skizoprenia yang tidak mempan dengan therapy neuroleptika/injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/second. (Yosep, I., (2007). c. Therapy modalitas1) Adjunctive Group or Group ActivityKumpulan individu yang mempengaruhi relasi / hubungan satu dengan yang lain berkaitan dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dan pembentukan kelompok adalah :a) Lingkungan fisikPengaturan ruangan, warna, suara, cahaya.b) KepemimpinanDapat mempengaruhi hubungan antara anggota untuk mencapai tujuan.c) Pengambilan keputusanAda lima karakteristik putusan yang efektif :(a) Sumber daya anggota dipakai dengan baik(b) Pemakaian waktu yang baik(c) Keputusan benar dan berkualitas tinggi(d) Kemampuan pemecahan masalah di dalam kelompok meningkat sehingga anggota merasa puas.

d) PercayaHarus ada hubungan saling percaya diantara anggota untuk bekerja mencapai tujuan.e) CohesionRasa bersama dan ini tergantung pada :(1) Saling percaya(2) Saling perhatian(3) Saling menerima(4) Ada norma group(5) Struktur kerjasama dari kelompokf) Power / pengaruhKemampuan masing-masing anggota untuk mempengaruhi kelompok dan anggota secara umum ada tiga tipe therapy kelompok :(1) Group therapy ( therapy kelompok )(2) Therapeutic group ( kelompok terapeutik )(3) Adjunctive group activity therapy (terapi aktivitas kelompok)Focus :i. SosialisasiMenolong klien untuk bercerita dengan orang lain Bercerita tentang diri sendiri Bertanya Menanya Diskusi ii. Orientasi to reality ( orientasi realitas )Menolong klien yang sangat mundur dan disorientasi.iii. Perceptual stimulation ( rangsangan persepsi )Untuk klien kronik, berhubungan dengan nilai-nilai dan pengalaman.iv. Sensory stimulationTermasuk therapy rekreasi, seni, mengisi waktu luang.B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. PengkajianPengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.Data yang dikumpulkan meliputi atas data biologis, psikologis, social dan spiritual. Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki oleh klien. Cara pengkajian lain berfokus pada lima dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, social dan spiritual (Purwaningsih, W. & Karlina, I. 2009;15).Halusinasi merupakan suatu gejala dan penentuan didiagnosisnya klien mengalami psikosik, khususnya skizoprenia. Pengkajian klien dengan halusinasi merupakan proses identifikasi data yang tidak melekat erat dengan pengkajian respon neurobiology lainnya yang terdapat juga pada klien dengan skizoprenia. Menurut Akemat (2002;39), faktor-faktor yang perlu dikaji pada klien dengan halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut :a. Factor predisposisib. Factor presipitasic. Mekanisme kopingMekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi : regresi (menjadi malas beraktivitas sehari-hari), proyeksi (mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda), menarik diri, sulit menpercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal, keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.d. PerilakuHalusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negative ketika mereka menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenannya banyak klien kemudian enggan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman aneh halusinasinya. Apabila seseorang perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dari perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :1) Isi halusinasiIni dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar oleh klien, berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Apa bentuk bayangan yang dilihat klien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi visual, bau apa yang tercium. Untuk halusinasi pengecapan, merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.2) Waktu dan frekuensi halusinasiPerawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.3) Respon klien saat halusinasiUntuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi. Menurut Keliat (2005;32), umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah. Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan tiga komponen yang terdapat dalam pohon masalah yaitu penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alas an masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab masalah utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya.Akibat adalah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek/akibat dari masalah utama. Efek dapat pula menyebabkan yang lain demikian seterusnya. Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, pada klien skizoprenia biasanya juga mengalami masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab (sebagai trigger) munculnya halusinasi. Masalah-masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi sosial. Akibat rendah diri dan kurangnya ketrampilan berhubungan social, klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih berfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominant dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama-kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dan stimulus eksternal. Ini memicu terjadinya halusinasi.

2. Diagnosa KeperawatanKemampuan perawat yang diperlukan dalam merumuskan diagnosa adalah kemampuan pengambilan keputusan yang logis, pengetahuan tentang batasan adaptif atau ukuran normal, kemampuan memberikan justifikasi atau pembenaran, kepekaan social budaya (Stuart dan Sundeen, 1998;52).Kegiatan atau perilaku perawat dibutuhkan dalam merumuskan diagnosa adalah mengidentifikasi pola data, membandingkan data dengan keadaan adaptif, menganalisa dan mensintesa data, mengidentifikasi kebutuhan atau masalah klien, memvalidasi dan menyusun masalah dengan klien, membuat pohon masalah, merumuskan diagnosa keperawatan. Menurut Budi Anna Keliat (2005;23), dari masalah-masalah tersebut maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut :

Risiko perilaku kekerasanAkibat

HalusinasiMasalah utama

Penyabab

Interaksi social, kerusakan menarik diri

Harga diri rendah

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul dari pohon masalah di atas :1) Risiko perilaku kekerasan2) Perubahan persepsi sensori: halusinasi3) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri4) Harga diri rendah

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASITglNo.DxDx. KeperawatanPerencanaan

TujuanKriteria hasilIntervensi

Resiko Gangguan Sensori Persepi : halusinasi (lihat/dengar/penghidu / raba/ kecap)

TUM : Klien dapat mengontrol halusinasi yangdialaminyaTUK 1 :Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

1. Setelah x interaksi klien menunjukkan tanda tanda percaya terhadap perawat : Ekspresi wajah bersahabat, Menunjukkan rasa senang, Ada kontak mata Mau berjabat tangan, Mau menyebutkan nama Mau menjawab salam, Klien mau duduk berdampingan dengan perawat Bersdia mengungkapkan masalah yang dihadapi.

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal. Perkenalkan nama, nama panggilan, dan tujuan perawat berkenalan Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan kesukaan klien Buat kontrak yang jelas Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien

TUK 2 :Klien dapat mengenal halusinasinya2. Setelah x interaksi klien menyebutkan : Isi Waktu Frekuensi Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi2.1 Adakan kontrak sering dan singkat secara bertahap2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya ( halusinasi lihat/dengar/penghidu / raba/ kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi : Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi lihat/dengar/penghidu/raba/kecap) Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya. Katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi). Katakana bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama. Katakana bahwa perawat akan membantu klien.Jika klien tidak sedang berhalusinasi kliarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi. Diskusikan dengan klien: Isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam, atau sering dan kadang kadang) Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.

2. Setelah x interaksi, klien menyatakan perasaan dan responnya saan mengalami halusinasi : Marah Takut Sedih Senang Cemas Jengkel 2.3 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.2.4 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut2.5 Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya

TUK 3 :Klien dapat mengontrol halusinasinya3.1 Setelah x interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya silakukan untuk mengendalikan halusinasinya3.2 Setelah x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi3.3 Setelah x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar, lihat, penghidu, raba, kecap)3.4 Setelah x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya3.5 Setelah x interaksi klien mengikuti terapi aktivutas kelompok.

3.1 Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll)3.2 Diskusikan cara yang digunakan klien : Jika cara yang digunakan adaptif, beri pujian. Jika cara yang digunakan maladaptive, diskusikan kerugian tersebut.3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi Katakana pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada saat halusinasi terjadi) Menemui orang lain (perawat/twman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya. Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah disusun. Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.3.5 Beri kesempatan untuk melakukan car yang sudah dipilih atau dilatih3.6 Pantau pelaksanaan yang sudah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian3.7 Anjurkan klien mengikutu terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.

TUK 4 :Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya4.1 Setelah x pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan denga perawat4.2 Setelah x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadunya halusinasi, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah) Pengertian halusinasi Tanda dan gejala halusinasi Proses terjasinya halusinasi Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi Obat obatan halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi) Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah

TUK 5 :Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik5.1 Setelah x interaksi klien menyebutkan : Manfaat minum obat Kerugian tidak minum obat Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat5.2 Setelah x interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar5.3 Setelah x interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping penggunaan obat5.2 Pantau klien saat penggunaan obat5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal hal yang tidak diinginkan.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori: HalisinasiSP I Pasien1. Membina hubungan saling percaya2. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien3. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien4. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien5. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien6. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi7. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi8. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi9. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi kedalam jadwal kegiatan harianSP I Keluarga1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

SP II Pasien1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian2. Melatih pasien mengendalikan halusinasinya dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain3. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harianSP II Keluarga1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi

SP III Pasien1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian2. Melatih pasien mengendalian halusinasi dengan melakukan kegiatan (Kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)3. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harianSP III Keluarga1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

SP IV Pasien1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur3. Menganjurkan asien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

EvaluasiEvaluasi yang ingin dicapai diantaranya yaitu :1) Klien dapat membina hubungan saling percaya2) Klien mengenal halusinasinya3) Klien dapat mengontrol halusinasinya4) Klien mulai dan mempertahankan hubungan dengan orang lain5) Klien mengerjakan aktifitas sehari-hari dan aktifitas yang disenangi6) Klien dapat berinteraksi di dalam kelompok

DAFTAR PUSTAKA

Akemat, 2002. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi, Jakarta, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Chaery Indra. 2009. Waspadai serangan skizofrenia akut . http://www.jambi-independent.co.id/homeEffendy,N. 1995. Pengantar Proses Keperawatan, Edisi 1, Jakarta, EGC.Isaacs Ann. 2004, Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, Edisi 3, EGC; JakartaKasiyo,K.W. 1998. Kumpulan Makalah Perawatan Kesehatan Mental Psikiatri, Bogor : Depkes RIKeliat, B.A,dkk, 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi2, EGC ; JakartaMaramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kepereawatan Jiwa, Airlangga University Press ; Surabaya.Purwaningsih, W. & Karlina, I. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGCRasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, Jakarta , CV Sagung Seto.Stuart,G.W. & Sundeen,S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC ; Jakarta.Stuart, G.W. 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa, Edisi 5, EGC; Jakarta.Townsend,M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Jakarta, EGCYosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi I. Bandung: Refika Aditama