haccp-tugas
DESCRIPTION
HACCPTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu dan keamanan pangan merupakan isu penting saat ini, sehingga
program keamanan pangan menjadi perhatian baik di kalangan pemerintah,
konsumen ataupun produsen (dunia usaha). Program keamanan pangan adalah
suatu rangkaian kegiatan dalam pengolahan pangan untuk menjamin agar
makanan yang dihasilkan bebas dari bahaya fisis, khemis dan biologis yang
dapat berakibat buruk atau mengganggu kesehatan konsumen. Program
keamanan pangan yang dimaksud adalah Good Manufacturing Practices
(GMP).
Istilah GMP di dunia industri pangan khususnya di Indonesia
sesungguhnya telah diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak tahun
1978 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
3/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik
(CPMB). Persyaratan GMP sendiri sebenarnya merupakan regulasi atau
peraturan sistem mutu (Quality System Regulation) yang diumumkan secara
resmi dalam Peraturan Pemerintah Federal Amerika Serikat No. 520 (Section
520 of Food, Drug and Cosmetics (FD&C) Act). Penerapan GMP akan dapat
membantu jajaran manajemen untuk membangun suatu sistem jaminan mutu
yang baik. Jaminan mutu sendiri tidak hanya berkaitan dengan masalah
pemeriksaan (inspection) dan pengendalian (control) namun juga menetapkan
standar mutu produk yang sudah harus dilaksanakan sejak tahap perancagan
produk (product design) sampai produk tersebut didistribusikan kepada
konsumen.
Selain itu, jaminan mutu bukan hanya menyangkut masalah metode
tetapi juga merupakan sikap tindakan pencegahan terjadinya kesalahan dengan
cara bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang baik yang berada di
dalam maupun di luar bidang produksi. Penerapan jaminan mutu pangan harus
didukung oleh penerapan GMP dan HACCP sebagai sistem pengganti
1
prosedur inspeksi tradisional yang mendeteksi adanya cacat dan bahaya dalam
suatu produk pangan setelah produk selesai diproses. GMP menetapkan
kriteria (istilah umum, persyaratan bangunan dan fasilitas lain, peralatan serta
control terhadap proses produksi dan proses pengolahan), standar (spesifikasi
bahan baku dan produk, komposisi produk) dan kondisi (parameter proses
pengolahan) untuk menghasilkan produk mutu yang baik. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pengertian umum GMP, cakupan
standar GMP, manfaat penerapan GMP, ruang lingkup GMP dan penerapan
GMP pada industri pangan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian umum GMP?
2. Apa saja cakupan standar GMP?
3. Apa saja mantaat penerapan GMP?
4. Apa saja ruang lingkup GMP?
5. Bagaimana penerapan GMP pada industri pangan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian umum GMP.
2. Untuk mengetahui apa saja cakupan standar GMP.
3. Untuk mengetahui apa saja manfaat penerapan GMP.
4. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup GMP.
5. Untuk mengetahui bagaimana penerapan GMP pada industri pangan.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan.
2. Mengetahui pengertian umum GMP.
3. Mengetahui cakupan standar GMP.
4. Mengetahui manfaat penerapan GMP.
5. Mengetahui ruang lingkup GMP.
6. Mengetahui penerapan GMP pada industri pangan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Umum GMP
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi
industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP
merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh
sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). GMP
secara luas terfokus pada aspek operasi pelaksanaan tugas dalam pabriknya
sendiri serta operasi personel. GMP mempersyaratkan agar dilakukan
pembersihan dan sanitasi dengan frekuensi yang memadai terhadap seluruh
permukaan mesin pengolah pangan baik yang berkontak langsung dengan
makanan maupun yang tidak. Mikroba membutuhkan air untuk
pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP yaitu menharuskan setiap
permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan berada dalam kondisi
basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga mempersyaratkan
penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman
(Susiwi, 2009).
Dalam suatu standar dan prosedur keamanan pangan digambarkan
dalam Good Manufacturing Practice (GMP) yang merupakan suatu teknik
penting dalam pengendalian makanan selama bertahun-tahun. Konsep ini
masih penting sebagai sistem kontrol pengolahan makanan dengan
menyediakan dasar kondisi lingkungan dan operasi pengolahan makanan yang
aman dan sebagai dasar Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP)
dalam program manajemen keamanan pangan secara keseluruhan
(Oktaviani, 2014).
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-
persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan
bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia tentang pedoman GMP Nomor
3
75/M-IND/PER/7/2010 persyaratan yang ditetapkan dalam industri
pengolahan pangan secara umum, yaitu lokasi, bangunan, mesin dan peralatan,
bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengemas,
label dan keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan dan program
sanitasi, pengangkutan, dokumentasi dan pencatatan, pelatihan, penarikan
produk, serta pelaksanaan program (Pramesti dkk, 2006).
B. Cakupan Standar GMP
Prinsip dasar GMP adalah mutu dan keamanan produk tidak dapat
dihasilkan hanya dengan pengujian (inspection/ testing), namun harus menjadi
satu kesatuan dari proses produksi. Oleh karena itu cakupan secara umum dari
penerapan standar GMP adalah:
1. Desain dan fasilitas
2. Produksi (pengendalian operasional)
3. Jaminan mutu
4. Penyimpanan
5. Pengendalian hama
6. Hygiene personil
7. Pemeliharan, pembersihan dan perawatan
8. Pengaturan penanganan limbah
9. Pelatihan
10. Consumer Information (education) (Karina, 2012)
C. Manfaat Penerapan GMP
Tersedianya cara memproduksi makanan yang baik melalui GMP di
industri pangan yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan
pemeliharaan maka perusahaan dapat memberikan jaminan produk pangan
yang bermutu dan aman dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan konsumen dan unit usaha tersebut akan berkembang semakin
pesat. Keuntungan penerapan GMP adalah sebagai berikut:
1. Menjamin kualitas dan keamanan pangan.
2. Meningkatkan kepercayaan dalam keamanan produk dan produksi.
4
3. Mengurangi kerugian dan pemborosan.
4. Menjamin efisiensi penerapan HACCP.
5. Memenuhi persyaratan peraturan/ spesifikasi/ standar.
D. Ruang Lingkup GMP
Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara produksi yang baik dari
mulai bahan mentah masuk ke pabrik hingga produk jadi, dimana termasuk
persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah
berbagai hal yang dibahas dalam GMP.
1. Lingkungan sarana pengolahan dan lokasi
a. Lingkungan
1) Lingkungan sarana pengolahan harus terawatt baik, bersih dan
bebas sampah.
2) Penanganan limbah dikelola secara baik dan terkendali.
3) Sistem saluran pembuangan air lancer.
b. Lokasi
1) Terletak di bagian perifer kota, tidak berada di lokasi padat
penduduk serta terletak di bagian yang lebih rendah dari
pemukiman.
2) Tidak menimbulkan gangguan pencemaran terhadap lingkungan.
3) Tidak berada dekat industri logam dan kimia.
4) Bebas banjir dan polusi asap, debu, baud an kontaminasi lainnya.
2. Bangunan dan fasilitas unit usaha
a. Desain bangunan
1) Desain, konstruksi dan tata ruang harus sesuai dengan alur proses.
2) Bangunan cukup luas dapat dilakukan pembersihan secara intensif.
3) Terpisah antara ruang bersih dan kotor.
4) Lantai dan dinding terbuat dari bahan kedap air, kuat dan mudah
dibersihkan.
5) Sudut pertemuan dinding dan lantai serta dinding dan dinding tidak
membentuk sudut.
5
b. Kelengkapan ruang pengolahan
1) Penerangan cukup, sesuai dengan spesifikasi proses.
2) Ventilasi memadai memungkinkan udara segar selalu mengalir dari
ruang bersih ke ruang kotor.
3) Sarana pencucian tangan dilengkapi sabun dan pengering yang
tetap terjaga bersih.
4) Gudang mudah dibersihkan, terjaga dari hama, sirkulasi udara
cukup, penyimpanan sistem FIFO dilengkapi pencatatan.
3. Peralatan pengolahan
a. Alat yang kontak langsung dengan produk harus terbuat dari bahan
yang tidak toksik, tidak bersifat korosif, mudah dibersihkan dan mudah
didesinfeksi sehingga mudah dilakukan perawatan.
b. Letak penempatannya disusun sesuai dengan alur proses, dilengkapi
dengan petunjuk penggunaan dan program sanitasi.
4. Fasilitas dan kegiatan sanitasi
a. Program sanitasi meliputi sarana pengolahan untuk menjamin
kebersihan baik peralatan yang kontak langsung dengan produk, ruang
pengolahan maupun ruang lainnya, sehingga produk bebas dari
cemaran biologis, fisik dan kimia.
b. Program sanitasi meliputi jenis peralatan dan ruang yang harus
dibersihkan, frekuensi dan cara pembersihan, pelaksana kegiatan dan
penanggung jawab serta cara pemantauan dan dokumentasi.
c. Fasilitas higiene karyawan tersedia secara cukup (tempat cuci tangan,
loker, toilet dan ruang istirahat).
d. Suplai air mencukupi kebutuhan seluruh proses produksi dan kualitas
air memenuhi standar air minum.
e. Pembuangan air limbah didesain sedemikian sehingga tidak
mencemari sumber air bersih dan prduknya.
6
5. Sistem pengendalian hama
a. Program pengendalian untuk mencegah hama seperti sanitasi yang
baik, pengawasan atas barang/ bahan yang masuk dan penerapan/
praktek higiene yang baik.
b. Upaya pencegahan masuknya hama dengan menutup lubang dan
saluran yang memungkinkan hama dapat masuk, memasang kawat
kasa pada jendela dan ventilasi serta mencegah hewan peliharaan
berkeliaran di lokasi unit usaha.
6. Higiene karyawan
a. Persyaratan kesehatan karyawan.
b. Pemeriksaan rutin kesehatan karyawan.
c. Pelatihan higiene karyawan.
d. Peraturan kebersihan karyawan (petunjuk, peringatan, larangan dan
lain-lain).
7. Pengendalian proses, dimana dengan pengendalian pre-produksi yaitu
menetapkan persyaratan (Oktaviani, 2014).
E. Penerapan GMP pada Industri Pangan
1. Penerapan GMP di industri rajungan PT. Kelola Mina Laut Madura
a. Lingkungan sarana pengolahan
1) Secara umum lokasi pabrik sudah cukup baik karena berada pada
daerah yang terbebas dari polusi atau cemaran dari industri lain,
berada jauh dari tempat pembuangan sampah dan tidak berlokasi di
daerah yang mudah banjir.
2) Akan tetapi pabrik berada di area perkampungan yang padat
penduduknya tetapi bukan pemukiman kumuh.
3) Tidak tersedia saluran pembuangan seperti selokan dan banyak air
yang menggenang dimana-mana.
4) Kurangnya fasilitas pembuangan air yang memadai, terlihat dari
menggenangnya air di lingkungan sekitar pabrik yang berasal dari
sisa es atau pembersihan lainnya.
7
5) Sarana jalan di luar pabrik yang masih berupa tanah.
b. Bangunan dan fasilitas fisik
1) Jumlah ruang pelengkap pada bangunan masih kurang memadai.
2) Desain dan konstruksi pabrik sudah sesuai dengan kapasitas
produksi yang ada karena bahan baku rajungan yang diproses tidak
terlalu banyak dan hanya tergantung musim sehingga masih dapat
ditampung pada ruang produksi.
3) Jarak antar ruang satu dengan ruang yang lain berdekatan dapat
mempersingkat waktu produksi dan menghemat biaya karena tidak
memerlukan tambahan alat pengangkut.
4) Konstruksi lantai kurang memenuhi standar karena pertemuan
lantai dan dinding yang bersudut mati meneyebabkan sulitnya
pembersihan.
5) Kemiringan lantai juga tidak diperhatikan karena ditemukan air
yang menggenang terutama di ruang produksi.
6) Lantai berbahan keramik sehingga mudah dibersihkan dan tahan
terhadap bahan kimia, tetapi agak licin karena air yang terdapat
pada permukaan lantai.
7) Adanya selokan di ruang produksi yang dibiarkan terbuka.
8) Jendela berbahan kaca yang dibiarkan terbuka setengahnya tanpa
ditutupi kasa dapat mempermudah masuknya serangga atau debu
ke dalam ruang produksi.
9) Ruang produksi yang sudah dilengkapi lampu yang cukup sehingga
kondisi di ruangan cukup terang dan setiap lampu diberi penutup
untuk mencegah bahaya fisik ketika pecah.
10) Masih kurangnya jumlah ventilasi dan tidak adanya AC atau alat
pendingin sehingga suhu di dalam ruangan tinggi.
c. Peralatan pengolahan
1) Tidak adanya pengaturan tata letak untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang.
8
2) Masih adanya pabrik yang hanya mempunyai satu pinti untuk
masuk dan keluarnya barang.
3) Peralatan tidak dilengkapi petunjuk penggunaan yang dapat
mengakibatkan para pekerja tidak mengetahui bagaimana cara
menggunakan dan merawat peralatan tersebut.
4) Pembersihan dilakukan dengan sabun detergen dan sedikit
campuran klorin di bak airnya dan dilakukan setiap selesai proses
produksi.
d. Fasilitas dan kegiatan sanitasi
1) Suplai air berasal dari sumber yang aman dan jumlahnya cukup
serta tersedia sarana penampungan.
2) Saluran air terpisah yang memadai atau sesuai dengan kegunaan
tetapi pipa air tidak diberi warna untuk membedakan fungsinya.
3) Sistem pembuangan air limbah yang baik sehingga tidak
mencemari sumber air bersih.
4) Belum maksimalnya fasilitas pencucian yang terpisah sesuai
dengan kegunaan, masih adanya cabang perusahaan yang jarang
melakukan kegiatan pembersihan dan tidak dilengkapi dengan
sumber air panas.
5) Adanya tempat mencuci tangan, membilas sepatu atau ruang ganti
sepatu dan pakaian serta toilet yang bersih, dilengkapi air mengalir,
saluran pembuangan dan tidak berhubungan langsung dengan
ruang pengolahan.
e. Sistem pengendalian hama
1) Masih adanya lubang ventilasi dan jendela yang dibiarkan terbuka
tanpa kawat kasa sebagai penutup.
2) Banyaknya binatang peliharaan yaitu ayam yang berkeliaran di
sektar area produksi, yang dapat mengakibatkan kontaminasi dari
kotoran hewan atau penyakit yang biasanya menyerang hewan
dapat menular pada manusia dan dapat berbahaya bagi kualitas
hasil produk.
9
3) Tidak dilakukan penyemprotan oleh perusahaan secara berkala
untuk membasmi serangga dan tidak dilengkapi insect killer pada
setiap pintu masuk.
f. Kesehatan dan higiene karyawan
1) Sudah adanya peraturan yang hanya memperbolehkan karyawan
yang sehat yang boleh masuk dalam ruang produksi.
2) Pemeriksaan dilakukan setiap pagi pada saat masuk ke ruang
produksi tetapi tidak ada pemeriksaan berkala oleh perusahaan.
3) Karyawan tidak boleh menggunakan make up saat memasuki
ruangan tetapi pada salah satu cabang perusahaan, karyawan masih
menggunakan make up dan perhiasan, kurangnya perhatian dalam
penggunaan peralatan kebersihan karyawan dan kurangnya
kedisiplinan.
4) Seharusnya disediakan tempat penampungan khusus untuk baju
kerja yang dipakai karyawan sehari-hari agar kotoran atau virus
penyakit yang menempel pada baju kerja tidak menimbulkan
kontaminasi terhadap produk.
g. Proses produksi
1) Bahan baku yang diterima oleh perusahaan sudah dalam keadaan
matang, dimana proses penerimaan bahan baku, pencucian dan
pengukusan dilakukan di tempat pengepul tetapi tidak ada
karyawan perusahaan yang secara khusus mengecek kondisi
lapangan pada saat proses penangkapan.
2) Tidak adanya proses pensortiran dan pembersihan yang efektif
dimana langsung dicuci dengan air biasa tanpa bahan kimia untuk
membersihkan bahan baku rajungan dari kotoran.
3) Proses pengukusan tidak dilengkapi dengan standar waktu dan
suhu sehingga sering dijumpai daging rajungan yang kurang
matang atau sebaliknya dan kapasitas bahan baku dalam dandang
juga tidak diperhatikan.
10
4) Pendinginan bahan baku yang sudah matang hanya dihamparkan
dan diangin-anginkan kemudian dikemas dalam kotak yang sudah
dilengkapi dengan es batu untuk dikirim ke pabrik
(Ristyanadi dan Darimiyya, 2012).
2. Contoh penyimpangan GMP pada KUD Dau Malang.
a. Lokasi
1) Tempat produksi susu berdekatan dengan area parkir dan
berhadapan langsung dengan jalan menuju area parkir tersebut.
b. Bangunan
1) Lantai ruangan banyak yang rusak dan tidak rata, lantai dengan
dinding dan dinding dengan dinding membentuk sudut siku-siku,
sehingga sulit untuk dilakukan pembersihan serta pintu ruangan
dan beberapa ventilasi tidak memiliki tirai atau kasa dan selalu
dalam keadaan terbuka.
c. Fasilitas Sanitasi
1) Sarana toilet tidak dipisahkan antara karyawan pria dan wanita.
Fasilitas toilet karyawan tidak terawat dengan baik, pintu yang
mudah rusak dan lantai licin serta dalam ruang produksi maupun
dekat toilet tidak disediakan wastafel, sabun cair maupun
pengering, kemudian tidak adanya peringatan cuci tangan sebelum
bekerja dan setelah dari toilet.
d. Pengawasan proses
1) Belum terdapat pencatatatan secara tertulis tentang produk cacat,
selama ini produk cacat langsung dibuang begitu saja di lantai
sehingga menyebabkan area pengemasan basah dan kotor serta
tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi pencucian tangan sebelum
masuk ruang produksi dan dalam hal alat pelindung diri.
e. Karyawan
1) Karyawan belum mempunyai kompetensi yang cukup dalam
melaksanakan program keamanan pangan olahan, sebagian
karyawan tidak menggunakan penutup kepala, sarung tangan,
11
masker, dan sepatu yang sesuai dengan tempat produksi
pengunjung yang memasuki tempat produksi tidak diberlakukan
persyaratan higiene.
f. Label dan keterangan produk
1) Label susu kemasan gelas tidak tertulis petunjuk penggunaan susu.
g. Penyimpanan
1) Penyimpanan produk jadi dilakukan dengan menggunakan plastik
sehingga memungkinkan produk jadi saling berdesakan dan rusak.
h. Pemeliharan dan program sanitasi
1) Serangga dapat dengan mudah masuk, karena sebagian ventilasi
tidak ditutupi dengan kasa dan pintu selalu dalam keadaan terbuka
serta penanganan limbah produk cacat dibiarkan berceceran di
lantai, tidak langsung dibuang di tempat sampah.
i. Dokumentasi dan pencatatan
1) Belum memiliki dokumentasi atau pencatatan yang lengkap dan
teratur mengenai inspeksi dan pengujian, pembersihan dan sanitasi,
kesehatan karyawan, dan ketentuan lain yang berhubungan dengan
proses produksi.
j. Pelatihan
1) Karyawan belum diberikan pelatihan terfokus pada GMP
(Pramesti dkk, 2006).
3. Penerapan GMP pada industri rumah tangga kerupuk teripang di Sukolilo
Surabaya
Dilihat dari aspek lokasi dan lingkungan produksi, proses produksi
kerupuk teripang berlokasi di ruangan terbuka, tidak ada bangunan ruang
produksi yang permanen digunakan untuk memproduksi kerupuk olahan
hasil laut, sehingga memungkinkan vector dan rodent mengganggu proses
pembuatan kerupuk teripang tersebut dengan mencemari alat yang
digunakan dalam pengolahan. Fasilitas dan peralatan yang digunakan
untuk membuat kerupuk jauh dari prinsip higiene yang layak atau baik.
Lingkungan yang kumuh dengan jarak antar rumah yang saling berdekatan
12
di daerah Sukolilo membuat fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi
dalam proses produksi kerupuk olahan hasil laut kurang terjamin. Secara
umum, kondisi proses produksi ini sama dengan kondisi proses produksi
kerupuk teripang yang dilakukan oleh industri rumah tangga yang lain di
UKM Sentra Olahan Hasil Laut, Sukolilo, Surabaya.
Gambaran awal yang diperoleh peneliti saat meninjau kondisi
proses produksi kerupuk teripang ini menjadi alasan perlu dilakukan
identifikasi lebih mendalam mengenai bagaimana penerapan Good
Manufacturing Practices pada pembuatan kerupuk teripang mulai dari
bahan baku sampai dengan produk jadi. Pada penelitian ini, ruang lingkup
GMP dibagi ke dalam 8 (delapan) aspek, yaitu aspek pengadaan bahan
baku, desain dan fasilitas ruang produksi, kesehatan dan higiene karyawan,
pengendalian proses produksi, pemeliharaan sarana pengolahan dan
kegiatan sanitasi, penyimpanan dan pengangkutan, kemasan dan pelabelan
produk, serta pencatatan administratif dan penarikan produk.
a. Pengadaan bahan baku
Pengadaan bahan baku pada proses produksi kerupuk teripang
termasuk dalam kategori baik dengan persentase 86,67% dan
menggunakan teripang jenis Paracaudina sp.
b. Desain dan fasilitas ruang produksi
1) Adanya genangan air dan ruang produksi yang tidak di ruangan
tertetup.
2) Kondisi lantai yang masih berbahan tanah dapat menjadi sumber
kontaminasi untuk bahan baku teripang.
3) Lantai, langit-langit dan permukaan tempat kerja yang tidak
dilakukan pembersihan dan perawatan.
c. Kesehatan dan higiene karyawan
1) Karyawan tidak pernah mencuci tangan sebelum mengolah
teripang segar dan cenderung hanya menggunakan plester ketika
terdapat luka.
13
2) Tidak ada aturan khusus dari pihak industri rumah tangga tentang
absen ketika sakit.
3) Semua karyawan tidak merokok, meludah, bensin dan batuk ketika
bekerja.
4) Karyawan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) saat
bekerja.
d. Pengendalian proses produksi
1) Proses produksi kerupuk teripang tidak menggunakan bahan
tambahan pangan (BTP).
2) Bahan kemasan yang digunakan berupa plastik untuk produk jadi
dan dalam kondisi baru (tidak bekas).
3) Tidak menentukan tanggal kadaluwarsa secara tepat dan tidak
mencatat tanggal produksi, namun menentukan kode produksi.
4) Proses produksi kerupuk teripang masih jauh dari higiene dan
sanitasi yang baik dan memungkinkan kontaminasi mikroba dan
zat kimia pada kerupuk.
e. Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi
1) Tidak adanya jamban sehat bagi karyawan yaitu bertipe leher angsa
dan dilengkapi dengan sarana cuci tangan (air mengalir, sabun dan
alat pengering).
2) Pembuangan limbah dan sampah masih dibuangan ke laut.
3) Tidak pernah dilakukan kegiatan pengendalian hama, terbukti
masih banyaknya hewan peliharaan dan binatang pengerat yang
terlihat berkeliaran di sekitar ruang produksi.
4) Tidak dilakukannya kegiatan desinfeksi baik untuk peralatan
produksi, ruang produksi, alat transportasi kerupuk, meskipun
terdapat peralatan yang terbuat dari bahan kayu yang dapat
megontaminasi pangan.
14
f. Penyimpanan dan pengangkutan
1) Penyimpanan produk sudah memberlakukan sistem FirstIn First
Out (FIFO) karena jarang menimbun teripang pasir dan jarang
menimbun kerupuk teripang yang siap dikonsumsi.
2) Wadah dan pengemas disimpan secara rapid an berada di tempat
yang bersih.
3) Lokasi penyimpanan peralatan produksi tidak berada di tempat
yang bersih dan permukaan peralatan produksi yang disimpan tidak
menghadap ke bawah.
4) Keadaaan sarana distribusi pangan layak dan pada saat
didistribusikan kerupuk teripang dikemas dalam wadah rangkap
plastik.
g. Kemasan dan pelabelan produk
1) Menggunakan kemasan plastik jenis polypropylene (PP).
2) Tanggal kadaluwarsa tidak dicantumkan pada label kemasan
produk.
h. Pencatatan administratif dan penarikan produk
1) Tidak ada pencatatatn administratif dan dokumentasi pada industri
rumah tangga tersebut mengenai penerimaan bahan baku dan
distribusi produk (Anggraini dan Ririh, 2014).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah mengenai Good Manufacturing Practice (GMP) ini,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk
makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
2. Cakupan standar GMP adalah desain dan fasilitas, produksi (pengendalian
operasional), jaminan mutu, penyimpanan, pengendalian hama, hygiene
personil, pemeliharan, pembersihan dan perawatan, pengaturan
penanganan limbah, pelatihan dan consumer Information (education).
3. Keuntungan penerapan GMP pada industri pangan adalah menjamin
kualitas dan keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan dalam
keamanan produk dan produksi, mengurangi kerugian dan pemborosan.,
menjamin efisiensi penerapan HACCP
4. Ruang lingkup GMP adalah lingkungan sarana pengolahan, bangunan dan
fasilitas pabrik, peralatan pengolahan, fasilitas dan kegiatan sanitasi,
sistem pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses,
manajemen dan pengawasan, serta pencatatan dan dokumentasi.
5. PT. Kelola Mina Laut telah sebagian besar menerapkan cara pengolahan
yang benar atau sesuai dengan GMP, namun masih terdapat beberapa hal
yang tetap harus diperbaiki agar industri dapat berkembang lebih baik.
6. Proses produksi susu pada KUD Dau Malang belum sesuai dengan aspek-
aspek dalam pedoman GMP yaitu lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi,
pengawasan proses, karyawan, label dan keterangan produk,
penyimpangan, pemeliharaan dan program sanitasi, dokumentasi dan
pencatatan, serta pelatihan.
16
7. Penerapan GMP pada industri rumah tangga kerupuk teripang di Sukolilo
Surabaya masih rendah sehingga perlu dilakukan perbaikan dan
pengawasan mutu pada proses pengolahan hasil laut terutama kerupuk.
B. Saran
Good Manufacturing Practices (GMP) memiliki beberapa pengertian
yang cukup mendasar yaitu suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana
memproduksi makanan agar aman bermutu, dan layak untuk dikonsumsi atau
berisi penjelasan-penjelasan tentang persyaratan minimum dan pengolahan
umum yang harus dipenuhi dalam penanganan bahan pangan di seluruh mata
rantai pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk akhir. Namun pada
penerapan GMP di industri pangan masih jauh dari kata sempurna dimana
masih terdapat beberapa indsutri pangan yang belum sesuai atau hanya
menerapkan sebagian besar proses pengolahan pangan yang sesuai dengan
GMP. Hal ini perlu dilakukan identifikasi lebih mendalam dan dilakukan
perbaikan serta pengawasan mutu agar industri pangan di Indonesia dapat
berkembang lebih baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Triesty dan Ririh Yudhastuti. 2014. Penerapan Good Manufactoring Practices pada Industri Rumah Tangga Kerupuk Teripang di Sukolilo, Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan 7 (2): 150.
Karina, Anin. 2012. GMP (Good Manufacturing Practices). http://aninkarina.blogspot.co.id/2012/12/gmp-good-manufacturing-practices.html. Diakses pada tanggal 4 September 2015 jam 22.00 WIB.
Oktaviani, Rani. 2014. HACCP, GMP & SSOP. http://ranioktavianismk3tarakan.blogspot.co.id/2014/02/haccp-gmp-ssop.html. Diakses pada tanggal 4 September 2015 jam 22.08 WIB.
Pramesti, Novianingdyah, Nasir Widha Setyanto dan Rahmi Yuniarti. 2006. Analisis Persyaratan Dasar dan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) dengan Rekomendasi Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas. Jurnal Teknik Industri 1 (1): 287-288.
Ristyanadi, Bhiaztika dan Darimiyya Hidayati. 2012. Kajian Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) di Industri Rajungan PT. Kelola Mina Laut Madura. Agrointek 6 (1).
Susiwi S. 2009. GMP (Good Manufacturing Practices), Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
18