h09epm
DESCRIPTION
etewrTRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI
KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)
DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
EKO PUTRO MULYARTO
H34066038
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RINGKASAN
EKO PUTRO MULYARTO. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi
Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang
Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ETRIYA).
Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting
untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar
adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai
tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro,
kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari
berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala
lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah
kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran
dan manajemen.
Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat
memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. KUR merupakan
fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan
menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup
sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir dari program KUR
adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan
tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan November 2007,
akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan Maret 2008.
KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil dan
mikro yang disalurkan melalui BRI Unit
BRI Unit Leuwiliang merupakan salah satu unit kerja di BRI Cabang
Bogor. BRI Unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak dalam penyaluran KUR
akan tetapi besar jumlah realisasi kreditnya berada di urutan ketiga setelah BRI
Unit Cijeruk dan BRI Unit Cisarua. Jumlah realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang
setiap bulannya selalu mengalami penurunan. Sehingga perlu diketahui faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang
agar perealisasiannya dapat meningkat. Dengan demikian dapat dilihat faktor-
faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang.
Penelitian ini dilaksanakan untuk tujuan menganalisis karakteristik
nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Metode pengambilan
sampel menggunakan metode sample random sampling (pengambilan sampel
secara acak) dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi linear berganda.
Mekanisme penyaluran KUR yang telah dilakukan oleh BRI Unit
Leuwiliang dapat dikatakan tidak sulit. Syarat-syarat maupun prosedur telah
disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima oleh
masyarakat. Prosedur penyaluran kredit meliputi pelaksanaan persyaratan awal,
pendaftaran, dan pemeriksaan usaha calon nasabah. Pemeriksaan usaha calon
nasabah tidak terlepas dari prinsip penyaluran kredit (5 C).
Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik responden berdasarkan
pada prinsip penyaluran kredit, dapat diketahui bahwa karakteristik nasabah KUR
BRI Unit Leuwiliang secara umum responden mayoritas adalah laki-laki sebesar
87,5 persen. Responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas berusia 33-46 tahun
sebesar 46,25 persen. Tingkat pendidikan yang dicapai responden mayoritas
hanya sampai tingkat SMU sebesar 43,75 persen. Jenis pekerjaan responden
merupakan salah satu kriteria karakteristik responden, mayoritas responden BRI
Unit Leuwiliang berprofesi sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen. Jumlah
penghasilan per bulan responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas berkisar satu
sampai dengan lima juta rupiah sebesar 47,5 persen. Waktu yang ditempuh
responden untuk dapat ke BRI Unit Leuwiliang yaitu selama satu sampai dengan
15 menit sebesar 81,25 persen.
Penilaian karakteristik responden juga dapat dilihat dari frekuensi
pinjaman responden. Berdasarkan hasil penelitian, responden BRI Unit
Leuwiliang mayoritas memiliki frekuensi pinjaman satu sampai tiga kali sebesar
62,5 persen. Hal ini menyatakan bahwa sebagian besar responden merupakan
nasabah baru dalam mengajukan pinjaman. Selain itu, waktu perealisasiannya
adalah selama tujuh hari sebesar 60 persen. Sebagian besar responden memiliki
modal usaha sebanyak >10 juta rupiah sebesar 73,75 persen. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden di BRI Unit Leuwiliang kondisi perekonomian
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan usaha yang dijalankan. Saat ini
di wilayah Leuwiliang terdapat beberapa usaha yang sangat membutuhkan dana
untuk mempertahankan usahanya dikarenakan ketatnya persaingan, selain itu ada
beberapa usaha yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan
membuka usaha baru.
Berdasarkan hasil regresi linear berganda diketahui bahwa hasil uji-F
menyatakan bahwa dari keseluruhan peubah bebas mempengaruhi secara nyata
perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang, dengan nilai P-value sebesar 0,006
lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05. Dari hasil uji-t diketahui bahwa variabel-
variabel yang berpengaruh nyata terhadap perealisasian KUR pada α = 0,05 ada
tiga faktor yang mempengaruhi perealisasian KUR, yaitu tingkat pendapatan per
bulan, frekuensi pengambilan kredit, dan lama usaha. Sedangkan pada α = 0,1
faktor yang mempengaruhi realisasi kredit yaitu modal usaha. Koefisien
determinasi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 58,4 persen, yang artinya
kemampuan seluruh variabel X mampu menjelaskan secara nyata keragaman
perealisasian KUR sebesar 58,4 persen.
Dari keseluruhan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
KUR dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
KUR ada empat, yaitu pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan
modal usaha. Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang
mempengaruhi secara negatif, yaitu aset keluarga, aset usaha dan lama
pendidikan.
BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih memfokuskan pada faktor
pendapatan, pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha dalam memenuhi
perealisasian KUR guna mendapatkan calon nasabah yang memiliki kualifikasi
yang baik. BRI Unit Leuwiliang diharapkan meningkatkan daya serap KUR bagi
nasabah dengan melakukan kegiatan pembinaan dan sosialisasi yang berkaitan
dengan manajemen usaha untuk meningkatkan usahanya sehingga perealisasian
terhadap KUR meningkat. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih menilai
karakteristik responden dalam perealisasian KUR sehingga perealisasian kredit
tepat sasaran bagi pengusaha mikro dan kecil yang membutuhkan dan memenuhi
persyaratan KUR BRI Unit Leuwiliang serta untuk penelitian lanjutan, disarankan
untuk mengkaji efektivitas penyaluran KUR kepada masyarakat di BRI.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI
KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)
DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG
KABUPATEN BOGOR
EKO PUTRO MULYARTO
H34066038
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat
(KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten
Bogor.
Nama : Eko Putro Mulyarto
NRP : H34066038
Bogor, Maret 2009
Disetujui,
Pembimbing
Etriya, SP, MM
NIP. 132 310 809
Diketahui :
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 131 415 082
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat
Indonesia Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2009
Eko Putro Mulyarto
NRP.H34066038
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Juli 1985. Penulis adalah
anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Toto Prasetyo dan Ibu Sri
Erita Aprillani.
Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Polisi I Bogor
dan lulus pada tahun 1997 dan kemudian dilanjutkan pada pendidikan tingkat
menengah pada SMP Negeri 4 Bogor dan dapat diselesaikan pada tahun 2000.
Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 pada SMU
Bina Bangsa Sejahtera Bogor kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada
Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor yang diselesaikan penulis pada tahun 2006. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan
Khusus, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian.
Skripsi ini berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit
Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten
Bogor”. Skripsi ini menguraikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia khususnya di BRI
Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, Namur
demikian penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2009
Eko Putro Mulyarto
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur, akhirnya penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang direncanakan. Penyelesaian penulisan Skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Etriya, SP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberi
bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada
penulis mulai dari awal sampai dengan skripsi ini selesai.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator kolokium atas
perbaikan yang telah diberikan terhadap isi dan format skripsi.
3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan
saran demi perbaikan skripsi ini.
4. Dra. Yusalina, Msi selaku dosen komite pendidikan pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan saran kepada
penulis demi perbaikan skripsi ini.
5. Orang tua tercinta, Bapak Toto Prasetyo dan Ibu Sri Erita Aprillani serta
adikku tersayang Eryasih Setyorini atas perhatian yang tulus dan kasih
sayang yang telah dicurahkan serta dukungan moril dan materil selama ini
dan dalam penyelesaian skripsi.
6. Pemimpin Cabang Bank Rakyat Indonesia periode 2008 Bapak Achmad
Chumaidi, dan Pemimpin Cabang Bank Rakyat Indonesia periode 2009
Bapak Subandi yang telah mendukung serta memberikan dorongan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
7. Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang Bapak Dayan yang telah mengijinkan
penulis untuk melakukan penelitian di BRI Unit Leuwiliang.
8. Mantri BRI Unit Leuwiliang Bapak Heri serta seluruh jajaran BRI Unit
Leuwiliang baik Deskman, Teller serta petugas lainnya yang banyak
memberikan bantuan kepada penulis.
9. Dhita yang selalu mendampingi dan menemani penulis pada saat penulisan
skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan kesetiaannya terhadap penulis
selama ini.
10. Dimas Dwi Satya yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar
sehingga sangat membantu penulis dalam perbaikan skripsi ini.
11. Febry, Adhy, Aidi, Yuyun, Lia, Mira, serta teman-teman yang tidak bisa
disebutkan namanya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini, tarima kasih atas persahabatannya.
12. Seluruh teman-teman dari Diploma III Manajemen Agribisnis sampai
dengan Ekstensi Agribisnis terima kasih atas dukungan serta pertemanan
yang sangat baik.
13. Trizar yang telah bersedia membantu serta memberikan masukan kepada
penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung.
14. Mbak Umi atas pengertiannya dan bantuannya kepada penulis selama
penulisan skripsi ini berlangsung.
Bogor, Maret 2009
Eko Putro Mulyarto
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ .xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
I. PENDAHULUAN .............................................................................. ..1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ ..1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... ..6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 10
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11
2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah ...................................... 11
2.2 Pengertian Bank ............................................................................ 12
2.3 Fungsi Bank .................................................................................. 13
2.4 Pengertian Kredit .......................................................................... 14
2.5 Macam-Macam Kredit BRI .......................................................... 16
2.6 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI ................................................. 18
2.7 Prosedur Umum Perkreditan ....................................................... 21
2.8 Mekanisme Penyaluran Kredit ..................................................... 22
2.9 Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 27
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 27
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 29
3.2.1 Permintaan Realisasi Kredit Usaha Rakyat .......................... 31
3.2.2 Penilaian Karakteristik Nasabah Berdasarkan Pada Prinsip
Penyaluran Kredit ................................................................. 33
IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 36
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 36
4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 36
4.2.1 Data Primer .......................................................................... 36
4.2.2 Data Sekunder ..................................................................... 36
4.3 Metode Pengambilan Sampel ........................................................ 37
4.4 Metode Pengolahan Analisis Data ................................................ 37
4.4.1 Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Realisasi
KUR ...................................................................................... 38
4.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda ........................................ 38
4.4.3 Evaluasi Model Pendugaan .................................................. 39
4.5 Asumsi Dalam Analisis Regresi Linear ........................................ 41
4.6 Hipotesa Penelitian........................................................................ 41
4.7 Definisi Operasional...................................................................... 42
V. GAMBARAN UMUM BRI ................................................................. 44
5.1 Sejarah BRI .................................................................................. 44
5.2 Visi, Misi, Tujuan BRI dan Sasaran Jangka Panjang ................... 46
5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI ............................................... 47
5.4 Bidang Usaha BRI ........................................................................ 48
5.5 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Bogor .............................. 49
5.6 Gambaran Umum Kantor BRI Unit Leuwiliang ........................... 50
VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN ...................................................................................... 54
6.1 Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang ................ 54
6.2 Character (Karakter) Responden ................................................. 57
6.2.1 Jenis Kelamin Responden .................................................... 57
6.2.2 Usia Responden .................................................................... 58
6.2.3 Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 59
6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden .................................................. 60
6.2.5 Jumlah Penghasilan Per Bulan Responden .......................... 61
6.2.6 Waktu Tempuh Responden ke BRI...................................... 62
6.2.7 Frekuensi Pinjaman Responden ........................................... 63
6.2.8 Waktu Perealisasian KUR Responden ................................. 64
6.3 Modal Usaha Responden............................................................... 65
6.4 Kondisi Ekonomi .......................................................................... 66
VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT LEUWILIANG ..... 67
7.1 Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent ........ 67
7.1.1 Variabel Dependent .............................................................. 69
7.1.2 Jumlah Pendapatan Responden ............................................ 69
7.1.3 Aset Keluarga Responden .................................................... 69
7.1.4 Aset Usaha Responden ......................................................... 70
7.1.5 Pengalaman Kredit Responden ............................................ 70
7.1.6 Lama Usaha Responden ....................................................... 71
7.1.7 Modal Usaha Responden ..................................................... 71
7.1.8 Lama Pendidikan Responden ............................................... 72
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 73
8.1 Kesimpulan ................................................................................. 73
8.2 Saran ............................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 75
LAMPIRAN .............................................................................................. 77
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor
Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 .............................................. .2
2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Kerja Usaha Kecil,
Menengah dan Besar Per Sektor Ekonomi di Indonesia
Tahun 2006.....................................................................................3
3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan
Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 .......... .4
4. Besar Dana dan Jumlah Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Per 30 Juni 2008..............................................................................6
5. Pertumbuhan Realisasi KUR Bulan Maret-Juli 2008 di BRI
Unit Leuwiliang Bogor....................................................................8
6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu.......................................... 26
7. Jenis Kelamin Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang...57
8. Usia Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang ................ 58
9. Tingkat Pendidikan Responden Nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang.................................................................................... 59
10. Jenis Pekerjaan Responden Nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang.................................................................................... 60
11. Jumlah Penghasilan Per Bulan Responden Nasabah KUR BRI
Unit Leuwiliang ........................................................................... 61
12. Waktu Tempuh Responden Nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang.................................................................................... 63
13. Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang.................................................................................... 63
14. Waktu Perealisasian KUR Responden Nasabah KUR BRI
Unit Leuwiliang ........................................................................... 64
15. Modal Usaha Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang .. 66
16. Hasil Pengujian Model Regresi Linear Berganda ........................ 68
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Prosedur Umum Perkreditan ................................................................ 22
2. Permintaan dan Penawaran Kredit ....................................................... 28
3. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 30
4. Struktur Organisasi BRI Unit Leuwiliang............................................ 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
17. Laporan Realisasi Kumulatif KUR BRI Unit Kantor Cabang
Bogor Bulan Juli 2008.....................................................................77
18. Laporan KUR Per Sektor BRI Unit Leuwiliang Bulan Juli
2008.................................................................................................78
19. Kuesioner Responden......................................................................79
20. Proporsi Jumlah Responden di BRI Unit Leuwiliang.....................83
21. Struktur Organisasi BRI Pusat……….............................................84
22. Struktur Organisasi Kantor Wilayah BRI ...................................... 85
23. Struktur Organisasi Kantor Cabang BRI ....................................... 86
24. Struktur Organisasi BRI Cabang Pembantu ................................... 87
25. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi KUR...................... 88
26. Hasil Output SPSS Regresi Linear ................................................. 89
27. Undang-Undang RI Tentang UMKM ............................................ 91
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, pada suatu negara
berkembang terdapat istilah ekonomi rakyat yang merupakan suatu konstruksi
pemahaman dari realita ekonomi. Ekonomi rakyat adalah suatu kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh usaha kecil dan mikro. Ekonomi rakyat merupakan pelaku
ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia (Kementerian Koperasi dan
UKM, 2007).
Lembaga pemerintahan dan swasta membagi pelaku ekonomi ke dalam
dua kelompok besar, yaitu ekonomi konglomerasi dan ekonomi rakyat. Sektor
ekonomi rakyat berbeda dengan sektor ekonomi konglomerasi karena aktivitas
ekonominya sepenuhnya milik rakyat, orientasi pasar dan usahanya juga
sepenuhnya milik rakyat dan relatif mandiri1. Ekonomi rakyat akan lebih tepat
dipahami sebagai usaha kecil dan mikro.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003, usaha
mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara
Indonesia, memiliki hasil penjualan paling banyak 100 juta rupiah dan dapat
menerima kredit dari bank maksimal 50 juta rupiah. Usaha kecil sebagaimana
dimaksud dalam UU No.9 Tahun 1995, adalah usaha produktif yang berskala
kecil dan memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta
rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah, serta dapat menerima
kredit dari bank diatas 50 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah. Usaha
menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 Tahun 1998, adalah usaha
produktif yang memenuhi kriteria kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta
rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank diatas 500 juta rupiah sampai
dengan lima milyar rupiah2.
_______________________ 1
Rahman Uyanto. 2004. Ekonomi Rakyat di Indonesia. http://www.smeru.or.id diakses 30 Juli
2008
2Efendi.2005. Penyaluran Kredit Berdasarkan Klasifikasi Usaha. http://www.pikiran-
rakyat.com diakses 30 Juli 2008
Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi
perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan
merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya jumlah usaha kecil yang ada di Indonesia. Pada tahun
2006 jumlah usaha kecil mendominasi sebanyak 48.823.019 unit dari total usaha
yang ada di Indonesia, sedangkan jumlah usaha menengah sebanyak 106.802 unit
dan jumlah usaha besar sebanyak 7.294 unit (Kementrian Negara Koperasi dan
UMKM, 2007).
Persentase terbesar dari usaha kecil ini adalah berasal dari sektor
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 53,68 persen. Peran dari
sektor inilah yang tidak akan lepas dari perekonomian Indonesia sebagai negara
agraris. Jumlah usaha kecil, menengah dan besar menurut sektor ekonomi pada
tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di
Indonesia Tahun 2006
No
Sektor Ekonomi
Skala Usaha
Kecil Menengah
Besar
(unit) (%) (unit) (%) (unit) (%)
1 Pertanian,Peternakan,
Kehutanan
dan Perikanan
26.207.670 53,68 1.676 1,57 53 0,74
2 Pertambangan dan
Penggalian
265.676 0,54 617 0,58 120 1,67
3 Industri Pengolahan 3.200.620 6,55 16.886 15,81 2.555 35,47
4 Listrik, Gas dan Air 14.497 0,03 963 0,90 213 2,96
5 Bangunan 162.135 0,33 3.757 3,52 318 4,41
6 Perdagangan, Hotel
dan Restoran
13.247.288 27,13 57.651 53,98 1.737 24,11
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
2.697.174 5,52 4.763 4,46 322 4,47
8 Keuangan,
Persewaan, Jasa
Perusahaan
71.431 0,15 11.218 10,50 1.274 17,68
9 Jasa-jasa 2.956.434 6,07 9.180 8,68 612 8,49
Total 48.823.019 100 106.802 100 7.294 100
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007
Usaha mikro dan kecil memainkan peranan yang amat besar dalam
memajukan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase
Produk Domestik Bruto (PDB) kerja usaha kecil pada tahun 2006 mencapai 38,80
persen dari total PDB skala usaha lainnya dan mencapai 43,11 persen untuk nilai
persentase PDB tanpa migas, sedangkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan
dan perikanan yang memiliki persentase paling besar dari keseluruhan
persentase di skala usaha kecil, yaitu sebesar 87,25 persen (Kementerian
Negara Koperasi dan UMKM, 2007). Nilai PDB kerja usaha kecil, menengah
dan besar per sektor ekonomi menurut sektor ekonomi tahun 2006 dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Kerja Usaha Kecil, Menengah dan
Besar Per Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006
No
Sektor Ekonomi
Skala Usaha
Kecil
(%)
Menengah
(%)
Besar
(%)
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan
dan Perikanan
87,25 8,64 4,12
2 Pertambangan dan Penggalian 8,20 3,25 88,55
3 Industri Pengolahan 13,07 11,90 75,03
4 Listrik, Gas dan Air 0,54 7,74 91,72
5 Bangunan 44,28 21,77 33,95
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 75,47 20,79 3,75
7 Pengangkutan dan Komunikasi 29,92 24,21 45,88
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 17,03 46,89 36,09
9 Jasa-jasa 39,70 7,93 52,38
PDB 38,80 15,96 45,25
PDB Tanpa Migas 43,11 17,63 39,26
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007
Usaha kecil mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas bagi
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja usaha kecil,
menengah dan besar tahun 2006 pada Tabel 3. Usaha kecil mampu menyerap
tenaga kerja sebesar 80.933.473 orang dari total penyerapan usaha kecil, usaha
menengah menyerap tenaga kerja sebanyak 4.483.198 orang dari total penyerapan
usaha menengah dan usaha besar menyerap sebanyak 3.388.558 orang dari total
penyerapan usaha besar (Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007).
Besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap, maka sektor usaha kecil merupakan
kunci peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar
Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006
No
Sektor Ekonomi
Skala Usaha
Kecil Menengah
Besar
(orang) (%) (orang) (%) (orang) (%)
1 Pertanian,Peternakan
, Kehutanan
dan Perikanan
37.965.878 46,90 805.531 17,96 43.126 1,27
2 Pertambangan dan
Penggalian
559.811 0,69 29.972 0,67 71.443 2,11
3 Industri Pengolahan 7.517.088 9,28 1.827.073 40,75 2.636.841 77,82
4 Listrik, Gas dan Air 78.205 0,09 38.970 0,86 53.202 1,57
5 Bangunan 627.595 0,77 89.897 2,00 24.882 0,73
6 Perdagangan, Hotel
dan Restoran
21.401.446 26,44 784.589 17,50 166.749 4,92
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
3.355.709 4,14 150.065 3,35 79.097 2,33
8 Keuangan,
Persewaan, Jasa
Perusahaan
531.427 0,65 246.978 5,51 171.532 5,06
9 Jasa-jasa 8.896.225 11,04 510.034 11,4 141.590 4,19
Total 80.933.473 100 4.483.198 100 3.388.558 100
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007
Masalah yang dihadapi dalam dunia usaha pada umumnya adalah
permodalan ketika akan melakukan pengembangan usaha. Demikian pula halnya
dengan usaha mikro, kecil dan menengah terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi dalam pengembangan usahanya, yaitu kurangnya akses terhadap
permodalan, kemitraan, serta peluang usaha. Permasalahan tersebut dapat
menghambat tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan mikro. Pada umumnya
keberhasilan suatu usaha diperlukan dana yang mencukupi, dimana semakin besar
dana yang tersedia memungkinkan keberhasilan usaha baik di bidang produksi
dalam ekonomi riil maupun dalam perdagangan, karena pemilik modal yang besar
biasanya mampu bertahan dalam menghadapi persaingan di pasar.
Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting
untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar
adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai
tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro,
kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari
berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala
lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah
kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran
dan manajemen ( Widi dalam Novitasari, 2006 ).
Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat
memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Selain dari lembaga
perbankan saat ini kredit juga dapat diperoleh melalui program terbaru pemerintah
yang dikhususkan untuk memberikan modal kepada usaha mikro, kecil dan
menengah yang disebut dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR
merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh usaha mikro, kecil dan
menengah juga koperasi yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable,
maksudnya adalah usaha yang memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki
kemampuan untuk mengembalikan. KUR dapat diakses melalui bank-bank
pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam penyaluran dana KUR.
Pemerintah menunjuk enam bank pelaksana dalam penyaluran KUR, antara lain
Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank
Bukopin dan Bank Syariah Mandiri.
Menurut Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan kemiskinan
Sudjana Royat, realisasi penyaluran KUR yang disalurkan melalui enam bank
nasional tersebut per 30 Juni 2008 mencapai sekitar Rp 8,378 triliun dengan
jumlah debitur 916.527.
Pada akhir tahun diharapkan penyaluran dana KUR
mencapai Rp15 triliun dengan jumlah debitur sebanyak dua juta. Sektor yang
paling dominan dalam pemanfaatan KUR adalah sektor perdagangan sebesar 59
persen dan sektor pertanian sebesar 24 persen3. Besar KUR yang telah disalurkan
melalui enam bank pelaksana dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Besar Dana dan Jumlah Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Per 30 Juni
2008.
Bank Pelaksana Besar Dana
(Rp)
Jumlah Debitur
(orang)
BRI 2.019.000.000.000 17.086
BNI 1.002.000.000.000 7.852
Bank Mandiri dan Mandiri Syariah 1.044.000.000.000 33.482
BTN 104.892.000.000 618
Bank Bukopin 512.527.000.000 2.551
Sumber : Menko Kesra, 2008
Pada Tabel 4 terlihat bahwa penyaluran dana KUR terbesar di lakukan
oleh BRI. Hal tersebut terjadi karena BRI merupakan bank yang berpengalaman
dalam membantu permodalan usaha mikro dan kecil sehingga masyarakat sudah
mengetahui dengan baik akan program-program kredit yang dapat diberikan oleh
BRI terhadap usaha mikro dan kecil. Pada Bank Mandiri dan Mandiri Syariah
memiliki jumlah debitur terbanyak yaitu sebesar 33.482 debitur, dengan
penyaluran dana KUR sebesar Rp 1.044 Triliun. Sedangkan pada Bank BRI
jumlah debiturnya sebanyak 17.086 debitur, dengan penyaluran dana sebesar Rp
2.019 Triliun. Hal tersebut disebabkan karena debitur pada Bank BRI memiliki
permintaan jumlah KUR yang lebih besar dibandingkan pada Bank Mandiri dan
Mandiri Syariah.
1.2 Perumusan Masalah
BRI merupakan salah satu bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah
dalam penyaluran program KUR karena BRI merupakan bank yang sangat dekat
dengan usaha mikro dan kecil. BRI selama ini berfokus pada penyaluran
_______________________ 3
Menkokesra. 2008. Realisasi KUR per 30 Juni 2008 Rp 8,378 Triliun.
http://www.menkokesra.go.id diakses 3 Agustus 2008
kredit usaha mikro dan kecil. BRI bukan hanya membantu dalam permodalan
usaha mikro dan kecil, tetapi juga bantuan teknis agar usaha tersebut menjadi
bankable, seperti pengurusan sertifikat, surat izin usaha dan sebagainya. Selain
Progam kredit KUR yang dikeluarkan pemerintah BRI juga memiliki produk
Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) yang merupakan salah satu produk pinjaman
yang dikeluarkan oleh BRI dan juga merupakan kredit yang disalurkan bagi usaha
kecil dan menengah di wilayah pedesaan maupun perkotaan.
KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi
usaha mikro, kecil dan menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai
agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir
dari program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan
dan penyerapan tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan
November 2007, akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan
Maret 2008. KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-
usaha kecil dan mikro yang disalurkan melalui BRI Unit yang berada diseluruh
pelosok pedesaan dan juga perkotaan. Program KUR ini sedikit mengadaptasi
sistem kredit yang diterapkan oleh Grameen Bank di Bangladesh yang didirikan
oleh Muhammad Yunus, yaitu pemberian kredit tanpa agunan serta adanya sistem
kepercayaan yang ditujukan kepada sektor usaha mikro.
Semakin berkembang perindustrian di daerah perkotaan dan pedesaan, dan
meningkatnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah mengakibatkan tumbuhnya
persaingan yang ketat sehingga suatu perusahaan harus mampu bertahan dan lebih
mengembangkan usahanya. Untuk mempertahankan eksistensinya perusahaan
harus memiliki pondasi yang kuat seperti modal yang besar yang dapat digunakan
untuk menjalankan perusahaan, serta mengembangkan dan mempertahankan
bahkan meningkatkan kualitas produk.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah agribinis di Jawa Barat,
salah satunya adalah wilayah Leuwiliang yang terletak di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan besaran penyaluran KUR di setiap BRI Unit pada BRI Kantor
Cabang Bogor pada tahun 2008 (Lampiran 1), BRI Unit Leuwiliang memiliki
debitur terbanyak dalam penyaluran KUR akan tetapi besar jumlah realisasi
kreditnya berada di urutan ketiga setelah BRI Unit Cijeruk dan BRI Unit Cisarua,
ini menyatakan bahwa di wilayah Leuwiliang banyak usaha mikro, kecil dan
menengah yang sedang tumbuh dan berkembang.
Wilayah Leuwiliang merupakan daerah yang berpotensi dalam usaha
mikro dan kecil, akan tetapi besar nominal KUR yang telah disalurkan oleh BRI
Unit Leuwiliang menempati peringkat ke tiga untuk keseluruhan BRI Kantor
Cabang Bogor. Per Juli tahun 2008 penyaluran KUR persektor ekonomi pada
BRI Unit Leuwiliang lebih besar diberikan pada sektor perdagangan dibandingkan
sektor agribisnis atau pertanian yaitu mencapai lebih dari satu milyar rupiah
(Lampiran 2).
Jumlah realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang setiap bulannya selalu
mengalami penurunan. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang agar permintaannya dapat
meningkat. Dengan demikian dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Pertumbuhan realisasi KUR di BRI Unit
Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertumbuhan Realisasi KUR Bulan Maret – Juli 2008 di BRI Unit
Leuwiliang Bogor.
Bulan Debitur
(orang)
Pertumbuhan
(%)
Jumlah
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
Maret 66 - 217.500.000 -
April 124 87,88 391.950.000 80,21
Mei 84 -32,26 248.000.000 -37,73
Juni 55 -34,52 209.500.000 -15,52
Juli 48 -12,73 162.000.000 -22,67
Total 377 1.228.950.000
Sumber : BRI Unit Leuwiliang, 2008
Jumlah debitur KUR di BRI Unit Leuwiliang sampai dengan bulan Juli
2008 sebanyak 377 orang namun yang bergerak di bidang agribisnis sebanyak 253
orang. Sistem agribisnis meliputi subsistem input, subsistem on farm, subsistem
output dan pengolahan. Debitur KUR di BRI unit Leuwiliang kebanyakan
termasuk pada subsistem output dan juga pengolahan.
Untuk meningkatkan jumlah pinjaman dan pencapaian target permintaan
KUR yang sampai saat ini belum tercapai, BRI perlu mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi realisasi KUR tersebut. Ada beberapa usaha yang telah
dilakukan oleh BRI yaitu dengan memberikan kemudahan pelayanan, kedekatan
dengan nasabah, bunga flat dan juga jangka waktu yang dapat disesuaikan oleh
nasabah.
Plafond maksimum KUR di BRI Unit sebesar lima juta rupiah. Dengan
besar plafond yang dikeluarkan oleh BRI Unit diharapkan usaha mikro dan kecil
dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan permintaan realisasi KUR oleh nasabah. Untuk dapat mencapai
peningkatan realisasi KUR, BRI Unit Leuwiliang perlu mengetahui dan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR serta
karakteristik nasabah KUR.
Karakteristik nasabah KUR di BRI Unit leuwiliang sangat penting untuk
diidentifikasi karena terkait dengan karakter nasabah atau keberhasilan nasabah
dalam menjalankan usahanya serta kemampuan dalam pengembalian kredit.
Dengan demikian BRI Unit Leuwiliang dapat menentukan nasabah yang tepat
dan jumlah KUR yang tepat untuk nasabah tersebut. Selain itu, peningkatan
realisasi KUR di wilayah Leuwiliang disebabkan oleh tingginya tingkat
kebutuhan masyarakat wilayah Leuwiliang untuk memperluas dan
mengembangkan usahanya serta adanya kemudahan-kemudahan prosedur yang
diberikan oleh BRI Unit Leuwiliang dalam pemberian KUR.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diperoleh perumusan masalah yang
akan dibahas di penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit
Leuwiliang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai
melalui penelitian ini adalah :
1. Menganalisis karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di tingkat
nasabah pada BRI Unit Leuwiliang.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat dan kegunaan
juga informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
1. Bagi BRI Unit Leuwiliang, diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat
fakor-faktor yang mempengaruhi permintaan realisasi pinjaman KUR,
sehingga realisasi KUR akan meningkat serta tepat sasaran.
2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan
referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.
3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat
kuliah, mengaplikasikan teori, berpikir kritis dan sistematis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan kepada analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi kredit, khususnya realisasi terhadap Kredit Usaha Rakyat
(KUR) di bidang agribisnis di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Studi kasus pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Leuwiliang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah
Usaha mikro kecil menengah merupakan usaha produktif milik keluarga
atau perorangan Warga Negara Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No.20 Tahun 2008 mendefinisikan kriteria Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) sebagai berikut:
1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah.
2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).
Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi
perekonomian nasional. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh
berbagai instansi di Indonesia, yaitu:
a. Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil, mengatur kriteria usaha
kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp
200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu
berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset
tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta
hingga Rp 10 milyar.
b. Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha
kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha
menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai
dengan Rp 50 milyar per tahun.
c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil
dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp
5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di bidang perdagangan dan industri
juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200
juta dan omzet per tahun kurang dari Rp 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun
1995).
d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995,
sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset
tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200
juta s/d Rp 5 miliar) dan non manufaktur (Rp 200 – 600 juta).
e. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah
tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang;
usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki
pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.
2.2 Pengertian Bank
Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa fungsi bank itu
adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi
masyarakat yang membutuhkan. Bank disebut sebagai lembaga kepercayaan,
karena bank harus dapat dipercayai oleh masyarakat sehingga mereka yakin untuk
menyimpan uangnya di bank. Demikian juga sebaliknya, masyarakat yang
menerima dana dari bank juga harus benar-benar dapat dipercaya sehingga pada
waktunya dana itu dapat kembali baik pokok maupun bunga sesuai dengan yang
disepakati semula. Berikut akan disampaikan dua defenisi bank, sebagai berikut :
(Suyatno dkk, 2005).
a. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, tentang perbankan
menyatakan : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
b. Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan : Bank adalah suatu badan
yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnnya dari orang lain
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang
giral.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan
tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam
lalu lintas pembayaran.
Dalam menjalankan usahanya bank melakukan penghimpunan dana dalam
bentuk simpanan yang merupakan sumber dana dari bank tersebut, kemudian bank
menyalurkan kembali dana tersebut. Dalam penyaluran kembali dana tersebut ke
masyarakat, diharapkan bank tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan
yang besar, tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan pada peningkatan taraf
hidup masyarakat.
2.3 Fungsi bank
Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan
pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi bank dapat
dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Penghimpun dana untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana
b. Penyalur atau pemberi kredit bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan
dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan
kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar
untuk usaha.
c. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan
dan pemilikan harta tetap.
d. Pelayanan jasa bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas
pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain
pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
2.4 Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka
dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi
kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan
kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokok-
pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun
1998 yang merupakan perubahan dari Undang - Undang No .7 Tahun 1992 ,
menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau
pengambilan kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor
produksi dapat dilakukan lebih intensif, sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas dan pendapatan.
Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh adanya peningkatan produksi (output).
Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input
atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun
penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal.
Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan
modal.
Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal
pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit,
maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan.
Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu
kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam
untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit
konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai
konsumsi keluarganya.
Menurut Suyatno (2005) menyatakan bahwa dalam transaksi kredit
terdapat unsur-unsur kredit, yaitu :
1. Kepercayaan
Merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan
baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya
kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang.
Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya si pemberi kredit telah melakukan
penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah
dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.
2. Waktu
Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur
waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang
lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang
akan datang.
3. Degree of Risk
Suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang
memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan
diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka waktu kredit
yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena dalam waktu
tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan.
Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Oleh karena itu,
dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.
4. Prestasi atau Objek Kredit
Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat
diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk
uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut
uang.
2.5 Macam-Macam Kredit BRI
Kredit-kredit yang dilayani BRI terdiri dari Kredit Kepada Golongan
Berpenghasilan Tetap (Kretap), Kredit Pensiun (Kresun), Kredit Umum Pedesaan
(Kupedes), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
1. Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap (Kretap)
Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap yang selanjutnya
disebut Kretap merupakan kredit yang diberikan kepada para pegawai Instansi
Pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Tentara Nasional Indonesia
(TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan pegawai swasta yang telah
diangkat sebagai pegawai tetap. Kretap dilayani oleh BRI Kantor Cabang dan
Kantor Cabang Pembantu.
Pemberian kretap dilakukan secara kolektif dengan rekomendasi dan
adanya perjanjian kerjasama antara BRI dengan pimpinan instansi atau
perusahaan tempat pegawai yang bersangkutan bekerja. Kretap diberikan atas
dasar penghasilan atau gaji bulanan pegawai dan pembayaran angsurannya
dilakukan dengan mengadakan kerjasama pemotongan gaji dengan instansi
atau perusahaan dimana pegawai tersebut bekerja. Kretap diberikan dalam
bentuk persekot dengan angsuran bulanan secara tetap pokok dan bunga.
2. Kredit Pensiun (Kresun)
Kredit Pensiun yang selanjutnya disebut Kresun adalah kredit yang
diberikan kepada para pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), pusat maupun
daerah atau jandanya, Pensiunan TNI dan POLRI atau jandanya, Pensiunan
Pegawai BUMN dan BUMD atau jandanya, Pensiunan Karyawan Swasta
yang instansinya mempunyai Yayasan Dana Pensiun atau jandanya, Pensiunan
pegawai lainnya atau jandanya yang menerima pension secara tetap dari
perusahaan asuransi ataupun perusahaan dana pension yang dapat dipercaya
BRI. Kresun dilayani di Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu.
Pemberian Kresun atas dasar penghasilan pensiunnya dan
pembayarannya dilakukan dengan mengadakan kerjasama pemotongan
pensiun dengan Lembaga yang membayarkan pensiun. Kresun diberikan
dalam bentuk persekot dengan angsuran bulanan.
3. Kredit Umum Pedesaan (Kupedes)
Kupedes adalah fasilitas kredit yang bersifat umum, individual, selektif
dan berbunga wajar yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan
usaha mikro yang layak (eligible). Kupedes merupakan kredit yang dilayani di
BRI Unit dan diberikan dalam mata uang rupiah.
4. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
KUR adalah fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus
diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang
usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai
persyaratan yang ditetapkan oleh BRI yang bertujuan untuk meningkatkan
perekonomian di tingkat usaha mikro, kecil dan menengah dan juga koperasi.
KUR merupakan kredit yang dilayani saat ini hanya di BRI Unit dan diberikan
dalam mata uang rupiah.
5. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
Kredit Kendaraan Bermotor merupakan kredit yang diberikan untuk
keperluan pembelian kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang
dimaksud adalah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat baik
yang masih baru maupun yang sudah bekas. Pasar sasarannya yaitu
perorangan maupun badan usaha atau instansi. Kredit Kendaraan Bermotor ini
dilayani di BRI Kantor Cabang.
6. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Kredit Pemilikan Rumah adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh
BRI kepada perorangan baik yang berpenghasilan tetap, profesional, dan
wiraswasta untuk keperluan pembelian, pembangunan maupun renovasi
rumah. Kredit Pemilikan Rumah ini dilayani di BRI Kantor Cabang
2.6 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI
Bank Rakyat Indonesia Unit (BRI Unit) merupakan salah satu dari unit
kerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang melayani kegiatan usaha perbankan pada
segmen mikro. Secara struktural BRI Unit berada di level paling bawah dalam
struktur organisasi BRI. Unit kerja yang berada di atas BRI Unit secara berturut-
turut adalah Kantor Cabang, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat. Formasi standar
pekerja di BRI Unit cukup sederhana, yaitu terdiri dari empat fungsi. Fungsi-
fungsi tersebut adalah Kepala Unit, Mantri, Teller dan Deskman yang harus
ditangani minimal oleh empat orang pekerja, yang merupakan jumlah standar
pekerja di BRI Unit.
BRI Unit yang sebelumnya bernama BRI Unit Desa, pertama sekali
dibentuk pada tahun 1969, berkaitan dengan program Bimbingan Massal (Bimas)
yang merupakan program pemerintah. Peran BRI Unit Desa dalam program
Bimas tersebut adalah sebagai pemberi modal kepada petani di wilayah pedesaan.
Dana yang disalurkan BRI Unit kepada petani ini berasal dari dana pemerintah,
dalam hal ini BRI melalui BRI Unit Desa hanya berfungsi sebagai agen
pemerintah (Agent of Development). Penyaluran kredit Bimas sangat dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah daerah setempat khususnya dalam hal menentukan
sasaran kredit. BRI Unit Desa tidak mempunyai kewenangan penuh karena segala
ketentuan dan sistemnya ditentukan atau tergantung pemerintah. Dalam hal ini
BRI Unit Desa lebih bersifat „kasir‟ saja karena tidak mempunyai kewenangan
untuk melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja yang
layak untuk diberi kredit. Karena realisasi dan kinerja Bimas mengalami
penurunan akhirnya pada tahun 1983 program Bimas dihentikan.
Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi keuangan
dan perbankan, diantaranya diberi kemudahan persyaratan untuk mendirikan
sebuah bank dan setiap bank dapat menentukan sendiri tingkat suku bunga
produknya. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh BRI tentang keberadaan BRI Unit
Desa yaitu dengan merubah fungsi BRI Unit Desa yang semula keberadaannya
hanya berfungsi sebagai agen pemerintah dalam penyaluran kredit Bimas menjadi
Lembaga Perantara Keuangan Pedesaan (Commercial Rural Financial
Intermediary). Lokasi BRI Unit Desa yang semula lebih banyak didirikan di
daerah pertanian atau persawahan, mulai direalokasikan ke sentra-sentra
perekonomian di wilayah setempat. Sejak tahun 1984 nama BRI Unit Desa
diganti dengan nama yang lebih komersial yaitu BRI Unit, dengan tidak hanya
melayani masyarakat pedesaan juga perkotaan dan mulai menyalurkan Kredit
Umum Pedesaan (Kupedes) yang pendekatannya mengarah ke komersial, selain
itu juga mengukuhkan BRI sebagai bank komersial yang memfokuskan usahanya
pada usaha mikro, kecil dan menengah.
Sebagai lembaga keuangan perbankan pada umumnya melakukan kegiatan
pelayanan pinjaman simpanan dan juga pelayanan jasa perbankan lainnya, seperti
transfer, kliring, inkaso payment point dan money changer. Khusus pelayanan
pinjaman di BRI Unit disalurkan melalui Kupedes yang merupakan kredit bersifat
umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk
meningkatkan atau mengembangkan usaha mikro yang layak.
Pada akhir tahun 2007 pemerintah mengeluarkan program KUR, program
KUR ini sedikit diadaptasi oleh pemerintah Indonesia dari Grameen Bank (Bank
Pedesaan) yang pertama kali didirikan di Bangladesh pada tahun 1976. Grameen
Bank ini didirikan oleh Muhammad Yunus yang menerima hadiah Nobel
perdamaian pada tanggal 13 Oktober 2006. Grameen Bank merupakan sebuah
organisasi kredit mikro yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang
kurang mampu tanpa memerlukan agunan dan membuat sistem perbankan
berdasarkan saling percaya. Konsep Grameen Bank ini sudah diterapkan
dibeberapa negara contohnya adalah Malaysia dan Filipina. Konsep ini pun
akhirnya direalisasikan oleh Indonesia dengan mengeluarkan program KUR yang
merupakan langkah nyata dalam membantu pengusaha mikro kecil dan menengah
dalam pemberian kredit mikro.
KUR yang disalurkan melalui BRI sebagai salah satu bank pelaksana yang
merupakan fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi
kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang usahanya cukup
layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan oleh pihak perbankan. Program KUR bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian khususnya di bidang usaha mikro, kecil dan
menengah, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. KUR dimulai
dengan adanya Keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada
tanggal 9 maret 2007 bertempat di kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM.
Salah satu agenda keputusannya antara lain, dalam rangka pengembangan usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi, pemerintah akan mendorong
peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada kredit atau pembiayaan dari
perbankan melalui peningkatan kapasitas perusahaan penjamin. Dengan demikian
UMKM dan koperasi yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses kredit
atau pembiayaan dari perbankan karena kekurangan agunan dapat diatasi.
KUR baru dilaksanakan oleh BRI pada bulan Maret 2008, dan saat ini
hanya dilaksanakan oleh BRI Unit. KUR terbagi menjadi dua yaitu KUR Retail
dan KUR Mikro. KUR Retail maksimum plafond adalah sebesar Rp.500 juta,
sedangkan untuk KUR Mikro maksimum plafond adalah sebesar lima juta rupiah.
Saat ini BRI hanya mengeluarkan KUR dengan maksimum plafond sebesar lima
juta rupiah yang hanya dilakukan oleh BRI Unit, sedangkan KUR retail belum
dilakukan oleh BRI.
Setelah dana direalisasikan oleh pihak bank, pihak peminjam berkewajiban
mengembalikan kredit berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati bersama.
Jangka waktu kredit terbagi tiga, yaitu :
1. Kredit jangka pendek, berjangka waktu satu tahun.
2. Kredit jangka menengah, berjangka waktu antara satu tahun sampai dengan
tiga tahun.
3. Kredit jangka panjang, berjangka waktu lebih dari tiga tahun.
BRI Unit memberikan jangka waktu untuk pengembalian kredit berdasarkan jenis
pinjaman , yaitu :
1. Pinjaman untuk modal kerja (KMK), jangka waktu pengembaliannya adalah
dua tahun.
2. Pinjaman untuk investasi (KI), jangka waktu pengembaliannya adalah tiga
tahun.
Dalam pemberian kredit, pihak peminjam diharuskan memberikan agunan
(pinjaman) kepada pihak bank. Barang yang menjadi agunan biasanya adalah
surat-surat berharga seperti sertifikat rumah atau sertifikat tanah, sedangkan untuk
Kretap agunannya adalah SK kerja. Khusus untuk KUR pihak peminjam tidak
perlu memberikan agunan karena KUR merupakan kredit atau pinjaman tanpa
agunan dan dijamin oleh pemerintah. Dalam KUR pihak peminjam dikenakan
bunga pinjaman dalam pengembalian kredit, yaitu sebesar 1,125 persen per bulan.
Pemerintah menjamin kredit apabila ternyata kredit yang disalurkan macet melalui
perusahaan asuransi BUMN, yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan
Perum Sarana Pembinaan Usaha (SPU). Kedua perusahaan itu menanggung kredit
macet hingga 70 persen dari total kredit, hal itu terjadi karena KUR dijamin
pemerintah.
2.7 Prosedur Umum Perkreditan
Pengajuan kredit dari nasabah kepada pihak BRI Unit Leuwiliang melalui
beberapa tahap atau prosedur. Prosedur perkreditan ini sangat penting
dilaksanakan oleh pihak BRI Unit Leuwiliang dalam melakukan perealisasian
kredit. Prosedur umum perkreditan dimulai dari tahap awal yaitu permohonan
kredit, pemenuhan persyaratan kredit kemudian pengisian formulir permohonan
kredit, setelah itu dilakukan penilaian dan analisis dari permohonan kredit
sehingga dapat diambil keputusan atas permohonan kredit yang diajukan oleh
nasabah, hingga tahap pengawasan kredit. Prosedur umum perkreditan ini dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Prosedur Umum Perkreditan Sumber : Bank Rakyat Indonesia, 2008
2.8 Mekanisme Penyaluran Kredit
Mekanisme penyaluran kredit terdiri atas syarat-syarat dan prosedur
pemberian kredit. Selain itu prinsip lima C turut mempengaruhi dalam pemberian
kredit. Kelima prinsip itu adalah :
1. Character (Karakter), Keadaan watak dan sifat calon nasabah baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Penilaian ini
merupakan penilaian terhadap kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji, serta
kemauan untuk membayar hutang-hutangnya. Tingkat kepercayaan debitur
(sifat maupun tingkah laku) mempengaruhi pihak bank dalam memberikan
kredit.
2. Capacity (Kapasitas), kemampuan yang dimiliki calon nasabah atau debitur
untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan,
termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh keuntungan atau
laba yang diharapkan.
3. Capital (Modal), meliputi modal dasar atau dana yang dimiliki calon nasabah
atau debitur untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya.
Adapun penilaian terhadap modal ini adalah untuk mengetahui keadaan
permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaannya. Semakin besar
nilainya dapat mepengaruhi pemberian kredit.
4. Collateral (Agunan), meliputi barang-barang yang diserahkan calon nasabah
atau debitur sebagai agunan kredit yang akan diterimanya. Tujuan penilaian
ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana resiko tidak terpenuhinya
kewajiban financial kepada bank dapat ditutup oleh nilai agunan yang
diserahkan calon nasabah. Penilaian terhadap barang agunan ini meliputi jenis
Permohonan
Kredit
Pemenuhan Persayaratan
Kredit
Pencairan Kredit
Pengisian Formulir
Permohonan Kredit
Keputusan atas
Permohonan Kredit
Pengawasan Kredit
Penilaian dan Analisis
Permohonan Kredit
Pelunasan Kredit
atau macam barang, nilainya, lokasinya, bukti pemilikan dan status
hukumnya.
5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi), merupakan faktor eksternal berupa
kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi
keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu
yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap kredit. Penilaian terhadap
kondisi ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi
ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah atau debitur
dan bagaimana debitur tersebut mengatasi dan mengantisipasinya, sehingga
usahanya tetap hidup dan berkembang.
2.9 Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Pursito (2003) menganalisis mengenai
efektivitas dan faktor-faktor penyaluran kredit dalam pembiayaan industri kecil
dan menengah pangan oleh BRI di Semarang. Hasil analisis menunjukan bahwa
jumlah pegawai yang dikenal berpengaruh nyata positif terhadap pengambilan
kredit ritel komersial. Dari sisi kreditur dengan dikenalnya calon nasabah oleh
pegawai bank, maka akan memudahkan kreditur dalam mengumpulkan informasi
yang diperlukan, sehingga analisis dan evaluasi dengan prinsip 5 C diharapkan
memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Berdasarkan analisis menggunakan
model logit, peubah lama pendidikan, pengalaman usaha, rasio pendapatan,
jumlah karyawan dan jarak ke bank tidak berpengaruh nyata pada pengambilan
kredit.
Penelitian yang dilakukan oleh Risdwianto (2004) mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi volume penyaluran kredit. Analisis yang dilakukan di dalam
penelitian ini menggunakan model OLS (Ordinary Least Square). Hasil yang
diperoleh dari penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume
penyaluran kredit ini adalah rasio modal terhadap aset memberikan pengaruh yang
negatif terhadap volume kredit yang disalurkan oleh BRI, pengaruhnya bersifat
nyata dan signifikan pada taraf satu persen.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pangabean (2005) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan tunggakan kupedes pada
nasabah BRI cabang Iskandar Muda, Medan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
faktor yang harus diperhatikan oleh BRI secara dominan dalam memberikan
kupedes adalah kemampuan nasabah dalam melakukan usahanya atau capacity
dan character, mengingat target kupedes adalah usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM). Alat analisis yang digunakan untuk meneliti faktor yang
mempengaruhi permintaan adalah regresi linear berganda dengan menggunakan
model double log.
Faktor yang menjadi penyebab tunggakan sangat beragam pada masing-
masing nasabah, sehingga tidak bias digeneralisasi. Secara umum dari tiga
kelompok usaha yang dianalisis (pertanian, perdagangan, dan industri) secara
mendasar disebabkan oleh penyimpangan penerimaan dan pengeluaran rumah
tangga. Usaha-usaha yang memiliki capacity atau kemampuan usaha yang paling
baik dan telah memiliki pengalaman dalam meminjam kupedes adalah usaha-
usaha yang memiliki resiko menunggak paling kecil. Sektor usaha perdagangan
juga merupakan sektor usaha dengan resiko yang paling kecil, sehingga memiliki
akses yang lebih cepat dalam menerima kredit. Penelitian tersebut dianalisis
menggunakan tabulasi yang akan menunjukan kondisi keuangan rumah tangga
dan usaha nasabah serta melihat keseluruhan pemasukan dan pengeluaran dalam
rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2006) berjudul Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes)
Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung Bogor, menyimpulkan bahwa faktor-
faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan Kupedes di BRI Unit Parung
adalah jumlah agunan, pengalaman kredit, dan omzet. Agunan (Collateral)
digunakan sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan kredit
tersebut gagal atau sebab-sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi
kreditnya dari usahanya yang normal. Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan
dalam pemberian kredit adalah karakter nasabah dengan kapasitas nasabah.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan uji
statistik t, uji statistik F, dan koefisien determinasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di wilayah
perkotaan dan pedesaan pada Bank BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup. Alat
analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda.
Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan adalah tingkat pendapatan,
aksesibilitas atau jarak, asset keluarga, asset usaha, frekuensi atau pengalaman
kredit, agunan atau jaminan, lama usaha, modal usaha, tingkat pendidikan, lokasi
dan jenis kelamin. Dari keseluruhan hasil analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan Kupedes dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi ada enam, yaitu pendapatan, aset keluarga, aset usaha,
pengalaman kredit, agunan dan modal.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu
adalah hasil penelitian terdahulu belum ada yang membahas tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, penulis
mengambil lokasi penelitian pada BRI Unit Leuwiliang, di Kecamatan
Leuwiliang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
adalah dari beberapa variabel-variabel yang dianalisis oleh Sari (2007) yaitu
pendapatan, aset usaha, aset keluarga, frekuensi atau pengalaman kredit, lama
usaha dan modal usaha. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini juga
menggunakan analisis regresi linier berganda dengan pengolahan data
menggunakan SPSS.
Tabel 6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti/
Tahun
Judul Metode Penelitian
1 Pursito
(2003)
Kajian Efektivitas dan Faktor-
Faktor Penyaluran Kredit Dalam
Pembiayaan Industri Kecil dan
Menengah Pangan Oleh BRI di
Semarang
Analisis Regresi
Logistik(Model
Logit)
2 Risdwianto
(2004)
Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Volume Penyaluran
Kredit Bank Rakyat Indonesia
Model OLS
( Ordinary Least
Square)
3 Pangabean
(2005)
Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan dan
Tunggakan Kupedes Pada Nasabah
Bank Rakyat Indonesia Kantor
Cabang Iskandar Muda Medan
Analisis Regresi
Linier Berganda
4 Tarigan
(2006)
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Permintaan Kredit
Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam
Sektor Pertanian di BRI Unit
Parung Bogor
Analisis
Deskriptif
Analisis Regresi
Linier Berganda
5 Sari
(2007)
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Permintaan Kredit
Umum Pedesaan (Kupedes) di
Wilayah Pedesaan dan Perkotaan,
Kasus pada BRI Unit Ciampea dan
BRI Unit Citeureup
Analisis
Deskriptif
Analisis Regresi
Linier Berganda
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersedian modal. Secara
garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu :
1. Modal Sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat
digunakan untuk mengembangkan usahanya.
2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat
digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal
ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur.
Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha.
Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan.
Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun
non formal.
Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit
konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit
produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam suatu kegiatan produksi
atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang
tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam
usahanya meningkatkan sektor usaha mikro, kecil dan menengah telah
melaksanakan dan mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang perbankan.
Dimulai dengan adanya bantuan kredit berupa KUT (Kredit Usaha Tani), Bimas
(Bimbingan Massal), Kkop (Kredit Kepada Koperasi) dan sebagainya.
Menurut Nuryartono (2005) permintaan pinjaman dana atau kredit tidaklah
sama dengan permintaan atas barang dalam pasar pada umumnya. Di dalam pasar
tiap-tiap harga barang akan melakukan penyesuaian secara otomatis untuk
memenuhi permintaan (demand) dan penawaran (supply) barang. Jika terdapat
kelebihan permintaan barang, maka harga akan naik dan jumlah persediaan barang
akan meningkat. Lain halnya dengan permintaan dana (kredit), dalam pemenuhan
permintaan kredit akan terdapat keterbatasan apabila terjadi kelebihan permintaan
kredit atau pinjaman.
Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit, jika permintaan
kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah
pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Selain itu yang
membedakan permintaan barang dengan permintaan kredit adalah resiko (risk),
karena dalam permintaan kredit resiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit,
dimana sering terdapat kendala dalam pengembaliannya sehingga menyebabkan
kredit macet. Oleh karena itu untuk menghindari resiko yang terjadi, maka
diperlukan adanya jaminan dalam permintaan kredit yang berguna sebagai alat
pengaman apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab lain
dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya.
Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa pada saat keseimbangan awal,
keseimbangan ada pada titik E0, dimana jumlah kredit yang ditawarkan adalah Q0
dan harga (tingkat bunga) i0. Jika jumlah permintaan terhadap kredit mengalami
peningkatan (D0 ke D1), maka jumlah kredit juga akan meningkat menjadi Q1 dan
tingkat bunga menjadi i2. Dengan demikian, tingkat keseimbangan menjadi E1.
Untuk mencegah adanya kenaikan tingkat suku bunga, maka pemerintah akan
mengeluarkan berbagai kebijakan, hal ini diharapkan dapat menggeser kurva
penawaran dari S0 ke S1. Dengan kata lain, tingkat keseimbangan turun ke E2.
Tingkat Bunga
S0 S1
i2 E1
i1 E2
i0
D0 D1
Q0 Q1 Q2 Jumlah Kredit
Gambar 2. Permintaan dan Penawaran Kredit Sumber: Tarigan, 2006
Dalam penetapan suku bunga KUR BRI Unit mengenakan suku bunga
sebesar 1,125 persen. Pengenaan bunga terhadap KUR sangat kecil sehingga
memberikan keringanan terhadap debitur bagi pengembalian kreditnya.
Pengenaan bunga KUR sebesar 1,125 persen ini sangat kecil karena tidak adanya
provisi (biaya yang dipungut oleh BRI Unit Leuwiliang).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Menurut Soebijantoro (2001) dalam Pangabean (2005), Bank Rakyat
Indonesia merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfokus kepada
penyediaan kredit bagi usaha kecil dan menengah. Pada Business Plan BRI tahun
2000 diharapkan pembiayaan untuk bisnis mikro mencapai 80 persen dan akan
terus bergerak di bidang mikro dan menengah. Visi BRI adalah Bank Rakyat
Indonesia dalam jangka panjang diharapkan menjadi bank komersial terkemuka
yang akan selalu peduli akan nasabah. Untuk mewujudkan visi ini maka BRI
menjalankan misinya yaitu melakukan kegiatan perbankan terbaik dengan
mengutamakan pelayanan kepada usaha kecil dan menengah, memberikan
pelayanan prima kepada nasabah dengan didukung oleh tenaga profesional dan
melakukan good corporate governance serta memberikan keuntungan dan
manfaat optimal kepada stakeholder. Berdasarkan visi dan misi dapat dilihat
salah satu strategi bisnis unit adalah dengan dikeluarkannya suatu program
pemberian pinjaman atau kredit.
Saat ini BRI telah mengeluarkan program pinjaman yang diberi nama
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan oleh BRI Unit dengan plafond
maksimal sebesar lima juta rupiah. Dengan dikeluarkannya program pinjaman
atau kredit ini BRI mengharapkan adanya peningkatan ekspansi KUR, selain itu
dapat membantu dan semakin memajukan usaha mikro, kecil dan menengah. BRI
memberikan target-target bagi BRI unit sebagai penyalur KUR. Target –target
yang ditentukan salah satunya adalah mengenai permintaan KUR oleh nasabah.
Dalam pemenuhan target KUR yang sampai saat ini belum tercapai dan untuk
melakukan peningkatan jumlah pinjaman agar setiap bulannya dapat meningkat
jumlah realisasi kreditnya, maka BRI perlu mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pinjaman KUR oleh nasabah. Kerangka pemikiran operasional
dapat dilihat Pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional
BRI Unit Leuwiliang
KUR
Permasalahan :
Belum tercapainya target KUR di BRI Unit Leuwiliang
Adanya penurunan besar jumlah realisasi KUR setiap
bulannya di BRI Unit Leuwiliang
Karakteristik nasabah KUR
Berdasarkan Prinsip 5 C :
1. Character (Karakter)
2. Capacity (Kapasitas)
3. Capital (Modal)
4. Collateral (Agunan)
5. Condition of Economy
(Kondisi Ekonomi)
Variabel-variabel yang
mempengaruhi realisasi
KUR :
1. Tingkat pendapatan
usaha perbulan
2. Asset Keluarga
3. Asset Usaha
4. Pengalaman Kredit
5. Lama Usaha
6. Modal Usaha
7. Lama Pendidikan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang
Rekomendasi kebijakan kepada
BRI Unit Leuwiliang
3.2.1 Permintaan Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut (Zeller, 2002) karakteristik permintaan dibedakan menurut umur,
gender (jenis kelamin), dan tanggung jawab sosial. Dalam suatu rumah tangga,
alokasi tenaga kerja yang kompleks dibedakan menurut gender dan umur yang
digunakan dalam mengajukan permintaan dana atau kredit. Dalam ekonomi
rakyat, seorang kepala rumah tangga memiliki tenaga kerja yang merupakan
anggota keluarga, serta beberapa harta. Seluruh anggota keluarga bertanggung
jawab penuh pada investasi utama (modal) seperti barang-barang pertanian, alat-
alat perkakas dan juga pada pemenuhan keperluan rumah tangga, seperti makanan
dan minuman, kesehatan, pendidikan dan pakaian. Oleh karena itu untuk
pemenuhan kebutuhan hidup serta untuk pertumbuhan, suatu rumah tangga harus
memiliki tabungan, strategi kredit.
Selain dari kepala rumah tangga, anggota keluarga yang dewasa memiliki
kriteria yang lebih spesifik dalam permintaan jasa keuangan (pinjaman)
berdasarkan pada kebutuhan mereka dan juga berbagai jenis kegiatan-kegiatan
yang mereka lakukan. Selain itu seorang wanita yang sudah menikah harus tetap
memperhatikan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari walaupun mereka
menerima warisan dari orang tuanya, mayoritas wanita dibatasi oleh ketiadaan
modal dalam melakukan kegiatan usaha, sedangkan pria rata-rata memiliki
kapasitas pembiayaan 10 kali lebih besar dari wanita. Secara umum wanita dapat
mengembangkan suatu usaha dengan menggunakan input dengan biaya yang
rendah atau dengan mendapatkan bantuan modal dari pihak lain. Wanita biasanya
sering terlibat dalam usaha yang berpenghasilan rendah seperti usaha kerajinan
tangan atau usaha pembuat makanan ringan dalam skala kecil.
Realisasi terhadap KUR akan diduga dengan beberapa variabel atau
karakteristik. Karakteristik yang digunakan untuk menduga permintaan KUR
dalam penelitian ini adalah rumah tangga nasabah, karakteristik usaha,
pengalaman kredit, dan lama pendidikan. Permintaan nasabah terhadap KUR
diduga dipengaruhi karakteristik rumah tangga nasabah yaitu :
a. Tingkat pendapatan, maksudnya adalah besarnya pendapatan bersih yang
diperoleh dari omzet usaha-usaha yang dimilikinya maupun upah atau gaji
sebagai pegawai. Besarnya pendapatan menjadi salah satu kriteria dalam
permintaan kredit, untuk mengukur kemampuan nasabah dalam membayar
kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak
perbankan.
b. Jumlah aset keluarga, yang dimaksud adalah aset yang dimiliki responden
dalam rumah tangga, seperti kendaraan, televisi, komputer, kompor, radio,
dan lain-lain,
Karakteristik rumah tangga nasabah berpengaruh positif dalam permintaan
KUR sehingga permintaan KUR akan semakin besar, karena nasabah akan merasa
memiliki kemampuan membayar kredit yang lebih tinggi, sehingga BRI juga akan
memberikan pinjaman yang lebih besar. Karakteristik yang berpengaruh juga
dalam permintaan KUR adalah karakteristik usaha, dalam karakteristik usaha ini
yang dilihat adalah aset usaha, modal usaha dan lama usaha.
a. Aset usaha adalah barang-barang yang dimiliki oleh nasabah untuk
menjalankan dan mengembangkan usaha, jenis aset usaha ini tergantung dari
jenis usaha yang dijalankan. Apabila usaha yang dijalankan besar, maka aset
usaha yang dimilikinya dalam jumlah banyak, sedangkan apabila usahanya
kecil maka aset usaha yang dimilikinya dalam jumlah kecil.
b. Modal usaha, merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan
KUR, karena besarnya modal usaha akan mempengaruhi aset usaha dan juga
besarnya usaha yang dijalankan.
c. Lama usaha menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi realisasi KUR
karena lama usaha mempengaruhi perkembangan usaha yang dijalankan.
Karakteristik usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi KUR
karena dalam menjalankan usaha diperlukan modal, dengan modal akan
mempengaruhi perkembangan usaha. Dalam perkembangan usahanya diperlukan
tambahan modal sehingga mempengaruhi permintaan KUR. Lama usaha dan aset
usaha pun diduga berpengaruh terhadap permintaan kredit karena dapat
menunjukan eksistensi suatu usaha.
Selain karakteristik rumah tangga nasabah, dan karakteristik usaha
nasabah, karakteristik yang juga berpengaruh positif dalam permintaan KUR
adalah pengalaman kredit dan besarnya agunan (jaminan), akan tetapi khusus
untuk KUR tidak menggunakan agunan (jaminan). Pengalaman kredit adalah
besarnya frekuensi peminjaman nasabah. Pengalaman kredit berpengaruh positif
dalam permintaan KUR, karena nasabah-nasabah ini dianggap sudah lebih mampu
dalam menggunakan KUR yang dipinjamnya atau sudah lebih mampu dalam
mengatur keuangan usahanya yang dibiayai oleh KUR. Pihak BRI juga lebih
mengenal keseluruhan lima C dari nasabah, terutama character karena apabila
nasabah sering meminjam, maka pihak BRI akan semakin tahu kriteria character
nasabah tersebut, sehingga BRI mampu mempercayakan jumlah kredit yang lebih
besar bagi nasabah yang telah lama menjadi nasabahnya.
Faktor-faktor lain yang juga diduga mempengaruhi permintaan KUR
adalah pendidikan dan gender. Pendidikan, merupakan faktor yang
mempengaruhi permintaan KUR dimana semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka usaha yang dijalankan dalam volume yang besar sehingga
memerlukan pinjaman untuk perkembangan dan perluasan usahanya.
3.2.2 Penilaian Karakteristik Nasabah Berdasarkan Pada Prinsip
Penyaluran Kredit
Pihak perbankan dalam melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat
terlebih dahulu melakukan penilaian atau menganalisis calon nasabah. Hal ini
berlaku di BRI seperti yang tercantum dalam Pedoman Kerja Bank Rakyat
Indonesia (1991), yang menjelaskan penerapan “Prinsip 5C” atau Five Cs of
Credit dalam penyaluran kredit. Lima prinsip tersebut adalah :
1. Character (Karakter)
Pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan atau adanya keyakinan
bahwa debitur mempunyai watak atau sifat-sifat pribadi yang positif dan
kooperatif. Selain itu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan
pribadi, kehidupan sosial, maupun dalam menjalankan kegiatan usaha. Manfaat
penilaian character adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan
integritas serta tekad baik, yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
dari calon debitur. Character ini merupakan faktor dominan, karena walaupun
calon debitur cukup mampu untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, tetapi bila
tidak ada itikad baik tentu akan membawa kesulitan.
Pada dasarnya pihak perbankan lebih suka memberikan kredit kepada
nasabah yang telah lama menjadi nasabah bank tersebut. Hal ini dikarenakan
pihak bank lebih mengetahui watak dan karakteristik debitur dalam memenuhi
kewajibannya. Bahkan pihak bank cenderung menambahkan jumlah kredit kepada
nasabah lama tersebut.
2. Capacity (Kapasitas)
Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi
kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan
usaha yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Jadi penilaian yang
dimaksudkan adalah sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut
akan mampu untuk melunasi kewajibannya tepat pada waktunya sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
3. Capital (Modal)
Capital merupakan jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh
calon debitur. Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan kredit yang
berfungsi sebagai penyedia dana. Namun dalam kaitan bisnis yang murni,
semakin kaya seseorang, maka semakin dipercaya untuk memperoleh kredit.
Secara rasional hal ini tentu tidak mengherankan karena seorang calon debitur
yang telah menanamkan dananya dalam proporsi yang besar dibandingkan dengan
kredit yang diperolehnya dari bank, tentu akan melakukan usahanya dengan
penuh tanggung jawab dan kesungguhan sehingga biasanya akan berhasil.
4. Collateral (Agunan atau Jaminan)
Manfaat dari collateral yaitu sebagai alat pengaman apabila usaha yang
dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat
melunasi kreditnya. Jaminan juga dapat sebagai alat pengaman dalam
menghadapi kemungkinan adanya ketidakpastian pada kurun waktu yang akan
datang pada saat kredit tersebut harus dilunasi. Penilaian terhadap jaminan harus
ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut ekonomis dari barang-barang yang menjadi
jaminan, serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang yang menjadi jaminan
telah memenuhi syarat-syarat yuridis untuk digunakan sebagai barang jaminan.
Sedangkan untuk penilaian jaminan yang tidak berwujud kebendaan, tentu harus
dilihat dari bonafiditas dari pemberi pinjaman, reputasi bisnis, dan juga perlu
diperhatikan intensitas dari keterkaitan si pemberi jaminan bila kredit tersebut
benar-benar mengalami kegagalan.
Jaminan yang dapat diajukan oleh debitur adalah :
a. Jaminan benda berwujud, seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor,
mesin-mesin atau peralatan, tanaman/kebun/sawah.
b. Jaminan benda tidak berwujud, merupakan surat-surat yang dijadikan
jaminan seperti saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, rekening
tabungan yang dibekukan, promes dan wesel.
c. Jaminan orang, jaminan yang diberikan oleh seseorang kepada calon debitur
perorangan maupun badan usaha terhadap kredit yang diajukan dan apabila
kredit itu macet maka orang yang memberikan jaminan itulah yang
menanggung resiko.
5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)
Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain
yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu
kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi
kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat
positif maupun negatif.
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di
wilayah pedesaan ini dilakukan di Bank Rakyat Indonesia. Bank ini dipilih
karena diakui fokus bisnisnya pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
serta memiliki jaringan kerja dan jumlah sumberdaya manusia terbesar diantara
perbankan di Indonesia, selain itu diakui sebagai The Biggest and The Best Micro
Banking System in The World.
Dalam penelitian ini lokasi yang dipilih adalah BRI Unit Leuwiliang.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa di
BRI unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak yaitu sebanyak 377 orang dalam
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga dilihat berpotensi untuk
dijadikan tempat penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus
2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
4.2.1 Data Primer
Data primer berupa informasi yang didapat melalui wawancara langsung
kepada responden dan BRI Kantor Cabang Bogor serta BRI Unit Leuwiliang.
Data yang diperoleh dari responden berupa kegiatan usaha, tingkat kesejahteraan,
fasilitas-fasilitas yang dimiliki, dan hubungan lainnya yang terjalin dengan BRI
Unit Leuwiliang yang berkaitan dengan permintaan realisasi kredit. Data yang
diperoleh dari wawancara langsung kepada pihak BRI Kantor Cabang Bogor
maupun BRI Unit Leuwiliang adalah mekanisme dan tata cara pemberian kredit
kepada nasabah dari awal pengajuan pinjaman atau kredit sampai dengan
perealisasian pinjaman kepada nasabah, serta tata cara pembayaran kredit.
4.2.2Data Sekunder
Data sekunder berupa data-data internal dan data eksternal BRI yang
diperoleh dari perusahaan tersebut seperti modul BRI, pedoman kerja BRI, dan
data-data dari Divisi Pendidikan dan Pelatihan BRI (Sendik BRI). Data sekunder
juga diperoleh dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia,
jurnal-jurnal penelitian seperti skripsi dan tesis, buku-buku perbankan, dan
sumber lain yang relevan dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Total populasi debitur KUR di BRI unit Leuwiliang sebanyak 377 orang,
akan tetapi debitur yang khusus bergerak di subsistem agribisnis hanya sebanyak
253 orang, yang meliputi subsistem input sebanyak 35 orang, subsistem on farm
sebanyak 60 orang, subsistem off farm sebanyak 121 orang dan pengolahan
sebanyak 37 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara
acak (Nazir, 2003).
Penentuan jumlah responden ini menggunakan metode Gay dalam
Candrayasa (2000) yang menyatakan bahwa jumlah responden yang dinilai cukup
mewakili keseluruhan populasi adalah minimal 10 persen dari total populasi.
Responden yang diambil dalam penelitian ini lebih dari 10 persen dari total
populasi, yaitu sebanyak 32 persen dari total populasi debitur yang bergerak di
bidang agribisnis. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 80
orang. Jumlah total responden diambil dari masing-masing subsistem dengan
menggunakan proporsi (Lampiran 4).
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada
responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Responden diharapkan
dapat mengisi kuesioner yang telah dibagikan sesuai dengan keadaan usaha yang
dijalankannya. Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan kepada responden
dengan harapan responden memberikan respon terhadap daftar pertanyaan
tersebut.
4.4 Metode Pengolahan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis
kuantitatif. Nazir (2003) mengartikan analisis deskriptif sebagai suatu metode
dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena
yang diselidiki.
Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum
BRI, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk
memperoleh kredit yang dikeluarkan oleh BRI Unit Leuwiliang. Dengan
demikian, dapat diketahui mekanisme penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang
berdasarkan prinsip lima C, yaitu character (karakter), capacity (kapasitas),
capital (modal), collateral (agunan), condition of economy (kondisi ekonomi).
4.4.1 Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR
Analisis regresi berhubungan dengan studi ketergantungan satu variabel
(variabel tak bebas) pada satu atau lebih variabel lain (variabel yang menjelaskan)
dengan maksud meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata variabel
tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan
sampel berulang) variabel yang menjelaskan Menurut (Gujarati, 1997). Apabila
yang dipelajari adalah ketergantungan satu variabel pada lebih dari satu variabel
yang menjelaskan dikenal sebagai analisis regresi majemuk (multiple regression)
atau analisis regresi linier berganda.
4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR akan dilakukan
dengan menggunakan data dari keseluruhan responden, maka diperoleh model
permintaan KUR seluruh nasabah. Model yang digunakan adalah regresi linear
berganda, model persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7
Dimana :
Y = Jumlah realisasi kredit
X1 = Tingkat pendapatan per bulan (Rp)
X2 = Aset keluarga (Rp)
X3 = Aset Usaha (Rp)
X4= Frekuensi/pengalaman kredit
X5 = Lama usaha (tahun)
X6 = Modal usaha (Rp)
X7 = Lama pendidikan formal (tahun)
Analisis dimulai dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner
yang dibuat kepada responden. Ralisasi KUR diasumsikan dipengaruhi oleh
beberapa variabel, yaitu tingkat pendapatan per bulan, aset keluarga, aset usaha,
frekuensi atau pengalaman kredit, lama usaha, modal usaha, dan lama pendidikan
formal. Variabel-variabel tersebut diduga berpengaruh terhadap realisasi KUR di
BRI Unit Leuwiliang.
4.4.3 Evaluasi Model Pendugaan
Evaluasi model pendugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model
yang diduga terpenuhi secara statistik. Dalam membuat suatu keputusan ada atau
tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), maka
digunakan uji F dan uji t. Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas
(X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama (simultan), sedangkan uji t
digunakan untuk melihat pengaruh setiap variabel bebas (X) terhadap variabel
terikat (Y) dalam penilitian ini.
a. Uji-F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (Xi) secara
bersamaan (simultan) terhadap variable terikat (Y). dengan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : b1 = b2 = 0 (Semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y)
H1 : b1 ≠ 0 (Sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y)
Rumus Uji F adalah :
1
1
kJKG
nkJKKF
Keterangan :
JKK : Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG : Jumlah kuadrat galat
k : Jumlah faktor yang dianalisis
n : Jumlah contoh
Kriteria Uji :
1. F- hit > F Tabel, maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu
secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel tak bebas.
2. F- hit < F Tabel, maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak
mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel bebas.
b. Uji- t
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y). Hipotesis pengujiannya adalah :
H0 : bi = 0 (Variabel X tidak mempengaruhi variabel Y)
H1 : bi ≠ 0 (Variabel X mempengaruhi variabel Y)
Dalam melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka
digunakanlah uji t. Rumus perhitungan uji t adalah : (Walpole, 1993)
t hitung = SE
bbi 0
Keterangan:
b = Slope faktor Xi
b0 = Slope Konstanta
SE = Standard Error
Kriteria Uji :
1. t- hit > t tabel, maka tolak H0 artinya variabel-variabel bebas yang diuji
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas
2. t- hit < t tabel, maka terima H0 artinya variabel-variabel bebas tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai pengukur tingkat kebaikan
model. Semakin tinggi keragaman dapat diterangkan oleh model tersebut,
semakin besar koefisien determinasi. Koefisien determinasi dapat dirumuskan
sebagai berikut : (Walpole, 1995)
R2 =
ySn
JKG21
1
4.5 Asumsi Dalam Analisis Regresi Linier
Untuk membuat suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan
beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas, multikolinieritas, dan
autokorelasi (Santoso, 1999). Dalam penelitian ini, analisis regresi yang
digunakan adalah regresi linier berganda karena memiliki enam variabel bebas
dan satu variabel dummy, sehingga asumsi yang digunakan dalam penelitian ini
hanya dua yaitu normalitas dan homogenitas.
Uji Normalitas
Normalitas atau disebut juga uji kenormalan data diperlukan dalam
analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu
metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang
merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas
data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumulative
probability. Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan
bahwa data yang diuji memiliki sebaran yang normal dan sebaliknya jika garis
tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal (Santoso, 1999).
Uji Homogenitas
Uji Homoskedastisitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai
variabel terikat (Y) bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk menguji asumsi
ini, dibuat plot antara standardized residual dengan faktor X. Jika tidak terdapat
suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen
(Santoso, 1999).
4.6 Hipotesa Penelitian
Perumusan hipotesa dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
realisasi KUR adalah sebagai berikut:
1. Variabel tingkat pendapatan perbulan, aset keluarga, aset usaha, lama usaha,
modal usaha, dan lama pendidikan diduga bernilai positif terhadap realisasi
kredit.
2. Variabel pengalaman kredit diduga bernilai negatif terhadap realisasi kredit.
Variabel tingkat pendidikan perbulan responden diduga bernilai positif
karena besar jumlah pendapatan mempengaruhi terhadap pengembalian kredit,
aset keluarga dan aset usaha juga diduga mempengaruhi realisasi kredit karena
semakin besar aset yang dimiliki maka akan semakin besar usaha yang dijalankan.
Lama usaha menunjukan eksistensi suatu usaha, sehingga semakin lama usaha
yang dijalankan maka usaha tersebut mampu bertahan dalam persaingan yang ada,
Selain itu modal usaha pun diduga bernilai positif karena modal usaha
mempengaruhi skala usaha yang dijalankan, semakin besar modal maka semakin
besar pula skala usaha yang dijalankan. Lama pendidikan menjadi salah satu
variabel yang diduga mempengaruhi, karena semakin tinggi pendidikan yang
diperoleh maka akan lebih mudah dalam memahami prosedur yang diterapkan
oleh BRI serta lebih memiliki rasa tanggung jawab.
Selain dari variabel-variabel yang diduga bernilai positif pada faktor-
faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang, ada juga
variabel yang diduga bernilai negatif. Variabel yang diduga bernilai negatif yaitu
pengalaman kredit.
4.7 Definisi Operasional
1. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Pada penelitian ini
nasabah yang dimaksud adalah nasabah pengguna KUR pada BRI Unit
Leuwiliang.
2. Karakter nasabah merupakan salah satu dari prinsip lima C yang merupakan
persyaratan dalam mekanisme penyaluran KUR.
3. Tingkat pendapatan per bulan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh
peminjam kredit selama satu bulan, diukur dalam rupiah.
4. Aset keluarga adalah nilai beberapa aset yang dimiliki usaha responden.
Diukur dalam rupiah dengan menghitung nilai dari asset yang dimiliki apabila
aset tersebut dijual pada saat penelitian berlangsung (harga pasar yang
berlaku).
5. Aset usaha adalah jumlah atau nilai beberapa aset yang dimiliki usaha
responden. Diukur dalam rupiah dengan menghitung nilai dari aset yang
dimiliki apabila aset tersebut dijual pada saat penelitian berlangsung (harga
pasar yang berlaku).
6. Frekuensi peminjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman
kredit yang telah dilakukan responden, diukur dalam berapa kali.
7. Lama usaha adalah berapa lama usaha yang telah dijalankan sejak dari awal
berdiri hingga saat ini, diukur dalam satuan tahun.
8. Modal usaha adalah jumlah modal yang digunakan pada saat awal pendirian
usaha, diukur dalam satuan rupiah.
9. Lama pendidikan adalah berapa lama pendidikan terakhir yang diselesaikan
oleh nasabah, diukur dalam tahun.
V. GAMBARAN UMUM BRI
5.1 Sejarah BRI
Bank Rakyat Indonesia atau yang sekarang ini dikenal dengan nama Bank
BRI didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah pada Tanggal 16 Desember 1895 oleh
seorang patih yang bernama Raden Bei Aria Wirjaatmadja. Awalnya bank
tersebut bernama “De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche
Hoofdeen” (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang
berkebangsaan Indonesia atau pribumi), selanjutnya berubah menjadi “Halp
Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” (Bank Bantuan dan Simpanan
Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi). Pada kegiatan awalnya,
bank tersebut menggunakan uang kas masjid untuk kemudian digunakan sebagai
pinjaman bagi masyarakat dengan angsuran ringan.
Dalam perkembangannya terdapat berbagai perubahan dan pembenahan
sistem, yaitu:
a. Pada tahun 1987 namanya diubah menjadi “Purwokertosche Hulp Spaar en
Landbouw Creditbank” oleh W.P.D. de Wollf Van Westerrode, seiring dengan
reorganisasi yang meliputi, pembentukan badan hukum, penyusunan prosedur,
perluasan keanggotaan, perluasan bidang usaha, dan lain-lain.
b. Pada tahun 1898 namanya lebih dikenal sebagai Volksbank atau Bank Rakyat
yang tumbuh dengan pesat diberbagai tempat sehingga mulai melibatkan
pemerintahan Hindia Belanda secara langsung dan namanya berganti lagi
menjadi Vokscredietwezwn.
c. Berdasarkan surat keputusan Ratu Belanda No.118 tanggal 10 Juli 1912,
Staatsblad 1912 No.392, berubah menjadi “Centrale Kas Voor het
Volkscredietwezen”.
d. Pada tahun 1934 berubah menjadi “Agemeene Volscredietbank” (AVB),
berdasarkan Staatsblad No.82 menyatakan bahwa AVB bukanlah usaha yang
dimiliki oleh negara meskipun didirikan dengan keputusan pemerintahan.
AVB diusahakan untuk diatur dan dikelola sebagaimana perusahaan swasta.
e. Pada masa kedudukan Jepang di Indonesia, tanggal 3 Oktober 1934 AVB
berganti nama menjadi “Syomin Ginko” (Bank Rakyat). Kemudian setelah
kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan peraturan Pemerintah No.1
tanggal 22 November 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah Bank
Pemerintah pertama di Republik Indonesia.
f. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948,
kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif
kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama
menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU
No.41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang
merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche
Maatschappij (NHM).
g. Berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN
diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan
Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar
Penpres No.17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama
Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan
Koperasi Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank
Negara Indonesia unit II bidang rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara
Indonesia unit II bidang ekspor Impor (Exim).
h. Berdasarkan Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang Undang-undang
Pokok Perbankan dan Undang-undang No.13 tahun 1968 tentang Undang-
undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia unit II Bidang rural dan
ekspor impor dipisahkan masing-masing menjadi dua bank yaitu Bank Rakyat
Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan
Undang-undang No.21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok
BRI sebagai bank umum.
i. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan No.7 tahun
1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah
menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih
100 persen ditangan pemerintah. Sejak bulan Oktober 2003, BRI melakukan
go public sehingga dalam kepemilikannya, BRI telah menjadi perusahaan
publik dan namanya ditambah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk, yang dikenal dengan nama Bank BRI.
5.2 Visi, Misi, Tujuan BRI, dan Sasaran Jangka Panjang
Visi BRI adalah “Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu
mengutamakan kepuasan nasabah”, sedangkan misi BRI adalah :
a. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan
kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan
ekonomi masyarakat.
b. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang
tersebar luas dan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dengan
melaksanakan praktek good corporate government.
c. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Berdasarkan dari visi dan misi BRI, maka BRI telah mempunyai tujuan
yang jelas khususnya dibidang kredit, yaitu menjadi bank komersial dengan
menitikberatkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Hal ini ditunjukan
dengan 80 persen dari jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank BRI diberikan
kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Bidang pendanaan BRI
mengutamakan kepuasan nasabah dengan memberikan pelayanan yang prima
melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan mengembangkan dukungan
teknologi perbankan yang canggih.
Di samping itu bank BRI juga menetapkan tujuan untuk kepentingan
stakeholders, baik pemerintah maupun publik, yaitu :
a. Pemerintah
Berperan serta dalam meningkatkan mutu industri perbankan di Indonesia,
memperlancar perputaran uang di masyarakat, menjadi agen pembangunan
dan meningkatkan pendapatan pajak.
b. Pemegang Saham
Memberikan tambahan penghasilan bagi pemegang saham melalui dividen
yang dibagikan sesuai keuntungan dan keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)
c. Nasabah
Memberikan bantuan di bidang permodalan dan mengamankan dana
masyarakat serta meberi jasa perbankan dengan melalui pelayanan dan kualitas
yang terbaik, sehingga memberi nilai tambah yang wajar dan terpeliharanya
hubungan kemitraan dengan nasabah.
d. Pekerja
Menjadikan pekerja sebagai aset utama perusahaan serta menciptakan
lingkungan dan suasana kerja yang sehat, mengembangkan budaya kerja
perusahaan (coporate culture) dan memberikan penghasilan bagi pekerja.
e. Masyarakat.
Memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk membangun ekonomi, sosial
maupun lingkungan dengan menyisihkan sebagian laba usaha yang diperoleh.
Selain visi dan misi serta tujuan BRI, Bank BRI juga mempunyai sasaran
jangka panjang, yaitu :
1. Menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam asset dan
keuntungan.
2. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil
dan menengah.
3. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan agribisnis.
4. Menjadi bank go public terbaik.
5. Menjadi bank yang melaksanakan good corporate governance secara
konsisten.
5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI
BRI dipimpin oleh seorang direktur utama dan seorang wakil direktur
utama yang dibantu oleh enam orang direktur yang membidangi bisnis. Masing-
masing direktur membawahi bidang bisnis mikro dan ritel, bisnis menengah,
bidang pengendalian kredit, bidang keuangan dan internasional, bidang
operasional, dan bidang kepatuhan. Secara struktural direksi membawahi para
kepala divisi di kantor pusat dan pemimpin wilayah di kantor wilayah BRI.
Struktur Organisasi BRI Pusat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Unit kerja di kantor pusat BRI meliputi berbagai bidang bisnis operasional
dan penunjang, yang masing-masing dipimpin oleh para kepala divisi dibantu oleh
wakil kepala divisi yang membawahi para kepala bagian dan staf. Unit kerja di
tingkat wilayah BRI dipimpin oleh pemimpin wilayah yang dibantu oleh wakil
pemimpin wilayah, yang membawahi kepala bagian dan pemimpin cabang yang
ada di wilayah tersebut. Struktur organisasi kantor wilayah BRI dapat dilihat pada
Lampiran 6. Unit kerja di kantor cabang BRI dipimpin oleh pemimpin cabang
yang dibantu oleh wakil pemimpin cabang yang membawahi para officer, kepala
seksi serta seluruh kantor cabang pembantu dan BRI Unit yang ada di wilayah
kantor cabang tersebut (Lampiran 7).
Unit kerja kantor cabang pembantu (KCP) dipimpin oleh pemimpin
cabang pembantu (Pincapem) yang membawahi para supervisor, teller dan unit
pelayanan nasabah (UPN) atau sering disebut dengan Customer Service (CS).
Struktur organisasi kantor cabang pembantu dapat dilihat pada Lampiran 8. Unit
kerja di tingkat BRI Unit dipimpin oleh seorang kepala unit (Kaunit) yang
membawahi Mantri, Deskman dan Teller di BRI Unit tersebut.
5.4 Bidang Usaha BRI
Bank BRI mempunyai berbagai bidang usaha yang secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bidang usaha simpanan, pinjaman, dan
jasa bank lainnya.
1. Bidang Simpanan
Meliputi Giro BRI (Girobri), Deposito BRI (Depobri) baik dalam mata uang
Rupiah maupun US Dollar, Sertifikat BRI (Sertibri), Tabungan Britama baik
Britama Rupiah maupun Britama Dollar, Tabungan Simaskot, Tabungan
Simpedes, dan Tabungan Haji.
2. Bidang Pinjaman
Meliputi Kredit Prioritas atau Kredit Program, Kredit Non Program, Kredit
Komersial, Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit
Profesi, Kredit Expres, Kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani atau
Nelayan (P4K), Kupedes, Kredit Golongan Berpenghasilan Tetap, Kredit
Pensiun, Kredit Cash Collateral dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
3. Usaha Jasa Bank
Meliputi transfer, Inkaso, Safe Deposit Box, Automatic Teller Machine
(ATM), Cek Perjalanan BRI (Cepebri), Kliring, dan jual beli Bank Notes atau
mata uang asing. Selain itu, jasa bank lainnya meliputi biaya penyelenggaraan
ibadah haji, penerimaan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Izin
Mengemudi (SIM), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), penerimaan
setoran denda tilang, penerimaan setoran tagihan telepon dan listrik,
pembayaran uang pensiun PT Taspen dan PT Asabri, pembayaran Pajak Bea
Cukai KPKN, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Subsidi
Pembangunan Inpres (P2KP), Pelayanan setoran PT Pusri, pelayanan
pembayaran Pertamina dan pelayanan setoran Pegadaian.
5.5 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Bogor
Kantor Cabang (Kanca) BRI Bogor merupakan salah satu dari 24 Kanca
BRI yang ada di wilayah Kanwil Jakarta 2. Kanca BRI Bogor dipimpin oleh
seorang Pemimpin Cabang (Pinca) yang membawahi kegiatan pelayanan kepada
sektor makro dan ritel. Dalam kegiatannya Pinca dibantu oleh tiga orang manajer,
yaitu :
1. Manajer Pemasaran (MP)
Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap bisnis ritel baik kredit
maupun dana. Kredit merupakan sejumlah dana BRI yang dipinjamkan
kepada nasabah (debitur). Sedangkan dana adalah pemasukan yang diterima
oleh BRI baik melalui simpanan, pinjaman, penjualan saham BRI, dan
sebagainya. Manajer Pemasaran membawahi para Account Officer (AO).
2. Manajer Operasional (MO)
Manajer Operasional bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh proses
kegiatan operasional Kanca. Manajer Operasional membawahi Asisten
Manajer Operasional (AMO) serta Supervisor Kas dan Supervisor Dana dan
Jasa.
3. Manajer Bisnis Mikro (MBM)
Manajer Bisnis Mikro bertanggung jawab terhadap bisnis baik kredit maupun
dana dan operasional mikro di BRI Unit. MBM dibantu oleh Asisten Manajer
Bisnis Mikro (AMBM) yang membawahi penilik BRI Unit. Selain itu, MBM
juga membawahi Petugas Administrasi Unit (PAU) dan Petugas Rekonsiliasi
Unit (PRU).
Kantor Cabang BRI Bogor membawahi 27 kantor BRI Unit. Unit-unit
yang berada di bawah Kantor Cabang BRI Bogor tersebar di berbagai kecamatan
yang ada di kota dan kabupaten Bogor. BRI Unit yang berada di wilayah Kantor
Cabang BRI Bogor bergerak dalam segmen pelayanan perbankan di bidang mikro.
5.6 Gambaran Umum Kantor BRI Unit Leuwiliang
Kantor BRI Unit Leuwiliang merupakan salah satu dari 27 BRI Unit yang
berada di wilayah Kantor Cabang BRI Bogor. BRI Unit Leuwiliang berdiri pada
tahun 1984 bersamaan dengan berdirinya BRI Unit di seluruh Indonesia.
Berdirinya BRI Unit tersebut tidak terlepas dari gagalnya pelaksanaan program
Bimbingan Massal (Bimas) dan Intensifikasi Massal (Inmas) yang didirikan
pemerintah pada tahun 1969.
Tujuan utama program Bimas dan Inmas adalah untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas tanaman pangan, terutama produk beras. Namun
program tersebut tidak berjalan lancar karena BRI tidak mempunyai wewenang
penuh dalam melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja
yang dinilai cukup layak untuk mendapatkan kredit, sehingga program tersebut
dihentikan. Pada tahun 1984, untuk pertama kalinya pemerintah mengeluarkan
kebijakan deregulasi perbankan yang memungkinkan BRI untuk melakukan
transisi bisnis kredit mikro. Sejak itu BRI mulai menata manajemen internalnya
dan memperbaiki antusiasme para karyawan hingga ke tingkat BRI Unit yang
berhubungan langsung dengan nasabah mikro dan kecil.
BRI Unit Leuwiliang terletak di kecamatan Leuwiliang, tepatnya di Jalan
Raya Leuwiliang di depan pasar Leuwiliang. Ruang lingkup BRI Unit
Leuwiliang yaitu hanya Kecamatan Leuwiliang. Mayoritas nasabah BRI Unit
Leuwiliang berdomisili di Kecamatan Leuwiliang. Untuk peminjaman
dikhususkan (sebagian besar) untuk nasabah di Kecamatan Leuwiliang dan
adapula beberapa berasal dari wilayah lain.
BRI Unit Leuwiliang dipimpin oleh seorang Kepala Unit (Kaunit) yang
membawahi Mantri, Deskman dan Teller (Gambar 4). Masing-masing bagian
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, sebagai berikut :
a. Kepala Unit (Kaunit)
Bertugas sebagai pemimpin kantor BRI Unit dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh BRI Unit tersebut.
Disamping itu mempunyai wewenang untuk melakukan putusan kredit sebatas
Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP) yang dimilikinya. Kaunit
mempunyai wewenang untuk memutuskan kredit sebesar 10.000.000 rupiah,
lebih dari nilai tersebut harus diproses di kantor cabang. Plafond maksimum
KUR di BRI Unit Leuwiliang sebesar lima juta rupiah.
b. Mantri
Bertugas sebagai tenaga pemasaran yang berfungsi ganda sebagai lending atau
funding officer. Khusus untuk pinjaman, Mantri berfungsi sebagai seorang
analisa kredit yang melakukan analisis dan merekomendasi putusan kredit
sekaligus berfungsi sebagai Pembina nasabah kredit.
c. Deskman
Bertugas melayani kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi di BRI Unit
yang bersifat administratif. Selain itu berfungsi untuk memberikan informasi
kepada nasabah tentang produk-produk yang dimiliki oleh BRI khususnya
tabungan Simpedes dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
d. Teller
Bertugas melayani nasabah untuk melakukan transaksi tunai, yaitu penerimaan
dan pembayaran kas. Adapun beberapa contohnya yaitu penerimaan setoran
tabungan, pembayaran pinjaman, dan sebagainya.
Gambar 4. Struktur Organisasi BRI Unit Leuwiliang Sumber : BRI Unit Leuwiliang, 2008
Kepala Unit
Teller Deskman Mantri
Produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Leuwiliang adalah Simpedes,
Kupedes, KUR, tabungan Britama, Deposito BRI (Depobri), tabungan haji, dan
Simaskot (Simpanan Masyarakat Kota, pada akhir tahun 2005 di tiadakan dan
dilebur menjadi satu dengan Simpedes). Untuk lebih menarik minat nasabah
terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Leuwiliang, maka BRI
Unit Leuwiliang memberikan fasilitas-fasilitas yang memudahkan nasabah, yaitu :
1. Untuk produk peminjaman, tidak ada persyaratan khusus hanya surat izin
usaha yang otentik dan jelas serta layak dan juga identitas diri.
2. Untuk produk simpanan, dalam pembuatan simpanan hanya memerlukan
KTP dan saldo awal untuk setiap simpanan tidak terlalu besar, untuk
Simpedes saldo awal sebesar 100 ribu rupiah, sedangkan untuk Britama
saldo awal sebesar 200 ribu rupiah. Dalam penarikan uang, nasabah dapat
melakukannya di ATM BRI dimana saja, selain itu BRI Unit Leuwiliang
sudah on line jadi nasabah dapat melakukan transaksi di BRI dimana saja.
BRI Unit Leuwiliang juga melayani pembayaran listrik, telepon, angsuran
motor, dan sebagainya.
Produk utama yang dimiliki oleh BRI Unit selain daripada KUR adalah
Simpedes (Simpanan Masyarakat Pedesaan) dan Kupedes. Hal ini merupakan
penciri utama BRI Unit seluruh Indonesia. Simpedes BRI telah menjawab
keraguan akan kemampuan dan kemauan menabung masyarakat pedesaan
terhadap faktor keamanan, kemudahan dan kenyamanan dalam penarikan
tabungan sewaktu-waktu.
Kupedes adalah suatu fasilitas kredit yang bersifat umum untuk
mengembangkan suatu usaha yang layak. Kupedes diutamakan untuk membiayai
usaha, baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat kecil di perkotaan. Namun
demikian, untuk memperluas jangkauan pelayanan, kupedes dapat juga disalurkan
untuk sektor konsumsi bagi golongan masyarakat berpenghasilan tetap.
Dalam perealisasian kupedes untuk rata-rata peminjaman yang dilakukan
oleh nasabah BRI Unit sebesar Rp. 1.000.000 – Rp. 50.000.000, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah, yaitu :
1. Industri/usaha:
a. Izin usaha dari wilayah setempat
b. Kelayakan usaha
c. Surat keterangan usaha dari wilayah setempat
d. Agunan sesuai kebutuhan kredit
2. Pegawai berpenghasilan tetap
a. Adanya perjanjian kerjasama antara BRI dengan perusahaan atau instansi
tempat pegawai tersebut bekerja.
b. Adanya izin dari perusahaan atau instansi untuk meminjam di BRI
c. Perinjian gaji serta SK golongan.
Jangka waktu pengembalian pinjaman didasarkan pada kriteria nasabah
dan penggunaan pinjaman, yaitu pinjaman untuk modal kerja dua tahun, pinjaman
untuk investasi tiga tahun , dan pinjaman untuk pegawai lima tahun. Apabila
persyaratan tidak dipenuhi maka dapat memungkinkan pinjaman tersebut akan
ditolak oleh pihak BRI. Selain tidak dipenuhinya persyaratan ada juga yang
menjadi faktor pinjaman ditolak, yaitu apabila usahanya tidak layak.
VI. MEKANISME PENYALURAN KUR
DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
6.1 Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang
BRI Unit Leuwiliang dalam menyalurkan KUR tidak terlepas dari syarat-
syarat maupun prosedur yang harus dilaksanakan oleh nasabah. Dalam hal ini,
KUR tidak langsung diberikan oleh pihak BRI Unit Leuwiliang sebelum
mengenal karakteristik calon debitur secara lebih jelas.
Secara umum prosedur pengambilan KUR melewati dua tahap, yaitu tahap
pengajuan permohonan atau pemberian kredit dan tahap pembayaran kembali.
Tahap pengajuan permohonan kredit diawali dengan formulir yang tersedia di
BRI Unit Leuwiliang. Kemudian penilaian kredit dilakukan oleh Mantri BRI Unit
Leuwiliang. Kaunit BRI Leuwiliang meneliti data kredit yang telah dikumpulkan
dan mengambil keputusan.
Apabila usaha tersebut dinilai layak, maka Kaunit dapat langsung
memutuskan pemberian kredit. Plafond KUR di BRI Unit Leuwiliang yaitu
maksimal lima juta rupiah. Bila permohonan kredit tersebut dinilai tidak layak
maka Kaunit dapat langsung memberikan keputusan penolakan.
Semua prosedur penyaluran kredit tidak terlepas dari prinsip lima C
(Character, Capacity, Collateral, Capital dan Condition of Economy). Proses
pencairan kredit di BRI Unit Leuwiliang kurang lebih adalah seminggu setelah
pengajuan permohonan kredit. Secara lebih jelas prosedur penyaluran kredit yang
dilakukan oleh BRI Unit Leuwiliang adalah :
1. Persyaratan Awal
Pendaftaran awal harus dilakukan di kantor BRI Unit Leuwiliang pada jam
kerja dan petugas yang melayani adalah Deskman. Calon nasabah harus
membawa kelengkapan identitas diri untuk permohonan pinjaman atau kredit,
yaitu:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami isteri bila sudah menikah.
2. Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
3. Pas Photo (4 x 6) sebanyak 1 lembar.
4. Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan dan Kelurahan.
5. KUR tidak diwajibkan menggunakan agunan akan tetapi tidak menutup
kemungkinan pihak bank meminta jaminan atau agunan ringan.
6. Minimal usaha yang dilakukan telah berjalan selama 6 bulan.
Calon nasabah dapat memilih jumlah serta jangka waktu pengembalian
KUR sesuai dengan kemampuannya berdasarkan prosedur KUR yang berlaku.
Jangka waktu angsuran KUR yang dapat dipilih calon debitur yaitu selama 12, 18,
dan 24 bulan. Pada saat itu, Deskman turut membantu nasabah dalam
memberikan alternatif pilihan pinjaman sesuai dengan kemampuan usahanya.
2. Pendaftaran
Setelah proses pengajuan kredit dilakukan, selanjutnya dilaksanakan
proses administrasi. Dalam hal ini, Deskman bertugas untuk memeriksa apakah
calon debitur termasuk dalam daftar hitam atau tidak. Selain itu, Deskman juga
harus mempersiapkan pemeriksaan di tempat nasabah sesuai dengan besar KUR
dan memastikan pinjaman lama dengan memeriksa berkas pinjaman yang lalu dan
kartu pelunasannya, apabila pernah atau sedang meminjam di BRI. Setelah itu,
seluruh berkas diberikan kepada Kaunit untuk diproses lebih lanjut.
Kaunit akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan dan
berkas pengajuan pinjaman dari Deskman. Sebelum memutuskan permohonan,
Kaunit harus menugaskan Mantri atau Kaunit sendiri yang melakukan
pemeriksaan kebenaran laporan usaha yang diberikan oleh calon debitur. Dalam
hal ini, diharapkan Kaunit lebih mengenal karakter calon debitur.
3. Pemeriksaan terhadap Usaha Calon Debitur
Pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon debitur juga sangat
diperlukan untuk meminimalkan resiko terjadinya penunggakan pada pinjaman.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung oleh Mantri terhadap keadaan usaha
calon debitur. Untuk memperoleh informasi tersebut Mantri dapat melakukan
wawancara, baik langsung terhadap calon nasabah maupun para tetangga atau
relasinya.
Prinsip 5 C perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini, oleh karena itu
Mantri harus giat mengamati dan mewawancarai orang-orang yang tepat guna
mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
menganalisis usaha calon nasabah. Kriteria pemeriksaan tersebut meliputi :
1. Usaha benar-benar sesuai dengan surat keterangan Kecamatan atau
Kelurahan yang diberikan.
2. Domisili calon debitur sesuai dengan KTP yang telah diberikan.
3. Calon nasabah atau debitur mempunyai sifat baik, ini dapat diketahui dari
hasil wawancara dengan para tetangga, relasi, ataupun perangkat desa
yang berhubungan.
4. Calon nasabah mempunyai prospek usaha yang baik.
Pemeriksaan terhadap usaha nasabah dapat dibagi atas aspek pemasaran,
aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi.
Aspek pemasaran dianalisis untuk mengetahui prospek usaha dan laba yang dapat
menjamin kelangsungan usaha tersebut. Aspek ini mencakup keadaan pasar, baik
permintaan maupun penawaran yang sudah ada untuk jenis usaha yang
direncanakan dan diproduksi.
Penilaian terhadap aspek keuangan dilakukan dengan cara melihat data
keuangan calon nasabah dari kegiatan masa lalu. Dari data tersebut dapat
diperkirakan sejauhmana keuntungan dari usaha yang dijalankan dimasa yang
akan datang. Dengan demikian pihak BRI Unit dapat mengukur kesehatan usaha
dan dapat mempertimbangkan seberapa besar jumlah pinjaman yang dapat
diberikan.
Aspek manajemen dapat mencerminkan bagaimana hubungan antara
kemampuan, pengalaman, kejujuran, dan cara mengelola usaha. Hal ini berkaitan
dengan bagaimana karakter calon debitur dengan kemampuannya dalam
mengembalikan pinjaman kredit.
Penilaian terhadap aspek hukum dapat dilihat dari kelengkapan data yang
dimiliki oleh nasabah, seperti akte pendirian usaha maupun surat ijin usaha
lainnya dari instansi yang berwenang. Hal ini diperlukan untuk melihat kebenaran
keberadaan usaha yang dilaporkan calon debitur. Sedangkan aspek sosial
ekonomi dapat dilihat dari pengaruh usaha calon nasabah terhadap lingkungan
masyarakat sekitarnya.
6.2 Character (Karakter) Responden
Karakter nasabah merupakan salah satu dari prinsip lima C yang
merupakan persyaratan dalam mekanisme penyaluran KUR. Nasabah BRI Unit
Leuwiliang memiliki karakter yang berbeda, baik tidaknya karakter nasabah dapat
mempengaruhi pemberian KUR. Untuk melihat karakter responden BRI Unit
Leuwiliang dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, frekuensi pinjaman, waktu
perealisasian KUR, dan waktu tempuh ke BRI.
Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang,
dalam pemberian KUR tidak membedakan pria dan wanita, oleh karena itu
nasabah KUR BRI sangat beragam. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
nasabah yang menjadi responden di BRI Unit Leuwiliang mayoritas berjenis
kelamin pria sebesar 87,50 persen lebih banyak dibandingkan dengan nasabah
berjenis kelamin wanita sebesar 12,50 persen (Tabel 7).
Tabel 7. Jenis Kelamin Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
Pria 70 87,50
Wanita 10 12,50
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa nasabah KUR berjenis kelamin
pria berjumlah 70 orang, sedangkan nasabah wanita berjumlah 10 orang. Hal ini
dapat dipahami karena adanya norma yang berlaku di masyarakat bahwa tugas
mencari penghasilan lebih dititikberatkan kepada kaum pria. Oleh karena pria
merupakan kepala rumah tangga yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap
setiap bulannya sehingga tingkat kepercayaan pada nasabah pria lebih besar.
6.2.2.Usia Responden
Usia menjadi kriteria lainnya dalam melihat karakter nasabah, dikarenakan
apabila usia nasabah terlalu muda dikhawatirkan belum memiliki pekerjaan yang
tepat, atau belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam menjalankan usaha
sehingga usaha yang dijalankan akan mengalami kegagalan, sedangkan bila usia
nasabah terlalu tua dikhawatirkan tidak dapat berproduktif lagi sehingga bila
diberikan pinjaman maka akan mengalami keterlambatan dalam pembayarannya.
Berdasarkan hasil penelitian, usia responden nasabah KUR di BRI Unit
Leuwiliang (Tabel 8) mayoritas berada pada kisaran usia 33-46 tahun sebesar
46,25 persen. Hal ini menunjukan bahwa nasabah KUR yang menjadi responden
masih berproduktif dalam bekerja dan memiliki penghasilan tetap setiap bulannya
sehingga dapat dipercaya untuk diberikan pinjaman karena mampu dalam
memenuhi kewajiban pelunasan pinjaman.
Tabel 8. Usia Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Usia Responden Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
< 33 Tahun 10 12,50
33-46 Tahun 37 46,25
47-59 Tahun 24 30
>59 Tahun 9 11,25
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 8, responden nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
paling banyak berusia 33-46 tahun, akan tetapi di BRI Unit Leuwiliang terdapat
juga nasabah yang berusia >59 tahun sebesar 11,25 persen, berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, nasabah yang berusia >59 tahun merupakan
nasabah lama yang mengajukan KUR dan pinjaman yang direalisasikan
digunakan untuk perkembangan usahanya atau digunakan oleh anak maupun
saudaranya untuk membuka usaha baru atau untuk perkembangan usaha.
6.2.3. Tingkat Pendidikan Responden
Selain jenis kelamin dan usia responden, tingkat pendidikan juga
merupakan indikator yang perlu dilihat dari nasabah KUR, karena tinggi
rendahnya pendidikan sangat mempengaruhi nasabah dalam mengerti dan
memahami tentang tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman, serta
mengetahui hak dan kewajiban sebagai nasabah KUR sehingga peluang
keterlambatan pembayaran pinjaman akan semakin kecil.
Dalam penelitian tingkat pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori
dari tidak sekolah sampai dengan D3 atau sarjana. Berdasarkan penelitian
terhadap tingkat pendidikan responden yang dilakukan di BRI Unit Leuwiliang
(Tabel 9), diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagian besar nasabah adalah
Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 43,75 persen. Nasabah yang
melesaikan pendidikannnya hingga Sekolah Dasar (SD) sebesar 28,75 persen,
Sekolah Mengengah Pertama (SMP) sebesar 15 persen, D3 atau Sarjana sebesar
7,50 persen. Akan tetapi masih ada responden yang tidak tamat SD sebesar 5
persen, sangat kecil dibanding tingkat pendidikan lainnya dikarenakan responden
tersebut masih menganggap pendidikan kurang penting serta adanya masalah
ekonomi.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
Tidak Tamat SD 4 5
SD 23 28,75
SMP 12 15
SMU 35 43,75
D3/Sarjana 6 7,50
Total 80 100
Berdasarkan hasil penelitian, responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki
tingkat pendidikan yang beragam, akan tetapi mayoritas responden berpendidikan
akhir SMU, sehingga responden mudah dalam memahami dan mengerti proses
perealisasian KUR dan kewajiban pelunasan sehingga dapat mengurangi resiko
keterlambatan pembayaran. Walaupun demikian pihak BRI tidak terlalu
mempertimbangkan pendidikan nasabahnya apabila dari segi kelayakan usaha
sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.
6.2.4. Jenis Pekerjaan Responden
Jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter nasabah yang
terpenting, karena dengan mengetahui pekerjaan nasabah maka pihak BRI dapat
mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sehingga
dapat menilai calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya
bila pinjaman direalisasikan.
Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden di BRI Unit Leuwiliang
sangatlah beragam. Berdasarkan hasil penelitian, jenis pekerjaan nasabah BRI
Unit Leuwiliang (Tabel 10), walaupun termasuk dalam wilayah pedesaan, namun
yang berprofesi sebagai petani atau pengusaha agribisnis yang bergerak langsung
di subsistem usaha tani hanya sebesar 23,75 persen. Selain itu juga ada juga
responden yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 5 persen
dan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 6,25 persen. Mayoritas responden
berprofesi sebagai wiraswasta baik dari subsistem input, subsistem output dan
pengolahan sebesar 61,25 persen, hal ini menyatakan bahwa UMKM telah
tumbuh dan berkembang di wilayah pedesaan.
Tabel 10. Jenis Pekerjaan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Pekerjaan Responden Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
Petani 19 23,75
Wiraswasta 49 61,25
PNS 4 5
Buruh 3 3,75
IRT 5 6,25
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa mayoritas responden berprofesi
sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen, hal tersebut membuktikan bahwa BRI
telah memenuhi salah satu misinya yaitu “ Melakukan kegiatan perbankan yang
terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan
menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat”.
6.2.5. Jumlah Penghasilan per Bulan Responden
Jumlah penghasilan merupakan kriteria terpenting setelah jenis pekerjaan,
karena dengan mengetahui jenis pekerjaan seorang nasabah maka dapat diketahui
berapa jumlah penghasilan yang didapat dalam satu bulannya. Jumlah
penghasilan responden di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 11) sangat beragam,
jumlah penghasilan dapat berasal dari omzet usaha untuk wiraswasta, pengusaha
agribisnis, gaji dan upah untuk pegawai negeri, buruh, dan petani. Sedangkan
untuk IRT penghasilannya didapatkan dari usaha yang dijalankan atau dari suami.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, sebagian besar nasabah
yang berprofesi sebagai wiraswasta, bidang usahanya adalah toko sembako atau
rumah makan.
Tabel 11. Jumlah Penghasilan per Bulan Responden Nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang
Penghasilan PerBulan Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
< Rp.1.000.000 18 22,50
Rp.1.000.000 - 5.000.000 38 47,50
Rp.5.000.001 - 10.000.000 24 30
> Rp.10.000.000 0 0
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 11, responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki rata-
rata penghasilan mayoritas berkisar antara satu juta sampai lima juta rupiah
sebesar 47,50 persen. Pendapatan usaha nasabah yang kurang dari satu juta rupiah
sebesar 22,50 persen dan pendapatan usaha berkisar lima juta satu sampai sepuluh
juta sebesar 30 persen. Besar penghasilan perbulan responden merupakan salah
satu kriteria terpenting yang dijadikan landasan perealisasian kredit, karena pihak
BRI sangat mengutamakan faktor keamanan dalam pengembalian kredit.
Dapat dilihat dari hasil penelitian, mayoritas responden berpenghasilan
satu juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah, sedangkan sedikit responden
yang berpenghasilan dibawah satu juta rupiah, sehingga dapat disimpulkan bahwa
masih banyak pengusaha kecil yang berpenghasilan dibawah satu juta rupiah
belum dapat menerima bantuan kredit KUR. Besarnya pendapatan pendapatan per
bulan yang diperoleh nasabah dapat menentukan perealisasian KUR karena pihak
BRI mempercayai nasabah dapat memenuhi kewajibannya.
6.2.6. Waktu Tempuh Responden ke BRI
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang,
yang menjadi nasabah KUR di utamakan masyarakat yang tinggal di ruang
lingkup BRI Unit Leuwiliang yang jarak (aksesibilitas) tidak perlu jauh dari BRI
Unit Leuwiliang. Pada Tabel 12, yang menjadi nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang berada pada ruang lingkup kerja BRI Unit Leuwiliang, nasabah KUR
yang menjadi responden mayoritas bertempat tinggal dekat dengan BRI Unit
Leuwiliang, dimana waktu tempuh dari tempat tinggal sampai ke BRI selama satu
sampai 15 menit sebesar 81,25 persen. Akan tetapi ada pula nasabah yang waktu
tempuhnya selama lebih dari 30 menit yaitu sebesar 1,25 persen, hal tersebut
dikarenakan nasabah tinggal di luar ruang lingkup BRI Unit Leuwiliang serta sulit
mendapatkan kredit di BRI Unit yang berada di dekat domisili nasabah tersebut
sehingga mencoba mengajukan permohonan kredit ke BRI Unit Leuwiliang.
Berdasarkan Tabel 12, dapat dinyatakan bahwa BRI Unit Leuwiliang
mengutamakan nasabah yang berada pada ruang lingkup kerjanya, tetapi
walaupun ada nasabah yang berada di luar ruang lingkupnya, maka pihak BRI
akan tetap melayani apabila persyaratan yang dibutuhkan telah dilengkapi dan
memiliki usaha yang layak.
Tabel 12. Waktu Tempuh Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Waktu Tempuh ke Bank Jumlah Responden Persentase
(Menit) (Orang) (%)
1-15 menit 65 81,25
16-30 menit 14 17,50
> 30 menit 1 1,25
Total 80 100
6.2.7. Frekuensi Pinjaman Responden
Dalam menilai karakter responden dapat dilihat dari frekuensi
pinjamannya, dimana dengan frekuensi pinjaman dapat diketahui seberapa besar
loyalitas nasabah BRI dan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan BRI sehingga
dapat dengan mudah diberikannya kembali pinjaman setelah pinjaman terakhir
dilunasi. Responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki frekuensi pinjaman yang
relatif kecil (Tabel 13), yaitu sebanyak satu sampai tiga kali mengajukan
pinjaman. Hal ini menyatakan bahwa nasabah BRI Unit Leuwiliang yang menjadi
responden merupakan nasabah baru. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
nasabah baru adalah seseorang yang telah lama menjadi nasabah BRI Unit
Leuwiliang khusus simpanan, tetapi baru beberapa tahun nasabah tersebut
mengajukan pinjaman dimana pinjaman tersebut digunakan nasabah untuk
membuka usaha baru maupun untuk mengembangkan usahanya.
Tabel 13. Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Frekuensi Pinjaman Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
1-3 kali 50 62,50
4-6 kali 15 18,75
7-10 kali 7 8,75
> 10 kali 8 10
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 13, responden mengajukan pinjaman, mayoritas
sebanyak satu sampai tiga kali pengajuan pinjaman sebesar 62,50 persen, dan juga
empat sampai enam kali pengajuan pinjaman sebesar 18,75 persen. Berdasarkan
hasil wawancara dengan responden, frekuensi pinjaman sebanyak satu sampai tiga
kali merupakan nasabah baru pinjaman. Responden tersebut baru menjadi
nasabah pinjaman KUR BRI dikarenakan usaha yang dijalankannya memerlukan
tambahan dana untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya
dikarenakan banyaknya usaha-usaha baru yang sejenis dan memperketat
persaingan.
6.2.8. Waktu Perealisasian KUR Responden
Waktu perealisasian KUR dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai
karakter nasabah, apabila waktu perealisasian KUR cepat maka pihak BRI sudah
memiliki kepercayaan terhadap calon nasabahnya, selain itu usaha yang
dijalankan sudah dinilai layak dan persyaratan sudah dipenuhi oleh calon nasabah.
Tabel 14. Waktu Perealisasian KUR Responden Nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang
Waktu Perealisasian Pinjaman Jumlah Responden Persentase
(Hari) (Orang) (%)
1 3 3,75
2 2 2,50
3 16 20
5 5 6,25
7 48 60
10 4 5
14 1 1,25
30 1 1,25
Total 80 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 14, dapat dilihat mayoritas waktu
perealisasian KUR adalah tujuh hari sebesar 60 persen dan tiga hari sebesar 20
persen. Waktu perealisasian KUR selama tujuh hari merupakan waktu yang
dijanjikan oleh BRI dalam perealisasian dana setelah dilakukan survey lapang
guna mengetahui kelayakan usaha, sedangkan waktu perealisasian dana kurang
dari tujuh hari dikarenakan nasabah tersebut merupakan nasabah lama atau
mempunyai hubungan baik dengan BRI Unit Leuwiliang. Selain itu waktu
perealisasian lebih dari tujuh hari bahkan mencapai satu bulan dikarenakan kurang
terpenuhinya persyaratan-persyaratan dalam pengajuan pinjaman.
Modal Usaha Responden
Modal usaha merupakan salah satu mekanisme penyaluran kredit, yang
merupakan sejumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini
kelihatannya berkaitan dengan tujuan kredit yang berfungsi sebagai penyedia
dana, dalam kaitan bisnis, semakin besar modal usaha seseorang maka semakin
dipercaya untuk menerima kredit.
Besarnya modal usaha yang dimiliki setiap nasabah berbeda-beda ada
yang memiliki modal besar, ada juga yang memiliki modal kecil, tergantung
dengan jenis usaha yang dijalankannya. Umumnya usaha yang dijalankan oleh
responden BRI Unit Leuwiliang adalah toko-toko sembako, rumah makan,
makanan dan minuman baik dalam volume besar maupun kecil. Dapat dilihat
pada Tabel 15, mayoritas responden memiliki modal usaha sebesar lebih dari 10
juta rupiah sebesar 73,75 persen, dengan usaha yang dijalankan beragam seperti
usaha agribisnis pertanian, peternakan, toko kayu bangunan, dan rumah makan
atau restoran . Sedangkan untuk modal kurang dari 10 juta rupiah usaha yang
dijalankan adalah tukang sayur, tukang gorengan, bubur ayam, bakso, dan trading.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 15, dapat dilihat mayoritas
responden yang mendapatkan KUR memiliki modal usaha diatas sepuluh juta
rupiah. Responden yang memiliki modal usaha dibawah sepuluh juta rupiah
relatif kecil, sehingga masih banyak para pengusaha kecil yang memiliki modal
usaha dibawah sepuluh juta rupiah belum dapat memperoleh KUR. Dalam hal ini
BRI Unit Leuwiliang memperhatikan faktor keamanan karena semakin besar
modal usaha responden maka semakin besar omzet yang dihasilkan. Modal usaha
merupakan salah satu kriteria penting dalam penyaluran kredit karena semakin
besar modal usaha seseorang maka semakin dipercaya untuk menerima kredit.
Tabel 15. Modal Usaha Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang
Modal Usaha Responden Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%)
Rp. 0 - 5.000.000 7 8,75
Rp. 5.000.001-10.000.000 14 17,50
> Rp.10.000.000 59 73,75
Total 80 100
6.4. Kondisi Ekonomi
Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain
yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu
kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi
kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat
positif maupun negatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di BRI
Unit Leuwiliang kondisi perekonomian mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan usaha yang dijalankan. Saat ini di wilayah Leuwiliang terdapat
beberapa usaha yang sangat membutuhkan dana untuk mempertahankan usahanya
dikarenakan ketatnya persaingan, selain itu ada beberapa usaha yang
membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan membuka usaha baru.
VII. ANALISIS REALISASI KUR
DI BRI UNIT LEUWILIANG
Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat
dimodelkan kedalam suatu fungsi permintaan. Dalam penelitian ini terdapat
tujuh faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR, yaitu tingkat pendapatan
(X1) , aset-aset yang dimiliki keluarga (X2), aset-aset yang dimiliki usaha (X3),
frekuensi atau pengalaman mengambil kredit (X4), lama usaha yang dijalankan
(X5), modal yang dimiliki untuk usaha (X6) dan lama pendididikan formal (X7).
Data faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dilihat pada
Lampiran 9.
Dalam pembuatan suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan
beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas dan multikolinearitas.
Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan bahwa data yang diuji memiliki
sebaran normal, dimana titik-titik data membentuk pola linear sehingga konsisten
dengan distribusi normal, sedangkan asumsi homogenitas terpenuhi dalam gambar
scatterplot pada Lampiran 10, antara regression studentized residual dengan
regression adjusted predicted value tidak membentuk suatu pola tertentu,
sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diuji homogen.
7.1 Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent
Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel dependent dan
independent, yang menjadi variabel dependent adalah besarnya kredit yang
direalisasikan oleh BRI Unit, sedangkan variabel independent terdiri dari tujuh
variabel, yaitu tingkat pendapatan, asset-asset yang dimiliki keluarga, asset-asset
yang dimiliki usaha, frekuensi atau pengalaman mengambil kredit, lama usaha
yang dijalankan, modal yang dimiliki untuk usaha dan lama pendididikan formal.
Dalam penelitian ini nilai VIF pada masing-masing peubah bebas tertinggi
pada peubah X3 (asset usaha) dengan nilai VIF mencapai 4,4. Karena nilai VIF
lebih kecil dari 5 maka tidak terdapat hubungan yang kuat antara peubah bebas
atau masing-masing peubah bebas tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya
(bebas multikolinearitas).
Nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel independen (peubah
bebas) diuji dengan menggunakan uji-F dan uji-t. Uji-F dan uji-t digunakan untuk
mengetahui apakah peubah bebas mempengaruhi realisasi KUR, dan faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi realisasi KUR. Hasil yang didapat dalam uji-F ini
diketahui bahwa dari keseluruhan peubah bebas mempengaruhi secara nyata
perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 16). Penilaian pada P-value
dalam tabel sebesar 0,006 lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05.
Berdasarkan hasil uji-t diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi mempengaruhi perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 16), pada α = 0,05 ada tiga faktor yang
mempengaruhi perealisasian KUR secara nyata, yaitu tingkat pendapatan sebesar
2,147, frekuensi atau pengalaman kredit sebesar 2,321, dan lama usaha sebesar
2,602. Sedangkan pada α = 0,1 ada empat faktor yang mempengaruhi
perealisasian KUR, yaitu tingkat pendapatan responden per bulan sebesar 2,147,
frekuensi atau pengalaman kredit sebesar 2,321, lama usaha sebesar 2,602, dan
modal usaha sebesar 1,861. Masing-masing peubah ini memiliki nilai t hitung
lebih besar dari t tabel pada α = 0,05, DF=79 adalah 1,960, dan α = 0,1, DF=79
adalah 1,645. Sehingga dari hasil tersebut, variabel-variabel bebas yang diuji
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
Tabel 16. Hasil Pengujian Model Regresi Linear Berganda
Variabel Koefisien
Resresi
t hitung Sig. VIF
(Konstanta)
Tingkat Pendapatan
Aset keluarga
Aset Usaha
Pengalaman kredit
Lama usaha
Modal usaha
Lama pendidikan
-3.958.276
0,084
-0,001
-0,001
79.793,974
4.990,259
0,001
-17.949,6
11,208
2,147
-0,235
-0,560
2,321
2,602
1,861
-0,538
0,000
0,040*
0,815
0,577
0,023*
0,042*
0,072**
0,592
2,3
2,6
4,4
1,3
1,2
4,2
1,1
R-sq = 66,5 % R-sq(adj) = 58,4 %
Model DF SS MS F P
Regresion 7 1,808E+013 2,58E+012 3,1 0,006
Residual 72 6,00E+013 8,33E+011
Total 79 7,81E+013 Ket : (
*),(
**) signifikan pada taraf nyata 5% dan 10%
Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang mempengaruhi
realisasi KUR. Dari hasil penelitian pada Tabel 16. diketahui bahwa R2 adjusted
sebesar 58,4 persen, yang artinya kemampuan seluruh variabel X mampu
menjelaskan secara nyata keragaman perealisasian KUR sebesar 58,4 persen,
sedangkan sisanya sebesar 41,6 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
7.1.1. Variabel Dependent
Dalam penelitian ini yang menjadi peubah tidak bebas (dependent) adalah
jumlah KUR yang direalisasikan oleh BRI Unit Leuwiliang. Dalam perealisasian
KUR, BRI mengeluarkan kebijakan tentang besaran plafond KUR, dengan
plafond maksimum sebesar lima juta rupiah. Berdasarkan hasil penelitian,
maksimum perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang sebesar lima juta rupiah.
Besaran jumlah perealisasian KUR berfluktuatif dimana data permintaan KUR
memiliki nilai rata-rata Rp 4.462.500,00 dan memiliki nilai simpangan baku
sebesar 967.101,241.
7.1.2. Jumlah Pendapatan Responden
Berdasarkan tabel 16 jumlah pendapatan responden per bulan termasuk
salah satu faktor yang mempengaruhi realisasi KUR. Besarnya nilai X1 sebesar
0,084 artinya bila seorang nasabah mengalami peningkatan dalam pendapatannya
per bulan, maka jumlah realisasi KUR akan meningkat dikarenakan kemampuan
responden dalam pemenuhan kewajiban pembayaran meningkat. Jumlah
pendapatan responden, minimum pendapatan sebesar Rp 500.000,00 , sedangkan
pendapatan maksimum responden sebesar Rp 20.000.000,00. Hasil yang
diperoleh dari responden menunjukan data jumlah pendapatan responden per
bulan memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 4.435.709,00.
7.1.3. Aset Keluarga Responden
Asset keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah barang-barang
rumah tangga yang dimiliki oleh responden. Barang-barang yang dimiliki
responden ada berbagai macam dari perlengkapan rumah tangga, kendaraan, dan
lain-lain. Asset keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak mempengaruhi
perealisasian KUR. Faktor ini berpengaruh negatif terhadap perealisasian,
berdasarkan tabel 16. dengan meningkatnya aset keluarga sebesar satu rupiah,
maka perealisasian KUR akan menurun sebesar 0,001 rupiah. Dalam penelitian
ini aset keluarga berpengaruh negatif karena ada beberapa responden yang hanya
memiliki sedikit aset keluarga, dikarenakan responden tidak berkeluarga dan
hidup sendiri, sehingga aset keluarga yang dimiliki relatif sedikit.
Besaran nilai aset keluarga sangat beragam, aset keluarga terkecil sebesar
Rp 170.000,00 sedangkan aset nilai asset keluarga yang terbesar mencapai Rp
200.000.000,00 nilai aset keluarga yang besar berasal dari responden yang
berhasil dalam bidang usahanya.
7.1.4. Aset Usaha Responden
Responden memiliki aset usaha yang beragam, aset usaha yang dimiliki
berdasarkan pada jenis usaha yang dijalankan. Aset usaha digunakan sebagai
penunjang kelancaran dan perkembangan usaha. Berdasarkan Tabel 16. aset
usaha berpengaruh negatif terhadap perealisasian KUR, bila aset usaha meningkat
sebesar satu rupiah, maka perealisasian KUR akan menurun sebesar 0,001 rupiah.
Pada umumnya meningkatnya aset usaha berdampak pada peningkatan usaha dan
peningkatan pendapatan, dalam penelitian ini aset usaha berpengaruh negatif
karena ada beberapa responden yang tidak memiliki aset usaha karena jenis usaha
yang dijalankannya adalah trading.
Nilai aset usaha terkecil sebesar 0 (nol) dikarenakan tidak semua
responden memiliki usaha sendiri, melainkan berprofesi sebagai buruh tani
maupun PNS, sedangkan nilai aset usaha terbesar sebesar Rp 324.000.000,00.
7.1.5. Pengalaman Kredit Responden
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden
sudah pernah mengajukan pinjaman, dan berlanjut sampai sekarang, tetapi ada
juga yang baru mengajukan pinjaman. Pengalaman kredit menjadi salah satu
faktor yang paling mempengaruhi perealisasian KUR. Pengalaman kredit
berpengaruh positif terhadap perealisasian KUR, karena bila nasabah terus
berlanjut mengajukan pinjaman, maka BRI akan memberikannya, dan juga akan
meningkatkan jumlah pinjaman karena pihak BRI sudah mengenal karakteristik
nasabah, dan sudah menilai kelayakan usaha yang dijalankan, sehingga BRI
memberikan kepercayaannya terhadap nasabah tersebut.
Data yang didapatkan dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua
nasabah memiliki frekuensi pinjaman yang banyak, frekuensi pinjaman terkecil
adalah satu kali dan yang terbesar adalah 13 kali. Berdasarkan hasil penelitian,
frekuensi terkecil berasal dari responden yang baru pertama kali mendapatkan
pinjaman karena baru mengenal BRI dan selain itu juga responden itu sedang
membutuhkan tambahan modal untuk usahanya. Frekuensi pinjaman terbesar
berasal dari responden yang telah lama menjadi nasabah BRI dan terus
mengajukan permohonan kredit terhadap BRI.
7.1.6. Lama Usaha Responden
Dalam penelitian ini lama usaha merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perealisasian KUR. Lama usaha menunjukan perkembangan
usaha yang dijalankan dan juga eksistensi usaha yang dijalankan. Dalam
pemberian KUR, BRI menitikberatkan pada UMKM dikarenakan KUR memang
program yang ditujukan oleh pemerintah melalui bank BRI salah satunya untuk
membantu para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya.
Seluruh responden dalam penelitian ini sudah memiliki usaha, minimal
lama usaha yang dijalankan adalah satu tahun , dan usaha yang paling lama adalah
selama 29 tahun. Data lama usaha memiliki nilai rata-rata sebesar 11,9 yaitu lama
usaha responden rata-rata selama 12 tahun.
7.1.7. Modal Usaha Responden
Modal usaha menunjukan besarnya usaha yang dijalankan, semakin besar
jenis usaha yang dijalankan semakin besar modal yang harus tersedia. Dalam
penelitian ini modal terbesar adalah Rp 300.000.000,00 dan yang terkecil adalah 0
(nol) rupiah. Modal yang terkecil berasal dari responden petani atupun buruh
karena terbatasnya pendapatan sehingga modal usaha juga terbatas, sedangkan
modal yang besar berasal dari responden yang memiliki usaha pertanian dengan
lahan yang sangat luas serta peralatan yang sangat beragam. Biasanya responden
mengajukan pinjaman untuk perkembangan usaha yang dimiliki atau untuk
membuka unit usaha yang baru.
Berdasarkan tabel 16 modal berpengaruh positif terhadap perealisasian
KUR, besarnya nilai X6 sebesar 0,001 artinya apabila modal usaha naik sebesar
satu rupiah maka perealisasian KUR akan naik sebesar 0,001 rupiah. Besarnya
modal dapat menunjukan volume usaha dan juga perkembangan serta perluasan
usaha sehingga diperlukan pinjaman untuk tumbuh dan berkembangnya suatu
usaha. Dengan demikian semakin besar modal maka akan meningkatkan
pinjaman.
7.1.8. Lama Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan merupakan salah satu kriteria terpenting dalam
karakteristik responden, akan tetapi dalam penelitian ini lama pendidikan
berpengaruh negatif terhadap perealisasian KUR, sehingga tidak mempengaruhi
perealisasian KUR (Tabel 16). Lama pendidikan ini berfungsi dalam memahami
proses pengajuan KUR dan perealisasian KUR. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan memudahkan memahami dan mengerti
persyaratan-persyaratan pengajuan dan pengembalian KUR, serta hak dan
kewajiban nasabah KUR. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden lama
pendidikan tertinggi adalah selama 17 tahun atau sampai jenjang Sarjana 1 (S1)
dan lama pendidikan yang terendah adalah selama tiga tahun atau sampai dengan
kelas tiga sekolah dasar saja.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Mekanisme penyaluran KUR yang telah dilakukan oleh BRI Unit
Leuwiliang dapat dikatakan tidak sulit. Syarat-syarat maupun prosedur telah
disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima oleh
masyarakat. Prosedur penyaluran kredit meliputi pelaksanaan persyaratan awal,
pendaftaran, dan pemeriksaan usaha calon nasabah. Pemeriksaan usaha calon
nasabah tidak terlepas dari prinsip penyaluran kredit (5 C).
Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik responden berdasarkan
pada prinsip penyaluran kredit, dapat diketahui bahwa karakteristik nasabah KUR
BRI Unit Leuwiliang secara umum responden mayoritas berumur 33 hingga 46
tahun. Sebagian besar responden BRI Unit Leuwiliang berjenis kelamin laki-laki,
akan tetapi ada juga sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan.
Tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden mayoritas sampai dengan
sekolah menengah umum (SMU).
Jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter nasabah, karena
dengan mengetahui pekerjaan nasabah maka pihak BRI dapat mengetahui
seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sehingga dapat menilai
calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya bila pinjaman
direalisasikan. Secara umum responden berprofesi sebagai wiraswasta.
Responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki rata-rata penghasilan mayoritas
berkisar antara satu juta sampai lima juta rupiah. Modal usaha responden KUR
BRI Unit Leuwiliang mayoritas diatas 10 juta rupiah.
Pengalaman kredit perlu diperhatikan dalam menilai karakteristik nasabah
karena dengan frekuensi pengambilan kredit dapat diketahui nasabah-nasabah
yang memiliki karakter yang baik sehingga dapat dipercaya. Dalam perealisasian
KUR mayoritas tujuh hari, ini dapat menyatakan bahwa sebagian besar responden
di Leuwiliang merupakan nasabah baru KUR. Perealisasian KUR selama tujuh
hari merupakan standar yang diberikan BRI dalam perealisasian kredit.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang adalah jumlah pendapatan
atau penghasilan, pengalaman pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha.
Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang mempengaruhi
secara negatif, yaitu aset keluarga, aset usaha dan lama pendidikan.
8.2. Saran
1. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih memfokuskan pada faktor pendapatan,
pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha dalam memenuhi perealisasian
KUR guna mendapatkan calon nasabah yang memiliki kualifikasi yang baik.
2. BRI Unit Leuwiliang diharapkan meningkatkan daya serap KUR bagi nasabah
dengan melakukan kegiatan pembinaan dan sosialisasi yang berkaitan dengan
manajemen usaha untuk meningkatkan usahanya sehingga perealisasian
terhadap KUR meningkat.
3. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih menilai karakteristik responden dalam
perealisasian KUR sehingga perealisasian kredit tepat sasaran bagi pengusaha
mikro dan kecil yang membutuhkan dan memenuhi persyaratan KUR BRI Unit
Leuwiliang.
4. Penelitian lanjutan disarankan untuk mengkaji efektivitas penyaluran KUR
kepada masyarakat di BRI.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Rakyat Indonesia. 1991. Pedoman Kerja BRI Unit Bidang Kupedes. Bank
Rakyat Indonesia Kantor Pusat. Jakarta.
___________________ 2005. Buku Pedoman Operasional. Bank Rakyat
Indonesia Kantor Pusat. Jakarta.
Candrayasa, H. I. G. 2000. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum
Pedesaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilannya di
Bank Rakyat Indonesia Unit Diponegoro Surabaya. Skripsi. Jurusan Ilmu-
Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Gujarati. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Kementrian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia. 2007. Indikator
Makro Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta.
___________________________________________________ 2007. Kredit
Usaha Rakyat (KUR). Jakarta.
Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Novitasari. 2006. Analisis Kinerja dan Dampak Kredit Umum Pedesaan
(KUPEDES) Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil di BRI Unit
Kreo Tanggerang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Nuryartono, N. 2005. Impact Of Smallholders Acces To Land And Credit Markets
On Technology Adoption And Land Use Decision: The Case Of Tropical
Forest Margins In Central Sulawesi Indonesia. Cuvillier Verlag
Gottingen.
Pangabean, M. H. K. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Permintaan dan Tunggakan Kupedes Pada Nasabah Bank Rakyat
Indonesia Kantor Cabang Iskandar Muda Medan. Skripsi. Departemen
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Pursito, D. J. 2003. Kajian Efektivitas dan Faktor-Faktor Penyaluran Kredit
Dalam Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan Oleh BRI di
Semarang. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pusdik BRI. 2007. Modul BRI. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BRI. Jakarta.
Risdwianto, B. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume
Penyaluran Kredit Bank Rakyat Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Santoso, S. 1999. Aplikasi Excel Dalam Statistik Bisnis. PT. Elexmedia
Komputindo. Jakarta.
______________ 2006. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Parametrik. PT.
Elexmedia Komputindo. Jakarta.
Sari, G. W. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit
Umum Pedesaan (Kupedes) di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, Kasus
pada BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Citeureup. Skripsi. Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Suyatno, T. 2005. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Tarigan, K. P. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit
Parung Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Uyanto, S, S. 2006. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Edisi Kedua. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
Wallpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yunus, M. 2008. Bank Kaum Miskin. Marjin Kiri. Depok.
Zeller, Manfred dan Richard L Meyer. 2002. The Triangle of Microfinance
Financial Sustainability, Outrech, and Impact. The Internacional Food
Policy Research Institute.
LAMPIRAN
Lampiran 3. Kuesioner Responden
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)
DI BANK RAKYAT INDONESIA
UNIT LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR
Kuesioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan penelitian untuk skripsi
oleh Eko Putro Mulyarto, mahasiswa Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis,
Institut Pertanian Bogor. Mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuesioner dengan
jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, karena hal ini sangat
membantu keberhasilan penelitian ini. Terima kasih.
I. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Alamat :
3. No KTP/SIM :
II. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Jenis Kelamin :
(1) Laki-Laki (2)Perempuan
2. Usia : tahun
3. Status Perkawinan:
(1) Bujangan (2) Menikah (3) Janda/Duda
4. Jumlah Tanggungan Keluarga :
(1) 0-3 orang (2) 4-6 orang (3) >6 orang
5. Pendidikan Terakhir (pendidikan formal)
(1) Tidak tamat SD
(2) SD
(3) SMP
(4) SMU
(5) D3/Sarjana
Lama pendidikan :………tahun
6. Pendidikan non formal :
(1) Kursus bahasa…..
(2) Kursus komputer
(3) dll…………..
7. Pekerjaan Utama :
(1) Petani
(2) Wiraswasta
(3) PNS
(4) Buruh
(5) Ibu Rumah Tangga
8. Pekerjaan Sampingan (diisi jika ada) :
9. Asset Keluarga yang dimiliki :
No
Jenis Asset yang dimiliki
Harga (Rp)
Total
III. KARAKTERISTIK USAHA
1. Jenis usaha yang anda jalankan?
2. Komoditas yang diusahakan oleh anda?
3. Usaha yang anda jalankan bergerak di bidang :
(1) Subsistem input
(2) Subsistem Onfarm
(3) Subsistem Output /off farm
(4) Pengolahan
4. Sudah berapa lama usaha anda berjalan?
Mulai tahun berapa usaha dijalankan?
5. Lokasi usaha?
(1) Lingkungan masyarakat
(2) Pasar tradisional
(3) Pedagang kaki lima
(4) Keliling
6. Wilayah pemasaran usaha anda?
(1) Wilayah kelurahan
(2) Wilayah kecamatan
(3) Kota
(4) Luar kota
7. Konsumen produk/jasa usaha anda ?
(1) Rumah tangga
(2) Pegawai/karyawan
(3) Pedagang
(4) Lain-lain
8. Berapa modal kerja yang dibutuhkan pada saat memulai usaha?
No
Modal kerja
Harga (Rp)
Input :
Total
9. Status usaha?
(1) Sewa
(2) Milik
(3) Gadai
(4) dll(…………….)
10. Sifat usaha yang anda jalankan ?
(1) Utama
(2) Sampingan
11. Berapa penerimaan bersih usaha per bulan atau omset usaha per bulan yang
anda terima ?
Biaya pengeluaran (input, TK, transport,dll)
Pendapatan (output)
Total pendapatan – total biaya pengeluaran
= penerimaan
12. Asset Usaha yang dimiliki :
No
Jenis Asset yang dimiliki
Harga (Rp)
Total
IV. PERMINTAAN KREDIT
1. Sejak kapan anda mulai mengambil kredit ?
2. Alasan anda mengambil kredit ?
3. Peruntukan pinjaman :
(1) Usaha
(2) Konsumsi
4. Sudah berapa kali anda mengambil kredit/frekuensi kredit ?
5. Alasan anda memilih Bank Rakyat Indonesia (BRI) ?
6. Permasalahan apa yang anda peroleh dalam mengambil kredit?
7. Aksesibilitas/jarak bank BRI dengan rumah anda?
(1) 1-15 menit
(2) 16-30 menit
(3) > 30 menit
8. Berapa jumlah permintaan kredit yang anda ajukan?
9. Berapa lama waktu perealisasian kredit yang diajukan ?...........hari
10. Berapa lama jangka waktu pengembalian kredit anda ?
11. Kenapa anda memilih mengambil kredit usaha rakyat (KUR), Alasan anda?
Lampiran 10. Hasil Output SPSS Regresi Linier
Variables Entered/Removedb
x7, x5, x6,
x4, x2, x1,
x3a
. Enter
Model
1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: yb.
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .407(a) .665 .584 925447.897
a Predictors: (Constant), x7, x5, x6, x4, x2, x1, x3 b Dependent Variable: y
Coefficients a
-3958276 353155.6 11.208 .000
.084 .043 .318 2.147 .040
-.001 .004 -.041 -.235 .815
-.001 .002 -.164 -.560 .577
79793.974 34378.088 .280 2.321 .023
4990.259 13241.162 .044 2.062 .042
.001 .002 .047 1.861 .072
-17949.6 33383.686 -.062 -.538 .592
(Constant)
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta
Standardized Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: y a.
ANOVA b
1.808E+013 7 2.58E+12 3.10E+00 .006 a
6.00E+013 72 8.33E+11 7.81E+013 79
Regression Residuall
Total
Model 1
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), x7, x5, x6, x4, x2, x1, x3 a.
Dependent Variable: y b.
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation Minimum Maksimum
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
4462500 4435709
25453375 77017500
4.0125 11.9250
62015000 9.6750
967101.241 3656504.583 46246893.89 157340960.2
3.39934 8.47151
126337613.9 3.34428
1.000.000 500.000 170.000
0 1 1 0 3
5.000.000 20.000.000
250.000.000 900.000.000
13 29
600.000.000 17
3 2 1 0 -1 -2
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2
-3
-4
Regression Studentized Deleted
(Press) Residual
Dependent Variable: y
Scatterplot
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expected Cum Prob
Dependent Variable: y
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Lampiran 11. Undang-Undang RI Tentang UMKM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2008
TENTANG
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan
melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi
ekonomi;
b. bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi
dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang
mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan
struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan
berkeadila n;
c. bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh,
optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang
kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan
pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan
kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan
pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;
d. bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang
semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh
jaminan kepastian dan keadilan usaha;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA MIKRO, KECIL,
DAN MENENGAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih ata u hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan
Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk
penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi
usaha yang tangguh dan mandiri.
9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan
perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi
agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan,
kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.
10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,
pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan
lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk
memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka
memperkuat permodalannya.
13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung
maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.
15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab
untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:
a. kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi;
c. kebersamaan;
d. efisiensi berkeadilan;
e. berkelanjutan;
f. berwawasan lingkungan;
g. kemandirian;
h. keseimbangan kemajuan; dan
i. kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 3
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan.
BAB III
PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN
Bagian Kesatu
Prinsip Pemberdayaan
Pasal 4
Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan
berkeadilan;
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar
sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara
terpadu.
Bagian Kedua
Tujuan Pemberdayaan
Pasal 5
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang, dan berkeadilan;
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
BAB IV
KRITERIA
Pasal 6
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
ayat (2)huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya
dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB V
PENUMBUHAN IKLIM USAHA
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi
aspek:
a. pendanaan;
b. sarana dan prasarana;
c. informasi usaha;
d. kemitraan;
e. perizinan usaha;
f. kesempatan berusaha;
g. promosi dagang; dan
h. dukungan kelembagaan.
(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu
menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a
ditujukan untuk:
a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank;
b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya
sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat,
tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk
mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang
disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik
yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
Pasal 9
Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b
ditujukan untuk:
a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan
mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan
b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan
Kecil.
Pasal 10
Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:
a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan
informasi bisnis;
b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber
pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan
c. memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.
Pasal 11
Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:
a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan
Usaha Besar;
c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam
pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam
pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;
e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah;
f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya
persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan
g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh
orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.