h09epm

110
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EKO PUTRO MULYARTO H34066038 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Upload: andriyanmuhammad

Post on 14-Jul-2016

25 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

etewr

TRANSCRIPT

Page 1: H09epm

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

EKO PUTRO MULYARTO

H34066038

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Page 2: H09epm

RINGKASAN

EKO PUTRO MULYARTO. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi

Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang

Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ETRIYA).

Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting

untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar

adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai

tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro,

kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari

berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala

lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah

kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran

dan manajemen.

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat

memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. KUR merupakan

fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan

menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup

sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir dari program KUR

adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan

tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan November 2007,

akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan Maret 2008.

KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil dan

mikro yang disalurkan melalui BRI Unit

BRI Unit Leuwiliang merupakan salah satu unit kerja di BRI Cabang

Bogor. BRI Unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak dalam penyaluran KUR

akan tetapi besar jumlah realisasi kreditnya berada di urutan ketiga setelah BRI

Unit Cijeruk dan BRI Unit Cisarua. Jumlah realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang

setiap bulannya selalu mengalami penurunan. Sehingga perlu diketahui faktor-

faktor yang mempengaruhi permintaan realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang

agar perealisasiannya dapat meningkat. Dengan demikian dapat dilihat faktor-

faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang.

Penelitian ini dilaksanakan untuk tujuan menganalisis karakteristik

nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang serta menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Metode pengambilan

sampel menggunakan metode sample random sampling (pengambilan sampel

secara acak) dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Alat analisis yang

digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi linear berganda.

Mekanisme penyaluran KUR yang telah dilakukan oleh BRI Unit

Leuwiliang dapat dikatakan tidak sulit. Syarat-syarat maupun prosedur telah

disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima oleh

masyarakat. Prosedur penyaluran kredit meliputi pelaksanaan persyaratan awal,

pendaftaran, dan pemeriksaan usaha calon nasabah. Pemeriksaan usaha calon

nasabah tidak terlepas dari prinsip penyaluran kredit (5 C).

Page 3: H09epm

Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik responden berdasarkan

pada prinsip penyaluran kredit, dapat diketahui bahwa karakteristik nasabah KUR

BRI Unit Leuwiliang secara umum responden mayoritas adalah laki-laki sebesar

87,5 persen. Responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas berusia 33-46 tahun

sebesar 46,25 persen. Tingkat pendidikan yang dicapai responden mayoritas

hanya sampai tingkat SMU sebesar 43,75 persen. Jenis pekerjaan responden

merupakan salah satu kriteria karakteristik responden, mayoritas responden BRI

Unit Leuwiliang berprofesi sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen. Jumlah

penghasilan per bulan responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas berkisar satu

sampai dengan lima juta rupiah sebesar 47,5 persen. Waktu yang ditempuh

responden untuk dapat ke BRI Unit Leuwiliang yaitu selama satu sampai dengan

15 menit sebesar 81,25 persen.

Penilaian karakteristik responden juga dapat dilihat dari frekuensi

pinjaman responden. Berdasarkan hasil penelitian, responden BRI Unit

Leuwiliang mayoritas memiliki frekuensi pinjaman satu sampai tiga kali sebesar

62,5 persen. Hal ini menyatakan bahwa sebagian besar responden merupakan

nasabah baru dalam mengajukan pinjaman. Selain itu, waktu perealisasiannya

adalah selama tujuh hari sebesar 60 persen. Sebagian besar responden memiliki

modal usaha sebanyak >10 juta rupiah sebesar 73,75 persen. Berdasarkan hasil

wawancara dengan responden di BRI Unit Leuwiliang kondisi perekonomian

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan usaha yang dijalankan. Saat ini

di wilayah Leuwiliang terdapat beberapa usaha yang sangat membutuhkan dana

untuk mempertahankan usahanya dikarenakan ketatnya persaingan, selain itu ada

beberapa usaha yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan

membuka usaha baru.

Berdasarkan hasil regresi linear berganda diketahui bahwa hasil uji-F

menyatakan bahwa dari keseluruhan peubah bebas mempengaruhi secara nyata

perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang, dengan nilai P-value sebesar 0,006

lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05. Dari hasil uji-t diketahui bahwa variabel-

variabel yang berpengaruh nyata terhadap perealisasian KUR pada α = 0,05 ada

tiga faktor yang mempengaruhi perealisasian KUR, yaitu tingkat pendapatan per

bulan, frekuensi pengambilan kredit, dan lama usaha. Sedangkan pada α = 0,1

faktor yang mempengaruhi realisasi kredit yaitu modal usaha. Koefisien

determinasi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 58,4 persen, yang artinya

kemampuan seluruh variabel X mampu menjelaskan secara nyata keragaman

perealisasian KUR sebesar 58,4 persen.

Dari keseluruhan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi

KUR dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi

KUR ada empat, yaitu pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan

modal usaha. Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang

mempengaruhi secara negatif, yaitu aset keluarga, aset usaha dan lama

pendidikan.

BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih memfokuskan pada faktor

pendapatan, pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha dalam memenuhi

perealisasian KUR guna mendapatkan calon nasabah yang memiliki kualifikasi

yang baik. BRI Unit Leuwiliang diharapkan meningkatkan daya serap KUR bagi

nasabah dengan melakukan kegiatan pembinaan dan sosialisasi yang berkaitan

Page 4: H09epm

dengan manajemen usaha untuk meningkatkan usahanya sehingga perealisasian

terhadap KUR meningkat. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih menilai

karakteristik responden dalam perealisasian KUR sehingga perealisasian kredit

tepat sasaran bagi pengusaha mikro dan kecil yang membutuhkan dan memenuhi

persyaratan KUR BRI Unit Leuwiliang serta untuk penelitian lanjutan, disarankan

untuk mengkaji efektivitas penyaluran KUR kepada masyarakat di BRI.

Page 5: H09epm

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG

KABUPATEN BOGOR

EKO PUTRO MULYARTO

H34066038

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 6: H09epm

Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat

(KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten

Bogor.

Nama : Eko Putro Mulyarto

NRP : H34066038

Bogor, Maret 2009

Disetujui,

Pembimbing

Etriya, SP, MM

NIP. 132 310 809

Diketahui :

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 131 415 082

Tanggal Lulus :

Page 7: H09epm

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat

Indonesia Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum pernah

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Eko Putro Mulyarto

NRP.H34066038

Page 8: H09epm

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Juli 1985. Penulis adalah

anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Toto Prasetyo dan Ibu Sri

Erita Aprillani.

Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Polisi I Bogor

dan lulus pada tahun 1997 dan kemudian dilanjutkan pada pendidikan tingkat

menengah pada SMP Negeri 4 Bogor dan dapat diselesaikan pada tahun 2000.

Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 pada SMU

Bina Bangsa Sejahtera Bogor kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada

Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor yang diselesaikan penulis pada tahun 2006. Pada tahun yang

sama, penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan

Khusus, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Page 9: H09epm

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen

Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian.

Skripsi ini berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten

Bogor”. Skripsi ini menguraikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

realisasi kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia khususnya di BRI

Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, Namur

demikian penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2009

Eko Putro Mulyarto

Page 10: H09epm

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur, akhirnya penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan sesuai

dengan waktu yang direncanakan. Penyelesaian penulisan Skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis

ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada:

1. Etriya, SP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada

penulis mulai dari awal sampai dengan skripsi ini selesai.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator kolokium atas

perbaikan yang telah diberikan terhadap isi dan format skripsi.

3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang

penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan

saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dra. Yusalina, Msi selaku dosen komite pendidikan pada ujian sidang

penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan saran kepada

penulis demi perbaikan skripsi ini.

5. Orang tua tercinta, Bapak Toto Prasetyo dan Ibu Sri Erita Aprillani serta

adikku tersayang Eryasih Setyorini atas perhatian yang tulus dan kasih

sayang yang telah dicurahkan serta dukungan moril dan materil selama ini

dan dalam penyelesaian skripsi.

6. Pemimpin Cabang Bank Rakyat Indonesia periode 2008 Bapak Achmad

Chumaidi, dan Pemimpin Cabang Bank Rakyat Indonesia periode 2009

Bapak Subandi yang telah mendukung serta memberikan dorongan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

7. Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang Bapak Dayan yang telah mengijinkan

penulis untuk melakukan penelitian di BRI Unit Leuwiliang.

8. Mantri BRI Unit Leuwiliang Bapak Heri serta seluruh jajaran BRI Unit

Leuwiliang baik Deskman, Teller serta petugas lainnya yang banyak

memberikan bantuan kepada penulis.

Page 11: H09epm

9. Dhita yang selalu mendampingi dan menemani penulis pada saat penulisan

skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan kesetiaannya terhadap penulis

selama ini.

10. Dimas Dwi Satya yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar

sehingga sangat membantu penulis dalam perbaikan skripsi ini.

11. Febry, Adhy, Aidi, Yuyun, Lia, Mira, serta teman-teman yang tidak bisa

disebutkan namanya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini, tarima kasih atas persahabatannya.

12. Seluruh teman-teman dari Diploma III Manajemen Agribisnis sampai

dengan Ekstensi Agribisnis terima kasih atas dukungan serta pertemanan

yang sangat baik.

13. Trizar yang telah bersedia membantu serta memberikan masukan kepada

penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung.

14. Mbak Umi atas pengertiannya dan bantuannya kepada penulis selama

penulisan skripsi ini berlangsung.

Bogor, Maret 2009

Eko Putro Mulyarto

Page 12: H09epm

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ .xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi

I. PENDAHULUAN .............................................................................. ..1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ ..1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................... ..6

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 10

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11

2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah ...................................... 11

2.2 Pengertian Bank ............................................................................ 12

2.3 Fungsi Bank .................................................................................. 13

2.4 Pengertian Kredit .......................................................................... 14

2.5 Macam-Macam Kredit BRI .......................................................... 16

2.6 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI ................................................. 18

2.7 Prosedur Umum Perkreditan ....................................................... 21

2.8 Mekanisme Penyaluran Kredit ..................................................... 22

2.9 Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 27

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 27

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 29

3.2.1 Permintaan Realisasi Kredit Usaha Rakyat .......................... 31

3.2.2 Penilaian Karakteristik Nasabah Berdasarkan Pada Prinsip

Penyaluran Kredit ................................................................. 33

IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 36

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 36

4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 36

4.2.1 Data Primer .......................................................................... 36

4.2.2 Data Sekunder ..................................................................... 36

4.3 Metode Pengambilan Sampel ........................................................ 37

4.4 Metode Pengolahan Analisis Data ................................................ 37

4.4.1 Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Realisasi

KUR ...................................................................................... 38

4.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda ........................................ 38

Page 13: H09epm

4.4.3 Evaluasi Model Pendugaan .................................................. 39

4.5 Asumsi Dalam Analisis Regresi Linear ........................................ 41

4.6 Hipotesa Penelitian........................................................................ 41

4.7 Definisi Operasional...................................................................... 42

V. GAMBARAN UMUM BRI ................................................................. 44

5.1 Sejarah BRI .................................................................................. 44

5.2 Visi, Misi, Tujuan BRI dan Sasaran Jangka Panjang ................... 46

5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI ............................................... 47

5.4 Bidang Usaha BRI ........................................................................ 48

5.5 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Bogor .............................. 49

5.6 Gambaran Umum Kantor BRI Unit Leuwiliang ........................... 50

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN ...................................................................................... 54

6.1 Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang ................ 54

6.2 Character (Karakter) Responden ................................................. 57

6.2.1 Jenis Kelamin Responden .................................................... 57

6.2.2 Usia Responden .................................................................... 58

6.2.3 Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 59

6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden .................................................. 60

6.2.5 Jumlah Penghasilan Per Bulan Responden .......................... 61

6.2.6 Waktu Tempuh Responden ke BRI...................................... 62

6.2.7 Frekuensi Pinjaman Responden ........................................... 63

6.2.8 Waktu Perealisasian KUR Responden ................................. 64

6.3 Modal Usaha Responden............................................................... 65

6.4 Kondisi Ekonomi .......................................................................... 66

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT LEUWILIANG ..... 67

7.1 Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent ........ 67

7.1.1 Variabel Dependent .............................................................. 69

7.1.2 Jumlah Pendapatan Responden ............................................ 69

7.1.3 Aset Keluarga Responden .................................................... 69

7.1.4 Aset Usaha Responden ......................................................... 70

7.1.5 Pengalaman Kredit Responden ............................................ 70

7.1.6 Lama Usaha Responden ....................................................... 71

7.1.7 Modal Usaha Responden ..................................................... 71

7.1.8 Lama Pendidikan Responden ............................................... 72

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 73

8.1 Kesimpulan ................................................................................. 73

8.2 Saran ............................................................................................ 74

Page 14: H09epm

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 75

LAMPIRAN .............................................................................................. 77

Page 15: H09epm

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor

Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 .............................................. .2

2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Kerja Usaha Kecil,

Menengah dan Besar Per Sektor Ekonomi di Indonesia

Tahun 2006.....................................................................................3

3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan

Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 .......... .4

4. Besar Dana dan Jumlah Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Per 30 Juni 2008..............................................................................6

5. Pertumbuhan Realisasi KUR Bulan Maret-Juli 2008 di BRI

Unit Leuwiliang Bogor....................................................................8

6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu.......................................... 26

7. Jenis Kelamin Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang...57

8. Usia Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang ................ 58

9. Tingkat Pendidikan Responden Nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang.................................................................................... 59

10. Jenis Pekerjaan Responden Nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang.................................................................................... 60

11. Jumlah Penghasilan Per Bulan Responden Nasabah KUR BRI

Unit Leuwiliang ........................................................................... 61

12. Waktu Tempuh Responden Nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang.................................................................................... 63

Page 16: H09epm

13. Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang.................................................................................... 63

14. Waktu Perealisasian KUR Responden Nasabah KUR BRI

Unit Leuwiliang ........................................................................... 64

15. Modal Usaha Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang .. 66

16. Hasil Pengujian Model Regresi Linear Berganda ........................ 68

Page 17: H09epm

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Prosedur Umum Perkreditan ................................................................ 22

2. Permintaan dan Penawaran Kredit ....................................................... 28

3. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 30

4. Struktur Organisasi BRI Unit Leuwiliang............................................ 51

Page 18: H09epm

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

17. Laporan Realisasi Kumulatif KUR BRI Unit Kantor Cabang

Bogor Bulan Juli 2008.....................................................................77

18. Laporan KUR Per Sektor BRI Unit Leuwiliang Bulan Juli

2008.................................................................................................78

19. Kuesioner Responden......................................................................79

20. Proporsi Jumlah Responden di BRI Unit Leuwiliang.....................83

21. Struktur Organisasi BRI Pusat……….............................................84

22. Struktur Organisasi Kantor Wilayah BRI ...................................... 85

23. Struktur Organisasi Kantor Cabang BRI ....................................... 86

24. Struktur Organisasi BRI Cabang Pembantu ................................... 87

25. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi KUR...................... 88

26. Hasil Output SPSS Regresi Linear ................................................. 89

27. Undang-Undang RI Tentang UMKM ............................................ 91

Page 19: H09epm

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, pada suatu negara

berkembang terdapat istilah ekonomi rakyat yang merupakan suatu konstruksi

pemahaman dari realita ekonomi. Ekonomi rakyat adalah suatu kegiatan ekonomi

yang dilakukan oleh usaha kecil dan mikro. Ekonomi rakyat merupakan pelaku

ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia (Kementerian Koperasi dan

UKM, 2007).

Lembaga pemerintahan dan swasta membagi pelaku ekonomi ke dalam

dua kelompok besar, yaitu ekonomi konglomerasi dan ekonomi rakyat. Sektor

ekonomi rakyat berbeda dengan sektor ekonomi konglomerasi karena aktivitas

ekonominya sepenuhnya milik rakyat, orientasi pasar dan usahanya juga

sepenuhnya milik rakyat dan relatif mandiri1. Ekonomi rakyat akan lebih tepat

dipahami sebagai usaha kecil dan mikro.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003, usaha

mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara

Indonesia, memiliki hasil penjualan paling banyak 100 juta rupiah dan dapat

menerima kredit dari bank maksimal 50 juta rupiah. Usaha kecil sebagaimana

dimaksud dalam UU No.9 Tahun 1995, adalah usaha produktif yang berskala

kecil dan memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta

rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil

penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah, serta dapat menerima

kredit dari bank diatas 50 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah. Usaha

menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 Tahun 1998, adalah usaha

produktif yang memenuhi kriteria kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta

rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank diatas 500 juta rupiah sampai

dengan lima milyar rupiah2.

_______________________ 1

Rahman Uyanto. 2004. Ekonomi Rakyat di Indonesia. http://www.smeru.or.id diakses 30 Juli

2008

2Efendi.2005. Penyaluran Kredit Berdasarkan Klasifikasi Usaha. http://www.pikiran-

rakyat.com diakses 30 Juli 2008

Page 20: H09epm

Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi

perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan

merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat

dilihat dari banyaknya jumlah usaha kecil yang ada di Indonesia. Pada tahun

2006 jumlah usaha kecil mendominasi sebanyak 48.823.019 unit dari total usaha

yang ada di Indonesia, sedangkan jumlah usaha menengah sebanyak 106.802 unit

dan jumlah usaha besar sebanyak 7.294 unit (Kementrian Negara Koperasi dan

UMKM, 2007).

Persentase terbesar dari usaha kecil ini adalah berasal dari sektor

pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 53,68 persen. Peran dari

sektor inilah yang tidak akan lepas dari perekonomian Indonesia sebagai negara

agraris. Jumlah usaha kecil, menengah dan besar menurut sektor ekonomi pada

tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di

Indonesia Tahun 2006

No

Sektor Ekonomi

Skala Usaha

Kecil Menengah

Besar

(unit) (%) (unit) (%) (unit) (%)

1 Pertanian,Peternakan,

Kehutanan

dan Perikanan

26.207.670 53,68 1.676 1,57 53 0,74

2 Pertambangan dan

Penggalian

265.676 0,54 617 0,58 120 1,67

3 Industri Pengolahan 3.200.620 6,55 16.886 15,81 2.555 35,47

4 Listrik, Gas dan Air 14.497 0,03 963 0,90 213 2,96

5 Bangunan 162.135 0,33 3.757 3,52 318 4,41

6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran

13.247.288 27,13 57.651 53,98 1.737 24,11

7 Pengangkutan dan

Komunikasi

2.697.174 5,52 4.763 4,46 322 4,47

8 Keuangan,

Persewaan, Jasa

Perusahaan

71.431 0,15 11.218 10,50 1.274 17,68

9 Jasa-jasa 2.956.434 6,07 9.180 8,68 612 8,49

Total 48.823.019 100 106.802 100 7.294 100

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007

Page 21: H09epm

Usaha mikro dan kecil memainkan peranan yang amat besar dalam

memajukan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase

Produk Domestik Bruto (PDB) kerja usaha kecil pada tahun 2006 mencapai 38,80

persen dari total PDB skala usaha lainnya dan mencapai 43,11 persen untuk nilai

persentase PDB tanpa migas, sedangkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan

dan perikanan yang memiliki persentase paling besar dari keseluruhan

persentase di skala usaha kecil, yaitu sebesar 87,25 persen (Kementerian

Negara Koperasi dan UMKM, 2007). Nilai PDB kerja usaha kecil, menengah

dan besar per sektor ekonomi menurut sektor ekonomi tahun 2006 dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Kerja Usaha Kecil, Menengah dan

Besar Per Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006

No

Sektor Ekonomi

Skala Usaha

Kecil

(%)

Menengah

(%)

Besar

(%)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan

dan Perikanan

87,25 8,64 4,12

2 Pertambangan dan Penggalian 8,20 3,25 88,55

3 Industri Pengolahan 13,07 11,90 75,03

4 Listrik, Gas dan Air 0,54 7,74 91,72

5 Bangunan 44,28 21,77 33,95

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 75,47 20,79 3,75

7 Pengangkutan dan Komunikasi 29,92 24,21 45,88

8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 17,03 46,89 36,09

9 Jasa-jasa 39,70 7,93 52,38

PDB 38,80 15,96 45,25

PDB Tanpa Migas 43,11 17,63 39,26

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007

Usaha kecil mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas bagi

masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja usaha kecil,

Page 22: H09epm

menengah dan besar tahun 2006 pada Tabel 3. Usaha kecil mampu menyerap

tenaga kerja sebesar 80.933.473 orang dari total penyerapan usaha kecil, usaha

menengah menyerap tenaga kerja sebanyak 4.483.198 orang dari total penyerapan

usaha menengah dan usaha besar menyerap sebanyak 3.388.558 orang dari total

penyerapan usaha besar (Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007).

Besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap, maka sektor usaha kecil merupakan

kunci peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar

Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006

No

Sektor Ekonomi

Skala Usaha

Kecil Menengah

Besar

(orang) (%) (orang) (%) (orang) (%)

1 Pertanian,Peternakan

, Kehutanan

dan Perikanan

37.965.878 46,90 805.531 17,96 43.126 1,27

2 Pertambangan dan

Penggalian

559.811 0,69 29.972 0,67 71.443 2,11

3 Industri Pengolahan 7.517.088 9,28 1.827.073 40,75 2.636.841 77,82

4 Listrik, Gas dan Air 78.205 0,09 38.970 0,86 53.202 1,57

5 Bangunan 627.595 0,77 89.897 2,00 24.882 0,73

6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran

21.401.446 26,44 784.589 17,50 166.749 4,92

7 Pengangkutan dan

Komunikasi

3.355.709 4,14 150.065 3,35 79.097 2,33

8 Keuangan,

Persewaan, Jasa

Perusahaan

531.427 0,65 246.978 5,51 171.532 5,06

9 Jasa-jasa 8.896.225 11,04 510.034 11,4 141.590 4,19

Total 80.933.473 100 4.483.198 100 3.388.558 100

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007

Masalah yang dihadapi dalam dunia usaha pada umumnya adalah

permodalan ketika akan melakukan pengembangan usaha. Demikian pula halnya

dengan usaha mikro, kecil dan menengah terdapat beberapa permasalahan yang

dihadapi dalam pengembangan usahanya, yaitu kurangnya akses terhadap

permodalan, kemitraan, serta peluang usaha. Permasalahan tersebut dapat

menghambat tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan mikro. Pada umumnya

keberhasilan suatu usaha diperlukan dana yang mencukupi, dimana semakin besar

Page 23: H09epm

dana yang tersedia memungkinkan keberhasilan usaha baik di bidang produksi

dalam ekonomi riil maupun dalam perdagangan, karena pemilik modal yang besar

biasanya mampu bertahan dalam menghadapi persaingan di pasar.

Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting

untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar

adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai

tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro,

kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari

berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala

lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah

kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran

dan manajemen ( Widi dalam Novitasari, 2006 ).

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat

memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Selain dari lembaga

perbankan saat ini kredit juga dapat diperoleh melalui program terbaru pemerintah

yang dikhususkan untuk memberikan modal kepada usaha mikro, kecil dan

menengah yang disebut dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR

merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh usaha mikro, kecil dan

menengah juga koperasi yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable,

maksudnya adalah usaha yang memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki

kemampuan untuk mengembalikan. KUR dapat diakses melalui bank-bank

pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam penyaluran dana KUR.

Pemerintah menunjuk enam bank pelaksana dalam penyaluran KUR, antara lain

Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank

Bukopin dan Bank Syariah Mandiri.

Menurut Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan kemiskinan

Sudjana Royat, realisasi penyaluran KUR yang disalurkan melalui enam bank

nasional tersebut per 30 Juni 2008 mencapai sekitar Rp 8,378 triliun dengan

jumlah debitur 916.527.

Pada akhir tahun diharapkan penyaluran dana KUR

mencapai Rp15 triliun dengan jumlah debitur sebanyak dua juta. Sektor yang

paling dominan dalam pemanfaatan KUR adalah sektor perdagangan sebesar 59

Page 24: H09epm

persen dan sektor pertanian sebesar 24 persen3. Besar KUR yang telah disalurkan

melalui enam bank pelaksana dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Besar Dana dan Jumlah Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Per 30 Juni

2008.

Bank Pelaksana Besar Dana

(Rp)

Jumlah Debitur

(orang)

BRI 2.019.000.000.000 17.086

BNI 1.002.000.000.000 7.852

Bank Mandiri dan Mandiri Syariah 1.044.000.000.000 33.482

BTN 104.892.000.000 618

Bank Bukopin 512.527.000.000 2.551

Sumber : Menko Kesra, 2008

Pada Tabel 4 terlihat bahwa penyaluran dana KUR terbesar di lakukan

oleh BRI. Hal tersebut terjadi karena BRI merupakan bank yang berpengalaman

dalam membantu permodalan usaha mikro dan kecil sehingga masyarakat sudah

mengetahui dengan baik akan program-program kredit yang dapat diberikan oleh

BRI terhadap usaha mikro dan kecil. Pada Bank Mandiri dan Mandiri Syariah

memiliki jumlah debitur terbanyak yaitu sebesar 33.482 debitur, dengan

penyaluran dana KUR sebesar Rp 1.044 Triliun. Sedangkan pada Bank BRI

jumlah debiturnya sebanyak 17.086 debitur, dengan penyaluran dana sebesar Rp

2.019 Triliun. Hal tersebut disebabkan karena debitur pada Bank BRI memiliki

permintaan jumlah KUR yang lebih besar dibandingkan pada Bank Mandiri dan

Mandiri Syariah.

1.2 Perumusan Masalah

BRI merupakan salah satu bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah

dalam penyaluran program KUR karena BRI merupakan bank yang sangat dekat

dengan usaha mikro dan kecil. BRI selama ini berfokus pada penyaluran

_______________________ 3

Menkokesra. 2008. Realisasi KUR per 30 Juni 2008 Rp 8,378 Triliun.

http://www.menkokesra.go.id diakses 3 Agustus 2008

Page 25: H09epm

kredit usaha mikro dan kecil. BRI bukan hanya membantu dalam permodalan

usaha mikro dan kecil, tetapi juga bantuan teknis agar usaha tersebut menjadi

bankable, seperti pengurusan sertifikat, surat izin usaha dan sebagainya. Selain

Progam kredit KUR yang dikeluarkan pemerintah BRI juga memiliki produk

Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) yang merupakan salah satu produk pinjaman

yang dikeluarkan oleh BRI dan juga merupakan kredit yang disalurkan bagi usaha

kecil dan menengah di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi

usaha mikro, kecil dan menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai

agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir

dari program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan

dan penyerapan tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan

November 2007, akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan

Maret 2008. KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-

usaha kecil dan mikro yang disalurkan melalui BRI Unit yang berada diseluruh

pelosok pedesaan dan juga perkotaan. Program KUR ini sedikit mengadaptasi

sistem kredit yang diterapkan oleh Grameen Bank di Bangladesh yang didirikan

oleh Muhammad Yunus, yaitu pemberian kredit tanpa agunan serta adanya sistem

kepercayaan yang ditujukan kepada sektor usaha mikro.

Semakin berkembang perindustrian di daerah perkotaan dan pedesaan, dan

meningkatnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah mengakibatkan tumbuhnya

persaingan yang ketat sehingga suatu perusahaan harus mampu bertahan dan lebih

mengembangkan usahanya. Untuk mempertahankan eksistensinya perusahaan

harus memiliki pondasi yang kuat seperti modal yang besar yang dapat digunakan

untuk menjalankan perusahaan, serta mengembangkan dan mempertahankan

bahkan meningkatkan kualitas produk.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah agribinis di Jawa Barat,

salah satunya adalah wilayah Leuwiliang yang terletak di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan besaran penyaluran KUR di setiap BRI Unit pada BRI Kantor

Cabang Bogor pada tahun 2008 (Lampiran 1), BRI Unit Leuwiliang memiliki

debitur terbanyak dalam penyaluran KUR akan tetapi besar jumlah realisasi

kreditnya berada di urutan ketiga setelah BRI Unit Cijeruk dan BRI Unit Cisarua,

Page 26: H09epm

ini menyatakan bahwa di wilayah Leuwiliang banyak usaha mikro, kecil dan

menengah yang sedang tumbuh dan berkembang.

Wilayah Leuwiliang merupakan daerah yang berpotensi dalam usaha

mikro dan kecil, akan tetapi besar nominal KUR yang telah disalurkan oleh BRI

Unit Leuwiliang menempati peringkat ke tiga untuk keseluruhan BRI Kantor

Cabang Bogor. Per Juli tahun 2008 penyaluran KUR persektor ekonomi pada

BRI Unit Leuwiliang lebih besar diberikan pada sektor perdagangan dibandingkan

sektor agribisnis atau pertanian yaitu mencapai lebih dari satu milyar rupiah

(Lampiran 2).

Jumlah realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang setiap bulannya selalu

mengalami penurunan. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang agar permintaannya dapat

meningkat. Dengan demikian dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi

realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Pertumbuhan realisasi KUR di BRI Unit

Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pertumbuhan Realisasi KUR Bulan Maret – Juli 2008 di BRI Unit

Leuwiliang Bogor.

Bulan Debitur

(orang)

Pertumbuhan

(%)

Jumlah

(Rp)

Pertumbuhan

(%)

Maret 66 - 217.500.000 -

April 124 87,88 391.950.000 80,21

Mei 84 -32,26 248.000.000 -37,73

Juni 55 -34,52 209.500.000 -15,52

Juli 48 -12,73 162.000.000 -22,67

Total 377 1.228.950.000

Sumber : BRI Unit Leuwiliang, 2008

Jumlah debitur KUR di BRI Unit Leuwiliang sampai dengan bulan Juli

2008 sebanyak 377 orang namun yang bergerak di bidang agribisnis sebanyak 253

orang. Sistem agribisnis meliputi subsistem input, subsistem on farm, subsistem

Page 27: H09epm

output dan pengolahan. Debitur KUR di BRI unit Leuwiliang kebanyakan

termasuk pada subsistem output dan juga pengolahan.

Untuk meningkatkan jumlah pinjaman dan pencapaian target permintaan

KUR yang sampai saat ini belum tercapai, BRI perlu mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi realisasi KUR tersebut. Ada beberapa usaha yang telah

dilakukan oleh BRI yaitu dengan memberikan kemudahan pelayanan, kedekatan

dengan nasabah, bunga flat dan juga jangka waktu yang dapat disesuaikan oleh

nasabah.

Plafond maksimum KUR di BRI Unit sebesar lima juta rupiah. Dengan

besar plafond yang dikeluarkan oleh BRI Unit diharapkan usaha mikro dan kecil

dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan permintaan realisasi KUR oleh nasabah. Untuk dapat mencapai

peningkatan realisasi KUR, BRI Unit Leuwiliang perlu mengetahui dan

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR serta

karakteristik nasabah KUR.

Karakteristik nasabah KUR di BRI Unit leuwiliang sangat penting untuk

diidentifikasi karena terkait dengan karakter nasabah atau keberhasilan nasabah

dalam menjalankan usahanya serta kemampuan dalam pengembalian kredit.

Dengan demikian BRI Unit Leuwiliang dapat menentukan nasabah yang tepat

dan jumlah KUR yang tepat untuk nasabah tersebut. Selain itu, peningkatan

realisasi KUR di wilayah Leuwiliang disebabkan oleh tingginya tingkat

kebutuhan masyarakat wilayah Leuwiliang untuk memperluas dan

mengembangkan usahanya serta adanya kemudahan-kemudahan prosedur yang

diberikan oleh BRI Unit Leuwiliang dalam pemberian KUR.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diperoleh perumusan masalah yang

akan dibahas di penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit

Leuwiliang ?

Page 28: H09epm

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai

melalui penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di tingkat

nasabah pada BRI Unit Leuwiliang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat dan kegunaan

juga informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:

1. Bagi BRI Unit Leuwiliang, diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat

fakor-faktor yang mempengaruhi permintaan realisasi pinjaman KUR,

sehingga realisasi KUR akan meningkat serta tepat sasaran.

2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan

referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.

3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat

kuliah, mengaplikasikan teori, berpikir kritis dan sistematis.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi realisasi kredit, khususnya realisasi terhadap Kredit Usaha Rakyat

(KUR) di bidang agribisnis di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Studi kasus pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Leuwiliang.

Page 29: H09epm

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah

Usaha mikro kecil menengah merupakan usaha produktif milik keluarga

atau perorangan Warga Negara Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No.20 Tahun 2008 mendefinisikan kriteria Usaha Mikro Kecil

Menengah (UMKM) sebagai berikut:

1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah.

2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar

lima ratus juta rupiah).

3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar

lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00

(lima puluh milyar rupiah).

Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi

perekonomian nasional. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh

berbagai instansi di Indonesia, yaitu:

a. Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil, mengatur kriteria usaha

kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp

200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu

Page 30: H09epm

berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset

tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta

hingga Rp 10 milyar.

b. Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha

kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha

menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai

dengan Rp 50 milyar per tahun.

c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil

dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp

5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di bidang perdagangan dan industri

juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200

juta dan omzet per tahun kurang dari Rp 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun

1995).

d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995,

sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset

tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200

juta s/d Rp 5 miliar) dan non manufaktur (Rp 200 – 600 juta).

e. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah

tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang;

usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki

pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

2.2 Pengertian Bank

Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa fungsi bank itu

adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi

masyarakat yang membutuhkan. Bank disebut sebagai lembaga kepercayaan,

karena bank harus dapat dipercayai oleh masyarakat sehingga mereka yakin untuk

menyimpan uangnya di bank. Demikian juga sebaliknya, masyarakat yang

menerima dana dari bank juga harus benar-benar dapat dipercaya sehingga pada

waktunya dana itu dapat kembali baik pokok maupun bunga sesuai dengan yang

Page 31: H09epm

disepakati semula. Berikut akan disampaikan dua defenisi bank, sebagai berikut :

(Suyatno dkk, 2005).

a. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, tentang perbankan

menyatakan : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.

b. Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan : Bank adalah suatu badan

yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat

pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnnya dari orang lain

maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang

giral.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan

tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam

lalu lintas pembayaran.

Dalam menjalankan usahanya bank melakukan penghimpunan dana dalam

bentuk simpanan yang merupakan sumber dana dari bank tersebut, kemudian bank

menyalurkan kembali dana tersebut. Dalam penyaluran kembali dana tersebut ke

masyarakat, diharapkan bank tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan

yang besar, tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan pada peningkatan taraf

hidup masyarakat.

2.3 Fungsi bank

Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan

pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang

bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka

meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi bank dapat

dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Penghimpun dana untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana

b. Penyalur atau pemberi kredit bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan

dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan

Page 32: H09epm

kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar

untuk usaha.

c. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat

dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan

dan pemilikan harta tetap.

d. Pelayanan jasa bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas

pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain

pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.

2.4 Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka

dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi

kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan

kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokok-

pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan

atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun

1998 yang merupakan perubahan dari Undang - Undang No .7 Tahun 1992 ,

menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau

pengambilan kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor

produksi dapat dilakukan lebih intensif, sehingga pada akhirnya dapat

meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan

ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu

pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh adanya peningkatan produksi (output).

Page 33: H09epm

Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input

atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun

penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal.

Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan

modal.

Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal

pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit,

maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan.

Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu

kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam

untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit

konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai

konsumsi keluarganya.

Menurut Suyatno (2005) menyatakan bahwa dalam transaksi kredit

terdapat unsur-unsur kredit, yaitu :

1. Kepercayaan

Merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan

baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya

kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang.

Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya si pemberi kredit telah melakukan

penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah

dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.

2. Waktu

Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur

waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang

lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang

akan datang.

3. Degree of Risk

Suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang

memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan

diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka waktu kredit

Page 34: H09epm

yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena dalam waktu

tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan.

Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Oleh karena itu,

dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.

4. Prestasi atau Objek Kredit

Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat

diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk

uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut

uang.

2.5 Macam-Macam Kredit BRI

Kredit-kredit yang dilayani BRI terdiri dari Kredit Kepada Golongan

Berpenghasilan Tetap (Kretap), Kredit Pensiun (Kresun), Kredit Umum Pedesaan

(Kupedes), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan

Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

1. Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap (Kretap)

Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap yang selanjutnya

disebut Kretap merupakan kredit yang diberikan kepada para pegawai Instansi

Pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Tentara Nasional Indonesia

(TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan pegawai swasta yang telah

diangkat sebagai pegawai tetap. Kretap dilayani oleh BRI Kantor Cabang dan

Kantor Cabang Pembantu.

Pemberian kretap dilakukan secara kolektif dengan rekomendasi dan

adanya perjanjian kerjasama antara BRI dengan pimpinan instansi atau

perusahaan tempat pegawai yang bersangkutan bekerja. Kretap diberikan atas

dasar penghasilan atau gaji bulanan pegawai dan pembayaran angsurannya

dilakukan dengan mengadakan kerjasama pemotongan gaji dengan instansi

atau perusahaan dimana pegawai tersebut bekerja. Kretap diberikan dalam

bentuk persekot dengan angsuran bulanan secara tetap pokok dan bunga.

Page 35: H09epm

2. Kredit Pensiun (Kresun)

Kredit Pensiun yang selanjutnya disebut Kresun adalah kredit yang

diberikan kepada para pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), pusat maupun

daerah atau jandanya, Pensiunan TNI dan POLRI atau jandanya, Pensiunan

Pegawai BUMN dan BUMD atau jandanya, Pensiunan Karyawan Swasta

yang instansinya mempunyai Yayasan Dana Pensiun atau jandanya, Pensiunan

pegawai lainnya atau jandanya yang menerima pension secara tetap dari

perusahaan asuransi ataupun perusahaan dana pension yang dapat dipercaya

BRI. Kresun dilayani di Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu.

Pemberian Kresun atas dasar penghasilan pensiunnya dan

pembayarannya dilakukan dengan mengadakan kerjasama pemotongan

pensiun dengan Lembaga yang membayarkan pensiun. Kresun diberikan

dalam bentuk persekot dengan angsuran bulanan.

3. Kredit Umum Pedesaan (Kupedes)

Kupedes adalah fasilitas kredit yang bersifat umum, individual, selektif

dan berbunga wajar yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan

usaha mikro yang layak (eligible). Kupedes merupakan kredit yang dilayani di

BRI Unit dan diberikan dalam mata uang rupiah.

4. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

KUR adalah fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus

diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang

usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai

persyaratan yang ditetapkan oleh BRI yang bertujuan untuk meningkatkan

perekonomian di tingkat usaha mikro, kecil dan menengah dan juga koperasi.

KUR merupakan kredit yang dilayani saat ini hanya di BRI Unit dan diberikan

dalam mata uang rupiah.

5. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

Kredit Kendaraan Bermotor merupakan kredit yang diberikan untuk

keperluan pembelian kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang

dimaksud adalah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat baik

yang masih baru maupun yang sudah bekas. Pasar sasarannya yaitu

Page 36: H09epm

perorangan maupun badan usaha atau instansi. Kredit Kendaraan Bermotor ini

dilayani di BRI Kantor Cabang.

6. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Kredit Pemilikan Rumah adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh

BRI kepada perorangan baik yang berpenghasilan tetap, profesional, dan

wiraswasta untuk keperluan pembelian, pembangunan maupun renovasi

rumah. Kredit Pemilikan Rumah ini dilayani di BRI Kantor Cabang

2.6 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI

Bank Rakyat Indonesia Unit (BRI Unit) merupakan salah satu dari unit

kerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang melayani kegiatan usaha perbankan pada

segmen mikro. Secara struktural BRI Unit berada di level paling bawah dalam

struktur organisasi BRI. Unit kerja yang berada di atas BRI Unit secara berturut-

turut adalah Kantor Cabang, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat. Formasi standar

pekerja di BRI Unit cukup sederhana, yaitu terdiri dari empat fungsi. Fungsi-

fungsi tersebut adalah Kepala Unit, Mantri, Teller dan Deskman yang harus

ditangani minimal oleh empat orang pekerja, yang merupakan jumlah standar

pekerja di BRI Unit.

BRI Unit yang sebelumnya bernama BRI Unit Desa, pertama sekali

dibentuk pada tahun 1969, berkaitan dengan program Bimbingan Massal (Bimas)

yang merupakan program pemerintah. Peran BRI Unit Desa dalam program

Bimas tersebut adalah sebagai pemberi modal kepada petani di wilayah pedesaan.

Dana yang disalurkan BRI Unit kepada petani ini berasal dari dana pemerintah,

dalam hal ini BRI melalui BRI Unit Desa hanya berfungsi sebagai agen

pemerintah (Agent of Development). Penyaluran kredit Bimas sangat dipengaruhi

oleh kebijakan pemerintah daerah setempat khususnya dalam hal menentukan

sasaran kredit. BRI Unit Desa tidak mempunyai kewenangan penuh karena segala

ketentuan dan sistemnya ditentukan atau tergantung pemerintah. Dalam hal ini

BRI Unit Desa lebih bersifat „kasir‟ saja karena tidak mempunyai kewenangan

untuk melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja yang

layak untuk diberi kredit. Karena realisasi dan kinerja Bimas mengalami

penurunan akhirnya pada tahun 1983 program Bimas dihentikan.

Page 37: H09epm

Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi keuangan

dan perbankan, diantaranya diberi kemudahan persyaratan untuk mendirikan

sebuah bank dan setiap bank dapat menentukan sendiri tingkat suku bunga

produknya. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh BRI tentang keberadaan BRI Unit

Desa yaitu dengan merubah fungsi BRI Unit Desa yang semula keberadaannya

hanya berfungsi sebagai agen pemerintah dalam penyaluran kredit Bimas menjadi

Lembaga Perantara Keuangan Pedesaan (Commercial Rural Financial

Intermediary). Lokasi BRI Unit Desa yang semula lebih banyak didirikan di

daerah pertanian atau persawahan, mulai direalokasikan ke sentra-sentra

perekonomian di wilayah setempat. Sejak tahun 1984 nama BRI Unit Desa

diganti dengan nama yang lebih komersial yaitu BRI Unit, dengan tidak hanya

melayani masyarakat pedesaan juga perkotaan dan mulai menyalurkan Kredit

Umum Pedesaan (Kupedes) yang pendekatannya mengarah ke komersial, selain

itu juga mengukuhkan BRI sebagai bank komersial yang memfokuskan usahanya

pada usaha mikro, kecil dan menengah.

Sebagai lembaga keuangan perbankan pada umumnya melakukan kegiatan

pelayanan pinjaman simpanan dan juga pelayanan jasa perbankan lainnya, seperti

transfer, kliring, inkaso payment point dan money changer. Khusus pelayanan

pinjaman di BRI Unit disalurkan melalui Kupedes yang merupakan kredit bersifat

umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk

meningkatkan atau mengembangkan usaha mikro yang layak.

Pada akhir tahun 2007 pemerintah mengeluarkan program KUR, program

KUR ini sedikit diadaptasi oleh pemerintah Indonesia dari Grameen Bank (Bank

Pedesaan) yang pertama kali didirikan di Bangladesh pada tahun 1976. Grameen

Bank ini didirikan oleh Muhammad Yunus yang menerima hadiah Nobel

perdamaian pada tanggal 13 Oktober 2006. Grameen Bank merupakan sebuah

organisasi kredit mikro yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang

kurang mampu tanpa memerlukan agunan dan membuat sistem perbankan

berdasarkan saling percaya. Konsep Grameen Bank ini sudah diterapkan

dibeberapa negara contohnya adalah Malaysia dan Filipina. Konsep ini pun

akhirnya direalisasikan oleh Indonesia dengan mengeluarkan program KUR yang

Page 38: H09epm

merupakan langkah nyata dalam membantu pengusaha mikro kecil dan menengah

dalam pemberian kredit mikro.

KUR yang disalurkan melalui BRI sebagai salah satu bank pelaksana yang

merupakan fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi

kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang usahanya cukup

layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan

yang telah ditetapkan oleh pihak perbankan. Program KUR bertujuan untuk

meningkatkan perekonomian khususnya di bidang usaha mikro, kecil dan

menengah, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. KUR dimulai

dengan adanya Keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada

tanggal 9 maret 2007 bertempat di kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM.

Salah satu agenda keputusannya antara lain, dalam rangka pengembangan usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi, pemerintah akan mendorong

peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada kredit atau pembiayaan dari

perbankan melalui peningkatan kapasitas perusahaan penjamin. Dengan demikian

UMKM dan koperasi yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses kredit

atau pembiayaan dari perbankan karena kekurangan agunan dapat diatasi.

KUR baru dilaksanakan oleh BRI pada bulan Maret 2008, dan saat ini

hanya dilaksanakan oleh BRI Unit. KUR terbagi menjadi dua yaitu KUR Retail

dan KUR Mikro. KUR Retail maksimum plafond adalah sebesar Rp.500 juta,

sedangkan untuk KUR Mikro maksimum plafond adalah sebesar lima juta rupiah.

Saat ini BRI hanya mengeluarkan KUR dengan maksimum plafond sebesar lima

juta rupiah yang hanya dilakukan oleh BRI Unit, sedangkan KUR retail belum

dilakukan oleh BRI.

Setelah dana direalisasikan oleh pihak bank, pihak peminjam berkewajiban

mengembalikan kredit berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati bersama.

Jangka waktu kredit terbagi tiga, yaitu :

1. Kredit jangka pendek, berjangka waktu satu tahun.

2. Kredit jangka menengah, berjangka waktu antara satu tahun sampai dengan

tiga tahun.

3. Kredit jangka panjang, berjangka waktu lebih dari tiga tahun.

Page 39: H09epm

BRI Unit memberikan jangka waktu untuk pengembalian kredit berdasarkan jenis

pinjaman , yaitu :

1. Pinjaman untuk modal kerja (KMK), jangka waktu pengembaliannya adalah

dua tahun.

2. Pinjaman untuk investasi (KI), jangka waktu pengembaliannya adalah tiga

tahun.

Dalam pemberian kredit, pihak peminjam diharuskan memberikan agunan

(pinjaman) kepada pihak bank. Barang yang menjadi agunan biasanya adalah

surat-surat berharga seperti sertifikat rumah atau sertifikat tanah, sedangkan untuk

Kretap agunannya adalah SK kerja. Khusus untuk KUR pihak peminjam tidak

perlu memberikan agunan karena KUR merupakan kredit atau pinjaman tanpa

agunan dan dijamin oleh pemerintah. Dalam KUR pihak peminjam dikenakan

bunga pinjaman dalam pengembalian kredit, yaitu sebesar 1,125 persen per bulan.

Pemerintah menjamin kredit apabila ternyata kredit yang disalurkan macet melalui

perusahaan asuransi BUMN, yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan

Perum Sarana Pembinaan Usaha (SPU). Kedua perusahaan itu menanggung kredit

macet hingga 70 persen dari total kredit, hal itu terjadi karena KUR dijamin

pemerintah.

2.7 Prosedur Umum Perkreditan

Pengajuan kredit dari nasabah kepada pihak BRI Unit Leuwiliang melalui

beberapa tahap atau prosedur. Prosedur perkreditan ini sangat penting

dilaksanakan oleh pihak BRI Unit Leuwiliang dalam melakukan perealisasian

kredit. Prosedur umum perkreditan dimulai dari tahap awal yaitu permohonan

kredit, pemenuhan persyaratan kredit kemudian pengisian formulir permohonan

kredit, setelah itu dilakukan penilaian dan analisis dari permohonan kredit

sehingga dapat diambil keputusan atas permohonan kredit yang diajukan oleh

nasabah, hingga tahap pengawasan kredit. Prosedur umum perkreditan ini dapat

dilihat pada Gambar 1.

Page 40: H09epm

Gambar 1. Prosedur Umum Perkreditan Sumber : Bank Rakyat Indonesia, 2008

2.8 Mekanisme Penyaluran Kredit

Mekanisme penyaluran kredit terdiri atas syarat-syarat dan prosedur

pemberian kredit. Selain itu prinsip lima C turut mempengaruhi dalam pemberian

kredit. Kelima prinsip itu adalah :

1. Character (Karakter), Keadaan watak dan sifat calon nasabah baik dalam

kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Penilaian ini

merupakan penilaian terhadap kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji, serta

kemauan untuk membayar hutang-hutangnya. Tingkat kepercayaan debitur

(sifat maupun tingkah laku) mempengaruhi pihak bank dalam memberikan

kredit.

2. Capacity (Kapasitas), kemampuan yang dimiliki calon nasabah atau debitur

untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan,

termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh keuntungan atau

laba yang diharapkan.

3. Capital (Modal), meliputi modal dasar atau dana yang dimiliki calon nasabah

atau debitur untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya.

Adapun penilaian terhadap modal ini adalah untuk mengetahui keadaan

permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaannya. Semakin besar

nilainya dapat mepengaruhi pemberian kredit.

4. Collateral (Agunan), meliputi barang-barang yang diserahkan calon nasabah

atau debitur sebagai agunan kredit yang akan diterimanya. Tujuan penilaian

ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana resiko tidak terpenuhinya

kewajiban financial kepada bank dapat ditutup oleh nilai agunan yang

diserahkan calon nasabah. Penilaian terhadap barang agunan ini meliputi jenis

Permohonan

Kredit

Pemenuhan Persayaratan

Kredit

Pencairan Kredit

Pengisian Formulir

Permohonan Kredit

Keputusan atas

Permohonan Kredit

Pengawasan Kredit

Penilaian dan Analisis

Permohonan Kredit

Pelunasan Kredit

Page 41: H09epm

atau macam barang, nilainya, lokasinya, bukti pemilikan dan status

hukumnya.

5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi), merupakan faktor eksternal berupa

kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi

keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu

yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap kredit. Penilaian terhadap

kondisi ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi

ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah atau debitur

dan bagaimana debitur tersebut mengatasi dan mengantisipasinya, sehingga

usahanya tetap hidup dan berkembang.

2.9 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Pursito (2003) menganalisis mengenai

efektivitas dan faktor-faktor penyaluran kredit dalam pembiayaan industri kecil

dan menengah pangan oleh BRI di Semarang. Hasil analisis menunjukan bahwa

jumlah pegawai yang dikenal berpengaruh nyata positif terhadap pengambilan

kredit ritel komersial. Dari sisi kreditur dengan dikenalnya calon nasabah oleh

pegawai bank, maka akan memudahkan kreditur dalam mengumpulkan informasi

yang diperlukan, sehingga analisis dan evaluasi dengan prinsip 5 C diharapkan

memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Berdasarkan analisis menggunakan

model logit, peubah lama pendidikan, pengalaman usaha, rasio pendapatan,

jumlah karyawan dan jarak ke bank tidak berpengaruh nyata pada pengambilan

kredit.

Penelitian yang dilakukan oleh Risdwianto (2004) mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi volume penyaluran kredit. Analisis yang dilakukan di dalam

penelitian ini menggunakan model OLS (Ordinary Least Square). Hasil yang

diperoleh dari penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume

penyaluran kredit ini adalah rasio modal terhadap aset memberikan pengaruh yang

negatif terhadap volume kredit yang disalurkan oleh BRI, pengaruhnya bersifat

nyata dan signifikan pada taraf satu persen.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pangabean (2005) mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan tunggakan kupedes pada

Page 42: H09epm

nasabah BRI cabang Iskandar Muda, Medan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

faktor yang harus diperhatikan oleh BRI secara dominan dalam memberikan

kupedes adalah kemampuan nasabah dalam melakukan usahanya atau capacity

dan character, mengingat target kupedes adalah usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM). Alat analisis yang digunakan untuk meneliti faktor yang

mempengaruhi permintaan adalah regresi linear berganda dengan menggunakan

model double log.

Faktor yang menjadi penyebab tunggakan sangat beragam pada masing-

masing nasabah, sehingga tidak bias digeneralisasi. Secara umum dari tiga

kelompok usaha yang dianalisis (pertanian, perdagangan, dan industri) secara

mendasar disebabkan oleh penyimpangan penerimaan dan pengeluaran rumah

tangga. Usaha-usaha yang memiliki capacity atau kemampuan usaha yang paling

baik dan telah memiliki pengalaman dalam meminjam kupedes adalah usaha-

usaha yang memiliki resiko menunggak paling kecil. Sektor usaha perdagangan

juga merupakan sektor usaha dengan resiko yang paling kecil, sehingga memiliki

akses yang lebih cepat dalam menerima kredit. Penelitian tersebut dianalisis

menggunakan tabulasi yang akan menunjukan kondisi keuangan rumah tangga

dan usaha nasabah serta melihat keseluruhan pemasukan dan pengeluaran dalam

rumah tangga.

Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2006) berjudul Analisis Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes)

Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung Bogor, menyimpulkan bahwa faktor-

faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan Kupedes di BRI Unit Parung

adalah jumlah agunan, pengalaman kredit, dan omzet. Agunan (Collateral)

digunakan sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan kredit

tersebut gagal atau sebab-sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi

kreditnya dari usahanya yang normal. Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan

dalam pemberian kredit adalah karakter nasabah dengan kapasitas nasabah.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan uji

statistik t, uji statistik F, dan koefisien determinasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di wilayah

Page 43: H09epm

perkotaan dan pedesaan pada Bank BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup. Alat

analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda.

Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan adalah tingkat pendapatan,

aksesibilitas atau jarak, asset keluarga, asset usaha, frekuensi atau pengalaman

kredit, agunan atau jaminan, lama usaha, modal usaha, tingkat pendidikan, lokasi

dan jenis kelamin. Dari keseluruhan hasil analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan Kupedes dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi ada enam, yaitu pendapatan, aset keluarga, aset usaha,

pengalaman kredit, agunan dan modal.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu

adalah hasil penelitian terdahulu belum ada yang membahas tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi permintaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, penulis

mengambil lokasi penelitian pada BRI Unit Leuwiliang, di Kecamatan

Leuwiliang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya

adalah dari beberapa variabel-variabel yang dianalisis oleh Sari (2007) yaitu

pendapatan, aset usaha, aset keluarga, frekuensi atau pengalaman kredit, lama

usaha dan modal usaha. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini juga

menggunakan analisis regresi linier berganda dengan pengolahan data

menggunakan SPSS.

Page 44: H09epm

Tabel 6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti/

Tahun

Judul Metode Penelitian

1 Pursito

(2003)

Kajian Efektivitas dan Faktor-

Faktor Penyaluran Kredit Dalam

Pembiayaan Industri Kecil dan

Menengah Pangan Oleh BRI di

Semarang

Analisis Regresi

Logistik(Model

Logit)

2 Risdwianto

(2004)

Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Volume Penyaluran

Kredit Bank Rakyat Indonesia

Model OLS

( Ordinary Least

Square)

3 Pangabean

(2005)

Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Permintaan dan

Tunggakan Kupedes Pada Nasabah

Bank Rakyat Indonesia Kantor

Cabang Iskandar Muda Medan

Analisis Regresi

Linier Berganda

4 Tarigan

(2006)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Permintaan Kredit

Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam

Sektor Pertanian di BRI Unit

Parung Bogor

Analisis

Deskriptif

Analisis Regresi

Linier Berganda

5 Sari

(2007)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Permintaan Kredit

Umum Pedesaan (Kupedes) di

Wilayah Pedesaan dan Perkotaan,

Kasus pada BRI Unit Ciampea dan

BRI Unit Citeureup

Analisis

Deskriptif

Analisis Regresi

Linier Berganda

Page 45: H09epm

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersedian modal. Secara

garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu :

1. Modal Sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat

digunakan untuk mengembangkan usahanya.

2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat

digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal

ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur.

Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha.

Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan.

Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun

non formal.

Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit

konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit

produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam suatu kegiatan produksi

atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang

tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam

usahanya meningkatkan sektor usaha mikro, kecil dan menengah telah

melaksanakan dan mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang perbankan.

Dimulai dengan adanya bantuan kredit berupa KUT (Kredit Usaha Tani), Bimas

(Bimbingan Massal), Kkop (Kredit Kepada Koperasi) dan sebagainya.

Menurut Nuryartono (2005) permintaan pinjaman dana atau kredit tidaklah

sama dengan permintaan atas barang dalam pasar pada umumnya. Di dalam pasar

tiap-tiap harga barang akan melakukan penyesuaian secara otomatis untuk

memenuhi permintaan (demand) dan penawaran (supply) barang. Jika terdapat

kelebihan permintaan barang, maka harga akan naik dan jumlah persediaan barang

akan meningkat. Lain halnya dengan permintaan dana (kredit), dalam pemenuhan

permintaan kredit akan terdapat keterbatasan apabila terjadi kelebihan permintaan

kredit atau pinjaman.

Page 46: H09epm

Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit, jika permintaan

kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah

pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Selain itu yang

membedakan permintaan barang dengan permintaan kredit adalah resiko (risk),

karena dalam permintaan kredit resiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit,

dimana sering terdapat kendala dalam pengembaliannya sehingga menyebabkan

kredit macet. Oleh karena itu untuk menghindari resiko yang terjadi, maka

diperlukan adanya jaminan dalam permintaan kredit yang berguna sebagai alat

pengaman apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab lain

dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya.

Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa pada saat keseimbangan awal,

keseimbangan ada pada titik E0, dimana jumlah kredit yang ditawarkan adalah Q0

dan harga (tingkat bunga) i0. Jika jumlah permintaan terhadap kredit mengalami

peningkatan (D0 ke D1), maka jumlah kredit juga akan meningkat menjadi Q1 dan

tingkat bunga menjadi i2. Dengan demikian, tingkat keseimbangan menjadi E1.

Untuk mencegah adanya kenaikan tingkat suku bunga, maka pemerintah akan

mengeluarkan berbagai kebijakan, hal ini diharapkan dapat menggeser kurva

penawaran dari S0 ke S1. Dengan kata lain, tingkat keseimbangan turun ke E2.

Tingkat Bunga

S0 S1

i2 E1

i1 E2

i0

D0 D1

Q0 Q1 Q2 Jumlah Kredit

Gambar 2. Permintaan dan Penawaran Kredit Sumber: Tarigan, 2006

Page 47: H09epm

Dalam penetapan suku bunga KUR BRI Unit mengenakan suku bunga

sebesar 1,125 persen. Pengenaan bunga terhadap KUR sangat kecil sehingga

memberikan keringanan terhadap debitur bagi pengembalian kreditnya.

Pengenaan bunga KUR sebesar 1,125 persen ini sangat kecil karena tidak adanya

provisi (biaya yang dipungut oleh BRI Unit Leuwiliang).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Menurut Soebijantoro (2001) dalam Pangabean (2005), Bank Rakyat

Indonesia merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfokus kepada

penyediaan kredit bagi usaha kecil dan menengah. Pada Business Plan BRI tahun

2000 diharapkan pembiayaan untuk bisnis mikro mencapai 80 persen dan akan

terus bergerak di bidang mikro dan menengah. Visi BRI adalah Bank Rakyat

Indonesia dalam jangka panjang diharapkan menjadi bank komersial terkemuka

yang akan selalu peduli akan nasabah. Untuk mewujudkan visi ini maka BRI

menjalankan misinya yaitu melakukan kegiatan perbankan terbaik dengan

mengutamakan pelayanan kepada usaha kecil dan menengah, memberikan

pelayanan prima kepada nasabah dengan didukung oleh tenaga profesional dan

melakukan good corporate governance serta memberikan keuntungan dan

manfaat optimal kepada stakeholder. Berdasarkan visi dan misi dapat dilihat

salah satu strategi bisnis unit adalah dengan dikeluarkannya suatu program

pemberian pinjaman atau kredit.

Saat ini BRI telah mengeluarkan program pinjaman yang diberi nama

Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan oleh BRI Unit dengan plafond

maksimal sebesar lima juta rupiah. Dengan dikeluarkannya program pinjaman

atau kredit ini BRI mengharapkan adanya peningkatan ekspansi KUR, selain itu

dapat membantu dan semakin memajukan usaha mikro, kecil dan menengah. BRI

memberikan target-target bagi BRI unit sebagai penyalur KUR. Target –target

yang ditentukan salah satunya adalah mengenai permintaan KUR oleh nasabah.

Dalam pemenuhan target KUR yang sampai saat ini belum tercapai dan untuk

melakukan peningkatan jumlah pinjaman agar setiap bulannya dapat meningkat

jumlah realisasi kreditnya, maka BRI perlu mengetahui faktor-faktor yang

Page 48: H09epm

mempengaruhi pinjaman KUR oleh nasabah. Kerangka pemikiran operasional

dapat dilihat Pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional

BRI Unit Leuwiliang

KUR

Permasalahan :

Belum tercapainya target KUR di BRI Unit Leuwiliang

Adanya penurunan besar jumlah realisasi KUR setiap

bulannya di BRI Unit Leuwiliang

Karakteristik nasabah KUR

Berdasarkan Prinsip 5 C :

1. Character (Karakter)

2. Capacity (Kapasitas)

3. Capital (Modal)

4. Collateral (Agunan)

5. Condition of Economy

(Kondisi Ekonomi)

Variabel-variabel yang

mempengaruhi realisasi

KUR :

1. Tingkat pendapatan

usaha perbulan

2. Asset Keluarga

3. Asset Usaha

4. Pengalaman Kredit

5. Lama Usaha

6. Modal Usaha

7. Lama Pendidikan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang

Rekomendasi kebijakan kepada

BRI Unit Leuwiliang

Page 49: H09epm

3.2.1 Permintaan Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut (Zeller, 2002) karakteristik permintaan dibedakan menurut umur,

gender (jenis kelamin), dan tanggung jawab sosial. Dalam suatu rumah tangga,

alokasi tenaga kerja yang kompleks dibedakan menurut gender dan umur yang

digunakan dalam mengajukan permintaan dana atau kredit. Dalam ekonomi

rakyat, seorang kepala rumah tangga memiliki tenaga kerja yang merupakan

anggota keluarga, serta beberapa harta. Seluruh anggota keluarga bertanggung

jawab penuh pada investasi utama (modal) seperti barang-barang pertanian, alat-

alat perkakas dan juga pada pemenuhan keperluan rumah tangga, seperti makanan

dan minuman, kesehatan, pendidikan dan pakaian. Oleh karena itu untuk

pemenuhan kebutuhan hidup serta untuk pertumbuhan, suatu rumah tangga harus

memiliki tabungan, strategi kredit.

Selain dari kepala rumah tangga, anggota keluarga yang dewasa memiliki

kriteria yang lebih spesifik dalam permintaan jasa keuangan (pinjaman)

berdasarkan pada kebutuhan mereka dan juga berbagai jenis kegiatan-kegiatan

yang mereka lakukan. Selain itu seorang wanita yang sudah menikah harus tetap

memperhatikan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari walaupun mereka

menerima warisan dari orang tuanya, mayoritas wanita dibatasi oleh ketiadaan

modal dalam melakukan kegiatan usaha, sedangkan pria rata-rata memiliki

kapasitas pembiayaan 10 kali lebih besar dari wanita. Secara umum wanita dapat

mengembangkan suatu usaha dengan menggunakan input dengan biaya yang

rendah atau dengan mendapatkan bantuan modal dari pihak lain. Wanita biasanya

sering terlibat dalam usaha yang berpenghasilan rendah seperti usaha kerajinan

tangan atau usaha pembuat makanan ringan dalam skala kecil.

Realisasi terhadap KUR akan diduga dengan beberapa variabel atau

karakteristik. Karakteristik yang digunakan untuk menduga permintaan KUR

dalam penelitian ini adalah rumah tangga nasabah, karakteristik usaha,

pengalaman kredit, dan lama pendidikan. Permintaan nasabah terhadap KUR

diduga dipengaruhi karakteristik rumah tangga nasabah yaitu :

a. Tingkat pendapatan, maksudnya adalah besarnya pendapatan bersih yang

diperoleh dari omzet usaha-usaha yang dimilikinya maupun upah atau gaji

sebagai pegawai. Besarnya pendapatan menjadi salah satu kriteria dalam

Page 50: H09epm

permintaan kredit, untuk mengukur kemampuan nasabah dalam membayar

kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak

perbankan.

b. Jumlah aset keluarga, yang dimaksud adalah aset yang dimiliki responden

dalam rumah tangga, seperti kendaraan, televisi, komputer, kompor, radio,

dan lain-lain,

Karakteristik rumah tangga nasabah berpengaruh positif dalam permintaan

KUR sehingga permintaan KUR akan semakin besar, karena nasabah akan merasa

memiliki kemampuan membayar kredit yang lebih tinggi, sehingga BRI juga akan

memberikan pinjaman yang lebih besar. Karakteristik yang berpengaruh juga

dalam permintaan KUR adalah karakteristik usaha, dalam karakteristik usaha ini

yang dilihat adalah aset usaha, modal usaha dan lama usaha.

a. Aset usaha adalah barang-barang yang dimiliki oleh nasabah untuk

menjalankan dan mengembangkan usaha, jenis aset usaha ini tergantung dari

jenis usaha yang dijalankan. Apabila usaha yang dijalankan besar, maka aset

usaha yang dimilikinya dalam jumlah banyak, sedangkan apabila usahanya

kecil maka aset usaha yang dimilikinya dalam jumlah kecil.

b. Modal usaha, merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan

KUR, karena besarnya modal usaha akan mempengaruhi aset usaha dan juga

besarnya usaha yang dijalankan.

c. Lama usaha menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi realisasi KUR

karena lama usaha mempengaruhi perkembangan usaha yang dijalankan.

Karakteristik usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi KUR

karena dalam menjalankan usaha diperlukan modal, dengan modal akan

mempengaruhi perkembangan usaha. Dalam perkembangan usahanya diperlukan

tambahan modal sehingga mempengaruhi permintaan KUR. Lama usaha dan aset

usaha pun diduga berpengaruh terhadap permintaan kredit karena dapat

menunjukan eksistensi suatu usaha.

Selain karakteristik rumah tangga nasabah, dan karakteristik usaha

nasabah, karakteristik yang juga berpengaruh positif dalam permintaan KUR

adalah pengalaman kredit dan besarnya agunan (jaminan), akan tetapi khusus

untuk KUR tidak menggunakan agunan (jaminan). Pengalaman kredit adalah

Page 51: H09epm

besarnya frekuensi peminjaman nasabah. Pengalaman kredit berpengaruh positif

dalam permintaan KUR, karena nasabah-nasabah ini dianggap sudah lebih mampu

dalam menggunakan KUR yang dipinjamnya atau sudah lebih mampu dalam

mengatur keuangan usahanya yang dibiayai oleh KUR. Pihak BRI juga lebih

mengenal keseluruhan lima C dari nasabah, terutama character karena apabila

nasabah sering meminjam, maka pihak BRI akan semakin tahu kriteria character

nasabah tersebut, sehingga BRI mampu mempercayakan jumlah kredit yang lebih

besar bagi nasabah yang telah lama menjadi nasabahnya.

Faktor-faktor lain yang juga diduga mempengaruhi permintaan KUR

adalah pendidikan dan gender. Pendidikan, merupakan faktor yang

mempengaruhi permintaan KUR dimana semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka usaha yang dijalankan dalam volume yang besar sehingga

memerlukan pinjaman untuk perkembangan dan perluasan usahanya.

3.2.2 Penilaian Karakteristik Nasabah Berdasarkan Pada Prinsip

Penyaluran Kredit

Pihak perbankan dalam melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat

terlebih dahulu melakukan penilaian atau menganalisis calon nasabah. Hal ini

berlaku di BRI seperti yang tercantum dalam Pedoman Kerja Bank Rakyat

Indonesia (1991), yang menjelaskan penerapan “Prinsip 5C” atau Five Cs of

Credit dalam penyaluran kredit. Lima prinsip tersebut adalah :

1. Character (Karakter)

Pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan atau adanya keyakinan

bahwa debitur mempunyai watak atau sifat-sifat pribadi yang positif dan

kooperatif. Selain itu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan

pribadi, kehidupan sosial, maupun dalam menjalankan kegiatan usaha. Manfaat

penilaian character adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan

integritas serta tekad baik, yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban

dari calon debitur. Character ini merupakan faktor dominan, karena walaupun

calon debitur cukup mampu untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, tetapi bila

tidak ada itikad baik tentu akan membawa kesulitan.

Page 52: H09epm

Pada dasarnya pihak perbankan lebih suka memberikan kredit kepada

nasabah yang telah lama menjadi nasabah bank tersebut. Hal ini dikarenakan

pihak bank lebih mengetahui watak dan karakteristik debitur dalam memenuhi

kewajibannya. Bahkan pihak bank cenderung menambahkan jumlah kredit kepada

nasabah lama tersebut.

2. Capacity (Kapasitas)

Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi

kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan

usaha yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Jadi penilaian yang

dimaksudkan adalah sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut

akan mampu untuk melunasi kewajibannya tepat pada waktunya sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati.

3. Capital (Modal)

Capital merupakan jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh

calon debitur. Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan kredit yang

berfungsi sebagai penyedia dana. Namun dalam kaitan bisnis yang murni,

semakin kaya seseorang, maka semakin dipercaya untuk memperoleh kredit.

Secara rasional hal ini tentu tidak mengherankan karena seorang calon debitur

yang telah menanamkan dananya dalam proporsi yang besar dibandingkan dengan

kredit yang diperolehnya dari bank, tentu akan melakukan usahanya dengan

penuh tanggung jawab dan kesungguhan sehingga biasanya akan berhasil.

4. Collateral (Agunan atau Jaminan)

Manfaat dari collateral yaitu sebagai alat pengaman apabila usaha yang

dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat

melunasi kreditnya. Jaminan juga dapat sebagai alat pengaman dalam

menghadapi kemungkinan adanya ketidakpastian pada kurun waktu yang akan

datang pada saat kredit tersebut harus dilunasi. Penilaian terhadap jaminan harus

ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut ekonomis dari barang-barang yang menjadi

jaminan, serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang yang menjadi jaminan

telah memenuhi syarat-syarat yuridis untuk digunakan sebagai barang jaminan.

Sedangkan untuk penilaian jaminan yang tidak berwujud kebendaan, tentu harus

dilihat dari bonafiditas dari pemberi pinjaman, reputasi bisnis, dan juga perlu

Page 53: H09epm

diperhatikan intensitas dari keterkaitan si pemberi jaminan bila kredit tersebut

benar-benar mengalami kegagalan.

Jaminan yang dapat diajukan oleh debitur adalah :

a. Jaminan benda berwujud, seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor,

mesin-mesin atau peralatan, tanaman/kebun/sawah.

b. Jaminan benda tidak berwujud, merupakan surat-surat yang dijadikan

jaminan seperti saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, rekening

tabungan yang dibekukan, promes dan wesel.

c. Jaminan orang, jaminan yang diberikan oleh seseorang kepada calon debitur

perorangan maupun badan usaha terhadap kredit yang diajukan dan apabila

kredit itu macet maka orang yang memberikan jaminan itulah yang

menanggung resiko.

5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)

Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain

yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu

kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi

kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat

positif maupun negatif.

Page 54: H09epm

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di

wilayah pedesaan ini dilakukan di Bank Rakyat Indonesia. Bank ini dipilih

karena diakui fokus bisnisnya pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

serta memiliki jaringan kerja dan jumlah sumberdaya manusia terbesar diantara

perbankan di Indonesia, selain itu diakui sebagai The Biggest and The Best Micro

Banking System in The World.

Dalam penelitian ini lokasi yang dipilih adalah BRI Unit Leuwiliang.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa di

BRI unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak yaitu sebanyak 377 orang dalam

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga dilihat berpotensi untuk

dijadikan tempat penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus

2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

4.2.1 Data Primer

Data primer berupa informasi yang didapat melalui wawancara langsung

kepada responden dan BRI Kantor Cabang Bogor serta BRI Unit Leuwiliang.

Data yang diperoleh dari responden berupa kegiatan usaha, tingkat kesejahteraan,

fasilitas-fasilitas yang dimiliki, dan hubungan lainnya yang terjalin dengan BRI

Unit Leuwiliang yang berkaitan dengan permintaan realisasi kredit. Data yang

diperoleh dari wawancara langsung kepada pihak BRI Kantor Cabang Bogor

maupun BRI Unit Leuwiliang adalah mekanisme dan tata cara pemberian kredit

kepada nasabah dari awal pengajuan pinjaman atau kredit sampai dengan

perealisasian pinjaman kepada nasabah, serta tata cara pembayaran kredit.

4.2.2Data Sekunder

Data sekunder berupa data-data internal dan data eksternal BRI yang

diperoleh dari perusahaan tersebut seperti modul BRI, pedoman kerja BRI, dan

Page 55: H09epm

data-data dari Divisi Pendidikan dan Pelatihan BRI (Sendik BRI). Data sekunder

juga diperoleh dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia,

jurnal-jurnal penelitian seperti skripsi dan tesis, buku-buku perbankan, dan

sumber lain yang relevan dengan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Total populasi debitur KUR di BRI unit Leuwiliang sebanyak 377 orang,

akan tetapi debitur yang khusus bergerak di subsistem agribisnis hanya sebanyak

253 orang, yang meliputi subsistem input sebanyak 35 orang, subsistem on farm

sebanyak 60 orang, subsistem off farm sebanyak 121 orang dan pengolahan

sebanyak 37 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara

acak (Nazir, 2003).

Penentuan jumlah responden ini menggunakan metode Gay dalam

Candrayasa (2000) yang menyatakan bahwa jumlah responden yang dinilai cukup

mewakili keseluruhan populasi adalah minimal 10 persen dari total populasi.

Responden yang diambil dalam penelitian ini lebih dari 10 persen dari total

populasi, yaitu sebanyak 32 persen dari total populasi debitur yang bergerak di

bidang agribisnis. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 80

orang. Jumlah total responden diambil dari masing-masing subsistem dengan

menggunakan proporsi (Lampiran 4).

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada

responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Responden diharapkan

dapat mengisi kuesioner yang telah dibagikan sesuai dengan keadaan usaha yang

dijalankannya. Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan kepada responden

dengan harapan responden memberikan respon terhadap daftar pertanyaan

tersebut.

4.4 Metode Pengolahan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis

kuantitatif. Nazir (2003) mengartikan analisis deskriptif sebagai suatu metode

dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

Page 56: H09epm

sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena

yang diselidiki.

Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum

BRI, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk

memperoleh kredit yang dikeluarkan oleh BRI Unit Leuwiliang. Dengan

demikian, dapat diketahui mekanisme penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang

berdasarkan prinsip lima C, yaitu character (karakter), capacity (kapasitas),

capital (modal), collateral (agunan), condition of economy (kondisi ekonomi).

4.4.1 Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR

Analisis regresi berhubungan dengan studi ketergantungan satu variabel

(variabel tak bebas) pada satu atau lebih variabel lain (variabel yang menjelaskan)

dengan maksud meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata variabel

tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan

sampel berulang) variabel yang menjelaskan Menurut (Gujarati, 1997). Apabila

yang dipelajari adalah ketergantungan satu variabel pada lebih dari satu variabel

yang menjelaskan dikenal sebagai analisis regresi majemuk (multiple regression)

atau analisis regresi linier berganda.

4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR akan dilakukan

dengan menggunakan data dari keseluruhan responden, maka diperoleh model

permintaan KUR seluruh nasabah. Model yang digunakan adalah regresi linear

berganda, model persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7

Dimana :

Y = Jumlah realisasi kredit

X1 = Tingkat pendapatan per bulan (Rp)

X2 = Aset keluarga (Rp)

X3 = Aset Usaha (Rp)

Page 57: H09epm

X4= Frekuensi/pengalaman kredit

X5 = Lama usaha (tahun)

X6 = Modal usaha (Rp)

X7 = Lama pendidikan formal (tahun)

Analisis dimulai dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner

yang dibuat kepada responden. Ralisasi KUR diasumsikan dipengaruhi oleh

beberapa variabel, yaitu tingkat pendapatan per bulan, aset keluarga, aset usaha,

frekuensi atau pengalaman kredit, lama usaha, modal usaha, dan lama pendidikan

formal. Variabel-variabel tersebut diduga berpengaruh terhadap realisasi KUR di

BRI Unit Leuwiliang.

4.4.3 Evaluasi Model Pendugaan

Evaluasi model pendugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model

yang diduga terpenuhi secara statistik. Dalam membuat suatu keputusan ada atau

tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), maka

digunakan uji F dan uji t. Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas

(X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama (simultan), sedangkan uji t

digunakan untuk melihat pengaruh setiap variabel bebas (X) terhadap variabel

terikat (Y) dalam penilitian ini.

a. Uji-F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (Xi) secara

bersamaan (simultan) terhadap variable terikat (Y). dengan hipotesis sebagai

berikut :

H0 : b1 = b2 = 0 (Semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y)

H1 : b1 ≠ 0 (Sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y)

Rumus Uji F adalah :

1

1

kJKG

nkJKKF

Keterangan :

JKK : Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom

JKG : Jumlah kuadrat galat

k : Jumlah faktor yang dianalisis

Page 58: H09epm

n : Jumlah contoh

Kriteria Uji :

1. F- hit > F Tabel, maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu

secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel tak bebas.

2. F- hit < F Tabel, maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak

mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel bebas.

b. Uji- t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X)

terhadap variabel terikat (Y). Hipotesis pengujiannya adalah :

H0 : bi = 0 (Variabel X tidak mempengaruhi variabel Y)

H1 : bi ≠ 0 (Variabel X mempengaruhi variabel Y)

Dalam melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka

digunakanlah uji t. Rumus perhitungan uji t adalah : (Walpole, 1993)

t hitung = SE

bbi 0

Keterangan:

b = Slope faktor Xi

b0 = Slope Konstanta

SE = Standard Error

Kriteria Uji :

1. t- hit > t tabel, maka tolak H0 artinya variabel-variabel bebas yang diuji

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas

2. t- hit < t tabel, maka terima H0 artinya variabel-variabel bebas tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai pengukur tingkat kebaikan

model. Semakin tinggi keragaman dapat diterangkan oleh model tersebut,

semakin besar koefisien determinasi. Koefisien determinasi dapat dirumuskan

sebagai berikut : (Walpole, 1995)

R2 =

ySn

JKG21

1

Page 59: H09epm

4.5 Asumsi Dalam Analisis Regresi Linier

Untuk membuat suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan

beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas, multikolinieritas, dan

autokorelasi (Santoso, 1999). Dalam penelitian ini, analisis regresi yang

digunakan adalah regresi linier berganda karena memiliki enam variabel bebas

dan satu variabel dummy, sehingga asumsi yang digunakan dalam penelitian ini

hanya dua yaitu normalitas dan homogenitas.

Uji Normalitas

Normalitas atau disebut juga uji kenormalan data diperlukan dalam

analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu

metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang

merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas

data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumulative

probability. Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan

bahwa data yang diuji memiliki sebaran yang normal dan sebaliknya jika garis

tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal (Santoso, 1999).

Uji Homogenitas

Uji Homoskedastisitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai

variabel terikat (Y) bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk menguji asumsi

ini, dibuat plot antara standardized residual dengan faktor X. Jika tidak terdapat

suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen

(Santoso, 1999).

4.6 Hipotesa Penelitian

Perumusan hipotesa dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

realisasi KUR adalah sebagai berikut:

1. Variabel tingkat pendapatan perbulan, aset keluarga, aset usaha, lama usaha,

modal usaha, dan lama pendidikan diduga bernilai positif terhadap realisasi

kredit.

2. Variabel pengalaman kredit diduga bernilai negatif terhadap realisasi kredit.

Variabel tingkat pendidikan perbulan responden diduga bernilai positif

karena besar jumlah pendapatan mempengaruhi terhadap pengembalian kredit,

Page 60: H09epm

aset keluarga dan aset usaha juga diduga mempengaruhi realisasi kredit karena

semakin besar aset yang dimiliki maka akan semakin besar usaha yang dijalankan.

Lama usaha menunjukan eksistensi suatu usaha, sehingga semakin lama usaha

yang dijalankan maka usaha tersebut mampu bertahan dalam persaingan yang ada,

Selain itu modal usaha pun diduga bernilai positif karena modal usaha

mempengaruhi skala usaha yang dijalankan, semakin besar modal maka semakin

besar pula skala usaha yang dijalankan. Lama pendidikan menjadi salah satu

variabel yang diduga mempengaruhi, karena semakin tinggi pendidikan yang

diperoleh maka akan lebih mudah dalam memahami prosedur yang diterapkan

oleh BRI serta lebih memiliki rasa tanggung jawab.

Selain dari variabel-variabel yang diduga bernilai positif pada faktor-

faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang, ada juga

variabel yang diduga bernilai negatif. Variabel yang diduga bernilai negatif yaitu

pengalaman kredit.

4.7 Definisi Operasional

1. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Pada penelitian ini

nasabah yang dimaksud adalah nasabah pengguna KUR pada BRI Unit

Leuwiliang.

2. Karakter nasabah merupakan salah satu dari prinsip lima C yang merupakan

persyaratan dalam mekanisme penyaluran KUR.

3. Tingkat pendapatan per bulan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh

peminjam kredit selama satu bulan, diukur dalam rupiah.

4. Aset keluarga adalah nilai beberapa aset yang dimiliki usaha responden.

Diukur dalam rupiah dengan menghitung nilai dari asset yang dimiliki apabila

aset tersebut dijual pada saat penelitian berlangsung (harga pasar yang

berlaku).

5. Aset usaha adalah jumlah atau nilai beberapa aset yang dimiliki usaha

responden. Diukur dalam rupiah dengan menghitung nilai dari aset yang

dimiliki apabila aset tersebut dijual pada saat penelitian berlangsung (harga

pasar yang berlaku).

Page 61: H09epm

6. Frekuensi peminjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman

kredit yang telah dilakukan responden, diukur dalam berapa kali.

7. Lama usaha adalah berapa lama usaha yang telah dijalankan sejak dari awal

berdiri hingga saat ini, diukur dalam satuan tahun.

8. Modal usaha adalah jumlah modal yang digunakan pada saat awal pendirian

usaha, diukur dalam satuan rupiah.

9. Lama pendidikan adalah berapa lama pendidikan terakhir yang diselesaikan

oleh nasabah, diukur dalam tahun.

Page 62: H09epm

V. GAMBARAN UMUM BRI

5.1 Sejarah BRI

Bank Rakyat Indonesia atau yang sekarang ini dikenal dengan nama Bank

BRI didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah pada Tanggal 16 Desember 1895 oleh

seorang patih yang bernama Raden Bei Aria Wirjaatmadja. Awalnya bank

tersebut bernama “De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche

Hoofdeen” (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang

berkebangsaan Indonesia atau pribumi), selanjutnya berubah menjadi “Halp

Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” (Bank Bantuan dan Simpanan

Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi). Pada kegiatan awalnya,

bank tersebut menggunakan uang kas masjid untuk kemudian digunakan sebagai

pinjaman bagi masyarakat dengan angsuran ringan.

Dalam perkembangannya terdapat berbagai perubahan dan pembenahan

sistem, yaitu:

a. Pada tahun 1987 namanya diubah menjadi “Purwokertosche Hulp Spaar en

Landbouw Creditbank” oleh W.P.D. de Wollf Van Westerrode, seiring dengan

reorganisasi yang meliputi, pembentukan badan hukum, penyusunan prosedur,

perluasan keanggotaan, perluasan bidang usaha, dan lain-lain.

b. Pada tahun 1898 namanya lebih dikenal sebagai Volksbank atau Bank Rakyat

yang tumbuh dengan pesat diberbagai tempat sehingga mulai melibatkan

pemerintahan Hindia Belanda secara langsung dan namanya berganti lagi

menjadi Vokscredietwezwn.

c. Berdasarkan surat keputusan Ratu Belanda No.118 tanggal 10 Juli 1912,

Staatsblad 1912 No.392, berubah menjadi “Centrale Kas Voor het

Volkscredietwezen”.

d. Pada tahun 1934 berubah menjadi “Agemeene Volscredietbank” (AVB),

berdasarkan Staatsblad No.82 menyatakan bahwa AVB bukanlah usaha yang

dimiliki oleh negara meskipun didirikan dengan keputusan pemerintahan.

AVB diusahakan untuk diatur dan dikelola sebagaimana perusahaan swasta.

e. Pada masa kedudukan Jepang di Indonesia, tanggal 3 Oktober 1934 AVB

berganti nama menjadi “Syomin Ginko” (Bank Rakyat). Kemudian setelah

Page 63: H09epm

kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan peraturan Pemerintah No.1

tanggal 22 November 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah Bank

Pemerintah pertama di Republik Indonesia.

f. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948,

kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif

kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama

menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU

No.41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang

merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche

Maatschappij (NHM).

g. Berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN

diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan

Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar

Penpres No.17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama

Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan

Koperasi Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank

Negara Indonesia unit II bidang rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara

Indonesia unit II bidang ekspor Impor (Exim).

h. Berdasarkan Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang Undang-undang

Pokok Perbankan dan Undang-undang No.13 tahun 1968 tentang Undang-

undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia

sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia unit II Bidang rural dan

ekspor impor dipisahkan masing-masing menjadi dua bank yaitu Bank Rakyat

Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan

Undang-undang No.21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok

BRI sebagai bank umum.

i. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan No.7 tahun

1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah

menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih

100 persen ditangan pemerintah. Sejak bulan Oktober 2003, BRI melakukan

go public sehingga dalam kepemilikannya, BRI telah menjadi perusahaan

Page 64: H09epm

publik dan namanya ditambah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

Tbk, yang dikenal dengan nama Bank BRI.

5.2 Visi, Misi, Tujuan BRI, dan Sasaran Jangka Panjang

Visi BRI adalah “Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu

mengutamakan kepuasan nasabah”, sedangkan misi BRI adalah :

a. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan

kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan

ekonomi masyarakat.

b. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang

tersebar luas dan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dengan

melaksanakan praktek good corporate government.

c. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang

berkepentingan (stakeholders).

Berdasarkan dari visi dan misi BRI, maka BRI telah mempunyai tujuan

yang jelas khususnya dibidang kredit, yaitu menjadi bank komersial dengan

menitikberatkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Hal ini ditunjukan

dengan 80 persen dari jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank BRI diberikan

kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Bidang pendanaan BRI

mengutamakan kepuasan nasabah dengan memberikan pelayanan yang prima

melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan mengembangkan dukungan

teknologi perbankan yang canggih.

Di samping itu bank BRI juga menetapkan tujuan untuk kepentingan

stakeholders, baik pemerintah maupun publik, yaitu :

a. Pemerintah

Berperan serta dalam meningkatkan mutu industri perbankan di Indonesia,

memperlancar perputaran uang di masyarakat, menjadi agen pembangunan

dan meningkatkan pendapatan pajak.

b. Pemegang Saham

Memberikan tambahan penghasilan bagi pemegang saham melalui dividen

yang dibagikan sesuai keuntungan dan keputusan Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS)

Page 65: H09epm

c. Nasabah

Memberikan bantuan di bidang permodalan dan mengamankan dana

masyarakat serta meberi jasa perbankan dengan melalui pelayanan dan kualitas

yang terbaik, sehingga memberi nilai tambah yang wajar dan terpeliharanya

hubungan kemitraan dengan nasabah.

d. Pekerja

Menjadikan pekerja sebagai aset utama perusahaan serta menciptakan

lingkungan dan suasana kerja yang sehat, mengembangkan budaya kerja

perusahaan (coporate culture) dan memberikan penghasilan bagi pekerja.

e. Masyarakat.

Memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk membangun ekonomi, sosial

maupun lingkungan dengan menyisihkan sebagian laba usaha yang diperoleh.

Selain visi dan misi serta tujuan BRI, Bank BRI juga mempunyai sasaran

jangka panjang, yaitu :

1. Menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam asset dan

keuntungan.

2. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil

dan menengah.

3. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan agribisnis.

4. Menjadi bank go public terbaik.

5. Menjadi bank yang melaksanakan good corporate governance secara

konsisten.

5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI

BRI dipimpin oleh seorang direktur utama dan seorang wakil direktur

utama yang dibantu oleh enam orang direktur yang membidangi bisnis. Masing-

masing direktur membawahi bidang bisnis mikro dan ritel, bisnis menengah,

bidang pengendalian kredit, bidang keuangan dan internasional, bidang

operasional, dan bidang kepatuhan. Secara struktural direksi membawahi para

kepala divisi di kantor pusat dan pemimpin wilayah di kantor wilayah BRI.

Struktur Organisasi BRI Pusat dapat dilihat pada Lampiran 5.

Page 66: H09epm

Unit kerja di kantor pusat BRI meliputi berbagai bidang bisnis operasional

dan penunjang, yang masing-masing dipimpin oleh para kepala divisi dibantu oleh

wakil kepala divisi yang membawahi para kepala bagian dan staf. Unit kerja di

tingkat wilayah BRI dipimpin oleh pemimpin wilayah yang dibantu oleh wakil

pemimpin wilayah, yang membawahi kepala bagian dan pemimpin cabang yang

ada di wilayah tersebut. Struktur organisasi kantor wilayah BRI dapat dilihat pada

Lampiran 6. Unit kerja di kantor cabang BRI dipimpin oleh pemimpin cabang

yang dibantu oleh wakil pemimpin cabang yang membawahi para officer, kepala

seksi serta seluruh kantor cabang pembantu dan BRI Unit yang ada di wilayah

kantor cabang tersebut (Lampiran 7).

Unit kerja kantor cabang pembantu (KCP) dipimpin oleh pemimpin

cabang pembantu (Pincapem) yang membawahi para supervisor, teller dan unit

pelayanan nasabah (UPN) atau sering disebut dengan Customer Service (CS).

Struktur organisasi kantor cabang pembantu dapat dilihat pada Lampiran 8. Unit

kerja di tingkat BRI Unit dipimpin oleh seorang kepala unit (Kaunit) yang

membawahi Mantri, Deskman dan Teller di BRI Unit tersebut.

5.4 Bidang Usaha BRI

Bank BRI mempunyai berbagai bidang usaha yang secara garis besar

dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bidang usaha simpanan, pinjaman, dan

jasa bank lainnya.

1. Bidang Simpanan

Meliputi Giro BRI (Girobri), Deposito BRI (Depobri) baik dalam mata uang

Rupiah maupun US Dollar, Sertifikat BRI (Sertibri), Tabungan Britama baik

Britama Rupiah maupun Britama Dollar, Tabungan Simaskot, Tabungan

Simpedes, dan Tabungan Haji.

2. Bidang Pinjaman

Meliputi Kredit Prioritas atau Kredit Program, Kredit Non Program, Kredit

Komersial, Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit

Profesi, Kredit Expres, Kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani atau

Nelayan (P4K), Kupedes, Kredit Golongan Berpenghasilan Tetap, Kredit

Pensiun, Kredit Cash Collateral dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Page 67: H09epm

3. Usaha Jasa Bank

Meliputi transfer, Inkaso, Safe Deposit Box, Automatic Teller Machine

(ATM), Cek Perjalanan BRI (Cepebri), Kliring, dan jual beli Bank Notes atau

mata uang asing. Selain itu, jasa bank lainnya meliputi biaya penyelenggaraan

ibadah haji, penerimaan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Izin

Mengemudi (SIM), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), penerimaan

setoran denda tilang, penerimaan setoran tagihan telepon dan listrik,

pembayaran uang pensiun PT Taspen dan PT Asabri, pembayaran Pajak Bea

Cukai KPKN, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Subsidi

Pembangunan Inpres (P2KP), Pelayanan setoran PT Pusri, pelayanan

pembayaran Pertamina dan pelayanan setoran Pegadaian.

5.5 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Bogor

Kantor Cabang (Kanca) BRI Bogor merupakan salah satu dari 24 Kanca

BRI yang ada di wilayah Kanwil Jakarta 2. Kanca BRI Bogor dipimpin oleh

seorang Pemimpin Cabang (Pinca) yang membawahi kegiatan pelayanan kepada

sektor makro dan ritel. Dalam kegiatannya Pinca dibantu oleh tiga orang manajer,

yaitu :

1. Manajer Pemasaran (MP)

Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap bisnis ritel baik kredit

maupun dana. Kredit merupakan sejumlah dana BRI yang dipinjamkan

kepada nasabah (debitur). Sedangkan dana adalah pemasukan yang diterima

oleh BRI baik melalui simpanan, pinjaman, penjualan saham BRI, dan

sebagainya. Manajer Pemasaran membawahi para Account Officer (AO).

2. Manajer Operasional (MO)

Manajer Operasional bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh proses

kegiatan operasional Kanca. Manajer Operasional membawahi Asisten

Manajer Operasional (AMO) serta Supervisor Kas dan Supervisor Dana dan

Jasa.

3. Manajer Bisnis Mikro (MBM)

Manajer Bisnis Mikro bertanggung jawab terhadap bisnis baik kredit maupun

dana dan operasional mikro di BRI Unit. MBM dibantu oleh Asisten Manajer

Page 68: H09epm

Bisnis Mikro (AMBM) yang membawahi penilik BRI Unit. Selain itu, MBM

juga membawahi Petugas Administrasi Unit (PAU) dan Petugas Rekonsiliasi

Unit (PRU).

Kantor Cabang BRI Bogor membawahi 27 kantor BRI Unit. Unit-unit

yang berada di bawah Kantor Cabang BRI Bogor tersebar di berbagai kecamatan

yang ada di kota dan kabupaten Bogor. BRI Unit yang berada di wilayah Kantor

Cabang BRI Bogor bergerak dalam segmen pelayanan perbankan di bidang mikro.

5.6 Gambaran Umum Kantor BRI Unit Leuwiliang

Kantor BRI Unit Leuwiliang merupakan salah satu dari 27 BRI Unit yang

berada di wilayah Kantor Cabang BRI Bogor. BRI Unit Leuwiliang berdiri pada

tahun 1984 bersamaan dengan berdirinya BRI Unit di seluruh Indonesia.

Berdirinya BRI Unit tersebut tidak terlepas dari gagalnya pelaksanaan program

Bimbingan Massal (Bimas) dan Intensifikasi Massal (Inmas) yang didirikan

pemerintah pada tahun 1969.

Tujuan utama program Bimas dan Inmas adalah untuk meningkatkan

produksi dan produktivitas tanaman pangan, terutama produk beras. Namun

program tersebut tidak berjalan lancar karena BRI tidak mempunyai wewenang

penuh dalam melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja

yang dinilai cukup layak untuk mendapatkan kredit, sehingga program tersebut

dihentikan. Pada tahun 1984, untuk pertama kalinya pemerintah mengeluarkan

kebijakan deregulasi perbankan yang memungkinkan BRI untuk melakukan

transisi bisnis kredit mikro. Sejak itu BRI mulai menata manajemen internalnya

dan memperbaiki antusiasme para karyawan hingga ke tingkat BRI Unit yang

berhubungan langsung dengan nasabah mikro dan kecil.

BRI Unit Leuwiliang terletak di kecamatan Leuwiliang, tepatnya di Jalan

Raya Leuwiliang di depan pasar Leuwiliang. Ruang lingkup BRI Unit

Leuwiliang yaitu hanya Kecamatan Leuwiliang. Mayoritas nasabah BRI Unit

Leuwiliang berdomisili di Kecamatan Leuwiliang. Untuk peminjaman

dikhususkan (sebagian besar) untuk nasabah di Kecamatan Leuwiliang dan

adapula beberapa berasal dari wilayah lain.

Page 69: H09epm

BRI Unit Leuwiliang dipimpin oleh seorang Kepala Unit (Kaunit) yang

membawahi Mantri, Deskman dan Teller (Gambar 4). Masing-masing bagian

mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya, sebagai berikut :

a. Kepala Unit (Kaunit)

Bertugas sebagai pemimpin kantor BRI Unit dan bertanggung jawab atas

seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh BRI Unit tersebut.

Disamping itu mempunyai wewenang untuk melakukan putusan kredit sebatas

Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP) yang dimilikinya. Kaunit

mempunyai wewenang untuk memutuskan kredit sebesar 10.000.000 rupiah,

lebih dari nilai tersebut harus diproses di kantor cabang. Plafond maksimum

KUR di BRI Unit Leuwiliang sebesar lima juta rupiah.

b. Mantri

Bertugas sebagai tenaga pemasaran yang berfungsi ganda sebagai lending atau

funding officer. Khusus untuk pinjaman, Mantri berfungsi sebagai seorang

analisa kredit yang melakukan analisis dan merekomendasi putusan kredit

sekaligus berfungsi sebagai Pembina nasabah kredit.

c. Deskman

Bertugas melayani kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi di BRI Unit

yang bersifat administratif. Selain itu berfungsi untuk memberikan informasi

kepada nasabah tentang produk-produk yang dimiliki oleh BRI khususnya

tabungan Simpedes dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

d. Teller

Bertugas melayani nasabah untuk melakukan transaksi tunai, yaitu penerimaan

dan pembayaran kas. Adapun beberapa contohnya yaitu penerimaan setoran

tabungan, pembayaran pinjaman, dan sebagainya.

Gambar 4. Struktur Organisasi BRI Unit Leuwiliang Sumber : BRI Unit Leuwiliang, 2008

Kepala Unit

Teller Deskman Mantri

Page 70: H09epm

Produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Leuwiliang adalah Simpedes,

Kupedes, KUR, tabungan Britama, Deposito BRI (Depobri), tabungan haji, dan

Simaskot (Simpanan Masyarakat Kota, pada akhir tahun 2005 di tiadakan dan

dilebur menjadi satu dengan Simpedes). Untuk lebih menarik minat nasabah

terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Leuwiliang, maka BRI

Unit Leuwiliang memberikan fasilitas-fasilitas yang memudahkan nasabah, yaitu :

1. Untuk produk peminjaman, tidak ada persyaratan khusus hanya surat izin

usaha yang otentik dan jelas serta layak dan juga identitas diri.

2. Untuk produk simpanan, dalam pembuatan simpanan hanya memerlukan

KTP dan saldo awal untuk setiap simpanan tidak terlalu besar, untuk

Simpedes saldo awal sebesar 100 ribu rupiah, sedangkan untuk Britama

saldo awal sebesar 200 ribu rupiah. Dalam penarikan uang, nasabah dapat

melakukannya di ATM BRI dimana saja, selain itu BRI Unit Leuwiliang

sudah on line jadi nasabah dapat melakukan transaksi di BRI dimana saja.

BRI Unit Leuwiliang juga melayani pembayaran listrik, telepon, angsuran

motor, dan sebagainya.

Produk utama yang dimiliki oleh BRI Unit selain daripada KUR adalah

Simpedes (Simpanan Masyarakat Pedesaan) dan Kupedes. Hal ini merupakan

penciri utama BRI Unit seluruh Indonesia. Simpedes BRI telah menjawab

keraguan akan kemampuan dan kemauan menabung masyarakat pedesaan

terhadap faktor keamanan, kemudahan dan kenyamanan dalam penarikan

tabungan sewaktu-waktu.

Kupedes adalah suatu fasilitas kredit yang bersifat umum untuk

mengembangkan suatu usaha yang layak. Kupedes diutamakan untuk membiayai

usaha, baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat kecil di perkotaan. Namun

demikian, untuk memperluas jangkauan pelayanan, kupedes dapat juga disalurkan

untuk sektor konsumsi bagi golongan masyarakat berpenghasilan tetap.

Dalam perealisasian kupedes untuk rata-rata peminjaman yang dilakukan

oleh nasabah BRI Unit sebesar Rp. 1.000.000 – Rp. 50.000.000, ada beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah, yaitu :

Page 71: H09epm

1. Industri/usaha:

a. Izin usaha dari wilayah setempat

b. Kelayakan usaha

c. Surat keterangan usaha dari wilayah setempat

d. Agunan sesuai kebutuhan kredit

2. Pegawai berpenghasilan tetap

a. Adanya perjanjian kerjasama antara BRI dengan perusahaan atau instansi

tempat pegawai tersebut bekerja.

b. Adanya izin dari perusahaan atau instansi untuk meminjam di BRI

c. Perinjian gaji serta SK golongan.

Jangka waktu pengembalian pinjaman didasarkan pada kriteria nasabah

dan penggunaan pinjaman, yaitu pinjaman untuk modal kerja dua tahun, pinjaman

untuk investasi tiga tahun , dan pinjaman untuk pegawai lima tahun. Apabila

persyaratan tidak dipenuhi maka dapat memungkinkan pinjaman tersebut akan

ditolak oleh pihak BRI. Selain tidak dipenuhinya persyaratan ada juga yang

menjadi faktor pinjaman ditolak, yaitu apabila usahanya tidak layak.

Page 72: H09epm

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR

DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

6.1 Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang

BRI Unit Leuwiliang dalam menyalurkan KUR tidak terlepas dari syarat-

syarat maupun prosedur yang harus dilaksanakan oleh nasabah. Dalam hal ini,

KUR tidak langsung diberikan oleh pihak BRI Unit Leuwiliang sebelum

mengenal karakteristik calon debitur secara lebih jelas.

Secara umum prosedur pengambilan KUR melewati dua tahap, yaitu tahap

pengajuan permohonan atau pemberian kredit dan tahap pembayaran kembali.

Tahap pengajuan permohonan kredit diawali dengan formulir yang tersedia di

BRI Unit Leuwiliang. Kemudian penilaian kredit dilakukan oleh Mantri BRI Unit

Leuwiliang. Kaunit BRI Leuwiliang meneliti data kredit yang telah dikumpulkan

dan mengambil keputusan.

Apabila usaha tersebut dinilai layak, maka Kaunit dapat langsung

memutuskan pemberian kredit. Plafond KUR di BRI Unit Leuwiliang yaitu

maksimal lima juta rupiah. Bila permohonan kredit tersebut dinilai tidak layak

maka Kaunit dapat langsung memberikan keputusan penolakan.

Semua prosedur penyaluran kredit tidak terlepas dari prinsip lima C

(Character, Capacity, Collateral, Capital dan Condition of Economy). Proses

pencairan kredit di BRI Unit Leuwiliang kurang lebih adalah seminggu setelah

pengajuan permohonan kredit. Secara lebih jelas prosedur penyaluran kredit yang

dilakukan oleh BRI Unit Leuwiliang adalah :

1. Persyaratan Awal

Pendaftaran awal harus dilakukan di kantor BRI Unit Leuwiliang pada jam

kerja dan petugas yang melayani adalah Deskman. Calon nasabah harus

membawa kelengkapan identitas diri untuk permohonan pinjaman atau kredit,

yaitu:

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami isteri bila sudah menikah.

2. Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

3. Pas Photo (4 x 6) sebanyak 1 lembar.

4. Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan dan Kelurahan.

Page 73: H09epm

5. KUR tidak diwajibkan menggunakan agunan akan tetapi tidak menutup

kemungkinan pihak bank meminta jaminan atau agunan ringan.

6. Minimal usaha yang dilakukan telah berjalan selama 6 bulan.

Calon nasabah dapat memilih jumlah serta jangka waktu pengembalian

KUR sesuai dengan kemampuannya berdasarkan prosedur KUR yang berlaku.

Jangka waktu angsuran KUR yang dapat dipilih calon debitur yaitu selama 12, 18,

dan 24 bulan. Pada saat itu, Deskman turut membantu nasabah dalam

memberikan alternatif pilihan pinjaman sesuai dengan kemampuan usahanya.

2. Pendaftaran

Setelah proses pengajuan kredit dilakukan, selanjutnya dilaksanakan

proses administrasi. Dalam hal ini, Deskman bertugas untuk memeriksa apakah

calon debitur termasuk dalam daftar hitam atau tidak. Selain itu, Deskman juga

harus mempersiapkan pemeriksaan di tempat nasabah sesuai dengan besar KUR

dan memastikan pinjaman lama dengan memeriksa berkas pinjaman yang lalu dan

kartu pelunasannya, apabila pernah atau sedang meminjam di BRI. Setelah itu,

seluruh berkas diberikan kepada Kaunit untuk diproses lebih lanjut.

Kaunit akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan dan

berkas pengajuan pinjaman dari Deskman. Sebelum memutuskan permohonan,

Kaunit harus menugaskan Mantri atau Kaunit sendiri yang melakukan

pemeriksaan kebenaran laporan usaha yang diberikan oleh calon debitur. Dalam

hal ini, diharapkan Kaunit lebih mengenal karakter calon debitur.

3. Pemeriksaan terhadap Usaha Calon Debitur

Pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon debitur juga sangat

diperlukan untuk meminimalkan resiko terjadinya penunggakan pada pinjaman.

Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung oleh Mantri terhadap keadaan usaha

calon debitur. Untuk memperoleh informasi tersebut Mantri dapat melakukan

wawancara, baik langsung terhadap calon nasabah maupun para tetangga atau

relasinya.

Prinsip 5 C perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini, oleh karena itu

Mantri harus giat mengamati dan mewawancarai orang-orang yang tepat guna

mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

menganalisis usaha calon nasabah. Kriteria pemeriksaan tersebut meliputi :

Page 74: H09epm

1. Usaha benar-benar sesuai dengan surat keterangan Kecamatan atau

Kelurahan yang diberikan.

2. Domisili calon debitur sesuai dengan KTP yang telah diberikan.

3. Calon nasabah atau debitur mempunyai sifat baik, ini dapat diketahui dari

hasil wawancara dengan para tetangga, relasi, ataupun perangkat desa

yang berhubungan.

4. Calon nasabah mempunyai prospek usaha yang baik.

Pemeriksaan terhadap usaha nasabah dapat dibagi atas aspek pemasaran,

aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi.

Aspek pemasaran dianalisis untuk mengetahui prospek usaha dan laba yang dapat

menjamin kelangsungan usaha tersebut. Aspek ini mencakup keadaan pasar, baik

permintaan maupun penawaran yang sudah ada untuk jenis usaha yang

direncanakan dan diproduksi.

Penilaian terhadap aspek keuangan dilakukan dengan cara melihat data

keuangan calon nasabah dari kegiatan masa lalu. Dari data tersebut dapat

diperkirakan sejauhmana keuntungan dari usaha yang dijalankan dimasa yang

akan datang. Dengan demikian pihak BRI Unit dapat mengukur kesehatan usaha

dan dapat mempertimbangkan seberapa besar jumlah pinjaman yang dapat

diberikan.

Aspek manajemen dapat mencerminkan bagaimana hubungan antara

kemampuan, pengalaman, kejujuran, dan cara mengelola usaha. Hal ini berkaitan

dengan bagaimana karakter calon debitur dengan kemampuannya dalam

mengembalikan pinjaman kredit.

Penilaian terhadap aspek hukum dapat dilihat dari kelengkapan data yang

dimiliki oleh nasabah, seperti akte pendirian usaha maupun surat ijin usaha

lainnya dari instansi yang berwenang. Hal ini diperlukan untuk melihat kebenaran

keberadaan usaha yang dilaporkan calon debitur. Sedangkan aspek sosial

ekonomi dapat dilihat dari pengaruh usaha calon nasabah terhadap lingkungan

masyarakat sekitarnya.

Page 75: H09epm

6.2 Character (Karakter) Responden

Karakter nasabah merupakan salah satu dari prinsip lima C yang

merupakan persyaratan dalam mekanisme penyaluran KUR. Nasabah BRI Unit

Leuwiliang memiliki karakter yang berbeda, baik tidaknya karakter nasabah dapat

mempengaruhi pemberian KUR. Untuk melihat karakter responden BRI Unit

Leuwiliang dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu jenis kelamin, usia,

tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, frekuensi pinjaman, waktu

perealisasian KUR, dan waktu tempuh ke BRI.

Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang,

dalam pemberian KUR tidak membedakan pria dan wanita, oleh karena itu

nasabah KUR BRI sangat beragam. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,

nasabah yang menjadi responden di BRI Unit Leuwiliang mayoritas berjenis

kelamin pria sebesar 87,50 persen lebih banyak dibandingkan dengan nasabah

berjenis kelamin wanita sebesar 12,50 persen (Tabel 7).

Tabel 7. Jenis Kelamin Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

Pria 70 87,50

Wanita 10 12,50

Total 80 100

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa nasabah KUR berjenis kelamin

pria berjumlah 70 orang, sedangkan nasabah wanita berjumlah 10 orang. Hal ini

dapat dipahami karena adanya norma yang berlaku di masyarakat bahwa tugas

mencari penghasilan lebih dititikberatkan kepada kaum pria. Oleh karena pria

merupakan kepala rumah tangga yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap

setiap bulannya sehingga tingkat kepercayaan pada nasabah pria lebih besar.

Page 76: H09epm

6.2.2.Usia Responden

Usia menjadi kriteria lainnya dalam melihat karakter nasabah, dikarenakan

apabila usia nasabah terlalu muda dikhawatirkan belum memiliki pekerjaan yang

tepat, atau belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam menjalankan usaha

sehingga usaha yang dijalankan akan mengalami kegagalan, sedangkan bila usia

nasabah terlalu tua dikhawatirkan tidak dapat berproduktif lagi sehingga bila

diberikan pinjaman maka akan mengalami keterlambatan dalam pembayarannya.

Berdasarkan hasil penelitian, usia responden nasabah KUR di BRI Unit

Leuwiliang (Tabel 8) mayoritas berada pada kisaran usia 33-46 tahun sebesar

46,25 persen. Hal ini menunjukan bahwa nasabah KUR yang menjadi responden

masih berproduktif dalam bekerja dan memiliki penghasilan tetap setiap bulannya

sehingga dapat dipercaya untuk diberikan pinjaman karena mampu dalam

memenuhi kewajiban pelunasan pinjaman.

Tabel 8. Usia Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Usia Responden Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

< 33 Tahun 10 12,50

33-46 Tahun 37 46,25

47-59 Tahun 24 30

>59 Tahun 9 11,25

Total 80 100

Berdasarkan Tabel 8, responden nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

paling banyak berusia 33-46 tahun, akan tetapi di BRI Unit Leuwiliang terdapat

juga nasabah yang berusia >59 tahun sebesar 11,25 persen, berdasarkan hasil

wawancara dengan responden, nasabah yang berusia >59 tahun merupakan

nasabah lama yang mengajukan KUR dan pinjaman yang direalisasikan

digunakan untuk perkembangan usahanya atau digunakan oleh anak maupun

saudaranya untuk membuka usaha baru atau untuk perkembangan usaha.

Page 77: H09epm

6.2.3. Tingkat Pendidikan Responden

Selain jenis kelamin dan usia responden, tingkat pendidikan juga

merupakan indikator yang perlu dilihat dari nasabah KUR, karena tinggi

rendahnya pendidikan sangat mempengaruhi nasabah dalam mengerti dan

memahami tentang tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman, serta

mengetahui hak dan kewajiban sebagai nasabah KUR sehingga peluang

keterlambatan pembayaran pinjaman akan semakin kecil.

Dalam penelitian tingkat pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori

dari tidak sekolah sampai dengan D3 atau sarjana. Berdasarkan penelitian

terhadap tingkat pendidikan responden yang dilakukan di BRI Unit Leuwiliang

(Tabel 9), diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagian besar nasabah adalah

Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 43,75 persen. Nasabah yang

melesaikan pendidikannnya hingga Sekolah Dasar (SD) sebesar 28,75 persen,

Sekolah Mengengah Pertama (SMP) sebesar 15 persen, D3 atau Sarjana sebesar

7,50 persen. Akan tetapi masih ada responden yang tidak tamat SD sebesar 5

persen, sangat kecil dibanding tingkat pendidikan lainnya dikarenakan responden

tersebut masih menganggap pendidikan kurang penting serta adanya masalah

ekonomi.

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

Tidak Tamat SD 4 5

SD 23 28,75

SMP 12 15

SMU 35 43,75

D3/Sarjana 6 7,50

Total 80 100

Berdasarkan hasil penelitian, responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki

tingkat pendidikan yang beragam, akan tetapi mayoritas responden berpendidikan

akhir SMU, sehingga responden mudah dalam memahami dan mengerti proses

Page 78: H09epm

perealisasian KUR dan kewajiban pelunasan sehingga dapat mengurangi resiko

keterlambatan pembayaran. Walaupun demikian pihak BRI tidak terlalu

mempertimbangkan pendidikan nasabahnya apabila dari segi kelayakan usaha

sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.

6.2.4. Jenis Pekerjaan Responden

Jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter nasabah yang

terpenting, karena dengan mengetahui pekerjaan nasabah maka pihak BRI dapat

mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sehingga

dapat menilai calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya

bila pinjaman direalisasikan.

Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden di BRI Unit Leuwiliang

sangatlah beragam. Berdasarkan hasil penelitian, jenis pekerjaan nasabah BRI

Unit Leuwiliang (Tabel 10), walaupun termasuk dalam wilayah pedesaan, namun

yang berprofesi sebagai petani atau pengusaha agribisnis yang bergerak langsung

di subsistem usaha tani hanya sebesar 23,75 persen. Selain itu juga ada juga

responden yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 5 persen

dan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 6,25 persen. Mayoritas responden

berprofesi sebagai wiraswasta baik dari subsistem input, subsistem output dan

pengolahan sebesar 61,25 persen, hal ini menyatakan bahwa UMKM telah

tumbuh dan berkembang di wilayah pedesaan.

Tabel 10. Jenis Pekerjaan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Pekerjaan Responden Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

Petani 19 23,75

Wiraswasta 49 61,25

PNS 4 5

Buruh 3 3,75

IRT 5 6,25

Total 80 100

Page 79: H09epm

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa mayoritas responden berprofesi

sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen, hal tersebut membuktikan bahwa BRI

telah memenuhi salah satu misinya yaitu “ Melakukan kegiatan perbankan yang

terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan

menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat”.

6.2.5. Jumlah Penghasilan per Bulan Responden

Jumlah penghasilan merupakan kriteria terpenting setelah jenis pekerjaan,

karena dengan mengetahui jenis pekerjaan seorang nasabah maka dapat diketahui

berapa jumlah penghasilan yang didapat dalam satu bulannya. Jumlah

penghasilan responden di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 11) sangat beragam,

jumlah penghasilan dapat berasal dari omzet usaha untuk wiraswasta, pengusaha

agribisnis, gaji dan upah untuk pegawai negeri, buruh, dan petani. Sedangkan

untuk IRT penghasilannya didapatkan dari usaha yang dijalankan atau dari suami.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, sebagian besar nasabah

yang berprofesi sebagai wiraswasta, bidang usahanya adalah toko sembako atau

rumah makan.

Tabel 11. Jumlah Penghasilan per Bulan Responden Nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang

Penghasilan PerBulan Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

< Rp.1.000.000 18 22,50

Rp.1.000.000 - 5.000.000 38 47,50

Rp.5.000.001 - 10.000.000 24 30

> Rp.10.000.000 0 0

Total 80 100

Berdasarkan Tabel 11, responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki rata-

rata penghasilan mayoritas berkisar antara satu juta sampai lima juta rupiah

sebesar 47,50 persen. Pendapatan usaha nasabah yang kurang dari satu juta rupiah

sebesar 22,50 persen dan pendapatan usaha berkisar lima juta satu sampai sepuluh

Page 80: H09epm

juta sebesar 30 persen. Besar penghasilan perbulan responden merupakan salah

satu kriteria terpenting yang dijadikan landasan perealisasian kredit, karena pihak

BRI sangat mengutamakan faktor keamanan dalam pengembalian kredit.

Dapat dilihat dari hasil penelitian, mayoritas responden berpenghasilan

satu juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah, sedangkan sedikit responden

yang berpenghasilan dibawah satu juta rupiah, sehingga dapat disimpulkan bahwa

masih banyak pengusaha kecil yang berpenghasilan dibawah satu juta rupiah

belum dapat menerima bantuan kredit KUR. Besarnya pendapatan pendapatan per

bulan yang diperoleh nasabah dapat menentukan perealisasian KUR karena pihak

BRI mempercayai nasabah dapat memenuhi kewajibannya.

6.2.6. Waktu Tempuh Responden ke BRI

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang,

yang menjadi nasabah KUR di utamakan masyarakat yang tinggal di ruang

lingkup BRI Unit Leuwiliang yang jarak (aksesibilitas) tidak perlu jauh dari BRI

Unit Leuwiliang. Pada Tabel 12, yang menjadi nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang berada pada ruang lingkup kerja BRI Unit Leuwiliang, nasabah KUR

yang menjadi responden mayoritas bertempat tinggal dekat dengan BRI Unit

Leuwiliang, dimana waktu tempuh dari tempat tinggal sampai ke BRI selama satu

sampai 15 menit sebesar 81,25 persen. Akan tetapi ada pula nasabah yang waktu

tempuhnya selama lebih dari 30 menit yaitu sebesar 1,25 persen, hal tersebut

dikarenakan nasabah tinggal di luar ruang lingkup BRI Unit Leuwiliang serta sulit

mendapatkan kredit di BRI Unit yang berada di dekat domisili nasabah tersebut

sehingga mencoba mengajukan permohonan kredit ke BRI Unit Leuwiliang.

Berdasarkan Tabel 12, dapat dinyatakan bahwa BRI Unit Leuwiliang

mengutamakan nasabah yang berada pada ruang lingkup kerjanya, tetapi

walaupun ada nasabah yang berada di luar ruang lingkupnya, maka pihak BRI

akan tetap melayani apabila persyaratan yang dibutuhkan telah dilengkapi dan

memiliki usaha yang layak.

Page 81: H09epm

Tabel 12. Waktu Tempuh Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Waktu Tempuh ke Bank Jumlah Responden Persentase

(Menit) (Orang) (%)

1-15 menit 65 81,25

16-30 menit 14 17,50

> 30 menit 1 1,25

Total 80 100

6.2.7. Frekuensi Pinjaman Responden

Dalam menilai karakter responden dapat dilihat dari frekuensi

pinjamannya, dimana dengan frekuensi pinjaman dapat diketahui seberapa besar

loyalitas nasabah BRI dan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan BRI sehingga

dapat dengan mudah diberikannya kembali pinjaman setelah pinjaman terakhir

dilunasi. Responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki frekuensi pinjaman yang

relatif kecil (Tabel 13), yaitu sebanyak satu sampai tiga kali mengajukan

pinjaman. Hal ini menyatakan bahwa nasabah BRI Unit Leuwiliang yang menjadi

responden merupakan nasabah baru. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan

nasabah baru adalah seseorang yang telah lama menjadi nasabah BRI Unit

Leuwiliang khusus simpanan, tetapi baru beberapa tahun nasabah tersebut

mengajukan pinjaman dimana pinjaman tersebut digunakan nasabah untuk

membuka usaha baru maupun untuk mengembangkan usahanya.

Tabel 13. Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Frekuensi Pinjaman Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

1-3 kali 50 62,50

4-6 kali 15 18,75

7-10 kali 7 8,75

> 10 kali 8 10

Total 80 100

Page 82: H09epm

Berdasarkan Tabel 13, responden mengajukan pinjaman, mayoritas

sebanyak satu sampai tiga kali pengajuan pinjaman sebesar 62,50 persen, dan juga

empat sampai enam kali pengajuan pinjaman sebesar 18,75 persen. Berdasarkan

hasil wawancara dengan responden, frekuensi pinjaman sebanyak satu sampai tiga

kali merupakan nasabah baru pinjaman. Responden tersebut baru menjadi

nasabah pinjaman KUR BRI dikarenakan usaha yang dijalankannya memerlukan

tambahan dana untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya

dikarenakan banyaknya usaha-usaha baru yang sejenis dan memperketat

persaingan.

6.2.8. Waktu Perealisasian KUR Responden

Waktu perealisasian KUR dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai

karakter nasabah, apabila waktu perealisasian KUR cepat maka pihak BRI sudah

memiliki kepercayaan terhadap calon nasabahnya, selain itu usaha yang

dijalankan sudah dinilai layak dan persyaratan sudah dipenuhi oleh calon nasabah.

Tabel 14. Waktu Perealisasian KUR Responden Nasabah KUR BRI Unit

Leuwiliang

Waktu Perealisasian Pinjaman Jumlah Responden Persentase

(Hari) (Orang) (%)

1 3 3,75

2 2 2,50

3 16 20

5 5 6,25

7 48 60

10 4 5

14 1 1,25

30 1 1,25

Total 80 100

Page 83: H09epm

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 14, dapat dilihat mayoritas waktu

perealisasian KUR adalah tujuh hari sebesar 60 persen dan tiga hari sebesar 20

persen. Waktu perealisasian KUR selama tujuh hari merupakan waktu yang

dijanjikan oleh BRI dalam perealisasian dana setelah dilakukan survey lapang

guna mengetahui kelayakan usaha, sedangkan waktu perealisasian dana kurang

dari tujuh hari dikarenakan nasabah tersebut merupakan nasabah lama atau

mempunyai hubungan baik dengan BRI Unit Leuwiliang. Selain itu waktu

perealisasian lebih dari tujuh hari bahkan mencapai satu bulan dikarenakan kurang

terpenuhinya persyaratan-persyaratan dalam pengajuan pinjaman.

Modal Usaha Responden

Modal usaha merupakan salah satu mekanisme penyaluran kredit, yang

merupakan sejumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini

kelihatannya berkaitan dengan tujuan kredit yang berfungsi sebagai penyedia

dana, dalam kaitan bisnis, semakin besar modal usaha seseorang maka semakin

dipercaya untuk menerima kredit.

Besarnya modal usaha yang dimiliki setiap nasabah berbeda-beda ada

yang memiliki modal besar, ada juga yang memiliki modal kecil, tergantung

dengan jenis usaha yang dijalankannya. Umumnya usaha yang dijalankan oleh

responden BRI Unit Leuwiliang adalah toko-toko sembako, rumah makan,

makanan dan minuman baik dalam volume besar maupun kecil. Dapat dilihat

pada Tabel 15, mayoritas responden memiliki modal usaha sebesar lebih dari 10

juta rupiah sebesar 73,75 persen, dengan usaha yang dijalankan beragam seperti

usaha agribisnis pertanian, peternakan, toko kayu bangunan, dan rumah makan

atau restoran . Sedangkan untuk modal kurang dari 10 juta rupiah usaha yang

dijalankan adalah tukang sayur, tukang gorengan, bubur ayam, bakso, dan trading.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 15, dapat dilihat mayoritas

responden yang mendapatkan KUR memiliki modal usaha diatas sepuluh juta

rupiah. Responden yang memiliki modal usaha dibawah sepuluh juta rupiah

relatif kecil, sehingga masih banyak para pengusaha kecil yang memiliki modal

usaha dibawah sepuluh juta rupiah belum dapat memperoleh KUR. Dalam hal ini

BRI Unit Leuwiliang memperhatikan faktor keamanan karena semakin besar

Page 84: H09epm

modal usaha responden maka semakin besar omzet yang dihasilkan. Modal usaha

merupakan salah satu kriteria penting dalam penyaluran kredit karena semakin

besar modal usaha seseorang maka semakin dipercaya untuk menerima kredit.

Tabel 15. Modal Usaha Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang

Modal Usaha Responden Jumlah Responden Persentase

(Orang) (%)

Rp. 0 - 5.000.000 7 8,75

Rp. 5.000.001-10.000.000 14 17,50

> Rp.10.000.000 59 73,75

Total 80 100

6.4. Kondisi Ekonomi

Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain

yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu

kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi

kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat

positif maupun negatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di BRI

Unit Leuwiliang kondisi perekonomian mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan usaha yang dijalankan. Saat ini di wilayah Leuwiliang terdapat

beberapa usaha yang sangat membutuhkan dana untuk mempertahankan usahanya

dikarenakan ketatnya persaingan, selain itu ada beberapa usaha yang

membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan membuka usaha baru.

Page 85: H09epm

VII. ANALISIS REALISASI KUR

DI BRI UNIT LEUWILIANG

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat

dimodelkan kedalam suatu fungsi permintaan. Dalam penelitian ini terdapat

tujuh faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR, yaitu tingkat pendapatan

(X1) , aset-aset yang dimiliki keluarga (X2), aset-aset yang dimiliki usaha (X3),

frekuensi atau pengalaman mengambil kredit (X4), lama usaha yang dijalankan

(X5), modal yang dimiliki untuk usaha (X6) dan lama pendididikan formal (X7).

Data faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dilihat pada

Lampiran 9.

Dalam pembuatan suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan

beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas dan multikolinearitas.

Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan bahwa data yang diuji memiliki

sebaran normal, dimana titik-titik data membentuk pola linear sehingga konsisten

dengan distribusi normal, sedangkan asumsi homogenitas terpenuhi dalam gambar

scatterplot pada Lampiran 10, antara regression studentized residual dengan

regression adjusted predicted value tidak membentuk suatu pola tertentu,

sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diuji homogen.

7.1 Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent

Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel dependent dan

independent, yang menjadi variabel dependent adalah besarnya kredit yang

direalisasikan oleh BRI Unit, sedangkan variabel independent terdiri dari tujuh

variabel, yaitu tingkat pendapatan, asset-asset yang dimiliki keluarga, asset-asset

yang dimiliki usaha, frekuensi atau pengalaman mengambil kredit, lama usaha

yang dijalankan, modal yang dimiliki untuk usaha dan lama pendididikan formal.

Dalam penelitian ini nilai VIF pada masing-masing peubah bebas tertinggi

pada peubah X3 (asset usaha) dengan nilai VIF mencapai 4,4. Karena nilai VIF

lebih kecil dari 5 maka tidak terdapat hubungan yang kuat antara peubah bebas

atau masing-masing peubah bebas tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya

(bebas multikolinearitas).

Page 86: H09epm

Nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel independen (peubah

bebas) diuji dengan menggunakan uji-F dan uji-t. Uji-F dan uji-t digunakan untuk

mengetahui apakah peubah bebas mempengaruhi realisasi KUR, dan faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhi realisasi KUR. Hasil yang didapat dalam uji-F ini

diketahui bahwa dari keseluruhan peubah bebas mempengaruhi secara nyata

perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 16). Penilaian pada P-value

dalam tabel sebesar 0,006 lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05.

Berdasarkan hasil uji-t diketahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi mempengaruhi perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 16), pada α = 0,05 ada tiga faktor yang

mempengaruhi perealisasian KUR secara nyata, yaitu tingkat pendapatan sebesar

2,147, frekuensi atau pengalaman kredit sebesar 2,321, dan lama usaha sebesar

2,602. Sedangkan pada α = 0,1 ada empat faktor yang mempengaruhi

perealisasian KUR, yaitu tingkat pendapatan responden per bulan sebesar 2,147,

frekuensi atau pengalaman kredit sebesar 2,321, lama usaha sebesar 2,602, dan

modal usaha sebesar 1,861. Masing-masing peubah ini memiliki nilai t hitung

lebih besar dari t tabel pada α = 0,05, DF=79 adalah 1,960, dan α = 0,1, DF=79

adalah 1,645. Sehingga dari hasil tersebut, variabel-variabel bebas yang diuji

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

Tabel 16. Hasil Pengujian Model Regresi Linear Berganda

Variabel Koefisien

Resresi

t hitung Sig. VIF

(Konstanta)

Tingkat Pendapatan

Aset keluarga

Aset Usaha

Pengalaman kredit

Lama usaha

Modal usaha

Lama pendidikan

-3.958.276

0,084

-0,001

-0,001

79.793,974

4.990,259

0,001

-17.949,6

11,208

2,147

-0,235

-0,560

2,321

2,602

1,861

-0,538

0,000

0,040*

0,815

0,577

0,023*

0,042*

0,072**

0,592

2,3

2,6

4,4

1,3

1,2

4,2

1,1

R-sq = 66,5 % R-sq(adj) = 58,4 %

Model DF SS MS F P

Regresion 7 1,808E+013 2,58E+012 3,1 0,006

Residual 72 6,00E+013 8,33E+011

Total 79 7,81E+013 Ket : (

*),(

**) signifikan pada taraf nyata 5% dan 10%

Page 87: H09epm

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang mempengaruhi

realisasi KUR. Dari hasil penelitian pada Tabel 16. diketahui bahwa R2 adjusted

sebesar 58,4 persen, yang artinya kemampuan seluruh variabel X mampu

menjelaskan secara nyata keragaman perealisasian KUR sebesar 58,4 persen,

sedangkan sisanya sebesar 41,6 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

7.1.1. Variabel Dependent

Dalam penelitian ini yang menjadi peubah tidak bebas (dependent) adalah

jumlah KUR yang direalisasikan oleh BRI Unit Leuwiliang. Dalam perealisasian

KUR, BRI mengeluarkan kebijakan tentang besaran plafond KUR, dengan

plafond maksimum sebesar lima juta rupiah. Berdasarkan hasil penelitian,

maksimum perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang sebesar lima juta rupiah.

Besaran jumlah perealisasian KUR berfluktuatif dimana data permintaan KUR

memiliki nilai rata-rata Rp 4.462.500,00 dan memiliki nilai simpangan baku

sebesar 967.101,241.

7.1.2. Jumlah Pendapatan Responden

Berdasarkan tabel 16 jumlah pendapatan responden per bulan termasuk

salah satu faktor yang mempengaruhi realisasi KUR. Besarnya nilai X1 sebesar

0,084 artinya bila seorang nasabah mengalami peningkatan dalam pendapatannya

per bulan, maka jumlah realisasi KUR akan meningkat dikarenakan kemampuan

responden dalam pemenuhan kewajiban pembayaran meningkat. Jumlah

pendapatan responden, minimum pendapatan sebesar Rp 500.000,00 , sedangkan

pendapatan maksimum responden sebesar Rp 20.000.000,00. Hasil yang

diperoleh dari responden menunjukan data jumlah pendapatan responden per

bulan memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 4.435.709,00.

7.1.3. Aset Keluarga Responden

Asset keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah barang-barang

rumah tangga yang dimiliki oleh responden. Barang-barang yang dimiliki

responden ada berbagai macam dari perlengkapan rumah tangga, kendaraan, dan

Page 88: H09epm

lain-lain. Asset keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak mempengaruhi

perealisasian KUR. Faktor ini berpengaruh negatif terhadap perealisasian,

berdasarkan tabel 16. dengan meningkatnya aset keluarga sebesar satu rupiah,

maka perealisasian KUR akan menurun sebesar 0,001 rupiah. Dalam penelitian

ini aset keluarga berpengaruh negatif karena ada beberapa responden yang hanya

memiliki sedikit aset keluarga, dikarenakan responden tidak berkeluarga dan

hidup sendiri, sehingga aset keluarga yang dimiliki relatif sedikit.

Besaran nilai aset keluarga sangat beragam, aset keluarga terkecil sebesar

Rp 170.000,00 sedangkan aset nilai asset keluarga yang terbesar mencapai Rp

200.000.000,00 nilai aset keluarga yang besar berasal dari responden yang

berhasil dalam bidang usahanya.

7.1.4. Aset Usaha Responden

Responden memiliki aset usaha yang beragam, aset usaha yang dimiliki

berdasarkan pada jenis usaha yang dijalankan. Aset usaha digunakan sebagai

penunjang kelancaran dan perkembangan usaha. Berdasarkan Tabel 16. aset

usaha berpengaruh negatif terhadap perealisasian KUR, bila aset usaha meningkat

sebesar satu rupiah, maka perealisasian KUR akan menurun sebesar 0,001 rupiah.

Pada umumnya meningkatnya aset usaha berdampak pada peningkatan usaha dan

peningkatan pendapatan, dalam penelitian ini aset usaha berpengaruh negatif

karena ada beberapa responden yang tidak memiliki aset usaha karena jenis usaha

yang dijalankannya adalah trading.

Nilai aset usaha terkecil sebesar 0 (nol) dikarenakan tidak semua

responden memiliki usaha sendiri, melainkan berprofesi sebagai buruh tani

maupun PNS, sedangkan nilai aset usaha terbesar sebesar Rp 324.000.000,00.

7.1.5. Pengalaman Kredit Responden

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden

sudah pernah mengajukan pinjaman, dan berlanjut sampai sekarang, tetapi ada

juga yang baru mengajukan pinjaman. Pengalaman kredit menjadi salah satu

faktor yang paling mempengaruhi perealisasian KUR. Pengalaman kredit

berpengaruh positif terhadap perealisasian KUR, karena bila nasabah terus

Page 89: H09epm

berlanjut mengajukan pinjaman, maka BRI akan memberikannya, dan juga akan

meningkatkan jumlah pinjaman karena pihak BRI sudah mengenal karakteristik

nasabah, dan sudah menilai kelayakan usaha yang dijalankan, sehingga BRI

memberikan kepercayaannya terhadap nasabah tersebut.

Data yang didapatkan dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua

nasabah memiliki frekuensi pinjaman yang banyak, frekuensi pinjaman terkecil

adalah satu kali dan yang terbesar adalah 13 kali. Berdasarkan hasil penelitian,

frekuensi terkecil berasal dari responden yang baru pertama kali mendapatkan

pinjaman karena baru mengenal BRI dan selain itu juga responden itu sedang

membutuhkan tambahan modal untuk usahanya. Frekuensi pinjaman terbesar

berasal dari responden yang telah lama menjadi nasabah BRI dan terus

mengajukan permohonan kredit terhadap BRI.

7.1.6. Lama Usaha Responden

Dalam penelitian ini lama usaha merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perealisasian KUR. Lama usaha menunjukan perkembangan

usaha yang dijalankan dan juga eksistensi usaha yang dijalankan. Dalam

pemberian KUR, BRI menitikberatkan pada UMKM dikarenakan KUR memang

program yang ditujukan oleh pemerintah melalui bank BRI salah satunya untuk

membantu para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya.

Seluruh responden dalam penelitian ini sudah memiliki usaha, minimal

lama usaha yang dijalankan adalah satu tahun , dan usaha yang paling lama adalah

selama 29 tahun. Data lama usaha memiliki nilai rata-rata sebesar 11,9 yaitu lama

usaha responden rata-rata selama 12 tahun.

7.1.7. Modal Usaha Responden

Modal usaha menunjukan besarnya usaha yang dijalankan, semakin besar

jenis usaha yang dijalankan semakin besar modal yang harus tersedia. Dalam

penelitian ini modal terbesar adalah Rp 300.000.000,00 dan yang terkecil adalah 0

(nol) rupiah. Modal yang terkecil berasal dari responden petani atupun buruh

karena terbatasnya pendapatan sehingga modal usaha juga terbatas, sedangkan

modal yang besar berasal dari responden yang memiliki usaha pertanian dengan

Page 90: H09epm

lahan yang sangat luas serta peralatan yang sangat beragam. Biasanya responden

mengajukan pinjaman untuk perkembangan usaha yang dimiliki atau untuk

membuka unit usaha yang baru.

Berdasarkan tabel 16 modal berpengaruh positif terhadap perealisasian

KUR, besarnya nilai X6 sebesar 0,001 artinya apabila modal usaha naik sebesar

satu rupiah maka perealisasian KUR akan naik sebesar 0,001 rupiah. Besarnya

modal dapat menunjukan volume usaha dan juga perkembangan serta perluasan

usaha sehingga diperlukan pinjaman untuk tumbuh dan berkembangnya suatu

usaha. Dengan demikian semakin besar modal maka akan meningkatkan

pinjaman.

7.1.8. Lama Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan merupakan salah satu kriteria terpenting dalam

karakteristik responden, akan tetapi dalam penelitian ini lama pendidikan

berpengaruh negatif terhadap perealisasian KUR, sehingga tidak mempengaruhi

perealisasian KUR (Tabel 16). Lama pendidikan ini berfungsi dalam memahami

proses pengajuan KUR dan perealisasian KUR. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka akan memudahkan memahami dan mengerti

persyaratan-persyaratan pengajuan dan pengembalian KUR, serta hak dan

kewajiban nasabah KUR. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden lama

pendidikan tertinggi adalah selama 17 tahun atau sampai jenjang Sarjana 1 (S1)

dan lama pendidikan yang terendah adalah selama tiga tahun atau sampai dengan

kelas tiga sekolah dasar saja.

Page 91: H09epm

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Mekanisme penyaluran KUR yang telah dilakukan oleh BRI Unit

Leuwiliang dapat dikatakan tidak sulit. Syarat-syarat maupun prosedur telah

disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima oleh

masyarakat. Prosedur penyaluran kredit meliputi pelaksanaan persyaratan awal,

pendaftaran, dan pemeriksaan usaha calon nasabah. Pemeriksaan usaha calon

nasabah tidak terlepas dari prinsip penyaluran kredit (5 C).

Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik responden berdasarkan

pada prinsip penyaluran kredit, dapat diketahui bahwa karakteristik nasabah KUR

BRI Unit Leuwiliang secara umum responden mayoritas berumur 33 hingga 46

tahun. Sebagian besar responden BRI Unit Leuwiliang berjenis kelamin laki-laki,

akan tetapi ada juga sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan.

Tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden mayoritas sampai dengan

sekolah menengah umum (SMU).

Jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter nasabah, karena

dengan mengetahui pekerjaan nasabah maka pihak BRI dapat mengetahui

seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sehingga dapat menilai

calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya bila pinjaman

direalisasikan. Secara umum responden berprofesi sebagai wiraswasta.

Responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki rata-rata penghasilan mayoritas

berkisar antara satu juta sampai lima juta rupiah. Modal usaha responden KUR

BRI Unit Leuwiliang mayoritas diatas 10 juta rupiah.

Pengalaman kredit perlu diperhatikan dalam menilai karakteristik nasabah

karena dengan frekuensi pengambilan kredit dapat diketahui nasabah-nasabah

yang memiliki karakter yang baik sehingga dapat dipercaya. Dalam perealisasian

KUR mayoritas tujuh hari, ini dapat menyatakan bahwa sebagian besar responden

di Leuwiliang merupakan nasabah baru KUR. Perealisasian KUR selama tujuh

hari merupakan standar yang diberikan BRI dalam perealisasian kredit.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang adalah jumlah pendapatan

Page 92: H09epm

atau penghasilan, pengalaman pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha.

Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang mempengaruhi

secara negatif, yaitu aset keluarga, aset usaha dan lama pendidikan.

8.2. Saran

1. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih memfokuskan pada faktor pendapatan,

pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha dalam memenuhi perealisasian

KUR guna mendapatkan calon nasabah yang memiliki kualifikasi yang baik.

2. BRI Unit Leuwiliang diharapkan meningkatkan daya serap KUR bagi nasabah

dengan melakukan kegiatan pembinaan dan sosialisasi yang berkaitan dengan

manajemen usaha untuk meningkatkan usahanya sehingga perealisasian

terhadap KUR meningkat.

3. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih menilai karakteristik responden dalam

perealisasian KUR sehingga perealisasian kredit tepat sasaran bagi pengusaha

mikro dan kecil yang membutuhkan dan memenuhi persyaratan KUR BRI Unit

Leuwiliang.

4. Penelitian lanjutan disarankan untuk mengkaji efektivitas penyaluran KUR

kepada masyarakat di BRI.

Page 93: H09epm

DAFTAR PUSTAKA

Bank Rakyat Indonesia. 1991. Pedoman Kerja BRI Unit Bidang Kupedes. Bank

Rakyat Indonesia Kantor Pusat. Jakarta.

___________________ 2005. Buku Pedoman Operasional. Bank Rakyat

Indonesia Kantor Pusat. Jakarta.

Candrayasa, H. I. G. 2000. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum

Pedesaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilannya di

Bank Rakyat Indonesia Unit Diponegoro Surabaya. Skripsi. Jurusan Ilmu-

Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor.

Gujarati. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Kementrian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia. 2007. Indikator

Makro Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta.

___________________________________________________ 2007. Kredit

Usaha Rakyat (KUR). Jakarta.

Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Novitasari. 2006. Analisis Kinerja dan Dampak Kredit Umum Pedesaan

(KUPEDES) Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil di BRI Unit

Kreo Tanggerang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Nuryartono, N. 2005. Impact Of Smallholders Acces To Land And Credit Markets

On Technology Adoption And Land Use Decision: The Case Of Tropical

Forest Margins In Central Sulawesi Indonesia. Cuvillier Verlag

Gottingen.

Pangabean, M. H. K. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Permintaan dan Tunggakan Kupedes Pada Nasabah Bank Rakyat

Indonesia Kantor Cabang Iskandar Muda Medan. Skripsi. Departemen

Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor.

Page 94: H09epm

Pursito, D. J. 2003. Kajian Efektivitas dan Faktor-Faktor Penyaluran Kredit

Dalam Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan Oleh BRI di

Semarang. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pusdik BRI. 2007. Modul BRI. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BRI. Jakarta.

Risdwianto, B. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume

Penyaluran Kredit Bank Rakyat Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi dan

Studi Pembangunan. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Santoso, S. 1999. Aplikasi Excel Dalam Statistik Bisnis. PT. Elexmedia

Komputindo. Jakarta.

______________ 2006. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Parametrik. PT.

Elexmedia Komputindo. Jakarta.

Sari, G. W. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit

Umum Pedesaan (Kupedes) di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, Kasus

pada BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Citeureup. Skripsi. Program Sarjana

Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Suyatno, T. 2005. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Tarigan, K. P. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan

Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit

Parung Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Uyanto, S, S. 2006. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Edisi Kedua. Graha

Ilmu. Yogyakarta.

Wallpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Yunus, M. 2008. Bank Kaum Miskin. Marjin Kiri. Depok.

Zeller, Manfred dan Richard L Meyer. 2002. The Triangle of Microfinance

Financial Sustainability, Outrech, and Impact. The Internacional Food

Policy Research Institute.

Page 95: H09epm

LAMPIRAN

Page 96: H09epm

Lampiran 3. Kuesioner Responden

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

DI BANK RAKYAT INDONESIA

UNIT LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

Kuesioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan penelitian untuk skripsi

oleh Eko Putro Mulyarto, mahasiswa Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis,

Institut Pertanian Bogor. Mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuesioner dengan

jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, karena hal ini sangat

membantu keberhasilan penelitian ini. Terima kasih.

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Alamat :

3. No KTP/SIM :

II. KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Jenis Kelamin :

(1) Laki-Laki (2)Perempuan

2. Usia : tahun

3. Status Perkawinan:

(1) Bujangan (2) Menikah (3) Janda/Duda

4. Jumlah Tanggungan Keluarga :

(1) 0-3 orang (2) 4-6 orang (3) >6 orang

5. Pendidikan Terakhir (pendidikan formal)

(1) Tidak tamat SD

(2) SD

(3) SMP

(4) SMU

(5) D3/Sarjana

Lama pendidikan :………tahun

6. Pendidikan non formal :

(1) Kursus bahasa…..

(2) Kursus komputer

(3) dll…………..

Page 97: H09epm

7. Pekerjaan Utama :

(1) Petani

(2) Wiraswasta

(3) PNS

(4) Buruh

(5) Ibu Rumah Tangga

8. Pekerjaan Sampingan (diisi jika ada) :

9. Asset Keluarga yang dimiliki :

No

Jenis Asset yang dimiliki

Harga (Rp)

Total

III. KARAKTERISTIK USAHA

1. Jenis usaha yang anda jalankan?

2. Komoditas yang diusahakan oleh anda?

3. Usaha yang anda jalankan bergerak di bidang :

(1) Subsistem input

(2) Subsistem Onfarm

(3) Subsistem Output /off farm

(4) Pengolahan

4. Sudah berapa lama usaha anda berjalan?

Mulai tahun berapa usaha dijalankan?

5. Lokasi usaha?

(1) Lingkungan masyarakat

(2) Pasar tradisional

(3) Pedagang kaki lima

(4) Keliling

6. Wilayah pemasaran usaha anda?

(1) Wilayah kelurahan

(2) Wilayah kecamatan

(3) Kota

(4) Luar kota

Page 98: H09epm

7. Konsumen produk/jasa usaha anda ?

(1) Rumah tangga

(2) Pegawai/karyawan

(3) Pedagang

(4) Lain-lain

8. Berapa modal kerja yang dibutuhkan pada saat memulai usaha?

No

Modal kerja

Harga (Rp)

Input :

Total

9. Status usaha?

(1) Sewa

(2) Milik

(3) Gadai

(4) dll(…………….)

10. Sifat usaha yang anda jalankan ?

(1) Utama

(2) Sampingan

11. Berapa penerimaan bersih usaha per bulan atau omset usaha per bulan yang

anda terima ?

Biaya pengeluaran (input, TK, transport,dll)

Pendapatan (output)

Total pendapatan – total biaya pengeluaran

= penerimaan

Page 99: H09epm

12. Asset Usaha yang dimiliki :

No

Jenis Asset yang dimiliki

Harga (Rp)

Total

IV. PERMINTAAN KREDIT

1. Sejak kapan anda mulai mengambil kredit ?

2. Alasan anda mengambil kredit ?

3. Peruntukan pinjaman :

(1) Usaha

(2) Konsumsi

4. Sudah berapa kali anda mengambil kredit/frekuensi kredit ?

5. Alasan anda memilih Bank Rakyat Indonesia (BRI) ?

6. Permasalahan apa yang anda peroleh dalam mengambil kredit?

7. Aksesibilitas/jarak bank BRI dengan rumah anda?

(1) 1-15 menit

(2) 16-30 menit

(3) > 30 menit

8. Berapa jumlah permintaan kredit yang anda ajukan?

9. Berapa lama waktu perealisasian kredit yang diajukan ?...........hari

10. Berapa lama jangka waktu pengembalian kredit anda ?

11. Kenapa anda memilih mengambil kredit usaha rakyat (KUR), Alasan anda?

Page 100: H09epm

Lampiran 10. Hasil Output SPSS Regresi Linier

Variables Entered/Removedb

x7, x5, x6,

x4, x2, x1,

x3a

. Enter

Model

1

Variables

Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: yb.

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .407(a) .665 .584 925447.897

a Predictors: (Constant), x7, x5, x6, x4, x2, x1, x3 b Dependent Variable: y

Coefficients a

-3958276 353155.6 11.208 .000

.084 .043 .318 2.147 .040

-.001 .004 -.041 -.235 .815

-.001 .002 -.164 -.560 .577

79793.974 34378.088 .280 2.321 .023

4990.259 13241.162 .044 2.062 .042

.001 .002 .047 1.861 .072

-17949.6 33383.686 -.062 -.538 .592

(Constant)

x1

x2

x3

x4

x5

x6

x7

Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta

Standardized Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: y a.

ANOVA b

1.808E+013 7 2.58E+12 3.10E+00 .006 a

6.00E+013 72 8.33E+11 7.81E+013 79

Regression Residuall

Total

Model 1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), x7, x5, x6, x4, x2, x1, x3 a.

Dependent Variable: y b.

Page 101: H09epm

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation Minimum Maksimum

Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

4462500 4435709

25453375 77017500

4.0125 11.9250

62015000 9.6750

967101.241 3656504.583 46246893.89 157340960.2

3.39934 8.47151

126337613.9 3.34428

1.000.000 500.000 170.000

0 1 1 0 3

5.000.000 20.000.000

250.000.000 900.000.000

13 29

600.000.000 17

3 2 1 0 -1 -2

Regression Standardized Predicted Value

2

1

0

-1

-2

-3

-4

Regression Studentized Deleted

(Press) Residual

Dependent Variable: y

Scatterplot

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: y

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Page 102: H09epm

Lampiran 11. Undang-Undang RI Tentang UMKM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 2008

TENTANG

USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan

melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi

ekonomi;

b. bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi

dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang

mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan

struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan

berkeadila n;

c. bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana

dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh,

optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang

kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan

pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan

kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan

pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;

d. bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang

semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995

tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh

jaminan kepastian dan keadilan usaha;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Page 103: H09epm

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA MIKRO, KECIL,

DAN MENENGAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha

Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih ata u hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan

usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih

besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara

Page 104: H09epm

atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan

Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah

Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk

penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi

usaha yang tangguh dan mandiri.

9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan

Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan

perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi

agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan,

kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.

10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah

Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,

pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan

meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah.

11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah

Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan

lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk

memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka

memperkuat permodalannya.

13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung

maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,

Page 105: H09epm

mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah.

15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab

untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:

a. kekeluargaan;

b. demokrasi ekonomi;

c. kebersamaan;

d. efisiensi berkeadilan;

e. berkelanjutan;

f. berwawasan lingkungan;

g. kemandirian;

h. keseimbangan kemajuan; dan

i. kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 3

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan

mengembangkan usahanya dalam rangka membangun

perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang

berkeadilan.

Page 106: H09epm

BAB III

PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN

Bagian Kesatu

Prinsip Pemberdayaan

Pasal 4

Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;

b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan

berkeadilan;

c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar

sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara

terpadu.

Bagian Kedua

Tujuan Pemberdayaan

Pasal 5

Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,

berkembang, dan berkeadilan;

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan

c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam

pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Page 107: H09epm

BAB IV

KRITERIA

Pasal 6

(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah).

(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00

(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan

ayat (2)huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya

dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

Page 108: H09epm

BAB V

PENUMBUHAN IKLIM USAHA

Pasal 7

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan

menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi

aspek:

a. pendanaan;

b. sarana dan prasarana;

c. informasi usaha;

d. kemitraan;

e. perizinan usaha;

f. kesempatan berusaha;

g. promosi dagang; dan

h. dukungan kelembagaan.

(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu

menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a

ditujukan untuk:

a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga

keuangan bukan bank;

b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya

sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat,

tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk

mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang

disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik

Page 109: H09epm

yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.

Pasal 9

Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b

ditujukan untuk:

a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan

mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan

b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan

Kecil.

Pasal 10

Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:

a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan

informasi bisnis;

b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber

pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan

c. memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.

Pasal 11

Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:

a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan

Usaha Besar;

c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

Page 110: H09epm

d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;

e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah;

f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya

persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan

g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh

orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.