guru ideal menurut imam al ghazali dan syekh az...

73
i GURU IDEAL MENURUT IMAM AL GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI SERTA KRITIK TERHADAP KONDISI GURU SAAT MENGAJAR Oleh BENNY PUTRA MAHENDRA NIM. 12010180005 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Agama Islam PROGRAM STUDI PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2020

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    GURU IDEAL MENURUT IMAM AL GHAZALI

    DAN SYEKH AZ-ZARNUJI SERTA KRITIK TERHADAP

    KONDISI GURU SAAT MENGAJAR

    Oleh

    BENNY PUTRA MAHENDRA

    NIM. 12010180005

    Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

    untuk gelar Magister Pendidikan Agama Islam

    PROGRAM STUDI PASCASARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2020

  • ii

  • iii

  • iv

    PERNYATAAN KEASLIAN

    “Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan

    hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak

    mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan

    sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah

    diajukan untuk gelar atau ijasah pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga

    atau perguruan tinggi lain. Tesis ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh

    Perpustakaan IAIN Salatiga.”

    Salatiga, 8 Juni 2020

    Yang membuat pernyataan

    Benny Putra Mahendra

  • v

    MOTTO

    “Bondho, Bahu, Pikir, lek perlu sak nyawane pisan”

  • vi

    ABSTRAK

    Mahendra, Benny Putra. 2020. Guru Ideal Menurut Imam Al Ghazali dan Syekh Az-

    Zarnuji serta Kritik Terhadap Kondisi Guru saat Mengajar. Tesis. Salatiga:

    Program Pascasarjana IAIN Salatiga. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Phil.

    Widiyanto, M.A.

    Kata Kunci : Guru, Guru Ideal, Mengajar,

    Tesis ini bertujuan untuk mengetahui (1) Guru Ideal dalam pandangan Imam Al-

    Ghazali dan Imam Az-Zarnuji dengan mengkaji kitab Ihya‟ Ulumuddin dan Ta‟liimul

    Muta‟alim. (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran

    keduanya dalam pendidikan (3) Mengindentifikasi Kritik dan memberikan solusi

    terkait dengan kondisi guru saat mengajar.

    Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan pengamatan literasi

    teks. Sumber data yang diperoleh yaitu sumber data primer dan sekunder. Teknik

    pengumpulan data melalui teknik dokumentasi dan penelitian pustaka. Teknis analisis

    datanya menggunakan teknik analisis deskriptif. Deskriptif analitis cara mereduksi

    data, display data dan mengambil kesimpulan.

    Permasalahan yang dibahas meliputi Kritik, Solusi guru saat mengajar, dan

    Guru Ideal dalam pandangan Imam Al-Ghazali dan Imam Az-Zarnuji, Hasil

    penelitian menunjukkan (1) kompetensi guru yang rendah dalam mengajar sehingga

    perlu memperkuat karakteristik guru dengan beberapa pelatihan dan penguatan

    motivasi mengajar sesuai p[endapat Al-Ghazali dan Az-Zarnuji. (2) Pemikiran Al-

    Ghazali dan Az-Zarnuji banyak dipengaruhi Tasawuf serta Ilmu yang harus selalu

    bersanding dengan Amal. (3) Kritik yang muncul adalah guru yang kurang

    memahami peran sebagai pendidik, Semangat mengajar dipengaruhi oleh faktor

    internal dan eksternal, dan Guru adalah Profesi bukan hanya pekerjaan. Solusi yang

    muncul adalah dengan memaksimalkan peran supervisor dalam permasalah tersebut.

  • vii

    ABSTRACT

    Mahendra, Benny Putra. 2020. Ideal Teachers According to Imam Al Ghazali and

    Syekh Az-Zarnuji and Critics of the Teacher's Condition in Teaching. Thesis.

    Salatiga: Salatiga IAIN Postgraduate Program. Supervisor: Prof. Dr. Phil

    Widiyanto, M.A.

    Keywords: Teacher, Ideal Teacher, Teaching,

    This thesis aims to find out (1) The Ideal Teachers in the view of Imam Al-

    Ghazali and Syekh Az-Zarnuji by studying the books of Ihya 'Ulumuddin and

    Ta'liimul Muta'alim. (2) Identifying factors them both of their thoughts in education

    (3) Identifying Critics and providing solutions related to the teacher's condition when

    teaching.

    This type of research is qualitative by observing text literacy. Sources of data

    obtained are primary and secondary data sources. Data collection techniques through

    documentation and library research techniques. The data analysis technique uses

    descriptive analysis techniques. Descriptive analytical methods for reducing data,

    displaying data and drawing conclusions.

    The results of the study show (1) low teacher competence in teaching so it is

    necessary to strengthen the characteristics of teachers with some training and

    strengthen teaching motivation according to the opinion of Al-Ghazali and Az-

    Zarnuji. (2) The thoughts of Al-Ghazali and Az-Zarnuji are influenced by Sufism and

    Knowledge which must always be side by side with Charity. (3) Criticism that arises

    is the teacher who does not understand the role as an educator, the spirit of teaching is

    influenced by internal and external factors, and the teacher is a profession not just a

    job. The solution that emerged was to maximize the supervisor's role in the problem.

  • viii

    PRAKATA

    Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.

    Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas segala

    limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan

    dalam menyelesaikan tesis dengan judul “Guru Ideal menurut Imam Al-Ghazali

    dan Syekh Az-Zarnuji serta Kritik Terhadap Kondisi Guru saat Mengajar”.

    Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw., keluarga, sahabat dan

    para pengikutnya yang setia.

    Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan

    gelar Magister Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

    yang telah membantu Penulis dalam penulisan tesis ini, antara lain:

    1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.

    2. Direktur Program Pascasarjana IAIN Salatiga, Prof. Dr. Phil. Widiyanto,

    M.A.

    3. Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

    memberikan bimbingan dan arahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan

    tesis ini.

    4. Seluruh tim penguji yang meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan

    menguji tesis dalam rangka menyelesaikan program pascasarjana Pendidikan

    Agama Islam.

  • ix

    5. Para dosen pascasarjana IAIN Salatiga dan segenap Civitas Akademik IAIN

    Salatiga.

    6. Seluruh informan yang berkontribusi.

    7. Kedua orang tua, ayahanda Muhammad Yusuf dan ibunda Endang Panikem

    yang senantiasa memberikan dukungan secara moril maupun materil.

    8. Kakakku Reni Herawati dan Adikku Danny Putra Prasetyo, yang selalu

    memberikan semangat.

    9. Rekan-rekan Pascasarjana IAIN Salatiga kelas A yang sangat inspiratif dan

    ambisius.

    Tesis ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan dan masih banyak

    kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

    pembaca.

    Salatiga, 8 Juni 2020

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

    HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iv

    MOTTO ................................................................................................................. v

    ABSTRAK ............................................................................................................ vi

    PRAKATA ........................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ................................................................................. 1

    B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 2

    C. Batasan Masalah ............................................................................... 3

    D. Rumusan Masalah ............................................................................ 3

    E. Signifikasi dan Tujuan Penelitian..................................................... 3

    F. Kajian Pustaka .................................................................................. 4

    G. Metode Penelitian ........................................................................... 12

    H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 13

    BAB II PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI

    TENTANG GURU IDEAL DALAM PEDIDIKAN

    A. Kriteria Guru Ideal ........................................................................ 14

    B. Kriteria Guru Ideal menurut Imam Al-Ghazali ............................. 15

    C. Kriteria Guru Ideal menurut Syekh Az-Zarnuji ........................... 18

  • xi

    D. Persamaan pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji tentang

    Guru .............................................................................................. 23

    E. Perbedaan pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji tentang

    Guru ............................................................................................... 24

    BAB III SOSIO PENDIDIKAN YANG MEMPERNGARUHI PEMIKIRAN

    IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM

    PENDIDIKAN

    A. Sosio Pendidikan Imam Al-Ghazali ............................................. 28

    B. Riwayat Pendidikan Imam Al-Ghazali ......................................... 30

    C. Sosio Pendidikan Syekh Az-Zarnuji ............................................ 33

    D. Riwayat Pendidikan Syekh Az-Zarnuji ........................................ 35

    BAB IV KRITIK DAN SOLUSI TENTANG KONDISI GURU SAAT

    MENGAJAR

    A. Kritik Guru saat mengajar ............................................................. 38

    B. Solusi Guru saat mengajar ............................................................. 46

    C. Analisis Guru Ideal saat mengajar................................................. 48

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan ........................................................................................ 51

    B. Saran .............................................................................................. 53

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 58

    BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 61

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Pengantar Bimbingan Tesis 58

    2. Lembar Bimbingan Tesis 59

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan adalah pilar dalam pembangunan bangsa. Namun, tidak jarang

    banyak permasalahan yang timbul dalam pendidikan diantaranya dengan

    hilangnya filosofi pendidikan dari program kulikuler, yang dilanjutkan dengan

    kurikulum yang selalu berubah-ubah, kompetensi guru dan profesionalisme.

    Hal ini dibahas dalam jurnal kependudukan tahun 2010. Banyak solusi yang

    telah diterapkan pemerintah diantaranya mengadopsi sistem pendidikan dari

    luar. Namun kenyataan kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

    Kembali mengingat tahun 2000, hanya 39 persen penduduk usia 15

    tahun yang bersekolah pada jenjang SMP atau SMA. Sementara, pada tahun

    2019, angka tersebut meningkat menjadi 85 persen. Untuk menanggapi hal

    tersebut, Nadiem Anwar Makarim menyampaikan dalam hasil studi

    Programme for International Student Assessment (PISA) 2019 bahwa sadar

    masyarakat terhadap pendidikan sangatlah tinggi maka Pekerjaan Rumah kita

    adalah pemeratakan jumlah guru, mutu guru dan resources. Dalam PISA juga

    ditemukan bahwa guru-guru di Indonesia tergolong memiliki antusiasme yang

  • 2

    tinggi keempat setelah Albani, Kosovo, dan Korea. Namun, kebanyakan guru

    masih belum memahami kebutuhan setiap individu muridnya.1

    Untuk itu, transformasi Pendidik dan Pendidikan merupakan suatu

    keniscayaan karena dengan ini pendidikan manusia Indonesia seutuhnya akan

    dapat terlaksana. Dengan terlaksananya pendidikan dan tidak menjadikan

    guru satu satunya sumber pedidikan, guru akan mampu mencetak anak-anak

    bangsa yang potensial dan siap berperan aktif dalam masyarakat dunia.

    B. Identifikasi Masalah

    1. Identifikasi Masalah

    Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi berbagai masalah

    sebagai berikut;

    a. Kualitas guru yang masih rendah

    b. Setiap tindakan anak menjadi tanggungjawab bagi pendidiknya.

    c. Proses pembelajaran yang selalu tertuntut dengan pencapaian

    kurikulum, sehingga banyak siswa yang belum memahami

    pembelajaran secara utuh dikarenakan pencapaian tersebut.

    1 https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-makin-

    meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas

  • 3

    C. Batasan Masalah

    Untuk menghindari meluasnya pembahasan maka batasan masalah

    difokuskan untuk mengetahui Karakter Guru Ideal dalam pandangan Imam

    Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji (dalam Kitab Ihya‟ Ulumuddin dan

    Ta‟limul Muta‟aliim) serta kritik Guru dalam mengajar dan penyelesaiannya.

    D. Rumusan Masalah

    2. Perumusan Masalah

    Mengacu pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah;

    a. Bagaimana pandangan konsep Guru ideal menurut Imam Ghazali dan

    Syekh Az-Zarnuji?

    b. Apa sajakah yang faktor sosio pendidikan yang mempengaruhi

    pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji tentang

    pendidikan?

    c. Apa sajakah kritik dan solusi yang muncul terhadap kondisi guru saat

    mengajar?

    E. Signifikasi Penelitian dan Tujuan Penelitian

    1. Tujuan

    a. Menemukan kriteria Guru Ideal dalam Pendidikan.

    b. Manganalisis, Mengkomparasikan dan menawarkan solusi tentang

    Kriteria Guru Ideal menurut pandangan Imam Ghazali dan Syekh Az-

    Zarnuji yang sesuai dengan tuntutan zaman.

  • 4

    2. Manfaat

    a. Manfaat Teoritis

    Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi

    kontribusi positif dan menambah khasanah pustaka berkaitan

    pendidikan karakter Guru yang ideal dalam pendidikan.

    b. Manfaat Praktis

    Secara praktis, penelitian ini sebagai referensi bagi

    pengembangan pendidikan agama Islam dan menambah wawasan bagi

    praktisi pendidikan yang berkaitan tentang Guru yang ideal dalam

    pendidikan.

    F. Kajian Pustaka

    1. Guru Ideal dalam Pendidikan

    a. Guru

    Dalam undang-undang republik indonesia nomor 14 tahun

    2005 tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa, Guru adalah

    pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

    membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

    peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

    pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.2

    2 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005

    Tentang Dosen dan Guru

  • 5

    Guru mempunyai tuntutan dalam pendidikan dengan hal-hal

    yang menyertainya dengan adanya perkembangan zaman dan

    teknologi yang tak terkendali, pengetahuan pada zaman ini tidak hanya

    didapat dari guru saja namun peserta didik dapat mengaksesnya dari

    alat-alat canggih yang dimiliki. Hal inilah yang menyebabkan guru

    tidak lagi menjadi sumber pembelajaran utama.

    b. Guru Ideal

    Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan

    dan pengajaran. Dari diri gurulah hadir para peserta didik yang hebat

    yang berperan bagi kemajuan bangsa dan agama. Pendidik dan Guru

    selain mempunyai keinginan yang kuat untuk mengabdikan diri untuk

    mendidik ada juga kompetensi yang harus dikuasai.

    Guru yang diperlukan oleh murid memiliki keahlian dalam

    bidangnya, ia juga memilliki sifat kasih sayang dan juga muru‟ah

    (etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan martabat

    seorang guru, ia juga mempunyai metode yang baik dalam mengajar

    dan baik juga dalam pemahamannya.3

    Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat dan kawan-kawan, menjadi

    guru tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan

    seperti di bawah ini:

    3 Muhammad Hasyim As-sya‟ri, Adabul Alim wal Muta‟aliim, Jombang: Maktabatu Turast

    Al-Islamy, 1994, 29.

  • 6

    1) Takwa kepada Allah Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan

    Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah,

    jika Ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan

    bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW. menjadi teladan

    bagi umatnya. Sejauh mana seorang guru mampu memberi teladan

    yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia

    diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi

    penerus bangsa yang baik dan mulia.

    2) Berilmu, ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu

    bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan

    kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.

    3) Sehat jasmani Kesehatan jasmani, kerap kali dijadikan salah satu

    syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru akan

    mampu menunaikan tugasnya dengan baik bila didukung dengan

    kesehatan yang baik. Kesehatan ini menjadi penting, karena akan

    mempengaruhi semangat mengajar dan tercapainya tujuan

    pendidikan.

    4) Berkelakuan baik, budi pekerti guru sangat penting dalam

    pendidikan watak murid. Guru harus menjadi suri teladan karena

    anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan

  • 7

    adalah membentuk akhlak baik kepada anak dan hal ini bisa

    terwujud jika guru berakhlak baik pula.4

    c. Mengajar

    Dalam perspektif pendidikan, mengajar adalah suatu kegiatan

    mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid. Dalam

    beberapa pendapat, mengajar (ta‟lîm) disetarakan dengan mendidik

    (ta‟dîb). Namun demikian, mengajar dinilai lebih dahulu ada dari pada

    mendidik. Ini dapat dilihat dari sejarah Rasulullah yang mengajarkan

    membaca al-Qur‟an kepada para sahabat-Nya. Bahkan al-Qur‟an

    menyebutkan bagaimana Allah mengajarkan nama-nama kepada

    Adam “Dan Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama

    (benda) seluruhnya.” dan “Allah telah mengajarkan kepada kamu apa

    yang belum kamu ketahui.”5

    Dalam hal mengajar, al-Ghazâlî mempunyai pandangan

    sebagai berikut:

    1) Memelihara anak dari perbuatan tercela

    2) Membimbingnya agar menjadi anak yang sholeh

    3) Menjauhkan anak dari pergaulan yang jelek

    4) Mengajarkan cara yang benar dalam mencari rizki

    5) Mengajar anak agar tidak sombong

    4 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, 41-42.

    5 Mohammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar dalam pandangan Imam Ghazali,

    Jurnal Tadris Vol. 1 No.2 2006, 149.

  • 8

    6) Mengajarkan al Qur‟an

    7) Memberikan kesempatan untuk bermain dan berolah raga

    untuk mengembangkan penalaran.6

    Pandangan mengajar al-Ghazâlî sebagaimana tersebut diatas,

    menekankan pada aspek pembinaan moral yang mengacu pada baik

    buruknya manusia sebagai manusia, yang berkaitan dengan nilai nilai

    susila serta berhubungaxn dengan larangan dan tindakan yang

    membicarakan benar atau salah.

    d. Kitab Ihya Ulumuddin

    Tugas guru tidak hanya mencerdaskan pikiran, melainkan

    membimbing, mengarahkan, meningkatkan, dan menyucikan hati

    untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi peranan guru bukan

    hanya mengajar, menstransfer ilmu, melainkan yang lebih penting

    adalah “mendidik”.

    Al Ghazali salah satu dari tokoh pendidikan Muslim. Nama

    lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin

    Ahmad, Imam Besar Abu Hamid Al-Ghazali Hujjatul Islam.

    Dilahirkan di Thusia, suatu kota di Khurasan dalam tahun 450 H/1058

    M. Ayahnya bekerja membuat pakaian dari bulu (Wol) dan

    menjualnya dipasar Thusia. Sebelum meninggal, ayah Al-Ghazali

    6 Mohammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar dalam pandangan Imam Ghazali,

    Jurnal Tadris Vol. 1 No.2 2006, 150.

  • 9

    meninggalkan wasiat pada seorang ahli tasawuf temannya, supaya

    mengasuh dan mendidik Al-Ghazali dan adiknya Ahmad. Setelah

    ayahnya meninggal maka hiduplah Al-Ghazali dibawah asuhan ahli

    tasawuf.7

    Pengertian pendidikan menurut Al-Ghazali adalah

    menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang

    baik.8 Kitab Ihya‟Ulumuddin adalah salah satu karya Imam Al-

    Ghazali sebagai ensiklopedia ilmiah dalam bidang tasawuf. Al-Ghazali

    merancang kitab ini menjadi empat bagian atau Rubu‟. Keempat

    bagian tersebut sebagai berikut:

    1) Seperempat bagian pertama tentang Ibadah

    2) Seperempat bagian kedua tentang kebiasaan-kebiasaan

    3) Seperempat bagian ketiga tentang Al-Muhlikat (penyakit-

    penyakit hati yang membinasakan)

    4) Seperempat terakhir tentang Al-Munjjiyat (akhlak-akhlak

    mulia yang menyelamatkan).9

    Kitab Ihya‟Ulumuddin secara umum membahas tentang

    akidah, akhlak, muamalah dan interaksi antarmanusia, akhlak terpuji

    7 Al-Ghazali, Ihya‟ulumuddin, Terj. Prof. Ismail Yakub, Jakarta: CV. Faizan Jilid 1, cet. 1,

    1965, 24 8 Adi Fadli, Konsep Pendidikan Imam Al-Ghazali Dan Relevansinya Dalam Sistem

    Pendidikan Di Indonesia, Jurnal Uin Mataram, Volume X, Nomor 2, Juli – Desember 2017, 81. 9 Shalih Ahmad Al-Syami, Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra,

    Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 172-174.

  • 10

    untuk menghiasi jiwa muslim dan akhlak tercela yang harus dijauhi,

    serta cara mengimplementasikan akhlak tersebut dalam kehidupan

    oleh sebab itu kitab ini mencangkup ilmu yang dibutuhkan muslim

    dalam hidupnya.

    Tujuan dalam penulisan kitab ini adalah menyelaraskan ilmu

    dengan amal. Sebab, tujuan ilmu adalah pengamalan dan

    membersihkan pengamalan dari noda demi tercapainya ikhlas yang

    merupakan tujuan yang diinginkan.

    Metode penulisannya juga menarik dengan menghadirkan ayat-

    ayat Al-Quran dan Hadist yang sesuai dengan topik disertai dengan

    Astar (keterangan) para sahabat dan generasi setelah mereka lalu

    membeberkan secara runut dan sistematis pemikiran-pemikiran yang

    hendak dibahasnya.

    e. Ta‟limul Muta‟allim

    Kitab Ta‟limul Muta‟alim merupakan kajian wajib di

    pesantren-pesantren salaf. Penulis Kitab Ta‟limul Muta‟allim adalah

    beliau Imam Al-faqih Al-A‟lim Burhanuddin Az-Zarnuji murid dari

    pengarang kitab Al-Hidayah, Ali bin Abu Bakar Al-Maghinani Al-

    Hanafi, pemilik karya tulis yang terkenal dalam fikih Imam Hanafi.

  • 11

    beliau wafat pada tahun 593 H. Beliau adalah Fuqaha yang hidup di

    kawasan Wara‟a Nahr, Asia tengah.10

    Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa Ta‟limul

    Muta‟allim menjelaskan tentang tatacara mencari guru yang baik yang

    memiliki sifat alim, wara‟ dan lebih tua. Sebagaimana Abu Hanifah

    memilih kiai Hammad bin Abi Sulaiman, karena beliau memiliki

    kriteria atau sifat-sifat tersebut. Maka Abu Hanifah mengaji ilmu

    kepadanya. Abu Hanifah berkata: Beliau adalah seorang guru yang

    berakhlak mulia, penyantun, dan penyabar. aku bertahan menaji

    kepadanya hinga aku sepperti sekarang.11

    Itulah beberapa hal pokok yang diterangkan dalam memilih

    Guru menurut kitab Ta‟limul Muta‟allim. Tentunya tidak cukup

    mewakili banyak hal yang dikupas mendalam di sana. Pada

    praktiknya, metode Ta‟limul Muta‟allim tampak hanya dipraktikkan

    oleh santri terhadap pelajaran agama dan yang terkait.

    10

    Az-Zarnuji, Ta‟lim Mutaalim Pentingnya adab sebelum ilmu, Terj. Abdurrahman Azzam, Surabaya: PT. Aqwam Media Profetika, cet.VII, 2019, xxii.

    11 Az-Zarnuji, Ta‟lim Mutaalim, Terj. Abdul Kadir Al-Jufri, Mutiara Ilmu, Surabaya: 2009,

    20.

  • 12

    G. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Berdasarkan pada tujuan penelitian, jenis penelitian ini

    merupakan penelitian Dokumentasi/Teks, maka cara yang dilakukan

    adalah penelitian Pustaka (Library research). Suatu rangkaian kegiatan

    yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

    dan mencatat serta mengolah bahan penelitian dari buku, ditambah

    juga dengan metode Hermenetika dan juga Historiografi dalam Kitab

    Ihya Ulumuddin dan Ta‟lim Al-Muta‟alim tentang Ilmu dan pelaku

    pendidikan. Secara lengkap, penelitian ini diharapkan dapat

    mengilhami Guru PAI agar mampu menjadi Guru Ideal dalam proses

    pendidikan di sekolah dan memberikan dampak yang lebih baik

    terhadap kualitas belajar pendidikan agama Islam.

    2. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah studi Literasi Teks, peneliti berusaha menyeleksi data-data

    buku yang memiliki relevansi dengan Guru Ideal dan Pembahasan

    yang terkait dengan Guru dalam kitab Ihya Ulumuddin dan Ta‟lim Al

    Muta‟alim.

    Sumber data primer, yaitu data yang sangat mendukung dan

    pokok dalam penelitian. Dalam Hal ini, peneliti menggunakan kitab

  • 13

    Ihya Ulumuddin dan Ta‟lim Al Muta‟alim baik dari buku aslinya dan

    juga terjemahan dari buku terkait.

    Sumber data sekunder, yaitu data yang berorientasi pada data

    yang mendukung secara langsung maupun tidak langsung yang

    berkaitan dengan subjek penelitian.

    H. Sistematika Penulisan

    1. BAB I : Pendahuluan, yang mengantarkan pada inti pembahasan

    selanjutnya meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

    manfaat penelitian, kajian teori, penelitian terdahulu, metode penelitian,

    dan sistematika penelitian.

    2. BAB II : Memuat pandangan Imam Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji

    tentang Guru yang ideal dalam pendidikan

    3. BAB III : Sosio Pedidikan yang mempengaruhi pemikiran Imam

    Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji dalam pendidikan

    4. BAB IV : Kritik dan solusi tentang kondisi guru saat mengajar.

    5. BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan tentang

    kesimpulan dari uraian yang telah dijelaskan dan saran-saran

  • 14

    BAB II

    PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI

    TENTANG GURU IDEAL DALAM PENDIDIKAN

    A. Kriteria Guru Ideal

    Kompetensi Guru dijelaskan dalam UU No.14/2005 yang dapat

    dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

    berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan

    tugas sebagai agen pendidikan. Kompetensi yang guru miliki juga harus

    meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan juga profesional

    sebagai tuntutan.

    Banyak para pakar pendidikan Islam yang menjelaskan beberapa sifat

    tentang guru ideal diantaranya adalah Ibnu Sina yang memiliki kecerdasan,

    memeluk agama islam, mengetahui cara bina akhlak, pawai dalam mendidik,

    berpenampilan tenang dan menarik, tidak gemar mengolok-olok dan bermain

    dihadapan murid, tidak bermuka masam, bersikap sopan santun, serta

    memiliki hati bersih, suci dan murni.12

    Al-Mawardi pun juga menjelaskan tentang beberapa kriteria guru yang

    ideal ialah menguasai bidang ilmu yang diajarkan, mempunyai kemampuan

    12

    Arifin Yanuar, Pemikiran Emas para Tokoh Pendidikan Islam, Antini Dwi Wardi, Yogyakarta, 2018, 137.

  • 15

    mengajar ilmu yang dimiliki kepada muridnya, berpegang kepada kode etil

    profesional atau etika guru secara umum.13

    Ki Hajar Dewantara.yang beranggapan guru harus memiliki

    keteladaan yang baik, pengajaran yang disajikan bersifat teoritis yang

    difahami oleh masyarakat umum, mengasah budi pekerti siswa sehingga

    mewujudkan kepribadian. Kompetensi yang dimilikipun berdasarkan kepada

    kompetensi intelektual, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi

    sosial dan kompetensi spiritual.14

    B. Kriteria Guru Ideal menurut Imam Al-Ghazali

    Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-thusy

    atau yang dikenal dengan Imam Al-Ghazali menulis banyak buku dari setiap

    bidang keilmuan yang disebabkan oleh ketajaman pandangan, karakter yang

    menakjubkan, luasnya pengetauan, hafalan yang tajam kualitas ilmu yang

    teruji dan menguasai berbagai pemikiran yang mendalam. Imam Juwaini

    sampai melukiskan sebuah ungkapan untuk Imam Al-Ghazali laksana lautan

    yang tak bertepi.15

    Bahkan Guru beliau pun Imam Haramain (478 H) juga

    mengatakan hal tersebut. Murid beliau Muhammad bin Yahya berpendapat

    13

    Arifin Yanuar, Pemikiran Emas para Tokoh Pendidikan Islam, Antini Dwi Wardi, Yogyakarta, 2018, 92.

    14 Kunandar, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan

    Sukses dalam Sertifikasi Guru), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, 55. 15

    Shalih Ahmad Al-Syami, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 4.

  • 16

    bahwa keunggulan Al-Ghazali hanya dikenali oleh mereka yang mencari atau

    hampir mencapai kesempurnaan pemahaman seperti Al-Ghazali.

    Imam Al-Ghazali juga dikenal sebagai pakar dalam berbagai bidang

    ilmu yang diantaranya adalah pakar Usul, pakar Fikih, pakar ilmu Kalam,

    Imam dan pejuang ahlussunnah serta pakar dalam ilmu sosial dan rahasia

    yang terpendam dalam sanubari.16

    Dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin yang menjadi master peace Imam Al-

    Ghazali memaparkan tentang beberapa kriteria Guru ideal yang harus demiliki

    oleh seorang pendidik diantaranya adalah:

    1. Guru memperlihatkan kebaikan, simpati dan empati kepada muridnya.

    Dari pengertian diatas maka wajib bagi guru dalam mengajarkan ilmu

    mempunyai niat untuk melindungi muridnya dari siksa api neraka. Guru

    yang dimaksud disini adalah Guru yang mengajarkan ilmu tentang akhirat

    atau ilmu tentang dunia dengan tujuan keabadian akhirat.

    2. Guru menjadi teladan dan tidak menuntut imbalan. Seorang guru tidak

    diperkenankan untuk menuntut imbalan atau upah bagi aktivitas

    mengajarnya, selain mengharapkan kedekatan diri kepada Allah Swt

    semata. Sedangkan Harta dan kekayaan adalah pelayan bagi tubuh kita,

    yang menjadi kendaraan atau tunggangan bagi jiwa yang seseungguhnya

    adalah Ilmu. Dalam proses belajar mengajar tuan menjadi hamba dan

    16

    Shalih Ahmad Al-Syami, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 17.

  • 17

    hamba menjadi tuan. Kendati seorang pengajar (Guru) berjasa atas Ilmu

    yang didapat oleh para muridnya, namun murid juga memiliki jasa atas

    diri sang guru. Karena murid-lah Guru bisa dekat dengan Allah Swt.

    3. Guru menjadukan Ilmu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada

    Allah dan Bukan untuk kekuasaan dan kekayaan duniawi

    4. Guru menegur siswa dengan penuh kehati-hatian atau melalui cara yang

    halus seperti sindiran. Dengan simpati, bukan keras dan kasar yang akan

    menimbulkan hilangnya rasa takut dan mendorong ketidak patuhan murid-

    muridnya

    5. Tidak boleh merendahkan ilmu lain yang tidak dalam penguasaannya

    melainkan menyiapkan murid-murid untuk menpelajari ilmu-ilmu lainya

    6. Mengajarkan murid sampai batas pemahaman mereka dan tidak

    menyampaikan pelajaran diluar batas kemapuan pemahaman muridnya.

    Nabi Isa AS pernah mengatakan “janganlah kalian mengalungkan mutiara

    keleher babi” yang artinya akan tidak sangat bermanfaat barang berharga

    yang disematkan kepada diri yang sama sekali tidak mengetahui manfaat

    serta kegunaannya.

    7. Mengajarkan murid dengan kemampuan terbatas dengan sesuatu yang

    jelas, lugas dan sesuai dengan pemahaman yang terbatas

  • 18

    8. Guru terlebih dahulu melakukan tentang apa yang akan ia ajarkan dan

    tidak boleh berbohong dengan apa yang disampaikannya.17

    Sebagaimana

    James H Stonge menjelaskan tentang guru yang efektif meraka ialah yang

    bersungguh-sungguh dalam mengamalkan ilmunya, dan mampu untuk

    mengaplikasikan dan mengintegrasikan pengetahuan atau keterampilan-

    keterampilan pada populasi tertentu dan situasi tertentu.18

    C. Kriteria Guru Idael menurut Syekh Az-Zarnuji

    Imam Az-Zarnuji Penulis Kitab Ta‟limul Muta‟allim. Beliau bernama

    lengkap Imam Al-faqih Al-A‟lim Burhanuddin Az-Zarnuji murid dari

    pengarang kitab Al-Hidayah, Ali bin Abu Bakar Al-Maghinani Al-Hanafi,

    pemilik karya tulis yang terkenal dalam fikih Imam Hanafi. Dalam kitab

    Ta‟limul Muta‟aliim Imam Az-Zarnuji memaparkan tentang beberapa adab

    yang harus demiliki oleh seorang pendidik berdasarkan beberapa pendapat

    “Dalam memilih guru hendaknya mengambil yang lebih alim, wara‟ dan lebih

    tua usianya.” Sebagaimana imam Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir

    dan mempertimbangkan lebih lanjut, maka menentukan pilihannya kepada

    syeikh Hammad bin Abu Sulaiman. Dalam hal ini beliau berkata: “Beliau

    (Syeikh Hammad) saya kenal sebagai orang tua yang luhur, lapang dada

    17

    Imam Abi Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Al-Qohiroh: Darr-Syu‟b, juz. 1, 1992, 55-57.

    18 James H. Stronge, Qualities of effective teachers, trans. oleh Ellys Tjo, 2nd ed (Alexandria,

    Va: Association for Supervision and Curriculum Development, 2013), 8.

  • 19

    serta penyabar.” Lanjut Abu Hanifah,” Saya mengabdi pada Syeikh Hammad

    bin Abu Sulaiman, dan sayapun makin berkembang”.19

    Dari pemaparan kitab ini dapat disimpulkan kriteria Guru yang ideal

    memiliki sifat:

    1. Alim

    Alim berarti intelek dalam berbagai disiplin ilmu. Seorang guru

    akan mampu mengajar ketika ia memiliki ilmu yang dapat disampaikan

    beserta persiapan bahan ajarnya. Selain ilmu ia harus memiliki wawasan

    yang luas serta inisiatif. Juga perlu dipahami selain hal hal tersebut guru

    juga harus menghindarkan diri dari sifat tercela dan tamak. Dari keduanya

    inilah yang akan menimbulkan kesan yang hina terhadap ilmu dan sifat

    keilmuan yang dimiliki oleh guru.

    Inisiatif guru dapat diartikan berfikir cepat dan keras untuk

    mencari sekian banyak alternatif dalam menata dan menjalankan program-

    program pendidikan dengan tetap berpegang teguh pada nilai dan sistem

    serta disiplin.20

    Jika pendidikan tidak disampaikan oleh pihak yang ahli dalam hal

    itu, maka pendidikan tidak sampai kepada tujuan yang diinginkan. Hal ini

    sudah dijelaskan dalam hadist berikut: “apabila pekerjaan diberikan

    19

    Nailul Huda, Muhammad Zamroji & Hamim, Kajian dan Analisis Ta‟liim mutaaliim 2, Jombang: Santri Press, 2017, 261.

    20 Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal untuk pemimpin, Cet.1, Trimurti Press, Ponorogo: 2011,

    54.

  • 20

    kepada seseorang yang kurang ahli dan tidak amanah serta tidak

    bersungguh-sungguh maka tunggulah kehancuran”.21

    2. Wara‟

    Wara‟ adalah menjaga diri dari sifat kenyangnya perut, terlalu

    banyak tidur dan banyak membicarakan hal yang tak bermanfaat dan

    menjaga diri dari makan jajanan dan makanan pasar, jika itu mungkin

    dilakukan, karena jajanan dan makanan pasar itu kebanyakan tidak terjaga

    dari najis dan kotoran.22

    Hal ini diperuntukan kepada guru dan murid.

    3. Tua Umurnya

    Tidak ada penjelasan secaara spesifik yang dijelasakan oleh Az-

    Zarnuji terkait dengan tua umurnya, namun jika kita kaji lebih lanjut

    maksud dari ini adalah mereka yang tua usianya dan kapasitas keilmuan

    yang dikuasai.

    4. Berwibawa

    Guru yang berwibawa akan disegani oleh Muridnya, namun perlu

    diketahui bahwa wibawa itu tidak dapat dicari melainkan harus diciptakan

    dengan keteladanan. Memberi keteladanan sekali akan lebih fasih

    daripada berpidato seribu kali. Keteladanan akan masuk kedalam relung

    21

    Muhammad bin Ismail Abu Abdullah, Shahih Bukhari, 4 ed. (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010), 187.

    22 Nailul Huda, Muhammad Zamroji & Hamim, Kajian dan Analisis Ta‟liim mutaaliim 2,

    Jombang: Santri Press, 2017, 53.

  • 21

    hati sedangkan pidato terkadang hanya masuk melalui telinga kanan dan

    keluar dari telinga kiri. 23

    5. Murah Hati

    Pemberian yang terbaik dari seorang guru kepada muridnya adalah

    ilmu. Dengan demikian maka kemurahan hati harus ditonjolkan guru demi

    kebahagiaan murid dimasa mendatang. Sebagaimana Allah berfirman

    “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan sebelum menafkahkan

    sebagian harta yang kamu cintai… “24

    Bahkan dari kebaikan yang

    diberikan dari ilmu tersebut akan menumbuhkan kebaikan yang lainnya.

    Tidak akan melarat orang yang suka berinfak dan tidak akan kaya orang

    yang kikir.25

    Terlebih lagi jika yang ia infakkan adalah Ilmu. Ia tidak akan

    pernah berkurang, malah akan selalu bertambah seiring berjalannya

    waktu.

    6. Penyabar dan penuh kasih sayang

    Imam Zarnuji menyatakan bahwa seorang ahli ilmu hendaknya

    memiliki kasih sayang, bersedia memberi nasehat tanpa disertai iri hati.

    Sebab iri hati tidak memberikan manfaat dan bahkan membawa bahaya.

    Oleh karena itu, Imam Zarnuji memberikan contoh dua orang gurunya

    yang bernama Imam Burhanuddin dan Shadrul Ajal Imam Burhanul

    Aimmah yang selalu memberikan kasih sayang terhadap para pelajar yang

    23

    Ahmad Suharto, Ayat-Ayat perjuangan, Jakarta: YPPWP Guru Muslich,2016, 127. 24

    Ali-Imran:92 25

    Ahmad Suharto, Ayat-Ayat perjuangan, Jakarta: YPPWP Guru Muslich, 2016, 157.

  • 22

    menuntut ilmu padanya. Karena berkah kasih sayang inilah menyebabkan

    putra-putri kedua ulama tersebut menjadi orang alim (ahli ilmu yang

    berpengetahuan luas).26

    Sabar dan kasih sayang ini muncul ketika hubungan yang terjalin

    dari murid dan guru bukan hanya sekedar Hubungan duniawi pragmatis.

    Yang selalu beraroma Bisnis, popularitas, politis dan juga jabatan. Hal

    yang demikian bersifat rapuh dan akan mudah runtuh akibat tarik menarik

    kepentingan perorangan.27

    Sebagaimana Allah menjelaskan dalam surah

    Al-Hujurat:10 muslim dengan muslim lain adalah bersaudara. Dan

    gambaran yang rasulullah tampakkan laksana satu badan, jika salah satu

    anggota sakit maka seluruh badan akan merasakannya. Bangunan yang

    didasari atas hubungan kekerabatan ukhrawi akan menciptakan rasa kasih

    sayang yang sangat serta kesediaan berkorban, mendahulukan kepentingan

    pribadi guna kemaslahatan bersama.

    Adab seorang guru menurut Syekh Az-Zarnuji memiliki kesamaan

    dengan pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah yang

    memaparkan syarat seorang Alim (Guru) adalah Sabar, Santun, Duduk

    26

    Arif Muzayin Shofwan, Metode belajar menurut Imam Zarnuji: Tela‟ah Kitab Ta‟lim Al-Muta‟aiim, Briliant: Jurnal Riset dan Konseptual Vol. 2, No. 4 November 2017, 417.

    27 Ahmad Suharto, Mengali Mutiara Perjuangan Gontor, Mantingan: Le Nabas Publishing

    House, 2014, 118-119.

  • 23

    dengan wibawa disertai dengan kepala tunduk, dan tidak Takabur. dan

    bersikap Tawadhu‟.28

    D. PERSAMAAN PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH

    AZ-ZARNUJI TENTANG GURU

    Imam Al-Ghazali dan Syekh Zarnuji adalah salah satu dari sekian

    pakar pendidikan. Persamaan Pendapat Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-

    Zarnuji terdapat pada pemikiran keduanya yang mengarahkan kepada

    pendekatan sufistik. Sehingga kita dapat melihat persamaan pandangan

    keduanya dari berbagai hal, diantaranya adalah:

    1. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan

    Memperlihatkan sifat simpati dan empati kepada muridnya. Murid akan

    lebih antusias dengan guru yang lebih memperhatikan dirinya dengan

    penuh kasih sayang dan penuh kesabaran dalam mengajar dan mendidik.

    Sapaan dari Guru juga menjadi salah satu wujud simpati dan empati dari

    guru yang kadang diabaikan, maka hendaknya guru juga tidak bersifat

    acuh terhdapa sapaan.

    2. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan menjadikan

    Guru sebagai teladan untuk murid dan juga tidak mengharapkan imbalan

    dengan meninggalkan hal-hal yang bersifat kesenangan duniawi. Sering

    kali hal ini menjadi problem terbesar yaitu imbalan yang tidak bisa

    dipungkiri bahkan menjadi tuntutan.

    28

    Abi Hamid Al-Ghaazali, Bidayatul Hidayah, cet. 1, Beirut: Dar Shader, 1998, 145.

  • 24

    3. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat bahwa Ilmu yang

    guru sampaikan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

    Sebagaimana pernah Rasul sampaikan bahwa ada 3 hal yang bersifat

    jariyah diantaranya adalah Ilmu yang bermanfaat.

    4. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan mengajarkan

    murid sampai kepada batas pemahaman mereka. Dikarenakan ilmu

    apabila tidak sampai tuntas dalam pemahamannya hanya akan

    menimbulkan perdebatan yang tidak ada habisnya. Sifat tuntas dalam

    belajar ini sangat dibutuhkan agar tidak terjadi perdebatan tiada habisnya.

    5. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan sikap guru

    melakukan apapun yang akan diajarkan sebelum menyampaikannya

    kepada murid. Perintah yang disampaikan dari seorang guru akan

    dilakukan oleh murid jika guru melakukan dan menberi teladan kepada

    murid.

    E. PERBEDAAN PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-

    ZARNUJI TENTANG GURU

    Perbedaan Pendapat Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji dapat

    dilihat dari berbagai hal, diantaranya adalah:

    1. Al-Ghazali berpendapat bahwa teguran terhadap murid itu harus dengan

    pernuh keterhati-hatian berbeda dengan Az-Zarnuji yang tidak terlalu

    menekankan kewaspadaan dalam terguran. Perhatian ini ditunjukkan agar

  • 25

    guru selaku pendidik tidak terlalu keras dalam menegur murid dan tidak

    terlalu lembut serta memperhatikan mental murid yang akan ia tegur.

    2. Al-Ghazali juga berpendapat bahwa Guru dilarang untuk merendahkan

    ilmu yang tidak dalam penguasaannya, namun guru diminta untuk

    menyiapkan anak untuk menerima semua ilmu. Disebabkan semua ilmu

    itu bermanfaat bagi mereka yang mampu mengamalkannya.

    3. Az-Zarnuji berpendapat dalam memilih guru selain Alim, harus mencari

    yang usianya lebih tua dibandingkan dengan muridnya agar nasehat dan

    ilmu yang disampaikan sesuai dengan pengalaman yang pernah dirasakan

    oleh guru tersebut. Akan muncul rasa angkuh dari diri siswa jika guru

    lebih muda usia dibandingkan murid dalam beberapa sisi, sehingga

    ta‟dzim antara guru dan murid akan berkurang.

    Dari pemaparan tentang pengertian Guru yang ideal diatas, dapat kita

    simpulkan bahwa guru bukan hanya mereka yang mengajar saja tapi juga

    mendidik. Tutur kata yang mereka sampaikan mengambarkan keindahan ilmu

    yang dimiliki, tingkah laku dan perbuatan yang mereka lakukan menjadi

    kebiasaan yang pantas untuk ditiru. Imam Al-Ghazali menyampaikan bahwa

    ilmu yang paling utama adalah ilmu Tauhid, Ilmu Ma‟rifah dan Syekh Az-

    Zarnuji menyampaikan tentang keutamaan Ilmu Fikih.

    Kepribadian seorang guru pun menjadi salah satu faktor kesuksesan

    dalam mengajar. Tuntutan inilah yang kadang dirasa berat dibandingkan

  • 26

    dengan profesi yang lainnya. Dan kepribadian guru pula yang menentukan ia

    akan menjadi perusak dan penghancur moral anak yang masih dalam tahap

    pembelajaran karena pada hakikatnya siswa akan meniru sikap dan tingkah

    laku para pendidiknya. Maka perlu guru memperbaharui niat agar tidak silau

    dengan kedudukan dan ketamakan dunia yang sifatnya hanya sementara.

    Sebagaimana Sulaiman yang pernah ditawarkan kepadanya 3 hal yaitu ilmu,

    harta, dan kekayaan. Ketika ilmu menjadi pilihannya, Allah memberikan

    ketiganya. Inilah yang menjadikan orientasi dalam mengajar adalah ridho

    Allah bukan hanya keridhoan manusia.

    Guru dengan kepandaian yang ia milikipun harus dibarengi dengan

    sifat wara‟ serta dewasa dalam berfikir dan bertindak. Kecintaan terhadap

    ilmu dan semua yang bergelut dalam bidang keilmuan menjadi kepribadian

    yang harus dimiliki, dikarenakan ilmu yang akan selalu menjaganya dan ilmu

    yang selalu menebarkan keadilan serta ilmu yang tak akan berkurang bahkan

    selalu bertambah jika diajarkan.

    Dari sekian pendapat dari Ghazali dan Az-Zarnuji ada yang mampu

    kita ikuti dari aspek keteladanan ada juga yang tidak sesuai dengan relevansi

    perkembangan zaman. Sebagaimana Imbalan yang tidak dihiraukan Ghazali

    dan Az-Zarnuji kala beliau berdua mengajar. Bagi keduanya mengajar adalah

    sarana mendekatkan diri kepada Allah sedangkan mengajar dimasa sekarang

    tetap ada yang menganut konsep yang dibawa keduanya, namun banyak juga

  • 27

    yang condong dengan imbalan/upah mengajar sebagai tujuan walaupun bukan

    yang utama. Dan juga tentang usia pengajar yang harus lebih tua dari

    muridnya, ini juga menjadi hal yang sudah tidak relevan apalagi jika

    berhubungan dengan Ilmu teknologi. Banyak diantara generasi lanjut usia

    walau tidak menyeluruh, sulit mengikuti pembelajaran yang berhubungan

    dengan teknologi modern seperti aplikasi raport, tugas berbasis internet, dan

    lain sebagainya.

  • 28

    BAB III

    SOSIO PENDIDIKAN YANG MEMPENGARUHI PEMIKIRAN

    IMAM GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM PENDIDIKAN

    A. SOSIO PENDIDIKAN IMAM AL-GHAZALI

    Nama beliau adalah bernama Imam Abu Hamid Al-Ghazali

    Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Ath-thusy. Ia diberi gelar

    Zainuddin (Hiasan Agama) yang lahir di Thus, Khurasan pada 450 H (1058

    M).29

    Nama beliau diambil dari nama Ghazala yang dinisbatkan dari

    wilayah yang terkenal di Thusi. Ada pula yang mengatakan dengan

    Ghazzala mengunakan huruf zain yang ditekan dua kali yang itu

    disandarkan kepada beliau yang senantiasa menyucikan diri dan

    melembutkan sanubari.30

    Ayah beliau Abdul Hamid adalah sosok yang gemar menuntut ilmu

    kebanyak ulama‟ pada masa itu, sering mengikuti pengajian mereka dan

    gemar membantu kebutuhan sesama. Tak jarang sang ayah menitihkan air

    mata tatkala mendengarkan uraian (Tausiyah) yang disampaikan oleh para

    ulama yang ia datangi untuk menimba ilmu. Allah menganugrahi dua orang

    putra, yang pertama diberi nama Abu Hamid atau nama Imam Al-Ghazali

    29

    Shalih Ahmad Al-Syami, Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 1.

    30 Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim

    Ba‟adillah, Jakarta Selatan: Cet. III, 2016, vii.

  • 29

    dan saudara beliau yang diberi nama Ahmad, dengan kuniyah Abu al-Futuh

    Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi al-Ghazali,

    dengan laqab Majduddin.31

    Ia sangat mengharapkan anaknya menjadi

    ulama yang selalu memberi nasihat kepada umat.32

    Kota Thus yang menjadi tempat kelahiran beliau dimasa itu adalah

    tempat pergerakan tasawuf dan pusat pergerakan anti kebangsaan Arab.

    Pada masa itu pula, filsafat Yunani telah digunakan sebagai pendukung

    agama dan kebudayaan asing dengan ide-ide yang mendominasi literature

    dan pengajaran. Kontroversi keagamaan setelah interpretasi Sufi

    berkembang kearah kebatinan yang lepas dari syariah.33

    Kekuatan

    abbasiyah yang semula ditangan kekuasaan Arab dan Persia mulai digelar

    oleh kekuasaan Bani Saljuk berkebangsaan Turki yang dari segi syari‟at

    Islam dinilai kurang taat beragama, yakni mereka secara lahiriyah

    menyatakan beragama islam, tetapi pada praktiknya jauh dari tuntunan

    islam yang sebenarnya. Dengan demikian pada masa kehidupan Al-Ghazali

    daerah kurasan termasuk Thus ketika itu selain merupakan salah satu pusat

    ilmu pengetahuan didunia Islam, juga merupakan pusat pergerakan

    tasawuf. 34

    31

    Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta Selatan: Cet. III, 2016, viii.

    32 Muhammad Ibrahim al-Fayyumi, al-Ghazali wa „Alaqah al-Yaqin bi al-„Aql, Kairo: Dar

    al-Fikr al-„Araby, 1982, 28. 33

    Abudin Nata, Metodologi studi islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003, 57-59. 34

    Abudin Nata, Metodologi studi islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003, 60-62.

  • 30

    B. RIWAYAT PENDIDIKAN IMAM AL-GHAZALI

    Ayah beliau adalah latar belakang pendidikan Al-Ghazali. Dengan

    keshalehan dan kejernihan hati, ia belajar membaca Al-Quran dasar-dasar

    ilmu keagamaan, serta akhlak yang baik. Sang ayah yang bersikap wara‟

    selalu membawa Ghazali kecil berjumpa dengan orang-orang shaleh dan

    mendapatkan ilmu dan doa dari mereka. Hal inilah yang membekas dalam

    ingatan dan berpengaruh dalam pembentukan kepribadian beliau dimasa

    yang akan datang.

    Ayahnya meninggal ketika al-Ghazali dan saudaranya Ahmad

    masih kecil. Sebelum meninggal al-Ghazali dan Ahmad dititipkan pada

    salah seorang teman ayahnya, seorang Sufi yang hidup sangat sederhana,

    Ahmad Ar-Razkani.35

    Dari Ar-Razkani Ghazali belajar Fikih, Sayangnya

    pengasuhan oleh sufi ini tidak mampu untuk dilanjutkan dikarenakan harta

    ayah Imam Al-Ghazali yang menjadi penopang hidup telah habis

    sementara sang guru adalah orang yang fakir dan tak mampu membiayai

    kehidupannya.

    Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Jurjan, dan belajar

    dengan seorang guru bernama Abi Nashr al-Ismailii. Setelah beliau selesai,

    35

    Abu al-Wafa‟ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, tr. Ahmad Rofi‟ Ustmani, Bandung: Pustaka, 1997, 148.

  • 31

    beliau kembali ke Thus dan mengabdikan ilmu beliau disana beberapa

    waktu. Kemudian dengan seizin Allah, Al-Ghazali kembali berangkat

    menuju Naisabur guna mendalami ilmu fikih dan bahasa Arab dengan

    seorang guru besar yang pernah menjadi imam Haramian yaitu Abal Ma‟ali

    al-Juwaini.36

    Beberapa tahun kemudian Al-Ghazali masuk ke Universitas An-

    Nizamiyah yang dipimpin oleh ulama‟ besar bernama Haramain Al-

    Juwaini berada di Nisabur dan mempelajari usulul-fiqh, ilmu mantiq dan

    ilmu kalam dari Imam Haramain. Abal Ma‟ali al-Juwaini merasa bahwa,

    Imam Al-Ghazali adalah satu satunya murid yang bisa beliau jadikan

    sebagai pengisi kekosongan ulama‟ manakala dirinya dipanggil oleh Allah

    untuk kembali kehadirat-NYA. Selanjutnya al-Gazali meninggalkan

    Naisabur setelah imam al-Juwaini wafat pada tahun 1085 M. Dari

    Naisabur, ia menuju Baghdad dan menjadi guru besar di Madrasah

    Nidzamiyah yang didirikan perdana menteri Nidzam al-Mulk. 37

    Imam Al-Ghazali dalam penelitian kritisnya tidak hanya menukil

    dari guru beliau saja, namun beliau juga menguji dan beliau teliti lebih

    dalam. Demikanlah, Al-Ghazali sang ilmuan yang produktif, kritis dan

    36

    Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta Selatan Cet. III, 2016, x.

    37 Wahyuddin, Konsep Pendidikan Al-Ghazali dan Al-Zarnuji, Ekspose, Vol. 17, No. 1

    Januari-Juni 2018, 551.

  • 32

    kreatif.38

    Tak dapat dipungkiri juga dari pemikiran Imam Al-Ghazali yang

    luas, mampu menghasilkan ratusan karya-karya yang luar biasa

    berpengaruh hingga sampai sekarang ini.

    Setelah lima tahun menjabat (1090-1095) Al-Ghazali mengalami

    kegoncangan hidup sehingga menggundurkan diri dari profesinya sebagai

    perdana menteri. Pada tahun 1095 beliau meninggalkan profesinya sebagai

    perdana mentri dan juga keluarganya dengan bekal yang cukup. Selama

    sepuluh beliau menjalani kehidupannya sebagai seorang sufi dan dua tahun

    pada masa berkhalwat berdiam diri di masjid Damaskus.

    Saat itulah, bulan Dzulqa‟dah tahun 488 H, Imam Al-Ghazali

    meletakkan jabatannya sebagai kepala/rektor Madrasah Nizhamiyyah dan

    meminta kakaknya untuk menggantinya dalam jabatan tersebut. Imam Al-

    Ghazali pun memutuskan meninggalkan kota Baghdad menuju Mekkah.

    Setelah melaksanakan ibadah haji, ia menuju menara Baitul Maqdis di

    Damaskus untuk ber‟itikaf dan berkhalwat. Selama dua tahun di

    Damaskus, ia berdiam di masjid tertua itu, dan disanalah ia menemukan

    amal tasawuf sebagai jawaban dari kekosongan dalam dirinya, yang tak

    lain terletak dalam hatinya. Maka ia pun melakukan amal-amal tasawuf

    untuk menumbuhkan dzauq keagamaan yang hakiki. Itulah puncak

    pencapaian Imam Al-Ghazali dalam menuntut ilmu, yaitu tercapainya

    38

    Shalih Ahmad Al-Syami, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 21

  • 33

    ma‟rifah, yang tidak diraih dengan alat ilmu biasa seperti indera dan

    akal;tapi dengan hati yang terbuka untuk menyingkap (Kasyf) rahasia-

    rahasia ketuhanan tertinggi.39

    Kemudian beliau kembali mengajar di Madrasah Nizamiyah, Al-

    Gazali wafat pada usia 55 tahun tepat pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun

    505 H/19 Desember 1111 M. di Thus, ia dimakamkan di sebelah Timur

    benteng di makam Thaberran, berdekatan dengan makam penyair besar,

    Firdausi. 40

    Hasil dari rihlah ilmiyah beliau ini adalah kitab Ihya‟ Ulumuddin

    yang merepresentasikan panduan antara fiqih dan tasawuf, sehingga dapat

    diartikan beliau dapat menyelesaikan pertentangan antara ilmu syariat dan

    ilmu hakikat yang terjadi dikalangan penduduk Thus kala itu. Dan juga

    antara ilmu lahir dan batin, serta menjelaskannya dengan dalil yang jelas

    didalam Al-Quran, Sunnah, Qaulu Shahabah dan juga Qaulu Tabi‟in.

    C. SOSIO PENDIDIKAN SYEKH AZ-ZARNUJI

    Az-Zarnuji adalah seorang sastrawan dari Bukhara.41

    Syekh Az-

    Zarnuji Penulis Kitab Ta‟limul Muta‟allim. Beliau bernama lengkap Imam

    Al-faqih Al-A‟lim Burhanuddin Az-Zarnuji murid dari pengarang kitab Al-

    Hidayah, Ali bin Abu Bakar Al-Maghinani Al-Hanafi, pemilik karya tulis

    39

    Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta Selatan: Cet. III, 2016, xi.

    40 Wahyuddin, Konsep Pendidikan Al-Ghazali dan Al-Zarnuji, Ekspose, Vol. 17, No. 1

    Januari-Juni 2018, 551. 41

    Lois Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lugah wa A‟alam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975, 337.

  • 34

    yang terkenal dalam fikih Imam Hanafi. Beliau adalah Fuqaha yang hidup

    di kawasan Wara‟a Nahr, Asia tengah. Beliau hidup pada separuh akhir

    abad 6 hijriyah dan awal abad 7 hijriyah. 42

    Dr. Muhammad Abdul Qadir

    Ahmad menjelaskan mengenai tempat kelahirannya. Jika dilihat dari

    nisbahnya, yaitu Az-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia

    berasal dari Zaradj. Dalam hubungan ini Abd al-Qadir Ahmad mengatakan:

    “bahwa Az-Zarnuji berasal dari suatu daerah yang kini dikenal dengan

    nama Afganistan.”43

    Sejauh ini belum ada buku yang menjelaskan tentang biografi

    Syekh Az-zarnuji secara utuh. Di kalangan ulama belum ada kepastian

    mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai kewafatannya Mochtar

    Affandi mengatakan bahwa ada dua pendapat mengenai hal ini. Pertama,

    pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin Al-Zarnuji wafat pada

    tahun 593 H/1197 M. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa

    Burhanuddin al-Islam Az-Zarnuji wafat pada tahun 840 H/1243 M. 44

    Jika kita perhatikan lebih mendalam, Az-Zarnuji hidup pada masa

    keemasan Islam pada umumnya dan pendidikan pada khususnya. Pada

    masa itu kebudayaan Islam berkembang pesat dengan ditandai oleh

    42

    Az-Zarnuji, Ta‟limul Mutaalim Pentingnya adab sebelum ilmu, Terj. Abdurrahman Azzam, Surabaya: PT. Aqwam Media Profetika, cet.VII, 2019, xxii.

    43 Muhammad Abd al-Qadir Ahmad, Ta`lim al-Muta`allim Tariq at- Ta`alum, Beirut;

    Mathba`ah al-Sa`adah, 1986, 10. 44

    Abuddin nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet II, 2001, 47.

  • 35

    tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai

    dengan tingkat perguruan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut

    adalah madrasah nizamiyah yang didirikan Nizam al-Mulk (457 H/1106

    M), madrasah an-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud

    Zanki pada tahun 563 H/1167 M. Dengan cabangnya yang amat banyak di

    kota Damaskus; madrasah al-Mutansiriyah yang didirikan oleh khalifah

    Abassiyah, al-Muntasyir Billah di Baghdad pada tahun 631H/1234 M.45

    Inilah yang menjadi bukti pada zaman Az-Zarnuji pendidikan mengalami

    perkembangan yang pesat.

    D. RIWAYAT PENDIDIKAN SYEKH AZ-ZARNUJI

    Al-Zarnuji di Bukhara dan Samarkand, yaitu kota yang menjadi

    pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di

    kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang

    diasuh antara lain Burhanuddin al-Marghinani, Syamsuddin Abd. Al-

    Wadjdi, Muhammad bin Muhammad al-Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-

    lainnya.46

    Dan menurut beberapa keterangan pemikiran Az-Zarnuji sangat

    dipengaruhi oleh fikih yang berkembang saat itu, disebabkan beberapa

    guru beliau yang menganut fikih bermadzhab Hanafiyah.

    45

    Abuddin nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet II, 2001, 106.

    46 Imam Ghazali Said, Ta‟limul Muta‟allim Thariqut Ta‟allim, Surabaya: Diyantama, 1997,

    17-19.

  • 36

    Berdasarkan informasi tentang jenjang pendidikan seorang Az-

    Zarnuji, diperoleh kesimpulan bahwa Az-Zarnuji selain ahli pendidikan,

    dia juga ahli dalam bidang tasawuf, sastra, fikih, dan ilmu kalam.

    Sekalipun belum diketahui pasti bahwa untuk bidang tasawwuf ia memiliki

    seorang guru. Namun, dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan

    yang luas dalam bidang fikih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang

    halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses yang tinggi untuk

    masuk ke dalam dunia tasawuf.47

    Pemahaman tentang menuntut ilmu bagi Syekh Az-Zarnuji akan

    membawa pelakunya kepada kebahagiaan asalkan niat yang diucapkan

    baik. Kebahagiaan yang akan diraih adalah kebahagaian duniawi yang

    sesuai dengan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan

    kebahagaian ukhrowi berkaitan dengan rasa syukur manusia kepada Allah

    yang telah menganugrahkan akal untuk berfikir.

    Kemudian al-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap

    penuntut ilmu yang tekun tetapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan

    buahnya. Yaitu mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi

    salah jalan dan meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk

    dilakukan. Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam

    47

    Abuddin nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet II, 2001, 104.

  • 37

    tujuannya baik besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan

    memberikan jalan bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat.

    Dapat kita fahami riwayat pendidikan Syekh Az-Zarnuji dapat

    diketahui bahwa Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand.

    Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan dan pengajaran. Masjid-

    masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan

    ta‟lim yang diasuh oleh beberapa ulama seperti Burhanuddin al-Marginani,

    Syamsuddin Abd al Wadjid Muhammad bin Muhammad bin ‟Abd As-

    Sattar al-Amidi. Konsep pendidikan beliau mengarah kepada tujuan akhirat

    yaitu keridhaan Allah kepada ilmu yang dimiliki dan juga tujuan dunia

    yang dimaksudkan dengan amar ma‟ruf nahi mungkar.

  • 38

    BAB VI

    KRITIK DAN SOLUSI TENTANG KONDISI GURU

    SAAT MENGAJAR

    A. KRITIK GURU SAAT MENGAJAR

    Mengajar dan mendidik adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan,

    meski keduanya memiliki tujuan yang sama namun pengertian keduanya

    berbeda. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji mengartikan keduanya

    harus didasari dengan kesucian hati dan kesucian niat. Tanpa kesucian hati

    dan niat pendidikan hanya berupa sarana mentransfer ilmu tanpa adanya

    amal setelah pembelajaran. Kasih sayang, kesabaran guru dan kemampuan

    untuk memahami kelebihan dan kekurangan peserta didik juga dianggap

    sebagai bekal utama guru karena tugasnya bukan hanya mencerdaskan

    satu dua anak saja, namun semua anak dengan masa dan latar keluarga

    yang berbeda-beda.

    Dalam perspektif pendidikan, mengajar adalah suatu kegiatan

    mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid dan ini menjadi inti

    kegiatan di sekolah. Ini sesuai dengan pendapat salah seorang tokoh

    psikologi kognitif Reber dan Wilke, sebagai berikut: “Learning is a

    relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a

  • 39

    result of enforced practice”.48

    (Belajar sebagai suatu perubahan

    kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang

    diperkuat). Dalam beberapa pendapat, mengajar (ta‟lim) disetarakan

    dengan mendidik (ta‟dib). Namun demikian, mengajar dinilai lebih dahulu

    ada dari pada mendidik. Ini dapat dilihat dari sejarah Rasulullah yang

    mengajarkan membaca al-Qur‟an kepada para sahabat-Nya.49

    Bagi kaum

    kontruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari

    guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa

    membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan

    pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari

    kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar

    adalah suatu bentuk belajar sendiri. Pendidikan lebih diarahkan kepada

    kepribadian, akhlak dan juga mental siswa.50

    Sedangkan Istilah pendidikan berasal dari kata “didik”, dengan

    memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti

    “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini awalnya

    berasal dari bahasa Yuanani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan

    yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam

    bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau

    48

    Arthur Reber, Peguin Dictionary of Psychology, Ringwood Victoria: Peguin Book Australia Ltd, 1988, 32.

    49 Mohammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar dalam Pandangan al-Ghazâlî, Tadrîs.

    Volume 1. Nomor 2. 2006, 149. 50

    Paul Suparno, Filsafat Konstruktisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, 65.

  • 40

    bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan

    “Tarbiyah” yang berarti pendidikan.51 Guru di kelas selalu mengajar

    namun belum tentu mendidik. Padahal pendidikan nasional yang

    dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk mengembangkan

    potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

    kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

    bertanggung jawab. 52

    Maka dari itu perlu adanya pemahaman dan penerapan yang harus

    dilakukan oleh guru sebelum Proses pembelajaran berlangsung

    diantaranya adalah tentang kriteria yang harus dimiliki oleh guru,

    kompetensi yang dimiliki dan cara menyampaikan pembelajaran dengan

    persiapannya. Proses mengajarpun sering kali dipengaruhi oleh motivasi

    guru yang rendah dalam mencerdaskan anak didik, dibarengi dengan

    komitmen mendidik yang kurang, serta kompetensi Guru dianggap sudah

    memadahi.

    Berbanding terbalik dengan realita yang ada, pendidikan di

    Indonesia sendiri masih dibawah kata standar bila dipandang dari

    perspektif nasional. Kualitas guru dan juga kuantitasnya dianggap kurang.

    51

    Muhammad Ichsan, Psikologi Pendidikan Dan Ilmu Mengajar, Jurnal Edukasi Vol 2,

    Nomor 1, Januari 2016, 63. 52

    Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003

    Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

  • 41

    Khususnya jika kita lihat dari metode pembelajaran yang guru lakukan

    dikelas.

    Adapun beberapa kritik yang muncul pada saat guru mengajar

    dikarenakan tidak ada penyesuaian dengan tujuan utama dalam

    pembelajaran, diantaranya adalah:

    1. Seni mengajar yang kurang memadahi

    Sebagaimana disampaikan oleh Syekh Az-Zarnuji bahwa guru

    harus alim dan pendapat Imam Al-Ghazali, guru sudah melakukan apa

    yang akan ia ajarkan. Mengajar bukan hanya tentang menyampaikan

    materi saja, namun didalamnya terdapat seni dalam menyampaikan,

    seni dalam penyusunan kata dan gerakan yang ditampilkan. Alim

    menjadi fokus utama karena tanpa pengetahuan guru tak akan mampu

    untuk mengajar.

    Seni dalam mengajarkan berbagai pelajaran itu berbeda. Tidak

    dibenarkan seorang guru yang mengajarkan matematika mengunakan

    metode ceramah dan juga tidak dibenarkan pembelajaran qira‟at

    dengan praktek terlebih dahulu tanpa menjelaskan makhraj huruf

    sebelumnya, kecuali hanya sekedar mengetahui kebutuhan siswa.

    Ataupun pelajaran adab pada anak tidak cukup hanya dengan

    menyampaikan materi saja, namun juga harus dibarengi dengan

  • 42

    praktek. Dengan metode yang tepat guru akan mampu menciptakan

    suasana kondusif dan menarik didalam kelas.

    Beberapa hal diatas yang kadang luput dalam diri guru

    sehingga tidak sedikit pemahaman yang dapat diterima siswa kurang

    maksimal dan tidak sampai kepada kesempurnaan pengetahuan. Ini

    menjadi salah satu tuntutan guru sebelum mengajar yaitu menentukan

    metode yang tepat dan sesuai karakter materi yang akan disampaikan

    sesuai dengan kebutuhan siswa untuk lingkungannya.

    Selain menentukan metode guru juga diminta untuk menguasai

    materi pembelajaran, penguasaaan materi akan menentukan

    kelancaran dalam penyampaian. Semakin baik penyampaian materi

    semakin baik juga pembelajaran yang guru ciptakan. Penyampaian

    penting namun bahasa tubuh yang diperlihatkan juga akan mendukung

    proses mengajar, karena mengajar bukan hanya berbicara didepan

    murid saja. Guru yang memiliki suara lemah, spontanitas yang kurang

    dan hanya duduk dikursi saja tentu tidak menarik perhatian siswa.

    Ditambah lagi dengan sikap masa bodoh pada diri guru tidak

    dibenarkan, sebab guru harus mampu membuat siswa mengerti dan

    memahami dengan sempurna materi yang diajarkannya itu dan

    keberhasilan seorang guru dapat dilihat dari siswa dalam memahami

    materi ajar.

  • 43

    Dari penjelasan berikut kita dapat mengambil kesimpulan

    bahwa mengajar perlu seni, penulis menganggap perlu pengetahuan

    dasar dalam drama bagi seorang guru. Paling tidak agar guru dapat

    memahami perannya sebagai pengajar dan dapat menghayati

    perannya. Vocal yang disampaikanpun persis dengan seorang

    penyanyi, sehingga vocal yang baik dan stamina yang mumpuni akan

    lebih menarik perhatian, karena pembelajaran dikelas akan lebih

    sering diisi dengan metode berceramah.

    2. Imbalan sebagai fokus profesi keguruan

    Imbalan dalam pandangan Imam Al-Ghazali dan Az-Zarnuji

    bukan menjadi fokus utama, dikarenakan yang menjadi tujuan adalah

    keridhaan Allah. Bahkan imbalan juga menjadi sarana untuk

    menghinakan seorang Alim. Dan Ghazali sendiri mengangap imbalan

    sebagai hal yang tidak boleh diminta.

    Sebagai penerapannya dalam Islam konsep ujrah akan

    diberikan dikarenakan adanya penukaran kemanfaatan dengan jalan

    meberi imbalan dalam jumlah tertentu. Apabila mengajar menjadi

    tujuan keridhaan Allah, maka dunia digenggam akhiratpun demikian.

    Diri Guru akan senantiasa merasa bahwa Allah ada, mengawasi dan

    juga memperhatikan segala yang ia perbuat. Hingga menjadikan setiap

    langkah dalam tahap pendidikan bernilaikan ibadah.

  • 44

    Namun kejadian dilapangan itu sendiri acap kali berbeda.

    Ujrah atau imbalan mengajar menjadi tujuan utama sebelum terjadinya

    proses pendidikan. Tak jarang hal ini yang mempengaruhi kinerja guru

    dalam mengajar. Beban yang diemban tidak sesuai dengan balasan

    yang diterima, terkhusus bagi guru sekolah dasar dan taman kanak-

    kanak. Maka diperlukan kebijakan yang lebih pantas untuk diri guru

    dan tenaga pendidik.

    3. Guru menjadikan proses pembelajaran sebagai pekerjaan bukan

    profesi

    Ketika kita membahas tentang Guru, kompetensi menjadi

    modal utamanya. Dengan kompetisi dan juga Administrasi lengkap

    yang mumpuni, guru akan mengajar dengan leluasa dan menjelaskan

    pelajaran bukan hanya pada sampul yang menghiasinya melainkan

    sampai keakar pelajaran tersebut dan mendidik dengan kebaikan

    Empati dan Simpati serta dapat mengetahui kemampuan masing

    masing peserta didik dan jika mereka melakukan kesalahan guru

    mampu menegur dengan cara yang tidak menyakiti hati peserta didik

    sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab

    Ihya‟ Ulumuddin. Dari sinilah guru mampu menciptakan generasi

    yang unggul dengan pemahaman yang fundamental.

  • 45

    Kemauan, Kasih sayang serta kesabaran untuk mengajarpun

    juga menjadi syarat penting ketika seorang terpanggil untuk menjadi

    guru yang disampaikan oleh Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta‟limul

    Muta‟aliim. Dengan ini guru akan mengajar dengan sepenuh hati tanpa

    dibebani waktu dan kondisi peserta didik. Nominal dari apa yang

    didapatkan tidak mejadi permasalahan karena mengajar adalah gaya

    hidupnya. Hal ini sejalan dengan teori yang dipaparkan oleh Zepeda

    terkait dengan kompetensi dan kemampuan. Dari dua hal tersebut akan

    menimbulkan output yang berbeda pula, terutama dalam diri siswa.

    Sebagaimana hal berikut ini:

    a. Ketika guru mengajar dengan kompetensi yang ia miliki dan

    keinginan untuk mendidik maka ia akan menghasilkan siswa

    yang berkualitas dengan kompetensi dan motivasi belajar.

    b. Ketika guru mengajar dengan kompetensi saja tanpa adanya

    kemauan, maka hasil yang ditimbulkan adalah siswa yang

    paham peajaran namun kurang dalam motivasi belajar

    sehingga timbul rasa bosan saat belajar.

    c. Ketika guru mengajar dengan kemauan tanpa kompetensi,

    maka yang dihasilkan adalah siswa yang tidak faham pelajaran

    dan motivasi yang ala kadarnya.

  • 46

    d. Ketika guru mengajar tanpa kemauan dan kompetensi, maka

    murid yang dihasilkan sesudah pembelajaran setara dengan

    kondisi murid tersebut sebelum belajar.

    Dari pembahasan diatas kompetensi harus selalu dibarengi dengan

    kemauan. Karena kesuksesan guru selalu diukur dari lulusan yang mampu

    bersaing dalam segala bidang, mudah mendapatkan pekerjaan, lulusan

    yang siap pakai diberbagai dunia industri dan usaha. Visi yang demikian

    tidak bisa kita anggap salah, maka dari itu perlu dalam dunia pendidikan

    diperlukan pendidik yang memiliki kemampuan dan kemauan yang saling

    berdampingan agar tujuan dari belajarpun dapat diraih sesuai dengan

    keinginan.

    B. SOLUSI GURU SAAT MENGAJAR

    Dari beberapa permasalahan diatas penulis memberikan solusi

    yang relevan sesuai dengan kebutuhan guru saat mengajar diantaranya

    adalah:

    1. Kepala sekolah/Supervisor memaksimalkan peran, untuk melakukan

    supervisi kepadanya disaat mengajar dan mempersiapkan bahan ajar,

    agar guru dapat mengetahui kualitas dirinya dan hal-hal yang perlu

    ditingkatkan dalam pembelajaran. Dari tindakan ini yang akan

    mengembangkan profesionalisme guru dan tugas supervisor adalah

    untuk selalu memotivasi agar guru dapat berkembang lebih baik.

  • 47

    Walaupun siring ada beberapa guru yang beranggapan bahwa

    mengajar itu profesi yang tertutup (alienated profesion) dari orang lain

    atau supervisor tidak harus masuk kelas untuk melakukan observasi.

    Padahal jika kita simpulkan kegunaan dari supervisi adalah

    peningkatan dan pengembangan dari model pembelajaran yang

    disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

    2. Mengadakan konsultasi terbimbing kepada supervisor/kepala sekolah

    atau guru yang berprestasi, agar mampu mengubah kebiasaan yang

    selama ini kurang pantas dilakukan oleh seorang pendidik. Serta

    menciptakan lingkungan bekerja dan keluarga yang kondusif dengan

    belandaskan ketaqwaan kepada Allah. Terkhususnya dalam persiapan

    materi ajar

    3. Merubah mindset bahwa nominal bukanlah tujuan utama serta

    anggapan bahwa administrsi yang lengkap menjadi prasangka

    kemampuan guru dalam mengajar. Hal ini juga tidak sepantasnya

    menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan kegiatan belajar

    mengajar, dikarenakan kondisi Guru kadang berubah-ubah sesuai

    dengan kondisi psikologis yang mengenainya baik yang ada di

    lingkungan sekolah ataupun yang ada di luar sekolah. dan pemberian

    kesejahteraan yang layak pada pelaku pendidikan.

  • 48

    Jika kita fahami dari sekian penjelasan diatas, dapat disimpulkan

    bahwa guru yang sudah memiliki kriteria guru ideal menurut Imam Al-

    Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji maka Supervisor/Kepala sekolah dan

    mungkin juga guru berprestasi yang akan melakukan supervisi kepadanya

    harus juga memiliki kepribadian sesuai dengan guru itu sendiri, sehingga

    tidak ada feedback yang buruk antara keduanya dan dapat berjalan sesuai

    dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.

    C. ANALISIS GURU IDEAL SAAT MENGAJAR

    Hampir semua di Dunia ini perannya sudah teralihkan dengan mesin. Dan

    Guru menjadi sosok yang eksis dan tak lekang oleh perkembangan zaman.

    Khususnya dalam hal mengajar guru benar-benar menjadi sosok yang tak

    tergantikan.

    Julukan Guru disematkan kepada mereka yang memiliki

    persyaratan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Ada

    beberapa guru yang dianggap kurang memiliki karakter dan kompetensi

    dalam mengajar dan mendidik. Mendidik menjadi bagian dari proses

    pembelajaran yang perlu diperhatikan, karena mendidik adalah Ruh yang

    tak mungkin hilang dalam diri seorang guru. Maka perlu adanya supervisi

    dalam kegiatan belajar yang terbimbing oleh kepala sekolah dan beberapa

    guru untuk guru baru khususnya agar tercipta proses pembelajaran yang

    ideal.

  • 49

    Kedekatan dengan Khaliq juga harus ada dalam diri pendidik,

    Namun ada juga beberapa guru yang kurang memperhatikan hal ini dan

    mampu kita lihat dengan bagamana guru itu mencampurkan kepentingan

    pribadi dan kepentingan duniawi. Menjadikan Ujroh/imbalan sebagai

    tolak ukur pekerjaan. Sedangkan definisi guru yang ideal menurut Imam

    Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji adalah mereka yang tidak menjadikan

    hal itu sebagai tujuan utama tapi ridha Allah-lah yang menjadi tujuan.

    Maka perlu adanya kebijaksaan dalam penentuan upah kerja.

    Jiwa penyayang dan penyabar dalam mendidik menjadi modal

    utama, karena peserta didik tidak memiliki kesamaan. Peserta didik

    beragam dan semuanya istimewa. Dengannya guru mampu mengajarkan

    kebaikan ilmu sampai batas kemampuan peserta didik untuk

    menerimanya. Dan tanpa keduanya ia akan menyampaikan ilmu tanpa

    memperhatikan keutamaannya dalam kehidupan sehari-hari. Disisi lain

    ada beberapa guru yang mungkin tidak mampu bersabar dalam

    menghadapi keberagaman peserta didik sehingga banyak keluhan yang

    disampaikan tanpa adanya penyelesaian dalam permasalahan tersebut.

    Kedewasaan berfikir dan bertindak guru juga menjadi contoh

    yang acap kali akan ditiru oleh siswa. Dan tidak jarang siswa menirukan

    dengan dalih guru di sekolah yang mengajarkan. Terkadang ada beberapa

    guru yang menegur siswa dengan cacian yang notabenenya tak pantas

  • 50

    untuk diucapkan. Maka dari itu, kedewasaan guru dalam bersikap dan

    dengan tutur kata yang santun menjadi senjata yang ampuh dalam

    menegur, tanpa adanya gertakan dan kekerasan namun cukup dengan

    sindiran yang penuh dengan kehati-hatian.

    Dari uraian diatas kita dapat mengidentifikasi guru ideal saat

    mengajar dengan memperhatikan dan memahami dengan seksama

    pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji terkait dengan kriteria

    guru yang sebenarnya yaitu mereka yang memperlihatkan simpati dan

    empati, teladan, ikhlas, menegur dengan penuh kehati-hatian, tidak boleh

    merendahkan ilmu yang belum dikuasai, mengembangkan

    profesionalisme guru sampai puncak yang dapat diraih, mengembangkan

    kemampuan guru sesuai dengan kemampuannya, guru juga melakukan

    terlebih dahulu apa yang mereka ajarkan, Alim, Wara‟, dan tua umurnya.

  • 51

    BAB V

    PENUTUP

    A. Simpulan

    Dari hasil penelitian kami tentang Guru Ideal dalam pandangan Imam Al-

    Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji serta Kritik terhadap kondisi guru saat

    mengajar dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1. Kriteria guru ideal menurut Al-Ghazali adalah: Mampu memperlihatkan

    kebaikan, Simpati dan Empati kepada murid. Mampu menjadi teladan,

    menjadikan ilmu sebagai sarana beribadah, menegur peserta didik dengan

    penuh kehati-hatian, tidak diperkenankan guru merendahkan ilmu yang

    bukan dalam penguasaaannya, mengajarkan peserta didik sampai batas

    pemahaman, mengajarkan peserta didik dengan jelas dan bahasa yang

    mudah difahami dan Guru melakukan segala apa yang akan diajarkan

    sebelum disampaikan kepada peserta didik. Kriteria guru ideal menurut

    Syekh Az-Zarnuji adalah: Alim, Wara‟, Tua Umurnya, Berwibawa, Murah

    hati, penyabar dan penuh kasih sayang.

    2. Kondisi sosio yang mempengaruhi pendidikan Imam Al-Ghazali adalah

    Ilmu Tasawuf dan Kalam yang pernah beliau pelajari. Dari keduanyalah

    beliau menempuh jalan zuhud dan meninggalkan ingar-bingar Dunia.

    Dari amal-amal tasawuf itu tumbuh dzauq keagamaan yang hakiki. Itulah

    puncak pencapaian Imam Al-Ghazali dalam menuntut ilmu, yaitu

  • 52

    tercapainya ma‟rifah, yang tidak diraih dengan alat ilmu biasa seperti

    indera dan akal; tapi dengan hati yang terbuka untuk menyingkap (Kasyf)

    rahasia-rahasia ketuhanan tertinggi. Sedangkan Syekh Az-zarnuji muncul

    dari kegelisahan beliau terhadap penuntut ilmu yang tekun tetapi tidak

    bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu mengamalkan dan

    menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan meninggalkan

    persyaratan yang menjadi keharusan untuk dilakukan. Manusia yang salah

    jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuannya baik besar atau kecil.

    3. Kritik dalam mengajar diantaranya adalah banyaknya guru yang mengajar

    tanpa memahami bahwa mengajar adalah seni berucap, seni menyusun

    kata dan juga seni dalam gerakan. Ditambah lagi dengan kondisi guru

    ketika mengajar dipengaruhi faktor diluar pembelajaran seperti keluarga

    dan keuangan. Dan yang terakhir mampu dilihat bahwa guru adalah

    pekerjaan bukan profesi sehingga tujuan utamanya adalah gaji. Sedangkan

    imam Al-Ghazli dan Syekh Az-Zarnuji menganggap mengajar adalah

    ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Solusi yang muncul

    adalah kepala sekolah atau supervisor memaksimalkan perannya agar guru

    mengetahui kualitas dirinya dan hal hal yang perlu ditingkatkan, serta

    melakukan konsultasi terbimbing agar tercipta lingkungan kerja yang

    kondusif berlandaskan kataqwaan kepada Allah dan Merubah mindset

  • 53

    bahwa nominal bukanlah tujuan utama serta anggapan bahwa administrsi

    yang lengkap menjadi prasangka kemampuan guru dalam mengajar.

    B. Saran

    Setelah melakukan penelitian, peneliti menyarankan:

    1. Bagi guru agar dapat menerapkan beberepa kriteria guru ideal yang

    disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin dan

    Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta‟limul Muta‟aliim. Agar guru tidak salah

    dengan tujuan utama mengajar yaitu mengharapkan ridha Allah.

    2. Lembaga pendidikan hendaknya memperhatikan kepribadian guru agar

    dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran

  • 54

    DAFTAR PUSTAKA

    Abu Abdullah, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, 4 ed., Beirut Lebanon: Dar

    al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.

    Abu al-Wafa‟ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, tr. Ahmad Rofi‟

    Ustmani, Bandung: Pustaka, 1997.

    Ahmad, Muhammad Abd al-Qadir, Ta`lim al-Muta`allim Tariq at- Ta`alum, Beirut;

    Mathba`ah al-Sa`adah, 1986.

    Al-Fayyumi, Muhammad Ibrahim, Al-Ghazali wa „Alaqah al-Yaqin bi al-„Aql, Kairo:

    Dar al-Fikr al-„Araby, 1982.

    Al-Ghaazali, Abi Hamid, Bidayatul Hidayah, cet. 1, Beirut: Dar Shader, 1998.

    Al-Ghazali, “Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan”, Terjemahan Ibnu Ibrahim

    Ba‟adillah, Jakarta Selatan, Cet. III, 2016.

    Al-Ghazali, “Ihya‟ulumuddin”, Terjemahan. Prof. Ismail Yakub, Jakarta: CV. Faizan

    Jilid 1, cet. 1, 1965.

    Al-Ghazali, Imam Abi Hamid, Ihya Ulumuddin, Al-Qohiroh: Darr-Syu‟b, juz. 1,

    1992.

    Al-Syami, Shalih Ahmad, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terjemahan Mukrima

    Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009.

  • 55

    As-sya‟ri, Muhammad Hasyim, Adabul Alim wal Muta‟aliim, Jombang: Maktabatu

    Turast Al-Islamy, 1994.

    Az-Zarnuji, “Ta‟lim Mutaalim Pentingnya adab sebelum ilmu”, Terjemahan

    Abdurrahman Azzam, Surabaya: PT. Aqwam Media Profetika, cet.VII, 2019.

    Az-Zarnuji, Ta‟lim Mutaalim, Terjemahan Abdul Kadir Al-Jufri, Surabaya: Mutiara

    Ilmu, 2009.

    Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.

    Fadli, Adi, “Konsep Pendidikan Imam Al-Ghazali Dan Relevansinya Dalam Sistem

    Pendidikan Di Indonesia”, Jurnal Uin Mataram, Volume X, Nomor 2, Juli –

    Desember 2017.

    https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-

    makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas

    Huda, Nailul, Muhammad Zamroji & Hamim, “Kajian dan Analisis Ta‟liim

    mutaaliim 2”, Jombang: Santri Press, 2017.

    Ichsan, Muhammad, “Psikologi Pendidikan Dan Ilmu Mengajar”, Jurnal Edukasi Vol

    2, Nomor 1, Januari 2016.

    Kunandar, 2009, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat satuan

    Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru), Raja Grafindo Persada,

    Jakarta.

    https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitashttps://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas

  • 56

    Lois Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lugah wa A‟alam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975.

    Nata, Abuddin, “Metodologi studi islam”, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.

    Nata, Abuddin, “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat

    Pendidikan Islam”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet II, 2001.

    Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun

    2005 Tentang Dosen dan Guru

    Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

    2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

    Reber, Arthur, Peguin Di