konsep guru yang ikhlas menurut imam al...

107
KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL- GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMIDDIN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam Oleh: LISA FATHIYANA NIM: 063111056 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Upload: lytuyen

Post on 05-Mar-2018

281 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL -

GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMIDDIN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Ilmu Pendidikan Islam

Oleh:

LISA FATHIYANA NIM: 063111056

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

Page 2: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

ii

ABSTRAK

Lisa Fathiyana (NIM : 063111056). “Konsep Guru Yang Ikhlas Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin”. Dalam bidang Pendidikan Agama Islam (Tinjauan Yuridis Formal). Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. Semarang. 2011.

Keyword: Guru, Ikhlas, Imam Al-Ghazali, Kitab Ihya’ Ulumiddin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Konsep Guru Yang Ikhlas menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin.

Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, dari keseluruhan data yang terkumpul kemudian dianalisis yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode berikut, yaitu Metode Interpretasi dan Content Analysis. Dengan menggunakan metode Interpretasi ini peneliti akan menganalisis Kitab Ihya’ Ulumiddin untuk mengungkapkan makna yang terkandung didalamnya. Kemudian dengan metode Content Analysis peneliti akan mengungkapkan isi pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin tentang konsep guru yang ikhlas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin mencakup berbagai pengetahuan yang luas, yang merupakan perpaduan antara ilmu fiqh dan ilmu tasawuf. Dalam kitab ini terdapat materi pembahasan tentang guru yang terdapat pada bahagian peribadatan dalam bab ilmu, dan pembahasan tentang ikhlas ada pada bahagian perbuatan yang menyelamatkan dalam bab niat, benar dan ikhlas. Adapun konsep guru yang ikhlas menurut Al-Ghazali adalah seorang guru yang senantiasa membersihkan hati dan memurnikan segala tujuan amal ibadahnya semata-mata hanya karena Allah SWT, yaitu untuk mendapatkan ridha-Nya dan menjadikan ilmunya manfaat, bukan karena mencari harta, kedudukan dan pangkat. Ia menyatakan bahwa tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu tersebut akan sia-sia, kecuali apabila ilmu itu diamalkan. Sementara amal akan ditolak kecuali dengan ikhlas.

Menurut Al-Ghazali, orang yang berprofesi sebagai guru sangat mulia, baik dihadapan Allah maupun dihadapan para makhluk-Nya. Oleh karena itu, maka guru hendaknya ikhlas dalam mengamalkan ilmunya semata-mata untuk Allah SWT. Guru juga harus memenuhi berbagai persyaratan, seperti penguasaan ilmu, kepribadian dan akhlak yang mulia serta menyayangi muridnya dengan sepenuh hati. Pemikiran Al-Ghazali berkaitan dengan guru yang ikhlas, dapat diterapkan pada masa sekarang ini, terutama sebagai bahan refleksi dan peringatan bagi para guru. Karena pada masa sekarang ini, banyak guru yang lupa akan kewajibannya, namun sangat keras dalam menuntut haknya. Namun demikian, Al-Ghazali tidak melarang adanya upah atau gaji atas pengajaran tersebut. Hal itu demi kesejahteraan hidup guru dan demi kelancaran proses belajar mengajar.

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

Page 3: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

iii

KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka KM 1 Ngaliyan Telp. (024)7601291 Semarang 50185

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Semarang, 27 Mei 2011 Lamp : 4 (Empat) Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Kepada Yth. An. Sdri. Lisa Fathiyana Dekan Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang

Assalamualaikum Wr. Wb. Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka saya menyatakan bahwa skripsi saudari: Nama : Lisa Fathiyana NIM : 063111056 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Konsep Guru Yang Ikhlas Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin

Telah melalui proses bimbingan, selanjutnya saya mohon agar skripsi saudari tersebut dapat di munaqosahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ikhrom, M.Ag Dr. H. Raharjo, M.Ed, St. NIP. 19650329 199403 1 002 NIP. 19651123 199103 1 003

Page 4: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

iv

PERNYATAAN

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab peneliti menyatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 27 Mei 2011

Deklarator,

Lisa Fathiyana NIM. 063111056

Page 5: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

v

KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka KM 1 Ngaliyan Telp. (024)7601291 Semarang 50185

PENGESAHAN

N a m a : Lisa Fathiyana

N I M : 063111056

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah / PAI

Judul Skripsi : Konsep Guru Yang Ikhlas Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin

Telah Dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal:

15 Juni 2011 Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata I (S.1) tahun akademik 2010/2011 guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.

Semarang, 20 Juni 2011

Dewan Penguji Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Drs. Wahyudi, M.Pd Nadhifah, S.Th.I., M.SI NIP. 19680314 199503 1 001 NIP. 19750827 200312 2 003 Penguji I, Penguji II,

Drs. H. Jasuri, M.Si Alis Asikin, M.A NIP. 19671014 199403 1 005 NIP. 19690724 199903 1 002 Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Ikhrom, M.Ag Dr. H. Raharjo, M.Ed, St. NIP. 19650329 199403 1 002 NIP. 19651123 199103 1 003

Page 6: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

vi

MOTTO

�ت�ّ� �� ا���� ل ��اّ� :� ���ل� ا� �� � وّ�ر� ل ا� �ّ�

�ئ �� ��ىوا ّ� �١ )روا% ا�$#� ري و�!��( �� � � ا

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya balasan yang akan diperoleh seseorang dari amalnya

juga sesuai dengan niatnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Seluruh manusia akan binasa, kecuali orang-orang yang beriman.

Orang-orang yang beriman akan binasa, kecuali mereka yang berilmu.

Orang-orang yang berilmu akan binasa, kecuali mereka yang mengamalkannya.

Orang-orang yang beramal akan binasa, kecuali mereka yang ikhlas. 2

1 Abi Zakariya Yahya, Riyadhush Shalihin, (Semarang: Pustaka Alawiyah, tt.), hlm. 6. 2 Shihab, Pintu-Pintu Kesalehan, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2007), Cet. I, hlm. 234.

Page 7: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tuaku:

Bapakku Abdurrahim dan Ibuku Waqi’ah

Kakak-kakakku:

M. Ali Soghir beserta keluarganya, Siti Nur Azizah beserta keluarganya

dan kakakku tercinta Muhammad Mustajib

Adik-adikku tercinta & tersayang:

Muhammad Khumaedi, Rizki Amelia dan Uswatun Chasanah

Terkasih:

R.H. Bagus Satriyo Negoro Djoyo Diningrat (Mz. Habib)

Page 8: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat serta

salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Berkat rahmat dan nikmat Allah SWT, penulis dapat menyajikan skripsi

ini guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu pendidikan

Islam (tarbiyah).

Kepada semua pihak yang membantu kelancaran dalam menulis skripsi

ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya, khususnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Sujai, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Drs. Abdul Wahib, M.Ag, selaku Wali Studi.

3. Drs. Ikhrom, M.Ag, beserta keluarganya dan Dr. H. Raharjo, M.Ed, St, selaku

Dosen Pembimbing, yang dengan ikhlas telah meluangkan banyak waktu,

tenaga dan pikirannya guna membimbing dan mengarahkan penulis hingga

terselesaikannya skripsi ini.

4. Segenap Civitas Akademika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

5. Bapakku Abdurrahim dan Ibuku Waqi’ah yang penuh dengan cinta kasih serta

kesabaran dalam berjuang, mendidik dan selalu memberikan yang terbaik bagi

putrinya. Segala doa dan dukungan yang mereka berikan, baik berupa moral

maupun material dengan tulus ikhlas demi kesuksesan putri tercinta. Semoga

Allah senantiasa meridhai atas segala budi baik mereka. Amin.

6. Saudara-saudaraku beserta segenap keluarga yang telah turut serta membantu

dan memberikan dukungan baik berupa moral maupun material.

7. Untuk Mz. Habib yang selalu memberikan semangat dan motivasi, serta ilmu

yang bermanfaat bagi kehidupan dan kelancaran penulis. Terimakasih untuk

segalanya.

Page 9: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

ix

8. Keluarga besar Pondok Pesantren Raudlothut Tholibin (PPRT), antara lain:

Bpk. KH. Zaenal Asyikin (Alm) dan Ibu Nyai Hj. Muthohiroh, Ibu Nyai Hj.

Muniroh, Bpk. KH. Abdul Khaliq, Lc. dan Ustadz Qolyubi S.Ag, beserta

segenap keluarga yang senantiasa membimbing dan mendoakan terhadap

keberhasilan penulis.

9. Keluarga besar TPQ Miftahus Shibyan, khususnya untuk anak-anakku yang

telah mewarnai hari-hari penulis selama di Semarang.

10. Guru-guruku yang telah mengantarkan penulis dari tidak tahu menjadi tahu.

11. Sahabat-sahabatku: Zammi Diannitasari, Listiana dan Ummu Aiman.

12. Teman-teman PPRT yang selama ini hidup bersama dan mendukung penulis,

khususnya (mba Ika, mba Aan, Ifeh, Aiz, Tyaz, Sakin, Nihlatun, Indah, Uus,

Muji, Lilis dan Ardana) semoga tetap kompak dan rukun.

13. Teman-teman PAI Paket B, khususnya (Aim, Mb. Nur, Mb. Obi dan Fatma),

serta kawan senasib seperjuangan.

14. Semua pihak yang telah berperan dan membantu penulis hingga skripsi ini

bisa terwujud.

Teriring doa dan harapan semoga amal baik dan jasa dari semua pihak

tersebut di atas akan mendapat balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari

teknik penulisan maupun isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik

dan saran yang konstruktif bagi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membaca, terutama bagi Civitas

Akademika IAIN Walisongo Semarang. Amin.

Semarang, 27 Mei 2011

Penulis,

Lisa Fathiyana NIM. 063111056

Page 10: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii

HALAMAN DEKLARASI .............................................................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................ vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

B. Penegasan Istilah ............................................................... 6

C. Fokus Penelitian ........................................................... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 8

E. Metodologi Penelitian .................................................. 9

1. Metode Pengumpulan Data ................................... 9

2. Metode Analisis Data ............................................ 10

BAB II. GURU YANG IKHLAS A. Guru ………………………………………..………… 12

1. Pengertian Guru ..................................................... 12

2. Kriteria dan Syarat Guru ........................................ 13

3. Tugas dan Peranan Guru ........................... …….... 17

4. Guru Sebagai Profesi............................................. . 18

B. Ikhlas ……………………………………………. ….. 22

1. Pengertian Ikhlas……………………………….. 22

2. Hakikat Ikhlas ………………………………….. 25

3. Buah Keikhlasan…………………………… …. 28

C. Guru Yang Ikhlas……………………………… …. 29

1. Pengertian Guru Yang Ikhlas…………………… 29

Page 11: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

xi

2. Kriteria Guru Yang Ikhlas.................................... 30

3. Pendapat Para Tokoh Berkaitan Dengan

Guru Yang Ikhlas................................................. 32

D. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan…………. … 35

BAB III. PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMIDDIN A. Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali

1. Biografi Imam Al-Ghazali……………………… 39

2. Perjalanan Imam Al-Ghazali Sebagai Guru……. 43

3. Karya-Karya Imam Al-Ghazali………………… 47

B. Kitab Ihya’ Ulumiddin

1. . Sekilas Isi Kitab Ihya’ Ulumiddin………………. 48

2. . Pemikiran Imam Al-Ghazali

Dalam KItab Ihya’ Ulumuddin………………….. 57

BAB IV. ANALISIS KONSEP GURU YANG IKHLAS DALAM KITAB IHYA’ ULUMIDDIN

Pemikiran Imam Al-Ghazali Tentang Konsep Guru

Yang Ikhlas Dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin

1. Pengertian Guru Yang Ikhlas ……………………. 70

2. Kriteria Guru Yang Ikhlas ……..………………… 75

3. Tujuan Menjadi Guru…………………………….. 78

4. Efek dan Kontribusi Guru Yang Ikhlas …………. 85

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................. 89

B Saran-Saran ................................................................. 90

C Penutup ....................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 12: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guru ikhlas atau guru yang ikhlas merupakan suatu fenomena yang

terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Penafsiran yang berbeda, akan

menghasilkan pemahaman yang berbeda pula. Banyak orang yang keliru

dalam menafsirkan guru ikhlas. Mereka beranggapan bahwa guru yang ikhlas

adalah seseorang yang dengan rela mengajar tanpa harus diberi upah atas

pekerjaannya tersebut. Jika memang demikian, lalu bagaimana seorang guru

bisa mengajar dengan tenang sementara ia harus memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari. Di sisi lain, mengajar juga merupakan suatu profesi yang

menuntut keahlian dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji.1

Oleh karena itu, maka dari segi mana seorang guru dikatakan sebagai guru

yang ikhlas. Dari sinilah penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang

konsep guru yang ikhlas.

Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa siapa yang menekuni tugas

sebagai pengajar, berarti ia tengah menempuh suatu perkara yang sangat

mulia. Oleh karena itu, ia harus senantiasa menjaga adab dan tugas yang

menyertainya.2 Salah satu diantaranya adalah, seorang guru harus menjaga

adab dan tugasnya dengan meneladani Rasulullah SAW. Dalam hal ini,

pengajar tidak diperkenankan menuntut upah dari aktivitas mengajarnya.

Sebagaimana firman Allah SWT.

Ÿω ߉ƒ Ì� çΡ óΟä3ΖÏΒ [ !#t“y_ Ÿωuρ # �‘θ ä3ä© ∩∪

Kami tidak mengharap balasan dari kalian dan tidak pula ucapan terimakasih. (Q.S. Al-Insan: 9).3

1 Yamin, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press,

2008), hlm. 3. 2 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, terj. Ismail Yakub, (Jakarta: CV. Faizan, 1994), Jilid I, Cet.

12, hlm. 212. 3 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Karya Agung, 2006), hlm.

857.

Page 13: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

2

Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan, bahwa ”Sesungguhnya kami

memberikan makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan ridha

Allah,” yaitu mengharapkan kerelaan dan pahala dari Allah. ”kami tidak

menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terimakasih.” Dalam

hal ini Rasulullah tidak meminta imbalan atas pemberiannya kepada orang

lain. Rasulullah juga tidak mengharapkan ucapan terimakasih, karena beliau

hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT.4

Ayat tersebut menunjukkan, bahwa dalam memberi sesuatu hendaknya

dilandasi dengan dasar keikhlasan, semata-mata untuk mendapatkan ridha

Allah bukan untuk yang lainnya, seperti mengharap pujian dan balasan yang

seimbang serta ucapan terimakasih dari orang lain.5 Hal ini sama halnya bagi

seorang guru dalam memberikan suatu ilmu, pemahaman dan pengertian

kepada muridnya. Seorang guru harus senantiasa menjaga niatnya dengan

baik, agar tidak terkecoh akan kemegahan duniawi dan menjadikan ilmunya

sebagai alat untuk memperoleh harta, pangkat dan jabatan. Akan tetapi, harus

mendasarkan niatnya untuk mencari keridhaan Allah SWT dan mengamalkan

ilmunya agar bermanfaat, baik bagi dirinya maupun untuk orang lain.

Meneladani Rasulullah SAW dengan tidak meminta upah pengajaran,

tidak bermaksud mencari imbalan ataupun ucapan terimakasih melainkan

semata-mata untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Selain itu, guru juga tidak

merasa perlu penghargaan dari murid walaupun hal itu adalah kewajiban

mereka. Para guru hendaknya menilai, bahwa mereka memiliki keutamaan

karena mau membersihkan hatinya agar dekat kepada Allah dengan menabur

berbagai ilmu. Seperti halnya orang yang meminjamkan tanahnya kepada

orang lain untuk di tanami dan hasilnya untuk sang peminjam tersebut, maka

manfaat yang diperolehnya dari tanah itu lebih besar daripada manfaat yang

diperoleh oleh pemilik tanah itu. 6

4 Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Ibnu Katsir, terj. Syihabudin, (Jakarta: Gema Insani, 1999),

Jilid 4, Cet. I, hlm. 878. 5 Ibid. 6 Hawa, Tazkiyatun Nafs, terj. Tim Kuwais, (Jakarta: Darus Salam, 2005), hlm. 22.

Page 14: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

3

Dengan demikian, maka bagaimana guru mengharuskan seorang murid

untuk memberi penghargaan kepadanya, sedangkan pahala pengajaran di sisi

Allah lebih besar daripada pahala dari murid itu. Akan tetapi, kehadiran murid

sangat berarti bagi seorang guru. Karena seandainya tidak ada murid, niscaya

seorang guru tidak akan meraih pahala tersebut. Maka dari itu, hendaknya

seorang guru jangan meminta upah, kecuali kepada Allah Yang Mahatinggi.

Sebagaimana firman Allah SWT mengisahkan Nabi Nuh a.s.,

ÏΘ öθ s)≈tƒ uρ Iω öΝà6 è=t↔ó™r& ϵø‹ n=tã »ω$ tΒ ( ÷βÎ) y“ Ì� ô_r& āω Î) ’n? tã «!$# ∩⊄∪

Dan wahai kaumku, Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan) atas seruanku, imbalanku hanyalah dari Allah. (Q.S. Hud: 29).7

Ayat tersebut menunjukkan, bahwa nabi Nuh merupakan orang yang

ikhlas. Ia senantiasa mengharap ridha Allah dalam setiap seruannya mengajak

kepada amar ma’ruf nahi mungkar. Ia tidak pernah mengharapkan upah dari

kaumnya. Sebagaimana firman Allah sebelumnya, yang menggambarkan

Rasulullah dalam memberikan sesuatu tidak mengharapkan adanya imbalan,

melainkan hanya ridha Allah dan pahala disisi-Nya.8

Namun yang menjadi latar belakang dan permasalahan dalam hal ini,

apakah benar ikhlas artinya tidak menerima upah setelah mengajar? Benarkah

makna ikhlas tidak menerima amplop setelah kegiatan dakwah? Dalam Al-

Qur’an, orang yang menyebarkan agama Islam termasuk fi sabilillah dan

berhak mendapatkan bagian dari zakat, meskipun orang tersebut kaya raya.

Dengan demikian, ketika seorang mubalig atau guru menerima upah, maka ia

tidak kehilangan ikhlasnya. Ikhlas tidak ada hubungannya dengan menerima

atau menolak upah.9

7 Departemen Agama, op.cit, hlm. 301. 8 Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, hlm. 782-783. 9 Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), Cet. I, hlm.

148.

Page 15: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

4

Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Gusmian, bahwa:

Kita hanya pantas menggerakkan hidup ini untuk Sang Pemiliknya. Namun hal ini bukan berarti bahwa kreativitas dalam hidup kita tidak perlu dihargai secara material. Sebagian orang memahami ikhlas dengan melakukan kebajikan tanpa penghargaan secara material. Misalnya mengajar baca tulis Al-Qur’an gratis, menjadi pembicara di acara pengajian tanpa bayaran. Gratis bukanlah identik dengan sikap ikhlas, karena ikhlas adalah urusan sikap hati.10

Sebagai contoh, ada seorang penceramah dengan begitu bangga

mengatakan di depan jamaah bahwa dirinya tidak mau menerima bayaran dari

profesinya, karena merasa kasihan kepada para jamaah dan dengan mengatakan

bahwa dirinya ikhlas. Hal ini belum tentu bahwa dia benar-benar orang yang

ikhlas. Sebab dengan pengakuan keikhlasan itu, bisa jadi dia justru ingin

mendapat pujian bahwa dirinya telah mampu menguasai ilmu ikhlas. Padahal,

ia justru sedang riya’, mencari pujian di hadapan manusia dengan amal

baiknya. Maka dengan demikian, keikhlasan bukan berarti tanpa penghargaan

material di dunia, melainkan kemampuan seseorang dalam menjaga hati dari

orientasi dan belenggu dunia.

Berkaitan dengan pemaparan di atas, peneliti ingin mengkaji konsep

guru yang ikhlas menurut Imam Al-Ghazali. Hal ini bisa dilihat dari latar

belakang beliau yang juga sebagai guru, dan melihat dari perjalanan hidup

beliau dalam mengarungi samudera kehidupan, sehingga menemukan hakekat

kebenaran. Hal ini sebagaimana pernyataan Imam Al-Ghazali:

Kehausan untuk mengetahui hakekat segala sesuatu adalah watak dasarku sejak lahir. Ini pembawaan yang dianugerahkan Allah di jiwaku, bukan hasil usahaku sendiri. Sejak remaja, sebelum usia 20 tahun, sampai berusia 50 tahun, aku telah mengarungi gelombang lautan (mazhab dan ilmu) yang sangat dalam. Aku menyelami kedalamannya sebagai seorang pengembara dan bukan sebagai seorang pengecut. Aku terjebak dikegelapannya, namun dapat mengatasi rintangannya. Aku menceburkan diri di tengah-tengahnya, menyelidiki setiap mazhab dan membuka misteri ajarannya, sehingga aku mengetahui kebenaran dan kesalahan masing-masing. 11

10 Gusmian, Surat Cinta Al-Ghazali: Nasihat-Nasihat Pencerah Hati, (Bandung: PT. Mizan

Pustaka, 2006), Cet. II, hlm. 168. 11 Said Basil, Al-Ghazali Mencari Makrifah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), hlm. 11.

Page 16: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

5

Pernyataan Al-Ghazali tersebut menunjukkan, bahwa ia benar-benar

telah menyelami hidupnya dengan berbagai pengalaman spiritual, sehingga

mengantarkan ia sebagai guru yang ikhlas. Hal ini karena ia telah menemukan

hakikat kebenaran dan keikhlasan. Sehingga ia mampu mempraktikan dan

membuktikannya, dengan mengamalkan dan mengajarkan ilmunya semata-

mata karena Allah SWT.

Tugas mendidik memiliki nilai spiritual yang tinggi, jika tugas

mendidik tersebut di orientasikan untuk mencari keridhaan Allah SWT. Selain

itu, mendidik juga memiliki nilai universal yang dilakukan oleh siapapun di

dunia ini. Oleh karena itu, tugas mendidik merupakan tugas yang sangat mulia

dan merupakan tugas utama guru, maka guru harus secara sungguh-sungguh

dan tulus-ikhlas melakukan tugas tersebut sehingga ia dapat menikmati,

menjiwai dan merasa nyaman menjadi seorang guru.12

Adapun karena kemuliaan yang dimiliki oleh seorang guru, berbagai

gelar disandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa

tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, manusia serba bisa, warga

negara yang baik, soko guru, ki ajar, sang guru dan sebagainya.13 Betapa

tingginya derajat seorang guru, sehingga wajarlah bila guru diberi berbagai

julukan yang tidak akan pernah ditemukan pada profesi lain. Semua julukan

itu perlu dilestarikan dengan pengabdian yang tulus ikhlas, dengan motivasi

kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik, bukan segalanya demi uang

yang membatasi tugas dan tanggung jawabnya sebatas dinding sekolah. 14

Dengan demikian, maka ketulusan dalam mengajar sangat penting

sekali untuk diperhatikan bagi seorang guru. Sehingga dalam setiap gerak

langkahnya, seorang guru harus senantiasa menanamkan niat yang ikhlas,

semata-mata untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Dalam hal ini,

penulis sangat tertarik ingin meneliti dan mengkaji, bagaimana konsep guru

12 Hidayatullah, Guru Sejati, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2009), hlm. 129-130. 13 Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2005), Cet. II, hlm. 41. 14 Ibid, hlm. 42.

Page 17: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

6

ikhlas yang akan di jabarkan dalam skripsi dengan judul: Konsep Guru yang

Ikhlas menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin.

B. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan pemahaman dan pemaknaan sekaligus untuk

menghindari kesalahpahaman persepsi dalam memahami judul di atas serta

untuk memperjelas dalam penulisan skripsi ini, maka terlebih dahulu akan

penulis kemukakan beberapa istilah yang dipandang perlu dijelaskan. Adapun

istilah-istilah tersebut sebagai berikut:

1. Konsep

Konsep secara bahasa berarti ide umum; pengertian; pemikiran;

rancangan; rencana dasar.15 Sedangkan secara istilah konsep adalah ide

atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.

2. Guru Yang Ikhlas

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.16

Ikhlas secara bahasa berarti rela; dengan tulus hati; rela hati.17

Sedangkan secara istilah ikhlas adalah keterampilan (skill) penyerahan diri

total kepada Tuhan untuk meraih puncak sukses dan kebahagiaan dunia

akhirat.18

Adapun yang dimaksud dengan konsep guru yang ikhlas, adalah

suatu konsep yang membahas tentang hakekat keikhlasan seorang guru

dalam mengamalkan ilmunya, sehingga menjadikan ilmunya manfaat serta

15 M. Dahlan Al Barry & Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,

1994), hlm. 362. 16 Undang-Undang R.I No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra

Umbara, 2006). 17 M. Dahlan Al Barry & Pius A Partanto, op.cit, hlm. 241.

18 Sentanu, Quantum Ikhlas, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), hlm. xxxiv.

Page 18: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

7

membawa kebaikan bagi orang lain. Selain itu, bagaimana seorang guru

bisa membawa hati dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan

pengajar. Ia mendasarkan niat yang benar dan ikhlas semata-mata untuk

mendapatkan ridha dari Allah SWT, sehingga mencapai kesuksesan dan

kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3. Imam Al-Ghazali

Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad

bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi An-Naysaburi Al-

Faqih Ash-Shufi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari. Ia mendapat gelar Hujjatul Islam

yang artinya pembela Islam dan Zainuddin yang artinya hiasan agama. Ia

lahir di Kota Thus pada tahun 450 Hijriah.19 Abu Hamid Muhammad Al-

Ghazali (1058-1111M) seorang filsuf, teolog, ahli hukum, dan Sufi. Di

kalangan Barat ia dikenal dengan Nama Al-Qazeel. Al-Ghazali lahir dan

meninggal di Thus Persia. Ia banyak menulis karya, diantaranya yang

terbesar mengenai pencarian ilmu pengetahuan antara lain: Ihya Ulum al-

Din (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), al-Munqid Min al Zalalah

(penyelamat dari kesesatan), dan di dalam karyanya Tahafut al-Falasifah

(sanggahan terhadap pemikiran kaum filsafat).20

4. Kitab Ihya’ Ulumiddin

Kitab Ihya’ Ulumiddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu

Agama), merupakan salah satu karya monumental yang ditulis oleh Imam

Abu Hamid Al-Ghazali pada awal abad ke-5 Hijriyah. Kitab ini terdiri dari

empat bahagian besar (empat rubu’) antara lain: Pertama, bahagian (rubu’)

peribadatan (rubu’ ibadah). Kedua, bahagian (rubu’) pekerjaan sehari-hari

(rubu’ adat kebiasaan). Ketiga, bahagian (rubu’) perbuatan yang

membinasakan (rubu’ al-muhlikat). Keempat, bahagian (rubu’) perbuatan

19 Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2008),

hlm. 9. 20 Mujieb, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali (Jakarta: Hikmah, 2009), hlm. 116-

117.

Page 19: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

8

yang menyelamatkan (rubu’ al-munjiyat). Setiap rubu’ terdiri dari sepuluh

bab.21

Adapun pembahasan tentang guru terdapat pada bahagian (rubu’)

peribadatan dalam bab ilmu, dan pembahasan tentang ikhlas ada pada

bahagian (rubu’) perbuatan yang menyelamatkan dalam bab niat, benar

dan ikhlas. Kitab Ihya’ ini juga merupakan referensi utama bagi penulis

sekaligus sebagai obyek kajian dalam penelitian ini.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka penulis

mambatasi permasalahan dengan fokus penelitian pada: Bagaimana Konsep

Guru yang Ikhlas menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melaksanakan penelitian

ini adalah: untuk mengetahui bagaimana konsep guru yang ikhlas menurut

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah, antara lain:

1. Secara teoritis:

Hasil studi ini diharapkan bisa menambah kepustakaan tentang konsep

ikhlas, khususnya konsep guru yang ikhlas agar khalayak mengetahui

betapa pentingnya keikhlasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan

pentingnya ikhlas dalam melakukan setiap pekerjaan.

2. Secara praktis:

a. bagi guru : Terbentuknya sebuah kesadaran dalam diri seorang guru,

bahwa dalam mengajar hendaknya dilandasi dengan niat

tulus ikhlas semata-mata untuk mengamalkan ilmunya dan

mengharap ridha dari Allah SWT, tidak berorientasi pada

materi.

21 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, op.cit, hlm. 33.

Page 20: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

9

b. bagi siswa : Terbentuknya sebuah kesadaran dalam diri seorang murid,

bahwa dalam menuntut ilmu hendaknya meluruskan niat

untuk mencari ridha Allah dan menghilangkan kebodohan.

E. Metodologi Penelitian

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data dengan

metode kepustakaan (library research). Metode ini digunakan untuk

mengumpulkan data yang bersumber dari buku dan dokumen-dokumen

lainnya.22

Metode kepustakaan ini penulis gunakan untuk meneliti tentang

konsep guru yang ikhlas dalam kitab Ihya’ Ulumiddin menurut Imam Al-

Ghazali yang ditunjang dengan buku-buku ilmiah lainnya atau dari

beberapa sumber yang lain.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data langsung yang dikaitkan

dengan objek penelitian yaitu kata-kata atau tindakan orang-orang

yang diamati atau diwawancarai.23 Sumber data primer yang

digunakan oleh penulis sebagai rujukan adalah Kitab Ihya’ Ulumiddin

karya Imam Al-Ghazali.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau lewat dokumen.24 Sumber data sekunder sebagai data pendukung

dan pelengkap dari sumber data primer. Adapun sumber data sekunder

22 Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL,

2008), Cet. I, hlm. 5-6. 23 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007), hlm. 157. 24 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. 11, hlm. 309.

Page 21: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

10

dalam penelitian ini adalah buku-buku atau karya-karya ilmiah yang

isinya dapat melengkapi data yang diperlukan penulis dalam penelitian

ini. Misalnya Mutiara Ihya’ Ulumiddin karya Imam al-Ghazali,

Mengarungi Samudra Ikhlas karya Rachmat Ramadhana al-Banjari,

Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu dan lain sebagainya.

2. Metode Analisis Data

Setelah data-data terkumpul, maka penulis akan menganalisis data.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari berbagai hasil pengumpulan data.25

Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode

deskripsi. Karena data yang terkumpul kemudian dianalisis secara non

statistik, adapun data yang terkumpul berupa data deskriptif. Menurut

Sukardi, penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk menggambarkan secara sistematis

fakta dan karakterisitik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.26

Metode ini penulis gunakan untuk mendeskripsikan konsep guru yang

ikhlas. Adapun metode yang digunakan adalah:

a. Metode Analisis Isi (Content Analysis)

Menurut Earl Babbie “content analysis as the study of recorded

human communications, such as books, websites, paintings and laws.”

Berkaitan dengan hal ini, Harold Lass well formulated the core

questions of content analysis: “Who says what, to whom, why, to what

extent and with what effect?” 27 Earl Babbie mendefinisikan content

analysis sebagai suatu penyelidikan yang mencatat sistem komunikasi

manusia, seperti buku-buku, website, lukisan-lukisan dan hukum-

hukum. Sementara Harold Lass well merumuskan beberapa pertanyaan

inti tentang content analysis, antara lain: siapa yang mengatakan,

25 Ibid, hlm. 335. 26 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), Cet. VII,

hlm. 157. 27 http://en. wikipedia.org/wiki/Content analysis, diundo 26/02/2011.

Page 22: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

11

kepada siapa, mengapa, untuk apa secara luas dan bagaimana dengan

pengaruhnya.

Berkaitan dengan pengertian content analysis tersebut, Burhan

Bungin mengatakan bahwa content analysis adalah “teknik penelitian

untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel), dan

sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Adapun content-

analysis ini berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi.”28

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka content analysis

merupakan suatu metode untuk mengungkapkan isi pemikiran tokoh

yang diteliti, yang meliputi beberapa pertanyaan inti tersebut tentang

content analysis. Adapun content analysis ini penulis gunakan untuk

mengungkapkan isi dan menggambarkan dari kitab Ihya’ Ulumiddin.

b. Metode Interpretasi

Menurut Moleong, metode interpretasi data merupakan upaya

untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas

terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan.29 Metode ini penulis

gunakan untuk menganalisis beberapa buku secara implisit untuk

mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya.

28 Bungin (Ed.), Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2008), hlm. 231. 29 Moleong, op. cit, hlm. 151.

Page 23: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

12

BAB II

GURU YANG IKHLAS

A. Guru

1. Pengertian Guru

Guru dalam literarur kependidikan Islam, biasa disebut sebagai

ustadz, mudarris, mu’allim, murabbiy, mursyid, dan muaddib.1 Sedangkan

dalam bahasa Inggris disebut teacher yang artinya pengajar dan educator

yang artinya pendidik.2

Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan

ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sementara guru dalam pandangan

masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat

tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa di masjid, di

surau, di rumah, dan sebagainya.3

Menurut Undang-Undang RI Nomor 14, guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah.4

Guru sebagai seorang pendidik disebut mu’addib yaitu orang yang

berusaha mewujudkan budi pekerti yang baik atau akhlakul karimah,

sebagai pembentukan nilai-nilai moral atau transfer of values. Sementara

guru sebagai pengajar disebut mu’allim yaitu orang yang mengajarkan

berbagai ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik

1 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2004), Cet. II, hlm. 209. 2 Hassan Shadily & John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,

1996), Cet. 23, hlm. 207. 3 Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2005), Cet. II, hlm. 31. 4 Undang-Undang R.I Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra

Umbara, 2006), hlm. 2-3.

Page 24: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

13

mengerti, memahami, menghayati dan dapat mengamalkan berbagai ilmu

pengetahuan yang disebut sebagai transfer of knowledge. 5

Adapun definisi atau pengertian guru menurut beberapa pakar

pendidikan, sebagaimana dikutip oleh Nurdin, antara lain:

Guru menurut Ahmad D. Marimba adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik. Sedangkan guru menurut Zahra Idris dan Lisma Jamal, adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal perkembangan jasmani dan ruhaninya untuk mencapai tingkat kedewasaan, memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri dan makhluk sosial. Sementara guru menurut Zakiah Daradjat adalah pendidik profesional, karena secara implisit telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan dari pundak para orang tua. Adapun guru menurut Poerwadarminta adalah orang yang kerjanya mengajar. 6

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

guru adalah orang yang bertanggung jawab memberikan pendidikan dan

ilmu pengetahuan serta menanamkan nilai-nilai moral kepada anak didik

mereka, sehingga menjadi manusia dewasa yang berguna bagi nusa dan

bangsa serta memiliki akhlakul karimah. Hal ini menunjukkan bahwa

seorang guru mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam

membentuk sebuah generasi penerus, yang bisa membawa perubahan

suatu bangsa. Dengan berbekal ilmu pengetahuan dan nilai-nilai sebagai

suatu pedoman dalam membentuk generasi yang berbudi pekerti luhur.

2. Kriteria dan Syarat Guru

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diketahui beberapa

kriteria seorang guru ideal. Adapun yang dimaksud guru ideal ialah sosok

guru yang mampu menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan

baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.

5 Abdul Mu’ti & Chabib Thoha, Abdul, PBM-PAI di Sekolah, (Semarang: Fak. Tarbiyah

IAIN Walisongo, 1998), Cet. I, hlm. 179. 6 Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), Cet. I, hlm.

49-128.

Page 25: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

14

Menurut Husnul Chotimah, sebagaimana dikutip oleh Asmani, ada

empat kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di

abad 21 ini. Pertama, dapat membagi waktu dengan baik, dapat membagi

waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas keluarga, serta dalam

masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat,

gemar melakukan penelitian. 7

Dari kriteria tersebut dapat disimpulkan, bahwa kriteria guru ideal

antara lain: Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Kedua, guru

yang rajin membaca dan menulis. Ketiga, guru yang sensitif terhadap

waktu. Keempat, guru yang kreatif dan inovatif. Kelima, guru yang

memiliki kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan moral,

kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik.8

Adapun sosok kepribadian guru ideal menurut Islam telah di

tunjukkan pada keguruan Rasulullah SAW.

Sebagaimana firman Allah SWT.

ô‰s)©9 tβ% x. öΝä3s9 ’ Îû ÉΑθ ß™u‘ «!$# îοuθ ó™é& ×πuΖ|¡ym .... ∩⊄⊇∪

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW suri tauladan yang baik bagimu. (Q.S. Al-Ahzab: 21).9

Ayat tersebut menerangkan tentang norma-norma yang tinggi dan

adanya teladan yang baik telah berada dihadapan manusia, jika mereka

menghendaki, hendaknya mereka mengambil contoh Rasulullah SAW di

dalam amal perbuatannya, dan hendaknya mereka berjalan sesuai dengan

petunjuknya.10

Sementara dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa ayat tersebut

merupakan prinsip utama dalam meneladani Rasulullah SAW baik dalam

7 Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press, 2009), Cet. II, hlm. 21.

8 Ibid, hlm. 21-24. 9 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Karya Agung, 2006), hlm.

595. 10 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. K. Anshori Umar Sitanggal, (Semarang: CV. Toha

Putra, 1998), juz VIII, hlm. 277.

Page 26: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

15

ucapan, perbuatan, maupun perilakunya. Ayat ini merupakan perintah

Allah kepada manusia agar meneladani Nabi SAW dalam peristiwa al-

ahzab yaitu dengan meneladani kesabaran, upaya dan penantiannya atas

jalan keluar yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla. Karena itu Allah

Ta’ala berfirman kepada orang yang hatinya kalut dan guncang dalam

peristiwa al-ahzab, ”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW

suri tauladan yang baik bagimu”.11

Adapun maksud dari ayat tersebut adalah perintah bagi manusia

untuk mengikuti dan meneladani Rasulullah SAW dalam segala tingkah

laku, perkataan dan perbuatannya. Jika diterapkan oleh seorang guru,

maka hal ini akan sangat mendukung profesinya, karena Rasulullah adalah

orang yang sangat berhasil dalam mendidik dan mengajarkan ilmu, baik

kepada para sahabatnya maupun kepada para umatnya.

Agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik, maka seorang guru

harus memiliki syarat-syarat pokok. Syarat pokok tersebut menurut Sulani,

sebagaimana dikutip oleh Nurdin, antara lain: Pertama, syarat syakhsiyah

(memiliki kepribadian yang dapat diandalkan). Kedua, syarat ilmiah

(memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni). Ketiga, syarat idhafiyah

(mengetahui, menghayati dan menyelami manusia yang dihadapinya,

sehingga dapat menyatukan dirinya untuk membawa peserta didik menuju

tujuan yang ditetapkan). 12

Sementara menurut Suwarno, syarat-syarat untuk guru yang baik,

antara lain: syarat profesional (ijazah), syarat biologis (kesehatan jasmani),

syarat psikologis (kesehatan mental) dan syarat paedagogies-didaktis

(pendidikan dan pengajaran).13 Syarat-syarat tersebut menunjukkan bahwa

profesi guru tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, selain ia telah

menempuh pendidikan, ia juga harus sehat jasmani dan rokhaninya.

11 Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Ibnu Katsir, terj. Syihabudin, (Jakarta: Gema Insani, 1999), Jilid 3, Cet. I, hlm. 841.

12 Nurdin, op.cit, hlm. 129. 13 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1988), Cet. III, hlm. 92-

93.

Page 27: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

16

Sedangkan menurut Al-Ghazali, syarat seorang guru (syekh) adalah

sebagai berikut:

a. Alim

Orang yang pantas menjadi penerus Rasulullah adalah orang

yang alim, namun tidak semua orang alim bisa menjadi penerus

Rasulullah. Adapun syarat seorang alim di sini, adalah berpaling dari

kesenangan duniawi dan tidak menyukai pangkat serta kedudukan.

b. Berakhlak mulia

Orang yang berakhlak mulia disini ialah orang yang mampu

mengendalikan hawa nafsunya, dengan sedikit makannya, sedikit

bicaranya, dan sedikit tidurnya, serta suka memperbanyak shalatnya,

shadaqah, dan puasa. Semua hal tersebut ia kerjakan semata-mata

untuk mencari keridhaan Allah dan kedekatan kepada-Nya. Selain itu,

seorang guru berakhlak mulia dalam segala tingkah lakunya, seperti

sabar, tekun dalam menjalankan shalatnya, senantiasa bersyukur atas

kenikmatan Allah yang diterimanya, dan selalu bertawakkal kepada

Allah SWT dalam segala kehidupannya.14

Dari berbagai syarat di atas menujukkan bahwa seorang guru

adalah orang yang menjadi panutan, sehingga segala tingkah lakunya

harus mencerminkan akhlak yang mulia. Selain itu, ia juga harus

mempunyai ilmu pengetahuan yang luas, sehingga bisa mengayomi murid-

muridnya. Seorang guru senantiasa harus meluruskan niatnya untuk

mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk mencari materi semata.

Sehingga ilmu yang dimilikinya manfaat, baik untuk dirinya maupun

untuk orang lain. Selain itu, seorang guru juga harus memahami betul sifat

dan karakteristik para muridnya, sehingga hubungan antara guru dan

murid bisa tetap terjaga dan terjalin dengan baik.

14 Al-Ghazali, Ayyuhal Walad, terj. Fu’ad Kauma, ( Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005),

Cet.I, hlm. 50-51.

Page 28: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

17

3. Tugas dan Peranan Guru

Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas

maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya

sebatas sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan

dan kemasyarakatan.

Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk

mengembangkan profesionalitas diri sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Adapun mendidik, mengajar, dan melatih anak

didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik

berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak

didik. Adapun tugas guru sebagai pengajar ialah meneruskan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.

Sedangkan tugas guru sebagai pelatih ialah mengembangkan ketrampilan

dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. 15

Tugas kemanusiaan merupakan salah satu segi dari tugas guru.

Dalam hal ini, guru harus terlibat dalam kehidupan di masyarakat dengan

interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada

anak didik. Selain itu, guru juga harus bisa menempatkan diri sebagai

orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan oleh orang

tua atau wali murid dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu,

pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dapat

dengan mudah memahami mereka.16

Berkaitan dengan hal ini, Al-Ghazali membagi tugas dan adab

seorang guru, antara lain:

Pertama, seorang guru harus mempunyai rasa belas kasih kepada

murid-muridnya dan memperlakukan mereka sebagai anak sendiri. Kedua,

dengan mengikuti jejak Rasulullah SAW yakni tidak mencari upah,

balasan dan terimakasih atas pengajaran tersebut. Ketiga, memberi nasihat

15 Djamarah, op.cit, hlm. 37. 16 Ibid.

Page 29: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

18

dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat ilmu, sebelum pada tingkat

ilmu tersebut dan melarangnya belajar ilmu yang tersembunyi sebelum

selesai ilmu yang terang. Keempat, memberi nasehat kepada para murid

dengan tulus, serta mencegah mereka dari akhlak tercela.17

Adapun peranan (role) seorang guru ialah keseluruhan tingkah laku

yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.

Guru mempunyai peranan yang amat luas, baik di sekolah, keluarga, dan

di dalam masyarakat. Adapun yang paling utama adalah kedudukannya

sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan

kedudukannya sebagai guru, ia harus menunjukkan perilaku yang layak

(bisa dijadikan teladan oleh siswanya). Tuntutan masyarakat khususnya

siswa dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi

daripada yang dituntut dari orang dewasa lainnya.18

Untuk memenuhi tuntutan di atas, maka guru harus mampu

memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang

pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.

Dalam hal ini, Mulyasa mengidentifikasikan ada 19 peran guru, yakni guru

sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu

(inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas,

pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera,

aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.19

4. Guru Sebagai Profesi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Profesi adalah bidang

pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu (ketrampilan,

kejuruan dan sebagainya). Sementara profesional adalah sesuatu yang

bersangkutan dengan profesi, sesuatu yang memerlukan keahlian khusus

17 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, terj. Ismail Yakub, (Jakarta: CV. Faizan, 1994), Jilid I,

Cet. 12, hlm. 212-217. 18 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,

2005), hlm. 165. 19 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet.

VII, hlm. 36-37.

Page 30: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

19

untuk menjalankannya, dan mengharuskan adanya pembayaran untuk

melakukannya.20

Kata profesi identik dengan kata keahlian, hal ini sebagaimana

dikutip oleh Daeng Arifin & Dedi Permadi, bahwa Jarvis mengatakan

”seseorang yang melakukan tugas profesi juga sebagai orang yang ahli

(expert)”. Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seseorang yang

menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan

prosedur berdasarkan intelektualitas. Selain itu, profesi juga sebagai

spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan

training yang bertujuan menciptakan ketrampilan, pekerjaan yang bernilai

tinggi, sehingga ketrampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh

orang lain dan ia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat

imbalan berupa bayaran, upah dan gaji (payment).21

Dari pengertian profesi di atas, maka profesi yang disandang oleh

guru, merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan ilmu pengetahuan,

ketrampilan, kemampuan, keahlian dan ketelatenan dalam menciptakan

generasi penerus yang sesuai dengan harapan. Adapun pengertian profesi

guru diatas dilihat dari usaha keras dan keahlian yang dimiliki oleh

seorang guru, sehingga mereka wajar mendapatkan kompensasi yang adil

berupa gaji dan tunjangan yang besar serta fasilitas yang memadai

dibanding pegawai struktural, apabila dilihat dari berat ringan pekerjaan.

Tugas guru sebagai pembimbing, pelatih dan pengajar merupakan tugas

yang berat yakni memeras otak. Guru harus siap mental dan fisik untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Upaya dalam menciptakan guru yang profesional, maka para guru

diberi kesempatan untuk mengembangkan diri, dengan mengikuti

berbagai pelatihan, kursus dan penataran serta melanjutkan pendidikan ke

20 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), Cet. 2, hlm. 789. 21 Daeng Arifin & Dedi Permadi, The Smiling Teacher, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,

2010), hlm. 11.

Page 31: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

20

jenjang yang lebih tinggi. Mereka juga diberi kesempatan untuk

menduduki jabatan apapun di negeri ini sesuai dengan keahlian yang

dimilikinya. Sehingga dalam hal ini, profesi guru sama dengan profesi

yang lainnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen juga dijelaskan, bahwa profesional adalah pekerjaan (profesi) atau

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan

kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang

harus memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan

pendidikan profesi.22 Seorang guru yang profesional akan beritikad untuk

merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang

digelutinya. Oleh karena itu, dalam hal ini seorang guru tidak terlalu

mementingkan atau mengharapkan imbalan upah material.

Adapun masalah profesionalisme guru, mengandung pengertian

kegiatan dan usaha meningkatkan kompetensi guru ke arah yang lebih

baik dilihat dari berbagai aspek demi terselenggaranya suatu optimalisasi

pelayanan kegiatan atau pekerjaan profesi guru yang memiliki makna

penting sebagaimana dikutip oleh Daeng Arifin & Dedi Permadi, antara

lain: 23

Pertama, profesionalisme akan memberikan jaminan perlindungan

kepada kesejahteraan masyarakat umum. Kedua, profesionalisme guru

merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama

ini dianggap oleh sebagian masyarakat, rendah. Ketiga, profesionalisme

guru memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang

memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan

memaksimalkan kompetensinya, selanjutnya dengan profesionalisme

guru, terjadi pergeseran fungsi guru dari pengajar (teacher), beralih

22 Undang-Undang R.I Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, op. cit, hlm. 3. 23 Daeng Arifin & Dedi Permadi, op. cit, hlm. 12.

Page 32: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

21

sebagai pelatih (coach), pembimbing (concelor), dan sebagai manajer

pembelajaran (learning manager).

Sementara itu, profesionalitas menunjukkan adanya kualitas suatu

profesi atau pekerjaan sesuai dengan standar yang diinginkan dan

mendapat pengakuan secara positif dari klien atau masyarakat atas hasil

yang dicapai dari profesi guru akan dilakukannya. Dalam hal ini, kualitas

profesi guru akan ditunjukkan oleh sikap utama berikut ini: keinginan

untuk selalu menampilkan perilaku hasil kerja yang mendekati sesuai

dengan standar ideal, senantiasa berusaha meningkatkan dan memelihara

citra profesinya, memiliki keinginan yang kuat untuk senantiasa mengejar

kesempatan pengembangan profesional agar dapat meningkatkan dan

memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya, senantiasa

mengejar dan mengutamakan kualitas atau mutu dan cita-cita dalam

profesi, serta memiliki kebanggaan terhadap profesinya.

Adapun Kode Etik Guru Indonesia, antara lain:

a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk

manusia pembangunan yang ber-Pancasila.

b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum

sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.

c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh

informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala

bentuk penyalahgunaan.

d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara

hubungan dengan orang tua anak didik sebaik-baiknya bagi

kepentingan anak didik.

e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar

sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan

pendidikan.

f. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan

meningkatkan mutu profesinya.

Page 33: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

22

g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru,

baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan

keseluruhan.

h. Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan

meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana

pengabdiannya.

i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang pendidikan.24

B. Ikhlas

1. Pengertian Ikhlas

Secara bahasa kata ikhlas berasal dari bahasa Arab: ���- ����� -

و��� yang artinya murni, tiada bercampur, bersih, jernih.25

Ikhlas secara bahasa berbentuk mashdar, dan fiilnya adalah

akhlasha. Fiil tersebut berbentuk mazid. Adapun bentuk mujarradnya

adalah khalasha. Makna khalasha adalah bening (shafa), segala noda

hilang darinya. Jika dikatakan khalashal ma’a minal kadar (air bersih dari

kotoran) artinya air itu bening. Jika dikatakan dzahaban khalish (emas

murni) artinya emas yang bersih tidak ada noda di dalamnya. Dalam hal

ini, emas tidak dicampuri oleh partikel lain seperti perunggu dan lain

sebagainya.26

Ikhlas adalah menyaring sesuatu sampai tidak lagi tercampuri

dengan yang lainnya. Kalimatul ikhlas adalah kalimat tauhid yaitu laa

ilaaha illallah. Surah ikhlas adalah surat qul huwallahu ahad, yaitu surat

tauhid. Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa makna ikhlas

secara bahasa adalah suci (ash-shafa’), bersih (an-naqi), dan tauhid.

24 Djamarah, op.cit, hlm. 49-50. 25 Munawir & Al-Bisri, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 171. 26 Abu Farits, Tazkiyatunnafs, terj. Habiburrahman Saerozi, (Jakarta: Gema Insani, 2006),

Cet. II, hlm. 15.

Page 34: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

23

Adapun ikhlas dalam syariat Islam adalah sucinya niat, bersihnya

hati dari syirik dan riya serta hanya menginginkan ridha Allah semata

dalam segala kepercayaan, perkataan dan perbuatan.27

Berkaitan dengan ikhlas, Nawawi mengungkapkan bahwa:

٢٨ �#"�! �ن ���ت ��ا�� ا��� ه�ة وا��� ��� �� ا��ق ا� ا��ص Ikhlas yaitu membersihkan pancaindranya dengan lahir dan batin

dari budi pekerti yang tercela.

Sementara ikhlas menurut Al-Imam Asy Syahid, sebagaimana

dikutip oleh Ramadhan adalah sebuah sikap kejiwaan seorang muslim

yang selalu berprinsip bahwa semua amal dan jihadnya karena Allah SWT.

Hal itu ia lakukan demi meraih ridha dan kebaikan pahala-Nya, tanpa

sedikitpun melihat pada prospek (keduniaan), derajat, pangkat, kedudukan,

dan sebagainya.29

Arberry dalam bukunya Sufism An Account Of The Mystics Of

Islam, mengatakan ikhlas (sincerity) that is, seeking only God in every act

of obedience to Him.30 Ikhlas atau ketulusan hati yaitu, yang dalam setiap

perbutannya ditujukan hanya semata-mata karena Tuhan.

Adapun beberapa pendapat guru tasawuf mengenai ikhlas,

sebagaimana dikutip oleh Al-Ghazali, antara lain sebagai berikut: As-Susi

berkata, ”Ikhlas adalah hilangnya pandangan keikhlasan. Karena, barang

siapa melihat keikhlasan di dalam ikhlasnya, maka ikhlasnya memerlukan

keikhlasan.” Sahl ditanya, ”Apakah yang paling sulit bagi diri?” Ia

menjawab, ”Ikhlas, karena ia tidak mempunyai bagian di dalamnya.” Ia

pun pernah berkata, ”Ikhlas adalah diam dan geraknya hamba hanyalah

27 Ibid, hlm. 16. 28 Nawawi As-Syafi’i Al-Qadiri, Bahjatul Wasaail Bisyarhi Masaail, (Semarang:

Maktabah Wamatbaah “Karya Thoha Putra”, tt.), hlm. 32. 29 Ramadhan, Quantum Ikhlas, terj. Alek Mahya Shofa, (Solo: Abyan, 2009), hlm. 9. 30 Arberry, Sufism An Account Of The Mystics Of Islam, (London: George Allen & Unwin

Ltd, t.th), hlm. 77.

Page 35: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

24

karena Allah SWT semata.” Al-Junaid mengatakan bahwa, ”Ikhlas adalah

membersihkan perbuatan dari kotoran.”31

Dalam perspektif sufistik, ikhlas di samping sebagai bagian dari

maqam yang perlu dilalui oleh seorang sufi untuk mendekatkan diri

kepada Allah SWT, juga merupakan syarat syahnya suatu ibadah. Jika

amal perbuatan diibaratkan sebagai badan jasmani, maka ikhlas adalah roh

atau jiwanya. Hal ini berbeda sekali dengan pandangan ulama fiqh yang

menganggap bahwa ikhlas bukanlah syarat syahnya suatu ibadah.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

ikhlas adalah mengerjakan suatu amal perbuatan semata-mata hanya untuk

mendapatkan ridha dari Allah SWT, bukan untuk meraih pamrih duniawi,

dengan tidak mengharapkan pujian dari manusia dan senantiasa menjaga

niatnya dengan benar. Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak

benar, maka tidak akan diterima sehingga amal itu ikhlas dan benar.

Adapun ikhlas artinya amal itu dikerjakan karena Allah, dan benar jika

amal itu dikerjakan berdasarkan sunah. Hal ini sebagaimana dikatakan

oleh ‘Audah al-‘Awayisyah, bahwa suatu aktivitas apabila tidak memenuhi

dua perkara maka tidak akan diterima oleh Allah. Pertama, hendaknya

aktivitas itu ditujukan semata-mata hanya mengharap keridhaan Allah

’azza wa jalla. Kedua, hendaknya aktivitas itu sesuai dengan apa yang

disyariatkan Allah SWT dalam al-Qur’an dan sesuai dengan penjelasan

Rasul-Nya dalam sunah beliau.32

Jadi, ikhlas adalah berbuat sesuatu dengan tidak ada pendorong

apa-apa melainkan semata-mata untuk bertaqarrub kepada Allah SWT,

serta mengharapkan keridhaan-Nya saja. Keikhlasan yang demikian tidak

akan tercipta melainkan dari orang yang betul-betul cinta kepada Allah

SWT, dan tidak ada tempat sedikitpun dalam hatinya untuk mencintai

harta keduniaan.

31 Al-Ghazalli, Mutiara Ihya Ulumuddin, ( Bandung: Mizan, 2008), hlm. 412. 32 ‘Audah al-‘Awayisyah, Keajaiban Ikhlas, terj. Abu Barzani, (Yogyakarta: Maktabah Al-

Hanif, 2007), Cet. I, hlm.6.

Page 36: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

25

2. Hakikat Ikhlas

Ikhlas dengan sangat indah digambarkan oleh Allah dalam Al-

Qur’an surat al -An’am [6] ayat 162:

ö≅è% ¨βÎ) ’ ÎAŸξ |¹ ’Å5 Ý¡ èΣuρ y“$ u‹øtxΧuρ †ÎA$ yϑtΒ uρ ¬! Éb>u‘ tÏΗs>≈ yè ø9 $# ∩⊇∉⊄∪

Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku lillahi rabbil ’alamin.33

Menurut ajaran Islam, hidup ini adalah untuk beribadah, bekerja

dan berbuat baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Pada

hakikatnya semua kebaikan itu, kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa

saja sepatutnya hanya dipersembahkan kepada Allah semata, bukan

kepada selain-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT.

È≅è%uρ (#θ è=yϑôã$# “u�z� |¡sù ª! $# ö/ ä3n=uΗxå …ã& è!θ ß™u‘uρ tβθãΖÏΒ ÷σßϑø9 $#uρ ( šχρ–Š u�äIy™uρ 4’n<Î)

ÉΟÎ=≈ tã É=ø‹ tóø9 $# Íοy‰≈ pꤶ9 $#uρ / ä3ã∞ Îm7t⊥ ã‹ sù $ yϑÎ/ ÷ΛäΖä. tβθè=yϑ÷ès? ∩⊇⊃∈∪

Dan katakanlah: ’Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah [9]: 105).34

!$ tΒ uρ (# ÿρâ÷É∆ é& āω Î) (#ρ߉ç6 ÷èu‹ Ï9 ©!$# t ÅÁÎ=øƒèΧ ã& s! tÏe$!$# u!$ x"uΖãm (#θ ßϑ‹É)ムuρ nο4θ n=¢Á9 $#

(#θ è?÷σムuρ nο4θ x.̈“9 $# 4 y7 Ï9≡ sŒ uρ ߃ ÏŠ Ïπ yϑÍhŠs)ø9 $# ∩∈∪

Dan mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS. al-Bayyinah [98]: 5).35

33 Departemen Agama, op.cit, hlm. 201 34 Ibid, hlm. 273. 35 Ibid, hlm. 907.

Page 37: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

26

Beberapa ayat di atas menegaskan bahwa beribadah dengan ikhlas

adalah satu-satunya tugas dan kewajiban manusia kepada Allah SWT.

Artinya, seluruh aktivitas hidup dan kehidupan manusia (gerak dan

diamnya) adalah dalam rangka pengabdian (’ubudiyah) dan perilaku

ketauhidan yang jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) serta jauh dari

kesesatan.

Seorang tokoh sufi bernama Dzun al-Misry menjelaskan tentang

ciri-ciri orang yang berbuat ikhlas dalam amalnya, sebagaimana dikutip

oleh Syukur, antara lain: Pertama, disaat orang yang bersangkutan

memandang pujian dan celaan manusia sama saja. Kedua, melupakan amal

ketika beramal dan Ketiga, jika ia lupa akan haknya untuk memperoleh

pahala di akherat karena amal baiknya.36

Dengan demikian, maka ikhlas merupakan pondasi penting dalam

membangun agama, karena ikhlas mempunyai cakupan yang tidak kalah

penting, antara lain: Ikhlas dalam niat, yakni ikhlas beribadah dan beramal

hanya demi Allah semata. Ikhlas dalam nasihat, sebagaimana asal muara

kata nasihat (dalam bahasa Arab) adalah khulus atau kemurnian. Ikhlas

dalam agama atau akidah, adapun yang dimaksud akidah adalah hakekat

Islam dan prinsip dasar yang terbangun atas ketundukan yang mutlak

hanya kepada Allah, tidak yang lain-Nya. Hal itu semua terangkum dalam

redaksi kalimat tauhid yang berbunyi: ”La illaha illallah, Muhammadur

rasulullah.” 37

Sebagaimana firman Allah SWT.

ωç7 ôã$$ sù ©!$# $ TÁÎ=øƒèΧ çµ©9 šÏe$!$# ∩⊄∪

Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. (Q.S. Az-Zumar [39]:2).38

36 Syukur, op.cit, hlm. 120. 37 Ramadhan, op.cit, hlm. 31-32.

38 Departemen Agama, op.cit, hlm. 658.

Page 38: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

27

Maksud dari ayat di atas adalah sebuah perintah bagi umat manusia

untuk mengabdi kepada-Nya dan menyeru kepada semua orang untuk

mengabdi kepadanya saja. Tidak ada sekutu bagi-Nya, karena tidak layak

peribadatan kecuali bagi-Nya saja. Oleh karena iu, Allah berfirman,

”ingatlah, hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih”. Maksudnya,

tidak ada amalan yang diterima kecuali bila amalan itu ikhlas semata-mata

karena-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya.39

Untuk memperoleh sifat ikhlas diperlukan beberapa sifat atau sikap

sekaligus sebagai unsur penunjang kesempurnaan yang harus ada dalam

sifat ikhlas. Selain itu, unsur penunjang tersebut sekaligus sebagai quality

control bagi keikhlasan itu sendiri, diantaranya adalah sifat atau sikap:

Husnuzhan (berprasangka baik), Istiqamah, Tawakkal, Sabar, Syukur,

Zuhud dan Wara’.40

Banyak diantara manusia yang menganggap dirinya sudah ikhlas

dalam hal niat, i’tikad (keyakinan), tujuan dan maksud dari perbuatannya.

Namun, apabila mereka mau menyelidikinya dengan teliti, mereka akan

mengetahui bahwa telah tersembunyi dalam niat, keyakinan, tujuan, dan

maksud selain Allah dalam aktivitasnya tersebut. Adapun indikasi atau

tanda-tanda ikhlas berdasarkan al-Qur’an dan hadist Nabi SAW adalah

sebagai berikut: Ikhlas yaitu tidak berharap apapun kepada makhluk,

menjalankan kewajiban bukan mencari status, tidak ada penyesalan, tidak

berbeda apabila direspons positif ataupun negatif, tidak membedakan

situasi dan kondisi, menjadikan harta dan kedudukan bukan sebagai

penghalang, berintegrasinya lahir dan batin, jauh dari sikap sektarian atau

fanatisme golongan, selalu mencari celah untuk beramal saleh.41

Dengan adanya indikasi tersebut, maka akan menjadi cermin bagi

setiap orang, khususnya bagi seorang guru agar senantiasa mengontrol

dirinya untuk ikhlas dan tidak terkecoh akan kemegahan dunia dengan

39 Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, jilid 4, hlm. 90. 40 Al-Banjari, Mengarungi Samudra Ikhlas, (Jogjakarta: Diva Press, 2007), hlm. 28. 41 Ibid, hlm. 61-75.

Page 39: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

28

segala yang menghiasinya. Adapun mengenai hal-hal yang dapat menjadi

rusaknya ikhlas, antara lain: riya’ (suka pamer), nifaq, ’ujub, sum’ah,

waswas, takabur, cinta dunia, kedudukan, dan jabatan, hasad (dengki),

su’uzhan (berburuk sangka) dan bakhil (kikir).42

Sifat-sifat tersebut mengenai hal yang dapat merusak keikhlasan

seseorang merupakan sifat-sifat yang tercela. Sehingga untuk menjadi

orang yang ikhlas, maka harus senantiasa menjaga sikap dan sifatnya

dengan terus istiqomah untuk melakukan kebaikan dan amal sholeh

semata-mata untuk mendapat ridha Allah dan senantiasa mengoreksi diri.

3. Buah Keikhlasan

Diantara buah ikhlas karena Allah SWT, sebagaimana disebutkan

oleh ’Audah al-’Awasyiah, antara lain sebagai berikut:

1. Akan ditolong dan dibela oleh Allah SWT. 2. Selamat dari siksa di akhirat. 3. Mendapat kedudukan tinggi di akhirat. 4. Diselamatkan dari kesesatan di dunia. 5. Merupakan sebab bertambahnya petunjuk (hidayah). 6. Orang yang ikhlas dicintai penduduk langit. 7. Orang yang ikhlas diterima dengan baik di muka bumi. 8. Orang yang ikhlas akan mendapatkan reputasi (nama baik)

di kalangan manusia. 9. Dihindarkan dari kesulitan-kesulitan duniawi. 10. Ketentraman hati dan kebahagiaan. 11. Menyebabkan iman indah dalam hati dan menjadikan hati

benci kepada kefasikan dan kemaksiatan. 12. Orang yang ikhlas akan diberi taufik oleh Allah sehingga

berkesempatan berteman dengan orang-orang yang ikhlas. 13. Sanggup memikul segala kesulitan hidup di dunia, betapa pun

beratnya. 14. Mendapat husnul khatimah. 15. Doanya makbul. 16. Merasakan kenikmatan dan kabar gembira akan mendapatkan

kesenangan di dalam kubur.43

42 Ibid, hlm. 9.

43 ‘Audah al-‘Awayisyah, op.cit, hlm. 149-156.

Page 40: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

29

C. Guru Yang Ikhlas

1 . Pengertian Guru Yang Ikhlas

Tidak ada pekerjaan yang lebih mulia daripada pekerjaan sebagai

guru atau pengajar. Semakin tinggi dan bermanfaat materi ilmu yang

diajarkan, maka yang mengajarkannya juga semakin mulia dan tinggi

derajatnya. Jika guru atau pengajar mengikhlaskan amalnya karena Allah,

maka akan memberi manfaat kepada manusia dengan amalnya itu karena

mengajarkan kebaikan kepada mereka. Akan tetapi, banyak orang yang

belajar dan berilmu tanpa beramal. Padahal, menuntut ilmu harus

disempurnakan dengan menyibukkan diri beramal yang disertai dengan

keikhlasan.

Dengan demikian, maka keikhlasan seorang guru dalam mengajar

harus senantiasa terjaga. Adapun yang dimaksud dengan guru yang ikhlas

disini ialah mengajar dengan niat semata-mata mengamalkan ilmunya

karena Allah dan untuk mendapatkan ridho dari-Nya. Ia selalu membawa

hatinya dalam mengajar, sehingga ia benar-benar menikmati tugasnya

sebagai pengajar dan murid pun bisa menerima dengan baik ilmu yang

diajarkan gurunya. Dengan demikian, maka akan terciptalah lingkungan

belajar yang kondusif. Sehingga tujuan pembelajaran pun bisa tercapai

dengan baik, yakni menciptakan generasi penerus yang cerdas, beriman

dan bertaqwa serta mempunyai akhlakul karimah.

Jadi, dalam hal ini seorang guru hanya pantas menggerakkan

hidupnya untuk Allah semata, inilah yang disebut ikhlas. Tapi, hal ini

bukan berarti bahwa kreativitas dalam hidup ini tidak perlu dihargai

secara material. Sebagian orang memahami ikhlas dengan melakukan

kebajikan tanpa penghargaan secara material. Misalnya mengajar baca

tulis al-Qur’an gratis, menjadi pembicara di pengajian tanpa bayaran.

Page 41: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

30

Gratis bukanlah identik dengan sikap ikhlas, karena ikhlas adalah urusan

sikap hati. 44

Berkaitan dengan hal ini, disebutkan dalam al-Qur’an, bahwa

orang yang menyebarkan agama Islam termasuk fi sabilillah dan berhak

mendapatkan bagian dari zakat, meskipun ia kaya raya. Ketika mubalig

atau guru menerima upah, ia tidak kehilangan ikhlasnya. Karena ikhlas

tidak ada hubungannya dengan menerima atau menolak upah. Demikian

juga apabila guru meminta upah (gaji) setelah memberikan pelajaran.

Sejauh guru menuntut upah itu karena tahu bahwa Allah dan Rasulnya

menyuruh untuk menuntut haknya, maka ia masih tergolong ikhlas. Justru

menjadi tidak ikhlas ketika seorang guru menolak upah, sementara ia

sangat memerlukannya. Apalagi jika penolakan tersebut lantaran ia tidak

ingin disebut orang yang tidak ikhlas.45

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa ikhlas artinya bersih,

murni, dan tidak bercampur dengan yang lain. Sedangkan ikhlas menurut

istilah adalah ketulusan hati dalam melaksanakan suatu amal yang baik,

yang semata-mata karena Allah. Apabila pekerjaan dilakukan dengan

ikhlas (tulus hati), maka pekerjaan itu tidak akan terasa berat, betapa pun

pekerjaan itu sangat sulit. Dengan demikian, keikhlasan guru dalam

mengajar sangat penting. Sehingga guru tidak merasa terbebani dengan

tugasnya, para muridpun akan merasa nyaman dalam belajar sehingga

proses pembelajaran akan berjalan lancar.

2. Kriteria Guru Yang Ikhlas

Berdasarkan ciri-ciri dan kriteria guru ideal di atas, maka kriteria

guru yang ikhlas adalah sebagai berikut:

a. Berniat untuk mencari ridha Allah SWT.

44 Gusmian, Surat Cinta Al-Ghazali: Nasihat-Nasihat Pencerah Hati, (Bandung: PT. Mizan

Pustaka, 2006), Cet. II, hlm. 168. 45 Nurdin, op. cit, hlm. 148.

Page 42: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

31

b. Senantiasa mendekatkan diri dengan menjalani perintah-Nya dan

menjauhi larangan-Nya.

c. Menghadirkan hati dan jiwanya dalam mengajar.

d. Menguasai empat kompetensi guru, antara lain kompetensi paedagogik,

profesional, personal dan sosial.

e. Tidak berorientasi pada materi.

Seorang guru yang ingin mengajar dan mendidik dengan berhasil

harus mampu membawa pembelajaran dengan menghadirkan jiwanya.

Guru tidak sekedar mentransfer ilmu yang bersifat kognitif, melainkan

seorang guru juga dituntut untuk dapat menyertakan semangat, gairah,

perhatian dan kesabarannya selama proses pembelajaran sehingga dapat

menumbuhkan suasana pembelajaran yang kondusif. 46

Kepandaian guru dalam memahami perasaan dan keinginan peserta

didik menjadikan suasana kelas menjadi lebih hidup dan dinamis. Adanya

kesempatan lebih besar yang diberikan pendidik kepada peserta didik

untuk terlibat dalam proses pembelajaran menyebabkan peserta didik

merasa dihargai dan merasa ikut memiliki. Suasana tersebut lebih efektif

untuk menumbuhkan semangat dan memacu gairah belajar peserta didik.

Namun, proses pembelajaran tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya

kehadiran jiwa dari seorang guru, sebagaimana disebutkan di atas.

Berkaitan dengan empat kompetensi guru di atas, maka seorang

guru harus menguasai empat bidang tersebut dalam proses pengajaran.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, yang dimaksud dengan

kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku

yang harus dimiliki oleh guru atau dosen dengan jenis, jenjang, dan satuan

pendidikan formal di tempat penugasan.47

Dalam bidang paedagogik, maka seorang guru harus mempunyai

ilmu pengetahuan yang mumpuni. Adapun kompetensi profesional, maka

46 Hidayatullah, Guru Sejati, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2009), Cet. II, hlm. 147. 47 Undang-Undang R.I No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, op. cit, hlm. 4.

Page 43: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

32

pekerjaan guru memerlukan berbagai kemahiran, keahlian, dan kecakapan

yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan

pendidikan profesi dengan mendapat penghasilan. Sedangkan kompetensi

personal, maka seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik dan

mulia, karena guru sebagai teladan bagi para muridnya. Sementara

kompetensi sosial, maka seorang guru harus bisa hidup bermasyarakat,

baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

3. Pendapat Para Tokoh Berkaitan Dengan Guru Yang Ikhlas

Beberapa tokoh yang menyatakan bahwa seorang guru haruslah

ikhlas, antara lain:

Nasih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam,

menyatakan bahwa sifat-sifat mendasar yang harus dimiliki pendidik,

antara lain: ikhlas, takwa, berilmu, penyabar, dan rasa tanggung jawab.

Adapun tentang sifat ikhlas, beliau menjelaskan bahwa pendidik

hendaknya mencanangkan niatnya semata-mata untuk Allah dalam

seluruh pekerjaan mendidiknya, baik yang berupa perintah, larangan,

nasehat, pengawasan ataupun hukuman. Dengan demikian, maka pendidik

akan mendapat pahala dan keridhaan Allah SWT sebagai hasil dari

usahanya. Yakni apabila pelaksanaan terhadap sebuah metode pendidikan

dilakukan secara langgeng dan pengawasan terhadap anak didik

berlangsung secara terus menerus.48

Nasih Ulwan juga menggunakan dasar hukum al-Qur’an (QS. Al-

Bayyinah: 5 dan QS. Al-Kahfi: 110) dalam menegaskan betapa

pentingnya ikhlas bagi seorang guru. Oleh karena itu, setelah pendidik

mengetahui betapa pentingnya niat, maka hendaknya ia memurnikan niat

bermaksud mendapatkan keridhaan Allah dalam setiap amal perbuatan

yang dikerjakannya. Hal demikian agar diterima oleh Allah, dan dicintai

anak-anak serta muridnya. Disamping itu, apa yang dinasehatkan oleh

48 Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terj. Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2007), Juz 2, hlm. 337.

Page 44: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

33

guru dengan tulus ikhlas bisa membekas dengan baik pada anak didik

mereka.

Asy Syalhub juga mengatakan dalam bukunya yang berjudul

Guruku Muhammad SAW, bahwa salah satu sifat yang harus dipelihara

seorang guru adalah mengikhlaskan ilmu kepada Allah. Ia menyatakan

bahwa perkara besar yang dilupakan oleh kebanyakan guru dan pengajar

ialah menanamkan prinsip keikhlasan ilmu dan amal kepada Allah.

Banyak ilmu yang berguna dan pekerjaan yang besar bagi umat, namun

orang yang memilikinya atau orang yang mengerjakannya tidak bisa

mengambil manfaat apapun darinya. Hal itu karena orang tersebut tidak

mengikhlaskan ilmu dan amalnya, dan tidak menjadikannya di jalan

Allah. Akan tetapi tujuan mereka adalah untuk mendapatkan kedudukan,

pangkat dan semacamnya.49

Dari pernyataan di atas, maka sudah sepatutnya bagi para guru dan

pendidik untuk menanamkan sifat mengikhlaskan ilmu dan amal kepada

Allah, serta mencari pahala dan balasan dari Allah kedalam jiwa anak

didik mereka. Adapun jika ia mendapatkan pujian dan sanjungan dari

orang-orang, maka itu adalah anugerah dan nikmat dari Allah yang patut

untuk di syukuri. Jadi dalam hal ini, seorang guru harus menanamkan sifat

ikhlas kedalam jiwa murid-muridnya. Selain itu, seorang guru juga harus

membawa serta sifat itu dalam setiap memulai pekerjaan dan harus selalu

mengingatnya.

Sementara itu, Hidayatullah menjelaskan tentang keikhlasan

seorang guru yang dikaitkan dengan konsep mendidik dengan hati. Ia

menjelaskan bahwa untuk mengaktualisasikan pendidikan dan pengajaran

dengan suara hati, maka guru harus mendasarkan niatnya untuk mencari

keridhaan Allah. Adapun inti mendidik dengan hati adalah membangun

sebuah motivasi yang tumbuh dari dalam diri secara ikhlas. Dengan kata

lain bagaimana menumbuhkan motivasi internal untuk melakukan suatu

49 Asy Syalhub, Guruku Muhammad SAW, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 5.

Page 45: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

34

aktivitas. Adapun motivasi internal adalah sebuah motivasi dari dalam diri

yang dilandasi dengan sebuah keikhlasan dalam bekerja.50

Dengan demikian, maka mengajar dan mendidik berdasarkan suara

hati merupakan kata lain dari mengajar dan mendidik dengan ikhlas.

Karena agar bisa mengajar dan mendidik dengan suara hati, seorang guru

harus melandasi niatnya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Yakni

dengan munculnya motivasi dalam diri seorang guru secara ikhlas, dengan

segala kesadaran dan tanpa ada paksaan dari orang lain.

Nurdin juga menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Kiat

Menjadi Guru Profesional, bahwa salah satu syarat profesionalisme guru

dalam Islam adalah harus ikhlas. Adapun yang dimaksud dengan

profesionalisme dalam hal ini ialah sebagai kemampuan dan kewenangan

guru dalam menjalankan profesinya. Yakni guru yang piawai dalam

menjalankan tugasnya, sehingga disebut sebagai guru yang berkompeten

dan profesional.51

Suatu pekerjaan apabila dilakukan dengan ikhlas (tulus hati), maka

pekerjaan itu tidak akan terasa berat, betapapun pekerjaan itu sangat sulit.

Bagi seorang guru hendaknya ia harus ikhlas, karena ikhlas termasuk sifat

rabbaniyyah. Dengan kata lain, seseorang yang berprofesi sebagai guru

harus bercita-cita menggapai keridhaan Allah. Karena, kalau saja sifat

ikhlas ini hilang, dikhawatirkan terjadi sikap saling mendengki diantara

para guru, dan tidak menghiraukan pendapat orang lain. Sehingga akan

muncul sifat egois yang didukung oleh hawa nafsu yang menggantikan

pola hidup di atas kebenaran. Padahal kemuliaan hidup ini hanya dapat

dicapai dengan mendidik dari generasi ke generasi, supaya bisa

menggapai kemuliaan disisi Allah yang di upayakan dengan penuh

keikhlasan dan perhatian.52

50 Hidayatullah, op. cit, hlm. 131. 51 Nurdin, op. cit, hlm. 48-49. 52 Ibid, hlm. 148.

Page 46: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

35

Dari beberapa pendapat para tokoh di atas, menggambarkan betapa

pentingnya keikhlasan bagi seorang guru dalam menjalani profesinya.

Keikhlasan seorang guru tidak bisa dilihat dari ia menerima atau menolak

upah atas imbalan dari mengajarnya. Karena ikhlas adalah suatu dorongan

dalam diri seorang guru sehingga bisa membawa hatinya dalam mengajar.

Sehingga guru mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan

memberikan ilmu yang manfaat serta mendapat ridha dari Allah SWT.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya para guru dan pendidik

menanamkan sifat mengikhlaskan ilmu dan amal kepada Allah, serta

mencari pahala dan balasan dari Allah ke dalam jiwa anak didik mereka.

Kemudian jika mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang,

maka itu adalah anugrah dan nikmat dari Allah yang patut di syukuri.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW.

. ذر ر/. ا( &�� -� ل -#, ����ل ا( ��* ا( &�#� و��) أ&� و3>";: ا��� س &�#� -� ل 7�8 &�4, � ا�6#�53 ا��4, 23", ا�2", �أرأ

٥٣)روا: �@�) ( ?�ى ا�"=��Dari Abu Dzar, ia berkata: “pernah ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW. ‘Bagaimanakah tentang seorang yang berbuat kebajikan, lalu ada orang lain yang memuji nya (padahal niatnya ikhlas karena Allah)?’ Beliau menjawab: ‘itu adalah kegembiraan awal yang diberikan kepada seorang mukmin.’(H.R. Muslim)

D. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Pembahasan tentang ikhlas dan guru telah banyak dikemukakan dalam

berbagai penelitian. Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa buku, skripsi dan

sebagainya. Namun yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah tentang

konsep guru yang ikhlas.

53 Abi Zakariya Yahya, Riyadhush Sholihin, (Semarang: Pustaka Alawiyah, t.t.), hlm. 618.

Page 47: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

36

Dengan adanya telaah pustaka adalah sebagai bahan perbandingan

terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kekurangan atau kelebihan

sebelumnya.

Dari karya-karya yang dijumpai penulis, data yang dapat mendukung

kajian ini antara lain: skripsi karya Muhammad Ghozali tahun 2006 yang

berjudul “Etika Guru dan Murid menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’

Ulumuddin”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam Kitab Ihya’

Ulumuddin yang merupakan karya monumental Imam Al-Ghazali terdapat

beberapa etika yang harus dilaksanakan bagi guru dan murid demi kesuksesan

proses pembelajaran sehingga terjadilah suatu relasi yang harmonis antara

keduanya. Guru merupakan sosok yang mampu sebagai penunjuk ke jalan

Allah. Kesuksesan anak adalah tanggung jawab guru dan kesuksesan anak

adalah kesuksesan orang tua.54 Sementara pada penelitian ini, penulis

memfokuskan pada pembahasan tentang guru dalam kitab Ihya’ Ulumiddin,

yang berkaitan dengan keikhlasan guru dalam mengajar.

Skripsi karya Dewi Khurun Aini tahun 2009 yang berjudul “Pemikiran

Al-Ghazali tentang Kompetensi Guru Pendidikan Akhlak (Studi atas Kitab

Ihya’ Ulumuddin)”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa Al-Ghazali

mengharuskan pada seorang pendidik untuk menguasai ilmu-ilmu yang

berkaitan dengan keberhasilan pendidikan akhlak, seperti psikologi, kesehatan

dan sebagainya. Secara keseluruhan Imam Al-Ghazali termasuk sebagian dari

filosof yang menciptakan sistem pendidikan yang komprehensif, termasuk

tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik dalam memberikan

pendidikan akhlak kepada peserta didik. 55 Dalam penelitian tersebut, peneliti

memfokuskan pada kajian tentang kompetensi guru pendidikan akhlak,

semantara penulis dalam penelitian ini, fokus pada konsep Imam Al-Ghazali

tentang guru yang ikhlas. Dari konsep tersebut kemudian akan menghasilkan

sebuah rumusan tentang beberapa kompetensi guru ikhlas, yang dijadikan

54 Ghozali, Etika Guru dan Murid menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin,

( Semarang : Fak.Tarbiyah IAIN Walisongo, 2006). 55 http://digilib.uin-suka.ac.id/download.php?id=2009, diundo 16/05/2011.

Page 48: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

37

pedoman bagi guru dalam mengajar, sehingga mendapat ridha dari Allah

SWT.

Karya Asy Syalhub yaitu dalam buku yang berjudul Guruku

Muhammad SAW, yang merangkum berbagai keteladanan Rasulullah sebagai

seorang guru, dan untuk memperluas cakrawala tentang pendidikan dan

pengajaran dalam pandangan Islam. Salah satu bab dalam buku tersebut

menjelaskan tentang sifat-sifat yang harus dipelihara oleh seorang guru, antara

lain: seorang guru harus mengikhlaskan ilmu kepada Allah, jujur, sesuai

perkataan dan perbuatan, menghiasi dengan akhlak mulia dan sebagainya.56

Adapun perbedaannya dengan penelitian ini, penulis lebih cenderung dengan

pemikiran Al-Ghazali dalam memaparkan tentang konsep keikhlasan seorang

guru. Namun demikian, penulis tidak lepas dari ayat-ayat al-Qur’an dan

hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai landasan dasar dalam memaparkan

konsep guru yang ikhlas.

Karya Herdananto dalam buku yang berjudul Menjadi Guru Bermoral

Profesional. Dalam buku ini diterangkan, bahwa profesi apapun yang dijalani

secara profesional pasti akan memberikan hasil yang terbaik. Maka, sangatlah

penting bagi siapapun untuk bersikap dan bermoral profesional, tak terkecuali

bagi seorang guru. Profesi yang sangat mulia ini mengantarkan sebuah bangsa

menjadi bermartabat. Dalam buku ini disebutkan tentang beberapa niatan awal

seseorang menjadi guru, sehingga menjadikan kemampuan guru berbeda-beda

dalam menyikapi hidup sebagai seorang guru, baik dalam persoalan antusias

dan kesungguhan dalam mengajar, masalah gaji maupun masalah lainnya yang

berkaitan dengan pembelajaran.57

Berkaitan dengan penelitian ini, penulis menyinggung masalah

pekerjaan seorang guru sebagai profesi, dimana seorang guru harus

mempunyai berbagai ketrampilan dan keahlian serta berbagai syarat lainnya

yang memenuhi kriteria guru sebagai profesi. Adapun perbedaan dengan

56 Asy Syalhub, op. cit, hlm. i-iii. 57 Herdananto, Menjadi Guru Bermoral Profesional, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009),

hlm. ix-xi.

Page 49: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

38

penelitian ini, penulis lebih menekankan pada profesi guru, dimana seorang

guru diperbolehkan untuk mengambil imbalan jasa atau upah. Hal ini demi

kesejahteraan hidup guru dan keluarganya serta demi kelancaran proses

pembelajaran. Namun demikian, guru dalam hal ini harus tetap menanamkan

niatnya dengan tulus ikhlas semata-mata untuk mencari ridha Allah, bukan

karena urusan duniawi, seperti mencari harta, jabatan, pangkat maupun

kedudukan.

Dari berbagai data di atas, menunjukkan bahwa penelitian ini bukanlah

sesuatu hal yang baru. Karena masalah guru dan hal ikhlas telah banyak dikaji,

akan tetapi sepengetahuan penulis belum ada yang membahas tentang konsep

guru yang ikhlas menurut Imam Al-Ghazali. Sehingga penulis berkesimpulan

bahwa belum ada secara khusus penelitian yang membahas Konsep Guru

Yang Ikhlas menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin.

Page 50: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

39

BAB III

PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI

DALAM KITAB IHYA’ ULUMIDDIN

A. Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali

1. Biografi Imam Al-Ghazali

Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad

bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi An-Naysaburi Al-

Faqih Ash-Shufi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari. Ia mendapat gelar al-Hujjah al-

Islam Zaynuddin al-Thusi.1 Ada dugaan, kata Al-Ghazali berasal dari

Ghazalah, desa di Khurasan Iran tempat dimana Al-Ghazali di lahirkan.

Ada pendapat lain, Al-Ghazali berasal dari kata Ghazzal al-Shuf, berarti

pemintal benang wol, yaitu profesi ayah Imam Al-Ghazali untuk

menghidupi keluarga. Jadi, sebutan Al-Ghazali berasal dari dua Ghazala.2

Di kalangan Barat Al-Ghazali dikenal dengan nama Al-Qazeel.

Imam Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di kota

Thus yang merupakan kota kedua di Khurasan setelah Naysabur. Beliau

berasal dari keluarga Muslim dengan anggota keluarganya sebagai

pemintal wol. Imam Al-Ghazali selanjutnya dikenal sebagai seorang filsuf,

teolog, ahli hukum, dan Sufi. Imam Al-Ghazali wafat di Thus pada hari

senin, 14 Jumada al-Akhir 505 H/1111 M dalam usia 55 tahun. Al-Hujjah

al-Islam Zaynuddin al-Thusi Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-

Ghazali di kuburkan di Zhahir al-Thabiran, ibu kota Thus.3

Ayah Al-Ghazali merupakan orang yang saleh. Dia tidak makan

kecuali dari hasil usahanya sendiri. Mata pencahariannya adalah memintal

bulu domba dan menjualnya di tokonya. Ketika ajal akan menjemputnya,

1 Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: PT. Mizan

Pustaka, 2008), hlm. 9. 2 Said Basil, Al-Ghazali Mencari Makrifah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), hlm. 7. 3 Al-Ghazali, Mukasyafah al-Qulub, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Marja’, 2003), Cet. I,

hlm.18.

Page 51: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

40

dia menitipkan Al-Ghazali dan saudaranya Ahmad, kepada sahabatnya

seorang sufi yang dermawan. Dia berkata kepada karibnya, “Aku

menyesal tidak pernah belajar menulis. Oleh karena itu, aku ingin sekali

memperoleh apa yang telah aku tinggalkan itu pada kedua anakku, ajarilah

mereka menulis. Untuk itu, engkau boleh menggunakan peninggalanku

untuk pendidikan mereka. 4

Al-Ghazali masuk sekolah Ahmad Al-Razkani di Thus. Di sini ia

belajar ilmu fiqih secara luas. Semangatnya menuntut ilmu sangat tinggi.

Al-Ghazali pun pergi ke Naysabur untuk menuntut ilmu lebih luas. Di sana

ia belajar ilmu mantik (logika) dan ilmu kalam (teologi) kepada al-

Juwaini, yang dikenal dengan imam Haramain. Ia mempunyai kecerdasan

tinggi karena pandai menggunakan logika. Kemampuannya menguasai

ilmu dan diskusi ilmiah diakui oleh teman-temannya.5

Al-Ghazali juga aktif menulis dalam berbagai bidang ilmu dengan

susunan dan metode yang sangat bagus. Ada sebuah riwayat, bahwa ketika

Al-Ghazali menulis bukunya Al-Mankhul dan memaparkan kepada

gurunya untuk meminta pendapatnya tentang karyanya itu, Imamul

Haramain mendesah ketika membacanya dengan sungguh-sungguh:

“Wahai, engkau telah memudarkan ketenaranku sebagai seorang penulis,

sampai-sampai aku berasa telah mati.” Pada saat kematiannya, Imam

Haramain meninggalkan beberapa karya terkemuka dan empat ratus ulama

istimewa sebagai murid-muridnya, tetapi Al-Ghazali melampaui mereka

semua. 6

Al-Ghazali adalah orang yang sangat cerdas, berwawasan luas,

kuat hafalan, berpandangan mendalam, menyelami makna, dan memiliki

hujjah-hujjah (argumen) yang akurat. Ketika Imam Haramain Al-Juwaini

wafat, Al-Ghazali pergi menemui Perdana Menteri Nizham Al-Mulk. Ia

4 Ibid., hlm.13-14. 5 Said Basil, loc.cit, hlm. 7 6 Qayyum, Surat-Surat Al-Ghazali, terj. Haidar Baqir, (Bandung: Mizan, 1985), Cet. II,

hlm. 6.

Page 52: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

41

mendapat sambutan hangat darinya dan kedudukan yang agung karena

ketinggian derajatnya dan pandangan-pandangannya yang cemerlang.

Majelis Nizham al-Mulk senantiasa dipadati para ulama dan didatangi para

imam, pada suatu kesempatan Al-Ghazali mengemukakan pandangan-

pandangannya yang sesuai dengan pandangan para tokoh itu, dari situ

maka mencuatlah namanya, dan menjadi tokoh yang terkenal dengan

pemikirannya yang tajam dan cemerlang.

Dengan penguasaan ilmu tersebut Imam Al-Ghazali dipercaya

untuk mengelola Madrasah Nizamiyah di Baghdad sehingga majelis

taklim ini didatangi oleh para ulama dengan kebesaran sorbannya tidak

kurang dari tiga ratus orang ulama yang ingin berguru kepada Imam Al-

Ghazali. Dalam hal ini beliau ditunjuk sebagai guru hukum Islam di

Madrasah Nizamiyah tersebut, yang didirikan oleh Gubernur Nizam al-

Muluk, yakni seorang negarawan dan tokoh pendidikan yang sekaligus

sebagai pendiri lembaga pendidikan madrasah. 7

Di Baghdad, Al-Ghazali meraih sukses besar sebagai ahli hukum

Islam. Akan tetapi, walaupun demikian, Al-Ghazali merasa masih perlu

untuk terus menuntut ilmu. Ia lalu meninggalkan Baghdad dan menuntut

ilmu ke berbagai kota, ia menuju Syria untuk bermujahadah dan ber’uzlah

(mengasingkan diri dari kehidupan dan keramaian) selama dua tahun, guna

mencari esensi hakiki kehidupan. Al-Ghazali juga berziarah ke makam

Rasulullah SAW dan juga ke makam para aulia untuk pendekatan diri

kepada Allah. 8

Disebutkan bahwa Al-Ghazali pergi meninggalkan kota Baghdad

yang penuh kehormatan dan kemuliaan baginya itu, menuju Baitullah al-

Haram di Makkah al-Mukarrramah. Lalu, beliau menunaikan ibadah haji

pada bulan Zulhijah 488 H. Sementara pengajaran di Baghdad, beliau

7 Mujieb, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali (Jakarta: Hikmah, 2009), hlm. 116-

117. 8 Munir Amin, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), Cet. I,

hlm. 176.

Page 53: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

42

mewakilkan kepada adiknya. Sekembalinya dari haji pada tahun 489 H Al-

Ghazali menuju ke Damaskus. Beliau tinggal di situ tidak lama, kemudian

pergi ke Baitul Maqdis. Setelah menunaikan ibadah di sana, beliau

kembali lagi ke Damaskus, dan beriktikaf di menara sebelah barat masjid

jami’. Al-Ghazali tinggal dan menetap di tempat tersebut.9

Di Damaskus, beliau tinggal selama sepuluh tahun, disitu beliau

mulai menulis bukunya, Ihya’ Ulumiddin. Selain itu, beliau juga

membaktikan dirinya untuk ibadah, terus-menerus mengaji Al-Qur’an dan

menyebarkan pengetahuan serta memutuskan kontak dengan orang-orang.

Kemudian setelah mengunjungi Yerusalem dan Iskandariah, ia kembali ke

rumahnya di Thus, tempat ia mendirikan universitas untuk melatih dan

mempersiapkan ulama-ulama yang kelak bisa memberikan petunjuk dan

kepemimpinan yang dibutuhkan bagi dunia Islam.10

Al-Ghazali diminta kembali untuk menjadi Guru Besar di

Universitas Nizamiyah di Naysabur. Al-Ghazali menyetujuinya dan ia pun

kembali pada kehidupan kemasyarakatan pada tahun 500 H atau tahun

1106 M. Namun setelah mengajar beberapa waktu, ia berhenti dari

jabatannya dan kembali untuk menghabiskan hari-hari terakhirnya di kota

asalnya Thus. Di samping rumahnya dia mendirikan madrasah untuk para

fuqaha (ahli fiqih) dan kamar-kamar untuk para Sufi. Dia membagi

waktunya untuk mengkhatamkan al-Qur’an, berdiskusi dengan ulama lain,

mengkaji ilmu, dan terus mendirikan shalat, puasa dan ibadah-ibadah

lainnya hingga wafat.11

Al-Ghazali meninggal dengan husnul khatimah pada hari senin

tanggal 14 juamadil akhir tahun 505 H (1111M) di Thusia. Jenazahnya

dikebumikan di samping makam Al-Firdausi, seorang ahli syair yang

termasyhur. Sebelum meninggal Al-Ghazali pernah mengucapkan kata-

kata yang di ucapkan pula oleh Francis Bacon seorang filsuf Inggris, yaitu:

9 Al-Ghazali, Mukasyafah al-Qulub, op.cit, hlm. 17. 10 Qayyum, op.cit, hlm. 9-10. 11 Al-Ghazali, Mukasyafah al-Qulub, op.cit, hlm. 18.

Page 54: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

43

“Ku letakkan arwahku di hadapan Allah dan tanamkanlah jasadku dilipat

bumi yang sunyi senyap. Namaku akan bangkit kembali menjadi sebutan

dan buah bibir umat manusia di masa depan”.12

Ia meninggalkan pusaka yang tidak dapat dilupakan oleh umat

muslimin pada khususnya dan dunia pada umumnya dengan karangan-

karangannya yang berjumlah hampir seratus buah banyaknya.

2. Perjalanan Imam Al-Ghazali Sebagai Guru

Al-Ghazali, selain dikenal sebagai seorang Sufi, filsuf, teolog dan

ahli hukum, juga dikenal sebagai seorang guru. Hal ini bisa dilihat dari

perjalanan hidup beliau yang sarat akan pengalaman spiritual dan

menunjukkan bahwa Al-Ghazali adalah orang alim, yang mengetahui

hakekat dari setiap ilmu yang ia pelajari, sehingga pada akhirnya ia

menemukan arti dan hakekat dari keikhlasan. Ia mendekatkan dirinya

kepada Allah dengan melakukan segala peribadatan dan menjalani sunah-

sunah rasul serta meninggalkan semua harta-bendanya, kesenangan dunia,

pangkat dan kedudukan. Ia hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT,

senantiasa melakukan apapun karena Allah dan untuk Allah.

Al-Ghazali memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa, hal ini

diakui oleh gurunya sendiri Imam Al-Juwaini, sehingga ia diberi gelar

oleh gurunya dengan “bahr muhriq”(samudera yang menenggelamkan),

dan ia sering diminta untuk mengajar adik-adik kelasnya.13 Adapun masa

mengajar Al-Ghazali sebagai guru, dimulai setelah Imam Al-Juwaini

meninggal. Ia pergi ke Muaskar, di sana ia bertemu wazir Nidzam al-

Mulk. Nidzam al-Mulk mengetahui kemampuan Al-Ghazali dalam

berdebat dan berdiskusi. Karena itu, ia diangkat menjadi dosen Universitas

Nidzamiyah di Baghdad pada tahun 484 H/1091 M. Masa ini sangat

penting bagi Al-Ghazali, ia juga mendalami filsafat Yunani ditengah

12 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, terj. Ismail Yakub, (Jakarta: CV. Faizan, 1994), Jilid I, Cet.

XII, hlm. 25. 13 Jahja, Teologi Al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. I, hlm. 71.

Page 55: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

44

kesibukannya mengajar. Hal ini ia lakukan tanpa bantuan seorang guru,

akan tetapi ia bisa memahami seluk beluk filsafat Yunani tersebut. Untuk

itu ia menulis Maqashid al-Falasifah (Tujuan Filsafat) yang memuat

tentang pikiran-pikiran filsafat, sebagai pengantar bagi bukunya yang lain.

Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para filosuf), buku ini berisi kritik yang

keras terhadap filsafat. Karenanya ada anggapan filsafat tidak akan

tumbuh kembali. Setelah itu, Al-Ghazali menyusun Mi’yar al-‘ilm dan

buku-bukunya yang lain.

Al-Ghazali telah mencapai kedudukan yang mulia, semua orang

takjub akan keindahan tutur katanya, kesempurnaan keutamaannya,

kefasihan bicaranya, kedalaman wawasannya, dan kekuatan isyaratnya. Ia

mengkaji ilmu dan menyebarkannya melalui pengajaran dan pemberian

fatwa serta menulis buku. Ia memiliki kedudukan yang mulia, menduduki

posisi yang tinggi, ucapannya didengar dimana-mana, terkenal namanya,

menjadi teladan dan didatangi banyak orang. Namun, ia mengabaikan

semua itu dan pergi ke Baitullah al-Haram di Makkah al-Mukarramah. Dia

menunaikan ibadah haji pada bulan Zulhijah 488 H, sementara untuk

pengajaran di Baghdad, ia mewakilkannya pada adiknya.

Sekembalinya Imam Al-Ghazali ke Khurasan di Baghdad, beliau

memutuskan hanya untuk beribadah dan memilih uzlah, karena senang

untuk kholwah dan membersihkan atau mengonsentrasikan hati untuk

berdzikir kepada Allah. Pada suatu saat ia diminta untuk menjadi guru lagi

di Madrasah Nidzamiyah di Naysabur oleh Fajrul Muluk bin Nidzom Al

Muluk, tetapi ia menolaknya dan berkata: “aku hanya ingin untuk

beribadah” maka Fajrul Muluk berkata: ”tidak halal bagimu mencegah

kaum muslimin yang hendak mengambil faedah darimu”. Akhirnya Al-

Ghazali menerima anjuran mengajar walau tidak lama dan kemudian ia

kembali ke Thus.14 Di samping rumahnya ia mendirikan madrasah untuk

para fuqaha (ahli fiqih) dan menyediakan kamar-kamar untuk para sufi, ia

14 Syakur, Biografi Ulama Pengarang Kitab Salaf, (Kediri: Baroza, 2008), hlm. 38.

Page 56: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

45

membagi waktunya untuk mengkhatamkan al-Qur’an, berdiskusi dengan

ulama lain, mengkaji ilmu, dan terus mendirikan shalat, puasa, dan ibadah-

ibadah lainnya hingga wafat. Imam Al-Ghazali wafat di Thus pada hari

Senin, 14 Jumada Akhir 505 H.

Dari berbagai pemaparan di atas, maka jelas bahwa Al-Ghazali

adalah orang yang haus akan ilmu dan selalu mengamalkan ilmunya. Ia

mengamalkan ilmunya dalam berbagai kesempatan, baik melalui dakwah,

diskusi, pengajaran formal maupun ia tuangkan dalam bentuk tulisan dan

buku. Adapun ilmu yang ia tuangkan dalam berbagai tulisan dan buku,

telah membuktikan akan keluasan ilmunya, hingga sampai saat sekarang

ini bisa dinikmati oleh siapa saja yang membacanya.

Perlu diketahui, bahwa pada awalnya Al-Ghazali menuntut ilmu

karena ingin menjadi seorang guru profesional untuk menghidupi dirinya.

Namun ketika ia telah mencapai keinginan itu, timbul hasrat untuk

menambah pengetahuan yang lebih banyak lagi. Hal ini bisa dilihat dari

masa belajarnya, yang dimulai dengan belajar ilmu fiqih kepada Ahmad

Al-Radzkani. Setelah itu, ia pergi ke Naysabur dan belajar kepada Imam

al-Haramain, Abi Ma’ali al-Juwaini. Ia belajar dengan sungguh-sungguh

sehingga menguasai ilmu-ilmu tentang mazhab, khilaf, ilmu argumentasi,

dan logika (manthiq). Ia pun mempelajari hikmah (tasawuf). Disamping

belajar tersebut ia juga aktif menulis berbagai bidang ilmu dengan susunan

yang sangat bagus.15 Selain itu, Al-Ghazali juga menekuni filsafat disela

kesibukannya mengajar di Baghdad seperti yang telah disebutkan di atas.

Al-Ghazali memiliki watak semangat untuk mengetahui hakekat

kebenaran. Namun semangat ini terkalahkan oleh kedudukannya di masa

muda. Akan tetapi, setelah mendalami beberapa ilmu tersebut dan ketika

hasratnya pada kedudukan dan jabatan hilang, semangatnya untuk mencari

hakekat kebenaran semakin kuat.

15 Al-Ghazali, Mukasyafah al-Qulub, op. cit, hlm.15.

Page 57: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

46

Berkaitan dengan hal ini, Al-Ghazali menyatakan:

Sekarang aku tidak seperti dahulu. Jika dahulu aku masih mencari kedudukan. Sekarang tujuanku memperbaiki pribadiku dan juga orang lain. Aku mengajak menuju ilmu yang bisa untuk meninggalkan kedudukan duniawi dan untuk mengetahui rendahnya mencari kedudukan. Bukan aku yang menggerakkan, tetapi Allah yang memperjalankan aku. Segala sesuatu yang aku kerjakan ini semata-mata ikhlas karena Allah SWT. 16

Para sejarawan sependapat bahwa Al-Ghazali adalah sosok

manusia yang berpindah dari satu pendapat pada pendapat lainnya. Setelah

lama menuntut ilmu untuk jabatan, ia berubah menjadi penuntut ilmu

karena Allah. Abu Abbas mendengar, bahwa Al-Ghazali mengulang-ulang

ungkapan tadi dalam suatu pertemuan ilmiah. Maksudnya, Al-Ghazali

telah menuntut ilmu untuk tujuan selain Allah, padahal ilmu itu tidak

berkompromi kecuali untuk Allah.17

Hal ini sesuai dengan pernyataan Al-Ghazali,

Menjelang ayahku meninggal dunia, beliau meninggalkan sedikit harta untukku dan saudaraku. Ketika harta itu habis, kami menghadapi kesulitan ekonomi. Karena itu kami masuk sekolah menuntut ilmu fiqh dengan tujuan memperoleh biaya hidup. Itu berarti, ketika itu kami belajar bukan karena Allah, padahal ilmu hanya untuk Allah SWT.18

Pernyataan-pernyataan Al-Ghazali di atas menunjukkan, setelah

Al-Ghazali berusaha mengejar harta, secara drastis ia berusaha mencari

ma’rifah dengan jalan mendekatkan dirinya kepada Allah. Ibnu Al-Jauzi di

dalam Al-Muntazhim mengatakan bahwa menjelang wafatnya, Al-Ghazali

diminta sebagian sahabatnya untuk berwasiat, maka Al-Ghazali pun

menjawab: ”hendaklah engkau ikhlas”, senantiasa ia mengulanginya

hingga meninggal.19

Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Fadhalalla Haeri, one of

his famous saying is, “Those which are learned about, for example, the

16 Munir Amin, lok. cit, hlm. 176. 17 Said Basil, op.cit, hlm. 13. 18 Ibid. 19 Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, terj. Iwan Kurniawan, (Bandung: PT Mizan

Pustaka, 2008), hlm. 19.

Page 58: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

47

laws of divorce, can tell you nothing about the simpler aspects of spiritual

life, such as the meaning of sincerely towards God or trust in Him.”20

Salah satu perkataan Al-Ghazali yang paling terkenal adalah “bahwa

ketika mempelajari tentang suatu hal, sebagai contoh tentang hukum talak,

kamu dapat memberitahukan bahwa tidak ada aspek yang lebih sederhana

dalam kehidupan spiritual, sebagaimana makna keikhlasan kepada Allah

atau kepercayaan pada-Nya.

3. Karya-Karya Imam Al-Ghazali

Al-Ghazali bagi dunia Islam merupakan seorang tokoh yang tidak

bisa dilupakan. Jika berbicara tentang tasawuf dan filsafat Islam secara

luas, maka dianggap tidak lengkap tanpa menyertakan buah pikiran dan

pendapat beliau. Hal itu karena jasa Al-Ghazali sangat besar dalam

memperkaya perkembangan ilmu-ilmu Islam. Hasil usahanya sangat

berharga dalam mempertemukan fiqih dan tasawuf dengan sublimates

yang luar biasa. Kemampuan itu bisa dilihat pada karya-karyanya.21

Selama hidupnya yang kaya dengan berbagai peristiwa, ia

membuktikan diri sebagai penulis yang produktif dari kira-kira tujuh puluh

buku. Beberapa diantaranya karya-karya baku dalam bidang hadist, tafsir,

akhlak, teologi, filsafat, logika, tauhid, tasawuf, metafisika dan ilmu-ilmu

lain. Karya-karyanya yang paling terkenal sebagian telah disebutkan di

atas, antara lain:

a. Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama)

b. Kimiya-i-Sa’adat (Kimia Kebahagiaan)

c. Al-Munqidz Minadh Dhalal (Pembebas dari Kesesatan)

d. Tahafutul Falasifah (Rubuhnya para Filosof), suatu risalah yang

dirancang untuk menyangkal dan memusnahkan doktrin-doktrin para

filosof muslim.

20 Fadhalalla Haeri, The Elements Of Sufism, (Dorset: Elements Books Limited, 1990), hlm..

99. 21 Adnan (ed), Gema Ruhani Imam Ghazali, terj. Saifuddin Mujtaba, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1993), Cet. I, hlm. 2.

Page 59: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

48

e. Mizanul ‘Amal, sebuah risalah tentang logika.

f. Al-Mankhul, tentang skolastik muslim atau kalam.

g. Al- Wajiz, pelajaran ilmu tauhid.

h. Mihakkun Nazhar, tentang logika.

i. Mi’yarul ‘Ilm, juga tentang logika.

j. Maqasidul Falasifah, sebuah risalah tentang logika, ilmu-ilmu alam,

metafisika dan sebagainya.

k. Misykatul Anwar (Misykat Cahaya-cahaya).

l. Makatibul Ghazali (Surat-surat Al-Ghazali).

Dari berbagai karya Imam Al-Ghazali tersebut, menunjukkan bukti

akan keluasan ilmunya dalam berbagai bidang. Adapun salah satu

karyanya yang sangat monumental dan telah membuatnya hidup terus

adalah karyanya yang amat terkenal, Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan

Kembali Ilmu-ilmu Agama), yang penuh dengan mutiara-mutiara

kebijakan dan ditaburi dengan penafsiran-penafsiran sufistik dan filosofis

tentang kehidupan.

B. Kitab Ihya’ Ulumiddin

1. Sekilas Isi Kitab Ihya’ Ulumiddin

Kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali ditulis pada abad

ke-5 Hijriyah tahun 489 H. Kitab ini ditulis dalam masa pengembaraan

beliau dalam mencari hakikat kebenaran, tepatnya pada masa perjalanan

beliau pulang dari ibadah haji menuju Damaskus dan Baitul Maqdis.

Sampai beliau menetap dan tinggal di Damaskus, tepatnya di sebelah barat

Masjid Jami’ Al-Umawi, di suatu sudut yang terkenal sampai sekarang

dengan nama “Al-Ghazaliyah”. Nama sudut tersebut diambil dari nama

Al-Ghazali, dan pada masa itulah ia mulai mengarang kitab Ihya’

Ulumiddin.

Kitab Ihya’ ini mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat

besar dalam membendung serangan materialisme dan ateisme, yang

Page 60: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

49

bertujuan meruntuhkan agama dari fondasinya. Serangan terhadap ajaran-

ajaran agama Islam sedemikian gencar dan berbagai macam cara. Bahkan

sinar keagamaan nyaris dimatikan. Oleh karena itu pula, Imam Al-Ghazali

memberi judul bukunya dengan Ihya’ Ulumiddin, dalam bahasa Inggris

disebut ‘Revival of Religious Sciences’ yang berarti “Menghidupkan

Kembali Ilmu-ilmu Agama”.

Kitab Ihya’ Ulumiddin merupakan salah satu karya Imam Al-

Ghazali yang sangat monumental, dan merupakan salah satu usahanya

yang sangat berharga dalam memperkaya perkembangan ilmu-ilmu Islam.

Kitab ini, merupakan hasil usahanya dalam mempertemukan ilmu fiqih

dan ilmu tasawuf dengan penyatuan yang sangat luar biasa. Hasil karyanya

tersebut mampu menembus ruang dan waktu, sehingga tetap terasa segar

sampai saat ini. Hal ini, dikarenakan latar belakang beliau sebagai seorang

Sufi, pemikir dan ulama dengan perjalanan ruhani mencari hakikat dalam

lautan hikmah dan usahanya yang keras dalam menyingkap berbagai hijab.

Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Fadhalalla Haeri, bahwa Imam

Al-Ghazali’s book called Revival of the Religious Sciences is considered to

be his greatest work. It is the spiritual experience. This made him one of

the most influential theologians in the Muslim world, as well as making the

orthodox religious scholars take sufi movements seriously.22 Kitab Imam

Al-Ghazali yang disebut dengan Ihya’ Ulumiddin, merupakan hasil

karyanya yang terbesar. Kitab ini merupakan hasil dari pengalaman

spiritual. Karyanya yang satu ini sangat berpengaruh terhadap para teologi

di dunia Islam, sebagaimana menjadikan pelajar-pelajar Kristen dengan

pergerakan sufi secara serius.

Hal ini terbukti dengan eksistensinya kitab Ihya’ tersebut yang

terus berkembang dengan berbagai cetakan dan penerbit serta berbagai

bahasa di antaranya cetakan Bulaq tahun 1269, 1279, 1282, dan 1289,

22 Fadhalalla Haeri, loc. cit, hlm. 99.

Page 61: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

50

cetakan Istanbul tahun 1321, cetakan Teheran tahun 1293, dan cetakan Dar

Al-Qalam Beirut tanpa tahun.23

Dalam kalangan agama di negeri ini tidak ada yang tidak mengenal

kitab Ihya’ Ulumiddin, suatu buku standar terutama tentang akhlak. Di

Eropa, kitab ini mendapat perhatian besar sekali dan telah dialih bahasakan

ke dalam beberapa bahasa modern. Dalam dunia Kristen telah lahir pula,

Thomas a Kempis (1379-1471 M) yang mendekati dengan pribadi Al-

Ghazali dalam dunia Islam, berhubung dengan karangannya “De Imitation

Christi” yang sifatnya mendekati Ihya’, tetapi dipandang dari pendidikan

Kristen.

Hal tersebut membuktikan, bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin benar-

benar suatu karya yang sangat besar, dengan sarat makna dan fikiran yang

terkandung di dalamnya. Ds. Zwemmer, tokoh sending Kristen yang

terkenal, berpendapat bahwa sesudah Nabi Muhammad SAW, ada dua

pribadi yang sangat besar jasanya dalam menegakkan Islam. Pertama,

Imam Bukhari karena pengumpulan haditsnya dan kedua, Imam Al-

Ghazali karena Ihya’-nya.24

Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin ini, Al-Ghazali menyusun menjadi

empat bab utama dan masing-masing bab utama dibagi kedalam sepuluh

pasal. Keempat bab utama itu adalah bab utama tentang ibadah (rubu’ al

ibadah), bab utama kedua adalah berkenaan dengan adat istiadat (rubu’ al

’adat), bab utama ketiga adalah berkenaan dengan hal-hal yang

mencelakakan (rubu’ al-muhlikat) dan bab utama keempat berkenaan

dengan maqamat dan ahwal (rubu’ al-munjiyat).

Keempat bab utama dalam Ihya’ tersebut sangat penting bagi

seseorang yang memasuki tasawuf. Dalam bab utama pertama akan

diketahui kepentingan ilmu, dasar-dasar akidah yang amat diperlukan dan

mengetahui berbagai ibadah, keutamaan dan rahasia yang dikandungnya

23 Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, op.cit, hlm. 11. 24 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, op.cit, hlm. 15.

Page 62: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

51

hingga dapat dilaksanakan dengan seksama dan menjaganya dengan

intensif. Dalam bab utama kedua akan diketahui berbagai aturan yang

perlu ditegakkan, rahasia-rahasia kehidupan dan kebiasaan yang perlu dan

mana-mana yang tidak perlu atau ditinggalkan. Dalam bab utama yang

ketiga akan diketahui hal-hal yang mencelakakan baik yang timbul dalam

diri manusia, pergaulan dan dunia yang menjadi penghambat jalannya

seorang menuju kepada Tuhan. Dengan itu terdorong untuk menggantinya

dengan sifat-sifat, pemikiran dan perbuatan yang terpuji. Dan apa yang

terpuji itu ditemui dalam bab keempat. Dalam bab keempat di uraikan oleh

Al-Ghazali secara rinci berupa maqamat dan ahwal yang perlu ditempuh

oleh seorang salik. Ia mengemukakan maqamat dan ahwal yang perlu

ditempuh oleh salik itu adalah tobat, sabar, syukur, raja’, khauf, zuhud,

tawakkal, mahabbah, unsu, ‘isyq dan ridha. 25

Adapun sistematika penulisan kitab Ihya’ Ulumiddin, secara umum

dibagi menjadi empat bahagian besar (empat rubu’), dan setiap bahagian

besar (rubu’) terdiri dari sepuluh bab yaitu:

a. Bahagian (rubu’) peribadatan (rubu’ ibadah), melengkapi sepuluh bab:

1) Bab ilmu.

2) Bab kaidah-kaidah i’tikad (aqidah).

3) Bab rahasia (hikmah) bersuci.

4) Bab hikmah shalat.

5) Bab hikmah zakat.

6) Bab hikmah shiyam (puasa).

7) Bab hikmah haji.

8) Bab adab (kesopanan) membaca Al-Qur’an.

9) Bab dzikir dan doa.

10) Bab wirid pada masing-masing waktunya.

25 Mansur, Ajaran dan Teladan Para Sufi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), Cet.

III, hlm. 161.

Page 63: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

52

b. Bahagian (rubu’) pekerjaan sehari-hari (rubu’ adat kebiasaan),

melengkapi sepuluh bab:

1) Bab adab makan.

2) Bab adab perkawinan.

3) Bab hukum berusaha (bekerja).

4) Bab halal dan haram.

5) Bab adab berteman dan bergaul dengan berbagai golongan

manusia.

6) Bab ‘uzlah (mengasingkan diri).

7) Bab adab bermusafir (berjalan jauh).

8) Bab mendengar dan merasa.

9) Bab amar ma’ruf dan nahi mungkar.

10) Bab adab kehidupan dan budi pekerti (akhlaq) kenabian.

c. Bahagian (rubu’) perbuatan yang membinasakan (rubu’ al-muhlikat),

melengkapi sepuluh bab:

1) Bab menguraikan keajaiban hati.

2) Bab latihan diri (jiwa).

3) Bab bahaya hawa nafsu perut dan kemaluan.

4) Bab bahaya lidah.

5) Bab bahaya marah, dendam dan dengki.

6) Bab tercelanya dunia.

7) Bab tercelanya harta dan kikir.

8) Bab tercelanya sifat suka kemegahan dan cari muka (ria).

9) Bab tercelanya sifat takabur dan mengherani diri (‘ujub).

10) Bab tercelanya sifat suka tertipu dengan kesenangan duniawi.

d. Bahagian (rubu’) perbuatan yang menyelamatkan (rubu’ al-munjiyat),

melengkapi sepuluh bab:

1) Bab taubat.

2) Bab sabar dan syukur.

3) Bab takut dan harap.

4) Bab fakir dan zuhud.

Page 64: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

53

5) Bab tauhid dan tawakkal.

6) Bab cinta kasih, rindu, jinak hati dan rela.

7) Bab niat, benar dan ikhlas.

8) Bab muraqabah dan menghitung malam.

9) Bab memikirkan hal diri (tafakkur).

10) Bab ingat mati.26

Pada bahagian ibadah diterangkan tentang periadabnya yang

mendalam, sunah-sunahnya yang halus dan maksudnya yang penuh

hikmah, yang diperlukan bagi orang yang berilmu dan mengamalkan.

Bahkan tidaklah dari ulama akhirat, orang yang disia-siakan dalam ilmu

fiqih. Adapun bahagian pekerjaan sehari-hari, diterangkan tentang hikmah

pergaulan yang berlaku antara sesama manusia, liku-likunya, sunahnya

yang halus-halus dan sifat memelihara diri yang tersembunyi pada tempat-

tempat lalunya, yaitu yang harus dipunyai oleh orang yang beragama.

Pada bahagian perbuatan yang membinasakan, diterangkan tentang

semua budi pekerti yang tercela, yang tersebut dalam al-Qur’an, dengan

menghilangkannya, membersihkan jiwa dan mensucikan hati daripadanya.

Dari masing-masing budi pekerti itu diterangkan batas dan hakikatnya.

Kemudian sebab terjadinya, bahaya yang timbul daripadanya, tanda-tanda

mengenalinya, cara mengobatinya supaya terlepas dari padanya.

Adapun bahagian perbuatan yang melepaskan, diterangkan tentang

semua budi pekerti yang terpuji dan keadaan yang disukai, yang menjadi

budi pekerti orang-orang muqarrabin dan shaddiqin, yang mendekatkan

hamba kepada Tuhan semesta alam. Pada setiap budi pekerti itu

diterangkan batas dan hakikatnya, sebab yang membawa tertarik

kepadanya, faedah yang dapat diperoleh daripadanya, tanda-tanda untuk

mengenalinya dan keutamaan yang membawa kegemaran kepadanya, serta

apa yang ada padanya, dari dalil-dalil syariat dan akal pikiran.

26 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, op.cit, hlm. 33-34.

Page 65: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

54

Penulis-penulis lain sudah mengarang beberapa buku yang

berkaitan dan mengenai sebagian maksud-maksud tadi. Akan tetapi kitab

ini, berbeda dari buku-buku itu dalam lima hal, antara lain:

a. Menguraikan dan menjelaskan apa yang ditulis penulis-penulis lain

secara singkat dan umum.

b. Menyusun dan mengatur apa yang dibuat mereka itu berpisah-pisah.

c. Menyingkatkan apa yang dibuat mereka itu berpanjang-panjang dan

menentukan apa yang ditetapkan mereka.

d. Membuang apa yang dibuat mereka itu berulang-ulang dan menetapkan

dengan kepastian di antara yang diuraikan.

e. Memberi kepastian hal-hal yang meragukan yang membawa kepada

salah paham, yang tidak disinggung sedikitpun dalam buku-buku yang

lain. Karena semuanya, walaupun mereka itu menempuh pada suatu

jalan, tetapi tak dapat di bantah, bahwa masing-masing orang salik

(orang yang berada pada jalan Allah) itu mempunyai perhatian

tersendiri, kepada suatu hal yang tertentu baginya dan dilupakan teman-

temannya. Atau ia tidak lalai dari perhatian itu, akan tetapi ia

dipalingkan oleh sesuatu yang memalingkannya dari pada

menyingkapkan yang tertutup daripadanya.27

Oleh sebab itulah, kitab Ihya’ ini dalam keadaan khusus, berbeda

dengan kitab atau buku-buku yang lainnya serta mengandung semua ilmu

pengetahuan didalamnya. Adapun yang membuat beliau mendasarkan

kitab Ihya’ ini menjadi empat bahagian (rubu’) ada dua hal, antara lain:

Pertama, yaitu pendorong asli, bahwa susunan ini menjelaskan

hakekat dan pengertian, seperti ilmu dlaruri (ilmu yang mudah, tidak

memerlukan pemikiran yang mendalam). Pengetahuan yang menuju ke

akhirat, terbagi menjadi ilmu muamalah dan ilmu mukasyafah. Adapun

yang dimaksud dengan ilmu mukasyafah ialah ilmu yang hanya diminta

untuk mengetahuinya saja. Sedangkan ilmu mu’amalah, selain diminta

27 Ibid, hlm. 35.

Page 66: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

55

untuk mengetahuinya juga diminta untuk mengamalkan ilmu tersebut.

Sementara yang dimaksudkan dari kitab ini, ialah ilmu mu’amalah saja,

bukan ilmu mukasyafah, sebab tidak mudah menyimpannya di buku-buku,

meskipun menjadi maksud dan tujuan para pelajar serta keinginan

perhatian orang-orang shiddiqin. 28

Ilmu muamalah merupakan jalan menuju ilmu mukasyafah. Akan

tetapi, para nabi tidak mengatakan kepada orang banyak, selain mengenai

ilmu untuk jalan dan petunjuk kepada ilmu mukasyafah itu. Adapun ilmu

mukasyafah, mereka tidak mengatakannya selain dengan jalan rumus dan

isyarat, yang merupakan contoh dan kesimpulan. Karena para nabi itu tahu

akan singkatnya pemahaman banyak orang, sehingga berat untuk dapat

memikulnya. Sebagaimana disebutkan, bahwa alim ulama adalah pewaris

para nabi. Maka, tidak ada jalan bagi mereka untuk berpaling daripada

mengikuti dan mematuhinya. 29

Adapun ilmu muamalah itu terbagi kepada:

a. ilmu dhahir, yaitu ilmu mengenai amal perbuatan anggota badan.

b. ilmu bathin, yaitu ilmu mengenai amal perbuatan hati dan yang melalui

anggota badan. Adakalanya adat kebiasaan dan adakalanya ibadah.

Sesuatu yang datang pada hati, yang tidak dapat dilihat dengan

panca indra, merupakan bagian alam malakut, adakalanya terpuji dan

adakalanya tercela. Maka dari itu, ilmu ini terbagi menjadi dua, yaitu

dhahir dan bathin. Bagian dhahir menyangkut dengan anggota badan,

terbagi kepada adat kebiasaan dan ibadah. Bagian bathin yang menyangkut

dengan hal ihwal hati dan budi pekerti jiwa, terbagi kepada: yang tercela

dan yang terpuji. Jadi, semuanya berjumlah empat bahagian. Sehingga

tidaklah kurang perhatian pada ilmu muamalah, dari bahagian-bahagian

ini.30

28 Ibid, hlm. 36. 29 Ibid. 30 Ibid, hlm. 36-37.

Page 67: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

56

Kedua, yang menggerakkan Al-Ghazali untuk menyusun kitab ini

menjadi empat bahagian, ialah karena melihat keinginan para pelajar yang

sangat besar terhadap ilmu fiqih, ilmu yang layak bagi orang yang tidak

takut kepada Allah SWT, yang memperalat ilmu itu untuk mencari

kemegahan dan penonjolan kemegahan serta kedudukan dalam

perlombaan. Ilmu fiqih itu terdiri dari empat bahagian. Orang yang

menghiasi dirinya dengan hiasan yang disukai orang banyak, tentu dia

akan disukai. Maka dari itu, kitab ini dibentuk dengan fiqih untuk menarik

hati golongan pelajar-pelajar. Maka dari inilah, sebagian orang yang ingin

menarik hati pembesar-pembesar kepada ilmu kesehatan, bertindak lemah

lembut, lalu membentuknya dalam bentuk ilmu bintang dengan memakai

ranji dan angka. Dan menamakannya ilmu takwim kesehatan, supaya

kejinakan hati mereka dengan cara itu menjadi tertarik untuk

membacanya.31

Sikap lemah lembut untuk menarik hati orang kepada ilmu

pengetahuan yang berguna dalam kehidupan abadi, lebih penting daripada

kelemahlembutan menariknya kepada ilmu kesehatan, yang faedahnya

hanya untuk kesehatan jasmaniah belaka. Sementara faedah pengetahuan

ini ialah membawa kesehatan kepada hati dan jiwa yang bersambung terus

kepada kehidupan abadi. Apalah artinya ilmu kesehatan itu yang hanya

dapat mengobati tubuh kasar saja, yang akan hancur binasa dalam waktu

yang tidak lama lagi.

Dari berbagai pemaparan di atas, mengenai kitab Ihya’ Ulumiddin,

maka Imam Al-Ghazali menekankan betapa pentingnya pendidikan. Ia

membuat strategi dengan memadukan ilmu-ilmu agama, tasawuf dengan

ilmu fiqh, agar ilmu tersebut bisa diminati dan bermanfaat bagi orang

banyak, khususnya bagi para pelajar. Ia menyajikannya dalam sebuah buku

yang sarat akan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai ketuhanan. Ia

menyatakan, bahwa dengan bertambahnya ilmu seseorang, maka akan

31 Ibid.

Page 68: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

57

semakin mendekatkan orang tersebut kepada Allah. Sehingga dapat

disimpulkan, bahwa tujuan dari menuntut ilmu adalah semata-mata untuk

mendekatkan diri kepada Allah dengan mengamalkannya kepada orang

lain demi meraih ridha-Nya.

2. Pemikiran Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya’ Ulumidd in

Al-Ghazali merupakan seorang ulama Sufi yang banyak mengulas

masalah keguruan, dan menempatkan posisi guru sebagai profesi yang

sangat mulia. Hal ini berawal dari perhatiannya yang sangat mendalam

tentang ilmu dan pendidikan. Ia mempunyai keyakinan yang kuat bahwa

pendidikan yang baik itu merupakan suatu jalan untuk mendekatkan diri

kepada Allah SWT dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan

akhirat. Adapun pembahasan tentang guru dalam kitab Ihya’ Ulumiddin

terdapat pada bahagian (rubu’) peribadatan dalam kitab ilmu.

Berkaitan dengan ilmu pengetahuannya, manusia mencakup empat

macam keadaan, antara lain: Pertama, dalam keadaan mencari. Kedua,

dalam keadaan berusaha. Ketiga, dalam keadaan menghasilkan yang tidak

perlu lagi kepada bertanya dan Keempat dalam keadaan meneliti, yaitu

berpikir mencari yang baru dan mengambil faedah darinya.32

Berdasarkan hal tersebut, maka keadaan mancari dan berusaha

ialah suatu keadaan dimana seseorang mencari dan menuntut ilmu dengan

berusaha untuk mengerti dan memahaminya. Adapun mengenai keadaan

menghasilkan ialah suatu keadaan dimana orang tersebut sudah faham dan

mengetahui ilmu tersebut dengan baik, sehingga ia tidak perlu lagi untuk

bertanya kepada orang lain. Sementara keadaan meneliti, yaitu keadaan

berpikir untuk mencari suatu hal yang baru dan mengambil faedah atau

manfaat darinya serta keadaan untuk memberi sinar cemerlang kepada

orang lain, yakni dengan mengajarkan ilmu pengetahuannya tersebut

kepada orang lain, dan inilah suatu keadaan yang paling mulia.

32 Ibid, hlm. 212.

Page 69: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

58

Karena kemuliaan tersebut, bagi orang yang berilmu, baramal dan

mengajar, disebut orang yang besar dalam alam malakut tinggi. Ia laksana

matahari yang menyinarkan cahayanya kepada lainnya dan menyinarkan

pula kepada dirinya sendiri. Ia laksana kasturi yang membawa keharuman

kepada lainnya dan ia sendiripun harum.33

Berkaitan dengan orang yang berilmu namun tidak beramal

menurut ilmunya, Al-Ghazali memberikan beberapa perumpamaan, antara

lain: manusia seumpama suatu daftar yang memberi faedah kepada yang

lainnya, akan tetapi ia sendiri kosong dari ilmu pengetahuan. Seumpama

batu pengasah yang menajamkan lainnya akan tetapi ia sendiri tidak dapat

memotong. Seumpama jarum penjahit yang dapat menyediakan pakaian

untuk lainnya akan tetapi ia sendiri telanjang. Seumpama sumbu lampu

yang dapat menerangi lainnya akan tetapi ia sendiri terbakar.34

Hal ini sebagaimana kata pantun:

� س وه� ����ق ��� ��ّ� ٭ذ �� �� و ��رت ّ� ٳ�� ه� Dia hanyalah laksana sumbu yang menyala menerangi manusia. Ia terbakar jadi abu dan orang lain yang mendapatkan sinarnya.35

Dari beberapa perumpamaan di atas, maka dapat dipahami bahwa

profesi guru merupakan profesi yang paling mulia dan paling agung

dibandingkan dengan profesi yang lain. Dengan profesinya tersebut,

seorang guru menjadi perantara antara manusia dalam hal ini murid,

dengan penciptanya yaitu Allah SWT. Dengan demikian, maka seorang

guru telah mengemban pekerjaan yang sangat penting. Sehingga guru

dianggap sebagai bapak kerohanian, yaitu seseorang yang mempunyai

tugas sangat tinggi dalam dunia ini. Ia memberikan ilmu sebagai

makanannya, sebagai kebutuhan manusia yang tinggi, disamping ia

sebagai alat untuk sampai kepada Tuhan.

33 Ibid. 34 Ibid. 35 Adnan (ed), Gema Ruhani Imam Al-Ghazali, op. cit, hlm. 19.

Page 70: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

59

Menurut Al-Ghazali, guru adalah seseorang yang bertugas untuk

menyempurnakan, mensucikan dan menjernihkan serta membimbing anak

didiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana

pernyataan Al-Ghazali, yang juga menggambarkan ketinggian derajat dan

kedudukan seorang guru, bahwa:

Guru itu berpengurusan dalam hati dan jiwa manusia. Yang termulia di atas bumi, ialah jenis manusia. Yang termulia dari bagian tubuh manusia ialah hatinya. Guru itu bekerja menyempurnakan, membersihkan, mensucikan dan membawakan hati itu mendekati Allah ‘Azza wa Jalla. Mengajarkan ilmu itu dari satu segi adalah ibadah kepada Allah Ta’ala dan dari segi yang lain adalah menjadi khalifah Allah Ta’ala. Dan itu adalah yang termulia menjadi khalifah Allah. Bahwa Allah telah membuka pada hati orang berilmu, akan pengetahuan yang menjadi sifat-Nya yang teristimewa, maka dia adalah seperti penjaga gudang terhadap barang gudangannya yang termulia. Kemudian diizinkan berbelanja dengan barang itu untuk siapa saja yang membutuhkannya.36

Berdasarkan pemaparan di atas, maka orang yang berilmu

diwajibkan untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmunya kepada orang

lain. Adapun seorang guru tidak hanya sebatas mengamalkan ilmunya saja,

akan tetapi mengamalkan harus dilandasi dengan keikhlasan dalam

mendidik dan mengajarkan ilmunya kepada anak didik mereka. Karena

ikhlas merupakan amal hati yang menjadi syarat diterimanya amal-amal

seseorang. Sehingga tiada sempurna sebuah amal tanpa dilandasi

keikhlasan.

Seorang guru berperan penting dalam melepaskan murid-muridnya

dari api neraka akhirat, yakni dengan ilmu yang diajarkan kepadanya.

Sementara ibu bapaknya, hanya melepaskan anaknya dari neraka dunia.

Dalam hal ini orang tua menjadi sebab lahirnya seorang anak dan dapat

hidup di dunia yang fana ini. Sedangkan guru menjadi sebab anak itu

memperoleh hidup kekal di akhirat nanti. Sehingga, jika tidak ada seorang

guru, maka apa yang diperoleh anak tersebut dari orang tuanya dapat

membawa kepada kebinasaan yang terus menerus. Oleh sebab itu, hak

36 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, op.cit, hlm. 77.

Page 71: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

60

seorang guru lebih besar daripada hak ibu bapaknya. Adapun guru yang

dimaksud disini adalah guru yang memberikan kegunaan hidup akhirat

yang abadi. Yakni guru yang mengajar ilmu akhirat ataupun ilmu

pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan akhirat, bukan untuk tujuan

dunia.37

Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa keikhlasan guru

dalam mengajar terletak pada niatnya, yakni untuk mencapai tujuan

akhirat, yaitu dengan mendapatkan keridhaan Allah. Sementara mengajar

dengan tujuan dunia, hanya akan membawa pada kehancuran. Hal ini

seumpama hak anak-anak dari seorang ayah, yang saling mengasihi dan

saling membantu dalam mencapai segala maksud, maka demikian juga

dengan kewajiban murid-murid terhadap seorang guru, saling mengasihi

dan menyayangi. Semua itu akan terwujud, apabila tujuan guru dan murid

adalah akhirat. Namun jika tujuannya dunia, maka yang ada hanyalah

saling mendengki dan saling bermusuh-musuhan.

Berkaitan dengan masalah upah atau imbalan, Imam Al-Ghazali

menyatakan bahwa seorang guru harus mengikuti jejak Rasulullah SAW.

Ia tidak mencari upah, balasan dan juga ucapan terimakasih dengan

mengajar itu. Tetapi seorang guru mengajar karena Allah dan untuk

mendekatkan diri kepada-Nya. Adapun seorang guru diperbolehkan untuk

memandang bahwa dirinya telah berbuat suatu perbuatan yang baik,

dengan menanamkan ilmu pengetahuan dan mendidik jiwa para muridnya.

Hal ini agar hatinya senantiasa dekat dengan Allah SWT.38

Al-Ghazali membuat perumpamaan tentang posisi guru dan murid

dengan seorang yang meminjamkan sebidang tanah untuk ditanami

didalamnya tanam-tanaman yang hasilnya untuk peminjam tersebut. Maka

faedah atau manfaat yang diperoleh dari peminjam tanah melebihi faedah

yang diperoleh dari pemilik tanah itu. Dengan demikian, maka seorang

37 Ibid, hlm. 212-213. 38 Ibid, hlm. 214.

Page 72: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

61

guru tidak perlu menyebut jasa-jasanya sebab mengajar. Karena pada

hakikatnya pahala yang diperoleh guru dari mengajar tersebut, ada pada

Allah Ta’ala lebih banyak dari pahala yang diperoleh murid. Akan tetapi

keberadaan murid juga sangat penting, karena jika tidak ada murid yang

belajar, maka guru pun tidak akan memperoleh pahala tersebut. Selain itu,

proses pembelajaran pun tidak akan berjalan. Sehingga hubungan guru dan

murid pun harus senantiasa terpelihara dengan baik.39

Adapun orang-orang yang berilmu menempati derajat yang tinggi

di hadapan Allah. Orang berilmu disini ialah orang yang mempunyai ilmu

dan mengamalkannya kepada orang lain. Dalam pengamalan ilmu juga

dibutuhkan keikhlasan agar mampu menjadi jembatan amal perbuatannya,

sehingga amalnya dapat diterima oleh Allah SWT. Orang yang berilmu

akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada orang yang tidak

berilmu. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam Al-Qur’an,

ô tΒ Ÿ≅ Ïϑtã $ [sÎ=≈ |¹ ÏiΒ @� Ÿ2sŒ ÷ρr& 4 s\Ρé& uθ èδ uρ ÖÏΒ ÷σãΒ …çµ ¨Ζt�Í‹ós ãΖn=sù Zο4θ u‹ym Zπt6 ÍhŠsÛ ( óΟßγ ¨Ψtƒ Ì“ ôf uΖs9 uρ Νèδt� ô_ r& Ç |¡ ôm r' Î/ $tΒ (#θ çΡ$ Ÿ2 tβθ è=yϑ÷ètƒ ∩∠∪

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97).40

Ayat tersebut, menegaskan kepada seluruh manusia bahwa Allah

akan memberikan kehidupan yang jauh lebih baik bagi orang yang

berilmu. Adapun yang ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan

perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal

saleh harus disertai iman.

Allah menjanjikan sebuah kehidupan yang baik bagi orang yang

berilmu dan beramal. Ilmu yang bersih dari hawa nafsu ibarat cahaya bagi

39 Ibid, hlm. 214-215. 40 Departemen Agama, op. cit, hlm. 378-379.

Page 73: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

62

siapa saja yang mendekatinya. Apabila seseorang memiliki ilmu dan ia

gunakan dengan sebaik-baiknya, maka hal itu menunjukkan adanya suatu

kemanfaatan yang besar bagi dirinya maupun orang lain. Hal inilah yang

paling Allah cintai.

Berdasarkan dari pemaparan diatas, maka dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman

dan berilmu. Namun demikian, ilmu tanpa amal adalah sia-sia dan amal

yang tidak disertai dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah maka

akan ditolak. Sehingga orang yang berilmu hendaknya mengamalkan ilmu

yang dimilikinya dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah. Ia tidak

mengharapkan balasan dari orang lain, karena sesungguhnya Allah telah

menjamin segala kebutuhannya dan Allah menjanjikan kehidupan yang

jauh lebih baik bagi orang yang beramal shaleh.

Selain itu, Allah juga menegaskan kembali, sebagaimana firman

Allah SWT mengisahkan Nabi Nuh as.

Θ öθ s)≈tƒ uρ Iω öΝà6 è=t↔ó™r& ϵø‹ n=tã »ω$ tΒ ( ÷βÎ) y“ Ì� ô_r& āω Î) ’n? tã «!$# 4 ∩⊄∪

Dan (Dia berkata): Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. upahku hanyalah dari Allah. (QS. Hud, ayat 29).41

Dalam tafsir ibnu Katsir, juga dijelaskan bahwa nabi Nuh

merupakan orang yang ikhlas. Beliau senantiasa mengharap ridha Allah

dalam setiap seruannya mengajak amar ma’ruf nahi mungkar. Beliau tidak

mengharapkan upah sedikitpun dari kaumnya. Sebagaimana firman Allah

sebelumnya, yang menggambarkan Rasulullah dalam memberikan sesuatu

tidak mangharapkan adanya imbalan, melainkan hanya ridha Allah dan

pahala disisi-Nya.42

Harta dan isi dunia hanyalah menjadi pesuruh dari anggota badan.

Sementara badan menjadi kendaraan dan tanggungan jiwa ilmu

41 Ibid, hlm. 301. 42 Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, hlm. 782-783.

Page 74: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

63

pengetahuan. Oleh karena itulah yang diutamakan ialah ilmu pengetahuan.

Karena dengan ilmu pengetahuanlah, jiwa itu menjadi mulia. Orang yang

mencari harta dengan ilmu, ibarat orang yang menyapu bawah sepatunya

dengan mukanya supaya bersih. Dengan demikian, seorang guru

hendaknya tidak terkecoh oleh kesenangan duniawi, yang hanya akan

membuatnya menjadi hina, baik dimata Allah maupun dimata manusia.

Karena sejatinya Allah telah memberikan kelebihan dan kenikmatan bagi

orang yang berilmu.43

Berkaitan dengan ini, Al-Ghazali mengatakan betapa kotornya

orang berilmu, yang rela untuk dirinya kedudukan duniawi. Sementara ia

berbohong dan menipu diri sendiri dengan tidak malu mengatakan:

“Maksudku dengan mengajar ialah menyiarkan ilmu pengetahuan, untuk

mendekatkan diri kepada Allah dan menolong agama-Nya.”44

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Al-

Ghazali telah memberlakukan prinsip pengabdian dalam mengajar, baik

terhadap pejabat negara maupun terhadap tokoh masyarakat, sehingga

orang yang akan mengajar harus memantapkan dan meluruskan niatnya

hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-

Nya.

Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas

mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru

yang baik akhlaknya serta kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal, ia

dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan

akhlaknya yang baik, ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para

muridnya. Sementara dengan kuat fisiknya, maka ia dapat melaksanakan

tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan para muridnya.

Adapun mengenai seorang guru, Al-Ghazali menyatakan bahwa

siapa yang menekuni sebagai tugas sebagai pengajar, berarti ia tengah

43 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, op.cit, hlm. 215. 44 Ibid.

Page 75: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

64

menempuh suatu perkara yang sangat mulia. Oleh karena itu, ia harus

senantiasa menjaga adab dan tugas yang menyertainya. Antara lain:

Tugas dan adab yang Pertama, mempunyai rasa belas-kasihan

terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka sebagai anak

sendiri. Dalam hal ini seorang guru berperan untuk melepaskan murid-

muridnya dari api neraka akhirat, yakni dengan ilmu yang diajarkannya.

Hal ini lebih penting dari usaha kedua ibu bapak, melepaskan anaknya dari

neraka dunia. Oleh karena itu, hak seorang guru lebih besar dari hak ibu

bapaknya. Orang tua menjadi sebab lahirnya anak itu dan dapat hidup di

dunia yang fana ini. Sedangkan guru menjadi sebab anak itu memperoleh

hidup kekal. Jika tidak ada seorang guru, maka apa yang diperoleh anak

dari orang tuanya, dapat membawa kepada kebinasaan yang terus menerus.

Guru memberikan keagungan hidup akhirat yang abadi. Guru di sini yang

mengajarkan ilmu akhirat ataupun ilmu pengetahuan duniawi, tetapi

dengan tujuan akhirat, tidak dunia.45

Adapun mengajar dengan tujuan dunia, maka akan binasa dan

membinasakan. Sebagaimana hak anak-anak dari seorang ayah, saling

mengasihi dan saling membantu dalam mencapai segala maksud, maka

demikian juga dengan kewajiban murid-murid terhadap seorang guru,

saling mengasihi dan menyayangi. Semua itu akan terwujud, bila tujuan

guru dan murid adalah akhirat. Namun jika tujuannya dunia, maka yang

ada hanyalah saling mendengki dan saling bermusuh-musuhan.

Tugas Kedua, mengikuti jejak Rasul SAW. Dalam hal ini tidak

mencari upah, balasan dan juga ucapan terimakasih dengan mengajar itu.

Tetapi seorang guru mengajar karena Allah dan untuk mendekatkan diri

kepada-Nya. Ia tidak melihat, bahwa dirinya telah menanam budi baik

kepada murid-muridnya Itu. Akan tetapi, guru itu harus memandang

bahwa dia telah berbuat suatu perbuatan yang baik, karena telah mendidik

45 Ibid., 212-213.

Page 76: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

65

jiwa anak-anak itu. Supaya hatinya dekat dengan Allah Ta’ala dengan

menanamkan ilmu pengetahuan kepadanya.46

Tugas Ketiga, tidak meninggalkan nasehat sedikitpun kepada yang

demikian itu, ialah dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat,

sebelum berhak pada tingkat itu. Belajar ilmu yang tersembunyi sebelum

selesai ilmu yang terang. Kemudian menjelaskan kepadanya bahwa

maksud dengan menuntut ilmu itu, ialah mendekatkan diri kepada Allah.

Bukan karena keinginan menjadi kepala, kemegahan dan perlombaan.47

Tugas Keempat, seorang guru harus bersikap lemah lembut dalam

mengajar, ketika guru menghardik muridnya dari berperangai jahat, maka

dengan cara sindiran selama mungkin dan tidak dengan cara terus terang.

Dengan cara kasih sayang, tidak dengan cara mengejek. Sebab, kalau

dengan cara terus terang, menghilangkan rasa takut murid kepada guru.

Selain itu, mengakibatkan murid berani menentang dan suka meneruskan

sifat yang tidak baik tersebut.48

Tugas Kelima, seorang guru yang bertanggung jawab pada salah

satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan mata pelajaran yang lain

dihadapan muridnya. Sebaliknya, yang wajar hendaklah seorang guru

yang bertanggung jawab sesuatu mata pelajaran, membuka jalan seluas-

luasnya kepada muridnya untuk mempelajari mata pelajaran yang lain.

Apabila seorang guru bertanggung jawab untuk dalam beberapa ilmu

pengetahuan, maka hendaklah menjaga kemajuan si murid dari setingkat

ke tingkat.49

Tugas Keenam, guru harus menyingkatkan pelajaran menurut

tenaga pemahaman si murid. Jangan di ajarkan pelajaran yang belum

46 Ibid., hlm. 214-215. 47 Ibid., hlm. 215-216. 48 Ibid., hlm. 217-218. 49 Ibid.

Page 77: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

66

sampai otaknya kesana. Setelah murid memahaminya barulah guru

mengembangkan pengetahuan tersebut secara mendalam.50

Tugas Ketujuh, kepada seorang pelajar yang singkat paham,

hendaklah diberikan pelajaran yang jelas, yang layak baginya. Janganlah

disebutkan kepadanya, bahwa di balik yang diterangkan ini, ada lagi

pembahasan yang mendalam yang disimpan, tidak dijelaskan. Karena

yang demikian itu, mengakibatkan kurang keinginannya pada pelajaran

yang jelas itu dan mengacaukan pikirannya. Sebab menimbulkan dugaan

kepada pelajar itu nanti, seolah-olah gurunya kikir, tak mau memberikan

ilmu itu kepadanya.51

Tugas Kedelapan, seorang guru harus mengamalkan ilmunya

sepanjang masa. Ia harus menjaga perkataannya agar sesuai dengan

perbuatannya. Karena ilmu dilihat dengan mata hati dan amal dilihat

dengan mata kepala. Apabila amal tidak sesuai dengan ilmu, maka akan

tersesat dan menyesatkan. Seperti perumpamaan guru yang mursyid

dengan para muridnya, ialah seumpama ukiran dari abu tanah dan bayang-

bayang dari kayu. Bagaimanakah abu tanah itu terukir sendiri tanpa benda

pengukir dan kapankah bayang-bayang itu lurus sedang kayunya

bengkok?

Hal ini sebagaimana pantun berikut: 52

“Janganlah engkau melarang suatu pekerti, Sedang engkau sendiri melakukannya. Malulah kepada diri sendiri, Dilihat orang engkau mengerjakannya.” Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an,

tβρâ÷ß∆ ù' s?r& }̈ $ ¨Ψ9 $# Îh�É9 ø9 $$Î/ tβöθ |¡Ψs?uρ öΝä3|¡ à�Ρr& öΝçFΡr&uρ tβθè=÷Gs? |=≈tGÅ3ø9 $# 4 Ÿξ sùr& tβθ è=É)÷ès?

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri. (QS. Al-Baqarah, ayat 44).53

50 Ibid. 51 Ibid, hlm. 221. 52 Ibid, hlm. 222

Page 78: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

67

Dalam tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa Allah Ta’ala berfirman,

“Hai kaum ahli kitab, apakah kamu pantas menyuruh manusia berbuat

berbagai macam kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri,

yaitu tidak melakukan apa yang kamu perintahkan kepada orang lain?

Padahal kamu membaca al-kitab dan mengajarkan kandungannya kepada

orang yang terbatas pengetahuannya mengenai perintah-perintah Allah?

Apakah kamu waras? Apa yang telah dilakukan oleh dirimu sendiri

sehingga kamu bangun dari tidurmu dan melihat kebutaanmu.

Demikianlah Allah mencela ahli kitab dengan ayat ini,” Mengapa kamu

menyuruh manusia kepada kebajikan dan kamu sendiri melupakan dirimu

sendiri, sedang kamu membaca al-kitab, maka tidakkah kamu berpikir?”

karena, mereka menyuruh orang lain mengerjakan kebaikan, sementara

dirinya sendiri tidak melakukannya maka mereka pantas menerima celaan

dari Allah.54

Ayat ini mengandung pengertian, bahwa tujuan ayat ini bukan

hanya mencela kepada para ulama karena menyuruh kepada amal ma’ruf

sedang mereka sendiri meninggalkannya, namun karena para ulama

meninggalkan amal ma’ruf itu, yang merupakan kewajiban bagi setiap

individu yang mengetahuinya. Akan tetapi, hal yang wajib dan utama bagi

seorang ulama ialah melakukan beramal ma’ruf dan memerintahkannya

kepada orang lain, serta tidak menyalahi mereka.

Namun demikian, bukan berarti apabila seorang ulama melakukan

kemungkaran (misalnya), kemudian ia tidak boleh melarang orang lain

berbuat kemungkaran yang dilakukannya. Hal ini sebagaimana dikutip

oleh Ibnu Katsir, bahwa Sa’id bin Jubeir berkata, “Apabila seorang tidak

menyuruh kepada amal ma’ruf dan tidak melarang kemungkaran hingga

53 Departemen Agama, op. cit, hlm. 8. 54 Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, hlm. 120.

Page 79: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

68

pada dirinya tidak ada perkara apapun, niscaya tidak akan ada seorang pun

yang menyuruh kepada amal ma’ruf dan melarang dari kemungkaran”.55

Hal ini menunjukkan, bahwa tidak ada seorang pun yang tidak

pernah luput dari kesalahan, termasuk juga seorang ulama dan guru.

Namun perlu diketahui, bahwa dosa orang yang berilmu mengerjakan

perbuatan ma’shiat, lebih besar dari dosa orang bodoh. Karena dengan

terperosoknya orang berilmu, maka akan terperosok pula orang-orang

yang menjadi pengikutnya. Adapun bila dikaitkan dalam lingkungan

pendidikan, maka seorang guru diwajibkan untuk menyampaikan apa yang

diketahuinya mengenai suatu ilmu kepada muridnya, dan hendaknya

perbuatan seorang guru harus sesuai dengan perkataannya. Karena segala

sikap dan tingkah laku guru menjadi perhatian para muridnya.

Dari berbagai pemaparan di atas, maka keberhasilan seseorang

tergantung pada niatnya, seorang guru akan berhasil dalam mengajar dan

mendidik muridnya apabila dilandasi dengan niat yang lurus. Yakni ketika

mengajar dan mendidik, guru senantiasa berniat untuk mendekatkan diri

kepada Allah, menyebarkan ilmunya untuk kebaikan, menghilangkan

kebatilan dan menghidupkan agama serta demi kemaslahatan umat. Hal ini

yang menggambarkan sikap dan ketulusan seorang guru dalam mengajar

dan mendidik murid-muridnya.

55 Ibid, hlm. 121.

Page 80: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

69

BAB IV

ANALISIS KONSEP GURU YANG IKHLAS

DALAM KITAB IHYA’ ULUMIDDIN

Pemikiran Imam Al-Ghazali Tentang Konsep Guru Yang Ikhlas Dalam

Kitab Ihya’ Ulumiddin

Pada bab sebelumnya, yakni pada bab tiga telah disebutkan bahwa Imam

Al-Ghazali merupakan seorang ulama besar yang sebagian waktunya dihabiskan

untuk memperdalam khazanah keilmuan. Perhatiannya yang sangat besar pada

ilmu, menjadikan Al-Ghazali sebagai salah satu ulama Islam yang menghasilkan

banyak bentuk tulisan dari buah pemikirannya, yang hingga saat ini masih banyak

dipelajari dan dianut oleh sebagian kelompok masyarakat. Hal ini, karena ia

menuangkan buah pemikirannya dengan penuh penghayatan, dan dari hasil

pergulatan hidupnya sendiri dalam mengarungi samudra kehidupan. Sehingga

buah pemikirannya tersebut mampu menjadi sebuah karya yang sarat akan makna

dan penuh dengan nilai-nilai kehidupan.

Dalam pemikiran Al-Ghazali mengenai guru yang ikhlas ini, sangat

diwarnai dengan nuansa tasawuf. Perjalanan hidupnya setelah mengalami skeptis

telah mengantarkannya pada dunia sufi secara mendalam. Ia mengabdikan seluruh

hidupnya hanya untuk Allah SWT semata. Ia senantiasa mengamalkan ilmunya

dengan mengadakan berbagai kajian dakwah, diskusi maupun dengan mengajar

secara formal. Ia juga mendirikan sebuah madrasah bagi yang ingin belajar fiqh

dan mendirikan sebuah kamar untuk para sufi. Hal ini menunjukkan akan

kecintaan beliau pada ilmu tasawuf dan ilmu fiqh, sehingga melekat dalam

hidupnya. Kedua ilmu itu pula yang mewarnai gagasan dan pemikiran beliau

dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Adapun konsep guru yang ikhlas menurut Imam Al-

Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin dapat dilihat dari beberapa aspek, antara

lain:

Page 81: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

70

1. Pengertian Guru Yang Ikhlas

Guru menurut Imam Al-Ghazali adalah seseorang yang bekerja untuk

menyempurnakan, membersihkan dan mensucikan serta membimbing anak

didiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Ia juga

mengatakan bahwa dari satu segi, mengajarkan ilmu merupakan suatu ibadah

kepada Allah Ta’ala dan dari segi yang lain merupakan tugas manusia menjadi

khalifah Allah. Sementara dengan melaksanakan tugas tersebut, maka ia telah

menjadi khalifah Allah yang paling mulia.1

Hal tersebut menunjukkan bahwa profesi guru merupakan profesi yang

paling mulia dan paling agung dibandingkan dengan profesi yang lain.

Dengan profesinya tersebut, seorang guru menjadi perantara antara manusia

dalam hal ini murid, dengan penciptanya yaitu Allah SWT. Dengan demikian,

maka seorang guru telah mengemban pekerjaan yang sangat penting. Sehingga

guru dianggap sebagai bapak kerohanian, yaitu seseorang yang mempunyai

tugas sangat tinggi dalam dunia ini. Maka tidak heran jika Al-Ghazali

mengatakan bahwa ulama adalah pewaris para nabi.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

٢ا�����ء ور � ا���ء واّن

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. (HR. Abu Dawud).

Berkaitan dengan ketinggian derajat dan kedudukan seorang guru,

Ahmad Barizi setuju dengan pendapat Al-Ghazali. Ia menyatakan bahwa guru

merupakan resi spiritual yang mengenyangkan diri dengan ilmu. Hidup dan

matinya pembelajaran bergantung sepenuhnya pada guru, sehingga peran dan

fungsi guru begitu mulia yang kedudukannya menyamai rasul Allah yang

diutus pada suatu kaum. Bahkan ia juga mengutip perkataan Al-Ghazali,

bahwa:

1 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, terj. Ismail Yakub, (Jakarta: CV. Faizan, 1994), Jilid I, Cet.

XII, hlm. 77. 2 Sulaiman, Sunan Abu Dawud, (Indonesia, Maktabah Dahlan, t.t), hlm. 317.

Page 82: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

71

Barangsiapa yang berilmu dan mengamalkan ilmunya itu, maka dia adalah orang paling mulia di seantero dunia. Dia laksana matahari yang bisa menerangi orang lain. Disamping dirinya memang pelita yang cemerlang. Dia laksana harum minyak kasturi yang mengharumi orang lain. Barangsiapa yang bersibuk diri dengan mengajarkan ilmu (guru), maka sungguh dia telah mengikatkan suatu ikatan yang mulia dan bermakna. Maka, hormatilah profesinya (orang yang menjadi guru).3

Berdasarkan pemaparan di atas, maka orang yang berilmu diwajibkan

untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Sebagaimana firman Allah

SWT dalam Al-Qur’an:

øŒ Î)uρ x‹ s{r& ª!$# t,≈sVŠÏΒ tÏ%©!$# (#θ è?ρé& |=≈tGÅ3ø9 $# …çµ ¨Ζä⊥ÍhŠu;çF s9 Ĩ$ ¨Ζ=Ï9 Ÿωuρ … çµtΡθ ßϑçGõ3s?

Tatkala diambil oleh Allah akan janji mereka yang diberikan Kitab supaya diterangkannya kepada manusia dan tidak disembunyikannya. (QS. Al-Imran, ayat 187). 4

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa Allah SWT mencela dan

mengancam ahli kitab yang telah diambil janjinya oleh Allah melalui lisan

para nabi, yaitu janji untuk beriman kepada nabi Muhammad SAW, serta

menjelaskannya kepada manusia. Mereka sangat cekatan dalam menangani

persoalan Muhammad SAW. Apabila Allah mengutus seorang rasul, mereka

mengikutinya, namun menyembunyikan cerita tentang nabi Muhammad dan

menggantikan kebaikan dunia dan akhirat yang dijanjikan kepada mereka

dengan imbangan yang sedikit berupa perolehan duniawi yang hina. Maka

alangkah buruknya tukar menukar itu. 5

Ayat tersebut mengandung peringatan bagi para ulama atau orang-

orang yang berilmu, supaya mereka tetap berada pada jalannya sehingga apa

yang menimpa para ahli kitab tidak menimpa dirinya. Dengan demikian, maka

para ulama harus senantiasa memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat,

menunjukkan amal saleh kepada orang lain, serta tidak menyembunyikan ilmu

3 Barizi, Menjadi Guru Unggul, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 130. 4 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Karya Agung, 2006), hlm.

95. 5 Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Ibnu Katsir, terj. Syihabudin, (Jakarta: Gema Insani, 1999),

Jilid I, Cet. I, hlm. 630-631.

Page 83: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

72

sedikitpun. Dalam hal ini, maka seorang guru harus senantiasa mengajarkan

dan mengamalkan ilmunya dengan melihat dari tingkat kemampuan para

muridnya, sehingga ilmunya manfaat dan memperoleh kebaikan di dunia dan

akhirat. Untuk itu, maka seorang guru harus senantiasa melakukannya dengan

ikhlas, bukan karena tujuan duniawi semata. Sehingga menjadi amal shaleh

dan menjadi manusia mulia dihadapan Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits,

���� أ���� ا� ����م �� �� ٦� ر &%م ا�$����� #"! � �� Barangsiapa yang ditanya mengenai suatu ilmu, kemudian ia

menyembunyikannya, maka kelak pada hari kiamat ia akan dikekang dengan kekang dari api neraka. (HR. Abu Dawud).

Hadist tersebut menunjukkan bahwa dalam pandangan Islam menuntut

ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah, sehingga

orang yang sengaja tidak menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada orang

lain diancam dengan siksaan. Orang yang menyembunyikan ilmunya pada hari

kiamat akan dikekang dengan kekang yang terbuat dari kekang api neraka.

Al-Ghazali menyatakan, bahwa seorang guru tidak hanya sebatas

mengamalkan ilmunya saja, akan tetapi harus dilandasi dengan keikhlasan

dalam mendidik dan mengajarkan ilmunya kepada anak didik mereka. Adapun

yang dimaksud dengan ikhlas adalah berbuat sesuatu dengan tidak ada

pendorong apa-apa melainkan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada

Allah SWT, serta mengharapkan keridhaan-Nya saja.

Dengan demikian, maka guru yang ikhlas menurut Imam Al-Ghazali

adalah seseorang yang bekerja menyempurnakan, membersihkan, mensucikan

dan membimbing anak didiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,

semata-mata untuk mendapatkan ridha-Nya. Ia tidak mengharapkan upah atau

imbalan atas pengajarannya, begitu juga dengan kedudukan, pangkat dan

jabatan. Ia menganggap bahwa mengajar merupakan suatu kewajiban bagi

6 Sulaiman, op. cit, hlm. 321.

Page 84: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

73

orang berilmu sekaligus bernilai ibadah kepada Allah, sehingga menjadikan

ilmunya bermanfaat dan dapat diterima oleh Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an:

!! !!$ tΒ uρ (# ÿρâ÷É∆ é& āω Î) (#ρ߉ç6 ÷èu‹ Ï9 ©! $# tÅÁ Î=øƒèΧ ã& s! tÏe$!$# u... !$ x�uΖãm ) �(�ا�: )(

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas mena’ati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama. (Q.S. Al Bayyinah: 5).7

Dalam perspektif sufistik, ikhlas di samping sebagai bagian dari

maqam yang perlu dilalui oleh seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada

Allah SWT, juga merupakan syarat syahnya suatu ibadah. Jika amal perbuatan

diibaratkan sebagai badan jasmani, maka ikhlas adalah roh atau jiwanya. Hal

ini berbeda sekali dengan pandangan ulama fiqh yang menganggap bahwa

ikhlas bukanlah syarat syahnya suatu ibadah. Maka tidaklah heran jika Al-

Ghazali menyatakan, bahwa ilmu tanpa amal akan sia-sia dan amal tanpa

ikhlas akan tertolak.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Husain, bahwa suatu

aktivitas apabila tidak memenuhi dua perkara maka tidak akan diterima oleh

Allah. Pertama, hendaknya aktivitas itu ditujukan semata-mata hanya

mengharap keridhaan Allah ’azza wa jalla. Kedua, hendaknya aktivitas itu

sesuai dengan apa yang disyariatkan Allah SWT dalam al-Qur’an dan sesuai

dengan penjelasan Rasul-Nya dalam sunah beliau.8

Ilyas Ismail juga menyatakan bahwa ikhlas memperlihatkan semangat

tauhid, yaitu komitmen untuk menuhankan Allah dan menyembah hanya

kepada-Nya. Demikian juga dalam bekerja dan beramal harus dilandasi

dengan keikhlasan. Namun demikian, pada kenyataanya, seseorang dalam

bekerja dan beramal sering bukan karena Allah, tetapi karena pertimbangan

lain yang lahir dari hawa nafsu, seperti mencari muka (riya’) dan mencari

7 Departemen Agama, op. cit, hlm. 907. 8 ‘Audah al-‘Awayisyah, Keajaiban Ikhlas, terj. Abu Barzani, (Yogyakarta: Maktabah Al-

Hanif, 2007), Cet. I, hlm.6.

Page 85: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

74

popularitas (sum’ah). Kedua sifat ini, dalam kacamata sufisme, merupakan

penyakit hati yang dapat menggerogoti keikhlasan seseorang dalam beramal

dan mendekatkannya pada pintu gerbang kemusyrikan.9

Dari pernyataan di atas, maka dapat diketahui bahwa pemikiran Al-

Ghazali mengenai guru yang ikhlas diwarnai dengan nuansa tasawuf. Namun

demikian, pada saat sekarang ini pemikiran beliau masih dianggap relevan dan

terbukti dengan beberapa tokoh yang setuju akan pemikirannya mengenai guru

yang ikhlas, bahkan seringkali mereka mengutip tentang pendapat beliau

mengenai hal tersebut. Sebagaimana pandangan Abdullah Nasih Ulwan,

bahwa ikhlas merupakan sifat mendasar yang harus dimiliki pendidik. Adapun

tentang sifat ikhlas, ia menjelaskan bahwa pendidik hendaknya mencanangkan

niatnya semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan mendidiknya, baik

yang berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan ataupun hukuman.

Begitu juga dengan pandangan Fu’ad Asy Syalhub yang mengatakan bahwa

salah satu sifat yang harus dipelihara seorang guru adalah mengikhlaskan

ilmunya kepada Allah.

Dengan demikian, maka terdapat beberapa persamaan antara pendapat

Al-Ghazali mengenai guru yang ikhlas dengan beberapa tokoh tersebut di

atas. Ikhlas menjadi syarat diterimanya suatu amal, sehingga seorang guru

hanya pantas menggerakkan hidupnya semata-mata untuk Allah SWT. Ia

mengajarkan ilmunya, semata-mata untuk mendekatkan dirinya kepada Allah

SWT dan untuk mendapatkan ridha-Nya. Ia tidak berorientasi pada urusan

duniawi seperti mencari kedudukan, pangkat dan jabatan dalam mengajarkan

dan mengamalkan ilmunya kepada anak didik mereka. Sehingga ilmunya

menjadi manfaat dan diterima oleh Allah SWT. Ia juga senantiasa menjaga

niat dan hatinya agar tetap lurus, serta memohon perlindungan kepada Allah

SWT dari perbuatan syirik sekecil apapun.

Adapun pemikiran Al-Ghazali mengenai guru ikhlas tersebut, sangat

berbeda dengan apa yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14

9 Ismail, Pilar-Pilar Takwa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 14-15.

Page 86: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

75

tentang Guru dan Dosen, bahwa guru adalah seorang pendidik profesional

dengan beberapa tugasnya seperti mendidik, mengajar dan membimbing

dalam beberapa jalur pendidikan. Sementara profesional sendiri merupakan

pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber

penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan

yang memenuhi standar mutu serta memerlukan pendidikan profesi.10

Adanya perbedaan pandangan merupakan sesuatu yang wajar, justru

dengan adanya perbedaan menjadikan adanya kekhasan dari pemikiran satu

dengan pemikiran lainnya. Dalam hal ini, maka jelas bahwa Al-Ghazali

berpandangan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia, bahkan guru

disebutkan sebagai ulama yang merupakan pewaris para nabi. Sehingga Al-

Ghazali menyatakan, seorang guru hanya pantas mengamalkan ilmunya

semata-mata untuk mendapat ridha Allah SWT, bukan menjadikannnya

sebagai alat untuk mencari urusan duniawi. Ia berpandangan bahwa sudah

menjadi tugas dan kewajiban bagi seorang yang berilmu untuk mengajarkan

dan mengamalkan ilmunya kepada orang lain. Sehingga ia tidak patut untuk

meminta upah, karena pahala disisi Allah jauh lebih mulia dibandingkan

urusan duniawi. Namun demikian, pada dasarnya setiap guru mempunyai

tugas yang sama, yakni mengajarkan ilmu pengetahuan dan mendidik dengan

menanamkan nilai-nilai moral. Sehingga ia menjadikan muridnya menjadi

manusia yang cerdas, bertaqwa dan mempunyai akhlakul karimah.

2. Kriteria Guru Yang Ikhlas

Dari berbagai pemaparan di atas, mengenai pemikiran Al-Ghazali

tentang guru yang ikhlas, maka dapat diketahui beberapa indikasi atau kriteria

guru yang ikhlas menurut Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin.

Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas

mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru

yang baik akhlaknya serta kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal, ia dapat

10 Undang-Undang R.I Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra

Umbara, 2006), hlm. 2-3.

Page 87: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

76

memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya

yang baik, ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya.

Sementara dengan kuat fisiknya, maka ia dapat melaksanakan tugas mengajar,

mendidik dan mengarahkan para muridnya. Berkaitan dengan pemikirannya

mengenai guru yang ikhlas, maka dapat diindentifikasikan sebagai berikut:

Pertama, seorang guru senantiasa mendasarkan dan meluruskan

niatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari

keridhaan-Nya. Kedua, menyadari akan kewajiban bagi setiap orang beriman

untuk berilmu dan beramal dengan tulus. Ketiga, mengikuti jejak Rasulullah

SAW, dalam hal ini tidak meminta upah dan tidak juga ucapan terimakasih.

Keempat, tidak berorientasi pada urusan duniawi, tapi melihat tujuan jangka

panjang, yakni untuk memperoleh kebahagian di akhirat kelak dengan beramal

sholeh tersebut. Kelima, senantiasa menjaga adab dan tugasnya sebagai guru.

Keenam, tidak merasa terbebani dengan tugasnya yang begitu banyak. Karena

ia senantiasa membawa hatinya dalam mengajar dan merasa nyaman dengan

pekerjaanya. Ketujuh, bersikap menerima. Kedelapan, senantiasa bersyukur

atas nikmat dan karunia yang diperoleh dari Allah SWT dan senantiasa

bersabar atas segala cobaan. Kesembilan, terus belajar dan mengkaji ilmu dan

Kesepuluh, bisa menjadi teladan bagi para muridnya.

Dari beberapa sifat guru ikhlas yang disebutkan di atas, menunjukkan

betapa indahnya apabila seorang guru mau menerapkan konsep Al-Ghazali

dalam mengamalkan ilmunya. Pekerjaan guru akan terasa ringan dan guru

akan senantiasa tersenyum dalam menerima kehendak-Nya. Dengan demikian,

maka pekerjaan guru tidak akan berhasil dengan baik, apabila tidak disertai

dengan ikhlas. Hal ini karena tugas-tugas pendidikan merupakan tugas yang

berat. Pekerjaan yang membutuhkan adanya rasa aman dan nyaman dalam

hatinya. Sehingga guru akan bisa melaksanakan tugas tertentu dengan baik,

apabila mendasarkan niatnya semata-mata karena Allah. Ia menjadikan

pekerjaan tersebut bukan suatu beban, melainkan rahmat karena telah diberi

Page 88: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

77

kesempatan, untuk menjadi perantara antara manusia, dalam hal ini murid

dengan sang Penciptanya.

Adapun mengenai adab dan tugas seorang guru telah dipaparkan dalam

bab tiga. Dari beberapa tugas tersebut, tampak bahwa sebagiannya masih ada

yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sebagaimana sifat guru

yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian

berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan

usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak

menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan

adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.

Dengan demikian, maka kriteria guru yang ikhlas menurut Al-Ghazali

mencakup beberapa kriteria guru ideal yang telah diungkapkan oleh Husnul

Chotimah, sebagaimana dikutip Asmani. Bahwa kriteria guru ideal yang

seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat membagi

waktu dengan baik, dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru

dan tugas keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga,

banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Kelima, guru yang

memahami benar profesinya. Keenam, kreatif dan inovatif juga memiliki

kecerdasan, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial,

kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik. 11

Dari pernyataan tersebut, maka terlihat adanya persamaan antara

pemikiran Al-Ghazali dengan pemikiran kedua tokoh tersebut. Dimana

seorang guru harus memiliki kecerdasan yang berarti harus mempunyai ilmu

pengetahuan yang mumpuni, senantiasa melakukan penelitian dengan

mengkaji berbagai ilmu, serta memahami profesinya dengan baik. Adapun

perbedaanya, maka pemkiran Al-Ghazali lebih khas dengan adanya kemurnian

dari seorang guru dalam mengabdikan diri semata-mata untuk beribadah dan

mencari keridhaan-Nya. Selain itu, pemikiran Al-Ghazali juga memiliki ciri

11 Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press,

2009), Cet. II, hlm. 21-24.

Page 89: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

78

khas mengenai kepribadian seorang guru yang sangat menonjol, sebagaimana

disebutkan dalam beberapa adab dan tugas guru.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa sosok guru ideal adalah guru

yang memiliki motivasi mengajar yang tulus, yaitu ikhlas dalam mengamalkan

ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh kasih sayang kepada

anaknya, dapat mempertimbangkan kemampuan intelektual anaknya, mampu

menggali potensi yang dimiliki para siswa, dapat bekerja sama dengan para

siswa dalam memecahkan masalah. Ia menjadi idola di mata muridnya,

sehingga para murid akan mengikuti perbuatan baik yang dilakukan gurunya

menuju jalan akhirat.

Dari berbagai pemaparan di atas, maka terlihat bahwa pada akhirnya

para murid dibimbing menuju Allah. Berbagai upaya yang dilakukan oleh

guru terhadap muridnya dalam belajar merupakan suatu proses, yang pada

akhirnya harus dapat membawa murid menuju Allah. Atas dasar ini, terlihat

jelas sekali pengaruh pemikiran Al-Ghazali mengenai sikap guru yang harus

berniat ikhlas. Ia tidak mengharapkan adanya imbalan, berakhlak mulia,

mengamalkan ilmu yamg diajarkannya dan menjadi panutan serta mengajak

pada jalan Allah, itu semua merupakan nilai-nilai ajaran tasawuf. Maka benar,

bahwa Kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghazali yang sangat monumental

tersebut, kaya akan khazanah keilmuan, yang memadukan antara ilmu fiqh

dan tasawuf. Termasuk di dalamnya mengenai guru yang ikhlas, Ia banyak

menggunakan pemikiran sufistik dan ilmu fiqh untuk kemudian dikaitkannya

dalam dunia pendidikan.

3. Tujuan Menjadi Guru

Al-Ghazali menyatakan bahwa tujuan menjadi guru semata-mata untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencari ridha-Nya. Selain itu,

karena sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang berilmu untuk

mengamalkan ilmunya, sebagaimana telah disebutkan di atas. Hal ini

menunjukkan bahwa seorang guru harus senantiasa memantapkan dan

meluruskan niatnya sebelum mengajar, yakni dengan tulus ikhlas semata

Page 90: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

79

karena Allah, bukan untuk mencari harta, kedudukan dan juga pangkat.

Dengan demikian, maka tujuan untuk menjadi guru yang ikhlas dalam

mengajar terletak pada niatnya, yakni untuk mencapai tujuan akhirat, yaitu

dengan mendapatkan keridhaan Allah SWT. Sementara itu, ia juga

menyatakan bahwa mengajar dengan tujuan dunia, hanya akan membawa pada

kehancuran.

Sebagian orang mengerti bahwa tugas mendidik adalah tugas yang

sangat mulia yang tidak bisa dinilai dengan uang. Sebagian lagi terpanggil

karena melihat kebodohan yang merajalela dan menindas masyarakat.

Menyadarkan dan mengajari mereka untuk keluar dari penjara kebodohan

adalah sebuah pekerjaan mulia. Fenomena seperti inilah yang mengetuk hati

sebagian orang yang lurus dan mulia.

Adapun tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali, maka pendidikan

harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik

penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan

bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan

dunia. Sebab jika tujuan pendidikan diarahkan selain untuk mendekatkan diri

kepada Allah, akan menyebabkan kesesatan dan kemudharatan. Rumusan

tujuan pendidikan tersebut berdasarkan firman Allah SWT, tentang tujuan

penciptaan manusia yaitu:

$ tΒ uρ àMø)n=yz £ Ågø: $# }§ΡM}$#uρ āω Î) Èβρ߉ç7 ÷èu‹Ï9 ∩∈∉∪

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat: 56).12

Tujuan pendidikan yang dirumuskan Al-Ghazali tersebut dipengaruhi

oleh ilmu tasawuf yang dikuasainya. Karena dalam ajaran tasawuf

memandang, bahwa dunia ini bukan merupakan hal utama yang harus

didewakan, karena dunia tidak abadi dan akan rusak, sementara maut dapat

memutuskan kenikmatannya setiap saat. Dunia merupakan tempat lewat

12 Departemen Agama, op. cit, hlm. 756.

Page 91: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

80

sementara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal dan maut

senantiasa mengintai setiap manusia.

Berkaitan dengan pemikiran Al-Ghazali tersebut, Herdananto juga

menyebutkan tujuan seseorang menjadi guru yang ikhlas, bahwa seorang guru

bekerja karena adanya panggilan nurani, tidak bekerja untuk mencari

penghidupan, akan tetapi justru mereka ingin menghidupkan orang lain, dan

keluar dari belenggu kebodohan. Mereka benar-benar mengabdi dengan tulus

ikhlas.13

Dalam hal ini, Nasih Ulwan juga sependapat dengan Al-Ghazali,

bahwa Islam menjadikan pengajaran dengan segala kekhususannya secara

sukarela tanpa pamrih, hal ini sesuai dengan sikap Nabi SAW yang mengajar

secara sukarela, dan memberikan peringatan secara keras kepada orang yang

mengambil upah mengajar kepada teman-temannya. Telah tercatat dalam

sejarah, bahwa Rasulullah tidak pernah mengambil upah atas dakwah dan

mengajar dari seorangpun.14

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:

ö≅è% $ tΒ Νä3çF ø9 r' y™ ôÏiΒ 9�ô_ r& uθ ßγ sù öΝä3s9 ( ÷βÎ) y“Ì� ô_ r& āω Î) ’n? tã «!$# ( )�٧:���ء(

Katakanlah (Muhammad): “Imbalan apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Imbalanku hanyalah dari Allah.” (QS. Saba’: 47).15

Berkaitan dengan masalah upah atau imbalan, Imam Al-Ghazali

menyatakan bahwa seorang guru harus mengikuti jejak Rasulullah SAW. Ia

tidak mencari upah, balasan dan juga ucapan terimakasih dengan mengajar itu.

Tetapi seorang guru mengajar karena Allah dan untuk mendekatkan diri

kepada-Nya. Adapun seorang guru diperbolehkan untuk memandang bahwa

dirinya telah berbuat suatu perbuatan yang baik, dengan menanamkan ilmu

13 Herdananto, Menjadi Guru Bermoral Profesional, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009),

hlm. 7. 14 Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terj. Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2007), hlm. 311. 15 Departemen Agama, op. cit, hlm. 614.

Page 92: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

81

pengetahuan dan mendidik jiwa para muridnya. Hal ini agar hatinya senantiasa

dekat dengan Allah SWT.16

Al-Ghazali mengatakan betapa kotornya orang berilmu, yang rela

untuk dirinya kedudukan duniawi. Sementara ia berbohong dan menipu diri

sendiri dengan tidak malu mengatakan: “Maksudku dengan mengajar ialah

menyiarkan ilmu pengetahuan, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan

menolong agama-Nya.”17 Al-Ghazali juga menyatakan, bahwa: “Orang yang

mencari harta dengan ilmu, samalah dengan orang yang menyapu bawah

sepatunya dengan mukanya supaya bersih. Dijadikannya yang dilayani

pelayan dan pelayan menjadi yang dilayani”. 18

Pandangan Al-Ghazali tersebut, ditujukan kepada guru yang menerima

honorarium. Karena beliau berkeyakinan bahwa orang alim itu tidak lain

adalah pemberi petunjuk agama, sehingga tidak layak bagi orang alim

mencampurkan urusan agama dengan materi dan menjadikan agama sebagai

sarana penjilat orang-orang yang berharta dan berkedudukan.

Adapun alasan Al-Ghazali melarang guru untuk meminta gaji atas

pengajarannya, berdasarkan hal berikut, antara lain:

a. Al-Qur’an diajarkan karena Allah, jadi tidaklah patut digaji orang (guru)

yang mengajarkannya. Ini adalah alasan agama yang menuntut para guru

menunaikan tugas dan kewajibannya (bekerja) di jalan Allah.

b. Pemimpin-pemimpin kaum muslimin pada masa awal kebangkitan Islam,

semuanya memperhatikan kaum muslimin. Mereka senantiasa ikhlas, tidak

pernah terdengar bahwa mereka mengkhususkan para guru untuk mengajar

anak-anak mereka di surau-surau (kuttab) dan mengambil harta Allah

untuk menggaji guru-guru tersebut.

c. Mengajar merupakan kewajiban bagi setiap orang yang berilmu dan

bernilai ibadah, sehingga pahala ada pada Allah.

16 Al-Ghazali, Ihya’ Al-Ghazali, op. cit, hlm. 214. 17 Ibid. 18 Ibid, hlm. 215.

Page 93: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

82

d. Guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, dengan meminta

upah. Melainkan sebaliknya, ia harus berterima kasih kepada muridnya

atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina

mental. Karena murid telah memberi peluang kepada seorang guru untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT

Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka dapat diketahui bahwa

pendapat Al-Ghazali tentang pengharaman gaji guru tersebut berdasarkan dari

pemahamannya mengenai kewajiban seorang yang beriman untuk berilmu dan

beramal. Al-Ghazali menyatakan bahwa orang yang mengamalkan ilmunya

merupakan sudah menjadi tugasnya sebagai kholifah Allah di bumi dan

sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Al-

Ghazali telah memberlakukan prinsip pengabdian di dalam belajar mengajar,

baik terhadap pejabat negara maupun terhadap tokoh masyarakat, sehingga

orang yang akan mengajar harus senantiasa memantapkan niatnya hanya untuk

mendapatkan keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Jadi,

seharusnya seorang guru menilai tujuan dan tugas mengajarnya adalah karena

mendekatkan diri kepada Allah semata-mata dan ini dapat dipandang dari dua

segi. Pertama, sebagai tugas kekhalifaan dari Allah SWT. Kedua, sebagai

pelaksana ibadah kepada Allah yang mencari keridhaan-Nya dan

mendekatkkan diri kepada-Nya. Hal yang demikian itu, dimaksudkan untuk

memurnikan tugas mendidik dan mengajar itu sendiri. Sehingga dari

pernyataan di atas, maksudnya adalah bahwa Al-Ghazali mencela guru yang

menuntut upah dari murid.

Namun dari berbagai pernyataan di atas, timbul suatu pertanyaan,

bagaimana jika seseorang mengkhususkan dirinya sebagai pengajar, sedang ia

tidak mempunyai pendapatan lain sebagai mata pencahariannya, maka

bolehkah ia mengambil upah dari pekerjaan mengajarnya itu? Seorang guru

yang mengkhususkan dirinya untuk kegiatan belajar mengajar, sementara

sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sulit didapatkan, maka ia

Page 94: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

83

diperbolehkan memungut upah dari pekerjaan mengajar itu sebagai imbalan

jasa, demi menjaga kehormatan diri dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berkaitan dengan hal ini, Al-Ghazali menyatakan, sebagaimana

dikutip oleh Nasih Ulwan, bahwa:

…demikianlah, maka seorang guru diperbolehkan memungut apa yang dapat mencukupinya untuk menenangkan hatinya dari masalah penghidupan, selain itu, hal ini agar seorang guru benar-benar dapat mengkhususkan dirinya di dalam menyebarkan ilmu. Adapun yang menjadi tujuannya adalah penyebaran ilmu dan pahala di akhirat. Ia diperkenankan mengambil upah untuk memudahkan pencapaian maksud tersebut.19

Pada situasi tertentu yang mengharuskan mengambil upah, seperti

guru yang mengkhususkan dirinya mengajar, sedang ia tidak mempunyai

pendapatan lain kecuali dari mengajar. Begitu juga keadaan anak-anak

menuntut wali mereka untuk mencarikan para pendidik yang mengkhususkan

diri memelihara akidah mereka dari keingkaran dan kekufuran, serta

menumbuh kembangkan dengan prinsip Islam dan pendidikan yang utama.20

Dalam situasi seperti ini, maka guru boleh mengambil upah atas pengajaran

tersebut, baik pengajaran yang berupa ilmu-ilmu agama, maupun ilmu-ilmu

lain.

Sesungguhnya, kesimpulan Al-Ghazali dalam hal mengaharamkan gaji

guru dapat dipahami secara tersirat. Bahwa, gaji yang tercela (diharamkan)

sebagaimana yang dikecam Al-Ghazali itu adalah apabila Al-Qur’an (dan

ilmu-ilmu yang lain) dijadikan sebagai alat untuk mencari rizki, menumpuk

kekayaan, bahkan satu-satunya tujuan mengajar dari seorang guru, yaitu

semata-mata hanya untuk mencari nafkah dan mencukupi segala kebutuhan

rumah tangganya.

Sementara dalam Undang-Undang RI Nomor 14 tentang Guru dan

Dosen, disebutkan bahwa penghasilan merupakan hak yang diterima oleh guru

atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas

19 Nasih Ulwan, op. cit, hlm. 314. 20 Ibid, hlm. 318.

Page 95: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

84

keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar

prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik

profesional.21

Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 40,

juga dijelaskan bahwa seorang guru mempunyai beberapa hak profesional,

diantaranya adalah guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan

hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Bahkan guru berhak

mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja,

serta guru juga berhak memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana

pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas profesinya, dll. Dengan

demikian, masalah upah tidaklah menjadi permasalahan bagi seorang guru

untuk tetap ikhlas.22

Adapun yang disebut dengan pendidik profesional dalam Undang-

Undang Sisdiknas adalah tenaga profesional yang bertugas berkenaan dalam

merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya setiap tugas guru

atau pendidik adalah sama, sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali maupun

tokoh-tokoh lain. Hanya saja yang menjadikan berbeda adalah pada tujuan

utamanya dalam mengamalkan ilmu. Adapun tujuan tersebut terletak pada niat

dan hati seorang guru.

Dengan adanya perlindungan hukum dari negara, serta kebutuhan

manusia yang kian kompleks, maka demi kelancaran proses pembelajaran,

seorang guru boleh mengambil haknya dari hasil pekerjaannya. Adapun

dengan adanya hukum atau undang-undang tersebut diharapkan bisa menjadi

prospek guru dimasa mendatang sebagai guru profesional, yang sejahtera dan

terlindungi semakin cerah. Jadi, jelaslah bahwa hal keikhlasan tidak ada

21 Undang-Undang R.I Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, op. cit, hlm. 5. 22 Undang-Undang R I Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra Umbara,

2006), hlm. 13.

Page 96: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

85

kaitannya dengan menerima atau menolak imbalan dari mengajar. Karena

sesungguhnya niat yang ikhlas itu berasal dari dorongan yang muncul di

dalam hati, dalam hal ini seorang guru mengamalkan ilmunya hanya karena

Allah SWT.

Dari berbagai pemaparan di atas, maka demi manfaatnya ilmu dan

ketenangan batin seorang guru serta diterimanya amal, maka sangat perlu

untuk megikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah SWT. Rasulullah juga

mengatakan bahwa keberhasilan seseorang tergantung pada niatnya, seorang

guru akan berhasil dalam mengajar dan mendidik muridnya apabila dilandasi

dengan niat yang lurus. Ia senantiasa berniat untuk mendekatkan diri kepada

Allah, menyebarkan ilmunya untuk kebaikan, menghilangkan kebatilan dan

menghidupkan agama serta demi kemaslahatan umat manusia. Hal inilah yang

menggambarkan sikap dan ketulusan seorang guru dalam mengajar dan

mendidik murid-muridnya.

4. Efek dan Kontribusi Guru Yang Ikhlas

Al-Ghazali merupakan orang yang sangat ikhlas, meskipun pada

awalnya ia menuntut ilmu dan mengamalkannya bukan karena Allah. Sebelum

Al-Ghazali menemukan hakikat kebenaran dan keikhlasan, ia mengalami

skeptis yang sangat luar biasa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa pada masa itu

Al-Ghazali sudah sangat sukses dengan segala kedudukan, pangkat dan

jabatan yang dimilikinya. Bahkan ia telah menjadi orang yang sangat terkenal,

dengan kebesaran namanya dalam majelisnya dihadiri oleh tiga ratus orang

ulama. Setiap orang mengakui akan kecerdasannya, dan ilmunya yang begitu

luas. Namun itu semua tidak membuatnya semakin bahagia dan tenang,

sehingga ia mengalami skeptis dan sakit.

Dalam keadaan seperti itu, ia mendapat hidayah dari Allah sehigga

menemukan kebenaran dalam hatinya dan mampu melihat hakikat kebenaran

dan keikhlasan. Dalam hatinya juga muncul ketakutan yang luar biasa, yaitu

ketakutan terhadap hari akhirat. Sehingga ia memutuskan hubungan jiwanya

dengan hal-hal duniawi dengan meninggalkan dunia ini dan menghadap Allah,

Page 97: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

86

ini hanya dapat dicapai dengan mengabaikan kekayaan dan kedudukan serta

lari dari segala sesuatu yang berkaitan dengan waktu yang sia-sia. Karena itu

ia meninggalkan jabatan mahaguru dan seluruh kariernya sebagai faqih dan

ahli theologis dengan melepaskan dirinya dari seluruh kekayaannya kecuali

yang perlu untuk nafkah dirinya sendiri dan keluarganya.23

Hal tersebut menunjukkan bahwa harta bukanlah segalanya, yang

manusia butuhkan adalah kebahagiaan sejati yang bermuara dalam hatinya.

Sehingga ia senantiasa bersikap tenang, merasa cukup dan selalu menerima.

Dalam hal ini Al-Ghazali telah mangalaminya secara nyata, sehingga efek atau

hasil dari keikhlasannya adalah adanya ketenangan batin, keberkahan dalam

hidup serta kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.

Sehingga dalam hal ini, maka seorang guru senantiasa merasa cukup

akan rizki yang dikaruniakan oleh Allah SWT. Ia juga bisa mengajar dengan

tenang serta menyertakan hatinya, sehingga ia bisa menikmati dan menjiwai

pekerjaaannya. Ia akan senantiasa menyambut anak didiknya dengan

senyuman dan semangat yang tinggi. Yang terpenting bagi guru yang ikhlas,

adalah ia tidak akan merasa sedih apabila gaji yang diterima sangat kecil dan

tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena sesungguhnya niat dari

mengajar bukanlah karena materi semata. Ia justru akan bersyukur dengan

mendapatkan imbalan tersebut, sebagai haknya menjadi guru profesional dan

berusaha untuk meningkatkan mutu dan kemampuannya dalam mengajar.

Dengan demikian, maka betapa besar dampak positif yang diperoleh

karena keikhlasan seorang guru dalam mengamalkan ilmunya. Adapun

diantara manusia yang menjadi guru, karena keinginannya untuk berbuat baik

kepada sesama manusia dengan mengajarkan ilmunya. Sebagian orang

mengistilahkan hal tersebut dengan mengajar karena panggilan nurani. Ia tidak

memedulikan besarnya gaji yang didapatkan. Ia merasa bahwa menjadi

pegawai tetap atau tidak baginya sama saja. Guru yang seperti inilah yang

23 Quasem, Etika Islam Al-Ghazali, terj. Mahjudin, (Bandung: Pustaka, 1975), Cet. I, hlm.

8.

Page 98: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

87

disebut sebagai guru yang ikhlas, karena ia tidak berorientasi pada materi.

Akan tetapi, ia hanya mengharapkan keridhaan dari Allah SWT.

Berkaitan dengan kesejahteraan guru yang ikhlas, Bagus Herdananto

mengatakan, bahwa ada diantara banyak orang yang bertugas menjadi guru

dan mendapatkan kesejahteraan yang cukup, akan tetapi sesungguhnya tujuan

dia menjadi guru atau pengajar bukanlah untuk mencapai status atau

kesejahteraan atau materi yang lain. Karena memang ia mencintai pekerjaan

sebagai guru dan ia terpanggil untuk mendidik masyarakat, ia ingin

menghabiskan seluruh waktunya untuk mendidik orang lain. Adapun status

dan besarnya gaji tidak begitu dipikirkan karena bukan itu yang menjadi

tujuannya. Di antara orang-orang tulus tersebut ada yang mendapatkan

kesejahteraan meski bukan itu yang menjadi tujuannya, dan di antara mereka

ada yang benar-benar berkorban karena kecintaan mereka untuk mendidik dan

mengajar. 24

Menjadi seorang guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah suatu

pekerjaan yang sangat mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa

atau tuntutan hati nurani tidak mudah, karena dalam hal ini seorang guru lebih

banyak dituntut suatu pengabdian kepada murid daripada karena tuntutan

pekerjaan dengan material oriented. Dalam hal ini, guru mengabdi, dengan

tulus hati untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT, bukan semata-mata

karena mencari materi atau kesenangan duniawi. Dengan demikian, maka

seorang guru akan merasakan jiwanya lebih dekat dengan muridnya. Sehingga

guru senantiasa ingin selalu bersama dengan muridnya, bahkan ketiadaan

muridnya akan menjadi pemikirannya.

Hubungan guru dan murid yang demikian akan menciptakan generasi-

generasi yang unggul, kreatif, dan percaya diri. Karena dalam hal ini, seorang

guru menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Sehingga akan sepenuh hati

pula menyisihkan waktunya, tenaga dan fikirannya untuk membimbing,

24 Herdananto, op. cit, hlm. 8.

Page 99: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

88

membina, mendengarkan keluh kesah muridnya, menasehati dan membantu

kesulitan-kesulitan yang dihadapi murid-muridnya.

Adapun dari beberapa keterangan di atas, peneliti dapat mengambil

pelajaran bahwa guru yang ikhlas berdasarkan konsep Al-Ghazali merupakan

suatu contoh teladan yang bisa diterapkan dalam masa sekarang ini. Dimana

perkembangan teknologi semakin canggih, sehingga peranan seorang guru

semakin berkurang. Semangat dan minat siswa dalam belajar di kelaspun

menjadi sangat lemah. Namun, dengan konsep yang ditawarkan Al-Ghazali,

bahwa seorang guru harus senantiasa ikhlas dalam mengamalkan ilmu yang

dimilikinya, menghadirkan hati dan jiwanya dalam mengajar disertai dengan

budi pekerti yang halus. Sehingga murid bisa menerimanya dengan baik,

bahkan muridpun bisa mengikutinya dengan senang hati, karena adanya

keikhlasan yang diberikan oleh sang guru. Dengan demikian, ilmu yang

diajarkan dengan tulus ikhlas menjadi ilmu yang bermanfaat dan berdampak

positif dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, maka seorang guru yang ikhlas mempunyai peran

yang sangat besar dalam perkembangan jiwa dan pendidikan seorang murid.

Menjadikan murid mengerti akan ilmu pengetahuan serta mempunyai akhlak

dan budi pekerti yang baik. Semua itu tidak akan terwujud tanpa keikhlasan

dari seorang guru. Karena dengan keikhlasan guru, maka proses belajar

mengajar pun akan menjadi hal yang sangat menyenangkan. Hal ini karena

seorang guru membawa hatinya dalam mengajar, bukan semata-mata untuk

mencari kedudukan, pangkat ataupun harta duniawi. Maka dari itu, ikhlas

sangat penting untuk diterapkan bagi seorang guru. Sehingga dalam setiap

gerak langkahnya senantiasa menanamkan niat yang tulus-ikhlas, semata-mata

untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT, dan untuk mendekatkan diri

kepada-Nya.

Page 100: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari telaah yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, khususnya

dengan menguak pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin

tentang konsep guru yang ikhlas, maka penulis mengambil kesimpulan

sebagai berikut:

Al-Ghazali merupakan seorang ulama Sufi yang banyak mengulas

masalah keguruan, dan menempatkan posisi guru sebagai profesi yang sangat

mulia. Hal ini berawal dari perhatiannya yang sangat mendalam tentang ilmu

dan pendidikan. Ia mempunyai keyakinan yang kuat bahwa pendidikan yang

baik itu merupakan suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah sebabnya ia

memberikan kedudukan yang tinggi bagi seorang guru dan menaruh

kepercayaannya terhadap seorang guru. Ia berpendapat bahwa guru adalah

seseorang yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran, serta

bertugas untuk menyempurnakan, mensucikan dan menjernihkan serta

membimbing anak didiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Guru yang ikhlas ialah seorang guru yang mengajar dengan niat

semata-mata mengamalkan ilmunya karena Allah dan untuk mendapatkan

ridho dari-Nya. Senantiasa membawa hatinya dalam mengajar, sehingga guru

benar-benar menikmati tugasnya sebagai pengajar dan murid pun bisa

menerima dengan baik ilmu yang diajarkan gurunya. Dengan demikian, maka

akan terciptalah lingkungan pembelajaran yang kondusif. Sehingga tujuan

pembelajaran pun bisa tercapai dengan baik, yakni menciptakan generasi yang

cerdas, beriman dan bertaqwa serta mempunyai akhlakul karimah.

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin, ikhlas

adalah sebuah usaha untuk menjaga hati dan niat agar tetap suci dan bersih,

tanpa mencampurinya dengan sesuatu hal selain Allah. Selain itu, ikhlas juga

Page 101: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

90

merupakan syarat diterimanya amal seseorang. Dengan demikian, maka guru

yang ikhlas menurut Imam Al-Ghazali adalah seorang guru yang mengajarkan

ilmunya semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah SWT, bukan untuk

mencari harta, pangkat dan kedudukan serta menjadikan ilmunya manfaat dan

dapat diterima oleh Allah SW.

Dengan adanya sikap ikhlas tersebut, diharapkan seorang guru bisa

mengabdi dengan sepenuh jiwa dan raganya serta mengajarkan ilmu

pengetahuannya dengan sepenuh hati. Sehingga guru akan merasa nyaman dan

benar-benar menikmati tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Sikap guru

yang demikian itu, juga akan berdampak positif bagi murid-muridnya, karena

suatu pekerjaan yang dilakukan dengan tulus ikhlas, maka akan mudah

diterima dengan lapang. Dalam hal ini, para murid akan mudah menerima dan

mengerti apa yang di ajarkan oleh gurunya, selain itu para murid juga akan

merasa senang dengan pembelajaran tersebut.

B. Saran-Saran

Bagi seorang guru, hendaknya selalu menjaga niatnya agar tetap lurus

dan hendaknya menanamkan niat yang tulus ikhlas kepada para muridnya.

Guru senantiasa menjaga akhlaknya dalam mengajar dan berhubungan dengan

para muridnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali, karena

seorang guru adalah teladan dan model bagi para muridnya, sehingga guru

harus menjaga betul sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan

perbuatannya. Guru hendaknya tidak berorientasi pada materi dalam

menjalankan profesinya sebagai pengajar, karena pada hakikatnya Allah akan

membalas amal baik yang dilakukan guru atas pengajaran tersebut. Guru harus

senantiasa ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, agar bermanfaat dan tidak sia-

sia serta dapat diterima Allah SWT sebagai amal sholeh.

Hal ikhlas adalah masalah hati yang sangat halus, sehingga terkadang

manusia lalai dan telah berbuat riya’ dengan melakukan amal kebaikan,

buakan karena Allah. Maka dalam hal ini, hendaknya para guru harus

Page 102: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

91

senantiasa berdoa memohon pertolongan kepada Allah SWT agar dijauhkan

dari perbuatan syirik sekecil apapun.

Sebagaimana dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

���و �� ��� ���� ��ك�ان �� �ذ ��� اّ� �ّ�ا�ّ������ � ك ����

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami mohon ampun kepada-Mu bagi apa yang tidak kami ketahui.1

Dengan demikian, maka seorang guru hendaknya menjaga niatnya agar

tetap lurus, dan senantiasa memohon pertolongan dan perlindungan kepada

Allah dengan mengamalkan doa tersebut.

C. Penutup

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang senantiasa melimpahkan segala rahmat, hidayat, taufiq serta

inayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta

salam penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, yang mana beliaulah yang

membawa pelita umat, dari jaman jahiliyah menuju jaman yang terang

benderang. Beliaulah sebaik-baik guru dan suri tauladan bagi seluruh umat

manusia serta selalu kami nanti-nantikan syafaatnya di hari akhir.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan kelemahan, baik dari segi materi maupun dari tulisan ini. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Penulis hanya bisa mengungkapkan rasa terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap,

semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, yakni bagi penulis

khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

1 Ridhwan, Al-Ma’tsurat, terj. Syafi’i Syukur, (Yogyakarta: Mashoer, 2007), hlm. 43.

Page 103: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mu’ti & Chabib Thoha, PBM-PAI di Sekolah, Semarang: Fak. Tarbiyah

IAIN Walisongo, 1998. Cet, I.

Abi Zakariya Yahya, Syeikh Muhyidin, Riyadhush Shalihin, Semarang: Pustaka

Alawiyah, tt.

Abu Farits, M. Abdul Qadir, Tazkiyatunnafs, terj. Habiburrahman Saerozi,

Jakarta: Gema Insani, 2006, Cet. II.

Adnan, Anas (ed), Gema Ruhani Imam Ghazali, terj. Saifuddin Mujtaba,

Surabaya: Pustaka Progressif, 1993, Cet. I.

Al-Banjari, Rahmat Ramadhana, Mengarungi Samudra Ikhlas, Jogjakarta: Diva

Press, 2007. Cet. I.

Al-Ghazali, Imam, Ayyuhal Walad, terj. Fu’ad Kauma, Bandung: Irsyad Baitus

Salam, Cet. I, 2005.

_______________, Ihya’ Al-Ghazali, terj. Ismail Yakub, Jilid I, Jakarta: CV.

Faizan, 1994.

_______________, Mukasyafah al-Qulub, terj. Irwan Kurniawan, Bandung:

Marja’, Cet. I, 2003.

_______________, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, terj. Irwan Kurniawan, Bandung:

Mizan, 2008.

Al-Ghazali, Muhammad, Akhlaq Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1985.

Al-Maraghi, Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, juz VIII, terj. K. Anshori Umar

Sitanggal, Semarang: CV. Toha Putra, 1998.

Arberry, A. J., Sufism An Account Of The Mystics Of Islam, London: George

Allen & Unwin Ltd, t.th.

Asmani, Jamal Ma’mur, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif,

Jogjakarta: Diva Press, 2009, Cet. II.

Page 104: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

Asy Syalhub, Fu’ad, Guruku Muhammad SAW, Jakarta: Gema Insani, 2006.

‘Audah al-‘Awayisyah, Syaikh Husain, Keajaiban Ikhlas, terj. Abu Barzani,

Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2007.

Barizi, Ahmad, Menjadi Guru Unggul, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Bungin, Burhan (Ed.), Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2008.

Daeng Arifin & Dedi Permadi, The Smiling Teacher, Bandung: CV. Nuansa

Aulia, 2010.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Karya Agung,

2006.

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2005, Cet. II.

Fadhalalla Haeri, Syaikh, The Elements Of Sufism, Dorset: Elements Books

Limited, 1990.

Gusmian, Islah, Surat Cinta Al-Ghazali: Nasihat-Nasihat Pencerah Hati,

Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006, Cet. II.

Hassan Shadily & John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT

Gramedia, 1996.

Hawa, Sa’id, Tazkiyatun Nafs, terj. Tim Kuwais, Jakarta: Darus Salam, 2005.

Herdananto, Bagus, Menjadi Guru Bermoral Profesional, Yogyakarta: Kreasi

Wacana, 2009.

Hidayatullah, M. Furqon, Guru Sejati, Surakarta: Yuma Pustaka, 2009, Cet. II.

Ismail, Ilyas Pilar-Pilar Takwa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.

Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang:

RaSAIL, 2008, Cet. I.

Jahja, Zurkani, Teologi Al-Ghazali, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, Cet. I.

Page 105: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2002, Cet. III.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya,

2007.

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, Cet. II, 2004.

Mujieb, M. Abdul, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, Jakarta:

Hikmah, 2009.

Mulyasa, E., Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008, Cet. VII.

Munawir & Al-Bisri, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.

Munir Amin, Samsul, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, Jakarta: Sinar Grafika

Offset, 2008, Cet. I.

M. Dahlan Al Barry & Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:

Arkola, 1994.

Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad, Ringkasan Ibnu Katsir, Jilid III & IV, terj.

Syihabudin, Jakarta: Gema Insani, 1999.

Nasih Ulwan, Abdullah, Pendidikan Anak Dalam Islam, terj. Tarbiyatul Aulad

Fil Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Nawawi Asy-Syafi’i Al-Qadiri, Syekh Muhyidin, Bahjatul Wasaail Bisyarhi

Masaail, Semarang: Maktabah Matbaah “Karya Thoha Putra”, tt.

Nurdin, Muhammad, Kiat Menjadi Guru Profesional, Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2008, Cet. I.

Quasem, Abdul, Etika Islam Al-Ghazali, terj. Mahjudin, Bandung: Pustaka, 1975.

Ramadhan, Muhammad, Quantum Ikhlas, terj. Alek Mahya Shofa, Solo: Abyan,

2009.

Page 106: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

Ridhwan, Muhammad, Al-Ma’tsurat, terj. Syafi’i Syukur, Yogyakarta: Mashoer,

2007.

Said Basil, Victor, Al-Ghazali Mencari Makrifah, Jakarta: Pustaka Panjimas,

1990.

Sentanu, Erbe, Quantum Ikhlas, Jakarta: PT. Gramedia, 2008.

Shihab, Othman, Pintu-Pintu Kesalehan, Jakarta: PT Mizan Publika, 2007, Cet. I.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009.

Sulaiman, Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t.

Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Aksara Baru, 1988, Cet. III.

Syakur, Masyhudi, Biografi Ulama Pengarang Kitab Salaf, Kediri: Baroza, 2008.

Syukur, Amin, Tasawuf Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993, Cet. 2.

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 2005.

Undang-Undang R.I Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bandung:

Citra Umbara, 2006.

Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bandung: Citra

Umbara, 2006.

Qayyum, Abdul, Surat-Surat Al-Ghazali, terj. Haidar Baqir, Bandung: Mizan,

1985, Cet. II.

Yamin, Martinus, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung

Persada Press, 2008.

http://digilib.uin-suka.ac.id/download.php?id=2009, diundo 16/05/2011.

http://en. wikipedia.org/wiki/Content analysis, diundo 26/04/2011.

Page 107: KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/104/jtptiain-gdl... · KONSEP GURU YANG IKHLAS MENURUT IMAM AL - GHAZALI DALAM KITAB IHYA’

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lisa Fathiyana

Tempat Tanggal Lahir : Brebes, 13 Maret 1988

Bangsa : Indonesia (WNI)

Agama : Islam

Alamat : Jl. KH. A. Badawi No.38 RT 2/II Ketanggungan

Kec. Ketanggungan Brebes 52263

Tempat Tinggal Sekarang : Jl. Tugurejo No. 9 RT 01/I Tugurejo Kec. Tugu

Semarang 50151

Menerangkan dengan sesungguhnya:

Pendidikan Formal :

1. SD Negeri Ketanggungan III, lulus tahun 2000

2. SLTP Negeri 1 Ketanggungan, lulus tahun 2003

3. SMA Negeri 1 Kersana, lulus tahun 2006

4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Non Formal:

1. Madrasah Diniyah Wushto Tarbiyatul Muta’allimin, lulus

tahun 2001

2. Pondok Pesantren Roudhotuth Tholibin Tugurejo

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Hormat saya,

Lisa Fathiyana

063111056