konsep kepribadian menurut al-ghazali dan …

91
KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN KONTRIBUSINYA DALAM PROSES KONSELING SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah Oleh HANA MUKAROMAH NIM: UB 150093 JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2019

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN

KONTRIBUSINYA DALAM PROSES KONSELING

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah

Oleh

HANA MUKAROMAH

NIM: UB 150093

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2019

Page 2: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …
Page 3: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …
Page 4: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …
Page 5: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

MOTTO

أَ

“Ketahuilah, di dalam jasad itu ada segumpal daging, Jika ia baik, baik pula

seluruh tubuh, tetapi jika buruk, buruk pula seluh tubuh. Ketahuilah, segumpal

daging itu adalah hati.”(HR.Bukhari dan Muslim) [HR.Bukhari No.2051 dan

Muslim No. 1599] 1

1 Abu Zur‟ah ath-Thaybi, Hadits Arbain Nawawi Matan dan Terjemah, Diterjemahkan

dari buku aslinya yang berjudul, Arba’in Nawawi, oleh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-

Nawawi ad-Dimasqi (Surabaya: Pustaka Syabab Surabaya, tt), 10.

Page 6: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat dan kasih sayangnya

disetiap hariku. Engkau adalah pendengar terbaik bagiku dan telah memberikan

yang terbaik untukkku.Tempatku bersandar ketika hatiku rapuh, dan yang selalu

kuharapkan limpahan cinta untukku.

Tidak mudah bagiku untuk sampai dititik ini, begitu banyak episode-episode yang

harus kulalui. Tapi kuyakin sesuatu yang terjadi padaku adalah jalan terbaik yang

telah dipilihkan oleh-Nya.

Kupersembahkan skripsi ini kepada Ibuku Marpuah dan Bapakku Miswandi.

Karena mereka telah memberikan kasih sayangnya dan berusaha memberikan

yang terbaik untukku, mendo‟akanku dan mencukupi segala kebutuhanku dengan

kerja keras tanpa lelah.

Kuucapkan terima kasih kepada Kakekku Mbah Hadi, Nenekku Mbah Suti Serta

Bibiku Sri Lestari S,Si yang telah menjadi orangtua kedua untukku. Terima

kasih telah mengisi masa kecilku, memberikan kasih sayang, pelajaran dan

perhatiannya untukku.

Selanjutnya kuucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuanganku yang

telah memberikan semangat hingga sampai pada tujuan perkuliahan ini.

Khususnya untuk BPI VIIIA yang telah bersama kurang lebih selama 4 tahun,

begitu banyak hal yang telah kita lalui. Terkhusus untuk sahabatku Sauqi Rahma

Putri, Eli Sukmawarni, Rizkha Armely, Suci Rosmaida dan teman lainnya

yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kerja samanya,

nasihatnya, tegurannya, semangatnya serta pelajaran-pelajaran hidup yang

kudapatkan dari kalian semua.

Page 7: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

ABSTRAK

Nama : Hana Mukaromah

Nim : UB 150 093

Judul : Konsep Kepribadian Menurut Al-Ghazali dan Kontribusinya dalam

Proses Konseling

Penelitian ini dilatarbelakangi karena tidak seharusnya fenomena perilaku

umat Islam dinilai dengan kacamata teori kepribadian barat yang sekuler, karena

keduanya memiliki frame yang berbeda dalam melihat realitas. Perilaku yang

sesuai dengan perintah agama seharusnya dinilai baik, dan apa yang dilarang oleh

agama seharusnya dinilai buruk. Hal inilah yang mendorong penulis untuk

menelusuri lebih dalam konsep kepribadian menurut al-Ghazali, karena dalam hal

ini al-Ghazali menjelaskan secara mendalam tentang hakikat manusia serta

komponen yang membentuk perilaku seorang manusia.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah (library research)

dengan menekankan pada sumber tertulis terutama karya Imam al-Ghazali “ihya‟

ulumuddin” serta buku-buku terjemahan yang menjelaskan isi buku ini secara

lebih gamblang. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan buku-buku

yang berkaitan dengan bahasan ini, dengan menerapkan metode analisis historis,

deskriptif dan isi.

Hasilnya penulis menemukan bahwa konsep kepribadian menurut al-

Ghazali ini berkontribusi dalam proses konseling. Dalam konseling, konselor

haruslah memiliki kualitas pribadi yang menunjang keberhasilan proses

konseling. Konsep ini dapat dipelajari dan dipahami konselor agar memiliki

kualitas pribadi yang baik. Konselor juga dapat mengetahui kejelasan-kejelasan

dirinya, jiwa apa yang mendominasinya dan hal-hal apa saja yang bisa

dilakukannya agar memiliki jiwa muthma‟innah. Dengan konsep ini konselor

dapat mengenal dirinya lebih dalam, dan ketika seorang konselor telah mengenal

dirinya maka konselor juga dapat mengajarkan hal ini kepada kliennya.

Page 8: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT,

karena atas berkat rahmat, hidayahnya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul

“Konsep Kepribadian Menurut Al-Ghazali dan Kontribusinya dalam Proses

Konseling”. Shalawat dan salam semoga tetap telimpah kepada junjungan Nabi

besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar dan

dapat dirasakan manifestasinya dalam wujud Imam, Islam dan amal nyata yang

shalih likulli zaman wa makan.

Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Prodi Bimbingan dan

Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik yang bersifat moril maupun

materi. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Samin Batubara, M.HI selaku Pembimbing I dan Bapak

Massuhartono,S,Pd.I.,MA.SI selaku Pembimbing II yang telah membantu dan

membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag selaku dosen pembimbing Akademik.

3. Bapak Sya‟roni, S.Ag.,M.Pd. selaku ketua prodi Bimbingan Penyuluhan Islam

(BPI) dan Ibu Neneng Hasanah, S.Ag., M.Pd. selaku sektetaris prodi

Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

4. Bapak Samsu S.Ag.,M.Pd.I.,Ph.D. selaku dekan Fakultas Dakwah UIN STS

Jambi.

5. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH.,M.Hum. selaku wakil Dekan Bidang

Akademik dan Kelembagaan Fakultas Dakwah UIN STR Jambi.

6. Bapak Dr. H. Hadri Hasan. MA selaku Rektor UIN STS Jambi.

7. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi MA. Ph.D. sebagai Wakil Rektor I Bidang

Akademik dan Pengembangan Pendidikan, Bapak Dr. H. Hidayat, M,Pd

sebagai Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, perencanaan dan

Keuangan, dan Ibu Dr. Hj. Fadillah M.Pd. Sebagai Wakil Rektor III Bidang

Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN STS Jambi.

8. Kepala Perpustakaan UIN STS Jambi Beserta Stafnya dan serta Kepala

Perpustakaan Daerah Jambi.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis.

10.Bapak dan Ibu karyawan/karyawati di lingkungan Fakultas Dakwah

Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

11.Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 Prodi Bimbingan Penyuluhan Islam

(BPI).

Page 9: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis

mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, semoga Allah SWT

membalasnya.

Page 10: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

NOTA DINAS .................................................................................................

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................

PENGESAHAN ..............................................................................................

MOTTO ..........................................................................................................

PERSEMBAHAN ...........................................................................................

ABSTRAK ......................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Permasalahan ..................................................................... 6

C. Batasan Masalah ................................................................ 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................... 7

E. Tinjauan Pustaka ............................................................... 8

F. Metode Penelitian .............................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ........................................................ 12

BAB II BIOGRAFI AL-GHAZALI

A. Riwayat Hidup .................................................................... 13

B. Kemasyhurannya ................................................................ 17

C. Perkembangan Pemikiran al-Ghazali ................................. 21

D. Hasil-Hasil Karyanya ......................................................... 24

BAB III KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI

A. Hakikat Manusia ................................................................ 27

B. Kedudukan Hati, Ruh, Akal dan Jiwa ................................ 29

C. Jiwa Manusia ...................................................................... 38

Page 11: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

D. Akhlak Baik ....................................................................... 46

BAB IV KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI

SERTA KONTRIBUSINYA DALAM PROSES KONSELING

A. Pengertian Konseling ......................................................... 49

B. Kualitas Pribadi Konselor .................................................. 53

C. Proses Konseling ................................................................ 59

D. Bentuk-Bentuk Kontribusi Konsep Kepribadian Menurut

al-Ghazali dalam Proses Konseling ................................... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 72

B. Saran ................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURICULUM VITAE

Page 12: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

TRANSLITERASI2

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

` Th

B Zh

T `a

Ts Gh

J F

Ch Q

Kh K

D L

Dz M

R N

Z W

S H

Sy ؍

Sh Y

Dh

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

2Tim Penyusun, PanduanPenulisanKaryaIlmiahMahasiswaFakultasUshuluddin IAIN STS

Jambi (Jambi :Fak.Ushuluddin Iain STS JAMBI, 2014),136-137.

Page 13: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

aa Aa

uu

C. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta’ marbutah ini ada dua macam:

1. Ta’ Marbutah yang mati atau mendapat harakatsukun, maka transliterasinya

adalah /h/.

contoh:

Arab Indonesia

Salaah

Mir‟ah

2. Ta’Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah,

maka transliterasinya adalah /t/.

Contoh:

Arab Indonesia

Wizaarat al-Tarbiyah

Mir‟at al-zaman

3. Ta’ Marbutah yang berharakat tanwin maka translaterasinya adalah /tan/tin/tun.

Contoh:

Arab Indonesia

Fajannatan

Page 14: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep tentang manusia sangat penting artinya di dalam sistem pemikiran

dan di dalam kerangka berfikir seorang pemikir. Konsep tentang manusia menjadi

penting karena ia termasuk bagian dari pandangan hidup. Karena itu, meskipun

manusia tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah dimengerti secara utuh,

keinginan untuk mengetahui hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti.

Lahirnya berbagai mazhab kepribadian dalam dunia psikologi modern

merupakan sebuah representasi dari upaya ilmiah manusia modern untuk

memahami kedirian manusia seutuhnya, disamping menunjukan pula keterbatasan

pengetahuan para teoritikus kepribadian barat dalam merumuskan struktur internal

manusia. Oleh karena kerangka keilmiahan yang menjadi basis penelusuran para

teoritikus kepribadian barat, maka merekapun mengalami keterbatasan dalam

proses analisis dan sintesis akan konsepsi kepribadian manusia secara

menyeluruh. Mereka mengalami banyak kesulitan dalam mengurai hal-hal yang

berada di luar rasionalitas manusia, yakni hal-hal yang berbau metafisik. Hal

tersebut tampak dalam tiga aliran mainstream psikologi modern; aliran

Psikoanalisa (Freud), aliran Behaviorisme (Skinner), dan aliran psikologi

Humanistik.3

Pentingnya arti konsep manusia di dalam sistem pemikiran dan kerangka

berfikir seorang pemikir, terutama sekali adalah karena hakikat manusia adalah

subjek yang mengetahui. Daya-daya yang dipunyai manusia mempunyai

efektivitas pada dirinya, dalam pandangan para filosof. Manusia mempunyai

kehendak yang bebas dan kemampuan dalam mewujudkan segala perbuatannya.4

Pembicaraan tentang manusia lebih sering menyangkut aspek tertentu saja dari

3 Septi Gumiandari, “Kepribadian Manusia Dalam Perspektif Psikologi Islam (Telaah

Kritis Atas Psikologi Kepribadian Modern)”, Holistik, Volume 12 Nomor 01, (2011), 267. 4 Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali (Jakarta: Rajawali, 1988), 1-3.

Page 15: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

2

manusia, seperti perbuatan-perbuatannya, tanpa dilihat koherensi dengan hakikat

manusia.5

Kepribadian secara harfiah dapat diartikan dengan tingkah laku, yaitu

tingkah laku individu yang menjadi ciri uniknya. Tingkah laku di sini diasumsikan

dari konsep manusia yang normal dan bukan yang sakit. Artinya, studi tentang

kepribadian adalah studi yang beranjak dari tingkah laku yang sehat dan bukan

sakit. Konsep ini diasumsikan dari pemahaman bahwa pada prinsipnya manusia

adalah makhluk yang fitri, suci dan baik.6

Para psikolog dalam melakukan interpretasi tes-tes psikologi terhadap klien

terkadang memerankan diri sebagai Tuhan melalui alat yang disebut dengan

instrumen atau alat tes tertentu, padahal ia hanya tahu kulit luarnya saja. Tes

kepribadian dalam konteks ini tidak akan mampu menunjukkan kepribadian yang

sesungguhnya.7

Al-Ghazali mengatakan bahwa manusia itu suci (fitrah). Hal ini ditujukan

dengan sabda Rasulullah:

“Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang bayi tidaklah

dilahirkan melainkan dalam kesucian (fitrah). Ke mudian kedua orangtuanyalah

yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi”.8

Konsep sentralnya manusia memiliki watak dasar baik dan buruk, yang

menentukan baik atau tidak adalah keadaan spiritualnya. Manusia dalam asal

fitrah dan bentuknya telah berkumpul padanya empat sifat, yakni hewan buas,

binatang, setan serta rabbani (ketuhanan). Pada saat marah sedang menguasainya,

maka dia pun melakukan perbuatan-perbuatan hewan buas, pada saat setan telah

menguasainya ia telah melakukan perbuatan-perbuatan binatang, serta akan

5 Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 9.

6 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2006), 38.

7 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 12.

8Elly Lathifah, Ringkasan Shahih Muslim, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul,

Mukhtashar Shahih Muslim, oleh M. Nashiruddin Al-Albani (Jakarta:Gema Insani Press, 2005),

938.

Page 16: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

3

memiliki kedua sifat ini.9 Jika kedua sifat ini tergabung di dalam dirinya dan

melahirkan kecintaan pada kejahatan, kesewenangan, penaklukan, penipuan maka

ia ada dalam kendali setan.10

Menurut al-Ghazali memandang manusia haruslah total, mulai dari struktur

eksistensinya, hakikatnya atau esensinya, pengetahuan dan perbuatannya, tujuan

hidupnya sehingga tampak jelas wujud manusia yang sebenarnya.11

Dalam

karyanya ihya’ ulumuddin, al-Ghazali menggunakan empat istilah dalam

membentuk tentang esensi manusia, yaitu: hati, ruh, jiwa dan akal.12

Al-Ghazali berpendapat bahwa hati (al-Qalb) adalah alam ketuhanan, ia

mengetahui apa yang tidak dapat dicapai pikiran dan memancarkan keimanan dan

keyakinan. Ruh merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani,13

ruh merupakan nyawa manusia. Prinsipnya baik dan bersifat keakhiratan.14

Jiwa

(Nafs) bermakna lathifah, Ia merupakan substansi manusia yang membedakannya

dari hewan lain. Kalau ia bersih dan dihiasi zikir kepada Allah Swt serta bersih

dari noda syahwat dan sifat-sifat tercela, ia disebut al-Nafs al-Muthma’innah (jiwa

yang tenang).15

. Akal (Aql) adalah sesuatu yang kauketahui, ilmu menjadi sifat

akal.16

Akal adalah ladang ilmu, berkat akal manusia bisa memahami ilmu-ilmu

9 Labib, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul,

Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali (Surabaya: Himmah Jaya Surabaya, 2004),

306. 10

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali (Bandung: Penerbit Mizan, 1997),

206. 11

Erit Aswadi, “Perbandingan Konsep Al-Ghazali dan Sigmund Freud Tentang

Kepribadian Manusia Ditinjau Dari Prespektif Konseling”, Skripsi (Yogyakarta: Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), 8. 12

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ ‘Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ ‘Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali (Jakarta: PT Serambi Semesta

Distribusi, 2017), 309. 13

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali, 195-196. 14

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 75. 15

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ ‘Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ ‘Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali, 312. 16

Ibid, 313.

Page 17: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

4

agama yang menghantarkan kepada qurb (berdekatan diri dengan ibadah) kepada

Allah.17

Al-Ghazali dijuluki sebagai seorang The Proof Of Islam (Hujjatul Islam),

The Ornament Of Faith (Zaini Al-Din), dan The Renewer Of Religion (Mujaddid)

karena di dalam dirinya terkumpul hampir semua jenis pemikiran dan berbagai

gerakan intelektual dan keagamaan yang berkembang pada masanya.18

Al-Ghazali

adalah orang yang sangat cerdas, berwawasan luas, kuat hapalannya,

berpandangan mendalam, menyelami makna, dan memiliki hujjah-hujjah yang

akurat.19

Beliau secara mendalam mengkaji empat disiplin ilmu yang

menunjukkan berbagai corak pemikirannya, yaitu ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu

kebatinan dan ilmu tasawuf. Al-Ghazali aktif menulis berbagai bidang ilmu

dengan susunan dan metode yang sangat bagus.

Fenomena perilaku yang menimpa umat Islam akhir-akhir ini tidak mungkin

dapat dianalisis dengan teori-teori psikologi kepribadian barat. Boleh jadi dalam

teori psikologi kepribadian barat perilaku tersebut merupakan patologis,

sementara dalam psikologi kepribadian Islam diyakini sebagai perilaku yang

mencerminkan aktualisasi diri atau realisasi diri.

Konsep atau teori kepribadian Islam harusnya segera tampil untuk menjadi

acuan normatif bagi umat Islam. Perilaku umat Islam tidak sepatutnya dinilai

dengan kacamata teori kepribadian barat yang sekuler, karena keduanya memiliki

frame yang berbeda dalam melihat realitas. Perilaku yang sesuai dengan perintah

agama seharusnya dinilai baik, dan apa yang dilarang oleh agama seharusnya

dinilai buruk. Agama memang menghormati tradisi (perilaku yang ma’ruf), tetapi

lebih mengutamakan tuntutan agama yang baik (khayr).20

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan dengan sempurna. Sehingga

ia mempunyai potensi untuk kembali kesempurnaannya, apabila ia mengalami

17

Ahmadie Thaha, Al-Ghazali Mencari Makrifah, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Manhaj al-Bahtsi’an al-Ma’rifah ‘inda al-Ghazali, oleh Victor Said Basir (Jakarta:

Pustaka Panji Mas Jakarta, 1990), 21. 18

Ahmad Ali Riyadi, Psikologi Sufi Al-Ghazali (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008), 7. 19

Irwan Kurniawan, Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi, Diterjemahkan dari buku aslinya

yang berjudul, Mukasyafah Al-Qulub: Al-Muqarrib Ila Hadhrah ‘Allam Al-Ghuyub Fi ‘Ilm At-

Tashawwuf, oleh Imam Al-Ghazali (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 12. 20

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 12.

Page 18: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

5

beberapa masalah dalam dirinya. Dengan kesempurnaannya, ia dibekali akal

untuk bertindak sesuai dengan kemampuan dan kondisi dirinya.21

Sebagaimana

termaktub dalam QS.Al-Isra‟, ayat 70:

“Dan sesungguhnya, kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan kami angkat

mereka di darat dan di laut, dan kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan

kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan

kelebihan yang sempurna”. (QS. Al-Isra: 17).22

Manusia mempunyai sifat berkeluh-kesah, rasa tidak berdaya. Keraguan

dalam bertindak, atau tergesa-gesa dalam bertindak. Semua itu akibat

ketidakmampuannya mengambil suatu keputusan. Ketidakmampuan mengambil

keputusan karena ia ketidakfahaman terhadap dirinya dan ketidakmengertian

terhadap lingkungan di sekitarnya.

Bagi mereka yang tersebut di atas akan timbul berbagai macam masalah.

Masalah ini akan menjadi masalah selama individu masih terus

mempermasalahkannya, tanpa ia berusaha untuk menyelesaikannya karena kita

ketahui bahwa dari masalah yang satu akan muncul masalah yang lainnya.

Sebagaimana diketahui bahwa setiap kali ada kesulitan atau kesalahan,

maka akan datang kemudahan dan perbaikan. Selama manusia itu mau berusaha

dan mencapai jalan dan cara untuk menyelesaikannya. Cara dan jalan untuk dapat

menyelesaikannya yaitu dengan konseling.

Hakikat konseling tidak akan terlepas dan sangat berhubungan dengan

hakikat manusia itu sendiri. Karena konseling marupakan suatu proses yang

membantu permasalahan yang dialami dan dirasakan manusia.23

Dalam proses

konseling, kepribadian seorang konselor sangat berperan. Dengan kepribadian

21

Abubakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling (Jakarta: Studia Press,

2006), 27. 22

Anonim,Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985) 23

Abubakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, 28-29.

Page 19: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

6

yang baik juga akan menjadikan hubungan konseling akan tercipta sangat

harmonis.24

Al-Ghazali mengajukan tentang konsep manusia yaitu al-Nafs, al-Qalb, al-

Ruh, dan al-Aql yang membentuk suatu kepribadian manusia. Dengan pendapat

yang dikemukakan oleh al-Ghazali dapat menjadi rujukan seorang konselor agar

konselor dapat memahami kepribadian dirinya, kepribadian klien berpatokan

dengan hakikat manusia seutuhnya, mewujudkan kepribadian baik dan tidak

melihat masalah klien dari kulit luarnya saja. Mengenal diri adalah kunci untuk

mengenal Tuhan, sesuai dengan hadits:

“Siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya,” 25

Ketahuilah, tidak ada yang lebih dekat kepadamu kecuali dirimu sendiri.

Jika kamu tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana bisa mengetahui segala

sesuatu yang lain.26

Diharapkan setelah melalui proses konseling seorang klien

bisa mengembangkan kepribadian muslim yang sempurna atau optimal (kaffah

dan insan kamil) sesuai dengan tujuan konseling Islam itu sendiri.27

Penulis dalam hal ini mengangkat pemikiran al-Ghazali dengan

mempertimbangkan bahwa pemikirannya dapat diterima oleh masyarakat Islam di

Indonesia. Keunikan pemikiran ini tidak dimiliki oleh tokoh-tokoh lain. Karena

itu penulis tertarik untuk menelisik lebih jauh tentang konsep kepribadian menurut

al-Ghazali dan kontribusinya dalam proses konseling.

B. Permasalahan

Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana

konsep kepribadian menurut al-Ghazali, agar seorang konselor memahami

24

Abubakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, 55. 25

Dedi Slamet Riyadi dan Fauzi Bahreisy, Fauzi. Kimiya’ Al-Sa’adah (Kimia Ruhani untuk

Kebahagiaan Abadi), Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, The Alchemy of

Happiness” dengan merujuk pada edisi bahasa Arab, “Kîmiyâ’ al-Sa‘âdah” oleh Imam Al-

Ghazali (Jakarta: Penerbit Zaman, tt), 9. 26

Haidar Bagir, Kimia Kebahagiaan, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, The

Alchemy of Happiness al-Ghazali, oleh Imam Al-Ghazali (Bandung: Penerbit Mizan, 1995), 9. 27

Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi)

(Jakarta Rajawali Pers 2014), 36.

Page 20: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

7

kepribadian dirinya, kepribadian klien untuk mewujudkan kepribadian baik

melalui proses konseling? Pokok masalah ini lebih jauh dapat dirumuskan dalam

beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana konsep kepribadian menurut al-Ghazali?

2. Bagaimana kontribusi konsep kepribadian al-Ghazali dalam proses konseling?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka penelitian ini di fokuskan

pada satu permasalahan. Dimana hal ini untuk menghindari objek bahasan yang

keluar dari koridor yang diharapkan. Oleh karena itulah dalam penelitian penulis

membatasi masalah yang akan dibahas hanya tentang bagaimana konsep

kepribadian menurut al-Ghazali dan kontribusinya dalam proses konseling.

Penelitian ini hanya berbicara tentang konsep kepribadian menurut al-

Ghazali dan bagaimana bentuk kontribusinya dalam proses konseling. Selain itu

penelitian ini dibatasi dalam konteks pemikiran al-Ghazali.

D. Tujuan dan Kegunaan penelitian

Penelitian ini secara umum diupayakan untuk mengetahuai konsep

kepribadian menurut al-Ghazali dan kontribusinya dalam proses konseling. sedang

secara khusus, penelitian ini diujukan untuk:

1. Mengetahui konsep kepribadikan menurut al-Ghazali.

2. Mengetahui bagaimana kontribusi konsep kepribadian menurut al-Ghazali

dalam proses konseling.

Lebih lanjut, penelitian ini juga diharapkan dapat mencapai kegunaan yang

bersifat teoritis dan juga praktis, yaitu:

1. Memberikan sumbangan yang berharga dalam memperkaya khazanah

keilmuan Islam tentang konsep kepribadian menurut al-Ghazali.

2. Menambah pengetahuan bagi penulis baik itu secara teori dan praktek dalam

penelitian.

Page 21: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

8

3. Menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN STS Jambi yang tengah

mengembangkan paradigma keilmuan yang berwawasan global dalam bentuk

Universitas Jambi.

4. Untuk melengkapi persyaratan guna untuk memperoleh gelar sarjana strata

satu (S1) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam UIN STS Jambi.

E. Tinjauan Pustaka

Al-Ghazali yang merupakan pemikir Islam ini secara mendalam telah

mengkaji empat disiplin ilmu yang menunjukkan corak pemikirannya, yaitu ilmu

kalam, ilmu filsafat, ilmu kebatinan dan ilmu tasawuf. Tidak heran jika banyak

sekali tulisan-tulisan yang merujuk pada pemikiran al-Ghazali.

Karya Muhammad Yasir Nasution yang berjudul Manusia Menurut al-

Ghazali, yang memaparkan tentang rumusan al-Ghazali tentang manusia sebagai

suatu realitas yang ada. Adapun masalah yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Hakikat dan struktur keberadaan manusia dalam pandangannya dan alasan

yang mendasari pandangan itu.

2. Potensi yang paling esensial di dalam struktur keberadaan manusia.

3. Kemampuan manusia untuk mengetahui dan mewujudkan perbuatannya

berdasarkan potensi yang dimilikinya.

4. Kesempurnaan manusia dan jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya.

5. Hubungan antar substansi material manusia (badan) dan substansi

immaterialnya (jiwa).28

Karya Imam al-Ghazali yang berjudul Mukhtashar Ihya Ulumuddin yang

diterjemahkan oleh Irwan Kurniawan dalam Mutiara Ihya Uhumuddin. Ini

merupakan kitab yang paling popular di antara kitab-kitab klasik-tradisional dan

menjadi rujukan utama bagi para penempuh jalan sufi. Ihya Ulumuddin atau Al-

Ihya merupakan kitab yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam

28

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 6.

Page 22: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

9

menyucikan jiwa yang membahas perihal penyakit jiwa, pengobatannya, dan

mendidik hati.29

Karya Erit Aswadi yang berjudul Perbandingan Prespektif al-Ghazali dan

Sigmund Freud Tentang Kepribadian Manusia Ditinjau dalam Prespektif

Konseling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep kepribadian

manusia menurut al-Ghazali dan Sigmund Freud, serta kontribusinya dalam

keilmuan konseling. Dalam pelaksanaan konseling, konsep al-Ghazali dan

Sigmund Freud penting untuk diketahui serta dipahami oleh seorang konselor.

Konsep ini adalah pengetahuan dasar bagi konselor.30

Karya Muhammad Shazlan Faidz Bin Roselan yang berjudul Konsep

Bimbingan Kepribadian Tazkiyah Al-Nafs dalam Perspektif al-Ghazali. Karya ini

mengkaji tentang nilai-nilai pembentukan karakter dan bimbingan kepribadian

dengan konsep Tazkiyah Al-Nafs karya al-Ghazali yang berisikan tentang

bimbingan, pengetahuan dan pelatihan.31

Karya Arianes yang berjudul Konsep al-Nafs dan al-Ruh Sebagai Media

Pembinaan Akhlak al-Ghazali. Penelitain ini dilatar belakangi oleh sering

terjadinya gangguan-gangguan dalam kehidupan masyarakat, hal ini tidak jarang

muncul dari perbuatan-perbuatan manusia. Dalam karya ini penulis ingin

mengemukakan konsep al-Nafs dan al-Ruh sebagai media pembinaan akhlak.

Hasilnya penulis menemukan bahwa untuk mengurangi dan mengatasi antar

gejolak pada media pembinaan akhlak ini terdapat hubungan antar pembinaan

akhlak terahadap konsep al-Nafs dan al-Ruh menurut al-Ghazali. Sebab, di dalam

konsep tersebut diajukan untuk mendekati diri kepada Allah melalui mujahad,

riyhadat al-Nafs, dan tahzib al-akhlak.32

29

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali, 5. 30

Erit Aswadi, “Prespektif al-Ghazali dan Sigmund Freud Tentang Kepribadian Manusia

Ditinjau dalam Prespektif Konseling”, Skripsi (yogyakarta: universitas islam negeri sunan kalijaga

yogyakarta, 2012) 31

Muhammad Shazlan Faidz Bin Roselan, “Konsep Bimbingan Kepribadian Tazkiyah Al-

Nafs dalam Perspektif al-Ghazali”, Skripsi (Jambi: UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2018) 32

Arianes, “Konsep al-nafs dan al-ruh Sebagai Media Pembinaan Akhlak al-Ghazali”,

skripsi (Jambi: IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2014).

Page 23: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

10

Sebagai mana terlihat dari studi relevan ini bahwa belum ada diantara kajian

ini yang membahas tentang Konsep Kepribadian Menurut al-Ghazali dalam

Prespektif Konseling. Artinya, karya penulis tidaklah sama dengan karya di atas,

penulis menyoroti konsep kepribadian menurut al-Ghazali saja dan bagaimana

kontribusinya dalam proses konseling. Dengan demikian penelitian penulis adalah

berbeda dan dapat ditinjau lebih jauh.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitain ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu

serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka.33

Menurut Abdul Rahman Sholeh, penelitian kepustakaan ialah penelitian

yang menggunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan

memanfaatkan fasilitas yang ada di perpustakaan.34

Penelitian kepustakaan

mengandalkan data-datanya hampir sepenuhnya dari perpustakaan sehingga

penelitian ini lebih populer dikenal dengan penelitian kualitatif deskriptif

kepustakaan atau penelitian bibliografis dan ada juga yang mengistilahkan dengan

penelitian non reaktif, karena ia sepenuhnya mengandalkan data-data yang

bersifat teoritis dan dokumentasi yang ada di perpustakaan.35

2. Sumber dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena itu sumber data dalam

penelitian ini bersumber dari perpustakaan, seperti buku-buku yang ada

relevansinya dengan penelitian ini, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah, jurnal

ataupun skripsi.

Jenis data digunakan dalam penelitian ini dapat peneliti klasifikasikan dalam

dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder merupakan data

yang secara langsung memiliki keterkaitan dan hubungan langsung dengan topik

33

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 31. 34

Abdul Rahman Sholeh, Pendidikan Agama dan Pengembangan untuk Bangsa (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2005), 63. 35

Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Jakarta: Referensi, 2013), 6.

Page 24: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

11

bahasan penelitian. Adapun sumber sekunder merupakan karya yang memiliki

keterkaitan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.

a. Data primer

Penyuguhan data primer penulis menggunakan karya-karya al-Ghazali,

salah satunya yaitu Mutiara Ihya‟ Ulumuddin terjemahan Irwan Kurniawan dan

Ihya‟ Ulumiddin Jiwa Agama terjemahan Ismail Yakub cetakan Kuala Lumpur,

kimiya’ al-sa’adah terjemahan Dedi Slamet Riyadi dan Fauzi Bahreisy.

b. Data sekunder

Adapun sumber data sekunder penulis menggunakan yang berkaitan dengan

bahasan, seperti Manhaj al-Bahtsi’an al-Ma’rifah ‘Inda al-Ghazali (al-Ghazali

mencari makrifah) terjemahan Ahmadie Thaha, Tahdzib Al-Akhlaq Wa Mu’alajat

Amradh Al-Qulub (mengobati penyakit hati membentuk akhlak mulia) terjemahan

Muhammad Al-Baqir, Manusia Menurut al-Ghazali Karya Muhammad Yasir

Nasution, Kepribadian dalam Psikologi Islam karya Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa

Psikologi Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, dan buku tentang konseling.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Menela‟ah buku yang berkaitan dengan konsep kepribadian karya al-Ghazali.

b. Memisahkan antara data primer dan sekunder.

c. Menela‟ah buku-buku tokoh yang ada relevansinya dengan masalah yang

diteliti dengan merujuk kepada referensi yang tersedia dilingkungan akademik

UIN STS Jambi.

4. Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, maka diadakan analisis data-data. Oleh karena

itu, penulis menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis sebagai

berikut:

a. Analisis historis adalah menjelaskan tentang sejarah masa lampau. Dalam hal

ini penulis menganalisis sejarah yang berkaitan dengan riwayat hidup al-

Ghazali dan pemikirannya.

Page 25: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

12

b. Analisis deskriptif adalah menjelaskan apa adanya dengan mengutip dan

menyalin beberapa pemikiran al-Ghazali dan para tokoh yang menelaah

pemikiran al-Ghazali, Kemudian memaparkan permasalahan yang lebih

konkrit.

c. Analisis isi adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi

suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media masa.

G. Sistematika Penelitian

Untuk mensistematisasikan penelitian dan menjawab pertanyaan dalam

penelitian ini, maka penelitian merujuk pada tekhnik penelitian yang disepakati

pada fakultas dakwah UIN STS Jambi. Penelitian ini akan dibagi dalam beberapa

bab.

Bab I membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan, batasan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,

serta sistematika penelitian.

Bab II membahas tentang riwayat hidup al-Ghazali, kemasyhurannya,

perkembangan pemikiran al-Ghazali, karya-karya al-Ghazali. Bab ini diarahkan

untuk melihat latar belakang kehidupan dan pemikiran al-Ghazali.

Bab III membahas tentang hakikat manusia, kedudukan hati, ruh, akal dan

jiwa, jiwa manusia menurut al-Ghazali serta mengetahui akhlak baik.

Bab IV merupakan bahasan inti, yang diuraikan untuk menjelaskan tentang

konseling dan bagaimana kontribusi konsep kepribadian menurut al-Ghazali

dalam proses konseling.

Bab V, merupakan penutup penelitian, berisikan bahasan tentang

kesimpulan akhir penelitian, saran-saran, yang akan mengakhiri penelitian.

Page 26: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

13

BAB II

BIOGRAFI AL-GHAZALI

Bab ini akan membahas tentang riwayat hidup al-Ghazali, yang akan

mengulas perjalanan hidup al-Ghazali hingga akhir hayatnya. Kemudian akan

membahas kemasyurannya untuk mengetahui pihak yang pro dan yang kontra

terhadap pemikirannya. Selanjutnya perkembangan pemikiran al-Ghazali, dan

yang terakhir akan menyebutkan karya yang dihasilkan dari pemikirannya.

A. Riwayat Hidup

Al-Ghazali dengan nama Zainuddin, Hujjatul Islam Abu Hamid,

Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali Ath-Thusi An-Nasysaburi, Al-Faqih Ash-

Shufi, Asy-Syafi‟i, Al-Asy-Ari.36

Terkenal dengan nama Muhammad bin Ahmad

al-Ghazali mendapat gelar imam besar Abu Hamid al-Ghazali Hujjatul Islam. Al-

Ghazali berasal dari kata Ghazalah nama kampung al-Ghazali dilahirkan, adapun

pendapat lain al-Ghazali berasal dari kata Ghazzal al-Shuf berarti pemintal

benang wool, profesi ayah al-Ghazali.37

Dilahirkan di suatu kampung bernama

Ghazalah, Thusia, suatu kota di Khurasan, Persia pada tahun 450 H/ 1058 M. Ia

keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja Saljuk yang

memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwaz.

Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri bertenun kain

bulu. Di samping itu ayahnya selalu mengunjungi rumah alim ulama, memetik

ilmu pengetahuan, berbuat jasa dan memberi bantuan kepada mereka. Apabila

mendengar urain alim ulama itu maka ayah al-Ghazali menangis tersedu-sedu

seraya bermohon kepada Allah Swt. Kiranya dia dianugerahi seorang putera yang

pandai dan berilmu.38

Akan tetapi belum sempat menyaksikan (menikmati)

36

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Al-Ghazali, 9. 37

Ahmadie Thaha, Al-Ghazali Mencari Makrifah, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali oleh Victor Said Basil, 7. 38

Ismail Yakub, Ihya’ Ulumiddin Jiwa Agama Jilid 1, Diterjemahkan dari buku aslinya

yang berjudul, Ihya’Ulumiddin, oleh Imam Al-Ghazali , 24.

Page 27: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

14

jawaban Allah (karunia) atas doanya, ia meninggal dunia pada saat putra

idamannya masih usia anak-anak.

Sejarah sendiri tidak memberikan keterangan dan takdir telah membuat ibu

al-Ghazali tidak dikenal masa. Akan tetapi sang ibu menyaksikan apa yang tidak

disaksikan oleh suaminya ketika anaknya menjadi matahari dunia yang terbit di

ufuk kejayaan dan keagungannya, serta sang anak kala itu menduduki posisi yang

terhormat di bidang ilmu pengetahuan.39

Sebelum meninggal dunia, ayah al-Ghazali pernah menitipkan kedua

anaknya (seorang di antara adalah Muhammad, yang kemudian dijuluki al-

Ghazali), kepada seorang sufi (sahabat karibnya) sambil mengungkap kalimatnya

bernada menyesal: “[N]asib saya sangat malang, karena tidak mempunyai ilmu

pengetahuan, saya ingin supaya kemalangan saya dapat ditebus oleh kedua anak-

anakku ini, peliharalah mereka dan pergunakanlah sampai habis harta warisan

yang aku tinggalkan ini untuk mengajar mereka”.

Kasih sayang ibu menjadi modal utama pendorong moral bagi mereka untuk

belajar terus. Setelah harta peninggalan ayahnya habis terpakai, tidaklah mungkin

bagi sang sufi untuk memberi nafkah kepada mereka berdua, sang sufi pun

berkata:

“[K]etahuilah bahwa saya telah membelanjakan bagi kalian, seluruh harta

peninggalan ayahmu. Saya seorang miskin dan bersahaya dalam hidupku. Saya

kira hal yang terbaik yang dapat kalian lakukan ialah masuk ke dalam sebuah

madrasah sebagai murid. Dengan jalan ini kalian akan mendapatkan gambaran

untuk kelangsungan hidupmu”.

Kedua anak tersebut berlaku demikian dan ini menjadi sebab dari

kebahagiaan dan tercapainay cita-cita luhur mereka.40

Pada masa kecilnya al-

Ghazali mempelajari ilmu fiqih di negerinya sendiri pada Syekh Ahmad Bin

Muhammad Ar-Razikani41

dan mempelajari ilmu tasawuf kepada yusuf An-Nasaj,

sampai pada usia 20 tahun. Kemudian al-Ghazali memasuki sekolah tinggi

39

Sulaiman Dunya, Al Haqiqat Pandangan Hidup Imam Al-Ghazali (Surabaya: Pustaka

Hikmah Perdana, 2002), 38. 40

Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 7-8. 41

Ismail Yakub, Ihya’ Ulumiddin Jiwa Agama Jilid 1, Diterjemahkan dari buku aslinya

yang berjudul, Ihya’Ulumiddin, oleh Imam Al-Ghazali , 24.

Page 28: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

15

Nidhamiyah, dan di sinilah ia bertemu dengan Imam Haramain. Prof. Dr. Abu

Bakar Aceh mengisahkan sebagai berikut:

[A]l-Ghazali mempelajari ilmu fiqih, mantiq, dan ushul, dan dipelajarinya

antara lain: filsafat dari risalah-risalah Ihwanus Shofa karangan Al-Farabi, Ibnu

Maska Waih. Sehingga dengan melalui ajaran-ajaran ahli filsafat itu, al-

Ghazali dapat menyelami paham-paham Aristoteles dan pemikir Yunani yang

lain. Juga ajaran-ajaran Imam Syafi‟i, Harmalah, Jambad, Al-Muhasidi dan

lain-lain, bukan tidak berbekas pada pendidikan al-Ghazali. Begitu juga Imam

Abu Ali Al-Faramzi, bekas murid Al-Qusyairi yang terkenal dan sahabat As-

Subkhi, besar jasanya dalam mengajar ilmu tasawuf pada al-Ghazali. Ia

mempelajari juga agama-agama lain seperti agama Masehi.

Al-Ghazali sanggup bertukar pikiran dengan segala aliran dan agama, serta

menulis beberapa buku di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, sehingga

keahliannya itu diakui dapat mengimbangi gurunya yang sangat dihormatinya itu.

Dalam usianya yang baru mencapai 28 tahun, al-Ghazali telah menggemparkan

kaum sarjana dan ulama dengan kecakapannya yang luar biasa. Di Naishabur ia

telah menghidupkan paham skeptisme yang dianut oleh para sarajan Eropa pada

masa berikutnya.42

Al-Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang yang cinta ilmu

pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa

kesulitan. Al-Ghazali hidup dimasa kacau dan situasi genting, pertentangan antar

golongan semakin menjadi-jadi dan gerakan Bathini (kebatinan) semakin leluasa.

Sementara itu golongan Syi’ah telah menguasai kota Baghdad yang dipimpin

Thaghr Al-Baughd. Perdana menteri Nidzam al-Mulk mendirikan beberapa

lembaga pendidikan. Terbesar diantaranya Universitas Nidhamiyah. Nidzam al-

Mulk berusaha menyeberluaskan ilmu-ilmu agama dan filsafat.43

Kemudian pada

tahun 483 H/ 1090 M, di angkat menjadi guru besar di Universitas Nidhamiyah

Baghdad, tugas dan tanggung jawabnya itu ia laksanakan dengan sangat baik.

Selama di Baghdad. selain mengajar, ia juga mengadakan bantahan-batahan

terhadap pikiran-pikiran golongan batiniyah, ismailiyah, filsafat, dan lain-lainnya.

42

Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 8. 43

Ahmadie Thaha, al-Ghazali Mencari Makrifah, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali oleh Victor Said Basil, 1.

Page 29: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

16

Para mahasiswa sangat gemar dengan kuliah-kuliah yang disampaikan al-

Ghazali karena begitu dalam dan luas ilmu pengetahuan yang ia miliki. Para

mahasiswa dan sarjana yang tidak kurang jumlahnya dari 300 sampai 500 orang

seringkali terpukau pada kuliah-kuliah yang disampaikan. Bahkan para ulama dan

masyarakat pun mengikuti perkembangan pikiran dan pandangannya, sehingga

tidak heran jika ia menjadi sangat masyhur dan popular dalam waktu yang relatif

tidak lama.

Al-Ghazali telah menelan seluruh paham, aliran dan ajaran-ajaran firqah,

thaifah, dan filsafat. Kesemuanya itu menimbulkan pergolakan dalam otaknya

sendiri, karena tidak ada yang memberikan kepuasan batinnya, sehingga ia ragu

kepada kesanggupan akal untuk mendekatkan diri kepada Allah, apalagi untuk

mengetahui hakikatnya.44

Naiklah derajatnya di kalangan para penguasa, para menteri, tokoh-tokoh

masyarakat, dan para pemegang kendali kekhalifahan saat di Bagdad. Kemudian

di sisi lain, keadaannya terbalik. Maka ia meninggalkan Bagdad, meninggalkan

semua kedudukannya, dan menyibukkan dirinya dengan ketakwaan. Pada tahun

489 H ia pergi ke Damaskus dan tinggal di situ selama beberapa waktu.

Kemudian, dari Damaskus ia pergi ke Bait Al-Maqdis, dan mulai menulis

bukunya, Al-Ihya. Ia mulai berjihad melawan nafsu, mengubah akhlak,

memperbaiki watak, dan menempa hidupnya45

. Setelah itu bergeraklah hatinya

untuk menunaikan ibadah haji, dan kemudian ia pulang ke Negara kelahiranya.

Al-Ghazali di samping rumahnya mendirikan madrasah untuk para fukaha

dan kamar-kamar untuk para sufi. Ia membagi waktunya untuk mengkhatamkan

al-Qur‟an, berdiskusi dengan ulama lain, mengkaji ilmu, sambil terus

melaksanakan salat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya hingga kembali ke

rahmatullah. Ia wafat di Thus pada hari senin tanggal 14 Jumadil akhir 505 H/ 19

Desember 1111 M, pada umur 55 tahun.

Abu Al-Faraj Al-Jawzi dalam kitabnya, Ats-Tsabat ‘Inda Al-Mamat,

mengatakan bahwa Ahmad, adik Imam al-Ghazali berkata:

44

Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 9. 45

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali, 10.

Page 30: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

17

[P]ada hari Senin subuh, kakaku, Abu Hamid, berwudhu dan salat, lalu

berkata, „ambilkan untukku kain kafan.‟ Ia mengambilnya dan menciumnya,

lalu melakukannya di atas kedua matanya. Ia berkata, „aku mendengar dan aku

taat untuk menemui al-Malik.‟ Kemudian, ia menjulurkan kakinya dan

menghadap kiblat. Tak lama, ia meninggal dunia menjelang matahari

terbenam”.46

Al-Ghazali meninggalkan 3 orang anak perempuan sedang anak laki-lakinya

yang bernama Hamid yang telah meninggal dunia semenjak kecil sebelum

wafatnya al-Ghazali, karena anak inilah, ia digelarkan “Abu Hamid” (bapak si

Hamid).47

B. Kemasyhurannya

Sesuatu yang wajar dan menjadi kebiasaan umat manusia sepanjang sejarah,

bahwa seorang pemikir yang kontroversial adalah dikutuk dan dipuji. Demikian

pula al-Ghazali, ia adalah seorang tokoh dan pemikir dalam berbagai disiplin

(universalist) yang terkenal sepanjang masa, banyak kawan yang sepaham dan

banyak pula lawan yang menentang, diagungkan dan dicaci maki, dibela dan

dibenci.

Mereka yang menyanjung setinggi langit memberikan komentar; tanpa

kehadirannya, ilmu-ilmu agama, akhlak dan tasawuf pada abad belakang ini telah

lama pudar cahayanya. Oleh karena itu al-Ghazali biasa dipanggil dengan

beberapa nama julukan, di antaranya: Hujjatul Islam, bapak ahli tasawuf, pembela

ahli sunnah Wal jama‟ah dan pemelihara tauhid pemusnah syirik.48

Dr. Zwemmer, mustasyrid (orientalis) Inggris yang cukup berpengaruh

pernah menempatkan al-Ghazali sebagai salah satu dari empat orang pilihan pihak

Islam dari zaman Rasulullah Saw, sampai zaman kita sekarang ini, yakni:

pertama Muhammad sendiri, kedua al-Bukhari, ketiga al-Asy-Ari dan keempat al-

Ghazali. Demikian itu masih banyak para sarjana, ulama maupun pengikutnya

46

Mahfudli Sahli, Dibalik Ketajaman Mata Hati, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukasyafatul Qulub, oleh Imam Al-Ghazali (Jakarta: Pustaka Amani, 1997), 13. 47

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 10. 48

Ibid, 11.

Page 31: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

18

yang berlebih-lebihan dalam memujanya, sehingga hanya ditampilkan kebaikan,

kebesaran dan kelebihannya saja dengan cara yang melampaui batas kewajaran.

Sebaliknya, mereka yang amat tajam mengkritik al-Ghazali mengatakan:

“[D]osa besar, kemunduran umat Islam dalam bidang duniawi dan ilmu filsafat

adalah atas tanggung jawab beliau, karena menganjurkan hidup secara sufi dan

zuhud serta uslah”. Oleh karena itu, al-Ghazali dikecam dengan kata-kata yang

tajam dan pedas, seumpama: Ghazali musuh dan musuh ahli pikir, pengebiri

kemerdekaan bepikir yang berani, dari zaman Ghazali-lah bertolak kemunduran

Islam, al-Ghazali anti ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu alam, ilmu kimia,

matematika dan filsafat, karena semuanya menurut pendapat al-Ghazali menjurus

ke arah anti Tuhan atau atheisme.

Tidak sedikit pula ulama-ulama besar yang juga memberi kecaman yang

tajam terhadap al-Ghazali dari berbagai segi, antara lain: Ibnu Rusyd (filosof

sekaligus ulama) menghantamnya habis-habisan di lapangan ilmu filsafat, karena

bukunya Tahafut Al Falasifah, Ibnu Taimiyah (ulama salaf) mengupas

pendiriannya di lapangan ilmu tasawuf dan dianggapnya sangat menyesatkan,

Ibnu Qoyyim (pakar fiqh Islam) menyalahkannya di lapangan ilmu-ilmu hukum,

karena fatwa-fatwanya yang banyak menolak dan berlawanan dengan Syari‟at.49

Pertentangan al-Ghazali dan filosof-filosof Islam adalah pertentangan

penafsiran teolog dan penafsiran filosof. Penafsiran yang diberikan filosof-filosof

Islam tentang beberapa soal keagamaan berbeda dengan yang diberikan al-

Ghazali, penafsiran filosof Islam lebih liberal dari penafsiran al-Ghazali yang

menganut Asy‟ariyah.

Simposium tentang al-Ghazali yang diselenggarakan oleh BKSPTIS (Badan

Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta) di Jakarta, tanggal 26 Januari 1985,

telah menjawab kecaman-kecaman dan sebagai kritik-kritik tersebut, antara lain:

Prof. Dr. Harun Nasution berkesimpulan: maka sebab tidak berkembangnya

pemikiran filsafat di dunia Islam sunni sesudah jatuhnya Baghdad pada

pertengahan abad XIII, tidaklah bisa diletakkan pada serangan al-Ghazali terhadap

pemikiran para filosof sebagai terkandung dalam Tahafut Al Falasifah itu.

49

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 12.

Page 32: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

19

Dr. Ahmad Syafi‟i Ma‟arif pada kesempatan itu juga menyatakan: al-

Ghazali bukanlah tokoh yang menyebarkan benih anti intelektualisme, sebab ia

hanyalah menyerang dengan tuntas aspek metafisik dari filsafat Al-Farabi dan

Ibnu Sina, terutama diserangnya dari aspek metafisik ini. Ia tidak pernah

menantang logika atau penggunaan penalaran, yang ia tentang adalah klaim akal

untuk mengetahui seluruh kebenaran.50

Terlepas dari itu semuanya, baik kawan maupun lawan, yang pro maupun

yang kontra, yang memuji atau yang mencaci, al-Ghazali tetap memiliki sosok

kepribadian yang mulia, penuh kharismatik, kehidupan yang shaleh, ketakwaan

yang tinggi dan jasanya yang besar. Banyak orang besar dalam sejarah, tetapi ia

besar hanyalah dalam (satu spesialisasi) bidangnya, sedangkan bidang lainnya dia

tidak tahu sama sekali. Al-Ghazali tidaklah demikian halnya, ia memiliki keahlian

dan kepandaian, otoritasnya pada disiplin ilmu sangat representatif dalam segala

bidang, ketenarannya sempat menerobos dunia musyik hingga maghrib.

Syekh Musthofa Al-Maraghi mengakui al-Ghazali ahli di dalam berbagai

lapangan pengetahuan, yaitu ahli ilmu ushul yang mahir, ahli fiqih yang

berpikiran merdeka, ahli teologi yang menjadi iman ahli sunnah, ahli sosiologi

yang luas pengetahuannya tentang masyarakat, ahli psikologi yang luas

pandangannya tentang rahasia jiwa manusia, ahli filsafat yang berani

membongkar segala kesalahan filsafat, ahli pendidikan yang ulung, dan seorang

sufi yang sangat zuhud. Bahkan, kalangan ilmuan Barat sekarang, masih tetap

mengakui jasa dari al-Ghazali beserta pemikir-pemikir muslim lainnya dalam

peranannya terhadap peradaban Barat. Oleh karena itu al-Ghazali sering diberi

gelar Mujaddin atau pembaru sekaligus pembangun Agama.51

Menurut pengkajian Abul A‟la Al-Maududi, ada delapan segi amaliah

pembaruan yang dilakukan al-Ghazali pada masa hidupnya yaitu:

1. Pengkajian filsafat Yunani dengan cara yang mendalam dan teliti lalu

mengemukakan kritik yang tajam, yang kemudian dimasukkannya ke dalam

hati dan jiwa kaum muslim.

50

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 13. 51

Ibid, 14.

Page 33: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

20

2. Meluruskan kekeliruan yang terjadi akibat upaya perbaikan yang dilakukan

oleh ulama mutakallimin yang kurang menguasai logika.

3. Menjelaskan akidah-akidah Islam dan prinsip-prinsip melalui logika yang tidak

bertentangan dengan filsafat dan ilmu logika yang berkembang saat itu. Al-

Ghazali juga berusaha menjelaskan berbagai hikmah dan rahasia syari‟at dan

ibadat dalam rangka meluruskan pendapat masyarakat, yang selama ini

diracuni suatu keyakinan bahwa agama mereka sudah tidak sesuai lagi dengan

akal.

4. Menentukan semua aliran keagamaan yang ada pada masanya, serta berusaha

mempertemukan segi-segi perbedaan mereka

5. Memperbarui pemahaman keagamaan umat dan menyatakan ketidakbergunaan

keimanan seseorang yang tidak disertai dengan komitmen batin, mengikis

habis taklid buta di kalangan mereka dan berusaha mendorong umat agama

agar kembali kepada al-Qur‟an dan Sunnah yang bersih serta menghidupkan

kembali semangat ijtihad.

6. Melakukan kritik terhadap sistem pendidikan dan pengajaran yang telah usang,

menggantikannya sistem baru. Dalam sistem pendidikan dan pengajaran lama

itu terdapat dua kelemahan; pertama, polarisasi ilmu agama dan ilmu umum

yang tidak mustahil akan menyebabkan umat akan menerapkan sekularisasi,

pandangan dikotomi semacam ini, menurut al-Ghazali jelas amat keliru.

Kedua, masuknya berbagai hal yang di atas memiliki syari‟at yang pada

hakikatnya tidak memiliki kaitan apa pun dengan syari‟at, yang bisa

mengakibatkan munculnya pemahaman keagamaan dalam masyarakat yang

menjurus pada kesesatan.

7. Mengkaji moral umat dengan pengkajian yang mendalam, al-Ghazali memang

memiliki kesempatan yang amat luas untuk mengungkapkan kehidupan para

ulama, tokoh-tokoh agama, umara, pangeran-pangeran dan orang awam.52

Gelar hujjatul Islam dari dunia Islam kapada al-Ghazali, dapat diartikan

bahwa umat Islam umumnya mengakui bahwa amal dan ilmu al-Ghazali selama

52

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 15-16.

Page 34: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

21

hidupnya merupakan suatu hujjah, pembelaan yang berhasil menentang anasir

luar yang membahayakan kepercayaan umat Islam.

Melalui pengetahuan mistiknya yang mendalam ia berhasil mengawinkan

prinsip-prinsip filsafat dan mistik ke dalam sistem teologinya. Atau barangkali di

sinilah letak kebesaran dan kemasyhuran al-Ghazali, yakni dalam mencari suatu

sintesa yang mantap antara unsur-unsur yang bertentangan dalam khazanah

intelektual skolastik Islam. Segala sesuatu apabila telah mencapai kesempurnaan

dan kebesarannya, maka tampaknyalah ia di mana kekurangannya. Abul A‟la Al-

Maududi mengoreksi gerakan pembaruan yang dilakukan al-Ghazali dari segi

pandangan ilmiah memiliki tiga kelemahan utama: pertama, kelemahan beliau

dalam segi pemahaman ilmu hadits (segi selektifitas pemakain hadits). Kedua,

kuatnya pengaruh logika dalam dirinya. Ketiga, terlihat terlalu dalam amaliah

yang mengarah pada tasawuf.53

C. Perkembangan Pemikiran al-Ghazali

Sejarah hidup al-Ghazali yang menarik perhatian adalah kedahagaan

terhadap segala pengetahun serta keinginannya untuk mencapai keyakinan dan

mencapai hakikat kebenaran segala sesuatu yang tidak pernah puas. Pengalaman

pengembangan intelektual dan spiritualnya berpindah-pindah dari ilmu kalam ke

filsafat, kemudian ke dunia batiniah dan akhirnya membawanya kepada tasawuf.

Inilah sebabnya untuk memahami kejelasan pola pemikiran dan corak hidupnya,

sering mengalami kesulitan sebagaimana dinyatakan A. Hanafi, M.A: oleh karena

itu pikiran-pikiran al-Ghazali telah mengalami perkembangan semasa hidupnya

dan penuh keguncangan batin sehingga sukar diketahui kejelasan corak

pemikirannya, seperti terlihat dari sikapnya terhadap filosof-filosof dan terhadap

aliran-aliran akidah pada masanya.

Kontradiksi pikiran al-Ghazali juga sangat di pengaruhi oleh perkembangan

pikirannya, seperti yang dikatakan oleh Dr. Zaki Mubarak, yaitu: perbedaan

tersebut disebabkan perkembangan pikiran al-Ghazali mulai dari seorang murid

biasa, kemudian menjadi murid yang cemerlang namanya, meningkat menjadi

53

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 17.

Page 35: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

22

guru, bahkan guru yang benar-benar kenamaan. Akhirnya menjadi kritikus kuat,

menguasai dan menyingkap bermacam-macam pendapat, kemudian menjadi

pengarang besar yang membanjiri dunia dengan pembahasan-pembahasan dan

buku-bukunya.

Al-Ghazali hidup ketika pemikiran di dunia Islam berada pada tingkat

perkembangannya yang tinggi. Pemikiran-pemikiran tidak berhenti sebagai hasil

olah-budi individual, tetapi berkembang menjadi aliran-aliran dengan metode dan

sistemnya masing-masing. Pemikir yang sezaman dengan al-Ghazali,

menggambarkan betapa banyaknya aliran pemikiran di dunia Islam pada waktu

itu. Setiap aliran, menurut al-Ghazali mengklaim kebenaran pada dirinya, yang

dengan sendirinya menempatkan aliran yang lain pada kedudukan yang tidak

benar.54

Al-Ghazali menggolong-golongkannya berdasarkan cara masing-masing

menemukan kesimpulan (kebenaran). Berdasarkan ini, menurutnya ada empat

aliran yang popular pada masanya, yaitu: mutakallimun, para filosof, al-ta’lim,

dan para sufi. Dua yang pertama dalam usaha mencapai kebenaran, menggunakan

akal, walaupun antara keduanya terdapat perbedaan yang besar dalam prinsip

penggunaan akal itu; golongan yang ketiga menekankan orientasi imam; dan yang

terakhir menggunakan al-dzawq (intuisi).55

Al-Ghazali memperhatikan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya, ia

merasa bahwa pengetahuan-pengetahuan itu tidak mencapai tingkat kebenaran

dan keyakinan, kecuali (mungkin) yang tergolong al-hissiyyat (yang diperoleh

melalui indera) dan al-dharurriyah (yang bersifat a priority dan aksiomatis).

Sebab, kedua jenis pengetahuan ini tidak berasal dari orang lain, tetapi berasal

dari diri subjek sendiri.56

Al-Ghazali menguji pengetahuan inderawi dan melihat bahwa pengetahuan

itu tidak terlepas dari kemungkinan tersalah. Akal, ternyata dapat membuktikan

kesalahan-kesalahan inderawi. Bayangan-bayangan benda yang dalam pandangan

mata, diam, ternyata dengan pengamatan dan eksperimen, akal menyimpulkan

bahwa bayangan-bayangan itu bergerak. Dengan demikian, kepercayaan al-

54

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 17-18. 55

Ibid, 19. 56

Ibid, 33.

Page 36: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

23

Ghazali kepada pengetahuan inderawi hilang. Kepercayaan selanjutnya tertumpu

pada pengetahuan yang diperoleh melalui akal, seperti pengetahuan aksiomatis

yang bersifat a priori sebab, akal telah berhasil memperlihatkan kelemahan

indera.

Kepercayaan terhadap akal goncang kembali ketika ia memikirkan apa dasar

yang membuat akal dipercaya. Kalau ada dasar yang membuat akal percaya, maka

dasar itulah sesungguhnya yang lebih dipercaya, sebagaimana halnya akal

menjadi dasar kepercayaan terhadap indera. Ia melihat bahwa aliran-aliran yang

menggunakan akal sebagai sumber pengetahuan, ternyata menghasilkan

pandangan-pandangan yang bertentangan yang sulit diselesaikan dengan akal.

Artinya, akal pada dirinya membenarkan pandangan-pandangan yang

bertentangan itu. Ketika itu ia tidak berhasil membuktikan adanya sumber

pengetahuan yang lebih tinggi daripada akal secara faktual.57

Kemungkinan adanya sumber pengetahuan supra-rasional itu diperkuat oleh

al-Ghazali dengan adanya pengakuan para sufi bahwa pada situasi-situasi tertentu,

mereka melihat hal-hal yang tidak sesuai dengan ukuran akal, dan dengan hadits

yang menyatakan bahwa manusia sadar dari tidurnya sesudah mati. Jadi,

berdasarkan pengetahuan para sufi dan hadits, ada situasi di luar situasi normal di

mana kesadaran manusia lebih tajam. Ia berhadapan dengan dua kemungkinan

tentang ada atau tidaknya sumber pengetahuan yang lain di dunia ini.

Al-Ghazali mengalami puncak kesangsiannya, ia tidak lagi mempunyai

sumber-sumber pengetahuan yang dapat dipercayai untuk menemukan jalan

keluar, sebab ia telah menyangsikan segalanya; taqlid, indera dan akal. Menurut

pengakuan al-Ghazali sendiri, hampir dua bulan ia mengalami kekacauan

psikologis tanpa kemampuan menyelesaikannya. Hanya dengan cahaya yang

diberikan Tuhan dengan tiba-tiba ke dalam hatinya, ia merasa sehat dan dapat

menerima kebenaran pengetahuan a priori yang bersifat aksiomatis itu kembali.58

Pengakuan al-Ghazali tentang proses kesangsiannya adalah rasionalisasi

dari perkembangan pemikirannya. Semangat yang menawarkannya adalah

57

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 33. 58

Ibid, 34.

Page 37: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

24

semangat al-Ghazali sesudah perkembangan pemikirannya yang terakhir yaitu

tasawuf, yang ingin dikemukakannya dengan menceritakan proses kesangsian ini

adalah bahwa intuisi lebih tinggi dan lebih dipercaya daripada akal untuk

menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya. Pengetahuan

yang lebih tinggi kebenarannya adalah yang diperoleh melalui cahaya (nur) yang

dilimpahkan Tuhan ke dalam hati manusia.

Sumber pengetahuan tertinggi tersebut disebutnya juga al-nubuwwat yang

pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa berbentuk ilham.

Hakikat al-nubuwwat tidak dapat digambarkan, sebab ia hanya dapat dimengerti

melalui pengalaman langsung. al-nubuwwat sifatnya sangat individual dan

tergantung kepada kepercayaan. Artinya, orang yang mengalaminya dapat

meyakini kebenarannya secara mutlak, tetapi orang lain belum tentu

mempercayainya. Dengan demikian, al-nubuwwat adalah hasil pengalaman

individu untuk kepentingan individual pula. 59

Tasawuf, dalam pencarian hakikat tidak akan tercapai dengan pengetahuan

saja, tetapi selain itu harus dengan pengalaman langsung. Kesimpulannya, dengan

tasawuflah pengenalan langsung tentang hakikat itu dapat dicapai. Sufilah yang

lebih dekat dengan Tuhan; akhlak merekalah yang lebih bersih; cara hidup

merekalah yang lebih benar; gerak dan diam mereka lahir dari jiwa yang disinari

nur nubuwwat.60

D. Hasil-hasil karyanya

Al-Ghazali telah menulis puluhan buku, meliputi berbagai lapangan ilmu

pengetahuan antara lain: filsafat, ilmu kalam, fiqih, ushul fiqh, tafsir, tasawuf,

akhlak dan otobiografinya. Di dalam muqaddimah kitab Ihya’ Ulumuddin, Dr.

Badawi Thabana, menulis hasil-hasil karya al-Ghazali yang berjumlah 47 kitab,

yang penulis susun menurut kelompok ilmu pengetahuan sebagai berikut:61

1. Kelompok filsafat dan ilmu kalam, yang meliputi:

a. Maqashid Al Falasifah (tujuan para filosof)

59

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 36. 60

Ibid, 41. 61

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 19-20.

Page 38: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

25

b. Tahafut Al Falasifah (kerancuan para filosof)

c. Al Iqtishod Fi Al-I’tiqad (moderasi dalam aqidah)

d. Al Munqid Min Al-Dhalal (pembebas dari kesesatan)

e. Al Maqashidul Asna Fi Ma’ani Asmillah Al-Husna (arti nama-nama Tuhan

yang hasan)

f. Faishalut Tafriqah Bainal Islam Waz Zindiqah (perbedaan antara Islam dan

zindiq)

g. Al Qishasul Mustaqim (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat)

h. Al-Mustadhiri (penjelasan-penjelasan)

i. Hujjatul Haq (argumen yang benar)

j. Mufsiluk Khilaf Fi Ushuludin (memisahkan perselisihan dalam ushuluddin)

k. Al Muntahal Fi ‘Ilmil Jidal (tata cara dalam ilmu diskusi)

l. Al Madhnun Bin ‘Ala Ghairi Ahlihi (persangkaan pada bukan ahlinya)

m. Mahkum Nadlar (metodelogika)

n. Asraat ‘Ilmiddin (rahasia ilmu agama)

o. Al Arba’in Fi Ushuluddin (40 masalah ushuluddin)

p. Iljamul Awwam ‘An ‘Ilmil Kalam (menghalangi orang awam dari ilmu

kalam)

q. Al Qulul Jamil Fir Raddi Ala Man Ghayaral Injil (kata yang baik untuk

orang-orang yang mengubah injil)

r. Mi’yarul ‘Ilmi (timbangan ilmu)

s. Al Intishar (rahasia-rahasia alam)

t. Isbatun Nadlar (pemantapan logika).

2. Kelompok ilmu fiqih dan ushul fiqh, yang meliputi:

a. Al Bastih (pembahasan yang mendalam)

b. Al Wasith (perantara)

c. Al Wajiz (surat-surat wasiat)

d. Khulashatul Mukhthashar (intisari ringkasan karangan)

e. Al Mustasyfa (pilihan)

f. Al Mankhul (adat kebiasaan)

Page 39: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

26

g. Syifakhul ‘Alil Fi Qiyas Wat Ta’lil (penyembuh yang baik dalam kiyas dan

ta‟lil)

h. Adz-Dzari’ah Ila Makarimis Syari’ah (jalan kapada kemuliaan syari‟ah)

3. Kelompok ilmu akhlak dan tasawuf, yang meliputi:62

a. Ihya ‘Ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama)

b. Mizanul Amal (timbangan amal)

c. Kmiyaus Sa’adah (kimia kebahagiaan)

d. Misykatul Anwar (relung-relung cahaya)

e. Minhajul ‘Abidin (pedoman beribadah)

f. Ad-Dararul Fakhirat Fi Kasyfi Ulumil Akhirat (mutaiara penyingkap ilmu

akhirat)

g. Al-Ainis Fil Wahdah (lembut-lembut dalam kesatuan)

h. Al-Qurbah Ilallahi Azza Wa Jalla (mendekatkan diri kepada Allah)

i. Akhlah Al Abrar Wan Najat Minal Asrar (akhlak yang luhur dan

menyelamatkan dari keburukan)

j. Bidayatul Hidayah (permulaan mencapai petunjuk)

k. Al Mahadi Wal Ghayyah (permulaan dan tujuan)

l. Talis Al-Iblis (tipu daya iblis)

m. Nashihat Al Mulk (nasihat untuk raja-raja)

n. Al-‘Ulum Al Laduniyyah (ilmu-ilmu laduni)

o. Al-Risalah Al Qudsiyah (risalah suci)

p. Al-Ma’khadz (tempat pengambilan)

q. Al Amali (kemuliaan).

4. Kelompok ilmu tafsir, yang meliputi:

a. Yaaquutut Ta’wil Fi Tafsirit Tanzil (metodologi ta‟wil di dalam tafsir yang

diturunkan) : terdiri 40 jilid

b. Jawahir Al-Qur’an (rahasia yang terkandung dalam al-qur‟an).

62

Zainuddin, Seluk-Sebluk Pendidikan dari Al-Ghazali, 20.

Page 40: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

27

BAB III

KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI

Bab ini akan diawali dengan membahas hakikat manusia, pembahasan ini

sebagai pengantar untuk pembahasan berikutnya. Dalam hal ini al-Ghazali

menggunakan empat term untuk hakikat manusia yaitu hati (al-Qalb), ruh (al-

Ruh), akal (al-Aql) dan jiwa (al-Nafs). Setelah mengetahui fungsi dan

kedudukannya, selanjutnya akan membahas tentang jiwa manusia yang terbagi

menjadi tiga yaitu, jiwa ammarah, jiwa lawwamah serta jiwa muthma’innah. Dan

yang terakhir akan membahas tentang akhlak baik.

A. Hakikat Manusia

Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu

memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak

berubah-ubah, yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya

sendiri dan membedakan dari yang lainnya. Manusia dipandang sebagai makhluk

historis; karena mempunyai sejarahlah ia berbeda dengan makhluk-makhluk

lainya.

Al-Ghazali dalam buku-buku filsafatnya menyatakan bahwa manusia

mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu al-Nafs

(jiwanya). 63

Yang dimaksud dengan al-Nafs adalah “substansi yang berdiri

sendiri, tidak bertempat, dan merupakan tempat pengetahuan-pengetahuan

intelektual (al-ma’qulat) berasal dari alam al-malakut atau ‘alam al-amr. Ini

menunjukkan bahwa esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik.

Sebab, fisik sesuatu yang mempunyai tempat dan fungsi, fisik adalah sesuatu yang

tidak berdiri sendiri; keberadaannya tergantung kepada fisik. alam al-malakut atau

‘alam al-amr adalah realitas-realitas (al-mawjudat) di luar jangkauan indera dan

imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang. Dengan demikian, esensi manusia adalah

substansi immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subjek yang mengetahui.

63

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 50.

27

Page 41: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

28

Pembuktian adanya substansi immaterial yang disebut al-nafs, al-Ghazali

mengemukakan beberapa argumen. Persoalan kenabian, ganjaran perbuatan

manusia, dan seluruh berita tentang akhirat tidak ada artinya, apabila al-nafs tidak

ada. Sebab, seluruh ajaran agama hanya ditujukan kepada yang ada (mawjud)

yang dapat memahaminya.64

Yang mempunyai kemampuan memahami bukanlah

fisik manusia, sebab apabila fisik manusia mempunyai kemampuan memahami,

objek-objek fisik lainnya juga mesti mempunyai kemampuan memahami.

Al-Ghazali juga mengemukakan pembuktian dengan kenyataan faktual dan

kesadaran langsung. Melalui pembuktian bahwa dengan kenyataan faktual, al-

Ghazali memperlihatkan bahwa di antara makhluk-makhluk hidup terdapat

perbedaan-perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing.

Argumen kesadaran langsung yang dikemukakan al-Ghazali mengandaikan

seorang manusia menghentikan segala aktivitas fisiknya, sehingga ia berbeda

dalam keadaan tenang dan hampa aktivitas. Menurut al-Ghazali ada sesuatu yang

tidak hilang di dalam dirinya, yaitu kesadaran akan dirinya. Ia sadar bahwa ia ada;

bahwa ia sadar bahwa ia sadar. Pusat kesadaran itulah yang disebut al-nafs al-

insaniyyah. Prinsip inilah yang betul-betul membedakan manusia dari segala

makhluk lainnya.65

Al-Ghazali menggunakan berbagai term untuk esensi manusia selain al-

Nafs, ia juga menyebutnya al-Qalb, al-Ruh dan al-Aql. Ia menyebut keempat term

itu sebagai al-alfazh al-mutaradifah (kata-kata yang mempunyai arti yang sama).

Penggunaan term-term yang empat itu untuk menunjukkan esensi manusia,

mungkin sekali didasarkan keinginan mempertemukan konsep-konsep filsafat,

tasawuf, dan syara’ (sumber-sumber ajaran islam). Sebab, term al-Nafs dan al-Aql

sering digunakan para filosof, sedangkan al-Ruh dan al-Qalb sering digunakan

para sufi. Di dalam Al-Qur‟an, al-Ruh, al-Nafs dan al-Qalb dipergunakan untuk

kesadaran manusia. Esensi manusia memang bersifat sangat rahasia dalam arti,

kebanyakan akal manusia tidak dapat menangkap hakikatnya.66

64

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 51. 65

Ibid, 52. 66

Ibid, 60-61.

Page 42: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

29

B. Kedudukan Hati, Ruh, Akal dan Jiwa

1. Hati (al-Qalb)

Kata hati (al-Qalb) memiliki dua makna yaitu: pertama, hati berarti daging

berbentuk pohon cemara yang ada di bagian kiri dada. Di dalamnya terdapat

rongga yang dialiri darah berwarna hitam. Ia merupakan sumber dan pusat ruh.

Dengan bentuk ini, daging tersebut juga ada di dalam tubuh hewan dan orang

mati.

Kedua, hati adalah sesuatu yang mengandung lathifah rabbaniyah

ruhaniyah. Lathifah inilah yang mengetahui Allah Swt dan menjangkau sesuatu

yang tidak bisa dijangkau kekuatan imajinasi dan ilusi manusia. Hati merupakan

substansi manusia dan juru bicaranya. 67

Hati seumpama cermin, selama cermin

itu bersih dari kotoran dan noda, maka segala sesuatu dapat terlihat padanya.

Tetapi jika cermin itu dipenuhi noda, sementara tidak ada yang dapat

menghilangkan noda darinya dan mengilapkannya, maka rusaklah cermin itu. 68

Hati merupakan bagian dalam Nafs(jiwa) yang bekerja memahami, mengolah,

menampung realitas sekelilingnya dan memutuskan sesuatu. Sesuai dengan

potensinya, hati merupaka kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia temperamental,

fruktuatif, emosional, dan pasang surut.69

Al-Ghazali berpendapat bahwa hati diciptakan untuk memperoleh

kebahagiaan akhirat. Al-Ghazali berkata “[S]esungguhnya makanan hati adalah

hikmah, ma’ifah dan mencintai Allah, akan tetapi kadang hati membelot dari

tabiatnya karena ia sakit yang telah menyerangnya”. Al-Ghazali pun berbicara

tentang penyakit hati yang disebut akal.70

Kebahagiaan hati sangat tergantung

pada ma’rifat kepada Allah Swt. Ma’rifat pada Allah sangat tergantung pada

perenungan terhadap ciptaan-Nya. Pengetahuan tentang ciptaan Allah hanya

diperolah melalui bantuan indera. Dari uraian ini maka dapat dipahami bahwa

67

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali , 320. 68

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali, 199. 69

Achmad Mubarok, Sunnatullah dalam Jiwa Manusia (Sebuah Pendekatan Psikologi

Islam)(Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), 152. 70

Ahmadie Thaha, al-Ghazali Mencari Makrifah, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali oleh Victor Said Basil, 86.

Page 43: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

30

indera harus bersumber dari hati. Tanpa hati maka indera manusia tidak akan

memperoleh puncak persepsi, terutama persepsi spiritual. Daya persepsi manusia

akan terwujud apabila terjadi interaksi antara daya-daya qalbiyah dengan daya-

daya indera. Hewan memiliki daya indera, tetapi inderanya tidak mampu

mempersepsikan sesuatu, sebab ia tidak memiliki daya hati.71

Hati memiliki berbagai daya insani (manusia), yaitu daya inderawi seperti

penglihatan dan pendengaran; dan daya psikologis seperti kognisi, emosi, konasi,

meskipun daya emosi lebih dominan. Daya inderawi hati berbeda dengan daya

inderawi biologis. Hati mampu melihat dengan mata hati dan meraba dengan

sentuhan hati. Al-Ghazali menyebut fungsi inderawi hati sebagai indera keenam

(al-hiss al-sadis) yang menjelma di dalam akal pikiran dan cahaya hati.72

Panca

indera (al-hissi al-khams) mampu mencapai hal-hal yang inderawi, tetapi belum

mampu merasakan keindahan-keburukan dan kecintaan-kemuakan.

Daya emosi (al-infi’ali) hati sebagai daya yang paling dominan

menimbulkan daya rasa (al-syu’ur). Emosi merupakan satu reaksi kompleks yang

mengait satu tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam

serta dibekali dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai keadaan afektif.

Daya emosi hati dalam al-Qur‟an dan Sunnah ada yang positif dan ada yang

negatif. Emosi positif misalnya cinta, senang, riang, percaya (iman), tulus

(ikhlash), dan sebagainya. Sedangkan emosi negatif, seperti benci, sedih, ingkar

(kurf), mendua (nifaq), dan sebaginya. Daya-daya emosi hati dapat teraktualisasi

melalui rasa intelektual, rasa inderawi, rasa etika, rasa estetika, rasa sosial, rasa

ekonomi, rasa religius, dan rasa yang lain.

Daya kognisi hati bersifat halus dan rabbani yang mampu mencapai hakikat

sesuatu. Hati mampu memperoleh pengetahuan (ma’rifat) melalui daya cita rasa

(al-dzawqiyyah)73

dan intuitif (al-hadsiyyah).74

Hati akan memperoleh puncak

71

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2002), 50 72

Victor Said Basir, Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali (Beirut: Dar Al-

Kitab Al-Libanani, Tt 73

Dzawq adalah cita rasa atau pengalaman spiritual langsung. Ia merupakan tahap pertama

dalam pengalaman pengungkapan rahasia allah (tajalli).

Page 44: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

31

pengetahuan apabila manusia telah menyucikan dirinya (tazkiyah al-nafs),

sehingga ia dapat menghasilkan ilham(bisikan suci dari Allah) dan kasyf

(terbukanya dinding yang menghalangi hati). Akal tidak mampu memperoleh

pengetahuan yang sebenarnya mengenai Tuhan, sedangkan hati dapat mengetahui

hakikat semua yang ada.75

Daya hati yang lain adalah konasi yang mana manusia mampu beraksi,

berbuat, berusaha, berkemampuan dan berkehendak. Sumber konasi hati adalah

sinergi antara pikiran (al-khatir), kemauan (iradah) dan kemampuan (qudrat).

Hati juga mampu menangkap pesan, simbol, dan kenyataan mimpi. Al-Ghazali

berkata, “[T]idur merupakan tertahannya ruh (aspek psikis struktur nafsani) dari

dunia lahir untuk menuju pada dunia batin”. Ungkapan al-Ghazali tersebut

menunjukkan bahwa ketika aspek fisik struktur nafsani istirahat (tidur) maka

aspek psikisnya mampu beraktivitas secara batiniah. Aktivitas batiniah yang

terkandung dalam tidur ini yang disebut dengan mimpi. Hati ketika terlepas dari

jasad manusia dalam tidur maka ia mampu ke mana saja yang ia kehendaki. Oleh

karena natur ini maka ia mampu berkomunikasi dengan simbol, kesan dan

kenyataan bersifat ruhani.

Hati mampu mengantarkan manusia ada tingkat spiritualitas, religiusitas,

dan ketuhanan. Semua tingkatan itu merupakan tingkatan supra-kesadaran

manusia, sebab kedudukannya lebih tinggi daripada kemampuan rasional

manusia. Sifat rasional dapat ditangkap oleh akal manusia, sedang sifat supra-

rasional hanya dapat ditangkap oleh hatinya. Dengan begitu, fungsi hati bukan

sekedar merasakan sesuatu, melainkan juga berfungsi untuk memikirkan,

menemukan, dan membenarkan sesuatu yang bersifat supra-rasional. Sebagai

pusat kepribadian, hati harus sehat (al-shihhah al-qalbiyyah), sebab jika ia sakit

maka seluruh kepribadian manusia mengalami kelainan (anomaly).76

74

Dalam Grolier Encyclopedia 2000, intuisi diartikan sebagai pengetahuan tentang konsep,

kebenaran, atau pemecahan masalah, yang dicapai secara spontan, tanpa melalui tahapan-tahapan

penalaran dan penyelidikan. 75

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), 77. 76

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 99.

Page 45: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

32

Fungsi hati terhadap pembentukan kepribadian manusia ada dua disini:

Pertama: menurut penulis hati dapat berfungsi sebagai “al-lathiifah al-I’itiraaf

dan al-Lathiifah al-Akhlaak”(yaitu hati yang mampu membuat manusia sadar dan

hati yang dapat membentuk kepribadian manusia). Kedua: hati dapat melahirkan

sikap tawadhu’, baik dalam bermuamalah dengan sesama manusia pada umumnya

atau berinteraksi dengan Al-Qur‟an pada khususnya dan Tark al-Ma’ashi yaitu

menghindarkan diri dari perbuatan maksiat.77

2. Ruh (al-Ruh)

Kata ruh (al-ruh) memiliki dua makna yaitu: pertama, ruh dalam pengertian

alami, yaitu uap yang bersumber dari darah berwarna hitam yang ada dalam

rongga hati (dalam pengertian daging berbentuk pohon cemara). Ia beredar

mengikuti peredaran darah yang mengalir melalui urat dan pembuluh darah ke

seluruh anggota tubuh. Perumpamannya seperti pelita di dalam rumah yang

menerangi seluruh bagian dan penjuru rumah. Ruh dalam pengertian inilah yang

dimaksudkan oleh para dokter.78

Kedua, ruh dalam pengertian sebagai lathifah rabbaniyah (sesuatu yang

sangat halus yang bersifat ketuhanan). Pengertian ruh yan kedua ini sama dengen

pengertian hati. Dengan demikian, berarti ruh dan hati sama-sama bermakna

lathifah rabbaniyah. Inilah yang diisyratkan dalam firman Allah Swt QS. al-

Isra‟,ayat 85.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “ruh itu termasuk

urusan Tuhan-ku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS.

al-Isra‟:17)79

Ruh merupakan nyawa, ia aksiden (‘aradh), yaitu sesuatu yang baru dan

singgah pada substansi jisim. Ia ada jika jisim ada dan menghilang apabila

jasadnya rusak atau mati. Ruh sebagai substansi halus yang menyatu dengan

77

Duriana dan Anin Lihi, “Qalbu dalam Pandangan Al-Ghazali”. Mediasi, Volume, 9

Nomor. 2 (2015), 42-43. 78

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali, 311. 79

Anonim,Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985)

Page 46: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

33

badan manusia di dalam khalq. Ruh merupakan esensi (hakikat manusia yang

bersaksi dan diberi amanah di dalam perjanjian (mitsaq). Ruh dapat keluar-masuk

ke dalam tubuh manusia. Hal ini dapat dicontohkan ketika manusia sedang tidur

dimana ruhnya mampu melepaskan diri dari jasad dan dapat berpindah-pindah

dari satu tempat ke tempat yang lain, atau dari suatu zaman (waktu) ke zaman

yang lain, tanpa sedikit pun terhalang oleh hukum-hukum jasadi.

Kematian jasad bukan berarti kematian ruh. Ruh masuk pada tubuh manusia

ketika tubuh tersebut siap menerima. Ruh pada prinsipnya memiliki natur yang

baik, dan bersifat keakhiratan. Ia hidup melalui zatnya sendiri yang tidak butuh

makan, minum serta kebutuhan jasmani lainnya. Ruh merasakan kenikmatan

(surga) yang luar biasa apabila ia terlepas dari jasad. Kondisi ini berlaku jika ruh

yang dimaksud merupakan ruh yang suci dan kesaksiannya diterima. Apabila ruh

tersebut merupakan yang kotor maka ia mendapatkan siksaan (neraka).

Ruh tercipta sebelum jasad manusia ada. Ruh bersifat kekal, walaupun

kekalnya bukan seperti kekalnya pencipta-Nya. Kematian bukan pada ruh tetapi

pada nafs dan badan. Kematian badan disebabkan oleh ajalnya telah tiba, dan

kematian nafs disebabkan oleh badan terpisah dari ruh. Apabila ruh mati maka

manusia tidak akan mengalami kenikmatan dan kesengsaraan.80

3. Akal (al-Aql)

Akal juga memiliki dua makna. Pertama, akal merupakan substansi banyak

hal. Kedua, akal adalah sesuatu yang kauketahui. Maka dalam pengertian ini ilmu

menjadi sifat akal. Dalam pengertian ini, akal adalah lathifah rabbaniyah

sebagaimana juga hati, ruh, dan jiwa.81

Al-Ghazali menggunakan empat pengertian pada akal pertama, akal adalah

suatu sifat yang membedakan manusia dari binatang, yaitu gharizah (pembawaan

dasar) yang siap menerima pengetahuan teoritis, dan seakan merupakan nur yang

dipancarkan ke dalam hati, demikian itu pendapat Hatis Ibn Asad al-Muhasibi.

Kedua, akal adalah ilmu atau pengetahuan tentang kemustahilan sesuatu yang

mustahil, kemungkinan sesuatu yang mustahil dan kemestian sesuatu yang mesti,

80

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 74-75. 81

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali, 313.

Page 47: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

34

ini disebut hawiyyah ‘aqliyyah. Ketiga, akal adalah ilmu yang diusahakan (‘ulum

muktasabah) yang dicapai melalui pengalaman dinamis. Pengertian ini sesuai

dengan pengertian akal teoritis yang dikemukakan para filosof. Keempat, akal

adalah segala pengetahuan dari gharizah yang mendorong manusia mencari

kenikmatan praktis.

Akal di buku ihya’ adalah sarana hidup yang tumbuh berkembang dan

memancarkan sinarnya ketika sampai usia dewasa, dan itu senantiasa tumbuh

sempurna sampai puncak perkembangannya. Kesempurnaan itu memancar ketika

manusia mencapai usia empat puluh tahun.82

Akal merupakan daya dari jiwa atau

salah satu fungsi jiwa, ini berarti jiwa bisa dibagi-bagi dan diuraikan, seperti

badan terdiri dari bermacam anggota dengan fungsinya masing-masing.

Sesungguhnya akal adalah jawhar (esensi) dan jiwa tidak mungkin merupakan

‘aradl (atribut), sebab ‘aradl akan hancur dan rusak dengan hancur dan rusaknya

badan. Jiwa tetap tidak hancur setelah hancurnya badan. Dengan demikian jiwa

pun jawhar.83

Akal merupakan hakikat manusia yang bisa mengenal inti kemanusiaan

sendiri, dan dengan mengenal dirinya kemudian ia mengenal yang lain. Akal

katanya pula adalah kesiapan fitri dari jiwa manusia untuk mengenal ilmu-ilmu

hingga anak kecil disebut ‘aqil (berakal) sekalipun akalnya belum dipergunakan

secara konkrit. Al-Ghazali membatasi akal dari sudut daya kerja dan objeknya

kalau akal merupakan kehalusan ketuhanan (latifah rabbaniyah), ia disebut jiwa

(nafs). Kalau akal mengukir ilmu-ilmu di dalam hati, ia disebut pena (qalam).

Kalau akal mengantarkan manusia kepada perintah Allah ia disebut malaikat. Dan

kalau akal menangkap inti terdalam dari sesuatu maka ia disebut akal teoritis. Jika

akal memahami kebenaran agama, ia disebut penglihatan batin atau cahaya iman.

Sebab di dalam hati ada gharizah yang disebut cahaya ketuhanan.84

Akal secara psikologis memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Kognisi adalah

suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang mencakup

82

Ahmadie Thaha, al-Ghazali Mencari Makrifah, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali oleh Victor Said Basil, 37. 83

Ibid, 27. 84

Ibid,28.

Page 48: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

35

mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan pandangan, mengasumsikan,

berimajinasi, memprediksi, berpikir, mempertimbangkan, menduga, dan

menilai.85

Al-Ghazali berpendapat bahwa akal memiliki banyak fungsi dan aktivitas.

Fungsi dan aktivitas akal (al-af’al al-‘aqliyyah) yang dimaksud adalah:86

a. Al-nazhar (sight atau vision); secara bahasa berarti melihat

mempertimbangkan, memperhatikan, mengawasi dan menyidik dengan

pikiran. Secara istilah berarti daya akal yang mencapai penglihatan reflektif

untuk mencapai berbagai kesimpulan yang konkret. Al-nazhar lazimnya

menggunakan akal bantu indra mata, yang berhubungan dengan fenomena

empiris, sehingga hasilnya belum mencapai pada taraf penyingkapan batin

(kasyaf).

b. Al-tadabbur; daya akal yang dapat memperhatikan sesuatu secara seksama dan

teratur, yang mengikuti logika sebab akibat. Wilayahnya mencakup pemikiran

yang kongkret maupun yang abstrak.

c. Al-ta’ammul (contemplation); daya akal yang mampu merenungkan sesuatu

yang abstrak dan tidak harus terkait dengan fakta-fakta empiris. Daya

jangkaunya bersifat prediktif dan spekulatif.

d. Al-istibshar (insight); daya akal yang mencapai wawasan, pengetahuan dan

pengertian yang mendalam. Al-istibshar mampu memecahkan dan

menyelesaiakan masalah-masalah yang rumit dengan metode yang baru. Proses

perolehan pemecahan datang tiba-tiba tanpa pengalaman sebelumnya, sehingga

keberadaannya ditandai dengan adanya pengertian yang tinggi, penyimpanan

dan ingatan yang baik serta mengungkapkan atau transfer yang baik pula.

e. Al-i’tibar; daya akal yang mampu mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa

tertentu atau mengaitkan satu tanda (‘alamah) dengan peristiwa tertentu.

f. Al-tafkir (thingking); secara bahasa berarti memikirkan. Menurut istilah berarti

daya akal yang mampu memproses sesuatu secara simbolis; pemecahan

85

James. P chaplin, Kamus Lengkap Psikologi Terjemah Kartini Karntono (Jakarta: PT.

Rajagrafindo, 1989), 90. 86

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 106.

Page 49: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

36

masalah yang mencakup kegiatan ideasional yang didasarkan atas pendekatan

argumentatif (istidhlaliyyah) dan logis (manthiqiyyah).

Akal adalah persemaian dan ladang ilmu. Berkat akal diciptakan industri

dan ilmu-ilmu lainnya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berkat

akal manusia dapat menikmati kedudukan tinggi dan terhormatnya di dunia. Dan

berkat akal pula manusia bisa memahami ilmu-ilmu agama yang menghantarkan

kepada qurb (berdekat diri dengan ibadah) kepada Allah.87

4. Jiwa (al-Nafs)

Kata jiwa (al-Nafs) memiliki dua makna yaitu: pertama, jiwa (al-Nafs) yang

dimaknai sebagai kekuatan yang menghimpun amarah, hasrat, dan sifat-sifat

tercela. Kedua, nafs adalah pengertian lathifah rabbaniyah. Dalam pengertian

kedua ini, nafs juga memiliki arti yang sama dengan hati dan ruh. Dengan

demikian, jiwa (nafs) bermakna lathifah. Ia merupakan substansi manusia yang

membedakannya dari hewan lain. Kalau ia bersih dan dihiasi zikir kepada Allah

Swt serta bersih dari noda syahwat dan sifat-sifat tercela, ia disebut al-Nafs al-

Muthm’innah (jiwa yang tenang).88

Inilah yang diisyratkan dalam firman Allah

Swt QS. al-Fajr, ayat 27:

“wahai jiwa yang tenang”.(QS. Al-Fajr: 89).89

Jiwa (nafs) yang belum mencapai derajat ini bisa digolongkan ke dalam satu

dari dua jenis nafs. Pertama, jiwa itu disebut al-Nafs al-Lawwamah (jiwa yang

selalu memaki atau mencela). Kedua, jiwa (nafs) yang selalu menyuruh

(ammarah) pada kejahatan. Sebelum sampai pada derajat al-Nafs al-Lawwamah,

jiwa selalu menyuruh kepada kejelekan sebagaimana ditujukkan dalam firman

Allah QS.Yusuf, ayat 53:

87

Ahmadie Thaha, Al-Ghazali Mencari Makrifah, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali oleh Victor Said Basil, 21. 88

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali, 311-312. 89

Anonim,Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985)

Page 50: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

37

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. (QS. Yusuf: 12).

Jiwa dalam tingkatan ini tidak menyuruh kepada kebaikan dan tidak

mencela kejelekan. Ia tingkatan jiwa yang paling rendah. Sementara nafs

Muthma’innah adalah tingkatan jiwa yang paling tinggi, dan di antara kedunya

adalah nafs Lawwamah yang tidak senang pada kejahatan sehingga tidak

cenderung padanya dan tidak pula dapat tenang dalam kebaikan, yaitu zikir

kepada Allah Swt.

Nafs adalah potensi jasad-ruhani (psikofisik) manusia yang secara inhern

telah ada sejak jasad manusia siap menerimanya, yaitu usia empat bulan dalam

kandungan. Potensi ini terikat dengan hukum yang bersifat jasad-ruhani. Semua

potensi yang terdapat pada daya ini bersifat potensial, tetapi ia dapat mengaktual

jika manusia mengusahakan. Aktualitas nafs ini merupakan citra kepribadian

manusia, yang aktualisasi itu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya

faktor usia, pengalaman, pendidikan, pengetahuan, lingkungan dan sebagainya.90

Nafsu sebagai daya nafsani memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-

ghadhabiyah dan al-syahwaniyah. Al-ghadhab adalah suatu daya yang berpotensi

untuk menghindari diri dari segala yang membahayakan. Ghadhab dalam

terminologi psikoanalisis disebut dengan defense (pertahanan, pembelaan, dan

penjagaan), yaitu tingkah laku yang berusaha membela atau melindungi ego

terhadap kesalahan, kecemasan dan rasa malu; perbuatan untuk melindungi diri

sendiri; dan memanfaatkan dan merasionalisasikan perbuatan diri. Al-syahwat

adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang

menyenangkan. Syahwat dalam terminologi psikologi disebut dengan appetite,

yaitu suatu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu).

Prinsip kerja hawa nafsu mengikuti prinsip kenikmatan dan berusaha

mengumbar impuls-impuls agresif dan seksualnya. Dalam prespektif psikologi,

hawa nafsu memiliki daya konasi (daya karsa). Konasi (kemauan) adalah

bereaksi, berbuat. Berusaha, berkemauan dan berkehendak. Apabila manusia

90

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 81.

Page 51: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

38

mengumbar dominasi hawa nafsunya maka kepribadiannya tidak akan mampu

bereksistensi secara baik. Manusia model ini memiliki kedudukan sama dengan

binatang bahkan lebih hina.91

Sebagaimana ditujukkan dalam firman Allah QS. al-

A‟raf, ayat 179:

“Dan sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari

jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk

memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata tetapi tidak

dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka

mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah).

Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah

orang-orang yang lalai”. (QS. al-A‟raf: 7)92

Hati, ruh, akal dan jiwa memiliki kesamaan, yakni bahwa semuanya lathifah

rabbaniyah (sesuatu yang sangat halus yang bersifat ketuhanan). 93

Istilah rabbani

berasal dari kata rabb yang dalam bahasa Indonesia berarti Tuhan, yaitu Tuhan

yang memiliki, memperbaiki, mengatur, menambah, menunaikan,

mengembangkan, memelihara, dan mematangkan sikap mental. Istilah rabbani

dalam konteks ini memiliki ekuivalensi dengan istilah ilah yang berarti ke-Tuhan-

an.

Kepribadian rabbani atau kepribadian ilahi adalah kepribadian individu

yang didapat setelah mentransformasikan asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat

Tuhan ke dalam dirinya untuk kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan

nyata. Atau dalam bahasa sederhana, kepribadian rabbani adalah kepribadian

individu yang mencerminkan sifat-sifat ketuhanan (rabbaniyah).94

91

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, 55-56. 92

Anonim,Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985) 93

Junaidi Ismaiel, Intisari Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhtashar Ihya’ Ulummudin, oleh Imam Al-Ghazali, 313. 94

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 188-189.

Page 52: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

39

C. Jiwa Manusia

Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi

menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dank

arena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Qur‟an dianjurkan untuk diberi

perhatian lebih besar.95

Menurut al-Ghazali, jiwa itu dapat berfikir, mengingat, dan

sebagainya. Sedangkan unsur jiwa merupakan unsur rohani sebagi penggerak

jasad untuk melakukan kerjanya termasuk alam ghaib.96

Jiwa bukanlah sesuatu yang hitam putih seperti materi, melainkan suatu

keadaan mental yang dinamis yang pasang dan surut seperti kualitas iman.

Terbangunnya suatu kualitas jiwa berhubungan dengan bagaimana seseorang

mengusahannya. Secara kronologis dapat dideskripsikan bahwa seseorang

manusia dilahirkan hingga usia belum mukallaf jiwanya masih suci. Ketika sudah

mencapai usia tanggung jawab (mukallaf) dan berinteraksi dengan lingkungan

kehidupan yang menggoda, ia selalu aktif merespon lingkungan kadang positif

kadang negatif. Akan tetapi ia berproses mencari jati diri, ia sering menyesali diri

dan mencala dirinya. Maka, dalam kondisi kualitas seperti itu ia disebut sebagai

nafs lawwamah, jiwa yang selalu menyesali diri. Jika dalam pencarian jati diri itu

kemudian ia menemukan pola positif, lambat laun ia dapat mencapai tingkat nafs

muthma’innah. Akan tetapi jika pola respons yang terbentuk itu negatif, maka ia

dapat menurun menjadi nafs ammarah dengan segala karakteristik buruknya.97

1. Jiwa Ammarah (Nafs al-Ammarah)

Jiwa ammarah adalah jiwa yang cenderung pada tabiat jasad dan

mengajarkan pada prinsip kenikmatan. Ia menarik hati manusia untuk melakukan

perbuatan-permuatan yang rendah sesuai dengan naluri primitif, sehingga ia

merupakan tempat dan sumber kejelekan dan jiwa tercela. Jiwa ini tergolong

manganiaya diri. Ciri jiwa ini adalah tidak membekali diri untuk menuju pada

95

Rudi Ahmad Suryadi, “Telaah Konseptual Mengenai Konsep Jiwa Manusia”, Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Volume 14, Nomor.1 (2016), 45-44. 96

Ibid, 37. 97

Achmad Mubarok, Sunnatullah dalam Jiwa Manusia (Sebuah Pendekatan Psikologi

Islam)(Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), 152-153.

Page 53: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

40

tujuan hidupnya, bahkan ia menyia-nyiakan dan berbekal dengan sesuatu yang

justru menganggu perjalannya.

Ciri umum dari nafs ini menurut Al-Qur‟an ada empat yaitu dengan mudah

menentang dan menyalahi apa-apa yang dilarang Allah, selalu mengikuti

dorongan hawa nafsu, melakukan maksiat, tidak mau memenuhi segala panggilan

kebenaran. Nafs ammarah mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa, dan di

antara ciri-ciri nafs yang sangat mudah melakukan dosa adalah diisyaratkan dalam

Al-Qur‟an yaitu:98

a. Tidak mau mendengarkan nasihat

b. Patuh kepada bisikan hawa nafsu

c. Tidak memperdulikan larangan Tuhan

d. Suka berdusta

e. Suka bermusuhan

f. Suka melakukan berbagai perbuatan dosa

g. Suka melampaui batas

h. Enggan berbuat baik

i. Suka berkhianat

j. Suka menyembunyikan kesaksian

k. Buruk sangka

Di dalam tujuan ia akan merugi dan menyesal. Ia dikendalikan oleh syahwat

dan menjalar ke seluruh tubuhnya melalui hati. Syahwatnya lebih diutamakan

daripada melayani hak-hak Tuhan. Ia melalukan dosa dan mengabaikan kebaikan.

Ia memiliki iman dan tauhid, sekalipun perbuatan buruknya masih menyelimuti

dirinya, Ia zalim terhadap:

1) Hak-hak pribadi dengan mengikuti nafsu syahwat dan melupakan Tuhannya.

Kezaliman di sini ada yang sama sekali tidak menyisihkan keimanan,

kesetiaan, dan kejujuran, sehingga ia tergolong kezaliman syirik dan kufur dan

ada pula kezaliman yang masih menyisihkan keimanan, kesetiaan dan

kejujuran;

98

Hasbullah Ahmad, Mewujudkan Ketenangan Jiwa (Jakarta: Gaung Persada (GP) Press

Jakarta, 2012), 22-23.

Page 54: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

41

2) Hak-hak sesamanya, sehingga orang lain mengalami kerugian;

3) Hak-hak Tuhannya dengan cara menyekutukan.

Barangsiapa yang berjiwa ini maka sesungguhnya ia tidak lagi memiliki

identitas manusia, sebab sifat-sifat humanitasnya telah hilang. Jiwa model ini rela

menurunkan derajat asli manusia, merusak dirinya sendiri dan merusak orang lain.

Keberadaannya ditentukan oleh dua daya, yaitu daya syahwat yang selalu

menginginkan birahi, kesukaan diri, ingin tahu dan campur tangan orang lain dan

daya ghadhab yang selalu menginginkan tamak, serakah, mencekal, berkelahi,

ingin menguasai yang lain, keras kepala, sombong, angkuh dan sebagainya.99

Eksistensi jiwa ammarah didorong oleh dua faktor dominan:

a) Faktor internal, berupa hawa nafsu menusia yang memiliki natur hayawaniyyah

(sifat-sifat binatang).

b) Faktor eksternal berupa bisikan setan yag disebut dengan was-was.

Karakternya membisikan jiwa manusia untuk berbuat maksiat, kekufuran,

kefasikan, kemusyrikan dan perbuatan merusak.

Bentuk-bentuk tipologi jiwa ammarah adalah syirik, kufur, riya‟, nifaq,

zindiq, bid‟ah, sihir, membangga-banggakan kekayaan, mengikuti hawa nafsu dan

syahwat, sombong dan ujub, membuat kerusakan, boros, memakan riba,

mengumpat, pelit, durhaka atau membangkang, benci, pengecut dan takut, fitnah,

memata-matai, angan-angan atau mengkhayal, hasud, khianat, senang dengan

duka yang lain, ragu-ragu, buruk sangka, rakus, aniaya atau zalim, marah,

menceritakan kejelekan orang lain, menipu, jahat atau fujur, dusta, sumpah palsu,

berbuat keji, menuduh zina, makar, bunuh diri, dan adu domba. Jiwa ammarah

dapat beranjak ke jiwa yang baik apabila ia telah diberi rahmat oleh Allah Swt.

Pendakian jiwa ammarah menuju ke tingkat jiwa lawwamah.

2. Jiwa Lawwamah (Nafs al-Lawwamah)

Lawwamah berasal dari kata al-talum yang berarti al-taraddud (bimbang

dan ragu-ragu). Jiwa lawwamah adalah jiwa yang telah memperoleh cahaya hati,

lalu ia bangkit untuk memperbaikinya antara dua hal. Dalam upayanya itu

kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak gelap,

99

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 152-153.

Page 55: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

42

tetapi kemudian ia diingatkan oleh nur ilahi, sehingga ia mencela perbuatannya itu

dan selanjutnya ia bertaubat dan memohon ampun (istighfar).

Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jiwa lawwamah berada di antara

jiwa ammarah dan jiwa muthma’innah. Jiwa semacam ini telah berusaha

meningkatkan kualitas dirinya yang telah dibantu oleh cahaya terang (nurani),

tetapi watak gelapnya ikut campur dalam pembentukan jiwa, sehingga ia menjadi

bimbang dan bingung. Kebimbangan itu pada akhirnya bermuara pada tiga

kemungkinan:100

a. Ia akan tertarik dengan watak gelapnya, sehingga ia tetap dalam kualitas

rendahnya, yang dalam hal ini berkoalisi dengan hawa nafsu. Menurut al-

Ghazali, akal yang tertahan oleh syahwat dan ghadhab akan mengakibatkan al-

intikas (jungkir-balik), padahal seharusnya akal mampu menahan syahwat dan

ghadhab.

b. Ia akan tertarik oleh nurani, sehingga ia bertaubat dan berusaha memperbaiki

kualitasnya, yang dalam hal ini berkoalisi dengan hati.

c. Ia berada dalam posisi netral, artinya perbuatan yang diciptakan tidak bernilai

buruk atau bernilai baik, tetapi berguna bagi kelestarian eksistensi

manusiawinya sendiri.

Jiwa lawwamah merupakan jiwa yang didominasi oleh komponen akal.

Akal yang baik adalah akal yang tunduk pada cahaya hati. Natur akal sendiri

bukannya tidak baik, tetapi tidak memiliki nilai spiritual dan transendental.

Manusia yang mau menggunakan akalnya secara baik boleh jadi ia memiliki jiwa

sosialitas dan moralitas, tetapi jiwa ini hanya sekadar dimotivasi oleh nilai

manusiawi tanpa melibatkan motivasi ibadah.

Pengetahuan dan kebenaran yang dicapai oleh akal masih terbatas. Ia hanya

mampu mencapai pengetahuan dan kebenaran rasional, tanpa menyentuh

kebenaran dan pengetahuan yang suprarasional. Al-Ghazali sendiri menyatakan

bahwa akal sering memutarbalikkan fakta, penuh kepalsuan dan khayalan. Akal

tidak mampu menangkap hal-hal yang tersembunyi. Bahkan dalam mimpi pun

akal tidak mampu menolak hal-hal yang irasional.

100

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 158-159.

Page 56: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

43

Nafs ini sangat menyesali hilangnya peluang baik, dan untuk itu ia mencela

dirinya sendiri. Nafs dalam tingkat ini merupakan keadaan batin yang bekerja

mengawasi secara internal terhadap tingkahlaku, satu kondisi di mana orang-

orang mukmin yang berada pada tingkat ini selalu mempertahankan dirinya,

mengira amalnya serca mencela kekhilafan yang terlanjur diperbuatnya, baik

perkataan maupun perbuatan.101

Sisi positif bagi jiwa lawwamah adalah masih bersifat pemula, artinya

seseorang yang berjiwa lawwamah masih mulai beranjak dari jiwa yang baik.

Peralihan jiwa ini ditandai dengan adanya taubat dan jihad melawan hawa nafsu.

Oleh karena itu masih bersifat pemula maka jiwa lawwamah belum mampu

menghantarkan manusia pada eksistensi yang sebenarnya.

Bentuk-bentuk tipologi jiwa lawwamah sulit ditentukan yang bernilai netral.

Maksud netral di sini dapat berarti:

1) Tidak memiliki nilai buruk atau nilai baik tetapi dengan gesekan motivasi

netralitas suatu tingkah laku itu akan menjadi baik atau akan menjadi buruk.

Baik buruk nilainya tergantung pada kekuatan daya yang mempengaruhi;

2) Ia bernilai baik menurut ukuran manusia, tetapi belum tentu baik menurut

ukuran Tuhan, seperti rasionalitas, moralitas dan sosialitas yang dimotivasi

oleh antroposentris (insaniyah).

Eksistensi manusia yang sebenarnya akan terwujud apabila manusia telah

melakukan jiwa muthma’innah.

3. Jiwa Muthma’innah (Nafs al-Muthma’innah)

Jiwa muthma’innah adalah jiwa yang telah diberi kesempatan cahaya hati,

sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik.

Jiwa ini selalu berorientasi ke komponen hati untuk mendapatkan kesucian dan

menghilangkan segala kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang dan

tentram.102

Jiwa muthma’innah bersumber dari hati manusia, sehingga hanya hati

yang mampu merasakan ketenangan. Hati selalu cenderung pada ketenangan

dalam beribadah, mencintai, bertaubah, bertawakal, dan mencari ridha Allah Swt.

101

Hasbullah Ahmad, Mewujudkan Ketenangan Jiwa, 18. 102

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 162.

Page 57: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

44

Jiwa muthma’innah merupakan jiwa atas sadar atau supra kesadaran

manusia. Dikatakan demikian sebab jiwa ini merasa tenang dalam menerima

keyakina fitrah. Al-Ghazali menyatakan bahwa daya hati (yang mendominasi jiwa

muthma’innah) mampu mencapai pengetahuan (ma’rifah) melalui daya cita rasa

(dzawq) dan kasyf (terbukanya tabir misteri yang menghalangkan penglihatan

batin manusia). Dengan kekuatan dan kesucian daya hati maka manusia mampu

memperoleh (pengetahuan) wahyu dan ilham dari Tuhan. Wahyu diberikan

kepada para nabi, sedangkan ilham diberikan pada manusia suci.

Dalam prespektif Al-Qur‟an dapat dilihat bahwa tanda-tanda orang yang

berjiwa muthma’innah adalah:

a. Adanya keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap kebenaran dan tetap pada

ketenangan iman.

b. Memiliki rasa aman, terbebas dari rasa takut dan sedih di dunia dengan teguh

pendirian atau istiqomah dalam menghadapi tantangan hidup walau apapun

yang terjadi dalam ujian dan cobaan hidup terutamanya di akhirat kelak.

c. Ketentraman hati yang di miliki adalah akibat dari selalu ingat Allah dalam

setiap keadaan baik dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring, kesemua

aktivitas tidaklah pernah terlepas dari mengingat Allah Swt.103

Eksistensi jiwa muthma’innah didorong oleh dua faktor:

1) Faktor internal, berupa daya hati manusia yang memiliki natur ilahiyyah. Jika

hati berkuasa maka ia mampu memberikan ketenangan dan keimanan;

ketenangan karena mendapatkan pertolongan dan berita gembira dari Allah;

ketenangan karena selalu ingat kepada-Nya.

2) Faktor eksternal berupa penjagaan dari malaikat dan hidayah dari Allah Swt.

a) Jika setan mendorong manusia berbuat jahat melalui was-was, maka

malaikat mendorong untuk berbuat baik melaui ilham. Karakter malaikat

adalah membisikan manusia untuk berbuat taat, jujur dan ikhlas kepada

Allah Swt, sehingga mengakibatkan selamat dan kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat.

103

Hasbullah Ahmad, Mewujudkan Ketenangan Jiwa,19.

Page 58: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

45

b) Hidayah (petunjuk) dari Allah Swt. Hidayah sangat membantu manusia

dalam menentukan jati dirinya. Manusia dengan kemampuannya sendiri

tanpa diberi hidayah maka sulit menemukan jati dirinya.104

Jiwa mutma’innah adalah jiwa yang didominasi oleh daya hati (55%) yang

dibantu oleh daya akal (30%) dan daya nafsu (15%). Jiwa lawwamah adalah jiwa

yang didominasi oleh daya akal (40%) yang dibantu oleh daya hati (30%) dan

daya nafsu (30%). Sedangkan jiwa ammarah adalah jiwa yang dominasi oleh daya

nafsu (55%) yang dibantu oleh daya akal (30%) dan hati (15%). Dengan demikian

masing-masing komponen memiliki prosentasi tersendiri dalam pembentukan

jiwa.105

Untuk lebih mudah memahami konsep kepribadian menurut al-Ghazali bisa

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1

No Jenis Jiwa Pendominasiannya Ciri-Ciri

1 Nafs ammarah Jiwa yang dominasi

oleh daya nafsu (55%)

yang dibantu oleh daya

akal (30%) dan hati

(15%)

Ciri jiwa ini adalah tidak

membekali diri untuk

menuju pada tujuan

hidupnya, bahkan ia

menyia-nyiakan dan

berbekal dengan sesuatu

yang justru menganggu

perjalannya.Orang yang

termasuk dalam

golongan ini adalah

orang yang sangat jelek

sifat dan wataknya.

2 Nafs lawwamah Jiwa yang didominasi

oleh daya akal (40%)

yang dibantu oleh daya

hati (30%) dan daya

nafsu (30%)

Ciri jiwa ini adalah selalu

mengeluh, kecewa, dan

menyalahkan dirinya.

Seseorang yang berjiwa

lawwamah masih mulai

beranjak dari jiwa yang

baik. Peralihan jiwa ini

ditandai dengan adanya

104

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 163-165. 105

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, 62.

Page 59: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

46

taubat dan jihad melawan

hawa nafsu.

3 Nafs

muth’mainnah

Jiwa yang didominasi

oleh daya hati (55%)

yang dibantu oleh daya

akal (30%) dan daya

nafsu (15%)

Ciri jiwa ini hatinya

selalu tentram karena

ingat kepada Allah; yaitu

seyakin-yakinnya

terhadap apa yang

diyakinkannya sebagai

kebenaran. Oleh karena

itu, ia tidak mengalami

konflik batin. Emosinya

stabil, tidak merasa

cemas, dan tidak pula

takut.

D. Akhlak Baik

Akhlak yang baik adalah rupa hati yang baik, maka dengan terhapusnya dari

sifat-sifat tercela terbentuklah sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan utama dari akhlak

yang baik adalah terhentinya kecintaan kepada dunia dalam hati seseorang dan

sebagai gantinya makin mantap pula kecintaanya kepada Allah, maka tidak

sesuatu pun yang lebih dinginkannya kecuali perjumpaan dengan Allah. Akhlak

dapat diubah dengan tindakan, maka berusahalah menudukkan kemarahan,

syahwat dan kejahatan. Jika pada asal fitrahnya tidak ada, misalnya

kedermawanan maka biasakanlah hal itu walaupun dengan memaksakan diri.

Demikian pula apabila tidak diciptakan sebagai orang yang mempunyai sifat

rendah hati, maka lakukanlah hal itu (rendah hati) walaupun dengan memaksakan

diri sehingga menjadi terbiasa. Seperti itu pula sifat-sifat yang lainnya diobati

dengan kebalikan hingga tercapai tujuan.106

Ada dua macam di dalam kebaikan, yakni kebaikan berbentuk rupa serta

kebaikan yang berbentuk akhlak. Kebaikan yang berbentuk rupa itulah yang

dinamakan keindahan, sedangkan yang dinamakan kebaikan akhlak ialah

106

Irwan Kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul, Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali, 213.

Page 60: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

47

kebaikan hati; kemudian kebaikan hati itu sendiri adalah jika sifat-sifat terpuji

telah mengalahkan sifat-sifat tercela.

Akhlak baik ialah bentuk hati, sifat-sifat yang tercela akan digantikan

dengan sifat-sifat yang terpuji. Ia adalah akhlak yang baik. Sedangkan yang

dimaksud dengan akhlak baik yang sempurna adalah pada Rasulullah. Sebab

beliau telah mencapai derajat yang sempurna. Rasulullah telah mengingatkan

bahwa akhlak dapat berubah dengan terpengaruh dibawah tindakan manusia.

Maka hendaknya manusia berusaha dapat menundukkan amarah serta syahwat

dan sifat yang serakah.107

Langkah pertama untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa diri, terdiri

atas bentuk luar yang disebut hati dan ruh. Sebagian pemahaman mengenai

hakikat hati atau ruh dapat diperoleh seseorang dengan menutup matanya dan

melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain dirinya sendiri. Dengan begitu, ia

akan mengetahui keterbatasan sifat dirinya. Jika seseorang merenungkan dirinya,

ia akan mengetahui bahwa sebelumnya ia tidak ada, Sebagaimana termaktub

dalam QS. Al-Insan, ayat 2:

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang

bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena

itu kami jadikan dia mendengar dan melihat”.(QS.Al-Insan: 76)108

Ia akan mengetahui bahwa ia terbuat dari setetes air yang tidak mengandung

intelektual, pendengaran, kepala, tangan, kaki dan seterusnya. Setinggi apa pun

tingkat kesempurnaanya, ia tidak menciptakan dirinya, bahwa tidak kuasa untuk

menciptakan meski hanya sehelai rambut. Wujudnya adalah pantulan dari

kekuasaan, kebijakan, dan cinta sang pencipta. Bukan saja sifat-sifat manusia

107

Labib, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul,

Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali , 313. 108

Anonim,Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985)

Page 61: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

48

merupakan pantulan sifat-sifat Allah, melainkan keberadaan ruhnya pun dapat

mengantarkan manusia pada pemahaman tentang keberadaan Allah.109

Tidak ada seseorang pun yang benar-benar mengetahui tentang kecacatan

dirinya. Karenanya, jika ia telah melakukan sendiri perjuangan melawan dirinya

sehingga sempat meninggalkan perbuatan-perbuatan keji, mungkin saja ia

mengira telah berhasil membaikkan akhlaknya dan menyempurnakan dirinya.

Lalu ia akan merasa tidak perlu lagi melakukan mujahadah selanjutnya. Oleh

sebab itu, diperlukan penjelasan tentang tanda-tanda akhlak yang baik yaitu,

identik dengan keimanan sedangkan akhlak yang buruk adalah identik dengan

kemunafikan.

Seorang pengamat menulis tentang tanda-tanda orang yang baik akhlaknya,

sebagai berikut “[I]a harus seorang pemalu, sangat jarang ganggunya, banyak

kebaikannya, senantisa benar ucapannya, sedikit berbicara, banyak berbuat,

sedikit kesalahan, tidak suka mencampuri hal-hal yang bukan urusannya, suka

bebuat kebajikan, menjaga hubungan persahabatan, berwibawa, penyabar, selalu

berterima kasih, berpuas hati, penyantun, lemah-lembut, menahan diri, serta

penyayang. Bukan kebiasaanya untuk melaknat, memaki-maki, memfitnah,

menggunjing, atau bersifat tergesa-gesa, dengki, bakhil ataupun penghasut. Selalu

berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah dan membenci karena

Allah, ridha demi Allah dan marah juga karena Allah.110

Berkata Hatim Al-

Ashamm:

“[S]eorang mukmin senantiasa disibukkan dengan merenung dan mengambil

pelajaran, sementara seorang munafik disibukkan dengan ketamakan dan

angan-angan kosong. Seorang mukmin berputus asa dari siapa saja kecuali

Allah, sementara seorang munafik mengharap dari siapa saja kecuali Allah.

Seorang mukmin merasa aman kecuali karena Allah. Seorang mukmin

menawarkan hartanya demi mempertahankan agamanya, sementara seorang

munafik menawarkan agamanya demi mempertahankan hartanya. Seorang

mukmin menangis (karena malunya kepada Allah) meskipun berbuat

kebajikan, sementara seorang munafik tetap tertawa meskipun berbuat

109

Haidar Bagir, Kimia Kebahagiaan, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, The

Alchemy of Happiness al-Ghazali, oleh Imam Al-Ghazali, 33. 110

Muhammad al-Baqir, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia,

Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, Tahzib Al-Akhlaq wa Mu’alajat Amradh Al-Qulub

oleh Imam Al-Ghazali (Bandung: Penerbit Karisma, 1997), 92-96.

Page 62: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

49

keburukan. Seorang mukmin senang ber-khalwat dan menyendiri, sementara

seorang munafik senang berkumpul-kumpul. Seorang mukmin menanam

seraya takut merusak, sementara seorang munafik mencabuti seraya

mengharapkan panenan. Seorang mukmin memerintah dan melarang sebagai

siasat, sehingga berhasil memperbaiki, sementara seorang munafik

memerintahkan dan melarang demi meraih jabatan, sehingga merusak”.

Page 63: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

50

BAB IV

KONSEP KEPRIBADIAN AL-GHAZALI SERTA KONTRIBUSINYA

DALAM PROSES KONSELING

Bab selanjutnya akan menjelaskan tentang pengertian konseling, kualitas

pribadi konselor, yang akan menyebutkan hal-hal yang perlu dimiliki seorang

konselor agar tercapai proses konseling yang efektif. Kemudian akan menjelaskan

proses konseling dari tahap awal, pertengahan (tahap kerja), hingga tahap akhir

(tahap tindakan). Dan akan ditutup dengan membahas tentang bentuk-bentuk

kontribusi konsep kepribadian menurut al-Ghazali dalam proses konseling.

A. Pengertian Konseling

Istilah konseling yang berasal dari bahasa Inggris “counseling” di dalam

kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” yang mempunyai beberapa arti

yaitu: nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to

take counsel). Berdasarkan arti di atas, konseling secara etimologi berarti

pembicaraan dengan bertukar pikiran.111

Konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara konselor dan

klien yang berusaha memecahkan sebuah masalah dengan mempertimbangkannya

bersama-sama sehingga klien dapat memecahkan masalahnya berdasarkan

penentuan sendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa konseling merupakan suatu

situasi pertemuan tatap muka antara konselor dengan klien di mana konselor

berusaha menolong klien memecahkan masalah yang dihadapi klien berdasarkan

pertimbangan bersama-sama, tetapi penentuan pemecahan masalah dilakukan oleh

klien sendiri. Artinya bukan konselor yang memecahkan masalah klien.112

Hubungan dalam konseling bersifat interpersonal. Terjadi dalam bentuk

wawancara secara tatap muka antara konselor dengan klien. Hubungan itu,

melibatkan semua unsur kepribadian yang meliputi: pikiran, perasaan,

pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain. Dalam proses

konseling kedua belah pihak hendaknya menunjukkan kepribadian yang asli. Hal

111

Tohirin, Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), 21. 112

Ibid, 22.

49

Page 64: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

51

ini dimungkinkan karena konseling itu dilakukan secara pribadi dan dalam

suasana rahasia.

Menurut Achmad Mubarok, Konseling Islam dalam sejarah Islam dikenal

dengan istilah hisbah, artinya menyuruh orang (klien) untuk melakukan perbuatan

baik yang jelas-jelas ia tinggalkan, dan mencegah perbuatan mungkar yang jelas-

jelas dikerjakan oleh klien (aml ma’ruf nahi munkar) serta mendamaikan klien

yang bermusuhan.113

Khalifah Umar Bin Khattab adalah orang pertama yang

mengatur pelaksanaan hisbah sebagai suatu sistem dengan merekrut dan

mengorganisasi muhtasib (konselor) dan kemudian menugaskan mereka ke segala

pelosok kaum muslimin guna membantu orang-orang yang bermasalah.

Khalifah berikutnya juga meneruskan kebijakan Umar sehingga ketika itu

jabatan muhtasib menjadi jabatan yang terhormat di mata masyarakat.114

Selain

itu, praktek-praktek kehidupan sufi menunjukkan adanya aktivitas konseling Islam

yang berlangsung dengan baik. Dengan demikian, konseling Islam telah memiliki

landasan yang kukuh untuk terus dikembangkan dan disesuaikan dengan tingkat

kebutuhan manusia dalam menjalani kehidupannya.

Tujuan umum dari konseling Islam ialah membantu klien agar ia memiliki

pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian mengambil

keputusan untuk melakukan suatu perbuatan yang dipandang baik, benar, dan

bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhirat.115

Menurut Syamsu Yusuf tujuan konseling Islam adalah membantu individu

agar memiliki sikap, kesadaran, pemahaman, atau perilaku sebagai berikut:

1. Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai makhluk atau hamba Allah.

2. Memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah Allah.

3. Memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri (kelebihan dan

kekurangannya) secara sehat.

4. Memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur, dan menggunakan

waktu luang.

113

Achmad Mubarok, Al-Irsyad An-Nafsiy Konseling Islam Teori dan Kasus (Jakarta: Bin

Arena Perwira,2000), 79. 114

Ibid, 83. 115

Ibid, 89.

Page 65: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

52

5. Bagi yang sudah berkeluarga seyogianya menciptakan iklim kehidupan

keluarga yang fungsional.

6. Memiliki komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama

(beribadah) dengan sebaik-baiknya, baik yang bersifat habl min Allah maupun

habl min al-nas.

7. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar atau bekerja yang positif.

8. Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah atau sabar.

9. Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah atau stress.

10. Mampu mengubah persepsi atau minat.

11. Mampu mengambil hikmah dari musibah (masalah) yang dialami.

12. Mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.

Tujuan konseling Islam tidak hanya diarahkan pada pemecahan masalah

dari klien, melainkan juga ada indikator yang lebih konkret bagi klien yang sehat

seperti yang diungkapkan oleh Syamsu Yusuf diatas.116

Keefektifan konseling

sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dengan

kliennya. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan pada kemampuannya

dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kualitas pribadinya.117

Konseling sebagai proses membantu individu agar berkembang, memiliki

beberapa prinsip yang penting yaitu:

a. Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup.

Dalam hubungan konseling konselor sebaiknya jangan dulu mengungkap

berbagai kesalahan, dan kesulitan klien. Akan tetapi berupaya membuat situasi

konseling yang menggembirakan. Karena situasi seperti itu membuat klien

senang, tertarik untuk melibatkan diri dalam pembicaraan, dan akhlaknya akan

menjadi terbuka untuk membeberkan isi hati dan rahasianya118

, sebagaimana

termaktub dalam QS. Saba‟, ayat 28:

116

Syamsu Yusuf, Mental Hygiene (Bandung, Pusaka Bani Quraisy, 2004), 178 117

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2012), 9. 118

Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Prektek (Bandung: Alfabeta, 2013)

,23.

Page 66: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

53

“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Saba‟: 34).119

b. Melihat klien sebagai subjek dan hamba Allah

Klien bukanlah objek konseling, melainkan sebagai subjek yang

berkembang. Dan dia adalah hamba Allah yang menjadi tugas amanah bagi

seorang konselor. Dia bukan objek konseling untuk diperlakukan tanpa nilai

moral-religius, akan tetapi menghargainya sebagai pribadi yang merdeka

karena itu di dalam hubungan konseling klien yang harus banyak berbicara

mengenai dirinya dan bukan konselor. Sebab itu, upaya konselor adalah

mengenali potensi dan kelemahan serta kesulitan klien, kemudian klien akan

mengungkapkan segalanya dengan jujur dan terbuka.

c. Menghargai klien tanpa syarat.

Menghargai klien adalah syarat utama untuk terjadinya hubungan

konseling yang gembira dan terbuka. Penghargaan ini dimaksudkan sebagai

upaya konselor yang memberikan ucapan-ucapan serta bahasa badan yang

menghargai.

d. Dialog Islam yang menyentuh.

Dengan hubungan yang akrab, konselor berupaya agar mengemukakan

butir-butir dialognya yang menyentuh hati klien sehingga memunculkan rasa

syukur, rasa cinta, bahkan perasaan dosa. Klien mengungkapkan perasaan-

perasaan tersebut dengan tulus, jujur, dan terbuka.120

Keakraban dan

keterlibatan klien adalah kata kunci dalam hubungan konseling untuk membuat

klien terbuka perasaan keagamaan dan kemanusiaan.

Banyak konselor menggunakan pendekatan agama untuk membuat klien

tersentuh hatinya. Karena itu selayaknya konselor mempelajari ilmu agama.

119

Anonim,Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985) 120

Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Prektek ,24.

Page 67: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

54

Sebab manakala klien meminta informasi mengenai hal itu, dapat diberikan

secara lengkap termasuk pengajaran agama seperti sholat, doa-doa, fikih dll

e. Keteladanan pribadi konselor

Keteladanan pribadi konselor dapat menyentuh perasaan klien untuk

mengidentifikasi diri konselor. Hal itu merupakan sugesti bagi klien untuk

berusaha kearah positif. Motivasi untuk berusaha disebabkan kepribadian,

wawasan dan keterampilan serta amal kebajikan konselor terhadap klien.

Konselor bersikap jujur, saleh, dan berpandangan luas, serta penuh perhatian

terhadap klien. Seolah-olah kepribadian teladan adalah pesan rabbani, yang

memancar dalam perilaku konselor.121

B. Kualitas Pribadi Konselor

Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam

konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi

konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di

samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan

konseling.

1. Pemahaman diri (self-knowledge)

Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik,

dia memahami secara pasti apa yang yang dia lakukan, mengapa dia melakukan

hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman diri sangat

penting bagi konselor, karena beberapa alasan berikut:

a. Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan

memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain atau klien (konselor akan

lebih mampu mengenal diri orang lain secara tepat pula).

b. Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga

memahami orang lain.

c. Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara

memahami diri itu kepada orang lain.

121

Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Prektek ,25.

Page 68: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

55

d. Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan

berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses konseling

berlangsung.

Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan

menunjukkan sifat-sifat berikut.

1) Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya, sebagai konselor

dia memiliki kebutuhan diri, seperti: kebutuhan untuk suskes, kebutuhan

merasa penting, dihargai, superior dan kuat.

2) Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Perasaan-

perasaan itu seperti: rasa aman, takut, bermasalah, dan cinta. Ketidaksadaran

konselor akan perasaannya dapat berakibat buruk terhadap proses konseling.

3) Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam

konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri

dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.

4) Konselor memahami atau mengakui kelebihan dan kekurangan dirinya.122

2. Kompeten (competent)

Maksud kompeten di sini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik,

intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.

Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang dikonseling akan

belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk

mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Dalam hal ini, konselor berperan

untuk mengajar kompetensi-kompetensi tersebut kepada klien.

Konselor yang lemah fisiknya, lemah kemampuan intelektualnya, sensitif

emosinya, kurang memiliki kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kurang

memahami nilai-nilai moral maka dia tidak akan mampu mengajarkan

kompetensi-kompetensi tersebut kepada klien.

Konselor yang memiliki kompetensi melahirkan rasa percaya pada diri klien

untuk meminta bantuan konseling terhadap konselor tersebut. Di samping itu

kompetensi ini juga sangat penting bagi efisiensi waktu pelaksanaan konseling.

122

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, 37-38.

Page 69: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

56

Konselor yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan

menampilkan sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut.

a. Terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingakah laku dan

konseling dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-

jurnal yang relevan; menghadiri acara-acara seminar atau diskusi tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan profesinya.

b. Menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membentunya untuk

lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan ketrampilan

konselingnya. Upaya itu ditempuhnya dengan cara menerima resiko,

tanggung jawab, dan tentangan-tantangan yang dapat menimbulkan rasa

cemas. Kemudian dia menggunakan rasa cemas itu untuk mengaktualisasikan

potensi-potensinya.

c. Mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam

konseling. Maka senantiasa mencari cara-cara yang paling tapat atau berguna

untuk membantu klien.

d. Mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah

setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebih produktif.

e. Melakukan kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang telah

dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses konseling.

3. Kesehatan psikologis

Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari

kliennya. Hal ini penting karena kesehatan psikologis (psikological health)

konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya.

Ketika konselor memahami bahwa kesehatan psikologisnya baik dan

dikembangkan melalui konseling, maka dia membangun proses konseling tersebut

secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut

kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka ia akan mengalami

kebimbangan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.

Page 70: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

57

Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat berguna bagi hubungan

konseling. Karena apabila konselor kurang sehat psikisnya, maka dia akan

teracuni atau terkontaminasi oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang

subjektif, nilai-nilai yang keliru, dan kebingungan.

Konselor yang kesehatan psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai

berikut:

a. Memperolah pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan dan seks.

b. Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.

c. Menyadari kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya.

d. Tidak hanya berjuang untuk hidup, tetapi juga menciptakan kehidupan yang

lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman. Dia

melakukan aktivitas-aktivitas yang positif, seperti: membaca, menulis,

bertamasya, bermain (berolahraga), dan berteman.123

4. Dapat dipercaya (trustworthiness)

Kualitas ini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau

penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat

penting dalam konseling, karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut:

a. Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan

masalah dirinya yang paling dalam. Dalam hal ini, klien harus merasa bahwa

konselor itu dapat memahami dan mau menerima curahan hatinya dengan

tanpa penolakan. Jika klien tidak memiliki rasa percaya ini, maka rasa frustasi

lah yang menjadi hasil konseling.

b. Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor.

Artinya klien percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk

membantunya.

c. Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka

akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.

Konselor yang dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku

sebagai berikut:

1) Memiliki pribadi yang konsisten.

123

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, 40.

Page 71: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

58

2) Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapanya maupun perbuatannya.

3) Tidak pernah membuat orang lain (klien) kecewa atau kesal.

4) Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar

janji, dan mau membantu secara penuh.

5. Jujur (honesty)

Maksud jujur di sini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan

(terbuka), autentik, dan asli (genuinei). Sikap jujur ini penting dalam konseling,

karena alasan-alasan berikut.

a. Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin

hubungan psikologis yang lebih baik dekat satu sama lainnya di dalam proses

konseling. Konselor yang menutup atau menyembunyikan bagian-bagian

dirinya terhadap klien dapat menghalangi terjadinya relasi yang lebih dekat.

Kedekatan menimbulkan hubungan psikologis sangat penting dalam

konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan terbuka

antara konselor dengan klien. Apabila terjadi ketertutupan dalam konseling

dapat menyebabkan merintangi perkembangan klien.

b. Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara

objektif kepada klien.

Konselor yang jujur memiliki karakteristik sebagai berikut:124

1) Bersikap kongruen, artinya sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh dirinya

sendiri (real self) sama sebangun dengan yang dipersepsi oleh orang lain

(public self).

2) Memiliki pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran.

6. Kekuatan (strengyh)

Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab

dengan hal itu klien akan merasa aman. Klien memandang konselor sebagai orang

yang tabah dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien untuk mengatasi

masalahnya, dan dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi. Konselor

yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku

berikut.

124

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, 40-41.

Page 72: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

59

a. Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.

b. Bersifat fleksibel.

c. Memiliki identitas diri yang jelas.

7. Bersikap hangat

Hangat disini maksudnya adalah ramah, penuh pertimbangan dan

memberikan kasih sayang. klien yang datang meminta bantuan konselor, pada

umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia

kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih

sayang. melalui konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan

melakukan sharing dengan konselor. Apabila hal itu diperoleh maka klien dapat

mengalami perasaan yang nyaman.

8. Actives responsiveness

Keterlibatan konselor dalam konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui

respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap

kebutuhan klien. Di sini, konselor mengajukan pertanyaan yang tepat,

memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna

mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara

mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien

dalam proses konseling.125

9. Sabar (patience)

Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien

untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan

lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung

menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.

10. Kepekaan (sensitivity)

Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika

psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri

klien maupun dirinya sendiri.

Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak

menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak

125

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, 42.

Page 73: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

60

menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada diri mereka hanya Nampak gejala-

gelajanya, sementara yang sebenanya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya.

Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah

sebenarnya yang dihadapi klien. Konselor yang sensitif memiliki kualitas perilaku

sebagai berikut:

a. Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri.

b. Mengetahui kapan, di mana, dan berapa lama mengungkap masalah klien

(prosing).

c. Mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tantang masalah yang

dihadapinya.

d. Sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah teringgung dirinya.

11. Kesadaran holistik (holistic awareness)

Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami

klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan

berarti bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang

menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi-dimensi itu

meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spiritual.126

Konselor yang memiliki kesadaran holistik cenderung menampilkan

karakteristik sebagai berikut.

a. Menyadari secara akurat tantang dimensi-dimensi kepribadian yang

kompleks.

b. Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan memperhatikan

tentang perlunya referal (rujukan).

c. Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori.

C. Proses Konseling

Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan

baik. Menurut Brammer dalam Sofyan S.Willis proses konseling adalah peristiwa

yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut

(konselor dan klien).

126

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, 43.

Page 74: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

61

Setiap tahapan proses konseling membutuhkan keterampilan-keterampilan

khusus. Namun keterampilan-keterampilan itu bukanlah yang utama jika

hubungan konseling tidak mencapai rapport. Dinamika hubungan konseling

ditentukan oleh penggunaan keterampilan konseling yang bervariasi. Dengan

demikian proses konseling tidak dirasakan oleh peserta konseling (konselor-klien)

sebagai hal yang menjemukan. Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses

konseling sejak awal hingga akhir dirasakan sangat bermakna dan berguna. Proses

konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus

dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Secara umum proses

konseling dibagi atas tiga tahapan:127

1. Tahapan awal konseling

Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses

konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar

isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal

dilakukan konselor sebagai berikut.

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien

Hubungan konseling yang bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi

dengan konselor. Kunci keberhasilan tersebut pada: pertama, keterbukaan

konselor. Kedua, keterbukaan klien artinya dia dengan jujur mengungkapkan isi

hati, perasaan, harapan, dan sebagainya. Namun keterbukaan ditentukan oleh

faktor yakni dapat dipercayai klien karena dia tidak berpura-pura, akan tetapi

jujur, asli, mengerti dan menghargai. Ketiga, konselor mampu melibatkan klien

terus menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian, maka proses

konseling akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling.

b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah

Jika hubungan konseling telah terjalin baik dimana klien telah melibatkan

diri, berarti kerjasama antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu,

kepedulian, atau masalah yang ada pada klien. Sering klien tidak begitu

menjelaskan masalahnya, walaupun mungkin dia hanya mengetahui gejala-gejala

yang dialaminya. Demikian pula klien yang tidak memahami potensi apa yang

127

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, 50.

Page 75: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

62

dimilikinya, maka tugas konselorlah untuk membantu mengembangkan potensi,

memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan masalah bersama-sama.

c. Membuat penaksiran dan penjajakan

Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan mengembangkan

isu atau masalah, dan merencang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan

membangkitkan semua potensi klien, dan dia menentukan berbagai alternatif yang

sesuai bagi antisipasi masalah.

d. Menegosiasi kontrak

Kontrak artinya perjajakan antara konselor dengan klien. Kontrak

menggariskan kegiatan konseling, termasuk kegiatan klien dan konselor. Artinya

mengandung makna bahwa konseling adalah urusan yang saling ditunjang. Dan

bukan pekerjaan konselor sebagai ahli, disamping itu juga mengandung makna

tanggung jawab klien, dan ajakan untuk kerja sama dalam proses konseling.128

2. Tahap pertengahan (tahap kerja)

Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal,

kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada penjelajahan masalah klien,

bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang

telah dijelajahi tentang masalah klien.

Menilai kembali masalah klien akan membantu klien memperoleh

persepektif baru, alternatif baru, yang mungkin berbeda dengan sebelumnya,

dalam rangka mengambil keputusan dan tindakan. Dengan adanya perspektif baru,

berarti ada dinamika pada diri klien menuju perubahan. Tanpa perspektif maka

klien sulit untuk berubah.

Di saat manusia (klien) ataupun pemecahan atas permasalahan yang sedang

dihadapinya, maka hendaknya ia mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Meyakini adanya permasalahan yang sedang dihadapi. Apakah permasalahan

ini mempunyai kepentingan dalam hidupnya? Apakah permasalahan ini

membutuhkan motivasi tertentu yang mengantarkan pada pemecahannya?

b. Mengumpulkan banyak informasi sekitar permasalahan yang sedang dihadapi

hingga permasalahan tersebut tampak jelas adanya serta dapat ditentukan nilai

128

Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Prektek , 50-51.

Page 76: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

63

dan batasannya secara mendetail hingga mempermudah dalam pencarian

solusinya.

c. Meletakkan opsi-opsi yang sekiranya bisa menjadi solusi atau pemecahan

masalah.

d. Rekomendasi opsi pemecahan masalah. Di saat seseorang berpikir untuk

merumuskan suatu pemecahan permasalahan, maka hendaknya ia

menganalisis terlebih dahulu opsi-opsi ini dan membahasnya sesuai dengan

informasi yang didapatkannya disertai dengan bukti-bukti yang dapat

menunjang terlaksananya opsi ini hingga menjadi kokoh dan bisa

diaplikasikan.

e. Pemeriksaan lebih lanjut mengenai opsi ini, dengan mengindahkan opsi-opsi

yang dianggap tidak layak hingga dapat dipilih opsi terbaik dalam

memecahkan permasalahan yang ada. Setelahnya barulah dikumpulkan

banyak informasi yang lebih banyak dan lebih membantu merekonstruksi

kembali opsi ini agar lebih aplikatif dalam berbagai kondisi.129

Adapun tujuan-tujuan tahap pertengahan ini yaitu:

1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, dan kepedulian klien lebih jauh.

Dengan penjelajahan ini, konselor berusaha agar klien mempunyai

perspektif dan alternatif baru terhadap masalahnya. Konselor mengadakan

reassessment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien artinya masalah itu

dinilai bersama-sama. Jika klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat

dan terbuka. Dia akan melihat masalahnya dari perspektif atau pandangan yang

lain yang lebih objektif dan mungkin pula dengan berbagai alternaif. Dalam hal

ini keterampilan eksplorasi perlu dimiliki klien. Eksplorasi bisa berarti

penelusuran atau penggalian. Keterampilan eksplorasi adalah suatu

keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien.

Keterampilan ini penting karena dalam konseling terkadang klien menyimpan

rahasia, menutup diri, dan diam seribu bahasa atau tidak mampu

mengemukakan pendapatnya secara terus terang. Melalui keterampilan ini,

129

Muafir Bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 279-

280.

Page 77: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

64

akan memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan

terancam.

Eksplorasi ada tiga macam: yaitu pertama eksplorasi perasaan yaitu

keterampilan konselor untuk menggali perasaan klien yang tersimpan. Kedua,

eksplorasi pikiran, yaitu keterampilan atau kemampuan konselor untuk

menggali ide, pikiran dan pendapat klien. Ketiga, eksplorasi pengalaman, yaitu

keterampilan konselor untuk menggali pengalaman-pengalaman klien sebagai

hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal klien.

Tingkat terpenting konseling dalam Islam adalah sebagai berikut:130

a) Pengakuan. Apabila seseorang yang berdosa telah mengakui kesalahannya dan

kezalimannya pada dirinya di hadapan Allah lah ia bertobat dengan tobat yang

sebenar-benarnya, maka sesunggunya Allah akan menerima tobatnya tersebut

dan mengampuni semua dosa dan kesalahannya dengan izin-Nya. Pengakuan

berarti suatu pengaduan dan keluh kesah atas apa yang menimpa diri dengan

niat untuk mengakhiri apa yang telah menimpanya. Hal ini dilakukan dengan

menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah yang mahakuasa hingga akhirnya

dia berkenan menghapuskan dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan,

meringankan siksaan batin, menjernihkan goncangan hati dan mengembalikan

rasa aman dalam diri. Di saat seseorang mengakui suatu kesalahan, maka ia

akan mengosongkan hati dari perbuatan serupa dan mempublikasikan hal

tersebut kepada keadaan. Sehingga, ia akan mampu mempersiapkan diri dalam

memperbaiki dirinya dan menjadi orang yang bermanfaat.

b) Belajar. Dengannya mampu menghapuskan ataupun mengalihkan perilaku

buruk dan juga menyerap perilaku baik. Selain itu, dengan belajar maka

seseorang akan mulai menerima dirinya sendiri apa adanya, menerima orang

lain dan mampu mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dengan

lingkungan dimana ia tinggal dengan mengemban tanggung jawab dan

membuat target dan tujuan yang realistis dalam kehidupan. Dengan belajar,

maka seseorang akan mampu untuk konsisten, bekerja dan berproduktivitas

hingga ia mampu menjadi orang yang berguna. Juga mampu mengembangkan

130

Muafir Bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, 84.

Page 78: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

65

al-nafs lawwamah dan mendayagunakannya sebagai kekuatan internal dalam

diri serta sebagai pengendali tinglah lakunya.

c) Sadar. Yang dimaksud adalah adanya satu kesadaran dari seseorang akan

penyebab yang mendorongnya melakukan kesalahan dan memahaminya

dengan baik serta memahami permasalahan kejiwaan yang dihadapinya.

Darinya ia mampu memahami semua hal yang baik baginya dan juga hal yang

bisa membahayakannya. Dengan adanya kesadaran dalam diri inilah, maka

seseorang dapat menyeimbangkan tingkah lakunya. Ia pun akan semakin

merekatkan interaksinya dengan Tuhan dan juga sesamanya.

d) Tobat. Ia adalah satu-satuya harapan bagi siapa pun yang berbuat kesalahan,

agar kesalahan yang dilakukannya mendapatkan ampunan dari-Nya. Dengan

adanya tobat ini, maka seseorang yang melakukan kesalahan ataupun dosa

akan mendapatkan kembali keoptimisannya dalam menghadapi hidup. Juga

akan mendapatkan ketenangan jiwa serta makin menambah kepercayaan dan

kedekatannnya kepada Allah.

e) Doa. Doa adalah memanjatkan suatu permohonan kepada Allah agar dia

memberikan pertolongan dan bantuan-Nya. Hal inilah yang selalu dilakukan

Rasulullah di saat beliau menghadapi kesulitan ataupun musibah yang sangat

besar.131

Dapat dipahami bahwa konseling dalam Islam adalah gabungan dari

berbagai proses seperti mengembalikan kesadaran, perbaikan, pengarahan,

hidayah dan pendidikan hingga setiap individu dapat lebih mengenal dirinya

sendiri dan juga Tuhannya. Juga dapat selalu konsisten dalam melakukan

ibadah kepada-Nya sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Sehingga ia akan selalu dapat membentengi dirinya dan juga menghilangkan

perasaan bersalahnya ataupun perasaan bahwa ia memiliki banyak kekuatan

yang justru mengancam kestabilan jiwanya. Dengan konsisten dalam

melakukan ibadahnya pun, ia akan mampu menerima dirinya apa adanya dan

memenuhi segala kebutuhannya, baik berupa rasa aman, keberhasilan,

penghargaan maupun kestabilan jiwa.

131

Muafir Bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, 85-87.

Page 79: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

66

2) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara.

Hal ini terjadi jika: pertama, klien merasa senang terlibat dalam

pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk

mengembangkan potensi diri dan memecahkan masalahya. Kedua, konselor

berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasai, serta memelihara

keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreatifitas

konselor dituntut pula untuk menyusun renacana bagi penyelesaian masalah

dan pengembangan diri.

3) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.

Kontrak dinegosisasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling.

Karena itu konselor dan klien agar selalu menjaga perjanjian dan selalu

mengingat dalam pikirannya. Pada tahap pertengahan konseling ada lagi

beberapa strategi yang perlu digunakan konselor yaitu pertama,

mengkomunikasikan nilai-nilai itu, yakni klien selalu jujur dan terbuka dan

menggali lagi lebih dalam masalahnya. Kerana kondisi sudah amat kondusif,

maka klien sudah merasa dekat, terundang dan tertantang untuk memecahkan

masalahny. Kedua, menentang klien sehingga dia mempunyai strategi baru dan

rencana baru, melalui pilihan dari beberapa alternatif, untuk meningkatkan

dirinya.132

3. Tahap akhir (tahap tindakan)

Konselor mengambil inti pokok pembicaraan selama proses konseling

berlangsung. Dari kesimpulan pembicaraan akan diketahui bagaimana keadaan

perasaan klien saat ini, apa rencana klien selanjutnya dan pokok-pokok

pembicaraan apa yang akan dibicarakan pada sesi selanjutnya. Menjelang sesi

akhir wawancara konseling, konselor harus dapat membantu klien untuk dapat

membuat rencana berupa suatu program untuk tindakan, yaitu rencana perbuatan

nyata yang produktif bagi kemajuan klien. Kemudian konselor mengevaluasi

keberhasilan proses konseling yang telah dilaksanakan. Konselor menetapkan sisi

132

Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Prektek , 52-52.

Page 80: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

67

mana dari proses konseling yang telah dicapai dan sisi mana yang belum. Selain

itu juga ditetapkan kendala apa yang menjadi penghambat proses konseling.

Selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi ditentukan apa tindak lanjutnya (follow up-

nya).

Keterampilan mengakhiri konseling merupakan suatu kemampuan

konselor menutup sesi konseling. Penutupan sesi konseling tidak harus dilakukan

secara seragam oleh semua konselor. Masing-masing konselor tentu memiliki

teknik tersendiri dalam menutup sesi konseling yang disesuaikan dengan kondisi

klien, masalah klien, dan situasi konseling itu sendiri. Secara umum penutupan

sesi konseling dilakukan oleh konselor dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Mengatakan bahwa waktu konseling akan berakhir.

b. Merangkum isi pembicaraan (isi wawancara konseling).

c. Menunjukkan kepada klien tentang pertemuannya yang akan datang.

d. Mengajak klien berdiri sambil menunjukkan isyarat gerak tangan.

e. Menunjukkan catatan singkat kepada klien tentang hasil pembicaraan (hasil

wawancara konseling).

f. Memberikan tugas-tugas tertentu kepada klien apabila diperlukan.133

Pada Tahapan akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu:

1) Menurunnya kecemasan klien. Hal ini ketahui setelah konselor menanyakan

keadaan kecemahannya.

2) Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan

dinamis.

3) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

4) Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan

meniadakan sikap dan suka menyalahkan dunia luar, seperti orangtua, guru,

teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya.

D. Bentuk-Bentuk Kontribusi Konsep Kepribadian Menurut al-Ghazali

dalam Proses Konseling

133

Tohirin, Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), 314-

315.

Page 81: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

68

Konsep kepribadian yang dikemukakan oleh al-Ghazali dalam hal ini

sangat berkontribusi dalam proses konseling, bentuk-bentuknya sebagai berikut:

1. Mengenal Diri

Agar konselor memiliki kualitas pribadi seperti yang telah disebutkan

diatas, maka konselor diharapkan mempelajari konsep kepribadian menurut al-

Ghazali. Dengan mempelajarinya, konselor akan memahami hakikat dirinya

yang akan mengantarkannya pada pemahaman atas jiwa apa yang

mendominasinya dengan melihat ciri-ciri yang ditunjukan oleh perilakunya

sendiri.

Seperti yang telah disebutkan bahwa mengenal diri adalah kunci untuk

mengetahui yang lain. Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya ada dalam

pengetahuan tentang hal-hal berikut ini: siapakah anda, dan dari mana datang?

Kemana anda pergi, apa tujuan anda datang lalu tinggal sejenak di sini, serta di

manakah kebahagiaan anda dan kesedihan anda yang sebenarnya berada?

Sebagian sifat anda adalah sifat-sifat binatang, sebagian yang lain adalah sifat-

sifat setan dan selebihnya sifat-sifat malaikat. Mesti anda temukan, mana di

antara sifat-sifat ini yang aksiden dan mana yang esensial (pokok). Sebelum

anda ketahui hal ini, tidak akan bisa anda temukan letak kebahagiaan anda

yang sebenarnya.134

Mengenal diri adalah jalan mengenal Allah, hal ini bisa menjadi bahan

renungan bagi seorang konselor untuk memahami tujuan hidupnya. Tujuan

hidup adalah kesempurnaan yang mungkin diperoleh yang dirindukan oleh

setiap orang. Kesempurnaan manusia adalah yang sesuai dengan substansi

esensialnya, (al-Nafs). Kesempurnaan manusia berkaitan erat dengan

keutamaan (al-fadha’il), yaitu berfungsinya daya-daya yang dimiliki manusia

sesuai dengan tuntutan manusia. Dengan terwujudnya al-fadha’il pada diri

seseorang, ia telah memiliki akhlak yang terpuji.135

Allah adalah sumber segala

pengetahuan dan hakikat-hakikat, fitrah manusia adalah mengenal Allah dan

percaya kepada-Nya. Mengingat-Nya akan memberikan ketenangan didalam

134

Haidar Bagir, Kimia Kebahagiaan, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, The

Alchemy of Happiness al-Ghazali, oleh Imam Al-Ghazali, 9-10. 135

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, 131-134

Page 82: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

69

hati setiap orang dan hatinya pun akan lebih peka terhadap kesalahan yang

mungkin diperbuatnya serta dengan mengenal-Nya seseorang akan

memperoleh kebahagiaan akhirat.

Al-Ghazali mempunyai konsep muhasabat al-nafs (koreksi diri)

menjelang tidur pada setiap malam. Lain dari pada itu ada cara-cara yang bisa

dilakukan oleh konselor untuk mengenal diri yaitu:

a. Mencari seorang teman yang shaleh serta menjadikannya sebagai

pengawasan keadaan-keadannya serta dapat mengingatkannya atas

kejelekan-kejelekannya;

b. Jika tidak menemukan seorang teman, maka dengarkanlah perkataanya

orang-orang yang dengki dengan mencari kesalahan-kesalahanmu.

Ambillah faedah darinya, jangan marah serta jangan memusuhinya jika

seseorang telah mengingatkanmu atas suatu kejelekan;

c. Jika ada seseorang yang mengingatkanmu ada ular di bajumu yang

menyengatmu, maka terimalah segala peringatannya tersebut. Jikalau

engaku memahaminya, maka hal tersebut menunjukkan kelemahan

imanmu terhadap akhirat, jikalau memaafkan hal tersebut, maka hal itu

menunjukkan kekuatan imanmu.136

2. Memperbaiki Diri Agar Tercapai Tingkatan Jiwa Muthma’innah

Setelah konselor mengetahui dominasi jiwa yang ada pada dirinya,

langkah selanjutnya yaitu melakukan pelatihan. Pelatihan bisa dilakukan

melalui perjuangan melawan nafsu (mujahadah) dan latihan-latihan ruhani

(riyadhah). Yaitu pada mulanya dengan memaksakan diri melakukan hal-hal

yang timbulnya dari adanya akhlak yang baik agar pada akhirnya ia menjadi

bagian dari sifat yang mapan.

Dicontoh bagi seorang yang ingin memiliki bakat sebagai seorang ahli

fiqih haruslah mempelajari dan mempelajari kembali, hukum-hukum fiqih,

sampai akhirnya kecakapan tersebut tertanam di hatinya, dan jadilah ia seorang

ahli fiqih. Demikian pula seorang yang ingin melakukan pensucian jiwa, tidak

136

Labib, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul,

Mukhatshar Ihya’Ulumuddin, oleh Imam Al-Ghazali, 315-316.

Page 83: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

70

mungkin ia mensucikannya, menyempurnakan dan menghiasinya dengan

amalan-amalan mulia, hanya dengan melakukan ibadah pada satu malam saja,

atau menghindarkan diri dari perbuatan maksiat selama satu hari saja.137

Jadi

seseorang yang ingin menyucikan jiwanya harus berkelanjutan dalam

prosesnya hingga tercapai jiwa muthma’innah. Dengan mempelajari,

memahami dan mempraktekkan hal ini, konselor dapat mencapai kualitas

pribadi seperti yang telah dikemukakan diatas, karena kualitas pribadi konselor

menjadi faktor penentu agar tercapai konseling yang efektif.

3. Mengajarkannya Kepada Klien

Konselor dalam proses konseling akan menemui klien yang berbeda-

beda. Sebagaimana konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai,

pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi dan sebagainya. Semua itu

membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan dengan konselor didalam proses

konseling, maka latar belakang tersebut akan muncul baik dengan sengaja

dimunculkan maupun muncul dengan sendirinya, seperti sikap.

Ada klien yang bersikap curiga terhadap konselor sehingga tidak mau

terbuka dalam pembicaraan, ada lagi klien emosional, marah dan menyerang

konselor dengan kata-kata. Dibalik itu ada yang diam saja, mengangguk-

angguk saja dan sedikit sekali kalimat yang keluar dari mulutnya. Ada juga

klien yang acuh tak acuh alias cuek tapi akan ditemukan pula yang angkuh,

manja dan tergantung pada konselor dan banyak pula yang menolak. Ragam

keadaan klien bukan berarti membuat konselor putuas asa, akan tetapi

seharusnya belajar lebih banyak bagaimana cara mengantisipainya.

Tujuan umum dari konseling Islam ialah membantu klien agar ia

memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian

mengambil keputusan untuk melakukan suatu perbuatan yang dipandang baik,

benar, dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan

akhirat. Salah satu upaya konselor adalah mengenali potensi dan kelemahan

137

Muhammad al-Baqir, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia,

Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, Tahzib Al-Akhlaq wa Mu’alajat Amradh Al-Qulub

oleh Imam Al-Ghazali (Bandung: Penerbit Karisma, 1997), 55-56.

Page 84: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

71

serta kesulitan klien, kemudian klien akan mengungkapkan segalanya dengan

jujur dan terbuka.

Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil

juga memahami klien serta mampu mengajar cara memahami diri itu kepada

klien. Keteladanan pribadi konselor dapat menyentuh perasaan klien untuk

mengidentifikasi diri konselor.

Diharapkan setelah klien menjalani proses konseling bisa lebih mengenal

dirinya, berusaha untuk memperbaiki diri dengan mengoreksi diri dan

meningkatkan ketakwaannya kepada Allah dengan memperbaiki kualitas

ibadahnya agar tercapai ma’rifah kepada Allah sehingga terwujud ketengan dalam

hatinya.

Untuk lebih mudah memahami bagaimana kontribusi konsep kepribadian

menurut al-Ghazali dalam proses konseling bisa dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1

No Bentuk

Kontribusi

Penjelasan Cara

1 Mengenal diri -Mengetahui

pendominasian jiwa

dalam diri konselor

dengan melihat ciri-ciri

yang ditunjukan dari

perilakunya yang

berpatokan pada konsep

kepribadian menurut al-

Ghazali

- Memahami tujuan

hidupnya

- Muhasabat al-nafs

(koreksi diri)

2 Memperbaiki diri

agar tercapai

tingkatan jiwa

muthma’innah

-Konselor melakukan

pelatihan-pelatihan

secara berkelanjutan

hingga tercapai jiwa

muthma’innah

-Melawan nafsu

(mujahadah)

-Latihan-latihan ruhani

(riyadhah) pada mulanya

dengan memaksakan diri

melakukan hal-hal yang

timbulnya dari adanya

akhlak yang baik agar

Page 85: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

72

pada akhirnya ia menjadi

bagian dari sifat yang

mapan

3 Mengajarkannya

Kepada Klien

-Dalam proses

konseling seorang

konselor akan

berhadapan dengan

klien yang memiliki

kualitas jiwa yang

berbeda-beda

-Tujuan umum dari

konseling Islam ialah

membantu klien agar ia

memiliki pengetahuan

tentang posisi dirinya

dan memiliki

keberanian mengambil

keputusan untuk

melakukan suatu

perbuatan yang

dipandang baik, benar,

dan bermanfaat untuk

kehidupannya di dunia

dan untuk kepentingan

akhirat

-Konselor yang

terampil dalam

memahami dirinya,

maka dia akan terampil

juga memahami klien

serta mampu mengajar

cara memahami diri itu

kepada klien.

-Menjelaskan dan

mengajarkan konsep

kepribadian menurut al-

Ghazali secara runtut

agar klien memiliki

pemahaman akan dirinya

sendiri sehingga klien

akan lebih peka terhadap

apa yang terjadi pada

dirinya

Page 86: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Permasalahan sekaligus hasil penelitian telah disajikan. Ada beberapa hal

yang dapat ditarik kesimpulan mengenai konsep kepribadian menurut al-Ghazali

dan kontribusinya dalam proses konseling. Adapun kesimpulan dari pemaparan

penelitian di atas ialah sebagai berikut:

1. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu

identitas esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri dan

membedakan dari yang lainnya. Al-Ghazali menggunakan berbagai term untuk

esensi manusia yaitu hati (al-Qalb), ruh (al-Ruh), akal (al-Aql) dan jiwa (al-

Nafs). Empat komponen ini adalah pembentuk jiwa manusia, baik itu jiwa

Ammarah (jiwa yang selalu memaki atau mencela), Lawwamah (jiwa yang

selalu memaki atau mencela), Muthma’innah (jiwa yang tenang).

Pendominasiannya akan berbeda-beda pada setiap manusia tergantung usaha

yang dilakukannya.

2. Adapun bentuk-bentuk kontribusi konsep kepribadian al-Ghazali dalam proses

konseling adalah:

a. Mengenal Diri

Dengan mengacu pada konsep kepribadian al-Ghazali konselor bisa

mengetahui pendominasian jiwanya dengan cara mengenal diri karena

dengan cara inilah konselor bisa mengetahui yang lainnya. Al-Ghazali

mempunyai konsep muhasabat al-nafs (koreksi diri) menjelang tidur pada

setiap malam. Cara lain yaitu dengan mencari teman yag shaleh,

mendengarkan perkataan orang dengki suka mencari kesalahan ataupun

dengan menerima peringatan orang lain tentang diri walaupun itu

menyakitkan. Mengenal diri adalah jalan untuk mengenal Allah, hal ini bisa

menjadi bahan renungan bagi seorang konselor untuk memahami tujuan

hidupnya yaitu kebahagiaan akhirat.

b. Memperbaiki diri agar tercapai tingkatan jiwa muthma’innah

73

Page 87: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

74

Setelah konselor mengetahui dominasi jiwa yang ada pada dirinya, langkah

selanjutnya yaitu melakukan pelatihan. Pelatihan bisa dilakukan melalui

perjuangan melawan nafsu (mujahadah) dan latihan-latihan ruhani

(riyadhah). Dengan cara memaksakan diri, hingga terwujud sifat yang

usahakannya itu.

c. Mengajarkannya kepada klien

Dalam konseling, konselor akan menemui berbagai macam bentuk klien,

ada yang cepat menerima perubahan ataupun sebalaiknya, untuk pemecahan

masalahnya hal ini tergantung jiwa apa yang mendominasinya. Konselor

yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga

memahami klien serta mampu mengajar cara memahami diri itu kepada

klien. Keteladanan pribadi konselor dapat menyentuh perasaan klien untuk

mengidentifikasi diri konselor.

Dengan mempelajari, memahami dan mempraktekkan hal ini, konselor

dapat mencapai kualitas pribadi seperti yang telah dikemukakan diatas, karena

kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu tercapai konseling yang efektif.

B. Saran

Konsep kepribadian menurut al-Ghazali sangatlah membantu konselor

dalam proses konseling. Al-Ghazali memaparkan hakikat manusia secara

mendalam, untuk mengetahui komponen apa saja yang membentuk suatu perilaku.

Dari sini juga dapat diketahui pendominasian jiwa dalam diri, dengan cara

mengenal diri karena dengan mengenal diri adalah kunci mengetahui hal yang

lainnya. Al-Ghazali juga menyebutkan cara-cara yang dapat ditempuh seorang

konselor untuk mengenal diri, konselor bisa mempraktekkan hal ini pada dirinya

ataupun kepada klienya dalam proses konseling. Hal ini dilakukan agar konselor

memiliki kualitas pribadi seperti yang telah dibahas. Konselor dapat merujuk pada

buku-buku karangan al-Ghazali seperti ihya‘ ulumuddin, Kimiya’ Al-Sa’adah dan

buku-buku pendukung yang lain. Bagi para penulis selanjutnya yang tertarik

dengan bahasan ini, sebenarnya masih banyak yang bisa diperdalam dari bahasan

ini untuk menambah keilmuan dan di terapkan untuk diri sendiri.

Page 88: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

75

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suryadi, Rudi. “Telaah Konseptual Mengenai Konsep Jiwa Manusia.”

Jurnal Pendidikan Agama Islam. Volume 14, Nomor.1 (2016).

Ahmad, Hasbullah. Mewujudkan Ketenangan Jiwa. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press

Jakarta, 2012. al-Baqir, Muhammad. Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia.

Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “Tahzib Al-Akhlaq wa

Mu’alajat Amradh Al-Qulub” oleh Imam Al-Ghazali. Bandung: Penerbit

Karisma, 1997.

Ali Riyadi, Ahmad. Psikologi Sufi Al-Ghazali. Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008.

Arianes. “Konsep al-nafs dan al-ruh Sebagai Media Pembinaan Akhlak al-

Ghazali”. skripsi. Jambi: IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2014.

Aswadi, Erit. “Prespektif al-Ghazali dan Sigmund Freud Tentang Kepribadian

Manusia Ditinjau dalam Prespektif Konseling”. Skripsi. (Yogyakarta:

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

Bagir, Haidar. Kimia Kebahagiaan. Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “The Alchemy of Happiness al-Ghazali” oleh Imam Al-Ghazali.

Bandung: Penerbit Mizan, 1995.

Baraja, Abubakar. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta: Studia

Press, 2006.

Bin Said Az-Zahrani, Muafir. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani Press,

2005.

Dunya, Sulaiman. Al Haqiqat Pandangan Hidup Imam Al-Ghazali. Surabaya:

Pustaka Hikmah Perdana, 2002.

Gumiandari, Septi. “Kepribadian Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam

(Telaah Kritis Atas Psikologi Kepribadian Modern).” Holistik. Volume 12

Nomor. 1 (2011).

Ismaiel, Junaidi. Intisari Ihya’ Ulumuddin. Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Mukhtashar Ihya’ Ulummudin” oleh Imam Al-Ghazali. Jakarta:

PT Serambi Semesta Distribusi, 2016.

Kurniawan, Irwan. Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi. Diterjemahkan dari buku

aslinya yang berjudul “Mukasyafah Al-Qulub: Al-Muqarrib Ila Hadhrah

75

Page 89: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

76

‘Allam Al-Ghuyub Fi ‘Ilm At-Tashawwuf” oleh Imam Al-Ghazali.

Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.

Kurniawan, Irwan. Mutiara Ihya’ Ulumuddin. Diterjemahkan dari buku aslinya

yang berjudul “Mukhtashar Ihya’ Ulummudin” oleh Imam Al-Ghazali.

Bandung: Penerbit Mizan, 1997.

Labib. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin. Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Mukhatshar Ihya’Ulumuddin” oleh Imam Al-Ghazali.

Surabaya: Himmah Jaya Surabaya, 2004.

Lathifah, Elly. Ringkasan Shahih Muslim. Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul

“Mukhtashar Shahih Muslim” oleh M. Nashiruddin Al-Albani. Jakarta: Gema

Insani Press.

Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Mubarok, Achmad. Al-Irsyad An-Nafsiy Konseling Islam Teori dan Kasus.

Jakarta: Bin Arena Perwira, 2000.

Mubarok, Achmad. Sunnatullah dalam Jiwa Manusia (Sebuah Pendekatan

Psikologi Islam). Jakarta: IIIT Indonesia, 2002.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2002.

Mujib, Abdul. Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo,

2006.

Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi,

2013.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,

1999.

P chaplin, James. Kamus Lengkap Psikologi Terjemah Kartini Kartono. Jakarta:

PT. Rajagrafindo, 1989.

Rahman Sholeh, Abdul. Pendidikan Agama dan Pengembangan untuk Bangsa.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

S. Willis, Sofyan. Konseling Individual, Teori dan Prektek. Bandung: Alfabeta,

2013.

Sahli, Mahfudli. Dibalik Ketajaman Mata Hati. Diterjemahkan dari buku aslinya

yang berjudul “Mukasyafatul Qulub” oleh Imam Al-Ghazali. Jakarta:

Pustaka Amani, 1997.

Page 90: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

77

Said Basir, Victor. Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali. Beirut:

Dar Al-Kitab Al-Libanani, Tt.

Shazlan Faidz Bin Roselan, Muhammad. “Konsep Bimbingan Kepribadian

Tazkiyah Al-Nafs dalam Perspektif al-Ghazali”. Skripsi. Jambi: UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2018.

Slamet Riyadi, Dedi dan Fauzi Bahreisy. Fauzi. Kimiya’ Al-Sa’adah (Kimia

Ruhani untuk Kebahagiaan Abadi). Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “The Alchemy of Happiness” dengan merujuk pada edisi bahasa

Arab, “Kîmiyâ’ al-Sa‘âdah” oleh Imam Al-Ghazali. Jakarta: Penerbit

Zaman, tt.

Thaha, Ahmadie. Al-Ghazali Mencari Makrifah. Diterjemahkan dari buku aslinya

yang berjudul “Manhaj Al-Bahats’an Al-Ma’rifat ‘Indra Al-Ghazali” oleh

Victor Said Basil. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990.

Tohirin. Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).

Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Yakub, Ismail. Ihya’ Ulumiddin Jiwa Agama Jilid 1 dan 4. Diterjemahkan dari

buku aslinya yang berjudul “Ihya’Ulumiddin” oleh Imam Al-Ghazali.

Kuala Lumpur: Victory Ajensi, 1988.

Yasir Nasution, Muhammad. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta: Rajawali,

1988.

Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Yusuf, Syamsu. Mental Hygiene. Bandung: Pusaka Bani Quraisy, 2004.

Zainuddin. Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Page 91: KONSEP KEPRIBADIAN MENURUT AL-GHAZALI DAN …

78

CURRICULUM VITAE

Nama : Hana Mukaromah

TTL : Madiun, 15 Agustus 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Fak/Jur : Dakwah/Bimbingan Penyuluhan Islam

NIM : UB. 150093

Alamat Asal : Dusun Sungai Kemang, kel. Sungsang Kec. Senyerang

Kab. Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi

Alamat Sekarang : Pemondokan/Kost Cemara No.55 Rt.09, Rw. 08, Desa

Mendalo darat, Kec. Jaluko, Kab. Muaro Jambi.

Riwayat Pendidikan

SD : SD NEGERI SUKOREJO 02 (2003-2009)

SMP : SMP NEGERI 01 KEBONSARI (2009-2012)

SMA : SMA SWASTA AL-ARIEF (2012-2015)

UNIVERSITAS : UIN STS JAMBI (2015-2019)

Motto :Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan

kemanfaatan bagi manusia yang lainnya