guru dank riter i a profesional
TRANSCRIPT
1
GURU DAN KRITERIA PROFESIONAL Oleh : Muhammad Isnaini
email: [email protected]
http//www.muhammadisnain.blogsopt.com
A. Pendahuluan
Menurut para ahli kata “profesional” memiliki beragam definisi,
definisi pertama mengatakan “profesional” khusus dalam bidang olahraga
dan seni, ada kata “pemain bayaran” dan ada pula “pemain amatir”. Jadi
pemain bayaran dipergunakan untuk “profesional”, orang-orang yang
melakukan kegiatan ini mendapat upah atau bayaran. Di samping itu kita
juga mengenal pemain “amatir”, yaitu orang-orang yang melakukan
kegiatan ini hanya untuk kesenangan saja, bukan mencari uang.
Definisi lain, menurut sosiolog, memiliki konotasi simbolik berisi
nilai. “Profesi” ialah istilah yang merupakan model bagi konsepsi
pekerjaan yang diinginkan, dicita-citakan. Istilah ideologies ini dipakai
sebagai kerangka acuan bagi usaha suatu pekerjaan dalam meningkatkan
statusnya, ganjaran dan kondisi pekerjaannya.
Good’s Dictionary of Education mendefinisikan sebagai “ suatu
pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di
perguruan tinggi dan dikuasi oleh suatu kode etik yang khusus”.
Vollmer melihat dari sudut pandangan sosiologi, bahwa profesi
menunjukkan kepada kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang
sebenarnya tidak ada dalam kenyataan tapi menyediakan suatu model
status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai
profesionalisasi dengan penuh. Dengan kata lain, istilah profesi menunjuk
kepada suatu model yang abstrak dari sekelompok pekerjaan yang telah
mencapai status profesi penuh, sedang istilah profesionalisasi menunjuk
kepada proses di mana kelompok pekerjaan sedang mengubah sifat-
sifatnya yang esensial mendekati model profesi yang sungguh.
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.
2
B. Kriteria Profesi Menurut Ahli
Menurut Glenn Langford1, kriteria profesi mencakup; (1) upah, (2)
memiliki pengetahuan dan keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab
dan tujuan, (4) mengutamakan layanan, (5) memiliki kesatuan, (6)
mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya.
Kriteria ini akan menjadi pembahasan berikut ini, masing-masing kriteria
di atas saling terkait antara satu dengan lainnya, rusak atau hilang salah
satu kriteria maka suatu pekerjaan tidak dapat dikategorikan profesional.
Selanjutnya penulis mencoba mengaitkan pekerjaan guru dengan kriteria di
atas ini, apakah sudah termasuk profesional ? atau sebatas jargon ?,
beberapa ahli berpendapat bahwa pekerjaan guru adalah sebuah profesi,
akan tetapi masih ada sebagian pakar mempertanyakan profesi guru suatu
jargon, sebab pekerjaan guru sering dilihat dari sebelah mata dan dinina
bobokkan dengan pangkat guru pahlawan tanpa jasa, tanpa menghiraukan
problem yang dihadapi guru, yaitu peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan
diskriminasi guru.
Moore2 mengidentifikasikan profesi menurut ciri-ciri berikut;
1. Seseorang profesional menggunakan waktu penuh untuk
menjalankan pekerjaannya.
2. Ia terikat oleh panggilan hidup, dan dalam hal ini memperlakukan
pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku.
3. Ia anggota organisasi profesional yang formal.
4. Ia menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas
dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus.
5. Ia terikat dengan syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi,
dan pengabdian.
1 Glenn Langford, Teaching as a profession An essay in the philosophy of education,
(Manchester, Manchester University Press1978).hl.7
2 W.E., Moore, The Profesional: Rules and Rules, New York, Russell Sage Foundation
1970).hl.
3
6. Ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang
tinggi sekali.
Greenwood3 menyarankan bahwa profesi-profesi dibedakan dari
non-profesi karena memiliki unsur yang esensial berikut;
1. Suatu dasar teori sistematis.
2. Kewenangan (authority) yang diakui oleh klien.
3. Sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini.
4. Kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang
profesional dengan klien dan teman sejawat; dan
5. Kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma
dan lambang-lambang.
Komisi Kebijaksanaan NEA Amerika Serikat, menyebutkan kriteria
profesi dalam bidang pendidikan, sebagai berikut;
1. Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan.
2. Profesi mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotanya.
3. Profesi melayani kebutuhan para anggotanya (akan kesejahteraan
dan pertumbuhan profesional).
4. Profesi memiliki norma-norma etis.
5. Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya
(mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur
organisasi pendidikan, persiapan profesional, dst.).
6. Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi.
Formulasi-formulasi tentang kriteria profesi tersebut di atas,
walaupun dalam kata-kata yang berbeda, pada hakekatnya memperlihatkan
persamaan yang besar dalam substansinya. Kiranya pembahasan berikut ini
penulis lebih cenderung mengupas kriteria Glenn Langford.
3 Vollmer, et al., Profesionalization, Englewood Cliff, N.J., Prentice-Hall. (1956).hl. 10-
19
4
Upah dalam kriteria Glenn Langford menempati urutan pertama,
karena menurut penulis ia merupakan sesuatu yang paling utama, dengan
upah seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan
primer. Kebutuhan primer manusia seperti makan, minum, dan perumahan
terabaikan akan bisa membuat manusia tidak konsentrasi, serius dalam
menunaikan pekerjaannya. Upah yang seimbang akan mampu memberi
motivasi seseorang untuk bekerja maksimal, di samping itu manakala upah
terbaikan dalam satu organisasi sering terjadi gejolak dan kelesuan kerja.
Seseorang bekerja dengan prestasi tinggi harus diimbangi dengan
pengharagaan yang tinggi pula, yaitu berupa upah yang layak. Demikian
pula pekerjaan yang beresiko tinggi diimbangi dengan upah yang tinggi,
hal yang demikian sesuatu yang adil dalam pandangan profesional.
C. Upah
Istilah profesional memiliki pengertian yang bertolak belakang
dengan istilah amatir. Profesional pada umumnya seseorang mendapat
upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik pekerjaan dilakukan secara
sempurna atau tidak. Pembahasan istilah “Profesional” dalam buku ini
dalam batas tertentu, pekerjaan tertentu pula, penulis tidak menulis secara
luas akan tetapi pembahasan ini akan terfokus pada “Guru Sebagai Tenaga
Profesional”, namun contoh-contoh yang penulis buat di dalam buku ini
adalah untuk memudah memahami pengertian profesional, namun penulis
mengakui banyak para ahli mendefinisikan profesional secara berbeda-
beda. Contoh profesional; dekorator adalah sebagai tenaga profesional
karena dia mendapatkan upah dari pekerjaannya, dan dapat memenuhi
kebutuhan hidup dari upah menghias, menata, mengecat, dan merapikan
suatu tempat. Seseorang yang merapikan, menata, mengecat, mengatur,
dan menata rumahnya sendiri atas keperluannya tidak dikategorikan
profesional karena pekerjaannya insidental serta tidak mendapat upah. Para
atlit merupakan pekerjaan profesional dengan pekerjaannya dia mendapat
upah atau gaji dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagian ada juga
para atlit yang menerima upah hanya sekedar cendra mata, hadiah, dan
5
kesenangan, pekerjaan yang dilakukan orang-orang seperti itu disebut
amatir. Atlit amatir bertanding untuk kepentingan non-komersial dan
kesenangan serta tidak mencari uang, atlit amatir bertanding meng-atas
nama utusan suatu lembaga, kelompok, daerah, dan negara untuk mencapai
suatu prestasi atas nama yang diwakilinya (prestise). Atlit profesional
menjunjung nilai komersial untuk kalangan terbatas, sehingga
keterampilan, kemampuan yang dimiliki seseorang profesional dapat
membuat seseorang rela mengeluarkan uang untuk membayar demi
menyaksikan dan menikmatinya.
Selanjutnya, kita tidak dapat mengatakan sopir bus seorang
profesional, walaupun dia mendapatkan upah akan tetapi kalangan yang
membutuhkan adalah kalangan bebas/terbuka, sedangkan pertandingan
tinju yang dilaksanakan di sport hall, penontonnya, penggemarnya adalah
orang-orang terbatas, terutama berkenaan dengan hobbi, kepentingan,
keingintahuan, dan memiliki keuangan yang cukup.
Penggunaan istilah “profesional” menunjukkan suatu pekerjaan
pelayanan jasa kepada masyarakat, layanan jasa ini diberikan kepada
seseorang yang membutuhkan, seperti dokter, pengacara, guru,
olahragawan, apoteker, akuntan, hakim, pengarang dan lain sebagainya.
Penyedia jasa akan menjualkan jasa kepada masyarakat, dengan mendapat
imbalan atau upah yang telah ditentukan oleh penjual jasa atau kesepakatan
kedua belah pihak. Olahragawan profesional menjual jasa olahraganya
kepada orang dalam bentuk pertandingan antar sesama olahragawan
profesional, dalam olahraga dikenal olahragawan profesional dan amatir,
akan tetapi di dalam profesi dokter, pengacara, guru, dan lain-lain tidak
dikenal istilah amatir. Dokter menjual jasa kesehatan, pengacara menjual
jasa bantuan dan perlindungan hukum, dan guru menjual jasa bimbingan,
pengajaran, dan latihan. Profesi seseorang akan mendapatkan upah yang
didasari oleh keahlian, antara satu dokter akan berbeda imbalan dengan
dokter lain manakala dokter yang lain memiliki prestasi, keahlian, dan
spesialisasi lebih, demikian juga guru akan mendapat imbalan berupa gaji
6
berdasarkan pangkat, golongan, pengalaman kerja, dan pendidikan.
Umpamanya seorang dosen di perguruan tinggi akan mendapat gaji dan
tunjangan fungsional yang berbeda, seperti; dosen berpangkat guru besar
akan berbeda imbalan diterimanya dibanding dengan dosen berpangkat
lektor, dan lain sebagainya.
Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional sebagaimana dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, bab XI,
pasal 39, ayat 2 bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi. Sesungguhnya tepatlah apa yang pernah
disampaikan oleh Collieti 4,bahwa pekerjaan dosen, guru, dan instruktur adalah
pekerjaan profesi yang dilaksanakan secara profesional. Guru akan mendapat
tunjangan jabatan fungsional sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan
Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 2003 tentang tunjangan tenaga
kependidikan sebagai berikut;
4 A.B., Collieti, Teaching Methods and Applied Teqniques, Keystone Pub-Ins, New
York. 1987).hl.22
7
TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN
TERHITUNG MULAI BULAN OKTOBER 2002 NO JABATAN GOLONGAN/BESAR
TUNJANGAN
II III IV
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Guru
Pamong
Penilik
Guru yang diberi tambahan
sebagai Kepala Taman Kanak-Kanak, Raudhatul
Athfal/Bustanul Athfal, dan
yang sederajat
Guru yang diberi tugas
tambahan sebagai Kepala Sekolah dasar, Sekolah Dasar
Luar Biasa, Madrasah
Ibtidaiyah, dan yang sederajat
Guru yang diberi tugas
tambahan sebagai Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Madrasah
Tsanawiyah, dan yang sederajat
Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala
Sekolah Menengah, Sekolah
Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat
Pengawas Sekolah dan Pengawas Mata Pelajaran
Pendidikan Agama pada
Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal/Busthanul
Athfal, Sekolah Dasar,
Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Luar Biasa, dan yang sederajat
Pengawas Mata Pelajaran/Rumpun Mata
Pelajaran dan Pengawas Bimbingan dan Konseling pada
Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah
Menengah, Madrasah Aliyah,
dan yang sederajat
Pengawas Pendidikan pada
Sekolah Luar Biasa
Rp. 168.750,- Rp. 206.250,Rp.262.500,-
Rp. 168.750,- Rp. 206.250,-Rp.262.500,-
Rp. 168.750,-Rp. 206.250,-Rp.262.500,-
Rp.293.750,- Rp.331.250,- Rp. 387.500,-
Rp.293.750,-Rp.331.250,- Rp. 387.500,-
Rp.331.250,-Rp. 368.750,- Rp. 425.000,-
Rp. 431.250,- Rp.487.500,-
Rp. 368.750,- Rp.425.000,-
Rp. 493.750,- Rp. 550.000,-
Rp. 493.750,- Rp. 550.000,-
Tunjangan yang
diberikan kepada Guru yang diberi tugas
tambahan sebagai Kepala
Sekolah sudah termasuk tunjangan Tenaga
Kependidikan
8
Penerimaan tunjangan yang menjadi patokan dari jasa yang
diberikan oleh seorang guru di luar gaji pegawai negeri sipil. Guru sebagai
tenaga profesional bukan saja melakukan tugas pembelajaran dalam ruang
lingkup mikro akan tetapi juga dalam ruang lingkup makro, yaitu;
melaksanakan amanah bangsa Indonesia menjalankan fungsi pendidikan
sebagaimana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun
2003, bab II, pasal 3; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan berbangsa. Kemudian bab XI, pasal 40, ayat 2 bahwa pendidik
dan tenaga kependidikan berkewajiban;
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan
mutu pendidikan; dan
c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
Pengangkatan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan, secara
garis besar dapat digolongkan pada dua macam, yaitu; guru negeri dan
guru swasta. Guru negeri tidak hanya bertugas di sekolah negeri, akan
tetapi sebagian diperbantukan ke sekolah swasta, di Indonesia sampai saat
ini masih banyak membutuhkan tenaga guru, tidak semua sekolah negeri
memiliki guru yang lengkap, terutama guru mata pelajaran tertentu, seperti
guru matematika, biologi, fisika, kimia, agama, dan mata pelajaran lain.
Pengangkatan tenaga kependidikan yang selalu mendapat perhatian
pemerintah, namun pemerintah memiliki anggaran yang terbatas, maka
oleh sebab itu pemerintah mencari jalan keluar untuk mengangkat Guru
Bantu dengan beban pembiayaannya pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Pengangkatan Guru Bantu diatur dengan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 034/U/2003,
tanggal 26 Maret 2003. Dalam pasal 1, ayat 1 guru bantu adalah guru
9
bukan Pegawai Negeri, kemudian pasal 2 menyatakan guru bantu
berkedudukan sebagai pegawai Departemen Pendidikan Nasional yang
ditugas secara penuh pada sekolah. Guru bantu mempunyai kewajiban
sesuai pasal 6 adalah:
a. melaksanakan tugas mengajar, melatih, membimbing, dan unsur
pendidikan lainnya kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
b. melaksnakan tugas-tugas administrasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
c. mematuhi segala ketentuan yang berlaku di sekolah tempat tugas;
dan
d. mematuhi ketentuan yang diatur dalam Surat Perjanjian Kerja
(SPK).
Guru bantu berakhir masa kerjanya sesuai dengan Surat Perjanjian
Kerja, dan dapat diperpanjang sebagai guru bantu selama 3 (tiga) tahun,
sampai umur 60 tahun, hal ini diatur dalam pasal 15. Honorarium guru
bantu diatur dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 034/U/2003 pasal 2, ayat 2 sebesar Rp.
460.000,00 (empat ratus enam puluh ribu rupiah) per bulan, sebelum
dipotong pajak penghasilan (PPh). Sebenarnya honorarium yang diterima
oleh guru bantu belumlah memadai manakala dibandingkan beban tugas
yang diberikan kepadanya. Kompas tanggal 20 Nopember 2004 menulis
tiga permasalahan dalam profesi guru di antaranya peningkatan
kesejahteraan sosial guru, yaitu upah yang diterimanya tidak setara dengan
tanggung jawab sehingga profesi yang diemban oleh sang guru tidak
begitu serius, mereka berupaya mencari penghasilan di luar profesi yang
sandangnya.
Sebagaimana yang telah saya utarakan di atas bahwa guru adalah
tenaga profesional, dengan tugas yang sangat berbeda dengan karyawan
kantor. Guru bertugas mengajar, membimbing, dan melatih siswa-siswa
dengan penuh perhatian khusus serta terikat dengan kode etik dan kontrak
10
kerja, demikian juga dokter memusatkan perhatiannya dengan pasien agar
pasiennya sembuh dari penyakit yang dideritanya, dan dokter terikat
dengan kode etik kedokteran dan terikat dengan kontrak kerjanya. Seorang
guru bertugas memberi pembelajaran terhadap siswa-siswa dengan
memberi pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis. Demikian juga seorang pelukis profesional dia akan melukis
sesuatu sesuai dengan permintaan dan kontrak yang telah dilakukannya.
Semua pelayanan yang diberikan itu menunjukkan layanan jasa dan
mereka berhak atas pekerjaan itu pembayaran berupa imbalan atau upah.
D. Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan
Besar dan kecilnya upah yang diterima oleh seorang profesional
sangat terkait sekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Pekerja profesional dapat saja menerima tawaran upah dengan
berbagai alasan dan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
akan tetapi bagi tenaga profesional yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan tinggi akan menawarkan jasanya dengan upah yang tinggi,
semakin mahir dan terampil seseorang semakin tinggi pula tawaran
upahnya, demikian pula sebaliknya tenaga profesional dengan pengetahuan
dan keterampilan rendah tidak mungkin akan menjualkan jasanya dengan
harga tinggi, manakala ditawarkan dengan tawaran tinggi, dia akan tidak
mendapat konsumen, oleh sebab itu dia harus menawarkan upah yang
seimbang. Sebagai contoh; seorang dokter ahli dan spesialis akan
menawarkan upah yang tinggi dibanding dengan dokter umum, namun
diakui di antara profesional yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
tinggi akan melakukan penawaran yang kompetitif, secara hukum alam
seseorang akan memilih harga yang mudah dengan kualitas yang baik. Di
samping itu keyakinan, kepercayaan, dan kepuasan seseorang tidak dapat
diukur dengan jumlah uang, contohnya seseorang mungkin saja memilih
harga yang mahal dengan jaminan kualitas yang tinggi.
11
Pengetahuan dan keterampilan diperlukan dalam pekerjaan
profesional, meskipun demikian, di dalam usaha perdagangan dibutuhkan
pengetahuan dan keterampilan untuk menjual barang dagangannya, akan
tetapi secara umum para pedagang dan teknisi harus mengetahui
bagaimana cara bertindak untuk melaksanakan sesuatu, dan tidak perlu
mengetahui mengapa harus melaksanakan sesuatu, karena mereka berbuat
menurut aturan ibu jari, dalam menentukan pekerjaan itu baik,
menguntungkan, dan tepat atau sebaliknya. Pekerja profesional harus
mampu melakukan sesuatu pekerjaan dengan berbagai macam kiat dan
pendekatan untuk mewujudkan suatu hasil, dan pekerjaan profesional
selalu dibutuhkan sepanjang hidup manusia, seperti tenaga pendidikan,
mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan kehidupan manusia, manusia
bertambah, berkembang, dan dunia ilmu pengetahuan semakin maju, maka
semakin banyak tenaga kependidikan dibutuhkan, terutama yang berkaitan
dengan keahlian spesifik, tenaga profesional selalu menambah pengetahuan
dan keterampilan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan, kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dari suatu masa ke masa. Demikian
profesi dokter selalu menambah pengetahuan dan keterampilan dengan
pengalaman-pengalaman, praktik-praktik, dan penelitian secara terus
menerus untuk mengantisipasi suatu penyakit selama ini belum ada, dan
sekarang menyerang masyarakat, seperti kasus (tahun 2004) penyakit
SARS, flu burung yang menyerang sebagian masyarakat China, Jepang,
Korea, Amerika, Eropa, dan lain sebagainya
Pengetahuan dan keterampilan diperlukan dalam suatu profesi, oleh
karena itu pengetahuan teoritis sudah dibekali semenjak dari awal jenjang
pendidikan program profesional, dan pelatihan keterampilan untuk
menunjang pengetahuan secara aplikatif. Seseorang yang masih belum
memiliki pengetahuan profesional, maka ia harus menambahkan
pendidikan ke jenjang pendidikan profesional, contoh; seorang guru yang
sudah mengajar di lembaga pendidikan tertentu akan tetapi dia lulusan non-
kependidikan, maka dia diharuskan mendapat Akta IV sebagaimana
12
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
034/U/2003, pasal 8, butir d yang berbunyi sebagai berikut; “ Untuk guru
SLTP adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang
mempunyai Akta IV, dan apabila sangat diperlukan dapat menerima
lulusan D III Kependidikan atau D III Non-Kependidikan yang mempunyai
Akta III, atau D II/Akta II mata pelajaran atau sederajat”. Demikian juga
butir c berbunyi “ Untuk guru SMU dan guru SMK adalah lulusan S1
Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV.
Dengan kecakapan yang dimiliki profesional masyarakat tidak akan merasa
kecewa dan rugi mengeluarkan atau menghabiskan uangnya dengan
imbalan jasa yang diterimanya.
Menteri pendidikan nasional pada Kabinet Indonesia Bersatu dalam
peringatan Hari Guru 2 Desember 2004 mencanangkan peningkatan guru
sebagai profesi, namun demikian bapak Suparman Sekretaris Eksekutif
Federasi Guru Independen Indonesia menyarankan agar pemerintah jangan
hanya merencanakan sertifikasi dan uji kompetensi bersifat administratif
belaka, melainkan harus menyentuh kepermasalahan guru yang mendasar,
menurut Suparman, lulusan dari Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan yang baik sebenarnya berkualitas. Permasalahannya, kualitas
mereka menurun begitu terjun ke dunia nyata pendidikan disebabkan oleh
tiga permasalahan. Pertama adalah peningkatan kualitas guru, guru perlu
diberi support dan kebebasan mengembangkan pendidikan setinggi-
tingginya, bahkan bagi guru sekolah dasar sekalipun. Pemerintah perlu
membuka kesempatan dengan memberikan beasiswa bagi guru, selain itu
penetaran, seminar dan kegiatan lain guna peningkatan kualitas jangan lagi
berorientasi proyek sehingga tidak bermanfaat.
Permasalahan kedua adalah peningkatan kesejahteraan sosial guru,
masih banyak kita menemukan gaji guru di bawah upah standar, terutama
guru swasta dan guru honorer. Sementara kita mengharapkan jaminan mutu
yang baik, sulit rasanya bagi guru untuk konsentrasi dengan upah yang
tidak seimbang.
13
Permasalahan ketiga adalah menghapus diskriminasi status guru
yang saat ini beragam, mulai dari pegawai negeri sipil, pegawai honorer
dari pusat, provinsi, kabupaten, dan swasta. Bahkan, masih ada guru
sukarela. Mereka melakukan tugas yang sama namun imbalan dan
statusnya berbeda5.
Pengetahuan dan keterampilan bagi seorang guru suatu hal yang
mutlak, guru sebagai seorang komunikator menurut David K. Berlo (1960)
dalam bukunya “The Process of Communication” harus memiliki syarat,
yaitu; terampil berkomunikasi, sikap, pengetahuan, dan sistem sosial
budaya.
Para profesional, pada umumnya mendapat imbalan dari apa mereka
kerjakan, dan para profesional berbuat, bekerja berdasarkan pengetahuan
dan keterampilan khusus, dimiliki dan diperdapatkannya secara khusus.
Guru sosok profesional, telah membekali dirinya dengan pengetahuan dan
keterampilan khusus, seperti; mendalami Ilmu Pendidikan, Psychology,
Administrasi dan Manajemen Pendidikan, Teori-Teori Belajar, dan ilmu
lainnya secara teoritis dan praktis di lembaga pendidikan khusus, seperti;
Fakultas keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Tarbiyah, dua
fakultas ini mendidik calon-calon tenaga profesional dalam bidang
keguruan. Demikian pula para profesional lainnya, seperti dokter dan
pengacara, sebelum terjun ke dunia profesional telah mendalaminya
pengetahuan dan keterampilan di lembaga pendidikan khusus pula, seperti;
Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum.
Prof. Dr. Achmad Sanusi6, membuat standar unjuk kerja guru dalam
meningkatkan kemampuan guru sebagai tenaga profesional, adalah
sebagaimana tabel di bawah ini;
5 Kompas, (Jakarta, PT. Kompas, 2004). Tgl 20 Nopember 2004.
6 Achmad Sanusi, Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan,
(Bandung, IKIP Bandung1991).hl. 42-43
14
KEMAMPUAN-KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU
Gugus Pengetahuan dan
Penguasaan Teknis Dasar
Profesional
Gugus Kemampuan
Profesional
Jenis Kegiatan Profesional
1. Pengetahuan tentang disiplin
ilmu pengetahuan sebagai
sumber bahan studi (structure,
concepts, dan way of knowing)
2. Penguasaan bidang studi
sebagai objek belajar
3. Pengetahuan tentang
karakteristik/perkembangan
pelajar
4. Pengetahuan tentang berbagai
model teori belajar (umum
maupun khusus)
5. Pengetahuan dan penguasaan
berbagai proses belajar
(umum dan khusus)
6. Pengetahuan tentang
karakteristik dan kondisi
sosial, ekonomi, budaya,
politik sebagai latar belakang
dan konteks berlangsung
proses pembelajaran
7. Pengetahuan tentang proses
sosialisasi & kulturalisasi
8. Pengetahuan dan penghayatan
Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa
9. Pengetahuan dan penguasaan
berbagai media sumber belajar
10. Pengetahuan tentang berbagai
jenis informasi kependidikan
dan manfaatnya
1. Merencanakan program
belajar-mengajar
2. Melaksanakan dan
memimpin proses
belajar-mengajar
3. Menilai kemajuan
belajar
4. Menafsirkan dan
memanfaatkan berbagai
informasi hasil penilaian
& penelitian untuk
memecahkan masalah
profesional
kependidikan
1.1 merumuskan tujuan-tujuan
instruksional
1.2 menguraikan deskrifsi satuan
bahasan
1.3 merancang kegiatan belajar-
mengajar
1.4 memilih media dan sumber
belajar
1.5 menyusun instrumen
evaluasi/tagihan
2.1 memimpin dan membimbing
proses belajar-mengajar
2.2 mengatur dan mengubah
suasana belajar-mengajar
2.3 menetapkan dan mengubah
urutan kegiatan belajar
3.1 memberikan skor atas hasil
evaluasi
3.2 mentransformasikan skor
menjadi nilai
3.3 menetapkan ranking
Standar unjuk kerja ini untuk dipedomani dan diterapkan oleh tenaga
kependidikan profesional, yang sering disebut dengan kompetensi guru,
maksudnya kemampuan yang tidak boleh tidak dimiliki dan diterapkan
oleh seorang guru, sedangkan menurut Depdikbud7;
a. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar
keilmuannya.
b. Pengelolaan program belajar-mengajar.
7 Depdikbud, Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan di Indonesia, (Jakarta, Depdikbud. 1980).
15
c. Pengelolaan kelas.
d. Penggunaan media dan sumber pembelajaran.
e. Penguasaan landasan-landasan kependidikan
f. Pengelolaan interaksi belajar-mengajar.
g. Penilaian prestasi siswa
h. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
i. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
j. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian
pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
E. Memiliki Rasa Tanggung Jawab dan Tujuan
Rasa tanggung jawab menunjukkan seseorang profesional dalam
melakukan sesuatu, hal ini yang tidak dimiliki pekerja-pekerja di luar
profesional, tidak ada istilah lempar batu sembunyi tangan atau tidak ada
pekerjaan yang lakukan dengan tidak bertanggung jawab, tidak
bertanggung jawab atas pekerjaan adalah sesuatu kehinaan dalam diri
seorang profesional. Seseorang profesional sebelum melakukan pekerjaan
akan menciptakan komitmen dan kesepakatan, apakah pekerjaan itu
berdasarkan kelompok, pihak-pihak, dan mitra lain dalam pekerjaan atau
tugas yang dilaksanakan, sehingga kesemua pihak tidak ada merasa
dirugikan, dan merasa puas atas hasil yang dicapai.
Dalam dunia pendidikan8, rasa tanggung jawab yang tinggi disebut
akuntabilitas, akuntabilitas dipandang sebagai alat kontrol dalam pekerjaan
pendidikan pada umumnya dan dalam perencanaan pendidikan khususnya.
Selanjutnya Elliot menjelaskan (1) cocok atau sesuai (fitting in) dengan
peranan yang diharapkan oleh orang lain dan (2) menjelaskan dan
mempertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan
yang diambil. Akuntabilitas yang dimaksud di sini adalah performan yang
cocok dan meminta pertimbangan/penjelasan kepada orang lain.
8 Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Participatory dengan Pendekatan Sistem,
(Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. 1990).hl. 156-171
16
Sebagai contoh seorang guru yang mengajar merasa bertanggung
jawab atas materi yang disampaikannya kepada siswa sesuai dengan
kurikulum, tepat waktu masuk dan ke luar kelas, meningkatkan
kompetensi, kecapakan, keterampilan siswa, dan menilai hasil belajar
siswanya. Demikian juga guru mengajar penuh dengan kesiapan sebelum
dan sewaktu masuk kelas dengan pengetahuan, ketarampilan yang akan
diajarnya, tanggung jawab di sini bukanlah berarti memberi materi seperti
menyuapkan makanan ke dalam mulut anak kecil, akan tetapi bertanggung
jawab mengkondisikan belajar. Guru bertindak sebagai fasilitator,
mediator, dan menciptakan murid sebagai subjek belajar dengan tidak
mengabaikan kegiatan guru sebagai pembelajar sebagaimana yang
diungkapkan Gagne dan Briggs 9;
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa,
2. Menjelaskan indikator/tujuan instruksional yang harus dicapai,
3. Mengingatkan kompetensi pra syarat,
4. Memberikan stimulus (masalah, topik, konsep),
5. Memberikan petunjuk belajar (cara mempelajarinya),
6. Memunculkan penampilan, kompetensi, dan keterampilan siswa,
7. Memberikan umpan balik (feed back),
8. Menilai penampilan dan memberi tagihan kepada siswa,
9. Menyimpulkan materi yang telah disampaikan kepada siswa.
Demikian juga menurut Pidarta10
, siapa yang melakukan
akuntabilitas dalam pendidikan dan kepada siapakah akuntabilitas
ditujukan? Yang melaksanakan akuntabilitas ditekankan kepada (1) guru,
(2) administrator, (3) kelompok minoritas, (4) orang tua siswa, (5) ahli
psikometri, dan (6) orang-orang luar lainnya. Sedangkan akuntabilitas
ditujukan menurut ranking sebagai berikut; (1) kemajuan para siswa, (2)
pilihan program para siswa, (3) pemeriksaan oleh masyarakat/kontrol, (4)
9 Ibid.
10
Ibid.
17
aktivitas ektra kurikuler, (5) penyakit dan kemungkinan sakit siswa, (6)
disiplin yang standar dan pakaian siswa, (7) materi pelajaran, dan (8)
metode dan strategi mengajar.
Walaupun tugas dosen, guru, dan instruktur memang tidak 100 %
waktunya mengajar, namun pekerjaan mengajar adalah pekerjaan utama
dan perlu dilaksanakan secara profesional. Karena profesi inilah maka
pekerjaan mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan “setengah hati”, atau
“separo-separo” atau “tidak serius”.
Tujuan yang hendak dicapai seorang profesional jelas dan
transparan. Melakukan prosedur, mekanisme yang tepat, akurat sehingga
hasil suatu pekerjaan kelak dicapai dengan penuh kepuasan kedua belah
pihak, kelompok atau para pemakai dan pengguna jasa. Rasa tanggung
jawab dan mencapai tujuan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan,
seseorang bertanggung jawab atas hasil yang akan dicapai dan dapat
memuaskan seseorang, bukanlah suatu pekerjaan profesional bila tanggung
jawab tidak diiringi dengan tercapai suatu tujuan atau hasil. Bertanggung
jawab di sini adalah sanggup melakukan suatu pekerjaan dengan penuh
resiko untuk tercapai suatu tujuan bersama serta saling menguntungkan
kedua belah pihak.
F. Mengutamakan Layanan
Pekerja profesional harus menyadari konsekuensi yang disandangnya
sebagai tenaga profesional, penyedia jasa terhadap kleinnya. Mereka
dihadapkan pada tantangan, di mana tenaga profesional diminta untuk
melayani kleinnya dengan ramah, sabar, penuh kepercayaan diri,
bertanggung jawab, menciptakan rasa aman, dan mendapatkan
perlindungan. Pengguna jasa merasa puas manakala mereka dilayani dan
diperlaku dengan baik, orang bijak mengatakan pengguna jasa ibarat
seorang raja, ia harus diladeni, dilayani, dan dihormati. Di sisi lain para
pekerja profesional adalah orang-orang terhormat yang pekerjaannya
diperdapat melalui proses dan pengalaman yang panjang berupa
mendapatkan pengetahuan khusus, keterampilan, dan lain sebagainya.
18
Namun demikian mereka terikat dengan kode etik sebagai pelayan
masyarakat yang berwibawa dan mengayomi semua pengguna jasa sesuai
dengan keahlian yang dimilikinya.
Tenaga profesional juga harus memiliki kemampuan dan kerelaan
untuk memaklumi alam fikiran dan perasaan kleinnya, dia harus melayani
seseorang dengan rasa yang menyejukkan, menarik, gembira, dan merasa
puas atas layanan yang disuguhkannya.
Guru sebagai tenaga profesional akan melayani siswanya untuk
mengembangkan diri lebih maju, berfikir kritis, kreatif, mengambil
keputusan, dan memecahkan masalah serta tidak membedakan antara satu
siswa dengan lainnya. Guru sebagai pembimbing, pendidik, pengajar, dan
pelatih akan banyak menyita perhatiannya bila berhadapan dengan siswa
usia puber, pelayanan yang diberikan ini ekstra hati-hati dan penuh
perhatian, manakala pelayanan terhadap siswa pada usia itu terabaikan,
akan mengakibatkan kefatalan dalam segi pendidikan dan psikologis siswa,
sebab usia ini sangat menentukan masa depan mereka.
G. Memiliki Kesatuan
Kriteria kelima profesional adalah memiliki kesatuan atau organisasi,
kesatuan merupakan wadah untuk melakukan kerjasama guna mencapai
suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut berlangsung secara tertentu
(yang menyebabkan adanya bentuk), berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip yang tertentu pula. Setiap bentuk memiliki konfigurasi
tertentu, yang disebabkan oleh sesuatu di dalamnya yang disebut struktur.
Kerjasama yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan suatu
perjanjian untuk bekerjasama. Perjanjian tersebut dapat dilakukan secara
formal dan informal, dapat secara tertulis atau secara lisan atau
beradasarkan suatu sikap dan kelakuan yang tertentu, baik berupa ucapan
maupun perbuatan.
Tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan bersama, siapa dan
bagaimana cara mencapai tujuan bersama tersebut tergantung dengan
19
kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang dalam suatu
organisasi atau kesatuan.
Dalam dunia profesional dikenal nama-nama organisasi yang bersifat
international dan nasional, seperti organisasi olahraga tinju adanya WBC,
IBF,dan WBO. Organisasi bisnis, seperti WTO, demikian pula organisasi
atau kesatuan yang bersifat nasional, adanya organisasi kedokteran (IDI),
hukum (LBH), guru (PGRI), konselor (IPBI), dan lain sebagainya.
Suatu profesi perlu memiliki kesatuan atau organisasi profesi yang
berfungsi sebagai lembaga pengendali keseluruhan profesi itu, baik secara
sendiri, maupun secara bersama-sama dengan pihak lain yang relevan.
Demikian juga suatu profesi memiliki kode etik yang dirancang oleh
organisasi profesi, yang berguna sebagai undang-undang untuk pengikat
dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan mempereratkan para
anggotanya dengan pihak lain yang bersangkutan, sehingga para anggota
memiliki patokan tentang apa yang harus, boleh, dan tidak boleh dilakukan
dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Kode etik harus menjabarkan secara eksplisit batas-batas wewenang
dalam melaksanakan tugasnya sehingga perilakuknya tidak berbaur dengan
perilaku khusus yang seharusnya dilakukan oleh profesi lain, disertai
dengan perilaku marjinal yang masih layak dilakukan oleh profesi tersebut.
Kode Etik Guru Indonesia merupakan jiwa dari Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945 serta bertanggung jawab atas terwujudnya
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka Guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai guru dengan
mempedomani dasar-dasar sebagai berikut;
1. Guru berbakti membimbing anak-didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru mempunyai kejujuran profesional dalam menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak-didik masing-masing.
20
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak-didik, tetapi menghindarkan diri dari
segala bentuk penyalah gunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara
hubungan orang tua murid sebaik-baiknya demi kepentingan
anak didik.
5. Guru memiliharakan hubungan baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan / atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru
baik berdasarkan hubungan kerja maupun di dalam hubungan
keseluruhan.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan
meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana
pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Di samping kode etik guru Indonesia, ada pula kode etik jabatan guru
yang perlu ditaati oleh setiap guru, yaitu;
a. Guru sebagai manusia Pancasilais hendaknya senantiasa
menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
b. Guru sebagai Pendidik hendaknya bertekad untuk mencintai
anak-anak dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri
teladan bagi anak didiknya.
c. Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan
meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu
pengetahuan terakhir.
21
d. Setiap guru diharapkan selalu memperhitungkan masyarakat
sekitarnya, sebab pada hakekatnya pendidikan itu merupakan
tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan.
e. Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatan dan
keselarasan jasmaninya, sehingga berwujud penampilan pribadi
yang sebaik-baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya pula.
f. Di dalam hal berpekaian dan berhias, seorang guru hendaknya
memperhatikan norma-norma estetika dan sopan santun.
g. Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam
hubungan dengan atasannya dan sanggup menempatkan dirinya
sesuai dengan hierarkhi kepegawaian.
h. Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya
hendaknya selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan
pelayanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
i. Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat
korps dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru
dan pegawai lainnya.
j. Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelesaikan
setiap persoalan yang timbul, atas dasar musyawarah dan
mufakat demi kepentingan bersama.
k. Setiap guru dalam pergaulannya dengan murid-muridnya tidak
dibenarkan mengaitkan persoalan politik dan idiologi yang
dianutnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
l. Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan
instansi, organisasi atau perorangan dalam mensukseskan
kerjanya.
m. Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi secara aktif dalam
melaksanakan program dan kegaiatan sekolah.
22
n. Setiap guru diwajibkan memakai peraturan-peraturan dan
menekankan self-discipline serta menyesuaikan diri dengan adat
istiadat setempat secara fleksibel.
H. Pengakuan Orang Lain terhadap Pekerjaan Guru
Pekerjaan yang geluti guru merupakan pekerjaan yang mulia, mereka
melepaskan belenggu kebodohan, mencerdaskan manusia, menciptakan
manusia berakhlak, berbudi, beriman, bertaqwa, menggunakan fikiran,
perasaan, dan melatihkan keterampilan manusia. Guru dikenal sebagai
agen perubahan, agen sosial, agen budaya, agen nilai, agen agama, dan
masih banyak lagi pangkat yang disandang oleh seorang guru. Tanpa
adanya tenaga kependidikan (guru) bagaimanalah jadinya peradaban
manusia, orang tua penuh dengan kesibukan sehari-hari untuk mencari
nafkah, berkarya, berprofesi, dan lain-lain sebagainya. Demikian juga
sebagian orang tua yang rendah tarap pendidikan dan ekonominya akan
sukar membimbing, melatih, dan mengajar anak-anak mereka, maka guru-
lah di sekolah akan mendidik, membimbing, dan melatih anak-anak
mereka.
Penyair Syauki11
mengakui nilai seorang guru dengan kata-kata
sebagai berikut: Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan,
seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.
Sekarang pengakuan terhadap seorang guru hanya tinggal sebatas
nama kenangan, bahwa beliau adalah guruku, ustazku, kepedulian terhadap
jasa yang diberi oleh guru telah terlindas oleh kesibukan material, dan
kadang-kadang guru diukur dengan material, sebagian orang tua menitip
uang pada anaknya untuk diberikan kepada gurunya, agar guru itu memberi
perhatian pada anak-anak mereka, hal ini yang merusak lembaga
pendidikan kita dewasa ini, sehingga ada kecendrungan guru untuk
materialistis. Sang guru sudah berani meminta parcel kepada siswa-siswa,
11
Mohd. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta. Bulan
Bintang. 1969). hl. 131
23
meminta imbalan kepada orang tua bahwa anak mereka diperhatikan di
sekolah. Sebenarnya masih banyak cara-cara lain untuk menghormati guru
dengan jalan resmi, apakah itu berupa sumbangan, donatur dan lain
sebagainya. Lembaga sekolah sekarang sudah membentuk komite sekolah,
komite sekolah berfungsi menjembatani lembaga dengan orang tua untuk
mengembangkan pembelajaran serta meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas guru-guru.
Pada zaman dulu penghormatan masyarakat terhadap guru tidak
dapat disama dengan sekarang. Saya ingat waktu kecil dulu, para orang tua
bermufakat untuk membantu guru-guru bertani, bersawah, dan berkebun.
Guru dari anak-anak mereka betul dihormati dengan menunjukkan
kepedulian orang tua terhadap kesejahteraan guru, sehingga guru dapat
konsentrasi melakukan pembelajaran di sekolah dan guru tidak pusing lagi
dengan kebutuhan hidupnya. Pergeseran ini terjadi diakibatkan
perkembangan zaman, dan manusia di atas bumi ini sudah dihadapkan
dengan kesibukan masing-masing, akan tetapi masih banyak cara lain
membantu para guru di sekolah dengan jalan yang baik, tanpa kepedulian
orang tua pembelajaran kurang berjalan dengan sempurna.
Prof. Dr. Ahmad Sanusi guru besar UPI Bandung mengatakan dari
enam karakteristik ini, maka pengakuan terhadap karakteristik keenam ini
yang masih lemah, khalayak masih meragukan profesi guru, apakah
pekerjaan guru itu hanya boleh dilakukan pelaku-pelaku profesional ?, atau
dapat dilakukan oleh siapa pun tanpa persyaratan kompetensi khusus.
Pendapat di atas mengacu pada praktik di lapangan, sebagian
lembaga-lembaga sekolah masih ada yang mempekerjakan tenaga
kependidikan yang bukan dari lulusan kependidikan, yang tidak memiliki
pengetahuan kependidikan, hanya dibekali pengetahuan bidang studi atau
materi sesuai dengan jurusan yang ditempuhnya di perguruan tinggi, tetapi
akhir ini dengan diterbitkan surat keputusan menteri pendidikan nasional
nomor 034/U/2003 bahwa tenaga kependidikan boleh diangkat dari non-
kependidikan yang mempunyai akta IV. Akta IV merupakan sertifikasi
24
keguruan yang dilakukan oleh FKIP, Fakultas Tarbiyah IAIN, STKIP, dan
STAIS.
DAFTAR BACAAN
Anonim, (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003,
Jakarta, Penerbit Sinar Grafika.
Al-Abrasy, Mohd. Athiyah. (1969). Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,
Jakarta. Bulan Bintang.
Collieti, A.B., (1987). Teaching Methods and Applied Teqniques, Keystone
Pub-Ins, New York.
Depdikbud, (1980). Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem
Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia, Jakarta,
Depdikbud.
Langford, Glenn, (1978). Teaching as a profession An essay in the
philosophy of education, Manchester, Manchester University
Press.
Moore, W.E., (1970). The Profesional: Rules and Rules, New York,
Russell Sage Foundation.
Pidarta, Made, (1990). Perencanaan Pendidikan Participatory dengan
Pendekatan Sistem, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.
Sanusi, Achmad (1991).Studi Pengembangan Pendidikan Profesional
Tenaga Kependidikan, Bandung, IKIP Bandung.
Vollmer, et al., (1956). Profesionalization, Englewood Cliff, N.J., Prentice-
Hall..