gunung_merapi.docx

13
Gunung Merapi - Sejarah Letusan Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo- Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua. Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya.[3] Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap.[4] Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.

Upload: rusman

Post on 20-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Gunung Merapi - Sejarah Letusan

Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.

Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya.[3] Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap.[4] Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.

Puncak merapi 1930

Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nue ardente) yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.

Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia

Erupsi 2006

Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.

Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.

Tanggal 1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.

Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09.03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09.40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.

Erupsi 2010

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.

Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan.

Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB.Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.

Namun, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.

Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert).

Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km.

SEJARAH LETUSAN

Sejarah letusan G. Merapi secara tertulis mulai tercatat sejak awal masa kolonial Belanda sekitar abad ke-17. Letusan sebelumnya tidak tercatat secara jelas. Sedangkan letusan-letusan besar yang terjadi pada mas sebelum periode Merapi baru, hanya didasarkan pada penentuan waktu relatif. Secara umum, letusan G. Merapi dapat dirangkum sbb :- Pada periode 3000 - 250 tahun yang lalu tercatat lebih kurang 33 kali letusan, dimana 7 diantaranya merupakan letusan besar. Dari data tersebut menunjukkan bahwa letusan besar terjadi sekali dalam 150-500 tahun (Andreastuti dkk, 2000).- Pada periode Merapi baru telah terjadi beberapa kali letusan besar yaitu abad ke-19 (tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan abad ke-20 yaitu 1930-1931. Erupsi abad ke-19 jauh lebih besar dari letusan abad ke-20, dimana awan panas mencapai 20 km dari puncak. Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall, 2000).- Aktivitas Merapi pada abad ke-20 terjadi minimal 28 kali letusan, dimana letusan terbesar terjadi pada tahun 1931. Sudah abad tidak terjadi letusan besar.Berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, G. Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam 4 tahun. Masa istirahat berkisar antara 1-18 tahun, artinya masa istirahat terpanjang yang pernah tercatat andalah 18 tahun. Secara umum, letusan Merapi pada abad ke-18 dan abab ke-19 masa istirahatnya relatif lebih panjang, sedangkan indeks letusannya lebih besar. Akan tetapi tidak bisa disimpulkan bahwa masa istirahat yang panjang, menentukan letusan yang akan datang relatif besar. Karena berdasarkan fakta, bahwa beberapa letusan besar, masa istirahatnya pendek. Atau sebaliknya pada saat mengalami istirahat panjang, letusan berikutnya ternyata kecil. Ada kemungkinan juga bahwa periode panjang letusan pada abad ke-18 dan abad ke-19 disebabkan banyak letusan kecil yang tidak tercatat dengan baik, karena kondisi saat itu. Jadi besar kecilnya letusan lebih tergantung pada sifat kimia magma dan sifat fisika magma. Diskripsi singkat letusan G. Merapi yang tercatat disajikan pada gambar di bawah ini. Gambar tersebut menunjukkan grafik statistik letusan G. Merapi sejak abad ke-18. Pada abad ke-18 dan ke-19, letusan G. Merapi umumnya relatif besar dibanding letusan pada abad ke-20, sedangkan masa istirahatnya lebih panjang.

Grafik statistik letusan G. Merapi sejak abad ke-18. Pada abad ke-18 dan ke-19, letusan G. Merapi umumnya relatif besar dibanding letusan pada abad ke-20, sedangkan masa istirahatnya lebih panjang.Karakteristik LetusanG. Merapi berbentuk sebuah kerucut gunungapi dengan komposisi magma basaltik andesit dengan kandungan silika (SiO2) berkisar antara 52 - 56 %. Morfologi bagian puncaknya dicirikan oleh kawah yang berbentuk tapal kuda, dimana di tengahnya tumbuh kubah lava.Letusan G. Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke permukaan membentuk kubah lava di tengah kawah aktif di sekitar puncak. Munculnya lava baru biasanya disertai dengan pengrusakan lava lama yang menutup aliran sehingga terjadi guguran lava. Lava baru yang mencapai permukaan membetuk kubah yang bisa tumbuh membesar. Pertumbuhan kubah lava sebanding dengan laju aliran magma yang bervariasi hingga mencapai ratusan ribu meter kubik per hari. Kubah lava yang tumbuh di kawah dan membesar menyebabkan ketidakstabilan. Kubah lava yang tidak stabil posisinya dan didorong oleh tekanan gas dari dalam menyebabkan sebagian longsor sehingga terjadi awan panas. Awanpanas akan mengalir secara gravitasional menyusur lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km/jam dan akan berhenti ketika energi geraknya habis. Inilah awan panas yang disebut Tipe Merapi yang menjadi ancaman bahaya yang utama.

Peta sebaran awanpanas G. Merapi yang terjadi sejak tahun 1911-2006Dalam catatan sejarah, letusan G. Merapi pada umumnya tidak besar. Bila diukur berdasarkan indek letusan VEI (Volcano Explosivity Index) antara 1-3. Jarak luncur awanpanas berkisar antara 4-15 km. Pada abad ke-20, letusan terbesar terjadi pada tahun 1930 dengan indeks letusan VEI 3. Meskipun umumnya letusan Merapi tergolong kecil, tetapi berdasarkan bukti stratigrafi di lapangan ditemukan endapan awan panas yang diduga berasal dari letusan besar Merapi. Melihat ketebalan dan variasi sebarannya diperkirakan indeks letusannya VEI 4 dengan tipe letusan antara vulkanian hingga plinian. Letusan besar ini diperkirakan terjadi pada masa Merapi Muda, sekitar 3000 tahun yang lalu.Sejak tahun 1768 sudah tercatat lebih dari 80 kali letusan. Diantara letusan tersebut, merupakan letusan besar (VEI 3) yaitu periode abad ke-19 (letusan tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan periode abad ke-20 yaitu 1930-1931. Erupsi abad ke-19 intensitas letusanya relatif lebih besar, sedangkan letusan abad ke-20 frekuensinya lebih sering. Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall, 2000). Letusan besar bisa bersifat eksplosif dan jangkauan awanpanas mencapai 15 Km.Letusan G. Merapi sejak tahun 1872-1931 mengarah ke barat-barat laut. Tetapi sejak letusan besar tahun 1930-1931, arah letusan dominan ke barat daya samapi dengan letusan tahun 2001. Kecuali pada letusan tahun 1994, terjadi penyeimpangan ke arah selatan yaitu ke hulu K. Boyong, terletak antara bukit Turgo dan Plawangan. Erupsi terakhir pada tahun 2006, terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah tenggara, dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali Gendol.

Gambar Letusan G. Merapi berupa luncuran awanpanas ke K. Gendol pada Juni 2006.Letusan 2010Peningkatan aktivitas mulai terlihat pada September 2010, dan pada tanggal 20 September 2010, Merapi dinaikkan statusnya menjadi 'Waspada' (Level II). Kenaikan status berdasarkan peningkatan aktivitas seismik, yaitu Gempa Fase Banyak dengan 38 kejadian/hari, Gempa Vulkanik 11 kejadian/hari, dan Gempa Guguran 3 kejadian/hari.Pada 21 Oktober 2010 status Merapi kembali dinaikkan menjadi 'Siaga' (Level III). Kenaikan status juga berdasarkan peningkatan aktivitas seismik, yaitu Gempa Fase Banyak hingga 150 kejadian/hari, Gempa Vulkanik 17 kejadian/hari, dan Gempa Guguran 29 kejadian/hari, dan laju deformasi mencapai 17 cm/hari. Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana.Pada 25 Oktober 2010 status Merapi ditetapkan 'Awas' (Level IV), dengan kondisi akan segera meletus, ataupun keadaan kritis yang dapat menimbulkan bencana setiap saat. Aktivitas yang teramati secara visual yaitu, tanpa kubah lava, tanpa api diam, dan tanpa lava pijar guguran-guguran besar. Sedangkan seismisitasnya meningkat menjadi 588 kejadian/hari Gempa Fase Banyak, 80 kejadian/hari Gempa Vulkanik, 194 kejadian/hari Gempa Guguran, dengan laju deformasi 42 cm/hari. Radius aman ditetapkan di luar 10 km dari puncak Merapi.Pada 26 Oktober 2010 pukul 17:02 WIB terjadi letusan pertama. Letusan bersifat eksplosif disertai dengan awanpanas dan dentuman. Hal ini berbeda dengan kejadian sebelumnya, yaitu letusan bersifat efusif dengan pembentukan kubah lava dan awanpasan guguran. Letusan yang terjadi pada 29 - 30 Oktober lebih bersifat eksplosif. Pada 3 November 2010 terjadi rentetan awanpanas yang di mulai pada pukul 11:11 WIB. Melalui pengukuran dengan mini DOAS diketahui bahwa terjadi peningkatan fluks SO2 yang mencapai 500 ton/hari. Pada pukul 16:05 diteteapkan radius aman di luar 15 km dari puncak Merapi. Dan pada pukul 17:30 dilaporkan bahwa awanpanas mencapai 9 km di luar K. Gendol.Tren meningkat pada data RSAM antara 3 - 4 November 2010 menunjukkan proses pertumbuhan kubah lava yang mencapai volume 3.5 juta m3 dan tren menurun pada 5 November 2010 menandakan penghancuran kubah lava tersebut yang menghasilkan aliran awanpanas hingga sejauh 15 km dari puncak G. Merapi ke arah K. Gendol. Pada 4 November 2010 terekam Tremor menerus dan over scale serta peningkatan massa SO2 di udara mencapai lebih dari 100 kiloton. Radius aman ditetapkan di luar 20 km dari Puncak G. Merapi. 5 November 2010, terjadi penghancuran kubah lava yang menghasilkan awanpanas sejauh 15 km ke K. Gendol. Erupsi ini merupakan erupsi terbesar. Pada 6 November 2010, Tremor masih menerus dan over scale massa SO2 di udara mencapai puncaknya sebesar 250 - 300 kiloton.13 November 2010, intensitas erupsi mulai menurun, dan radius aman juga dirubah. Yaitu Sleman 20 km, Magelang 15 km, Boyolali 10 km, Klaten 10 km.Pada 19 November intensitas erupsi kembali menunjukkan penurunan. Radius aman juga dirubah, yaitu Sleman sebelah barat K. Boyong 10 km, Sleman sebelah Timur K. Boyong 15 km, Magelang 10 km, Boyolali 5 km, dan Klaten 10 km.Korban jiwa akibat erupsi G. Merapi 2010 sebanyak 347 Orang (BNPB). Korban terbanyak berada di Kabupaten Sleman yaitu 246 jiwa. Menyusul Kabupaten Magelang 52 jiwa, Klaten 29 jiwa, dan Boyolali 10 jiwa. Sedangkan pengungsi mencapai 410.388 Orang (BNPB).Berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan G. Merapi secara instrumental dan visual, disimpulkan bahwa aktivitas G. Merapi menunjukkan penurunan. Dengan menurunnya aktivitas tersebut, maka terhitung mulai tanggal 3 Desember 2010 pukul 09.00 WIB, status aktivitas G. Merapi diturunkan dari tingkat "AWAS" menjadi "SIAGA".Ancaman berikutnya adalah lahar hujan produk erupsi Merapi yang mencapai 150 juta m3. Sekitar 35% produk letusan G. Merapi tersebut masuk ke K. Gendol berupa aliran piroklastik dan sisanya tersebar di sungai-sungai lain yang berhulu di lereng G. Merapi, seperti K. Woro, K. Kuning, K. Boyong, K. Bedog, K. Krasak, K. Bebeng, K. Sat, K. Lamat, K. Senowo, K. Trising dan K. Apu. Setelah erupsi pertama tanggal 26 Oktober hingga kini apa bila terjadi hujan di puncak G. Merapi, terjadi banjir lahar di sungai yang berhulu di G. Merapi.Sumber : Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Jawa Barat