gmo_ku
TRANSCRIPT
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Oleh :
Syaulia FatmahI1A002030
Pembimbing
Dr. Achyar Nawi Husin, Sp.KJ
UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unlam-RSJ Sambang Lihum
Banjarmasin
Juli 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan jiwa dengan
kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Hal ini diketahui dengan terdapatnya
gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses berpikir , psikomotorik dan
kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi, yang
timbul karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional). Penderita tidak dapat
‘dimengerti’ dan tidak dapat ‘dirasai’ lagi oleh orang normal, karena itu seorang awam
pun dapat mengatakan bahwa orang itu ‘gila’ bila psikosa itu sudah jelas. Penderita
sendiri juga tidak memahami penyakitnya, ia merasa ia tidak sakit.
Psikosa dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : psikosa yang
berhubungan dengan sindroma otak organik dan psikosa fungsional.
Sindroma otak organik atau gangguan mental organik adalah gangguan jiwa yang
psikotik atau non psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak.
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit/gangguan sistemik
yang terutama mengenai otak (contoh meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah
otak, tumor otak) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (contoh tifus,
endometritis, payah jantung, toksemia gravidarum, intoksikasi).
Sindroma otak organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak
dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau sindroma otak organik itu
dan bukan berdasarkan penyebabnya, permulaan, gejala atau lamanya penyakit yang
menyebabkannya. Gejala utama sindroma otak organik akut ialah kesadaran yang
menurun dan sesudahnya terdapat amnesia, pada sindroma otak organik menahun ialah
demensia.
Gambaran utama sindroma otak organik adalah :
2
1. Gangguan fungsi kognitif, misalnya daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya
belajar (learning)
2. Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian
(attention)
3. Sindroma dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang :
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu,
tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan neurologik yang teliti. Gejala-gejala
psikiatrik lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan
psikologiknya, keadaan psikososialnya, sifat bantuan dari keluarga, teman dan karyawan
kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan lingkungannya.
3
BAB II
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
A. DELIRIUM
Delirium merupakan sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf
kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas
adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan
ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di
malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat.
Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat).
Diagnosis biasanya klinis, dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging)
untuk menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan
tindakan suportif.
Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya
10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50% mengalami
delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada
panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat
atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya.
Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh
antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisma tidak jelas, tetapi mungkin terkait
dengan gangguan reversibilitas dan metabolisma oksidatif otak, abnormalitas
neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab
apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatik sehingga mengganggu fungsi kolinergik
dan menyebabkan delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan
transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas
4
hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi
retikular batang otak jadi terganggu.
Delirium ditandai oleh kesulitan dalam:
Konsentrasi dan memfokus
Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian
Kesadaran naik-turun
Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain
Bingung menghadapi tugas se-hari-hari
Perubahan kepribadian dan afek
Pikiran menjadi kacau
Bicara kacau
Disartria dan bicara cepat
Neologisma
Inkoheren
Gejala termasuk:
Perilaku yang inadekuat
Rasa takut
Curiga
Mudah tersinggung
Agitatif
Hiperaktif
Siaga tinggi (Hyperalert)
Atau sebaliknya bisa menjadi:
Pendiam
Menarik diri
Mengantuk
Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah
Pola tidur dan makan terganggu
Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu
5
Diagnosis demensia biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala
gangguan fungsi kognitif perlu dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal.
Kemampuan atensi bisa diperiksa dengan:
Pengulangan sebutan 3 benda
Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)
Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)
Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR
Confusion Assessment Method (CAM)
Wawancarai anggota keluarga
Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.
Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan
delirium dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit.
Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik,
toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan
pengobatan.
Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjutjadi kronik.
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang
memberatkan seperti:
Menghentikan penggunaan obat
Obati infeksi
Suport pada pasien dan keluanga
Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien
Cukupi cairan dan nutrisi
Vitamin yang dibutuhkan
Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah membaik,
alat infus sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman.
Obat:
o Haloperidol dosis rendah dulu 0,5 1 mg per os, IV atau IV
o Risperidone 0,5 3mg perostiap l2jam
o Olanzapine 2,5 15 mg per os 1 x sehari
6
o Lorazepam 0,5 1mg per Os atau parenteral, Perlu diingat obat benzodiazepine mi
bisa memperburuk delirium karena efek sedasinya.
B. DEMENSIA
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak
organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk
gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis
dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan
(imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya
hanya suportif. Zat penghambat kolinesterasa (Cholinesterase inhibitors) bisa
memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika
lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja.
Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k
5% untuk rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun).
Kebanyakan mereka dirawat dalam panti dan menempati sejumlah 50% tempat tidur.
Etiologi dan klasifikasi
Menurut Umur:
o Demensia senilis (>65th)
o Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
o Reversibel
o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,
Defisiensi vit B, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Menurut kerusakan struktur otak
o Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
7
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia Lobus frontal-temporal
o Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
o Prion disease
o Palsi Supranuklear progresif
o Multiple sklerosis
o Neurosifilis
o Tipe campuran
Menurut sifat klinis:
o Demensia proprius
o Pseudo-demensia
Tanda dan gejala
Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
Defisit neurologik motor & fokal
Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
Agnosia, apraxia, afasia
ADL (Activities of Daily Living)susah
Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
Lupa meletakkan barang penting
Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
8
Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
Tak dapat makan dan menelan
Koma dan kematian
Diagnosis difokuskan pada 3 hal:
Pembedaan antara delirium dan demensia
Bagian otak yang terkena
Penyebab yang potensial reversibel
Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
Terapi, pertama perlu diperhatikan keselamatan pasien, lingkungan dibuat
senyaman mungkin, dan bantuan pengasuh perlu.
Koridor tempat jalan, tangga, meja kursi tempat barang keperkuannya
Tidak diperbolehkan memindahkan mobil dsb.
Diberi keperluan yang mudah dilihat, penerangan lampu terang, jam dinding besar,
tanggalan yang angkanya besar
Obat:
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x 100 - 3 x 200 mg
o Piracetam (Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
o Ca-antagonist:
o Nimodipine(Nimotop 1- 3 x 30 mg)
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v./i.m.
o Cinnanzine (Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
9
o Tacnne 10 mg dinaikkan lambatlaun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x /hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 mg 10 mg
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)
BPSD perlu dibahas di sini karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi
pengasuh dan membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:
Behavioural (Gangguan perilaku)
agitasi
hiperaktif
Keluyuran
o Perilaku yang tak adekuat
o Abulia kognitif
o Agresi
verbal, teriak
fisik
Gangguan nafsu makan
o Gangguan ritme diurnal
Tidur/bangun
o Perilaku tak sopan (social)
Perilaku sexual tak sopan
Deviasi sexual
Piromania
Psychological
Gangguan afektif
o Anxietas
o lritabilitas
o Gejala depresif.
o Depresi berat
10
Labilitas emosional
o Apati
o Sindrom waham & salah-identifikasi
Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya
paranoid, curiga
o Rumah lama dianggap bukan rumahnya
o Pasangan / pengasuh
Palsu
Tak setia
Menelantarkan pasien
Cemburu patologik
Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
o Halusinasi
Visual
Auditorik
Olfaktoriik
Raba (haptik)
Terapi farmakologik
Antipsikotika tipik: Haldol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
11
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD:
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
12
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg
C. SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA EPILEPSI
Epilepsi merupakan suatu gejala akibat lepasnya aktivitas elektrik yang periodik
dan eksesif dari neuron serebrum yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktifitas otonom dan berbagai
gangguan psikis.
Penyebab epilepsi umumnya dibagi menjadi 2 :
1. Idiopatik ( primer, essensial )
Pada jenis ini, tidak dapat diketemukan adanya suatu lesi organik di otak. Tidak
dimulai dengan serangan fokal. Gangguan bersifat fungsional di daerah dasar otak
yang mempunyai kemampuan mengontrol aktifitas korteks.
2. Simptomatik akibat kelainan otak
Serangan epilepsi merupakan gejala dari suatu penyakit organik otak. Misalnya
karena adanya demam, penyakit otak degeneratif difus, infark, enchepalitis, abses,
tumor serebrum, jaringan parut setelah cedera kepala, anoksia, toksemia,
hipogliklemia, hipokalasemia, atau gejala putus obat.
Timbulnya serangan kejang adalah kemugkinan adanya ketidakseimbangan antara
asetilkolin dan GABA ( asam gama amino butirat ), merupakan neurotransmitter sel-sel
otak. Asetilkolin menyebabkan depolarisasi, yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan
kejang. Sedang GABA menimbulkan hiperpolarissasi, yang sebaliknya akan
merendahkan eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang. Berbagai kondisi yang
mengganggu metabolisme otak seperti penyakit metabolik, racun, beberapa obat dan
putus obat, dapat menimbulkan pengaruh yang sama.
Gejala-gejala epilepsi:
1. Grand mal ( tonik-klonik umum )
13
Jenis ini bersifat sekunder, yakni berasal dari epilepsi partial kemudian menjadi
serangan (bangkitan) umum.
Fase serangan :
a. Fase tonik
Ditandai dengan kontraksi semua otot, kelopak mata tetap terbuka, lengan
terangkat, abduksi, terputar keluar, sendi siku fleksi, tungkai juga fleksi ( tertekuk ).
Setelah fleksi segera diikuti ekstensi yang disertai jeritan epilepsi beberapa detik.
Leher dan punggung melengkung menjadi posisi opistotonik, lengan dan tungkai
juga ekstensi. Berlangsung antara 10-20 detik.
b. Fase klonik
Berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Menunjukkan adanya gerakan spasmus
fleksi berganti-ganti denga relaksasi. Penderita dapat menggigit lidahnya, sianosis,
hipertensi, takhicardi, hiperhodrosis, midriasis, salivasinya bertambah.
c. Fase paska serangan ( koma )
Semua aktifitas otot berhenti. Dalam waktu 15 menit kesadaran akan pulih lembali.
Kesadaran akan pulih secara normal dalam 1-2 jam. Penderita merasa lesu, otot-otot
nyeri dan sakit kepala.
2. Petit mal
Merupakan eilepsi yang tenang. Penderita biasanya anak-anak atau dewasa muda.
Ketika melakukan aktifitas, tiba-tiba berhenti, sering terdapat gerakan kecil seperti
gerakan-gerakan kelopak mata, mengunyah, gerakan-gerakan bibir. Serangan berakhir
dalam 60 detik Kesadaran juga segera normal. Dalam sehari, serangan dapat 10-20 kali.
3. Partial
a. Sederhana ( tidak terdapat gangguan kesadaran )
b. Kompleks ( terdapat gangguan ksadaran )
Klasifikasi epilepsi :
1. Epilepsi umum
a. Epilepsi umum primer, misalnya epilepsi grand mal, petit mal, epilepsi juvenil
mioklonik
b. Epilepsi umum sekunder, misalnya spasme infantil, epilepsi mioklonik astatik
2. Epilepsi partial
14
a. Disertai dengan gejala elementer ( tanpa gangguan kesadaran ), misalnya dengan
gejala motorik, sensorik atau otonomik
b. Disertai dengan gejala komplek ( dengan gangguan kesadaran )
c. Disertai fenomena sekunder ( misalnya menjadi epilepsi umum )
Klasifikasi obat anti epilepsi sesuai dengan kemanjuran terhadap berbagai jenis
epilepsi
Jenis Epilepsi Kemanjuran obat1. Umum No.1 No.2 No.3Konvulsif:Granmal
Tonik-klonik
Akinetik
Mioklonik
Spasme massif
FenobarbitalFenitoinPrimidon
FenobarbitalEtosuximid
KlonazepanDiazepam
Etosuximid
ACTH
MefobarbitalAsetazolamid
KlonazepamAsetazolamid
Fenitoin
FenobarbitalFenitoin
DiazepamKlonazepam
KarbamazepinMefenitoin
Diit ketogenik
TrimetaadionDiit ketogenik
Diit ketogenikACTH
Kortikosteroid
Diit ketogenikFenobarbital
FenitoinNon-konvulsif
Petit malAbsens
etosuximid KlonazepamAsetazolamid
DiazepamDextro-amfetamin
TrimetadionQuinakrinFenasemid
Diit ketogenik2. SebagianSederhana
(pergerakan fokal)Kompleks
(psikomotor)
FenobarbitalFenitoinPrimidon
KarbamazepinMefobarbitalAsetazolamid
KarbamazepinMefenitoinFenasemid
Diit ketogenik3. Status
epileptikusUmum
KonvulsifFenobarbital iv
Diazepam ivParaldehid iv
Amobarbital ivObat im atau per
rektumUmum
Non konvulsifDiazepam iv
15
D. SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA MINUMAN BERALKOHOL DAN DEFISIENSI VITAMIN
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah
bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai
negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya
orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.
Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan
mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan
berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf
pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa
sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.
Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti
misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu
menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan
fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata
juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung,
bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut
sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan
sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak
berhalusinasi.
Jenis minuman beralkohol adalah :
o Anggur
o Bir
o Bourbon
o Brendi
o Brugal
o Caipirinha
o Chianti
o Jägermeister
o Mirin
o Prosecco
o Rum
o Sake
o Sampanye
o Shōchū
o Tuak
o Vodka
o Wiski
16
Sindroma Wernicke-Korsakoff
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang
disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut
(sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.
Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1
(tiamin). Mengonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang
mengandung tiamin menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita
kekurangan gizi yang mengonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar
cairan infus setelah pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke.
Penderita ensefalopati Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya
kelumpuhan pergerakan mata, penglihatan ganda atau nistagmus), tatapan matanya
kosong, linglung dan mengantuk. Untuk mengatasi masalah ini biasanya diberikan infus
tiamin. Jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Jika
serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol,
maka amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap. Hilangnya ingatan yang berat disertai
dengan agitasi dan delirium.
Walaupun hilang ingatan, penderita biasanya mampu mengadakan interaksi sosial
dan mengadakan perbincangan yang masuk akal meskipun tidak mampu mengingat
peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan beberapa menit
sebelumnya.
Amnesia Korsakoff ini juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac
arrest atau ensefalitis akut. Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki
ensefalopati Wernicke, tetapi tidak selalu dapat memperbaiki amnesia Korsakoff. Jika
pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang kelainan
ini menghilang dengan sendirinya.
Gangguan jiwa pada pelagra
Pelagra ialah penyakit karena kekurangan asam nikotinik (niasin atau faktor PP),
juga karena kekurangan triptofan dan vitamin-vitamin yang lain terutama anerin,
riboflavin dan vitamin C. Terjadi perubahan pada lobus frontalis dan hipokampus, sel-sel
17
ganglion kehilangan substansi Nissle dan kemudian menghilang sama sekali. Pada
stadium permulaan, kelaian ini reversibel.
Gejala mental yang muncul antaralain sakit kepala, mudah tersinggung, kesukaran
berkonsentrasi, cepat lupa, gelisah, curiga, rasa tak mampu melakukan aktivitas fisik dan
mental. Gejala-gejala ini disusul oleh gejala-gejala yang lebih berat sperti gangguan
ingatan, kebingungan, disorientasi, delirium yang berulang-ulang, sindroma Korsakow
dan demensia. Timbul juga stomatitis,glositis serta kulit menjadi merah, lalu pecah-pecah
dan terkupas dengan pigmentasi merah-coklat tua.
Bila segera diobati prognosanya baik. Pengobatan ialah dengan niasin atau
niasinamid 300-600 mg sehari. Bila gangguan itu berat, maka dapat diberi suntikan
selama beberapa hari 1,2 – 1,5 gram sehari.
E. SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA CEDERA KEPALA
Cedera kepala telah menyebabkan kematian dan cacat pada usia kurang dari 50
tahun, dan luka tembak pada kepala merupakan penyebab kematian nomor 2 pada usisa
dibawah 35 tahun.Hampir separuh penderita yang mengalami cedera kepala meninggal.
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan
terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala
membentur objek yang tidak bergerak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk
hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak.
Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama
yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak.
Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak
atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan
cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang
18
yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di
dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat
fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan).
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang
hebat.
Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah
pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak
(hematoma subdural).
Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang
bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau
lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak
mana yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan,
sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa
mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan
koma.
CEDERA KEPALA KHUSUS
Patah Tulang Tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.
Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak
bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar
diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. Bakteri kadang
memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta
kerusakan hebat pada otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali
jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah
terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
19
Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan
struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,
tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.
Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang
abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam
atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang
lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar
dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.
Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui
mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan.
Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor
psikis.
Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita
sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah
gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang
beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa
mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika
terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan.
Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya
fungsi otak.
Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan
asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari
pertama.
Gegar Otak & Robekan Otak
Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya
disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan
pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah
tulang tengkorak. Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio.
20
MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan
kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;
pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama
cedera dada.
Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di
dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa
terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah
luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang
tengkorak (hematoma epidural).
Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI.
Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam beberapa
menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan
membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada
akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan
otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi.
Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma,
kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan,
terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru
muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi
peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini
21
sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang
tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat
kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang
bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya
rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama
beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa
menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan
kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma
subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini
adalah:
- sakit kepala yang menetap
- rasa mengantuk yang hilang-timbul
- linglung
- perubahan ingatan
- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan
mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang.
Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu,
lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.
Lokalisasi fungsi otak Lobus otak
Kerusakan Lobus Frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik
(misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).
22
Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada
lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang
berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada
ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya
mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata,
meskipun kadang menyebabkan kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa
menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang
mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita
mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam;
penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.
Kerusakan Lobus Parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur
dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan
bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada
ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di
bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan
serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-
kanan.
Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan
bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun
melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
Kerusakan Lobus Temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara
dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur
emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya
ingatan akan suara dan bentuk.
23
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan
pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita
dalam mengekspresikan bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan
mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama
yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
KELAINAN-KELAINAN AKIBAT CEDERA KEPALA
Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa
waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang merupakan
respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak. Kejang terjadi padda sekitar 10%
penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan
pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Kejang bisa saja baru
terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya
dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada
seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang.
Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak
terhingga.
Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus
temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian
manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan
mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama
benda. Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat,
24
sedangkan penderita yang lainnya dapat mengingat kata-kata dalam fikirannya, tetapi
tidak mampu mengucapkannya.
- Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan
tepat. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot-otot
yang digunakan untuk menghasilkan suara atau mengatur gerakan dari alat-alat vokal.
- Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan
pada lobus temporalis. Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang
keluar kacau (disebut juga gado-gado kata). Penderita menjawab pertanyaan dengan
ragu-ragu tetapi masuk akal.
- Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata dan
mengetahui bagaimana mereka ingin memberikan jawaban, tetapi mengalami
kesulitan dalam mengucapkan kata-kata. Kata-kata keluar dengan perlahan dan
diucapkan sekuat tenaga, seringkali diselingi oleh ungkapan yang tidak memiliki arti.
Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan
pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Ingatan akan serangkaian gerakan yang
diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang; lengan atau tungkai tidak memiliki
kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut tidak dapat dilakukan.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan
kelainan fungsi otak.
Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal
dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya
dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka
dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan
fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting
dan fungsinya disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera
kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami
perbaikan secara spontan.
25
Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa
yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum
dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan
akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau
peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung
kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang
hebat, amnesi bisa bersifat menetap.
Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia:
o Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya
o Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai
beberapa hari sebelumnya
o Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu.
F. SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA TUMOR INTRAKRANIAL
Tumor intrakranial mungkin di jaringan otak, di selaput otak, system ventrikel,
plexus khorioid, glandula pinealis serta hipofisa dan mungkin primer atau sekunder
sebagai metastase. Manifestasi kliniknya tergantung pada beberapa faktor, yaitu : jenis
neoplasma, kecepatan tumbuh, lokalisasi tumor dan kecepatan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Salah satu gejala dini mengenai sindroma otak organik adalah gangguan ingatan,
terutama ingatan tentang peristiwa-peristiwa yanhg baru saja terjadi. Kemudian timbul
gangguan pada emosi penderita, misalnya penderita menjadi mudah marah, labil dan
sering juga timbul depresi. Pertimbangannya dan kecerdasannya berkurang, kemudian
mungkin timbul disorientasi. Gejala-gejala ini adalah umum pada kebanyakan sindroma
otak organik, disertai juga gejala-gejala neurologik seperti sakit kepala, muntah-muntah,
kejang-kejang dan kelumpuhan. Gejala-gejala psikiatrik mungkin timbul cepat atau
pelan-pelan dan bervariasi luas. Gejala-gejala ini tidak membentuk suatu sindroma
psikiatrik yang khas, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan jenis tumor.
26
Pengobatan tumor intrakranial ialah sedapat-dapatnya melalui pembedahan saraf.
Bila tidak mungkin, maka dapat dilakukan penyinaran. Terhadap gejala-gejala psikiatrik
bila perlu diberikan neroleptika, tranquilaizer atau anti-depresan. Prognosa tergantung
pada keganasan tumor, lokalisasinya dan cara pengobatan yang memadai.
G. SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA GANGGUAN METABOLISME
Suatu perubahan hormonal dapat menimbulkan gangguan mental yang gejala-
gejala tergantung pada kepribadian orang itu sebelum sakit dan juga kepada semua faktor
lain yang mempengaruhi kepribadiannya selama ia sakit. Mungkin timbul neurosa, tetapi
mungkin juga psikosa. Penderita dapat melihat dirinya sebagai sudah cacat dan dapat
bereaksi dengan rasa cemas, bermusuhan, rasa salah serta menarik diri dari pergaulan.
Hal ini semua tergantung pada perasaan dan sikap orang itu terhadap badannyanyang
telah mulai dirasakan lain karena gangguan metabolisme itu. Taraf perkembangan
individu sewaktu kelainan itu timbul merupakan hal yang penting juga, misalnya sebelum
pubertas, dimasa pubertas atau sesudahnya, sebelum menikah atau sesudah melahirkan
dan sebagainya.
Gangguan jiwa ini mungkin terjadi pada hipotiroidisme, hipertiroidisme,
hipoglikemia, diabetes mellitus, sindroma Cushing, sindroma adrenogenitalia dan
sebagainya.
H. SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA INTOKSIKASI
Psikosa toksik dapat disebabkan karena pencernaan, penghirupan atau kontak
yang terus-menerus dengan bahan-bahan toksik. Gejala-gejala mental bukan saja
tergantung pada jenis racun itu, tetapi juga pada kepribadian, pengalaman, umur dan
keadaan emosi penderita. Bila sindroma itu akut dan jelas, maka terlihat seorang pasien
yang gelisah, mudah disugesti, bingung dalam kesadaran yang berkabut dengan banyak
halusinasi penglihatan dan pikiran paranoid. Pada intoksikasi yang menahun terdapat
kemunduran intelektual dengan gangguan orientasi dan ingatan.
27
Gejala-gejala psikiatrik dapat terjadi pada intoksikasi dengan bromide,
barbiturate, amfetamin, alkaloid beladona, halusinogen, thiosianat, kortikosteroid, karbon
monoksida, benzin, air raksa, timah hitam dan sebagainya. Penderita dirawat di dalam
kamar yang tenang dengan penerangan yang merata sehingga tidak mudah ditimbulkan
interpretasi yang salah tentang barang-barang. Diberi ‘reassurance’ secara terus-menerus
oleh orang yang sudah dikenal (sebaiknya orang itu jangan berganti-ganti). Makan dan
minum harus cukup. Janganlah menggunakan fenobarbital atau paraldehid sebagai obat
penenang.
28
BAB III
PENUTUP
Sindroma otak organik atau gangguan mental organik adalah gangguan jiwa yang
psikotik atau non psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak.
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit/gangguan sistemik
yang terutama mengenai otak (contoh meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah
otak, tumor otak) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (contoh tifus,
endometritis, payah jantung, toksemia gravidarum, intoksikasi).
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Jakarta. 1997.
2. Maramis, WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya. 1998.
3. Roan, WM. Delirium dan Demensia. 2007. Available at http://www.idijakbar.com
4. Anonim. Penurunan Kesadaran. 2009. Available at http://blog.asuhankeperawatan.com
5. Anonim. Gangguan Jiwa pada Lanjut Usia. 2008. Available at http://blog.asuhankeperawatan.com
6. Anonim. Demensia. 2005. Available at http://www.indonesiaindonesia.com
7. Anonim. Demensia (Pikun). 2009. Available at http://health.detik.com/kanal/765/obat
8. Anonim. Minuman Beralkohol. 2009. Available at http://id.wikipedia.org
9. Anonim. Alkoholisme. 2009. Available at http://www.medicastore.com
10. Anonim. Korsakoff's syndrome. 2009. Available at http://id.wikipedia.org
11. Anonim. Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Mental Organik dengan Riwayat Epilepsi. 2009. Available at http://www.indonesiaindonesia.com
12. Anonim. Cedera Kepala. 2009. Available at http://www.indonesiaindonesia.com
30
31